• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Peraturan Program Sistem Stasiun Jaringan Pada Lembaga Penyiaran Televisi Swasta Lokal Di Sumatera Utara Dalam Perspektif Tanggung Jawab Sosial Media

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pelaksanaan Peraturan Program Sistem Stasiun Jaringan Pada Lembaga Penyiaran Televisi Swasta Lokal Di Sumatera Utara Dalam Perspektif Tanggung Jawab Sosial Media"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

MUHAMMAD SYAHRIL

097024021/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

KONSENTRASI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PELAKSANAAN PERATURAN PROGRAM SISTEM STASIUN

JARINGAN PADA LEMBAGA PENYIARAN TELEVISI SWASTA

LOKAL DI SUMATERA UTARA DALAM PERSPEKTIF

TANGGUNG JAWAB SOSIAL MEDIA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP)

Dalam Program Studi Pembangunan Konsentrasi Komunikasi Pembangunan Pada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Unversitas Sumatera Utara

Oleh

MUHAMMAD SYAHRIL

097024021/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

KONSENTRASI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

TANGGUNG JAWAB SOSIAL MEDIA Nama Mahasiswa : Muhammad Syahril

Nomor Pokok : 097024021

Program Studi : Studi Pembangunan Konsentrasi Komunikasi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

Syafruddin Pohan, M.Si, Ph.D Drs. Humaizi, M.A

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

      

Prof. Dr. M. Arif Nasution, M.A

       

Prof. Dr. Badaruddin, M.Si

      

 

(4)

Telah diuji pada Tanggal 8 Juni 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Syafruddin Pohan, M.Si, Ph.D Anggota : 1. Drs. Humaizi, M.A

(5)

PELAKSANAAN PERATURAN PROGRAM SISTEM STASIUN JARINGAN PADA LEMBAGA PENYIARAN TELEVISI SWASTA LOKAL

DI SUMATERA UTARA DALAM PERSPEKTIF TANGGUNG JAWAB SOSIAL MEDIA

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juni 2011

Peneliti,

(6)

ABSTRAK

Pertumbuhan media penyiaran yang sedemikian pesat di tanah air menunjukkan bahwa tingginya kebutuhan informasi masyarakat. Dari sisi pengusaha atau pemilik media yang pada umumnya berorientasi bisnis sudah tentu melalui lembaga penyiaran yang dikelolanya sedapat mungkin diarahkan kepada sebesar-besar keuntungan; sementara dari sisi kebutuhan masyarakat, melalui lembaga penyiaran yang ada diharapkan akan mendapatkan nilai manfaat dalam rangka pemenuhan salah satu kebutuhan esensial hidupnya yakni memperoleh informasi yang sehat. Berdasarkan pertimbangan dari dua sisi inilah pemerintah mengambil posisi untuk berperan sebagai motivator sekaligus regulator sehingga kebutuhan antara keduanya dapat terpenuhi dengan menerbitkan Undang-undang nomor 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi dan undang-undang 32 tahun 2002 tentang penyiaran yang diturunkan dalam bentuk peraturan pemerintah nomor 50 tahun 2005 tentang penyelenggaraan penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta serta peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika RI nomor 43 tahun2009 tentang Sistem Stasiun Jaringan bagi lembaga penyiaran swasta jasa penyiaran televisi.

Khusus mengenai pelaksanaan Sistem Stasiun Jaringan ditinjau dari perspektif tanggung jawab sosial media sebagai tema penelitian ini, jika dipandang dari sisi kebutuhan informasi masyarakat pemberlakuan peraturan ini sangat potensial dan memiliki nilai urgensitas yang cukup tinggi. Kenyataan yang tidak dapat dibantah bahwa maraknya informasi yang disajikan melalui media penyiaran televisi nasional, namun varian isi siarannya (diversity of content) baik secara kualitas maupun kuantitas dinilai tidak berimbang. Pada umumnya isi program siarannya hanya didominasi oleh informasi yang bersumber dari pusat Jakarta (central oriented), mengakibatkan masyarakat daerah (publik lokal) tidak mendapatkan informasi yang memadai berkaitan dengan kejadian/peristiwa di daerahnya sendiri. Keadaan ini sekaligus dapat menghambat tumbuh dan berkembangnya potensi daerah atau mengarah kepada penghilangan eksistensi kearifan lokal.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa meskipun secara argumentatif para penanggung jawab/pengelola lembaga penyiaran televisi swasta nasional menyatakan sikap antusiasme untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah yang berkaitan dengan SSJ, namun secara realita di lapangan sama sekali berbanding terbalik. Secara keseluruhan dari lembaga penyiaran televisi swasta nasional itu, tidak satu pun dari mereka yang konsisten dalam mengaplikasikan peraturan khususnya tentang Sistem Stasiun Jaringan (SSJ). Alasan yang dipakai semata-mata menyangkut untung rugi perusahaan. Kalaupun ada diantara lembaga penyiaran yang berusaha memberi sebahagian dari keseluruhan slot waktu penyiarannya menyiarkan materi program lokal, namun secara ideal masih belum cukup memadai dalam memenuhi amanat peraturan secara konsisten. Akibatnya, masyarakat masih tetap berada pada posisi minus terhadap informasi lokal.

Kata Kunci : Sistem Stasiun Jaringan: Pelaksanaan Peraturan, Tanggung Jawab Sosial Media

(7)

general business-oriented course through broadcasters under its management as far as may be directed to the at-large profits, while in terms of community needs, through the existing broadcasters are expected to get the value of benefits in order to fulfill one of the essential needs life that is healthy to obtain information. Based on consideration of the two sides is the government taking a position to act as a motivator as well as the regulator so that the needs of both can be satisfied by issuance of Law No. 36 of 1999 on telecommunications and the law 32 of 2002 on broadcasting which is derived in the form of government regulation number 50 year 2005 concerning the broadcasting of Private Broadcasters and the regulations of the Minister of Communications and Informatics RI numbers 43 of 2009 about the Network Station systems for private broadcasting television broadcasting services.

Especially with regard to the implementation of Systems Network Station viewed from the perspective of social responsibility as a media theme of this research, when viewed from the side of the information needs of society is the potential application of the rules and have a high enough value urgensitas. The fact that can not be denied that the rise of information presented through the medium of national television broadcasting, but broadcasting content variants (diversity of content) both in quality and quantity assessed is not balanced. In general, the content of programs broadcast only dominated by information originating from the center of Jakarta (central oriented), resulting in local communities (local public) do not obtain adequate information relating to the incident / event in its own country. This situation as well as to inhibit the growth and development potential of the area or lead to the elimination of the existence of local wisdom.

Based on these results we can conclude that although the argumentative the person in charge / manager of the national private television broadcasters expressed the attitude of enthusiasm to implement government regulation relating to the SSJ, but in reality on the ground at all inversely. On the whole the national private television broadcasters that, none of themare consistent in applying rules in particular about the Network Station System (SSJ). The reason that is used solely related to profit and loss firms. Even if there are among broadcasters who try to give a party of the overall broadcasting time slots to broadcast local programming content, but the ideal is still not adequate enough to fulfill the mandate of the rules consistently. As a result, people still remain in the position of minus local information.

Keywords: Network Station System: Implementation of the Regulation, Corporate Social Responsibility Media

(8)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, akhirnya tesis ini dapat peneliti

selesaikan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar pada jenjang

pendidikan Program Pascasarjana Magister Studi Pembangunan Konsentrasi

Komunikasi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara (USU) Medan.

Dengan judul tesis “Pelaksanaan Peraturan Program Sistem Stasiun Jaringan

Pada Lembaga Penyiaran Televisi Swasta Lokal Di Sumatera Utara dalam

Perspektif Tanggung Jawab Sosial Media” peneliti berharap materi penelitian

dalam tesis ini dapat memberi manfaat kepada khalayak dan dunia pendidikan,

khususnya kepada pemerintah serta para penanggung jawab lembaga penyiaran

televisi di tanah air.

Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini terdapat banyak kelemahan,

mengingat bahwa ilmu pengetahuan senantiasa mengalami perkembangan. Oleh

karenanya ketidaksempurnaan yang terdapat di dalam tesis ini merupakan bahagian

yang tidak dapat terhindarkan. Terhadap segala kekurangan yang ada, kritik dan

saran sangat peneliti harapkan demi memenuhi keutuhan penulisan tesis yang

(9)

Pohan, M.Si, Ph.D dan bapak Drs. Humaizi, M.A serta para dosen penguji yakni

bapak Amir Purba, M.A, Ph.D dan bapak Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si. Kepada

mereka peneliti mengucapkan terimakasih.

Selain itu peneliti ingin mengucapkan rasa terimakasih kepada isteri, Rika

Hayati Siagian dan anak-anak: R.A. Amalia Kulowani, R.A. Wulaningtyas

Kulowani, R.A. Shafna Kulowani dan Raden Syah Alam Kulowani.

