• Tidak ada hasil yang ditemukan

UKURAN LEBAR DAN PANJANG LENGKUNG GIGI SERTA TINGGI PALATUM DENGAN TIPE MALOKLUSI PADA PASIEN ORTODONTIK DI RSGM FKG UNHAS SKRIPSI Ervin Agustin J 111 09 115

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "UKURAN LEBAR DAN PANJANG LENGKUNG GIGI SERTA TINGGI PALATUM DENGAN TIPE MALOKLUSI PADA PASIEN ORTODONTIK DI RSGM FKG UNHAS SKRIPSI Ervin Agustin J 111 09 115"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

UKURAN LEBAR DAN PANJANG LENGKUNG GIGI SERTA TINGGI PALATUM DENGAN TIPE MALOKLUSI PADA PASIEN

ORTODONTIK DI RSGM FKG UNHAS

SKRIPSI

Ervin Agustin J 111 09 115

UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

MAKASSAR

2012

(2)

UKURAN LEBAR DAN PANJANG LENGKUNG GIGI SERTA TINGGI PALATUM DENGAN TIPE MALOKLUSI PADA PASIEN

ORTODONTIK DI RSGM FKG UNHAS

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Hasanuddin Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

Ervin Agustin J111 09 115

UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

MAKASSAR

2012

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Ukuran lebar dan panjang lengkung gigi serta tinggi palatum dengan tipe maloklusi pada pasien ortodontik di RSGM FKG UNHAS

Oleh : Ervin Agustin / J 111 09 115

Telah Diperiksa dan Disahkan Pada Tanggal 15 Juni 2012

Oleh : Pembimbing

drg. Donald R.Nahusona, M.Kes NIP : 196307181990021002

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin

Prof.drg.H. Mansjur Nasir, Ph.D

NIP. 19540625 198403 1 001

(4)

KATA PENGANTAR

Rasa syukur tak terhingga saya panjatkan kepada

Allah Subhnahuwata’ala, atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Ukuran lebar dan panjang lengkung gigi serta tinggi palatum dengan tipe maloklusi pada pasien ortodontik di RSGM FKG UNHAS”. Shalawat dan salam tak lupa penulis panjatkan kepada Rasulullah Shalallahu’alaihiwassalam, yang menjadi teladan terbaik sepanjang masa. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana Kedokteran Gigi. Selain itu skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan peneliti lainnya untuk menambah pengetahuan dalam bidang ortodontik.

Dalam skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. drg. Mansjur Nasir, Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi

2. Drg. Donald R.Nahusona, M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan banyak pembelajaran kepada penulis mulai dari masa penulisan sampai

selesai terimakasih atas kesabaran, bimbingan, dan nasehat yang diberikan serta

pengertian Dokter menerima berbagai kekurangan diri yang hadir selama interaksi

selama ini.

(5)

v

3. Drg. Peter Rovani selaku Penasehat Akademik atas bimbingan, perhatian,

nasehat dan dukungan kepada penulis selama perkuliahan.

4. Seluruh staf perpustakaan FKG UNHAS dan staf bagian Ortodonsia yang telah banyak membantu penulis selama ini, terimakasih atas kesabaran yang telah diberikan.

5. Teristimewa untuk ayahanda Heri Sugianto, ibunda Ninik Purwani serta adikku tercinta Dimas terima kasih atas cinta yang selama ini diberikan. Semoga

selalu ada kesempatan untuk memberikan kebahagiaan dan kebanggaan, walaupun itu tetap tidak mampu membalas pengorbanan yang telah kalian berikan.

6. Teman-temanku Insisal ’09 yang telah memberikan motivasi untuk selalu semangat dan berjuang dalam menyelesaikan skripsi ini.

Tiada imbalan yang dapat penulis berikan selain mendoakan semoga bantuan dari berbagai pihak diberi balasan oleh Allah Subhanahuwata’ala.

Akhirnya dengan segenap kerendahan hati, penulis mengharapkan agar kiranya tulisan ini dapat menjadi salah satu bahan pembelajaran dan peningkatan kualitas pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi ke depannya, juga dalam usaha peningkatan perbaikan kualitas kesehatan Gigi dan Mulut masyarakat.

Makassar, 15 Juni 2012

Penulis

(6)

vi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ukuran lebar dan panjang lengkung gigi serta tinggi palatum dengan tipe maloklusi pada pasien ortodontik di RSGM FKG UNHAS. Penelitian ini adalah penelitian observasional deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Sebanyak 125 model gigi menjadi sampel dalam penelitian ini, 37 laki- laki (29.6%) dan 88 perempuan (70.4%). Data diperoleh dengan mengukur lebar mesio distal insisivus rahang atas, lebar interpremolar, lebar intermolar, panjang lengkung gigi dan tinggi palatum serta mengelompokkan tipe maloklusi sesuai klasifikasi Angel.

Analisis data dilakukan secara deskriptif analitik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata lebar mesio distal gigi 30.73mm, panjang lengkung gigi 20,19mm, tinggi palatum 18mm, dan tipe maloklusi yang paling banyak adalah klas 1 tipe 6 (44.8%). Kesimpulan dari penelitian ini adalah tipe maloklusi klas 1 tipe 1 paling banyak memiliki panjang lengkung gigi yang lebih lebar dan tipe maloklusi klas 1 tipe 6 memiliki panjang lengkung gigi yang sempit serta tipe maloklusi klas 1 tipe 1, tipe 2, tipe 6 dan klas 2 divisi 1 paling banyak memiliki palatum yang rendah.

Kata kunci: lebar lengkung gigi, panjang lengkung gigi, tinggi palatum, tipe maloklusi This study aims to determine the size of dental arch width and length as well as palatal height with the type of malocclusion in orthodontic patients in RSGM FKG UNHAS. The study was a descriptive observational study with cross sectional approach.

A total of 125 samples study models in this study, 37 males (29.6%) and 88 females (70.4%). Data obtained by measuring the mesio distal width of maxillary incisors, interpremolar width, intermolar width, length of the dental arch, palatal height and malocclusion types grouped according to the classification of Angel. Data analysis was performed by descriptive analytic. These results indicate that the average width of 30.73mm mesio distal width, 20.19 mm for length dental arch , 18mm for palatal height, and the most malocclusion type is class 1 type 6 (44.8%). The conclusion of this study is the type of malocclusion class 1 type 1 has the most dental arch length and type of malocclusion wider class 1 type 6 has a narrow dental arch length and type of malocclusion class 1 type 1, type 2, type 6 and class of 2 divisions 1 has the most low palatal height.

Key word: dental arch width, length of dental arch, palatal height, type of malocclusion

(7)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ii

HALAMAN PENGESAHAN ………... iii

KATA PENGANTAR ……….. iv

ABSTRAK ……… vi

DAFTAR ISI ………. vii

DAFTAR GAMBAR ……… ix

DAFTAR TABEL ………. x

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xi

BAB I . PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG ………. 1

1.2 RUMUSAN MASALAH ………. 3

1.3 TUJUAN PENELITIAN ……….. 3

1.3.1 Tujuan umum ……… … 3

1.3.2 Tujuan khusus……… … 4

1.4 MANFAAT PENELITIAN……… 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PERCEPATAN PERTUMBUHAN……….. 6

2.2 PERTUMBUHAN MAKSILA DAN MANDIBULA……….. 7

2.2.1 Maksila………..……….…... 7

2.2.2 Mandibula ………... 9

2.3 LEBAR LENGKUNG GIGI, PANJANG LENGKUNG GIGI DAN TINGGI PALATUM ………... 10

2.3.1 Lebar lengkung gigi………... ………... 10

(8)

viii

2.3.2 Panjang lengkung gigi ……… ….. 12

2.3.3 Tinggi palatum……… … 13

2.4 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BENTUK LENGKUNG GIGI DAN TINGGI PALATUM………. 14

2.5 MALOKLUSI………... 16

2.5.1 Etiologi maloklusi……….. … 16

2.5.2 Klasifikasi maloklusi………... 18

BAB III. METODE PENELITIAN 3.I KERANGKA KONSEP…….. ……… 20

3.2 RANCANGAN PENELITIAN………. 21

3.3 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ………... 21

3.4 SUBJEK PENELITIAN ……… 21

3.5 DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL………... 22

3.6 KRITERIA PENILAIAN………... 22

3.7 ALAT DAN BAHAN PENELITIAN……….………..…… 24

3.8 DATA……… ………...…... 24

3.9 PROSEDUR PENELITIAN………... 24

3.10 ALUR PENELITIAN……… 25

BAB IV. HASIL PENELITIAN ………..……… 26

BAB V. PEMBAHASAN ……...………...……… …... 32

BAB VI. PENUTUP 6.1 SIMPULAN ………..… 35

6.2 SARAN ..……… 36

DAFTAR PUSTAKA…….……….. 37

(9)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Pengukuran lebar lengkung gigi daerah bukal dan lingual intermolar…. 12

Gambar 2.2 Pengukuran panjang lengkung gigi ………...………. 13

(10)

10 DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Distribusi karakteristik subjek ……….. 28 Tabel 4.2 Distribusi karakteristik sampel berdasarkan panjang lengkung gigi…….. 29 Tabel 4.3 Distribusi karakteristik sampel berdasarkan kategori tinggi palatum…… 30 Tabel 4.4 Distribusi rata-rata lebar mesiodistal gigi, LLM, LLB Pont dan hasil ukur..

