• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diagnostik Dan Penatalaksanaan Limfoma Non-Hodgkin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Diagnostik Dan Penatalaksanaan Limfoma Non-Hodgkin"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Tinjauan Kepustakaan

DIAGNOSTIK DAN PENATALAKSANAAN

LIMFOMA NON-HODGKIN

          

 

 

 

  

OLEH:

 

Dr. RIRI ANDRI MUZASTI NIP: 197912242008122001

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

(2)

DIAGNOSTIK DAN PENATALAKSANAAN LIMFOMA NON-HODGKIN

PENDAHULUAN

Limfoma Non-Hodgkin (LNH) didefenisikan sebagai kelompok keganasan primer limfosit yang dapat berasal dari limfosit B, limfosit T dan terkadang berasal dari sel NK (natural killer) yang berasal dari sistem kelenjar getah bening (limfe); yang sangat heterogen, baik tipe histologis, gejala, perjalanan klinis, respon terhadap pengobatan, maupun prognosanya. Beberapa dari limfoma ini berkembang sangat lambat (dalam beberapa tahun), sedangkan yang lainnya menyebar dengan cepat (dalam beberapa bulan).

Pada tahun 2000 di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 54.900 kasus baru dan 26100 orang meninggal karena LNH. Secara umum dapat terjadi pada semua usia meskipun pada LNH indolent lebih banyak pada usia lanjut, lebih sering terjadi pada pria dan insidennya meningkat sejalan dengan bertambah umur dan mencapai puncak pada kelompok usia 80-84 tahun

Penyakit ini lebih sering terjadi dibandingkan dengan penyakit Hodgkin. Di Indonesia LNH bersama-sama dengan penyakit Hodgkin dan leukemia menduduki urutan keganasan ke-6 tersering.

ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

Etiologi sebagian besar LNH tidak diketahui, namun terdapat beberapa faktor resiko terjadinya LNH, antara lain (tabel 1):

1. Imunodefisiensi 2. Agen infeksius

3. Paparan lingkungan dan pekerjaan 4. Diet dan paparan lain

 

Tabel 1. Faktor Resiko Limpfoma Non Hodgkin

Inherited immunodeficiency states Klinefelter's syndrome

Chediak-Higashi syndrome Ataxia telangiectasia syndrome Wiscott-Aldrich syndrome

(3)

Bloom Syndrome

Acquired immunodeficiency states

Iatrogenic immunosuppression (eg, treatment of autoimmune disease or malignancy, organ transplantation)

HIV-1 infection

Acquired agammaglobulinemia Castleman's disease

Autoimmune disorders

Autoimmune hemolytic anemia Rheumatoid arthritis

Systemic lupus erythematosus Sjogren's syndrome (sicca complex) Celiac sprue, Dermatitis herpetiformis

Acquired angioedema (acquired C1 esterase inhibitor deficiency) Inflammatory bowel disease treated with azathioprine/6-MP Chemicals and drugs

Phenytoin

Dioxin, phenoxy-herbicides (Agent Orange), agricultural pesticides Ionizing radiation

Chemotherapy, radiation therapy Tumor necrosis factor antgonists Hair dyes

Infectious agents (other than HIV) Epstein-Barr virus

Human T-cell leukemia/lymphoma virus (HTLV)-I

Human herpesvirus type 8 (HHV-8, primary effusion lymphoma) Simian virus (SV) 40

Helicobacter pylori

Campylobacter jejuni (Mediterranean lymphoma) Chlamydia psittaci (ocular adnexal lymphoma) Borrelia afzelii (Cutaneous B-cell lymphoma)

Hepatitis C virus (mixed cryoglobulinemia, splenic marginal zone lymphoma)

PATOGENESIS

Berbeda dengan sel hematopoeitik yang lain, limfosit kecil (matang) bukanlah merupakan sel tahap akhir dari perkembangannya, akan tetapi mereka dapat merupakan permulaan limfopoeisis baru yang timbul sebagai reaksi terhadap rangsangan antigen yang tepat.

