LAMPIRAN 1
31 Rano Parsyah S 2 2 28.30
40 Jimmy Abadi Kristian Tarigan
KETERANGAN JENIS KELAMIN : 1= Perempuan
2= Laki-laki
KETERANGAN 2 KLASIFIKASI MALOKLUSI ANGLE:
1= klas 1
LAMPIRAN 2
HASIL PERHITUNGAN STATISTIK RATA-RATA TINGGI PALATUM PADA SMA NEGERI 8 MEDAN
HASIL UJI NORMALITAS PADA SAMPEL LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN
PADA MURID SMA NEGERI 8 MEDAN
Tests of Normality
FREKUENSI JENIS KELAMIN RESPONDEN DAN MALOKLUSI ANGLE PADA SMA NEGERI 8 MEDAN
Jenis kelamin responden
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid perempuan 45 43.3 43.3 43.3
laki-laki 59 56.7 56.7 100.0
klasifikasi maloklusi angle
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid klas I 55 52.9 52.9 52.9
PERBEDAAN RATA-RATA TINGGI PALATUM PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN
Independent Samples Test Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
F Sig. t df Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error
Difference Lower Upper
tinggi palatum Equal variances assumed
1.671 .199 .198 102 .843 .20931 1.05448 -1.88224 2.30086
Equal variances not assumed
.195 88.645 .846 .20931 1.07131 -1.91948 2.33809
RATA-RATA TINGGI PALATUM PADA MASING-MASING KLASIFIKASI MALOKLUSI ANGLE
Descriptives
klasifikasi maloklusi angle Statistic Std. Error
TABEL CROSSTAB
% within klasifikasi maloklusi angle
100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
LAMPIRAN 3
LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN
Saya, Defri Komala Sari adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara. Sayaakan melakukan penelitian yang berjudul
GAMBARAN TINGGI PALATUM BERDASARKAN KLASIFIKASI
MALOKLUSI ANGLE PADA MURID SMA NEGERI 8 MEDAN.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rata-rata tinggi palatum yang normal
pada siswa SMAN 8 Medan. Manfaat yang diperoleh untuk calon subjek adalah
sebagai pengetahuan untuk keadaan normal tinggi palatum.
Peneliti mengajak saudara untuk ikut serta dalam penelitian ini. Penelitian ini
membutuhkan 115 sampel subjek penelitian. Penelitian ini bersifat sukarela. Saudara
bebas memilih keikutsertaan dalam penelitian initanpa ada paksaan. Bila saudara
memutuskan untuk ikut serta dalam penelitian, saudara juga bebas untuk
mengundurkan diri/ berubah pikiran setiap saat tanpa dikenai denda atau sanksi
apapun.
Apabila saudara setuju mengikuti penelitian ini, maka saudara diminta
menandatangani lembar persetujuan yang telah diberikan. Prosedur selanjutnya
adalah Peneliti akan melakukan pencetakan gigi saudara. Pencetakan gigi akan
menggunakan sendok cetak sesuai ukuran saudara, bahan cetak yang sering
digunakan dalam bidang kedokteran gigi, dan spatula untuk pengadukan. Saudara
diminta untuk duduk dengan posisi tegak dan membuka mulut. Peneliti akan
memasukkan sendok cetak berisi bahan cetak kedalam mulut saudara dan peneliti
memberitahu akan ada perasaan mual dan tidak nyaman selama sendok cetak berada
di dalam mulut. Apabila saudara merasakan rasa mual selama pencetakan, peneliti
untuk mengatupkan mulut selama 3 menit. Bahan cetak yang telah mengeras akan
dikeluarkan dari mulut saudara dan dihasilkan cetakan rahang atas/ bawah.
Sebagai subjek peneliti, saudara berkewajiban mengikuti aturan dan petunjuk
seperti yang tertulis di atas. Subjek peneliti tidak akan dibebankan oleh biaya apapun.
Bila saudara merasa belum jelas, Anda dapat bertanya lebih lanjut kepada peneliti
(CP: 081269810541). Semua informasi yang berkaitan dengan identitas subjek
penelitian akan dirahasiakan dan diketahui oleh peneliti. Hasil penelitian akan
dipublikasikan tanpa indentitas subjek penelitian. Peneliti akan memberikan
gantungan kunci berbentuk gigi sebagai ucapan terimakasih karena saudara bersedia
mengikuti penelitian ini.
Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan, partisipasi dan
LAMPIRAN 4
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
(INFORMED CONCERN)
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : ...
Kelas : ...
Jenis Kelamin : L / P
Menyatakan bersedia untuk menjadi sampel dalam penelitian mengenai
Gambaran Tinggi Palatum berdasarkan klasifikasi maloklusi Angke pada Murid
SMA Negeri 8 Medan dan tidak akan menyatakan keberatan maupun tuntutan
dikemudian hari.
Demikian pernyataan ini saya berikan dalam keadaan sehat/ sadar dan tanpa
paksaan apapun dari pihak manapun juga.
Medan, Maret 2016
LAMPIRAN 5
DEPARTEMEN ORTODONTI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GAMBARAN TINGGI PALATUM BERDASARKAN
KLASIFIKASI MALOKLUSI ANGLE PADA MURID
SMA NEGERI 8 MEDAN
No. Kartu :
Pemeriksa :
Nama :
Kelas :
Suku : 1. Ayah : ...
2. Ibu : ...
A. Karakteristik Responden:
1. Menurut anda, apakah anda memerlukan perawatan kawat gigi?
a. Ya
b. Tidak
2. Bila ya, mengapa anda memerlukan perawatan kawat gigi?
a. Trend
b. Estetik
c. Gigi tidak teratur
d. Saran orang tua
B. Pemeriksaan Intra Oral (di isi oleh peneliti):
55 54 53 52 51 61 62 63 64 65
18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28 48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38
85 84 83 82 81 71 72 73 74 75
k : karies v : rusak/radiks • : tambalan ╬: non vital
: sedang erupsix : cabut o : belum erupsi lain-lain : ...
C. Pemeriksaan Model (di isi oleh peneliti):
Pemeriksaan Model Tipe Maloklusi Angle Hasil (mm)
Tinggi palatum
Lebar palatum
Hasil :
Keterangan:
Indeks tinggi palatum = Tinggi palatum
Lebar palatum
DAFTAR PUSTAKA
1 Bhalajji SI. Orthodontics the art and science. New Delhi: Arya(Medi) Publishing House, 2004; 21-35, 63-81
2 Bishara SE. Textbook of Orthodontics. Philadelphia: W.B. Saunders Company,2001: 19-20, 83-94
3 Al-Sayagh NM. The Relationship Of Palatal Dimension For Adolescent With Different Dental Angle Classification. Al-Rafidain Dent J. 2011; 11(2): 251-59.
4 Patel M. A Study Of The Hard Palate In The Skulls Of Central Indian Population. International Journal Of Pharma and Bio Sciences; 2012; 3(2):
527-33.
