KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS DAN EVALUASI
DRUG RELATED PROBLEMS-NYA PADA BEDAH ORTHOPAEDI KASUS
FRAKTUR DI UNIT BEDAH RS PANTI RAPIH YOGYAKARTA PERIODE AGUSTUS 2007 – SEPTEMBER 2007
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Yasinta Yekti Utami
NIM : 048114103
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS DAN EVALUASI
DRUG RELATED PROBLEMS-NYA PADA BEDAH ORTHOPAEDI KASUS
FRAKTUR DI UNIT BEDAH RS PANTI RAPIH YOGYAKARTA PERIODE AGUSTUS 2007 – SEPTEMBER 2007
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Yasinta Yekti Utami
NIM : 048114103
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
If you are facing a problem,
Perhaps what you need to do
Is just simply calm down,
Settle down, and start thinking.
Do not try to douse it,
Do not try to rationalize it.
Do not try to escape it. Just think
It through, with God’s help.
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, dan
karuniaNya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsinya yang berjudul ”KAJIAN
PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS DAN EVALUASI DRUG
RELATED PROBLEMS-NYA PADA BEDAH ORTHOPAEDI KASUS
FRAKTUR DI UNIT BEDAH RS PANTI RAPIH YOGYAKARTA PERIODE AGUSTUS 2007 – SEPTEMBER 2007”. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Darmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dan dukungan berbagai pihak
baik itu berupa moril maupun materiil. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Rita Suhadi, M.Si., Apt selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
2. Dra. A. M. Wara Kusharwanti, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktu, tenaga, serta segala masukan dan saran dalam
penyusunan skripsi ini.
3. Drs. Mulyono, Apt. selaku dosen penguji atas segala arahan, kritik, saran, dan
waktunya.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. selaku dosen penguji atas segala arahan, kritik, saran,
dan masukan, serta waktunya.
5. Drs. Sabikis, Apt. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan
arahan.
6. Staf rekam medis RS Panti Rapih Yogyakarta (Pak Markus, Pak Jono, Pak Gi,
mas Danar, mas Andre, mbak Shinta, mba Cici, dkk) atas bantuan dan
kerjasamanya selama penulis melaksanakan penelitian.
7. Pak Rustamaji dan Bu Lien atas bantuan sumber pustaka dan diskusi yang sangat
membantu.
8. Bapak (Alm.) dan Ibu tercinta atas dukungan doa dan kasih sayang yang telah
diberikan pada penulis.
9. Kakakku tersayang Heribertus Setyawan, terimakasih atas doa, dukungan, dan
semangat yang telah diberikan. ”Tuhan takkan memberi cobaan melebihi
kemampuan kita”.
10.Paklik, Bulik serta keluarga besar saudara-saudaraku dik Pur, Dik Eka, Dik
Arnol, atas doa dan dukungannya.
11.Kekasihku dan sahabatku mas Heri atas doa, perhatian, dan bantuan yang telah
diberikan di tengah-tengah kesibukannya, serta memberi warna dalam hidupku.
”Segala sesuatu indah pada waktuNya”.
12.Bapak, Ibu, dik Very, mbak Ria, mas Wahyu atas perhatian yang telah diberikan.
”Terimakasih telah memberikan kehangatan dalam hidupku”.
13.Sahabat-sahabatku Apri, Novi, Chika atas dukungan dan semangatnya, Niken dan
Nike teman seperjuanganku yang telah banyak kurepotkan, terimakasih atas
bantuannya. ”Kalian semua telah membuat hari-hariku berwarna”.
14.Teman-teman kost ”Keramik”: Avi, mba Ica & mba Anna ”kalian adalah
kakakku” , mba Melon ”terimakasih pinjaman bukunya”, Vita, mbak Yeyen,
mbak Ika, mba Desy, Marlin, ci Mila, Fila, Tresha, Riska atas bantuan, dukungan
dan kebersamaannya.
15.Teman-teman Mitra perpustakaan: Lita, mba Sari, Lilis, Inus, Ari, Pungkas, Titis,
Ragil, Vonny, Nana, Wati, Erlyn, Evi, Era yang telah berbagi suka dan duka
bersama. ”Thank’s for all”.
16.Teman-teman FKK angkatan 2004 dan kelas C ’04 terimakasih atas
kebersamaannya selama ini.
17.Semua pihak yang telah banyak membantu dan tidak bisa penulis sebutkan satu
per satu.
Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini,
sehingga saran, masukan, serta kritik yang membangun sangat penulis harapkan.
Semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat dan membantu bagi pembaca
serta bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, 2008
Penulis
Yasinta Yekti Utami
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI
Fraktur merupakan keadaan terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan. Bedah merupakan tindakan yang dilakukan pada penatalaksanaan fraktur. Salah satu hal yang penting dalam bedah ialah pemberian antibiotik profilaksis. Antibiotik profilaksis diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi. Pemberian antibiotik yang tidak tepat merupakan salah satu faktor risiko surgical site infection. Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik profilaksis pada bedah orthopaedi kasus fraktur di unit bedah RS Panti Rapih Yogyakarta periode Agustus 2007 - September 2007.
Penelitian ini termasuk penelitian noneksperimental, dengan rancangan penelitian deskriptif evaluatif. Pengumpulan data secara retrospektif menggunakan kartu rekam medik. Penelitian ini dibagi menjadi 4 tahap: perencanaan, analisis situasi, pengumpulan data, dan evaluasi. Data diambil dan dianalisis berdasar umur, jenis kelamin, penyakit penyerta, penyebab fraktur, golongan obat, jenis obat dan analisis Drug Related Problems (DRPs) penggunaan antibiotik profilaksis.
Hasil yang diperoleh dari 101 pasien fraktur adalah 66 kasus. Persentase berdasarkan umur yaitu 4,95% berumur 1-10 tahun; 17,82% berumur 11-20 tahun; 24,75% berumur 21-30 tahun; 13,86% berumur 31-40 tahun; 11,88% berumur 41-50 tahun; 12,87% berumur 52-60 tahun; dan 13,86% lebih dari 60 tahun. Berdasarkan jenis kelamin yaitu 59,4% pasien laki-laki dan 40,6% perempuan. Penyakit penyerta yaitu 9,90% dengan hipertensi; 4,95% dengan DM 2,97% dengan asma; 0,99% dengan penyakit jantung dan obesitas; serta 79,21% tanpa penyakit penyerta. Penyebab fraktur terbanyak yaitu 98,02% karena kecelakaan lainnya karena sport injuries. Persentase pengobatan yaitu Anti Tetanus Serum 33,66%; Tetanus Toxoid 0,99%; obat analgesik / antiinflamasi 98,01%; obat saluran cerna 73,27; obat antidiabetik 2,97%; obat saluran nafas 24,75%; obat sistem kardiovaskular 45,54%; obat otot skeletal dan sendi 84,16%; anestesi 100%; vitamin 53,47%; obat antiinfeksi 100%; dan infus 98,02%. Jenis terapi yang terbanyak yaitu 90,09% berkaitan dengan pemasangan implan (ORIF, plating, dan screwing). Identifikasi DRPs penggunaan antibiotik profilaksis diperoleh 4 kasus yang terdiri dari 1 kasus terapi tanpa indikasi, 44 kasus dosis terlalu rendah, 24 kasus efek obat merugikan, dan 54 kasus dosis terlalu tinggi.
Kata kunci : antibiotika profilaksis, bedah orthopaedi kasus fraktur, kartu rekam medik, dan Drug Related Problems (DRPs).
ABSTRACT
Fracture is a breakdown discontinued bone and joint. Surgery is an action taken in management of fracture. One of the important things in surgery is the administration of antibiotic prophylaxis. Antibiotic prophylaxis is given to prevent infection. Unappropriately administered antibiotic prophylaxis is one of risk factor for surgical site infection. The aims of this research is to evaluate the using of the antibiotic prophylaxis in fracture case orthopaedic surgery at Panti Rapih Hospital Yogyakarta within August 2007 - September 2007.
This research is a nonexperimental research and done with the evaluative descriptive design and the data were obtained by retrospective method. The data were taken from the patient medical record’s then analized with descriptive method. This research devided into four steps: the planning, analize of the situation, data collecting, and evaluation. The data being taken and analized were based on the age, sex, cause of fracture, illness inverted, caused fracture, drug classification, type of medicine, and the analize of the Drug Related Problems (DRPs) about the using of antibiotic prophylaxis.
