TINDAKAN BEDAH ORTOGNATIK DALAM MENGOREKSI
MALOKLUSI PADA KASUS CELAH PALATUM
KOMPLET BILATERAL
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh :
ULFA FETRIANI NIM : 060600019
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Bedah Mulut dan MaksiloFasial
Tahun 2010
Ulfa Fetriani
Tindakan bedah ortognatik dalam mengoreksi maloklusi pada kasus celah
palatum komplet bilateral.
vii + 36 halaman
Perbaikan celah palatum telah banyak dilakukan, namun pada perbaikan ini
banyak yang tidak memperbaiki maloklusi akibat adanya celah palatum tersebut,
sehingga harus dilakukan bedah ortognatik yang merupakan gabungan antara bedah
maksilofasial dan ortodonti.
Tujuan penulisan ini adalah untuk menjelaskan teknik bedah ortognatik dalam
mengoreksi maloklusi pada celah palatum komplet bilateral serta untuk menghindari
terjadinya komplikasi pasca bedah.
Bedah ortognatik adalah suatu proses untuk memperbaiki kedudukan rahang
untuk mengoreksi midface dan oklusi. Tujuan utama bedah ortognatik adalah untuk
mencapai oklusi yang optimal, memperbaiki estetika wajah, dan pembesaran saluran
udara.
Agar bedah ortognatik dapat berjalan dengan baik, dokter gigi bedah mulut
harus melakukan tindakan bedah yang sesuai standar. Selain itu kerjasama yang baik
dari pasien juga mempengaruhi keberhasilan bedah ortognatik.
TINDAKAN BEDAH ORTOGNATIK DALAM MENGOREKSI
MALOKLUSI PADA KASUS CELAH PALATUM
KOMPLET BILATERAL
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh :
ULFA FETRIANI NIM : 060600019
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 3 November 2010
Pembimbing Tanda tangan
Eddy A. Ketaren, drg., Sp.BM ……….
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji
pada tanggal 3 November 2010
TIM PENGUJI
KETUA : Indra Basar Siregar, drg., M.Kes
ANGGOTA : 1. Eddy .A. Ketaren, drg., Sp.BM
2. Abdullah, drg
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan dan mempersembahkan skripsi
ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran gigi.
Penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, nasehat dan dorongan dari
berbagai pihak selama masa perkuliahan hingga penulisan skripsi ini. Dalam
penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar –
besarnya kepada :
1. Eddy A. Ketaren,drg.,Sp.BM, sebagai Kepala Departemen Bedah Mulut
dan Maksilofasial Fakultas Kedoketran Gigi USU Medan sekaligus dosen
pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran dan petunjuk
dalam penulisan skripsi ini.
2. Seluruh staf pengajar di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial yang
telah memberikan ilmu dan bimbingan.
3. Mimi Marina Lubis,drg sebagai dosen wali yang telah memberikan
bimbingan selama menjalani perkuliahan di Fakultas Kedokteran Gigi
USU Medan.
4. Teristimewa kepada Ayahanda Khudri dan Ibunda Jasmidar yang telah
memberikan kasih sayang, dukungan moril, materil, nasehat, dan doa yang
tak henti-hentinya kepada penulis.
5. Adik penulis, Sylvia Rahmi yang selalu memberikan dukungan dan
6. Teman-teman terbaikku, Nanda, Luki, Ica, Wina, Noni, Lita, Mita, Esti,
Tika, Dhita, Tari, Ina, Tia, Cory, Akroma, Bang Luthfi, Tommy, Regi,
Bang Eko, Bang Edo, Kak Jehan, Bang Adi, Lini, Desi, Lia, Leni, dan
semua teman-teman atas dukungan, semangat, doa dan harapan yang
selama ini diberikan kepada penulis.
7. Teman-teman angkatan 2006 dan senior-senior yang telah memberikan
dukungan dan semangat selama ini dan semua pihak yang telah banyak
membantu dan tidak bisa disebutkan satu-persatu.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat
memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan
masyarakat.
Medan, 3 November 2010
Penulis,
(Ulfa Fetriani)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...
HALAMAN PERSETUJUAN ...
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR………... vii
BAB 1 PENDAHULUAN... 1
BAB 2 CELAH PALATUM KOMPLET BILATERAL 2.1 Definisi ... 3
2.2 Insidensi ... 6
2.3 Klasifikasi ... 6
2.4 Etiologi ... 7
2.5 Kelainan Oklusi Akibat Celah Palatum Komplet Bilateral ... 10
2.6 Efek dari Celah Palatum ... 12
BAB 3 BEDAH ORTOGNATIK 3.1 Definisi ... 15
3.2 Indikasi Bedah Ortognatik ... 17
3.3 Bedah Ortognatik untuk Koreksi Maloklusi pada Kasus Celah Palatum Komplet Bilateral ... 20
BAB 4 TAHAPAN BEDAH ORTOGNATIK 4.1 Tahapan pembedahan ... 23
4.2 Komplikasi Pasca Bedah ... 31
BAB 5 KESIMPULAN ... 33
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1 Deskripsi pertumbuhan wajah manusia ... 3
2 Perbedaan palatum normal dan palatum yang bercelah ... 6
3 Klasifikasi celah palatum menurut Veau ... 7
4 Pasien dengan celah palatum bilateral sebelum reposisi dan lateral segmental ... 21
5 a. Pasien dengan celah palatum bilateral sebelum reposisi ... 25
b. Pandangan arah palaal sebelum penutupan celah ... 25
6 Insisi Le Fort I dalam tiga segmen ... 26
7 Premaksilari osteotomi dari sisi palatal ... 26
8 Penutupan hidung sisi fistula dan penambahan sisi mukosa oral ... 27
9 Penutupan luka ... 27
10 a. Celah palatum setelah reposisi ... 28
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Bedah Mulut dan MaksiloFasial
Tahun 2010
Ulfa Fetriani
Tindakan bedah ortognatik dalam mengoreksi maloklusi pada kasus celah
palatum komplet bilateral.
vii + 36 halaman
Perbaikan celah palatum telah banyak dilakukan, namun pada perbaikan ini
banyak yang tidak memperbaiki maloklusi akibat adanya celah palatum tersebut,
sehingga harus dilakukan bedah ortognatik yang merupakan gabungan antara bedah
maksilofasial dan ortodonti.