31 Tabel 4.5 Distribusi rata-rata panjang lengkung gigi dan tinggi palatum…...……….. 32

DAFTAR LAMPIRAN

(11)

11 1. Daftar hasil penelitian

2. Surat izin penelitian

3. Surat pernyataan dari perpustakaan 4. Kartu monitoring pembimbingan skripsi

BAB I

PENDAHULUAN

(12)

12

1.1 LATAR BELAKANG

Perawatan ortodontik merupakan salah satu bentuk perawatan dalam bidang kedokteran gigi yang berperan penting untuk memperbaiki susunan gigi sehingga dapat meningkatkan kemampuan mastikasi, fonetik, serta estetik.1 Pada dasarnya perawatan ortodontik adalah suatu upaya yang diberikan untuk mengadakan koreksi terhadap struktur dentofasial yang sedang tumbuh atau sudah dewasa. Upaya yang diberikan antara lain menggerakkan gigi atau mengoreksi malrelasi dan malformasi struktur dentokraniofasial. Tujuannya adalah untuk memperoleh oklusi yang optimal dan harmonis, baik letak maupun fungsinya.2

Perawatan ortodontik terutama didasari oleh pertumbuhan dan perkembangan oklusi serta tulang kraniofasial. Pada masa pertumbuhan dan perkembangan terjadi perubahan palatum pada arah sagital, lateral dan vertikal, mulai dari prenatal hingga gigi geligi erupsi.2 Adanya ketidakseimbangan arah pertumbuhan akan menyebabkan perubahan yang berakibat ketidaksesuaian antara ukuran palatum dan relasi gigi yang dapat menyebabkan terjadinya maloklusi.3

Tulang maksila terhubung dengan tulang palatum melalui sutura yang memberi kesempatan pada tulang untuk berkembang dan berkontak dengan tulang disekitarnya. Sistim sutura membuat maksila dan palatum bergerak ke depan dan ke bawah terhadap basis kranium anterior selama masa

(13)

13 pertumbuhan. Lengkung maksila menjadi lebih tinggi dan lebih lebar akibat pertumbuhan, sementara itu lengkung palatum akan bertambah besar secara tranversal (tinggi) dan sagital (panjang) sepanjang masa kanak-kanak sampai dewasa.4 Penelitian Budiman dkk menemukan bahwa lebar lengkung gigi berbanding terbalik dengan panjang lengkung gigi. Basis apikal lengkung gigi maksila dan konfigurasi fosa kranial anterior berkaitan dengan palatum.

Bentuk palatum merupakan proyeksi dari keduanya.5

Pertumbuhan palatum yang aktif terjadi pada usia 12 tahun sampai usia 15 tahun. Selanjutnya pertumbuhan palatum terhenti yang disertai dengan berakhirnya penutupan sutura palatinus.3 Pertumbuhan maksila berhenti pada usia sekitar 15 tahun untuk perempuan dan sekitar usia 17 tahun untuk laki-laki.6

Agustini TF dkk menyatakan bahwa pencegahan maloklusi yang memanfaatkan pertumbuhan dan perkembangan palatum sering dikaitkan dengan bentuk palatum, lebar intermolar serta panjang lengkung gigi posterior. Pada bentuk palatum yang dalam atau tinggi secara klinis dapat menyebabkan adanya gigitan silang posterior, lebar intermolar sempit serta panjang lengkung gigi yang pendek.3

Banyak ditemukan berbagai macam kasus maloklusi pada klinik bagian Ortodonsia di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin (RSGM FKG UNHAS) Perawatan maloklusi dilakukan dengan alat ortodontik lepasan. Sebelum melakukan perawatan

(14)

14 ortodontik operator melakukan analisis ruang untuk mengetahui ruang yang dibutuhkan pada saat perawatan.

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dijelaskan di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul ukuran lebar, panjang lengkung gigi dan tinggi palatum dengan tipe maloklusi pada pasien ortodontik di RSGM FKG UNHAS.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bagaimana ukuran lebar, panjang lengkung gigi dan tinggi palatum dengan tipe maloklusi pada pasien ortodontik di RSGM FKG UNHAS?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ukuran lebar, panjang lengkung gigi dan tinggi palatum dengan tipe maloklusi pada pasien ortodontik di RSGM FKG UNHAS.

1.3.2 Tujuan khusus

Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(15)

15 1. Untuk mengetahui ukuran lebar gigi laki-laki dibandingkan dengan

ukuran lebar gigi pada perempuan.

2. Untuk mengetahui ukuran panjang lengkung gigi laki-laki dibandingkan dengan ukuran panjang lengkung gigi pada perempuan.

3. Untuk mengetahui ukuran tinggi palatum laki-laki dibandingkan dengan ukuran tinggi palatum pada perempuan.

4. Untuk mengetahui kategori panjang lengkung gigi dan tinggi palatum yang paling banyak dari pasien yang dirawat di RSGM FKG UNHAS.

5. Untuk mengetahui ukuran lebar gigi berdasarkan dari tipe maloklusi pada pasien yang dirawat di RSGM FKG UNHAS.

6. Untuk mengetahui ukuran panjang lengkung gigi dan tinggi palatum berdasarkan dari tipe maloklusi pada pasien yang dirawat di RSGM FKG UNHAS.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Setelah pelaksanaan penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat antara lain :

1. Menambah wawasan keilmuan dan memperluas pengetahuan peneliti yang berkaitan dengan ukuran lebar, panjang lengkung gigi dan tinggi palatum dengan tipe maloklusi pada pasien ortodontik di RSGM FKG UNHAS.

(16)

16 2. Sebagai sumbangan pustaka dan bahan tambahan pengetahuan mengenai ukuran lebar, panjang lengkung gigi dan tinggi palatum dengan tipe maloklusi pada pasien ortodontik di RSGM FKG UNHAS.

3. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi instansi yang terkait dalam hal ini RSGM FKG UNHAS khususnya mengenai ukuran lebar, panjang lengkung gigi dan tinggi palatum dengan tipe maloklusi pada pasien ortodontik di RSGM FKG UNHAS.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

(17)

17

2.1 PERCEPATAN PERTUMBUHAN

Salah satu faktor terpenting dalam perencanaan perawatan ortodontik adalah potensi pertumbuhan pasien. Pertumbuhan dan perkembangan manusia tidak seragam, dimana dapat terjadi percepatan atau perlambatan velositas pertumbuhan komponen tulang pada berbagai tahap perkembangan. Puncak pubertas bergantung pada jenis kelamin, populasi dan lingkungan.7

Jaringan yang berbeda tumbuh pada besaran yang berbeda, misalnya besarnya pertumbuhan tulang berbeda dengan jaringan lunak. Ada percepatan pertumbuhan awal sesudah lahir, kemudian menurun dan terdapat growth spurt lagi pada usia 6-7 tahun. Percepatan petumbuhan ini berlangsung kurang lebih 3-4 bulan dan perempuan mengalami lebih dahulu daripada laki-laki. Percepatan pertumbuhan akan terjadi lagi pada usia kurang lebih 12 tahun pada perempuan dan 14 tahun pada laki-laki yang disebut prepubertal growth spurt. Beberapa pustaka yang lain menyebutkan bahwa percepatan pertumbuhan terjadi 6-12 bulan sebelum menstruasi pertama. Hal ini berarti bahwa bila seorang anak perempuan telah menstruasi dia telah melewati masa percepatan pertumbuhan. Percepatan pertumbuhan memiliki arti yang penting bagi ilmu ortodontik dalam merencanakan perawatan untuk pasien

(18)

18 karena dengan memanfaatkan percepatan pertumbuhan perawatan ortodontik akan mempunyai hasil yang lebih baik. 6

2.2 PERTUMBUHAN MAKSILA DAN MANDIBULA

2.2.1 Maksila

Maksila merupakan bagian dari tulang kranium.9 Dapat dikatakan bahwa pertumbuhan basis kraium mempengaruhi perkembangan maksila.Tulang maksila terhubung dengan beberapa tulang diantaranya tulang frontalis, zigomatik dan sfenoid melalui sutura yang berisi jaringan ikat. Arah sutura ini menyerong sehingga adanya pertumbuhan pada daerah sutura menyebabkan maksila terdorong maju secara menyerong ke depan dan ke bawah. Maksila tumbuh ke segala dimensi karena adanya hal-hal sebagai berikut:6

1. Aposisi tulang pada sutura sekitar maksila 2. Remodelling permukaan tulang

3. Pergeseran secara pasif karena perubahan pada basis kranial

Panjang maksila dalam jurusan vertikal bertambah karena terbentuknya tulang alveolar yang menyangga gigi. Maksila yang bertambah besar ukurannya menyebabkan rongga hidung juga bertambah besar mencapai setengah ukuran dewasa pada usia kurang lebih 7 tahun. Palatum ikut turun sesuai dengan pertumbuhan maksila ke bawah yang diikuti oleh aposisi pada permukaan yang menghadap ke rongga mulut dan resorpsi pada permukaan yang menghadap kedasar

(19)

19 rongga hidung. Lengkung palatal bertambah dalam dengan adanya prosesus alveolaris. Pertumbuhan septum nasal bersamaan tumbuhnya dengan pertumbuhan maksila secara keseluruhan. Pertumbuhan ke posterior terjadi pada regio tuberositas sehingga maksila menjadi lebih panjang.6

Palatum merupakan salah satu bagian dari kraniofasial yang juga merupakan pembentuk dari sepertiga tengah wajah. Palatum dibentuk sekitar 5-6 minggu intra uterine, pertumbuhan palatum terdiri dari tiga bagian yaitu: satu bagian anterior medial dan dua bagian lateral prosesus palatina. Bagian medial palatum disebut palatum primer dan terus tumbuh ke arah dasar dari nasal pits, sedangkan prosesus palatina tumbuh ke arah lateral luar dari maksila dan tumbuh ke arah garis tengah atau midline. 3

Palatum dibentuk dengan kontribusi dari prosesus maksilaris dan prosesus fronto nasalis. Prosesus maksilaris membentuk palatum keras atau palatum durum pada tiga perempat bagian anterior sedangkan bagian posterior palatum tidak terjadi penulangan dan membentuk palatum molle atau palatum lunak.4 Pertambahan panjang palatum setelah kelahiran berhubungan dengan tepi posterior maksila yang merupakan daerah tuberositas yang mengalami aposisi sehingga menambah ruangan untuk tempat erupsi gigi molar. Pada periode gigi sulung, pertumbuhan palatum ada hubungannya dengan pertumbuhan prosesus alveolaris dan remodeling dari tulang palatum itu sendiri. Pada periode ini pertumbuhan palatum lebih pesat ke arah sagital terutama arah posterior dibandingkan anterior. 3

(20)

20 Palatum memperlihatkan hubungan antara kranium dan fasial. Bentuk palatum akan berpengaruh jika terjadi asimetri pada basis kranium. Palatum ikut turun sesuai pertumbuhan maksila kebawah yang diikuti oleh aposisi pada permukaan yang menghadap ke dasar rongga hidung.4 Menurut Ciusa dkk menyatakan bahwa pertumbuhan palatum dapat dipengaruhi oleh kebiasaan buruk, dan parafungsi oral. Disamping itu ditemukan pula adanya variasi pertumbuhan tinggi palatum antara laki-laki dan perempuan, dapat dikatakan bahwa jenis kelamin mempengaruhi tinggi palatum. 3

2.2.2 Mandibula

Pada saat bayi dilahirkan, mandibula sangat kecil dan terdiri dari dua bagian yang sama dan dihubungkan oleh jaringan fibrosa. Saat bayi baru lahir prosesus koronalis, prosesus koronoideus, prosesus alveolaris, dan angulus mandibula belum berkembang dengan baik sehingga mandibula tersebut hanya terlihat sebagai tulang yang berbentuk lengkung.9

Sebagian peneliti berpendapat bahwa mandibula dapat dipandang sebagai tulang panjang dengan dua prosesus untuk perlekatan otot dan prosesus alveolaris untuk tempat gigi. Mandibula bertambah melalui pertumbuhan kartilago dan periosteal serta endosteal. Pertumbuhan periosteal dan endosteal mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan mandibula. Osifikasi endokondral pada kondili menyumbang pertumbuhan mandibula ke arah posterior. Aposisi dan remodeling di tempat-tempat lain menyebabkan mandibula bertambah besar sesuai dengan

(21)

21 bentuknya.9 Arah pertumbuhan mandibula ke bawah dan ke depan. Pertambahan panjang mandibula disebabkan adanya aposisi di sisi posterior ramus dan terjadi resorpsi di sisi anterior ramus. Pertambahan tinggi korpus mandibula sebagian besar disebabkan adanya pertumbuhan tulang alveolaris.6 Pertumbuhan mandibula ke arah anterior sangat cepat, posisi dagu menjadi lebih menonjol karena mandibula memanjang dan terdapat sedikit penambahan tulang pada dagu. Tetapi dengan bertambahnya usia maka hubungannya menjadi harmonis, lebar mandibula mengikuti kondilaris mandibula dan berhubungan dengan tulang kranial.9

Menurut Hagg dan Pencherz menyatakan bahwa ada hubungan yang kuat antara pertumbuhan maksimal pada masa pubertas dalam hal tinggi badan dan pertumbuhan maksimal pada kondilar.10 Lewis dan Roche menemukan bahwa pertumbuhan mandibula akan berlanjut kira-kira dua tahun lebih lama daripada maksila. Perbedaan pertumbuhan antara kedua rahang ini sangat mempunyai peranan penting untuk rencana perawatan ortodontik.9

2.3 LEBAR LENGKUNG GIGI, PANJANG LENGKUNG GIGI DAN TINGGI PALATUM

2.3.1 Lebar lengkung gigi

Lengkung gigi adalah lengkung yang dibentuk oleh mahkota gigi geligi.

Menurut Moyers, lengkung gigi merupakan refleksi gabungan dari ukuran mahkota gigi, posisi dan inklinasi gigi, bibir, pipi dan lidah.4 Variasi bentuk lengkung gigi

(22)

22 anterior secara kualitatif adalah oval, tapered, atau square sedangkan secara kuantitatif bentuk lengkung gigi dipengaruhi oleh interkaninus, tinggi kaninus, intermolar dan tinggi molar.5 Rakosi membagi lebar lengkung gigi ke dalam dua bagian yaitu lebar anterior dan posterior. Lebar lengkung anterior adalah jarak yang diukur dari titik kontak premolar pertama dan kedua kiri dan kanan. Sementara, lebar lengkung posterior adalah jarak yang diukur dari tonjol distobukal molar pertama kiri dan kanan4

Analisis pont adalah salah satu analisis yang banyak digunakan untuk manganalisis model studi. Analisis Pont dapat membantu untuk menentukan golongan lengkung gigi, apakah tergolong sempit, lebar atau normal. Pengukuran dengan menggunakan indeks Pont hanya di lakukan pada lengkung gigi maksila.