(4)

dalam kelenjar timus untuk menjadi sel limfosit T dan sebagian lagi menuju kelenjar limfe atau tetap berada dalam sumsum tulang dan berdiferensiasi menjadi sel limfosit B.

Apabila ada rangsangan oleh antigen yang sesuai maka limfosit T maupun B akan bertransformasi menjadi bentuk aktif dan berproliferasi. Limfosit T aktif menjalankan fungsi respon imunitas seluler sedangkan limfosit B aktif menjadi imunoblas yang kemudian menjadi sel plasma yang membentuk immunoglobulin.

Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma merupakan akibat terjadinya mutasi gen pada salah satu sel dari sekelompok sel limfosit tua yang tengah berada dalam proses transformasi menjadi imunoblas.

KLASIFIKASI

Klasifikasi histopatologi merupakan topik yang paling membingungkan dalam studi limfoma maligna karena perkembangan klasifikasi ini demikian cepat dan dijumpai berbagai jenis klasifikasi yang satu sama lain tidak kompatibel.

Perkembangan terakhir klasifikasi yang banyak dipakai dan diterima pusat kesehatan adalah formulasi praktis IWF dan REAL/WHO. Klasifikasi REAL/WHO beranjak dari karakter imunofenotip dan analisa galur sel limfomanya (tabel 2).

IWF menjabarkan karakteristik klinis dengan deskriptif histopatologi, namun belum mengklasifikasikan jenis sel limfosit B atau T, maupun berbagai patologi-klinis yang baru. IWF membagi LNH atas derajat keganasan rendah, menengah dan tinggi yang mencerminkan derajat agresifitasnya (tabel 3).

(5)
(6)

Low grade lymphomas

A. Small lymphocytic, consistent with CLL plasmacytoid

B. Follicular, predominantly small cleaved cell

C. Follicular, mixed small cleaved and large cell

Intermediate grade lymphomas

D. Follicular, large cell

E. Diffuse, small cleaved cell

F. Diffuse, mixed small and large cell

G. Diffuse large cell High grade lymphomas

H. Large cell, immunoblastic

I. Lymphoblastic

J. Small, non-cleaved cell Burkitt`s, Non Burkitt`s

Tabel 3 . Klasifikasi Working Formulation

PENDEKATAN DIAGNOSTIK

1. Anamnesa

 Umum

 Gejala sistemik (gejala B):

 Penurunan berat badan tanpa penyebab yang jelas 10% dalam waktu 6

bulan

 Demam tinggi 380c tanpa penyebab yang jelas

 Keringat malam

 Gejala organ seperti keluhan menelan dan keluhan perut.

 Khusus

Perlu dipertanyakan mengenai kelainan darah, penyakit autoimun dan penyakit infeksi. 2. Pemeriksaan Fisik

 Pembesaran kelenjar getah bening yang asimetris dan tidak nyeri.

(7)

Pada 5-10% pasien dapat terjadi gangguan pada struktur limfoid orofaring yang menyebabkan keluhan sakit menelan. Dapat dijumpai hepato/splenomegali. Traktus gastrointestinal adalah tempat ekstranodal tersering setelah sumsum tulang. Selain itu gejala pada organ lain seperti kulit, otak, testis dan tiroid dapat juga dijumpai.

Tabel 4. Strategi Diagnostik Limfoma Non Hodgkin

(8)

 Laboratorium

Pada pemeriksaan darah dijumpai anemia bersifat normokrom normositer, peningkatan LDH pada LNH dengan proliferasi sel yang cepat dan pada penyakit yang luas. Selain itu diperiksa juga kimia klinik dan pemeriksaan lain sesuai indikasi.

 Biopsi

Kenyataan bahwa NHL adalah penyakit heterogen yang ditangani secara berbeda maka sangat mutlak dilakukan biopsi untuk pemeriksaan histopatologi,

immunophenotyping, dan pemeriksaan sitogenetik untuk mendiagnosanya. Namun tidak diperlukan penentuan stadium laparotomi.