Ucapan terimakasih juga peneliti aturkan kepada ketua KPIDSU, H.A. Haris

Nasution, S.H, M.kn, para asisten peneliti di KPID SU, Silviani Rahmah Tarigan,

Yogi Frassoby dan Heri Winata Harahap, serta Kepala Biro Metro TV Medan-Aceh

bapak Yuda R. Panjaitan, dan Kepala Biro TV One Medan ibu Linova Rifianty.

Dalam kesempatan ini peneliti juga menyampaikan penghargaan kepada para

dosen dan staf administrasi di kantor jurusan studi pembangunan USU serta segenap

kerabat yang mendukung peneliti selama mengikuti perkuliahan di Universitas

Sumatera Utara, Medan. Dukungan yang telah diberikan kepada peneliti tidak dapat

dibalas dengan apa pun, semoga pengabdian dari masing-masing hamba mendapat

nilai dari Allah SWT sebagai bahagian dari pelaksanaan amanah ‘Amal Ma’ruf

(10)

Akhirnya dengan senantiasa mengharap ridho dari Allah SWT, semoga

kesemua ilmu pengetahuan yang peneliti dapatkan selama mengikuti perkuliahan di

program Pascasarjana USU Medan memberi nilai ibadah bagi peneliti serta

bermanfaat bagi alam semesta, Amiin.

Medan, Juni 2011

Peneliti,

(11)

TPT/TGL LAHIR : Medan, 15 Juli 1963

AGAMA : Islam

STATUS : Kawin

PEKERJAAN : PNS-Dinas Komunikasi dan Informatika Sumut

ALAMAT : Jl. Karya SG, Desa Sei Mencirim , Pasar V, Diski,

Kabupaten Deli Serdang

I RIWAYAT PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Negeri No. 88 Medan, Lulus thn 1975

2. SMP Swasta Perg. Islamiyah Tuanku Imam Bonjol Medan, Lulus thn 1979 3. SMA Bersubsidi Widyasana Medan, Lulus thn 1982

4. Sarjana (S-1)IKIP Medan Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Lulus thn 1991 5. S-2 Universitas Sumatera Utara (USU) Jurusan Studi Pembangunan –

Konsentrasi Komunikasi Pembangunan

II RIWAYAT PENDIDIKAN DINAS 1. Pra Jabatan TK II SUMUT, thn 1992 2. Penyegaran Profesi Penyiar TVRI, thn 1996

3. Kursus Peningkatan Keterampilan ( In The Job Training) Prod. Acara Siaran Televisi Angk. I, thn 1992

(12)

5. Program D-II Prog. Studi Perencanaan Program Siaran, MMTC Yogyakarta, thn 1996/1997

6. Pendidikan dan Pelatihan Dasar Penerangan II Angkatan IV DEPPEN SUMUT, thn 1998

7. Lokakarya Menemukan Format Siaran Seni Tradisi untuk Televisi oleh Sto. Audio Visual Puskat dengan The Ford Foundation Yogyakarta, thn 1999 8. Pembinaan Intensif Produksi Acara Drama di TVRI Medan, thn 2000 9. Diklat Pimpinan Tk. III Lembaga Administrasi Negara (LAN) RI Bekerja- sama dgn Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Sumatera Utara, thn 2005

10. Penataran Kader Pembina Sarana Prasarana Nasional untuk Pertahanan Negara, Ditjen Pothan Dephan di PEMDA PROP-SU, thn 2006

11. Diklat Cyber Journalism MMTC Yogyakarta, thn 2007

III RIWAYAT PEKERJAAN

1. Penyiar Continuity/Presenter, thn 1986-1990

2. Penyiar Berita/Pewawancara, thn 1993-2005

3. Sekretaris Tim Penyeleksi Naskah Drama TVRI Medan, thn 1992-1998

4. Perencana Produksi Siaran, Penulis Feature dan Laporan Bulanan

TVRI Medan, thn 1993-1998

5. Mutasi ke Seksi Pemberitaan TVRI Sumut thn 2000

6. Penyiar Berita/ Pewawancara/ Reporter/ E.I.C (Desk Editor)/ Produser Dialog

thn 2000-2005

7. Kepala Seksi Current Affairs dan Siaran Olahraga Bidang Pemberitaan TVRI

Sumut thn 2005-2007

(13)

IV AKTIVITAS NON FORMAL

1. Kursus Pengetahuan Dasar Perfilman Dewan Kesenian Sumut, Thn 1984

2. Penataran P-4 Pola 120 Jam Bp-7 Sumut Thn, 1985

3. Ketua Teater Patria Medan, Thn 1985

4. Tutor Pelatihan Seni Drama Guru SD Se-Kota Medan Di Taman Budaya

Medan, Tahun 1991-1994

5. Pendiri Lembaga Kesenian Teater (LKK) IKIP Negeri Medan, Thn 1987

6. Dosen Luar Biasa M.K. Penyiaran Pada Jurusan Bahasa Dan Sastra Indonesia

Universitas Negeri Medan, Thn 2001-2003

7. Pengurus Dewan Kesenian Sumatra Utara Membidangi Komite Film Dan

Sinetron, Thn 1999-2004

8. Sering Mengikuti Seminar Ilmiah Sebagai Peserta Maupun Pemrasaran

9. Sering Menulis Naskah Drama Dan Sutradara Teater Di Medan, Baik

Untuk Pentas Maupun Televisi

10. Pengurus Lembaga Kesenian Islam Sumut, Thn 2008-2012

11. Sering Menjadi Juri Event Budaya/Kesenian Di Medan

12. Sekjen Paguyuban Jawa Rembug “Pajar” Sumut, Thn 2009-2014

Medan, Juni 2011

(14)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK……….. i

ABSTRACT……… ii

KATA PENGANTAR……… iii

RIWAYAT HIDUP………... vi

DAFTAR ISI……….. ix

DAFTAR TABEL……….. xi

DAFTAR LAMPIRAN……….. xii

BAB I PENDAHULUAN………. 1

1.1. Latar Belakang Masalah………... 1

1.2. Perumusan Masalah……….. 13

1.3. Tujuan Penelitian……….. 14

1.4. Manfaat Penelitian……… 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………... 17

2.1. Media Penyiaran Televisi………..…….. 17

2.2. Lembaga Penyiaran Indonesia………..…... 19

2.3. Penyelenggaraan Sistem Stasiun Jaringan………... 23

2.4. Kepemilikan Lembaga Penyiaran………..….. 32

2.5. Persyaratan Perizinan LPS………... 34

2.6. Tahapan Perizinan……… 38

2.7. Paradigma Teori………... 40

(15)

3.2. Proses Penelitian………..… 55

3.2.1. Lokasi Penelitian……… 55

3.2.2. Subjek Penelitian……… 56

3.2.3. Sumber Data………... 60

3.2.3.1. Jenis Data………. 60

3.2.3.2. Teknik Pengumpulan Data………... 61

3.2.3.3. Teknik Analisis Data……… 63

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……… 65

4.1. Data Umum Metro TV Biro Sumut & Aceh………... 65

4.2. Data Umum TV One Biro Medan……….... 68

4.3. Resume Data Kedua Lembaga (Metro TV & TV One)…. 74 4.4. Nama LPS TV Lokal yg telah EDP……… 75

4.5. Hasil Wawancara dan Pembahasan……….. 77

4.5.1. Hasil Wawancara……… 79

4.5.2. Hasil Wawancara………. 90

4.6. Kategorisasi dan Coding Tema Wawancara………. 99

4.6.1. Analisis Tema Hasil Wawancara……… 107

4.6.2. Uraian Poin Resume Hasil Wawancara………... 108

BAB V PENUTUP……… 112

5.1. Kesimpulan………... 112

5.2. Saran………. 114

(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Paradigma Ilmu Sosial/Komunikasi………. …. 41

2. Epistemologi-Perspektif-Metodologi-Metode………. . 42

3. Teori dan Pendekatan Paradigma Dalam Ilmu Komunikasi ..43

4. Empat Dasar Media Massa………. 50

5. Daftar Nama TV Swasta Yang Telah EDP….……… 75

6. Wawancara Dengan Ka. Biro Metro TV Medan…... 79

7. Wawancara Dengan Ka. Biro TV One Medan………. 90

8. Kategorisasi dan Coding Tema Wawancara (Yuda) …..….. 100

9. Kategorisasi dan Coding Tema Wawancara (Linova) …….. 104

(17)

2. Balasan Izin Penelitian Dari Kepala Biro TV One Medan

3. Surat Keterangan Penelitian Dari Ketua Komisi Penyiaran Indonesia

Daerah Sumatera Utara

4. Prosentase Jawaban Tertulis Penanggung Jawab Lembaga Penyiaran

Televisi Swasta Pusat

5. Foto Wawancara Peneliti Dengan Subjek, Kepala Biro Metro TV

Sumut-Aceh

6. Foto Wawancara Peneliti Dengan Subjek, Kepala Biro TV One Medan

7. Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika RI, Nomor 43 Tahun

2009 Tentang Penyelenggaraan Sistem Stasiun Jaringan Oleh

Lembaga Penyiaran Swasta Jasa Penyiaran Televisi    

 