Pengukuran lebar lengkung gigi dengan menggunakan indeks Pont dapat dilihat pada rumus di bawah ini: 4

LLM = jumlah mesiodistal keempat insisivus RA × 100 80

LLB = jumlah mesiodistal keempat insisivus RA × 100 64

Poosti dan Jalali berpendapat bahwa lebar lengkung gigi dibagi menjadi lebar antarkaninus dan lebar antarmolar. Pengukuran lebar antarkaninus dilakukan pada daerah bukal dan palatal. Pada daerah bukal, lebar antarkaninus diukur 5 mm apikal dari pertengahan mesiodistal margin gingiva gigi kaninus di satu sisi ke titik yang sama pada sisi yang berlainan. Pada daerah lingual, lebar antarkaninus diukur dari titik tengah servikal gigi kaninus di satu sisi ke titik yang sama pada sisi yang berlainan. Kedua prosedur tersebut sama untuk mengukur lebar antarmolar. 8

(23)

23 Titik pengukuran lebar lengkung gigi dapat dilihat pada Gambar 2.1 di bawah ini.

Gambar 2.1 Pengukuran lebar lengkung gigi daerah bukal dan lingual intermolar.

Sumber: Poosti M, Jalali T. Tooth size and arch dimension in uncrowded versus crowded class I maloclussion. The Journal of Contemporary Dental Practice [serial online] 2007 Mar;8(1):[internet]. Available from:URL:http://orthofree.com/resources/1/218.pdf. Accessed December 3, 2011.

2.3.2 Panjang lengkung gigi

Menurut Korkhaus yang dikutip oleh Paramesthi pengukuran panjang lengkung gigi dapat dilakukan dengan mengukur jarak dari titik paling anterior permukaan labial gigi insisivus pertama maksila tegak lurus dengan garis yang menghubungkan titik refrensi lebar interpremolar Pont.4 Rumus indeks panjang lengkung gigi menurut Korkhaus adalah sebagai berikut:

Indeks panjang lengkung gigi = jumlah mesiodistal keempat insisivus maksila × 100 Panjang lengkung gigi

Indeks panjang lengkung gigi Korkhaus adalah 160.4

(24)

24 Menurut Poosti dan Jalali panjang lengkung gigi diukur dari garis tegak lurus titik kontak antara gigi insisivus sentral permanen ke garis yang menghubungkan permukaan distal dari gigi molar pertama permanen.8

Titik pengukuran panjang lengkung gigi dapat dilihat pada Gambar 2.2 di bawah ini.

Gambar 2.2 Pengukuran panjang lengkung gigi

Sumber: Poosti M, Jalali T. Tooth size and arch dimension in uncrowded versus crowded class I maloclussion. The Journal of Contemporary Dental Practice [serial online] 2007 Mar;8(1):[internet]. Available from:URL:http://orthofree.com/resources/1/218.pdf. Accessed December 3, 2011.

2.3.3 Tinggi palatum

Korkhaus dan Rakosi menilai bentuk palatum berdasarkan indeks tinggi palatum. Palatum yang tinggi merupakan gambaran dari penyempitan bagian apikal prosesus alveolaris maksila yang biasanya terjadi pada kasus dengan kebiasaan menghisap jari atau bernafas melalui mulut. Tinggi palatum berdasarkan Korkhaus didefinisikan sebagai garis vertikal yang tegak lurus terhadap raphe palatina yang

(25)

25 berjalan dari permukaan palatum ke permukaan oklusal pada garis intermolar menurut Pont. Jarak intermolar menurut Pont adalah 64 mm. 4 Rumus indeks tinggi palatum menurut Korkhaus sebagai berikut :

Indeks tinggi palatum = tinggi palatum × 100 Jarak intermolar

2.4 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BENTUK

LENGKUNG GIGI DAN TINGGI PALATUM

Variasi bentuk palatum selain dipengaruhi pertumbuhan herediter dari tulang palatum, lengkung prosesus alveolaris, juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan.3 Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi bentuk palatum antara lain:

1. Kebiasaan menghisap ibu jari

Kebiasaan menghisap ibu jari biasanya dimulai pada usia 3-4 tahun. Tetapi dapat juga terjadi pada minggu pertama setelah kelahiran, hal ini biasanya dikaitkan dengan masalah feeding. Anak-anak melakukan kebiasaan ini biasanya dikarenakan untuk melepaskan ketegangan emosinya. Kebiasaan menghisap ibu jari dapat menyebabkan maloklusi. Jenis maloklusi yang akan terjadi tergantung dari posisi ibu jari, kontraksi otot orofasial yang terkait, posisi mandibula selama menghisap, morfologi skeletal wajah, serta lamanya menghisap. Selama menghisap ibu jari, terjadi kontraksi dinding bukal, sehingga lengkung maksila menjadi sempit, dasar hidung sempit, dan palatum tinggi.9

(26)

26 2. Anak dengan kebiasaan bernafas melalui mulut

Anak-anak yang sering bernafas melalui mulut biasanya tidak semuanya memiliki hambatan pada saluran pernafasannya. Hal ini biasanya terjadi karena hanya merupakan suatu kebiasaan. Anak-anak yang mempunyai kebiasaan bernafas melalui mulut biasanya tidak sadar akan kebiasaanya, kebiasaan ini biasanya terjadi pada malam hari pada saat tidur. Kebiasaan bernafas melalui mulut bisa total atau hanya sebagian dan terus-menerus atau intermiten. Bernafas melalui mulut total terjadi jika jalan pernafasan benar-benar tersumbat. Bila jalan pernafasan hanya tersumbat sebagian saja, maka bernafas melalui hidung akan disertai bernafas melalui mulut.11

3. Anak dengan kelainan hambatan pernafasan

Sassaouni dan Forest menyatakan bahwa penyebab hambatan saluran pernafasan yang paling sering pada anak-anak adalah pembesaran jaringan limfoid yang terletak pada daerah faring yaitu pembesaran adenoid dan tonsil. Faktor penyebab lainnya adalah pembengkakan kelenjar mukosa pada hidung.11 Akibat hambatan saluran pernafasan akan menyebabkan ketidakaktifan fungsi saluran pernafasan, oleh sebab itu akan terjadi kurangnya perkembangan dari rongga hidung dan rahang atas sehingga akan terlihat lengkung rahang atas yang sempit atau terjadinya perubahan lengkung rahang, palatum yang dalam atau terjadinya deformitas bentuk palatum serta adanya overbite posterior.3

Faktor utama dalam menentukan keadaan lengkung gigi adalah ukuran gigi dan pertumbuhan tulang alveolar. Pada rahang atas bila ada gangguan baik bersifat keturunan, penyakit atau adanya kebiasaan buruk yang menetap sering

(27)

27 mengakibatkan bentuk palatum dalam atau tinggi, terjadi gigitan silang posterior, lebar intermolar pendek serta panjang lengkung gigi posterior pendek. 3

2.5 MALOKLUSI

Maloklusi adalah bentuk hubungan rahang atas dan rahang bawah yang menyimpang dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk yang normal, maloklusi dapat disebabkan karena tidak ada keseimbangan dentofasial.

Keseimbangan dentofasial ini tidak disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi beberapa faktor saling mempengaruhi.11

2.5.1 Etiologi maloklusi

Etiologi dari maloklusi terbagi menjdi dua yaitu faktor lingkungan dan faktor lokal. Faktor lokal yang mempengaruhi terjadinya maloklusi antara lain yaitu:

1. Faktor keturunan (herediter), antara lain sebagai berikut:

Pengaruh herediter dapat bermanisfestasi dalam dua hal yaitu disproporsi ukuran gigi dan ukuran rahang yang dapat menjadi penyebab maloklusi berupa gigi berdesakan atau berupa maloklusi berupa diastema multipel.6 2. Kelainan gigi

Kelainan gigi yang dapat menyebabkan maloklusi adalah kekurangan jumlah gigi, kelebihan jumlah gigi, dan kelainan bentuk atau ukuran gigi.6

(28)

28 3. Jenis kelamin

Jenis kelamin mempengaruhi ukuran gigi, dan ukuran gigi mempengaruhi panjang lengkung gigi. Laki-laki menunjukkan pertumbuhan yang meningkat dalam hal lengkung gigi. Rata-rata lebar mesio distal gigi insisif anterior rahang atas dan rahang bawah laki-laki lebih besar daripada perempuan.

