PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS : STUDI FENOMENOLOGI
SKRIPSI
Juliana S.R. Marpaung
071101117
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Pengalaman Remaja Dalam Menerima Pendidikan Seks:
Sudi Fenomenologi.
Peneliti : Juliana S.R. Marpaung
Jurusan : Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan
Tahun akademik : 2011/2012
Skripsi ini telah diperiksa dan dapat disetujui sebagai bagian dari persyaratan Sarjana
Keperawatan (S. Kep)
Dosen Pembimbing
Setiawan. S.Kp, MNS, PhD
NIP: 19710720 199903 1001
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
pertolongaNya selalu menyertai penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi penelitian ini dengan judul “Pengalaman Remaja Dalam Menerima
Pendidikan Seks : Studi Fenomenologi”.
Penyusunan skripsi penelitian ini telah banyak mendapat bantuan,
bimbingan, dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara dan Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas
Keperawatan Universitas Utara.
2. Bapak Setiawan, S.Kp, MNS, PhD selaku dosen pembimbing proposal
penelitian penulis yang penuh keikhlasan dan kesabaran telah memberikan
arahan, bimbingan, dan ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi
penelitian ini.
3. Ibu Farida Linda Sari Siregar, S.Kp, M.kep selaku dosen panasehat akademik
penulis.
4. Bapak Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp, MNS, selaku dosen penguji I.
5. Ibu Cholina Trisa Siregar, S.kep,Ns, Sp.KMB selaku dosen penguji II yang
dengan teliti memberikan masukan yang berharga dalam perbaikan skripsi ini.
6. Teristimewa kepada keluargaku tercinta orangtua saya, Bapak Ali Marpaung
dan Ibu Syamsiah Hutagaol yang telah memberikan kasih sayang dan bantuan
moril kepada penulis dan kepada Roky Nazara atas motivasinya penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan baik dan kepada seluruh keluarga yang
telahmemberikan cinta, doa, dorongan serta menghibur dan memotivasi
penulis.
7. Kepada saudara-saudara tercinta, kak dr. Sinta Marpaung, kak Nila STP, bang
Agus, bang Sahat, Adik Tika dan Rian yang membuat penulis lebih
bersemangat dalam menjalani hari-hari.
8. Rekan-rekan mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara,
khususnya stambuk 2007 yang telah memberikan semangat dan masukan dalam
penyusunan skripsi ini.
9. Kepada seluruh pihak, yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah
mendukung penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu semua masukan maupun kritikan yang bersifat membangun sangat diharapkan
penulis dari pembaca sekalian. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat
berguna bagi para pembaca sekalian.
Medan, Juli 2012
Penulis
DAFTAR ISI
4.2 Pendidikan Keperawatan ... 4
4.3 Penelitian Keperawatan ... 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Remaja ... 5
1.1 Defenisi Remaja ... 5
1.2 Ciri-ciri Remaja ... 6
1.3 Klasifikasi Remaja ... 7
1.4 Tugas dan Perkembangan Seks Remaja ... 8
1.5 Perilaku Seksual Remaja ... 9
4. Pertimbangan Etik ... 16
5. Instrument Penelitian ... 17
6. Pengumpulan Data ... 17
7. Analisa Data... 18
8. Tingkat Keabsahan Data ... 19
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian ... 21
BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 1. Kesimpulan ... 30
2. Rekomendasi ... 31
DAFTAR PUSTAKA ... 33
Lampiran-lampiran
1. Transkip Wawancara
2. Lembar Persetujuan Partisipan
3. Kuesioner Data Demografi
4. Panduan Wawancara
5. Surat Izin Pengambilan Data Penelitian
6. Surat Izin Penelitian
7. Lembar Bukti Kegiatan Bimbingan Skripsi
Judul : Pengalaman Remaja Dalam Menerima Pendidikan Seks: Studi Fenomenologi
Nama : Juliana S. R. Marpaung
Program : Program Studi Ilmu Keperawatan Tahun Akademik : 2011/2012
Abstrak
Pendidikan seks perlu diberikan pada remaja agar mereka mengerti akan dirinya dan seksualitasnya. Banyak hal yang menyebabkan anak-anak di masa remaja melakukan penyimpangan seksualitas atau seks bebas sebagai cara pelarian dari berbagai persoalan serta kurangnya kemampuan anak untuk mengendalikan diri dari emosinya. Penelitian ini dilakukan di wilayah jalan Tangkul Kelurahan Sidorejo Hilir Kecamatan Medan Tembung pada bulan November 2011 sampai dengan Desember 2011. Penelitian ini menggunakan desain fenomenologi yang bertujuan untuk menggali lebih dalam pengalaman remaja dalam menerima pendidikan seks. Jumlah partisipan sebanyak lima orang yang dipilih secara
purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner
data demografi dan wawancara mendalam dengan menggunakan panduan wawancara. Hasil penelitian dikelompokkan menjadi empat bagian kategori yaitu, makna pendidikan seks bagi remaja, sumber pendidikan seks, manfaat pendidikan seks, dan hambatan dalam menerima pendidikan seks.
Kata kunci : remaja, pendidikan seks
Title : The Experience of Adolescent
Phenomenology Study
Sex Education In Receiving:
Name : Juliana S. R. Marpaung Programme : Nursing S1
Academic Year : 2011/2012
Abstract
Sex education should be given to adolescents so that they understand herself and her sexuality. Many things that cause children in adolescence to deviate sexuality or sex as a way of escape from the problems and the lack of children's ability to control himself from his emotions. The research was conducted in the area of road Tangkul Lower Village Sidorejo Tembung Medan District in November 2011 to December 2011. This study use a phenomenological design that aims to dig deeper into the experience of adolescents in receiving sex education. The have many as five people are selected purposively sampling. The data collected using a demographic data questionnaire and in-depth interviews using an interview guide. The results are grouped into four categories, namely, the meaning of sex education for adolescents, the source of sex education, sex education benefits, and barriers to receiving sex education.
Key words : adolescent, sex education
Judul : Pengalaman Remaja Dalam Menerima Pendidikan Seks: Studi Fenomenologi
Nama : Juliana S. R. Marpaung
Program : Program Studi Ilmu Keperawatan Tahun Akademik : 2011/2012
Abstrak
Pendidikan seks perlu diberikan pada remaja agar mereka mengerti akan dirinya dan seksualitasnya. Banyak hal yang menyebabkan anak-anak di masa remaja melakukan penyimpangan seksualitas atau seks bebas sebagai cara pelarian dari berbagai persoalan serta kurangnya kemampuan anak untuk mengendalikan diri dari emosinya. Penelitian ini dilakukan di wilayah jalan Tangkul Kelurahan Sidorejo Hilir Kecamatan Medan Tembung pada bulan November 2011 sampai dengan Desember 2011. Penelitian ini menggunakan desain fenomenologi yang bertujuan untuk menggali lebih dalam pengalaman remaja dalam menerima pendidikan seks. Jumlah partisipan sebanyak lima orang yang dipilih secara
purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner
data demografi dan wawancara mendalam dengan menggunakan panduan wawancara. Hasil penelitian dikelompokkan menjadi empat bagian kategori yaitu, makna pendidikan seks bagi remaja, sumber pendidikan seks, manfaat pendidikan seks, dan hambatan dalam menerima pendidikan seks.