Tujuan penulisan ini adalah untuk menjelaskan teknik bedah ortognatik dalam
mengoreksi maloklusi pada celah palatum komplet bilateral serta untuk menghindari
terjadinya komplikasi pasca bedah.
Bedah ortognatik adalah suatu proses untuk memperbaiki kedudukan rahang
untuk mengoreksi midface dan oklusi. Tujuan utama bedah ortognatik adalah untuk
mencapai oklusi yang optimal, memperbaiki estetika wajah, dan pembesaran saluran
udara.
Agar bedah ortognatik dapat berjalan dengan baik, dokter gigi bedah mulut
harus melakukan tindakan bedah yang sesuai standar. Selain itu kerjasama yang baik
dari pasien juga mempengaruhi keberhasilan bedah ortognatik.
BAB I
PENDAHULUAN
Celah palatum merupakan kelainan kongenital yang terbentuk akibat gagalnya
kombinasi antara penyatuan dan pembentukan rahang atas yang akan berefek pada
jaringan lunak dan komponen tulang rahang atas, linggir alveolar, serta palatum keras
dan lunak. Celah palatum terjadi setiap delapan ratus kelahiran dan ditemukan dua
kali lebih banyak pada perempuan.1
Penyebab celah palatum ini antara lain akibat faktor herediter dan faktor
lingkungan. Investigasi yang dilakukan pada hewan memberikan informasi kepada
kita bahwa kekurangan nutrisi menyebabkan peningkatan insiden celah palatum.
Radiasi energi, hipoksia, aspirin, dan obat-obatan lain juga dapat menyebabkan
peningkatan celah palatum.1
Celah palatum komplet bilateral ini sering menyebabkan maloklusi pada
maksila. Perbaikan maloklusi ini dapat dilakukan secara ortodontik, prostetik, dan
ortognatik. Pada skripsi ini akan dibahas perbaikan maloklusi secara bedah
ortognatik. Bedah ortognatik adalah bidang ilmu dan seni yang meliputi diagnosa,
rencana perawatan, dan keputusan perawatan dengan mengkombinasikan cara
ortodontik serta bedah oral dan maksilofasial guna mengoreksi muskuloskeletal,
dentooseus, kelainan jaringan lunak pada rahang, dan struktur yang berhubungan.6 Tujuan penulisan ini adalah untuk menjelaskan teknik bedah ortognatik untuk
mengoreksi maloklusi pada celah palatum komplet bilateral dan menghindari
Manfaat penulisan ini adalah memberikan pengetahuan kepada dokter gigi
agar mengetahui teknik bedah ortognatik untuk memperbaiki maloklusi serta dapat
BAB II
CELAH PALATUM KOMPLET BILATERAL
Kelainan kongenital berupa celah palatum telah diketahui sejak lama. Pada
beberapa kasus, celah ini terjadi setiap delapan ratus kelahiran dan kira-kira
seperempatnya merupakan celah palatum bilateral.7 Celah palatum terbagi atas celah palatum komplet dan inkomplet serta celah palatum unilateral dan bilateral.
2.1 Definisi
Celah palatum adalah celah pada palatum yang terjadi akibat kegagalan
penyatuan palatum yang mempengaruhi baik jaringan lunak, komponen tulang bagian
atas, alveolar ridge, serta palatum keras dan lunak.1 Celah palatum komplet bilateral adalah celah yang terbentuk akibat gagalnya penyatuan komponen-komponen
pembentuk palatum pada kedua sisi palatum yang telah mengenai palatum durum dan
Gambar 1. Deskripsi pertumbuhan wajah manusia (James W. Clark,
Management of the cleft lip and palate patient, Philadelphia, 1985, hal. 3)
Biasanya empat tunas gigi muncul di langit-langit primer akan menjadi
gigi-gigi seri atas. Lokasi keempat gigi-gigi mendefinisikan batas-batas palatum primer, yang
dibatasi oleh fisur insisivus pada janin. Gigi kaninus biasanya muncul di palatum
sekunder. Umumnya celah palatum terjadi antara palatum primer dan sekunder di
Celah ini terjadi antara minggu keenam dan kesepuluh pada masa embrio.
Selama minggu keenam dan ketujuh, prosessus maksilaris dari lengkung brankial
pertama tumbuh ke depan dan bersatu dengan prosesus nasalis-lateralis lalu berlanjut
bersatu dengan prosessus nasalis medialis membentuk bibir bagian atas, dasar hidung,
dan palatum primer. Semua struktur ini berkembang cepat, lidah membesar dan
berdiferensiasi tumbuh vertikal mengisi kavum stomodealis primitivum. Pada minggu
kedelapan sampai kesembilan, tulang palatum meluas ke medial untuk berkontak
pada midline menghubungkan anterior ke posterior membentuk tulang palatum yang
memisahkan hidung dan rongga mulut.1,7
Perkembangan yang tidak sejalan dan kegagalan proliferasi dari mesoderm
untuk membentuk jaringan ikat penghubung yang melintasi garis fusi disebutkan
sebagai salah satu sebab dari bermacam-macam proses embrio dalam pembentukan
celah. Tidak terbentuknya komponen mesoderm menyebabkan
komponen-komponen bibir akan terpisah, sedangkan sisa jaringan epitel yang belum ditembus
oleh mesoderm dan tertinggal akan membentuk beberapa celah pada bibir dan tepi
alveolus.7
Pengaruh teratogenik terlihat pada jenis celah palatum berupa celah palatum
komplet, tidak komplet, unilateral, atau bilateral. Kurangnya pertumbuhan ke
Gambar 2. Perbedaan palatum normal dan palatum yang bercelah
2.2 Insidensi
Tidak semua celah palatum disertai dengan celah bibir, perbandingan celah
palatum tanpa disertai celah bibir pada pria dan wanita adalah sebesar 1:2. Ini
menunjukkan bahwa celah palatum terjadi lebih banyak pada wanita dibandingkan
pada pria. Tidak seperti celah bibir yang lebih banyak terdapat pada pria
dibandingkan wanita.8
Celah palatum bilateral yang tidak diperbaiki dapat menyebabkan terjadinya
protrusi maksila ke anterior pada bagian premaksila.3 Insiden terjadinya celah palatum yang berhubungan dengan anomali ini lebih banyak pada ras negroid
dibandingkan ras kulit putih.4 Insiden terjadinya celah palatum tanpa celah bibir adalah 0,5 kasus dari 1000 kelahiran. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan
adalah 1:2 yang artinya terjadi dua kali lebih banyak pada perempuan dibandingkan
2.3 Klasifikasi
Terdapat banyak klasifikasi untuk celah palatum, klasifikasi yang paling
sederhana dilakukan oleh Veau yang membagi dalam empat grup, yaitu celah
palatum lunak sampai ke uvula, celah palatum lunak dan keras di belakang foramen
insisivum, celah palatum lunak dan keras yang mengenai alveolus dan bibir pada satu
sisi, dan celah palatum lunak dan keras yang mengenai alveolus dan bibir pada kedua
sisi.1
Gambar 3. Klasifikasi celah palatum menurut Veau
5 Juli 2010)
2.4 Etiologi
Etiologi celah palatum ini sebenarnya banyak, tapi ada dua faktor penting
1. Faktor herediter
Terjadinya celah palatum sebagian besar karena faktor keturunan. Biasanya
salah satu dari pihak orangtuanya baik dari pihak ibu maupun dari pihak bapak.
