• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gaya Hidup dan Status Gizi serta Hubungannya dengan Hipertensi dan Diabetes Melitus pada Pria dan Wanita Dewasa di DKI Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gaya Hidup dan Status Gizi serta Hubungannya dengan Hipertensi dan Diabetes Melitus pada Pria dan Wanita Dewasa di DKI Jakarta"

Copied!
352
0
0

Teks penuh

(1)

GAYA HIDUP DAN STATUS GIZI SERTA HUBUNGANNYA

DENGAN HIPERTENSI DAN DIABETES MELITUS PADA

PRIA DAN WANITA DEWASA DI DKI JAKARTA

SITI NURYATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa karya ilmiah yang berjudul ”Gaya Hidup dan Status Gizi serta Hubungannya dengan Hipertensi dan Diabetes Melitus

pada Pria dan Wanita Dewasa di DKI Jakarta” merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh pihak manapun sebelumnya. Tesis ini belum pernah diajukan oleh memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks, dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2009

(3)

ABSTRACT

SITI NURYATI. Life Style and Nutritional Status, and their Association with Hypertension and Diabetes Mellitus on Men and Women in Jakarta. Under direction of HARDINSYAH, SITIMADANIJAH, and ATMARITA.

The research aimed to analyze the relationships between life style, nutritional status, and socio-economic and demographic factors with hypertension and diabetes mellitus. Data used are secondary data from the Basic Health Research (Riskesdas 2007), which applied a cross-sectional study design. The number of samples obtained 10834 adults with inclusion criteria aged > 20 years and not pregnant. The results show, among men, smoke every day, smoking > 15 cigarettes per day, drinking wine and traditional drink are risk factors for hypertension, followed by age started smoking < 17 years for diabetes mellitus. Fruits and vegetables consumption < 3 portion per day is risk factor for hypertension and diabetes mellitus. Sugary food is risk factor for diabetes mellitus in women. Past smoking behavior is risk factor for hypertension in women. Emotional stress and age > 45 years are risk factors for hypertension and diabetes mellitus, in men and women. Overweight is risk factor for hypertension and diabetes mellitus in men. In women, low social-economic status is risk factor for hypertension. The results imply the important of preventing smoking, and managing diet, stress and upper abdomen circumference in preventing obesity, hypertension and diabetes mellitus for Jakarta people.

(4)

RINGKASAN

SITI NURYATI. Gaya Hidup dan Status Gizi serta Hubungannya dengan Hipertensi dan Diabetes Melitus pada Pria dan Wanita Dewasa di DKI Jakarta. Dibimbing oleh HARDINSYAH, SITI MADANIJAH, dan ATMARITA.

Hipertensi dan diabetes melitus merupakan penyakit tidak menular yang prevalensinya cukup tinggi di dunia. Hampir 1 milyar orang (26%) pada tahun 2003 menderita hipertensi dan diperkirakan tahun 2025 jumlahnya akan meningkat menjadi 29%. Penderita diabetes melitus mencapai 194 juta atau 5.1 % dari penduduk dunia usia dewasa dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 333 juta. Di Indonesia, berdasarkan Laporan Hasil Riskesdas (2008), prevalensi nasional hipertensi pada penduduk umur > 18 tahun adalah sebesar 31.3%. pada pria dan 31.9% pada wanita, sedangkan prevalensi nasional diabetes melitus sebesar 1,1%.

Perubahan gaya hidup telah menyebabkan peningkatan besaran kasus-kasus penyakit tidak menular di Indonesia, termasuk hipertensi dan diabetes melitus. Perilaku makan yang tidak sehat, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, stres, serta minimnya aktivitas fisik merupakan faktor-faktor risiko penyakit degeneratif, disamping faktor-faktor risiko lain seperti usia, jenis kelamin dan keturunan. Jakarta merupakan kota dengan permasalahan yang kompleks. Pergeseran gaya hidup berpeluang besar menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menganalisis hubungan gaya hidup, status gizi, dan kondisi sosial ekonomi dan demografi dengan kejadian hipertensi dan diabetes melitus. (2) Menganalisis hubungan gaya hidup dengan status gizi. Data yang dipakai bersumber dari hasil Riskesdas 2007. Riskesdas 2007 menggunakan disain cross-sectional. Dalam penelitian ini ditetapkan kriteria inklusi yaitu sampel pria dan wanita DKI Jakarta berusia > 20 tahun dan tidak sedang hamil bagi sampel wanita, sehingga didapatkan jumlah sampel sebesar 10834. Pengolahan data dilakukan terhadap dua unit sampel, yaitu sampel pria (n=5132) dan sampel wanita (n=5702).

Sebanyak 32.9% sampel pria dan 24.6% sampel wanita mengalami H1 (hipertensi berdasar pengukuran tekanan darah), sementara H2 (hipertensi berdasar diagnosis tenaga kesehatan) dialami oleh 8.9% sampel pria dan 12.5% sampel wanita. Diabetes melitus (D) dialami oleh 2.6% sampel pria dan 2.9% sampel wanita. Dalam penelitian ini juga dianalisis kejadian hipertensi dan diabetes melitus pada sampel obes (H1O, H2O dan DO), kejadian hipertensi yang diderita bersamaan dengan diabetes melitus (H1D dan H2D), serta kejadian hipertensi yang diderita bersamaan dengan diabetes melitus pada sampel obes (H1DO dan H2DO).

(5)

berisiko 5.2 kali lebih tinggi terkena H2 dibanding umur < 45 tahun. (4) Umur > 45 tahun berisiko 3.3 kali lebih tinggi terkena H1 dibanding umur < 45 tahun. (5) Umur > 45 tahun berisiko 2.6 kali lebih tinggi terkena H1O dibanding umur < 45 tahun. (6) Gangguan mental emosional berisiko 2.2 kali lebih tinggi H2 dibanding yang tidak mengalami gangguan emosional. (7) Gangguan mental emosional berisiko 2.2 kali lebih tinggi terkena H2O dibanding yang tidak mengalami gangguan emosional. (8) Status gizi kurus berisiko 1.9 kali lebih tinggi terkena H1 dibanding yang status gizinya normal. (9) Merokok setiap hari berisiko 1.7 kali lebih tinggi terkena H1 dibanding yang tidak pernah merokok. (10) Status gizi gemuk berisiko 1.5 kali lebih tinggi terkena H1 dibanding yang status gizinya normal. (11) Konsumsi buah dan sayur > 3 hari/minggu berisiko terkena H1O dibanding yang konsumsinya < 3 hari/minggu. Hal ini kemungkinan karena gaya hidup yang lebih buruk pada pria obes yang mengkonsumsi buah dan sayur > 3 hari/minggu dibandingkan dengan yang konsumsi buah dan sayurnya < 3 hari/minggu, atau mungkin juga porsi konsumsinya yang terlalu rendah. (12) Merokok > 15 batang/hari berisiko terkena H1O dibanding yang tidak pernah merokok. (13) Konsumsi buah dan sayur > 3 porsi/hari berisiko 30% lebih kecil terkena H1O dibanding yang konsumsinya < 3 porsi/hari. (14) Merokok kadang-kadang berisiko 40% lebih kecil terkena H1O dibanding yang tidak pernah merokok. Hal ini karena gaya hidup pria bukan perokok yang lebih buruk dibanding pria yang merokok kadang-kadang. (15) Minuman alkohol jenis anggur/wine memberikan efek protektif/risiko lebih rendah 50% terkena H1 dibanding yang tidak pernah mengkonsumsi alkohol. (16) Rokok putih dan rokok filter berisiko lebih rendah 50% terkena H1 dibanding rokok non putih dan non filter. (17) Rokok putih dan rokok filter berisiko lebih rendah 60% terkena H1O dibanding rokok non putih dan non filter.

(6)

berisiko lebih kecil 60% terkena H1dibanding yang tidak pernah merokok. Hal ini kemungkinan karena gaya hidup wanita bukan perokok yang lebih buruk dibanding wanita perokok kadang-kadang.

Faktor-faktor risiko diabetes melitus pada pria berdasarkan nilai odds ratio (OR) tertinggi ke terendah adalah: (1) Umur > 45 tahun berisiko 12.7 kali lebih tinggi terkena DO dibanding umur < 45 tahun. (2) Umur > 45 tahun berisiko 4.4 kali lebih tinggi terkena D dibanding umur < 45 tahun. (3) Umur mulai merokok pertama kali < 17 tahun berisiko 2 kali lebih tinggi terkena D dibanding umur mulai merokok > 17 tahun. (4) Konsumsi buah dan sayur > 3 porsi/hari memberikan efek protektif/risiko lebih kecil terkena DO dibanding konsumsi < 3 porsi/hari.

Faktor-faktor risiko diabetes melitus pada wanita berdasarkan nilai odds ratio (OR) tertinggi ke terendah adalah: (1) Umur > 45 tahun berisiko 13.0 kali lebih tinggi terkena DO dibanding umur < 45 tahun. (2) Umur > 45 tahun berisiko 9.3.kali lebih tinggi terkena D dibanding umur < 45 tahun. (3)Jarang mengkonsumsi makanan/minuman manis memiliki risiko 60% lebih kecil terkena D dibanding yang sering mengkonsumsinya. (4) Jarang mengkonsumsi makanan/minuman manis memiliki risiko 60% lebih kecil terkena DO dibanding yang sering mengkonsumsinya.