Kata kunci : remaja, pendidikan seks
Title : The Experience of Adolescent
Phenomenology Study
Sex Education In Receiving:
Name : Juliana S. R. Marpaung Programme : Nursing S1
Academic Year : 2011/2012
Abstract
Sex education should be given to adolescents so that they understand herself and her sexuality. Many things that cause children in adolescence to deviate sexuality or sex as a way of escape from the problems and the lack of children's ability to control himself from his emotions. The research was conducted in the area of road Tangkul Lower Village Sidorejo Tembung Medan District in November 2011 to December 2011. This study use a phenomenological design that aims to dig deeper into the experience of adolescents in receiving sex education. The have many as five people are selected purposively sampling. The data collected using a demographic data questionnaire and in-depth interviews using an interview guide. The results are grouped into four categories, namely, the meaning of sex education for adolescents, the source of sex education, sex education benefits, and barriers to receiving sex education.
Key words : adolescent, sex education
BAB 1 PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
Masa remaja adalah tahap antara masa kanak- kanak menuju masa dewasa.
Istilah ini memperlihatkan awal dari masa pubertas menuju masa kematangan
seksual. Hal ini terjadi biasanya pada usia 14 tahun pada pria dan 12 tahun pada
wanita. Transisi ke masa dewasa bervariasi dari suatu budaya kebudayaan lain,
namun secara umum didefinisikan sebagai waktu dimana individu mulai bertindak
terlepas dari orangtua mereka (Kozier, 1995).
Masa ini merupakan masa ujian, masa penuh tantangan, sukar dimengerti
dan masa yang penuh dengan gelora (Agus, 1998). Biasanya masa remaja terjadi
sekitar dua tahun setelah masa pubertas, menggambarkan dampak perubahan fisik,
dan pengalaman emosional mendalam. Perempuan dan laki-laki menjadi matang,
tanggung jawab mereka meningkat, dan harapan tentang dirinya berkembang lebih
besar, baik itu di ukur dari dirinya sendiri maupun dari diri orang lain. Pada saat
yang sama perubahan sosial memainkan peran utama dalam masa remaja,
sebagaimana aktivitas laki-laki dan perempuan menjadi lebih bervariasi dan
individual (Nugraha, 1998).
Diantara perubahan-perubahan pada remaja, yang dapat mempengaruhi
hubungan orangtua dan remaja adalah pubertas, penalaran logis yang berkembang,
pemikiran yang idealis dan meningkat, harapan yang tidak tercapai, perubahan
konflik antara orangtua dan remaja, terutama antara ibu dan anak laki-laki, adalah
yang membuat paling tertekan, selama masa puncak pubertas (Soetjiningsih, 2004).
Banyak remaja putra dan putri saling mempengaruhi secara sosial melalui
teman sebaya yang dimilikinya baik dalam kelompok formal maupun informal,
namun melalui kontak serius antara dua orang yang berlainan jenis kelamin muncul
(Christina, 2007).
Peningkatan masalah-masalah remaja seperti kehamilan remaja,
pemerkosaan yang terjadi pada saat berkencan, dan penyakit seksual yang menular
membuat hubungan romantik pada masa awal kehidupan ini menjadi dimensi yang
penting dalam perkembangan individu (Adrienzens, 2008).
Remaja seringkali merasa tidak nyaman atau tabu untuk membicarakan
masalah seksualitas dan kesehatan reproduksinya. Akan tetapi karena faktor
keingintahuannya, mereka akan berusaha untuk mendapatkan informasi ini.
Seringkali remaja merasa bahwa orang tuanya menolak membicarakan masalah
seks sehingga mereka kemudian mencari alternatif sumber informasi lain seperti
teman atau media massa (Hurlock, 1972 dikutip dari Iskandar, 1997).
Kebanyakan orangtua tidak termotivasi untuk memberikan informasi
mengenai seks dan kesehatan reproduksi kepada remaja sebab mereka takut hal itu
justru akan meningkatkan terjadinya hubungan seks pra-nikah. Padahal, anak yang
mendapatkan pendidikan seks secara dini dari orang tua atau sekolah cenderung
berperilaku yang baik dari pada anak yang mendapatkannya dari orang lain
(Hurlock, 1972 dikutip dari Iskandar, 1997).
Sumber pendidikan seks yang digunakan oleh remaja adalah media massa
televisi dan internet serta teman sebaya atau peer group. Remaja banyak
mendapatkan informasi dan pengetahuan seks dari media massa dan teman sebaya
karena sumber pendidikan tersebut dapat memberikan informasi dan pengetahuan
secara terbuka dan transparan pada mereka (Christina, 2007).
Keengganan para orangtua untuk memberikan informasi kesehatan
reproduksi dan seksualitas juga disebabkan oleh rasa rendah diri karena rendahnya
pengetahuan mereka mengenai kesehatan reproduksi (pendidikan seks). Hasil
pre-test materi dasar Reproduksi Sehat Anak dan Remaja (RSAR) di Jakarta Timur
(perkotaan) dan Lembang (pedesaan) menunjukkan bahwa apabila orang tua
merasa memiliki pengetahuan yang cukup mendalam tentang kesehatan reproduksi,
mereka lebih yakin dan tidak merasa canggung untuk membicarakan topik yang
berhubungan dengan masalah seks (Nugraha, 2000). Hambatan utama adalah justru
bagaimana mengatasi pandangan bahwa segala sesuatu yang berbau seks adalah
tabu untuk dibicarakan oleh orang yang belum menikah (Nugraha, 2000).
Fenomena yang sering terjadi di kalangan masyarakat adalah adanya
penyimpangan-penyimpangan seksual di kalangan remaja, misalnya hamil diluar
nikah dan pemerkosaan, dimana remaja masih mencari jati diri mereka. Oleh
karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengalaman remaja
dalam menerima pendidikan seks.
2. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali lebih dalam pengalaman remaja
3. Pertanyaan Penelitian
Adapun pertanyaan penelitian ini adalah bagaimanakah pengalaman remaja
dalam menerima pendidikan seks?
4. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian, diharapkan dapat bermanfaat bagi :
4.1Pendidikan Remaja
Sebagai dasar informasi dalam memberikan pendidikan seks terhadap
remaja.
4.2 Pendidikan Keperawatan
Memberikan pengetahuan dan wawasan tentang pentingnya penyuluhan
pendidikan seks dini bagi remaja.
4.3Penelitian Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan data untuk
penelitian selanjutnya yang berhubungan tentang pengalaman remaja dalam
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Remaja
1.2Definisi Remaja
Masa remaja dianggap sebagai masa topan, badai dan stress (strom and
stress) karena mereka telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan nasib diri
sendiri (Dalyono, 2009). Masa remaja menurut Gunarsa (1991) antara lain: (a)
puberteit, puberty dan (b) adolescentia. Istilah puberty ( bahasa Inggris) berasal
dari kata latin, pubertas yang berarti laki-lakian, kedewasaan yang dilandasi oleh
sifat-sifat dan tanda-tanda kelaki-lakian. Pubescence dari kata pubis (pubic hair)
yang berarti rambut (bulu) pada kemaluan (genital), maka pubescence berarti
perubahan yang dibarengi dengan tumbuhnya rambut pada daerah kemaluan. Jadi,
remaja adalah masa transisi atau peralihan dari masa anak-anak menuju kemasa
dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis dan psikososial
(gunarsa, 1991).