 

 

 

 

 

 

 

(18)

ABSTRAK

Pertumbuhan media penyiaran yang sedemikian pesat di tanah air menunjukkan bahwa tingginya kebutuhan informasi masyarakat. Dari sisi pengusaha atau pemilik media yang pada umumnya berorientasi bisnis sudah tentu melalui lembaga penyiaran yang dikelolanya sedapat mungkin diarahkan kepada sebesar-besar keuntungan; sementara dari sisi kebutuhan masyarakat, melalui lembaga penyiaran yang ada diharapkan akan mendapatkan nilai manfaat dalam rangka pemenuhan salah satu kebutuhan esensial hidupnya yakni memperoleh informasi yang sehat. Berdasarkan pertimbangan dari dua sisi inilah pemerintah mengambil posisi untuk berperan sebagai motivator sekaligus regulator sehingga kebutuhan antara keduanya dapat terpenuhi dengan menerbitkan Undang-undang nomor 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi dan undang-undang 32 tahun 2002 tentang penyiaran yang diturunkan dalam bentuk peraturan pemerintah nomor 50 tahun 2005 tentang penyelenggaraan penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta serta peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika RI nomor 43 tahun2009 tentang Sistem Stasiun Jaringan bagi lembaga penyiaran swasta jasa penyiaran televisi.

Khusus mengenai pelaksanaan Sistem Stasiun Jaringan ditinjau dari perspektif tanggung jawab sosial media sebagai tema penelitian ini, jika dipandang dari sisi kebutuhan informasi masyarakat pemberlakuan peraturan ini sangat potensial dan memiliki nilai urgensitas yang cukup tinggi. Kenyataan yang tidak dapat dibantah bahwa maraknya informasi yang disajikan melalui media penyiaran televisi nasional, namun varian isi siarannya (diversity of content) baik secara kualitas maupun kuantitas dinilai tidak berimbang. Pada umumnya isi program siarannya hanya didominasi oleh informasi yang bersumber dari pusat Jakarta (central oriented), mengakibatkan masyarakat daerah (publik lokal) tidak mendapatkan informasi yang memadai berkaitan dengan kejadian/peristiwa di daerahnya sendiri. Keadaan ini sekaligus dapat menghambat tumbuh dan berkembangnya potensi daerah atau mengarah kepada penghilangan eksistensi kearifan lokal.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa meskipun secara argumentatif para penanggung jawab/pengelola lembaga penyiaran televisi swasta nasional menyatakan sikap antusiasme untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah yang berkaitan dengan SSJ, namun secara realita di lapangan sama sekali berbanding terbalik. Secara keseluruhan dari lembaga penyiaran televisi swasta nasional itu, tidak satu pun dari mereka yang konsisten dalam mengaplikasikan peraturan khususnya tentang Sistem Stasiun Jaringan (SSJ). Alasan yang dipakai semata-mata menyangkut untung rugi perusahaan. Kalaupun ada diantara lembaga penyiaran yang berusaha memberi sebahagian dari keseluruhan slot waktu penyiarannya menyiarkan materi program lokal, namun secara ideal masih belum cukup memadai dalam memenuhi amanat peraturan secara konsisten. Akibatnya, masyarakat masih tetap berada pada posisi minus terhadap informasi lokal.

Kata Kunci : Sistem Stasiun Jaringan: Pelaksanaan Peraturan, Tanggung Jawab Sosial Media

(19)

general business-oriented course through broadcasters under its management as far as may be directed to the at-large profits, while in terms of community needs, through the existing broadcasters are expected to get the value of benefits in order to fulfill one of the essential needs life that is healthy to obtain information. Based on consideration of the two sides is the government taking a position to act as a motivator as well as the regulator so that the needs of both can be satisfied by issuance of Law No. 36 of 1999 on telecommunications and the law 32 of 2002 on broadcasting which is derived in the form of government regulation number 50 year 2005 concerning the broadcasting of Private Broadcasters and the regulations of the Minister of Communications and Informatics RI numbers 43 of 2009 about the Network Station systems for private broadcasting television broadcasting services.

Especially with regard to the implementation of Systems Network Station viewed from the perspective of social responsibility as a media theme of this research, when viewed from the side of the information needs of society is the potential application of the rules and have a high enough value urgensitas. The fact that can not be denied that the rise of information presented through the medium of national television broadcasting, but broadcasting content variants (diversity of content) both in quality and quantity assessed is not balanced. In general, the content of programs broadcast only dominated by information originating from the center of Jakarta (central oriented), resulting in local communities (local public) do not obtain adequate information relating to the incident / event in its own country. This situation as well as to inhibit the growth and development potential of the area or lead to the elimination of the existence of local wisdom.

Based on these results we can conclude that although the argumentative the person in charge / manager of the national private television broadcasters expressed the attitude of enthusiasm to implement government regulation relating to the SSJ, but in reality on the ground at all inversely. On the whole the national private television broadcasters that, none of themare consistent in applying rules in particular about the Network Station System (SSJ). The reason that is used solely related to profit and loss firms. Even if there are among broadcasters who try to give a party of the overall broadcasting time slots to broadcast local programming content, but the ideal is still not adequate enough to fulfill the mandate of the rules consistently. As a result, people still remain in the position of minus local information.

Keywords: Network Station System: Implementation of the Regulation, Corporate Social Responsibility Media

(20)

B A B I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bisnis penyiaran akhir-akhir ini terlihat semakin marak, terbukti dengan

bermunculannya lembaga-lembaga penyiaran baik radio maupun televisi, seiring

dengan kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan informasi yang seakan tidak bisa

terbendung.

Di daerah sumatera utara terdapat tidak kurang dari 45 stasiun lembaga

penyiaran radio lokal, 4 stasiun televisi lokal ditambah 10 stasiun televisi nasional

dan 2 radio lokal berjaringan yang setiap harinya mengudara memenuhi ruang –

ruang publik, menembus mata dan telinga para pendengarnya dengan tidak

mengenal latar belakang, status, siapa dan di mana mereka berada.

Namun dari antusiasme masyarakat dalam menerima informasi melalui kedua

media itu, berdasarkan pengamatan peneliti secara kasat mata, masyarakat

kelihatannya lebih cenderung menyaksikan acara yang ditayangkan melalui media

televisi dibandingkan dengan radio. Hal ini dimungkinkan karena media televisi

dianggap memberikan informasi yang lebih sempurna dibanding dengan media radio,

dengan adanya suara dan gambar (Audio - Visual) muncul secara bersamaan yang

(21)

Selain itu, waktu mendapatkan informasi masyarakat khususnya bagi mereka

yang memiliki kegiatan rutin setiap harinya menjadi alasan tersendiri untuk

menjadikan televisi sebagai media informasi yang dianggap cocok. Karena bagi

masyarakat pada umumnya tidak dapat setiap saat menyediakan waktunya untuk

menerima informasi. Atau tidak memungkinkan semua waktunya dipakai hanya

untuk mendapatkan informasi.

Kondisi itulah yang menjadi alasan mengapa televisi lebih dominan menjadi

media untuk dijadikan saluran informasi masyarakat, karena media televisi telah

menetapkan slot waktu program siarannya yang disesuaikan dengan perkiraan jadwal

menonton masyarakat. Menurut john Vivian, Banyaknya audien televisi

menjadikannya sebagai medium dengan efek yang besar terhadap orang dan kultur

dan juga terhadap media lain. Sekarang televisi adalah medium massa dominan untuk

hiburan dan berita. (224:2008)

Dari jumlah lembaga penyiaran televisi yang ada di masing-masing daerah

dengan status sebagai televisi lokal, pada kenyataannya masih belum dapat

mengimbangi jumlah lembaga televisi nasional yang mendominasi pasar informasi

masyarakat lokal. Sehingga informasi yang diperoleh oleh masyarakat di

masing-masing daerah secara potensial lebih banyak bersumber dari informasi yang berasal

dari pusat (Jakarta) baik secara kualitas maupun kuantitas.

Akibatnya, pengetahuan masyarakat lebih banyak diperoleh melalui informasi

(22)

3

masyarakat. Atau dengan perkataan lain bahwa masyarakat lebih mengetahui

peristiwa yang terjadi di daerah lain dibanding dengan kejadian peristiwa di

daerahnya sendiri.

