ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERTUMBUHAN INDUSTRI KECIL DI KOTA MEDAN
TESIS
Oleh
ABDILLAH HARJA PURBA
067018043/EP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
S
E K
O L A
H
P A
S C
A S A R JA N
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERTUMBUHAN INDUSTRI KECIL DI KOTA MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
ABDILLAH HARJA PURBA
067018043/EP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN INDUSTRI KECIL DI KOTA MEDAN
Nama Mahasiswa : Abdillah Harja Purba
Nomor Pokok : 067018043
Program Studi : Ekonomi Pembangunan
Menyetujui
Komisi Pembimbing
(Irsyad Lubis, SE., M.Soc.Sc., Ph.D) Ketua
(Kasyful Mahalli, SE., M.Si) Anggota
Ketua Program Studi
(Dr. Murni Daulay, M.Si)
Direktur
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)
Telah diuji pada
Tanggal: 5 Oktober 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Irsyad Lubis, SE., M.Soc.Sc., Ph.D
Anggota : 1. Kasyful Mahalli, SE., M.Si
2. Dr. Murni Daulay, M.Si
3. Dr. Rahmanta, M.Si
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan industri kecil di Kota Medan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan industri kecil di kota Medan tersebut adalah Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), jumlah angkatan kerja, tingkat upah minimum dan jumlah kredit yang diberikan.
Penelitian ini mengunakan data time series selama periode 1983-2008, yang merupakan data sekunder dari Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara, dan dianalisis dengan menggunakan metode ordinary least squares (OLS). Penelitian ini menggunakan model persamaan regresi berganda.
Penelitian ini menemukan bahwa terdapat 3 variabel dari 4 variabel yang mempengaruhi secara signifikan terhadap perkembangan pertumbuhan industri kecil di Kota Medan, ketiga variabel tersebut yaitu kredit UKM, kemudian pengangguran dan upah. Sedangkan variabel PMDN tidak signifikan mempengaruhi perkembangan pertumbuhan industri kecil di Kota Medan.
ABSTRACT
This study is to analyze the Factors influencing the Growth of Small Industries in Medan City. Factors influencing the growth of small industries in the city of Medan are Domestic Investment (PMDN), the amount of labor force, the minimum wage level and the amount of loans disbursed.
This research using time series data during the period 1983-2008, which is a secondary data from the Central Statistics Agency of North Sumatera Province, and analyzed by using ordinary least squares (OLS).
The study found that 3 of 4 variables that affect the variables significantly to the development of small industrial growth in the city of Medan, namely loans, and unemployment and wages. While domestic investment variable does not significantly affect the development of small industrial growth in the city of Medan.
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan hikmat dan
hidayah kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
“Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Industri Kecil di Kota
Medan” sebagai tugas akhir pada Program Magister Ekonomi Pembangunan, Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan,
dukungan, dan bantuan selama proses penyelesaian tesis ini. Secara khusus, penulis
haturkan terima kasih kepada:
1. Bapak Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D sebagai Pembimbing I dan Bapak
Kasyful Mahalli, SE, M.Si sebagai Pembimbing II, yang banyak memberikan
arahan, bimbingan dan dorongan pemikiran hingga tesis ini dapat selesai.
2. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si, selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang dengan arif dan bijaksana
dapat mengarahkan kami sehingga mampu menyelesaikan pendidikan pada
Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara, beserta seluruh staf pengajar dan pegawai, khususnya
Sumatera Utara, yang telah memberikan pengajaran dan bimbingan selama proses
perkuliahan hingga penulis mampu menyelesaikan studi ini.
4. Rekan-rekan mahasiswa Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Angkatan 12 yang telah sama-sama
berjuang dengan penulis, dalam menyelesaikan studi dan telah memberikan
banyak bantuan dan dukungan yang luar biasa.
5. Kedua orang tuaku, Istriku dan anakku, serta seluruh keluarga besarku, yang
selama ini turut memberikan dorongan moril dan materil hingga penulis mampu
menyelesaikan tesis ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar nantinya dapat
menjadi lebih baik dan sempurna. Akhirnya penulis memohon agar Allah SWT
memberikan limpahan rahmat dan hidayahNya kepada penulis dan semua pihak yang
telah memberikan bantuannya selama ini.
Medan, Juli 2010 Penulis,
RIWAYAT HIDUP
Nama : Abdillah Harja Purba
Tempat/Tgl Lahir : Rantau Prapat/14 Juli 1983
Pekerjaan : PNS – Lurah Sidorame Barat II Kec. Medan Perjuangan
Agama : Islam
Nama Isteri : Ayu Oktavianty Nasution
Nama Anak : Arkan Vidi Banu Purba
Nama Orang Tua
Ayah : Alm. Jamarekes Purba
Ibu : Hj. Harmaini Lubis
Nama Mertua
Ayah : Azmar El Muhammadyn Nasution
Ibu : Aslina Siregar
Pendidikan
a. SD Negeri 060834 Medan, lulus tahun 1995.
b. SMP Negeri 1 Medan, lulus tahun 1998.
c. SMU Negeri 1 Medan, lulus tahun 2001.
d. STPDN Jatinangor, lulus tahun 2005.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 7
1.3. Tujuan Penelitian ... 7
1.4. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1. Sektor Industri ... 9
2.2. Klasifikasi Industri Menurut ISIC ... 12
2.3. Karakteristik Usaha Kecil ... 15
2.4. Konsep Investasi ... 17
2.5. Konsep Angkatan Kerja dan Pengangguran ... 21
2.6. Konsep Kredit ... 33
2.7. Teori Upah dan Pengupahan ... 36
2.8. Fungsi Produksi ... 39
2.9. Penelitian Sebelumnya ... 47
2.11. Hipotesis Penelitian ... 51
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 52
3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 52
3.2. Jenis dan Sumber Data ... 52
3.3. Model Analisis ... 52
3.4. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 54
3.6. Definisi Variabel Operasional ... 55
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57
4.1. Deskripsi Kota Medan ... 57
4.2. Perkembangan PDRB Kota Medan ... 61
4.3. Investasi PMDN Kota Medan ... 65
4.4. Pengangguran Kota Medan ... 67
4.5. Upah Minimum Kota Medan ... 69
4.6. Jumlah Kredit UKM Kota Medan ... 71
4.7. Jumlah Industri Kecil dan Menengah Kota Medan ... 74
4.8. Pembahasan ... 76
4.8.1. Hasil Estimasi dengan Menggunakan Metode OLS ... 76
4.8.2. Kredit UKM ... 77
4.8.3. PMDN ... 78
4.8.3. Pengangguran ... 79
4.8.3. Upah Minimum ... 79
4.9. Uji Asumsi Klasik ... 80
4.9.1. Linieritas... 80
4.9.2. Uji Multikolinearitas ... 80
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 83
5.1.Kesimpulan... 83
5.2.Saran-saran... .... 84
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1. Jumlah Industri Kecil di Kota Medan ... 5
4.1. Luas Wilayah Kota Medan Menurut Kecamatan Tahun 2007 ... 59
4.2. Laju Pertumbuhan Sektor-sektor Ekonomi Kota Medan pada
Tahun 2008 ... 62
4.3. PDRB Kota Medan ADH Konstan Berdasarkan Sub Sektor
Ekonomi Tahun 2004-2008 (Milyar Rupiah) ... 63
4.4. Perkembangan Investasi PMDN Tahun 1983 s/d 2008 (Dalam Jutaan Rupiah) ... 65
4.5. Perkembangan Pengangguran Kota Medan Tahun 1983 s/d 2008 68
4.6. Perkembangan Upah Minimum Kota Medan Tahun 1983 s/d 2008 ... 70
4.7. Perkembangan Kredit UKM Kota Medan Tahun 1983 s/d 2008 .. 72
4.8. Perkembangan UKM Kota Medan Tahun 1983 s/d 2008 ... 74
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Kurva Hukum Kenaikan Hasil yang Semakin Berkurang ... 46
2.2. Kerangka Pemikiran ... 50
4.1. Perkembangan Investasi PMDN (Dalam Jutaan Rupiah) ... 66
4.2. Jumlah Pengangguran Kota Medan Tahun 1983 s/d 2008... 69
4.3. Upah Minimum Kota Medan ... 71
4.4. Perkembangan Jumlah Kredit UKM Kota Medan (Dalam Jutaan Rupiah) ... 73
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Tabulasi Data ... 87
2. Hasil Regresi Model Log-log ... 88
3. Normalitas Data ... 89
4. Autokorelasi ... 90
5. Heterokedastisitas ... 91
6. Stabilitas Ramsey Test ... 92
7. Multikolinearitas ... 93
8. Multikolinearitas ... 94
9. Multikolinearitas ... 95
10. Multikolinearitas ... 96
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan industri kecil di Kota Medan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan industri kecil di kota Medan tersebut adalah Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), jumlah angkatan kerja, tingkat upah minimum dan jumlah kredit yang diberikan.
