EFEK KOMPOSISI ZEOLIT - SERBUK KAYU DAN SUHU SINTERING TERHADAP KARAKTERISTIK DALAM PEMBUATAN KERAMIK BERPORI
DENGAN MENGGUNAKAN PVA SEBAGAI PEREKAT
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
KATRIN AFRIANITA P 050801055
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2010
LEMBAR PENGESAHAN
EFEK KOMPOSISI ZEOLIT-SERBUK KAYU DAN SUHU SINTERING TERHADAP
KARAKTERISTIK DALAM PEMBUATAN KERAMIK BERPORI DENGAN
MENGGUNAKAN PVA SEBAGAI PEREKAT
Oleh :
KATRIN AFRIANITA P 050801055
Disetujui Oleh :
Drs. Pardamean sebayang,M.Si NIP : 19550105.198303.1.003
Diketahui Oleh : Kepala Pusat Penelitian Fisika
PPF-LIPI
Dr.Ing.Priyo Sardjono NIP: 19531230.197903.1.003
PERSETUJUAN
Judul : EFEK KOMPOSISI ZEOLIT – SERBUK
KAYU DAN SUHU SINTERING TERHA DAP KARAKTERISTIK DALAM PEMBUATAN KERAMIK BERPORI DENGAN MENGGUNAKAN PVA SEBAGAI PEREKAT
Kategori :SKRIPSI
Nama :KATRIN AFRIANITA PASARIBU
NIM :050801055
Program Studi :SARJANA (S1) FISIKA
Departemen :FISIKA
Fakultas :MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSI TAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di
Medan, 23 Februari 2010
Diketahui
Departemen Fisika FMIPA USU Pembimbing
Dr.Marhaposan Situmorang Drs.Kerista Sebayang,MS
NIP:195510301980031003 NIP: 195806231986011001
PERNYATAAN
EFEK KOMPOSISI ZEOLIT - SERBUK KAYU DAN SUHU SINTERING TERHADAP KARAKTERISTIK DALAM PEMBUATAN KERAMIK BERPORI
DENGAN MENGGUNAKAN PVA SEBAGAI PEREKAT
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan
dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, 19 Februari 2010
KATRIN AFRIANITA 050801055
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pemurah lagi
Maha Penyayang yang telah memberikan Rahmat, Karunia dan Bimbingan-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tulisan yang berjudul Efek Komposisi Zeolit-Serbuk Kayu
dan Suhu Sintering Terhadap Karakteristik Dalam Pembuatan Keramik Berpori Dengan
Menggunakan PVA Sebagai Perekat Yang dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa
Material Keramik dan Gelas LIPI Serpong, Tangerang sesuai dengan waktu yang telah di
tetapkan.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Drs. Kerista Sebayang,MS selaku
Dosen Pembimbing penulis yang telah banyak memberikan waktu dan bimbingan kepada
penulis selama menyelesaikan tugas akhir ini, serta Prof.Drs Pardamean Sebayang,M.Si ,
Ir. Muljadi, M.Si, Anggito P Tetuko,S.T, Deni S Khaerudini, S.Si, Lukman Paris ,Amd
dan Denny Mahadi selaku pembimbing lapangan yang telah memberikan
bimbingan,waktu dan tenaga kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Ucapan
terimakasih juga penulis ucapkan kepada Drs. Chandra Nur,M.Sc, kepada Ketua dan
Sekretaris Jurusan Departemen Fisika DR. Marhaposan Situmorang dan Dra Justinon,
M.Si, Dekan FMIPA USU Prof.Eddy Marlianto,M.Sc serta semua Staff Pengajar dan
Pegawai Departemen Fisika FMIPA USU.
Tidak lupa pula penulis ucapkan terimakasih kepada semua mahasiswa Fisika S-1
khususnya stambuk 2005 ( Toni Apriantono Manik, Flora Hutagalung, Febriantono
Siboro, Fernando S, Try Eko, Espol S, Erwin S, Nisa, Widya Tutik, Shinta In The Genk,
Nelly In The Genk, Teman-teman Fikoli, Ka Aisyah, S.Si) dan adik-adikku di Fisika
2008 (Eben,Rony,Martin,Andes,Nia,Mangara,Tere,Elisabet dll) dan juga Sahabat-sahabat
ku yang selalu member semangat buat ku ( Dian Frisca,Wita Marta, Duma S, Maria, Ka
Mely,S.T, bang Arga,S.T). Akhirnya tidak terlupakan ucapan terima kasih kepada yang
paling kucinta dan ku sayang Ayahanda ST Pasaribu dan Ibunda tersayang Idaria P dan
seluruh keluarga besar ku dan adik-adikku ( yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
penulis ucapkan banyak terima kasih.
EFEK KOMPOSISI ZEOLIT - SERBUK KAYU DAN SUHU SINTERING TERHADAP KARAKTERISTIK DALAM PEMBUATAN KERAMIK BERPORI
DENGAN MENGGUNAKAN PVA SEBAGAI PEREKAT
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian pembuatan keramik berpori berbasis zeolit dengan aditif
serbuk kayu dengan tahapan : penggilingan dengan ball mill selama 24 jam, pengeringan
di dalam oven pada suhu 100°C selama 3 jam, pengayakan hingga lolos 100 mesh.
Penambahan serbuk kayu divariasi mulai dari 10, 20, 30, 40, dan 50 % massa, diaduk
dengan perekat PVA menjadi benda uji dengan cara tekan, kemudian disinter pada suhu
900, 1000, dan 1100°C. Karakterisasi yang dilakukan meliputi: densitas, susut bakar,
porositas, penyerapan air, koefisien ekspansi termal, kuat patah, kuat tekan, analisa XRD
dan SEM. Keramik berpori yang dihasilkan mempunyai nilai: densitas berkisar antara
1,704 -2,303 g/cm3 ,susut bakar : 6,55 – 54,096 %, porositas : 25,556 – 82,033 %,
penyerapan air : 11,08 – 48,13 % , koefisien ekspansi termal : 4-6 x 10 -6/oC, kekuatan
patah: 0,851 – 17,859 MPa, dan kekuatan tekan : 573 – 8,396 MPa. Kondisi optimum
adalah komposisi 30% serbuk kayu dengan 70 % zeolit pada suhu sintering 1000 oC,
menghasilkan fasa mullite dengan stuktur kristal orthorhombic dengan analisa XRD.
Sedangkan hasil pengamatan SEM menunjukkan bahwa keramik berpori mempunyai
ukuran pori sekitar 0,25 – 5,25 m dan distribusi partikel relatif tidak merata.
THE EFFECTS OF ZEOLIT - WOOD POWDER COMPOSITION AND TEMPERATURE OF SINTERING FOR CHARACTERISTICS IN MAKING
POUROUS CERAMIC WITH PVA
ABSTRACT
A research has done bases on zeolit and additive wood powder by using ball mill along as
24 hours ,dried in the oven at 100°C for 3 hours, sieved until through out 100 mesh. The
next step, that wood powder variation in 10, 20, 30, 40, and 50 % (massa) of wood
powder, then sintering at temperatur 900, 1000, dan 1100°C. The sample has already
burning ready to have test the density, burned shrinking, porosity, water absorbtion,
coefficient of thermal expantion, bending strength, compressive strength, XRD and SEM
analysis. From the measure result showed the density between 1,704 -2,303 gr/cm3,
burned shrinking : 6,55 – 54,096 %, porosity : 25,556 – 82,033 %, water absorbtion :
11,08 – 48,13 %, coefficient of thermal expantion : 4 – 6 x 10 -6/oC, bending strength :
0,851 – 17,859 MPa, compressive strength : 573 – 8,396 MPa. From some of sample
have been made, shown optimum condition is 30% wood powder and 70 % zeolit at
temperatur of sintering is1000 oC, have mullite fase in cristal orthorhombic system by
XRD test. SEM test show that porous ceramic have pour size 0,25 – 5,25 m and the
distribution is not same.