Ukuran gigi laki-laki lebih besar daripada ukuran gigi perempuan.13

Faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya maloklusi antara lain adalah sebagai berikut:

1. Trauma

Terbagi menjadi trauma sebelum lahir, trauma saat dilahirkan, dan trauma sesudah lahir.11

2. Gigi sulung tanggal prematur

Gigi sulung yang tanggal prematur dapat menyebabkan perubahan susunan pada gigi permanen yang nantinya akan tumbuh.6

3. Persistensi gigi sulung

Persistensi gigi sulung adalah apabila gigi permanen penggati gigi sulung sudah tumbuh sedangkan gigi sulung belum tanggal padahal sudah waktunya gigi sulung untuk tanggal karena gigi penggantinya sudah tumbuh.6

4. Kebiasaan buruk

Kebiasaan buruk yang dapat menyebabkan terjadinya maloklusi adalah kebiasaan menghisap ibu jari, menjulurkan lidah, menghisap bibir, menggigit kuku, bernafas melalui mulut serta kebiasaan lainnya.11

(29)

29 5. Malnutrisi

Nutrisi yang baik adalah penting untuk memperoleh pertumbuhan oral yang baik. Pengambilan nutrisi atau energi yang kurang dapat mempengaruhi pertumbuhan sehingga membatasi potensi pertumbuhan seseorang. Malnutrisi dapat mempengaruhi ukuran bagian badan, sehingga terjadi perbandingan bagian yang berbeda-beda dan kualitas jaringan yang berbeda-beda seperti kualitas gigi dan tulang. Adanya malnutrisi dapat berakibat langsung pada organ-organ tubuh. 2

2.5.2 Klasifikasi maloklusi

Cara sederhana untuk mengelompokkan maloklusi ialah dengan klasifikasi Angle. Angle mengelompokkan maloklusi menjadi tiga klas yaitu klas I, klas II dan klas III. Tiap-tiap kelompok maloklusi tersebut memiliki keparahan yang berbeda-beda.6

1. Maloklusi klas I : terdapat relasi lengkung antero-posterior yang normal dilihat dari relasi molar pertama permanen (netrooklusi).6 Kelainan yang menyertai maloklusi klas I yakni: gigi berjejal, rotasi dan protrusi.12

2. Maloklusi klas II

3. : relasi molar pertama rahang bawah lebih ke distal daripada molar pertama rahang atas.6

Divisi 1 : insisivus atas maju (protrusi) sehingga didapatkan jarak gigit besar (overjet), tumpang gigit besar (overbite), dan curve of spee positif.5

(30)

30 Divisi 2 : insisivus sentral atas retroklinasi, insisivus lateral atas proklinasi, tumpang gigit besar (gigitan dalam). Jarak gigit bisa normal atau

sedikit bertambah.5

4. Maloklusi klas III : relasi molar pertama rahang bawah lebih ke mesial daripada molar pertama rahang atas dan terdapat anterior crossbite (gigitan silang anterior).12

(31)

31 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 KERANGKA KONSEP

Keterangan:

Tinggi Palatum Lebar dan Panjang

Lengkung Gigi

Faktor Lokal Faktor Lingkungan

 Lebar mesio distal

Panjang lengkung gigi

Tinggi palatum

Jenis kelamin

Nutrisi Trauma

Kebiasaan buruk

 Menghisap ibu jari

 Kebiasaan bernafas lewat mulut

 Kelainan hambatan pernafasan

 Herediter

 Kelainan gigi

Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti Tipe Maloklusi

Klasifikasi Angle

Klas I

Klas II Klas III

(32)

32 3.2 RANCANGAN PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah observasional deskriptif dengan rancangan

penelitian cross-sectional yaitu suatu penelitian dimana variabel-variabelnya

diobservasi sekaligus dalam waktu yang sama.

3.3 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di klinik Ortodonsia di RSGM FKG UNHAS.

Waktu penelitian dimulai pada bulan Februari hingga bulan April tahun 2012.

3.4 SUBJEK PENELITIAN

Subjek penelitian ini adalah semua model cetakan awal rahang atas dan rahang bawah dari pasien yang dirawat di klinik Ortodonsia di RSGM FKG UNHAS tahun 2009-2011 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:

1. Kriteria inklusi

1) Model cetakan awal rahang atas dan rahang bawah dari pasien yang dirawat di klinik ortodonsia di RSGM FKG UNHAS.

2) Memiliki gigi yang lengkap hingga molar kedua pada RA dan RB 3) Tidak memiliki torus palatina

(33)

33 2. Kriteria eksklusi

1) Model cetakan gigi yang sudah rusak 2) Terdapat gigi yang sudah hilang

3.5 DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL

1. Lebar lengkung gigi adalah lebar lengkung anterior dan lebar lengkung posterior. Lebar lengkung anterior adalah jarak interpremolar dan lebar lengkung posterior adalah jarak intermolar pertama permanen menurut indeks Pont.

2. Panjang lengkung gigi adalah suatu garis tegak lurus dari titik kontak antara gigi insisivus sentral permanen ke garis yang menghubungkan permukaan distal dari gigi premolar pertama permanen menurut indeks Korkhaus.

3. Tinggi palatum adalah garis tegak lurus terhadap raphe palatina yang berjalan dari permukaan palatum ke permukaan oklusal pada garis intermolar menurut indeks Korkhaus.

4. Tipe maloklusi adalah maloklusi menurut klasifikasi Angel yang terdiri dari klas I, klas II, dan klas III.

3.6 KRITERIA PENILAIAN

1. Pengukuran lebar lengkung gigi

Untuk mengukur lebar lengkung gigi adalah dengan menggunakan indeks Pont. Pengukuran lebar interpremolar dilakukan dengan menghintung jarak

(34)

34 antara fossa distal M1 kanan ke M1 kiri. Pengukuran lebar interpremolar di ukur dengan menghitung jarak antara fossa mesial M1 kanan ke fossa mesial M1 kiri. Pengukuran lebar lengkung gigi dengan menggunakan indeks Pont dapat dilihat pada rumus di bawah ini.

LLM = jumlah mesiodistal keempat insisivus RA × 100 80

LLB = jumlah mesiodistal keempat insisivus RA × 100 64

2. Pengukuran panjang lengkung gigi

Untuk mengukur panjang lengkung gigi adalah dengan menggunakan indeks panjang lengkung gigi Korkhaus. Indeks panjang lengkung gigi adalah 160.

Pengukuran panjang lengkung gigi dengan menggunakan indeks Korkhaus dapat dilihat pada rumus di bawah ini.

Panjang lengkung gigi = jumlah mesiodistal keempat insisivus maksila x 100 Panjang lengkung gigi

3. Pengukuran tinggi palatum

Untuk mengukur tinggi palatum adalah dengan mengunakan indeks tinggi palatum Korkhaus. Jarak intermolar menurut Pont adalah jarak antara fossa mesial M1 kanan ke M1 kiri. Indeks tinggi palatum adalah 42.

Pengukuran tinggi palatum dapat dilihat pada rumus di bawah ini.

Indeks tinggi palatum = tinggi palatum × 100

Jarak intermolar

(35)

35 4. Penilaian tipe maloklusi

Penilaian tipe maloklusi adalah menurut klasifikasi Angle yang terdiri dari klas I, klas II dan klas III.

3.7 ALAT DAN BAHAN PENELITIAN

1. Model cetakan awal rahang atas dan rahang bawah 2. Jangka sorong

3. Penggaris 4. Alat tulis

3.8 DATA

1. Jenis data : data sekunder 2. Pengolahan data : dengan SPSS 16.0

3. Penyajian data : data disajikan dalam bentuk table

3.9 PROSEDUR PENELITIAN

1. Dilakukan pengambilan sampel yaitu model cetakan awal dari pasien yang rawat di klinik Ortodonsia RSGM FKG UNHAS sesuai dengan kriteria eksklusi dan inklusi.

2. Dilakukan pengelompokan model sesuai dengan tipe maloklusi menurut Klasifikasi Angel.

(36)

36 3. Dilakukan perhitungan lebar lengkung gigi dengan menggunakan indeks Pont, yaitu dengan menghitung lebar lengkung muka dan lebar lengkung belakang dengan menggunakan jangka sorong.

