• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesesuaian dosis antibiotik pasien pediatrik Rawat Inap Infeksi Saluran Pernafasan Bawah Rs Panti Rapih Yogyakarta dengan metode Body Surface Area dan pedoman terapi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kesesuaian dosis antibiotik pasien pediatrik Rawat Inap Infeksi Saluran Pernafasan Bawah Rs Panti Rapih Yogyakarta dengan metode Body Surface Area dan pedoman terapi."

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

KESESUAIAN DOSIS ANTIBIOTIK PASIEN PEDIATRIK RAWAT INAP INFEKSI SALURAN PERNAFASAN BAWAH RS PANTI RAPIH YOGYAKARTA DENGAN METODE Body Surface Area dan PEDOMAN

TERAPI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Victoria Sara Desindy NIM: 138114108

FAKULTAS FARMASI UNIVESITAS SANATA DHARMA

(2)

HALAMAN JUDUL

KESESUAIAN DOSIS ANTIBIOTIK PASIEN PEDIATRIK RAWAT INAP INFEKSI SALURAN PERNAFASAN BAWAH RS PANTI RAPIH YOGYAKARTA DENGAN METODE Body Surface Area dan PEDOMAN

TERAPI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Victoria Sara Desindy NIM: 138114108

FAKULTAS FARMASI UNIVESITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

If you keep on Believing,

a Dream that you wish will come

True - Cinderella -

Karya ini kupersembahkan untuk :

Tuhan Yesus dan Bunda Maria Penolong Abadi sebagai sumber pengharapan, kekuatan dan teladanku

Papa dan Mama tercinta sebagai ungkapan baktiku Adik serta keluarga tersayang

Tim skripsi, dan

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yesus, karena atas limpahan rahmat dan kasih setia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “KESESUAIAN DOSIS ANTIBIOTIKA PASIEN PEDIATRIKK RAWAT INAP INFEKSI SALURAN PERNAFASAN BAWAH RS PANTI RAPIH YOGYAKARTA DENGAN METODE Body Surface Area DAN PEDOMAN TERAPI”, sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi (S.Farm.) di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Keberhasilan dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah mendukung penelitian.

2. Ibu Kepala Instalasi Rekam Medis RS Panti Rapih Yogyakarta yang telah memberikan ijin pengambilan data pasien untuk keperluan penelitian. 3. Ibu Dita Maria Virginia, S.Farm.,M.Sc.,Apt. selaku dosen pembimbing

yang telah memberikan saran, masukan, dan bimbingan dari awal hingga akhir proses penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Dr. Rita Suhadi, M.Si.,Apt. dan Ibu Putu Dyana Christasani, M. Sc., Apt. selaku dosen penguji yang telah mendukung terselenggaranya penelitian dan penyusunan skripsi ini dan memberikan saran serta masukan yang berguna bagi penulis.

5. Orang tua yang terkasih Bapak Suyanto dan Ibu Florentina Endang yang telah mendoakan, memberikan semangat, motivasi, petuah-petuah yang berharga dan dukungan moril serta material sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini tanpa kekurangan suatu apapun.

6. Adikku Andreas Nugraha Adi yang selalu menghibur dan memberikan semangat.

(9)

8. Teman-teman kelompok skripsiku yang luar biasa : Ervin, Rere dan Sakti atas kerjasama dan kebersamaan dalam keadaan suka dan duka hingga tugas akhir ini dapat selesai.

9. Teman-teman FKKB 2013 dan semua angkatan 2013 yang telah bersama-sama berproses, berbagi suka dan duka di Farmasi Universitas Sanata Dharma.

10.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dari proses hingga penulisan skripsi ini selesai.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi sebagai tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna dan banyak terdapat kekurangan. Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat membantu dalam perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya pada bidang kesehatan.

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN KEASLIAN KARYA ... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN... vii

PRAKATA ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

ABSTRAK ... xiv

ABSTRACT ... xv

PENDAHULUAN... 1

Rancangan Penelitian ... 2

Analisis Data ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 5

Karakteristik Pasien dan Peresepan Antibiotik... 5

Proporsi Kesesuaian Dosis Antibiotik ... 9

KESIMPULAN ... 13

Daftar Pustaka ... 16

LAMPIRAN ... 18

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Karakteristik pasien pediatrik ISPB berdasarkan usia dan jenis kelamin di RS Panti Rapih Yogyakarta ... 5 Tabel II. Gambaran Penggunaan Antibiotik pada Pasien Pediatrik ISPB

Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta ... 7 Tabel III. Perbandingan Penilaian Kesesuaian Dosis Antibiotik Berdasarkan

Formula BSA dan Pedoman Terapi ... .9 Tabel IV. Kesesuaian Dosis Antibiotik Berdasarkan Formula Body Surface

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Ethical Clearance ... 19

Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian Rumah Sakit ... 20

Lampiran 3. Keterangan Legalitas Statistika ... 21

Lampiran 4. Definisi Operasional Penelitian... 22

Lampiran 5. Rumus Perhitungan dengan formula BSA ... 24

Lampiran 6. Penyesuaian Dosis Antibiotik ... 25

Lampiran 7. Uji Statistik Chi-Square ... 31

Lampiran 8. Uji Statistik Cohen’s Kappa ... 35

Lampiran 9. Pedoman Penyesuaian Dosis ... 37

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Sampel Penelitian Pasien Rawat Inap Di Bangsal Rekam Medis RS Panti Rapih, Yogyakarta Periode Juni 2015 –

(14)

ABSTRAK

Infeksi saluran pernafasan bagian bawah (ISPB) biasanya meliputi bronkitis dan pneumonia. Di Indonesia, bronkitis dan pneumonia masih merupakan masalah kesehatan yang utama terjadi pada anak usia dibawah lima tahun. Antibiotik merupakan obat yang paling sering diresepkan untuk pasien pediatrik. Kesalahan pemilihan dan penggunaan antibiotik dapat menyebabkan peningkatan morbiditas, mortalitas, dan resistensi antibiotik. Perhitungan dosis antibiotik dapat dihitung berdasarkan 2 formula yaitu Body Suface Area (BSA) dan Pedoman Terapi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan keeratan kesesuaian dosis antibiotik antara BSA dan pedoman terapi pada rumah sakit tempat penelitian. Terdapat 79 pasien dengan 125 kasus peresepan antibiotik. Penelitian ini merupakan jenis observasional analitik dengan rancangan cross-sectional. Terdapat 65 (52%) peresepan antibiotik dosis rendah dan 45 (36%) peresepan antibiotik dosis tinggi. Uji Chi-Square (p=0,000) menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna untuk kesesuaian dosis antara 2 formula. Uji dengan