The results of this research showed that there were 101 patients with 53 cases. Percentage of the age 1-10 was 4,95%; 11-20 was 17,82%; 21-30 was 24,75%; 31-40 was 13,86%; 41-50 was 11,88%; 52-60 was 12,87%; and more than 60 years was 13,86%. Result based on sex 59,4% was male and 40,6% female. The illness inverted 9,90% was hipertensy; 4,95% was DM 2,97% was asthma; 0,99% was cardiovascular disease and obesitas; and 79,21% without illness inverted. The most fracture caused 98,02% because accident and the other because sport injuries. The percentage of therapy class was Anti Tetanus Serum 33,66%; Tetanus Toxoid 0,99%; analgesic / antiinflamasi drugs 98,01%; the gastrointestinal tract drugs 73,27; antidiabetic drugs 2,97%; inhalation drugs 24,75%; cardiovascular drugs 45,54%; skeletal muscle drugs 84,16%; anestetic 100%; vitamin 53,47%; antiinfective drugs 100%; and infuse 98,02%. The most therapy 90,09% asosiated with prosthetic implant (ORIF, plating, and screwing). Identifying DRPs related to use antibiotic prophylaxis yielded 4 DRPs cases consist of 1 case of unnecessary drug therapy, 44 dosage too low, 24 case adverse drug reaction, and 54 case dose too high.
Key words : antibiotic prophylaxis, orthopaedic surgery of fracture case, medical record, and Drug Related Problems (DRPs).
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...
HALAMAN PENGESAHAN ...
HALAMAN PERSEMBAHAN ...
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...
HALAMAN PUBLIKASI ...
PRAKATA ...
INTISARI ...
ABSTRACT ...
DAFTAR ISI ...
DAFTAR TABEL ...
DAFTAR GAMBAR ...
DAFTAR LAMPIRAN ...
BAB I PENGANTAR ...
A. Latar Belakang ...
1. Perumusan Masalah ...
2. Keaslian Penelitian ...
3. Manfaat Penelitian ...
a. Manfaat Teoritis ...
b. Manfaat Praktis ...
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
xi
xii
xiii
xviii
xx
xxiv
1
1
3
4
5
5
5
B. Tujuan Penelitian ...
1. Tujuan Umum ...
2. Tujuan Khusus ...
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ...
A. Fraktur ...
1. Definisi Fraktur ...
2. Tipe-tipe Fraktur ...
3. Penatalaksanaan Fraktur ...
B. Infeksi ...
1. Definsi Infeksi ...
2. Surgical Site Infection ...
a. Definisi Surgical Site Infection ...
b. Penatalaksanaan Surgical Site Infection ...
c. Faktor Risiko Surgical Site Infection ...
C. Antibiotik Profilaksis ...
1. Definisi Antibiotik Profilaksis ...
2. Jenis-jenis Antibiotik Profilaksis ...
3. Rekomendasi Antibiotik Profilaksis pada Bedah Orthopaedi ...
4. Waktu dan Dosis Pemberian ………..………
D. Drug Related Problems (DRPs) ...
1. Definisi Drug Related Problems ... 5
5
5
7
7
7
7
8
9
9
9
9
10
11
13
13
14
15
15
17
17
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Pengelompokan Drug Related Problems ...
3. Penyebab Drug Related Problems ...
E. Keterangan Empiris ...
BAB III METODE PENELITIAN ...
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ...
B. Definisi Operasional ...
C. Subyek Penelitian ...
D. Bahan Penelitian ...
E. Lokasi Penelitian ...
F. Jalannya Penelitian ...
1. Tahap Perencanaan ...
2. Tahap Analisis Situasi ...
3. Tahap Pengumpulan Data ...
4. Tahap Evaluasi Data ...
G. Tahap Analisis Data ...
1. Gambaran Umum ...
2. Profil Penggunaan Obat ...
3. Profil Penggunaan Antibiotik Profilaksis ...
4. Drug Related Problems (DRPs) ...
5. Outcome terapi ...
H. Kesulitan-kesulitan selama penelitian ... 17
18
19
20
20
20
21
21
21
21
22
22
22
22
23
23
23
23
23
25
25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...
A. Gambaran Umum ...
1. Persentase Pasien Fraktur Berdasarkan Umur ...
2. Persentase Pasien Fraktur Berdasarkan Jenis Kelamin ...
3. Persentase Pasien Fraktur dengan Penyakit Penyerta ...
4. Persentase Pasien Fraktur Berdasarkan Penyebab ...
B. Profil Penggunaan Obat ...
1. Anti Tetanus Serum (ATS) ...
2. Tetanus Toxoid (TT) ...
3. Analgesik / Antiinflamasi ...
4. Saluran Cerna ...
5. Obat Antidiabetik ...
6. Saluran Nafas ...
7. Sistem Kardiovaskular ...
8. Otot Skeletal dan Sendi ...
9. Anestesi ...
10.Vitamin ...
11.Infus ...
12.Antiinfeksi ...
C. Profil Penggunaan Antibiotik Profilaksis ... 26
26
26
27
27
28
29
30
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
39
41
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Golongan dan jenis antibiotik profilaksis ...
2. Indikasi dan pilihan terapi antibiotik profilaksis ...
3. Rute pemberian antibiotik profilaksis ...
4. Waktu pemberian antibiotik profilaksis ...
D. Drug Related Problems (DRPs) ...
1. Terapi tanpa indikasi ...
2. Dosis terlalu rendah ...
3. Efek obat merugikan ...
4. Dosis terlalu tinggi ...
E. Outcome terapi ...
1. Lama tinggal (length of stay) ...
2. Keadaan pasien keluar ...
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...
A. Kesimpulan ...
B. Saran ...
DAFTAR PUSTAKA ...
LAMPIRAN ...
BIOGRAFI PENULIS ... 41
42
42
43
44
46
46
48
48
49
50
50
52
52
55
56
58
135
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I.
Tabel II.
Tabel III.
Tabel IV.
Tabel V.
Tabel VI.
Tabel VII.
Tabel VIII.
Kuman Penginfeksi yang Umumnya Muncul pada Kulit
/ Jaringan Lunak ...
Klasifikasi keadaan fisik menurut American Society of
Anesthesiologists (ASA) ………..……
Faktor risiko surgical site infection dari segi pasien dan
segi proses bedah ………..………...
Terapi empirik antibiotik profilaksis pada bedah
orthopaedi ...
Penyebab-penyebab drug related problems menurut
pengelompokan jenis DRPs .………
Profil penggunaan obat pada pasien fraktur di unit bedah
RS Panti Rapih Yogyakarta periode Agustus 2007 -
September 2007 ..……….
Golongan dan jenis obat analgesik / antiinflamasi pasien
fraktur di unit bedah RS Panti Rapih Yogyakarta
periode Agustus 2007 - September 2007 .………
Golongan dan jenis obat saluran cerna pasien fraktur di
unit bedah RS Panti Rapih Yogyakarta periode Agustus
2007 - September 2007 ...……….
9
13
13
17
18
29
31
32
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel IX.
Tabel X.
Tabel XI.
Tabel XII.
Tabel XIII.
Tabel XIV.
Tabel XV.
Golongan dan jenis obat antidiabetik pasien fraktur di
unit bedah RS Panti Rapih Yogyakarta periode Agustus
2007 - September 2007 ...……….
Golongan dan jenis obat saluran nafas pasien fraktur di
unit bedah RS Panti Rapih Yogyakarta periode Agustus
2007 - September 2007 ………
Golongan dan jenis obat sistem kardiovaskular pasien
fraktur di unit bedah RS Panti Rapih Yogyakarta
periode Agustus 2007 - September 2007 …….…………
Golongan dan jenis obat otot skeletal dan sendi pasien
fraktur di unit bedah RS Panti Rapih Yogyakarta
periode Agustus 2007 - September 2007 ……….
Cara pemberian anestesi pasien fraktur di unit bedah RS
Panti Rapih Yogyakarta periode Agustus 2007 -
September 2007 ………...
Golongan dan jenis obat anestesi pasien fraktur di unit
bedah RS Panti Rapih Yogyakarta periode Agustus 2007
- September 2007 ……….
Golongan dan jenis vitamin pasien fraktur di unit bedah
RS Panti Rapih Yogyakarta periode Agustus 2007 -
September 2007 ………...
34
34
35
36
37
38
38
Tabel XVI.
Tabel XVII.
Tabel XVIII.
Tabel XIX.
Tabel XX.
Tabel XXI.
Tabel XXII.
Golongan dan jenis infus pada pasien fraktur di unit
bedah RS Panti Rapih Yogyakarta periode Agustus 2007
- September 2007 ……….
Golongan dan jenis obat antiinfeksi pasien fraktur di
unit bedah RS Panti Rapih Yogyakarta periode Agustus
2007 - September 2007 ………
Golongan dan jenis antibiotik profilaksis pasien fraktur
di unit bedah RS Panti Rapih Yogyakarta periode
Agustus 2007 - September 2007 ………..
Jenis terapi pasien fraktur di unit bedah RS Panti Rapih
Yogyakarta periode Agustus 2007 - September 2007 ….