Biopsi KGB dilakukan hanya 1 kelenjar yang paling representatif, superfisial dan perifer. Jika terdapat kelenjar perifer/superfisial yang representatif, maka tidak perlu biopsi intra abdominal atau intratorakal.

 BMP

Biopsi sumsum tulang menunjukkan lesi fokal pada 20% kasus. Hal yang berlawanan, keterlibatan sumsum tulang lebih sering terjadi pada LNH dengan keganasan tingkat rendah.

 Radiologi: foto thorak, USG dan lain-lain

 Punksi cairan tubuh lainnya

Immunophenotyping

(9)

Tabel 5. Petanda sitogenetik dan molekular LNH

STADIUM

Penetapan stadium penyakit harus selalu dilakukan sebelum pengobatan dan setiap lokasi jangkitan harus didata dengan cermat dan digambar secara skematik baik jumlah maupun ukurannya. Hal ini sangat penting dalam menilai hasil pengobatan. Sampai saat ini masih

disepakati menggunakan sistem staging menurut Ann Arbor (tabel 6).

PROGNOSA

LNH dapat dibagi ke dalam 2 kelompok prognostik: 1. LNH Indolent (keganasan tingkat rendah)

 Sebagian besar (30-40%) tipe ini adalah noduler atau folikuler yang lebih banyak terjadi

pada usia lanjut. Tipe ini memiliki prognosa yang relatif baik, dimana pasien dapat bertahan hidup selama bertahun-tahun dengan median survival 10 tahun, tetapi biasanya tidak dapat disembuhkan pada stadium lanjut. Diagnostik awal menjadi lebih sulit karena LNH ini tumbuh lambat dan sering asimtomatik. Biasanya, pasien memberikan respon yang baik pada terapi awal, tetapi sangat mungkin kanker tumbuh kembali. Sehingga pasien bisa mendapatkan terapi sebanyak lima sampai enam kali sepanjang hidup mereka, namun biasanya memberikan respon terapi yang semakin rendah.

(10)

 Tipe ini memiliki perjalanan alamiah yang lebih pendek karena cepat tumbuh dan menyebar dalam tubuh dan bila dibiarkan tanpa pengobatan dapat mematikan dalam 6 bulan. Angka harapan hidup rata-rata berkisar 5 tahun dengan kesembuhan sekitar 30-40%. Pasien yang terdiagnosis dini dan langsung diobati dengan kemoterapi kombinasi intensif lebih mungkin meraih remisi sempurna dan jarang mengalami kekambuhan.

Tabel 6. Stadium Ann Arbor

(11)

Tabel 7. International Prognostic Index

Untuk limfoma folikuler terdapat suatu indeks FLIPI (Follicular Lymphoma

International Prognostic Index), dimana pasien dengan 0-1 faktor resiko memiliki 85% harapan hidup 10 tahun, sedangkan 3 atau lebih faktor resiko memiliki 40% harapan hidup 10 tahun (tabel 8).

Tabel 8. Follicular Lymphoma International Prognostic Index

(12)

Terapi NHL tergantung pada histologi, stadium, dan immunophenotype. Terdiri dari terapi spesifik untuk membasmi sel linfoma dan terapi suportif untuk meningkatkan keadaan umum penderita atau untuk menanggulangi efek samping kemoterapi atau radioterapi. Terapi spesifik untuk LNH dapat diberikan dalam bentuk (tabel 9):

1. Radioterapi

a. Untuk penyakit yang terlokalisir

b. Untuk ajuvan pada bulky disease

c. Untuk tujuan paliatif pada stadium lanjut

2. Kemoterapi

a. Kemoterapi tunggal

Siklofosfamid atau klorambusil untuk LNH tingkat keganasan rendah.

b. Kemoterapi kombinasi dibagi menjadi 3 yaitu:

I. Kemoterapi kombinasi generasi I terdiri atas CHOP, CHOP-Bleo/Bacop dan

COMLA

II. Kemoterapi kombinasi generasi II terdiri atas COP-Blam, Pro-MACE-MOPP dan

M-BACOD

III. Kemoterapi kombinasi generasi III terdiri atas COPBLAM III,

ProMACE-CytaBOM dan MACOP-B.