5 Paramesthi GAMDH, Farmasyanti CA, Karunia D. Besar indeks Pont dan Korhaus serta hubungan antara lebar dan panjang lengkung gigi terhadap tinggi palatum pada suku Jawa. [internet]. Available from: URL:
http://cendrawasih.a.f.staff.ugm.ac.id/wp-content/besar-indeks-pont-
korkhaus-serta-hubungan-antara-lebar-dan-panjang-lengkung-gigi-terhadap-tinggi-palatum-pada-suku-jawa.pdf. Diakses Agustus 21, 2015
6 Proffit WR, Fields HW, Sarver DM. Contemporary Orthodontics. 4th ed. Missouri: Mosby Elsevier, 2007: 44-6
7 Agustin E. Ukuran lebar dan panjang lengkung gigi serta tinggi palatum dengan tipe maloklusi pada pasien ortodontik di RSGM FKG UNHAS. Skripsi. Makassar: Unhas,2012: 15-30.
8 Bhalla S, Londhe M.S, Kumar P. Palatal Dimension Correlation in Malocclusions for Mixed Indian Population. Journal of Dental Research and Review. 2014; 1(3):137-40.
10 Sulandjari H. Buku ajar Orthodonsia 1 KGO 1. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta: 2008 ; 36-7
11 Laguhi AS, Anindita PS, Gunawan NP. Gambaran maloklusi dengan menggunakan HMAR pada pasien dirumah sakit gigi dan mulut universitas sam ratulangi manado. Journal e-GiGi 2014; 2(2)
12 Marbun EM. Gambaran pemeriksaan ABR dan timpanometri pasien celah bibir dan langit-langit serta faktor-faktor yang mempengaruhinya di RS Anak dan bunda Harahapan Kita Jakarta. Laporan penelitian. Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta. 2008.
13 Shahraki N, Yassaei S, Moghadam G. Abnormal Oral Bad Habit. Journal of Dentistry and Oral Hygiene. 2012; 4(2): 12-5
14 Kusuma ARP. Bernafas lewat mulut sebagai faktor ekstrinsik etiologi maloklusi. 2006; Unisula; 3-6
15 Lagana G, Masucci C, Fabi F. Prevalence of malocclusion, oral habits and orthodontic treatment need in a 7- to 15-year-old schoolchildren population in Tirana. Progress in orthodontics a springeropen journal 2013; 14:12
16 Hassan R, Rahimah AK. Occlusion, malocclusion and method of measurements an overview. Archieves of Orthodontics 2007; 2: 3-9.
17 Rakosi T, Jonas I, Graber TM. Color Atlas of Dental Medicine. New York: Thieme Medical Publisher Inc, 1993: 23-4, 45-6, 57-9
18 Singh G. Textbook of Orthodontics. 2th ed. New Delhi: Jaypee Brother Medical Publisher Ltd,2007: 159, 163-5, 175-8
19 Urtane I, Pugaca J, Liepa A. The Severity of Malocclusion and Need for Orthodontics Treatment in Correspondence With the Age. Stomatologija, Baltic and Maxillofacial Journal. 2006; 8: 35-8.
21 Dewi O. Analisis hubungan maloklusi dengan kaulitas hidup pada remaja SMU Kota Medan tahun 2007. Tesis. Medan: USU,2008: 14-24.
22 Ahmad AA, Ahmed KM, Al saleem RN. Palatal depth and arch parameter in class I openbite, deepbite and normal occlusion. Iraqi Orthodontic Journal 2005; 1(2): 26-31
23 Rizell S, Barrenas LM, Anna AS. Palatal height and dental arch dimension in turner syndrome karyotypes. European Journal of Orthodontic 2013:841-847 24 Maeir C. Palate Shape And Depth: A Shape Matching And Machine Learning
Method For Assessment Of Ancestry From Skeletal Remains. Thesis. University of North Carolina Wilmington: 2013
25 Cioni B. Correlations between morphologic palatal dimensions and the cranio-facial balance. Bollettino di Informazioni Ortodontiche 1997; 1-6 26 Skrinjaric dan Vukovojae. Palatal and Dental Arch Dimensions in Patients
with Down’s Syndrome. Coll Antropol 1995; 19 (1): 237-242
27 Badri el, Nemat H. Palatal Dimensions in Egyptian Childrenat the Mixed Dentition Period. International Journal of Dental Anthropology IJDA 2008;12:15-20
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan
cross sectional yaitu untuk melihat gambaran tinggi palatum berdasarkan klasifikasi maloklusi Angle pada murid SMA Negeri 8 Medan.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 8 Medan, Jln. Sampali No. 23 dan
dilaksanakan dari bulan Desember 2015 sampai Maret 2016.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh murid SMA Negeri 8 Medan
sejumlah 1000 orang
3.3.2 Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling adalah pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan atau kriteria sampel
yang ditentukan oleh peneliti.
3.3.3 Besar Sampel
Besar sampel ditentukan dengan rumus deskriptif pada satu populasi data.
d= Perkiraan selisih rata-rata yang bermakna = 30% 0,3
Dengan perhitungan rumus, didapatkan jumlah sampel adalah sebesar 104 model
studi.
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.4.1 Kriteria Inklusi
a. Murid Sekolah Menengah Atas usia 14-18 tahun
b. Belum pernah dirawat Orthodonti (pesawat lepasan/cekat/fungsional)
c. Jumlah gigi permanen lengkap kecuali Molar 3
d. Tidak ada tambalan
e. Tidak ada kebiasaan buruk
f. Bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani informed concernt
g. Tidak ada kelainan bentuk palatum
h. Kesehatan umum baik
3.4.2 Kriteria Ekslusi
a. Murid Sekolah Menengah Atas tidak kooperatif
b. Pernah dirawat ortodonti (pesawat lepasan/cekat/fungsional)
c. Memiliki kebiasaan buruk
3.5 Variabel Penelitian a. Tinggi palatum
b. Lebar palatum
- Klas I
g. Waktu pencetakan dan pengisian model gigi
h. Operator pencetakan
3.6 Definisi Operasional
1. Murid sekolah menengah atas usia 14-18 tahun adalah anak laki-laki
maupun perempuan yang belajar di SMA Negeri 8 Medan yang berusia
14-18 tahun.
2. Tinggi palatum adalah garis vertikal yang tegak lurus dengan midpalatal raphe yang diukur dari permukaan palatum ke permukaan oklusal pada garis intermolar pertama yang diukur dengan alat pengukur tinggi
palatum.
3. Lebar palatum adalah garis horizontal yang diukur dari permukaan
palatum bidang oklusal (jarak intermolar).
4. Maloklusi adalah suatu kondisi menyimpang dari relasi normal gigi
terhadap gigi lainnya dalam satu lengkung dan terhadap gigi pada
lengkung rahang lawannya.
5. Maloklusi Klas I Angle adalah Tonjol mesiobukal gigi M1 atas terletak
pada buccal groove gigi M1 bawah.
6. Maloklusi Klas II Angle adalah Tonjol mesiobukal gigi M1 atas terletak
lebih ke mesial dari gigi M1 bawah.
7. Maloklusi Klas II divisi 1 Angle adalah Jika gigi-gigi anterior di rahang
8. Maloklusi Klas II divisi 2 Angle adalah yaitu inklinasi gigi insisivus tegak
atau ke lingual
9. Maloklusi Klas III Angle adalah Tonjol mesiobukal gigi M1 atas terletak
lebih ke distal dari gigi M1 bawah.