Faktor-faktor risiko hipertensi sekaligus diabetes melitus pada pria berdasarkan nilai odds ratio (OR) tertinggi ke terendah adalah: (1) Umur > 45 tahun berisiko 38.3 kali lebih tinggi terkena H2DO dibanding umur < 45 tahun. (2) Umur > 45 tahun berisiko 15.3 kali lebih tinggi terkena H1DO dibanding umur < 45 tahun. (3) Umur > 45 tahun berisiko 12.6 kali lebih tinggi terkena H2D dibanding umur < 45 tahun. (4) Umur > 45 tahun berisiko 7.1 kali lebih tinggi terkena H1D dibanding umur < 45 tahun. (5) Gangguan mental emosional berisiko 3.4 kali lebih tinggi terkena H2DO dibanding yang tidak mengalami gangguan mental emosional. (6) Gangguan mental emosional berisiko 3.2 kali lebih tinggi terkena H2D dibanding yang tidak mengalami gangguan mental emosional. (7) Umur mulai merokok pertama kali < 17 tahun berisiko 3.3 kali lebih tinggi terkena H1D dibanding umur mulai merokok > 17 tahun. (8)Umur mulai merokok pertama kali < 17 tahun berisiko 5.0 kali lebih tinggi terkena H1DO dibanding umur mulai merokok > 17 tahun. (9)Konsumsi buah dan sayur > 3 porsi/hari memberikan efek protektif/risiko lebih kecil 80% terkena H1DO dibanding konsumsi < 3 porsi/hari.

(7)

memiliki risiko 70% lebih kecil terkena H2DO dibanding yang sering mengkonsumsinya. (9) Jarang mengkonsumsi makanan/minuman manis memiliki risiko 70% lebih kecil terkena H2D dibanding yang sering mengkonsumsinya.

Upaya-upaya pencegahan atas faktor-faktor risiko penyakit degeneratif (hipertensi dan diabetes melitus) terutama yang terkait gaya hidup dan status gizi perlu dilakukan diantaranya melalui kampanye di media massa dan sosialisasi ke sekolah-sekolah, kampus, puskesmas, rumah sakit, posyandu, klinik gizi dan ruang-ruang publik lainnya. Disarankan juga kepada masyarakat usia > 20 tahun untuk melakukan pemeriksaan tekanan darah dan gula darah secara rutin setiap 2 tahun sebagaimana dilakukan di negara-negara maju.

Dalam rangka penyempurnaan pengembangan instrumen pengukuran dalam Riskesdas yang akan datang, ke depan perlu dilakukan perbaikan instrumen pengukuran, terutama kebiasaan konsumsi makanan berisiko, sebaiknya diukur juga porsi yang dikonsumsi, tidak hanya frekuensi. Selain itu, perlu juga dikaji lebih lanjut tentang cut off point frekuensi konsumsi sering dan jarang agar lebih sesuai. Terkait aktivitas fisik, perbaikan instrumen juga perlu dilakukan untuk mengurangi salah persepsi responden terhadap kategori aktivitas fisik yang dilakukannya. Di dalam kuesioner sebaiknya dirinci jenis-jenis aktivitas fisik berikut kategori berat, sedang dan ringan, tidak sekedar menggunakan kartu peraga. Perlu juga dilakukan penelitian khusus yang mengarah pada perancangan standar kecukupan konsumsi buah dan sayur bagi penduduk Indonesia, mengingat selama Indonesia masih merujuk kepada standar FAO, juga penelitian lanjutan yang menganalisis kadar kolesterol dan gula darah dikaitkan dengan hipertensi dan diabetes melitus.

(8)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau

menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

(9)

GAYA HIDUP DAN STATUS GIZI SERTA HUBUNGANNYA

DENGAN HIPERTENSI DAN DIABETES MELITUS PADA

PRIA DAN WANITA DEWASA DI DKI JAKARTA

SITI NURYATI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

Pada Mayor Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)

Judul Tesis : Gaya Hidup dan Status Gizi serta Hubungannya dengan Hipertensi dan Diabetes Melitus pada Pria dan Wanita Dewasa di DKI Jakarta

Nama : Siti Nuryati Nomor Pokok : I 151070081

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS Ketua

Dr. Ir. Siti Madanijah, MS Dr. Atmarita, MPH Anggota Anggota

Diketahui

Koordinator Dekan Sekolah Pascasarjana Mayor Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(11)

GAYA HIDUP DAN STATUS GIZI SERTA HUBUNGANNYA

DENGAN HIPERTENSI DAN DIABETES MELITUS PADA

PRIA DAN WANITA DEWASA DI DKI JAKARTA

SITI NURYATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa karya ilmiah yang berjudul ”Gaya Hidup dan Status Gizi serta Hubungannya dengan Hipertensi dan Diabetes Melitus

pada Pria dan Wanita Dewasa di DKI Jakarta” merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh pihak manapun sebelumnya. Tesis ini belum pernah diajukan oleh memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks, dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2009

(13)

ABSTRACT

SITI NURYATI. Life Style and Nutritional Status, and their Association with Hypertension and Diabetes Mellitus on Men and Women in Jakarta. Under direction of HARDINSYAH, SITIMADANIJAH, and ATMARITA.

The research aimed to analyze the relationships between life style, nutritional status, and socio-economic and demographic factors with hypertension and diabetes mellitus. Data used are secondary data from the Basic Health Research (Riskesdas 2007), which applied a cross-sectional study design. The number of samples obtained 10834 adults with inclusion criteria aged > 20 years and not pregnant. The results show, among men, smoke every day, smoking > 15 cigarettes per day, drinking wine and traditional drink are risk factors for hypertension, followed by age started smoking < 17 years for diabetes mellitus. Fruits and vegetables consumption < 3 portion per day is risk factor for hypertension and diabetes mellitus. Sugary food is risk factor for diabetes mellitus in women. Past smoking behavior is risk factor for hypertension in women. Emotional stress and age > 45 years are risk factors for hypertension and diabetes mellitus, in men and women. Overweight is risk factor for hypertension and diabetes mellitus in men. In women, low social-economic status is risk factor for hypertension. The results imply the important of preventing smoking, and managing diet, stress and upper abdomen circumference in preventing obesity, hypertension and diabetes mellitus for Jakarta people.

(14)

RINGKASAN

SITI NURYATI. Gaya Hidup dan Status Gizi serta Hubungannya dengan Hipertensi dan Diabetes Melitus pada Pria dan Wanita Dewasa di DKI Jakarta. Dibimbing oleh HARDINSYAH, SITI MADANIJAH, dan ATMARITA.

Hipertensi dan diabetes melitus merupakan penyakit tidak menular yang prevalensinya cukup tinggi di dunia. Hampir 1 milyar orang (26%) pada tahun 2003 menderita hipertensi dan diperkirakan tahun 2025 jumlahnya akan meningkat menjadi 29%. Penderita diabetes melitus mencapai 194 juta atau 5.1 % dari penduduk dunia usia dewasa dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 333 juta. Di Indonesia, berdasarkan Laporan Hasil Riskesdas (2008), prevalensi nasional hipertensi pada penduduk umur > 18 tahun adalah sebesar 31.3%. pada pria dan 31.9% pada wanita, sedangkan prevalensi nasional diabetes melitus sebesar 1,1%.

Perubahan gaya hidup telah menyebabkan peningkatan besaran kasus-kasus penyakit tidak menular di Indonesia, termasuk hipertensi dan diabetes melitus. Perilaku makan yang tidak sehat, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, stres, serta minimnya aktivitas fisik merupakan faktor-faktor risiko penyakit degeneratif, disamping faktor-faktor risiko lain seperti usia, jenis kelamin dan keturunan. Jakarta merupakan kota dengan permasalahan yang kompleks. Pergeseran gaya hidup berpeluang besar menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menganalisis hubungan gaya hidup, status gizi, dan kondisi sosial ekonomi dan demografi dengan kejadian hipertensi dan diabetes melitus. (2) Menganalisis hubungan gaya hidup dengan status gizi. Data yang dipakai bersumber dari hasil Riskesdas 2007. Riskesdas 2007 menggunakan disain cross-sectional. Dalam penelitian ini ditetapkan kriteria inklusi yaitu sampel pria dan wanita DKI Jakarta berusia > 20 tahun dan tidak sedang hamil bagi sampel wanita, sehingga didapatkan jumlah sampel sebesar 10834. Pengolahan data dilakukan terhadap dua unit sampel, yaitu sampel pria (n=5132) dan sampel wanita (n=5702).

Sebanyak 32.9% sampel pria dan 24.6% sampel wanita mengalami H1 (hipertensi berdasar pengukuran tekanan darah), sementara H2 (hipertensi berdasar diagnosis tenaga kesehatan) dialami oleh 8.9% sampel pria dan 12.5% sampel wanita. Diabetes melitus (D) dialami oleh 2.6% sampel pria dan 2.9% sampel wanita. Dalam penelitian ini juga dianalisis kejadian hipertensi dan diabetes melitus pada sampel obes (H1O, H2O dan DO), kejadian hipertensi yang diderita bersamaan dengan diabetes melitus (H1D dan H2D), serta kejadian hipertensi yang diderita bersamaan dengan diabetes melitus pada sampel obes (H1DO dan H2DO).