Kondisi ini menunjukkan adanya suatu gejala keterpaksaan masyarakat lokal

untuk menerima informasi secara nasional atau terjadinya pemaksaan informasi yang

dilakukan oleh pemegang kendali informasi yang bekerja di media penyiaran

nasional. Sebagaimana yang dikatakan Eko Harry Susanto (109:2009) bahwa

sesungguhnya aneka acara di layar kaca yang mereka saksikan hanyalah sekedar

keterpaksaan, karena memang tidak ada acara lain yang bisa memenuhi kebutuhan

mereka……Sebab harapan mereka adalah, televisi benar-benar mampu memberikan

pendidikan, pengetahuan, dan perlindungan yang bermanfaat untuk mendorong

tercapainya kesejahteraan masyarakat di berbagai daerah, khususnya

pedesaan…..Mereka merindukan tayangan bermutu dalam perspektif pedesaan,

seperti strategi mengeksploatasi potensi alam, perlindungan usaha pedesaan,

manajemen usaha kecil di bidang pertanian, perikanan dan usaha akar rumput

lainnya.

Munculnya fenomena seperti ini tidak terlepas disebabkan oleh kebijakan

pemerintah orde baru pada saat memberikan peluang izin siaran kepada pihak swasta

untuk mendirikan lembaga penyiaran televisi dengan cakupan area penyiarannya

secara nasional.

Kebijakan dimaksud dapat terlihat melalui Surat Keputusan Menteri Penerangan

(23)

membuka kesempatan sebesar-besarnya bagi lembaga televisi swasta untuk

mengeksplorasi medium frekuensi sekaligus memberi ruang yang cukup besar untuk

meraup keuntungan bagi perusahaannya tanpa memperdulikan hak-hak masyarakat

lokal dalam memperoleh informasi lokal.

Keputusan menteri penerangan tersebut dilakukan sebagai koreksi atas

kebijakan sebelumnya, bahwa televisi swasta hanya diberi izin dalam wilayah tertentu

melalui sistem Siaran Saluran Terbatas (SST).

Di dalam surat keputusan menteri itu tidak lagi secara tegas membatasi wilayah

jangkauan siaran bagi lembaga televisi swasta dengan pola system saluran terbatas,

melainkan hanya berisikan tentang pembagian klasifikasi status lembaga penyiaran

televisi yang disesuaikan dengan pembagian wilayah secara politis, yakni :

1. Stasiun penyiaran nasional atau pusat, 2. Stasiun penyiaran regional,

3. Stasiun penyiaran lokal, 4. Stasiun produksi, 5. Stasiun transmissi, dan 6. Antena parabola.

Padahal dalam SK menteri penerangan sebelumnya No.

190/A/Kep/Menpen/1987 tentang Siaran Saluran Terbatas (SST) telah diatur

mengenai pembatasan jangkauan siaran bagi televisi swasta. Kecuali TVRI, semua

televisi swasta hanya diberikan izin berdasarkan cakupan area tertentu sesuai dengan

wilayah tempat di mana stasiun itu berdiri.

Sebagai contoh, pada saat itu RCTI sebagai Lembaga Televisi Swasta pertama

(24)

5

sekitarnya saja. Sementara SCTV hanya mendapat ijin wilayah jangkauan siarannya

se kawasan Jawa Timur dan Bali saja. (SK Direktur Televisi No. 12/SP/Dir/TV/1988)

Dengan telah ditetapkannya keputusan baru oleh Menteri Penerangan No.

111/thn 1990 tentang pembagian klasifikasi stasiun televisi yang tidak lagi

mencantumkan izin Sistem Saluran Terbatas (SST) maka secara otomatis izin “SST”

tidak berlaku lagi.

Akibatnya, semua televisi yang sebelumnya hanya memegang izin penyiaran

saluran terbatas tentu saja menyambut keputusan menteri yang baru itu dengan

sangat antusias. Karena dengan kebijakan itu mereka dapat lebih leluasa menguasai

pangsa pasar nasional dan sekaligus masing-masing dari mereka berusaha menjadi

pemegang kendali informasi nasional. Oleh karena itu sangat memungkinkan

terjadinya suatu gejala monopoli arus informasi nasional seperti yang dirasakan

masyarakat Indonesia dewasa ini.

Ben Bagdikian (dalam John Vivian 29:2008) mengatakan bahwa konglomerasi

mempengaruhi diversitas pesan yang diberikan media massa. Mereka berusaha

menguasai atau mendominasi pasar bukan hanya untuk satu medium tetapi semua

media. Tujuannya adalah mengontrol semua peroses dari naskah awal atau serial baru

sampai ke penggunaannya dalam beragam bentuk…Salah satu efek negatif dari

konglomerasi terjadi ketika perusahaan induk memanfaatkan anak perusahaannya

hanya untuk memperkaya konglomerat secepat mungkin dan dengan cara apa saja,

(25)

Sikap monopoli arus informasi yang dilakukan oleh lembaga penyiaran televisi

swasta nasional itu belakangan baru dirasakan oleh berbagai pihak, ternyata akibat

dari pemberlakuan Kepmen No. 190 itu memiliki dampak yang sangat luar biasa

parahnya dalam tatanan informasi nasional terutama dalam pemenuhan kebutuhan

informasi masyarakat daerah secara seimbang dan merata.

Arus informasi yang selama beberapa dekade didominasi oleh Lembaga

Penyiaran Televisi Swasta Nasional dari pusat ke daerah menimbulkan reaksi yang

sangat kuat terutama oleh komunitas masyarakat lokal yang menyadari akan

kebutuhannya untuk mendapatkan informasi lokal. Berbagai reaksi dapat terdengar

dari ungkapan yang ada di tengah-tengah masyarakat terutama direpresentasikan

oleh para orang tua, para guru, kaum agamawan, kalangan intelektual maupun

tokoh-tokoh adat dengan nada yang umumnya sama, yakni timbulnya kekhawatiran mereka

akan masa depan generasi muda daerah sebagai pewaris budaya lokal.

Kekhawatiran itu sangat beralasan, karena suguhan informasi yang mereka

terima setiap hari didominasi oleh informasi berskala nasional dan bahkan

internasional. Jika fenomena ini dibiarkan terus maka sangat logis jika kian hari kian

mengikis pemahaman masyarakat daerah terhadap potensi lokalnya sendiri, terutama

yang berkaitan dengan aspek budaya serta aspek sosio kultural lainnya. Apalagi jika

dikaitkan dengan tujuan dari konsep otonomi daerah, maka kondisi yang terjadi saat

ini sangat tidak relevan.

Sebagaimana yang dikatakan Eko Harry Susanto (20:2009) bahwa peran

(26)

7

indikator yang menunjang keberhasilan Pemerintah Daerah dalam distribusi sumber

daya, transparansi penyelenggaraan pemerintahan, hubungan kekuasaan pusat-daerah,

hubungan horizontal dengan sesama Kabupaten/Kota dan lebih penting lagi adalah

hubungan interaktif pemerintah dengan masyarakat secara langsung.

Jika fenomena ini dibiarkan terus maka Indonesia yang dikenal sebagai sebuah

negara pluralis dengan kekayaan dan keragaman potensi budayanya, lambat laun dan

dapat dipastikan hanya akan menjadi tinggal nama saja.

Munculnya Undang-Undang No 32 tahun 2002 tentang penyiaran memberi

sinyal bagi masyarakat bahwa adanya kesadaran dari pihak eksekutif bersama dengan

pihak legislatif terhadap fenomena yang sangat memperihatinkan terjadi di

masyarakat. Dalam Undang-Undang No. 32 tersebut berisikan tentang pengaturan

terhadap dinamika yang terjadi di dunia penyiaran Indonesia, antara lain mencakup

tentang ketentuan strategis berupa aspek perijinan, serta isi (content) siaran.

Dalam pasal 31 UU No. 32 tentang penyiaran menyebutkan :

(1) Lembaga penyiaran yang menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau jasa

penyiaran televisi terdiri atas stasiun penyiaran jaringan dan/atau stasiun

penyiaran lokal.

(2) Lembaga Penyiaran Publik dapat menyelenggarakan siaran dengan sistem

stasiun jaringan yang menjangkau seluruh wilayah Negara Republik

Indonesia.

(3) Lembaga Penyiaran Swasta dapat menyelenggarakan siaran melalui sistem

(27)

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan sistem stasiun jaringan disusun

oleh KPI bersama Pemerintah.

(5) Stasiun penyiaran lokal dapat didirikan di lokasi tertentu dalam wilayah

Negara Republik Indonesia dengan wilayah jangkauan siaran terbatas pada

lokasi tersebut.

(6) Mayoritas pemilikan modal awal dan pengelolaan stasiun penyiaran lokal

diutamakan kepada masyarakat di daerah tempat stasiun lokal itu berada.

Sebagai konsekuensi dari pelaksanaan UU penyiaran ini, maka dibentuk

sebuah lembaga independen yang bertugas mengatur tentang segala aspek dalam

sistem penyiaran di Indonesia sesuai dengan pasal (6) ayat (4) Undang-Undang

penyiaran.

Dalam pasal itu disebutkan bahwa untuk penyelenggaraan penyiaran, dibentuk

sebuah komisi penyiaran ( KPI ); dan pada pasal berikutnya dikatakan : “ KPI terdiri

atas KPI pusat dibentuk di tingkat pusat dan KPI daerah di bentuk di tingkat

provinsi.”