Penelitian ini mengunakan data time series selama periode 1983-2008, yang merupakan data sekunder dari Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara, dan dianalisis dengan menggunakan metode ordinary least squares (OLS). Penelitian ini menggunakan model persamaan regresi berganda.
Penelitian ini menemukan bahwa terdapat 3 variabel dari 4 variabel yang mempengaruhi secara signifikan terhadap perkembangan pertumbuhan industri kecil di Kota Medan, ketiga variabel tersebut yaitu kredit UKM, kemudian pengangguran dan upah. Sedangkan variabel PMDN tidak signifikan mempengaruhi perkembangan pertumbuhan industri kecil di Kota Medan.
ABSTRACT
This study is to analyze the Factors influencing the Growth of Small Industries in Medan City. Factors influencing the growth of small industries in the city of Medan are Domestic Investment (PMDN), the amount of labor force, the minimum wage level and the amount of loans disbursed.
This research using time series data during the period 1983-2008, which is a secondary data from the Central Statistics Agency of North Sumatera Province, and analyzed by using ordinary least squares (OLS).
The study found that 3 of 4 variables that affect the variables significantly to the development of small industrial growth in the city of Medan, namely loans, and unemployment and wages. While domestic investment variable does not significantly affect the development of small industrial growth in the city of Medan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada tahun 1920-an industri modern di Indonesia hampir semuanya dimiliki
oleh orang asing meskipun jumlahnya relatif sedikit. Industri kecil yang ada pada
masa itu hanya berupa industri rumah tangga seperti penggilingan padi, tekstil dan
sebagainya yang tidak terkoordinasi. Angkatan kerja terpusat di sektor pertanian dan
perkebunan untuk memenuhi kebutuhan ekspor kolonial. Perusahaan besar yang
modern hanya dua unit itu pun milik asing yaitu: pabrik rokok milik British American
Tobacco dan perakitan kendaraan bermotor General Car Assembly. Depresiasi yang
melanda sekitar tahun 1930-an telah meruntuhkan perekonomian. Penerimaan ekspor
turun sehingga mengakibatkan pengangguran. Situasi tersebut memaksa pemerintah
kolonial mengubah sistem dan pola kebijaksanaan ekonomi yang sebelumnya menitik
beratkan pada sektor perkebunan beralih ke sektor industri dengan memberikan
kemudahan dalam pemberian izin dan fasilitas bagi pendirian industri baru. Sejarah
ini kemudian menjadi cikal-bakal berkembangnya sektor industri di Indonesia hingga
kini (Dumairy, 1997).
Proses industrialisasi di Indonesia sejak tahun 1985 terkesan cepat akan tetapi
pada tahun 1993 laju pertumbuhan output di sektor industri manufaktur mulai turun
sebelum krisis ekonomi. Selanjutnya, pada masa krisis ekonomi yang melanda
pertumbuhan yang negatif sekitar 12 persen (Dumairy, 1997). Hal ini disebabkan oleh
tingkat ketergantungan yang sangat tinggi terhadap impor barang modal, bahan baku,
dan jasa utang luar negeri. Sementara itu nilai tukar rupiah mengalami depresiasi
yang besar terhadap dolar AS dan banyak perusahaan manufaktur di dalam negeri
terpaksa harus mengurangi volume produksinya. Masalah ini terutama dialami oleh
industri menengah dan besar, sebaliknya industri kecil ternyata lebih mampu untuk
bertahan dan terus eksis di tengah berbagai masalah yang timbul. Kondisi ini telah
menarik perhatian berbagai pihak untuk lebih memperhatikan keberadaan dan
perkembangan industri kecil. Sektor industri kecil pada saat ini sangat memegang
peranan yang sangat penting dan strategis. Ini berarti pembangunan sektor industri
kecil perlu lebih dikembangkan lagi agar sektor industri kecil menjadi lebih efisien
dan peranannya dalam perekonomian daerah semakin meningkat baik dari segi nilai
maupun kontribusinya dalam penyediaan lapangan kerja.
Sektor industri kecil perlu mendapat prioritas utama dan harus mampu
membawa perubahan fundamental dalam struktur perekonomian di Indonesia
sehingga produksi nasional dapat meningkat. Di samping itu, pembangunan sektor
industri kecil harus dapat mendorong terwujudnya struktur ekonomi yang seimbang
dan kokoh antar sektor industri maju dan sektor pertanian yang tangguh. Proses
industrialisasi harus mampu mendorong berkembangnya industri kecil sebagai
penggerak utama terhadap peningkatan laju pertumbuhan ekonomi dan perluasan
Dalam usaha pengembangan sektor industri kecil, diperlukan adanya berbagai
fasilitas seperti modal dan juga fasilitas kredit yang lancar demi berlangsungnya
pembangunan ekonomi. Pelaksanaan pembangunan tersebut perlu diusahakan agar
tercipta keterkaitan yang semakin erat antara sektor industri dan sektor-sektor
pembangunan lainnya. Pembangunan sektor yang berkaitan tersebut harus
dikembangkan dengan dasar saling menguntungkan dan menunjang antara industri
besar/menengah dan industri kecil serta antara industri hilir dan industri hulu. Untuk
memajukan proses pembangunan di sebuah negara dapat dilakukan dengan cara
menempuh strategi industrialisasi.
Industrialisasi dianggap sebagai satu-satunya strategi agar kemakmuran suatu
negara dapat terwujud. Dengan kata lain proses pembangunan dan strategi
industrialisasi sangat mendukung peningkatan kapasitas produksi sehingga akan
memenuhi permintaan masyarakat. Dengan industrialisasi yang meningkat maka akan
mendorong permintaan terhadap angkatan kerja dan bahan baku sehingga akan
mendorong naiknya kesejahteraan masyarakat. Naiknya kesejahteraan masyarakat
juga didukung dengan pengembangan usaha kecil yang terus tumbuh akibat naiknya
industrialisasi.
Irfan (2000) mengatakan usaha kecil dalam perekonomian suatu negara,
memiliki peran yang penting. Bukan saja di Indonesia, tetapi kenyataan menunjukkan
bahwa posisi usaha kecil mempunyai peranan strategis di negara-negara lain. Indikasi
PDRB, ekspor non migas, penyerapan angkatan kerja dan peningkatan kualitas
sumberdaya manusia yang cukup besar.
Anoraga dan Sudantoko (2002) mengatakan tidak dapat disangkal bahwa
pengusaha kecil yang merupakan bagian terbesar dari pelaku bisnis di Indonesia
mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan struktur
perekonomian nasional. Oleh karena itu berbagai upaya pemberdayaan perlu terus
dilakukan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Tambunan (2002) dari sisi tenaga
kerja industri kecil adalah kelompok industri pengolahan yang mempunyai tenaga
kerja 5 sampai 19 orang. Sedangkan yang dimaksudkan dengan industri kerajinan
rumah tangga ialah kelompok industri pengolahan yang mempunyai tenaga kerja 1
sampai 4 orang.
Pentingnya peran industri kecil ini membuat pemerintah memberikan
perhatian yang serius dan sungguh-sungguh dalam penanganannya. Demikian juga
dengan Pemerintah Kota Medan yang terus memberikan perhatian dan menetapkan
berbagai kebijakan untuk mendorong pertumbuhan industri kecil di Medan.