(15)

berisiko 5.2 kali lebih tinggi terkena H2 dibanding umur < 45 tahun. (4) Umur > 45 tahun berisiko 3.3 kali lebih tinggi terkena H1 dibanding umur < 45 tahun. (5) Umur > 45 tahun berisiko 2.6 kali lebih tinggi terkena H1O dibanding umur < 45 tahun. (6) Gangguan mental emosional berisiko 2.2 kali lebih tinggi H2 dibanding yang tidak mengalami gangguan emosional. (7) Gangguan mental emosional berisiko 2.2 kali lebih tinggi terkena H2O dibanding yang tidak mengalami gangguan emosional. (8) Status gizi kurus berisiko 1.9 kali lebih tinggi terkena H1 dibanding yang status gizinya normal. (9) Merokok setiap hari berisiko 1.7 kali lebih tinggi terkena H1 dibanding yang tidak pernah merokok. (10) Status gizi gemuk berisiko 1.5 kali lebih tinggi terkena H1 dibanding yang status gizinya normal. (11) Konsumsi buah dan sayur > 3 hari/minggu berisiko terkena H1O dibanding yang konsumsinya < 3 hari/minggu. Hal ini kemungkinan karena gaya hidup yang lebih buruk pada pria obes yang mengkonsumsi buah dan sayur > 3 hari/minggu dibandingkan dengan yang konsumsi buah dan sayurnya < 3 hari/minggu, atau mungkin juga porsi konsumsinya yang terlalu rendah. (12) Merokok > 15 batang/hari berisiko terkena H1O dibanding yang tidak pernah merokok. (13) Konsumsi buah dan sayur > 3 porsi/hari berisiko 30% lebih kecil terkena H1O dibanding yang konsumsinya < 3 porsi/hari. (14) Merokok kadang-kadang berisiko 40% lebih kecil terkena H1O dibanding yang tidak pernah merokok. Hal ini karena gaya hidup pria bukan perokok yang lebih buruk dibanding pria yang merokok kadang-kadang. (15) Minuman alkohol jenis anggur/wine memberikan efek protektif/risiko lebih rendah 50% terkena H1 dibanding yang tidak pernah mengkonsumsi alkohol. (16) Rokok putih dan rokok filter berisiko lebih rendah 50% terkena H1 dibanding rokok non putih dan non filter. (17) Rokok putih dan rokok filter berisiko lebih rendah 60% terkena H1O dibanding rokok non putih dan non filter.

(16)

berisiko lebih kecil 60% terkena H1dibanding yang tidak pernah merokok. Hal ini kemungkinan karena gaya hidup wanita bukan perokok yang lebih buruk dibanding wanita perokok kadang-kadang.

Faktor-faktor risiko diabetes melitus pada pria berdasarkan nilai odds ratio (OR) tertinggi ke terendah adalah: (1) Umur > 45 tahun berisiko 12.7 kali lebih tinggi terkena DO dibanding umur < 45 tahun. (2) Umur > 45 tahun berisiko 4.4 kali lebih tinggi terkena D dibanding umur < 45 tahun. (3) Umur mulai merokok pertama kali < 17 tahun berisiko 2 kali lebih tinggi terkena D dibanding umur mulai merokok > 17 tahun. (4) Konsumsi buah dan sayur > 3 porsi/hari memberikan efek protektif/risiko lebih kecil terkena DO dibanding konsumsi < 3 porsi/hari.

Faktor-faktor risiko diabetes melitus pada wanita berdasarkan nilai odds ratio (OR) tertinggi ke terendah adalah: (1) Umur > 45 tahun berisiko 13.0 kali lebih tinggi terkena DO dibanding umur < 45 tahun. (2) Umur > 45 tahun berisiko 9.3.kali lebih tinggi terkena D dibanding umur < 45 tahun. (3)Jarang mengkonsumsi makanan/minuman manis memiliki risiko 60% lebih kecil terkena D dibanding yang sering mengkonsumsinya. (4) Jarang mengkonsumsi makanan/minuman manis memiliki risiko 60% lebih kecil terkena DO dibanding yang sering mengkonsumsinya.

Faktor-faktor risiko hipertensi sekaligus diabetes melitus pada pria berdasarkan nilai odds ratio (OR) tertinggi ke terendah adalah: (1) Umur > 45 tahun berisiko 38.3 kali lebih tinggi terkena H2DO dibanding umur < 45 tahun. (2) Umur > 45 tahun berisiko 15.3 kali lebih tinggi terkena H1DO dibanding umur < 45 tahun. (3) Umur > 45 tahun berisiko 12.6 kali lebih tinggi terkena H2D dibanding umur < 45 tahun. (4) Umur > 45 tahun berisiko 7.1 kali lebih tinggi terkena H1D dibanding umur < 45 tahun. (5) Gangguan mental emosional berisiko 3.4 kali lebih tinggi terkena H2DO dibanding yang tidak mengalami gangguan mental emosional. (6) Gangguan mental emosional berisiko 3.2 kali lebih tinggi terkena H2D dibanding yang tidak mengalami gangguan mental emosional. (7) Umur mulai merokok pertama kali < 17 tahun berisiko 3.3 kali lebih tinggi terkena H1D dibanding umur mulai merokok > 17 tahun. (8)Umur mulai merokok pertama kali < 17 tahun berisiko 5.0 kali lebih tinggi terkena H1DO dibanding umur mulai merokok > 17 tahun. (9)Konsumsi buah dan sayur > 3 porsi/hari memberikan efek protektif/risiko lebih kecil 80% terkena H1DO dibanding konsumsi < 3 porsi/hari.

(17)

memiliki risiko 70% lebih kecil terkena H2DO dibanding yang sering mengkonsumsinya. (9) Jarang mengkonsumsi makanan/minuman manis memiliki risiko 70% lebih kecil terkena H2D dibanding yang sering mengkonsumsinya.

Upaya-upaya pencegahan atas faktor-faktor risiko penyakit degeneratif (hipertensi dan diabetes melitus) terutama yang terkait gaya hidup dan status gizi perlu dilakukan diantaranya melalui kampanye di media massa dan sosialisasi ke sekolah-sekolah, kampus, puskesmas, rumah sakit, posyandu, klinik gizi dan ruang-ruang publik lainnya. Disarankan juga kepada masyarakat usia > 20 tahun untuk melakukan pemeriksaan tekanan darah dan gula darah secara rutin setiap 2 tahun sebagaimana dilakukan di negara-negara maju.

Dalam rangka penyempurnaan pengembangan instrumen pengukuran dalam Riskesdas yang akan datang, ke depan perlu dilakukan perbaikan instrumen pengukuran, terutama kebiasaan konsumsi makanan berisiko, sebaiknya diukur juga porsi yang dikonsumsi, tidak hanya frekuensi. Selain itu, perlu juga dikaji lebih lanjut tentang cut off point frekuensi konsumsi sering dan jarang agar lebih sesuai. Terkait aktivitas fisik, perbaikan instrumen juga perlu dilakukan untuk mengurangi salah persepsi responden terhadap kategori aktivitas fisik yang dilakukannya. Di dalam kuesioner sebaiknya dirinci jenis-jenis aktivitas fisik berikut kategori berat, sedang dan ringan, tidak sekedar menggunakan kartu peraga. Perlu juga dilakukan penelitian khusus yang mengarah pada perancangan standar kecukupan konsumsi buah dan sayur bagi penduduk Indonesia, mengingat selama Indonesia masih merujuk kepada standar FAO, juga penelitian lanjutan yang menganalisis kadar kolesterol dan gula darah dikaitkan dengan hipertensi dan diabetes melitus.

(18)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau

menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

(19)

GAYA HIDUP DAN STATUS GIZI SERTA HUBUNGANNYA

DENGAN HIPERTENSI DAN DIABETES MELITUS PADA

PRIA DAN WANITA DEWASA DI DKI JAKARTA

SITI NURYATI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

Pada Mayor Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(20)

Judul Tesis : Gaya Hidup dan Status Gizi serta Hubungannya dengan Hipertensi dan Diabetes Melitus pada Pria dan Wanita Dewasa di DKI Jakarta

Nama : Siti Nuryati Nomor Pokok : I 151070081

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS Ketua

Dr. Ir. Siti Madanijah, MS Dr. Atmarita, MPH Anggota Anggota

Diketahui

Koordinator Dekan Sekolah Pascasarjana Mayor Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(21)

PRAKATA

Sembah sujud kepada Allah SWT, atas rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dimudahkan untuk menuntaskan tesis yang berjudul ”Gaya Hidup dan Status Gizi serta Hubungannya dengan Hipertensi dan Diabetes

Melitus pada Pria dan Wanita Dewasa di DKI Jakarta”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar magister dalam bidang gizi masyarakat. Penulis berharap tesis ini dapat memberikan informasi dan pengayaan khasanah keilmuan di bidang gizi masyarakat, khususnya mengenai gaya hidup dan status gizi hubungannya dengan kejadian hipertensi dan diabetes melitus. Penulis menyadari, tesis ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis berharap adanya saran dan kritik yang membangun.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS, Dr. Ir. Siti Madanijah, MS, dan Dr. Atmarita, MPH yang telah dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing penulis, memberikan arahan, wawasan yang sangat berharga dalam penyusunan tesis ini. Semoga Allah SWT membalas jerih payah beliau dengan balasan yang lebih baik. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS sebagai dosen penguji luar komisi yang telah memberikan masukan yang sangat berharga untuk perbaikan tesis ini.

Terima kasih pula penulis sampaikan kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang telah mengijinkan penulis untuk memanfaatkan data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2008, terutama yang terkait dengan hipertensi dan diabetes melitus untuk diolah dan dianalisis sehingga menghasilkan temuan yang saat ini penulis susun menjadi tesis ini.