Herediter merupakan dasar genetik untuk terjadinya celah oral yang
signifikan, tetapi tidak dapat dipastikan sepenuhnya. Faktor ini terbukti berpengaruh
sebesar 25% sampai 30% sebagai penyebab celah oral diseluruh dunia.1
Menurut Fogh Andersen kurang dari 20% dari kasus celah palatum diturunkan
secara faktor genetik. Bathia juga melaporkan bahwa penyebab yang paling mungkin
disebabkan oleh mutilasi satu gen yang menghasilkan efek yang besar. Tetapi dapat
disebabkan oleh beberapa gen yang masing-masing menghasilkan pengaruh yang
kecil tetapi bersama-sama menimbulkan kondisi patologis.7
Bixler, yang terakhir mengembangkan konsep, menyatakan ada dua bentuk
celah. Bentuk umum disebabkan oleh faktor herediter dimana ada beberapa gen yang
berbeda bekerja bersama-sama. Dengan kata lain, bila total gen cenderung berada
pada level yang minimal maka celah tidak terjadi. Bentuk lain bersifat monogenik
atau sindroma yang biasanya berhubungan dengan anomali-anomali kongenital.7 Dasar dari terjadinya celah palatum adalah karena gagalnya mesoderm
berproliferasi melintasi garis fusi, yaitu sesudah tepi dari komponen-komponen
berhubungan. Dan bisa juga terjadi karena adanya atrofi daripada ikatan-ikatan epitel
yang melintasi daerah celah dan tidak adanya pertumbuhan otot pada daerah tersebut,
Ditemuka n teori-teori yang menyatakan bahwa terjadinya celah karena hal-hal
berikut:
1. Kesalahan dalam masa peralihan dalam suplai darah pada masa embrio,
juga bertambahnya umur si ibu yang dapat memberikan ketidakkebalan
embrio terhadap terjadinya celah.
2. Adanya abnormalitas dari kromosom yang menyebabkan terjadinya
malformasi kongenital yang multipel.
3. Adanya tripel sindrom termasuk juga celah di sekitar rongga mulut yang
selalu diikuti oleh anomali kongenital lain.7 2. Faktor lingkungan
Faktor-faktor yang berperan pada waktu persatuan bibir dan palatum yaitu:7 a. Defisiensi nutrisi
Pada masa kehamilan, nutrisi yang kurang merupakan salah satu hal yang
dapat menyebabkan terjadinya celah palatum. Percobaan-percobaan yang dilakukan
terhadap binatang seperti pemberian vitamin A secara berlebihan ataupun kurang
yang hasilnya menimbulkan celah pada anak-anak tikus yang lahir. Begitu juga pada
defisiensi vitamin Riboflavin yang diberikan pada tikus yang hamil dan hasilnya juga
adanya celah dengan persentase yang tinggi. Defisiensi vitamin B kompleks yang
dibutuhkan untuk beberapa enzim yang vital dalam tubuh dan keadaan ini dapat
memacu terjadinya celah palatum.
b. Stres
Strean dan Peer melaporkan bahwa psikologis, emosi dan stres merupakan
menyebabkan fungsi korteks adrenal terangsang untuk melepaskan sekresi
hidrokortison dan jika hal ini sering terjadi dalam trimester pertama kehamilan akan
dapat menjurus kepada terjadinya suatu malformasi.
c. Zat kimia
Pemberian aspirin, kortison dan insulin, dan obat-obatan yang diketahui dapat
menyebabkan congenital abnormality dan facial cleft seperti thalidomide, phenytoin,
antibiotika, transqualizer, obat untuk aborsi dan obat untuk infeksi virus, serta
penggunaan kafein dan injeksi steroid, karena penggunaan obat-obatan ini akan
melalui palsenta sehingga menghambat pertumbuhan janin.
d. Mekanik
Obstruksi lidah memungkinkan terjadinya celah pada embrio. Perkembangan
yang tidak sejalan atau posisi janin dalam rahim dapat menyebabkan retrusi lidah dan
hidung diantara palatum itu sendiri.
e. Anemia malnutrisi
Anemia dan kesehatan yang buruk dari si ibu akan dapat menyebabkan
congenital cleft, karena kurangnya darah yang mengangkut oksigen dimana oksigen
diperlukan untuk pertumbuhan jaringan mesenkim.
f. Infeksi yang terjadi dalam trimester pertama kehamilan dapat mengganggu
fetus, karena infeksi yang terjadi dapat menghalangi pembentukan jaringan baru.
g. Radiasi merupakan bahan-bahan teratogenik yang potent, dimana radioterapi
yang dilakukan pada tumor dapat menghambat pertumbuhan janin.
h. Anoksia, dimana kadar O2 menurun akibatnya O2 yang diperlukan
i. Kecanduan alkohol, dimana alkohol dapat menyebabkan morfogenesis dan
mempunyai efek antagonis metabolik sehingga bisa menyebabkan terjadinya celah
palatum.7
Faktor-faktor ini merupakan penyebab peningkatan insiden celah palatum, tetapi
intensitas dan waktu lebih penting dibanding jenis faktor lingkungan yang spesifik.