Menurut (Darajat, 1994) remaja adalah usia transisi dimana seorang
individu telah meninggalkan usia kanak-kanak yang lemah dan penuh
ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia kuat dan penuh tanggung jawab
baik terhadap dirinya maupun terhadap masyarakat, adapun masa usia remaja
dimulai pada usia 13 sampai 21 tahun. Sedangkan menurut Dariyo (2004) remaja
adalah masa perahlihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang ditandai
dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis dan psikososial. Secara kronologis
1.2Ciri-ciri Remaja
Masa remaja mempunyai ciri tertentu yang membedakan dengan periode
sebelumnya, Ciri-ciri remaja menurut Hurlock (1992), antara lain :
a. Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan- perubahan yang
dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada individu yang
bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya.
b. Masa remaja sebagai periode pelatihan. Disini berarti perkembangan masa
kanak-kanak lagi dan belum dapat dianggap sebagai orang dewasa. Status remaja
tidak jelas, keadaan ini memberi waktu padanya untuk mencoba gaya hidup yang
berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan
dirinya.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan, yaitu perubahan pada emosi perubahan
tubuh, minat dan peran (menjadi dewasa yang mandiri), perubahan pada nilai-nilai
yang dianut, serta keinginan akan kebebasan.
d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri yang dicari remaja berupa usaha
untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat.
e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan demikian
karena sulit diatur, cenderung berperilaku yang kurang baik.
f. Masa remaja adalah masa yang tidak realistik. Remaja cenderung memandang
kehidupan dari kacamata berwarna merah jambu, melihat dirinya sendiridan orang
lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam
g. Masa remaja sebagai masa dewasa. Remaja mengalami kebingungan atau
kesulitan didalam usaha meninggalkan kebiasaan pada usia sebelumnya dan
didalam memberikan kesan bahwa mereka hampir atau sudah dewasa, yaitu dengan
merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam
perilaku seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra.
Disimpulkan adanya perubahan fisik maupun psikis pada diri remaja,
kecenderungan remaja akan mengalami masalah dalam penyesuaian diri dengan
lingkungan. Hal ini diharapkan agar remaja dapat menjalani tugas perkembangan
dengan baik-baik dan penuh tanggung jawab.
1.3Klasifikasi Remaja
Sarwono (2000) mengatakan ada tiga tahap perkembangan remaja yaitu
remaja awal (usia 11-14 tahun) sedangkan pertengahan (usia 15-17 tahun) dan
remaja akhir (usia 18-20 tahun). Menurut Sarwono (2000) ada tiga tahap
perkembangan remaja dalam rangka penyesuaian diri menuju kedewasaan, yaitu
remaja awal, remaja madya, dan remaja akhir.
Remaja Awal (Early Adolescence) yaitu remaja yang berusia berkisar 11-13
tahun, dimana pada masa adalah masa yang paling penting untuk mengetahui
pendidikan seks, karena masa ini remaja cepat tertarik dengan lawan jenis dan
mudah teransang secara erotis. Oleh karena itu, anak remaja penting untuk
mengetahui pendidikan seks sejak dini (Soetjiningsih, 2004)
Remaja Madya (Middle Adolescence) yaitu remaja yang berusia berkisar
14-16 tahun, masa ini adalah masa mengenal diri sendiri, menjauhkan diri dari
keluarga dan lebih senang bergaul dengan teman-temannya. Remaja mungkin tidak
serius dapat menimbulkan kesenjangan dalam komunikasi dan hilangnya rasa
percaya terhadap orang lain. Pada masa ini remaja memerlukan informasi tentang
penularan penyakit menular seksual (Soetjiningsih, 2004)
Remaja Akhir (Late Adolescence) yaitu remaja yang berusia berkisar 17-20
tahun. Masa yang sudah lebih terkontrol oleh karena masa ini merupakan masa
menuju periode dewasa. Pada masa ini remaja mengenal dirinya sendiri, tahu apa
yang menjadi minatnya, mau bersosialisasi dengan orang lain, tidak terlalu egois
terhadap keinginannya sendiri, dan dapat membedakan antara hal yang pribadi
dengan hal yang umum (Soetjiningsih, 2004)
1.4Tugas dan Perkembangan Seks Remaja
Tugas-tugas perkembangan masa remaja merupakan suatu peralihan dari
masaa kanak- kanak menuju dewasa. Adapun ciri-ciri dari masa remaja antara lain
pertumbuhan fisik yang cepat, emosi yang tidak stabil, perkembangan seksual
sangat menonjol, cara berpikir kausalitas ( hukum sebab akibat) dan terikat pada
kelompoknya (Kriswandaru, 2003).
Adapun tugas perkembangan yang harus dilalui para remaja, antara lain
mampu menerima keadaan fisiknya, mencapai kemandirian secara emosi,
memperluas hubungan dengan tingkah laku sosial yang lebih dewasa, mengetahui
serta menerima kelebihan maupun kekurangan yang dimiliki, membentuk nilai
moral sebagai dasar untuk berperilaku (Soetjiningsih, 2004)
1.5Perilaku Seksual Remaja
Ahli mempertanyakan alasan keterlibatan remaja dalam berbagai perilaku
melandasi perilaku remaja adalah berkaitan dengan upaya-upaya untuk pembuktian
perkembangan indentitas diri, belajar menyelami anatomi lawan jenis,
menyenangkan pasangan dan mengatasi rasa kesepian (Soetjiningsih, 2004). Hasil
penelitian tersebut menunjukan bahwa pemahaman remaja mengenai dampak
personal dan interpersonal dari perilaku seksual yang dilakukan tidak menjadi
bahan pertimbangan.
1.6Tempat Remaja Berdiskusi Masalah Seks dan Kesehatan Reproduksi
Pada dasarnya pendidikan seks yang terbaik adalah yang diberikan oleh
orangtua sendiri. Diwujudkan melalui cara hidup orangtua dalam keluarga sebagai
suami-istri yang bersatu dalam perkawinan yang diberikan dalam suasana akrab dan
terbuka dari hati ke hati antara orangtua dan anak (Howard, 1990). Kesulitan yang
timbul adalah apabila pengetahuan orangtua kurang memadai (secara teoritis dan
objektif) menyebabkan sikap kurang terbuka dan cenderung tidak memberikan
pemahaman tentang masalah-masalah seks anak. Akibatnya anak mendapatkan
informasi seks yang tidak sehat. Tentang hal ini Davis (1957) menyimpulkan hasil
penelitiannya bahwa informasi seks yang tidak sehat pada usia remaja
mengakibatkan remaja terlihat dalam kasus-kasus berupa konflik-konfilk dan
gangguan mental, ide-ide yang salah dan ketakutan-ketakutan yang berhubungan
dengan seks.