Berdasarkan data yang diperoleh, tahun 1980-1990 jumlah perusahaan kecil
di Medan tercatat 1.825 unit. Tahun 1991 jumlah industri kecil di Medan relatif kecil
yaitu 127 unit karena industri kecil mengalami keterpurukan antara lain diakibatkan
kenaikan harga bahan baku. Seiring dengan berkembangnya ekonomi, jumlah industri
kecil terus meningkat sehingga pada tahun 1996 industri kecil di Medan tercatat 309
krisis moneter. Lebih lengkap perkembangan data industri kecil di Kota Medan dapat
ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 1.1. Jumlah Industri Kecil di Kota Medan
No Tahun Jumlah Perusahaan Industri Kecil
1 1980-1990 1.825
Sumber: Kantor Statistik Kota Medan 2007
Produk industri lokal selalu memiliki dasar tukar (term of trade) yang tinggi
atau lebih menguntungkan serta menciptakan nilai tambah yang lebih besar
dibandingkan dengan produk-produk sektor lain. Hal ini disebabkan karena sektor
industri kecil memiliki variasi produk yang sangat beragam dan mampu memberikan
penyalur; pedagang dan investor) lebih suka berkecimpung dalam bidang industri
karena sektor ini memberikan margin keuntungan yang lebih menarik. Selain itu
industri kecil lebih diminati sebagai lahan usaha karena tidak tergantung pada musim
dan mudah dikendalikan oleh manusia. Faktor-faktor tersebut menyebabkan banyak
negara berkembang mengembangkan sektor industri kecil untuk memacu
pertumbuhan ekonominya.
Pembangunan industri kecil termasuk industri kerajinan dan rumah tangga,
yang formal dan tradisional diarahkan untuk memperluas lapangan pekerjaan untuk
mengurangi pengangguran. Hal seperti ini tidak terkecuali di Kota Medan sehingga
sedikit demi sedikit dapat memberi kesempatan berusaha, meningkatkan ekspor,
menumbuhkan kemampuan akan pendapatan pengusaha kecil dan kemandirian. Dari
berbagai manfaat dan luasnya kontribusi yang dapat diperoleh dari pengembangan
dan pembangunan sektor industri kecil ini maka penulis tertarik untuk meneliti dan
menganalisis “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Industri Kecil di Kota
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang di atas maka
penulis merumuskan permasalahan penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh PMDN terhadap pertumbuhan industri kecil di Kota
Medan?
2. Bagaimana pengaruh jumlah pengangguran terhadap pertumbuhan industri
kecil di Kota Medan?
3. Bagaimana pengaruh tingkat upah minimum terhadap pertumbuhan industri
kecil di Kota Medan?
4. Bagaimana pengaruh jumlah Kredit Usaha Mikro Kecil (KUMK) yang
disalurkan terhadap pertumbuhan industri kecil di Kota Medan?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis pengaruh PMDN terhadap pertumbuhan industri kecil
di Kota Medan.
2. Untuk menganalisis pengaruh pengangguran terhadap pertumbuhan industri
kecil di Kota Medan.
3. Untuk menganalisis pengaruh tingkat upah minimum terhadap pertumbuhan
industri kecil di Kota Medan.
4. Untuk menganalisis pengaruh jumlah kredit yang tersalurkan terhadap
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian adalah
1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah Kota Medan dalam menyusun strategi
pembangunan kota, khususnya pembangunan sektor industri kecil di Kota
Medan.
2. Sebagai masukan bagi pelaku bisnis sektor industri kecil di Indonesia.
3. Sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya terutama yang berminat
untuk meneliti mengenai sektor industri kecil di Kota Medan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sektor Industri
Menurut BPS, pada umumnya perkembangan sektor industri kecil yang terjadi
di Kota Medan biasanya didahului oleh industri kerajinan tangan berkembang
menjadi industri kecil dan pada akhirnya menjadi industri sedang dan industri besar.
Perkembangan industri itu sendiri menurut jenisnya secara umum merupakan
pengembangan dari sektor pertanian yang telah ada seperti industri minyak sawit
yang merupakan dampak dari pengembangan sektor perkebunan sawit.
Menurut Kartasapoetra (2000), Pengertian industri adalah kegiatan ekonomi
yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan atau barang jadi
menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi lagi penggunaannya, termasuk kegiatan
rancang bangun industri dan perekayasaan industri.
Menurut Hasibuan (2000) pengertian industri sangat luas, dapat dalam
lingkup makro maupun mikro. Secara Mikro Industri adalah kumpulan dari
perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang yang homogen, atau
barang-barang yang mempunyai sifat yang saling mengganti sangat erat. Dari segi
pembentukan pendapatan yakni cenderung bersifat makro. Industri adalah kegiatan
ekonomi yang menciptakan nilai tambah. Jadi batasan industri yaitu secara mikro
dapat membentuk pendapatan.
Menurut Badan Perencanaan Permbangunan Sumatera Utara (2008) Industri
adalah suatu aktivitas untuk mengubah bahan baku menjadi barang setengah jadi dan
atau barang jadi dengan tujuan untuk dijual.
Dengan demikian pengertian industri meliputi:
a. Semua aktivitas untuk mengubah wujud semula menjadi wujud yang lebih
tinggi nilainya.
b. Diperjual belikan, berarti bertujuan untuk memperoleh laba.
Rancang bangun industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan
kegiatan perencanaan pendirian industri atau pabrik-pabrik secara keseluruhan atau
bagian-bagiannya. Sedangkan Perekayasaan industri adalah kegiatan industri yang
berhubungan dengan perencanaan dan pembuatan mesin atau peralatan pabrik atau
peralatan industri lainnya.
Berdasarkan pengertian di atas jelaslah bahwa suatu perusahaan industri akan
menghasilkan produk-produk tertentu yang memiliki ciri khas perusahaan, demi
untuk pertumbuhan dan perkembangan perusahaan tersebut. Untuk perlindungan
terhadap hak-hak perusahaan yang bersangkutan, maka produk yang dihasilkan dari
industri mendapat perlindungan hukum. Dengan demikian dalam usaha mendirikan
perusahaan industri tidak terlepas dari pengawasan pemerintah.
Pembangunan industri adalah bagian dari program pembangunan jangka
bahan mentah dan hasil pertanian, kearah struktur ekonomi yang lebih seimbang dan
lebih serasi. Artinya perusahaan industri tidak dapat berkembang sendiri tanpa adanya
persaingan dari perusahaan lainnya. Misalnya suatu perusahaan industri pengolahan
ikan tidak akan berkembang kalau usaha ekstratif perikanan itu menurun. Demikian
juga dengan perusahaan industri pengalengan ikan, di mana jika perusahaan ekstratif
perikanan meningkat maka usaha pengalengan ikan juga akan meningkat. Namun
sebaliknya apabila perusahaan perdagangan yang dapat memasarkan produknya tidak
berkembang, maka pertumbuhan industri pengolahan ikan tersebut tidak akan
berkembang.
Menurut Martin dalam Kartasapoetra (2000) Industri merupakan kumpulan
dari berbagai perusahaan (firm) yang memproduksi:
a. Bahan mentah yang sama.
b. Proses produksi yang sama.
c. Hasil yang sama.
Menurut Badan Pusat Statistik (2008) industri mempunyai dua pengertian:
a. Pengertian secara luas, industri mencakup semua usaha dan kegiatan
di bidang ekonomi bersifat produktif.
b. Dalam pengertian secara sempit, industri hanyalah mencakup industri
pengolahan yaitu suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan
mengubah suatu barang dasar mekanis, kimia, atau dengan tangan
barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih nilainya dan
sifatnya lebih kepada pemakaian akhir.
2.2. Klasifikasi Industri Menurut ISIC
Industri dapat digolongkan berdasarkan beberapa kelompok komoditas,
berdasarkan skala usaha dan berdasarkan hubungan antara produknya. Penggolongan
yang paling universal ialah berdasarkan International Standard of Industrial
Classification (ISIC). Penggolongan menurut ISIC ini didasarkan atas pendekatan
kelompok komoditas, yang secara garis besar dibedakan kepada sembilan golongan
sebagaimana tercantum di bawah ini (Dumairy, 1996).
ISIC 31 : Industri makanan, minuman dan tembakau. ISIC 32 : Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit.
ISIC 33 : Industri kayu dan barang dari kayu, termasuk perabot rumah tangga.
ISIC 34 : Industri kertas dan barang dari kertas, percetakan dan penerbitan.
ISIC 35 : Industri kimia dan barang dari kimia, minyak bumi, batu bara, karet dan
plastik.
ISIC 36 : Industri barang galian bukan logam, kecuali minyak bumi dan batu bara.
ISIC 37 : Industri logam dasar.