10.Jenis kelamin adalah berdasarkan kartu tanda penduduk dan atau kartu
tanda pelajar
11.Model studi adalah hasil cetakan gigi pasien yang diisi dengan gips keras
(dental stone).
3.7 Bahan dan Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Alat diagnostik, yaitu tiga serangkai berupa kaca mulut merek Dentika,
sonde merek Dentika, pinset merek Dentika untuk pemeriksaan klinis
2. Sendok cetak ukuran M dan L
3. Rubber bowl dan Spatula 4. Kalkulator merek Casio
5. Pensil 2B merek Faber Castell
6. Penghapus merek Faber Castell
7. Alat ukur tinggi palatum
8. Kaliper digital
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah:
9. Bahan cetak Alginate merek Hygedent 10.Dental stone merek Sun Rock
11.Palster of paris
3.8 Prosedur Kerja
1. Memilih sampel murid Sekolah Menengah Atas dari kelas X, XI dan kelas
XII, kemudian mengisi kuesioner.
2. Sampel yang telah didapat dari kuesioner, dilakukan pemeriksaan klinis
berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi.
3. Murid yang memenuhi kriteria inklusi dan bersedia menjadi subjek
penelitian diberikan surat persetujuan (informed consent) agar disampaikan dan disetujui oleh orang tua kemudian dilakukan pencetakan
dengan bahan cetak Alginate.
4. Pencetakan rahang atas dan rahang bawah, kemudian hasil cetakan diisi
dengan dental stone ( tidak lebih dari 20 menit) yang dilakukan di sekolah Gambar 11. Alat dan bahan penelitian ; 1. Tiga serangkai 2. Sendok Cetak 3.
Rubber Bowl 4. Spatula 5. Kalkulator 6. Alat ukur tinggi palatum 7. Penghapus 8. Alginate 9. Dental Stone 10. Platers Of Paris 11. Pensil 12. Air 13. Kaliper digital
5. Tanam model studi pada basis dengan menggunakan bahan plaster of paris.
6. Lihat model studi untuk kalsifikasi maloklusi.
7. Ukur tinggi palatum dengan menggunakan alat pengukur tinggi palatum
pada model studi.
8. Ukur lebar palatum dengan menggunakan kaliper digital yang diukur dari
fossa molar satu kanan atas ke fossa molar satu kiri atas.
9. Tinggi palatum diukur dari jarak tinggi garis vertikal yang tegak lurus
dengan midpalatal raphe. Diukur menggunakan kaliper digital.
10.Indeks tinggi palatum didapatkan dari ;
Tinggi palatum
Lebar palatum
11.Dalam satu hari, pengukuran hanya dilakukan pada 10 model studi untuk
menghindari kelelahan mata peneliti sehingga data yang diperoleh lebih
akurat.
12.Hasil pengukuran yang diperoleh dicatat kemudian data diolah dengan
komputerisasi dan dianalisis.
3.9 Pengolahan Data dan Analisis Data 3.9.1 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputerisasi.
3.9.2 Analisis Data
a. Dihitung nilai rata-rata tinggi palatum pada semua sampel untuk
mendapatkan nilai normal pada murid SMA Negeri 8 Medan berdasarkan
maloklusi Angle.
b. Dihitung nilai rata-rata tinggi palatum yang normal pada murid laki-laki
dan pada murid perempuan di SMA Negeri 8 Medan.
c. Dihitung perbedaan rata-rata tinggi palatum pada murid laki-laki dan
perempuan di SMA Negeri 8 Medan.
3.10 Etika Penelitian
Etika penelitian dalam penelitian ini mencakup:
1. Lembar persetujuan (informed consent)
Peneliti melakukan pendekatan dan memberikan lembar persetujuan kepada
responden kemudian menjelaskan lebih dulu tentang tujuan penelitian, tindakan yang
akan dilakukan serta menjelaskan manfaat yang diperoleh dan hal-hal lain yang
berkaitan dengan penelitian. Bagi responden yang setuju, dimohon untuk
menandatangani lembar persetujuan agar dapat berpartisipasi dalam penelitian.
2. Ethical clearance
Peneliti mengajukan lembar persetujuan pelaksanaan kepada Komisi Etik
Penelitian Kesehatan berdasarkan ketentuan etika yang bersifat Internasional maupun
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian dilakukan untuk mengetahui gambaran tinggi palatum berdasarkan
klasifikasi maloklusi Angle dengan menggunakan metode purposive sampling pada siswa SMAN 8 Medan. Populasi penelitian adalah siswa SMAN 8 Medan berjumlah
1000 siswa dengan rentang usia 14-18 tahun.
4.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Tabel 1 menunjukkan karakteristik subjek penelitian dari 104 siswa SMA
Negeri 8 Medan. Dari penelitian diperoleh jumlah murid laki-laki lebih banyak, yaitu
56,7% dan perempuan 43,3%.
Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian
Jenis Kelamin Jumlah %
laki-laki 59 56.7
Perempuan 45 43.3
Total 104 100.0
4.2 Distribusi klasifikasi maloklusi Angle berdasarkan jenis kelamin Tabel 2 menunjukkan distribusi klasifikasi maloklusi Angle pada siswa SMA
Negeri 8 Medan diperoleh hasil penelitian, laki-laki Klas I berjumlah 31 orang
(52,5%), Klas II divisi 1 berjumlah 10 orang (16,9%), Klas II divisi 2 berjumlah 7
orang (11,9%), Klas III berjumlah 11 orang (18,6%), sedangkan perempuan Klas I
berjumlah 24 orang (53,3%), Klas II divisi 1 berjumlah 2 orang (4,4%), Klas II divisi
Tabel 2. Distribusi klasifikasi maloklusi Angle berdasarkan jenis kelamin
Jenis
kelamin
Klasifikasi Maloklusi Angle Total
Klas I Klas II
4.3 Tinggi palatum pada siswa SMA Negeri 8 Medan
Tabel 3 menunjukkan hasil penelitian rata-rata tinggi palatum pada siswa
SMA Negeri 8 Medan yaitu 34,31mm ± 5,30
Tabel 3. Rata-rata tinggi palatum Data
Tabel 4 menunjukkan hasil penelitian rata-rata tinggi palatum berdasarkan
jenis kelamin yaitu pada laki-laki 34,22 mm ± 5,04, sedangkan perempuan 34,43 mm
± 5,76, dengan perbedaan rata-rata 0,21 mm. Hasil analisis uji T menunjukkan
P>0,05, dimana tidak terdapat perbedaan rata-rata tinggi palatum antara laki-laki dan
Tabel 4. Perbedaan rata-rata tinggi palatum berdasarkan jenis kelamin
Tabel 5 menunjukkan hasil penelitian rata-rata tinggi palatum berdasarkan
klasifikasi maloklusi Angle, pada Klas I berjumlah 55 orang 34,46 mm ± 5,59, Klas
II divisi 1 berjumlah 12 orang 32,77 mm ± 3,63, Klas II divisi 2 berjumlah 13 orang
34,66 mm ± 5,34, sedangkan pada Klas III berjumlah 24 orang 34,54 mm ± 5,59.
Dengan derajat kepercayaan 95%.