Pendidikan seks di sekolah merupakan komplemen dari pendidikan seks di
rumah (Kilander, 1997). Peran sekolah dalam memberikan pendidikan seks harus
dipahami sebagai pelengkap pengetahuan sari rumah dan institusi lainnya yang
berupaya keras untuk mendidik remaja tentang seksualitas dan tidak berarti bahwa
2. Pendidikan Seks 2.1 Definisi
Adanya anggapan keliru mengenai pendidikan seks, menurut Dr. Boyke
(1999) dalam http//www.Pikiran-Rakyat.com konsultan masalah seks, pendidikan
seks sering disalah artikan sebagai proses mempelajari berbagai macam gaya dalam
berhubungan seks. “ padahal.” Ungkapnya, “ pengertian semacam ini keliru sama
sekali.” Ia pun mengatakan keprihatinan sehubungan dengan rendahnya tingkat
pemahaman masyarakat Indonesia tentang pendidikan seks.
Tito (1999) dari pusat Studi Seksualitas- PKBI DIY, yang mengutip sebuah
penelitian bahwa 94% remaja mengatakan butuh nasihat mengenai seks dan
kesehatan reproduksi. Namun, kenyataannya, sebagian besar remaja tidak dapat
mengakses informasi yang tepat. Mereka kesulitan mendapatkan infprmasi dari
jalur formal seperti sekolah dan petugas kesehatan, bahkan orangtua sendiri.
Nugraha (2002), mengatakan bahwa masih banyak orangtua yang merasa
rikuh dan tidak mengerti kapan dan bagaimana harus memulai membicarakan pada
anak” bahkan membicarakan seks pada anak remaja merupakan sesuatu yang kotor
dan tidak pantas,” ujarnya.
Padahal sebenarnya membicarakan seksualitas bisa dilakukan bertahap
sesuai usia anak dan yang perlu di ingat bahwa masa remaja berawal pada usia yang
berbeda-beda pada setiap individu. Ada yang sudah mengalami perubahan fisik
dan dorongan seksual sejak usia delapan tahun, sementara yang lain terjadi sekitar
usia 13-18 tahun (Soetjiningsih, 2004).
Sebenarnya seksualitas adalah integrasi dan perasaan, kebutuhan dan hasrat
seseorang untuk menjadi pria atau wanita. Sedangkan seks biasanya hanya
didefinisikan sebagai jenis kelamin (pria atau wanita), atas kegiatan atau aktivitas
dari hubungan fisik seks itu sendiri ( Ratna, 2001).
2.2 Tujuan Pendidikan Seks
Tujuan pendidikan seksual adalah untuk membentuk sikap emosional yang
sehat terhadap masalah seksualitas dalam membimbing anak remaja kearah hidup
dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya. Juga
dapat membantu anak menjadi dewasa mandiri dalam kehidupan bermasyarakat,
untuk dapat mampu belajar tersier (Husodo, 1987)
Pendidikan seks itu perlu, tetapi tidak semata-mata berupa informasi
mengenai pertumbuhan seksualitas dalam hal-hal terkait lainnya. Seperti
pentingnya bagaimana seks di lihat dalam kerangka pemahaman yang sejalan
dengan nilai-nilai masyarakat umum. Misalnya di kaitkan dengn norma- norma
agama, aspek-aspek anatomis dan biologis juga menerangkan tentang aspek-aspek
psikologis dan moral. Tujuan idealnya adalah agar remaja dapat membangun sikap
seksual yang sehat (Kartono, 1991).
Pendidikan seksual yang baik mempunyai tujuan membina keluarga
menjadi orangtua yang bertanggung jawab. Bebedrapa ahli mengatakan pendidikan
seksual yang baik harus dilengkapi dengan pendidikan etika, pendidikan tentang
hubungan antar sesame manusia baik dalam hubungan keluarga maupun di dalam
masyarakat. Juga dikatakan bahwa tujuan dari pendidikan seksual adalah bukan
untuk menimbulkan rasa ingin tahu dan ingin mencoba hubungan seksual antara
remaja, tetapi ingin menyiapkan agar remaja mengetahui tentang seksualitas dan
istiadat serta kesiapan mental dan material seseorang. Selain itu pendidikan seksual
juga bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan mendidik anak remaja agar
berperilaku yang baik dalam hal seksual, sesuai dengan norma agama, sosial dan
kesusilaan (Kartono, 1991).
2.3 Isi Pendidikan Seks
Setelah memahami perubahan fisik, emosi dan tingkah laku, orangtua perlu
dibekali dengan pengetahuan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pertumbuhan
seksualitas. Hal ini sangat penting karena orangtua biasanya tidak siap
membicarakan masalah sekitar seksual dengn remaja mereka padahal hal tersebut
penting sekali (Resminawati, 2006). Ada dua jenis pengarahan yang di perlukan
anak remaja, yaitu:
Pertama, anak harus tahu hal-hal yang boleh atau tidak boleh dari perilakunya.
Misalnya, tidak boleh membuka baju di depan orang lain, bagian tubuh mana dari
orang lain yang masih pantas untuk disentuh dan tidak boleh disentuh, atu
bagaimana cara menjaga kebersihan tubuh.
Kedua, anak remaja harus diajarkan dasar-dasar ketrampilan sosial. Tanpa dasar ini,
anak akan sulit memasuki tahapan yang lebih rumit dari hubungan antar manusia
seperti persahabatan,cinta,perkawinan, sampai pada hubungan seks.
Puspita (1998), mengatakan penting juga mengintegrasikan aspek fisik,
emosi dan sosial pada dasar mengajarkan hal di atas. Remaja harus mengerti sikap,
nilai dan keterampilan dasr tertentu untuk dapat merespon pada situasi yang
berbeda-beda.
Pembelajaran mengenai payudara sendiri, seorang anak perempuan harus
payudara adalah bagian tubuh yang pribadi aspek sosial, ketidaknyamanan
membicarakan bagian-bagian tubuh pribadi, maka penting menemukan seseorang
yang bersedia menjawab pertanyaan dan masalah aspek sosial, adanya cara
menolak upaya-upaya yang tidak di ingginkan bila seseorang berusaha menyentuh
payudaranya keterampilan, jika ada orang lain berusaha menyentuh payudaranya, ia
mungkin akan merasa tidak nyaman aspek emosional (Soetjiningsih, 2004).
Pendidikan seks adalah bagian dari proses pendidikan yang mempunyai
tujuan untuk memperkuat dasar-dasar pengetahuan dan pngembangan kepribadian.
Dengan kata lain pendidikan seks adalah bagian integral dari usaha-usaha
pendidikan pada umumnya. Melalui pendidikan seks di usahakan timbulnya sikap
emosional yang sehat dan bertanggung jawab terhadap seks (Dalyono, 2009).
Pendidikan seks akan menghilangkan pendapat-pendapat yang salah seperti
kelemahan tubuh karena masturbasi atau karena adanya janin did lam perut dan
lain-lain. Dengan menerima pendidikan seks sejak dini diharapkan akan
mengurangi keingintahuan berlebih dan dengan berkurangnya keingitahuan ini
maka keinginan untuk berpetualang dalam kegiatan seks diharapkan berkurang
(Sarwono, 2000).
3. Studi Fenomenologi
Fenomenologi merupakan salah satu penelitian kualitatif.
Fenomenologi merupakan displin ilmu yang berakar dari fisiologi dan psikologi
yang berkaitan dengan pengalaman hidup manusia (Polit & Hungler, 1999).