(15)

ABSTRACT

Lower Respiratory Tract Infection (LRTi) include bronchitis and pneumonia. Bronchitis and pneumonia in children under five in Indonesia is still a major health problem. This can be seen in the high rates of morbidity and mortality of pneumonia. Antibiotics are the most commonly prescribed for children. Error in selection and use of antibiotics may lead to increased morbidity, mortality and antibiotic resistance. Calculations of antibiotic doses can be calculated based on two formulas, Body Surface Area (BSA) and Guideline. This research aims to determine the suitability of antibiotic doses conformity in pediatrics between BSA and guidelines at the hospital where the research was conducted. There are 79 patients with 125 cases of antibiotics prescription. This research is an analytical observation with the cross-sectional design. There were 65 (52%) prescribed low-dose antibiotics and 45 (36%) high-dose antibiotics prescription. Chi-Square test (p=0,000) indicate there is a significant difference on dose conformity between two formulas. Cohen’s Kappa test (K= 0,339) showed that the dose conformity between two formulas are minimal. Means, that further research is still needed to find out if clinicians can use both formulas as a method of calculating antibiotic doses in pediatric.

(16)

PENDAHULUAN

Infeksi saluran pernafasan bawah (ISPB) merupakan infeksi saluran nafas bagian bawah dimana terjadi kondisi infeksi yang mungkin melibatkan atau tidak melibatkan parenkim. Infeksi yang mungkin tidak melibatkan parenkim seperti bronkitis akut, eksaserbasi bronkitis kronis, bronkitis asma dan bronkiolitis sedangkan infeksi yang mungkin melibatkan parenkim seperti pneumonia (Scaparrotta et al., 2013).

Pada tahun 2015, World Health Organization (WHO) melaporkan hampir enam juta anak balita meninggal dunia, 16% dari jumlah tersebut disebabkan oleh pneumonia. Berdasarkan data badan PBB untuk anak-anak (UNICEF), pada 2015 terdapat kurang lebih 14% dari 147.000 anak dibawah usia lima tahun di Indonesia meninggal karena pneumonia yang berarti sebanyak dua sampai tiga anak dibawah usia lima tahun meninggal karena pneumonia setiap jamnya. Hal tersebut menyebabkan pneumonia sebagai penyebab kematian utama bagi anak dibawah usia lima tahun di Indonesia (Kaswandani, 2016). Sedangkan untuk bronkiolitis, WHO memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi bronkiolitis akan meningkat. Di negara berkembang angka kejadian bronkiolitis mencapai 25% - 50%. Angka kejadian ini lebih tinggi lagi pada musim dingin dan setiap tahunnya diperkirakan 4 juta anak balita meninggal karena ISPA terutama pneumonia dan bronkiolitis. Profil Kesehatan kota Yogyakarta pada tahun 2015 menyebutkan infeksi saluran pernafasan bawah terutama pneumonia termasuk di dalam pola sepuluh besar penyakit RSUD kota Yogyakarta pada diagnosis rawat inap (Dinas Kesehatan Pemkot Yogyakarta, 2015).

(17)

Selain itu, sebagian besar obat-obatan yang beredar di pasaran tidak memiliki dosis yang sesuai dengan yang dibutuhkan pasien pediatrik, oleh karena itu dibutuhkan penyesuaian dosis dalam pemberian obat-obatan tersebut. Pedoman Terapi Rumah Sakit atau juga disebut Standar Pelayanan Medik (SPM) merupakan suatu standar yang mengatur tentang penatalaksanaan penderita di rumah sakit agar pelayanan yang diberikan kepada masyarakat memenuhi mutu yang dapat dipertanggungjawabkan (Adisasmito,2008). Terdapat banyak metode yang dapat digunakan untuk menghitung dosis pada pediatrik, salah satunya adalah dengan menggunakan Body Surface Area (BSA) (Odgen, 2012). Perhitungan dosis berdasarkan BSA merupakan perhitungan dosis yang lebih akurat dibandingkan menggunakan rumus perhitungan dengan usia atau dengan berat badan. Perhitungan dosis BSA sebaiknya dilakukan terutama untuk pasien pediatrik (Anindito, 2015).

Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan pola peresepan antibiotika ISPB, mengetahui persentase kesesuaian dosis peresepan antibiotika ISPB yang dihitung menggunakan BSA dan pedoman terapi pada pasien pediatrik rawat inap di RS Panti Rapih, dan hubungan keeratan kesesuaian dosis antibiotik antara BSA dan berdasarkan pedoman terapi rumah sakit tempat penelitian. Peneliti hanya melakukan penelitian pada dosis dan jenis antibiotik dalam kategori kesesuaian. Penelitian ini dilakukan di RS Panti Rapih Yogyakarta yang merupakan Rumah sakit dengan nilai Bed Occupation Ratio (BOR) yang tinggi yaitu sebesar 78,65% yang memiliki 345 tempat tidur.

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik rancangan

cross-sectional dengan pengambilan data secara retrospektif melalui rekam medik. Pengambilan

data dilakukan pada bulan Januari 2017 – Maret 2017. Data yang diambil serta digunakan dalam penelitian adalah data usia, berat badan, jenis kelamin dan terapi antibiotik yang diterima pasien. Terapi antibiotik yang dimaksud meliputi nama antibiotik, dosis pemberian, potensi, frekuensi pemberian, dan durasi pemberian.Penelitian ini memiliki

Ethical Clearance dari Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana dengan

(18)

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Panti Rapih, Kecamatan Depok , Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Populasi penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh pasien rawat inap terdiagnosa ISPB pada periode Juni 2015- Juni 2016. Kriteria inklusi adalah pasien pediatrik dengan usia 0 – 12 tahun, terdiagnosa ISPB yang dirawat dan menyelesaikan pengobatan di RS Panti Rapih Yogyakarta, memiliki kode ICD-10 yang sesuai untuk ISPB (J14, J18.0, J18.9, J20, J21, J22, J44),memiliki data berat badan dan mendapat terapi antibiotik. Kriteria eksklusi adalah pasien dengan catatan rekam medik yang tidak lengkap atau tidak dapat dikonfirmasi dan pasien yang terdiagnosa ISPB dengan penyakit penyerta. Total sampel penelitian ini sejumlah 89 pasien. Peneliti akan mengambil populasi seluruh rekam medis pasien pediatrik infeksi saluran pernafasan bawah (ISPB) periode Juni 2015 – Juni 2016 sebagai sampel.