Dari perkembangan terapi sampai saat ini ternyata kemoterapi kombinasi CHOP terbukti paling efektif dibandingkan kemoterapi kombinasi yang lain. Penambahan jenis kemoterapi ataupun lama pemberian tidak menambah angka kesembuhan, malahan dapat menambah efek samping. Oleh karena itu, kemoterapi generasi kedua dan ketiga jarang digunakan.

3. Transplantasi sumsum tulang dan transplantasi sel induk merupakan terapi baru dengan memberikan harapan kesembuhan jangka panjang.

4. IFN-α, meskipun penggunaannya sampai sekarang belum jelas

(13)
(14)
(15)

Pada setiap rejimen terapi, siklus harus diulangi sampai terjadi remisi komplit untuk ditambah siklusnya lagi. Jika samapi siklus ke-4 tidak terjadi remisi komplit, sebaiknya diganti regimen lain. Kriteria respon pengobatan dan algoritmenya dapat dilihat pada tabel 10 dan gambar 1.

Tabel 10. International Workshop Criteria (IWC) untuk menilai respon pengobatan LNH Complete remission ( CR)

No clinical evidence of disease or disease-related symptoms.

 Typically FDG‐avid lymphomas: a post‐treatment residual mass of any size is permitted as long as it  is PET negative.  

 Variably FDG‐avid lymphoma/FDG avidity unknown: all lymph nodes normal size by CT.  Spleen and liver non-palpable and without nodules.

I f pretreatment bone marrow biopsy was positive, repeat bone marrow biopsy must be negative; if morphologically indeterminate, immunohistochemistry should be negative.

Partial remission ( PR)

Regression of measurable disease with at least 50 percent decrease in nodal size as determined by SPD.

For a typically FDG-avid lymphoma, the post-treatment PET should be positive in at least one previously involved site.

No increase in the size of other nodes, liver, or spleen.

Regression of splenic or hepatic nodules by at least 50 percent as determined by the SPD. No new sites of disease.

Stable disease ( SD) Failure to attain CR/ PR or PD.

For typically FDG-avid lymphomas, the post-treatment PET should be positive at prior sites of disease and no new sites should be present on PET or CT.

Relapse after CR or Progressive disease ( PD)

Appearance of any new lesion more than 1.5 cm in long axis. I f long axis is 1.1 to 1.5 cm, it should only be considered abnormal if its short axis is more than 1.0 cm.

50 percent increase in the longest diameter of a previously identified node more than 1 cm in short axis or in the SPD of more than one node.

Lesions > 1.5 cm should be PET positive in typical FDG-avid lymphoma or if PET positive before therapy.

I ncreasing FDG uptake in a previously unaffected site should only be considered relapse or PD after confirmation with other modalities.

(16)

Gambar 1. Algoritme kemoterapi pada LNH 

Strategi pengobatan LNH: I. LNH Indolen

 Stadium I dan II: radioterapi merupakan pilihan

 Stadium III-IV:

a. tumbuh lambat: Siklofosfamid atau klorambusil oral b. penyebaran luas: kombinasi kemoterapi

II. LNH agresif

(17)

DAFTAR PUSTAKA

1. Reksodiputro H, Cosphiadi I. Limfoma Non-Hodgkin. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Ed 4. Jakarta, Balai Penerbit FKUI; 2006:727-33.