Penyebab lain celah palatum yang sebenarnya multifaktorial adalah:
1. Usia ibu sewaktu melahirkan
2. Perkawinan antara sesama penderita
3. Defisiensi Zn sewaktu hamil7
2.5 Kelainan Oklusi Akibat Celah Palatum Komplet Bilateral
Oklusi adalah hubungan permukaan gigi geligi pada maksila dan mandibula,
yang terjadi selama pergerakan mandibula dan berakhir dengan kontak penuh dari
gigi geligi pada kedua rahang. Oklusi gigi geligi bukanlah merupakan keadaan gigi
yang statis selama mandibula bergerak, sehingga didapati bermacam bentuk oklusi,
seperti oklusi sentrik, eksentrik, habitual, supra-infra, mesial, distal, lingual dan
sebagainya.9
Maloklusi merupakan masalah kelainan pada gigi-gigi atas dan bawah dalam
proses menggigit atau mengunyah. Kata maloklusi secara harfiah berarti menggigit
dengan cara buruk. Kondisi ini juga dapat disebut sebagai gigitan tidak teratur,
crossbite, overbite, ataupun deepbite. Kondisi maloklusi ini biasanya menimbulkan
tidak beraturan ukuran dan bentuknya, berbentuk atipikal rahang dan wajah seperti
celah palatum, dan lain-lain.10
Celah palatum dapat menyebabkan kelainan oklusi pada gigi-gigi di maksila,
sehingga dapat menyebabkan terganggunya fungsi pengunyahan. Setelah dilakukan
tindakan untuk memperbaiki celah palatum, jaringan parut yang berkembang
mempunyai peranan penting dalam menyebabkan gangguan pada pertumbuhan
normal maksila.11 Hipoplasia yang terjadi di maksila dapat mengakibatkan perawatan secara ortodonti dan bedah ortognatik tidak mencapai hasil yang memuaskan.10
Masalah utama yang ditimbulkan oleh celah palatum ini adalah masalah
psikis, fungsi, dan estetik. Masalah psikis adalah adanya orang tua yang belum tentu
bisa menerima keadaan anaknya yang seperti itu. Masalah fungsi antara lain
gangguan pada waktu minum. Pada bayi yang meminum ASI harus diberikan secara
hati-hati karena dikhawatirkan ASI akan mengalir ke telinga tengah dan
mengakibatkan terjadinya infeksi. Selain itu fungsi suara akan terganggu jika
kelainan ini terlambat diobati. Kelainan estetik tidak begitu jelas dan diperhatikan
oleh karena letaknya di dalam rongga mulut.10
2.6 Efek dari celah palatum
a. Efek pada gigi geligi
Jumlah gigi bisa kurang ataupun lebih dari normal. Daerah tempat terjadinya
celah palatum biasanya paling sering kehilangan jumlah gigi. Selain itu morfologi
gigi terutama gigi insisivus lateralis yang terdapat pada celah palatum umumnya
hipoplasia atau hipomineralisasi pada gigi, terutama pada daerah terdapatnya celah
palatum.
Gigi insisivus lateralis pada sisi yang mengalami celah palatum kemungkinan
berlokasi pada salah satu bagian tulang alveolar yang berdekatan dengan celah ini.
Posisi gigi-gigi yang tumbuh akan berputar. Selain itu juga terjadi penundaan erupsi
gigi pada daerah yang terkena celah palatum, dan bahkan sering juga terjadi
penundaan perkembangan rahang yang normal.12 b. Efek pada bidang oklusal
Dalam kasus celah palatum bilateral, gigi desidui mungkin awalnya berada
pada susunan klas I atau klas II divisi 1, tetapi pada masa awal gigi bercampur
pertumbuhan maksila yang terbatas sering berada dalam overjet terbalik.12 c. Efek skeletal
Sampai pada umur 6 atau 8 tahun, celah palatum bilateral memiliki
premaksila yang protrusi. Namun, dengan adanya pembatasan pertumbuhan yang
dipaksakan akibat perbaikan secara pembedahan memungkinkan terjadinya
perubahan menjadi bentuk retrusi pada maksila dalam masa awal remaja. Hal ini juga
disertai dengan peningkatan tinggi wajah anterior.12 d. Efek pertumbuhan
Ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa perbaikan celah palatum pada
masa-masa awal kehidupan memiliki efek yang merusak terhadap pertumbuhan
tulang dan wajah. Ini dibuktikan oleh studi terhadap orang-orang yang celah
e. Efek pendengaran
Otot-otot dari palatum lunak bertindak sebagai katup pada akhir faring tuba
eustachius untuk menyeimbangkan tekanan antara telinga tengah dan rongga mulut
serta memungkinkan terjadinya drainase cairan. Perbaikan palatum lunak tidak dapat
selalu memperbaiki fungsi otot sehingga akan menghasilkan kehilangan
pendengaran.12 f. Efek berbicara
Perkembangan normal berbicara tergantung pada pendengaran yang baik,
yang merupakan bagian dari mekanisme untuk berbicara yang benar. Fungsi yang
inadekuat dari palatum lunak setelah perbaikan dapat menyebabkan sebagian aliran
BAB III
BEDAH ORTOGNATIK
Bedah ortognatik merupakan bagian dari bedah mulut dan maksilofasial yang
awalnya dilakukan oleh dokter Harold Hargis, DMD, dan juga digunakan untuk
perawatan kondisi bawaan seperti celah mulut dan palatum, dan merupakan tindakan
bedah untuk memperbaiki kondisi rahang dan wajah yang berhubungan dengan
struktur pertumbuhan atau memperbaiki masalah yang tidak dapat dirawat secara
ortodonti.14
3.1 Definisi
Ortognatik berasal dari bahasa Yunani, “orthos” yang berarti meluruskan dan
“gnathos” yang berarti rahang. Jadi ortognatik berarti “meluruskan” rahang. Bedah
ortognatik merupakan proses guna perbaikan rahang atau proses untuk memperbaiki
posisi rahang, misalnya memperbaiki midface atau kelainan bentuk rahang khususnya
yang terkait dengan oklusi atau gigi yang tumbuh secara bersamaan.14
Dalam pengertian yang sederhana, bedah ortognatik ditunjukkan untuk
