• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Tinggi Palatum Berdasarkan Klasifikasi Maloklusi Angle pada Murid SMA Negeri 8 Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Tinggi Palatum Berdasarkan Klasifikasi Maloklusi Angle pada Murid SMA Negeri 8 Medan"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN 1

(2)

31 Rano Parsyah S 2 2 28.30

40 Jimmy Abadi Kristian Tarigan

(3)
(4)

KETERANGAN JENIS KELAMIN : 1= Perempuan

2= Laki-laki

KETERANGAN 2 KLASIFIKASI MALOKLUSI ANGLE:

1= klas 1

(5)

LAMPIRAN 2

HASIL PERHITUNGAN STATISTIK RATA-RATA TINGGI PALATUM PADA SMA NEGERI 8 MEDAN

HASIL UJI NORMALITAS PADA SAMPEL LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN

PADA MURID SMA NEGERI 8 MEDAN

Tests of Normality

FREKUENSI JENIS KELAMIN RESPONDEN DAN MALOKLUSI ANGLE PADA SMA NEGERI 8 MEDAN

Jenis kelamin responden

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid perempuan 45 43.3 43.3 43.3

laki-laki 59 56.7 56.7 100.0

(6)

klasifikasi maloklusi angle

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid klas I 55 52.9 52.9 52.9

(7)

PERBEDAAN RATA-RATA TINGGI PALATUM PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN

Independent Samples Test Levene's Test

for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Difference

F Sig. t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper

tinggi palatum Equal variances assumed

1.671 .199 .198 102 .843 .20931 1.05448 -1.88224 2.30086

Equal variances not assumed

.195 88.645 .846 .20931 1.07131 -1.91948 2.33809

(8)

RATA-RATA TINGGI PALATUM PADA MASING-MASING KLASIFIKASI MALOKLUSI ANGLE

Descriptives

klasifikasi maloklusi angle Statistic Std. Error

(9)

TABEL CROSSTAB

(10)

% within klasifikasi maloklusi angle

100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

(11)

LAMPIRAN 3

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Saya, Defri Komala Sari adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara. Sayaakan melakukan penelitian yang berjudul

GAMBARAN TINGGI PALATUM BERDASARKAN KLASIFIKASI

MALOKLUSI ANGLE PADA MURID SMA NEGERI 8 MEDAN.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rata-rata tinggi palatum yang normal

pada siswa SMAN 8 Medan. Manfaat yang diperoleh untuk calon subjek adalah

sebagai pengetahuan untuk keadaan normal tinggi palatum.

Peneliti mengajak saudara untuk ikut serta dalam penelitian ini. Penelitian ini

membutuhkan 115 sampel subjek penelitian. Penelitian ini bersifat sukarela. Saudara

bebas memilih keikutsertaan dalam penelitian initanpa ada paksaan. Bila saudara

memutuskan untuk ikut serta dalam penelitian, saudara juga bebas untuk

mengundurkan diri/ berubah pikiran setiap saat tanpa dikenai denda atau sanksi

apapun.

Apabila saudara setuju mengikuti penelitian ini, maka saudara diminta

menandatangani lembar persetujuan yang telah diberikan. Prosedur selanjutnya

adalah Peneliti akan melakukan pencetakan gigi saudara. Pencetakan gigi akan

menggunakan sendok cetak sesuai ukuran saudara, bahan cetak yang sering

digunakan dalam bidang kedokteran gigi, dan spatula untuk pengadukan. Saudara

diminta untuk duduk dengan posisi tegak dan membuka mulut. Peneliti akan

memasukkan sendok cetak berisi bahan cetak kedalam mulut saudara dan peneliti

memberitahu akan ada perasaan mual dan tidak nyaman selama sendok cetak berada

di dalam mulut. Apabila saudara merasakan rasa mual selama pencetakan, peneliti

(12)

untuk mengatupkan mulut selama 3 menit. Bahan cetak yang telah mengeras akan

dikeluarkan dari mulut saudara dan dihasilkan cetakan rahang atas/ bawah.

Sebagai subjek peneliti, saudara berkewajiban mengikuti aturan dan petunjuk

seperti yang tertulis di atas. Subjek peneliti tidak akan dibebankan oleh biaya apapun.

Bila saudara merasa belum jelas, Anda dapat bertanya lebih lanjut kepada peneliti

(CP: 081269810541). Semua informasi yang berkaitan dengan identitas subjek

penelitian akan dirahasiakan dan diketahui oleh peneliti. Hasil penelitian akan

dipublikasikan tanpa indentitas subjek penelitian. Peneliti akan memberikan

gantungan kunci berbentuk gigi sebagai ucapan terimakasih karena saudara bersedia

mengikuti penelitian ini.

Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan, partisipasi dan

(13)

LAMPIRAN 4

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

(INFORMED CONCERN)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : ...

Kelas : ...

Jenis Kelamin : L / P

Menyatakan bersedia untuk menjadi sampel dalam penelitian mengenai

Gambaran Tinggi Palatum berdasarkan klasifikasi maloklusi Angke pada Murid

SMA Negeri 8 Medan dan tidak akan menyatakan keberatan maupun tuntutan

dikemudian hari.

Demikian pernyataan ini saya berikan dalam keadaan sehat/ sadar dan tanpa

paksaan apapun dari pihak manapun juga.

Medan, Maret 2016

(14)

LAMPIRAN 5

DEPARTEMEN ORTODONTI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GAMBARAN TINGGI PALATUM BERDASARKAN

KLASIFIKASI MALOKLUSI ANGLE PADA MURID

SMA NEGERI 8 MEDAN

No. Kartu :

Pemeriksa :

Nama :

Kelas :

Suku : 1. Ayah : ...

2. Ibu : ...

A. Karakteristik Responden:

1. Menurut anda, apakah anda memerlukan perawatan kawat gigi?

a. Ya

b. Tidak

2. Bila ya, mengapa anda memerlukan perawatan kawat gigi?

a. Trend

b. Estetik

c. Gigi tidak teratur

d. Saran orang tua

(15)

B. Pemeriksaan Intra Oral (di isi oleh peneliti):

55 54 53 52 51 61 62 63 64 65

18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28 48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38

85 84 83 82 81 71 72 73 74 75

k : karies v : rusak/radiks • : tambalan ╬: non vital

: sedang erupsix : cabut o : belum erupsi lain-lain : ...

C. Pemeriksaan Model (di isi oleh peneliti):

Pemeriksaan Model Tipe Maloklusi Angle Hasil (mm)

Tinggi palatum

Lebar palatum

Hasil :

Keterangan:

Indeks tinggi palatum = Tinggi palatum

Lebar palatum

(16)
(17)
(18)

DAFTAR PUSTAKA

1 Bhalajji SI. Orthodontics the art and science. New Delhi: Arya(Medi) Publishing House, 2004; 21-35, 63-81

2 Bishara SE. Textbook of Orthodontics. Philadelphia: W.B. Saunders Company,2001: 19-20, 83-94

3 Al-Sayagh NM. The Relationship Of Palatal Dimension For Adolescent With Different Dental Angle Classification. Al-Rafidain Dent J. 2011; 11(2): 251-59.

4 Patel M. A Study Of The Hard Palate In The Skulls Of Central Indian Population. International Journal Of Pharma and Bio Sciences; 2012; 3(2):

527-33.