Fenomenologi merupakah salah satu cabang filosofi yang menekankan pada
Fenomenologi berkaitan bahwa pengalaman hidup memberikan arti
dengan persepsi masing-masing manusia dari suatu fenomena tertentu. Peneliti
berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang
berada dalam situasi-situasi tertentu (Moleong, 2005). Tujuan dari penelitian
fenomenologi adalah untuk menjelaskan secara penuh pengalaman hidup dan
persepsi yang menimbulkannya.
Pada penelitian kualitatif, yang menjadi instrument adalah peneliti sendiri.
Makna dari kalimat tersebut antara lain memiliki daya responsive yang tinngi, yaitu
mampu merespon sambil memberikan interprestasi terus-menerus pada gejala yang
di hadapi; memiliki kemampun untuk memandang objek penelitiannya secara
holistik, mengaitkan gejala dengan konteks saat itu, mengaitkan dengan masa lalu,
dan dengan kondisi lain yang relevan; memiliki kemampuan untuk melakukan
klasifikasi agar dengan cepat melakukan interprestasi dan selanjutnya peneliti juga
diharapkan memiliki kemampuan untuk menarik kesimpulan yang mengarah pada
perolehan hasil; memiliki kemampuan untuk mengekspor dan merumuskan
informasi sehingga menjadi bahan masukkan bagi pengayaan konsep ilmu
(Moleong, 2005).
Pada Penelitian kualitatif, tingkat keabsahan data sangat penting.
Pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi empat teknik
(Moleong, 2005).
Pertama, kredibilitas adalah proses dan hasil penelitian dapat diterima atau
dipercaya. Observasi yang detail (persistent observation) maksudnya pengamatan
yang terus-menerus; triangulasi (triangulation) maksudnya pemeriksaan keabsahan
mengumpulkan contoh dan kasus yang tidak sesuai dengan pola dan kecenderunan
informasi yang telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan pembanding.
Pertama, member check yaitu dengan menguji kemungkinan dugaan –
dugaan yang berbeda dan mengembangkan pengujian-pengujian untuk mengecek
analisis, dengan mengaplikasikan pada data,serta dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan pendidikan seks (Moleong, 2005).
Kedua, transferabilitas yaitu apakah hasil penelitian ini dapat diterapkan
pada situasi yang lain (Moleong, 2005).
Ketiga, dependability, yaitu apakah hasil penelitian mengacu pada
kekonsistenan peneliti dalam mengumpulkan data, membentuk, dan menggunakan
konsep-konsep ketika membuat interpretasi untuk menarik kesimpulan (Moleong,
2005).
Keempat, konfirmabilitas yaitu apakah hasil penelitian dapat dibutikkan
kebenarannya dimana hasil penelitian sesuai dengan data yang dikumpulkan dan
dicantumkan dalam laporan lapangan. Hal ini dilakukan dengan membicarakan
hasil penelitian dengan orang yang tidak ikut dan tidak berkepentingan dalam
BAB 3
METODE PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain fenomenologi yang bertujuan untuk
menggali pengalaman remaja dalam menerima pendidikan seks. Desain penelitian
ini bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian (Moleong, 2005).
2. Partisipan
Pada penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive
sampling (Nursalam, 2003). Pengambilan sampel yang menjadi partisipan pada
penelitian ini dilakukan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Partisipan
adalah remaja yang berjumlah 5 orang dan telah memiliki pengalaman dalam
menerima pendidikan seks di wilayah jalan Tangkul I Kelurahan Siderejo Hilir
dengan rentang usia 11-18 tahun.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai dengan
Desember 2011 di kawasan Jalan Tangkul, Keluarahan Sidorejo Hilir, Kecamatan
Medan Tembung. Dipilihnya lokasi ini karena di lokasi ini banyak anak yang
berusia remaja yang telah menerima pendidikan seks.
4. Pertimbangan Etik
Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu mengajukan surat
permohonan dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara untuk
surat penelitian kepada lurah untuk mendapatkan izin dalam melakukan penelitian
dengan pertimbangan etik yaitu, peneliti menjelaskan makna dan tujuan dari
pelaksanaan penelitian. Peneliti tidak akan memaksa jika partisipan menolak untuk
diwawancarai dan menghormati hak-haknya sebagai partisipan dalam penelitian ini.
Untuk menjaga kerahasiaan indentitas partisipan maka pada lembar kuesioner
hanya diberi kode yang hanya diketahui oleh peneliti saja sehingga kerahasiaan
informasi yang diberikan tetap terjaga.
5. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah instrumen dalam proses
pengumpulan data. Peneliti merupakan perencana, pelaksana pengumpul data,
penganalisis, dan pelapor hasil penelitian. Instrumen penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini ada dua jenis, pertama merupakan kuesioner data demografi
yang berisi pernyataan mengenai usia, jenis kelamin, agama, pendidikan terakhir
dan sumber pendidikan seks. Instrumen kedua merupakan panduan wawancara
yang meliputi pengalaman remaja menerima pendidikan seks, saat remaja mendapat
pendidikan seks, motivasi remaja untuk mengenal dan mengetahui pendidikan seks
dan manfaat pendidikan seks bagi partisipan.
6. Pengumpulan Data
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam mengumpulkan data pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Mengajukan surat permohonan pada Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara dan Kepala Kelurahan. Setelah mendapat izin dari kepala
kelurahan, peneliti melaksanakan pengumpulan data dan melakukan pendekatan
menanyakan kesediaan responden. Responden yang bersedia, diminta
menandatangani surat persetujuan.
b. Pengumpulan data menggunakan kuesioner data demografi dan teknik in depth
interview yaitu wawancara mendalam dengan menggunakan tape recoroder dan
catatan lapangan yang kemudian disusun menjadi transkrip. Wawancara
dilakukan pada satu partisipan sebanyak satu kali dengan durasi waktu 30 menit
dan disesuaikan dengan ketersediaan waktu dari partisipan.
7 Analisa Data
Analisa data dilakukan bersamaan pada saat transkrip data dan diseleksi satu
persatu. Metode yang digunakan adalah metode Collaizi karena cocok dengan
pendekatan interpretative (menafsirkan) pada penelitian kualitatif. Ini adalah salah
satu metode yang umum digunakan untuk studi fenomenologi (Talbot, 1995).
Langkah-langkah analisi data pada studi fenomenologi, yaitu:
a. Peneliti memulai mengorganisasikan data atau gambaran menyeluruh tentang
fenomena pengalaman yang telah dikumpulkan.
b. Membaca data dan mendengarkan data dari alat perekam suara berulang-ulang
secara menyeluruh dan membuat catatan pinggir mengenai data yang dianggap
penting kemudian melakukan pengkodean data.
c. Menemukan dan mengelompokkan makna pernyataan yang dirasakan oleh
partisipan dengan melakukan horizonaliting yaitu setiap pernyataan pada
awalnya diperlukan memiliki nilai yang sama. Selanjutnya, pernyataan yang
tidak relavan dengan topik dan pertanyaan yang bersifat repetitive atau tumpang
tindih dihilangkan, sehingga yang tersisa hanya horizons (arti tekstural dan unsur
d. Pernyataan tersebut kemudian dikumpulkan ke dalam unit makna lalu ditulis
gambaran tentang bagaimana pengalaman remaja dalam menerima pendidikan
seks.
e. Selanjutnya peneliti mengembangkan uraian secara keseluruhan dari fenomena
pengalaman remaja dalam menerima pendidikan seks sehingga menemukan
esensinya. Kemudian mengembangkan tektural description (mengenai fenomena
yang terjadi pada responden) dan structural description (yang menjelaskan
bagaimana fenomena pengalaman remaja dalam menerima pendidikan seks).
f. Peneliti kemudian memberikan penjelesan secara naratif mengenai esensi dari
fenomena pendidikan seks dan mendapatkan makna dari pengalaman responden
mengenai fenomena tersebut.
g. Membuat laporan pengalaman setiap partisipan, setelah itu menggabungkan
gambaran wawancara dan kemudian ditulis.