ISIC 38 : Industri barang dari logam, mesin dan peralatannya.
ISIC 39 : Industri pengolahan lainnya.
Departemen Perindustrian dan Perdagangan dalam menilai keberhasilan
industri kecil menggunakan kriteria jumlah angkatan kerja, produksi dan jumlah
karya, sehingga dengan adanya pertambahan angkatan kerja dan jumlah produksi atau
penjualan berarti industri kecil tersebut mampu bertahan pada lingkungan.
Menurut Kartasapoetra (2000) industri dapat diklasifikasikan dalam tipe
tertentu berdasarkan:
a. Lokasi.
b. Fungsi atau aktivitas di dalamnya.
c. Motivasi pendirinya.
d. Lembaga sponsor yang mempunyai inisiatif mendirikan industri.
Ad.a. Berdasarkan lokasi
Menurut lokasinya, industri sering diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Industri perkotaan, yang merupakan industri yang terletak dalam jarak yang
dekat dengan daerah metropolitan atau kota yang besar. Adanya kepadatan
penduduk yang cukup tinggi di kota metropolitan atau kota besar dapat
dimanfaatkan sebagai sumber tenaga kerja bagi industri tersebut.
b. Industri semi perkotaan, yang merupakan kawasan industri yang terletak
di ibukota kabupaten (diantaranya daerah perkotaan dan kecamatan).
c. Industri pedesaan. Merupakan kawasan industri yang terletak di ibukota
Ad.b. Berdasarkan Fungsi Industri
Motivasi pendirian suatu industri mempunyai hubungan yang erat dengan
tujuan yang ingin dicapai. Menurut motivasinya, industri dapat dikelompokkan
menjadi:
a. Pengembangan, yaitu apabila industri itu dimaksudkan untuk meningkatkan
atau mendorong perkembangan kegiatan industri daerah di mana industri itu
berada.
b. Promosi, yaitu apabila industri itu dimaksudkan untuk mendorong masuknya
industri-industri baru.
c. Penyebaran, yaitu apabila industri itu dimaksudkan untuk menampung
perusahaan-perusahaan yang memerlukan tempat bagi usahanya.
Ad.c. Berdasarkan Lembaga Sponsor
Lembaga yang mempunyai inisiatif mendirikan industri dan menyediakan
semua atau sebagian yang diperlukan disebut sponsor. Dalam hal ini ada tiga macam:
a. Pihak pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
b. Swasta, baik perorangan maupun kelompok.
c. Patungan, baik koperasi, PT maupun asosiasi industri dengan bantuan
Menurut Badan Pusat Statistik (2007) industri diklasifikasikan sebagai
berikut:
1.Industri kerajinan rumah tangga yang mempunyai 1-4 karyawan.
2.Industri kecil rumah tangga yang mempunyai 5-19 karyawan.
3.Industri sedang rumah tangga yang mempunyai 20-99 karyawan.
4.Industri besar rumah tangga yang mempunyai 100 karyawan lebih.
2.3. Karakteristik Usaha Kecil
Menurut Smeru (2003), terdapat beberapa pengertian usaha kecil yang
diberikan oleh beberapa lembaga, antara lain:
a. BPS. Industri kerajinan rumah tangga yaitu perusahaan/usaha industri
pengolahan yang mempunyai pekerja 1-4 orang, sedangkan industri kecil
mempekerjakan 5-19 orang.
b. Departemen Perindustrian dan Perdagangan: Industri-Dagang Mikro adalah
industri-perdagangan yang mempunyai tenaga kerja 1-4 orang.
c. Departemen Keuangan: Usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga
atau perorangan WNI yang memiliki hasil penjualan paling banyak
Rp. 100.000.000 per tahun, sedangkan usaha kecil memiliki hasil penjualan
paling banyak Rp. 1 milyar per tahun.
d. Kantor Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah: Usaha
maupun berbadan hukum yang memiliki kekayaan bersih (tidak termasuk
tanah dan bangunan) sebanyak-banyaknya Rp. 200 juta dan atau mempunyai
omzet/nilai output atau hasil penjualan rata-rata per tahun
sebanyak-banyaknya Rp. 1 milyar dan usaha tersebut berdiri sendiri.
e. Komite Penanggulangan Kemiskinan Nasional. Pengusaha mikro adalah
pemilik atau pelaku kegiatan usaha skala mikro di semua sektor ekonomi
dengan kekayaaan di luar tanah dan bangunan maksimum Rp. 25 juta.
f. ADB: Usaha mikro adalah usaha-usaha non-pertanian yang mempekerjakan
kurang dari 10 orang termasuk pemilik usaha dan anggota keluarga. SK
Menteri Keuangan RI No. 40/KMK.06/2003. 12 ADB Report, Lembaga
penelitian SMERU, Desember 2003.
g. USAID: Usaha mikro adalah kegiatan bisnis yang mempekerjakan maksimal
10 orang pegawai termasuk anggota keluarga yang tidak dibayar. Kadangkala
hanya melibatkan 1 orang, yaitu pemilik yang sekaligus menjadi pekerja.
Kepemilikan aset dan pendapatannya terbatas.
h. Bank Dunia: Usaha mikro merupakan usaha gabungan (partnership) atau
usaha keluarga dengan tenaga kerja kurang dari 10 orang, termasuk
di dalamnya usaha yang hanya dikerjakan oleh satu orang yang sekaligus
bertindak sebagai pemilik (self-employed). Usaha mikro sering merupakan
usaha tingkat survival (usaha untuk mempertahankan hidup – survival level
activities), yang kebutuhan keuangannya dipenuhi oleh tabungan dan
i. ILO: Usaha mikro di negara berkembang mempunyai karakteristik, antara lain
usaha dengan maksimal 10 orang pekerja, berskala kecil, menggunakan
teknologi sederhana, asset minim, kemampuan manajerial rendah, dan tidak
membayar pajak.
j. Farbman dan Lessik (1989): Usaha mikro mempunyai karakteristik, antara
lain mempekerjakan paling banyak 10 orang pekerja, merupakan usaha
keluarga dan menggunakan tenaga kerja keluarga, lokasi kerja biasanya
di rumah, menggunakan teknologi tradisional, dan berorientasi pasar lokal.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat dibatasi pengertian usaha kecil
mikro yaitu: Usaha non pertanian (termasuk peternakan dan perikanan) yang
mempekerjakan paling banyak 10 pekerja, termasuk pemilik usaha dan anggota
keluarga, memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 100 juta per tahun, dan
mempunyai aset di luar tanah dan bangunan paling banyak Rp. 25 juta. Berdasarkan
penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha kecil memiliki cakupan yang
tidak besar, baik untuk jumlah pekerja, jenis usaha, jumlah penjualan dan
kepemilikan atas kekayaan yang terbatas.
2.4. Konsep Investasi
Pengertian investasi adalah pengeluaran-pengeluaran yang ditujukan untuk
meningkatkan atau mempertahankan persediaan barang modal (capital stock) terdiri
dari pabrik, mesin kantor, dan produk-produk tahan lama lainnya (Dornbusch dan
produsen (swasta untuk pembelian barang-barang atau jasa untuk menambah stok barang
dan perluasan perusahaan. Sedangkan Soediyono (2001) berpendapat bahwa investasi
adalah investasi menurut ekonomi makro biasa diartikan pengeluaran masyarakat untuk
memperoleh alat-alat kapital baru.
Menurut Tambunan (2001), di dalam neraca nasional atau struktur PDB
menurut penggunaannya, investasi didefinisikan sebagai pembentukan modal/kapital
tetap domestik (domestic fixed capital formation). Investasi dapat dibedakan antara
investasi bruto (pembentukan modal tetap domestik bruto) dan investasi netto
(pembentukan modal tetap domestik netto).
