• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Partisipasi Masyarakat dan Program Pengendalian DBD yang Dilakukan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan Terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Partisipasi Masyarakat dan Program Pengendalian DBD yang Dilakukan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan Terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012"

Copied!
200
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PARTISIPASI MASYARAKAT DAN PROGRAM PENGENDALIAN DBD YANG DILAKUKAN OLEH KANTOR

KESEHATAN PELABUHAN KELAS I MEDAN TERHADAP KEBERADAAN JENTIK Aedes aegypti DI KELURAHAN

BAGAN DELI BELAWAN TAHUN 2012

TESIS

Oleh

LISDAWATI 107032154/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

THE INFLUENCE OF COMMUNITY PARTICIPATION AND DENGUE HEMORRHAGIC FEVER CONTROL PROGRAM IMPLEMENTED BY

THE PORT HEALTH OFFICE CLASS I MEDAN ON THE EXISTENCE OF Aedes aegypti LARVAE

IN KELURAHAN BAGAN DELI, BELAWAN IN 2012

THESIS

By

LISDAWATI 107032154/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

PENGARUH PARTISIPASI MASYARAKAT DAN PROGRAM PENGENDALIAN DBD YANG DILAKUKAN OLEH KANTOR

KESEHATAN PELABUHAN KELAS I MEDAN TERHADAP KEBERADAAN JENTIK Aedes aegypti DI KELURAHAN

BAGAN DELI BELAWAN TAHUN 2012

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

LISDAWATI 107032154/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S)

Ketua Anggota

(Ir. Indra Chahaya S, M.Si)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

Tanggal Lulus: 23 Juli 2012 Judul Tesis

Nama Mahasiswa

Nomor Induk Mahasiswa Program Studi

Minat Studi

:

: : : :

PENGARUH PARTISIPASI MASYARAKAT DAN PROGRAM PENGENDALIAN DBD YANG DILAKUKAN OLEH KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS I MEDAN TERHADAP KEBERADAAN JENTIK Aedes aegypti DI KELURAHAN BAGAN DELI BELAWAN TAHUN 2012 Lisdawati

107032154

S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 23 Juli 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S Anggota : Ir. Indra Chahaya, S. M.Si

(6)

PERNYATAAN

PENGARUH PARTISIPASI MASYARAKAT DAN PROGRAM PENGENDALIAN DBD YANG DILAKUKAN OLEH KANTOR

KESEHATAN PELABUHAN KELAS I MEDAN TERHADAP KEBERADAAN JENTIK Aedes aegypti DI KELURAHAN

BAGAN DELI BELAWAN TAHUN 2012

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 23 Juli 2012

(7)

ABSTRAK

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Tahun 2011, Propinsi SUMUT peringkat 3 untuk kasus DBD di Indonesia. Tahun 2010 kecamatan Medan Belawan mempunyai 63 kasus DBD. Kelurahan Bagan Deli adalah daerah buffer pelabuhan Belawan yang merupakan lingkungan kerja dari Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas I Medan HI.diatas 1%.

Tujuan penelitian untuk menganalisis pengaruh partisipasi masyarakat dan program pengendalian DBD yang dilakukan oleh KKP Kelas I Medan terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli tahun 2012.

Jenis penelitian ini adalah Deskriptif Analitik dengan rancangan penelitian Cross Sectional. Populasi adalah 3569 KK dan 10 orang petugas KKP Kelas I Medan. Sampel berjumlah 100 KK yang diperoleh dengan cara simple random sampling. Pengumpulan data melalui wawancara dan observasi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi square dan uji regresi logistic berganda.

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara partisipasi masyarakat dalam pengendalian DBD secara manipulasi lingkungan(p=0.041), pengendalian secara fisik (p= 0.037), pengendalian secara kimiawi (p=0.030), dan tidak ada hubungan dengan pengendalian secara modifikasi lingkungan(p=0.767) dan pengendalian secara biologis (p=0.902) terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti, sedangkan program pengendalian DBD yang dilakukan oleh KKP Kelas I Medan menunjukkan bahwa ada hubungan dengan program abatisasi (p=0.021), fogging (p=0.021), penyuluhan/ sosialisasi (p=0.010), sedangkan survai nyamuk (p=0.877) menunjukkan tidak ada hubungan terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti.

Kesimpulan dari hasil penelitian bahwa program pengendalian DBD yang dilakukan oleh KKP Kelas I Medan dengan cara penyuluhan/ sosialisasi paling berpengaruh terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti. Disarankan kepada petugas untuk melakukan penyuluhan dan penyediaan media informasi tentang pencegahan dan penanggulangan DBD. Masyarakat juga diharapkan ikut serta dalam melakukan partisipasi dalam pengendalian DBD.

(8)

ABSTRACT

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a contagious disease caused by Dengue virus spread by Ades aegypti. The Province of Sumatera Utara ranks 3 for the case of Dengue Hemorrhagic Fever. In 2010, Medan Belawan Subdistrict had 63 cases of Dengue hemorrhagic Fever. Kelurahan Bagan Deli is a buffer area of Belawan Seaport which is a working environment of the Harbor Health OfficeClass I Medan whose HI is greater than 1%.

The purpose of this descriptive analytical study with cross-sectional design was to analyze the influence of community participation and Dengue Hemorrhagic Fever control program implemented by the Port Health Office Class I Medan on the existence of Aedes aegypti larvae in Kelurahan Bagan Deli in 2012.

The population of this study was 3569 Head of Families and 10 officers of the Port Health OfficeClass I Medan and 100 Heads of Families were selected to be the samples for this study through simple random sampling technique. The data for this study were obtained through observation and interviews. The data obtained were analyzed through Chi-square and multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that there was a relationship between community participation and DHF control through environmental manipulation (p= 0.041), physical(0.037) and chemical (p= 0.030) and community participation had no relationship with DHF control through environmental modification(p= 0.767) and biological(p= 0.902). DHF control program implemented by the Port Health Office Class I Medan showed that there was a relationship with abatization (p= 0.021), fogging (0.021), extension/socialization programs (p= 0.010), while mosquito survey (p= 0.877) did not show any relationship to the existence of the larvae of Aedes aegypti.

The conclusion drawn is that program extension/ socialization of the Port Health office class I Medan on the existence of the larvae of Aedes aegypti. The office members are recommended to promote the dangerous of DBD to the community members. The community members participate to prevent of DBD

(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “Pengaruh Partisipasi Masyarakat dan Program Pengendalian DBD yang Dilakukan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan Terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapatkan bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr . dr. Syahril Pasaribu, DTMH, MSc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

(10)

3. Ir. Evi Naria, MKes, selaku dosen penguji I serta Dra. Syarifah. MS selaku dosen penguji II yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

4. Dr. Drs. Surya Utama, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Prof. Dr. Dra, Ida Yustina selaku ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

6. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Majemen Kesehatan Lingkungan Industri Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

8. dr. H. Syahril Aritonang, MHA, selaku Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan yang telah memotivasi dan memberikan kesempatan kepada saya untuk melanjutkan studi S2.

9. Seluruh staf KKP Kelas I Medan yang telah mendukung saya dalam melakukan penelitian ini.

(11)

11.Teristimewa buat suami dan keluargaku tersayang, H. Hidayat Nasution, AKP, beserta anak-anakku yang selalu memberi doa, kasih sayang , motivasi dan berkorban baik moril maupun materil kepada penulis.

12.Orang tuaku tercinta, (alm) H. Achmad dan (alm) Hj. Saminem yang telah memberikan kasih sayang selama ini.

13.Rekan – rekan seperjuangan Mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Angkatan 2010 Minat studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri.

Kiranya Allah SWT akan membalas semua kebaikan dan bantuan yang telah penulis terima selama ini. Semoga Allah SWT melimpahkan berkat dan rahmat-Nya bagi kita semua.

Akhirnya Penulis menyadari atas segala keterbatasan dan kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan penuh harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, 23 Juli 2012 Penulis

(12)

RIWAYAT HIDUP

Lisdawati dilahirkan pada tanggal 1 Januari 1974 di Pancurbatu. Anak kesembilan dari Sembilan bersaudara, dari pasangan ayahanda H. Achmad dan ibunda Hj. Saminem. Menikah dengan H. Hidayat Nasution, AKP dan dikaruniai 6 (enam) putra dan putri, yaitu Mhd. Ikram, Yana Rizki, Mhd. Arif Rajasyam, Mhd. Fikri Ramadhani, Hililiyatul Aulia, dan Husnul Khotimah.