Gambar 1. Skema Sampel Penelitian Pasien Rawat Inap Di Bangsal Rekam Medis RS Panti Rapih, Yogyakarta Periode Juni 2015 - Juni 2016.

Instrumen Penelitian

1. Rekam Medis

Rekam medis yang digunakan adalah rekam medis pasien pediatrik rawat inap yang terdiagnosa ISPB pada periode waktu Juni 2015-Juni 2016, yaitu mencakup nama, usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, jenis, dosis, durasi dan frekuensi dari antibiotik yang diterima.

645 rekam medis pasien pediatrik periode Juni 2015 –

Juni 2016 (89 rekam medis terdiagnosa ISPB)

Kriteria Inklusi 79 RM

7 RM pasien yang tidak menerima terapi antibiotik 3 RM pasien dengan catatan yang tidak lengkap (tidak terdapat BB,TB dan usia) Kriteria Eksklusi

10 RM

(19)

2. Pedoman Terapi

Pedoman yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman terapi Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta (Standar Pelayanan Medik (SPM), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), MIMS dan Drug Information Handbook (DIH) edisi 17). 3. Formula Body Surface Area (BSA)

(Ogden, 2012)

4. Metode perhitungan dengan Cohen’s Kappa Interpretasi Cohen’s Kappa

Interpretasi nilai kappa dimana nilai 0,00-0,20 merupakan tidak ada kesesuaian, 0,21-0,29 kesesuaian minimal, 0,40-0,59 kesesuaian lemah, 0,60-0,79 kesesuaian moderat kemudian dilanjutkan 0,80-0,90 kesesuaian kuat dan >0,90 kesesuaian hampir sempurna (McHugh. 2012).

Analisis Data

Pengumpulan data berupa nama antibiotik, diagnosis, dosis, frekuensi, durasi pemberian selama rawat inap, usia, berat badan, dan jenis kelamin pasien melalui rekam medis. Terdapat dua metode perhitungan dosis antbiotik yang digunakan yaitu dengan

Body Surface Area (BSA) dan Pedoman Terapi Rumah Sakit menurut (Lampiran 5 dan

Lampiran 9).

(20)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik pasien dan pola peresepan antibiotik

Jumlah keseluruhan sampel pada penelitian ini yaitu 79 rekam medis pasien pediatrik rawat inap RS Panti Rapih yang terdiagnosa ISPB dimana jumlah pasien laki-laki 46 (58,23%) yaitu lebih banyak dibandingkan pasien perempuan yang berjumlah 33 (41,77%).

Tabel I. Karakteristik pasien pediatrik ISPB berdasarkan usia, jenis kelamin dan berat badan di RS Panti Rapih Yogyakarta

Parameter-parameter

JENIS KELAMIN USIA Jumlah Presentase (%)

Laki-laki 0-2 tahun 24 30,4

Total keseluruhan 79 100

BERAT BADAN Jumlah Presentase (%)

0 – 10 kg 34 43,0

Total keseluruhan 79 100

(21)

adalah kelompok usia 1-5 tahun sebanyak 43 (54,43%) yang terdiri dari 28 (35,44%) pasien laki-laki dan 15 (18,99%) pasien perempuan. Hasil tersebut sesuai dengan penelitan Asefa et al.,2016, yaitu berdasarkan distribusi usia dan jenis kelamin anak-anak dengan penyakit ISPA, yang paling banyak di terapi dengan antibiotik di rumah sakit adalah kelompok usia 1–5 tahun. Insiden puncak Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) yaitu pada usia 1-5 tahun dan menurun dengan bertambahnya usia anak. ISPA yang terjadi pada anak dan bayi akan memberikan gambaran klinik yang lebih parah dibandingkan dengan orang dewasa. Gambaran klinik yang tampak lebih berat tersebut terutama disebabkan oleh infeksi virus pada bayi dan anak yang belum memperoleh kekebalan alamiah (Saftari, 2009). Berdasarkan berat badan, diperoleh bahwa pasien pediatrik dengan ISPB lebih banyak terjadi pada pasien dengan rentang berat badan 0-10 kg yaitu dengan presentase sebesar 43,0%.

Karakteristik peresepan antibiotik

Dalam penelitian ini terdiri dari 79 pasien pediatrik rawat inap terdiagnosa ISPB dengan 125 kasus peresepan antibiotik, dimana dari semua peresepan antibiotik peresepan antibiotik yang tertinggi adalah untuk antibiotik sefotaksim golongan sefalosporin generasi II secara injeksi intravena (23,2%), kemudian diikuti sefiksim golongan sefalosporin generasi III (17,6%) dan amikasin golongan aminoglikosida (8,8%). Penelitian yang dilakukan oleh Baktygul et al. (2011) menunjukkan bahwa antibiotik yang paling sering diresepkan adalah dari golongan penisilin G dan aminoglikosida. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Alemnew dan Atnafie (2015) menunjukkan bahwa golongan antibiotik yang paling sering diresepkan di rumah sakit yaitu dari golongan penisilin G, aminoglikosida dan sefalosporin. Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian dari Nurzaki et al. (2013) yang dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang mengatakan bahwa antibiotik yang banyak digunakan pada terapi untuk balita dengan pneumonia adalah golongan sefalosporin generasi ketiga karena jauh lebih aktif terhadap

Enterobacteriaceae, dan secara kimiawi, cara kerja, dan toksisitas nya mirip dengan

penisilin sehingga dapat digunakan sebagai alternatif bila terjadi hipersensitifitas dari penisilin.

(22)

pada pediatrik karena lebih aktif terhadap bakteri gram negatif dan aktif pada Streptococcus pneumonia dibandingkan sefalosporin.

Dari keseluruhan penggunaan antibiotik, sepertiganya diberikan secara injeksi parenteral. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Baktygul et al. (2011) yang melihat peresepan antibiotik pada instalasi kesehatan dimana hampir sepertiga dari seluruh jumlah peresepan antibiotik diberikan secara parenteral. Alemnew dan Atnafie (2015) pada penelitiannya yang melihat pola penggunaan antibiotik pada pediatrik di suatu rumah sakit juga menunjukkan hasil bahwa penggunaan antibiotik di rumah sakit paling banyak diberikan melalui rute parenteral yaitu sebanyak 76%. Kemudian diperkuat dengan penyataan Nurzaki et al. (2015) bahwa pemberian antibiotik secara intravena direkomendasikan pada anak-anak dengan pneumonia berat atau anak yang tidak dapat menerima antibiotik oral misalnya karena muntah dan kesulitan dalam menelan obat.