5 Paramesthi GAMDH, Farmasyanti CA, Karunia D. Besar indeks Pont dan Korhaus serta hubungan antara lebar dan panjang lengkung gigi terhadap tinggi palatum pada suku Jawa. [internet]. Available from: URL:

http://cendrawasih.a.f.staff.ugm.ac.id/wp-content/besar-indeks-pont-

korkhaus-serta-hubungan-antara-lebar-dan-panjang-lengkung-gigi-terhadap-tinggi-palatum-pada-suku-jawa.pdf. Diakses Agustus 21, 2015

6 Proffit WR, Fields HW, Sarver DM. Contemporary Orthodontics. 4th ed. Missouri: Mosby Elsevier, 2007: 44-6

7 Agustin E. Ukuran lebar dan panjang lengkung gigi serta tinggi palatum dengan tipe maloklusi pada pasien ortodontik di RSGM FKG UNHAS. Skripsi. Makassar: Unhas,2012: 15-30.

8 Bhalla S, Londhe M.S, Kumar P. Palatal Dimension Correlation in Malocclusions for Mixed Indian Population. Journal of Dental Research and Review. 2014; 1(3):137-40.

(19)

10 Sulandjari H. Buku ajar Orthodonsia 1 KGO 1. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta: 2008 ; 36-7

11 Laguhi AS, Anindita PS, Gunawan NP. Gambaran maloklusi dengan menggunakan HMAR pada pasien dirumah sakit gigi dan mulut universitas sam ratulangi manado. Journal e-GiGi 2014; 2(2)

12 Marbun EM. Gambaran pemeriksaan ABR dan timpanometri pasien celah bibir dan langit-langit serta faktor-faktor yang mempengaruhinya di RS Anak dan bunda Harahapan Kita Jakarta. Laporan penelitian. Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta. 2008.

13 Shahraki N, Yassaei S, Moghadam G. Abnormal Oral Bad Habit. Journal of Dentistry and Oral Hygiene. 2012; 4(2): 12-5

14 Kusuma ARP. Bernafas lewat mulut sebagai faktor ekstrinsik etiologi maloklusi. 2006; Unisula; 3-6

15 Lagana G, Masucci C, Fabi F. Prevalence of malocclusion, oral habits and orthodontic treatment need in a 7- to 15-year-old schoolchildren population in Tirana. Progress in orthodontics a springeropen journal 2013; 14:12

16 Hassan R, Rahimah AK. Occlusion, malocclusion and method of measurements an overview. Archieves of Orthodontics 2007; 2: 3-9.

17 Rakosi T, Jonas I, Graber TM. Color Atlas of Dental Medicine. New York: Thieme Medical Publisher Inc, 1993: 23-4, 45-6, 57-9

18 Singh G. Textbook of Orthodontics. 2th ed. New Delhi: Jaypee Brother Medical Publisher Ltd,2007: 159, 163-5, 175-8

19 Urtane I, Pugaca J, Liepa A. The Severity of Malocclusion and Need for Orthodontics Treatment in Correspondence With the Age. Stomatologija, Baltic and Maxillofacial Journal. 2006; 8: 35-8.

(20)

21 Dewi O. Analisis hubungan maloklusi dengan kaulitas hidup pada remaja SMU Kota Medan tahun 2007. Tesis. Medan: USU,2008: 14-24.

22 Ahmad AA, Ahmed KM, Al saleem RN. Palatal depth and arch parameter in class I openbite, deepbite and normal occlusion. Iraqi Orthodontic Journal 2005; 1(2): 26-31

23 Rizell S, Barrenas LM, Anna AS. Palatal height and dental arch dimension in turner syndrome karyotypes. European Journal of Orthodontic 2013:841-847 24 Maeir C. Palate Shape And Depth: A Shape Matching And Machine Learning

Method For Assessment Of Ancestry From Skeletal Remains. Thesis. University of North Carolina Wilmington: 2013

25 Cioni B. Correlations between morphologic palatal dimensions and the cranio-facial balance. Bollettino di Informazioni Ortodontiche 1997; 1-6 26 Skrinjaric dan Vukovojae. Palatal and Dental Arch Dimensions in Patients

with Down’s Syndrome. Coll Antropol 1995; 19 (1): 237-242

27 Badri el, Nemat H. Palatal Dimensions in Egyptian Childrenat the Mixed Dentition Period. International Journal of Dental Anthropology IJDA 2008;12:15-20

(21)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan

cross sectional yaitu untuk melihat gambaran tinggi palatum berdasarkan klasifikasi maloklusi Angle pada murid SMA Negeri 8 Medan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 8 Medan, Jln. Sampali No. 23 dan

dilaksanakan dari bulan Desember 2015 sampai Maret 2016.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh murid SMA Negeri 8 Medan

sejumlah 1000 orang

3.3.2 Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling adalah pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan atau kriteria sampel

yang ditentukan oleh peneliti.

3.3.3 Besar Sampel

Besar sampel ditentukan dengan rumus deskriptif pada satu populasi data.

(22)

d= Perkiraan selisih rata-rata yang bermakna = 30%  0,3

Dengan perhitungan rumus, didapatkan jumlah sampel adalah sebesar 104 model

studi.

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.4.1 Kriteria Inklusi

a. Murid Sekolah Menengah Atas usia 14-18 tahun

b. Belum pernah dirawat Orthodonti (pesawat lepasan/cekat/fungsional)

c. Jumlah gigi permanen lengkap kecuali Molar 3

d. Tidak ada tambalan

e. Tidak ada kebiasaan buruk

f. Bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani informed concernt

g. Tidak ada kelainan bentuk palatum

h. Kesehatan umum baik

3.4.2 Kriteria Ekslusi

a. Murid Sekolah Menengah Atas tidak kooperatif

b. Pernah dirawat ortodonti (pesawat lepasan/cekat/fungsional)

c. Memiliki kebiasaan buruk

3.5 Variabel Penelitian a. Tinggi palatum

b. Lebar palatum

(23)

- Klas I

g. Waktu pencetakan dan pengisian model gigi

h. Operator pencetakan

3.6 Definisi Operasional

1. Murid sekolah menengah atas usia 14-18 tahun adalah anak laki-laki

maupun perempuan yang belajar di SMA Negeri 8 Medan yang berusia

14-18 tahun.

2. Tinggi palatum adalah garis vertikal yang tegak lurus dengan midpalatal raphe yang diukur dari permukaan palatum ke permukaan oklusal pada garis intermolar pertama yang diukur dengan alat pengukur tinggi

palatum.

3. Lebar palatum adalah garis horizontal yang diukur dari permukaan

palatum bidang oklusal (jarak intermolar).

4. Maloklusi adalah suatu kondisi menyimpang dari relasi normal gigi

terhadap gigi lainnya dalam satu lengkung dan terhadap gigi pada

lengkung rahang lawannya.

5. Maloklusi Klas I Angle adalah Tonjol mesiobukal gigi M1 atas terletak

pada buccal groove gigi M1 bawah.

6. Maloklusi Klas II Angle adalah Tonjol mesiobukal gigi M1 atas terletak

lebih ke mesial dari gigi M1 bawah.

7. Maloklusi Klas II divisi 1 Angle adalah Jika gigi-gigi anterior di rahang

(24)

8. Maloklusi Klas II divisi 2 Angle adalah yaitu inklinasi gigi insisivus tegak

atau ke lingual

9. Maloklusi Klas III Angle adalah Tonjol mesiobukal gigi M1 atas terletak

lebih ke distal dari gigi M1 bawah.

10.Jenis kelamin adalah berdasarkan kartu tanda penduduk dan atau kartu

tanda pelajar

11.Model studi adalah hasil cetakan gigi pasien yang diisi dengan gips keras

(dental stone).