Pendidikan dimulai dari Sekolah Dasar tahun 1980 – 1986 di perguruan Bhakti Pancurbatu, tahun 1986 – 1989 pendidikan di SMP Negeri 2 Pancurbatu, tahun 1989 – 1992 pedidikan di SMA Negeri Pancurbatu, tahun 1993 – 1996 pendidikan di Analis Kimia FMIPA USU dan tahun 1999 – 2003 pendidikan di Teknik Kimia Fakultas Teknik USU.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

DAFTAR ISTILAH ... xvi

BAB 1. PENDAHULUAN. ... . 1

1.1. Latar Belakang ... .... 1

1.2. Permasalahan ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Hipotesis ... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... ... 9

2.1. Nyamuk Aedes aegypti ... 9

2.1.1. Nyamuk Aedes aegypti sebagai Vektor Penyakit Demam Berdarah Dengue ... 9

2.1.2. Ciri Morfologi ... 10

2.1.3. Siklus Hidup dan Perilaku Nyamuk Aedes aegypty ... 10

2.1.4. Indeks- Indeks Aedes aegypti ... 12

2.1.5. Metode Survai Jentik ... 13

2.2. Penyakit Demam Berdarah Dengue ... 13

2.2.1. Klasifikasi Demam Berdarah Dengue menurut WHO ... 14

2.2.2. Tanda – tanda Demam Berdarah Dengue ... 15

2.2.3. Diagnosa ... 15

2.2.4. Pengobatan ... 16

2.2.5. Tempat Potensial Bagi Penularan Demam Berdarah Dengue... 16

2.3. Pengendalian DBD ... 17

2.3.1. Manajemen Lingkungan ... 17

2.3.2. Pengendalian Secara Fisik ... 21

2.3.3. Pengendalian Secara Kimiawi... 22

2.3.4. Pengendalian Secara Biologi/ Hayati ... 23

2.3.5. Koordinasi Antar Sektor ... 26

(14)

2.3.7. Penyesuaian Kebijakan ... 26

2.3.8. Peran Sektor Nonkesehatan di dalam Kegiatan Pengendalian Penyakit Dengue ... 27

2.3.9. Peran Serta Masyarakat ... 30

2.4. Partisipasi Masyarakat ... 31

2.4.1. Pengertian Partisipasi Masyarakat.. ... 31

2.4.2. Metode Partisipasi Masyarakat ... 32

2.4.3. Elemen-elemen Partisipasi Masyarakat ... 33

2.5. Partisipasi Masyarakat dalam Bidang Kesehatan ... 34

2.6. Partisipasi Masyarakat dalam Pengendalian dan Pencegahan DBD ... 35

2.6.1. Cara Menggugah Partisipasi Masyarakat ... 36

2.6.2. Penetapan Kegiatan Masyarakat ... 37

2.7. Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan ... 39

2.8. Landasan Teori ... 43

2.9. Kerangka Konsep ... 44

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 45

3.1. Jenis Penelitian ... 45

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 45

3.3. Populasi dan Sampel ... 45

3.3.1. Populasi ... 45

3.3.2. Sampel ... 46

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 47

3.4.1. Uji Validitas dan Realiabilitas ... 48

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 50

3.5.1. Variabel Bebas ... 50

3.5.2. Variabel Terikat ... 54

3.6. Metode Pengukuran ... 54

3.6.1. Variabel Bebas ... 54

3.6.2. Variabel Terikat ... 55

3.7. Metode Analisis Data ... 56

3.7.1. Analisis Univariat... 56

3.7.2. Analisis Bivariat ... 56

3.7.3. Analisis Multivariat ... 56

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 58

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 58

4.1.1. Keadaan Geografis ... 58

4.1.2. Kependudukan ... 58

4.2. Analisis Univariat ... 59

4.2.1. Karakteristik Responden ... 59

(15)

4.2.3. Pelaksanaan Program Pengendalian DBD

yang Dilakukan oleh KKP Kelas I Medan ... 62

4.2.4. Partisipasi Masyarakat ... 67

4.2.5. Program Pengendalian DBD yang Dilakukan oleh KKP Kelas I Medan ... 74

4.2.6. Keberadaan Jentik Aedes aegypti ... 82

4.3. Analisis Bivariat ... 83

4.31. Hubungan Partisipasi Masyarakat terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti ... 84

4.3.2. Hubungan Program Pengendalian DBD yang Dilakukan Oleh KKP Kelas I Medan terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Tahun 2012 ... 88

4.4. Analisis Multivariat ... 90

BAB 5. PEMBAHASAN ... 91

5.1. Keberadaan Jentik Aedes aegypti ... 91

5.2. Pengaruh Partisipasi Masyrakat dalam Pengendalian Penyakit DBD terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti ... 92

5.2.1. Modifikasi Lingkungan ... 92

5.2.2. Manipulasi Lingkungan ... 94

5.2.3. Pengendalian Secara Fisik ... 96

5.2.4. Pengendalian Secara Kimiawi... 98

5.2.5. Pengendalian Secara Biologsi/ Hayati ... 99

5.3. Pengaruh Program Pengendalian DBD yang Dilakukan oleh KKP Kelas I Medan terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti ... 101

5.3.1. Program Survai Jentik ... 101

5.3.2. Pelaksanaan Program Abatisasi ... 103

5.3.3. Pelaksanaan Program Fogging ... 104

5.3.4. Pelaksanaan Program Penyuluhan/ Sosialisasi ... 105

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 108

6.1. Kesimpulan ... 108

6.2. Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 111

(16)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman 3.1. Perhitungan Jumlah Sampel Penelitian Kepala Keluarga di Kelurahan

Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 47 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Bebas... ... 54 3.3. Aspek Pengukuran Variabel Terikat ... 55 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin,

Pendidikan, Pekerjaan, Suku dan Lama Tinggal Di Kelurahan

Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 60 4.2 Distribusi Frekuensi Petugas Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin,

Pendidikan, Pekerjaan, Suku dan Lama Tinggal Di Kelurahan

Bagan Deli Belawan ... 61 4.3. Distribusi Frekuensi Jawaban Petugas Tentang

Pelaksanaan Program Survai Jentik terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan

Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 63 4.4. Distribusi Frekuensi Jawaban Petugas Tentang

Pelaksanaan Program Abatisasi terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 64 4.5. Distribusi Frekuensi Jawaban Petugas Tentang

Pelaksanaan Program Fogging terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 65 4.6. Distribusi Frekuensi Jawaban Petugas Tentang

Pelaksanaan Program Penyuluhan/ Sosialisasi terhadap Keberadaan

Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 66 4.7. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Partisipasi Masyarakat

dalam Pengendalian DBD Secara Modifikasi Lingkungan terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan

(17)

4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori tentang Partisipasi Masyarakat dalam Pengandalian DBD Secara Modifikasi

Lingkungan terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan

Bagan Belawan Deli Tahun 2012 ... 68 4.9. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden tentang Partisipasi Masyarakat

dalam Pengendalian DBD Secara Manipulasi Lingkungan

terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli

Belawan Tahun 2012 ... 69 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Partisipasi Masyarakat

dalam Pengendalian DBD Secara Manipulasi Lingkungan

terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli

Belawan Tahun 2012 ... 70 4.11. Distribusi Frekuensi Responden tentang Partisipasi Masyarakat

dalam Pengendalian DBD Secara Fisik terhadap Keberadaan Jentik

Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 71 4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Partisipasi Masyarakat

dalam Pengendalian DBD Secara Fisik Lingkungan Terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli

Belawan Tahun 2012 ... 71 4.13. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden tentang Partisipasi Masyarakat

dalam Pengendalian DBD Secara Kimiawi terhadap Keberadaan Jentik

Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 72 4.14. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Partisipasi Masyarakat

dalam Pengendalian DBD Secara Kimiawi terhadap Keberadaan Jentik

Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 73 4.15. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden tentang Partisipasi Masyarakat

dalam Pengendalian DBD Secara Biologis/ Hayati terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 74 4.16. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Partisipasi Masyarakat

dalam Pengendalian DBD Secara Biologis/ Hayati terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 74 4.17. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden tentang Pelaksanaan Program Survai

Jentik terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan

(18)

4.18. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pelaksanaan Program Survai Jentik terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan

Deli Belawan Tahun 2012 ... 76 4.19. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden tentang Pelaksanaan Program

Abatisasi terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 77 4.20. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pelaksanaan Program

Abatisasi terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 78 4.21. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden tentang Program Fogging

terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli

Belawan Tahun 2012 ... 79 4.22. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Program

Fogging terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 80 4.23. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden tentang Program

Penyuluhan/ Sosialisasi terhadap Keberadaan Jentik

Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 81 4.24. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Program Penyuluhan/

Sosialisasi terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan

Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 82 4.25. Distribusi Frekuensi Keberadaan Jentik Aedes aegypti Di Kelurahan

Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 82 4.26. Distribusi Frekuensi Keberadaan Jentik Aedes aegypti Berdasarkan

Penampungan Air Di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 83 4.27. Hubungan Partisipasi Masyarakat Berdasarkan Modifikasi

Lingkungan, Manipulasi Lingkungan, Pengendalian Secara Fisik, Kimiawi, dan Biologis/ Hayati terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti

Di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 86 4.28. Hubungan Program Pengendalian DBD yang Dilakukan oleh KKP

Kelas I Medan Berdasarkan Survai Jentik, Abatisasi, Fogging dan Penyuluhan/ Sosialisasi terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti

(19)

4.29. Hasil Uji Regresi Logistik Ganda Pengaruh Partisipasi Masyarakat dan Program Pengendalian DBD yang Dilakukan oleh KKP Kelas I

Medan terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan

(20)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 2.1. Diagram Skematik Patogenesis Penyakit ( Teori Simpul)... 43 2.2. Kerangka Konsep Penelitian... 44

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Surat Izin Penelitian dari Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat ke Kelurahan

Bagan Deli ...116

2. Surat Izin Penelitian dari Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat ke KKP Kelas I Medan...117

3. Surat Telah Selesai Meneliti dari Kelurahan Bagan Deli Belawan...118

4. Surat Telah Selesai Meneliti dari KKP Kelas I Medan...119

5. Kusioner Penelitian...120

6. Pengolahan Data...133

7. Master Data...162

8. Gambar Penelitian...166

(22)

DAFTAR ISTILAH

3M : Menguras tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali

Menutup rapat-rapat tempat penampungan air Menguburkan, mengumpulkan, memanfaatkan atau menyingkirkan barang barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng bekas, plastik bekas dan lainnya.

Abatisasi : Pemberantasan jentik nyamuk Aedes aegypti dengan bubuk abate, yang diberikan kepada penduduk, dan ditempatkan pada tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.

Aedes aegypti : Jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah, demam kuning

BI : Breateau Indeks = Jumlah kontainer yang positif per seratus rumah

Buffer area : Daerah buffer (protective area) disekitar perimeter sekurang-kurangnya 400 meter untuk Aedes aegypti kontrol dan dua kilometer diperluas untuk kegiatan Anopheles kontrol

CI : Container Indeks = Persentase antara kontainer yang ditemukan jentik terhadap seluruh kontainer yang diperiksa

DBD : Demam Berdarah Dengue

Dengue : Virus yang disebabkan oleh air liur gigitan nyamuk betina Aedes aegypti

Depkes RI Departemen kesehatan Republik Indonesia Dinkes : Dinas Kesehatan

Ditjen PP &PL : Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

Fogging : Pengasapan dengan menggunakan bahan kimia seperti malathion untuk membunuh nyamuk dewasa Aedes aegypti.

HI : House Indeks = Persentase antara rumah dimana ditemukan jentik terhadap rumah yang diperiksa IHR : International Health Organization (Organisasi

(23)

Indeks Ovitrap : Kontainer buatan yang disengaja dipasang

ditempat-tempat tertentu dan ditempatkan ditempat nyamuk dewasa hinggap, ditempat-tempat teduh dengan jarak 100-150 m, digunakan pada daerah yang sulit mengidentifikasi jentik.

IR : Insiden Rate = persentase jumlah penderita baru dalam suatu popuilasi pada periode waktu tertentu terhadap jumlah individu yang berisiko untuk mendapat penyakit tersebut dalam periode waktu tertentu

Kemkes RI : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia KKP : Kantor Kesehatan Pelabuhan

Ovitrap : Kontainer buatan yang disengaja dipasang

ditempat-tempat tertentu dan ditempatkan ditempat nyamuk dewasa hinggap, ditempat-tempat teduh dengan jarak 100-150 m, digunakan pada daerah yang sulit mengidentifikasi jentik

Penyuluhan/ Sosialisasi

: Memberitahukan gambaran tentang Demam Berdarah Dengue kepada masyarakat Perimeter area : Pelabuhan Udara : daerah didalam perimeter

pelabuhan udara, yakni daerah pelabuhan didalam suatu lingkaran fiktif dimana terdapat bangunan – bangunan untuk kegiatan penerbangan (gedung-gedung, terminal dan transit, hanggar-hanggar dan gudang-gudang) dan tempat parkir pesawat

terbang.

Pelabuhan Laut : Tempat-tempat kapal berlabuh dan sekitarnya, yakni di daerah perimeter PHEIC : Public Health Emergency Of International

Concern (penyakit – penyakit yang meresahkan dunia)

Reservoir : Tempat berkembang biaknya bibit penyakit SUMUT : Sumatera Utara

Survai jentik : Melakukan pengamatan terhadap keberadaan jentik pada tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.

Survai nyamuk dewasa

: Melakukan pengamatan terhadap keberadaan nyamuk dewasa pada daerah perimeter dan buffer, dan untuk dapat mengetahui daerah mana yang paling padat nyamuknya, dan akan dilakukan tindakan fogging.

(24)

ABSTRAK

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Tahun 2011, Propinsi SUMUT peringkat 3 untuk kasus DBD di Indonesia. Tahun 2010 kecamatan Medan Belawan mempunyai 63 kasus DBD. Kelurahan Bagan Deli adalah daerah buffer pelabuhan Belawan yang merupakan lingkungan kerja dari Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas I Medan HI.diatas 1%.

Tujuan penelitian untuk menganalisis pengaruh partisipasi masyarakat dan program pengendalian DBD yang dilakukan oleh KKP Kelas I Medan terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli tahun 2012.

Jenis penelitian ini adalah Deskriptif Analitik dengan rancangan penelitian Cross Sectional. Populasi adalah 3569 KK dan 10 orang petugas KKP Kelas I Medan. Sampel berjumlah 100 KK yang diperoleh dengan cara simple random sampling. Pengumpulan data melalui wawancara dan observasi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi square dan uji regresi logistic berganda.

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara partisipasi masyarakat dalam pengendalian DBD secara manipulasi lingkungan(p=0.041), pengendalian secara fisik (p= 0.037), pengendalian secara kimiawi (p=0.030), dan tidak ada hubungan dengan pengendalian secara modifikasi lingkungan(p=0.767) dan pengendalian secara biologis (p=0.902) terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti, sedangkan program pengendalian DBD yang dilakukan oleh KKP Kelas I Medan menunjukkan bahwa ada hubungan dengan program abatisasi (p=0.021), fogging (p=0.021), penyuluhan/ sosialisasi (p=0.010), sedangkan survai nyamuk (p=0.877) menunjukkan tidak ada hubungan terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti.

Kesimpulan dari hasil penelitian bahwa program pengendalian DBD yang dilakukan oleh KKP Kelas I Medan dengan cara penyuluhan/ sosialisasi paling berpengaruh terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti. Disarankan kepada petugas untuk melakukan penyuluhan dan penyediaan media informasi tentang pencegahan dan penanggulangan DBD. Masyarakat juga diharapkan ikut serta dalam melakukan partisipasi dalam pengendalian DBD.

(25)

ABSTRACT

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a contagious disease caused by Dengue virus spread by Ades aegypti. The Province of Sumatera Utara ranks 3 for the case of Dengue Hemorrhagic Fever. In 2010, Medan Belawan Subdistrict had 63 cases of Dengue hemorrhagic Fever. Kelurahan Bagan Deli is a buffer area of Belawan Seaport which is a working environment of the Harbor Health OfficeClass I Medan whose HI is greater than 1%.

The purpose of this descriptive analytical study with cross-sectional design was to analyze the influence of community participation and Dengue Hemorrhagic Fever control program implemented by the Port Health Office Class I Medan on the existence of Aedes aegypti larvae in Kelurahan Bagan Deli in 2012.