Tabel II. Gambaran Penggunaan Antibiotik pada Pasien Pediatrik ISPB Rawat Inap RS Panti

Rapih Yogyakarta

Antibiotik Jumlah (n) Presentase (%)

(23)

Nurzaki et.al. (2015) mengatakan bahwa kriteria penggunaan antibiotik yang rasional, yaitu ketepatan dosis, indikasi, interval waktu pemberian atau frekuensi dan durasi. Hal tersebut penting dalam meningkatkan keberhasilan terapi. Pada penelitian ini dari 125 peresepan antibiotik, terdapat 96 peresepan (76,8%) yang tidak tepat frekuensi berdasarkan pedoman terapi . Untuk kriteria ketepatan dosis, terdapat 65 peresepan (52%) dosis rendah dan 45 peresepan (36%) dosis tinggi dari total keseluruhan 125 peresepan antibiotik. Pada praktiknya di rumah sakit, obat yang sama untuk penyakit yang sama diresepkan berbeda untuk setiap kelompok usia dan berat badan baik dari segi dosis dan juga durasi terapi (Asefa et al., 2016). Pemberian antibiotik yang tidak tepat dosis merupakan suatu pertimbangan dengan berbagai variasi faktor yang mendasarinya, salah satunya disebabkan adanya penggunaan antibiotik sebagai terapi empiris yaitu dengan melihat pola penggunaan antibiotik di rumah sakit atau pola epidemiologi kuman di lingkungan setempat untuk terapi penyakit tertentu dan sebagian besar tidak dilakukan tes resistensi sebelumnya namun berdasarkan empiris saja (Ketut, 2014). Pertimbangan utama pemberian terapi antibiotik secara empiris yaitu pengobatan infeksi sedini mungkin akan memperkecil resiko komplikasi atau perkembangan lebih lanjut dari infeksinya (Jurizal, 2015). Penggunaan antibiotik kombinasi merupakan hal yang umum pada praktik klinis untuk beberapa alasan seperti untuk mencegah terjadinya resistensi antibiotik seperti contohnya yaitu co-trimoksasol (sulfonamide dan trimethoprim), linkomisin dan spektinomisin, serta aminoglikosida dan kolistin. Kombinasi dapat secara khusus bertarget pada bakteri yang resisten seperti contohnya penambahan asam klavulanat, inhibitor beta-laktamase pada amoksisilin dibuktikan dengan penelitian yang membandingkan amoksisilin dengan kombinasi amoksisilin-klavulanat (Augmentin) untuk terapi impetigo, kemudian diperoleh hasil bahwa isolat bakteri Staphylococcus lebih sensitif terhadap augmentin dan resisten terhadap amoksisilin (Germander et al., 2013). Pada penelitian ini terdapat beberapa peresepan antibiotik kombinasi seperti peresepan amoksisilin dengan klavulanat. dan sulfonamide dengan trimethoprim.

(24)

satu dari sepuluh penyebab kematian di seluruh dunia dan penggunaan antibiotik dalam jangka waktu pendek yang berkaitan dengan frekuensi dan durasi dalam hal ini juga merupakan penggunaan antibiotik yang tidak rasional (Ullah et. al., 2013). Oleh karena itu, sedapat mungkin tenaga kesehatan benar-benar memperhatikan penggunaan obat terutama antibiotik yang tepat dan rasional, mengingat antibiotik masih merupakan obat yang paling banyak digunakan.

Proporsi Kesesuaian Dosis Antibiotik Berdasarkan Formula BSA dan Pedoman Terapi

Tabel III. Perbandingan Penilaian Kesesuaian Dosis Antibiotik Berdasarkan Formula BSA

Antibiotik

(25)

diresepkan tidak sesuai kriteria dosis tinggi yaitu dengan rata-rata persentase sebesar 3953,9% dosis yang diberikan lebih tinggi dari pada dosis berdasarkan formula BSA, antibiotik sefiksim tidak sesuai dalam kriteria dosis rendah yaitu dengan rata-rata persentase 55,6% dosis yang diberikan lebih rendah dibandingkan dengan dosis berdasarkan formula BSA, sedangkan antibiotik metronidazole yang hanya terdapat 3 peresepan, diperoleh hasil tidak sesuai kriteria dosis tinggi yaitu dengan rata-rata persentase 6,5% dosis lebih tinggi dibandingkan dosis berdasarkan formula BSA.

(26)

Pada tabel IV menujukkan perbandingan penilaian kesesuaian dosis antibiotik yang diberikan pada pediatrik di rumah sakit Panti Rapih berdasarkan pedoman terapi diperoleh bahwa seluruh antibiotik amikasin yang diresepkan tidak sesuai kriteria dosis tinggi yaitu dengan rata-rata persentase sebesar 248,7% dosis lebih tinggi dibandingkan dosis berdasarkan formula pedoman terapi, antibiotik eritromisin yang diresepkan tidak sesuai kriteria dosis tinggi yaitu dengan rata-rata persentase paling tinggi sebesar 365,2% dosis lebih tinggi dibandingkan dosis berdasarkan pedoman terapi, sedangkan antibiotik ampisilin yang diresepkan tidak sesuai kriteria dosis rendah dengan persentase ketidaksesuaian paling rendah yaitu 4,7 dosis lebih rendah dibandingkan dosis berdasarkan pedoman terapi.

Berdasarkan tabel III dan IV, antibiotik yang mempunyai presentase paling tinggi sebagai antibiotik yang peresepannya tidak sesuai dengan formula BSA adalah sefiksim golongan sefalosporin yaitu sebesar 14,4%, sedangkan antibiotik yang mempunyai presentase paling tinggi sebagai antibiotik yang peresepannya tidak sesuai dengan pedoman terapi rumah sakit yaitu sefotaksim sebesar 17,6%. Selain itu hasil penelitian diperoleh bahwa dari kedua formula perhitungan dosis antibiotik, dosis antibiotik yang lebih banyak sesuai dengan dosis resep pada praktiknya adalah formula BSA yaitu 28,0 %. Persentase antibiotik yang tidak sesuai dengan BSA sebagian besar memiliki dosis yang rendah yaitu berjumlah 53 (42,4%) peresepan, sama halnya dengan persentase antibiotik yang tidak sesuai dengan pedoman terapi rumah sakit sebagian besar juga memiliki dosis yang rendah yaitu berjumlah 65 (52%) peresepan dari total 125 kasus peresepan antibiotik. Penggunaan antibiotik pada dosis rendah dalam waktu yang lama dapat meningkatkan resistensi bakteri (Chang-Ro et al.,2013). Kondisi yang biasanya menyebabkan diberikannya dosis rendah adalah ketika perhitungan dosis berbasis berat yang tidak memadai diberikan karena berat badan yang tidak akurat atau tidak tertera dalam rekam medic, hal ini dapat menjadi masalah bagi pasien dengan berat badan yang sering berubah-ubah atau pasien pediatrik. Pemberian dosis rendah juga dapat terjadi ketika penyedia layanan kesehatan menurunkan dosis untuk meminimalkan efek samping namun tidak melihat konsekuensi dari pemberian dosis rendah yaitu kehilangan potensi dan atau penurunan efek obat (Alyssa, et al., 2013).