(22)

untuk melanjutkan studi di tengah-tengah tanggung jawab penulis sebagai staf, namun juga memberikan banyak dorongan dan wawasan kepada penulis untuk bertumbuh. Kepada Kepala Bidang Humas IPB, Ir. Henny Windarti, MSi atas segala perhatian, pengertian dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis. Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT atas perkenannya kepada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir di tengah kesibukan Humas menjalankan program-programnya. Kepada rekan-rekan di Humas IPB, terutama tim media, terima kasih atas doa dan dukungannya selama ini. Terima kasih juga kepada teman-teman GMS’44 yang selama ini selalu saling menyemangati. Juga adik-adik satu bimbingan, terima kasih gotong-royongnya selama ini. Kepada Asep dan Vera, terima kasih diskusi-diskusi statistiknya, Nae atas diskusi-diskusi-diskusi-diskusi datanya.

Untaian do’a penulis haturkan untuk Bapak dan Ibu yang kini sudah di sisi-Nya. Semoga Allah SWT memberikan tempat yang indah di alam sana. Ungkapan terima kasih penulis haturkan kepada Ibunda Mertua Tercinta. Semoga Ibu tetap sehat dalam lindungan-Nya. Kepada kakak-kakak tercinta di Klaten dan Cilegon, dan adik-adik tersayang di Aceh, terima kasih atas dukungannya selama ini.

(23)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Klaten, Jawa Tengah pada tanggal 11 Maret 1976 dari pasangan Ayahanda Harjo Sumarto dan Ibunda Sulastri, sebagai anak terakhir dari enam bersaudara. Pada tahun 1994, penulis lulus dari SMA Negeri 1 Klaten, dan pada tahun yang sama diterima di Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Penulis lulus dari Institut Pertanian Bogor pada tahun 1998. Selama tahun 1998-2000 terlibat dalam kegiatan pengembangan agribisnis di bawah bendera Pilar Agri Mandiri. Tahun 2000 hingga kini, penulis bekerja sebagai Redaktur di Media Pemberitaan Humas Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2007, penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, dengan pilihan Mayor Gizi Masyarakat. Penulis mendapatkan bantuan biaya pendidikan dari Institut Pertanian Bogor. Penulis menikah dengan Rahmat Pramulya, S.TP, MM pada tahun 2002, dan dikaruniai satu orang putri, Alifah Nuril Fathinah yang lahir pada tahun 2003.

(24)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

PENDAHULUAN

Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 4 Manfaat ... 4

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi dan Klasifikasi Hipertensi ... 6 Mekanisme dan Gejala Terjadinya Hipertensi ... 6 Penyebab Penyakit Hipertensi ... 8 Definisi dan Klasifikasi Diabetes Melitus ... 9 Mekanisme dan Gejala Terjadinya Diabetes Melitus ... 11 Penyebab Terjadinya Diabetes Melitus ... 12 Faktor-faktor Risiko Hipertensi dan Diabetes Melitus ... 13 Status Sosial Ekonomi dan Demografi ... 13 Status Gizi ... 16

Konsumsi Jeroan dan Makanan Berlemak ... 20 Makanan asin dan makanan yang diawetkan ... 20 Makanan/Minuman Manis ... 21 Minuman Berkafein ... 21 Merokok ... 23 Konsumsi Alkohol ... 24 Gangguan Mental Emosional ... 25 Faktor-faktor Protektif Hipertensi dan Diabetes Melitus ... 25 Aktivitas Fisik ... 25 Konsumsi Buah dan Sayur ... 28

KERANGKA PEMIKIRAN ... 35

METODE

(25)

Analisis Bivariat ... 39 Analisis Multivariat ... 39 Definisi Operasional ... 40

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN... 44

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Sampel ... 49 Pekerjaan Utama, Jenjang Pendidikan dan Pengeluaran... 49 Status Gizi ... 50 Konsumsi Makanan Berisiko ... 51 Gangguan Mental Emosional ... 52 Kebiasaan Merokok ... 52 Konsumsi Alkohol ... 53 Aktivitas Fisik dan Konsumsi Buah dan Sayur ... 54

Hubungan Faktor Risiko dengan Hipertensi dan Diabetes Melitus... ... 55 Status Sosial Ekonomi dan Demografi ... 55 Status Gizi ... 58 Konsumsi Makanan Berisiko... ... 60 Merokok ... 64 Konsumsi Minuman Beralkohol ... 70 Gangguan Mental Emosional ... 75 Aktivitas Fisik ... 76 Konsumsi Buah dan Sayur ... 77

Analisis Regresi Logistik terhadap Faktor Risiko Penyakit Degeneratif... .. 80 Faktor Risiko Hipertensi... ... 80 Faktor Risiko Diabetes Melitus... ... 94 Faktor Risiko Hipertensi sekaligus Diabetes Melitus... ... 99

Hubungan Sosial Ekonomi dan Demografi dengan Gaya Hidup dan Status Gizi serta Hubungan Gaya Hidup dengan Status Gizi

Hubungan Sosial Ekonomi dan Demografi dengan Gaya Hidup... 103 Hubungan Sosial Ekonomi dan Demografi dengan Status Gizi... .. 103 Hubungan Gaya Hidup dengan Status Gizi... ... 104

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 107 Saran……….……. ... 113

DAFTAR PUSTAKA ... 115

(26)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Klasifikasi hipertensi menurut WHO ... ...7 2. Klasifikasi diabetes menurut konsentrasi glukosa ... 10 3. Klasifikasi etiologis diabetes melitus ... 12 4. Kategori ambang batas IMT (kg/m2) untuk Indonesia ... 17 5. Pengkategorian variabel penelitian ... 37 6. Contoh tabel hubungan faktor risiko dengan hipertensi ... 39 7. Luas wilayah, dan kondisi administratif DKI Jakarta tahun 2006 ... 44 8. Sebaran sampel berdasarkan demografi dan status sosial ekonomi ... 49 9. Sebaran sampel berdasarkan status gizi ... 50 10. Sebaran sampel menurut konsumsi makanan berisiko... 51 11. Sebaran sampel menurut kondisi mental emosional ... 52 12. Sebaran sampel menurut kebiasaan merokok ... 52 13. Sebaran sampel menurut kebiasaan konsumsi alkohol ... 53 14. Sebaran sampel menurut perilaku protektif penyakit degeneratif... 54 15. Sebaran sampel menurut kejadian penyakit degeneratif ... 55 16. Hubungan penyakit degeneratif dengan kondisi demografi dan sosial ekonomi

pada pria ... 56

17. Hubungan penyakit degeneratif dengan kondisi demografi dan sosial ekonomi pada pria obes ... 57

18. Hubungan penyakit degeneratif dengan kondisi demografi dan sosial ekonomi pada wanita ... 58 19. Hubungan penyakit degeneratif dengan kondisi demografi dan sosial ekonomi

pada wanita obes ... 58 20. Hubungan status gizi (IMT dan lingkar perut) dengan penyakit degeneratif

pada pria ... 59 21. Hubungan status gizi (IMT dan lingkar perut) dengan penyakit degeneratif

(27)

22. Hubungan konsumsi makanan berisiko dengan penyakit degeneratif pada pria tidak obes ... 60 23. Hubungan konsumsi makanan berisiko dengan penyakit degeneratif pada pria

obes ... 61 24. Hubungan konsumsi makanan berisiko dengan penyakit degeneratif pada

wanita tidak obes ... 62 25. Hubungan konsumsi makanan berisiko dengan penyakit degeneratif pada

wanita obes ... 63 26. Hubungan kebiasaan merokok dengan penyakit degeneratif pada pria

tidak obes ... 65 27. Hubungan kebiasaan merokok dengan penyakit degeneratif pada pria obes ... 66

28. Hubungan kebiasaan merokok dengan penyakit degeneratif pada wanita tidak obes ... 67

29. Hubungan kebiasaan merokok dengan penyakit degeneratif pada wanita obes .. 69

30. Hubungan konsumsi alkohol dengan penyakit degeneratif pada pria tidak obes ... 71 31. Hubungan konsumsi alkohol dengan penyakit degeneratif pada pria obes ... 72 32. Hubungan konsumsi alkohol dengan penyakit degeneratif pada wanita

tidak obes ... 73 33. Hubungan konsumsi alkohol dengan penyakit degeneratif pada wanita obes ... 74 34. Hubungan kondisi mental emosional dengan penyakit degeneratif pada pria

tidak obes ... 75 35. Hubungan kondisi mental emosional dengan penyakit degeneratif pada

pria obes ... 76 36. Hubungan kondisi mental emosional dengan penyakit degeneratif pada wanita

tidak obes ... 76 37. Hubungan kondisi mental emosional dengan penyakit degeneratif pada wanita

(28)
(29)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(30)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (double burden). Disamping masalah penyakit menular dan kurang gizi, terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (PTM) dan obesitas (gizi lebih) yang merupakan faktor risiko terjadinya PTM seperti penyakit hipertensi, diabetes melitus, kardiovaskuler, stroke, dan lain-lain.

WHO SEARO (South East Regional Office) melaporkan bahwa 52% penyebab kematian di tahun 2000 adalah akibat penyakit tidak menular, 9% akibat kecelakaan dan 39% akibat penyakit menular serta penyakit lainnya. Diperkirakan pada tahun 2020 kasus penyakit tidak menular akan meningkat menjadi 73% sebagai penyebab kematian, dan merupakan 60% beban penyakit dunia.

Hipertensi dan diabetes melitus merupakan penyakit tidak menular yang prevalensinya cukup tinggi di dunia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2003 menyebutkan, di dunia hampir 1 milyar orang atau 1 dari 4 orang dewasa (sekitar 26 %) menderita hipertensi dan diperkirakan pada tahun 2025 jumlahnya akan meningkat menjadi 29 persen. Sementara itu penderita diabetes melitus angkanya mencapai 194 juta jiwa atau 5,1% dari penduduk dunia usia dewasa dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 333 juta jiwa.