The population of this study was 3569 Head of Families and 10 officers of the Port Health OfficeClass I Medan and 100 Heads of Families were selected to be the samples for this study through simple random sampling technique. The data for this study were obtained through observation and interviews. The data obtained were analyzed through Chi-square and multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that there was a relationship between community participation and DHF control through environmental manipulation (p= 0.041), physical(0.037) and chemical (p= 0.030) and community participation had no relationship with DHF control through environmental modification(p= 0.767) and biological(p= 0.902). DHF control program implemented by the Port Health Office Class I Medan showed that there was a relationship with abatization (p= 0.021), fogging (0.021), extension/socialization programs (p= 0.010), while mosquito survey (p= 0.877) did not show any relationship to the existence of the larvae of Aedes aegypti.

The conclusion drawn is that program extension/ socialization of the Port Health office class I Medan on the existence of the larvae of Aedes aegypti. The office members are recommended to promote the dangerous of DBD to the community members. The community members participate to prevent of DBD

(26)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan utama masyarakat internasional dan merupakan jenis penyakit yang berpotensi mematikan. DBD pertama kali diakui pada tahun 1950 dan menjadi wabah di Filipina dan Thailand. Pada tahun 1970, sembilan negara telah mengalami epidemi DBD, kasus ini telah meningkat lebih dari empat kali lipat pada tahun 1995. Saat ini 2,5 miliar orang atau dua perlima dari populasi dunia menghadapi risiko dari DBD. Word Health Organization (WHO) saat ini memperkirakan mungkin ada 50 juta infeksi dengue di seluruh dunia setiap tahun (WHO, 2012

Demam Berdarah Dengue pertama kali ditemukan di Indonesia tahun 1968 di Jakarta dan Surabaya. Setiap tahun Indonesia merupakan daerah endemis DBD. Tahun 2010 Indonesia menempati urutan tertinggi kasus DBD di Asean dengan jumlah kasus 156.086 dan kematian 1.358 orang (Ana, 2011). Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP & PL Kemkes RI), melaporkan kasus DBD tahun 2011 di Indonesia menurun dengan jumlah kasus 49.486 dan jumlah kematian 403 orang (Kemkes RI, 2011).

).

(27)

sebanyak 87 jiwa (Dinkes Propinsi SUMUT, 2011). Tahun 2011 Propinsi SUMUT menempati peringkat nomor 3 di Indonesia untuk kasus DBD dengan jumlah kasus sebesar 2.066 dan Insidens Rate (IR) yaitu persentase jumlah penderita baru dalam suatu populasi pada periode waktu tertentu terhadap jumlah individu yang berisiko untuk mendapat penyakit tersebut dalam periode waktu tertentu 15.88% (Kemkes RI ,2011). Tahun 2011 Kecamatan Helvetia Medan merupakan daerah yang tertinggi kasus DBD di kota Medan (Dinkes Kota Medan, 2012)

Tahun 2010 kecamatan Medan Belawan mempunyai 63 kasus DBD dengan kematian 2 orang (Dinkes Kota Medan, 2010), tahun 2011 kecamatan Medan Belawan mempunyai 77 kasus DBD dan tidak ada kematian, kelurahan Bagan Deli mempunyai 1 kasus DBD pada tahun 2010 dan tahun 2011 tidak ada kasus DBD (Dinkes Kota Medan, 2011). Menurut informasi dari puskesmas Bagan Deli, banyak pasien dengan indikasi demam berdarah, tetapi setelah dirujuk ke rumah sakit umum, mereka tidak mendapatkan informasi dari rumah sakit tersebut bahwa pasien positif atau negatif penyakit Demam Berdarah Dengue (Bagan Deli Puskesmas, 2012).

Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas I Medan adalah salah satu Kantor Kesehatan Pelabuhan di seluruh Indonesia yang merupakan Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Kementerian Kesehatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab

kepada Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Kemkes RI, 2011).

(28)

Kuala Tanjung, Tanjungbalai Asahan, Teluk Nibung, Sibolga, Gunung Sitoli dan Pantai Cermin yang merupakan pintu gerbang masuk negara (Kemkes RI, 2011).

Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan melaksanakan tugas dan fungsinya pada daerah perimeter dan daerah buffer, daerah perimeter di pelabuhan udara, yaitu daerah pelabuhan dimana terdapat bangunan – bangunan untuk kegiatan penerbangan (gedung-gedung, terminal dan transit, hanggar-hanggar dan gudang-gudang) dan tempat parkir pesawat terbang, sedangkan daerah perimeter di pelabuhan laut yaitu tempat-tempat kapal berlabuh dan sekitarnya. Daerah buffer (protective area) yaitu di daerah disekitar perimeter sekurang-kurangnya 400 meter untuk Aedes aegypti kontrol dan dua kilometer diperluas untuk kegiatan Anopheles kontrol (Kemkes RI, 2011).

Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan juga mendapat amanat dari International Health Regulation (IHR) tahun 2005 yang diberlakukan 15 Juni 2007 untuk memperhatikan Public Health Emergency Of International Concern/ PHEIC (masalah kedaruratan kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian global). Salah satu perhatian khususnya pada program pengendalian vektor di dalam dan di sekitar pintu masuk negara (KKP Kelas I Medan, 2010).

Upaya pengendalian risiko lingkungan bertujuan untuk membuat wilayah pelabuhan dan alat angkut tidak menjadi sumber penularan ataupun habitat yang subur bagi perkembangbiakan kuman/vektor penyakit. (Depkes RI, 2007).

(29)

tahunnya di daerah buffer dan perimeter pada pelabuhan yaitu melakukan survai jentik setiap bulan, abatisasi sebanyak 4 kali setahun, melaksanakan fogging sebanyak 3 kali dalam setahun dan melakukan penyuluhan /sosialisasi tentang Demam Berdarah Dengue. Kegiatan program ini dilakukan oleh petugas KKP Kelas I Medan dan dibantu oleh 25 orang kader Jumantik dan 5 orang kader fogging di Belawan. Para Kader ini telah dilatih oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan (KKP Kelas I Medan, 2010).

Kegiatan pengendalian Demam Berdarah Dengue dibiayai oleh Pemerintah. semenjak berdirinya Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan sampai dengan tahun 2000, dengan rincian bahwa pengadaan bahan dibiayai oleh Pemerintah Daerah, sedangkan alat dan petugas dari Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan. Tahun 2001 sampai dengan sekarang semua pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sehingga pegadakan bahan dan alat pengendalian vektor sudah dilakukan sendiri oleh KKP Kelas I Medan (KKP Medan, 2006). Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan juga berkoordinasi dengan Dinkes Kota Medan dalam pelaksanaan pengendalian DBD, adapun kerjasama dalam bentuk koordinasi informasi tentang DBD, koordinasi bahan fogging yang digunakan serta lokasi dan waktu pelaksanaan program pengendalian DBD (Kemkes RI, 2011).

(30)

(HI) adalah persentase antara rumah dimana ditemukan jentik terhadap rumah yang diperiksa dan Container Indeks (CI) adalah persentase antara kontainer yang ditemukan jentik terhadap seluruh kontainer yang diperiksa yang masih tinggi pada daerah perimeter. Tahun 2010 HI pada daerah perimeter sebesar 0.28% dan pada daerah buffer sebesar 1,36%, Container Indeks (CI) pada daerah perimeter 0,18% dan pada daerah buffer 0,9% (KKP Kelas I Medan, 2010).Tahun 2011 di daerah perimeter data House Indeks ( HI) yang tertinggi pada bulan Juni sebesar 1.05 % , dan HI tertinggi pada daerah buffer pada bulan November sebesar 0.59%, dan container Indeks (CI) 0.59% pada bulan Januari.

Kelurahan Bagan Deli yang merupakan daerah buffer pelabuhan Belawan mempunyai House Indeks pada tahun 2011pada bulan Juni sebesar 1.41 %, bulan Agustus sebesar 1.56%, bulan November sebesar 1.39% dan bulan Desember sebesar 1.24%. Persyaratan teknis untuk nyamuk Aedes aegypti di daerah perimeter, House Indeks harus 0 (nol) persen dan pada daerah buffer, House Indeks kurang dari 1 persen (< 1%) (Depkes, 2007). House Indeks di kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan tahun 2011 rata-rata masih diatas 1%, walaupun Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan sudah melakukan program pengendalian DBD, (KKP Kelas I Medan, 2011).

(31)

Penelitian Permanasari (2009), partisipasi masyarakat dengan melakukan menutup, menguras dan mengubur (3M), memelihara ikan, menanam tanaman yang tidak disukai nyamuk, dan memelihara ikan di kolam berpengaruh dalam pencegahan dan penanggulangan DBD. Menurut hasil penelitian Manalu (2009), kesempatan keluarga untuk berpartisipasi berpengaruh terhadap pencegahan penyakit DBD.

(32)

1.2. Permasalahan

House Indeks (HI) yang merupakan salah satu indikator adanya jentik Aedes aegypti masih diatas 1% di kelurahan Bagan Deli, walaupun sudah dilakukan program - program pengendalian DBD oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan.

Program pemberantasan DBD kurang memperoleh partisipasi dari masyarakat khususnya keluarga, karena kurangnya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat, dan masyarakat tidak mengetahui partisipasi yang harus dilakukan untuk pemberantasan DBD.

Berdasarkan hal tersebut penulis perlu melakukan penelitian tentang bagaimana pengaruh partisipasi masyarakat dan program pengendalian penyakit DBD yang dilakukan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti di kelurahan Bagan Deli Belawan tahun 2012.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh partisipasi masyarakat dan program pengendalian penyakit DBD yang dilakukan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan tehadap keberadaan jentik Aedes aegypti di kelurahan Bagan Deli Belawan tahun 2012.

1.4. Hipotesis

(33)

penyakit DBD yang dilakukan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti di kelurahan Bagan Deli Belawan tahun 2012.

1.5. Manfaat Penelitian

a. Bagi peneliti dapat berkesempatan untuk mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari selama masa perkuliahan

b. Bagi instansi dan stakeholder yang terkait sebagai masukan dalam meningkatkan

penyuluhan komunikasi, informasi, edukasi (KIE) dan juga sebagai bahan referensi

dalam menyusun program pengendalian DBD.

c. Bagi masyarakat, merupakan informasi kepada masyarakat mengenai pentingnya

partisipasi masyarakat dalam pengendalian DBD di lingkungan tempat tinggal

mereka.

d. Bagi Program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara dapat menjadi tambahan masukan dalam upaya

pengembangan dan penerapan ilmu kesehatan masyarakat khususnya mengenai

pengendalian DBD

e. Bagi peneliti lain dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan untuk kajian dan

penyusunan penelitian selanjutnya mengenai partisipasi masyarakat dan program

(34)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Nyamuk Aedes aegypti

2.1.1. Nyamuk Aedes aegypti sebagai Vektor Penyakit DBD

Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. Selain dengue, Aedes aegypti juga merupakan pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikunguya. Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia. Aedes aegypti merupakan pembawa utama (primary vector) dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus persebaran dengue di desa-desa dan perkotaan. Masyarakat diharapkan mampu mengenali dan mengetahui cara-cara mengendalikan DBD untuk membantu mengurangi persebaran penyakit demam berdarah (Anggraeni, 2011).

(35)

2.1.2. Ciri Morfologi

a. Nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam dengan belang-belang (loreng) putih pada seluruh tubuhnya.

b. Hidup di dalam dan di sekitar rumah, juga ditemukan di tempat umum . c. Mampu terbang sampai 100 meter.

d. Nyamuk betina aktif menggigit (menghisap) darah pada pagi hari sampai sore hari. Nyamuk jantan biasa menghisap sari bunga/tumbuhan yang mengandung gula.

e. Umur nyamuk Aedes aegypti rata-rata 2 minggu, tetapi sebagian diantaranya dapat hidup 2-3 bulan (Anggraeni, 2010).

2.1.3. Siklus Hidup dan Perilaku Nyamuk Aedes aegypti

Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti :

Telur Jentik Kepompong Nyamuk

Perkembangan dari telur sampai menjadi nyamuk kurang lebih 9-10 hari

1. Setiap kali bertelur , nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir.

2. Telur nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam dengan ukuran ± 0.80 mm, 3. Telur ini ditempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan, 4. Telur itu akan menetas menjadi jentik dalam waktu lebih kurang 2 hari setelah

terendam air.

(36)

6. Jentik Aedes aegypti akan selalu begerak aktif dalam air. Geraknya berulang-ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas (mengambil udara) kemudian turun, kembali ke bawah dan seterusnya.

7. Pada waktu istirahat, posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air. Biasanya berada di sekitar dinding tempat penampungan air.

8. Setelah 6-8 hari jentik itu akan berkembang/berubah menjadi kepompong. 9. Kepompong berbentuk koma.

10. Gerakannya lamban.

11. Sering berada di permukaan air.

12. Setelah 1-2 hari akan menjadi nyamuk dewasa (Anggraeni, 2010).

Nyamuk Aedes aegypti menyenangi area gelap dan benda-benda berwarna hitam atau merah. Nyamuk ini banyak ditemukan di bawah meja, bangku, kamar yang gelap, atau dibalik baju-baju yang digantung. Nyamuk ini menggigit pada siang hari (pukul 09.00-10.00) dan sore hari (pukul 16.00-17.00). Demam berdarah sering menyerang anak-anak karena anak-anak cenderung duduk di dalam kelas selama pagi sampai siang hari (Anggraeni, 2010).

(37)

2.1.4. Indeks-indeks Aedes aegypti

Menurut Depkes RI tahun 2007, untuk mengetahui kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti di suatu daerah seperti daerah perimeter dan buffer pelabuhan dapat melalui survai terhadap stadium jentik atau dewasa, sebagai hasil survai tersebut di dapat indeks-indeks Aedes aegypti yaitu:

1. Indeks Jentik

a). House Indeks (HI) : Persentase antara rumah dimana ditemukan jentik terhadap rumah yang diperiksa

Jumlah rumah yang ditemukan jentik Jumlah rumah yang diperiksa

b). Container Indeks (CI) : Persentase antara kontainer yang ditemukan jentik terhadap seluruh kontainer yang diperiksa

Jumlah kontainer yang positif jentik Jumlah kontainer yang diperiksa

c) Breateu Indeks (BI) : Jumlah kontainer yang positif per seratus rumah Jumlah kontainer yang positif jentik

Jumlah rumah yang diperiksa

x 100%

House Indeks (HI), Container Indeks (CI), dan Bretaue Indeks di daerah perimeter pelabuhan kurang dari 0, sedangkan House Indeks (HI), Container Indeks (CI) daerah buffer pelabuhan kurang dari 1 %, dan Breateu Indeks (BI) kurang dari 50.

HI = x 100 %

x 100 % CI =

(38)

2. Indeks Ovitrap

Ovitrap adalah kontainer buatan yang disengaja dipasang ditempat-tempat tertentu dan ditempatkan ditempat nyamuk dewasa hinggap, ditempat-tempat teduh dengan jarak 100-150 m, digunakan pada daerah yang sulit mengidentifikasi jentik. Perhitungan angka ovitrap indeks ialah % ovitrap yang menjadi sarang nyamuk Aedes aegypti .Ovitrap indeks di pelabuhan kurang dari 15 %.

2.1.5. Metode Survai Jentik

Metode survai jentik dapat dilakukan dengan cara (Depkes RI, 2005):

a. Single larva: Cara ini dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap tempat genangan air yang ditemukan jentik untuk diidentifikasi lebih lanjut. b. Visual: Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik di

setiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya. 2.2. Penyakit Demam Berdarah Dengue

(39)

yang kuat. Secara alamiah sebenarnya virus tersebut akan dilawan oleh antibodi tubuh.

2.2.1. Klasifikasi Demam Berdarah Dengue Menurut WHO

Menurut WHO (1986), penyakit DBD dibagi atau diklasifikasikan menurut berat ringannya penyakit dengan uraian sebagai berikut:

1. DBD derajat I

DBD derajat I memiliki tanda tanda demam disertai gejala-gejala yang lain, seperti mual, muntah, sakit pada ulu hati, pusing, nyeri otot, dan lain lain tanpa adanya pendarahan spontan .

2. DBD derajat II

DBD derajat II memiliki tanda-tanda gejala seperti yang terdapat pada DBD derajat I yang disertai dengan adanya pendarahan spontan pada kulit ataupun tempat lain (gusi, mimisan, dan lain sebagainya).

3. DBD derajat III

DBD derajat III memiliki tanda-tanda yang lebih parah dibandingkan dengan DBD derajat I dan DBD derajat II. Penderita mengalami gejala shock, yaitu denyut nadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun, penderita mengalami kegelisahan, dan pada tubuh penderita mulai tampak kebiru – biruan, terutama disekitar mulut, hidung, dan ujung-ujung jari.

4. DBD Derajat IV

(40)

tengah mengalami shock yang disebut dengue syndrome. Pada tahap ini, penderita berada dalam keadaan kritis dan memerlukan perawatan yang intensif di rumah sakit. Ada tiga faktor yang memegang peranan penting pada penularan penyakit Demam Berdarah Dengue, yaitu manusia, virus dan vektor perantara. (Depkes RI, 2005).

2.2.2. Tanda-tanda Demam Berdarah Dengue yaitu (Depkes RI, 2003):

1. Hari pertama sakit: panas mendadak terus-menerus, badan lemah atau lesu. Pada tahap ini sulit dibedakan dengan penyakit lain.

2. Hari kedua atau ketiga: timbul bintik-bintik perdarahan, lebam, atau ruam pada kulit di muka, dada, lengan atau kaki dan nyeri ulu hati. Kadang-kadang mimisan, melena (air besar bercampur darah) atau muntah darah, bintik perdarahan mirip dengan bekas gigitan nyamuk.

3. Antara hari ketiga sampai ketujuh, panas turun secara tiba-tiba, kemungkinan penderita bisa sembuh atau memburuk.

2.2.3. Diagnosa

Pemeriksaan darah pasien sangat membantu untuk menegakkan diagnosa yang akurat terhadap pasien DBD. Diagnosa ditegakkan dari gejala-gejala klinis dan hasil pemeriksaan darah :

- Jumlah trombosit (<100.000 sel/ mm3

- Peningkatan konsentrasi sel darah (>20% di atas rata-rata nilai normal) )

(41)

2.2.4. Pengobatan

Pengobatan untuk DBD dapat dilakukan dengan memberi minum air putih yang banyak, oralit atau jus buah, dan bila perlu dilakukan pemberian cairan melalui infus. Pengompresan dingin atau pemberian antiseptika dapat juga dilakukan. Untuk mengatasi demam diberikan parasetamol selama demam masih mencapai 39o

2.2.5. Tempat Potensial Bagi Penularan Demam Berdarah Dengue

C, paling banyak 6 dosis dalam 24 jam. Jika penderita mengalami denyut jantung meningkat, kulit pucat dan dingin, denyut nadi melemah, mengantuk atau tertidur secara tiba –tiba, urine sangat sedikit, peningkatan konsentrasi hemotokrit secara tiba – tiba, tekanan darah menyempit sampai kurang dari 20 mm Hg, dan hipotensi, maka penderita perlu mendapatkan perawatan khusus di rumah sakit. Penderita diberikan cairan pengganti seperti garam fisiologis, ringer laktat atau ringer asetat, larutan garam fisiologis dan glukosa 5%, plasma dan plasma substitude. Oksigen diberikan pada penderita dalam keadaan syok, dan transfusi darah hanya diberikan pada penderita dengan tanda- tanda pendarahan yang signifikan (Dinkes Propinsi SUMUT, 2003).

Penularan DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penularnya. Oleh karena itu tempat potensial untuk terjadi penularan DBD adalah: 1. Wilayah yang banyak kasus DBD (endemis).

(42)

- Sekolah , anak/murid sekolah berasal dari berbagai wilayah merupakan kelompok umur yang paling susceptible terserang DBD.

- Rumah Sakit/puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya. Orang datang dari berbagai wilayah dan kemungkinan diantaranya adalah penderita DBD, DD atau carrier virus dengue.

- Tempat umum lainnya, seperti : hotel, pertokoan, pasar, restoran, dan tempat ibadah.

3. Pemukiman baru dipinggir kota

Karena di lokasi ini penduduknya berasal dari berbagai wilayah, maka kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau carrier yang membawa virus dengue yang berlainan dari masing-masing lokasi asal. (Depkes RI, 2010).

2.3. Pengendalian DBD 2.3.1. Manajemen Lingkungan A. Modifikasi Lingkungan

(43)

a. Perbaikan Wadah Persediaan Air

Tempat penyimpanan persediaan air dianjurkan dalam berbagai jenis wadah yang kecil, karena wadah ukuran besar dan berat (misal: gentong air) tidak mudah untuk dibuang atau dibersihkan, wadah-wadah ini akan memperbanyak tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti (WHO, 2001).

b. Tanki atau Reservoir di Atas atau Bawah Tanah Anti Nyamuk

Tanki dan sumur yang dibawah harus memiliki struktur yang antinyamuk. Bangunan pelindung pintu air dan meteran air harus dilengkapi dengan perembesan sebagai tindakan dari pencegahan (WHO, 2001).

B. Manipulasi Lingkungan

Manipulasi lingkungan yaitu suatu kondisi lingkungan yang bersifat sementara sehingga tidak menguntungkan bagi perkembang biakan vektor (WHO, 2001). Ada beberapa cara pengendalian vektor secara manipulasi lingkungan yaitu : a. Drainase Instalasi Persediaan Air

Air yang tumpah dalam bangunan pelindung, dari pipa distribusi, katup air, pintu air, hidran kebakaran, meteran air, menyebabkan air menggenang dan dapat menjadi habitat yang penting untuk larva Aedes aegypti jika tindakan pencegahan tidak dilakukan (WHO, 2001).

b. Bagian Luar Bangunan

(44)

terhadap bangunan selama musim hujan untuk menemukan lokasi potensial perkembangbiakan (WHO, 2001).

c. Penyimpanan Air untuk Memadamkan Kebakaran

Tanki tempat penyimpanan air untuk pencegahan kebakaran harus bersifat antinyamuk. Drum tersebut harus memiliki tutup yang rapat. Selain itu, drum logam yang digunakan untuk penyimpanan air di lokasi pembangunan juga arus bersifat anti nyamuk (WHO, 2001).

d. Manajemen Ban

Ban bekas kenderaan merupakan lokasi utama perkembangbiakan nyamuk Aedes di daerah perkotaan sehingga menimbulkan satu masalah kesehatan masyarakat yang penting. Ban bekas diisi tanah atau beton dan digunakan untuk wadah tanaman atau pembatas jalan. Ban bekas juga bisa digunakan untuk mengurangi erosi pantai akibat gelombang ombak. Ban bekas juga dapat didaur ulang menjadi sandal, karet, sikat industri, gasket, ember, tempat sampah, dan alas karpet (WHO, 2001).

f. Penyimpanan Air Rumah Tangga

Sumber utama perkembangbiakan Aedes aegypti adalah wadah penyimpanan air untuk kebutuhan rumah tangga yang mencakup gentong air dari tanah liat, keramik serta teko semen. Wadah penyimpanan air harus ditutup dengan tutup yang pas dan rapat (WHO, 2001).

(45)

Pot bunga, vas bunga, jebakan semut dan tempat minum hewan peliharaan merupakan tempat utama perkembangbiakan Aedes aegypti. Benda-benda tersebut harus dilubangi untuk saluran air keluar. Tindakan lainnya, bunga hidup dapat ditempatkan di atas wadah yang beirisi air. Bunga tersebut harus diganti dan dibuang setiap minggu. Jebakan semut untuk melindungi rak penyimpan makanan dapat ditambahkan garam dapur atau minyak (WHO, 2001).

g. Perkembang Biakan Aedes di Genangan Air Incidental

Wadah penampungan hasil kondensasi di bawah lemari es, dan air conditioner (AC) harus diperiksa, dan sisa air dispenser dikeringkan dan dibersihkan secara teratur (WHO, 2001).

h. Pembuangan Sampah Padat

Sampah padat, seperti kaleng, botol, ember, atau benda tak terpakai lainnya yang berserakan di sekeliling rumah harus dibuang dan dikubur di tempat penimbunan sampah. Botol kaca, kaleng, dan wadah lainnya harus ditimbun di tempat penimbunan sampah atau dihancurkan dan didaur ulang untuk industri (WHO, 2001).

i. Pengisian Rongga pada Pagar dan Pohon

Pagar yang terbuat dari kayu berongga seperti bambu harus dipotong di bagian ruasnya, dan rongga yang tampak harus diisi dengan pasir, pecahan kaca, atau beton agar tidak menjadi habitat larva Aedes, begitu juga dengan lubang-lubang pada pohon disekitar rumah penduduk (WHO, 2001).

(46)

Pengendalian secara fisik adalah pengendalian untuk menghilangkan perindukan vektor (Aggraeni, 2010). Ada beberapa cara pengendalian secara fisik yaitu :

A. Pakaian Pelindung

Pakaian mengurangi risiko tergigit nyamuk jika pakaian itu cukup tebal atau longgar. Baju lengan panjang dan celana panjang dan kaos kaki dapat melindungi tangan dan kaki, yang merupakan tempat yang paling sering terkena gigitan nyamuk (WHO,2001).

B. Perlindungan Diri

Masyarakat menggunakan raket beralirkan listrik untuk perlindungan diri dari nyamuk. Bahan penolak serangga yang alami banyak juga digunakan untuk perlindungan diri seperti minyak essensial (sitronela, lemongrass dan neem), yang kimiawi seperti DEET (N,N-Diethyl-m-toluamide) dan permetrin adalah penolak serangga yang efektif ditambahkan pada pakaian (WHO, 2001).

C. Kelambu dan Gorden

Penggunaan kelambu banyak digunakan masyarakat untuk menghindari dari gigitan nyamuk. Kelambu ini sangat efektif bagi bayi dan pekerja yang bekerja pada malam hari, dan tidur pada pagi harinya. Gorden digunakan untuk memperindah rumah sekaligus menghindari nyamuk masuk ke rumah melalui jendela rumah.

(47)

Pemasangan kawat kasa dapat menghalangi nyamuk dewasa masuk kedalam rumah. Kawat kasa dipasang pada lubang-lubang diatas jendela dan pintu di rumah (Anggraeni, 2010).

2.3.3. Pengendalian Secara Kimiawi

Pemberantasan secara kimia yaitu pengendalian DBD dengan menggunakan bahan kimia, menurut Depkes RI (2007) dapat ditempuh dengan 2 teknik untuk pengendalian secara kimiawi, yaitu:

A. Pengasapan (fogging), yaitu suatu teknik yang digunakan untuk mengendalikan DBD dengan menggunakan senyawa kimia malathion dan fenthion, yang berguna untuk mengurangi penularan sampai batas waktu tertentu.

(48)

Abate 1 G (bahan aktif : Temephos 1), Altosid 1,3 G (bahan aktif: Metopren 1,3%), dan Sumilary 0,5 (Anggraeni, 2010).

C. Pemberantasan Secara Kimia yang Berupa Bahan Insektisida yang digunakan oleh masyarakat seperti obat nyamuk bakar, semprotan piretrum, aerosol, dan obat nyamuk yang dioleskan ke bagian tubuh, merupakan cara pengendalian nyamuk.

2.3.4. Pengendalian Secara Biologi/ Hayati

Pengendalian larva Aedes aegypti secara biologi atau hayati menggunakan organisme yang dalam pengendalian secara hayati umumnya bersifat predator, parasitik atau patogenik. Beberapa agen hayati yang digunakan untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti seperti :

A. Ikan, ikan kepala timah (Aplocheilus panchax), ikan nila (Oreochronis nilocitus), ikan guppy (Poecilia reticulata), ikan mujair (Oreochronis mossambicus), ikan cupang (Betta splendens), yang mangsanya adalah larva nyamuk (Wikipedia, 2012).

B. Toxorhynchites sp.

(49)

C. Mesostoma sp.

Organisme tersebut termasuk cacing Turbellaria berukuran 0,10,5 cm bersifat predator terhadap larva nyamuk (Anggraeni, 2010).

D. Libellula

Libellula adalah capung yang merupakan golongan serangga Anisoptera. Nimfa Labellula ukuran sedang mampu memangsa larva dan pupa Aedes aegypti (Anggraeni, 2010).

E. Tomanomermis iyengari

Organisme ini termasuk jenis cacing Nematoda dan bersifat parasit pada larva nyamuk. Cacing tersebut tumbuh dan berkembang jadi dewasa di dalam tubuh larva yang di parasitnya. Setelah dewasa cacing tersebut keluar dari tubuh inangnya (larva) dengan jalan menyobek dinding tubuh inang sehingga menyebabkan kematian inang tersebut (Anggraeni, 2010).

F. Bacillus thuringiensis

Bakteri Bacillus thuringiensis atau sering disingkat Bt, dikenal sebagai bakteri yang menghasilkan racun serangga dan sangat spesifik, hanya membunuh larva Aedes aegypti (Anggraeni, 2010).

G. Tanaman yang menimbulkan bau yang tidak disukai oleh nyamuk Aedes aegypti seperti : (Admin, 2012)

(50)

2. Zodia memiliki kandungan Evodiamine dan Rutaecarpine yang menghasilkan aroma yang cukup tajam yang tidak disukai oleh serangga karena Zodiac terasa pahit. Untuk merasakan manfaatnya, Zodia bisa ditanam di ruang yang banyak tertiup angin agar aromanya tercium dan mengusir nyamuk.

3. Geranium nama lainnya tapak dara. Tanaman ini mengandung geraniol dan sitronelol yang dapat mengusir nyamuk. Kedua zat yang dimiliki Geranium dapat dengan mudah terbang memenuhi udara, aroma zat yang ada di tanaman ini akan tercium, membuat nyamuk menjauh dari ruangan. 4. Lavender, tanaman ini mengandung zat Linalool dan Lynalyl acetate digunakan untuk mengusir nyamuk, tanaman ini juga menghasilkan minyak yang digunakan sebagai bahan penolak nyamuk bahkan digunakan untuk lotion anti nyamuk.

5. Bunga Rosemary menghasilkan bau seperti aroma minyak kayu putih. Aroma yang tidak disukai oleh nyamuk karena mengacaukan penciumannya.

6. Serai wangi, tanaman ini memiliki zat Geraniol dan Sitronelal yang tidak disukai nyamuk

(51)

dimanfaatkan sebagai bahan sayuran. Bunga ini juga dapat mengusir nyamuk.

8. Citrosa Mosquito, tumbuhan mengeluarkan aroma lemon yang sangat kuat yang tidak disukai oleh nyamuk, sehingga dapat mengusir nyamuk. 2.3.5. Koordinasi Antar Sektor

Kegiatan pengendalian dengue memerlukan koordinasi dan kerja sama yang erat antar sektor kesehatan dan sektor nonkesehatan (baik dari pihak pemerintah maupun swasta), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan masyarakat setempat. Kerja sama antarsektor melibatkan sedikitnya dua komponen: (i) penggunaan sumber daya, dan (ii) penyesuaian kebijakan di antara berbagai sektor departemen dan sektor nonpemerintah (WHO, 2001).

2.3.6. Penggunaan Sumber Daya

Penggunaan sumber daya yang kurang dimanfaatkan, misal: untuk pembuatan peralatan yang dibutuhkan ditingkat lokal, tenaga pemerintah untuk sementara memperbaiki penyediaan air yang rusak, atau kelompok masyarakat dan pemuda untuk membuang ban bekas dan wadah tak terpakai lainnya di lingkungan (WHO, 2001).

2.3.7. Penyesuaian Kebijakan

(52)

perbaikan penyediaan air diberikan pada masyarakat yang paling berisiko terhadap dengue. Departemen Kesehatan dapat memberikan wewenang pada departemen itu untuk memanfaatkan beberapa staf lapangannya guna membantu pekerjaan mereka untuk memperbaiki persediaan air dan sistem pembuangan air kotor (WHO, 2001). 2.3.8. Peran Sektor Nonkesehatan di dalam Kegiatan Pengendalian

Penyakit Dengue

A. Departemen Pekerjaan Umum

Departemen Pekerjaan umum dan Pemerintah Daerah (PEMDA) dapat membantu menurunkan habitat perkembangbiakan nyamuk dengan cara memberikan persediaan air minum yang aman, sanitasi yang memadai, dan manajemen pembuangan sampah padat yang efektif. Selain itu, melalui penerapan dan penegakan aturan pendirian rumah dan bangunan, pemerintahan kota dapat memandatkan pembangunan sarana seperti persediaan air untuk rumah tangga melalui pipa, atau pembangunan saluran air kotor, dan pelaksanaan pengendalian aliran air hujan untuk perkembangan pemukiman yang baru atau melarang dibangunnya sumur timba tanpa penutup (WHO, 2001).

B. Departemen Pendidikan

(53)

C. Departemen Lingkungan Hidup

Departemen Lingkungan Hidup dapat membantu Departemen Kesehatan di dalam pengumpulan data dan informasi tentang ekosistem dan habitat baik di dalam maupun di sekitar kota yang berisiko tinggi terhadap dengue. Data dan informasi tentang kondisi geologis dan cuaca setempat, penggunaan tanah, luas hutan, air permukaan, dan populasi manusia sangat membantu di dalam perencanaan kegiatan pengendalian untuk ekosistem dan habitat tertentu (WHO, 2001).

D. Departemen Penerangan

Informasi yang ditujukan pada masyarakat luas paling baik disampaikan melalui media massa, misalnya televisi, radio, dan surat kabar. Oleh karena itu, Departemen Penerangan harus diikut sertakan untuk bekerja sama dalam mengkoordinir penyampaian pesan mengenai tindakan pencegahan dan pengendalian penyakit dengue yang dikembangkan oleh pakar kesehatan masyarakat (WHO, 2001). E. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

LSM memainkan peranan penting di dalam mempromosikan partisipasi masyarakat dan penerapan program manajemen lingkungan untuk pengendalian vektor dengue. Kegiatan yang paling sering dilakukan adalah penyuluhan kesehatan, pengurangan sumber perkembangbiakan, dan perbaikan pemukiman yang berkaitan dengan pengendalian vektor. (WHO, 2001).

F. Pengembangan Metode

(54)

yang potensial di dalam masyarakat dan untuk mengkaji cara yang dapat membujuk mereka agar mau berpartisipasi dalam kegiatan pengendalian vektor. Pengembangan metode yang berfokus pada anak sekolah sudah dikaji di beberapa negara dan strategi ini harus dimodifikasi dan dikenalkan ke setiap negara (WHO, 2001).

G. Mobilisasi Sosial

Pembuat kebijakan membuat komitmen politis di dalam pelaksanaan kampanye kerja bakti dan sanitasi lingkungan. Pelatihan orientasi ulang bagi tenaga kesehatan harus dilakukan untuk meningkatkan kemampuan teknis dan kemampuan mereka didalam mengawasi jalannya kegiatan pencegahan dan pengendalian, dilakukan dua kali dalam setahun (WHO, 2001).

H. Pendidikan Kesehatan

(55)

I. Dukungan Legislatif

Dukungan legislatif sangat penting bagi keberhasilan pelaksanaan program pengendalian penyakit dengue. Badan legislatif diharapkan untuk membuat peraturan-peraturan yang mendukung terhadap pengendalian penyakit DBD. Badan legislatif membuat sanksi denda bagi yang melanggar peraturan yang dibuat oleh badan legislatif (WHO, 2001).

2.3.9. Peran Serta Masyarakat

Pengendalian vektor dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat untuk berperan serta meningkatkan dan melindungi kesehatannya melalui peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan serta pengembangan lingkungan sehat (Kemenkes RI, 2010).

(56)

2.4. Partisipasi Masyarakat

2.4.1. Pengertian Partisipasi Masyarakat

Partisipasi adalah keterlibatan semua warga negara dalam pengambilan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui institusi yang mewakili kepentingannya (Tjokroamidjojo, 1999).

Partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan permasalahan–permasalahan masyarakat tersebut (Notoatmodjo, 2007). Partisipasi masyarakat atau peran serta masyarakat adalah rangkaian kegiatan masyarakat yang dilakukan berdasarkan gotong-royong dan swadaya masyarakat dalam rangka menolong mereka sendiri untuk mengenal, memecahkan masalah dan kebutuhan yang dirasakan masyarakat, baik dalam bidang kesehatan maupun dalam bidang lain untuk kesejahteraannya (Syafrudin dkk, 2009).

Partisipasi Masyarakat merupakan sesuatu yang harus ditumbuh kembangkan dalam proses pembangunan, namun didalam prakteknya tidak selalu diupayakan sungguh – sungguh (Slamet, 2003).

Conyers dalam Soetomo (2006), mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat secara sukarela yang didasari oleh determinan dan kesadaran diri masyarakat secara sukarela yang didasari itu sendiri dalam program pembangunan.

(57)

menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.

2.4.2. Metode Partisipasi Masyarakat

Menurut Notoadmojo (2007), metode yang dapat dipakai adalah sebagai berikut:

1. Pendekatan masyarakat, diperlukan untuk memperoleh simpati masyarakat. Pendekatan ini terutama ditujukan kepada pimpinan masyarakat, baik yang formal maupun informal.

2. Pengorganisasian masyarakat, dan pembentukan tim. Anggota tim ini adalah pemuka-pemuka masyarakat RT yang bersangkutan, dan dipimpin oleh ketua RT.

3. Survai diri (Community self survey)

Tiap tim kerja di RT, melakukan survai di masyarakatnya masing-masing dan diolah serta dipresentasikan kepada warganya.

4. Perencanaan Program

Perencanaan dilakukan oleh masyarakat sendiri setelah mendengarkan presentasi survai dari tim kerja, serta telah menentukan bersama tentang prioritas masalah yang akan dipecahkan.

5. Training

(58)

6. Rencana evaluasi

Dalam menyusun rencana evaluasi perlu ditetapkan kriteria-kriteria keberhasilan suatu program, secara sederhana dan mudah dilakukan oleh masyarakat atau kader kesehatan sendiri.

2.4.3. Elemen –elemen Partisipasi Masyarakat

Elemen-elemen partisipasi masyarakat adalah sebagai berikut: 1. Motivasi

Masyarakat yang tidak mempunyai motivasi akan sulit untuk berpartisipasi di segala program. Pendidikan kesehatan sangat diperlukan dalam rangka merangsang tumbuhnya motivasi.

2. Komunikasi

Suatu komunikasi yang baik adalah yang dapat menyampaikan pesan, ide, dan informasi masyarakat. Media masa seperti TV, radio, poster, film, dan sebagainya, sangat efektif untuk menyampaikan pesan yang akhirnya dapat menimbulkan partisipasi.

3. Kooperasi

Kerja sama dengan instansi- instansi di luar kesehatan masyarakat dan instansi kesehatan sendiri adalah mutlak diperlukan. Team work antara mereka ini akan membantu menumbuhkan partisipasi.

4. Mobilisasi

(59)

masalah, menentukan perioritas, perencanaan, program, pelaksanaan sampai dengan monitoring dan program (Notoadmojo, 2007).

2.5. Partisipasi Masyarakat dalam Bidang Kesehatan

Menurut Kemkes RI, (2010) empowerment (pemberdayaan masyarakat) dalam bidang kesehatan dapat dirumuskan sebagai upaya fasilitasi yang bersifat non-instruktif, dimana melalui pengingkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat seperti itu, mereka akan mampu mengidentifikasi, merencanakan dan melakukan pemecahan masalah-masalah kesehatan setempat dengan memanfaatkan potensi setempat, fasilitas dari lintas sektor dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Selanjutnya bahwa tujuan yang akan dicapai dari pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat yang mandiri, lebih berdaya dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya.

Keterlibatan masyarakat dalam program kesehatan, seperti kader kesehatan, arisan membuat jamban, dana sehat, posyandu, polindes, pos kesehatan desa, dan sebagainya adalah merupakan perwujudan partisipasi masyarakat di bidang kesehatan. Partisipasi masyarakat adalah merupakan hak dan kewajiban bagi setiap individu, kelompok, atau komunitas/masyarakat dalam mewujudkan kesehatannya. Oleh sebab itu, dalam kegiatan promosi kesehatan selalu melibatkan masyarakat, dan masyarakat bukan semata–mata sebagai objek (sasaran), tetapi sebagai subjek dan juga sebagai pelaku promosi kesehatan (Novitsa dan Franciska, 2011).

(60)

mereka secara mandiri. Masyarakat diharapkan mampu mengantisipasi untuk upaya-upaya yang bersifat pencegahan, seperti : kejadian banjir, Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare, penyakit mata, penyakit kulit dan lain lain (Keperawatan Komunitas, 2008).

Gambar

Gambar 2.1 Diagram Skematik Patogenesis Penyakit ( Teori Simpul)
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1. Perhitungan Jumlah Sampel Penelitian Kepala Keluarga                     di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012
Tabel 3.2.  Aspek Pengukuran Variabel Bebas
+7

Referensi

Dokumen terkait