Sesuai dengan tuntutan undang-undang itu pula dalam rangka lebih

memaksimalkan pengaturan serta pengawasan isi siaran oleh Lembaga Penyiaran

khusunya media Televisi, pemerintah menuangkannya dalam Peraturan Pemerintah

(PP) nomor 50 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran

Swasta yang kemudian diikuti oleh kementerian komunikasi dan informatika dengan

(28)

9

antara pusat dan daerah dengan model Sistem Stasiun Jaringan (SSJ) melalui

Peraturan Menteri Kominfo nomor 43 tahun 2009.

Terbitnya peraturan ini semata-mata bertujuan agar seluruh lembaga penyiaran

yang selama ini mengudara secara nasional dibatasi cakupan areanya, sekaligus

membatasi volume isi siarannya secara proporsional yakni 50% lokal dan 50%

pusat melalui suatu sistem jaringan antara stasiun induk jaringan dengan anggota

jaringannya di berbagai wilayah, propinsi, kabupaten/kota.

Untuk mencapai sasaran dimaksud, maka kepada semua lembaga penyiaran

televisi harus memiliki stasiun lokal dengan serta merta mengurus administrasi

perijinan di lokasi tempat mana stasiun lokal itu akan didirikan.

Berdasarkan amanat Permen Kominfo tersebut, bahwa di Negara ini tidak ada

lagi lembaga Penyiaran yang berstatus sebagai Stasiun Televisi Nasional, melainkan

hanya Stasiun Lokal yang berjaringan dengan stasiun induk jaringannya.

Dari aspek isi siaran, dengan telah terjadinya perubahan status kelembagaan

media penyiaran ini, maka secara berangsur-angsur menayangkan volume siarannya

dimulai dari 10% muatan lokal dan 90% siaran nasional hingga pada akhirnya setiap

lembaga penyiaran televisi harus menyiarkan batas minimum isi siarannya 50%

berisikan muatan lokal dan 50% muatan nasional, sehingga terjadi pembagian muatan

isi siaran (diversity of content).

Dengan demikian masyarakat pemirsa yang tinggal di masing-masing daerah

(29)

sendiri dan seiring dengan itu dapat pula mengikuti perkembangan yang terjadi secara

nasional.

Pemberlakuan peraturan ini efektif harus dilaksanakan sejak masa

diberlakukannya Peraturan Menteri ini, yakni pada tanggal 19 oktober 2009.

Namun kenyataannya sejak diberlakukannya Permen Kominfo tersebut,

khususnya di daerah Sumatera Utara, hingga saat penelitian ini dilakukan belum ada

satu pun dari lembaga penyiaran swasta televisi nasional yang

mengoperasionalisasikan kegiatan stasiun lokalnya sesuai dengan ketentuan yang

berlaku. Atau dengan perkataan lain belum terlihat satu pun dari mereka secara

konsisten menjalankan tuntutan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah maupun

Peraturan Menteri Kominfo tentang Sistem Stasiun Jaringan.

Berdasarkan data yang peneliti peroleh dari sekretariat KPID-SU, sejak

diberlakukannya Permen Kominfo No 43/2009 bahwa semua Lembaga Penyiaran

televisi swasta nasional sudah mendaftarkan proposalnya ke KPID-SU untuk

mendirikan televisi lokal berjaringan di daerah ini dan dari kesemuanya telah pula

melakukan Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) dan telah mengantongi Rekomendasi

Kelayakan (RK) dari Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sumatera Utara

(KPID-SU), yakni :DELI TV, SPACE TOON TV, DAAI TV, SCTV, RCTI, GLOBAL

TV, TPI, TV ONE, AN-TV, METRO TV, TRANS TV, TRANS 7, dan INDOSIAR.

Meskipun diantara mereka ada beberapa stasiun televisi swasta yang telah

mendapatkan izin percobaan siaran sebelum keluarnya Permen Kominfo tersebut.

(30)

11

dalam populasi penelitian ini, dikarenakan mereka telah terlebih dahulu mengikuti

EDP dengan KPID-SU sebelum terbitnya Permen Kominfo tahun 2009, yakni :

DELI TV, DAAI TV, dan SPACE TOON TV.

Pertimbangan lain yang menjadikan alasan peneliti tidak memasukkannya di

dalam objek penelitian ini (SPACE TOON, DAAI TV dan DELI TV) karena sejak

berdirinya telah memiliki status sebagai televisi lokal berjaringan.

Terlepas dari permasalahan itu berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan

bahwa keseluruhan LPS televisi jaringan yang telah melakukan EDP sejak

diberlakukannya Permen Kominfo No 43/2009 dan telah mengantongi Rekomendasi

Kelayakan (RK) dari KPIDSU, hingga kini belum menindaklanjutinya dengan

melakukan pemenuhan kelengkapan lanjutannya, berupa pengadaan sarana dan

prasarana kantor, seperti : studio produksi, peralatan teknis operasional SSJ, jumlah

SDM, maupun tindak lanjut dari konsep pelaksanaan program siaran (pola siaran)

sesuai ketentuan yang berlaku.

Mestinya fenomena ini tidak harus terjadi jika ditinjau dari komitmen yang

dicanangkan oleh penanggung jawab/pengelola induk jaringan sebagaimana yang

peneliti peroleh dari jawaban tertulis sebelumnya.

Disamping itu, sebagai sebuah lembaga resmi yang terikat dengan peraturan dan

perundang-undangan, maka dapat dikatakan bahwa kejadian seperti ini dapat

dianggap sebagai sebuah penyimpangan terhadap konstitusi.

Dengan tidak terpenuhinya persyaratan secara menyeluruh oleh lembaga siaran

(31)

mengimplementasikan peraturan tentang Sistem Stasiun Jaringan maka dapat peneliti

katakan bahwa terdapat dua aspek yang menjadi dampaknya, yakni aspek dari sisi

pemerintah melalui aturan yang telah dikeluarkan (UU,PP,Permen) maupun dari sisi

kepentingan masyarakat lokal, khususnya masyarakat dengan haknya untuk

mendapatkan informasi lokal .

Dari sisi kepatuhan kepada aturan dapat dinilai bahwa pengelola lembaga

penyiaran tidak taat aturan. Sedangkan dari sisi masyarakat, lembaga penyiaran

sebagai sebuah institusi media massa tidak menjalankan kewajibannya dalam

penyebarluasan informasi lokal sebagai sebuah kebutuhan sekaligus hak dari setiap

warga Negara untuk memperoleh informasi. Sebagaimana yang termaktub di dalam

UU no 40 tahun 1999 tentang Pers, BAB II pasal (3), bahwa pers nasional

mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan dan kontrol sosial dan pers

nasional berfungsi sebagai lembaga ekonomi.

Pada akhirnya apa yang menjadi kekhawatiran berbagai pihak bahwa semakin

pudarnya kesadaran lokal dan partisipasi masyarakat yang berisikan potensi daerah

mencakup budaya dan adat istiadat daerah, potensi sumber daya manusia, sumber

daya alam, serta sumber-sumber lain yang menjadi ciri khas daerah.

Seiring dengan kenyataan itulah, peneliti tertarik untuk mengkaji dan

mengetahui lebih mendalam tentang apa yang menjadi penyebab para pengelola

lembaga penyiaran televisi swasta lokal berjaringan bersikap tidak konsisten dalam

melaksanakan ketentuan yang ada sekaligus mengabaikan kebutuhan masyarakat

(32)

13

Berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan selama ini terhadap keberadaan

lembaga televisi lokal, maka peneliti mencoba untuk melakukan penelitian kepada

lembaga penyiaran televisi swasta lokal berjaringan yang berdomisili di daerah

Medan dan sekitarnya melalui pimpinan/penanggung jawab/pengelola stasiun pada

masing-masing lembaga televisi lokal berjaringan yang ada di kota Medan dan

Sekitarnya, dengan judul penelitian:

“Pelaksanaan Program Sistem Stasiun Jaringan pada Lembaga Penyiaran Televisi Swasta Lokal di Sumatera Utara dalam Perspektif Tanggung Jawab

sosial Media

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan dengan uraian yang peneliti ungkapkan pada latar belakang

masalah, maka peneliti mencoba untuk merumuskannya dalam beberapa pertanyaan

dan sekaligus menjadikannya sebagai suatu permasalahan yang peneliti jadikan

sebagai fokus untuk dicarikan jawabannya melalui penelitian yang akan peneliti

lakukan, yakni :

1. Bagaimana responsibilitas pengelola lembaga penyiaran televisi swasta Biro

Medan dalam menyikapi aturan Pemerintah tentang Sistem Stasiun Jaringan

(SSJ).