2. Laurie H. Optimal Use of Prognostic Factors in Non-Hodgkin Lymphoma. 

http://asheducationbook.hematologylibrary.org/cgi/content/full/2006/1/295

3. Howard M, Hamilton P. Non-Hodgkin Lymphoma. Haematology. 4th ed. Philadelphia, Elsevier; 2008:60-1

4. Mehta A, V. Hoffbrand. Non-Hodgkin Lymphoma. Haematology at a Glance. 2nd ed. UK. Blackwell Publishing; 2006:62-5

5. Supandiman I. Limfoma Maligna. Pedoman Diagnosis dan Terapi Hematologi Onkologi Medik. Bandung, Q-Communication; 2003:132-56

6. Hoffbrand, A.V. Non-Hodgkin Lymphoma. Essential Haematology. 5th ed. UK. Blackwell Publishing; 2006:203-15

7. Darmawan I. Limfoma Non-Hodgkin. Kapita Selekta Haematologi. Ed 2. Jakarta, EGC; 1996:168-79

8. Hilman, Robert S. Non-Hodgkin Lymphoma. Hematology in clinical practice: a guide to diagnosis and management. 4th ed. USA, The McGraw-Hill Co; 2005:263-82

9. Cassidy J. Non-Hodgkin Lymphoma. Oxford Handbook of Oncology. New Delhi, Oxford University Press; 2003:502-6

10. Provan D. Non-Hodgkin Lymphoma. Oxford Handbook of Clinical Haematology. 2nd ed. New York, Oxford University Press; 2004:194-206

11. I Made Bakta. Limfoma Non-Hodgkin. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta, EGC; 2006:202-19

12. Hoffbrand, A.V. Non-Hodgkin Lymphoma. Postgraduate Haematology. 5th ed. UK. Blackwell Publishing; 2005:735-57

13. Lichtman, Marshall. Non-Hodgkin Lymphoma. Williams Hematology. 7th ed. USA, The McGraw-Hill Co; 2006:1407-40

14. Cashen A. Non-Hodgkin Lymphoma. Hematologyb and Oncology Subspecialty Consult. 2nd ed. China, Lippincott William & Wilkins; 2008:330-5

15. Malignancies of lymphoid cells. Harrison`s Principles of Internal Medicine. 16th ed. USA, The McGraw-Hill Co; 2005:650-5

16. Adult Non-Hodgkin Lymphoma.

http://unclineberger.org/patient/programs/pdf/leukemia/nonhdgknlmphmptinfo.pdf 17. Vinjamaran S. Non-Hodgkin Lymphoma.

Gambar

Tabel 2. Klasifikasi LNH berdasarkan REAL/WHO
Tabel 6. Stadium Ann Arbor
Tabel 8. Follicular Lymphoma International Prognostic Index
Tabel 9. Protokol kemoterapi LNH
+2

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun bervariasi semua bentuk limfoma mempunyai potensi untuk menyebar dari asalnya sebagai penyebaran dari satu kelenjar kekelenjar lain yang akhirnya menyebar

Limfoma sel NK/T ekstranodal tipe nasal (NKTCL; extranodal NK/T-cell lymphoma, nasal type ) dapat dikategorikan menjadi beberapa subtipe berdasarkan ekspresi CD56

Berdasarkan hasil penelitian, jelas bahwa perlu dilaksanakan upaya upaya prevensi khususnya bagi setiap pasien dengan non hodgkin limfoma terhadap kejadian anemia yang

Korelasi antara Imunoekspresi LMP-1 Virus Epstein-Barr dengan Respon Kemoterapi CHOP pada Limfoma Maligna Non-Hodgkin Tipe Diffuse Large B Cell.. Inas Susanti,

Obat kemoterapi yang digunakan dalam mengobati kanker dapat meningkatkan risiko berkembangnya Limfoma Non Hodgkin beberapa tahun setelah penggunaan, namun belum jelas

Pada hasil studi kasus ini menunjukkan bahwa pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien limfoma non hodgkin dalam pemenuhan kebutuhan rasa aman dan keselamatan : nyeri dengan dilakukan

Hasil studi kasus menunjukkan bahwa pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien limfoma non-hodgkin NHL dengan masalah keperawatan defisit nutrisi yang dilakukan tindakan keperawatan

WAHANA INOVASI VOLUME 12 No.1 JAN-JUNI 2023 ISSN : 2089-8592 KASUS LANGKA CHYLOTHORAX BILATERAL BERULANG PADA LIMFOMA NON-HODGKIN Amiruddin1, Herison Efrata Sinulingga2