kasus-kasus dimana fungsi dan koreksi estetika dari maloklusi tidak dapat diselesaikan atau
dioptimalkan secara ortodontik sendiri, seperti dalam kasus-kasus klinis, pada pasien
yang memiliki cacat skeletal mayor, namun ada juga pasien yang mengalami
diskrepansi antero-posterior minor atau open bite yang harus diperbaiki dengan
Bedah ortognatik kadang-kadang disebut juga dengan bedah ortodontik
karena merupakan perawatan kombinasi antara pembedahan dan perawatan
ortodontik dengan tujuan untuk memperbaiki kelainan dentoskeletal atau dentofasial
yang disebabkan oleh kelainan yang cukup ekstrem yang meliputi ukuran, bentuk,
dan relasi maksilomandibula terhadap basis kranial.13 Bedah ortognatik seringkali merupakan solusi perawatan dalam kasus dimana gigitan terlalu parah sehingga
kawat gigi saja tidak cukup untuk memperbaiki masalah ini. Pembedahan dilakukan
apabila adanya deformitas wajah yang parah seperti sulit bernafas, mengunyah, dan
menelan.14 Ahli bedah oral dan maksilofasial menggunakan bedah ortognatik untuk mereposisi satu atau kedua rahang. Pergerakan rahang ini menyebabkan juga
pergerakan gigi. Bedah ortognatik biasanya dilakukan bersamaan dengan perawatan
ortodonti sehingga gigi akan berada dalam posisi yang tepat setelah operasi. Tujuan
dari bedah ortognatik ini adalah untuk memperbaiki penyimpangan wajah dan rahang,
sehingga meningkatkan kemampuan mengunyah, berbicara, dan bernafas.14
Motivasi utama pada kebanyakan pasien untuk melakukan perawatan pada
umumnya adalah untuk estetika dan bukan untuk mengoreksi cacat fungsional. Bedah
ortognatik mempunyai efek yang menguntungkan dalam berbicara karena
membentuk kembali keseimbangan maksilomandibular yang dapat meningkatkan
artikulasi dengan menyesuaikan posisi bibir dan gigi. Selain itu juga berefek pada
pernafasan yaitu dapat meningkatkan ruang nasofaringeal dan melebarkan katup
hidung.15,16
Maloklusi yang parah dapat menyebabkan banyak masalah fungsional seperti
disfungsi otot wajah yang ditandai dengan sakit kepala, nyeri sendi, dan lain-lain,
serta trauma periodontal.17
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 65% dari pasien dengan celah
palatum bilateral dan 48% dari pasien celah palatum unilateral yang melakukan
perbaikan bisa mendapatkan manfaat dari bedah ortognatik.17
3.2 Indikasi Bedah ortognatik
Ross (1986) memperkirakan bahwa bedah ortognatik diperlukan pada 25%
dari sampel orang dengan bibir sumbing unilateral dan langit-langit untuk
memungkinkan hubungan yang memadai antara rahang yang fungsional, estetika
wajah yang harmonis, atau keduanya.14
Bedah ortognatik mengoreksi kelainan bentuk rahang dan wajah khususnya
yang menyangkut oklusi gigi geligi. Alasan lain dilakukannya bedah ini biasanya
berkaitan dengan ketidakseimbangan pertumbuhan tulang wajah dan mandibula.14 Indikasi bedah ortognatik yaitu:13
1. Asimetri dan deviasi wajah.
Asimetri dapat melibatkan bagian-bagian wajah yang mengenai jaringan keras
dan atau jaringan lunak.
Deformitas yang diindikasikan untuk bedah ortognatik adalah:19 1. Protrusi maksila
Protrusi maksila merupakan maksila yang menonjol diluar batas normal
usaha. Gigi selalu terlihat dan dalam kebanyaka kasus seluruh gingiva terlihat
(gummy smile). Gummy smile ini disebabkan oleh karena kelebihan vertikal rahang.
2. Retrusi maksila
Deformitas ini disebabkan oleh perkembangan maksila terutama terlihat pada
orang yang memiliki celah bibir atau celah palatum. Setelah koreksi bedah celah bibir
atau celah palatum pada usia muda , pertumbuhan rahang terhambat bersamaan
dengan perpindahan atau kerusakan tunas gigi.
3. Protrusi mandibula
Pada beberapa orang ada pertumbuhan ekstra dari rahang bawah sehingga
tumbuh lebih panjang. Wajah mereka sangat panjang dengan penonjolan gigi bawah
dan bibir yang tebal. Biasanya gigi rahang bawah berada dalam lengkungan gigi
rahang atas. Tetapi dalam kasus ini, gigi rahang bawah berada diluar lengkungan gigi
rahang atas.
4. Retrusi mandibula
Pada beberapa orang retrusi mandibula ini terjadi karena cacat perkembangan
atau keturunan yang menyebabkan rahang bawah sangat kecil sehingga disebut juga
sebagai wajah burung.
2. Maloklusi.
Sebagian besar kasus disgnati disertai adanya maloklusi yang dapat
mengakibatkan gangguan fungsi dalam derajat yang berbeda-beda.
3. Kelainan sendi temporomandibular.
Pada retrognati absolut terjadi defisiensi mandibula yang menyebabkan pasien
dan otot sedangkan pada prognati mandibula terjadi usaha untuk memaksimalkan
oklusi dengan memundurkan mandibula sehingga membebani sendi
temporomandibular.
4. Hambatan fonetik.
Kesulitan dalam pengucapan konsonan bilabial, labiodental, linguodental.
5. Preprostetik
Pada orang tua yang lama tidak bergigi maka mandibula cenderung
mengalami prognati yang pada keadaan ekstrem tidak memungkinkan pembuatan
protesa penuh sehingga keadaan ini harus diatasi dengan reposisi rahang.
6. Hambatan pernafasan.
Keadaan mikrognati yang ekstrem seperti terdapat pada sindrom Pierre Robin
dapat menyebabkan lidah terletak sangat posterior dan menyebabkan obstruksi
pernafasan.
7. Hambatan psikologis.
Faktor psikologis merupakan hal yang harus dianalisa dengan sangat hati-hati.