2. Hal-hal apa saja yang menjadi kendala bagi para pengelola lembaga

penyiaran televisi swasta lokal Biro Medan menjalankan agenda program

stasiun televisi swasta lokal berjaringan, dalam kerangka memberdayakan

(33)

3. Strategi apa yang dilakukan oleh Lembaga Penyiaran Televisi Swasta lokal berjaringan biro Medan terhadap implikasi pemberlakuan aturan tentang

Sistem Stasiun Jaringan dalam pemenuhan kebutuhan informasi masyarakat

lokal, sebagai wujud tanggung jawab media kepada publik.

1.3 Tujuan Penelitian

Melalui beberapa tahapan penganalisisan penelitian ini memiliki tujuan antara

lain :

1. Untuk mengetahui sejauh mana responsibilitas para pengelola lembaga

penyiaran televisi swasta lokal berjaringan dalam mematuhi peraturan Sistem

Stasiun Jaringan (SSJ) sesuai dengan UU No. 32 thn 2002, PP No. 50 thn

2005 serta Permen Kominfo RI No. 43 tahun 2009 tentang Sistem Stasiun

Jaringan.

2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh pengelola Lembaga Penyiaran

Televisi Swasta lokal berjaringan biro Medan dalam menjalankan agenda

program Stasiun Lokal Berjaringan.

3. Untuk mengetahui strategi seperti apa yang telah dan akan dilakukan oleh

lembaga penyiaran televisi swasta lokal berjaringan biro Medan dalam

(34)

15

aturan tentang Sistem Stasiun Jaringan, dalam rangka mewujudkan peran

tanggung jawab sosial media.

1.4 Manfaat Penelitian

Sebuah penelitian dilakukan tentu dengan maksud untuk mendapatkan manfaat

tertentu baik untuk diri si peneliti sendiri maupun untuk pihak lain. Dalam penelitian

ini minimal penulis berharap akan memberi manfaat antara lain :

1. Menambah pemahaman dan kesadaran bagi penanggung jawab/pengelola

Lembaga Penyiaran khususnya Lembaga Penyiaran Swasta Televisi berjaringan

sebagai sebuah lembaga publik dalam menyikapi segenap aturan, baik secara

institusional maupun konstitusional.

2. Mendorong masyarakat untuk lebih sadar akan haknya dalam mendapatkan

informasi secara luas dan mendalam tentang situasi, perkembangan dan

peristiwa lokal sebagai salah satu dari tanggung jawab yang harus dilakukan

oleh setiap lembaga informasi publik dalam hal ini stasiun televisi swasta lokal

berjaringan.

3. Memberi masukan kepada setiap pengelola Lembaga Penyiaran Televisi Swasta

Lokal Berjaringan untuk mendapatkan alternatif pemecahan masalah dalam

mengatasi kendala yang umumnya dihadapi oleh para penanggung jawab

dan/atau pengelola media televisi swasta dalam melaksanakan agenda/ program

(35)

4. Memberi dorongan dan stimuli kepada setiap penanggung jawab dan atau

pengelola Lembaga Televisi swasta lokal berjaringan agar dalam menjalankan

kegiatan penyiarannya senantiasa berada dalam kerangka acuan hukum positif

yang berlaku dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia serta

menjalankan tanggung jawab sosialnya dalam penyebarluasan informasi kepada

masyarakat khususnya masyarakat lokal.

5. Memberi gambaran serta masukan kepada pemerintah terhadap situasi yang

terjadi di lapangan dalam pemberlakuan peraturan terkait dengan pelaksanaan

Sistem Stasiun Jaringan (SSJ), khususnya di daerah Medan dan Sekitarnya.

(36)

B A B II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Media Penyiaran Televisi

Munculnya media penyiaran televisi di segenap antero dunia membuka

cakrawala baru dalam dunia komunikasi massa. Meski sebelumnya telah ditemukan

mesin cetak maupun pesawat radio, namun dari aspek karakteristiknya penemuan

pesawat televisi lebih memberi efek yang cukup spektakuler di tengah-tengah

masyarakat dunia.

Kehadiran media televisi tidak dapat melupakan nama Fransworth (USA) sebagai

seorang yang pertama sekali menemukan tabung vakum untuk menangkap gambar

bergerak dan dapat ditampilkan secara elektronik di layar pada tahun 1920.

Kemudian pada tahun 1927 Philo Fransworth berhasil menyebarluaskan gambar

bergerak melalui peralatan transmissi sehingga era audio-visual berkembang sampai

sekarang.

Tabung vakum yang oleh Frasnworth diberi nama Image Dissector itulah

kemudian disebut sebagai momentum pertama ditemukannya pesawat televisi, meski

pada saat itu sempat diperdebatkan karena masih ada pihak lain yang menggugat,

yakni sebuah institusi laboraturium Rusia. Laboraturium dengan label RCA

(37)

yang sama dengan nama Iconoscope.

Namun setelah diselesaikan di pengadilan akhirnya diputuskan bahwa ternyata

Zworykin melakukan pembajakan terhadap temuan Fransworth. (Vivian 228:2008).

Di Indonesia media televisi pertama sekali mengudara saat dilangsungkannya

upacara hari ulang tahun kemerdekaan RI ke-17 pada 17 agustus 1962 dalam siaran

percobaan oleh TVRI. Barulah kemudian secara definitif TVRI menyiarkan secara

langsung pembukaan Asian Games ke-4 pada tahun yang sama, sekaligus dinyatakan

bahwa tanggal 24 agustus 1962 sebagai siaran yang secara resmi pertama sekali

media tetevisi mengudara di bumi Indonesia.

Kemajuan media elektronik di Indonesia mengalami pergerakan yang cukup

pesat, seiring dengan perkembangan dalam bidang media massa elektronik dunia

termasuk era teknologi satelit dengan beragam varian yang populer disebut sebagai

news media, menjadikan Indonesia tidak bisa dipisahkan dari konstelasi media

informasi global sekaligus sebagai bahagian dari komunitas masyarakat informasi

dunia.

Mengingat betapa pentingnya media penyiaran televisi sebagai sebuah sarana

informasi elektronik yang sekaligus memiliki multilinier efek, maka masing-masing

negara memiliki rambu-rambu tersendiri yang secara khusus mengatur tentang

aktivitas media ini, baik dari aspek legalitas kelembagaan, isi siaran, maupun etika

(38)

19

hukum positif dengan diterbitkannya undang-undang maupun Peraturan Pemerintah

dan Peraturan Menteri ditambah dengan pembentukan lembaga pengawasan

independen.

Dalam perjalanannya, siaran televisi selama beberapa dekade dimonopoli oleh

TVRI sebagai media informasi pemerintah. Barulah sejak tahun 1989 bermunculan

lembaga penyiaran swasta yang diawali oleh RCTI dan diikuti oleh lembaga

penyiaran televisi swasta lainnya.

Pada tahun 2002, dengan terbitnya undang-undang penyiaran maka lembaga

televisi yang ada melakukan penyesuaian dengan status yang beragam, TVRI menjadi

lembaga penyiaran publik dan semua televisi swasta wajib menjadi lembaga siaran

berjaringan.

2.2 Lembaga Penyiaran Indonesia

Menurut Undang-Undang no 32 tahun 2002 tentang penyiaran, dalam ketentuan

umum Bab I pasal (1) dikatakan : Lembaga penyiaran adalah penyelenggara

penyiaran, baik lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga

penyiaran komunitas maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam

melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya berpedoman pada peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Penjelasan tentang jasa penyiaran radio maupun televisi dalam kategori tersebut

(39)

1. Lembaga penyiaran swasta adalah lembaga penyiaran yang bersifat komersial

berbentuk badan hukum yang didirikan oleh Negara, bersifat independen, netral,

tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat.

2. Lembaga penyiaran swasta adalah lembaga penyiaran yang bersifat komersial

berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan

jasa penyiaran radio atau televisi.

3. Lembaga penyiaran komunitas merupakan lembaga penyiaran yang berbentuk

badan hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan

tidak komersial, dengan daya pancar rendah, luas jangkauannya wilayah terbatas,

serta untuk melayani kepentingan komunitasnya.

4. Lembaga penyiaran berlangganan merupakan lembaga penyiaran berbentuk badan

hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran

berlangganan dan wajib terlebih dahulu memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran

berlangganan.

Lembaga penyiaran berlangganan terdiri atas :

a. Lembaga penyiaran berlangganan melalui satelit

b. Lembaga penyiaran berlangganan melalui kabel

(40)

21

Setiap lembaga penyiaran dalam menjalankan tugas dan fungsinya mengacu

kepada aturan yang ditetapkan baik melalui undang-undang maupun ketentuan

lainnya berupa peraturan serta keputusan-keputusan pemerintah.

Adanya peraturan yang bersifat mengikat itu tidak terlepas dari konsep dan

strategi informasi yang telah dirumuskan secara nasional sekaligus menjadi

komitmen bagi setiap aparat yang terkait di dalamnya, baik aparat pemerintah

maupun masyarakat penyiaran dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Rumusan konsep dimaksud disebut sebagai “Tatanan informasi nasional”.