DAFTAR ISI
Halaman
Pengesahan ... ii
Persetujuan ... iii
Pernyataan ... iv
Penghargaan ... v
Abstrak ... vi
Abstract ... vii
Daftar Isi ... viii
Daftar Tabel ... x
Daftar Gambar ... xi
Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan Penelitian ... 3
1.3. Batasan Masalah ... 3
1.4. Manfaat Penelitian ... 4
1.5. Tempat Penelitian ... 4
1.6. Sistematika Penulisan ... 5
Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Zeolit ... 6 2.1.1. Struktur dan Sifat Zeolit ... 7
2.2. Serbuk Gergaji Kayu ... 8
2.3. Keramik Berpori ... 11
2.3.1. Aplikasi Keramik Berpori ... 11
2.3.2. Karakteristik Keramik Berpori ... 12
2.3.2.1 Sifat Fisis ... 12
2.3.2.1.1. Susut Bakar ... 12
2.3.2.1.2. Densitas ... 13
2.3.2.1.3. Porositas ... 14
2.3.2.1.4. Penyerapan Air... 14
2.3.2.1.5. Koefisien Ekspansi Termal ... 15
2.3.2.2 Sifat Mekanik ... 15
2.3.2.2.1. Kuat Patah ... 15
2.3.2.2.2. Kuat Tekan ... 16
2.4. Analisa Mikrostruktur ... 16
2.4.1 SEM ... 16
2.5. Analisa Struktur Kristal ... 18
2.5.1. XRD( X – Ray Diffraction )... 20
Bab III Metodelogi Penelitian
3.1. Alat dan Bahan ... 22
3.1.1. Alat... 22
3.1.2. Bahan... 23
3.2. Diagram alir... 24
3.3. Variabel eksperimen... 25
3.3.1. Variabel Penelitian... 25
3.3.2. Variabel Percobaan yang Diuji... 25
3.4. Prosedur Penelitian... 26
3.5. Pengujian Sampel... 30
3.5.1. Pengujian Sifat Fisis... 30
3.5.1.1. Susut Bakar... 30
3.5.1.2. Densitas, Porositas dan Penyerapan Air... 30
3.5.1.3. Koefisien Ekspansi Termal... 31
3.5.2. Pengujian Sifat mekanik... 32
3.5.2.1. Kuat Patah... 32
3.5.2.2. Kuat Tekan... 33
3.5.3. Pengujian Mikrostruktur... 33
3.5.3.1. SEM... ... 33
3.5.4. Pengujian Struktur... 34
3.5.4.1. Difraksi Sinar X( X-Ray Diffraction)... 34
Bab IV Hasil Dan Pembahasan 4.1. Sifat Fisis... 36
4.1.1. Susut Bakar... 36
4.1.2. Densitas,Porositas dan Penyerapan air... 42
4.1.3. Koefisien Ekspansi termal... 50
4.2. Sifat Mekanik... 60
4.2.1. Kuat Patah... 60
4.2.2. Kuat Tekan... 63
4.3. Analisa Mikrostruktur... 66
4.3.1. SEM... 66
4.4. Analisa Struktur Kristal... 68
4.4.1. Analisa Kualitatif XRD... 68
Bab V KESIMPULAN DAN SARAN... 75
5.1. Kesimpulan... 75
5.2. Saran... 76
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN A Gambar Bahan Percobaan LAMPIRAN B Gambar Peralatan Percobaan
LAMPIRAN C JCPDSInternational Centre for Diffraction Data
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Variasi komposisi pembuatan keramik berpori 3
berbasis zeolit dan serbuk kayu
Tabel 2.1 Komposisi Zeolit Pahae 7
Tabel 2.2 Berat Jenis beberapa Jenis Kayu di Indonesia 9
Tabel 2.3 Klasifikasi Zeolit 19
Tabel 3.1 Komposisi Bahan Pembuatan keramik berpori 27
dengan perekat PVA
Tabel 4.1 Data Volume Sampel Keramik Berpori Sebelum Sintering 37
Tabel 4.2 Data Volume Sampel Keramik Berpori Setelah Sintering 38
Tabel 4.3 Data Susut Bakar Keramik Berpori 39
Tabel 4.4 Data Pengujian Densitas,Porositas,dan Penyerapan Air
Sampel Keramik Berpori 44
Tabel 4.5 Data Ekspansi Termal 70% Zeolit + 30% Serbuk Kayu (900oC) 51
Tabel 4.6 Data Ekspansi Termal 70% Zeolit + 30% Serbuk Kayu (1000oC) 53
Tabel 4.7 Data Ekspansi Termal 70% Zeolit + 30% Serbuk Kayu (1100oC) 55
Tabel 4.8 Data Pengujian Kuat Patah Sampel Keramik Berpori 61
Tabel 4.9 Data Pengujian Kuat Tekan Sampel Keramik Berpori 64
Tabel 4.10 Analisa XRD Zeolit Alam Pahae 69
Tabel 4.11 Data XRD Pada suhu 1000oC 71
Tabel 4.12 Data XRD Pada suhu 1100oC 73
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Struktur Zeolit 7
Gambar 2.2 Tanaman Sengon 10
Gambar 2.3 DiagramScanning Electron Microscope (SEM) 17
Gambar 2.4 Tetrahedra Alumina dan Silika (TO4) pada struktur Zeolit 18
Gambar 2.5 Unit Bangunan Struktur Zeolit 21
Gambar 2.6 Difraksi Bidang Kristal 21
Gambar 3.1 Trend Pembakaran ( Sintering ) sampel 29
Gambar 3.2 Sampel uji kuat patah yang diletakkan 32
diantara lempengan penekan
Gambar 3.3 Skema alat uji XRD 34
Gambar 4.1 Pengaruh Penambahan Zeolit-Serbuk Kayu dan Kenaikan
Suhu Sintering terhadap Susut Bakar Keramik Berpori 41
Gambar 4.2 Pengaruh Penambahan Zeolit-Serbuk Kayu dan Kenaikan
Suhu Sintering terhadap Densitas Keramik Berpori 45
Gambar 4.3 Pengaruh Penambahan Zeolit-Serbuk Kayu dan Kenaikan 47
Suhu Sintering terhadap Porositas Keramik Berpori
Gambar 4.4 Proses Sintering 48
Gambar 4.5 Pengaruh Penambahan Zeolit- Serbuk Kayu dan Kenaikan
Suhu Sintering terhadap Penyerapan Air Keramik Berpori 49
Gambar 4.6 Pengaruh Suhu Terhadap Pertambahan panjang
Pada komposisi zeolit Zeolit 70 % dan serbuk kayu 30 % (900°C) 58
Gambar 4.7 Pengaruh Suhu Terhadap Pertambahan panjang Pada Komposisi
Zeolit 70 % dan Serbuk Kayu 30 % (1000°C) 59
Gambar 4.8 Pengaruh Suhu Terhadap Pertambahan Panjang Pada Komposisi
Zeolit 70 % dan Serbuk Kayu 30 % (1100°C) 59
Gambar 4.9 Pengaruh Penambahan Zeolit-Serbuk Kayu dan
Suhu Sintering terhadap Kuat Patah Keramik Berpori 59
Gambar 4.10 Pengaruh Penambahan Zeolit-Serbuk Kayu dan Suhu
Sintering terhadap Kuat Tekan Keramik Berpori 65
Gambar 4.11 Hasil SEM Perbesaran 2500 X sampel dengan Komposisi
30 % serbuk kayu dan 70 % Zeolit 1000oC 66
Gambar 4.12 Hasil SEM Perbesaran 5000 X sampel Komposisi
30 % Serbuk Kayu dan 70 % Zeolit Suhu 1000 oC 66
Gambar 4.13 Pembentukan Fasa dari Bahan Zeolit Alam 70
Gambar 4.14 Pembentukan Fasa pada sampel dengan Komposisi
Serbuk Kayu : Zeolit ( 30 : 70%) pada suhu 1000oC 72
Gambar 4.15 Pembentukan Fasa pada sampel dengan Komposisi
Serbuk Kayu : Zeolit ( 30 : 70% pada suhu 1100oC 74
EFEK KOMPOSISI ZEOLIT - SERBUK KAYU DAN SUHU SINTERING TERHADAP KARAKTERISTIK DALAM PEMBUATAN KERAMIK BERPORI
DENGAN MENGGUNAKAN PVA SEBAGAI PEREKAT
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian pembuatan keramik berpori berbasis zeolit dengan aditif
serbuk kayu dengan tahapan : penggilingan dengan ball mill selama 24 jam, pengeringan
di dalam oven pada suhu 100°C selama 3 jam, pengayakan hingga lolos 100 mesh.
Penambahan serbuk kayu divariasi mulai dari 10, 20, 30, 40, dan 50 % massa, diaduk
dengan perekat PVA menjadi benda uji dengan cara tekan, kemudian disinter pada suhu
900, 1000, dan 1100°C. Karakterisasi yang dilakukan meliputi: densitas, susut bakar,
porositas, penyerapan air, koefisien ekspansi termal, kuat patah, kuat tekan, analisa XRD
dan SEM. Keramik berpori yang dihasilkan mempunyai nilai: densitas berkisar antara
1,704 -2,303 g/cm3 ,susut bakar : 6,55 – 54,096 %, porositas : 25,556 – 82,033 %,
penyerapan air : 11,08 – 48,13 % , koefisien ekspansi termal : 4-6 x 10 -6/oC, kekuatan
patah: 0,851 – 17,859 MPa, dan kekuatan tekan : 573 – 8,396 MPa. Kondisi optimum
adalah komposisi 30% serbuk kayu dengan 70 % zeolit pada suhu sintering 1000 oC,
menghasilkan fasa mullite dengan stuktur kristal orthorhombic dengan analisa XRD.
Sedangkan hasil pengamatan SEM menunjukkan bahwa keramik berpori mempunyai
ukuran pori sekitar 0,25 – 5,25 m dan distribusi partikel relatif tidak merata.
THE EFFECTS OF ZEOLIT - WOOD POWDER COMPOSITION AND TEMPERATURE OF SINTERING FOR CHARACTERISTICS IN MAKING
POUROUS CERAMIC WITH PVA
ABSTRACT
A research has done bases on zeolit and additive wood powder by using ball mill along as
24 hours ,dried in the oven at 100°C for 3 hours, sieved until through out 100 mesh. The
next step, that wood powder variation in 10, 20, 30, 40, and 50 % (massa) of wood
powder, then sintering at temperatur 900, 1000, dan 1100°C. The sample has already
burning ready to have test the density, burned shrinking, porosity, water absorbtion,
coefficient of thermal expantion, bending strength, compressive strength, XRD and SEM
analysis. From the measure result showed the density between 1,704 -2,303 gr/cm3,
burned shrinking : 6,55 – 54,096 %, porosity : 25,556 – 82,033 %, water absorbtion :
11,08 – 48,13 %, coefficient of thermal expantion : 4 – 6 x 10 -6/oC, bending strength :
0,851 – 17,859 MPa, compressive strength : 573 – 8,396 MPa. From some of sample
have been made, shown optimum condition is 30% wood powder and 70 % zeolit at
temperatur of sintering is1000 oC, have mullite fase in cristal orthorhombic system by
XRD test. SEM test show that porous ceramic have pour size 0,25 – 5,25 m and the
distribution is not same.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Zat padat yang memiliki pori merupakan teknologi yang sangat penting karena
kemampuan zat padat tersebut bereaksi dengan gas dan zat cair tidak hanya di bagian
permukaan, tetapi diseluruh bagian. Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan
membahas mengenai pemanfaatan zat padat berpori yaitu keramik berpori, dengan
memanfaatkan bahan alam dengan menggunakan zeolit dan serbuk kayu . Alasan
penggunaan zeolit sebagai salah satu bahan penyusun dikarenakan struktur zeolit yang
berpori dengan molekul air didalamnya, melalui pemanasan menyebabkan molekul air
mudah lepas sehingga menjadikan zeolit spesifik sebagai adsorben, molecular sieving,
penukar ion, dan katalisator(F.A Mumpton dan L.B Sand, 1978). Kebutuhan manusia
akan kayu sebagai bahan bangunan baik untuk keperluan konstruksi, dekorasi, maupun
furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Kebutuhan
kayu untuk industri perkayuan di Indonesia diperkirakan sebesar 70 juta m3 per tahun
dengan kenaikan rata-rata sebesar 14,2 % per tahun sedangkan produksi kayu bulat
diperkirakan hanya sebesar 25 juta m3 per tahun, dengan demikian terjadi defisit sebesar
45 juta m3( Priyono SKS, 2001) . Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya daya
dukung hutan sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan kayu. Keadaan ini diperparah
oleh adanya konversi hutan alam menjadi lahan pertanian, perladangan berpindah,
kebakaran hutan, praktek pemanenan yang tidak efisen dan pengembangan infrastruktur
yang diikuti oleh perambahan hutan. Data Departemen Kehutanan dan Perkebunan
tahun 1999/2000 menunjukkan bahwa produksi kayu lapis Indonesia mencapai 4,61
juta m3 sedangkan kayu gergajian mencapai 2,06 juta m3. Dengan asumsi limbah yang
dihasilkan mencapai 61% maka diperkirakan limbah kayu yang dihasilkan mencapai
lebih dari 5 juta m3 (Departemen Kehutanan Dan Perkebunan, 2000). Adapun limbah berupa serbuk gergaji pemanfaatannya masih belum optimal. Sebagai contoh
adalah pada industri penggergajian di Jambi yang berjumlah 150 buah yang
kesemuanya terletak ditepi sungai Batanghari, limbah kayu gergajian yang dihasilkan
dibuang ke tepi sungai tersebut sehingga terjadi proses pendangkalan dan pengecilan
ruas sungai( Pari G, 2002).