Hal ini dikarenakan kelainan psikologis dapat sejalan, lebih berat atau tidak berarti
dibandingkan tingkat keparahan kelainan fisik disgnati serta keinginan mengenai
hasil pembedahan yang tidak realistis. Hal ini penting dalam menentukan perlu
tidaknya dilakukan tindakan bedah.
Kontraindikasi bedah ortognatik yaitu usia dibawah 18 tahun. Biasanya
pertumbuhan tulang berlangsung sampai umur 18 tahun yang merupakan batas
3.3 Bedah Ortognatik untuk Koreksi Maloklusi pada Kasus Celah Palatum
Komplet Bilateral
Pada pasien dewasa muda yang telah melakukan perbaikan celah pada masa
bayi, khususnya dalam kasus bilateral, terjadi hipoplasia maksila yang disertai dengan
retrusi maksila. Hipoplasia maksila ini biasanya diperbaiki dengan bedah ortognatik
menggunakan prosedur Le Fort I osteotomi.25 Usia ideal untuk dilakukannya bedah ortognatik pada kasus-kasus seperti ini adalah setelah masa pertumbuhan selesai yaitu
setelah 18 tahun untuk perempuan dan setelah 20 tahun untuk laki-laki.18
Pasien yang lahir dengan celah palatum harus menjalani beberapa prosedur
bedah korektif. Bekas luka yang dihasilkan pada prosedur ini diduga untuk
memengaruhi pertumbuhan rahang yang sering menyebabkan defisiensi maksilaris.
Pada perbaikan awal telah diteliti dan disempurnakan sebagai upaya untuk
memaksimalkan fungsi sekaligus mempertahankan pertumbuhan maksilaris.20
Gambar 4. Pasien dengan celah palatum bilateral se-
belum reposisi dan lateral segmental osteotomi (Diego F. Wyszynski, Cleft lip and palate, Oxford
Jadi kasus celah palatum yang diperbaiki pada usia bayi dengan operasi
primer pada umumnya harus dilanjutkan dengan perbaikan retrusi mandibula dengan
bedah ortognatik menggunkan prosedur Le Fort I pada usia dewasa yaitu pada umur
BAB IV
TAHAPAN BEDAH ORTOGNATIK
Bagi kebanyakan orang, kawat gigi telah menjadi suatu hal yang biasa.
Namun dalam beberapa kasus, gigi tidak akan bertemu akibat penyelarasan yang
tidak tepat dari rahang, sehingga dalam kasus ini, prosedur bedah ortognatik harus
dilakukan untuk memperbaiki konfigurasi rahang dan menyelaraskan gigi.21
Bedah ortognatik adalah sebagai proses untuk memperbaiki penempatan
rahang yang mengoreksi midface dan oklusi. Tujuan utama bedah ortognatik adalah
mencapai oklusi yang benar, meluruskan rahang, memperbaiki estetika wajah, dan
pembesaran saluran udara. Dalam kebanyakan kasus, bedah ortognatik dilakukan
pada masa remaja akhir, setelah percepatan pertumbuhan terjadi, atau pada saat
dewasa.21
Meskipun diindikasikan untuk kasus skeletal diskrepansi pada klas II dan III,
bedah ini juga bisa untuk mengoreksi vertikal diskrepansi, kasus gigitan terbuka,
sindrom kelainan kongenital seperti celah bibir, celah palatum, dan kelainan lengkung
rahang. Tetapi dalam kasus yang berat, bedah akan ditunda sampai umur sekitar
delapan belas tahun, ketika pertumbuhan maksila dan mandibula yang signifikan
telah terjadi.21
Peranan bedah ortognatik, yaitu sebagai koreksi retrusi maksila parah yang
tidak dapat diperbaiki dalam lingkup perawatan ortodonti, dan didapati insiden retrusi
25%, serta ditekankan untuk penempatan rahang yang lebih maju daripada pengaturan kembali mandibula.21
4.1 Tahapan Pembedahan
Tahap tahap dalam bedah ortognatik:
1. Pra bedah ortodontik
Pada tahap ini, gigi secara ortodontik akan diposisikan pada tempat yang baru
sehingga akan beroklusi satu dengan lainnya ketika dilakukan pembedahan posisi
rahang. Tahap perawatan pra bedah ortodontik ini biasanya berlangsung selama 6-18
bulan. Pasien memakai kawat gigi dan dilakukan perawatan kontrol ke dokter gigi.
Karena gigi dipindahkan posisinya, maka biasanya setelah dilakukan pembedahan,
pasien mengeluh gigitannya semakin buruk selama proses pengobatan. Padahal itu
hanyalah masalah kebiasaan dalam oklusi gigi. 21 2. Catatan sebelum pembedahan
Saat perawatan pra bedah ortodonti mendekati penyelesaian, ahli bedah mulut
dan maksilofasial membuat persiapan akhir untuk prosedur operasi. Dokter bedah
menggunakan sinar x baru, model gigi serta rahang untuk mensimulasikan
penyelesaian gerakan bedah rahang dan mengantisipasi hasil perawatan. Ketika tim
mengatakan bahwa gigi berada dalam posisi pra bedah yang benar, maka bedah
ortognatik akan dijadwalkan.21 3. Persiapan bedah ortognatik
Sebelum bedah dilaksanakan, pasien akan melakukan pemeriksaan fisik untuk
Suplemen makanan dan olahraga tertentu dapat ditentukan untuk mencapai kesehatan
optimal, sehingga penyembuhan setelah bedah akan lancar.21
Bedah ortognatik biasanya dilakukan dengan anestesi umum dengan
endotracheal breathing tube yang dilewatkan melalui hidung sehingga ahli anestesi
dapat mengontrol pernafasan pasien selama pasien tidak sadar. Juga dilakukan
pemasangan nasogastric tube yang dipasang melewati hidung sampai ke dalam
lambung guna pemberian makanan pasca bedah.