8. Tingkat Keabsahan Data
Banyak hasil penelitian kualitatif diragukan kebenarannya karena beberapa
hal, yaitu subjektivitas peneliti yang merupakan hal yang dominan dalam penelitian
kualitatif, alat penelitian yang diandalkan adalah wawancara dan observasi yang
mengandung banyak kelemahan ketika dilakukan secara terbuka dan tidak adanya
control, serta sumber data kualitatif yang kurang dipercaya akan mempengaruhi
hasil akurasi penelitian. Beberapa cara yang digunakan untuk menentukan
keabsahan data dari penelitian ini adalah:
1. Credibility adalah proses dan hasil penelitian dapat diterima atau dipercaya.
Penelitian ini dilakukan selama sebulan, dimana yang pertama dilakukan peneliti
menjadi partisipan, yang kedua perkenalan diri kepada partisipan, menjalin
hubungan percaya dengan partisipan serta melakukan wawancara pada partisipan.
2. Dependability adalah proses pembuatan catatan-catatan lengkap yang berisi
keseluruhan aktivitas selama proses penelitian yang meliputi proses pengumpulan
data, turun langsung kelapangan, proses wawancara dan proses analisa data hasil
wawancara.
3. Confirmability adalah proses peneliti mesdiskusikan hasil setiap wawancara
dengan dosen pembimbing sampai memperoleh tema yang objektif dari hasil
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
Penelitian fenomenologi ini bertujuan untuk menggali lebih dalam
pengalaman remaja dalam menerima pendidikan seks. Pengumpulan data dilakukan
dengan wawancara mendalam.
1.1 Karakteristik Partisipan
Kelima partisipan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah
partisipan yang memenuhi kriteria dan bersedia untuk diwawancarai serta mau
menandatangani lembar persetujuan menjadi partisipan sebelum wawancara
dimulai. Para partisipan adalah para remaja yang telah mendapat pendidikan seks.
Jenis kelamin partisipan terdiri dari 3 orang perempuan dan 2 orang laki-laki. Umur
kelima partisipan berkisar antara 11-18 tahun. Satu orang partisipan berusia 11
tahun, dua orang berusia 14 tahun, satu orang berusia 15 tahun dan satu orang
berusia 18 tahun. Kelima partisipan terdiri dari tiga orang partisipan beragama
Kristen Protestan dan dua orang beragama Islam. Pendidikan terakhir partisipan
terdiri dari 1 orang berpendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD), 3 orang
berpendidikan terakhir Sekolah Mengah Pertama (SMP) dan 1 orang berpendidikan
terakhir Sekolah Mengah Pertama (SMA). Ringkasan karekteristik partisipan dapat
Tabel 4.1.
Karakteristik Partisipan
Umur
Range 11-18 tahun
Mean 13 tahun
Jenis Kelamin
Perempuan 3 orang
Laki-laki 2 orang
Agama
Islam 2 orang
Kristen Protestan 3 orang
Pendidikan
SD 1 orang
SMP 3 orang
SMA 1 orang
1.2Pengalaman Remaja Dalam Menerima Pendidikan Seks
Penelitian ini mendapatkan bahwa pengalaman remaja dalam menerima
pendidikan seks, meliputi (1) makna pendidikan seks bagi remaja; (2) sumber
pendidikan seks; (3) manfaat pendidikan seks; dan (4) hambatan bagi remaja dalam
menerima pendidikan seks.
1.2.1 Makna Pendidikan Seks
Makna pendidikan seks menurut para partisipan dalam penelitian adalah
a. Reproduksi
Tiga partisipan mengatakan bahwa pengertian pendidikan seks merupakan
bagian dari reproduksi. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan 1 dan partisipan
2.
“Yaitu melakukan hubungan suami istri; berbicara tentang pacaran, berbicara tentang reproduksi juga.”
(Partisipan 1) “Pendidikan seks itu seperti belajar biologi, reproduksi, seperti itu lah.”
(Partisipan 2) b. Berbicara Tentang Masalah Seksual
Dua partisipan pada penelitian ini mengatakan bahwa pengertian pendidikan
seks berbicara tentang masalah seksual. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan
3 dan partisipan 5
“Hal-hal yang diajari tentang masalah seksual lah.”
(Partisipan 3)
“Pendidikan seks itu mempelajari tentang masalah kesehatan reproduksi.”
(partisipan 5)
1.2.2 Sumber Pendidikan Seks Yang Diperoleh Partisipan
Sumber pendidikan seks yang diperoleh partisipan pada penelitian ini
bersumber dari formal dan informal.
Sumber pendidikan seks yang bersifat formal pada penelitian ini,
diindentifikasi dari pernyataan yang disampaikan partisipan 5.
“Saya menerima pendidikan seks dari sekolah, waktu itu ada sekumpulan orang, mereka bilang mereka tim
penyuluh dari kesehatan, mereka menyampaikan
pendidikan seks kepada calon-calon remaja putri dan yang sudah menjadi remaja.”
(Partisipan 5) b.Informal
Sumber pendidikan seks yang bersifat informal menurut partisipan adalah
teman sebaya, orangtua dan media masa.
1. Teman Sebaya
Dua dari lima partisipan mengatakan mereka mendapat pendidikan seks dari
teman sebaya mereka. Pernyataan ini sesuai dengan pernyataan yang dikatakan oleh
partisipan 2.
“Dari teman, waktu istirahat, kami cerita-cerita di kantin tentang pendidikan seks.
(Partisipan 2) 2. Orangtua
Satu partisipan mengatakan bahwa mereka memperoleh pendidikan seks
dari orangtuanya sendiri
“Saya dapat dari orangtua, tapi sekilas saja diterangkan sama ibu saya. Kata mami saya, pendidikan seks dini itu jauh lebih baik di beritahukan kepada remaja, supaya saya tidak terjerumus ke dalam perikaku seksual yang sekarang ini.”
3. Media Masa
Satu dari partisipan mengukapkan mereka memperoleh pendidikan seks
dengan membacanya dari surat kabar atau majalah.
“Dari majalah, saya baca isinya, sama saja sih sama apa yang saya dapat dari sekolah, perubahan yang wajar dari anak-anak menuju remaja, tentang siklus haid sama perilaku-perilaku remaja sekarang ini, hanya di majalah itu ada contohnya.”
(Partisipan 5) 1.2.3 Manfaat Pendidikan Seks Bagi Remaja
Menurut partisipan manfaat pendidikan seks bagi remaja adalah untuk
menambah pengetahuan dan menghindarkan diri dari perilaku-perilaku yang
menyimpang. Dua partisipan mengatakan bahwa pendidikan seks dapat menambah
pengetahuan partisipan. Hal ini sesuai dengan pernyatan partisipan 2.
“Iya, biar nanti mengetahui apa saja perubahan yang akan terjadi pada diriku kalau nanti aku mengalaminya ataupun cara mengatasi masalah reproduksi dan cara menjaga kebersihan kesehatan reproduksi.”
(Partisipan 2)
Dua partisipan pada penelitian ini menyatakan bahwa setelah memperoleh
pendidikan seks partisipan dapat menghindari resiko-resiko yang terjadi disekitar
mereka. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan partisipan 2 dan partisipan 4.
(Partisipan 2)
“Ya misalnya saja, saya jadi tahu kenakalan-kenakalan remaja saat sekarang ini, adanya free sex, jadi saya bisa menghindarinya.”
(Partisipan 4)
1.2.4 Hambatan Dalam Menerima Pendidikan Seks
Berdasarkan hasil wawancara pada penelitian ini ditemukan bahwa
hambatan dalam menerima pendidikan seks adalah karena hal tersebut tabu
dibicarakan. Dua partisipan dalam penelitian ini mengatakan bahwa pendidikan
seks merupakan hal yang tabu dibicarakan dan hal ini kemudian menghambat
partisipan menerima pendidikan seks. Hal ini sesuai dengan pernyataan 4
“Mungkin bagi orangtua saya, menjelaskan hal seperti itu sekarang ini masih tabu. Dari zaman nenek-kakek, kami tidak pernah menceritakan tentang hal-hal seperti itu, mungkin orangtua saya menganggap, nanti saja kalau sudah waktunya pasti tahu juga, dari pergaulan sehari-harinya.”
(Partisipan 4)
2. Pembahasan
2.1. Makna Pendidikan Seks
Berdasarkan hasil wawancara pada penelitian ini ditemukan bahwa
partisipan mengidentifikasikan pendidikan seks berhubungan dengan reproduksi
dan berbicara tentang perilaku seksual. Pengertian seksualitas adalah integrasi dan
perasaan, kebutuhan dan hasrat yang membentuk kepribadian unik seseorang,
seks biasanya hanya didefinisikan sebagai jenis kelamin (pria atau wanita), atas
kegiatan atau aktivitas dari hubungan fisik seks itu sendiri ( Ratna, 2001).
2.2 Sumber Pendidikan Seks yang Diperoleh Remaja
Pendidikan seks adalah membimbing serta mengasuh seseorang agar
mengerti tentang arti, fungsi dan tujuan seks sehingga ia dapat menyalurkan secara
baik, benar dan legal. Pendidikan seks dapat dibedakan antara instruksi seks dan
pendidikan seks. Intruksi seks ialah menerangkan tentang perubahan seperti
pertumbuhan rambut pada ketiak dan mengenai biologi dari reproduksi yaitu proses
berkembang biak melalui hubungan untuk mempertahankan jenisnya. Termasuk di
dalamnya pembinaan keluarga dan metode kontrasepsi dalam mencegah terjadinya
kehamilan. Pendidikan seks meliputi bidang-bidang etika, moral, fisiologi, ekonomi
dan pengetahuan lainnya yang di butuhkan agar seseorang dapat memahami dirinya
sendiri sebagai individual seksual serta mengadakan hubungan interpersonal yang
baik (Gunarsa, 1993).
Banyak cara remaja memperoleh pendidikan seks baik itu bersifat formal
maupun informal. Formal misalnya saja dari sekolah dan sumber informal seperti
dari teman sebaya remaja yang merasa nyaman jika mereka berbicara tentang seks
atau dari media masa yang sekarang ini bebas diperjualbelikan dan siapa saja dapat
membelinya mulai usia anak-anak, remaja dan dewasa. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Resminawaty dan Triratnawati (2006), yang
mengungkapkan bahwa sumber informasi tentang pendidikan seks dari media
elektronik maupun media cetak seperti internet, majalah, televisi, surat kabar, radio,
Beberapa partisipan memperoleh pendidikan seks dari orangtua akan tetapi
orangtua tidak memberikan penjelasan yang terlalu jauh tentang pendidikan seks
karena bagi orangtua, itu merupakan hal yang tabu untuk diperbincangkan. Persepsi
orang tua terhadap pendidikan seks bagi remaja sangat berpengaruh terhadap
perkembangan seksual anak, dimana orang tua atau lingkungan keluarga
merupakan landasan dasar dalam membentuk kepribadian anak (Gunarsa,1993).
Hal ini terjadi karena pada dasarnya pendidikan seks yang terbaik adalah yang
diberikan oleh orang tua sendiri (Resminawaty dan Triratnawati, 2006). Pendidikan
seks di sekolah merupakan komplemen dari pendidikan seks di rumah (Christina,
2007). Peran sekolah dalam memberikan pendidikan seks harus dipahami sebagai
pelengkap pengetahuan dari rumah dan institusi lain yang berupaya keras untuk
mendidik anak-anak tentang seksualitas (Christina, 2007).
2.3 Manfaat Pendidikan Seks Bagi Remaja
Berdasarkan hasil wawancara pada penelitian ini peneliti menemukan
bahwa partisipan memperoleh manfaat dari pendidikan seks yang diberikan.
Manfaat pendidikan seks bagi partisipan adalah untuk menambah pengetahuan dan
menghindari kecenderungan berperilaku menyimpang.
Pendidikan seks merupakan upaya memberikan pengetahuan tentang
perubahan biologis dan psikososial sebagai akibat dari pertumbuhan dan
perkembangan manusia dengan menanamkan nilai moral, etika dan komitmen
agama (Thera, 2000). Pendidikan seks berusaha menempatkan seks pada perspektif
yang tepat dan mengubah anggapan negatif tentang seks dari pendidikan seks kita
dapat memberitahu remaja bahwa seks itu sesuatu yang alamiah dan wajar terjadi
perilaku seksual berisiko sehingga mereka dapat menghindarinya (Widyastuti,
Rahmawati & Purnamaningrum, 2009).
2.4 Hambatan Dalam Menerima Pendidikan Seks
Hasil wawancara dari penelitian ini menemukan bahwa hambatan partisipan
dalam menerima pendidikan seks adalah beranggapan pendidikan seks itu tabu
untuk dibicarakan dan disampaikan pada remaja.
Tabu menurut kamus bahasa Indonesia tahun adalah sesuatu
yang dilarang yang melanggar peraturan norma adat. Tabu atau
pantangan adalah suatu pelarangan sosial yang kuat terhadap informasi
yang akan disampaikan dan sesuai dengan waktunya dan tempat
BAB 5
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui wawancara kepada
para remaja dalam menerima pendidikan seks sebanyak lima orang, peneliti
mengidentifikasi pengalaman remaja dalam menerima pendidikan seks, meliputi
makna pendidikan seks menurut remaja, sumber remaja memperoleh pendidikan
seks, manfaat pendidikan seks dan hambatan remaja dalam menerima pendidikan
seks.