4. Dilakukan perhitungan panjang lengkung gigi dengan menggunakan indeks panjang lengkung gigi Korkhaus dengan menggunakan penggaris.

5. Dilakukan perhitungan tinggi palatum dengan menggunakan indeks tinggi palatum Korkhaus dengan menggunakan penggaris dan jangka sorong.

3.10 ALUR PENELITIAN

PENENTUAN LOKASI PENELITIAN

PENGAMBILAN SAMPEL SESUAI KRITERIA PENELITIAN

PENGUKURAN SAMPEL

HASIL DAN SIMPULAN PENGOLAHAN DATA

(37)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Telah dilakukan penelitian mengenai ukuran lebar, panjang lengkung gigi, dan tinggi palatum berdasarkan tipe maloklusi pada pasien ortodontik di RSGM FKG UNHAS. Data yang diperoleh diolah dan dianalisis secara distributif menggunakan program SPSS (versi 16). Hasilnya sebagaimana tampak pada tabel 5.1 di bawah ini:

Tabel 5.1 Distribusi karakteristik subjek

Karakteristik sampel Frekuensi (n) Persen (%) Mean ± SD Jenis kelamin

Laki-laki 37 29,6

Perempuan 88 70,4

Usia 19,68 ± 4,43

Lebar mesiodistal 30,73 ± 3,40

LLM Indeks Pont 38,64 ± 2,93

LLB Indeks Pont 48,06 ± 5,45

LLM Hasil Ukur 37,14 ± 3,11

LLB Hasil Ukur 50,33 ± 35,84

Panjang lengkung gigi 20,19 ± 2,30

Tinggi palatum 18,01 ± 2,21

Klas Maloklusi

Klas 1 tipe 1 34 27,2

Klas 1 tipe 2 14 11,2

(38)

38

Klas 1 tipe 3 1 0,8

Klas 1 tipe 6 56 44,8

Klas 2 divisi 1 18 14,4

Klas 3 2 1,6

Kategori panjang lengkung gigi

Sempit 84 67,2

Sedang 3 2,4

Lebar 38 30,4

Kategori tinggi palatum

Rendah 95 76

Sedang 7 5,6

Dalam 23 18,4

Total 125 100

(39)

Tabel 5.1 memperlihatkan distribusi karakteristik sampel penelitian dengan jumlah model studi sebanyak 125 model. Terlihat pada tabel 5.1 sebanyak 37 model studi laki-laki (29,6%) dan 88 perempuan (70,4%) menjadi sampel dalam penelitian ini.

Secara keseluruhan, rata-rata usia sampel dalam penelitian ini adalah 19 tahun, dengan rata-rata lebar mesiodistal gigi sebesar 30,73 mm, LLM indeks pont sebesar 38,44 LLB indeks Pont sebesar 48,06 LLM hasil ukur sebesar 37,14 mm, LLB hasil ukur sebesar 50,33 mm, panjang lengkung gigi sebesar 20,19 mm, dan tinggi palatum sebesar 18 mm.

Tabel 5.2 Distribusi karakteristik sampel berdasarkan panjang lengkung gigi Karakteristik sampel

Kategori panjang lengkung gigi

Total Sempit Sedang Lebar

Jenis Kelamin

Laki-laki 25

(67,6%) 1 (2,7%) 11 (29,7%)

37 (100%)

Perempuan

59 (67%) 2 (2,3%) 27 (30,7%)

88 (100%)

Klas Maloklusi

Klas 1 tipe 1 8 (23,5%) 3 (8,8%) 23 (67,6%)

34 (100%)

Klas 1 tipe 2 12

(14,3%) 0 (0) 2 (14,3%) 14 (100%) Klas 1 tipe 3 1 (100%) 0 (0) 0 (0) 1 (100%

Klas 1 tipe 6 50

(89,3%) 0 (0) 6 (10,7%) 56 (100%) Klas 2 divisi 1 12

(66,7%) 0 (0) 6 (33,3%) 18 (100%)

(40)

40

Klas 3 1 (50%) 0 (0) 1 (50%) 2 (100%)

Kategori tinggi palatum

Rendah 66

(69,5%) 2 (2,1%) 27 (28,4%)

95 (100%)

Sedang 4 (57,1%) 0 (0) 3 (42,9%) 7 (100%)

Dalam 14

(16,7%) 1 (4,3%) 8 (30,4%) 23 (100%) Total

84 (100%) 3 (100%) 38 (30,4%)

125 (100%)

Pada tabel 5.2 terlihat distribusi jenis kelamin, klas maloklusi dan kategori tinggi palatum berdasarkan kategori panjang lengkung gigi. Terlihat baik jenis kelamin laki-laki, maupun perempuan paling banyak memiliki kategori panjang lengkung gigi sempit, yaitu sebanyak 25 model (67,6%) untuk laki-laki dan 59 model (67%) untuk perempuan. Adapun dari segi maloklusi, hampir tidak ada klas maloklusi dengan kategori panjang lengkung gigi sedang, kecuali klas 1 tipe 1 (sebanyak 3 model, 8,8%).

Tabel 5.3 Distribusi karakteristik sampel berdasarkan kategori tinggi palatum Karakteristik sampel

Kategori tinggi palatum

Total

Rendah Sedang Dalam

Jenis Kelamin

Laki-laki 28

(75,7%) 2 (5,4%) 7 (18,9%) 37 (100%)

Perempuan 67

(70,5%) 5 (5,7%) 16 (18,2%)

88 (100%)

Klas Maloklusi

(41)

41

Klas 1 tipe 1 27

(79,4%) 2 (5,9%) 5 (14,7%) 25 (100%)

Klas 1 tipe 2 11

(78,6%) 1 (3,3%) 2 (14,3%) 24 (100%)

Klas 1 tipe 3 0 (0) 0 (0) 1 (100%) 1 (100%

Klas 1 tipe 6 47

(83,9%) 4 (7,1%) 5 (8,9%) 56 (100%)

Klas 2 divisi 1 10

(55,6%) 0 (0) 8 (44,4%) 18 (100%)

Klas 3 0 (0) 0 (0) 2 (100%) 2 (100%)

Kategori panjang lengkung gigi

Sempit 66

(78,6%) 4 (4,8%) 14 (16,7%)

84 (100%)

Sedang 2 (66,7%) 0 (0) 1 (33,3%) 3 (100%)

Lebar 27

(71,1%) 3 (42,9%) 8 (21,1%) 38 (100%) Total

95 (100%) 7 (100%) 23 (100%)

125 (100%)

Tabel 5.3 memperlihatkan distribusi jenis kelamin, klas maloklusi, dan panjang lengkung gigi berdasarkan tinggi palatum. Pada tabel 5.3 terlihat bahwa baik laki-laki maupun perempuan memiliki tinggi palatum rendah yang paling banyak, yaitu 28 model (75,7%) laki-laki dan 67 model (70,5%) perempuan. Pada tabel 5.2 klas maloklusi paling sedikit memiliki kategori tinggi palatum sedang. Klas 1 tipe 1, tipe 2, tipe 6 dan klas 2 divisi 1 paling banyak memiliki kategori tinggi palatum rendah. Klas 1 tipe 3 dan klas 3 memiliki kategori tinggi palatum dalam yang paling

(42)

42 banyak. Distribusi panjang lengkung gigi dan tinggi palatum memiliki nilai yang sama, seperti yang telah disebutkan pada tabel 5.2.