(27)

berdasarkan berat badan anak diyakini tidak mencukupi untuk pencapaian konsentrasi obat pada serum plasma yang paling tepat tetapi luas permukaan tubuh merupakan basis dosis yang paling valid karena berkaitan dengan beberapa fungsi fisiologis yang menjelaskan perbedaan farmakokinetik pada pasien dari berbagai usia. Selain itu, efek dari obat secara langsung berkaitan dengan volume darah dan metabolisme sehingga perhitungan dosis untuk pediatrik lebih baik dengan luas permukaan tubuh (Elias ,2005) . Meski usia sudah biasa digunakan untuk menghitung dosis obat pada anak, berat badan sering digunakan untuk menghitung dosis antibiotik anak. Kegagalan untuk mengambil berat badan dapat menyebabkan perhitungan dosis yang salah karena berat sulit diperkirakan dari usia pasien (Asefa et al.,2016).

Tabel V. Kesesuaian Dosis Antibiotik Berdasarkan Formula BSA dengan Pedoman Terapi

Alat Ukur

*p<0,05 menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna

Hasil pengumpulan data terdapat 79 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dengan total 125 data peresepan antibiotik pasien rawat inap pediatrik terdiagnosa ISPB. Hasil uji Chi-square yang ditunjukkan dengan nilai p menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna kesesuaian dosis antibiotik baik terhadap formula BSA dan

(28)

pedoman terapi (p=0,000). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Jimmy (2014) yang melihat kesesuaian peresepan antibiotik oleh dokter dibandingkan dengan suatu pedoman terapi (National treatment guidelines) menunjukkan bahwa pola peresepan antibiotik oleh dokter tidaklah sesuai dengan pedoman perawatan nasional yang ada. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara dosis antibiotik pada resep dengan pedoman yang ada.

Data yang dianalisis proporsi kesesuaian dosisnya adalah seluruh antibiotik yang diterima pasien pediatrik yang masuk dalam kriteria inklusi. Penyesuaian dosis antibiotik dilakukan dengan Pedoman Terapi RS Panti Rapih dibandingkan dengan formula BSA kemudian dianalisis dengan metode Cohen’s Kappa dimana diperoleh hasil nilai K = 0,339 dengan Standard Error 0,093. Standard Error menunjukkan kesalahan pengukuran terstandar yang apabila semakin kecil menunjukkan bahwa hasil pengukurannya semakin reliable (Widhiarso, 2015). Berdasarkan nilai Kappa yaitu 0,339 didapatkan nilai kesesuaian yang minimal antar kedua metode. Hal tersebut disebabkan karena ketidaklengkapan informasi yang tertera pada pedoman terapi rumah sakit mengenai dosis antibiotik, dan juga dapat disebabkan formula BSA yang digunakan pada penelitian adalah formula BSA berdasarkan berat badan pasien dimana menurut Ogden (2012) mengatakan bahwa perhitungan BSA dengan berat badan saja dapat dilakukan apabila pasien pediatrik memiliki tingi dan berat badan normal untuk usianya dimana kriteria normal tersebut dapat dilihat pada West nomogram.

(29)

Persen kesepakatan yang diperoleh pada penelitian adalah 78,4%. Persen kesepakatan secara statistik menurut McHugh (2012) merupakan persentase data yang benar, yaitu ketika kedua rater mempunyai pendapat yang sama (sama-sama sesuai atau sama-sama tidak sesuai). Persen kesepakatan diperoleh dengan membagi jumlah hasil data dimana kedua rater (BSA dan Pedoman Terapi) mempunyai penilaian yang sama, dengan keseluruhan jumlah (n) data (antibiotik). Jumlah data dengan pendapat yang sama dari kedua rater pada penelitian adalah sebanyak 98 dari 125 data. Hal ini menunjukkan bahwa ada sebesar 21,6% data yang keliru dalam seluruh data yang terkumpul karena hanya salah satu rater saja yang bisa benar apabila ada ketidaksepakatan. Untuk persen kesepakatan, persen kesepakatan 61% sudah dianggap sebagai suatu masalah, karena hampir 40% data mewakili data yang keliru. Dalam penelitian kesehatan, hal ini dapat mengarah pada rekomendasi untuk mengubah praktik berdasarkan bukti yang salah. Untuk laboratorium klinis, 40% kekeliruan data menandakan adanya masalah serius pada kualitasnya. Kebanyakan literatur merekomendasikan 80% sebagai nilai minimal yang dapat diterima untuk kesepakatan antar rater. Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat dikatakan bahwa kesepakatan antar kedua formula tidak baik karena persen kesepakatan kurang dari 80% (McHugh,2012).

Pada dasarnya, Cohen’s Kappa dan persen kesepakatan memiliki keunggulan dan keterbatasan. Keunggulannya presentase kesepakatan antar rater secara statistik mudah dihitung dan dapat ditafsirkan secara langsung. Sedangkan keterbatasannya tingkat reliabilitas interrater rendah sehingga tidak dapat diterima dalam perawatan kesehatan atau dalam penelitian klinis, terutama bila hasil penelitian dapat mengubah praktik klinis dengan cara yang mengarah pada efek terapi pasien yang lebih buruk (McHugh, 2012).

Penelitian tentang kesesuaian dosis antibiotik ini mempunyai manfaat bagi klinisi kesehatan untuk memberikan informasi mengenai pemilihan dosis yang tepat bagi pasien pediatrik apabila di rumah sakit tidak terdapat pedoman terapi, atau informasi mengenai dosis antibiotik untuk pediatrik tidak lengkap pada pedoman terapi di rumah sakit maka dapat digunakan metode perhitungan dengan BSA untuk mendapatkan dosis terapi antibiotik khususnya untuk pediatrik.

(30)

melihat tingkat kesesuaian dosis antibiotik antara pedoman terapi dan formula BSA. Namun disarankan dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat kesesuaian dosis antara formula BSA dengan pedoman terapi rumah sakit.