Sebagaimana yang terdapat di dalam UU penyiaran, bahwa Tatanan informasi

nasional yang adil, merata, dan seimbang adalah kondisi informasi yang tertib,

teratur, dan harmonis terutama mengenai arus informasi atau pesan dalam penyiaran

antara pusat dan daerah, antar wilayah di Indonesia, serta antara Indonesia dan dunia

Internasional. Lebih lanjut diterakan bahwa Penyiaran diselenggarakan dalam satu

sistem penyiaran nasional. (BAB III pasal 6).

Dalam pasal 6 ayat (3) dikatakan bahwa : Dalam sistem penyiaran nasional

terdapat lembaga penyiaran dan pola jaringan yang adil dan terpadu yang

dikembangkan dengan membentuk stasiun jaringan dan stasiun lokal.

Sebagai konsekuensi dari aturan dalam pasal 6 ayat (3) ini, maka pemerintah

(41)

nomor 50 tahun 2005, khusus dalam memberi pedoman umum terhadap pelaksanaan

Sistem Jaringan terdapat pada BAB VI, pasal 34 sebagai berikut:

1. Sistem stasiun jaringan terdiri atas Lembaga Penyiaran swasta induk satsiun

jaringan dan Lembaga Penyiaran Swasta anggota stasiun jaringan yang

membentuk sistem stasiun jaringan.

2. Lembaga Penyiaran Swasta induk stasiun jaringan merupakan Lembaga

Penyiaran Swasta yang bertindak sebagai koordinator yang siarannya direlay

oleh Lembaga Penyiaran Swasta anggota stasiun jaringan dalam sistem

stasiun jaringan.

3. Lembaga Penyiaran Swasta anggota stasiun jaringan merupakan Lembaga

Penyiaran Swasta yang tergabung dalam suatu sistem stasiun jaringan yang

melakukan relay siaran pada waktu-waktu tertentu dari Lembaga Penyiaran

Swasta induk stasiun jaringan.

4. Lembaga Penyiaran Swasta anggota stasiun jaringan sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) hanya dapat berjaringan dengan 1 (satu) Lembaga Penyiaran

Swasta induk stasiun jaringan.

5. Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran radio dan/atau jasa penyiaran

televisi yang menyelenggarakan siarannya melalui sistem stasiun jaringan

(42)

23

6. Setiap penyelenggaraan siaran melalui sistem stasiun jaringan dan setiap

perubahan jumlah anggota stasiun jaringan yang terdapat dalam sistem stasiun

jaringan wajib dilaporkan kepada menteri.

Dalam merespon aturan yang ada maka Departemen Komunikasi dan

Informatika Republik Indonesia mengeluarkan Permen Kominfo RI nomor :

43/PER/M.KOMINFO/10/2009 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Melalui Stasiun

Jaringan Oleh Lembaga Penyiaran Swasta Jasa Penyiaran Televisi.

Menindak lanjuti amanat Undang-Undang, Peraturan Pemerintah (PP) dan juga

peraturan menteri (Permen), maka Komisi Penyiaran Indonesia sebagai lembaga

Negara yang diberi tugas melakukan tata kelola lembaga penyiaran di Indonesia serta

merta mencantumkan aturan pelaksanaan penyiaran melalui sistem jaringan di dalam

buku Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standard Progaram Siaran (SPS) untuk

dijadikan acuan bagi seluruh pengelola lembaga penyiaran di Indonesia tertutama

terdapat pada pasal 31 yang menyebutkan bahwa “ Lembaga penyiaran wajib

menyiarkan program siaran lokal dalam sistem stasiun jaringan sesuai dengan peraturan perundang-undang yang berlaku.”

2.3 Penyelenggaraan Sistem Stasiun Jaringan

Sistem jaringan televisi dimulai dalam sejarah pertelevisian Amerika Serikat

dengan munculnya tiga jaringan besar yang menyediakan acara untuk stasiun lokal,

(43)

dimana sebelumnya ABC sebagai pesaing mereka. Jaringan tiga besar (Big Three)

ini masing-masing memiliki 200 outlet di AS sehingga acara-acara dari ketiga stasiun

besar ini menjangkau seluruh pelosok negeri.

Pada tahun 1941 NBC memberi program acaranya kepada perusahaan

affiliasinya dengan menggunakan sambungan jalur microwave yang menghubungkan

pantai timur dan barat AS. Selain itu pada tahun 2004 General Electric membeli

studio film Universal dan menggabungkan diri dengan NBC. Selanjutnya jaringan

televisi CBS dikembangkan pada tahun 1982 oleh William Paley yang sebelumnya

telah berjaringan dengan CBS bersamaan dengan kehadiran seorang raja hotel

Amerika Laurence Tisch memperkuat keberadaan perusahaan televisi CBS.

Dengan kekuatan yang dimilik kemudian Televisi ABC mendirikan jaringan

televisi pada tahun 1948 dan berikutnya ABC melakukan merger dengan United

Paramount Theaters dengan propertinya yang mencakup beberapa stasiun televisi.

Setelah itu stasiun ABC membeli Capcities Communications pada 1985 yakni sebuah

stasiun televisi di Kansas City yang beroperasi dengan nama ABC/Cap Cities dan

akhirnya dibeli oleh Disney dengan mengganti sedikit label nama menjadi ABC

Disney.

Pada tahun 1986 Rupert Murdoch seorang yang terkenal sebagai raja media

internasional tidak mau ketinggalan dengan membeli tujuh stasiun non-jaringan di

(44)

25

Fox menjadikannya sebuah lembaga televisi berjaringan baru yang dimotori oleh

Barry Diller.

Di pihak lain Time Warner meluncurkan WB television Net Work pada tahun

1995 untuk dijadikannya sebagai outlet bagi unit produksi Warner Brothers dan

kemudian ia membentuk United Paramount Net Work (UPN). Kemudian pada tahun

2006 Viacom dan Time Warner menggabungkan WB dengan UPN menjadi jaringan

televisi baru yang disebut dengan jaringan CW-C untuk CBS dan W untuk Warner

dengan segmentasi audience berusia 18-34 tahun.

Sistem akuisisi muncul dalam dunia broadcast, yakni pada dekade 1980 an. Pada

saat itu perusahaan media mulai membeli perusahaan luar negeri. Sebut saja

Bertelsman (Jerman) yang mengakuisisi perusahaan rekaman RCA dan Arista di AS.

Setelah itu ia juga mengakuisisi 14 majalah wanita yang dibeli dari perusahaan New

York Times.

Beberapa perusahaan media telah melakukan merger untuk mendapatkan sinergi.

Merger Hachette (Prancis) dengan Filapacchi (Italia) menghasilkan profit yang cukup

signifikan. Demikian pula aliansi Vicom dengan menjual acara televisinya ke

beberapa jaringan dan stasiun televisi yang ada di beberapa Negara. (Vivian:2008)

Dari sejarah pertelevisian Amerika tersebut kemudian diikuti oleh Indonesia

dengan memproduksi sebuah peraturan tentang sistem jaringan melalui

(45)

latar belakang pembentukannya apa yang terjadi di Indonesia tidak sama persis

dengan perjalanan sistem jaringan yang telah terjadi sebelumnya di Amerika Serikat.

Menurut hemat peneliti, sistem jaringan di Amerika Serikat dilatarbelakangi oleh

adanya keinginan pemilik modal untuk lebih memperluas jangkauan produk program

siarannya maka diperlukan stasiun penyiaran lain di beberapa wilayah, dengan

membentuk sebuah sistem jaringan. Perluasan jaringan dilakukan dengan cara

membeli, merger ataupun mengakuisisi stasiun penyiaran lokal yang memang sudah

ada sebelumnya.

Namun di Indonesia dengan kondisi saat ini proses dalam penerapan sistem

stasiun jaringan justeru terbalik jika dibandingkan dengan yang terjadi di Amerika.

Berdasarkan aturan yang ada, stasiun penyiaran televisi nasional yang secara

kebetulan kesemuanya berada di ibu kota negara, Jakarta, dan sesuai dengan amanat

UU,PP maupun Permen kepada semua stasiun nasional diharuskan mendirikan

stasiun-stasiun lokal di daerah ibukota provinsi, kabupaten/kota yang kemudian

dijadikan sebagai anggota jaringannya. Pada saat yang sama Lembaga penyiaran

nasional itu wajib melepaskan hak kepemilikannya atas anggota jaringannya dengan

memberikan peluang sebesar besarnya kepada investor lokal, maksudnya agar terjadi

pembagian pemusatan kepemilikan (diversity of ownerships) sekaligus membagi

sebahagian produk isi siarannya kepada anggota jaringannya dengan volume

(46)

27

Head dan Sterling (1982) menyatakan, jaringan adalah : “two or more stations

interconnected by some means of relay (wire, cable, teresterial micro wave, satellite)

so as to anable simultaneous broadcasting of the same program…” yakni : dua atau

lebih stasiun yang saling berhubungan melalui relay (kawat, kabel, gelombang mikro

teresterial, satelit) yang memungkinkan terjadinya penyiaran program secara

serentak.