3.7 Bahan dan Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1. Alat diagnostik, yaitu tiga serangkai berupa kaca mulut merek Dentika,

sonde merek Dentika, pinset merek Dentika untuk pemeriksaan klinis

2. Sendok cetak ukuran M dan L

3. Rubber bowl dan Spatula 4. Kalkulator merek Casio

5. Pensil 2B merek Faber Castell

6. Penghapus merek Faber Castell

7. Alat ukur tinggi palatum

8. Kaliper digital

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah:

9. Bahan cetak Alginate merek Hygedent 10.Dental stone merek Sun Rock

11.Palster of paris

(25)

3.8 Prosedur Kerja

1. Memilih sampel murid Sekolah Menengah Atas dari kelas X, XI dan kelas

XII, kemudian mengisi kuesioner.

2. Sampel yang telah didapat dari kuesioner, dilakukan pemeriksaan klinis

berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi.

3. Murid yang memenuhi kriteria inklusi dan bersedia menjadi subjek

penelitian diberikan surat persetujuan (informed consent) agar disampaikan dan disetujui oleh orang tua kemudian dilakukan pencetakan

dengan bahan cetak Alginate.

4. Pencetakan rahang atas dan rahang bawah, kemudian hasil cetakan diisi

dengan dental stone ( tidak lebih dari 20 menit) yang dilakukan di sekolah Gambar 11. Alat dan bahan penelitian ; 1. Tiga serangkai 2. Sendok Cetak 3.

Rubber Bowl 4. Spatula 5. Kalkulator 6. Alat ukur tinggi palatum 7. Penghapus 8. Alginate 9. Dental Stone 10. Platers Of Paris 11. Pensil 12. Air 13. Kaliper digital

(26)

5. Tanam model studi pada basis dengan menggunakan bahan plaster of paris.

6. Lihat model studi untuk kalsifikasi maloklusi.

7. Ukur tinggi palatum dengan menggunakan alat pengukur tinggi palatum

pada model studi.

8. Ukur lebar palatum dengan menggunakan kaliper digital yang diukur dari

fossa molar satu kanan atas ke fossa molar satu kiri atas.

9. Tinggi palatum diukur dari jarak tinggi garis vertikal yang tegak lurus

dengan midpalatal raphe. Diukur menggunakan kaliper digital.

10.Indeks tinggi palatum didapatkan dari ;

Tinggi palatum

Lebar palatum

11.Dalam satu hari, pengukuran hanya dilakukan pada 10 model studi untuk

menghindari kelelahan mata peneliti sehingga data yang diperoleh lebih

akurat.

12.Hasil pengukuran yang diperoleh dicatat kemudian data diolah dengan

komputerisasi dan dianalisis.

3.9 Pengolahan Data dan Analisis Data 3.9.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputerisasi.

3.9.2 Analisis Data

a. Dihitung nilai rata-rata tinggi palatum pada semua sampel untuk

mendapatkan nilai normal pada murid SMA Negeri 8 Medan berdasarkan

maloklusi Angle.

b. Dihitung nilai rata-rata tinggi palatum yang normal pada murid laki-laki

dan pada murid perempuan di SMA Negeri 8 Medan.

c. Dihitung perbedaan rata-rata tinggi palatum pada murid laki-laki dan

perempuan di SMA Negeri 8 Medan.

(27)

3.10 Etika Penelitian

Etika penelitian dalam penelitian ini mencakup:

1. Lembar persetujuan (informed consent)

Peneliti melakukan pendekatan dan memberikan lembar persetujuan kepada

responden kemudian menjelaskan lebih dulu tentang tujuan penelitian, tindakan yang

akan dilakukan serta menjelaskan manfaat yang diperoleh dan hal-hal lain yang

berkaitan dengan penelitian. Bagi responden yang setuju, dimohon untuk

menandatangani lembar persetujuan agar dapat berpartisipasi dalam penelitian.

2. Ethical clearance

Peneliti mengajukan lembar persetujuan pelaksanaan kepada Komisi Etik

Penelitian Kesehatan berdasarkan ketentuan etika yang bersifat Internasional maupun

(28)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan untuk mengetahui gambaran tinggi palatum berdasarkan

klasifikasi maloklusi Angle dengan menggunakan metode purposive sampling pada siswa SMAN 8 Medan. Populasi penelitian adalah siswa SMAN 8 Medan berjumlah

1000 siswa dengan rentang usia 14-18 tahun.

4.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Tabel 1 menunjukkan karakteristik subjek penelitian dari 104 siswa SMA

Negeri 8 Medan. Dari penelitian diperoleh jumlah murid laki-laki lebih banyak, yaitu

56,7% dan perempuan 43,3%.

Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian

Jenis Kelamin Jumlah %

laki-laki 59 56.7

Perempuan 45 43.3

Total 104 100.0

4.2 Distribusi klasifikasi maloklusi Angle berdasarkan jenis kelamin Tabel 2 menunjukkan distribusi klasifikasi maloklusi Angle pada siswa SMA

Negeri 8 Medan diperoleh hasil penelitian, laki-laki Klas I berjumlah 31 orang

(52,5%), Klas II divisi 1 berjumlah 10 orang (16,9%), Klas II divisi 2 berjumlah 7

orang (11,9%), Klas III berjumlah 11 orang (18,6%), sedangkan perempuan Klas I

berjumlah 24 orang (53,3%), Klas II divisi 1 berjumlah 2 orang (4,4%), Klas II divisi

(29)

Tabel 2. Distribusi klasifikasi maloklusi Angle berdasarkan jenis kelamin

Jenis

kelamin

Klasifikasi Maloklusi Angle Total

Klas I Klas II

4.3 Tinggi palatum pada siswa SMA Negeri 8 Medan

Tabel 3 menunjukkan hasil penelitian rata-rata tinggi palatum pada siswa

SMA Negeri 8 Medan yaitu 34,31mm ± 5,30

Tabel 3. Rata-rata tinggi palatum Data

Tabel 4 menunjukkan hasil penelitian rata-rata tinggi palatum berdasarkan

jenis kelamin yaitu pada laki-laki 34,22 mm ± 5,04, sedangkan perempuan 34,43 mm

± 5,76, dengan perbedaan rata-rata 0,21 mm. Hasil analisis uji T menunjukkan

P>0,05, dimana tidak terdapat perbedaan rata-rata tinggi palatum antara laki-laki dan

(30)

Tabel 4. Perbedaan rata-rata tinggi palatum berdasarkan jenis kelamin

Tabel 5 menunjukkan hasil penelitian rata-rata tinggi palatum berdasarkan

klasifikasi maloklusi Angle, pada Klas I berjumlah 55 orang 34,46 mm ± 5,59, Klas

II divisi 1 berjumlah 12 orang 32,77 mm ± 3,63, Klas II divisi 2 berjumlah 13 orang

34,66 mm ± 5,34, sedangkan pada Klas III berjumlah 24 orang 34,54 mm ± 5,59.

Dengan derajat kepercayaan 95%.

Tabel 5. Rata-rata tinggi palatum berdasarkan klasifikasi maloklusi Angle

(31)

BAB 5 PEMBAHASAN

Proses pembentukan palatum dibentuk oleh prosesus maksilaris dan prosesus

frontonasalis. Bentuk palatum dipengrauhi oleh pertumbuhan rongga mulut sekitar

dan kekuatan fungsional seperti aktivitas otot lidah.7,9,23,26 Palatum yang dalam merupakan gambaran dari penyempitan bagian apikal prosesus alveolaris maksila

yang biasanya terjadi pada kebiasaan mengisap ibu jari atau bernafas dari

mulut.13,14,23,24,28 Penelitian ini untuk menganalisis gambaran tinggi palatum berdasarkan klasifikasi maloklusi Angle.