KESIMPULAN

1. Berdasarkan karakteristik dan pola peresepan antibiotika ISPB pada pasien pediatrik rawat inap di RS Panti Rapih,penggunaan antibiotik yang tertinggi adalah untuk antibiotik sefotaksim golongan sefalosporin generasi II secara injeksi intravena (23,2%), kemudian diikuti sefiksim golongan sefalosporin generasi III (17,6%) dan amikasin golongan aminoglikosida (8,8%), kemudian terdapat 96 peresepan (76,8%) yang tidak tepat frekuensi, terdapat 65 peresepan (52%) dosis rendah dan 45 peresepan (36%) dosis tinggi dari total keseluruhan 125 peresepan antibiotik.

2. Berdasarkan persentase ketidaksesuaian peresepan antibiotika ISPB yang dihitung menggunakan BSA dan pedoman terapi pada pasien pediatrik rawat inap di RS Panti Rapih, terdapat sejumlah 91 (72,0%) peresepan antibiotik yang tidak sesuai dengan BSA dan sejumlah 110 (88,0%) peresepan antibiotik yang tidak sesuai dengan pedoman terapi .

(31)

DAFTAR PUSTAKA

Alemnew, G., dan Seyfe, A.A., 2015, Assessment of the pattern of antibiotics use in

Pediatrics ward of Dessie Referral Hospital, North East Ethiopia, Department of

Pharmacy, College of Health Sciences, Wollo University, Dessie, Ethiopia. Alyssa,H., dan Adam, B.W., 2013, Medication Underdosing and Underprescribing :

Important Issues That Many Contribute to Polypharmacy and Poor Outcomes,

Modern Medicine Network, Northeastern University, Boston.

American Pharmacists Association, 2007, Drug Information Handbook : A Comprehensive

Resource for all Clinicians and Healthcare Professionals, Lexi Comp Inc.,

Hudson Ohio.

Anthony, J.V., dan Joanne, G.H., 2005, Understanding Interobserver Agreement:The

Kappa Statistic, vol. 37 no. 5, University of North Carolina, Family Medicine,

p.362.

Asefa, L.,Getu, B., dan Zelalem, B., 2016 , Antibiotics Use Evaluation for Pediatrics at

Nekemte Referral Hospital, East Wollega Zone, Oromia Region, West Ethiopia, 1 3 ( 1 ) : 1 7 - 2 6 .

Baktygul, K., Bozgunchiev, M.,Zurdinov, A., Harun-or-rashid, dan Junichi, S., 2011, An

Assessment of Antibiotics Prescribed at the Secondary Health-care Level In The Kyrgyz Republic, Departement of Young Leaders Program in Healthcare

Administration, Nagoya Univesity Graduate School of Medicine, Nagoya, Japan, 73 : 157-168.

Chang-Ro Lee, Hwang Co, Byeong Chul Jeong, dan Sang Hee-Lee, 2013, Strategies To Minimize Antibiotic Resistance, Int J Environ Res Public Health, 10(9): 4274– 4305.

Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Yogyakarta, 2015, Profil Kesehatan Tahun 2015 (Data

Tahun 2014), Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Yogyakarta, Yogyakarta, hal.16.

Germander,S., Yanmin, H., dan Anthony, C., 2013, Pathogens , Can We Prevent

Antimicrobial Resistance by Using Antimicrobials Better?, 2 : 422-435.

Jimmy, M.H., 2014, ANTIBIOTIC PRESCRIBING PATTERNS AMONG PHYSICIANS AT

THE UNIVERSITY TEACHING HOSPITAL IN LUSAKA, ZAMBIA, Lusaka, The

University of Zambia.

Jurizal, F., 2015 , Ilmu Kedokteran : Antibiotik, http://drfirman.esy.es/2015/07/ , diakses pada tanggal 15 Mei 2017 pukul 21: 04.

Elias, G.P., Cristina,A., dan Ronaldo, C.M., 2005, COMPARATIVE STUDY OF RULES EMPLOYED FOR CALCULATION OF PEDIATRIC DRUG DOSAGE, Journal of Applied Oral Science, Brazil, 13(2): 114-9.

Kaswandani,S., 2016, Memperingati Hari Pneumonia Dunia, Ikatan Dokter Anak Indonesia, diakses dari http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/memperingati-hari-pneumonia-dunia , tanggal 24 Maret 2017.

Kelompok Staf Medik, 2014, Standar Pelayanan Medis (SPM) Kesehatan Anak RSUP Dr

Sardjito, Yogyakarta.

Kementrian Kesehatan R.I., 2011, Modul Penggunaan Obat Rasional, Direktur Bina Pelayanan Kefarmasian, Jakarta, hal.4-6.

(32)

McHugh, M.L., 2012, Interrater reliability: the kappa statistic, Biochemmed, 22(3):276-282.

Monthly Index of Medical Specialities (MIMS), 2017, www.mims.com , diakses pada tanggal 20 April 2017.

Nurzaki,A., Bangunawati, R., dan Salmah,O., 2015, Evaluasi Kerasionalan Penggunaan

Antibiotik Untuk Pengobatan Pneumonia Pada Balita Rawat Inap Di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Periode Januari-Desember 2013, Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta, (1): 1-18.

Ogden , 2012 , Pediatric Dosage , Chapter 18, Mosby, Inc,an affiliate of Elsevier , hal.422. Saftari, D., 2009, Hubungan Antara Faktor Usia dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Bagian Bawah Pada Anak Usia 1 bulan – 5 tahun, Fakultas Kedokteran ,Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Scaparrotta, A., Marina, A.,Sabrina, D.P., dan Francesco, C., 2013, Pediatric Lower

Respiratory Infection, OMICS Group eBooks 731 Gull Ave, Foster City.

CA94404, USA, p.003.

Sunyataningkamto, Iskandar, Z.,Alan R.T.,Budiman, I.,Ahmad Surjono, Tunjung,W., Endang, D.L.,Dwi, W., 2016, The role of indoor air pollution and other factors in

the incidence of pneumonia in under-five children, vol.44 no.1-2, Paediatrica

Indonesiana.

Sopiyudin, D., 2015, Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan : Deskriptif, Bivariat, dan

Multivariat Dilengkapi Aplikasi Menggunakan SPSS, seri 1 edisi 6, Jakarta,

Salemba Medika Jakarta, hal.

Ullah, A., Zul, K., Ghufran, U., dan Haya, H.,2013, To Determine The Rational Use Of Antibiotics; A Case Study Conducted At Medical Unit Of Hayatabad Medical Complex, Peshawar, Khyber Medical University, Peshawar, Khyber Pakhtunkhwa, Pakistan, vol. 1, 2: 61-68.