4. Prosedur bedah ortognatik
Untuk memperbaiki hipoplasia maksila akibat perbaikan celah palatum
sebagian operator menggunakan teknik Le Fort I. Prosedur ini dilakukan dengan
melakukan insisi bevel 3-4 mm diatas pertemuan mukosa bergerak dan tak bergerak,
memanjang dari arah sirkumferensial dari sisi mesial gigi molar pertama. Periosteum
diinsisi dan flap diangkat ke superior agar foramen infraorbital terlihat. Pembuatan
saluran di subperiosteal bilateral hingga mencapai sutura pterygomaxillaris akan
membentuk batas posterior pembedahan, sementara dibagian anterior, bagian inferior
dari arpertura piriformis dan spina nasalis akan terbuka. Dengan menggunakan bur
gigi, dibuat garis osteotomi bilateral dari sutura pterygomaxillaris hingga ke tepi
lateral arpertura piriformis pada bidang sebelah superior apeks akar sedikitnya 7-8
mm. Melalui garis osteotomi kedua yang diukur secara hati-hati dari garis pertama,
diambil tulang dalam bentuk segitiga simetris pada kedua sisi (ostektomi) agar
peninggian posterior atau pergeseran segmen ke superior dapat dikontrol. Sutura
pterygomaxillaris dibagi secara bilateral dengan osteotom dan kartilago serta septum
dinding nasal lateral, segmen maksila diturunkan. Sehingga aspek inferior dari hidung
dan atap antrum akan terlihat, sementara segmen dibawahnya akan memperlihatkan
lantai atau dasar antrum dan nasal.25
Setelah dilakukan “down fracture” dari segmen premaksila yang masih berada
pada posisi protrusi ke arah palatal, lalu mukosa pada kedua sisi premaksila diinsisi
pada bagian pinggir, demikian pula pada daerah kedua sisi dari palatum yang berada
berdekatan dengan premaksila tadi. Kemudian dilakukan pergeseran palatum pada
kedua sisi ke arah lateral dan ke arah premaksila.
Setelah palatum/maksila dan premaksila berada pada posisi yang baru
sehingga hubungannya dengan mandibula berada pada oklusal yang baru, yang tidak
mempunyai kontak prematur posterior, lalu segmen maksila dengan premaksila
distabilisasi dalam posisinya dengan menggunakan transosseus wiring atau fiksasi
skeletal internal, ditambah dengan fiksasi maksilomandibula. Dalam kasus tertentu,
fiksasi dengan menggunakan osteosintesis kaku (plat pengadaptasi) dapat membuat
fiksasi maksilomandibula tidak diperlukan lagi atau dipersingkat lama pemakaiannya.
Setelah kedua segmen premaksila dan maksila berada pada posisi oklusi yang tepat
dengan mandibula, dilakukan penjahitan pada sisi yang dilakukan insisi tadi. Setelah
irigasi dan pemeriksaan ulang, penutupan pada teknik Le Fort I dilakukan dengan
Gambar 5a. Pasien dengan celah palatum bilateral
sebelum reposisi(Diego F. Wyszynski, Cleft lip and palate, Oxford University Press, 2002, hal. 343)
Gambar 5b. Pandangan arah palatal sebelum
Gambar 6. Insisi Le Fort I dalam tiga segmen (Diego F. Wyszynski,
Cleft lip and palate, Oxford University Press, 2002, hal. 343)
Gambar 7. Premaksilari osteotomi dari sisi palatal
Gambar 8. Penutupan hidung sisi fistula dan penambahan sisi
mukosa oral (Diego F. Wyszynski, Cleft lip and palate, Oxford University Press, 2002, hal. 343)
Gambar 10a. Celah palatum setelah reposisi
(Diego F. Wyszynski, Cleft lip and palate, Oxford University Press, 2002, hal. 343)
Gambar 10b. Pandangan arah palatal
sesudah penutupan celah
5. Tahap pasca bedah
Segera setelah operasi pasien dirawat di ruang pemulihan sampai pengaruh
anestesi umum memudar. Obat-obatan dan nutrisi yang dibutuhkan dimasukkan ke
dalam tubuh melalui intravena pada lengan dan nasogastric tube sampai pasien dapat
memakan makanan yang cukup melalui mulut. Perban elastik digunakan pada wajah
untuk mengurangi pembengkakan. Pendarahan minor juga mungkin akan terlihat
setelah bedah. Jika bedah rahang atas telah dilakukan, kadang darah mengalir dari
hidung yang akan berhenti dalam waktu 24 jam. Kemungkinan akan terjadi
pembengkakan sementara di bibir, pipi, dan hidung. Ini merupakan respon
penyembuhan normal dan akan hilang setelah seminggu atau lebih. Sensasi karena
obat yang digunakan dapat menyebabkan mual dan muntah.
Untuk membantu penyembuhan, rahang pasien dicegah untuk bergerak
dengan menggunakan alat-alat fiksasi. Selama masa penyembuhan, pasien dapat
mengkonsumsi makanan cair yang mengakibatkan kehilangan berat badan, tetapi hal
ini dapat kembali setelah masa fiksasi berakhir.
Kebersihan mulut pasien harus diperhatikan. Pasien harus rajin menyikat gigi
dengan benar. Apabila pasien mengalami kesulitan dalam menggunakan sikat gigi
dewasa, maka pada awalnya dapat menggunakan sikat gigi bayi. Pasien harus
menyikat gigi dan mencuci mulut dengan obat kumur untuk mulut dan meningkatkan
pembengkakan wajah.24
Penyembuhan awal pasca bedah memerlukan waktu enam minggu tapi
selesainya proses penyembuhan memakan waktu hingga 9-12 bulan. Selama periode
Selama periode ini kesehatan mulut harus dijaga secara ketat dan kawat dikeluarkan
enam atau delapan bulan setelah bedah. Ahli ortodonti biasanya melakukan tahap
pasca bedah perawatan ortodonti 4-8 minggu setelah bedah untuk menentukan gigitan
yang tepat. Dalam kebanyakan kasus, kawat dikeluarkan dalam waktu enam sampai
dua belas bulan setelah bedah. Untuk fungsi bicara, bedah ortognatik tidak memberi
pengaruh yang signifikan dan tidka mempengaruhi kualitas vocal atau pengucapan
huruf secara permanen.
4.2 Komplikasi Pasca Bedah
Komplikasi seperti bengkak, nyeri, mual, muntah, perdarahan, infeksi, infeksi
dada, dan lain-lain adalah beberapa resiko potensi dari setiap bedah besar dengan
anestesi umum. Komplikasi khusus lain pada bedah ortognatik adalah:21
1. Komplikasi pada sinus seperti sinusitis dapat terjadi dan memerlukan
perawatan yang lebih lanjut.