Rute pemberian antibiotik profilaksis pasien fraktur di
unit bedah RS Panti Rapih Yogyakarta periode Agustus
2007 - September 2007 ...
Waktu pemberian antibiotik profilaksis pasien fraktur di
unit bedah RS Panti Rapih Yogyakarta periode Agustus
2007 - September 2007 ...
Jenis DRPs penggunaan antibiotik profilaksis pasien
fraktur di unit bedah RS Panti Rapih Yogyakarta
periode Agustus 2007 - September 2007 ...
39
40
41
42
43
43
45
xx
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel XXIII.
Tabel XXIV.
Tabel XXV.
Tabel XXVI.
Kasus DRPs terapi tanpa indikasi pada penggunaan
antibiotik profilaksis pasien fraktur di unit bedah RS
Panti Rapih Yogyakarta periode Agustus 2007 -
September 2007 ...
Kasus DRPs dosis terlalu rendah pada penggunaan
antibiotik profilaksis pasien fraktur di unit bedah RS
Panti Rapih Yogyakarta periode Agustus 2007 -
September 2007 ...
Kasus DRPs efek obat merugikan pada penggunaan
antibiotik profilaksis pasien fraktur di unit bedah RS
Panti Rapih Yogyakarta periode Agustus 2007 -
September 2007 ...
Kasus DRPs dosis terlalu tinggi pada penggunaan
antibiotik profilaksis pasien fraktur di unit bedah RS
Panti Rapih Yogyakarta periode Agustus 2007 -
September 2007 ...
46
47
48
49
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.
Gambar 7.
Gambar 8.
Tipe-tipe fraktur ...
Infeksi yang dapat terjadi pada bedah orthopaedi ...
Persentase Pasien Fraktur Berdasarkan Umur di RS
Panti Rapih Yogyakarta Periode Agustus 2007 -
September 2007 ...
Persentase Pasien Fraktur Berdasarkan Jenis Kelamin
di RS Panti Rapih Yogyakarta Periode Agustus 2007 -
September 2007 ...
Persentase Pasien Fraktur Berdasarkan Penyakit
Penyerta di RS Panti Rapih Yogyakarta Periode
Agustus 2007 - September 2007 ...
Persentase Pasien Fraktur Berdasarkan Penyebab di RS
Panti Rapih Yogyakarta Periode Agustus 2007 -
September 2007 ...
Profil penggunaan obat pada pasien fraktur di unit
bedah RS Panti Rapih Yogyakarta periode Agustus
2007 - September 2007 ...
Lama perawatan (length of stay) pasien fraktur di unit
bedah RS Panti Rapih Yogyakarta periode Agustus
8
10
26
27
28
29
30
xxii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 9.
2007 - September 2007 ...
Keadaan pasien fraktur yang menjalani bedah
orthopaedi ketika keluar dari RS Panti Rapih periode
Agustus 2007 - September 2007 ...
50
51
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Surat ijin penelitian di RS Panti Rapih Yogyakarta ...
Daftar istilah penting pada bedah orthopaedi kasus
fraktur ...
Nilai normal pemeriksaan data laboratorium bedah
orthopaedi kasus fraktur yang menerima antibiotik
profilaksis di unit bedah RS Panti Rapih Yogyakarta
pada periode Agustus 2007 - September
2007...
Golongan dan jenis obat pada bedah orthopaedi kasus
fraktur di unit bedah RS Panti Rapih Yogyakarta
periode Agustus 2007 - September 2007...
Analisis Drug Related Problems pasien fraktur yang
menerima antibiotik profilaksis di unit bedah RS Panti
Rapih Yogyakarta pada periode Agustus 2007 -
September 2007 ...
58
59
60
63
69
xxiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Bedah orthopaedi sering dikaitkan dengan kejadian patah tulang (fraktur)
karena memang lebih dari 50% kasus bedah orthopaedi ditempati oleh kasus fraktur
yang termasuk trauma. Trauma dapat terjadi akibat olah raga (sport injuries), serta
akibat kecelakaan lalu lintas (Reksoprodjo, 2006). Kasus fraktur berupa fraktur
tertutup dan fraktur terbuka memerlukan terapi bedah yang harus dilakukan dengan
tepat karena berpotensi menyebabkan berbagai masalah. Permasalahan yang dapat
muncul yaitu fungsi anggota tubuh tidak maksimal atau tidak berfungsi seperti
semula, serta dapat juga muncul permasalahan lain seperti munculnya kejadian
infeksi yang disebut dengan istilah osteomyelitis (infeksi pada tulang) (Reksoprodjo,
2006). Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) diperkirakan ada
500.000 kasus Surgical Site Infections (SSI) tiap tahunnya di United States yang
menjadi penyebab meningkatnya biaya perawatan yang diikuti dengan peningkatan
morbiditas dan mortalitas (Prokuski, 2005).
Kasus infeksi nosokomial yang terjadi di United States menurut New
England Journal of Medicine (NEJM) yang terbit pada tanggal 1 April 2004
berkaitan dengan pemasangan implan pada bedah yang umumnya sulit sembuh
karena periode untuk terapi antibiotik yang digunakan harus lama dan terjadi
2
pengulangan prosedur bedah meskipun kejadian infeksi karena pemasangan kateter
tidak banyak. Menurut penelitian ini 2% dari 600.000 joint prosthesis dan 5% dari
2.000.000 fiksasi fraktur menyebabkan infeksi, dan biaya yang dikeluarkan untuk
terapi infeksi diperkirakan berturut-turut jika dalam nilai rupiah sekitar 300 juta dan
150 juta, biaya yang besar hanya untuk terapi infeksi (Calhoun, 2004).
Pencegahan infeksi pada bedah orthopaedi penting mengingat risiko
terjadinya infeksi pada kasus fraktur terutama fraktur terbuka karena berhubungan
dengan lingkungan luar, tetapi tidak menutup kemungkinan risiko infeksi pada kasus
fraktur tertutup jika prosedur bedah yang dilakukan tidak tepat. Pencegahan infeksi
pada bedah orthopaedi dilakukan salah satunya dengan pemberian antibiotik
profilaksis. Antibiotik profilaksis merupakan antibiotik yang diberikan untuk
mencegah infeksi atau untuk meminimalkan infeksi pada luka operasi (Gugliemo,
2005). Penggunaan antibiotik sebanyak 33%-50% di rumah sakit ditujukan sebagai
profilaksis bedah dan sebanyak 30%-90% penggunaan antibiotik profilaksis tidak
tepat terutama waktu pemberian dan durasi (Anonim, 2003).
Penggunaan antibiotik di rumah sakit yang tidak tepat dapat menimbulkan
permasalahan dalam pelayanan kesehatan. Permasalahan tentang penggunaan
antibiotik yang sering muncul yaitu masalah resistensi mikrobia terhadap antibiotik.
Biaya yang harus dikeluarkan pasien untuk bedah terutama bedah orthopaedi
tergolong mahal sehingga penggunaan antibiotik pada bedah terutama penggunaan
antibiotik profilaksis harus tepat. Tujuan penggunaan antibiotik ini adalah untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dapat mengurangi lama tinggal di rumah sakit dan tidak menambah biaya perawatan
di rumah sakit, dan akan berdampak pada pasien secara langsung atau secara tidak
langsung terhadap mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Pemberian antibiotik profilaksis dinilai ketepatannya dengan mengetahui
jenis antibiotik profilaksis (indikasi dan pilihan terapi), dosis, rute pemberian, waktu
pemberian, durasi, dan frekuensi pemberian. Penggunaan antibiotik profilaksis yang
kurang tepat yaitu pemberian yang tidak tepat (terlalu awal atau terlalu lama) dan
jumlah dosis tidak mencukupi pada saat operasi menjadi salah satu faktor risiko
munculnya Surgical Site Infections (SSI) (Doherty dan Way, 2006).
Selain itu, ketidakrasionalan penggunaan antibiotik profilaksis dapat
diketahui dengan munculnya Drug Related Problems (DRPs) yang meliputi
unnecessary drug therapy, needs additional drug therapy, ineffective drug, dosage
too low, adverse drug reaction, dosage too high, noncompliance (Cipolle, Strand,
dan Morley, 2004).