(31)

Sementara penderita diabetes di Indonesia telah mencapai angka 8,4 juta jiwa pada tahun 2000 dan diperkirakan menjadi sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2020. Tingginya jumlah penderita tersebut menjadikan Indonesia menempati urutan keempat dunia setelah Amerika Serikat, India dan China (Diabetes Care, 2004). Berdasar SKRT (2001), prevalensi diabetes melitus di Indonesia sebesar 7,5% dan SKRT (2004) melaporkan prevalensinya sebesar 10,4%. Laporan Hasil Riskesdas (2008) menunjukkan prevalensi nasional diabetes melitus sebesar 1,1%.

Faktor sosial ekonomi, serta adanya perubahan gaya hidup diduga telah menyebabkan peningkatan besaran kasus-kasus penyakit tidak menular di Indonesia, termasuk dalam hal ini hipertensi dan diabetes melitus. Perilaku makan yang tidak sehat, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, stres, serta minimnya aktivitas fisik merupakan faktor-faktor risiko penyakit degeneratif, disamping faktor-faktor risiko lain seperti usia, jenis kelamin dan keturunan.

Tentang perilaku makan, penduduk terutama di perkotaan telah berubah dari pola tradisional ke pola modern dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan dan minuman berisiko seperti makanan dengan kandungan lemak, gula, garam yang tinggi, sementara di sisi lain tidak cukup mengkonsumsi sayur dan buah sebagai sumber serat. Disamping itu, kebiasaan minum minuman berkafein turut melengkapi perilaku makan berisiko ini.

Laporan Hasil Riskesdas (2008) menggambarkan bahwa hampir di semua propinsi di Indonesia, konsumsi sayuran dan buah-buahan tergolong rendah (tidak cukup). Prevalensi nasional kurang makan buah dan sayur pada penduduk berumur > 10 tahun adalah 93,6%. Prevalensi nasional sering mengkonsumsi makanan/minuman manis sebesar 68,1%, konsumsi minuman berkafein sebesar 36,5%, kebiasaan merokok (setiap hari) pada penduduk umur > 10 tahun sebesar 23,7%, dan kebiasaan minum minuman beralkohol (selama 12 bulan terakhir) sebesar 4,6%. Sementara prevalensi nasional kurang aktivitas fisik (penduduk > 10 tahun) sebesar 48,2%.

(32)

melitus di tingkat daerah (provinsi) masih perlu dilakukan. Hal ini untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dari kejadian-kejadian kedua penyakit degeneratif tersebut sampai ke tingkat daerah (provinsi) dengan harapan dapat segera disusun upaya (kebijakan) penanggulangan, prioritas deteksi dini, serta pencegahan di tingkat daerah. Hal ini menjadi sangat relevan seiring dengan otonomi daerah yang menekankan kebijakan pembangunan, termasuk pembangunan bidang gizi dan kesehatan yang dikonsentrasikan di daerah (desentralisasi).

Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki masalah kompleks. Tingkat persaingan hidup yang tinggi kemungkinan berdampak pada munculnya aneka pergeseran gaya hidup, mulai dari perilaku makan, aktivitas fisik, stress, serta gaya hidup yang lain seperti kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol. Pergeseran gaya hidup ini berpeluang besar menimbulkan berbagai masalah kesehatan.

Hasil penelitian Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Departemen Kesehatan dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta di lima wilayah DKI Jakarta selama tahun 2006 menunjukkan angka kejadian yang cukup tinggi pada beberapa penyakit perkotaan seperti hipertensi, diabetes melitus, sindroma metabolik, serta gangguan psikosomatik. Namun demikian, penelitian ini hanya menyangkut masalah jenis dan besaran penyakit, namun belum secara spesifik mempelajari seberapa besar keterkaitan gaya hidup dengan kejadian penyakit-penyakit degeneratif tersebut, serta keterkaitan status gizi dengan kejadian penyakit degeneratif seperti hipertensi dan diabetes melitus.

(33)

Penelitian masalah gaya hidup yang dikaitkan dengan kejadian hipertensi dan diabetes melitus yang dilakukan di DKI Jakarta memiliki asumsi jika besaran masalah di wilayah ini cukup tinggi maka hal ini bisa menjadi gambaran bagi daerah perkotaan lainnya yang kurang lebih memiliki karakteristik seperti DKI sebagai sebuah kota metropolitan. Besaran masalah yang ditemukan di DKI Jakarta juga akan menjadi peringatan dini bagi kota-kota lainnya yang sedang tumbuh, ataupun juga bagi penduduk di pedesaan sekaligus untuk mewaspadai kemungkinan berkembangnya berbagai penyakit degeneratif sebagai akibat pergeseran gaya hidup. Berdasarkan hal tersebut, maka dibuatlah pertanyaan penelitian sebagai berikut: Adakah hubungan gaya hidup, status gizi, dan sosial ekonomi dan demografi dengan kejadian hipertensi dan diabetes melitus pada pria dan wanita dewasa di DKI Jakarta?

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menganalisis hubungan gaya hidup, status gizi, dan kondisi sosial ekonomi dan demografi dengan kejadian hipertensi dan diabetes melitus pada pria dan wanita dewasa di DKI Jakarta. (2) Menganalisis hubungan gaya hidup dengan status gizi pada pria dan wanita dewasa di DKI Jakarta. (3) Menganalisis hubungan kondisi sosial ekonomi dan demografi dengan gaya hidup dan status gizi pada pria dan wanita dewasa di DKI Jakarta.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat antara lain:

1. Diketahuinya beberapa faktor risiko utama (gaya hidup, status gizi, sosial ekonomi dan demografi) kejadian hipertensi dan diabetes melitus pada pria dan wanita dewasa di DKI Jakarta.

(34)

3. Menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah khususnya DKI Jakarta dalam merumuskan kebijakan dan program-program edukasi dan promosi pencegahan gizi lebih, hipertensi dan diabetes melitus.

4. Adanya publikasi hasil penelitian sehingga dapat memberikan kontribusi pengembangan iptek dan pengayaan serta pendalaman informasi terkait bagi masyarakat ilmiah dan pengguna.

(35)

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi dan Klasifikasi Hipertensi

Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah kejadian peningkatan tekanan darah di dalam arteri yang mengakibatkan suplai oksigen dan zat gizi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan peningkatan risiko berbagai penyakit seperti stroke, gagal jantung, serangan jantung maupun kerusakan ginjal yang merupakan penyebab utama gagal jantung kronis. Tekanan darah tinggi sangatlah berbahaya karena membuat jantung bekerja keras untuk mempompa darah ke tubuh (Bryg, 2009).

Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah dikatakan tinggi jika pada saat duduk tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih, atau keduanya.

Hipertensi menurut World Health Organization International Society of Hypertension (1999) adalah naiknya tekanan darah sistolik (TDs) lebih dari 140 mmHg disertai tekanan darah diastolik (TDd) lebih dari 90 mmHg. Apabila TDs antara 140-149 mmHg serta TDd 90-94 mmHg, maka dikategorikan sebagai borderline hypertension. Namun terdapat kondisi yang menunjukkan TDs kurang atau sama dengan 90 mmHg diiukti dengan TDd 140 mmHg atau lebih, juga diklasifikasikan sebagai hipertensi. Kejadian ini biasa disebut sebagai isolated systolic hypertension. Klasifikasi hipertensi selengkapnya menurut WHO disajikan pada Tabel 1.

Mekanisme dan Gejala Terjadinya Penyakit Hipertensi

(36)
[image:36.612.133.509.261.468.2]

diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya.

Tabel 1. Klasifikasi hipertensi menurut WHO Klasifikasi Hipertensi Tekanan Darah Sistolik (TDs) (mmHg) Tekanan Darah Diastolik (TDd) (mmHg) Normal Optimal Normal High normal < 120 < 130 130-139 < 80 < 85 85-89 Hypertension Borderline Grade 1 Grade 2 Grade 3 140-149 140-159 160-179 > 180 90-94 90-99 100-109 > 110 Isolated Systolic Hypertension (ISH) ISH Borderline ISH > 140 140-149 < 90 < 90

Sumber: WHO-International Society of Hypertension Guidelines, 1999.

Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.

(37)

khusus. Gejala ringan seperti pusing, gelisah, perdarahan pada hidung (mimisan), wajah kemerahan dan kelelahan tidak selalu berhubungan langsung dengan hipertensi. Hipertensi dapat diketahui dengan mengukur tekanan darah secara teratur. Penderita hipertensi, apabila tidak ditangani dengan baik, akan mempunyai risiko besar sebagai penyebab kematian karena komplikasi kardiovaskular seperti stroke, serangan jantung, gagal jantung, dan gagal ginjal.

Hipertensi berat (menahun) dan tidak diobati, bisa memunculkan gejala sakit kepala, jantung berdebar-debar, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, sering buang air kecil terutama di malam hari, telinga berdenging, gelisah, pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung, dan ginjal. Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak.

Penyebab Penyakit Hipertensi

Ada dua jenis hipertensi yaitu hipertensi primer dan sekunder. Hipertensi primer (esensial) adalah hipertensi yang tidak/belum diketahui penyebabnya secara spesifik (Peckham, 1999). Sebanyak 95 persen hipertensi di dunia adalah hipertensi primer (Simon et al., 1999).

Sedangkan hipertensi sekunder adalah hipertensi yang timbul sebagai gejala dari penyakit lain. Pada hipertensi sekunder, penyebabnya diketahui. Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder adalah penyakit ginjal, kelainan hormonal, maupun obat-obatan. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB). Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin (noradrenalin).