2. Adanya gigi yang non vital, namun jarang terlihat didekat lokasi osteotomi.
3. Infeksi periodontal di sekitar gigi dekat lokasi osteotomi dapat menyebabkan
mobilitas gigi yang bersangkutan, namun kompliaksi ini sangat jarang terjadi.
Hal ini dapat dikoreksi dengan bedah flap periodontal dan bone grafting.
4. Nekrosis tulang yang dapat menyebabkan kerusakan tulang dan gangguan
estetika wajah, namun sangat jarang terjadi. Hal ini disebabkan oleh
berkurangnya pasokan darah pada sisi pembedahan.
5. Pembengkakan adalah reaksi normal terhadap setiap prosedur bedah, dan
kira-kira 24-72 jam setelah bedah yang akan mereda setelah minggu ketiga
atau keempat.
6. Cedera untuk gigi yang berdekatan dengan akar, restorasi, atau cangkolan
pesawat prostodonti juga dapat terjadi selama bedah ortognatik.
7. Relapse atau kekambuhan dari posisi rahang baru atau pergeseran struktur
BAB V
KESIMPULAN
Celah palatum bilateral komplet terkadang tidak hanya diperbaiki secara
bedah biasa saja. Ada juga celah palatum yang harus diperbaiki dengan bedah
ortognatik, yaitu tindakan bedah yang disertai dengan tindakan ortodonti. Bedah
ortognatik merupakan proses untuk memperbaiki atau penempatan rahang terkait
dengan oklusi atau gigi yang posisinya tidak sesuai dan tidak pada tempatnya.
Akibat dari perbaikan celah palatum sering terjadi hipoplasia maksila yang
disertai dengan retrusi maksila. Perbaikan dari retrusi maksila ini adalah dengan cara
bedah ortognatik yang menggunakan teknik Le Fort I osteotomi.
Perawatan pasca bedah dilakukan dengan mendatangi dokter gigi bedah
maksilofasial dan ahli ortodonti secara berkala untuk memastikan agar perbaikan
celah palatum dan oklusi giginya berhasil. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain
bengkak, nyeri, mual, muntah, perdarahan, infeksi, infeksi dada, kehilangan sensasi
yang mengakibatkan mati rasa atau kesemutan dari dagu, pipi, hidung, atau lidah,
DAFTAR PUSTAKA
1. Hayward JR. Cleft lip and cleft palate. in: Kruger GO, eds. Textbook of oral
surgery. 3rd Ed. Saint Louis : The CV Mosby Company, 1968 : 386-91
2. Riden K . Oral and maxillofacial surgery. Bristol UK: Southmead Department
of Maxillofacial Surgery, Southmead Hospital, 1998 : 78-80
3. Bell William. Surgical correction of dentofacial deformities. Philadelphia.
W.B . Saunders Company 1985: 526
4. Bell William. Surgical correction of dentofacial deformities. Philadelphia.
W.B . Saunders Company 1985: 527-8
5. Bell William. Surgical correction of dentofacial deformities. Philadelphia.
W.B . Saunders Company 1985: 525
6. Wolford Larry. Surgical planning in orthognathic surgery. Churchill
Livingstone. 2007: 1156-7
7. Kruger GO. Textbook of oral surgery. USA. Mosby Company. 1959: 376.-80.
8. Tjiptono TR dkk. Ilmu bedah mulut. Medan. Percetakan Cahaya Sukma.
Medan. 1989: 320
9. Bishara SE. Textbook of orthodontics. WB Saunders Company. 2001: 53
10.Santos JD. Occlusion. Ishiyaku EuroAmerica, Inc. USA. 1999: 85-7
11.Seung HB. Cleft type and angle’s classification of maloclussion in korean cleft
patient. European Journal of Orthodonthics,2002;24:647-53
13.Astuti IA. Bedah ortognatik. Bahan Ajar. Bandung : Bagian Bedah Mulut FKG
Unpad/RSHS: 1
14.Deluke DM. Orthognathic surgery: The state of the art. New York State
Dental Journal; Des 1998; 64: 30-33; ProQuest Medical Library
15.Narayanan V., Guhan S., K. Shrikumar. Self-assessment of facial form oral
function and psychosocial function before and after orthognathic surgery.
Indian Journal of Dental Research,2008;19(1):12-6
16.Trindade I., Yamashita R. Effects of orthognathic surgery on speech and
breathing of subjects with cleft lip and palate: acoustic and aerodynamic
assessment. Craniofacial Journal,2003;1(40):54-64
17.Daskalogiannakis J., Mehta M. The need for orthognathic surgery in patients
with repaired complete unilateral and complete bilateral cleft lip and palate.
Cleft Palate and Craniofacial Journal,2009;46: 5
18.Anonymous.
19.Bamber MA. A Validation of two orthognathic model surgery techniques.
Journal of Orthodontic,2001;28(2):135
20.Mars Michael. Management of cleft lip and palate in developing world. John
Willey and Sons Ltd. 2008: 44
21.Archer HW. A Manual of oral surgery. Philadelphia: W.B. Saunders
Company. 1954:411-5
22.Menezes R. Dental anomalies as part of the cleft spectrum. Craniofacial
Journal,2008;6(45)
24.Bell William. Surgical correction of dentofacial deformities. Philadelphia.
W.B . Saunders Company 1985: 607-13
25.Pedersen GW. Buku ajar praktis bedah mulut (oral surgery). Alih Bahasa.
BIODATA PENULIS
NAMA LENGKAP : Ulfa Fetriani
NAMA KECIL : Uul
TEMPAT/TANGGAL LAHIR : Air Tiris/ 11 September 1988
ANAK KE : 1 dari 2 bersaudara
ORANG TUA
AYAH : Khudri
PEKERJAAN : Wiraswasta
IBU : Jasmidar
PEKERJAAN : Pegawai Negeri Sipil (Guru SMP)
ALAMAT : Jl. Paus Ujung Komp.Villa Indah Paus E 29
PEKANBARU
ALAMAT KOS : Jl. Tridharma No. 56 Komp. USU MEDAN
RIWAYAT PENDIDIKAN : 1992-1994: TK AISYAH BANGKINANG
1994-2000: SD NEGERI 030 PEKANBARU
2000-2003: SMP NEGERI 13 PEKANBARU
2003-2006: SMA NEGERI 8 PEKANBARU