Pada tabel 2 menunjukkan distribusi maloklusi pada siswa laki-laki dan

perempuan SMA Negeri 8 Medan usia 14-18 tahun. Pada laki-laki memiliki

maloklusi Klas I dengan persentase 52,5%, Klas II divisi 1 16,9%, Klas II divisi 2

11,9% dan Klas III 18,6%, sedangkan perempuan Klas I 53,3%, Klas II divisi 14,4%,

klas II divisi 2 13,3% dan Klas III 28,9%.

Pada tabel 3 menunjukkan bahwa hasil rata-rata tinggi palatum pada laki-laki

dan perempuan yaitu 34.31 mm. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Paramesthi dkk pada 31 mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Gadjah Mada angkatan 2006-2009 yang menunjukkan bahwa rata-rata

tinggi palatum 36,29 mm.5 Penelitian ini juga sejalan dengan yang dilakukan oleh Bhalla dkk pada model studi anak usia 13-16 tahun dari institusi pemerintah keguruan

tahun 2014 yang menunjukkan rata-rata tinggi palatum yaitu 36,23 mm.8 Hal ini disebabkan karena usia dan jumlah sampel yang digunakan tidak jauh berbeda.

Hasil yang berbeda pada penelitian yang dilakukan di SMA dan klinik

ortodonti di Iran oleh Zarringhalam tahun 2004 pada 240 sampel usia 16-18 tahun

yang memiliki oklusi normal dan 16-20 tahun dengan maloklusi menunjukkan

rata-rata tinggi palatum yaitu 20,68 mm.9 Penelitian Al-sayagh pada 142 siswa dengan klasifikasi maloklusi Angle yang berbeda menunjukkan rata-rata tinggi palatum yaitu

(32)

digunakan dan perbedaan dalam pengukuran. Indeks pengukuran palatum yang

biasanya digunakan yaitu indeks Korkhaus.5,8

Pada tabel 4 menunjukkan perbedaan rata-rata tinggi palatum pada laki-laki

dan pada perempuan dengan menggunakan uji T menunjukkan nilai p > 0,05,

diperoleh bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata tinggi palatum pada laki-laki dan

perempuan pada siswa SMA Negeri 8 Medan usia 14-18 tahun. Hasil penelitian ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Al-sayagh menunjukkan pada laki-laki

yaitu 19,49 mm dan perempuan yaitu 19,21 mm, perbedaan rata-rata tinggi palatum

0,28 mm dimana tidak terdapat perbedaan yang signifikan.3 Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Abdulmawjood dkk pada 72 model

studi dengan maloklusi Klas I open bite, deep bite dan oklusi normal tahun 2005 menunjukkan bahwa rata-rata tinggi palatum pada laki-laki 47.03 mm, sedangkan

pada perempuan 46.32 mm, dengan perbedaan rata-rata 0,71 mm dimana tidak

terdapat perbedaan yang signifikan.22 Hal ini disebabkan karena jumlah sampel yang digunakan sama. Hasil yang berbeda pada penelitian yang dilakukan oleh

Zarringhalam yaitu pada 60 anak laki-laki rata-rata tinggi palatum yaitu 21,84 mm,

sedangkan pada 60 anak perempuan rata-rata tinggi palatum yaitu 19,53 mm, dan 2,3

mm lebih tinggi pada laki-laki. Perbedaan hasil penelitian ini disebabkan karena ras

pada sampel yang digunakan yaitu ras Kaukasoid.

Pada tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata tinggi palatum masing-masing

klasifikasi maloklusi Angle pada Klas I ; 34,46 mm, pada Klas II divisi 1 32,77 mm,

(33)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

6.1.1 Rata-rata tinggi palatum murid SMA Negeri 8 Medan adalah 34.31 mm

± 5.30 mm.

6.1.2 Rata-rata tinggi palatum pada perempuan 34.43 mm ± 5.67 mm,

sedangkan pada laki-laki 34.22 mm ± 5.04 mm. Tidak ada perbedaan signifikan

rata-rata tinggi palatum pada laki-laki dan perempuan.

6.1.3 Rata-rata tinggi palatum berdasarkan klasifikasi maloklusi Angle ; pada

Klas I 34,46 mm ± 5,59 mm, Klas II divisi 1 32,77 mm ± 3,63 mm, Klas II divisi 2

34,66 mm ± 5,34 mm, sedangkan Klas III 34,54 mm ± 5,59 mm.

6.2 Saran

6.2.1 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang sama

besar pada masing-masing klasifikasi maloklusi agar didapatkan validitas yang lebih

tinggi.

6.2.2 Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian pada ras

dan suku tertentu.

6.2.3 Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian dengan

menggunakan pengukuran indeks tinggi palatum berdasarkan kelompok umur

(34)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Palatum

2.1.1 Anatomi Palatum

Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga

mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum

merupakan salah satu bagian dari kraniofasial yang juga merupakan pembentuk dari

sepertiga tengah wajah. Struktur palatum sangat penting untuk dapat melakukan

proses mengunyah dan bernafas pada saat yang sama. Secara anatomi palatum terbagi

menjadi palatum durum (palatum keras) 2/3 posterior dan palatum mole (palatum

lunak) 1/3 anterior. Palatum durum terletak di bagian anterior atap rongga mulut.

Palatum durum terbentuk dari tulang yang memisahkan antara rongga mulut dan

rongga hidung. Palatum durum dibentuk oleh tulang maksila dan tulang palatin yang

dilapisi oleh membran mukosa. Bagian posterior atap rongga mulut dibentuk oleh

palatum mole. Palatum mole merupakan sekat berbentuk lengkungan yang

membatasi antara bagian orofaring dan nasofaring. Palatum mole terbentuk dari

jaringan otot yang sama halnya dengan palatum durum, juga dilapisi oleh membran

mukosa. 1,2,8

(35)

2.1.2 Pembentukan Palatum

Selama minggu ke lima perkembangan prenatal, terjadi pembentukan segmen

intermaksilari yaitu hasil dari penyatuan dua prosessus nasal media di dalam embrio.

Segmen ini adalah suatu massa internal berbentuk baji yang meluas ke inferior dan

bagian dalam nasal dan septum nasal yang terletak diantara permukaan prosesus

intermaksilaris. Segmen intermaksilaris ini akan membentuk palatum primer, suatu

massa triangular. Selama minggu ke enam pada perkembangan prenatal, prosessus

maksilaris bilateral membentuk dua palatal shelves atau prosessus lateral palatines.

Shelves akan berkembang ke inferior dan ke bagian dalam stomodeum pada arah vertikal di sepanjang kedua sisi lidah yang sedang berkembang. Palatine shelves ini berkembang ke arah bawah sejajar dengan permukaan lidah dan menyatu dengan

yang lain dengan palatum primer dan akan membentuk palatum sekunder. Untuk

pembentukan palatum yang lengkap terjadi karena penyatuan dari palatum sekunder

dengan bagian posterior palatum primer. Ke tiga prosessus menyatu secara sempurna,

membentuk palatum akhir bagian lunak dan keras selama minggu ke dua belas

(36)

2.1.3 Pertumbuhan Tinggi dan Lebar Palatum

Pertumbuhan palatum dimulai pada awal minggu kelima sampai minggu ke

duabelas prenatal.9 Palatum akan turun sesuai pertumbuhan maksila ke bawah yang diikuti oleh aposisi pada permukaan yang menghadap ke dasar rongga hidung.