Tabel 5.4 Distribusi rata-rata lebar mesiodistal gigi, LLM, LLB Pont dan hasil ukur

Karakteristik sampel

Lebar mesiodistal gigi (mm)

LLM Pont(mm)

LLB Pont(mm)

LLM Hasil Ukur(mm)

LLB Hasil Ukur(mm)

Mean ± SD Mean ± SD Mean ± SD Mean ± SD Mean ± SD

Jenis kelamin

Laki-laki 31,58±2,51 39,45±3,13 49,31±3,92 38,81±3,53 48,52±3,81 Perempuan 30,44±3,67 38,295±2,79 47,52±5,93 37,25±2,83 51,09±42,69 Klas Maloklusi

Klas 1 tipe 1 31,73±1,98 39,64±2,46 49,52±3,09 36,74±2,73 45,57±3,13 Klas 1 tipe 2 29,89±8,17 39,65±3,23 49,56±4,04 37,35±3,67 48,34±4,78

Klas 1 tipe 3 33,8 42,2 52,8 36,5 46,5

Klas 1 tipe 6 29,96±1,99 37,26±2,58 45,88±6,55 39,03±2,68 55,39±53,2 Klas 2 divisi 1 31,96±2,42 39,92±3,02 50,43±4,17 36,06±3,25 46,01±4,23 Klas 3 30,78±2,62 39,5±3,25 49,4±4,1 35,7±4,24 43,95±3,61 Kategori panjang

lengkung gigi

Sempit 29,91±3,51 37,72±2,3 46,81±5,64 37,9±2,55 52,26±43,53 Sedang 30,67±1,88 38,26±2,34 47,83±2,95 34,96±2,87 44,4±2,45 Lebar 32,73±2,30 40,68±3,23 50,83±4,06 37,52±4,09 46,5±5,13 Kategori tinggi

palatum

Rendah 30,68±3,72 38,66±2,93 48,01±5,91 38,20±2,86 51,90±40,98

(43)

43 Sedang 31,46±2,54 39,27±3,18 49,1±3,97 39,24±4,23 47,71±5,32 Dalam 30,97±2,07 38,33±2,97 47,91±3,72 35,2±2,54 44,63±2,94 Total 30,78±3,40 39,64±2,93 48,05±5,45 37,71±3,11 50,33±35,84

Tabel 5.4 memperlihatkan distribusi rata-rata lebar mesiodistal gigi, LLM dan LLB indeks pont, LLM dan LLB hasil ukur berdasarkan jenis kelamin, klas maloklusi, panjang lengkung gigi dan tinggi palatum. Terlihat pada tabel 5.4, hampir seluruh nilai rata-rata laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Klas maloklusi 2 divisi 1 memiliki lebar mesio distal gigi yang paling besar, yaitu 31,96 mm, dan diikuti dengan klas 1 tipe 1 dengan 31,73 mm. Klas 1 tipe 2 memiliki lebar mesiodistal gigi yang paling kecil, yaitu 29,89 mm. LLM dan LLB indeks Pont yang paling besar adalah klas 2 divisi 1 dengan nilai rata-rata 39,92 mm (LLM) dan 50,43 mm (LLB), serta yang paling sedikit adalah klas 1 tipe 6 dengan nilai rata-rata 37,26 mm (LLM) dan 45,88 mm (LLB). Sebaliknya, dari segi hasil ukur, LLM dan LLB klas 1 tipe 6 yang paling besar, yaitu 39,03 mm (LLM) dan 55,39 mm (LLB), serta yang paling kecil nilainya adalah klas 2 divisi 1. Hal ini menunjukkan bahwa klas 1 tipe 6 mengalami pelebaran ruang, sedangkan klas 2 divisi 1 mengalami penyempitan ruang.

Tabel 5.5 Distribusi rata-rata panjang lengkung gigi dan tinggi palatum

Karakteristik sampel

Panjang lengkung

gigi(mm) Tinggi palatum(mm)

Mean ± SD Mean ± SD

Jenis kelamin

Laki-laki 20,16±2,48 18,40±2,07

(44)

44

Perempuan 20,20±2,24 17,83±2,25

Klas Maloklusi

Klas 1 tipe 1 18,79±1,90 17,07±1,95 Klas 1 tipe 2 21,44±2,43 18,40±2,21

Klas 1 tipe 3 22,5 20,1

Klas 1 tipe 6 20,34±1,79 18,16±2,15 Klas 2 divisi 1 21,35±3,11 18,63±2,52

Klas 3 19,5±0,71 19,90±0,14

Total 20,19±2,30 18,01±2,20

Tabel 5.5 memperlihatkan distribusi rata-rata panjang lengkung gigi dan tinggi palatum berdasarkan jenis kelamin dan klas maloklusi. Terlihat pada tabel 5.5, laki-laki dan perempuan memiliki rata-rata panjang lengkung gigi yang hampir sama, yaitu 20,16 mm untuk laki-laki dan 20,20 mm untuk perempuan. Adapun tinggi palatum laki-laki sebesar 18,40 mm dan untuk perempuan sebesar 17,83 mm. Dari segi klas maloklusi, klas 1 tipe 2 memiliki rata-rata panjang lengkung gigi yang paling besar, yaitu sebanyak 21,44 mm diikuti dengan klas 2 divisi 1, yaitu sebesar 21,35. Rata-rata tinggi palatum yang paling besar adalah klas 3, yaitu 19,9 mm, diikuti dengan klas 2 divisi 1, yaitu 18,63 mm.

(45)

45

(46)

BAB V PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui ukuran lebar, panjang lengkung gigi dan tinggi palatum dengan tipe maloklusi pada pasien ortodontik di RSGM FKG UNHAS. Pada penelitian ini, didapatkan 125 model gigi yang sesuai dengan kriteria seleksi sampel penelitian, yang terdiri dari 37 model studi laki-laki (29,6%) dan 88 model studi perempuan (70,4%).

Dari hasil penelitian yang ditunjukkan bahwa distribusi tipe maloklusi dalam penelitian ini, tipe maloklusi yang paling banyak adalah klas 1 tipe 6, sebanyak 56 model studi (44,8%) dan yang paling sedikit adalah klas 1 tipe 3, sebanyak 1 model studi (0,8%). Pada penelitian ini, tidak ditemukan klas 1 tipe 4, klas 2 divisi 2, dan pembagian klas 3, hal ini dimungkinkan karena tipe maloklusi ini bukan menjadi prasyarat tipe maloklusi yang harus ditangani atau dilakukan perawatan oleh mahasiswa kepaniteraan di kinik bagian ortodonsia RSGM FKG UNHAS. Secara keseluruhan, kategori panjang lengkung gigi yang paling banyak adalah kategori panjang lengkung sempit, yaitu sebanyak 84 model studi (67,2%) dan kategori tinggi palatum yang paling banyak adalah kategori palatum rendah, yaitu sebanyak 95 model studi (76%).

Pada penelitian yang dilakukan dari jumlah sampel model yang di teliti paling banyak adalah model studi dengan kasus maloklusi klas 1 tipe 6. Kasus maloklusi

(47)

klas 1 tipe 6 merupakan kasus maloklusi yang lebih mudah untuk ditangani dengan perawatan menggunakan alat ortodontik lepasan jika dibandingkan dengan kasus maloklusi klas 3. Menurut Ramara yang dikutip oleh Susanti crossbite merupakan salah satu kasus yang kompleks dan sulit untuk dilakukan perawatan.

Banyak pendapat yang menyatakan bahwa cossbite (maloklusi klas 3) sebaiknya dirawat dengan kombinasi ortodontik dan bedah ortognatik setelah selesainya pertumbuhan rahang agar didapatkan hasil perawatan yang maksimal dan stabil.14 Oleh karena itu untuk pasien crossbite di RSGM FKG UNHAS sangat kurang dengan mengingat alat yang dipergunakan hanya alat ortodontik lepasan sehingga crossbite yang berat sangat sulit ditangani.

Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa klas 1 tipe 1 paling banyak memiliki kategori panjang lengkung gigi lebar, yaitu sebanyak 23 model (67,6%).

Klas 1 tipe 2, tipe 3, tipe 6, klas 2 divisi 1, dan klas 3 memiliki kategori panjang lengkung gigi sempit yang paling banyak. Hasil ini ditunjukkan pada tabel 5.2 yang memperlihatkan bahwa seluruh kategori tinggi palatum memiliki kategori panjang lengkung gigi sempit yang paling banyak. Menurut Pont yang dikutip oleh Paramesthi menyatakan bahwa terdapat hubungan antara keempat mesio distal insisivus permanen dengan panjang lengkung gigi maksila, hal ini dapat diartikan bahwa semakin besar jumlah mesiodistal insisivus permanen akan menyebabkan panjang lengkung maksila semakin besar pula, perbedaan ras juga dikaitkan dengan adanya perbedaan bentuk lengkung gigi.4

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lebar mesio distal laki-laki lebih besar jika dibandingkan dengan lebar mesio distal perempuan, hal ini sesuai dengan

(48)

48 penelitian yang dilakukan oleh Desi pada tahun 2000 di Universitas Airlangga. Rata- rata ukuran mesio distal gigi insisif rahang atas laki-laki lebih besar dari perempuan.