1. Perumusan Masalah
Perumusan masalah pada penelitian ini meliputi :
a. bagaimana karakteristik pasien bedah orthopaedi kasus fraktur yang meliputi
jumlah pasien, distribusi umur, jenis kelamin, penyakit penyerta, dan penyebab
4
b. seperti apa profil penggunaan obat pasien fraktur yang menjalani bedah
orthopaedi di RS Panti Rapih Yogyakarta periode Agustus 2007 - September
2007?
c. bagaimana penggunaan antibiotik profilaksis pada bedah orthopaedi kasus fraktur
yang meliputi golongan dan jenis antibiotik profilaksis, indikasi dan pilihan terapi
antibiotik profilaksis, rute pemberian antibiotik profilaksis, dan waktu pemberian
antibiotik profilaksis di unit bedah RS Panti Rapih Yogyakarta periode Agustus
2007 - September 2007?
d. apakah ada DRPs pada penggunaan antibiotik profilaksis pada bedah orthopaedi
kasus fraktur di unit bedah RS Panti Rapih Yogyakarta periode Agustus 2007 -
September 2007?
e. bagaimana outcome terapi pasien fraktur yang menjalani bedah orthopaedi yang
meliputi lama tinggal di rumah sakit (length of stay), keadaan pasien keluar rumah
sakit membaik/sembuh, atas permintaan sendiri, rawat jalan, keadaan semakin
parah, atau meninggal di unit bedah RS Panti Rapih Yogyakarta periode Agustus
2007 - September 2007?
2. Keaslian Penelitian
Berdasarkan data yang ditelusuri di Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma, penelitian mengenai kajian penggunaan antibiotik profilaksis dan evaluasi
DRPspada bedah orthopaedi kasus fraktur di unit bedah RS Panti Rapih Yogyakarta
periode Agustus 2007 – September 2007 belum pernah dilakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis penelitian ini yaitu bagi pihak RS Panti Rapih Yogyakarta
dapat dimanfaatkan sebagai kajian penggunaan antibiotik profilaksis di unit bedah
khususnya bedah orthopaedi kasus fraktur.
b. Manfaat Praktis
Manfaat praktis penelitian ini yaitu dapat digunakan sebagai salah satu
bahan evaluasi terhadap penggunaan antibiotik profilaksis terutama pada bedah
orthopaedi kasus fraktur di unit bedah RS Panti Rapih Yogyakarta guna
meningkatkan mutu pelayanan medik.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penggunaan antibiotik profilaksis
dan evaluasi DRPs pada bedah orthopaedi kasus fraktur di unit bedah RS Panti
Rapih Yogyakarta periode Agustus 2007 - September 2007.
2. Tujuan khusus pada penelitian ini adalah :
a. memberikan gambaran mengenai karakteristik pasien bedah orthopaedi kasus
fraktur yang meliputi jumlah pasien, distribusi umur, jenis kelamin, penyakit
penyerta, dan penyebab fraktur di RS Panti Rapih Yogyakarta periode
6
b. dapat mengetahui profil penggunaan obat pasien fraktur yang menjalani bedah
orthopaedi di RS Panti Rapih Yogyakarta periode Agustus 2007 - September
2007.
c. mengetahui penggunaan antibiotik profilaksis pada bedah orthopaedi kasus
fraktur yang meliputi golongan dan jenis antibiotik profilaksis, indikasi dan
pilihan terapi antibiotik profilaksis, rute pemberian antibiotik profilaksis, dan
waktu pemberian antibiotik profilaksis di unit bedah RS Panti Rapih
Yogyakarta periode Agustus 2007 - September 2007.
d. untuk mengetahui DRPs pada penggunaan antibiotik profilaksis pada bedah
orthopaedi kasus fraktur di unit bedah RS Panti Rapih Yogyakarta periode
Agustus 2007 - September 2007.
e. dapat mengetahui outcome terapi pasien fraktur yang menjalani bedah
orthopaedi yang meliputi lama tinggal di rumah sakit (length of stay), keadaan
pasien keluar rumah sakit membaik/sembuh, atas permintaan sendiri, rawat
jalan, keadaan semakin parah, atau meninggal di unit bedah RS Panti Rapih
Yogyakarta periode Agustus 2007 - September 2007.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Fraktur 1. Definisi Fraktur
Fraktur merupakan keadaan terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang
rawan. Tanda-tanda yang muncul pada fraktur dapat berupa riwayat trauma dan nyeri
dan tanda klinis yaitu terjadinya gerakan yang tidak normal pada tempat fraktur yang
akan menyebabkan kehilangan fungsi karena diskontinuitas tulang (Reksoprojo,
2006).
2. Tipe-Tipe Fraktur
Jenis fraktur ada dua yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Luka pada
fraktur terbuka dapat mengakibatkan terjadinya hubungan dengan lingkungan luar
yang akan menimbulkan risiko infeksi (Reksoprojo, 2006). Tipe fraktur yang
merupakan fraktur tertutup yaitu dapat berbentuk obligue (fraktur berbentuk miring
dan terdapat sudut axis), comminuted (fraktur yang terdapat fragmen-fragmen), dan
spiral (fraktur mengelilingi axis pada tulang). Fraktur dengan tipe compound sering
disebut fraktur terbuka yang terdapat robekan kulit di atasnya dan berpotensi
menimbulkan infeksi. Berikut ini merupakan gambar dari tipe-tipe fraktur:
8
(Lewis, 2006)
Gambar 1. Tipe-tipe fraktur 3. Penatalaksanaan Fraktur
Hal-hal yang harus segera dilakukan pada fraktur adalah:
a. Menghilangkan rasa nyeri dapat dilakukan dengan memberikan opiat
intravena, blok saraf, gips, dan traksi.
b. Apabila pasien mengalami pendarahan, maka segera dilakukan dengan
mencari donor darah dengan golongan darah yang sesuai.
c. Apabila terjadi fraktur terbuka, maka perlu dilakukan debridement
(mengelupas jarungan-jaringan yang mati), pemberian antibiotik, dan
profilaksis tetanus (Grace dan Borley, 2006).
Terapi definitif yang diberikan pada fraktur yaitu:
a. Reduksi baik itu pada fraktur tertutup maupun fraktur terbuka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
b. Imobilisasi dengan gips, fiksasi internal, maupun dengan fiksasi
eksternal.
c. Rehabilitasi yang bertujuan mengembalikan keadaan pasien seperti
keadaan semula (Grace dan Borley, 2006).
B. Infeksi 1. Definisi Infeksi
Infeksi merupakan proses pada waktu organisme berupa bakteri, virus, dan
jamur masuk ke dalam tubuh atau jaringan, yang mampu menyebabkan munculnya
penyakit serta dapat menyebabkan trauma atau kerusakan (Grace dan Borley, 2006).
Kuman penginfeksi yang umumnya muncul pada kulit atau jaringan lunak dapat
dilihat pada tabel I.
Tabel I. Kuman Penginfeksi yang Umumnya Muncul pada Kulit / Jaringan Lunak
Tempat / Tipe Infeksi Kuman penginfeksi
Selulitis Streptococcus kelompok A, Staphylococcus
aureus
Pada kateter intravena Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis
Luka operasi Staphylococcus aureus, gram-negatif yang berbentuk batang
Ulkus diabetes Staphylococcus aureus, gram-negatif aerobic yang berbentuk batang, anaerob
Furuncle Staphylococcus aureus
(McEvoy, 2005).
2. Surgical Site Infection
a. Definisi Surgical Site Infection
Surgical Site Infection merupakan infeksi yang terjadi pada tempat
10
virus, dan jamur (Grace dan Borley, 2006). Contoh infeksi spesifik yang
diakibatkan oleh pembedahan adalah selulitis, tetanus, dan gangren gas,
sedangkan infeksi pascaoperasi dapat berupa infeksi luka, infeksi intra-abdomen,
abses intra-abdomen, infeksi pernafasan, infeksi saluran kemih, infeksi jalur
sentral intravena, dan enterokolitis pseudomembranosa (Grace dan Borley, 2006).
(Prokuski, 2005)
Gambar 2. Infeksi yang dapat terjadi pada bedah orthopaedi
b. Penatalaksanaan Surgical Site Infection
Pencegahan yang dilakukan sebelum terjadi infeksi dapat berupa:
1) operasi dilakukan sesingkat mungkin
2) kulit pasien dibersihkan dengan antiseptik, sedangkan dokter bedah
dan perawat hendaknya menggunakan teknik yang aseptis
3) dilakukan filtrasi / penyaringan terhadap udara pada kamar operasi
4) personil yang terlibat dalam pembedahan menggunakan Alat
Perlindungan Diri (APD)
5) pemberian antibiotik profilaksis (Grace dan Borley, 2006).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Hal-hal yang dilakukan apabila sudah terjadi infeksi:
1) penegakan diagnosis bakteri penginfeksi dengan kultur spesimen yang
tepat
2) pemberian antibiotik berdasarkan kultur (terapi absolut / definitif) dan
berdasar organisme yang paling mungkin menginfeksi (terapi empirik)
3) drainase untuk mengeluarkan kumpulan cairan yang terinfeksi (Grace
dan Borley, 2006).
c. Faktor Risiko Surgical Site Infection
Ada empat macam faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya Surgical Site
Infection yaitu klasifikasi bedah, pemasangan implan prosthetic, lama bedah, dan
co-morbiditas (Anonim, 2000).