Beberapa penelitian mengenai pembuatan keramik berpori dengan bahan zeolit
atau serbuk kayu antara lain : Penelitian yang dilakukan pada tahun 2006 dengan
pembuatan keramik berpori melalui pencetakan dengan tekanan sebesar 60 kg/cm2,
pada suhu bakar 600, 700, 800, 900 dan 1000 oC selama 3 jam, didapat hasil sebagai
berikut: Dari analisis XRD maupun SEM dapat diamati bahwa struktur zeolit
terdestruksi pada suhu bakar 1000oC, angka pori keramik yang dihasilkan cukup tinggi
yaitu berkisar antara 30,4 % - 48,41%, angka pori tertinggi dicapai pada suhu bakar 800
o
C, daya serap air berkisar antara 31,11% - 40,36%, demikian juga daya serap tertinggi
dicapai juga oleh keramik dengan suhu bakar 800 oC. Penelitian keramik berpori
dengan menggunakan serbuk kayu sebagai aditif juga telah dilakukan pada tahun 2008
dengan komposisi bahan dasar keramik yang digunakan kaolin 30%, feldsfar 30%, clay
20% dan kuarsa 20% serta aditif serbuk kayu damar dengan berbagai komposisi 5%,
10%, 15%, 20% dan 30%. Semua bahan berukuran 100 mesh dibentuk menjadi sampel
berbentuk silinder dengan cara pengecoran dan kemudian dibakar dengan suhu 11000C.
Dari hasil pengukuran menunjukkan bahwa porositas berkisar antara 26,13% - 59,40%;
densitas antara 0,658 – 1,363 gr/cm3; kuat tekan 2,533 – 11,447 N/m2; kekerasan 94 –
140 Mpa dan absorbsi gas radikal CO 14,76 – 29,73%; CO2 27,85 – 26,09%; HC 0,31 –
17,86%. Dari beberapa sampel yang dibuat ternyata kondisi optimum adalah komposisi
30% serbuk kayu damar dengan suhu 1100 oC. Dari kedua gambaran hasil penelitian
tersebut, saya melanjutkan penelitian mengenai pembuatan keramik berpori dengan
bahan zeolit dan serbuk kayu gergaji dengan efek suhu sintering, komposisi
masing-masing bahan penyusun keramik berpori pada pembuatan keramik berpori tersebut .
1.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengembangkan penelitian mengenai pemanfaatan sumber daya alam
yaitu zeolit dan serbuk kayu gergaji sebagai bahan pembuatan keramik berpori.
2. Untuk menganalisa pengaruh variasi komposisi zeolit sebagai basis danpengaruh
variasi komposisi serbuk kayu sebagai zat aditif pada pembuatan keramik berpori.
3. Untuk menganalisa pengaruh variasi suhu sintering terhadap komposisi
masing-masing keramik berpori.
1.3 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini batasan masalah yang dibahas meliputi:
1. Pembuatan keramik berpori berbahan dasar zeolit alam dan serbuk kayu dengan
variasi komposisi bahan baku dibuat dalam % massa, seperti diperlihatkan pada
table 1.
Tabel 1. Variasi komposisi pembuatan keramik berpori berbasis zeolit dan serbuk kayu.
ZEOLIT (% massa)
SERBUK KAYU GERGAJI (% massa)
100 0
90 10
80 20
70 30
60 40
50 50
2. Pembuatan keramik berpori dengan variasi suhu pembakaran: 900, 1000, dan
1100oC dengan waktu tahan 2 jam.
3. Pada proses pembuatan keramik berpori ini dilakukan dengan penekanan 25
Kg/cm2.
4. Pada proses pembuatan keramik berpori ini menggunakan perekat PVA 50 gr
5. Pengujian Sifat-Sifat Fisis meliputi:
· Densitas.
· Porositas
· Penyerapan Air
· Susut Bakar
· Koefesien Ekspansi Termal
6. Pengujian Sifat Mekanik meliputi :
· Kuat Patah (Bending Strength)
· Kuat tekan (Compressive Strength)
7. Analisa Mikrostuktur
· SEM (Scanning Electron Microscope)
8. Analisa Struktur Kristal
· XRD (X-Ray Difraction )
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian adalah pemanfaatan limbah sumber daya alam dalam perkembangan
teknologi, yaitu pemanfaatan zeolit sebagai bahan dasar dan serbuk kayu gergaji yang
berfungsi sebagai aditif dalam pembuatan keramik berpori. Ukuran keramik berpori yang
dihasilkan dari penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan karakteristik yang dapat
digunakan sebagai filter.
I.5 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan Laboratorium Rekayasa Material Keramik dan Gelas, Pusat
Penelitian Fisika LIPI Gd. 440 Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Desa Setu, Kecamatan
Setu, Kabupaten Tangerang, Propinsi Banten, Indonesia.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada masing-masing bab adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab ini mencakup latar belakang penelitian, batasan masalah yang akan
diteliti, tujuan penelitian, tempat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab ini membahas tentang landasan teori yang menjadi acuan untuk
proses pengambilan data, analisa data serta pembahasan.
Bab III Metodologi Penelitian
Bab ini membahas tentang peralatan dan bahan penelitian, diagram alir
penelitian, prosedur penelitian, pengujian sampel.
Bab IV Hasil dan Pembahasan
Bab ini membahas tentang data hasil penelitian dan analisa data yang
diperoleh dari penelitian.
Bab V Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dan
memberikan saran untuk penelitian yang lebih lanjut.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Zeolit
Zeolit baru dikenal sebagai bahan tambang setelah ditemukan pada tahun 1756 oleh
B.A.F.Cronsted seorang ahli mineral dari Swedia. Nama zeolit berasal dari dua kata
Yunani, zeo artinya mendidih dan lithos artinya batuan ( Kirk-Othmer, 1993). Diberi
nama zeolit karena sifatnya yaitu mendidih dan mengeluarkan uap jika dipanaskan( Dyer,
1994). Constedt menggambarkan kekhasan mineral ini ketika berada dalam pemanasan terlihat seperti mendidih karena molekulnya kehilangan air dengan sangat cepat. Sesuai
dengan sifatnya tersebut maka mineral ini diberi nama zeolit yang berasal dari kata ‘zein’
yang berarti mendidih dan ‘lithos’ yang berarti batuan. Zeolit terbentuk dari abu vulkanik
yang telah mengendap jutaan tahun silam. Sifat-sifat mineral zeolit sangat bervariasi
tergantung dari jenis dan kadar mineral zeolit. Zeolit mempunyai struktur berongga
biasanya rongga ini diisi oleh air serta kation yang bisa dipertukarkan dan memiliki
ukuran pori tertentu. Oleh karena itu zeolit dapat dimanfaatkan sebagai penyaring
molekuler, senyawa penukar ion, sebagai filter dan katalis. Warna dari zeolit adalah putih
keabu-abuan, putih kehijau-hijauan, atau putih kekuning-kuningan. Ukuran kristal zeolit
kebanyakan tidak lebih dari 10–15 mikron(Mursi Sutarti, 1994).