Ukuran gigi pria lebih besar dari ukuran gigi wanita. Menurut Desi hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor kekuatan fungsional, kebiasaan makan, sikap tubuh dan trauma.13

Dari penelitian ini juga didapatkan bahwa rata-rata panjang lengkung gigi antara laki-laki dan perempuan didapatkan hasil yang hampir sama. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Paramesthi didapatkan hasil bahwa rata-rata panjang lengkung gigi antara laki-laki dan perempuan tidak berbeda bermakna. Menurut pernyataan Burris dan Harris yang dikutip dari Paramesthi bahwa perbedaan panjang lengkung gigi lebih cenderung disebabkan oleh karena faktor ras dari pada jenis kelamin.4

Pada penelitian ini juga didapatkan rata-rata tinggi palatum laki-laki lebih besar dari pada tinggi palatum perempuan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Agustini menemukan bahwa meskipun rata-rata tinggi palatum laki- laki lebih besar dari pada perempuan namun menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna, hal ini juga dinyatakan oleh Paramesthi bahwa rata-rata tinggi palatum laki-laki lebih besar daripada perempuan pada suku jawa , namun setelah dilakukan uji t tidak berpasangan ternyata tiak berbeda bermakna. Menurut Agustini hasil penelitian ini juga sama dengan hasil penelitian Lebret yang menunjukkan adanya perbedaan tinggi palatum antara laki-laki dan perempuan tetapi tidak bermakna.3,4

(49)

49 BAB VI

PENUTUP

6.1 SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti pada model studi pasien ortodontik di RSGM FKG UNHAS , maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Lebar mesio distal gigi laki-laki lebih besar dibandingkan dengan lebar mesio distal gigi pada perempuan.

2. Laki-laki memiliki ukuran panjang lengkung gigi yang hampir sama dengan perempuan.

3. Tinggi palatum laki-laki lebih besar dibandingkan dengan tinggi palatum perempuan.

4. Kategori panjang lengkung gigi yang paling banyak adalah panjang lengkung gigi yang sempit sedangkan kategori tinggi palatum yang paling banyak adalah tinggi palatum yang rendah.

5. Tipe maloklusi klas 1 tipe 1 paling banyak memiliki panjang lengkung gigi yang lebih lebar dan tipe maloklusi klas 1 divisi 6 memiliki panjang lengkung gigi yang sempit serta tipe maloklusi klas 1 tipe 1, tipe 2, tipe 6 dan klas 2 divisi 1 paling banyak memiliki kategori tinggi palatum yang rendah.

6. Tipe maloklusi klas 2 divisi 1 memiliki lebar mesio distal gigi yang paling besar dibandingkan dengan tipe maloklusi yang lain.

(50)

50 6.2 SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut lagi dalam menilai ukuran lebar dan panjang lengkung gigi serta tinggi palatum dengan tipe maloklusi karena pada penelitian ini tipe maloklusi yang diteliti masih terbatas dan belum mencakup keseluruhan dari tipe maloklusi yang ada dikarenakan evaluasi atau data yang diambil juga terbatas tiga tahun terakhir, diharapkan selanjutnya tipe maloklusi yang diteliti lebih kompleks lagi dengan rentan waktu yang lebih lama.

(51)

51 DAFTAR PUSTAKA

1. Lau PYW, Wong RWK. Risk and complications in orthodontic treatment.

Hong Kong Dental Journal [serial online] 2006 Jun;3(1):[internet]. Available from: URL: http://orthofree.com/cms/assets/22.pdf. Accessed November 30, 2011

2. Mokhtar M. Dasar-dasar ortodonti pertumbuhan dan perkembangan kraniodentofasial. Medan: Bina Insani Pustaka; 2002, p. 1-2

3. Agustini TF, Sutadi H, Soenawan H. Hubungan antara tinggi palatum dengan lebar intermolar dan panjang lengkung gigi posterior pada anak usia 12-14 tahun. Jurnal PDGI 2003;53(2):16-24

4. Paramesthi GAMDH, Farmasyanti CA, Karunia D. Besar indeks Pont dan Korhaus serta hubungan antara lebar dan panjang lengkung gigi terhadap tinggi palatum pada suku Jawa. [internet]. Available from:

URL:http://cendrawasih.a.f.staff.ugm.ac.id/wp-content/besar-indeks-pont- korkhaus-serta-hubungan-antara-lebar-dan-panjang-lengkung-gigi-terhadap- tinggi-palatum-pada-suku-jawa.pdf. Diakses Desember 2, 2011

5. Budiman JA, Hayati R, Sutrisna B, Soemantri ES. Identifikasi bentuk lengkung gigi secara kuantitatif. Dentika Dent J 2009;14(2):120-4

6. Rahardjo P. Ortodonti dasar. Surabaya: Airlangga University Press; 2009, p.

8-16

7. Michalska MK, Bacceti T. Duration of the pubertal peak in skeletal class 1 and III subjects. Angle Orthod.[serial online]

2010;80(1):[internet].Availablefrom:URL:http://www.angle.org/doi/pdf/10.2 319/020309-69.1. Accesed December 2, 2011.

(52)

8. Poosti M, Jalali T. Tooth size and arch dimension in uncrowded versus crowded class I maloclussion. The Journal of Contemporary Dental Practice [serial online]

2007 Mar;8(1):[internet]. Available from:URL:

http://orthofree.com/resources/1/218.pdf. Accessed December 3, 2011.

9. Koesoemohardja HD, Indrawati A, Jenie I. Tumbuh kembang dentofasial manusia. Edisi ke-2. Jakarta: Universitas Trisakti; 2008, p. 38-59

10. Foster TD. Buku ajar Ortodonsia. Penerjemah: Yuwono L. Edisi ke-3. Jakarta:

EGC Penerbit Buku Kedokteran; 1999, p. 1-20

11. Suminy D, Zen Y. Hubungan antara maloklusi dengan hambatan saluran pernafasan. Majalah Ilmiah Kedokteran Gigi FKG Trisakti 2007;22(1): 32-9

12. Proffit WR. Fields HW. Contemporary orthodontics 3

rd

ed. St. Louis (MO):

Mosby; 2000. p.2-4

13. Desi FK, Sylvia M, Kristiani S. Hubungan lebar mesio distal gigi insisif dengan lengkung geligi pada kasus bedesakan anterior. Jurnal PDGI 2007;57(2): 52-5

14. Susanti R, Idris W. Perawatan maloklusi klas III disertai crowding berat. Majalah

Ilmiah Kedokteran Gigi FKG Trisakti 2005;20(59):19-25

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Pada tabel 2 terlihat bahwa hubungan signifikan antara dimensi vertikal tulang vertebra servikalis dengan lebar lengkung gigi hanya terdapat pada lengkung gigi

Hubungan Antara Lebar Intermolar dan Panjang Lengkung Gigi Rahang Atas pada Pasien Usia 8 sampai Dengan 10 tahun di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan

Pengukuran lebar interpremolar maksila dari titik terdistal cekung mesial pada oklusal gigi premolar pertama ke titik yang sama pada sisi yang berlainan (a), pengukuran

Tujuan Penelitian : Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui apakah ada perbedaan lebar lengkung gigi pada maloklusi klasifikasi Angle yang berbeda di SMPN I Salatiga

Kesimpulan penelitian yaitu lebar interpremolar, lebar intermolar, dan panjang lengkung pada maksila tidak signifikan sedangkan pada mandibula signifikan antara sebelum dan

panjang lengkung gigi antara laki-laki dan perempuan tidak signifikan sebelum dan. setelah perawatan dengan jumlah sampel perempuan yang lebih banyak

Sebagai evaluasi terhadap perawatan yang dilakukan ortodontis dan sebagai informasi bagi ortodontis bahwa akan ada peningkatan atau penurunan pada lebar lengkung dan panjang

Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi lama perawatan ortodontik berdasarkan tipe maloklusi pada pasien yang menggunakan piranti lepasan di RSGM FKG