1) klasifikasi bedah
Bedah menurut National Research Council Wound Classification
diklasifikasikan menjadi 4 yaitu bedah bersih, bedah bersih terkontaminasi, bedah
terkontaminasi, dan bedah kotor.
a) Bedah bersih
Kriteria bedah bersih yaitu: tidak ada inflamasi, operasi tidak
menembus saluran gastrointestinal, saluran pernafasan, saluran orofaring,
12
kesulitan teknis. Terdapat mikroflora kulit yang berpotensi menjadi
kontaminan luka dengan perkiraan tingkat infeksi 2-4 %.
b) Bedah bersih terkontaminasi
Kriteria bedah ini adalah: penembusan gastrointestinal, saluran
pernafasan, atau saluran kemih tetapi tidak banyak terjadi kontaminasi dengan
kesulitan teknik tidak berarti dan tingkat infeksi diperkirakan sebesar 5-15%.
c) Bedah terkontaminasi
Kriteria bedah terkontaminasi ialah: kontaminasi berasal dari saluran
gastrointestinal, bersifat akut, mengalami inflamasi nonpurulent, operasi
berlangsung lama (waktu kurang dari 4 jam) atau mengalami kesulitan teknis,
perkiraan tingkat infeksi sebesar 16-25%.
d) Bedah kotor
Kriteria untuk bedah kotor yaitu: operasi berlangsung lama lebih dari 4 jam,
ada proses infeksi yang aktif atau infeksi klinis (purulent, abses, atau terdapat
jaringan yang nekrosis), perforasi organ tubuh dan perkiraan tingkat infeksi
sebesar 40-70% (DiPiro, Talbert, Yee, Matzle, Wells, dan Posey, 2005).
2) Pemasangan implant prosthetic
3) Lama bedah
4) Co-morbiditas
Menurut American Society of Anesthesiologists (ASA) dibagi berdasar
klasifikasi keadaan fisik dan yang memiliki nilai > 2 berhubungan dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
peningkatan risiko surgical site infection dan risiko ini merupakan tambahan
risiko pada klasifikasi bedah dan lama bedah.
Tabel II. Klasifikasi keadaan fisik menurut American Society of Anesthesiologists (ASA)
Skor ASA Keadaan Fisik
1 Pasien dengan keadaan normal
2 Pasien dengan penyakit sistemik sedang
3 Pasien dengan penyakit sistemik berat yang memiliki keterbatasan aktivitas tetapi masih memiliki daya tahan tubuh
4 Pasien yang tidak mempunyai daya tahan dengan penyakit sistemik yang dapat mengancam hidup
5 Pasien yang hampir meninggal dan tidak dapat bertahan selama 24 jam dengan atau tanpa bedah
(Anonim, 2000).
Faktor risiko terjadinya surgical site infection dapat pula dari segi pasien dan
segi proses bedah. Tabel berikut ini merupakan faktor risiko dari kedua aspek
tersebut.
Tabel III. Faktor risiko surgical site infection dari segi pasien dan segi proses bedah
Segi pasien Segi proses bedah
Umur Durasi pembersihan bedah
Status nutrisi Penyakit diabetes
Persiapan preoperatif Pencukuran daerah operasi
Perokok Lama bedah
Obesitas Antibiotik profilaksis
Sudah terjadi infeksi terlebih dahulu Ventilasi ruang operasi Kolonisasi dengan mikroorganisme resisten Sterilisasi alat-alat bedah
Respon imun Pemasangan implan prosthetic
Lamanya tinggal saat preoperasi Drainase bedah Tehnik bedah
(DiPiro dkk., 2005)
C. Antibiotik Profilaksis 1. Definisi Antibiotik Profilaksis
Antibiotik profilaksis merupakan antibiotik yang diberikan untuk sebelum
14
antibiotik profilaksis untuk mencegah berkembangnya infeksi. Antibiotik profilaksis
digunakan untuk mencegah infeksi pada pasien yang berisiko tinggi maupun dari
prosedur yang berisiko terjadinya infeksi (DiPiro dkk., 2005).
Prinsip penggunaan antibiotik profilaksis:
a. pemilihan antibiotik efektif untuk mengatasi tipe kontaminasi
b. penggunaan antibiotik hanya digunakan pada risiko infeksi
c. pemberian antibiotik harus sesuai dosis dan waktu pemberian
d. dosis dihentikan sebelum terjadi risiko efek samping lebih besar dibanding
keuntungannya (Doherty dan Way, 2006).
2. Jenis-Jenis Antibiotik Profilaksis
Cefazolin, cefotaxime, ceftriaxone, dan cefuroxime digunakan sebagai
perioperatif untuk mengurangi kejadian infeksi pada pasien dengan bedah yang
mengenai saluran pencernaan atau saluran kencing, bedah kandungan, bedah
kardiovaskular, bedah noncardiac thoracic atau prosthetic arthoplasty. Bukti yang
menyatakan bahwa dengan anti infektif yang sesuai dapat mencegah infeksi terutama
pada infeksi luka. Pemilihan profilaksis harus dipertimbangkan terhadap risiko efek
samping (seperti reaksi sensitivitas), resistensi bakteri, atau superinfeksi, interaksi
obat, dan biaya. Profilaksis sebelum operasi biasanya hanya direkomendasikan untuk
prosedur dengan risiko infeksi yang tinggi, prosedur yang meliputi implantasi
material prosthetic, dan prosedur yang mengakibatkan infeksi yang serius (McEvoy,
2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tidak ada bukti bahwa generasi III cephalosporin lebih efektif dibanding
generasi I dan II cephalosporin (misal cefazolin, cefuroxime) untuk profilaksis pada
bedah obsgin, saluran empedu, kardiovaskular, atau pada bedah orthopaedi. Generasi
III cephalosporin (misal cefoperazone, cefotaxime, ceftriaxone, ceftazidime,
ceftizoxime) atau generasi IV cephalosporin (misal cefepime) sebaiknya tidak
digunakan untuk profilaksis karena beberapa alasan yaitu harganya yang mahal,
beberapa kurang aktif dibanding cefazolin dalam mengatasi staphylococci dan
memiliki aktivitas spektrum yang lebih lebar untuk organisme pada bedah elektif, dan
penggunaannya sebagai profilaksis dapat meningkatkan kejadian resistensi (McEvoy,
2005).
3. Rekomendasi Antibiotik Profilaksis pada Bedah Orthopaedi
Antibiotik profilaksis pada bedah orthopaedi (pada total joint replacement,
fiksasi internal fraktur), merekomendasikan penggunaan cefazolin dengan rute
pemberian secara intravena atau sebagai pilihan lain yaitu dengan pemberian
vancomycin secara intravena pada pasien yang hipersensitif terhadap β-lactam atau di
rumah sakit yang diketahui S.aureus dan S.epidermidis (bakteri yang sering diketahui
sebagai penyebab infeksi luka) telah resisten terhadap oxacillin (McEvoy, 2005).
4. Waktu dan Dosis Pemberian
Pemberian antibiotik profilaksis dosis tunggal secara intravena diberikan
tidak lebih dari 30 menit sebelum mulai bedah agar konsentrasi dalam jaringan
adekuat sampai proses bedah selesai. Jika bedah berlangsung lama (lebih dari 4 jam),
16
pendek (misal cefoxitine), maka diberikan dosis tambahan antibiotik profilaksis 1 atau
lebih selama proses bedah setiap 4-8 jam selama durasi bedah (McEvoy, 2005).
Menurut Therapeutic Guidelines Antibiotic Version 12, antibiotik profilaksis
diberikan secara parenteral, namun pada keadaan tertentu dapat diberikan secara oral
atau suppositoria. Pemberian secara intravena segera setelah pasien mendapat
induksi anestesi, pemberian intramuskular pada saat premedikasi, pemberian
suppositoria 2-4 jam sebelum pembedahan, dan per oral 6-12 jam sebelum
pembedahan. Durasi optimal profilaksis tidak dapat diperkirakan tetapi biasanya tidak
lebih dari 24 jam dan antibiotik profilaksis dosis kedua pada bedah diberikan apabila
bedah berlangsung lama (lebih dari 3 jam). Selain itu, antibiotik dosis kedua
diberikan apabila:
a. ada penundaan pada permulaan bedah
b. jika bedah berlangsung lama sehingga pemberian profilaksis berikutnya menjadi
setengah dari interval dosis terapeutik awal. Sebagai contoh interval dosis awal
6 jam, maka interval dosis kedua setelah 3 jam
c. pada keadaan spesifik, contohnya pada amputasi ischaemic limb (Anonim,
2003).