Pada umumnya komposisi zeolit alam mengandung klinoptilolit, mordenit,
chabazit, dan erionit. Warna dari zeolit adalah putih keabu-abuan, putih kehijau-hijauan,
atau putih kekuning-kuningan. Densitas zeolit antara 2,0 - 2,3 g/cm3, dengan bentuk halus
dan lunak. Pada penelitian ini digunakan zeolit Pahae, adapun komposisi dari zeolit pahae
diperlihatkan pada tebal dibawah :
Tabel 2.1 Komposisi Zeolit Pahae (Distam PropSu, 2004 )
Komposisi Kimia
- CaO, MgO, Al2O3, Fe2O3, SiO2, K2O, Na2O, TiO2 - SiO2 = 60,18 %
- Al2O3 = 14,25 %
Sifat Fisik - Warna hijau kebiru-biruan, putih, dan coklat - Kekerasan : 1 - 2
- Berat Jenis : 2.0 - 2.4 - Endapan berlapis
Kegunaan - Bahan bangunan dan ornament
- Semen Pozzolan, bahan agregat ringan - Bahan pengembang dan pengisi pasta gigi - Bahan penjernih air
- Campuran makanan ternak
Keterdapatan Simangumban (Taput)
Cadangan +/- 6.000.000 Ton
2.1.1 Struktur dan Sifat Zeolit
Kerangka dasar struktur zeolit terdiri dari unit-unit tetrahedral [AlO
4] dan [SiO4] yang
saling berhubungan melalui atom O (Barrer, 1987). Pada struktur 3-dimensi yang
digambarkan pada gambar 2.1 di bawah, dapat dilihat bahwa empat ikatan tetravalen
silikon adalah netral sedangkan empat ikatan trivalen aluminium adalah negatif. Sehingga
dibutuhkan ion bermuatan positif untuk menetralkan senyawa tersebut, seperti Na, yang
diindikasikan secara umum. Struktur zeolit dapat digambarkan seperti sarang lebah
dengan saluran-saluran dan rongga-rongga yang dihasilkan oleh sambungan-sambungan
kaku tetrahedral(Dyer, 1994).
Gambar 2.1 Struktur Zeolit
Struktur zeolit yang berpori dengan molekul air didalamnya, melalui pemanasan
menyebabkan molekul air mudah lepas sehingga menjadikan zeolit spesifik sebagai
adsorben,molecular sieving, penukar ion, dan katalisator(F.A Mumpton dan L.B Sand,
1978) . Zeolit juga bersifat sebagai penyaring molekul, hal ini dikarenakan zeolit memiliki struktur yang berongga sehingga molekul-molekul yang berukuran lebih kecil
atau sesuai dengan ukuran rongganya dapat lewat atau tersaring. Partikel zeolit memiliki
tiga tipe pori, yaitu macropore dan micropore (masing-masing dengan ukuran >50nm dan <2nm). Di antara keduanya terdapatmesopore.Macroporemerupakan jalan masuk ke dalam partikel menuju micropore. Sebaliknya, micropore adalah penyebab besarnya luas permukaan membran zeolit.
2.2 Serbuk Gergaji Kayu
Serbuk gergaji kayu adalah butiran kayu yang dihasilkan dari proses menggergaji.
Serbuk-serbuk kayu ini dapat diperoleh dari beragam sumber, yang meliputi limbah
pertanian atau perkayuan, seperti serbuk gergajian, sekam, jerami kering, atau bonggol
jagung. Menurut (Strak dan Berger, 1997) , serbuk kayu memiliki temperatur proses
lebih rendah ( kurang dari 400 ºF). Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam
pemanfaatan serbuk kayu jenis kayu, ukuran serbuk, sifat dasar dari serbuk kayu itu
sendiri. Serbuk kayu yang merupakan hasil sampingan dari industri gergaji kayu
merupakan bahan yang sebagian besar terdiri dari selulosa (40-50%), hemiselulosa
(20-30%), lignin (20-(20-30%), dan sejumlah kecil bahan-bahan anorganik dan ekstraktif.
Pemanfaatan serbuk gergaji kayu sebagai bahan material penjerap merupakan salah satu
teknologi yang murah karena bahan bakunya mudah didapat mengingat negara
Indonesia merupakan negara yang memiliki hutan yang sangat luas.
Beberapa hal yang tergolong dalam sifat kayu adalah berat jenis, keawetan alami,
higroskopik, berat volume dan kekerasan. Tingkat kekerasan suatu jenis kayu mengacu
pada Berat Jenis Kayu (BJK) yang berbeda-beda untuk setiap jenis kayu, Berdasarkan
berat jenisnya, jenis-jenis kayu digolongkan ke dalam kelas-kelas sebagai berikut:
· Sangat berat = lebih besar dari 0,90 gr/cm3
· Berat = 0,75 - 0,90 gr/cm3
· Agak berat = 0,60 - 0,75 cm3
· Ringan = lebih kecil dari 0,60 cm3
Semakin besar indeks BJK berarti semakin berat dan semakin kuat dan awet kayu
itu. Berat Jenis Kayu merupakan salah satu petunjuk penting untuk mengetahui kwalitas
bahan kayu, berikut ini adalah tabel BJK untuk beberapa jenis kayu yang ada di
Indonesia :
Tabel 2.2 Berat Jenis beberapa Jenis Kayu Indonesia
Nama Populer Nama Ilmiah
Berat Jenis Kayu
Sengon Albizzia Falcataria 0,33
Jelutung Dyera spp 0,40
Meranti Merah Shorea Acuminata 0,51
Nyatoh Palaquium bataanense 0,67
Jati Tectona Grandis 0,70
Kamper/Kapur Dryobalanops spp 0,75
Kruing Dipterocarpus spp 0,76
Merbau/Ipil Intsia spp 0,82
Bangkirai Shorea Laevis 0,91
Ulin/Belian Eusideroxylon Zwageri 1,04
Ebony/Kayu Hitam Diospyros Celebica 1,09
Pada penelitian ini digunakan serbuk kayu gergaji dari kayu sengon (Albazia
Falcataria).Kayu sengon memiliki ciri umum sebagai berikut :
1. Kayu teras berwarna hampir putih atau coklat muda pucat (seperti daging).
2. Teksturnya agak kasar dan merata dengan arah serat lurus, bergelombang
lebar atau berpadu.
3. Permukaan kayu agak licin atau licin dan agak mengkilap.
4. Kayunya mudah digergaji, tetapi tidak semudah kayu meranti merah dan dapat
dikeringkan dengan cepat tanpa cacat yang berarti (Martawijaya dan Kartasujana,
1977).
Bagian yang memberikan manfaat yang paling besar dari pohon sengon adalah
batang kayunya. Pohonnya dapat mencapai tinggi sekitar 30–45 meter dengan diameter
batang sekitar 70 – 80 cm. Bentuk batang sengon bulat dan tidak berbanir. Kulit luarnya
berwarna putih atau kelabu, tidak beralur dan tidak mengelupas. Dengan harga yang
cukup menggiurkan saat ini sengon banyak diusahakan untuk berbagai keperluan dalam
bentuk kayu olahan berupa papan dengan ukuran tertentu sebagai bahan baku pembuat
peti, papan penyekat, pengecoran semen dalam kontruksi, industri korek api , pulp, kertas
dan lain -lainnya.
Gambar 2.2 Tanaman Sengon
Ada empat hal yang dapat dijadikan batasan dari penguraian komponen kayu
yang terjadi karena pemanasan, yaitu:
1. Batasan A adalah suhu pemanasan sampai 200 °C. Air yang terkandung dalam
bahan baku keluar menjadi uap, sehingga kayu menjadi kering, retak-retak dan
bengkok. Kandungan karbon lebih kurang 60 %.
2. Batasan B adalah suhu pemanasan antara 200-280 °C. Kayu secara perlahan –
lahan menjadi arang dan destilat mulai dihasilkan. Warna arang menjadi coklat
gelap serta kandungan karbonnya lebih kurang 70%.
3. Batasan C adalah suhu pemanasan antara 280-500 °C. Pada suhu ini akan
terjadi karbonisasi selulosa, penguraian lignin dan menghasilkan “ter”. Arang
yang terbentuk berwarna hitam serta kandungan karbonnya meningkat menjadi
80%. Proses pengarangan secara praktis berhenti pada suhu 400 °C.
4. Batasan D adalah suhu pemanasan 500 °C, terjadi proses pemurnian arang,
Pemanasan diatas 700oC hanya menghasilkan berupa gas.
2.3 Keramik Berpori
Salah satu sifat penting dari keramik adalah porositasnya. Keramik berpori mempunyai
rongga-rongga kecil yang dapat dirembesi oleh fluida (khususnya udara atau air).
Keramik yang digunakan sebagai membran memiliki pori dengan rentang ukuran antara 1
um hingga mendekati 1mm. Rentang ukuran tersebut termasuk dalam kategori liquid
phase pore atau spatial pore (atau disebut juga macropore). Berbagai teknik telah
dilakukan untuk membuat keramik dengan pori ukuran mikro, beberapa diantaranya
adalah melalui drying bersuhu rendah. Selain itu dapat juga dilakukan dengan
pembakaran untuk menghilangkan bahan organik dan meninggalkan pori. Sementara cara
pencetakan (forming method) dapat dilakukan baik denganslip castingatau dry pressing.
Dua keping keramik dapat memilki komposisi yanng sama tetapi kerapatannya berbeda
jika yang satu berpori dan yang lainnya tidak berpori(S, Kurnia, 2006).Keramik berpori
dapat diperoleh dengan mencampurkan bahan organik (produk semen, produk beton,
produk gips, produk asal keramik) ,atau dengan mencampurkan zat aditif dengan serbuk
bahan keramik. Setelah pembentukan dan pembakaran dihasilkan hasil ukuran pori yang
bersesuaian.
2.3.1 Aplikasi Keramik Berpori
Keramik berpori dapat dimanfaatkan sebagai filter dalam penuangan logam cair, sebagai
katalisator yang di tempatkan dalam sistem gas buang kendaraan bermotor dan membran.
Penggunaan keramik alumina berpori sebgai filter penuangan logam cair, karena titik
lebur keramik sangat tinggi ( 2040 oC), tidak mudah berdeformasi pada suhu tinggi, dan
tidak mudah terjadi kontaminasi dengan unsur lain. Keramik berpori dapat dimanfaatkan
juga dalam dunia otomotif sebagai katalisator gas buang pada kendaraan bermotor.
Keramik berpori dipilih sebagai katalisator dalam saluran gas buang kendaraan bermotor
karena tahan terhadap suhu tinggi, mampu menahan getaran selama pemakaian dan yang
utama mampu mengikat hidrokarbon. Keramik berpori adalah keramik yang sengaja
dibuat berongga ( porinya berkisar 30 – 70%) dan berfungsi sebagai media filter (Etty
Marti Wigayati dan Pardamean Sebayang, 1997).Trend ke depannya adalah keramik zebagai catalyst carrier untuk industri perminyakan (misalnya porous alumina untuk
catalyst carrier pada proses hydro cracking minyak mentah), keramik berpori untuk
keramik sebagai filter air dan gas buang pada otomotif ( Pardamean Sebayang dan
Anggito P. Tetuko, 2006) . Teknologi otomotif dimasa mendatang diharuskan memproduksi mesin yang menghasilkan gas buang dengan zero emisi.