(38)

kelompok etnis, pola diet dan gaya hidup, merokok, kegemukan, kelebihan berat badan, aktifitas fisik yang kurang, konsumsi garam berlebihan, konsumsi alkohol (lebih dari 1-2 kali per hari), stres, usia lanjut, riwayat keluarga dengan kejadian hipertensi, penyakit ginjal kronis, dan ketidaknormalan pada hormon adrenalin dan thyroid.

Di Amerika Serikat, ras kulit hitam memiliki kemungkinan dua kali lipat terkena tekanan darah tinggi dibandingkan ras kulit putih. Setelah umur 65, perempuan hitam tertinggi di dalam mengalami kejadian tekanan darah tinggi. Faktor-faktor lain yang terkait dengan hipertensi esensial termasuk didalmnya adalah obesitas, diabetes, stres, kurang asupan kalium, kalsium, dan magnesium; kurangnya aktivitas fisik, dan konsumsi alkohol kronis (Bryg, 2009).

Sedangkan hipertensi sekunder adalah hipertensi yang timbul sebagai gejala dari penyakit lain. Pada hipertensi sekunder, penyebabnya diketahui. Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder adalah penyakit ginjal, kelainan hormonal, maupun obat-obatan. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB). Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin (noradrenalin).

Definisi dan Klasifikasi Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan penyakit endokrin yang paling umum ditemukan. Penyakit ini ditandai dengan naiknya kadar gula darah (hiperglikemia) dan tingginya kadar gula dalam urin (glikosuria). Diabetes melitus merupakan penyakit yang disebabkan menurunnya hormon insulin yang diproduksi kelenjar pankreas. Penurunan hormon insulin ini mengakibatkan seluruh gula (glukosa) yang dikonsumsi tubuh tidak dapat diproses secara sempurna, sehingga kadar glukosa dalam tubuh meningkat (Utami, 2003).

(39)

jam setelah minum larutan glukosa 75 gram (tes toleransi glukosa oral). Kadar glukosa puasa tinggi menunjukkan bahwa produksi insulin tidak mencukupi, meskipun hanya untuk kebutuhan tubuh yang bersifat basal atau dasar (Utami, 2003). Komisi diabetes dari WHO merekomendasikan konsentrasi glukosa darah baik setelah puasa ataupun setelah dua jam diberi glukosa sebagaimana tampak dalam Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Klasifikasi diabetes berdasarkan konsentrasi glukosa

Sampel Darah

Konsentrasi glukosa (mg/100 ml)

Bukan Penderita Diabetes Penderita Diabetes Darah vena

Darah kapiler Plasma darah

< 110 < 120 < 135

> 130 > 140 > 155 Sumber: WHO, 2001

Penderita diabetes diakui sebagai kelompok yang mengalami bermacam-macam kerusakan dengan ditandai oleh adanya hiperglikemia dan intoleransi glukosa, yang merupakan manifestasi dari defisiensi insulin, kurang efektifnya kerja insulin, dan keduanya. Diabetes melitus yang diklasifikasikan berdasarkan etiologi dan keadaan klinis, dibagi menjadi empat tipe, yaitu: Diabetes tipe 1, Diabetes tipe 2, Gestational diabetes melitus (GDM) dan diabetes lainnya (Harris dan Zimmet; Alberti; Zimmet, Dfronzo, dan Keen, 1997 dalam IDF, 2000). Seseorang dikatakan diabetes apabila kadar gula darah puasa (fasting blood sugar) > 126 mg/dL (Alberti dan Zimmer, 1998 dalam Osman dan Al Nozha, 2000).

(40)

Di Indonesia, Askandar pada tahun 1996 dan 1998 mencoba membuat suatu klasifikasi praktis untuk diabetes melitus dan membagi menjadi lima kelompok: IDDM, NIDDM, MODY, DM tipe X1 dan X2 yang identik dengan DM tipe 1 ½ (Zimmet, 1993 dalam Soegondo, 2002) dan DM tipe 3 identik dengan LADA (Latent Autoimmune Diabetes of Adult) (Tuomi, 1993 dalam Soegondo, 2002).

Mekanisme dan Gejala Terjadinya Penyakit Diabetes Melitus

Pada penderita penyakit diabetes melitus, metabolisme karbohidrat terganggu sebagai akibat terganggunya produksi hormon insulin oleh pankreas. Defisiensi insulin menyebabkan tidak semua glukosa dapat diubah menjadi glikogen. Ini berarti sebagian glukosa yang berasal dari makanan tetap berada dalam darah. Tingginya kadar gula darah (hiperglikemia) akan mendorong pembuangan kelebihan glukosa tersebut keluar tubuh melalui urin. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya glikosuria.

Dengan sedikitnya glukosa yang dapat diubah menjadi glikogen, maka untuk memenuhi kebutuhan energi otot akan terjadi pengubahan glikogen hati menjadi glukosa melalui jalur glukoneogenesis. Jadi tingginya kadar glukosa dalam darah selain berasal dari glukosa makanan yang tidak dapat diubah menjadi glikogen oleh tubuh, juga berasal dari proses glukoneogenesis yang masuk ke peredaran darah (Moehyi, 1997).

(41)

Adapun pengklasifikasian penyakit diabetes melitus menurut ADA (1997) adalah sebagaimana tampak pada Tabel 3 berikut:

Tabel 3. Klasifikasi etiologis diabetes melitus

Tipe Jenis Gangguan

Diabetes melitusTipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut

Diabetes melitusTipe 2 Bervariasi, mulai dari yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin

Diabetes melitusTipe Lain

Defek genetik fungsi sel beta; defek genetik kerja insulin; penyakit eksokrin pankreas; endokrinopati; karena obat/zat kimia; infeksi (rubella kongenital dan CMV; imunologi antibodi anti respepsol insulin); sindroma genetik lain.

Diabetes kehamilan - Sumber: ADA (1997)

Penyebab Terjadinya Diabetes Melitus

Menurut Utami (2003), terdapat beberapa faktor yang menyebabkan diabetes melitus, diantaranya:

1. Faktor genetik (keturunan). Lebih dari 50% penderita diabetes melitus dewasa berasal dari keluarga dengan riwayat menderita diabetes melitus. 2. Virus dan bakteri. Virus yang diduga menyebabkan diabetes melitus adalah

Rubela, Mumps dan Human Coxsackievirus B4. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa virus dapat menyebabkan diabetes melitus melalui mekanisme infeksi sistolik pada sel beta yang mengakibatkan destruksi atau pengrusakan sel. Selain itu, melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun pada sel beta.

(42)

Streptozotocin (produk yang berasal dari sejenis jamur). Bahan toksik lain berasal dari singkong (cassava).

4. Faktor zat gizi. Diabetes melitus dikenal sebagai penyakit yang berhubungan dengan zat gizi, baik sebagai faktor penyebab maupun sebagai pengobatan. Overnutrition merupakan faktor pertama yang diketahui menyebabkan diabetes melitus. Semakin lama dan semakin berat obesitas, maka semakin besar kemungkinan terjangkit diabetes melitus.

Faktor-faktor Risiko Hipertensi dan Diabetes Melitus

Menurut Proboprastowo (2003), faktor-faktor risiko yang paling erat hubungannya dengan hipertensi adalah obesitas, diabates melitus dan hiperlipidemia. Sementara menurut Soegondo (2002), seseorang yang berisiko tinggi terkena diabetes melitus adalah: 1) orang dengan riwayat keluarga diabetes, 2) berstatus gizi obes (>20% berat badan ideal) atau IMT > 27 kg/m2, 3) umur di atas 40 tahun dengan faktor yang telah disebutkan di atas, 4) seseorang dengan tekanan darah tinggi (>140/90 mmHg), 5) terdapat dislipidemia (kolesterol HDL < 35 mg/dl dan/atau trigliserida > 250 mg/dl, 6) seorang yang sebelumnya dinyatakan toleransi glukosa terganggu (TGT) atau GDPT, 7) semua wanita hamil 24-28 minggu, 8) wanita yang sebelumnya di dapat diabetes gestasional, dan 9) wanita yang melahirkan bayi > 4000 gram.

Selain kondisi di atas, hipertensi dan diabetes melitus juga bisa dipicu oleh faktor-faktor berikut:

Status Sosial Ekonomi dan Demografi

(43)

Studi yang dilakukan oleh Abolfotouh et al. (1996) menunjukkan bahwa jenis kelamin bukan merupakan faktor yang secara signifikan membedakan prevalensi hipertensi, namun kemudian signifikan setelah dikontrol oleh faktor umur (p<0.05). Peningkatan prevalensi konsisten dan signifikan karena faktor umur pada jenis kelamin laki-laki dan perempuan, terutama pada kelompok umur lebih dari 45 tahun. Sebelum menopause, wanita relatif terlindungi dari penyakit kardiovaskuler karena peran hormone estrogen yang masih optimal.

Penelitian Ramachandran et al. (1992), Zimet (1993) dan Ohlson (1985) dalam Gopalan (1999) menyebutkan bahwa prevalensi diabetes melitus di pedesaan di India lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan pada wanita (8.4% berbanding 7.9%). Begitu pula di Kepulauan Fiji, baik di perkotaan maupun di pedesaan, prevalensi diabetes melitus lebih banyak pada laki-laki berturut-turut 13.7%; 13.2%; 14.4% berbanding 12.6%. keadaan serupa terjadi di Mauritian Hindus (pedesaan) dengan perbandingan 14.4%: 12.6%. Sedangkan menurut Mather (1985), prevalensi di Asia Selatan hanya terjadi pada laki-laki sebesar 8.9%.