Berikut ini merupakan terapi empirik (educated guess) yaitu terapi
berdasarkan kuman penginfeksi yang pada umumnya muncul pada bedah orthopaedi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel IV. Terapi empirik antibiotik profilaksis pada bedah orthopaedi
Kuman penginfeksi
Rekomendasi Antibiotik
Profilaksis Keterangan
Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis
Pengantian sendi: Cefazolin 1 g x 1 preop, lalu
pemberian setiap 8 jam ialah 2x
Fraktur lutut: ketentuannya sama diatas kecuali dilanjutkan untuk 48 jam
Fraktur terbuka diasumsikan terkontaminasi dengan basillus gram-negatif: maka aminoglokosida bisa digunakan
(DiPiro dkk., 2005)
D. Drug Related Problems (DRPs) 1. Definisi Drug Related Problems
Drug Related Problems yaitu kejadian yang tidak diinginkan yang dialami
oleh pasien pada waktu menjalani terapi pengobatan dan dapat mengganggu outcome
yang diharapkan dan dapat juga dapat merugikan pasien. Drug Related Problems
sering dialami pada waktu penggunaan obat dalam praktek klinis yang dapat
berakibat pada ketidakrasionalan penggunaan obat.
Permasalahan dalam terapi obat dapat dipengaruhi oleh keadaan pasien dan
obat itu sendiri serta diperlukan peran farmasis dalam mengatasi dan mencegah
ketidakrasionalan pengobatan (Cipolle dkk., 2004).
2. Pengelompokan Drug Related Problems
Permasalahan yang sering muncul dapat dikelompokkan menjadi 7 drug
related problems yang berkaitan dengan indikasi, efektivitas, keamanan, dan
kepatuhan. Ketujuh Drug Related Problems tersebut adalah:
a. terapi tanpa indikasi (unnecessary drug therapy)
18
c. pemilihan obat yang kurang efektif (ineffective drug)
d. dosis terlalu rendah (dosage too low)
e. efek obat merugikan (adverse drug reaction)
f. dosis terlalu tinggi (dosage too high), dan
g. ketidakpatuhan pasien (noncompliance)
Dari ketujuh permasalahan tersebut dapat diketahui outcome dari pasien yang berupa
keamanan dan efektivitas terapi (Cipolle dkk., 2004).
3. Penyebab Drug Related Problems
Berikut ini merupakan penyebab-penyebab Drug Related Problems yang
dapat terjadi pada terapi.
Tabel V . Penyebab-penyebab drug related problems menurut pengelompokan jenis DRPs (Cipolle dkk., 2004)
Jenis DRPs Penyebab DRPs
Terapi tanpa indikasi (unnecessary drug therapy)
Terapi yang diperoleh saat ini sudah tidak sesuai. Menggunakan terapi polifarmasi yang seharusnya dapat
menggunakan terapi tunggal.
Kondisi yang seharusnya mendapat terapi non farmakologi. Terapi efek samping yang dapat diganti dengan penggantian
pengobatan lainnya.
Penyalah-gunaan obat, penggunaan alkohol, dan kebiasaan merokok yang menjadi masalah.
Memerlukan terapi tambahan (needs additional drug
therapy)
Munculnya kondisi kronis yang membutuhkan terapi. Memerlukan terapi pencegahan untuk mengurangi risiko munculnya
kondisi medis yang baru.
Tambahan terapi obat kombinasi untuk memperoleh efek yang kuat atau efek tambahan.
Pemilihan obat yang kurang efektif (ineffective drug)
Obat yang digunakan tidak efektif dengan kondisi medis yang dihadapi.
Kondisi medis yang sukar untuk sembuh dengan pengobatan saat itu. Bentuk sediaan yang kurang tepat.
Obat yang digunakan tidak sesuai dengan indikasi yang diterapi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel V. lanjutan
Dosis terlalu rendah (dosage too low)
Dosis terlalu rendah untuk dapat memberikan respon. Jarak pemberian obat dalam frekuensi yang jarang untuk
memberikan respon.
Interaksi obat mengurangi jumlah obat yang tersedia dalam bentuk aktif.
Durasi terapi obat terlalu pendek untuk menghasilkan respon.
Efek obat merugikan (adverse drug reaction)
Obat menimbulkan efek yang tidak diinginkan tetapi tidak ada hubungannya dengan dosis.
Obat yang aman memiliki faktor risiko.
Interaksi obat menyebabkan reaksi yang tidak diharapkan tetapi tidak ada hubungannya dengan dosis.
Aturan dosis telah diberikan atau diubah terlalu cepat. Obat yang menyebabakan alergi.
Obat yang memiliki kontraindikasi yang merupakan faktor risiko.
Dosis terlalu tinggi (dosage too high)
Dosis yang diberikan terlalu tinggi. Frekuensi pemberian obat terlalu pendek. Durasi terapi pengobatan terlalu panjang. Interaksi obat dapat menghasilkan reaksi toksik.
Obat diberikan terlalu cepat.
Ketidakpatuhan pasien (noncompliance)
Pasien tidak memahami perintah. Pasien lebih suka tidak menggunakan obat.
Pasien lupa untuk menggunakan obat. Obat terlalu mahal untuk pasien.
Pasien tidak dapat menelan obat atau menggunakan obat sendiri secara tepat.
Obat yang digunakan tidak cocok untuk pasien.
E. Keterangan Empiris
Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh kajian tentang penggunaan
antibiotik profilaksis yang meliputi golongan dan jenis antibiotik profilaksis, indikasi
dan pilihan terapi antibiotik profilaksis, rute pemberian, waktu pemberian, dan
outcome terapi serta untuk mengetahui ada tidaknya DRPs penggunaan antibiotik
profilaksis pada bedah orthopaedi kasus fraktur di unit bedah RS Panti Rapih
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian noneksperimental karena tidak ada
perlakuan pada subyek uji. Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif
evaluatif yang menggambarkan keadaan pada periode tertentu serta tidak
mengkorelasikan antarvariabel dan dari data yang diperoleh dilakukan evaluasi
terhadap adanya Drug Related Problems (DRPs). Penelitian bersifat retrospektif yaitu
mengambil data dari data yang sudah ada yaitu kartu rekam medik bulan Agustus
2007 - September 2007.
B. Definisi Operasional
a. Pasien adalah yang menjalani bedah orthopaedi kasus fraktur baik itu fraktur
tertutup maupun fraktur terbuka di unit bedah RS Panti Rapih Yogyakarta periode
Agustus 2007 - September 2007.
b. Nama obat yaitu nama generik yang digunakan selama perawatan di rumah sakit.
c. Antibiotik profilaksis yaitu antibiotik yang digunakan sebelum terjadi infeksi dan
digunakan pada operasi yang memiliki risiko tinggi terhadap munculnya infeksi.
d. Cara pemberian yaitu pemberian obat kepada pasien secara oral, intravena,
intramuscular, atau per rektal.
20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
e. Evaluasi yaitu melihat penggunaan antibiotik profilaksis serta menganalisis
kerasionalan dan permasalahan yang berhubungan dengan penggunaan antibiotik
profilaksis dengan mengetahui adanya drug related problems yang muncul.
f. Lama perawatan yaitu waktu yang diperlukan pasien menjalani perawatan di
rumah sakit.
g. Outcome terapi yaitu kondisi pasien ketika keluar dari rumah sakit setelah
menjalani perawatan yang meliputi pasien sembuh / membaik, pulang atas
permintaan sendiri, atau pasien memburuk.
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah pasien yang menjalani bedah orthopaedi kasus
fraktur yang memperoleh antibiotik profilaksis di unit bedah RS Panti Rapih
Yogyakarta periode Agustus 2007 - September 2007.
D. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kartu rekam
medik pada pasien bedah orthopaedi kasus fraktur di unit bedah RS Panti Rapih
Yogyakarta periode Agustus 2007 – September 2007.
E. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di bagian rekam medik RS Panti Rapih Yogyakarta Jl.
Cik Ditiro No.30 Yogyakarta.
F. Jalannya Penelitian
Jalannya penelitian terbagi menjadi 4 tahap yaitu tahap perencanaan, tahap
22
1. Tahap Perencanaan
Tahap ini dilakukan dengan mengajukan proposal dan surat ijin ke bagian
personalia RS Panti Rapih untuk dibawa kepada direktur RS Panti Rapih sebagai
bahan pertimbangan penelitian dapat atau tidak dapat dilaksanakan.
2. Tahap Analisis Situasi
Pada tahap ini dilakukan dengan mencari informasi mengenai jumlah pasien
bedah orthopaedi pada umumnya dan secara khusus pasien fraktur pada periode
Agustus 2007 - September 2007. Jumlah pasien orthopaedi yaitu 180 pasien baik
itu yang menjalani bedah maupun yang tidak menjalani bedah. Pasien yang
memiliki diagnosa fraktur yaitu sebanyak 119 pasien baik yang menjalani bedah
maupun yang tidak menjalani bedah, dan sebanyak 101 pasien fraktur menjalani
bedah yang dievaluasi penggunaan antibiotik profilaksisnya.