2.3.2 Karakterisasi Keramik Berpori
Untuk mengetahui sifat-sifat dan kemampuan suatu material maka perlu dilakukan
pengujian dan analisis. Beberapa jenis pengujian dan analisis yang dibahas untuk
keperluan penelitian ini antara lain: pengujian sifat fisis (densitas, susut bakar, porositas,
penyerapan air, koefesien ekspansi termal), pengujian sifat mekanis (kuat tekan, kuat
patah), dan analisa struktur yang menggunakan XRD (X-Ray Diffraction) dan SEM
(Scanning Electron Microscope).
2.3.2.1 Sifat Fisis
2.3.2.1.1 Susut Bakar
Susut bakar adalah terbentuknya pori-pori pada saat proses pembakaran akibat dari
menguap atau terurainya air atau pun bahan lain yang mudah menguap atau terurai
(Wiryasa, Sudarsana, dan Kusuma W, 2007 ) . Rumus yang digunakan untuk mengetahui susut bakar adalah sebagai berikut :
Susut bakar = x100%
Vo Vt Vo
-(2.1)
Dimana : Vo = Volume sampel uji sebelum disintering ( cm3 )
Vt = Volume sampel uji setelah sintering ( cm3 )
2.3.2.1.2 Densitas
Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering didefenisikan
sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (v) dalam hubungannya dapat
dituliskan sebagai berikut: (M M. Ristic, 1979)
(2.2)
Dimana:
ρ = Densitas (gr/cm3)
m = Massa sampel (gr)
v = Volume sampel (cm3)
Dalam pelaksanaannya terkadang sampel yang diukur mempunyai ukuran bentuk
yang tidak teratur sehingga untuk menentukan volumenya menjadi sulit, akibatnya nilai
kerapatan yang diperoleh tidak akurat. Oleh karena itu untuk menghitung nilai densitas
suatu material yang memiliki bentuk yang tidak teratur(bulk density) digunakan metode
Archimedes yang persamaannya sebagai berikut:( ASTM C 373 )
air kw g
k
k x
M M M
M
Densitas r
)
(
-= (2.3)
Dimana : Mk = Massa sampel kering setelah dilakukan pengeringan dalam oven
selama 3 jam dengan suhu 100OC ( gram )
kw
M = Massa kawat penggantung sampel ( gram )
g
M = Massa sampel digantung dalam air ( gram )
ρair = Massa Jenis Air = 1 gr/cm3
2.3.2.1.3 Porositas
Porositas dapat diartikan sebagai fraksi ruang kosong di dalam padatan berpori.
Perolehan nilai porositas dengan menggunakan percobaan Archimedes dapat diperoleh
dengan menggunakan persamaan:( ASTM C 373 )
% 100 )
(M M x
M
M M Porositas
kw g k
k b
--
-= (2.4)
Dengan Mk = Massa sampel kering setelah dilakukan pengeringan dalam oven
selama 3 jam dengan suhu 100OC.
b
M = Massa sampel setelah direbus dalam air selama 3-5 jam (gram)
kw
M = Massa kawat penggantung sampel (gram)
g
M = Massa sampel digantung dalam air (gram)
2.3.2.1.4 Penyerapan Air
Penyerapan Air merupakan suatu proses dimana suatu partikel terperangakap kedalam
struktur suatu media dan seolah-olah menjadi bagian dari keseluruhan media tersebut.
Daya serap yang dimaksud adalah kemampuan bahan untuk menyerap air per satuan luas
permukaan bahan. Daya serap bahan sebanding dengan porositas bahan, semakin besar
porositas bahan maka daya serap semakin besar, demikian pula sebaliknya. Perolehan
nilai penyerapan air dengan menggunakan percobaan Archimedes dapat diperoleh dengan
menggunakan persamaan : (ASTM C 373)
% 100
x M
M M air Penyerapan
k k
b
-= (2.5)
Dimana : Mk = Massa sampel kering setelah dilakukan pengeringan dalam oven
selama 3 jam dengan suhu 100OC.
b
M = Massa sampel setelah direbus dalam air selama 3-5 jam (gram)
2.3.2.1.5 Koefesien Ekspansi Termal
Sifat ekspansi termal suatu bahan material sangat penting karena ada kaitannya dengan
aplikasi material tersebut. Perubahan panjang terhadap panjang awal sampel yang
berhubungan dengan suhu (T) disebut sebagai koefesien ekspansi thermal. Koefesien
ekspansi termal dapat ditentukan melalui persamaan berikut: ( ASTM E 228 )
(2.6)
Dimana: a m = Koefisien Ekspansi Termal
ΔL/Lo = Perubahan panjang terhadap panjang awal (%)
T2 – T1= Temperatur akhir – Temperatur awal (oC)
2.3.2.2 Sifat Mekanik
2.3.2.2.1 Kuat Patah
Kekuatan patah sering juga disebut Modulus of Rupture (MOR) yang menyatakan ukuran
beban terhadap tekanan mekanis. Kuat patah sampel dapat diukur dengan menggunakan
alat uji Universal Testing Machine (UTM). Kekuatan patah sampel dihitung dengan
persamaan berikut:( ASTM C 133- 97 )
MOR (MPa) = 2
2 3
b x a x
L x P x
(2.7)
Dimana : MOR = Kekuatan patah (MPa)
P = Beban gaya yang diberikan pada sampel (Kgf/cm2)
L = Jarak tumpuan sampel (cm)
a = Lebar penampang sampel (cm)
b = Tebal penampang sampel (cm)
2.3.2.2.2 Kuat Tekan
Kuat tekan suatu material didefenisikan sebagai kemampuan material dalam menahan
beban atau gaya mekanis sampai terjadinya kegagalan (failure). Pengujian kuat tekan
dapat dilihat pada gambar 2.6. Pengujian dilakukan dengan menggunakan Universal
Testing Machine (UTM). Kuat tekan sampel dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :(ASTM C 773)
Kuat tekan ( C) =
A F
(2.8)
Dimana : C = Kuat Tekan /Compressive strength ( MPa)
F = Beban Maksimum ( Kgf)
A = Luas bidang permukaan (cm2)
2.4 Analisa Mikrostruktur
Pemeriksaan struktur mikro memiliki peranan yang penting dalam pengujian bahan
karena bentuk struktur pada dasarnya menentukan sifat fisik, mekanik dan termal bahan.
Dengan demikian melalui pengamatan terhadap struktur dapat ditentukan sifat suatu
bahan.
2.4.1 SEM (Scanning Electron Microscope )
SEM menggunakan elektron sebagai sumber pencitraan. Scanning Electron Microscope
atau SEM merupakan mikroskop elekteron yang banyak digunakan dalam ilmu
pengetahuan material. SEM banayk digunakan karena memiliki kombinasi yang unik,
mulai dari persiapan spesimen yang simpel dan mudah, kapabilitas tampilan yang bagus
serta fleksibel. Pancaran berkas yang jatuh pada sampel akan dipantulkan dan
didifraksikan. Adanya elektron yang terdifraksi dapat diamati dalam bentuk pola-pola
difraksi. Pola-pola difraksi yang tampak sangat bergantung pada bentuk dan ukuran sel
[image:31.612.201.409.117.431.2]satuan dari sampel.
Gambar 2.3 DiagramScanning Electron Microscope
Elektron diemisikan dari katoda (elektron gun) melalui efek foto listrik dan dipercepat
menuju anoda. Filamen yang digunakan biasanya adalah tungsten atau lanthanum
hexaboride (LaB
6). Scanning coil, akan mendefleksikan berkas electron menjadi
sekumpulan array (berkas yang lebih kecil), disebut scanning beam dan lensa obyektif
(magnetik) akan memfokuskannya pada permukaan sampel. SEM dipakai untuk
mengetahui struktur mikro suatu material meliputi tekstur, morfologi, komposisi dan informasi kristalografi permukaan partikel. Morfologi yang diamati oleh SEM berupa bentuk, ukuran dan susunan partikel.Syarat agar SEM dapat menghasilkan citra yang tajam adalah permukaan benda harus bersifat sebagai pemantul elektron atau dapat melepaskan
elektron ketika ditembak dengan berkas elektron. Material yang memiliki sifat demikian
adalah logam. Jika permukaan logam diamati di bawah SEM maka profil permukaan
akan tampak dengan jelas. Untuk benda keramik berpori maka permukaan material
tersebut harus dilapisi dengan logam sehingga menghasilkan citra yang tajam
Pengamatan diantaranya untuk mengetahui ukuran, bentuk, jumlah dan distribusi pori
yang terbentuk setelah serbuk kayu habis terbakar. Selain itu dari pengujian struktur
mikro ini dapat diamati pula kepadatan susunan partikel zeolit yang ditentukan oleh
komposisi serbuk kayu.
Analisa Struktur Kristal
Zeolit tidak dapat diidentifikasi hanya berdasarkan analisa komposisi kimianya saja,
melainkan harus dianalisa strukturnya. Struktur kristal zeolit dimana semua atom Si dan
Al dalam bentuk tetrahedra (TO4) disebut Unit Bangun Primer, zeolit hanya dapat
diidentifikasi berdasarkan Unit Bangun Sekunder (UBS) sebagaimana terlihat pada
Gambar 2.4
Gambar 2.4 Tetrahedra alumina dan silika (TO4) pada struktur zeolit
Pada saat ini dikenal sekitar 40 jenis zeolit alam, meskipun yang mempunyai nilai
komersial ada sekitar 12 jenis, diantaranya klinoptilolit, mordernit, filipsit, kabasit dan
erionit.
Berdasarkan UBS semua zeolit baik dalam bentuk alami atau sintetik dapat dibagi atas 9
grup yaitu:
1. single 4-ring (S4R)
2. single 6-ring (S6R)
3. single 8-ring (S8R)
4. double 4-ring (D4R)
5. double 6-ring (D4R)
6. double 8-ring (D8R)
7. complex 4-1 (T5O10)
8. complex 5-1 (T8O16)
[image:33.612.183.433.211.401.2]9. complex 4-4-1 (T10O20)
Gambar 2.5 Unit Bangun Sekunder Struktur Zeolit
Tabel 2.3. Klasifikasi zeolit
Zeolit Rumus kimia UBS
Grup Analsim
Analsim Na16[Al16Si31O96]6H2O S4R
Wairakit Ca8[Al16Si31O96] 6H2O S4R
Grup Natrolit
Natrolit Na16[Al16Si24O80]6 H2O T5O10 (4-1)
Thomsonit Na16Ca8[Al20Si20O80]24 H2O T5O10
Grup Heulandit
Heulandit Ca4[Al8Si28O72] 24H2O T10O20 (4-4-1)
Klinoptilolit Na6[Al6Si30O72]24 H2O T10O20
[image:33.612.123.493.501.718.2]Grup Filipsit
Filipsit K2Ca1.5[Al6Si10O32]12H2O S4R
Zeolit Na-P-1 Na8[Al31SiO16] 16H2O S4R
Grup Mordernit
Mordernit Na8[Al8Si40O96]24 H2O T8O16 (5-1)
Ferrierit NaCa0.5Mg2[Al6Si30O72]24 H2O T8O16
Grup Kabazit
Kabazit Ca2[Al4Si8O24] 13H2O D4R,D6R
Zeolit L K6Na3[Al9Si27O72] 21H2O S6R
Grup Faujasit
Faujasit Na12Ca12Mg11[Al58Si134O384]235H2O D4R,D6R
Zeolit A Na12[Al12Si12O48] 27 H2O D4R, D6R
Grup Laumontit
Laumontit Ca4[Al8Si16O46] 16H2O S4R,S6R,S8R
Grup Pentasil
ZSM-5 Nan[AlnSi96O192] 16 H2O 5-1
Grup Zeotype
ALPO4-5 [Al12 P12O48] (C3H7)4 NOH q H2O S4R, S6R
2.5.1 XRD ( X – Ray Diffraction )
Analisa XRD dilakukan untuk mengetahui fasa-fasa yang terjadi setelah proses sintering.
Apabila suatu material dikenai sinar-X, maka intensitas sinar yang direfleksikan oleh kisi
kristal lebih rendah dari sinar datang. Hal ini disebabkan adanya penyerapan oleh
material dan juga penghamburan oleh atom-atom dalam material tersebut. Berkas sinar –
x yang dihamburkan tersebut ada yang saling menghilangkan karena fasanya berbeda dan
ada pula yang saling menguatkan karena fasanya sama. Berkas sinar -x yang saling
menguatkan itulah yang disebut sebagai berkas difraksi. Hukum Bragg merupakan
perumusan matematik tentang persyaratan yang harus dipenuhi agar berkas sinar-x yang
dihamburkan tersebut merupakan berkas difraksi.
n = 2 d sin θ (2.9)
dengan = Panjang gelombang
n = 1,2,3...
d = Jarak antar bidang (interplanar distances)
θ = sudut difraksi
Metode difraksi pada sampel berbentuk serbuk halus digunakan secara luas,
karena semua bidang kristal yang ada dapat terorientasi sedemikian rupa sehingga dapat
mendifraksi sinar - X. Dari metode difraksi kita dapat mengetahui secara langsung
mendeteksi struktur kristal dari suatu material yang belum diketahui komposisinya.
Gambar 2.6 menunjukkan suatu berkas sinar X dengan panjang gelombang , jatuh pada
sudut θ pada sekumpulan bidang kristal berjarak d. Sinar yang dipantulkan dengan sudut
θ hanya dapat terlihat jika berkas dari setiap bidang yang berdekatan saling menguatkan.
Oleh sebab itu, jarak tambahan satu berkas dihambumburkan dari setiap bidang yang
berdekatan, dan menempuh jarak sesuai dengan perbedan kisi yaitu sama dengan panjang
gelombang n . Sebagai contoh,yang ditunjukkan gambar 2.6 harus menempuh jarak
lebih jauh dari berkas pertama sebanyak PO + OQ. Syarat pemantulan dan saling
menguatkan dinyatakan oleh:
n = PO + OQ = 2ON sinθ = 2d sinθ (2.10)
Rumus diatas terkenal dengan hukum Bragg dan harga sudut kritis θ untuk memenuhi
[image:35.612.99.463.568.672.2]hukum tersebut dikenal dengan sudut Bragg.
Gambar 2.6 Difraksi bidang kristal (Smallman, 1991)
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3. 1. Alat dan Bahan
3. 1. 1. Alat
Alat-alat yang dipergunakan dalam pembuatan keramik berpori adalah:
· Alat-alat Persiapan Sampel
Ø Ball mill
Ø Ayakan 100 mesh
Ø Neraca digital (Sartorius Analytic Digital AC210P)
Ø Pengaduk Magnet Bar(Magnetic stirrer)
· Alat-alat Pembuatan Sampel
Ø Gelas ukur (Pyrex 50,100,500 dan 1000 ml)
Ø Cetakan Sampel
Ø Hydraulic press (Hydraulic Jack)tekanan maksimum 100 ton
Ø Vernier Calipperdengan ketelitian 0,001 mm
Ø Drying Oven
Ø Cylindrical furnace (Stanton Rendcroft max temp 1500oC)
· Alat-alat Pengujian Karakteristik Sampel
v Pengujian Sifat Fisis
Ø Autoclave + Kompor gas
Ø Dilatometer Harrop T-70
v Pengujian Sifat Mekanik
Ø Universal Testing Machine (UTM COMTEK Model SPG4000)
3. 1. 2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Aquadest
Sebagai bahan pencampur larutan dengan kualitas standart air minum.
b. PVA 50 ( Poly Vinyil Alcohol)
Sebagai bahan perekat zeolit dan serbuk kayu yang masing-masing telah di ayak
100 mesh.
c. Serbuk kayu gergaji Sengon (100 mesh)
Sebagai filler pada keramik berpori.
d. Zeolit Alam Pahae (100 mesh)
Sebagai matriks pada keramik berpori.
3. 2 Diagram Alir
Zeolit Pahae Serbuk Kayu Sengon
Digiling dengan Ball Mill ( Diayak 100 Mesh )
Digiling dengan Vibrating Extruder ( Diayak 100 Mesh )
Ditimbang sesuai komposisi dengan perbandingan Zeolit:Serbuk Kayu (50:50%wt,60:40%wt,70:30%wt,80:20%wt,90:10%wt,100:0%wt)
Pencampuran Bahan Sesuai Komposisi
Diaduk (hingga homogen)
Dicetak Pada Tekanan 25 Kg/cm2
Pengeringan
( 3 jam pada suhu 100oC )
Sintering
Variasi suhu 900 ,1000 ,1100oC
Pengujian Karakterisasi
· Densitas
· Susut Bakar
· Penyerapan Air
· Porositas
· Koefisien Ekspansi Termal
· Kuat Patah
· Kuat Tekan
· XRD
· Scanning Electron Microscope
3.3 Variabel Eksperimen
3.3.1 Variabel Penelitian
a. Variasi suhu sintering dimulai dari 900 ,1000 , dan 11000C.
b. Perbandingan komposisi berat antara zeolit dan serbuk kayu gergaji yaitu 50 : 50
%wt, 60 : 40 %wt, 70 : 30 %wt, 80 : 20%wt, 90 : 10%wt, dan 100 : 0%wt.
3.3.2 Variabel Percobaan yang Diuji
a. Sifat Fisis
- Densitas( Density )
- Susut bakar (Burned Shrinking )
- Porositas( Porosity)
- Penyerapan air (Water Absorbtion )
- Koefesien Ekspansi Termal (Coeffecient of Thermal Expansions ).
-b. Sifat Mekanik.
- Kuat Tekan( Compressive strength )
- Kuat Patah (Bending Strength )
c. Pengujian Mikrostruktur
- SEM( Scanning Electron Microscope ).
d. Pengujian Struktur
- XRD( X-Ray Diffraction )
3.4 Prosedur Penelitian
1. Persiapan Sampel
Bahan yang dipersiapkan sebagai bahan pembuatan keramik berpori adalah
a. Serbuk Zeolit
Zeolit yang masi berupa bongkahan,terlebih dahulu di haluskan dengan menggunakan
batu berat hingga berbentuk serbuk. Zeolit yang masih berupa serbuk kasar kemudian di
giling menggunakan ball mill. Setelah di ball mill selama 24 jam, kemudian diayak.
Zeolit yang lolos ayakan 100 mesh di jadikan sebagai bahan pembuatan sampel keramik
berpori.
b. Serbuk kayu
Serbuk kayu pada awalnya juga masih dalam keadaan kasar sebagai limbah dari potongan
gergajian kayu, sehingga digunankan vibrating extruder untuk menghaluskannya,
selanjutnya digunakan ball mill untuk memperhalus serbuk kayu gergaji tersebut. Serbuk
kayu di ball mill selama 24 jam, kemudian di ayak. Serbuk kayu yang lolos ayakan 100
mesh dijadikan sebagai bahan pembuatan keramik berpori.
c. Perekat PVA
Untuk membuat perekat PVA ini diperlukan aquadest dan PVA dengan perbandingan
komposisi 1 : 2. Misalnya dengan 400 ml aquadest di perlukan 200 gram PVA yang akan
menghasilkan 200 ml perekat PVA.
2. Pencampuran
Masing-masing sample zeolit dan serbuk kayu yang telah lolos ayakan 100 mesh
ditimbang. Untuk komposisi zeolit 100, 90, 80, 70, 60, dan 50 % massa dan 150 % massa
dan 10, 20, 30, 40, dan 50 % massa untuk komposisi serbuk kayu. Pencampuran
dilakukan dengan mencampurkan masing-masing komposisi zeolit-serbuk kayu hingga
homogen. Setelah homogen dicampur dengan perekat PVA dan di campur hingga
homogen. Komposisi perekat yang digunakan 50 ml. Komposisi campuran sampel
dengan perekat PVA diperlihatkan pada table 3.1 dibawah :
Tabel 3.1 Komposisi Bahan Pembuatan keramik berpori dengan perekat PVA
KOMPOSISI ZEOLIT
(%)
KOMPOSISI SERBUK
KAYU (%)
PEREKAT PVA
(ml)
100 - 50
90 10 50
80 20 50
70 30 50
60 40 50
50 50 50
3. Pembuatan Sampel Uji
1. Pencetakan Sampel
Pencetakan sampel dilakukan dengan mengisi cetakan hingga keadaan cetakan padat oleh
sampel, dengan terlebih dahulu memberikan pelumas oli pada cetakan. Hal ini dilakukan
agar bahan campuran tidak lengket pada cetakan saat akan dikeluarkan dari cetakan.
Setelah cetakan padat maka diberi tekanan 25 Kg f/cm2 dengan menggunakan Hydraulic
Press dan di tahan selama 5 menit.
2. Pengeringan
Hasil sampel yang telah di cetak kemudian dioven, dan di panaskan pada suhu 100oC
selama 3 jam hingga mencapai massa yang konstan.
3. Pengukuran Dimensi
Sebelum melakukan proses sintering, sampel terlebih dahulu diukur volumenya
(mengukur panjang, lebar dan tinggi) dengan menggunakan jangka sorong (Vernier
Calliper ). Hal ini dilakukan untuk mengetahui perubahan dimensi dari sampel sebelum
dan setelah mengalami proses sintering.
Proses Sintering
Sebelum di masukkan ke dalam furnace pembakaran (sintering), sampel yang akan di
sintering, dialasi dengan alumina dan di taburi dengan alumina secara merata. Hal ini
untuk menghindari terjadinya lengkungan pada sampel akibat kejut yang diterima oleh
sampel. Suhu sintering dilakukan pada 3 variasi suhu yaitu 900, 1000, dan 1100oC. Pada
proses sintering, laju kenaikan suhu harus sangat lambat untuk menghasilkan hasil
sampel yang baik pula. Untuk mencapai suhu 1100 oC diperlukan waktu 3 jam 27menit.
Kenaikan suhu yang terlalu cepat akan mengakibatkan sampel melengkung dan
retak-retak.
Perolehan waktu pada trend pembakaran (sintering) dapat dijelaskan sebagai berikut :
Untuk pencapaian suhu dari suhu ruang (30oC) menuju 300oC dengan laju pembakaran
10oC/menit diperlukan waktu :
menit menit C C o o 27 / 10 ) 30 300 ( =
- (ditahan selama 30 menit)
Untuk pencapaian suhu dari 300oC menuju 600oC dengan laju pembakaran 10oC/menit
diperlukan waktu :
menit menit C C o o 30 / 10 ) 300 600 ( =
- (ditahan selama 30 menit)
Untuk pencapaian suhu dari 600oC menuju 900oC dengan laju pembakaran 10oC/menit
diperlukan waktu :
menit menit C C o o 30 / 10 ) 600 900 ( =
- (ditahan selama 2 jam)
Trend pembakaran yang dilakukan terhadap sampel dapat dilihat pada gambar di bawah :
Gambar 3.1 Trend Pembakaran ( Sintering ) sampel
Siklus waktu dan temperatur mengacu pada laju pemanasan, lama waktu pada
temperatur puncak dan laju pendinginan. Setiap parameter diatas mengacu pada hasil
akhir proses sintering. Lama waktu temperatur puncak berpengaruh pada densifikasi total
yang dapat terjadi dan kemampuan pertumbuhan butiran. Sedangkan laju pendinginan
berpengaruh pada pembentukan mikrostruktur yang dapat menentukan kekuatan mekanik
bahan. Pada laju pemansan yang terlalu cepat dapat menghasilkan crack yang
dikarenakan terlalu cepat terbakarnya aditif atau binder yang bersifat organik.
5. Pengujian Sampel
Pengujian Sampel yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: Pengujian sifat fisis,
sifat mekanik, pengujian mikrostruktur dan struktur kristal.
0.5 0.5 2
30 600 900
Waktu (jam) Suhu
(°C)
300
3.5.1. Pengujian Sifat Fisis
3.5.1.1 Pengujian Susut Bakar
Pengujian susut bakar dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :
a. Sampel yang telah dicetak di keringkan terlebih dahulu di dalam oven pada suhu 100
o
C selama 3 jam
b. Diukur dimensi sampel dengan menggunakan alatvernier calipper
c. Di catat hasil dimensi sampel sebelum disintering
d. Disintering masing-masing sampel pada suhu 900, 1000 dan 1100oC.
e. Diukur dimensi sampel setelah sintering dengan menggunakan alatvernier calipper
f . Di catat hasil dimensi sampel setelah disintering.
g. Dihitung nilai susut bakar sampel dengan menggunakan rumus pada persamaan 2.1
3.5.1.2 Pengujian Densitas, Porositas dan Penyerapan air
Pengujian densitas , porositas dan penyerapan air mengacu kepada standar ASTM C 373.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan prinsip Archimedes. Pengukuran dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut:
a. Sampel yang telah dicetak dikeringkan di dalam oven dengan suhu 100 oC dengan
waktu pengeringan selama 2 jam.
b. Sampel yang telah di oven kemudian di timbang massanya dengan menggunakan
neraca digital (mk).
c. Ditimbang massa kawat penggantung (mkw).
d. Ditimbang massa sampel dengan digantung dalam air (mg).
e. Dikeringkan sampel menggunakan oven selama 5 jam.
f. Direbus sampel menggunakan air mendidih menggunakan kompor listrik selama 4 jam
yang bertujuan untuk mengoptimalkan penetrasi air terhadap sampel.
g. Dengan mengetahui besaran-besaran tersebut, dihitung nilai densitas, porositas dan
penyerapan air dengan menggunakan persamaan 2.3, 2.4 dan 2.5
3.5.1.3 Koefesien Ekspansi Termal
Pengukuran koefesien termal ekspansi dilakukan dengan menggunakan alat
Dilatometer Harrop Laboratories T-70 dengan rentang suhu pengukuran diatur mulai dari
30 – 300oC dan mengacu kepada standard ASTM E 228. Prosedur pengukurannya adalah
sebagai berikut:
a. Diukur panjang sampel dengan menggunakan jangka sorong.
b. Kemudian sampel diletakkan pada tempat sampel (sampel hoder)
c. Ditentukan nilai Gain (A), kemudian dihitung nilaicorection (C)
dengan rumus : C = 54 , 2
.L
A
, dimana L = Panjang sampel (cm)
d. Tekan tombol power kemudian tekan tombolholdhingga lampuhold menyala.
e. TetapkanUpper Temp dengan menggunakan tombolUpper
f. Tetapkan rate kenaikan suhu dengan mengatur tombol rate
g. Diatur posisi suhu pembacaan dengan mengatur tombol meter ke posisi temp. Apabila
suhu yang terbaca belum mencapai 30oC, maka perlu diturunkan suhunya hingga
mencapai 30oC dengan menekan tombol down dan slew sehingga lampu slew dan down
menyala.
h. Tentukan skala T range yang diinginkan dengan memilih skala S1 dan S2.
i. LetakkanPen Recorderdan kertas Recorder ke posisinya.
j. Arahkan tuas pen ke posisi Up dan diatur posisi pen dengan mengatur tombol X dan
Y, kemudian tekan tombol INST.POWER ke posisi ON dan diatur kembali posisi pen
hingga posisi pen dalam keadaan stabil.
k. Bila posisi pen belum stabil, atur kembali dengan memutar skala micrometer sampai
posisi berada paling bawah kemudian di atur lagi ke posisi yang diinginkan dengan
mengatur tombol X dan Y.
l. Apabila posisi pen sudah tepat dan stabil kemudian arahkan tuas Pen Recorder ke
posisi ON.
m. Nyalakan tungkufurnacedengan mengarahkan tombolfurnaceke posisi ON
n. Amati dan catat suhu yang ditunjukkan pada display layar suhu setiap kenaikan skala
X yang diinginkan.
3.5.2 Pengujian Sifat Mekanik
3.5.2.1. Kuat Patah( Bending Strength )
Alat yang digunakan untuk menguji kuat tekan adalahUniversal Testing Machine (UTM)
.Prosedur mengacu pada ASTM C 133 - 97 sebagai berikut :
a. Sampel yang akan diukur kuat patahnya,terlebih dahulu diukur lebar (b) dan tinggi (h).
b. Sampel diletakkan diantara tumpuan ( lempengan ) penekan.
c. Diatur jarak lubang kisi lempeng (d =3,5 cm)
d.Sebelum pengujian berlangsung, alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan jarum
penunjuk tepat pada angka nol.
e.Dihidupkan alat, kemudian dicatat angka yang ditunjukkan oleh skala pengukuran
pada alat sebagai nilai P, setelah sampel menjadi patah.
[image:46.612.230.422.379.630.2]f. Dihitung nilai kuat patah berdasarkan persamaan 2.7
Gambar 3.2 Sampel uji kuat patah yang diletakkan diantara lempengan penekan.
3.5.2.2 Kuat Tekan( Compressive Strength)
Alat yang digunakan untuk menguji kuat tekan adalahUniversal Testing Machine (UTM)
dan Hydraulic press. Prosedur mengacu pada ASTM C-773.
a. Sampel yang akan diuji, diukur luas permukaannya yang dinyatakan dengan A.
Sampel diletakkan diantara tumpuan ( lempengan ) penekan.
b.Sebelum pengujian berlangsung, alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan jarum penunjuk
tepat pada angka nol.
c. Dihidupkan alat, kemudian dicatat angka yang ditunjukkan oleh skala pengukuran pada
alat sebagai nilai P, setelah sampel menjadi hancur.
d. Dihitung nilai kuat tekan berdasarkan persamaan 2.8
3.5.3 Pengujian Mikrostruktur
3.5.3.1Scaning Electron Microscop (SEM)
Mekanisme alat ukur SEM dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Sampel diletakkan dalam cawan yang dilapisi emas.
b. Sampel disinari dengan pancaran elektron bertenaga kurang lebih 20 kV sehingga
sampel memancarkan elektron turunan (secondary electron) dan elektron
terpantul (back scattered electron) yang dapat dideteksi dengan detector
scintilator yang diperkuat sehingga timbul gambar pada layar CRT.
c. Pemotretan dilakukan setelah dilakukan pengesetan pada bagian tertentu, dari
objek dan perbesaran yang diinginkan sehingga diperoleh foto sesuai yang
diinginkan.
d. Gambar yang didapat selanjutnya diidentifikasi.
3.5.4 Pengujian Struktur Kristal
3.5.4.1 Difraksi Sinar –X(X-Ray Diffraction)
Secara umum prinsip kerja XRD dapat diperlihatkan pada gambar 3.3
q q
[image:48.612.90.379.218.372.2]2
Gambar 3.3 Skema alat uji XRD
Keterangan alat :
a. A adalah generator tegangan tinggi yang berfungsi sebagai catu daya sumbu sinar
-X (B)
b. Sampel (C) diletaakan di atas tatakan (D) yang dapat diatur.
c. Sinar-X dari sumber (B) didifraksi oleh sampel menjadi berkas sinar konfergen
yang terfokus di celah (E), kemudian masuk ke alat pencacah (F).
d. D dan F dihubungkan secara mekanis. Jika (F) berputar 2θ maka D berputar
sebesar θ.
e. Intensitas difraksi sinar-X yang masuk dalam plat pencacah (F), dikonversikan
dengan alat kalibrasi (G) dalam signal tegangan yang disesuaikan dan direkam
olehrecorder (alat perekam) (H) dalam bentuk kurva.
f. Dari pengujin ini diperoleh grafik hubungan sudut 2θ dengan intensitas pola
struktur dari berbagai puncak.
g. Dengan persamaan 2.9 dapat ditentukan jarak kekisi (d).
h. Setelah didapat data pengukuran selanjutnyadilakukan identifikasi fasa/penentuan
fasa kualitatif dengan tahapan sebagaiberikut :(Ardy, Wiryolukito)
- Mengurutkan jarak antarbidang (d) yang menghasilkan intensitas paling
maksimum
sampai paling minimum.
- Membandingkan jarak antarbidang (d) yang telah diurut dengan kumpulan
data standar yang nilainya berdekatan. Toleransi d dapat diberikan ± 0,03.
- Membandingkan intensitas relatif, sehingga dapat sesuai dengan data fasa yang
akan diidentifikasi.
Bab IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini besaran-besaran fisis, termal, mekanik dan mikrostruktur yang diukur
antara lain : susut bakar, densitas, porositas, penyerapan air, koefisien ekspansi termal,
kuat patah, kuat tekan, analisa SEM (Scanning Electron Microscope) dan XRD (X-Ray
Diffraction).
4. 1. Sifat Fisis 4.1.1 Susut Bakar
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan , maka nilai susut bakar dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan 2.1. Salah satu contoh perhitungan untuk
menentukan nilai susut bakar sebagai berikut :
Kode sampel C Komposisi 70% Zeolit+30% Serbuk Kayu; sebelum sintering (Tabel 4.1).
pro = 7,66 cm
lro = 1,11 cm
tro = 2,14 cm
Vro= pro x lrox tro = 7,66 cm x 1,11 cm x 2,14 cm = 18,192 cm3
Kode sampel C Komposisi 70% Zeolit+30% Serbuk Kayu; setelah sintering (Tabel 4.2)
pr1 = 7,66 cm
lr1 = 0,95 cm
tr1 = 1,56 cm
Vr1= p1 x l1x t1 = 7,66 cm x 0,95 cm x 1,56 cm = 11,352 cm3
% 100 1 x
V V V bakar Susut
o
o
-=
= 100%
192 , 18
352 , 11 192
, 18
3 3 3
x cm
cm
cm
= 37,648 %
Nilai susut bakar dapat dilihat pada tabel 4.3
Tabel 4.1 Data Volume Keramik Berpori sebelum sintering
Kode Sampel Suhu Sintering(oC) po (cm) pro (cm) lo (cm) Lro (cm) to (cm) tro (cm) Vro (cm3)
A 900 7,66 7,617 1,08 1,083 2,14 2,113 17,427
7,76 1,08 2,08
7,75 1,09 2,12
1000 7,42 7,42 1,08 1,07 2,64 2,62 20,805
7,42 1,07 2,65
7,42 1,07 2,59
1100 7,64 7,63 1,07 1,06 2,87 2,87 23,217
7,63 1,07 2,87
7,64 1,06 2,87
B 900 7,79 7,77 1,09 1,09 2,58 2,58 21,894
7,77 1,12 2,58
7,77 1,08 2,58
1000 7,80 7,77 1,09 1,09 2,5 2,53 21,410
7,76 1,10 2,51
7,75 1,09 2,58
1100 7,97 7,89 1,11 1,12 4,0 4,0 35,37
7,87 1,13 4,0
7,83 1,12 4,0
C 900 7,64 7,65 1,08 1,06 1,85 1,85 15,021
7,66 1,08 1,85
7,67 1,05 1,85
1000 7,63 7,66 1,08 1,11 2,14 2,14 18,192
7,7 1,08 2,14
7,65 1,05 2,14
1100 7,58 7,60 1,08 1,08 3,15 3,15 25,882
7,62 1,09 3,15
7,61 1,08 3,15
D 900 7,64 7,64 1,11 1,095 2,65 2,658 22,237
7,65 1,10 2,67
7,65 1,09 2,67
1000 7,62 7,61 1,07 1,08 3,77 3,77 22,745
7,64 1,09 3,77
7,58 1,08 3,77
1100 7,66 7,65 1,08 1,07 2,62 2,62 21,443
7,66 1,07 2,62
7,65 1,07 2,62
E 900 7,79 7,77 1,09 1,09 2,60 2,627 22,248
7,77 1,12 2,63
7,77 1,08 2,62
1000 7,98 7,96 1,11 1,12 2,79 2,79 24,804
7,96 1,14 2,79
7,94 1,13 2,79
1100 7,75 7,75 1,09 1,10 2,58 2,58 22,013
7,76 1,10 2,58
7,76 1,11 2,58
F 900 7,62 7,61 1,07 1,08 2,5 2,477 20,358
7,64 1,09 2,49
7,58 1,08 2,44
1000 7,61 7,60 1,07 1,06 3,09 3,09 24,940
7,61 1,09 3,09
7,59 1,04 3,09
1100 7,63 7,63 1,0 1,0 2,81 2,81 21,440
7,65 1,0 2,81
7,64 1,0 2,81
Tabel 4.2 Data Volume Keramik Berpori Setelah Sintering
Kode Sampel Suhu Sintering(oC) p1(cm) pr1(cm) l1(cm) lr1(cm) t1(cm) Tr1(cm) Vr1(cm
3 ) A 900 6,80 6,79 1,03 1,03 2,35 2,33 16,295
6,78 1,03 2,46
6,80 1,03 2,20
1000 6,64 6,65 1,00 1,00 2,10 2,09 13,898
6,66 1,00 2,14
6,66 1,00 2,04
1100 6,20 6,42 0,80 0,81 2,40 2,42 12,584
6,43 0,84 2,43
6,65 0,80 2,44
B 900 6,85 6,88 1,09 1,09 2,6 2,61 19,573
6,88 1,12 2,63
6,90 1,08 2,62
1000 6,66 6,63 1,00 1,00 2,07 2,07 13,724
6,66 1,00 2,08
6,60 1,00 2,06
1100 6,66 6,62 1,11 1,12 2,50 2,50 18,536
6,64 1,13 2,51
6,56 1,12 2,51
C 900 6,31 6,31 0,90 0,91 2,19 2,20 12,633
6,30 0,92 2,10
6,31 0,90 2,21
1000 7,63 7,66 0,92 0,95 1,56 1,56 11,352
7,60 0,95 1,56
7,65 0,97 1,56
1100 7,10 7,04 1,24 0,92 2,00 2,07 13,407
6,97 0,76 2,12
6,97 0,77 2,10
D 900 6,95 6,93 0,98 0,98 2,41 2,41 16,367
6,94 0,98 2,43
6,91 0,98 2,39
1000 6,85 6,83 0,98 0,96 2,16 2,13 13,966
6,83 0,97 2,13
6,80 0,95 2,10
1100 5,67 5,72 1,24 0,92 2,00 2,07 10,893
5,73 0,76 2,12
5,76 0,77 2,10
E 900 6,85 6,88 1,04 1,04 2,20 2,22 15,885
6,88 1,03 2,23
6,90 1,03 2,23
1000 6,70 6,61 0,97 0,95 2,27 2,22 13,94
6,60 0,93 2,20
6,53 0,96 2,19
1100 6,3 6,43 0,75 0,75 2,15 2,15 10,368
6,45 0,74 2,15
6,53 0,74 2,15
F 900 7,10 7,04 1,01 1,01 1,98 1,99 14,149
6,97 1,02 1,98
6,97 1,02 1,98
1000 6,02 5,99 1,07 1,06 2,19 2,18 13,842
5,99 1,09 2,17
5,98 1,04 2,19
1100 6,06 6,03 0,78 0,80 1,96 2,04 9,841
6,03 0,83 2,13
6,01 0