Seiring bertambahnya usia, tekanan darah cenderung meningkat. Hipertensi umumnya berkembang pada saat umur seseorang mencapai paruh baya yakni cenderung meningkat khususnya yang berusia lebih dari 40 tahun. Tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Tetapi di atas usia tersebut, justru wanita (setelah mengalami menapouse) berpeluang lebih besar. Para pakar menduga perubahan hormonal berperan besar dalam terjadinya hipertensi di kalangan wanita usia lanjut.

(44)

Hasil studi Kotchen (1989) dalam Kotchen dan Kotchen (1989) menunjukkan bahwa tekanan darah pada anak-anak cenderung berlanjut ada masa dewasa. Setelah masa remaja, laju peningkatan tekanan darah sejalan dengan bertambahnya usia sangat bervariasi. Pada beberapa orang, perubahan tekanan darah sangat sedikit, namun pada orang lain dapat terjadi peningkatan yang nyata. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh faktor bawaan ataupun oleh kebiasaan makan, cara hidup, dan faktor lain yang belum ditemukan. Faktor-faktor bawaan (genetik) penting dalam menentukan apakah seseorang akan menderita hipertensi ataukah tidak. Kemungkinan menderita hipertensi satu banding tiga, jika salah satu orangtua menderita hipertensi atau pernah mendapat stroke sebelum usia 70 tahun. Risiko ini meningkat menjadi tiga banding lima jika kedua orangtua mengalaminya (Semple, 1996).

Penyakit hipertensi paling dominan dijumpai pada kelompok umur 31-55 tahun (Arif, 2007). Pertambahan umur berpengaruh pada peningkatan kemungkinan untuk mengalami hipertensi (Gary, 2000). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tenyata prevalensi (angka kejadian) hipertensi meningkat dengan bertambahnya usia. Dari berbagai penelitian epidemiologi yang dilakukan di Indonesia menunjukan 1,8-28,6% penduduk yang berusia diatas 20 tahun adalah penderita hipertensi. Menurut Soegondo (2002), salah satu faktor yang berisiko tinggi terkena diabetes melitus adalah mereka yang berusia > 40 tahun dengan faktor penyerta riwayat keluarga dengan diabetes melitus dan berstatus gizi lebih (gemuk atau obes).

(45)

Tingginya status sosial ekonomi seseorang juga dapat mempengaruhi pola aktivitas fisiknya. Peningkatan kesejahteraan akan membuat seseorang mengurangi aktivitas fisiknya. Kebiasaan berjalan kaki akan tergantikan dengan mengendarai sepeda motor atau mobil. Status sosial ekonomi yang tinggi akan cenderung mendorong seseorang terus mencari kesibukan, sehingga mengurangi porsi seseorang untuk berolah raga.

Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang sebagai akibat dari konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilisasi (utilization) zat gizi makanan (Riyadi, 2003). Kekurangan atau kelebihan zat gizi dalam tubuh akan mempengaruhi status gizi yang pada akhirnya menyebabkan masalah gizi.

Masalah kekurangan atau kelebihan gizi pada orang dewasa merupakan masalah penting karena selain mempunyai risiko penyakit-penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Oleh karena itu, pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan. Salah satu cara adalah dengan mempertahankan berat badan yang ideal atau normal. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat, yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik, sedangkan secara tidak langsung dibagi menjadi tiga yaitu survei konsumsi pangan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa et al. 2002).

Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah salah satu cara untuk mengukur status gizi seseorang. Menurut Supariasa et al. (2002), penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur di atas 18 tahun. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan. Disamping itu, IMT tidak bisa diterapkan pada keadaan khusus (penyakit) lainnya seperti edema, asites, dan hepatomegali. Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut:

(46)

Keterangan:

IMT = Indeks Massa Tubuh BB = Berat badan (kg) TB = Tinggi Badan (m)

Klasifikasi status gizi dengan menggunakan IMT orang dewasa disajikan pada tabel berikut:

Tabel 4. Kategori Ambang Batas IMT (kg/m2) untuk Indonesia

Kategori IMT Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat

Kekurangan berat badan tingkat ringan

< 17,0 17,0-18,5

Normal >18,5-24.9

Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan Kelebihan berat badan tingkat berat

>25,0-27,0 >27,0 Sumber: Departemen Kesehatan (Depkes) (1996)

Obesitas menjadi masalah utama kesehatan masyarakat dan ekonomi global yang signifikan. Hal ini dikarenakan tingginya prevalensi yang meningkat dengan cepat. Dan obesitas berkaitan dengan keadaan kronis pada diabetes, hipertensi, penyakit jantung dan kanker (WHO, 2000 dan 2003).

Obesitas juga dikenal sebagai faktor resiko pada diabetes tipe 2. Saat ini, diabetes tipe 2 juga sebagai penyakit utama pada orang dewasa. Kasus pertama diabetes tipe 2 pada orang muda ditemukan di USA pada dekade 1970an. Lima belas tahun yang lalu, peneliti masih menemukan kurang 3 % kasus diabetes pada anak-anak dan orang dewasa. Tetapi sekarang, mereka menemukan lebih dari 45 % kasus baru. Studi berikutnya yang terkait di Asia dan Eropa telah mengungkapkan hal yang sama dan terakhir, melaporkan bahwa diabetes tipe 2 pada anak-anak dan orang dewasa mulai meningkat di seluruh dunia (WHO, 2005).

(47)

Massa Tubuh (IMT) dengan mortalitas yang berbentuk kurva J, yaitu semakin tinggi IMT pada seseorang yang kegemukan/obesitas, maka semakin tinggi risiko kematian. Hubungan obesitas dengan hipertensi telah banyak didokumentasikan. Data dari studi cross-sectional mengindikasikan terdapat hubungan kuat antara berat badan (atau indeks massa tubuh) dengan tekanan darah (kannell et al., 1967; Chiang; Perlman, Epstein; 1965; Stamler et al., 1976; mann 1974; MacMahon et al., 1987 dalam Kotchen dan Kotchen, 1999).

Terdapat sekitar 20% dari penderita hipertensi berstatus gizi lebih (overweight) (MacMahon et al., 1987 dalam Kotchen dan Kotchen, 1999). Dalam National Heart Foundation of Australia Risk Factor Prevalence Survey, diperkirakan sepertiga dari kasus hipertensi potensial disebabkan oleh obesitas pada laki-laki dan perempuan yang berusia 25-64 tahun. Pada laki-laki yang berusia antara 25 sampai 44 tahun hipertensi terjadi dua per tiga disebabkan oleh obesitas (Kotchen dan Kotchen, 1999).

Risiko terkena hipertensi pada IMT > 22,25 kg/m2 pada hasil penelitian Hypertension Study Group adalah 2,4 kali lebih besar dibandingkan dengan IMT < 18,09 kg/m2. Dalam penelitian yang sama IMT 18,09 – 22,25 kg/m2 berisiko terkena hipertensi adalah 1,72 kali lebih besar dibandingkan dengan IMT < 18,09 kg/m2 (Quasem et al., 2001).

Tershakovek et al. (2002) melaporkan bahwa status gizi (IMT) secara statistik berhubungan dengan tekanan darah sistolik dan diastolik. Lebih jauh lagi hubungan antara status gizi dengan tekanan darah sistolik (p<0,0001) dan tekanan darah diastolik (p=0,008) meningkat dengan melakukan interaksi dengan faktor usia pada anak perempuan. Dalam hal ini terdapat peningkatan IMT dalam hubungannya dengan usia dan hiperkolesterolemia pada anak perempuan.

(48)

dilakukan terhadap orang dewasa di Taiwan, kegemukan berhubungan dengan diabetes mellitus (OR = 2,66; 95% CI = 1,39 - 5,09; p <0.01) dan hipertensi (OR = 4,92; 95% CI = 2,87 - 8,42; p <0.01).

Menurut Soehardjo (1989), konsep gaya hidup sangat berguna dalam penelitian perilaku makan, jika digabungkan dengan perbedaan antar budaya dan pendekatan holistik. Dari sudut pandang antropologi, gaya hidup merupakan hasil penyaringan dari serentetan interaksi sosial, budaya dan keadaan. Faktor makanan memegang peranan penting terhadap gaya hidup di Indonesia, terutama di daerah perkotaan. Perbaikan standar hidup dan keadaan ekonomi dapat mengubah gaya hidup yang memungkinkan seseorang masuk golongan yang memiliki faktor risiko penyakit degeneratif.

Menurut Buckman (1999), gaya hidup yang menyebabkan hipertensi terdiri atas lima aspek yaitu kebiasaan makan, minum alkohol, merokok, kegiatan fisik yang kurang dan stress. Temuan ini bisa dipahami faktanya mengingat gaya hidup modern dimana hidup dihadapkan dengan kerja keras, situasi penuh tekanan, dan stres yang berkepanjangan tidak jarang dihadapi dengan merokok, minum alkohol atau minuman berkafein. Padahal semua itu termasuk penyebab yang meningkatkan risiko penyakit degeneratif seperti hipertensi dan diabetes melitus. Belum lagi perilaku berisiko lain seperti tidak cukup konsumsi serat, vitamin dan mineral yang bersumber dari sayur dan buah, kebiasaan mengkonsumsi makanan berisiko seperti jeroan, makanan berlemak, makanan asin, makanan/minuman manis, juga kurangnya aktivitas fisik.