3. Tahap Pengumpulan Data
Tahap pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data yang
diperoleh dari kartu rekam medis pasien bedah orthopaedi kasus fraktur yang
meliputi data diri pasien, penggunaan obat selama perawatan di rumah sakit, lama
bedah, dan data lab yang mendukung.
4. Tahap Evaluasi Data
Data yang diperoleh dari pengumpulan data kemudian dikelompokkan ke
dalam 4 bagian yaitu: gambaran umum, profil penggunaan obat, profil
penggunaan antibiotik profilaksis, dan Drug Related Problems (DRPs).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
G. Tahap Analisis Data
1. Gambaran Umum
Analisis data dari pengelompokan pasien fraktur berdasarkan jumlah pasien,
distribusi umur, jenis kelamin, penyakit penyerta, dan penyebab fraktur dengan
menggunakan rumus (1).
2. Profil penggunaan obat
Pengelompokan obat berdasarkan efek farmakologis yaitu Anti Tetanus
Serum (ATS), Tetanus Toxoid (TT), analgesik / antinflamasi, obat saluran cerna,
obat antidiabetik, obat saluran nafas, sistem kardiovaskular, obat skeletal dan
sendi, anestesi, vitamin, infus, dan antiinfeksi. Penghitungan persentase profil
penggunaan obat dengan rumus (1).
3. Profil Penggunaan Antibiotik Profilaksis
Penggunaan antibiotik profilaksis dikelompokkan menjadi 4 yaitu: golongan
dan jenis antibiotik profilaksis, indikasi dan pilihan terapi antibiotik profilaksis,
rute pemberian, dan waktu pemberian antibiotik profilaksis. Penghitungan
persentase profil penggunaan antibiotik profilaksis dengan rumus (1).
4. Drug Related Problems (DRPs)
Identifikasi DRPs dilakukan untuk dapat mengetahui permasalahan yang
terkait dengan penggunaan antibiotik profilaksis serta dapat menentukan
kerasionalan penggunaan antibiotik profilaksis. DRPsyang ada yaitu:
a. terapi tanpa indikasi (unnecessary drug therapy)
24
c. pemilihan obat yang kurang efektif (ineffective drug)
d. dosis terlalu rendah (dosage too low)
e. efek obat merugikan (adverse drug reaction)
f. dosis terlalu tinggi (dosage too high), dan
g. ketidakpatuhan pasien (noncompliance)
Presentase (%) DRPs dihitung dengan rumus (1). Dari ketujuh DRPs
tersebut diperoleh 66 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan memilki DRPs yang
meliputi 1 kasus terapi tanpa indikasi, 44 kasus dosis terlalu rendah, 24 kasus efek
obat merugikan, dan 54 kasus dosis terlalu tinggi.
Kriteria inklusi evaluasi DRPs penggunaan antibiotik profilaksis pada bedah
orthopaedi kasus fraktur. Data memuat:
a. penggunaan antibiotik profilaksis (jenis, cara pemberian, durasi pemberian
dan waktu pemberian antibiotik profilaksis)
b. lama operasi (untuk menentukan ketepatan frekuensi antibiotik profilaksis)
c. jenis operasi (untuk menentukan ketepatan indikasi pemberian antibiotik
profilaksis)
Acuan yang digunakan untuk evaluasi DRPs yaitu Pharmaceutical Care
Practice : The Clinician’s Guide 2nd ed. (Cipolle dkk., 2004), Pharmacotherapy : A
Pathophysiologic Approach 6th ed. (DiPiro dkk., 2005) untuk terapi kuman
penginfeksi, Therapeutic Guidelines Antibiotic Version 12 (Anonim, 2003) untuk
evaluasi penggunaan antibiotik profilaksis, dan untuk penggunaan antibiotik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
profilaksis pada bedah orthopaedi menggunakan standar AHFS Drug Information ®
(McEvoy, 2005).
5. Outcome terapi
Outcome terapi dapat diketahui dari lama tinggal di rumah sakit (length of
stay), kondisi pasien keluar dari rumah sakit setelah menjalani perawatan yang
meliputi pasien sembuh / membaik, pulang atas permintaan sendiri, atau pasien
memburuk.
Rumus yang digunakan:
Persentase (%) = 100%
) (
/ Χ
n total
pasien jumlah
kasus jumlah
H. Kesulitan-kesulitan selama penelitian
1. Waktu pengambilan data di RS Panti Rapih Yogyakarta sangat singkat (4 jam),
maka diperlukan membuat blangko terlebih dahulu sehingga pengambilan data
lebih teratur dan efisien.
2. Pengambilan data agak terhambat dengan kesibukan dari rumah sakit, sehingga
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum
Gambaran umum pasien fraktur merupakan gambaran mengenai pasien yang
mengalami fraktur yang dilihat dari berbagai aspek, disajikan dalam 4 bagian yaitu:
persentase pasien fraktur berdasarkan umur, jenis kelamin, penyakit penyerta, dan
berdasarkan penyebabnya.
1. Persentase Pasien Fraktur Berdasarkan Umur
Pasien bedah orthopaedi kasus fraktur dikelompokkan berdasarkan umur
0-10 tahun, 11-20 tahun, 21-30 tahun, 31-40 tahun, 41-50 tahun, 51-60 tahun, dan lebih
dari 60 tahun. Presentase pasien fraktur disajikan pada gambar 3.
4,95%
17,82%
24,75% 13,86%
11,88% 12,87%
13,86% 1-10 tahun 11-20 tahun
21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun
> 60 tahun
Gambar 3. Persentase Pasien Fraktur Berdasarkan Umur di RS Panti Rapih Yogyakarta Periode Agustus 2007 - September 2007
26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dari gambar 3 dapat diketahui jumlah pasien fraktur yang berumur 21-30
tahun memiliki persentase paling banyak yaitu 24,75%.
2. Persentase Pasien Fraktur Berdasarkan Jenis Kelamin
Gambar 4 menunjukkan sebanyak 59,4% pasien laki-laki dengan kasus
fraktur dan sebanyak 40,6% pasien wanita dengan kasus fraktur. Gambaran
persentase kasus fraktur berdasarkan jenis kelamin disajikan pada gambar 4.
59,40%
40,60% laki-laki
perempuan
Gambar 4. Persentase Pasien Fraktur Berdasarkan Jenis Kelamin di RS Panti Rapih Yogyakarta Periode Agustus 2007 - September 2007
3. Persentase Pasien Fraktur dengan Penyakit Penyerta
Penyakit penyerta yang paling banyak diderita pasien fraktur yaitu hipertensi
yaitu sebanyak 8,90%. Penyakit penyerta ini berhubungan dengan pengobatan dan
perawatan di rumah sakit serta berpengaruh terhadap proses bedah yang akan
dilakukan, karena keadaan pasien harus terkontrol selama proses bedah. Pasien
fraktur dengan hipertensi dilakukan cek tekanan darah setiap 4 jam selama perawatan.
Perawatan pasien dengan penyakit diabetes mellitus sebanyak 4,95% juga
28
Diabetes mellitus merupakan salah satu faktor risiko terjadinya infeksi karena kadar
glukosa darah yang tinggi merupakan media pertumbuhan mikroorganisme sehingga
meningkatkan risiko infeksi. Persentase pasien fraktur berdasarkan penyakit penyerta
disajikan dalam gambar 5.
4,95%
8,90%
2,97% 0,99% DM
hipertensi
asthma
penyakit jantung
Gambar 5. Persentase Pasien Fraktur Berdasarkan Penyakit Penyerta di RS Panti Rapih Yogyakarta Periode Agustus 2007 - September 2007
4. Persentase Pasien Fraktur Berdasarkan Penyebab
Penyebab fraktur dapat bermacam-macam yaitu karena kecelakaan
lalu-lintas, kecelakaan kerja ataupun karena saat berolahraga (sport injury). Fraktur dapat
terjadi karena adanya tekanan atau hentakan yang keras pada tulang. Pada pasien
fraktur, sebanyak 98,02% mengalami fraktur karena kecelakaan baik itu kecelakaan
lalu-lintas maupun kecelakaan kerja, ataupun kecelakaan lainnya seperti jatuh
terpeleset. Sebanyak 1,98% mengalami fraktur karena sport injury. Persentase pasien
fraktur berdasarkan penyebab disajikan dalam gambar 6.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98,02% 1,98%
kecelakaan sport injury
Gambar 6. Persentase Pasien Fraktur Berdasarkan Penyebab di RS Panti Rapih Yogyakarta Periode Agustus 2007 - September 2007
B. Profil Penggunaan Obat
Penggunaan obat pada pasien fraktur disajikan dalam tabel VI berikut.