Pendidikan seks diartikan remaja sebagai reproduksi dan berbicara tentang
masalah kesehatan seks yang terjadi pada remaja. Sumber pendidikan seks yang
diperoleh remaja ada yang bersifat formal dan ada yang bersifat informal. Sumber
yang bersifat formal seperti sekolah dan sumber yang bersifat informal seperti
teman sebaya, orangtua dan media masa. Manfaat pendidikan seks bagi remaja
yaitu menambah pengetahuan remaja dalam mengalami perubahan-perubahan yang
perilaku yang menyimpang yang terjadi pada remaja saat sekarang ini. Hambatan
remaja dalam menerima pendidikan seks dikarenakan pendidikan seks tabu untuk
dibicarakan.
2. Rekomendasi
2.1 Rekomendasi Penelitian
Penelitian kualitatif mengenai pengalaman remaja dalam menerima
penelitian yang lebih spesifik. Peneliti merekomendasikan penelitian selanjutnya
untuk melakukan penelitian mengenai perilaku remaja terhadap pendidikan seks
dalam tingkah laku sehari-hari.
2.2 Pendidikan Keperawatan
Penelitian ini memberikan pengetahuan dan wawasan tentang pendidikan
seks bagi remaja dan dapat dijadikan sumber informasi dan referensi untuk
pendidikan keperawatan khususnya keperawatan komunitas.
2.3 Pendidikan Remaja
Remaja sebaiknya tidak hanya mendapat pendidikan seks dari orangtua
maupun formal dan informal yang bertanggung jawab dalam pemberian pendidikan
DAFTAR PUSTAKA
Andriezens. (2008). Upaya penanggulangan seks dikalangan remaja. Diakses dari Web.http://www. mahkota”s.com.
Boyke, (1999) pengertian remaja. dalam http//www.Pikiran-Rakyat.com
Christina, A., (2007). Peran sekolah dalam memberikan penngetahuan kesehatan reproduksi remaja pada siswa. Surabaya : Universitas Airlangga.
Dalyono, M. (2009). Psikologi remaja. Jakarta: Rineka Cipta.
Dariyo. W. (2004). Masa remaja dan penangananya. Rineka Cipta
Gunarsa, H.S. (1993). Sumber pendidikan seks remaja. Jakarta: Bintang Permata. Howard, W. (1990). Tempat remaja berdiskusi masalah seks. Jakarta: Bintang
Permata.
Hurlock, B. E. (1992). Psikologi perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Husodo, P.S. (1987). Teori motivasi dan aplikansinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Kartono, M. (1991). Seksualitas remaja. Yogyakarta: Pusat Penelitian UGM. Kozier. (1995). Masa perkembangan remaja. Jakarta: Rineka Cipta.
Kriswandaru. (2003). Tugas dan Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.
Moleong, Lexy J. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Jakarta : Remaja Rosdakarya
Monks, J.F., dkk. (1998). Psikologi perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Nugraha. (1998). Perubahan sosial remaja. Jakarta: Bumi Aksara.
Nugraha, D. B. (2002). Apa yang ingin diketahui remaja tentang seks. Jakarta : Bumi Aksara.
Nurhayati. (2009). Pengaruh negatif teman sebaya terhadap nilai dan perilaku
seksual remaja. Diakses dari
http//nonahijau.com200903pengaruh-negatif-teman-sebaya-terhadap. html. Pada 8 juni 2009.
PKBI. (2003). Pendidikan seks. Dibukan pada website
Puspita. (1998). Psikologi remaja dan perkembangannya. Jakarta: Rineka Cipta.
Santrock, J. W. (2009). Psikologi pendidikan edisi 1. Jakarta: Salemba Humanika.
Soetjiningsih. (2004). Tumbuh kembang remaja dan permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto.
Ratna. (2001). Pendidikan seks dan kegiatan. Jakarta: Bintang Permata.
Resminawaty dan Triratnawati. (2006). Pendidikan seks dari orangtua. Jakarta: Rineka Cipta.
Sarwono, W. S. (2000). Psikologi remaja. Jakarta: Raja Grafindo.
Tukan, S. J. (1994). Metode pendidikan seks, perkawinan dan keluarga. Jakarta : Erlangga.
, (2008b). Tanya jawab kesehatan reproduksi remaja. Diakses http: //v3. Bhawikarsu.net/article shawall. Pada 3 desember 2008.
Widyastuti. (1999). Dibuka pada website
Yeni, M. Y.(1996). Peranan sekolah dalam menerima pendidikan seks,sebuah teoritis. Dibuka pada website
http://id.shvoong.com/medicine-and- health/epidemiology-public-health/2183848-manfaat-pendidikan-seks-bagi-remaja/htm.
Lampiran 2
FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN PENELITIAN Pengalaman Remaja Dalam Menerima Pendidikan Seks : Studi Fenomenologi
Oleh
Juliana S.R. Marpaung
Saya adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara Medan. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu kegiatan dalam
menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
Medan. Tujuan penelitian ini untuk menggali lebih dalam pengalaman remaja
dalam menerima pendidikan seks.
Saya mengharapkan jawaban/tanggapan yang diberikan para remaja sesuai
dengan hati nurani sendiri tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Saya menjaga
kerahasiaan pendapat dan identitas . Informasi yang diberikan oleh remaja hanya
akan dingunakan untuk pengembangan ilmu keperawatan dan tidak akan
dipergunakan untuk maksud-maksud lain.
Partisipasi remaja dalam penelitian ini bersifat bebas untuk menjadi peserta
penelitian atau menolak tanpa ada sanksi apapun. Jika remaja bersedia menjadi
peserta penelitian ini silahkan informan menandatangani kolom dibawah ini
Tanda Tangan :
Tanggal :
Lampiran 3
KUESIONER DATA DEMOGRAFI
Kode :
Tanggal
:
Kuesioner ini digunakan untuk mengkaji tentang pangalaman remaja dalam
menerima pendidikan seks.
Petunjuk Umum :
1. Isilah semua pertanyaan dengan jujur.
2. Berikan tanda checklist ( √ ) dalam kotak yang tersedia untuk jawaban yang tepat
menurut anda dan hanya memilih satu jawaban.
3. Bila ada hal yang kurang dimengerti dapat ditanyakan kepada peneliti.
Kuesioner Data Demografi
1. Usia Informan :
2. Jenis Kelamin :
( ) 1. Laki – laki ( ) 2. Perempuan
3. Agama :
( ) 1.Islam
( ) 2. Kristen Protestan
( ) 3. Kristen Katholik
( ) SD ( ) SLTP ( ) SMA
5. Sumber Pendidikan Seks :
( ) Sekolah
( ) lingkungan
( ) Teman Sebaya
( ) Keluarga
Lampiran 4
PANDUAN WAWANCARA
1. Coba ceritakan pengalaman adek dalam menerima pendidikan seks?
2. Sudah sejak kapan remaja mengenal pendidikan seks?
3. Apa yang mendasari atau memotivasi remaja untuk mau mengenal dan mengetahui
apa itu pendidikan seks?
Lampiran 8
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Juliana Sari Rosnawati Marpaung
Tempat Tanggal Lahir : Medan, 01 Juli 1988
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jln. Tangkul 1 No. 8
Riwayat Pendidikan
1994 – 2000 : SD Nasrani 7
2000 – 2003 : SMP Kristen 2 Medan
2003 – 2006 : SMA Nasrani 2 Medan