Health Affairs (2002) melaporkan bahwa efek obesitas, penuaan (aging) 20 tahun terhitung dari usia 30-50 tahun, merokok saat ini, overweight, alkohol, merokok di masa lampau terhadap penurunan kesehatan yang terkait dengan kualitas kehidupan berturut-turut 2.15: 1.95: 1.05: 0.5: 0.5: dan 0.2. Pada penderita diabetes melitus, nilai OR obesitas, penuaan (aging) 20 tahun terhitung dari usia 30-50 tahun, merokok saat ini, dan alkohol berturut-turut adalah: 5.8, 3.8, 0.99, dan 1.

(49)

usia, aktivitas fisik, konsumsi alkohol, serum trigliserida, total energi, total lemak, dan intake garam, serta berhubungan negatif dengan tingkat pendidikan. Hal ini dijumpai di Hei Yi Zhuang (p<0.05). Sementara pada Han, hipertensi secara positif berkorelasi dengan jenis kelamin, usia, aktivitas fisik, konsumsi alkohol, indeks massa tubuh, lingkar pinggang, serum total kolesterol, dan total energi, total lemak, dan intake garam, serta berhubungan negatif dengan tingkat pendidikan (p<0.05). Studi ini juga menggambarkan tingkat tekanan darah dua suku, Hei Zhuang Yi dan Han, dimana suku Hei memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang Han (p<0.05). Perbedaan tekanan darah tinggi antara dua kelompok etnis yang berbeda diakibatkan dari kebiasaan makan, gaya hidup, intake garam, tingkat pendidikan, aktivitas fisik, dan bahkan faktor genetik (Yin et al. 2006).

Konsumsi Jeroan dan Makanan Berlemak

Jeroan (usus, hati, babat, lidah, jantung, dan otak, paru) banyak mengandung asam lemak jenuh (saturated fatty acid/SFA). Jeroan mengandung kolesterol 4-15 kali lebih tinggi dibandingkan dengan daging. Secara umum, asam lemak jenuh cenderung meningkatkan kolesterol darah, 25-60% lemak yang berasal dari hewani dan produknya merupakan asam lemak jenuh. Lemak hewani umumnya mengandung 1 mg kolesterol/g lemak, sedangkan lemak pada butter mengandung 3 mg kolesterol/g lemak. Setiap peningkatan 1% energi dari asam lemak jenuh, diperkirakan akan meningkalkan 2.7 mg/dL kolesterol darah, akan tetapi hal ini tidak terjadi pada semua orang. Lemak jenuh terutama berasal dari minyak kelapa, santan dan semua minyak lain seperti minyak jagung, minyak kedelai yang mendapat pemanasan tinggi atau dipanaskan berulang-ulang. Kelebihan lemak jenuh akan menyebabkan peningkatan kadar LDL kolesterol.

Makanan Asin dan Makanan yang Diawetkan

(50)

Kebutuhan normal natrium per hari untuk orang dewasa kurang dari 5 gram (WHO, 1987 dalam Whitaker, 2000). Menurut Altschul et al, (1992) dalam Whitaker (2000), ada tiga tipe hubungan antara konsentrasi natrium dan hipertensi. Pertama, studi epidemiologi di seluruh dunia menunjukkan bahwa pada kelompok, populasi/sub populasi tertentu, ada hubungan positif antara konsentrasi Na yang dikonsumsi dengan kejadian hipertensi. Kedua, manajemen pengobatan lebih mudah dilakukan dengan menurunkan konsentrasi Na. Ketiga, penelitian pada hewan yang mempunyai keturunan hipertensi, yang penanganan Na-nya dilakukan secara tidak normal menunjukkan bahwa ada hubungan antara hipertensi karena keturunan dengan konsentrasi Na yang dikonsumsi. Ditemukan juga bahwa selain menyebabkan hipertensi, penggunaan garam terlalu banyak juga mengakibatkan terjadinya stroke, penyakit jantung dan gagal ginjal (Garry, 2000).

Makanan/Minuman Manis

Makanan/minuman manis dikatakan sebagai penghasil kalori. Sehingga makanan ini dikategorikan sebagai makanan berisiko bagi munculnya penyakit degeneratif seperti hipertensi dan diabetes melitus. Konsumsi makanan penghasil kalori dalam jumlah besar berisiko terjadi penumpukan kalori yang pada saatnya berpotensi menimbulkan obesitas. Bagi penyakit hipertensi maupun diabetes melitus, obesitas merupakan faktor risiko yang signifikan.

Minuman Berkafein

Kafein merupakan salah satu stimulan yang berpengaruh terhadap sistem saraf pusat. Kafein masuk aliran darah melalui penyerapan di usus halus. Efeknya dapat dirasakan dengan cepat setelah 15 menit mengkonsumsinya. Kafein bertahan dalam tubuh manusia selama berjam-jam. Hanya sekitar setengah kafein yang dapat dieliminir dari tubuh pada enam jam pertama.

(51)

penyakit jantung. Selama kajian ini diamati individu yang memiliki kasus penyakit jantung, kemudian dianalisa faktor-faktor risiko yang menyebabkan kambuh. Mereka menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kopi dan asupan yang berulang terhadap serangan jantung.

Namun beberapa studi menunjukkan bahwa kafein dapat menyebabkan ketergantungan jika seseorang mengkonsumsi empat cangkir atau lebih per hari. Gejalanya mulai dari sakit kepala, lemas/lesu, hingga nyeri otot (pegal-pegal). Kafein juga bisa berakibat fatal jika seseorang mengkonsumsinya dengan dosis yang ekstrem (over dosis). Literatur kedokteran memuat beberapa laporan kematian seseorang akibat kafein dikarenakan korban mengikuti praktik pengobatan semacam injeksi kafein. Di sisi lain dinyatakan level kafein yang mematikan sangat tinggi, yakni lebih dari 10 gram atau sekitar 80-100 cangkir sekali minum. Health Encyclopedia Diseases and Conditions (2008) melaporkan konsumsi kafein yang mematikan ketika dikonsumsi dalam jumlah besar yakni lebih dari 10 gram, atau setara dengan 80 hingga 100 cangkir kopi dalam sekali konsumsi.

(52)

Merokok

Racun nikotin dari rokok menyebabkan darah menjadi lebih kental sehingga mendorong percepatan pembekuan darah karena agregasi platelet dan fibrinogen meningkat. Nikotin juga dapat menyebabkan meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah untuk sementara. Meningkatnya tekanan darah ini lebih nyata pada penderita tekanan darah tinggi (Semple, 1996).

Studi yang dilakukan terhadap penduduk Denmark menemukan merokok secara signifikan telah meningkatkan kejadian penyakit kronis (Ekholm, Gronbak, Peuckmann, Sjogren, 2005). Merokok dapat mengubah metabolisme kolesterol ke arah aterogenik. Merokok dapat meningkatkan kadar kolesterol darah dan dapat menurunkan kadar HDL (Bruce, 1986). Rokok dapat meningkatkan kadar LDL dalam darah dan menurunkan kadar HDL. Framingham Heart Study yang meneliti pria dan wanita sekitar 20 – 49 tahun dilaporkan bahwa kadar kalesterol HDL lebih rendah 4,5 – 6,5 % pada perokok, dan pada studi lain dilaporkan bahwa pria yang merokok lebih dari 20 batang sehari akan mengalami penurunan HDL hingga 11% dibandingkan bukan perokok (Karyadi, 2002).

Asap rokok (CO) memiliki kemampuan menarik sel darah merah lebih kuat dari kemampuan oksigen, sehingga menurunnya kapasitas sel darah merah pembawa oksigen ke jantung dan jaringan lainnya. Laporan dari Amerika Serikat menunjukkan bahwa upaya menghentikan kebiasaan merokok dalam jangka waktu 10 tahun dapat menurunkan insiden penyakit jantung koroner (PJK) sekitar 24, 4% (Karyadi, 2002).

(53)

Gambar

Tabel 1. Klasifikasi hipertensi menurut WHO
Gambar 1  Kerangka pemikiran hubungan gaya hidup dan status gizi serta hubungannya dengan hipertensi dan diabetes melitus
Gambar 2 menyajikan komposisi penduduk DKI Jakarta berdasarkan jenis
Tabel 8  Sebaran sampel berdasarkan status sosial ekonomi dan demografi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kecerdasan spiritualnya tinggi dan didukung lingkungan kerja yang juga spiritual, secara positif menjadi lebih kreatif, memiliki kepuasan kerja yang tinggi, mampu

Jumlah modal kerja sebaiknya tersedia dalam jumlah yang cukup, agar memungkinkan debitur untuk beroperasi secara ekonomi dan tidak mengalami kesulitan keuangan.

Didalam masyarakat Islam, hanya ada dua kelompok yaitu: Pertama , Kelompok ulama sebagai pewaris nabi, dan orangnya tidak banyak para ulama ini adalah orang-orang yang

Usaha dapat diartikan sebagai kegiatan untuk mencapai kesejahteraan, yakni dalam memenuhi kebutuhan materil &amp; spiritual dimana kebutuhan materil dapat dipenuhi

Indikator penguasaan de facto oleh masyarakat yang berada di kawasan hutan atau perkebunan dalam Permenag 9/2015 ini dapat dilihat dari persyaratan kelompok masyarakat pada

[r]

Seluruh kegiatan yang dilakukan perusahaan pada akhirnya akan bermuara pada nilai yang akan diberikan oleh pelanggan mengenai kepuasan yang

Uji laboratorium menunjukkan bahwa senyawa dihidroisoquinolina dapat disintesis secara langsung dari metileugenol menggunakan reaksi Ritter dengan syarat kondisi reaksi