Menurut definisi dari Badan Pusat Statistik (BPS, 2007), pembentukan modal
tetap adalah pengeluaran untuk pengadaan, pembuatan, atau pembelian
barang-barang modal baru (bukan barang-barang-barang-barang konsumsi) baik dari dalam negeri maupun
import, termasuk barang modal bekas dari luar negeri. Nopirin (2000) “Investasi
merupakan salah satu komponen yang penting dalam PDB”. Selanjutnya Nopirin
(2000), Faktor yang mempengaruhi investasi diantaranya adalah tingkat bunga,
penyusutan, kebijaksanaan pemerintah, perkiraan tentang penjualan dan
kebijaksanaan ekonomi. Tingkat kegiatan perekonomian ditentukan oleh besaran-
besarannya pengeluaran agregat yang wujud dalam perekonomian. Dalam
perekonomian pengeluaran agregat itu sendiri dari empat jenis pengeluaran yaitu:
pengeluaran konsumsi rumah tangga investasi oleh perusahaan perusahaan,
Dari kenyataan itu dapatlah disimpulkan bahwa naik turunnya tingkat
kegiatan ekonomi adalah ditimbulkan oleh perusahaan-perusahaan dari
masing-masing atau gabungan faktor-faktor tersebut. Pada setiap momen, persediaan modal
adalah determinan output perekonomian yang penting, karena persediaan modal bisa
berubah sepanjang waktu, dan perubahan itu bisa mengarah ke pertumbuhan
ekonomi. Biasanya, terdapat dua kekuatan yang mempengaruhi persediaan modal:
investasi dan depresiasi. Investasi mengacu pada pengeluaran untuk perluasan usaha
dan peralatan baru, dan hal itu menyebabkan persediaan modal bertambah. Depresiasi
mengacu pada penggunaan modal, dan hal itu menyebabkan persediaan modal
berkurang (Mankiw, 2003).
Pabrik-pabrik, mesin-mesin, peralatan, dan barang-barang baru akan
meningkatkan stok modal (capital stock) fisikal suatu negara (yaitu jumlah nilai riil
bersih dari semua barang-barang modal produktif secara fiskal) sehingga pada
gilirannya akan memungkinkan negara tersebut untuk mencapai tingkat output yang
lebih besar. Investasi jenis ini sering diklasifikasikan sebagai investasi di sektor
produktif (directly productive aktivities). Investasi-investasi lainnya yang dikenal
dengan sebutan infrastruktur sosial dan ekonomi (social overhead capital) yaitu jalan
raya, listrik, air, sanitasi, dan komunikasi akan mempermudah dan mengintegrasikan
kegiatan-kegiatan ekonomi (Arsyad, 1999).
Pembangunan fasilitas-fasilitas irigasi akan dapat memperbaiki kualitas lahan
pertanian melalui peningkatan produktivitas per hektar. Jika 100 hektar lahan
(dengan catatan penggunaan input-input lainnya sama), maka fasilitas irigasi itu
nilainya sama dengan dua kali luas lahan tanpa irigasi. Penggunaan pupuk-pupuk
kimia dan pembasmian hama penyakit dengan pestisida juga akan bermanfaat untuk
meningkatkan produktivitas lahan. Semua bentuk investasi ini merupakan cara-cara
untuk memperbaiki kualitas sumberdaya tanah yang ada.
Sama halnya dengan investasi tak langsung di atas, investasi insani (human
invesment) juga dapat memperbaiki kualitas sumberdaya manusia dan juga akan
mempunyai pengaruh yang sama atau bahkan lebih besar terhadap produksi.
Sekolah-sekolah formal, Sekolah-sekolah-Sekolah-sekolah kejuruan, dan program-program latihan kerja serta
berbagai pendidikan informal lainnya semuanya diciptakan secara lebih efektif untuk
memperbesar kemampuan manusia dan sumberdaya-sumberdaya lainnya sebagai
hasil dari investasi langsung dalam pembangunan gedung-gedung, peralatan dan
bahan-bahan (buku-buku, proyektor, peralatan penelitian, alat-alat latihan kerja,
mesin-mesin, dan lain-lain). Latihan-latihan tingkat lanjutan yang relevan bagi tenaga
pendidik, demikian pula dengan buku-buku pelajaran ekonomi yang baik, bisa
membuat perubahan yang sangat besar dalam mutu, kepemimpinan, dan produktivitas
tenaga kerja yang ada. Oleh karena itu investasi insani sama dengan memperbaiki
mutu sekaligus meningkatkan produktivitas sumberdaya-sumberdaya tanah melalui
investasi yang strategis tersebut. Investasi baik dari segi modal fisik maupun investasi
insani sangat diperlukan termasuk dalam dunia industri kecil. Perkembangan dan
pertumbuhan industri kecil sangat dipengaruhi oleh kedua jenis investasi ini yang
Pertumbuhan ekonomi sangat tergantung pada tenaga kerja dan jumlah
kapital. Investasi akan menambah jumlah daripada kapital. Tanpa investasi maka
tidak akan ada pabrik/mesin baru, dan dengan demikian tidak ada ekspansi.
Pengertian investasi mencakup investasi barang-barang tetap pada perusahaan
(business fixed invesment), persediaan (inventory) serta perumahan (residential)
(Nopirin, 2000).
Penanaman modal atau investasi akan menumbuhkan industri kecil baru
sehingga makin memberikan peranan dalam pembangunan ekonomi. Perkembangan
hasil investasi mampu menambah pemasukan peralatan modal dan bahan mentah,
sehingga dapat meningkatkan kapasitas produksi dan menambah modal kembali.
Bersamaan itu pengembangan usaha kecil yang didukung dengan investasi, dengan
modal uang dan modal fisik, akan membawa serta keterampilan teknik, tenaga ahli,
pengalaman organisasi, informasi pasar, teknik-teknik produksi maju, pembaharuan
produk sehingga hasilnya akan lebih mengembangkan industri kecil dalam negeri.
Selain itu juga melatih tenaga kerja setempat pada keahlian baru.
2.5. Konsep Angkatan Kerja dan Pengangguran
Telah dijelaskan di atas bahwa tenaga kerja merupakan faktor produksi yang
sangat penting yang secara aktif mengolah sumber lain. Menurut Simanjuntak (2001)
yang dimaksud tenaga kerja adalah: Penduduk yang sedang atau sudah bekerja,
bersekolah dan mengurus rumah tangga. Batas umur tenaga kerja minimum 10 tahun
tanpa batas umur maksimum.
Menurut Dumairy (2000) yang dimaksud tenaga kerja adalah: “Penduduk
yang berumur di dalam batas usia kerja, baik yang sedang bekerja maupun sedang
mencari pekerjaan dengan batas usia minimum 15 tahun keatas tanpa batas umur
maksimum.
Berdasarkan pengertian di atas dapatlah diketahui bahwa tenaga kerja yaitu
meliputi penduduk yang berusia 15 tahun keatas, baik yang sudah bekerja maupun
yang sedang mencari pekerjaan serta yang melakukan kegiatan lain, seperti
bersekolah dan mengurus rumah tangga serta golongan lain yang menerima
pendapatan. Pada kenyataannya batas usia 15 tahun keatas bukanlah merupakan suatu
kriteria tenaga kerja yang tetap. Batas usia tersebut bisa saja berubah sesuai dengan
kondisi yang ada. Tujuan dari pemilihan batas umur tersebut adalah supaya definisi
yang diberikan sedapat mungkin sebagai gambaran keadaan yang sebenarnya.
Menurut Simanjuntak (2001), yang dimaksud dengan tenaga kerja atau man
power adalah “Penduduk yang sudah atau yang sedang bekerja, sedang mencari
pekerjaan dan yang melakukan kegiatan-kegiatan lain seperti bersekolah dan
mengurus rumah tangga. Batas umur tenaga kerja minimum adalah 15 tahun tanpa
batas umur maksimum”.
Dari pengertian Simanjuntak dapatlah kita ketahui bahwa tenaga kerja yaitu
yang sedang mencari pekerjaan serta yang melakukan kegiatan lain seperti sekolah,
mengurus rumah tangga dan golongan-golongan lain yang menerima pendapatan.
Tiap negara memiliki batas umur yang berbeda karena situasi dan kondisi
tenaga kerja di masing-masing negara juga berbeda. Pemilihan batas umur 15 tahun
adalah berdasarkan fakta bahwa dalam umur tersebut sudah banyak penduduk
berumur muda terutama di desa-desa yang sudah bekerja atau mencari pekerjaan.
Berdasarkan perumusan di atas, dapat dilihat bahwa batas umur maksimum
tenaga kerja tidak ada. Alasannya adalah Indonesia belum mempunyai jaminan sosial
nasional. Hanya sebagian penduduk Indonesia yang merasakan atau menerima
tunjangan di hari tua, yaitu pegawai negeri dan hanya sebagian kecil saja pegawai
dari perusahaan swasta. Buat golongan inipun, pendapatan yang mereka terima tidak
mencukupi kebutuhan sehari-hari. Oleh sebab itulah mereka yang sudah mencapai
usia pensiun biasanya tetap masih aktif dalam kegiatan ekonomi tetap digolongkan
sebagai tenaga kerja, itulah mengapa sebabnya di Indonesia tidak menganut batas
umur maksimum.
Di dalam pengertian tenaga kerja itu juga dimaksudkan kelompok yang
sedang mencari pekerjaan, bersekolah dan mengurus rumah tangga. Meskipun
mereka tidak bekerja tetapi secara fisik mereka mampu bekerja dan sewaktu-waktu
dapat ikut bekerja. Inilah alasannya mengapa kelompok ini juga dimaksudkan ke
dalam kelompok tenaga kerja. Dua golongan pertama yaitu penduduk yang sudah
bekerja dan yang sedang mencari pekerjaan disebut angkatan kerja. Sedangkan
dan kelompok lain-lain yang menerima pendapatan disebut bukan angkatan kerja
(Potential Labor Force).
Berdasarkan uraian di atas dapatlah kita simpulkan bahwa tenaga kerja
meliputi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja, atau dapat disimpulkan sebagai
berikut:
Tenaga Kerja = Angkatan Kerja + Bukan Angkatan Kerja
Untuk mengetahui pengertian angkatan kerja, penulis mengemukakan
beberapa pendapat, yaitu menurut Payman Simanjuntak yang dimaksud dengan
angkatan kerja adalah: “Penduduk yang berusia 15 tahun keatas yang mempunyai
pekerjaan tertentu dalam suatu kegiatan ekonomi dan mereka yang tidak bekerja
tetapi sedang mencari pekerjaan” (Simanjuntak, 2001).
Sedangkan menurut Soeroto, angkatan kerja dapat didefinisikan sebagai
berikut: “Sebagian dari jumlah penduduk dalam usia kerja yang mempunyai dan yang
tidak mempunyai pekerjaan yang telah mampu dalam arti sehat fisik dan mental
secara yuridis tidak kehilangan kebebasannya untuk memilih dan melakukan
pekerjaan tanpa ada unsur paksaan” (Soeroto, MA, 2002).
Dari kedua batasan tadi dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa yang
termaksud angkatan kerja adalah penduduk yang berusia 10 tahun keatas baik yang
sedang bekerja maupun yang sedang mencari pekerjaan, walaupun Soeroto tidak
sependapat dengan batasan usia minimum tetapi secara kualitas telah memberikan
Golongan yang bekerja atau pekerja adalah angkatan kerja yang sudah aktif
dalam menghasilkan barang dan jasa. Kelompok ini terdiri dari orang yang bekerja
penuh dan setengah pengangguran. Yang termaksud dalam golongan bekerja penuh
adalah orang yang cukup dimanfaatkan dalam bekerja dari jumlah jam kerja
produktivitas kerja dan penghasilan yang diperoleh.
Sedangkan yang termaksud dalam golongan setengah menganggur adalah
orang yang kurang dimanfaatkan dalam bekerja baik dilihat dari segi jam kerja,
produktivitas kerja maupun dari segi penghasilan.
Golongan setengah pengangguran dapat dikelompokkan atas:
1. Setengah menganggur kentara, yaitu meraka yang bekerja kurang dari 35 jam
seminggu atau rata-rata kurang dari 6 jam per hari.
2. Setengah menganggur tidak kentara atau menganggur terselubung adalah
mereka yang produktivitas kerja dan pendapatannya rendah.
Selanjutnya yang disebut dengan pengangguran adalah angkatan kerja yang
siap untuk bekerja dan sedang berusaha untuk mencari pekerjaan.
Adapun menurut Hidayat yang temasuk pencari kerja adalah:
1. Golongan pencari kerja yang pertama sekali masuk angkatan kerja.
2. Golongan yang melepaskan pekerjaan atas kehendak sendiri untuk mencari
pekerjaan yang lebih sesuai.
3. Golongan yang diberhentikan dari pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan.
4. Golongan yang sedang bekerja tetapi juga berusaha mencari pekerjaan yang
Berdasarkan uraian di atas semakin jelaslah pengertian terhadap makna
pengangguran yaitu kelompok angkatan kerja yang termasuk sebagai pencari kerja
atau berusaha untuk mendapatkan pekerjaan.
Pengangguran dapat dibagi atas beberapa faktor, diantaranya adalah atas
kemauan sendiri, mereka dapat dibedakan antara pengangguran terpaksa dan
pengangguran sukarela.
a. Pengangguran terpaksa adalah mereka yang tidak dapat memperoleh
pekerjaan sekalipun bersedia menerima pekerjaan dengan upah lebih rendah
dari tingkat biasanya yang berlaku.
b. Pengangguran sukarela adalah mereka yang memilih lebih baik menganggur
daripada menerima pekerjaan dengan upah lebih rendah dari tingkat yang
biasanya berlaku.
Di bawah ini akan diuraikan jenis pengangguran atas sebabnya, yaitu:
a. Pengangguran Friksional
Pengangguran friksional disebabkan karena seseorang pencari kerja sulit
untuk mendapatkan pekerjaan. Kesulitan ini terjadi karena kurangnya
informasi pasar kerja sehingga sulit mempertemukan pencari kerja dengan
lowongan yang tersedia. Jadi pengangguran ini terjadi karena pencari kerja
tidak mengetahui di mana adanya lowongan kerja itu, di lain pihak pengusaha
kurang mengetahui di mana tersedianya tenaga kerja yang sesuai. Di samping
adanya keterbatasan persyaratan kerja secara otomatis menerima setiap
menolak lamaran yang masuk. Kecenderungan lain bagi pengusaha untuk
mengisi suatu lowongan tertentu adalah mengambil tenaga-tenaga dari dalam
perusahaan sendiri. Kurangnya mobilitas dari pencari kerja yang baru tamat
studi di kota-kota besar enggan untuk mencari pekerjaan di daerah. Bentuk
lain dari pengangguran friksional adalah voluntarily unemploeed yaitu
walaupun si pencari kerja sudah diterima untuk mengisi lowongan namun si
pencari kerja tidak bersedia menerima dengan maksud untuk mencari atau
menunggu kesempatan atau pekerjaan yang lebih baik.
b. Pengangguran Struktural
Keadaan perekonomian suatu negara yang tidak menentu akan banyak
membawa dampak yang kurang menguntungkan khususnya terhadap
pengangguran. Perubahan dalam struktur atau komposisi perekonomian dapat
menimbulkan pengangguran struktural. Hal ini membawa konsekuensi
terhadap keterampilan tenaga kerja yang dibutuhkan, sementara pihak pencari
kerja belum siap menerima perubahan atau belum mampu menyesuaikan diri
terhadap pekerjaan baru tersebut. Hal ini dapat dilihat dari:
1. Pemakaian alat teknologi baru berupa mesin-mesin pada produksi
pabrik, hal ini akan menyisihkan tenaga kerja yang tadinya dikerjakan
secara manual. Akibatnya tenaga kerja tersebut akan banyak
menganggur.
2. Adanya pergeseran dari ekonomi yang berat agraris menjadi ekonomi
logis bahwa para pekerja yang tadinya ada di sektor pertanian akan
beralih pada sektor industri. Akan tetapi sektor industri tersebut tidak
mudah menerimanya karena di sektor industri harus memiliki
beberapa keterampilan khusus untuk setiap pekerjaan tertentu.
Akibatnya kelebihan yang tidak tertampung di sektor industri akan
menjadi pengangguran.
c. Pengangguran Musiman
Pengangguran musiman disebabkan oleh fluktuasi kegiatan produksi dan
distribusi barang atau jasa yang dipengaruhi oleh musim. Ada pola musiman
yang disebabkan oleh faktor iklim dan ada yang disebabkan oleh kegiatan
masyarakat misalnya musim pengolahan tanam di sektor pertanian biasanya
dikaitkan dengan musim hujan. Pada musim panen banyak petani turun ke
sawah dan di luar musim tersebut petani tidak mempunyai kegiatan ekonomis.
Mereka harus menunggu musim yang baru. Demikian pula di sektor yang
misalnya perusahaan industri sandang, kegiatan akan meningkat dalam
menghadapi hari-hari besar keagamaan dan biasanya kegiatan mengendur
kembali sesudahnya. Dalam keadaan perekonomian yang lesu inilah akan
banyak terdapat pengangguran musiman.
Menurut Edwards dalam buku Todaro (1995) yang dimaksud dengan semi
pengangguran terbuka adalah: “Para pekerja yang jumlah jam kerja lebih sedikit dari
yang mereka inginkan (sebagian besar bekerja harian, mingguan dan musiman).
Golongan setengah menganggur dapat dibedakan menjadi dua, yaitu setengah
menganggur kentara dan setengah menganggur tak kentara atau menganggur
terselubung. Setengah menganggur kentara yaitu mereka yang bekerja kurang dari 35
jam seminggu rata-rata dari 6 jam perhari. Setengah menganggur tidak kentara atau
menganggur terselubung di mana mereka yang produktivitas dan berpenghasilan
rendah. Selanjutnya yang disebut pengangguran terbuka adalah angkatan kerja yang
siap untuk bekerja dan sedang berusaha mencari kerja. Tingkat pengangguran
terbuka dihitung dengan rumus:
Tingkat pengangguran = Jumlah Pengangguran Jumlah Angkatan Kerja
Untuk mengetahui seberapa besar peluang angkatan kerja untuk berpartisipasi
dan masuk dalam pasar kerja dapat terlihat dari tingkat partisipasi angkatan kerja
dengan rumus:
TPAK = Jumlah Angkatan Kerja Jumlah Tenaga Kerja
Pada situasi daerah dengan kelompok penduduk lebih dominan usia muda,
kenaikan angka-angka TPAK sangat kecil. Hal tersebut disebabkan jika ada
penambahan penduduk usia 10 tahun namun belum berarti masuk ke dalam angkatan
kerja melainkan tenaga kerja, karena boleh jadi mereka masih melanjutkan sekolah
atau mengurus rumah tangga dan menganggur.
TPAK laki-laki jauh lebih tinggi dari TPAK perempuan. Ini mencerminkan
peluang yang besar bagi perempuan untuk memasuki pasar kerja. Apabila X100%
dibandingkan keseluruhan antar daerah, TPAK di daerah pedesaan jauh lebih tinggi
dari pada di daerah perkotaan. Hal tersebut dapat dibuktikan dari adanya tingkat
pengangguran terbuka di daerah pedesaan lebih rendah dibanding di daerah
perkotaan.
Pengangguran terbuka merupakan kesenjangan (kelebihan) antara penawaran
tenaga kerja dengan jumlah permintaan tenaga kerja. Pengangguran terbuka terjadi
akibat adanya kegagalan dalam pembangunan ekonomi yang tidak mendukung
terciptanya kesempatan kerja.
Menurut Todaro (2000) pengangguran secara umum terbagi dua:
a. Pengangguran terbuka (open unemployment)
Merupakan jenis pengangguran yang sangat terlihat di mana pencari kerja
belum mendapatkan pekerjaan atau sedang mencari kerja.
b. Pengangguran terselubung (underemployment)
Pengangguran yang proporsi bekerja tidak penuh atau secara paruh waktu
dan tingkat penghasilan yang sangat minim.
Menurut Samuelson (1997) pengangguran menurut kemauan terbagi atas:
1) Pengangguran Friksionil
Pengangguran ini disebabkan karena seorang pencari kerja sulit untuk
kurangnya informasi pasar kerja sehingga sulit mempertemukan pencari
kerja dengan lowongan yang tersedia. Jadi pengangguran terbuka ini
terjadi karena pencari kerja tidak mengetahui di mana adanya lowongan
kerja.
2) Pengangguran Struktural
Perubahan dalam struktur atau komposisi perekonomian struktural, hal ini
membawa konsekuensi bagi keterampilan tenaga kerja yang dibutuhkan,
sementara pihak pencari kerja belum siap untuk menerima perubahan atau
belum mampu menyesuaikan diri dengan keterampilan baru tersebut.
3) Pengangguran Musiman
Pengangguran ini disebabkan oleh adanya fluktuasi kegiatan produksi dan
distribusi barang dan jasa yang dipengaruhi oleh musim, misalnya musim
panen akan mengurangi pengangguran terbuka sementara.
4) Pengangguran Upah Ril
Pengangguran yang terjadi akibat adanya kenaikan upah yang akan
menurunkan permintaan akan tenaga kerja.
Menurut Edwar dalam Todaro (2000) ada lima jenis pokok dari pengerahan
tenaga kerja yang tidak optimal (underutilization of labor) yaitu:
2) Pengangguran Terselubung.
3) Mereka yang nampak aktif bekerja tetapi sebenarnya kurang produktif
(the visible active but underutilized) mereka yang tidak digolongkan
dalam pengangguran terbuka atau terselubung, namun bekerja di bawah
standar produktivitas optimal. Jenis pengangguran terbuka ini terbagi ke
dalam:
a) Pengangguran terselubung yang terlindungi (disquised
underemployment).
b) Pengangguran yang tersembunyi (hidden unemplyment).
c) Pensiun terlalu dini (prematur retirement).
4) Mereka yang memang tidak mampu bekerja secara penuh (the impaired)
misalnya penyandang cacat.
5) Mereka yang tidak produktif (the unproductive) mereka yang
sesungguhnya memiliki kemampuan untuk melakukan
pekerjaan-pekerjaan produktif, akan tetapi mereka tidak memiliki sumber-sumber
daya komplemen yang memadai untuk menghasilkan output. Yang
mereka miliki hanya tenaga, sehingga meskipun sudah bekerja keras
tetapi hasilnya tidak memadai.
2.6. Konsep Kredit
Kredit artinya kepercayaan. Mendapat kredit artinya mendapat kepercayaan
kepercayaan kepada debitor yang harus memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada
kreditor sesuai dengan kesepakatan bersama.
Menurut Kasmir (2004), kata kredit berasal dari kata Yunani “Credere” yang
berarti kepercayaan atau berasal dari bahasa Latin “Creditum” yang berarti
kepercayaan akan kebenaran. Pengertian tersebut kemudian dibakukan oleh
pemerintah dengan dikeluarkan Undang-Undang Pokok Perbankan No. 14 Tahun
1967 bab 1 Pasal 1,2 yang merumuskan pengertian kredit sebagai berikut: “Kredit
adalah penyediaan uang atau yang disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan
pinjam meminjam antara bank dengan lain pihak peminjam berkewajiban melunasi
hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga yang telah
ditentukan”.
Selanjutnya pengertian kredit tersebut disempurnakan lagi dalam
Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, yang mendefinisikan pengertian kredit adalah:
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam untuk melunasi
hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga”.
Dalam ekonomi kredit berarti pemberian barang jasa atau uang dari kreditor
kepada debitor tanpa imbalan langsung namun disertai kewajiban-kewajiban tertentu
pada waktu yang akan datang sesuai dengan kesepakatan bersama. Kredit perbankan
berarti uang dari kreditor kepada debitor. Dewasa ini kreditor menuntut jaminan dan
untuk menghindari kerugian pihak kreditor dan memaksa debitor untuk memenuhi
kewajiban-kewajibannya.
Sebagaimana telah diketahui bahwa kredit diberikan atas dasar kepercayaan,
maka hal itu berarti bahwa prestasi yang diberikan benar-benar diyakini dapat
dikembalikan oleh pihak penerima kredit sesuai dengan waktu dan syarat-syarat yang
telah disetujui bersama. Berdasarkan hal tersebut, menurut Kasmir (2004),
unsur-unsur yang terkandung dalam kredit adalah sebagai berikut:
1. Kepercayaan, adanya suatu keyakinan dari pembeli kredit bahwa peristiwa yang
diberikan kepada pemakai benar-benar akan diterima kembali di masa yang akan
datang atau masa yang telah ditentukan.
2. Uang atau tangguhan yang dapat dipersamakan, penyediaan dana kredit oleh
bank dapat berupa uang tunai atau tagihan, yang termasuk dalam tagihan ini
antara lain fasilitas garansi bank, Letter of Credit (L/C).
3. Persetujuan, pelayanan kredit oleh pihak bank kepada peminjam harus
berdasarkan kedua belah pihak. Bank setuju menyediakan kredit kepada
peminjam setelah menerima kekayaan peminjam dan dinilai pihak peminjam
setuju terhadap syarat-syarat yang ditetapkan bank. Bukti tercapainya persetujuan
tersebut dituangkan dalam perjanjian antara bank dan peminjam.
4. Kewajiban melunasi, kredit harus dilunasi sebab kredit adalah bagian dari
kelayakan bank yang diserahkan kuasa pengelolanya bukan hak misalnya kepada
5. Waktu, dalam pemberian kredit ada unsur waktu yang harus dipertimbangkan,
waktu dalam hal ini adalah jangka waktu pengembalian kredit.
6. Bunga dan imbalan bank memerlukan imbalan dari kredit yang disediakan
kepada peminjam. Keperluan akan imbalan ini muncul untuk beberapa hal seperti
menutupi risiko kredit macet, balas jasa kepada pemilik dana, jasa bank dalam
mengelola kredit yang berbentuk gaji karyawan, serta tingkat keuntungan yang
diharapkan.
7. Kekayaan, kredit adalah kekayaan bank yang sebagian dananya diperoleh dari
masyarakat dan dikelola oleh pihak bank.
Berdasarkan penjelasan tentang kredit dapat diketahui bahwa unsur-unsur
yang terkandung dalam kredit seperti kepercayaan, uang, persetujuan, kewajiban
melunasi, waktu, bunga dan kekayaan akan mendukung kelancaran penggunaan
kredit bagi industri kecil. Penggunaan kredit oleh industri kecil sangat mendukung
operasionalnya. Secara teori, jika suatu perusahaan memperoleh fasilitas kredit, maka
perusahaan tersebut akan terbantu dari segi pemodalan. Masalah-masalah kekurangan
modal awal, modal kerja dan sebagainya akan terbatasi sehingga aktivitas perusahaan
akan lancar dan maksimal. Demikian juga dengan industri kecil. Berbagai fasilitas
kredit yang ada akan mendorong dan membantu perkembangan industri kecil.
2.7. Teori Upah dan Pengupahan
Upah pekerja biasanya terkait dengan struktur kepegawaiannya. Besarnya
kerja, jenis pekerjaan, jabatan, dan status kepegawaiannya. Beberapa perusahaan
menerapkan status kepegawaian berjenjang, mulai dari sebagai pekerja kontrak
harian, kemudian menjadi pekerja harian tetap, hingga akhirnya menjadi pekerja
bulanan tetap. Perubahan tingkatan tersebut mempengaruhi besar upah, fasilitas,
dan/atau tunjangan yang diterima oleh pekerja. Bagi pekerja bulanan tetap, upah tidak
terpengaruh oleh jumlah hari kehadiran/bekerja. Sedangkan pekerja harian lepas dan
harian tetap akan dikenakan pemotongan upah apabila tidak masuk kerja (Smeru,
2003).
Sistem pengupahan di suatu negara didasarkan kepada pandangan atau sistem
perekonomian negara tersebut. Menurut Sumarsono (2003), teori yang mendasari
sistem pengupahan pada dasarnya dapat dibedakan menurut dua ekstrim, yaitu:
(1) berdasarkan ajaran Karl Marx mengenai teori Hirai dan pertentangan kelas;
(2) berdasarkan pada teori pertambahan produk marginal berlandaskan asumsi
perekonomian bebas. Sistem pengupahan dari ekstrim pertama pada umumnya
dilaksanakan di negara-negara penganut paham komunis, sedangkan sistem
pengupahan ekstrim kedua pada umumnya dipergunakan di negara-negara yang
digolongkan kapitalis.
Sistem pengupahan menurut teori Karl Marx didasarkan pada teori nilai dan
asas pertentangan kelas. Pada dasarnya pendapat Karl Marx bahwa hanya buruh yang
merupakan sumber nilai dari jasa buruh atau dari jumlah waktu kerja yang digunakan
untuk memproduksi suatu barang. Sedangkan dari pendapat lainnya dari teori Karl
menciptakan barang-barang modal untuk mengurangi penggunaan buruh. Akibatnya
adanya pengangguran besar-besaran sehingga menurunkan upah. Untuk itu menurut
Sumarsono (2003), tiada jalan lain bagi buruh kecuali untuk menjadi milik bersama.
Implikasi dari pandangan teori nilai adalah:
a. Harga barang berbeda menurut jumlah jasa buruh yang dialokasikan untuk
seluruh proses produksi barang tersebut.
b. Jumlah jam kerja yang dikorbankan untuk memproduksi suatu jenis barang
adalah hampir sama. Oleh sebab itu harganya di beberapa tempat terjadi
kira-kira sama.
c. Seluruh pendapatan nasional diciptakan oleh buruh, jadi dengan demikian
hanya buruh (pekerja) yang berhak memperoleh seluruh pendapatan nasional
tersebut.
Sedangkan implikasi dari teori pertentangan kelas adalah:
a. Kebutuhan konsumsi tiap-tiap orang macam dan jumlahnya sama. Nilai setiap
barang yang sama adalah juga sama walaupun berbeda tempat sehingga upah
yang hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan konsumtif dari buruh sebagai
pelaksanaan fungsi sosial.
b. Sistem pengupahan tidak mempunyai fungsi pemberikan insentif untuk
menjamin peningkatan produktivitas kerja dan pendapatan nasional.
c. Sistem kontrol yang sangat ketat diperlukan untuk menjamin setiap orang
betul-betul mau kerja menurut kemampuannya sehingga memerlukan
Teori Neo Klasik mengemukakan bahwa dalam rangka memaksimumkan
keuntungan tiap-tiap pengusaha menggunakan faktor-faktor produksi sedemikian
rupa sehingga tiap faktor produksi yang dipergunakan menerima atau diberi imbalan
sebesar nilai pertambahan hasil marginal dari faktor produksi tersebut. Menurut
Sumarsono (2003), pengusaha mempekerjakan sejumlah karyawan sedemikian rupa
sehingga nilai pertambahan hasil marginal seorang sama dengan upah yang diterima
orang tersebut. Tingkat upah yang dibayarkan oleh pengusaha adalah:
W = WMPPL = MPPL x P
Keterangan:
W = tingkat upah (labour cost) yang dibayarkan perusahaan
kepada karyawan
P = harga jual barang (hasil produksi) dalam rupiah per
unit barang
WMPPL = marginal physical product of labour atau pertambahan hasil marginal
pekerja, diukur dalam unit barang per unit waktu
MPPL = volume of marginal physical product of labour atau nilai pertambahan
hasil marginal pekerja atau karyawan
Dalam teori Neoklasik menyatakan bahwa karyawan memperoleh upah senilai
dengan pertambahan hasil marginalnya. Upah berfungsi sebagai imbalan atas usaha
kerja yang diberikan seseorang tersebut kepada pengusaha. Upah dibayar oleh
pengusaha sesuai atau sama dengan usaha kerja (produktivitas) yang diberikan
2.8. Fungsi Produksi
Produk merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan
memanfaatkan beberapa masukan atau output. Dengan demikian kegiatan produksi
adalah mengkombinasikan berbagai input atau masukan untuk menghasilkan output.
Produksi adalah suatu proses mengubah input menjadi output, sehingga nilai
barang tersebut bertambah. Fungsi produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang
menunjukkan hubungan antara tingkat output dan tingkat penggunaan input-input
(Boediono, 2002).
Fungsi produksi menetapkan bahwa suatu perusahaan tidak bisa mencapai
suatu output jika hanya menggunakan sedikit input sehingga tingkat outputnya akan
berkurang. Fungsi produksi menunjukkan hubungan antara berbagai kombinasi input
yang digunakan untuk menghasilkan output.
Penghitungan fungsi produksi pada masa Karl Marx menetapkan biaya
produksi hanya dihitung berdasarkan pengeluaran tenaga kerja saja karena mereka
belum percaya pada mesinisasi, sehingga dapat dimaklumi apabila teori Karl Marx
memprediksikan bahwa suatu saat nanti akan terjadi eksploitasi antar manusia yang
akan menyebabkan hancurnya kapitalisme.
Berikut adalah hubungan antara jumlah output (Q) dengan jumlah input yang
digunakan dalam proses produksi yaitu (XI, X2, X3 Xn), secara matematis, menurut
Joesron dan Fathorrozi (2003) dapat ditulis sebagai berikut:
Q = F (X1, X2, X3 ...
….
Xn (2.1)