Lengkung palatal bertambah dalam dengan adanya pertumbuhan prosesus alveolaris.

Ruang mulut dalam pertumbuhan anak-anak letaknya makin menjauh dari dasar

tengkorak karena adanya pertumbuhan dari sinus maksilaris dan rongga hidung.

Lengkungan transversal dan sagital dari palatum akan bertambah besar sepanjang

masa kanak-kanak sampai dewasa. Pertumbuhan lebar palatum paling banyak terjadi

pada regio molar pertama dan kedua sisi sutura media. Lima per enam perkembangan

palatum yang matur tercapai rata-rata pada usia 4 tahun dan perkembangan lebar

maksimum palatum dapat tercapai pada usia 19 tahun. Secara keseluruhan,

peningkatan lebar palatum terjadi karena aposisi dari permukaan terluar tulang

selama tahun pertama postnatal.2,5,9

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tinggi Palatum

Bentuk palatum terdiri dari bentuk U dan bentuk V. Variasi bentuk palatum

selain dipengaruhi pertumbuhan herediter dari tulang palatum, lengkung prosesus

alveolaris, juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pertumbuhan palatum dapat

dipengaruhi oleh kebiasaan buruk.5 Kebiasaan buruk yang dapat mempengaruhi ketinggian palatum antara lain ;

1. Kebiasaan mengisap ibu jari

Mengisap ibu jari adalah kebiasaan buruk yang paling umum dan prevalensi

untuk kebiasaan ini dilaporkan sekitar 13 sampai 100% di beberapa masyarakat.13 Kebiasaan mengisap ibu jari biasanya dimulai pada usia 3-4 tahun. Proses terjadi

pada minggu pertama setelah kelahiran, hal ini biasanya fisiologis. Akibat mengisap

ibu jari, terjadi kontraksi dinding bukal, sehingga lengkung maksil menjadi sempit,

(37)

2. Kebiasaan bernafas melalui mulut

Bernafas melalui mulut merupakan kebiasaan yang paling sering

menimbulkan kelainan pada struktur wajah dan oklusi gigi-geligi. Kebiasaan

bernafas lewat mulut yang berlangsung selama masa tumbuh kembang dapat

mempengaruhi pertumbuhan dentokraniofasial. Bernafas melalui mulut yang sudah

kronis dapat menyebabkan terjadinya kelainan pada otot-otot di sekitar mulut,

sehingga dapat memacu perkembangan maloklusi.14 Bernafas melalui mulut total terjadi jika jalan pernafasan benar-benar terhambat. Penyebab hambatan saluran

pernafasan yang paling sering pada anak-anak adalah pembesaran jaringan limfoid

yang terletak pada daerah faring yaitu pembesaran adenoid dan tonsil. Faktor

penyebab lainnya adalah pembengkakan kelenjar mukosa pada hidung. Akibat

hambatan saluran pernafasan akan menyebabkan ketidakaktifan fungsi saluran

pernafasan, oleh sebab itu akan terjadi kurangnya perkembangan dari rongga hidung

dan rahang atas sehingga akan terlihat lengkung rahang atas yang sempit atau

terjadinya perubahan lengkung rahang, palatum yang dalam atau terjadinya

deformitas bentuk palatum serta adanya overbite.13,14,15

Gambar 3. A. Kebiasaan mengisap ibu jari B. Palatum yang dalam akibat kebiasaan buruk mengisap ibu jari.13,14

(38)

2.2 Maloklusi

2.2.1 Definisi Maloklusi

Maloklusi adalah suatu kondisi menyimpang dari relasi normal gigi terhadap

gigi lainnya dalam satu lengkung dan terhadap gigi pada lengkung rahang lawannya.

Keadaan gigi yang tidak harmonis secara estetik mempengaruhi penampilan

seseorang dan mengganggu keseimbangan baik fungsi pengunyahan maupun bicara.

Maloklusi umumnya bukan merupakan proses patologis penyimpangan dari

perkembangan normal. Penentuan oklusi dapat didasarkan pada kunci oklusi

normal.6,11,15

Menurut beberapa studi epidemiologi yang dilakukan pada remaja Amerika

Serikat dilaporkan 11% remaja umur 12-17 tahun oklusi normal, 34,8% maloklusi

ringan dan 25,2% maloklusi yang berat sehingga beberapa kasus memerlukan

perawatan.8

2.2.2 Etiologi Maloklusi2,10,16,17,18

Menurut Proffit (1998) etiologi dari maloklusi tidak disebabkan oleh satu

faktor saja, maloklusi biasanya disebabkan oleh multifaktorial. Menurut Moyers

maloklusi dapat disebabkan oleh ;

1.Faktor Genetik

Penyebab maloklusi bervariasi salah satunya faktor genetik. Kerusakan genetik

mungkin akan tampak setelah lahir atau mungkin baru tampak beberapa tahun setelah

lahir. Peran heriditer pada pertumbuhan kraniofasial dan sebagai penyebab

deformitas dentofasial sudah banyak dipelajari, tetapi belum banyak diketahuai

bagian dari gen yang mana berperan dalam maturasi otot-otot orofasial.

Beberapa etiologi yang termasuk dalam faktor genetik;

1) Evolusi pengurangan rahang dan ukuran gigi yang menyebabkan perbedaan

ukuran rahang dan gigi

2) Sindrom genetik

(39)

2. Faktor Lingkungan

Pengaruh lingkungan pada maloklusi akan terjadi terus menerus selama

individu masih bertumbuh dan berkembang.

1) Tekanan terus menerus atau kekuatan yang melebihi 4-6 jam per hari pada

gigi; misalnya tekanan yang ada pada jaringan lunak seperti kebiasaan buruk

menghisap ibu jari.

2) Trauma

a. Trauma prenatal

- Hipoplasia mandibula dapat disebabkan oleh tekanan intrauterin atau

trauma selama kelahiran.

- “Vogelgesicht” pertumbuhan mandibula terhambat berhubungan dengan

ankilosis persendian temporomandibularis, mungkin disebabkan karena

cacat perkembangan oleh trauma.

b. Trauma postnatal

- Fraktur rahang dan gigi

- Trauma pada TMJ

3) Penyakit

a. Penyakit sistemik

Penyakit demam dapat mengganggu perkembangan gigi pada masa balita dan

kanak-kanak

b. Penyakit lokal

- Penyakit nasofaringeal dan gangguan fungsi pernafasan

- Tumor

- Karies. Dapat menyebabkan kehilangan dini gigi desidui, terganggunya

urutan erupsi gigi permanen, dan kehilangan gigi permanen.

2.2.3 Klasifikasi Maloklusi2,10,16,17

Tujuan untuk menggolongkan maloklusi ke dalam kelompok-kelompok

(40)

Klasifikasi maloklusi menurut Angle (1899);

1. Klas I Angle

Ciri-ciri Klas I Angle :

Tonjol mesiobukal gigi M1 atas terletak pada buccal groove gigi M1 bawah, adanya crowding, spacing, danrotasi.

2. Klas II Angle

Ciri-ciri Klas II Angle:

Tonjol mesiobukal M1 atas berada pada bagian mesial M1 bawah.

Kelas II Angle dibagi menjadi 2 yaitu Divisi 1 dan divisi 2 :

a. Kelas II Angle divisi 1 :

Jika gigi-gigi anterior di rahang atas inklinasinya ke labial atau protrusi

sehingga didapatkan overjet, overbite¸ curve of spee positif . b. Kelas II Angle divisi 2 :

Insisivus sentral atas retroklinasi, insisivus lateral atas proklinasi, deep bite,

jarak gigit bisa normal atau sedikit bertambah.

(41)

3. Klas III Angle

Ciri-ciri Klas III Angle :

Tonjol mesiobukal gigi M1 atas berada pada bagian distal dari M1 bawah,

terdapat crossbite anterior.

2.3 Cara Mengukur Tinggi Palatum5,8, 21,23

Korkhaus (1939 sit. Rakosi dkk., 1993) menilai bentuk palatum berdasarkan indeks tinggi palatum. Palatum yang tinggi merupakan gambaran dari penyempitan

bagian apikal prosesus alveolaris maksila yang biasanya terjadi pada kasus dengan Gambar 6. A. Klas II div 1 Angle. B. Klas II div 2 Angle1,3,17

Gambar 8. Klas III Angle1,3,17 A

(42)

Korkhaus didefinisikan sebagai jarak tinggi garis vertikal yang tegak lurus dengan

midpalatal raphe. Lebar palatum diukur dari permukaan palatum sampai bidang oklusal (molar pertama rahang atas). Indeks tinggi palatum dapat diketahui melalui

rumus sebagai berikut:

Tinggi palatum

Lebar palatum

Nilai rata-rata indeks tersebut adalah 42%, yang merupakan indeks ras

Kaukasoid, selanjutnya dalam penelitian yang dilakukan Korkhaus (1939 sit Rakosi dkk., 1993) diketahui bahwa nilai indeks ini meningkat apabila palatum tinggi dan

nilainya menurun jika palatum dangkal.

2.4 Hubungan Tinggi Palatum dengan Tipe Maloklusi Angle

Pada masa pertumbuhan Lengkung maksila menjadi lebih tinggi dan lebar,

sementara itu lengkung palatum akan bertambah besar secara transversal (tinggi) dan

sagital (panjang) semasa kanak-kanak sampai dewasa. Pertumbuhan dan

perkembangan palatum sering dikaitkan dengan bentuk palatum, lebar intermolar dan

panjang lengkung gigi posterior untuk pencegahan maloklusi. Secara klinis bentuk X 100

Indeks tinggi palatum =

Gambar 9. A. Aplikasi alat untuk mengukur tinggi palatum B. Aplikasi jangka sorong pada alat untuk mengukur tinggi palatum5.

(43)

palatum yang dalam dapat menyebabkan crossbite posterior, lebar intermolar sempit serta panjang lengkung pendek.5,23,25,27

Pada maloklusi Klas II divisi 1 memiliki lebar palatum yang sempit, Klas II

divisi 2 memiliki palatum yang dangkal sedangkan maloklusi Klas I dan maloklusi

Klas III memiliki palatum yang paling dalam.1,5,10 Hubungan antara dimensi palatal menunjukkan bahwa lebar palatum, garis lengkung dan tinggi palatum sangat

berkorelasi positif dengan satu sama lain di semua kelompok oklusi kecuali di Klas II

divisi 1 pada laki-laki. Maloklusi klas 1 pada laki-laki memiliki rata-rata tinggi dan

lebar palatum sebesar 19.98 mm dan 35.31 mm. Maloklusi klas II divisi 1 sebesar

20.65 mm dan 33.12 mm. Maloklusi klas II divisi 2 sebesar 19.94 mm dan 34.07 mm.

Klas II sebesar 19.39 dan 35.63 mm. Sedangkan pada perempuan rata-rata Klas I

tinggi dan lebar palatum sebesar 16.72 mm dan 34.46 mm, Klas II divisi 1 sebesar

19.04 mm dan 32.60 mm, maloklusi klas II divisi 2 sebesar 19.52 mm, sedangkan

klas III sebesar 20.47 mm dan 33.00. Maloklusi klas III memiliki lebar palatum lebih

sempit dibandingkan dengan oklusi Angle lainnya.3

Menurut penelitian Zarringhalam, pada laki-laki terdapat perbedaan yang

signifikan pada maloklusi Klas III daripada maloklusi Klas II dan Klas I.9 Pada perempuan Klas III memiliki tinggi palatum yang lebih dari semua kelompok

maloklusi lainnya. Pada laki-laki, maloklusi Klas II divisi 1 memiliki tinggi palatum

(44)

2.5 Kerangka Teori Klasifikasi Maloklusi Angle Pada Murid

(45)

2.6Kerangka Konsep

Tinggi palatum pada murid SMA Negeri Medan

- Usia 14-18 tahun

- Jenis kelamin

Klasifikasi Maloklusi Angle

- Klas I - Klas II

 Divisi 1  Divisi 2 - Klas III

- Tinggi Palatum - Lebar Palatum - Bahan cetak

- Bahan pengisi cetakan - Waktu pencetakan dan

pengisian model gigi - Operator pencetakan - Genetik

(46)

BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Maloklusi secara umum dapat diartikan suatu oklusi yang menyimpang dari

bentuk standar yang diterima sebagai bentuk normal. Kondisi ini muncul pada saat

proses perkembangan.1,2 Maloklusi sangat berhubungan dengan yang ada di rongga mulut salah satunya yaitu palatum. Tinggi palatum di setiap maloklusi berbeda.

Pada maloklusi Klas I tinggi palatum normal, Klas II divisi 1 palatum dalam, Klas II

divisi 2 kedalaman normal, sedangkan Klas III memiliki palatum yang paling

dalam.1,3

Palatum merupakan atap dari rongga mulut dan dasar dari rongga hidung.

Palatum terdiri atas palatum keras 2/3 posterior dan palatum lunak 1/3 anterior.1,2 Palatum memisahkan antara rongga mulut dan rongga hidung serta nasofaring meluas

hingga ke faring. Palatum juga menghubungkan antara kranium dan fasial. Bentuk

palatum akan berpengaruh jika terjadi asimetris pada basis kranium. Pertumbuhan

kraniofasial dikontrol oleh beberapa faktor antara lain: genetik, proses pertumbuhan,

tindakan bedah, malnutrisi, malfungsi dan malformasi kraniofasial.4,5,6

Proses pertumbuhan pada umumnya akan terhenti pada akhir masa remaja,

sedangkan pertumbuhan tulang wajah akan terus mengalami pertumbuhan aposisional

pada usia dewasa. Pertumbuhan aposisional merupakan pertumbuhan pada

permukaan tulang yang akan menunjukkan arah pertumbuhan, yang diimbangi oleh

adanya resorpsi pada sisi yang lain.7 Pertumbuhan maksila berhenti pada usia sekitar 15 tahun untuk wanita sedangkan pada pria sekitar usia 17 tahun.5

Pertumbuhan palatum dimulai sejak awal minggu ke enam sampai minggu ke

duabelas prenatal. Pertumbuhan lebar palatum paling banyak terjadi pada regio

molar pertama dan kedua sisi sutura media. Lima per enam perkembangan palatum

yang matur tercapai rata-rata pada usia 4 tahun dan perkembangan lebar maksimum

palatum dapat tercapai pada usia 19 tahun. Secara keseluruhan, peningkatan lebar

palatum terjadi karena aposisi dari permukaan terluar tulang selama tahun pertama

(47)

Menurut Khorkhaus tinggi palatum yaitu jarak tinggi garis vertikal yang tegak

lurus dengan midpalatal raphe. Garis vertikal ini melintang dari permukaan palatum sampai bidang oklusal (molar pertama rahang atas).3,8 Pertumbuhan tinggi palatum telah lengkap pada usia 16 tahun, dan dapat berbeda dipengaruhi oleh jenis

kelamin.5,9 Total rata-rata tinggi palatum pada oklusi normal adalah 20.61 mm, pada remaja wanita 19.53 mm dan pada remaja laki-laki 21.84 mm.9

Menurut Johnson dkk membandingkan dimensi palatal yaitu lebar dan

kedalamannya pada orang dewasa dengan maloklusi klas I, Klas II divisi 1 dan divisi

2 serta Klas III. Hasil menunjukkan bahwa maloklusi Klas II divisi 1 memiliki lebar

palatum yang sempit, Klas II divisi 2 memiliki palatum yang dangkal sedangkan

maloklusi Klas I dan Klas III memiliki palatum yang paling dalam.10

Menurut Zarringhalam yang menggunakan sampel sebesar 240 sampel yaitu

didapatkan tinggi palatum pada oklusi normal yaitu 20,61 mm. Pada maloklusi Klas I

; 20,43 mm kurang dari oklusi normal, pada maloklusi Klas II Divisi 1 20,65 mm dan

Klas III 21,19 mm lebih dari oklusi normal. Rata-rata tinggi palatum Klas III lebih

besar daripada Klas I dan Klas II. Hal ini terjadi karena posisi lidah yang lebih

rendah pada maloklusi Klas III dan tekanan otot luar pipi dan posisi yang lebih

rendah dari mandibula saat tidur di malam hari.9

Menurut penelitian yang dilakukan Paramesthi dkk pada mahasiswa suku

Jawa di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada angkatan tahun

2006-2009 di peroleh indeks tinggi palatum Korkhaus pada suku jawa sebesar 36,29 mm

sedangkan indeks Khorkhaus pada ras Kaukasoid adalah sebesar 42 mm.5

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dilakukan penelitian tentang

gambaran tinggi palatum berdasarkan klasifikasi maloklusi Angle pada murid SMA

Negeri 8 Medan.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diatas maka dapat dirumuskan masalah

(48)

a. Bagaimana gambaran tinggi palatum berdasarkan klasifikasi maloklusi

Angle Klas I, Klas II dan Klas III pada murid SMA Negeri 8 Medan?

b. Berapakah rata-rata tinggi palatum pada murid SMA Negeri 8 Medan?

c. Apakah ada perbedaan rata-rata tinggi palatum pada murid laki-laki dan

perempuan ?

I.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tinggi palatum dengan

klasifikasi maloklusi Angle pada murid SMA Negeri 8 Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Untuk mengetahui rata-rata tinggi palatum pada murid SMA Negeri 8

Medan

b. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata tinggi palatum pada murid laki-laki

dan perempuan.

I.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

a. Menambah wawasan keilmuan dan memperluas pengetahuan peneliti yang

berkaitan dengan gambaran tinggi palatum berdasarkan klasifikasi

maloklusi Angle pada murid SMA Negeri 8 Medan.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Sebagai sumbangan pustaka dan bahan tambahan pengetahuan mengenai

gambaran tinggi palatum berdasarkan klasifikasi maloklusi Angle pada

murid SMA Negeri 8 Medan.

b. Dapat dijadikan sebagai penunjang dalam menentukan diagnosa di bidang

(49)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ortodonsia

Tahun 2016

Defri Komala Sari

Gambaran Tinggi Palatum Berdasarkan Klasifikasi Maloklusi Angle pada Murid

SMA Negeri 8 Medan

xi + 31 halaman

Maloklusi adalah suatu kondisi menyimpang dari relasi normal gigi terhadap

gigi lainnya dalam satu lengkung dan terhadap gigi pada lengkung rahang lawannya.

Maloklusi sangat berhubungan dengan yang ada di rongga mulut salah satunya yaitu

palatum. Tinggi palatum di setiap maloklusi berbeda. Menurut Khorkhaus tinggi

palatum yaitu jarak tinggi garis vertikal yang tegak lurus dengan midpalatal raphe. Garis vertikal ini melintang dari permukaan palatum sampai bidang oklusal (molar

pertama rahang atas). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) rata-rata tinggi

palatum pada pada masing-masing maloklusi Angle. (2) perbedaan rata-rata tinggi

palatum pada laki-laki dan perempuan pada murid SMA Negeri 8 Medan. Penelitian

ini dilakukan pada 104 orang murid SMA Negeri 8 Medan yang terdiri dari 59 orang

laki-laki dan 45 orang perempuan. Sampel murid SMA Negeri 8 Medan diambel

dengan cara metode Purposive Sampling. Sampel yang didapat kemudian dilakukan pencetakan pada rahang atas dan rahang bawah untuk mendapatkan model studi, lalu

dilakukan pengukuran tinggi palatum dan lebar palatum dengan menggunakan rumus

indeks Korkhaus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tinggi palatum

murid SMA Negeri 8 Medan adalah 34.31 mm ± 5.30 mm. Hasil analisis Uji T

dengan derajat kemaknaan 95% menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang

signifikan (P>0,05) antara rata-rata tinggi palatum pada murid laki-laki dan

perempuan. Kesimpulan adalah rata-rata tinggi palatum pada murid laki-laki dan

perempuan tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Rata-rata tinggi palatum pada

Klas I adalah 34,46 mm±5,59 mm, Klas II divisi 1 32,77 mm±3,63 mm, Klas II divisi

(50)

GAMBARAN TINGGI PALATUM BERDASARKAN

KLASIFIKASI MALOKLUSI ANGLE PADA

MURID SMA NEGERI 8 MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

DEFRI KOMALA SARI NIM: 120600010

Pembimbing:

1. Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort (K) 2. Hilda Fitria Lubis, drg., Sp.Ort

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(51)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ortodonsia

Tahun 2016

Defri Komala Sari

Gambaran Tinggi Palatum Berdasarkan Klasifikasi Maloklusi Angle pada Murid

SMA Negeri 8 Medan

xi + 31 halaman

Maloklusi adalah suatu kondisi menyimpang dari relasi normal gigi terhadap

gigi lainnya dalam satu lengkung dan terhadap gigi pada lengkung rahang lawannya.

Maloklusi sangat berhubungan dengan yang ada di rongga mulut salah satunya yaitu

palatum. Tinggi palatum di setiap maloklusi berbeda. Menurut Khorkhaus tinggi

palatum yaitu jarak tinggi garis vertikal yang tegak lurus dengan midpalatal raphe. Garis vertikal ini melintang dari permukaan palatum sampai bidang oklusal (molar

pertama rahang atas). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) rata-rata tinggi

palatum pada pada masing-masing maloklusi Angle. (2) perbedaan rata-rata tinggi

palatum pada laki-laki dan perempuan pada murid SMA Negeri 8 Medan. Penelitian

ini dilakukan pada 104 orang murid SMA Negeri 8 Medan yang terdiri dari 59 orang

laki-laki dan 45 orang perempuan. Sampel murid SMA Negeri 8 Medan diambel

dengan cara metode Purposive Sampling. Sampel yang didapat kemudian dilakukan pencetakan pada rahang atas dan rahang bawah untuk mendapatkan model studi, lalu

dilakukan pengukuran tinggi palatum dan lebar palatum dengan menggunakan rumus

indeks Korkhaus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tinggi palatum

murid SMA Negeri 8 Medan adalah 34.31 mm ± 5.30 mm. Hasil analisis Uji T

dengan derajat kemaknaan 95% menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang

signifikan (P>0,05) antara rata-rata tinggi palatum pada murid laki-laki dan

perempuan. Kesimpulan adalah rata-rata tinggi palatum pada murid laki-laki dan

perempuan tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Rata-rata tinggi palatum pada

Klas I adalah 34,46 mm±5,59 mm, Klas II divisi 1 32,77 mm±3,63 mm, Klas II divisi

(52)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 03 Mei 2016

Pembimbing : Tanda tangan

Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort (K) ……….

NIP: 195402121981022001

Pembimbing kedua :

Hilda Fitria Lubis, drg., Sp.Ort ……….

(53)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji

pada tanggal 03 Mei 2016

TIM PENGUJI

Ketua : Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort (K)

Anggota : 1. Hilda Fitria Lubis,drg., Sp.Ort

2. Muslim Yusuf, drg., Sp.Ort (K)

(54)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan

karunia-Nya yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Rasa terimakasih yang tak terhingga khususnya penulis sampaikan kepada

ayahanda Usman Hadi dan ibunda Yusnani, serta saudara penulis Yan Fartawijaya,

Fredi Usman Putra, Thomas Fahri Husaini dan Dini Juniarti yang telah memberikan

kasih sayang, doa, dukungan, serta semangat dalam pengerjaan skripsi ini.

Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak

mendapatkan bimbingan, pengarahan, saran dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk

itu, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis

menyampaikan terima kasih kepada :

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort, Ph.D., Sp.Ort, Selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

2. Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort. (K)., dan Hilda Fitria Lubis,drg., Sp.Ort

selaku dosen pembimbing yang telah bersedia memberikan waktu,tenaga dan

pikiran dalam memberikan bimbingan, pengarahan serta dorongan semangat

kepada penulis mulai dari pembuatan proposal, penelitian, seminar hasil

hingga penyusunan dan penyempurnaan skripsi ini.

3. Zulkarnain, drg., M.Kes., selaku dosen pembimbing akademik penulis yang

telah membimbing penulis selama menjalani masa studi di perkuliahan.

4. Muslim Yusuf, drg., Sp.Ort.(K)., dan Mimi Marina Lubis, drg., Sp.Ort.,

selaku dosen tim penguji skripsi yang telah meluangkan waktu dan

memberikan saran dalam menyelesaikan skripsi.

5. Maya Fitria, SKM., M.Kes., staf pengajar di Departemen Kependudukan dan

Biostatistik FKM USU yang telah membantu dalam mengolah data statistik.

6. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Departemen Ortodonsia Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara atas segala bantuan yang

(55)

7. Wakil kepala sekolah Herbin Manurung, S.Pd., M.Si ,Guru-guru, serta

murid-murid di SMA Negeri 8 Medan, terima kasih atas keluangan waktunya

memberikan izin dan menjadi subjek penelitian

8. Teman seperjuangan Gita M Zulfi atas bantuan dan kebersamaan selama

penelitian berlangsung.

9. Sahabat-sahabat terbaik di Asrama Putri USU Kiky, Lasna, Tini, Lilis, Ayu,

Miftah, Supi, Riana, Misnah atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan

kepada penulis.

10.Sahabat-sahabat terbaik Eka Safitri, Ulfa Rahmawaty, Rahma Anida, Reva

Oktriani, Nining Suryani, Wan Surya PS, Nita Budiarti, Yenni Windasari

teman-teman seperjuangan skripsi departemen Ortodonsia serta teman-teman

angkatan 2012 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang

telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu,

penulis mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun untuk

kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat

memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu

ortodonti, dan masyarakat.

Medan, April 2016

Penulis,

(Defri Komala Sari)

(56)

DAFTAR ISI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum ... 4

2.1.1 Anatomi Palatum ... 4

2.1.2 Pembentukan Palatum ... 5

2.1.3 Pertumbuhan Tinggi Palatum dan Lebar Palatum ... 6

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tinggi Palatum ... 6

2.2 Maloklusi ... 8

2.2.1 Definisi Maloklusi ... 8

(57)

2.2.3 Klasifikasi Maloklusi ... 9

2.3 Cara Mengukur Tinggi Palatum... 11

2.4 Hubungan Tinggi Palatum dengan Tipe Maloklusi Angle ... 12

2.5 Kerangka Teori ... 14

2.6 Kerangka Konsep ... 15

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 16

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 16

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 16

3.2.2 Waktu Penelitian ... 16

3.5 Variabel Penelitian ... 17

3.6 Definisi Operasional ... 18

3.7 Bahan dan Alat Penelitian ... 19

3.8 Prosedur Kerja ... 21

3.9 Pengolahan Data dan Analisis Data ... 21

(58)

DAFTAR TABEL

Tabel halaman

1. Karakteristik subjek penelitian ... 23

2. Distribusi maloklusi Angle berdasarkan jenis kelamin ... 24

3. Rata-rata tinggi palatum ... 24

4. Perbedaan rata-rata tinggi palatum berdasarkan jenis kelamin ... 25

(59)

DAFTAR GAMBAR

Gambar halaman

1. Anatomi palatum ... 4

2. Proses pembentukan palatum ... 5

3. Kebiasaan menghisap ibu jari dan Palatum yang dalam akibat Menghisap ibu jari ... 7

4. Klas I Angle ... 10

5. Klas II divisi 1Angle ... 11

6. Klas II divisi 2 Angle ... 11

7. Klas III Angle ... 11

8. Aplikasi alat untuk mengukur tinggi palatum dan Aplikasi jangka sorong pada alat untuk mengukur tinggi palatum ... 12

(60)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil Pengukuran Tinggi dan Lebar Palatum pada Murid SMA Negeri 8

Medan

2. Hasil Perhitungan Statistik Tinggi Palatum Berdasarkan Klasifikasi Maloklusi

Angle Pada Murid SMA Negeri 8 Medan

3. Lembar Penjelasan Kepada Subjek Peneltian

4. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) 5. Lembar Kuesioner

6. Surat Keterangan Izin Penelitian dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan

(Ethical Clearence)

7. Surat Izin Penelitian dari Dinas Pendidikan Kota Medan

Gambar

TABEL CROSSTAB
Gambar 11.
Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian
Tabel 2. Distribusi klasifikasi maloklusi Angle berdasarkan jenis kelamin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini mendapatkan prevalensi maloklusi berdasarkan klasifikasi Angle pada anak sindrom Down usia 6-18 tahun di SLB-C Kota Medan sebesar 31,71% anak

Berdasarkan masalah yang dijelaskan penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran maloklusi Angle akibat tidak mendapatkan air susu ibu pada anak usia 6

Hasil penelitian yang dilakukan di SMAN 4 Medan mengenai distribusi maloklusi berdasarkan klasifikasi Angle didapati bahwa hubungan molar Klas I adalah yang tertinggi,

41 Penelitian yang dilakukan oleh Liling DT dalam melihat hubungan status psikososial remaja dengan maloklusi anterior menggunakan PIDAQ pada pelajar SMP di Makassar melaporkan

ini adalah mengetahui prevalensi maloklusi berdasarkan klasifikasi Angle dan Dental Aesthetic Index pada anak autis dan anak normal usia 6-18 tahun dan melihat

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk melihat gambaran student engagement pada siswa/i SMA Sultan Iskandar Muda Medan.. Dalam penelitian ini

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi maloklusi pada siswa SMAN 4 di Kota Medan berdasarkan klasifikasi Angle dan bentuk-bentuk umum.. Jenis penelitian

Saat ini, saya sedang mengadakan penelitian yang berjudul “Perbandingan Indeks Plak Pengguna Pesawat Ortodonti Cekat Murid SMA Swasta Harapan 1 dan SMA Negeri 1