Sedangkan Willis dan Aldridge (1992) menambahkan ketentuan atau kriteria

pengertian jaringan dengan menyebutkan : There are several different kinds of

networs, but all of them have one thing in common: They distribute program

simultaneously to affiliated stations. ( terdapat beberapa jenis jaringan, namun

semuanya memiliki satu kesamaan : Jaringan menyiarkan program secara serentak

kepada stasiun afiliasinya).(86-87:2005)

Penjelasan tentang Sistem Stasiun Jaringan di dalam Peraturan Menteri Kominfo

No 43 tahun 2009 tentang Sistem Stasiun Jaringan (SSJ) antara lain terdapat di psl (1)

: “Sistem stasiun jaringan adalah tata kerja yang mengatur relay siaran secara tetap

antar lembaga penyiaran.” Sedangkan dalam psl (2) disebutkan “Sistem stasiun

jaringan dilaksanakan oleh stasiun penyiaran lokal berjaringan yang terdiri atas :

a. Stasiun induk, berkedudukan di ibukota provinsi.

(47)

Sementara itu dalam pasal (5) menyebutkan :

1. Stasiun induk merupakan stasiun penyiaran yang bertindak sebagai koordinator

yang siarannya direlay oleh stasiun anggota dalam sistem stasiun jaringan.

2. Stasiun anggota merupakan stasiun penyiaran yang tergabung dalam suatu sistem

stasiun jaringan yang melakukan relay siaran pada waktu-waktu tertentu dari

stasiun induk.

3. Setiap lembaga penyiaran swasta hanya dapat berjaringan dalam satu sistem

stasiun jaringan.

4. Lembaga penyiaran swasta yang menjadi stasiun anggota dalam sistem jaringan

hanya dapat berjaringan dengan 1 (satu) stasiun induk.

Dalam pengaturan tentang volume isi siarannya terdapat dalam pasal (8), yaitu :

1. Dalam sistem stasiun jaringan stasiun yang direlay oleh stasiun anggota dari

stasiun induk, dibatasi dengan durasi paling banyak 90% dari seluruh waktu

siaran per hari.

2. Berdasarkan perkembangan kemampuan daerah dan lembaga penyiaran

swasta, program siaran yang direlay oleh stasiun anggota dari stasiun induk

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara bertahap turun menjadi paling

(48)

29

3. Dalam sistem stasiun jaringan, setiap stasiun penyiaran lokal harus memuat

siaran lokal dengan durasi paling sedikit 10% dari seluruh waktu siaran per

hari.

4. Berdasarkan perkembangan kemampuan daerah dan lembaga penyiaran

swasta keharusan memuat siaran lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

secara bertahap naik menjadi paling sedikit 50% dari seluruh waktu siaran

per hari.

Selanjutnya dalam pasal (9) dijelaskan tentang maksud siaran lokal, seperti berikut :

Siaran lokal adalah siaran dengan muatan lokal pada daerah setempat yang kriterianya ditentukan lebih lanjut oleh Komisi Penyiaran Indonesia.

Dalam Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia No.02/P/KPI/12/2009 tentang

Pedoman Perilaku Penyiaran (P3), pasal 1 ayat (12) yang dimaksud dengan Program siaran lokal adalah : program siaran dengan muatan lokal, baik program faktual maupun non-faktual, yang mencakup peristiwa, isu-isu, latar belakang cerita, dan

sumber daya manusia, dalam rangka pengembangan budaya dan potensi daerah

setempat.

Sementara itu dalam P3 pasal (52) diatur tentang volume penayangan Program

(49)

1. Program siaran lokal wajib diproduksi dan ditayangkan dengan durasi

minimal 10% (sepuluh perseratus) dari total durasi siaran berjaringan per

hari.

2. Program siaran lokal sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) minimal 30%

(tiga puluh peseratus) diantaranya wajib ditayangkan pada waktu prime time

waktu setempat.

3. Program siaran lokal sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) secara

bertahap wajib ditingkatkan hingga 50% (lima puluh per seratus) dari total

durasi siaran berjaringan per hari.

Berdasarkan UU no 32 tahun 2002 tentang penyiaran, secara tegas memberi

tuntunan kepada setiap penyelenggara penyiaran, bahwa setiap kegiatan penyiaran di

Indonesia harus diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI tahun

1945 dengan azas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan,

keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan dan bertanggung jawab.

Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi

nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertaqwa,

mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka

membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera serta

(50)

31

Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media

informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial. Selain itu

penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan.

Berdasarkan hal tersebut di atas, khususnya tentang kemandirian, demokratisasi,

rasa keadilan dan fungsi ekonomi serta kebudayaan dalam rangka terbinanya watak

dan jati diri bangsa sekaligus terwujudnya semangat otonomi daerah dengan tumbuh

dan berkembangnya potensi daerah, maka kehadiran Permen kominfo no 43 tahun

2009 dipandang relevan dalam kondisi saat ini.

Berkaitan dengan hal tersebut, Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 tentang

pers, pasal (6) mengamanatkan bahwa pers nasional wajib :

a. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui.

b. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi

hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati Kebhinekaan.

c. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat,

dan benar,

d. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang

berkaitan dengan kepentingan umum.

(51)

2.4 Kepemilikan Lembaga Penyiaran

Pada dasarnya pengelola stasiun penyiaran dapat dibagi dua macam : a)

pengelola perorangan atau individu (single owners); b) pengelola kelompok atau

group ownership (perusahaan atau lembaga lainnya)…Sebahagian besar stasiun

penyiaran yang berada di kota-kota besar dimiliki oleh korporasi atau perusahaan

yang umumnya memiliki kekuatan modal yang lebih besar daripada pemilik

perorangan. (Morrisan 85,86:2008)

Ketentuan undang-undang penyiaran menyebutkan bahwa pemusatan

kepemilikan dan penguasaan lembaga penyiaran swasta oleh satu orang atau satu

badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran,

dibatasi.

Berkaitan dengan kepemilikian lembaga penyiaran diatur dalam PP no 50 than

2005 menyebutkan bahwa lembaga penyiaran swasta didirikan dengan modal awal

seluruhnya hanya dimiliki oleh warga Negara Indonesia, jika kemudian akan

ditambah dengan modal asing hanya dibatasi sampai 20% atas jumlah keseluruhan

saham.

Dalam Permen Kominfo RI No. 28 tahun 2008, pasal (11) menyebutkan :

Lembaga penyiaran swasta yang sudah mempunyai stasiun relay di ibu kota provinsi

wajib melepas kepemilikannya atas stasiun relaynya.

Oleh karena itu segala kepentingan dan urusan administrasi, birokrasi dan

program siarannya secara penuh dikelola oleh penanggung jawab LPS lokal yang

Gambar

Tabel 3.  Teori dan Pendekatan Paradigma Dalam Ilmu Komunikasi
Tabel 5.  Daftar Nama Lembaga Televisi Swasta Lokal Berjaringan di Sumatera
Tabel 6.  Wawancara dengan Kepala Biro Metro TV Medan Nama Subjek : Yuda Roberto Panjaitan
Tabel 7.  Wawancara dengan Kepala Biro TV One Medan Nama Subjek : Linova Risianty
+2

Referensi

Dokumen terkait

Rumah Adat : Rumah Bentang | Pakaian Adat : Pakaian Adat Kalimantan Tengah | Tarian Tradisional : Tari Balean Dadas, Tari Tambun & Bungai | Alat Musik :

Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 15 Agustus 2015 antara peneliti dengan ibu Umi Kulsum selaku guru senior, ditemukan bahwa faktor pendukung pelaksanaan

JUMLAH MAHASISWA TERDAFTAR MENURUT JENJANG PROGRAM DAN JENIS KELAMIN TIAP LLDIKTI (SWASTA) PERKEMBANGAN JUMLAH MAHASISWA TERDAFTAR PERGURUAN TINGGI (PT) TIAP PROVINSI

UU No.5 Tahun 1999 yang bertujuan untuk menegakkan antara hukum dan memberikan perlindungan yang sama bagi setiap pelaku usaha, agar dunia usaha dapat tumbuh

Yang mana pada intinya yaitu karena beliau melihat banyak orang yang sudah memiliki banyak ilmu namun tidak mempunyai adab begitulah yang beliau jelaskan

Semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu sehingga mengantarkan penulis untuk menyelesaikan Laporan Tugas Akhir

Penambahan buku dapat juga diperoleh dengan cara tukar- menukar antar perpustakaan. Jika sebuah perpustakaan mempunyai koleksi buku yang dianggap tidak sesuai dengan

Yaitu persepsi konsumen mengenai sistem pemasaran yang digunakan insentif jangka pendek untuk mendorong pembelian atau penjualan sebuah produk atau jasa dengan