(33)
(34)
(35)
(36)
(37)

Lampiran 4. Definisi Operasional Penelitian

Dosis dengan Luas Permukaan Tubuh:

Dosis Pedoman Terapi : Berdasarkan dosis pada Pedoman Terapi RS Dosis pada Pedoman Terapi RS dibandingkan dengan dosis yang

Berdasarkan diagnosa. dan juga data ICD-10 : J14 (pneumonia), J18.0 (Bronkopneumonia) , J18.9 (Pneumonia tidak spesifik), J20 (Bronkitis akut),J21 (Bronkiolitis akut) ,J22 (Infeksi Saluran Nafas bawah akut tidak spesifik) dan J44 (Infeksi saluran nafas bawah).

Kesesuaian dosis pada pasien pediatrik ISPB yaitu Pedoman Terapi RS Panti Rapih Yogyakarta (SPM, IDAI, MIMS dan

Drug Information Handbook (DIH)

(38)

dalam

berdasarkan Pedoman Terapi RS Panti Rapih Yogyakarta (SPM, IDAI,MIMS dan Drug Information Handbook (DIH) edisi 17) dan formula Body Surface Area (BSA)

(39)

Lampiran 5. Rumus Perhitungan dengan formula BSA

Metode Body Surface Area (BSA) menyediakan sarana untuk mengkonversi dosis dewasa menjadi dosis yang aman dgunakan pada pediatrik.

1. Tentukan berat badan anak dalam kilogram (kg).

2. Hitung BSA dalam meter persegi (m2). Rumus untuk perhitungan ini adalah sebagai berikut :

3. Hitung dosis pediatric dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Rumus didasarkan pada premis bahwa orang dewasa yang memiliki berat 140lb mempunyai BSA 1,7 m2.

(40)

Lampiran 6. Penyesuaian Dosis Antibiotik

18 Amoksisilin 456.98

(41)

22 Amoksisilin (iv) 119.70 150 mg 76-85.5 2 2 33 Cefadroxil 473.98-947.97 187.5

mg 315

2 2

34 Cefadroxil 225.43-450.86 17 mg 117 2 2

35 Cefadroxil 121.39-242.77 125 mg 129 2 1 36 Cefadroxil 491.33-982.66 250 mg 330 2 2 37 Cefadroxil 312.14-624.31 187.5

(42)
(43)

106.25-69 Cefotaxime (iv) 260.12-520.23 500 mg 352.5-470 2 1 81 Cefotaxime (iv) 491.33-982.66 1000

(44)
(45)

119 Meropenem (iv) 234.10-468.21 200 mg 46-92 2 2 120 Meropenem (iv) 260.12-520.23 250 mg 54-108 2 2 121 Metronidazole

(iv)

71.87 75 mg 30.75 2 2

122 Metronidazole 119.25 125 mg 42-98 2 2

123 Metronidazole (iv)

135.84 150 mg 75 2 2

124 Trichodazole (iv)

140.91 125 mg 78.75 2 2

125 Vankomisin 69.36-138.73 50 mg 5 2 2

(46)

Lampiran 7. Uji Statistik Chi-Square

Dosis Resep vs Pedoman Terapi * Dosis Resep vs BSA Crosstabulation

Count

Continuity Correctionb 15.769 1 .000 Likelihood Ratio 16.107 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000 Linear-by-Linear

Association 18.174 1 .000 N of Valid Cases 125

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.08.

(47)

Chi-Square Kesesuaian Dosis Berdasarkan Distribusi Usia (< 1 tahun)

ResepvsPedomanTerapi * ResepvsBSA Crosstabulation

Count

ResepvsBSA

Total

1 2

ResepvsPedomanTerapi 1 3 1 4

2 9 30 39

Total 12 31 43

Chi-Square Tests

Value df

Asymptotic

Significance

(2-sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided)

Pearson Chi-Square 4.862a 1 .027

Continuity Correctionb 2.623 1 .105

Likelihood Ratio 4.284 1 .038

Fisher's Exact Test .059 .059

Linear-by-Linear Association 4.748 1 .029

N of Valid Cases 43

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.12.

(48)

Chi-Square Kesesuaian Dosis Berdasarkan Distribusi Usia (1 – 5 tahun)

ResepvsPedomanTerapi * ResepvsBSA Crosstabulation

Count

ResepvsBSA

Total

1 2

ResepvsPedomanTerapi 1 8 2 10

2 12 42 54

Total 20 44 64

Chi-Square Tests

Value df

Asymptotic

Significance

(2-sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact

Sig.

(1-sided)

Pearson Chi-Square 13.110a 1 .000

Continuity Correctionb 10.559 1 .001

Likelihood Ratio 12.283 1 .000

Fisher's Exact Test .001 .001

Linear-by-Linear Association 12.905 1 .000

N of Valid Cases 64

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.13.

(49)

Chi-Square Kesesuaian Dosis Berdasarkan Distribusi Usia (1 – 5 tahun)

ResepvsPedomanTerapi * ResepvsBSA Crosstabulation

Count

ResepvsBSA

Total

1 2

ResepvsPedomanTerapi 1 0 1 1

2 2 15 17

Total 2 16 18

Chi-Square Tests

Value df

Asymptotic

Significance

(2-sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided)

Pearson Chi-Square .132a 1 .716

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .243 1 .622

Fisher's Exact Test 1.000 .889

Linear-by-Linear Association .125 1 .724

N of Valid Cases 18

a. 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .11.

(50)

Lampiran 8. Uji Statistik Cohen’s Kappa

1. Kesesuaian Dosis Antibiotik Berdasarkan formula BSA dan Pedoman Terapi

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std.

Errora Approx. Tb Approx. Sig. Measure of Agreement Kappa .339 .093 4.280 .000

N of Valid Cases 125 a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

2. Kesesuaian Dosis Antibiotik Berdasarkan formula BSA dan Pedoman Terapi Pada Distribusi Usia < 1 tahun

Symmetric Measures

Value

Asymptotic

Standardized

Errora Approximate Tb

Approxim

ate

Significan

ce

Measure of Agreement Kappa .274 .152 2.205 .027

N of Valid Cases 43

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

3. Kesesuaian Dosis Antibiotik Berdasarkan formula BSA dan Pedoman Terapi Pada Distribusi Usia 1-5 tahun

(51)

Value

Asymptotic

Standardized

Errora Approximate Tb

Approxim

ate

Significan

ce

Measure of Agreement Kappa .411 .122 3.621 .000

N of Valid Cases 64

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

4. Kesesuaian Dosis Antibiotik Berdasarkan formula BSA dan Pedoman Terapi Pada Distribusi Usia 6-12 tahun

Symmetric Measures

Value

Asymptotic

Standardized

Errora Approximate Tb

Approxim

ate

Significan

ce

Measure of Agreement Kappa -.080 .058 -.364 .716

N of Valid Cases 18

a. Not assuming the null hypothesis.