Tabel VI. Profil penggunaan obat pada pasien fraktur di unit bedah RS Panti Rapih Yogyakarta periode Agustus 2007 - September 2007
No Golongan Obat Jumlah kasus (n=101)
Persentase (%)
1 ATS (Anti Tetanus Serum) 34 33,66%
2 TT (Tetanus Toxoid) 1 0,99%
4 Analgesik / antiinflamasi 99 98,01%
5 Saluran cerna 74 73,27%
6 Antidiabetik 3 2,97%
7 Saluran nafas 25 24,75%
8 Sistem kardiovaskular 46 45,54%
9 Otot skeletal dan sendi 85 84,16%
10 Anestesi 101 100%
11 Vitamin 54 53,47%
12 Antiinfeksi 101 100%
30
ATS
tetanus toxoid analgesik / antiinflamasi
obat saluran cerna
antidiabetik obat saluran
nafas obat sistem kardiovaskular
obat otot skeletal dan
sendi
anestesi
vitamin
antiinfeksi infus
profil penggunaan obat
Gambar 7. Profil penggunaan obat pada pasien fraktur di unit bedah RS Panti Rapih Yogyakarta periode Agustus 2007 - September 2007
1. Anti Tetanus Serum (ATS)
Sebagian besar kejadian fraktur disebabkan oleh kecelakaan. Hal ini
merupakan risiko terkenanya penyakit tetanus dan pemberian anti tetanus serum
bertujuan untuk mencegah munculnya tetanus yang berhubungan dengan luka
yang dialami pasien. ATS pada pasien fraktur diberikan pada saat pasien datang
ke rumah sakit (pada waktu berada di IGD) dan sebanyak 33,66% pasien fraktur
memperoleh ATS. Cara kerja ATS yaitu untuk memberikan kekebalan pasif
karena ATS mengandung antibodi tetanus yang sudah dinetralkan yang dihasilkan
dari eksotoksin C. Tetani. Pemberian ATS ditujukan untuk pasien yang telah
menerima imunisasi tetanus atau tetanus toxoid.
2. Tetanus Toxoid (TT)
Tetanus toxoid bekerja dengan merangsang kekebalan aktif untuk penyakit
tetanus dengan rangsangan untuk menghasilkan antitoksin yang spesifik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sebanyak 0,99% pasien fraktur mendapatkan tetanus toxoid dan pasien tersebut
belum pernah memperoleh imunisasi tetanus atau tetanus toxoid.
3. Analgesik / Antiinflamasi
Nyeri yang dirasakan pasien fraktur disebabkan oleh kerusakan jaringan
karena rangsangan mekanis (benturan) yang dapat mengakibatkan pelepasan
mediator nyeri dan obat analgesik digunakan untuk mengurangi nyeri. Persentase
golongan dan jenis obat analgesik yang digunakan pada pasien fraktur disajikan
dalam tabel VII.
Tabel VII. Golongan dan jenis obat analgesik / antiinflamasi pasien fraktur di unit bedah RS Panti Rapih Yogyakarta periode Agustus 2007 - September 2007
No Golongan obat Jenis obat Jumlah kasus (n=101)
Persentase (%)
1 Analgesik Non-opioid
o Kombinasi
parasetamol dan n-asetilsistein
1 0,99%
o Kombinasi
parasetamol dan tramadol
60 59,41%
o Kombinasi
Dipiron dan diazepam
2 1,98%
o Parasetamol 5 4,95%
o Metampiron 5 4,95%
Opioid
o Kodein fosfat 1 0,99%
o Fentanyl 25 24,75%
o Pethidin 11 10,89%
o Morphin 4 3,96%
o Tramadol
HCL
57 54,44%
Obat analgesik golongan non-opioid yang paling banyak digunakan adalah
32
yang paling banyak yaitu fentanyl. Penggunaan analgesik opioid dalam jangka
waktu lama dapat menyebabkan ketergantungan, maka perlu diperhatikan waktu
pemakaian obat golongan opioid. Efek lain yang bisa muncul yaitu berkurangnya
kepekaan jaringan karena pemakaian yang lama sehingga obat kurang efektif dan
akan meningkatkan dosis untuk mencapai efek terapi sehingga dapat muncul
toksisitas. Pada penelitian ini, analgesik opioid digunakan dalam anestesi yang
bertujuan untuk mengurangi rasa sakit pada saat operasi berlangsung.
4. Saluran Cerna
Golongan dan jenis obat saluran cerna pada pasien fraktur disajikan pada
tabel VIII.
Tabel VIII. Golongan dan jenis obat saluran cerna pasien fraktur di unit bedah RS Panti Rapih Yogyakarta periode Agustus 2007 - September 2007
No Golongan obat Jenis obat Jumlah kasus (n=101)
Persentase (%)
1 Antiemetik Prokinetik
o Metoklopramid
HCL
36 35,64%
Antagonis reseptor serotonin
o Ondansetron 36 35,64%
2 Antipeptik, gastroduodenitis
o Kleboprida
maleat
5 4,95%
3 Antitukak Antacida
o Kombinasi Al
Mg(OH)2, Al(OH)3, dimetilpolysilo xane
3 2,97%
Antagonis reseptor H2
o Simetidin 1 0,99%
o Ranitidin 37 36,63%
4 Pencahar Stimulan dan
pelunak feses
o Bisacodyl 2 1,98%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gangguan saluran cerna yang dialami pasien yang menjalani perawatan di
rumah sakit dapat berupa penyakit yang sudah diderita pasien sebelumnya, atau
karena gangguan pada saat perawatan di rumah sakit. Perawatan pasien dengan
gangguan pencernaan perlu diperhatikan untuk kenyamanan pasien pada waktu
perawatan di rumah sakit. Obat yang paling banyak digunakan yaitu ranitidin
(golongan antagonis reseptor H2) yang mempunyai mekanisme mengurangi asam
lambung. Selain itu, gangguan pencernaan yang sering dialami pasien bedah yaitu
adanya dorongan untuk muntah karena efek dari anestesi, maka antiemetik
diberikan untuk mengatasi mual dan muntah. Antiemetik yang digunakan untuk
mual dan muntah pada pasien yang menjalani bedah yaitu metoklopramid HCl
dan ondansetron.
5. Obat Antidiabetik
Salah satu penyakit penyerta pada pasien fraktur yaitu diabetes.
Pemeliharaan diabetes pelu diperhatikan supaya dalam menjalani bedah tidak
terjadi komplikasi yang parah karena diabetes merupakan faktor risiko terjadinya
infeksi karena tingginya kadar glukosa dapat menjadi media pertumbuhan
mikroorganisme. Obat antidiabetes digunakan untuk mengendalikan kadar
glukosa pada pasien fraktur sehingga dapat mempercepat penyembuhan infeksi.
Persentase golongan dan jenis obat antidiabetik yang digunakan pada pasien
34
Tabel IX. Golongan dan jenis obat antidiabetik pasien fraktur di unit bedah RS Panti Rapih Yogyakarta periode Agustus 2007 - September 2007
No Golongan obat Jenis obat Jumlah kasus (n=101)
Persentase (%)
1 Antidiabetes injeksi Insulin 2 1,98%
2 Obat hipoglikemik oral Sulfonifurea
o Glimepiride 1 0,99%
Obat antidiabetik yang digunakan dalam penelitian ini adalah insulin dan
glimepiride. Pada pasien fraktur juga dilakukan pengecekan glukosa darah secara
rutin dan dilakukan diit glukosa supaya kadar glukosa dalam darah stabil.
6. Saluran nafas
Persentase golongan dan jenis obat saluran nafas disajikan dalam tabel X.
Tabel X. Golongan dan jenis obat saluran nafas pasien fraktur di unit bedah RS Panti Rapih Yogyakarta periode Agustus 2007 - September 2007
No Golongan obat Jenis obat Jumlah kasus (n=101)
Persentase (%)
1 Bronkodilator Methilxanthine
o Teofilin 4 3,96%
2 Mukolitik Sulfidril N-asetil sistein
1 0,99%
3 Simpatomimetik dan antiinflamasi
(kombinasi)
β agonis selektif
o Salmeterol
Kortikosteroid o Flutikason
1 0,99%
Obat saluran nafas digunakan untuk pasien yang mengalami gangguan pada
pernafasan. Pada penelitian ini, pasien mengalami gangguan pernafasan karena
penyakit asma yang diderita sehingga perlu pengobatan yang tepat supaya tidak
mengganggu proses operasi yang dapat menyebabkan hipoksia atau kekurangan
oksigen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7. Sistem kardiovaskular
Pasien fraktur dengan penyakit penyerta yang berhubungan dengan sistem
kardiovaskular contohnya hipertensi memerlukan tindakan yang tepat dalam
perawatan. Pada penelitian ini pemeriksaan tekanan darah dilakukan setiap 4 jam
dalam seha