Tabel 5. Rata-rata tinggi palatum berdasarkan klasifikasi maloklusi Angle
BAB 5 PEMBAHASAN
Proses pembentukan palatum dibentuk oleh prosesus maksilaris dan prosesus
frontonasalis. Bentuk palatum dipengrauhi oleh pertumbuhan rongga mulut sekitar
dan kekuatan fungsional seperti aktivitas otot lidah.7,9,23,26 Palatum yang dalam merupakan gambaran dari penyempitan bagian apikal prosesus alveolaris maksila
yang biasanya terjadi pada kebiasaan mengisap ibu jari atau bernafas dari
mulut.13,14,23,24,28 Penelitian ini untuk menganalisis gambaran tinggi palatum berdasarkan klasifikasi maloklusi Angle.
Pada tabel 2 menunjukkan distribusi maloklusi pada siswa laki-laki dan
perempuan SMA Negeri 8 Medan usia 14-18 tahun. Pada laki-laki memiliki
maloklusi Klas I dengan persentase 52,5%, Klas II divisi 1 16,9%, Klas II divisi 2
11,9% dan Klas III 18,6%, sedangkan perempuan Klas I 53,3%, Klas II divisi 14,4%,
klas II divisi 2 13,3% dan Klas III 28,9%.
Pada tabel 3 menunjukkan bahwa hasil rata-rata tinggi palatum pada laki-laki
dan perempuan yaitu 34.31 mm. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Paramesthi dkk pada 31 mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Gadjah Mada angkatan 2006-2009 yang menunjukkan bahwa rata-rata
tinggi palatum 36,29 mm.5 Penelitian ini juga sejalan dengan yang dilakukan oleh Bhalla dkk pada model studi anak usia 13-16 tahun dari institusi pemerintah keguruan
tahun 2014 yang menunjukkan rata-rata tinggi palatum yaitu 36,23 mm.8 Hal ini disebabkan karena usia dan jumlah sampel yang digunakan tidak jauh berbeda.
Hasil yang berbeda pada penelitian yang dilakukan di SMA dan klinik
ortodonti di Iran oleh Zarringhalam tahun 2004 pada 240 sampel usia 16-18 tahun
yang memiliki oklusi normal dan 16-20 tahun dengan maloklusi menunjukkan
rata-rata tinggi palatum yaitu 20,68 mm.9 Penelitian Al-sayagh pada 142 siswa dengan klasifikasi maloklusi Angle yang berbeda menunjukkan rata-rata tinggi palatum yaitu
digunakan dan perbedaan dalam pengukuran. Indeks pengukuran palatum yang
biasanya digunakan yaitu indeks Korkhaus.5,8
Pada tabel 4 menunjukkan perbedaan rata-rata tinggi palatum pada laki-laki
dan pada perempuan dengan menggunakan uji T menunjukkan nilai p > 0,05,
diperoleh bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata tinggi palatum pada laki-laki dan
perempuan pada siswa SMA Negeri 8 Medan usia 14-18 tahun. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Al-sayagh menunjukkan pada laki-laki
yaitu 19,49 mm dan perempuan yaitu 19,21 mm, perbedaan rata-rata tinggi palatum
0,28 mm dimana tidak terdapat perbedaan yang signifikan.3 Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Abdulmawjood dkk pada 72 model
studi dengan maloklusi Klas I open bite, deep bite dan oklusi normal tahun 2005 menunjukkan bahwa rata-rata tinggi palatum pada laki-laki 47.03 mm, sedangkan
pada perempuan 46.32 mm, dengan perbedaan rata-rata 0,71 mm dimana tidak
terdapat perbedaan yang signifikan.22 Hal ini disebabkan karena jumlah sampel yang digunakan sama. Hasil yang berbeda pada penelitian yang dilakukan oleh
Zarringhalam yaitu pada 60 anak laki-laki rata-rata tinggi palatum yaitu 21,84 mm,
sedangkan pada 60 anak perempuan rata-rata tinggi palatum yaitu 19,53 mm, dan 2,3
mm lebih tinggi pada laki-laki. Perbedaan hasil penelitian ini disebabkan karena ras
pada sampel yang digunakan yaitu ras Kaukasoid.
Pada tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata tinggi palatum masing-masing
klasifikasi maloklusi Angle pada Klas I ; 34,46 mm, pada Klas II divisi 1 32,77 mm,
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 KESIMPULAN
6.1.1 Rata-rata tinggi palatum murid SMA Negeri 8 Medan adalah 34.31 mm
± 5.30 mm.
6.1.2 Rata-rata tinggi palatum pada perempuan 34.43 mm ± 5.67 mm,
sedangkan pada laki-laki 34.22 mm ± 5.04 mm. Tidak ada perbedaan signifikan
rata-rata tinggi palatum pada laki-laki dan perempuan.
6.1.3 Rata-rata tinggi palatum berdasarkan klasifikasi maloklusi Angle ; pada
Klas I 34,46 mm ± 5,59 mm, Klas II divisi 1 32,77 mm ± 3,63 mm, Klas II divisi 2
34,66 mm ± 5,34 mm, sedangkan Klas III 34,54 mm ± 5,59 mm.
6.2 Saran
6.2.1 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang sama
besar pada masing-masing klasifikasi maloklusi agar didapatkan validitas yang lebih
tinggi.
6.2.2 Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian pada ras
dan suku tertentu.
6.2.3 Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian dengan
menggunakan pengukuran indeks tinggi palatum berdasarkan kelompok umur
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Palatum
2.1.1 Anatomi Palatum
Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga
mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum
merupakan salah satu bagian dari kraniofasial yang juga merupakan pembentuk dari
sepertiga tengah wajah. Struktur palatum sangat penting untuk dapat melakukan
proses mengunyah dan bernafas pada saat yang sama. Secara anatomi palatum terbagi
menjadi palatum durum (palatum keras) 2/3 posterior dan palatum mole (palatum
lunak) 1/3 anterior. Palatum durum terletak di bagian anterior atap rongga mulut.
Palatum durum terbentuk dari tulang yang memisahkan antara rongga mulut dan
rongga hidung. Palatum durum dibentuk oleh tulang maksila dan tulang palatin yang
dilapisi oleh membran mukosa. Bagian posterior atap rongga mulut dibentuk oleh
palatum mole. Palatum mole merupakan sekat berbentuk lengkungan yang
membatasi antara bagian orofaring dan nasofaring. Palatum mole terbentuk dari
jaringan otot yang sama halnya dengan palatum durum, juga dilapisi oleh membran
mukosa. 1,2,8
2.1.2 Pembentukan Palatum
Selama minggu ke lima perkembangan prenatal, terjadi pembentukan segmen
intermaksilari yaitu hasil dari penyatuan dua prosessus nasal media di dalam embrio.
Segmen ini adalah suatu massa internal berbentuk baji yang meluas ke inferior dan
bagian dalam nasal dan septum nasal yang terletak diantara permukaan prosesus
intermaksilaris. Segmen intermaksilaris ini akan membentuk palatum primer, suatu
massa triangular. Selama minggu ke enam pada perkembangan prenatal, prosessus
maksilaris bilateral membentuk dua palatal shelves atau prosessus lateral palatines.
Shelves akan berkembang ke inferior dan ke bagian dalam stomodeum pada arah vertikal di sepanjang kedua sisi lidah yang sedang berkembang. Palatine shelves ini berkembang ke arah bawah sejajar dengan permukaan lidah dan menyatu dengan
yang lain dengan palatum primer dan akan membentuk palatum sekunder. Untuk
pembentukan palatum yang lengkap terjadi karena penyatuan dari palatum sekunder
dengan bagian posterior palatum primer. Ke tiga prosessus menyatu secara sempurna,
membentuk palatum akhir bagian lunak dan keras selama minggu ke dua belas
2.1.3 Pertumbuhan Tinggi dan Lebar Palatum
Pertumbuhan palatum dimulai pada awal minggu kelima sampai minggu ke
duabelas prenatal.9 Palatum akan turun sesuai pertumbuhan maksila ke bawah yang diikuti oleh aposisi pada permukaan yang menghadap ke dasar rongga hidung.
Lengkung palatal bertambah dalam dengan adanya pertumbuhan prosesus alveolaris.
Ruang mulut dalam pertumbuhan anak-anak letaknya makin menjauh dari dasar
tengkorak karena adanya pertumbuhan dari sinus maksilaris dan rongga hidung.
Lengkungan transversal dan sagital dari palatum akan bertambah besar sepanjang
masa kanak-kanak sampai dewasa. Pertumbuhan lebar palatum paling banyak terjadi
pada regio molar pertama dan kedua sisi sutura media. Lima per enam perkembangan
palatum yang matur tercapai rata-rata pada usia 4 tahun dan perkembangan lebar
maksimum palatum dapat tercapai pada usia 19 tahun. Secara keseluruhan,
peningkatan lebar palatum terjadi karena aposisi dari permukaan terluar tulang
selama tahun pertama postnatal.2,5,9
2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tinggi Palatum
Bentuk palatum terdiri dari bentuk U dan bentuk V. Variasi bentuk palatum
selain dipengaruhi pertumbuhan herediter dari tulang palatum, lengkung prosesus
alveolaris, juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pertumbuhan palatum dapat
dipengaruhi oleh kebiasaan buruk.5 Kebiasaan buruk yang dapat mempengaruhi ketinggian palatum antara lain ;
1. Kebiasaan mengisap ibu jari
Mengisap ibu jari adalah kebiasaan buruk yang paling umum dan prevalensi
untuk kebiasaan ini dilaporkan sekitar 13 sampai 100% di beberapa masyarakat.13 Kebiasaan mengisap ibu jari biasanya dimulai pada usia 3-4 tahun. Proses terjadi
pada minggu pertama setelah kelahiran, hal ini biasanya fisiologis. Akibat mengisap
ibu jari, terjadi kontraksi dinding bukal, sehingga lengkung maksil menjadi sempit,
2. Kebiasaan bernafas melalui mulut
Bernafas melalui mulut merupakan kebiasaan yang paling sering
menimbulkan kelainan pada struktur wajah dan oklusi gigi-geligi. Kebiasaan
bernafas lewat mulut yang berlangsung selama masa tumbuh kembang dapat
mempengaruhi pertumbuhan dentokraniofasial. Bernafas melalui mulut yang sudah
kronis dapat menyebabkan terjadinya kelainan pada otot-otot di sekitar mulut,
sehingga dapat memacu perkembangan maloklusi.14 Bernafas melalui mulut total terjadi jika jalan pernafasan benar-benar terhambat. Penyebab hambatan saluran
pernafasan yang paling sering pada anak-anak adalah pembesaran jaringan limfoid
yang terletak pada daerah faring yaitu pembesaran adenoid dan tonsil. Faktor
penyebab lainnya adalah pembengkakan kelenjar mukosa pada hidung. Akibat
hambatan saluran pernafasan akan menyebabkan ketidakaktifan fungsi saluran
pernafasan, oleh sebab itu akan terjadi kurangnya perkembangan dari rongga hidung
dan rahang atas sehingga akan terlihat lengkung rahang atas yang sempit atau
terjadinya perubahan lengkung rahang, palatum yang dalam atau terjadinya
deformitas bentuk palatum serta adanya overbite.13,14,15
Gambar 3. A. Kebiasaan mengisap ibu jari B. Palatum yang dalam akibat kebiasaan buruk mengisap ibu jari.13,14
2.2 Maloklusi
2.2.1 Definisi Maloklusi
Maloklusi adalah suatu kondisi menyimpang dari relasi normal gigi terhadap
gigi lainnya dalam satu lengkung dan terhadap gigi pada lengkung rahang lawannya.
Keadaan gigi yang tidak harmonis secara estetik mempengaruhi penampilan
seseorang dan mengganggu keseimbangan baik fungsi pengunyahan maupun bicara.
Maloklusi umumnya bukan merupakan proses patologis penyimpangan dari
perkembangan normal. Penentuan oklusi dapat didasarkan pada kunci oklusi
normal.6,11,15
Menurut beberapa studi epidemiologi yang dilakukan pada remaja Amerika
Serikat dilaporkan 11% remaja umur 12-17 tahun oklusi normal, 34,8% maloklusi
ringan dan 25,2% maloklusi yang berat sehingga beberapa kasus memerlukan
perawatan.8
2.2.2 Etiologi Maloklusi2,10,16,17,18
Menurut Proffit (1998) etiologi dari maloklusi tidak disebabkan oleh satu
faktor saja, maloklusi biasanya disebabkan oleh multifaktorial. Menurut Moyers
maloklusi dapat disebabkan oleh ;
1.Faktor Genetik
Penyebab maloklusi bervariasi salah satunya faktor genetik. Kerusakan genetik
mungkin akan tampak setelah lahir atau mungkin baru tampak beberapa tahun setelah
lahir. Peran heriditer pada pertumbuhan kraniofasial dan sebagai penyebab
deformitas dentofasial sudah banyak dipelajari, tetapi belum banyak diketahuai
bagian dari gen yang mana berperan dalam maturasi otot-otot orofasial.
Beberapa etiologi yang termasuk dalam faktor genetik;
1) Evolusi pengurangan rahang dan ukuran gigi yang menyebabkan perbedaan
ukuran rahang dan gigi
2) Sindrom genetik
2. Faktor Lingkungan
Pengaruh lingkungan pada maloklusi akan terjadi terus menerus selama
individu masih bertumbuh dan berkembang.
1) Tekanan terus menerus atau kekuatan yang melebihi 4-6 jam per hari pada
gigi; misalnya tekanan yang ada pada jaringan lunak seperti kebiasaan buruk
menghisap ibu jari.
2) Trauma
a. Trauma prenatal
- Hipoplasia mandibula dapat disebabkan oleh tekanan intrauterin atau
trauma selama kelahiran.
- “Vogelgesicht” pertumbuhan mandibula terhambat berhubungan dengan
ankilosis persendian temporomandibularis, mungkin disebabkan karena
cacat perkembangan oleh trauma.
b. Trauma postnatal
- Fraktur rahang dan gigi
- Trauma pada TMJ
3) Penyakit
a. Penyakit sistemik
Penyakit demam dapat mengganggu perkembangan gigi pada masa balita dan
kanak-kanak
b. Penyakit lokal
- Penyakit nasofaringeal dan gangguan fungsi pernafasan
- Tumor
- Karies. Dapat menyebabkan kehilangan dini gigi desidui, terganggunya
urutan erupsi gigi permanen, dan kehilangan gigi permanen.
2.2.3 Klasifikasi Maloklusi2,10,16,17
Tujuan untuk menggolongkan maloklusi ke dalam kelompok-kelompok
Klasifikasi maloklusi menurut Angle (1899);
1. Klas I Angle
Ciri-ciri Klas I Angle :
Tonjol mesiobukal gigi M1 atas terletak pada buccal groove gigi M1 bawah, adanya crowding, spacing, danrotasi.
2. Klas II Angle
Ciri-ciri Klas II Angle:
Tonjol mesiobukal M1 atas berada pada bagian mesial M1 bawah.
Kelas II Angle dibagi menjadi 2 yaitu Divisi 1 dan divisi 2 :
a. Kelas II Angle divisi 1 :
Jika gigi-gigi anterior di rahang atas inklinasinya ke labial atau protrusi
sehingga didapatkan overjet, overbite¸ curve of spee positif . b. Kelas II Angle divisi 2 :
Insisivus sentral atas retroklinasi, insisivus lateral atas proklinasi, deep bite,
jarak gigit bisa normal atau sedikit bertambah.
3. Klas III Angle
Ciri-ciri Klas III Angle :
Tonjol mesiobukal gigi M1 atas berada pada bagian distal dari M1 bawah,
terdapat crossbite anterior.
2.3 Cara Mengukur Tinggi Palatum5,8, 21,23
Korkhaus (1939 sit. Rakosi dkk., 1993) menilai bentuk palatum berdasarkan indeks tinggi palatum. Palatum yang tinggi merupakan gambaran dari penyempitan
bagian apikal prosesus alveolaris maksila yang biasanya terjadi pada kasus dengan Gambar 6. A. Klas II div 1 Angle. B. Klas II div 2 Angle1,3,17
Gambar 8. Klas III Angle1,3,17 A
Korkhaus didefinisikan sebagai jarak tinggi garis vertikal yang tegak lurus dengan
midpalatal raphe. Lebar palatum diukur dari permukaan palatum sampai bidang oklusal (molar pertama rahang atas). Indeks tinggi palatum dapat diketahui melalui
rumus sebagai berikut:
Tinggi palatum
Lebar palatum
Nilai rata-rata indeks tersebut adalah 42%, yang merupakan indeks ras
Kaukasoid, selanjutnya dalam penelitian yang dilakukan Korkhaus (1939 sit Rakosi dkk., 1993) diketahui bahwa nilai indeks ini meningkat apabila palatum tinggi dan
nilainya menurun jika palatum dangkal.
2.4 Hubungan Tinggi Palatum dengan Tipe Maloklusi Angle
Pada masa pertumbuhan Lengkung maksila menjadi lebih tinggi dan lebar,
sementara itu lengkung palatum akan bertambah besar secara transversal (tinggi) dan
sagital (panjang) semasa kanak-kanak sampai dewasa. Pertumbuhan dan
perkembangan palatum sering dikaitkan dengan bentuk palatum, lebar intermolar dan
panjang lengkung gigi posterior untuk pencegahan maloklusi. Secara klinis bentuk X 100
Indeks tinggi palatum =
Gambar 9. A. Aplikasi alat untuk mengukur tinggi palatum B. Aplikasi jangka sorong pada alat untuk mengukur tinggi palatum5.
palatum yang dalam dapat menyebabkan crossbite posterior, lebar intermolar sempit serta panjang lengkung pendek.5,23,25,27
Pada maloklusi Klas II divisi 1 memiliki lebar palatum yang sempit, Klas II
divisi 2 memiliki palatum yang dangkal sedangkan maloklusi Klas I dan maloklusi
Klas III memiliki palatum yang paling dalam.1,5,10 Hubungan antara dimensi palatal menunjukkan bahwa lebar palatum, garis lengkung dan tinggi palatum sangat
berkorelasi positif dengan satu sama lain di semua kelompok oklusi kecuali di Klas II
divisi 1 pada laki-laki. Maloklusi klas 1 pada laki-laki memiliki rata-rata tinggi dan
lebar palatum sebesar 19.98 mm dan 35.31 mm. Maloklusi klas II divisi 1 sebesar
20.65 mm dan 33.12 mm. Maloklusi klas II divisi 2 sebesar 19.94 mm dan 34.07 mm.
Klas II sebesar 19.39 dan 35.63 mm. Sedangkan pada perempuan rata-rata Klas I
tinggi dan lebar palatum sebesar 16.72 mm dan 34.46 mm, Klas II divisi 1 sebesar
19.04 mm dan 32.60 mm, maloklusi klas II divisi 2 sebesar 19.52 mm, sedangkan
klas III sebesar 20.47 mm dan 33.00. Maloklusi klas III memiliki lebar palatum lebih
sempit dibandingkan dengan oklusi Angle lainnya.3
Menurut penelitian Zarringhalam, pada laki-laki terdapat perbedaan yang
signifikan pada maloklusi Klas III daripada maloklusi Klas II dan Klas I.9 Pada perempuan Klas III memiliki tinggi palatum yang lebih dari semua kelompok
maloklusi lainnya. Pada laki-laki, maloklusi Klas II divisi 1 memiliki tinggi palatum
2.5 Kerangka Teori Klasifikasi Maloklusi Angle Pada Murid
2.6Kerangka Konsep
Tinggi palatum pada murid SMA Negeri Medan
- Usia 14-18 tahun
- Jenis kelamin
Klasifikasi Maloklusi Angle
- Klas I - Klas II
Divisi 1 Divisi 2 - Klas III
- Tinggi Palatum - Lebar Palatum - Bahan cetak
- Bahan pengisi cetakan - Waktu pencetakan dan
pengisian model gigi - Operator pencetakan - Genetik
BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang
Maloklusi secara umum dapat diartikan suatu oklusi yang menyimpang dari
bentuk standar yang diterima sebagai bentuk normal. Kondisi ini muncul pada saat
proses perkembangan.1,2 Maloklusi sangat berhubungan dengan yang ada di rongga mulut salah satunya yaitu palatum. Tinggi palatum di setiap maloklusi berbeda.
Pada maloklusi Klas I tinggi palatum normal, Klas II divisi 1 palatum dalam, Klas II
divisi 2 kedalaman normal, sedangkan Klas III memiliki palatum yang paling
dalam.1,3
Palatum merupakan atap dari rongga mulut dan dasar dari rongga hidung.
Palatum terdiri atas palatum keras 2/3 posterior dan palatum lunak 1/3 anterior.1,2 Palatum memisahkan antara rongga mulut dan rongga hidung serta nasofaring meluas
hingga ke faring. Palatum juga menghubungkan antara kranium dan fasial. Bentuk
palatum akan berpengaruh jika terjadi asimetris pada basis kranium. Pertumbuhan
kraniofasial dikontrol oleh beberapa faktor antara lain: genetik, proses pertumbuhan,
tindakan bedah, malnutrisi, malfungsi dan malformasi kraniofasial.4,5,6
Proses pertumbuhan pada umumnya akan terhenti pada akhir masa remaja,
sedangkan pertumbuhan tulang wajah akan terus mengalami pertumbuhan aposisional
pada usia dewasa. Pertumbuhan aposisional merupakan pertumbuhan pada
permukaan tulang yang akan menunjukkan arah pertumbuhan, yang diimbangi oleh
adanya resorpsi pada sisi yang lain.7 Pertumbuhan maksila berhenti pada usia sekitar 15 tahun untuk wanita sedangkan pada pria sekitar usia 17 tahun.5
Pertumbuhan palatum dimulai sejak awal minggu ke enam sampai minggu ke
duabelas prenatal. Pertumbuhan lebar palatum paling banyak terjadi pada regio
molar pertama dan kedua sisi sutura media. Lima per enam perkembangan palatum
yang matur tercapai rata-rata pada usia 4 tahun dan perkembangan lebar maksimum
palatum dapat tercapai pada usia 19 tahun. Secara keseluruhan, peningkatan lebar
palatum terjadi karena aposisi dari permukaan terluar tulang selama tahun pertama
Menurut Khorkhaus tinggi palatum yaitu jarak tinggi garis vertikal yang tegak
lurus dengan midpalatal raphe. Garis vertikal ini melintang dari permukaan palatum sampai bidang oklusal (molar pertama rahang atas).3,8 Pertumbuhan tinggi palatum telah lengkap pada usia 16 tahun, dan dapat berbeda dipengaruhi oleh jenis
kelamin.5,9 Total rata-rata tinggi palatum pada oklusi normal adalah 20.61 mm, pada remaja wanita 19.53 mm dan pada remaja laki-laki 21.84 mm.9
Menurut Johnson dkk membandingkan dimensi palatal yaitu lebar dan
kedalamannya pada orang dewasa dengan maloklusi klas I, Klas II divisi 1 dan divisi
2 serta Klas III. Hasil menunjukkan bahwa maloklusi Klas II divisi 1 memiliki lebar
palatum yang sempit, Klas II divisi 2 memiliki palatum yang dangkal sedangkan
maloklusi Klas I dan Klas III memiliki palatum yang paling dalam.10
Menurut Zarringhalam yang menggunakan sampel sebesar 240 sampel yaitu
didapatkan tinggi palatum pada oklusi normal yaitu 20,61 mm. Pada maloklusi Klas I
; 20,43 mm kurang dari oklusi normal, pada maloklusi Klas II Divisi 1 20,65 mm dan
Klas III 21,19 mm lebih dari oklusi normal. Rata-rata tinggi palatum Klas III lebih
besar daripada Klas I dan Klas II. Hal ini terjadi karena posisi lidah yang lebih
rendah pada maloklusi Klas III dan tekanan otot luar pipi dan posisi yang lebih
rendah dari mandibula saat tidur di malam hari.9
Menurut penelitian yang dilakukan Paramesthi dkk pada mahasiswa suku
Jawa di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada angkatan tahun
2006-2009 di peroleh indeks tinggi palatum Korkhaus pada suku jawa sebesar 36,29 mm
sedangkan indeks Khorkhaus pada ras Kaukasoid adalah sebesar 42 mm.5
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dilakukan penelitian tentang
gambaran tinggi palatum berdasarkan klasifikasi maloklusi Angle pada murid SMA
Negeri 8 Medan.
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diatas maka dapat dirumuskan masalah
a. Bagaimana gambaran tinggi palatum berdasarkan klasifikasi maloklusi
Angle Klas I, Klas II dan Klas III pada murid SMA Negeri 8 Medan?
b. Berapakah rata-rata tinggi palatum pada murid SMA Negeri 8 Medan?
c. Apakah ada perbedaan rata-rata tinggi palatum pada murid laki-laki dan
perempuan ?
I.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tinggi palatum dengan
klasifikasi maloklusi Angle pada murid SMA Negeri 8 Medan.
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Untuk mengetahui rata-rata tinggi palatum pada murid SMA Negeri 8
Medan
b. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata tinggi palatum pada murid laki-laki
dan perempuan.
I.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis
a. Menambah wawasan keilmuan dan memperluas pengetahuan peneliti yang
berkaitan dengan gambaran tinggi palatum berdasarkan klasifikasi
maloklusi Angle pada murid SMA Negeri 8 Medan.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Sebagai sumbangan pustaka dan bahan tambahan pengetahuan mengenai
gambaran tinggi palatum berdasarkan klasifikasi maloklusi Angle pada
murid SMA Negeri 8 Medan.
b. Dapat dijadikan sebagai penunjang dalam menentukan diagnosa di bidang
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Ortodonsia
Tahun 2016
Defri Komala Sari
Gambaran Tinggi Palatum Berdasarkan Klasifikasi Maloklusi Angle pada Murid
SMA Negeri 8 Medan
xi + 31 halaman
Maloklusi adalah suatu kondisi menyimpang dari relasi normal gigi terhadap
gigi lainnya dalam satu lengkung dan terhadap gigi pada lengkung rahang lawannya.
Maloklusi sangat berhubungan dengan yang ada di rongga mulut salah satunya yaitu
palatum. Tinggi palatum di setiap maloklusi berbeda. Menurut Khorkhaus tinggi
palatum yaitu jarak tinggi garis vertikal yang tegak lurus dengan midpalatal raphe. Garis vertikal ini melintang dari permukaan palatum sampai bidang oklusal (molar
pertama rahang atas). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) rata-rata tinggi
palatum pada pada masing-masing maloklusi Angle. (2) perbedaan rata-rata tinggi
palatum pada laki-laki dan perempuan pada murid SMA Negeri 8 Medan. Penelitian
ini dilakukan pada 104 orang murid SMA Negeri 8 Medan yang terdiri dari 59 orang
laki-laki dan 45 orang perempuan. Sampel murid SMA Negeri 8 Medan diambel
dengan cara metode Purposive Sampling. Sampel yang didapat kemudian dilakukan pencetakan pada rahang atas dan rahang bawah untuk mendapatkan model studi, lalu
dilakukan pengukuran tinggi palatum dan lebar palatum dengan menggunakan rumus
indeks Korkhaus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tinggi palatum
murid SMA Negeri 8 Medan adalah 34.31 mm ± 5.30 mm. Hasil analisis Uji T
dengan derajat kemaknaan 95% menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang
signifikan (P>0,05) antara rata-rata tinggi palatum pada murid laki-laki dan
perempuan. Kesimpulan adalah rata-rata tinggi palatum pada murid laki-laki dan
perempuan tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Rata-rata tinggi palatum pada
Klas I adalah 34,46 mm±5,59 mm, Klas II divisi 1 32,77 mm±3,63 mm, Klas II divisi
GAMBARAN TINGGI PALATUM BERDASARKAN
KLASIFIKASI MALOKLUSI ANGLE PADA
MURID SMA NEGERI 8 MEDAN
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
DEFRI KOMALA SARI NIM: 120600010
Pembimbing:
1. Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort (K) 2. Hilda Fitria Lubis, drg., Sp.Ort
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Ortodonsia
Tahun 2016
Defri Komala Sari
Gambaran Tinggi Palatum Berdasarkan Klasifikasi Maloklusi Angle pada Murid
SMA Negeri 8 Medan
xi + 31 halaman
Maloklusi adalah suatu kondisi menyimpang dari relasi normal gigi terhadap
gigi lainnya dalam satu lengkung dan terhadap gigi pada lengkung rahang lawannya.
Maloklusi sangat berhubungan dengan yang ada di rongga mulut salah satunya yaitu
palatum. Tinggi palatum di setiap maloklusi berbeda. Menurut Khorkhaus tinggi
palatum yaitu jarak tinggi garis vertikal yang tegak lurus dengan midpalatal raphe. Garis vertikal ini melintang dari permukaan palatum sampai bidang oklusal (molar
pertama rahang atas). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) rata-rata tinggi
palatum pada pada masing-masing maloklusi Angle. (2) perbedaan rata-rata tinggi
palatum pada laki-laki dan perempuan pada murid SMA Negeri 8 Medan. Penelitian
ini dilakukan pada 104 orang murid SMA Negeri 8 Medan yang terdiri dari 59 orang
laki-laki dan 45 orang perempuan. Sampel murid SMA Negeri 8 Medan diambel
dengan cara metode Purposive Sampling. Sampel yang didapat kemudian dilakukan pencetakan pada rahang atas dan rahang bawah untuk mendapatkan model studi, lalu
dilakukan pengukuran tinggi palatum dan lebar palatum dengan menggunakan rumus
indeks Korkhaus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tinggi palatum
murid SMA Negeri 8 Medan adalah 34.31 mm ± 5.30 mm. Hasil analisis Uji T
dengan derajat kemaknaan 95% menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang
signifikan (P>0,05) antara rata-rata tinggi palatum pada murid laki-laki dan
perempuan. Kesimpulan adalah rata-rata tinggi palatum pada murid laki-laki dan
perempuan tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Rata-rata tinggi palatum pada
Klas I adalah 34,46 mm±5,59 mm, Klas II divisi 1 32,77 mm±3,63 mm, Klas II divisi
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 03 Mei 2016
Pembimbing : Tanda tangan
Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort (K) ……….
NIP: 195402121981022001
Pembimbing kedua :
Hilda Fitria Lubis, drg., Sp.Ort ……….
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji
pada tanggal 03 Mei 2016
TIM PENGUJI
Ketua : Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort (K)
Anggota : 1. Hilda Fitria Lubis,drg., Sp.Ort
2. Muslim Yusuf, drg., Sp.Ort (K)
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi.
Rasa terimakasih yang tak terhingga khususnya penulis sampaikan kepada
ayahanda Usman Hadi dan ibunda Yusnani, serta saudara penulis Yan Fartawijaya,
Fredi Usman Putra, Thomas Fahri Husaini dan Dini Juniarti yang telah memberikan
kasih sayang, doa, dukungan, serta semangat dalam pengerjaan skripsi ini.
Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak
mendapatkan bimbingan, pengarahan, saran dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk
itu, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis
menyampaikan terima kasih kepada :
1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort, Ph.D., Sp.Ort, Selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
2. Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort. (K)., dan Hilda Fitria Lubis,drg., Sp.Ort
selaku dosen pembimbing yang telah bersedia memberikan waktu,tenaga dan
pikiran dalam memberikan bimbingan, pengarahan serta dorongan semangat
kepada penulis mulai dari pembuatan proposal, penelitian, seminar hasil
hingga penyusunan dan penyempurnaan skripsi ini.
3. Zulkarnain, drg., M.Kes., selaku dosen pembimbing akademik penulis yang
telah membimbing penulis selama menjalani masa studi di perkuliahan.
4. Muslim Yusuf, drg., Sp.Ort.(K)., dan Mimi Marina Lubis, drg., Sp.Ort.,
selaku dosen tim penguji skripsi yang telah meluangkan waktu dan
memberikan saran dalam menyelesaikan skripsi.
5. Maya Fitria, SKM., M.Kes., staf pengajar di Departemen Kependudukan dan
Biostatistik FKM USU yang telah membantu dalam mengolah data statistik.
6. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Departemen Ortodonsia Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara atas segala bantuan yang
7. Wakil kepala sekolah Herbin Manurung, S.Pd., M.Si ,Guru-guru, serta
murid-murid di SMA Negeri 8 Medan, terima kasih atas keluangan waktunya
memberikan izin dan menjadi subjek penelitian
8. Teman seperjuangan Gita M Zulfi atas bantuan dan kebersamaan selama
penelitian berlangsung.
9. Sahabat-sahabat terbaik di Asrama Putri USU Kiky, Lasna, Tini, Lilis, Ayu,
Miftah, Supi, Riana, Misnah atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan
kepada penulis.
10.Sahabat-sahabat terbaik Eka Safitri, Ulfa Rahmawaty, Rahma Anida, Reva
Oktriani, Nining Suryani, Wan Surya PS, Nita Budiarti, Yenni Windasari
teman-teman seperjuangan skripsi departemen Ortodonsia serta teman-teman
angkatan 2012 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang
telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu,
penulis mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata, penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat
memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu
ortodonti, dan masyarakat.
Medan, April 2016
Penulis,
(Defri Komala Sari)
DAFTAR ISI
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum ... 4
2.1.1 Anatomi Palatum ... 4
2.1.2 Pembentukan Palatum ... 5
2.1.3 Pertumbuhan Tinggi Palatum dan Lebar Palatum ... 6
2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tinggi Palatum ... 6
2.2 Maloklusi ... 8
2.2.1 Definisi Maloklusi ... 8
2.2.3 Klasifikasi Maloklusi ... 9
2.3 Cara Mengukur Tinggi Palatum... 11
2.4 Hubungan Tinggi Palatum dengan Tipe Maloklusi Angle ... 12
2.5 Kerangka Teori ... 14
2.6 Kerangka Konsep ... 15
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 16
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 16
3.2.1 Lokasi Penelitian ... 16
3.2.2 Waktu Penelitian ... 16
3.5 Variabel Penelitian ... 17
3.6 Definisi Operasional ... 18
3.7 Bahan dan Alat Penelitian ... 19
3.8 Prosedur Kerja ... 21
3.9 Pengolahan Data dan Analisis Data ... 21
DAFTAR TABEL
Tabel halaman
1. Karakteristik subjek penelitian ... 23
2. Distribusi maloklusi Angle berdasarkan jenis kelamin ... 24
3. Rata-rata tinggi palatum ... 24
4. Perbedaan rata-rata tinggi palatum berdasarkan jenis kelamin ... 25
DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman
1. Anatomi palatum ... 4
2. Proses pembentukan palatum ... 5
3. Kebiasaan menghisap ibu jari dan Palatum yang dalam akibat Menghisap ibu jari ... 7
4. Klas I Angle ... 10
5. Klas II divisi 1Angle ... 11
6. Klas II divisi 2 Angle ... 11
7. Klas III Angle ... 11
8. Aplikasi alat untuk mengukur tinggi palatum dan Aplikasi jangka sorong pada alat untuk mengukur tinggi palatum ... 12
DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil Pengukuran Tinggi dan Lebar Palatum pada Murid SMA Negeri 8
Medan
2. Hasil Perhitungan Statistik Tinggi Palatum Berdasarkan Klasifikasi Maloklusi
Angle Pada Murid SMA Negeri 8 Medan
3. Lembar Penjelasan Kepada Subjek Peneltian
4. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) 5. Lembar Kuesioner
6. Surat Keterangan Izin Penelitian dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan
(Ethical Clearence)
7. Surat Izin Penelitian dari Dinas Pendidikan Kota Medan