(52)

Lampiran 9. Pedoman Penyesuaian Dosis

No. Nama Antibiotik Dosis Pedoman Terapi

1 Amikasin 15mg/kg/hari/IM-IV/8-12jam MIMS 2 Amoksisilin 80-90mg/kg/hari/divided tid-qid MIMS

3 Ampisilin 100mg/kg/hari/6 jam IDAI

4 Azitromisin

6 Sefiksim 25-50mg/kg/hari/divided qid MIMS

7 Sefotaksim 150mg/kg/hari/6-8jam IDAI

8 Seftriakson

50mg/kg/24jam/kali dosis

tunggal maks 2 g IDAI

9 Kotrimoksasol 8-12mg/kg/hari based on TM IDAI 10 Eritromisin

10mg/kg/6jam/kali dosis tunggal

maks 1 g MIMS

11 Gentamisin 5 mg/kg/hari/6 jam SPM

12 Kanamisin 30-50mg/kg/hari/IM/12-24 jam MIMS 13 Kloramfenikol 100mg/kg/hari/6 jam IDAI 14 Levofloksasin

8 mg/kg/12h for 60 days (tidak >

50 mg/dose DIH

15 Meropenem 30-60 mg/kg/hari/IV/8jam MIMS 16 Metronidazol

30 mg/kg/day in divided doses

every 6 hours MIMS

17 Tricodazol

30 mg/kg/day in divided doses

(53)
(54)

BIOGRAFI PENULIS

(55)

ABSTRAK

Infeksi saluran pernafasan bagian bawah (ISPB) biasanya meliputi bronkitis dan pneumonia. Di Indonesia, bronkitis dan pneumonia masih merupakan masalah kesehatan yang utama terjadi pada anak usia dibawah lima tahun. Antibiotik merupakan obat yang paling sering diresepkan untuk pasien pediatrik. Kesalahan pemilihan dan penggunaan antibiotik dapat menyebabkan peningkatan morbiditas, mortalitas, dan resistensi antibiotik. Perhitungan dosis antibiotik dapat dihitung berdasarkan 2 formula yaitu Body Suface Area (BSA) dan Pedoman Terapi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan keeratan kesesuaian dosis antibiotik antara BSA dan pedoman terapi pada rumah sakit tempat penelitian. Terdapat 79 pasien dengan 125 kasus peresepan antibiotik. Penelitian ini merupakan jenis observasional analitik dengan rancangan cross-sectional. Terdapat 65 (52%) peresepan antibiotik dosis rendah dan 45 (36%) peresepan antibiotik dosis tinggi. Uji

Chi-Square (p=0,000) menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna untuk

kesesuaian dosis antara 2 formula. Uji dengan Cohen’s Kappa (K = 0,339 ) menunjukkan bahwa tingkat kesesuaian dosis antara 2 formula adalah minimal. Hasil ini bermakna bahwa masih diperlukannya penelitian lanjutan untuk mengetahui apakah klinisi dapat menggunakan kedua formula tersebut sebagai metode perhitungan dosis antibiotik pada pediatrik.

(56)

ABSTRACT

Lower Respiratory Tract Infection (LRTi) include bronchitis and pneumonia. Bronchitis and pneumonia in children under five in Indonesia is still a major health problem. This can be seen in the high rates of morbidity and mortality of pneumonia. Antibiotics are the most commonly prescribed for children. Error in selection and use of antibiotics may lead to increased morbidity, mortality and antibiotic resistance. Calculations of antibiotic doses can be calculated based on two formulas, Body Surface Area (BSA) and Guideline. This research aims to determine the suitability of antibiotic doses conformity in pediatrics between BSA and guidelines at the hospital where the research was conducted. There are 79 patients with 125 cases of antibiotics prescription. This research is an analytical observation with the cross-sectional design. There were 65 (52%) prescribed low-dose antibiotics and 45 (36%) high-dose antibiotics prescription. Chi-Square test (p=0,000) indicate there is a significant difference on dose conformity between two formulas. Cohen’s Kappa test (K= 0,339) showed that the dose conformity between two formulas are minimal. Means, that further research is still needed to find out if clinicians can use both formulas as a method of calculating antibiotic doses in pediatric.

Gambar

Tabel I.  Karakteristik pasien pediatrik ISPB berdasarkan usia dan jenis
Gambar 1.  Skema Sampel Penelitian Pasien Rawat Inap Di Bangsal Rekam
Gambar 1. Skema Sampel Penelitian Pasien Rawat Inap Di Bangsal Rekam Medis RS Panti Rapih,
Tabel I. Karakteristik pasien pediatrik ISPB berdasarkan usia, jenis kelamin dan berat badan di RS Panti Rapih Yogyakarta
+4

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan Antibiotik Aspek Tidak Tepat Dosis Kategori Frekuensi Pada Pasien Infeksi Saluran Kemih Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo Tahun 2011.…… 32

Tujuan penelitian ini untuk mengkaji ketepatan penggunaan antibiotik yang meliputi ketepatan indikasi, ketepatan obat, ketepatan pasien dan ketepatan dosis pada pasien

Tujuan penelitian ini untuk mengkaji ketepatan penggunaan antibiotik yang meliputi ketepatan indikasi, ketepatan obat, ketepatan pasien dan ketepatan dosis pada pasien infeksi

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah dan presentase Drug Related Problem’s (DRP’s ) pada obat antibiotik yang berkaitan dengan ketidaktepatan dosis baik

Hal ini disebabkan karena bias yang terjadi pada pemeriksa seperti perawat yang memberikan obat, bias dari subjek atau pasien pediatrik yang menderita demam

Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik profilaksis pada bedah orthopaedi kasus fraktur di unit bedah RS Panti Rapih Yogyakarta periode Agustus 2007 -

Perbandingan efektivitas antibiotik golongan sefalosporin generasi ke-3 dan antibiotik golongan fluoroquinolon menunjukkan tidak terdapat per- bedaan bermakna terhadap luaran

Dari hasil penelitiaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: Evaluasi kesesuaian dosis pada penderita pediatrik diare akut di RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan yaitu: