• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggap pertumbuhan, serapan hara dan karakter morfofisiologi terhadap cekaman kekeringan pada bibit kelapa sawit yang bersimbiosis dengan CMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tanggap pertumbuhan, serapan hara dan karakter morfofisiologi terhadap cekaman kekeringan pada bibit kelapa sawit yang bersimbiosis dengan CMA"

Copied!
214
0
0

Teks penuh

(1)

TANGGAP PERTUMBUHAN, SERAPAN HARA DAN

KARAKTER MORFOFISIOLOGI TERHADAP CEKAMAN

KEKERINGAN PADA BIBIT KELAPA SAWIT YANG

BERSIMBIOSIS DENGAN CMA

ELIS KARTIKA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya, bahwa segala pernyataan dalam disertasi yang berjudul :

TANGGAP PERTUMBUHAN, SERAPAN HARA DAN KARAKTER MORFOFISIOLOGI TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN

PADA BIBIT KELAPA SAWIT YANG BERSIMBIOSIS DENGAN CMA

merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Januari 2006

Elis Kartika

(3)

ABSTRACT

ELIS KARTIKA. Growth, Nutrient Uptake and Morphophysiology Characters Responses on Drought Stress of Oil Palm Seedling Inoculated with AMF.

Advisory committee: SUDIRMAN YAHYA (chairman), SUDARSONO and

SRI WILARSO BUDI (members).

Drought stress is one of the main limiting factors in growth, nutrient uptake and yield of oil palm, particularly those which are planted on Red Yellow Podzolic (RYP) and peat soils. One of the alternatives to overcome this drought stress problem on many plants is through inoculation with Arbuscular Mycorrhiza Fungi (AMF). AMF occurs in each rhizosphere of certain plant in an ecosystem. Each ecosystem contains various kinds of AMF and each kind of AMF possesses different level of effectiveness in oil palm seedlings growing on various types of soil. Also, various kinds of AMF could act synergistically and antagonistically to each other in influencing the growth of oil palm seedlings. Therefore, research on AMF in oil palm rhizosphere, and its role in overcoming drought stress, needs to be conducted.

This research comprised three interrelated experiments, namely: (1) Isolation, characterization and purification of AMF from three sites of oil palm plantation (first, RYP of used forest; second, RYP of rubber plantation; and third, peat of used forest soils), (2) Evaluation on the effectiveness of AMF for oil palm seedling using the soils from of the three sites as the growing media, and (3) Study adaptation mechanism of oil palm seedling inoculated with AMF on drought stress on RYP and peat of used forest soils media.

The observed soil samples came from rhizosphere of the three oil palm plantation sites. Evaluation on the effectiveness was conducted toward the AMF isolates produced from a single spore culture on those three soil types. Adaptability test of oil palm seedlings consisted of two experiments. Each experiment for each soil type used Factorial Completely Randomized Design with two factors. The first factor was AMF inoculation (M0 = without AMF, and M1 = inoculation of AMF). The second factor was level of drought stress (100 %, 75 %, 50 % and 25 % of available water).

Results showed that in each type of soil, there were 2 genus of AMF, namely Glomus and Acaulospora. There were 9 strains of AMF in rhizosphere of oil palms planted on the first soil (5 strains of Acaulospora and 4 strains of Glomus). In the second soil, there were 9 strains of AMF (7 strains of Glomus and 2 strains of Acaulospora). In the third soil, however, 12 strains of AMF were characterized (7 strains of Glomus and 5 strains of Acaulospora). In the rhizosphere of oil palms planted in RYP of used forest soil, AMF was dominated by Acaulospora, whereas those in RYP of used rubber plantation and peat of used forest soils, were dominated by Glomus. During effectiveness test the highest

(4)
(5)

ABSTRAK

ELIS KARTIKA. Tanggap Pertumbuhan, Serapan Hara dan Karakter Morfofisiologi terhadap Cekaman Kekeringan pada Bibit Kelapa Sawit yang

Bersimbiosis dengan CMA. Komisi pembimbing : SUDIRMAN YAHYA

(ketua), SUDARSONO dan SRI WILARSO BUDI (anggota).

Cekaman kekeringan merupakan salah satu faktor pembatas utama dalam pertumbuhan, serapan hara dan hasil kelapa sawit terutama yang ditanam pada tanah PMK dan gambut. Salah satu alternatif yang mungkin dapat meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap cekaman kekeringan pada tanaman kelapa sawit adalah dengan menggunakan CMA. CMA ada di setiap rizosfir suatu tanaman dalam suatu ekosistem. Masing-masing ekosistem mangandung jenis CMA yang beragam dan setiap jenis CMA memiliki keefektivan yang berbeda dengan bibit kelapa sawit dan jenis tanah di mana bibit tersebut tumbuh. Demikian juga antara jenis CMA dapat bersifat sinergis atau dapat pula bersifat antagonis dalam mempengaruhi pertumbuhan bibit kelapa sawit. Oleh karena itu, studi tentang CMA pada rizosfir kelapa sawit dan peranannya dalam mengatasi cekaman kekeringan perlu dilakukan.

Penelitian terdiri atas tiga percobaan yang masing-masing memiliki keterkaitan yaitu : (1) Isolasi, karakterisasi dan pemurnian CMA dari tiga lokasi perkebunan kelapa sawit (tanah PMK bekas hutan, PMK bekas kebun karet dan gambut bekas hutan), (2) Pengujian keefektivan CMA terhadap bibit kelapa sawit pada media tanah PMK bekas hutan, PMK bekas kebun karet dan gambut bekas hutan, dan (3) Adaptasi bibit kelapa sawit yang bersimbiosis dengan CMA terhadap cekaman kekeringan pada media tanah PMK dan gambut bekas hutan.

Sampel tanah yang diamati berasal dari rizosfir tiga lokasi perkebunan kelapa sawit yaitu tanah PMK bekas hutan, tanah PMK bekas kebun karet dan tanah gambut bekas hutan. Pengujian keefektivan dilakukan terhadap isolat-isolat hasil kultur spora tunggal pada ketiga jenis tanah tersebut. Pengujian adaptasi bibit kelapa sawit terdiri dari dua percobaan, masing-masing percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan dua faktor yaitu faktor pertama adalah inokulasi CMA (M0= tanpa CMA and M1 = inokulasi CMA) dan faktor kedua adalah taraf cekaman kekeringan (100%, 75%, 50% and 25% air tersedia).

(6)
(7)

© Hak cipta milik Elis Kartika, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

(8)

TANGGAP PERTUMBUHAN, SERAPAN HARA DAN

KARAKTER MORFOFISIOLOGI TERHADAP CEKAMAN

KEKERINGAN PADA BIBIT KELAPA SAWIT YANG

BERSIMBIOSIS DENGAN CMA

ELIS KARTIKA

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Judul Disertasi : Tanggap Pertumbuhan, Serapan Hara dan Karakter Morfofisiologi terhadap Cekaman Kekeringan pada Bibit Kelapa Sawit yang Bersimbiosis dengan CMA

Nama Mahasiswa : Elis Kartika

Nomor Pokok : P 036 00010

Program Studi : Agronomi

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Yahya, M.Sc. Ketua

Prof. Dr. Ir. H. Sudarsono, M.Sc. Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R., M.Si. Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S. Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia

dan hidayah-Nya sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih

dalam penelitian yang dilaksanakan dari bulan Mei 2002 sampai April 2005 ini

adalah mikoriza, dengan judul : “Tanggap Pertumbuhan, Serapan Hara dan Karakter Morfofisiologi terhadap Cekaman Kekeringan pada Bibit Kelapa Sawit yang Bersimbiosis dengan CMA”.

Selama penelitian ini penulis telah banyak mendapat bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis

menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. H Sudirman Yahya, M.Sc. selaku ketua komisi

pembimbing, Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudarsono, M.Sc. dan Bapak Dr. Ir. Sri

Wilarso Budi R., M.Si., selaku anggota komisi pembimbing atas segala

bantuan, arahan dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis.

2. Pimpinan dan Staf di lingkup Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor,

atas segala pendidikan, layanan administrasi dan bantuan yang telah diberikan.

3. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, yang telah memberikan beasiswa BPPS.

4. Bapak Rektor Universitas Jambi dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas

Jambi atas izin, dukungan, motivasi dan kebijaksanaan yang diberikan dalam

menyelesaikan studi program doktor.

5. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Pertanian Universitas Jambi atas

segala bantuan dan layanan yang diberikan.

6. Pimpinan dan staf PT Rigunas Agri Utama Jambi, PTP Nusantara VI Jambi,

PT Era Sakti Parastama Jambi dan PT Persada Harapan Kahuripan Jambi, atas

bantuan dan izin pengambilan contoh tanah untuk bahan penelitian ini.

7. Pimpinan, staf dan pegawai Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan

IPB, Laboratorium Research Group on Crop Improvement (RGCI) IPB,

Laboratorium Balai Besar Litbang Pasca Panen Pertanian Bogor,

(11)

Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jambi, atas segala bantuan yang

telah diberikan selama aktivitas di laboratorium.

8. Bapak H. Dahri Nasution atas segala bantuan baik moril maupun materil yang

telah diberikan kepada penulis.

9. Ayahanda dan Ibunda, Bapak dan Ibu Mertua, Suami dan anak-anak tercinta,

serta kakanda dan adinda, atas segala pengorbanan, pengertian, dorongan, dan

semangat serta doanya, sehingga penulis mampu menyelesaikan disertasi ini.

10.Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang sekaligus teman-teman yang sangat baik, atas

segala batuan dan motivasi yang telah diberikan : Dr. Ir. Eliyanti, M.Si., Ir.

Rainiyati, M.Si., Ir. Lizawati, M.Si., Ir. Asmadi, M.Si., Dr. Ir. Hamzah, M.Si.,

Ir. Rahman, M.Sc., Mas Bambang, Ir. Rizal dan seluruh teman-teman yang

tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Besar harapan penulis kiranya disertasi ini dapat bermanfaat dalam

pengembangan ilmu pengetahuan dan bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Januari 2006

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 16 November 1963 sebagai

anak keempat dari pasangan Dedi Hidayat dan E. Haryati. Pada tanggal 10

Desember 1988 penulis menikah dengan Islahudin. Sekarang penulis telah

dikaruniai tiga orang anak: Nurika Maulidiniawati Islahudin (lahir 18 Oktober

1989), Desiska Rachmayati Islahudin (lahir 18 Desember 1992) dan Muhammad

Adharamadinka Islahudin (lahir 28 April 1996).

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri

Sukaraja II Sumedang (tahun 1976), sekolah menengah pertama di Sekolah

Menengah Pertama Negeri I Sumedang (tahun 1980) dan sekolah menengah atas

di Sekolah Menengah Atas Negeri I Sumedang (1983).

Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas

Pertanian Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 1987. Pada tahun 1991

penulis meneruskan pendidikan Pascasarjana di Program Studi Agronomi, Institut

Pertanian Bogor dan menamatkannya pada tahun 1994. Selanjutnya pada tahun

2000 penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke program

doktor pada Program Studi Agronomi di Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa

pendidikan pascasarjana diperoleh dari BPPS.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Pertanian Universitas

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ..………

DAFTAR GAMBAR ……….

DAFTAR LAMPIRAN ..………

PENDAHULUAN ……….

Latar Belakang ………... Tujuan Penelitian ………... Kegunaan Penelitian ……….. Hipotesis ………. Strategi Penelitian ………..

ISOLASI, KARAKTERISASI DAN PEMURNIAN CMA DARI 3 LOKASI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (TANAH PMK BEKAS HUTAN, PMK BEKAS KEBUN KARET DAN GAMBUT BEKAS HUTAN) ……….

Abstrak ……… Abstract ……… Pendahuluan ……… Bahan dan Metode ………... Hasil dan pembahasan ………. Hasil Penelitian ………... Pembahasan ……….. Kesimpulan ……….

PENGUJIAN KEEFEKTIVAN CMA PADA BIBIT KELAPA SAWIT DI TANAH PMK BEKAS HUTAN, PMK BEKAS

KEBUN KARET DAN GAMBUT BEKAS HUTAN ………...

Abstrak ………. Abstract ……… Pendahuluan ………. Bahan dan Metode ……… Hasil dan Pembahasan ………. Hasil Penelitian ………...

Pembahasan ……… Kesimpulan ………..

ADAPTASI BIBIT KELAPA SAWIT YANG BERSIMBIOSIS DENGAN CMA TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN

PADA TANAH PMK DAN GAMBUT BEKAS HUTAN ………..

(14)

Halaman

Pendahuluan ………… ……… Bahan dan Metode ……….. Hasil dan Pembahasan ………

Hasil Penelitian ………... Pembahasan ………..…. Kesimpulan ………...

PEMBAHASAN UMUM .……… ………..

KESIMPULAN UMUM DAN SARAN ...………..

Kesimpulan Umum ………. Saran ………...

DAFTAR PUSTAKA ……….

LAMPIRAN ………

58 62 68 68 111 127

129

144

144 145

146

162

(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Jumlah spora hasil trapping per 50 g contoh tanah pada setiap jenis

tanah……… ………

2. Jenis spora hasil isolasi dari perkebunan kelapa sawit yang ditanam pada tanah PMK bekas hutan Kabupaten Tebo Provinsi Jambi………..

3. Jenis spora hasil isolasi dari perkebunan kelapa sawit yang ditanam pada tanah PMK bekas kebun karet Kabupaten Tebo Provinsi Jambi...

4. Jenis spora hasil isolasi dari perkebunan kelapa sawit yang ditanam pada tanah gambut bekas hutan Kabupaten Muara Jambi Provinsi Jambi………...

5. Hasil standarisasi inokulan dari setiap isolat dari t anah PMK bekas hutan, PMK bekas kebun karet dan gambut bekas hutan…..………….

6. Perlakuan pemberian jenis isolat untuk tanah PMK bekas hutan, PMK bekas kebun karet dan gambut bekas hutan ………...

7. Uji kontras ortogonal terhadap peubah tinggi bibit, diameter batang, jumlah daun, luas daun dan bobot kering akar bibit kelapa sawit umur 5 bulan di tanah PMK bekas hutan ……….

8. Uji kontras ortogonal terhadap bobot kering tajuk, bobot kering bibit, nisbah tajuk akar, kadar P, serapan P dan infeksi akar bibit kelapa sawit umur 5 bulan di tanah PMK bekas hutan ………..

9. Uji kontras ortogonal terhadap peubah tinggi bibit, diameter batang, jumlah daun, luas daun dan bobot kering akar bibit kelapa sawit umur 5 bulan di tanah PMK bekas kebun karet….………...

10. Uji kontras ortogonal terhadap bobot kering tajuk, bobot kering bibit, nisbah tajuk akar, kadar P, serapan P dan infeksi akar bibit kelapa sawit umur 5 bulan di tanah PMK bekas kebun karet ………

11. Uji kontras ortogonal terhadap peubah tinggi bibit, diameter batang jumlah daun, luas daun dan bobot kering akar bibit kelapa sawit umur 5 bulan di tanah gambut bekas hutan ……….

12. Uji kontras ortogonal terhadap bobot kering tajuk, bobot kering bibit nisbah tajuk akar, kadar P, serapan P dan infeksi akar bibit kelapa sawit umur 5 bulan di tanah gambut bekas hutan ………...

13. Pertumbuhan (bobot kering bibit) dan serapan P bibit kelapa sawit yang diinokulasi CMA paling efektif di tanah PMK bekas hutan, PMK bekas kebun karet dan gambut bekas hutan ………...

16

18

20

22

34

35

38

39

43

44

48

48

51

(16)

No. Judul Halaman

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20.

Persamaan regresi pengaruh taraf cekaman kekeringan terhadap semua peubah yang diamati pada tanah PMK bekas hutan ………….

Pertumbuhan bibit kelapa sawit di tanah PMK bekas hutan hasil penelitian dan standar dari PPKS Medan ……….

Persamaan regresi pengaruh taraf cekaman kekeringan terhadap semua peubah yang diamati pada tanah gambut bekas hutan ………...

Pertumbuhan bibit kelapa sawit di tanah gambut bekas hutan hasil penelitian dan standar dari PPKS Medan ……….

Perubahan bobot kering bibit, serapan P dan kandungan prolina daun pada bibit kelapa sawit yang mengalami cekaman kekeringan ………

Persentase air tersedia yang diperlukan bibit yang bersimbiosis dengan CMA untuk mencapai pertumbuhan dan serapan P bibit pada keadaan cukup air ……….

Efisiensi pupuk P dan K pada bibit kelapa sawit umur 9 bulan di media tanah PMK dan gambut bekas hutan ………..

70

85

90

107

110

111

(17)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

Alur penelitian peranan CMA pada keadaan kekeringan terhadap serapan P dan pertumbuhan bibit kelapa sawit di beberapa ekosistem ………...

Tanggap morfologi bibit kelapa sawit umur 5 bulan terhadap inokulasi CMA di media tanah PMK bekas hutan……….

Tanggap morfologi bibit kelapa sawit umur 5 bulan terhadap inokulasi CMA di media tanah PMK bekas kebun karet ………..

Tanggap morfologi bibit kelapa sawit umur 5 bulan terhadap inokulasi CMA di media tanah gambut bekas hutan ………

Tanggap tinggi bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah PMK bekas hutan...

Tanggap luas daun bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah PMK bekas hutan ………

Tanggap bobot kering tajuk bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah PMK bekas hutan ………...

Tanggap bobot kering bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah PMK bekas hutan ………

Tanggap diameter batang bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah PMK bekas hutan ………

Tanggap diameter batang bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan pada tingkat cekaman kekeringan yang berbeda di media tanah PMK bekas hutan..

Tanggap jumlah daun pecah lidi bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah PMK bekas hutan ………..

Tanggap bobot kering akar bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah PMK bekas hutan...

Tanggap enzim fosfatase asam di akar bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah PMK bekas hutan ………....

(18)

No. Judul Halaman 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.

Tanggap kadar K tajuk bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah PMK bekas hutan ………

Tanggap kadar P tajuk bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah PMK bekas hutan ………

Tanggap jumlah daun bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah PMK bekas hutan ………

Tanggap EPA bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah PMK bekas hutan...

Tanggap enzim fosfatase asam di tanah bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah PMK bekas hutan ………...

Tanggap Serapan K tajuk bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah PMK bekas hutan ………

Tanggap serapan P tajuk bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah PMK bekas hutan ………

Tanggap nisbah tajuk akar bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah PMK bekas hutan ………

Tanggap kadar glisina-betaina daun bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah PMK bekas hutan ………..

Tanggap prolina daun bibit kelapa sawit umur 2.5 bulan sebelum perlakuan cekaman kekeringan di media tanah PMK bekas hutan…...

Tanggap kadar prolina daun bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah PMK bekas hutan ………

Tanggap kadar ABA daun bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah PMK bekas hutan ………

Tanggap pertumbuhan tinggi bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan pemberian mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah PMK bekas hutan ………..

(19)

No. Judul Halaman 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40.

Tanggap pertumbuhan jumlah daun bibit kelapa sawit umur 9 bulan di media tanah PMK bekas hutan terhadap perlakuan pemberian mikoriza dan cekaman kekeringan ………....

Tanggap pertumbuhan diameter batang bibit kelapa sawit umur 9 bulan di media tanah PMK bekas hutan terhadap perlakuan pemberian mikoriza dan cekaman kekeringan ………...

Tanggap morfologi bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah PMK bekas hutan...

Tanggap persentase infeksi akar terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah PMK bekas hutan ………...

Akar bibit kelapa sawit yang tidak terinfeksi mikoriza (A) dan yang terinfeksi mikoriza (B) dan (C) ……….

Beberapa keadaan visual bibit kelapa sawit yang mengalami cekaman kekeringan di media tanah PMK bekas hutan ………...

Tanggap tinggi bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah gambut bekas hutan ………..

Tanggap jumlah daun pecah lidi bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di tanah gambut bekas hutan ………...

Tanggap diameter batang bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah gambut bekas hutan ………...

Tanggap jumlah daun bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah gambut bekas hutan ………

Tanggap bobot kering akar bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah gambut bekas hutan ………...

Tanggap bobot kering tajuk bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah gambut bekas hutan ………… ………...

Tanggap bobot kering bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah gambut bekas hutan ………

Tanggap pertumbuhan bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan pada tingkat cekaman kekeringan yang berbeda di media tanah gambut bekas hutan……….

(20)

No. Judul Halaman 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53.

Tanggap luas daun bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah gambut bekas hutan………

Tanggap enzim fosfatase asam di akar bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah gambut bekas hutan ………....

Tanggap enzim fosfatase asam di tanah bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah gambut bekas hutan ……….

Tanggap kadar K tajuk bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah gambut bekas hutan ………...

Tanggap kadar P tajuk bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah gambut bekas hutan ………...

Tanggap serapan K bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah gambut bekas hutan ………...

Tanggap serapan P bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah gambut bekas hutan ………...

Tanggap nisbah tajuk akar bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah gambut bekas hutan ………...

Tanggap EPA bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah gambut bekas hutan ……….

Tanggap glisina-betaina daun bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media

tanah gambut bekas hutan ……… ………

Tanggap prolina daun bibit kelapa sawit umur 2.5 bulan sebelum perlakuan cekaman kekeringan di media tanah gambut bekas hutan…

Tanggap prolina daun bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah gambut bekas hutan ……… ………..

Tanggap kadar ABA daun bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah gambut bekas hutan ………...

(21)

No. Judul Halaman

54.

55.

56.

57.

58.

59.

60.

61.

Tanggap infeksi akar bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah gambut bekas hutan...

Tanggap pertumbuhan tinggi bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah gambut bekas hutan ……….

Tanggap pertumbuhan jumlah daun bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah tanah gambut bekas hutan ……….

Tanggap pertumbuhan diameter batang bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah gambut bekas hutan ……….

Tanggap morfologi bibit kelapa sawit umur 9 bulan terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan pada media tanah gambut bekas hutan ………...

Beberapa keadaan visual bibit kelapa sawit umur 9 bulan yang mengalami cekaman kekeringan di media tanah gambut bekas hutan..

Bibit tanpa mikoriza (Mo) dibandingkan bibit bermikoriza (M1) pada tingkat cekaman kekeringan yang sama di media tanah PMK bekas

hutan ……… ………...

Bibit tanpa mikoriza (Mo) dibandingkan bibit bermikoriza (M1) pada tingkat cekaman kekeringan yang sama di tanah gambut bekas hutan ………...

104

105

105

106

108

109

112

113

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.

Prosedur pengamatan kolonisasi CMA pada akar tanaman contoh…...

Rekomendasi pemupukan bibit kelapa sawit di tanah PMK yang dilaksanakan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan …...

Rekomendasi pemupukan bibit kelapa sawit di tanah gambut yang dilaksanakan oleh PT Era Sakti Parastama, Desa Sakean, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi………...

Metode analisis aktivitas enzim fosfatase asam (E.C. 3.1.3.2 orthophosphoric-monoester phosphohydrolase) ………...

Prosedur analisis prolina ……….

Prosedur analisis ABA ……….

Prosedur analisis glisina-betaina ...………

Prosedur pengukuran kadar P dalam tanaman ………..

Prosedur pengukuran kadar K dalam tanaman ……….

Sidik ragam uji kontras tinggi bibit, diameter batang dan jumlah daun di media tanah PMK bekas hutan pada Percobaan 2 ………

Sidik ragam uji kontras luas daun dan bobot kering akar di media tanah PMK bekas hutan pada Percobaan 2 ………..

Sidik ragam uji kontras bobot kering tajuk, bobot kering bibit dan nisbah tajuk akar di media tanah PMK bekas hutan pada Percobaan 2 ………...

Sidik ragam uji kontras kadar P, serapan P dan infeksi akar di media tanah PMK bekas hutan pada Percobaan 2 ………...

Sidik ragam uji kontras tinggi bibit, diameter batang dan jumlah daun di tanah PMK bekas kebun karet pada Percobaan 2 ……….

Sidik ragam uji kontras luas daun dan bobot kering akar di media tanah PMK bekas kebun karet pada Percobaan 2 ……….

Sidik ragam uji kontras bobot kering tajuk, bobot kering bibit dan nisbah tajuk akar di media tanah PMK bekas kebun karet pada Percobaan 2 ………...

Sidik ragam uji kontras kadar P, serapan P dan infeksi akar di media tanah PMK bekas kebun karet pada Percobaan 2 ……….

Sidik ragam uji kontras tinggi bibit, diameter batang dan jumlah daun di media tanah gambut bekas hutan pada Percobaan 2 ………....

(23)

No. Judul Halaman 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35.

Sidik ragam uji kontras luas daun dan bobot kering akar di media tanah gambut bekas hutan pada Percobaan 2 ………...

Sidik ragam uji kontras bobot kering tajuk, bobot kering bibit dan nisbah tajuk akar di media tanah gambut bekas hutan pada Percobaan 2………

Sidik ragam uji kontras kadar P, serapan P dan infeksi akar di media tanah gambut bekas hutan pada Percobaan 2 ………...

Sidik ragam uji ortogonal polinomial tinggi bibit dan bobot kering bibit di media tanah PMK bekas hutan pada Percobaan 3 …………...

Sidik ragam uji ortogonal polinomial diameter batang dan jumlah daun pecah lidi di media tanah PMK bekas hutan pada Percobaan 3...

Sidik ragam uji ortogonal polinomial bobot kering akar dan fosfatase asam di akar pada media tanah PMK bekas hutan (Percobaan 3) …...

Sidik ragam uji ortogonal polinomial kadar K dan kadar P pada media tanah PMK bekas hutan (Percobaan 3) ……….

Sidik ragam uji ortogonal polinomial jumlah daun dan bobot kering tajuk pada media tanah PMK bekas hutan (Percobaan 3) ………...

Sidik ragam uji ortogonal polinomial luas daun dan EPA pada media tanah PMK bekas hutan (Percobaan 3) ……….

Sidik ragam uji ortogonal polinomial enzim fosfatase asam di media dan serapan K pada media tanah PMK bekas hutan (Percobaan 3)….

Sidik ragam uji ortogonal polinomial serapan P dan nisbah tajuk akar pada media tanah PMK bekas hutan (Percobaan 3) ……….

Sidik ragam uji ortogonal polinomial glisina-betaina dan prolina pada media tanah PMK bekas hutan (Percobaan 3) ………..

Sidik ragam uji ortogonal polinomial ABA dan infeksi akar pada media tanah PMK bekas hutan (Percobaan 3) ……….

Sidik ragam uji ortogonal polinomial tinggi bibit dan jumlah daun pecah lidi di media tanah gambut bekas hutan pada Percobaan 3...

Sidik ragam uji ortogonal polinomial diameter batang dan jumlah media daun di tanah gambut bekas hutan pada Percobaan 3...

Sidik ragam uji ortogonal polinomial bobot kering akar dan kadar K pada media tanah gambut bekas hutan (Percobaan 3) ………...

Sidik ragam uji ortogonal polinomial kadar P dan bobot kering tajuk pada media tanah gambut bekas hutan (Percobaan 3) ………..

(24)

No. Judul Halaman

36.

37.

38.

39.

40.

41.

42.

43.

44.

45.

46.

47.

48.

49.

50.

51.

Sidik ragam uji ortogonal polinomial bobot kering bibit dan serapan K pada media tanah gambut bekas hutan (Percobaan 3) …………...

Sidik ragam uji ortogonal polinomial serapan P dan l uas daun pada media tanah gambut bekas hutan (Percobaan 3) ………..

Sidik ragam uji ortogonal polinomial nisbah tajuk akar dan EPA pada media tanah gambut bekas hutan (Percobaan 3) ………...

Sidik ragam uji ortogonal polinomial enzim fosfatase asam di akar dan enzim fosfatase asam di tanah pada media tanah gambut bekas hutan (Percobaan 3) ………..

Sidik ragam uji ortogonal polinomial glisina-betaina dan prolina pada Media tanah gambut bekas hutan (Percobaan 3) ………...

Sidik ragam uji ortogonal polinomial ABA dan infeksi akar pada media tanah gambut bekas hutan (Percobaan 3) ………..

Sidik ragam kandungan prolina daun sebelum cekaman kekeringan di media tanah PMK bekas hutan dan tanah gambut bekas hutan (Percobaan 3) ………

Analisis tanah PMK bekas kebun karet sebelum percobaan …………

Analisis tanah PMK bekas hutan sebelum percobaan ………..

Analisis tanah PMK bekas hutan setelah percobaan 3 ……….

Analisis tanah gambut bekas hutan sebelum percobaan ………...

Analisis tanah gambut bekas hutan setelah percobaan 3 ………..

Tanggap morfologi bibit kelapa sawit terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah PMK bekas hutan ………...

Tanggap fisiologi bibit kelapa sawit terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah PMK bekas hutan…………

Tanggap morfologi bibit kelapa sawit terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah gambut bekas hutan ………

Tanggap fisiologi bibit kelapa sawit terhadap perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan di media tanah gambut bekas hutan

175

176

176

176

176

177

177

178

179

180

182

183

185

186

187

188

(25)

DAFTAR SINGKATAN

PMK : Podsolik Merah Kuning

CMA : Cendawan Mikoriza Arbuskular

AMF : Arbuscular Mycorrhiza Fungi

RYP : Red Yellow Podzolic

MPN : Most Probable Number

PVLG : Polivinil Alcohol Lactophenol Glycol

PDOC : Petridish Observation Chamber

FAA : Formalin Aceto Alcohol

ABA : Abcisic Acid

EPA : Efisiensi Penggunaan Air

PPKS : Pusat Penelitian Kelapa Sawit

P5C : Pyrolline-5-carboxsilase

P5CS : Pyrolline-5-carboxsilase syntetase

(26)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu komoditi

sektor non-migas andalan yang berperan penting dalam menunjang pembangunan

Indonesia. Produksi minyak sawit di perkebunan rakyat pada tahun 2002

mencapai sebesar 3.134.300 ton dan pada tahun 2003 terjadi kenaikan sebesar

16.42% menjadi 3.648.800 ton. Sedangkan produksi minyak sawit di perkebunan

besar pada tahun 2002 mencapai sebesar 5.277.300 ton dan pada tahun 2003

terjadi kenaikan sebesar 3.4% menjadi 5.456.700 ton. Secara umum ekspor

minyak sawit di Indonesia dalam kurun waktu 1999-2003 meningkat dengan laju

rata-rata 18.47 % per tahun (BPS 2003). Volume ekspor minyak sawit pada tahun

2003 mencapai 6.386.400 ton dengan nilai US$ 2.454.600.000 (BPS 2003).

Kebutuhan minyak sawit terus meningkat sejalan dengan peningkatan

jumlah penduduk dunia, yang juga dipacu dengan ditemukannya teknologi

pengolahan atau diversifikasi industri. Hal ini menunjukkan bahwa peluang pasar

kelapa sawit sangat baik, sehingga produksi kelapa sawit mempunyai prospek

yang sangat baik untuk dikembangkan di Indonesia. Sehubungan dengan hal

tersebut, dalam dekade terakhir Indonesia sudah mengusahakan peningkatan

produksi dan produktivitas sawit baik melalui program ekstensifikasi, intensifikasi

maupun rehabilitasi.

Salah satu kendala pengembangan kelapa sawit adalah keterbatasan

lahan-lahan subur, sehingga usaha perluasan areal lebih diarahkan pada lahan-lahan-lahan-lahan

marjinal yang biasanya terdapat di daerah-daerah di luar Pulau Jawa. Pada

daerah-daerah tersebut umumnya didominasi oleh tanah Podsolik Merah Kuning

(PMK) dan tanah gambut yang mempunyai tingkat kesuburan yang rendah serta

memiliki masalah dalam penyediaan air.

Tanah PMK bersifat masam, kahat hara makro, kadar bahan organik

rendah, kejenuhan basa rendah, kadar besi, alumunium dan mangan tinggi yang

dapat meracuni tanaman dan dapat menyebabkan fiksasi fosfor (Sudjadi 1984).

(27)

2

kemasaman yang tinggi yang menyebabkan Al dan Fe tertukar ke nisbi larut,

sehingga akan terjadi fiksasi P oleh kedua unsur tersebut atau P dijerap pada

permukaan oksida Fe, Al dan Mn yang tidak larut (Mengel & Kirkby 1987) atau

dengan mineral liat (Tisdale et al. 1985). Selain itu, secara fisik tanah PMK peka

terhadap erosi dan kemampuan menahan air yang rendah serta mempunyai nilai

kapasitas tukar kation yang rendah (Mengel & Kirkby 1987). Dengan

kemampuan menahan air yang rendah tersebut, tanah PMK mudah mengalami

kekeringan terutama pada musim kemarau, sehingga tanaman kelapa sawit yang

ditanam pada tanah tersebut akan mengalami cekaman kekeringan.

Tanah gambut memiliki reaksi tanah yang sangat masam, kandungan hara

makro dan mikro rendah, kapasitas tukar kation tinggi, sedangkan kejenuhan basa

rendah, kandungan bahan organik tinggi dan tingginya kandungan asam-asam

organik tanah yang berpengaruh langsung dan bersifat meracuni tanaman (Rachim

1995). Pada tanah gambut, unsur P dominan dalam bentuk inositol ester fosfat,

inositol heksafosfat dan sebagian kecil dalam bentuk inositol di-, tri- dan

tetrafosfat sehingga sulit tersedia bagi tanaman (Mengel & Kirkby 1987). Tanah

gambut yang ditanami kelapa sawit yang akan diteliti merupakan jenis gambut

saprik yang sebagian besar telah mengalami pelapukan. Kelapa sawit

memerlukan drainase yang baik untuk pertumbuhannya, oleh karena itu

penanaman tanaman tersebut pada tanah ini terlebih dahulu perlu dibuat drainase

dengan dibuat parit. Pada tanah gambut ini air tersedia juga rendah sehingga

tanaman kelapa sawit tersebut akan mengalami kekeringan juga sewaktu musim

kemarau.

Tanaman kelapa sawit yang ditanam pada tanah PMK ataupun gambut di

Provinsi Jambi mudah sekali mengalami kekeringan, terutama di musim kemarau.

Hal itu disebabkan karena selain sifat tanah tersebut yang mempunyai

kemampuan menahan air yang rendah (khususnya tanah PMK), juga menurut

Hartley (1977) karena tanaman kelapa sawit mempunyai tipe perakaran yang

dangkal (akar serabut), sehingga mudah mengalami cekaman kekeringan yang

sangat membatasi pertumbuhan dan produksi tanaman tersebut. Dampak

(28)

3

muda tidak membuka, merusak hijau daun yang menyebabkan daun tampak

menguning dan mengering, pelepah daun tua terkulai dan pupus patah. Pada fase

reproduktif, cekaman kekeringan menyebabkan perubahan nisbah kelamin bunga,

bunga dan buah muda mengalami keguguran dan tandan buah gagal menjadi

masak, yang pada akhirnya dapat mengakibatkan gagal panen dan menurunkan

produksi 10-40 % dan CPO 21-65 % (Siregar 1998).

Alternatif yang mungkin dapat dikembangkan untuk mengatasi masalah

tersebut selain dengan menggunakan bahan tanaman yang toleran, adalah dengan

usaha pemanfaatan mikroorganisme bermanfaat seperti mikoriza. Beberapa

penelitian telah menunjukkan manfaat mikoriza seperti pada tanaman padi gogo

(Sastrahidayat 1991), kopi (Hanapiah 1997), gandum (Al-Karaki et al. 1998),

kakao (Sasli 1999), barley (Al-Karaki & Clark 1999), jagung dan kedelai

(Sastrahidayat 2000), padi sawah tadah hujan (Hanafiah 2001), dan jeruk

(Camprubi & Calvet 1996; Graham & Eissentat 1998; Syvertsen & Graham 1999;

Fidelibus et al. 2000).

Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) pada lahan kekeringan mampu

meningkatkan penyerapan hara makro (terutama P) dan hara mikro melalui hifa

eksternalnya, selain itu juga mampu memberikan ketahanan terhadap kekeringan

(Nelson & Safir 1982; Setiadi 1989; Al-Karaki & AlRaddad 1997; Al-Karaki et

al. 1998; Al-Karaki & Clark 1999; Aboul-Nasr 1998; Brundrett et al. 1996).

Peningkatan serapan P oleh tanaman akibat adanya asosiasi CMA dan tanaman

merupakan manfaat yang paling dominan. Penyebab terjadinya peningkatan

serapan P oleh tanaman bermikoriza adalah karena serapan P oleh hifa

berlangsung sangat efektif (Smith & Read 1997).

Menurut Bowen (1987), CMA dapat ditemukan hampir pada sebagian

besar tanah dan pada umumnya tidak mempunyai inang yang spesifik. Walaupun

demikian, tingkat populasi dan komposisi jenis sangat beragam dan dipengaruhi

oleh karakteristik tanaman dan faktor lingkungan seperti suhu, pH tanah,

kelembaban tanah, kandungan fosfor dan nitrogen, serta konsentrasi logam berat

(Daniels & Trappe 1980). Abbott & Gazey (1994) menyatakan bahwa CMA

(29)

4

setiap ekosistem kemungkinan dapat mengandung CMA dengan jenis yang sama

atau bisa juga berbeda.

Sampai sejauh ini, pemanfaatan CMA dalam mengatasi cekaman kekeringan

pada bibit kelapa sawit belum banyak dilaporkan. Oleh karena itu perlu diteliti

lebih lanjut bagaimana peranan CMA dalam mengatasi cekaman kekeringan pada

bibit kelapa sawit, sehingga akan didapatkan mekanisme adaptasi bibit kelapa

sawit terhadap cekaman kekeringan pada keadaan dengan dan tanpa inokulasi

CMA.

Produksi kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh kualitas bibit yang

digunakan, oleh karena itu pembibitan merupakan langkah awal dari seluruh

rangkaian kegiatan pembudidayaan pada tanaman kelapa sawit. Melalui tahap

pembibitan ini diharapkan akan menghasilkan bibit yang baik dan berkualitas.

Bibit kelapa sawit yang berkualitas adalah bibit yang memiliki kekuatan dan

penampilan tumbuh yang optimal serta berkemampuan dalam menghadapi

keadaan cekaman lingkungan, seperti cekaman kekeringan. Dengan adanya CMA

pada bibit kelapa sawit, diharapkan CMA dapat meningkatkan kemampuan bibit

mengatasi cekaman kekeringan dan meningkatkan serapan hara, sehingga pada

akhirnya bibit tersebut mampu tumbuh baik di lapangan dan mampu mengatasi

keadaan lingkungan yang beragam.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan :

1. Mengisolasi dan mengkarakterisasi CMA dari tiga lokasi perkebunan kelapa

sawit yaitu pada tanah PMK bekas hutan, tanah PMK bekas kebun karet, dan

tanah gambut bekas hutan.

2. Menguji keefektivan CMA terhadap bibit kelapa sawit pada media dari ketiga

lokasi perkebunan kelapa sawit tersebut.

3. Mengkaji peranan CMA pada keadaan kekeringan terhadap pertumbuhan dan

serapan hara bibit kelapa sawit yang ditanam pada media tanah PMK dan

(30)

5

4. Mengkaji mekanisme adaptasi tanaman kelapa sawit dalam mengatasi

cekaman kekeringan pada keadaan dengan dan tanpa inokulasi CMA.

Kegunaan Penelitian

1. Dengan ditemukannya isolat CMA yang efektif, maka isolat tersebut

diharapkan dapat digunakan pada pembibitan kelapa sawit di

perkebunan-perkebunan.

2. Dengan diketahui mekanisme toleransi bibit kelapa sawit terhadap cekaman

kekeringan, diharapkan dapat memanipulasi teknik agronomi dalam mengatasi

cekaman kekeringan.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi program

pemuliaan dalam merakit varietas tanaman yang toleran terhadap cekaman

kekeringan.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan adalah :

1. Setiap jenis tanah dari tiga lokasi perkebunan kelapa sawit (tanah PMK bekas

hutan, tanah PMK bekas kebun karet, tanah gambut bekas hutan) memiliki

jenis CMA yang berbeda.

2. Terdapat CMA jenis tertentu dari setiap jenis tanah yang mempunyai

keefektivan yang tinggi pada bibit kelapa sawit.

3. CMA pada keadaan kekeringan dapat meningkatkan pertumbuhan dan

serapan hara bibit kelapa sawit yang ditanam pada media tanah PMK dan

tanah gambut bekas hutan.

4. Mekanisme adaptasi bibit kelapa sawit terhadap cekaman kekeringan

dipengaruhi oleh CMA. Tanpa CMA, diduga osmoregulasi merupakan

(31)

6

Strategi Penelitian

Disertasi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang terdiri dari tiga

topik penelitian, dan masing-masing topik penelitian saling berkaitan. Topik

penelitian pertama bertujuan untuk mengisolasi dan mengkarakterisasi

isolat-isolat CMA yang terdapat pada tanah PMK bekas hutan, PMK bekas kebun karet

dan gambut bekas hutan, dengan judul “Isolasi, karakterisasi dan pemurnian CMA dari tiga lokasi perkebunan kelapa sawit (tanah PMK bekas hutan, tanah PMK bekas kebun karet, dan tanah gambut bekas hutan)”. Isolat-isolat CMA yang ditemukan pada hasil penelitian pertama, diuji keefektivannya

dengan bibit kelapa sawit pada penelitian kedua yang berjudul “Pengujian keefektivan CMA terhadap bibit kelapa sawit pada media tanah PMK bekas hutan, tanah PMK bekas kebun karet, dan tanah gambut bekas hutan”. Selanjutnya hasil dari penelitian kedua tersebut, digunakan pada topik penelitian ketiga yang berjudul “Adaptasi bibit kelapa sawit yang bersimbiosis dengan CMA terhadap cekaman kekeringan pada media tanah PMK dan gambut bekas hutan”.

Bagan alur penelitian yang menunjukkan keterkaitan antar penelitian

(32)
[image:32.612.135.479.80.586.2]

7

Gambar 1. Alur penelitian tanggap pertumbuhan, serapan hara dan karakter morfofisiologi terhadap cekaman kekeringan pada bibit kelapa sawit yang bersimbiosis dengan Cendawan Mikoriza Arbuskular

Percobaan 3

Mengkaji adaptasi bibit kelapa sawit yang bersimbiosis dengan CMA terhadap cekaman kekeringan pada media

tanah PMK dan gambut bekas hutan

Diperoleh gambaran tentang tanggap pertumbuhan, serapan hara dan karakter morfofisiologi terhadap cekaman kekeringan pada bibit kelapa sawit yang bersimbiosis

dengan Cendawan Mikoriza Arbuskular

Percobaan 1

Isolasi, karakterisasi dan pemurnian CMA dari 3 lokasi perkebunan kelapa sawit (tanah PMK bekas hutan, tanah

PMK bekas kebun karet, tanah gambut bekas hutan)

Percobaan 2

Pengujian keefektivan CMA terhadap bibit kelapa sawit pada media tanah PMK bekas hutan, tanah PMK bekas

(33)

8

ISOLASI, KARAKTERISASI DAN PEMURNIAN CMA DARI

TIGA LOKASI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (TANAH

PMK BEKAS HUTAN, PMK BEKAS KEBUN KARET

DAN GAMBUT BEKAS HUTAN)

Isolation, Characterization and Purification of AMF from Three

Different of Oil Palm Plantation (Red Yellow Podzolicl of Used

Forest and Rubber Plantation, and Peat of Used Forest Soils)

Abstrak

Setiap rhizosfir suatu tanaman dalam suatu ekosistem memiliki berbagai jenis mirkroorganisme termasuk CMA. Masing-masing ekosistem mangandung jenis CMA yang beragam dan untuk mengetahui jenis CMA tersebut perlu diadakan kegiatan isolasi dan karakterisasi spora CMA. Penelitian ini bertujuan mengisolasi dan mengkarakterisasi CMA dari tiga lokasi perkebunan kelapa sawit yaitu pada tanah PMK bekas hutan, PMK bekas kebun karet, dan gambut bekas hutan. Sampel tanah yang diamati berasal dari ketiga jenis tanah tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada setiap jenis tanah hanya ditemukan dua genus CMA yaitu Glomus dan Acaulospora. Jenis CMA di rizosfir kelapa sawit yang ditanam pada tanah PMK bekas hutan diperoleh sembilan jenis CMA (lima tipe Acaulospora dan empat tipe Glomus), di tanah PMK bekas kebun karet sembilan jenis CMA (tujuh tipe Glomus dan dua tipe Acaulospora) dan di tanah gambut bekas hutan diperoleh 12 jenis CMA (tujuh tipe Glomus dan lima tipe Acaulospora). CMA di rizosfir kelapa sawit yang ditanam pada tanah PMK bekas hutan didominasi oleh jenis Acaulospora, sedangkan di tanah PMK bekas kebun karet dan tanah gambut bekas hutan didominasi oleh Glomus.

Kata kunci : isolasi, karakterisasi, pemurnian, CMA, PMK, gambut

Abstract

(34)

9

(5 strains of Acaulospora and 4 strains of Glomus) on RYP of used forest, 9 strains of AMF (7 strains of Glomus and 2 strains of Acaulospora) on RYP of used rubber plantation, and 12 strains of AMF (7 strains of Glomus and 5 strains of Acaulospora) on peat of used forest. In the rhizosphere of oil palms planted in RYP of used forest soil, AMF was dominated by Acaulospora, whereas those in RYP of used rubber plantation and peat of used forest soils, were dominated by Glomus.

Key words: isolation, characterization, purification, AMF, RYP, peat

Pendahuluan

CMA secara taksonomi termasuk ke dalam kelas Zygomycetes, ordo

Glomales yang terbagi dalam dua sub-ordo, yaitu Gigasporineae dan Glomineae.

Gigasporineae dengan famili Gigasporaceae mempunyai dua genus yaitu,

Gigaspora dan Scutellospora. Glomales mempunyai dua famili yaitu famili

Glomaceae dengan genus Glomus dan Sclerocystis, serta famili Acaulosporaceae

dengan genus Acaulospora, dan Entrophospora (Smith & Read, 1997).

Dijelaskan lebih lanjut dalam INVAM (2003) bahwa telah ditemukan dua famili

tambahan berdasarkan karakteristik DNA yaitu Paraglomaceae dengan genusnya

Paraglomus yang memiliki dua jenis yaitu P. occultum Morton and Redecker dan

P. brasilianum; serta Archaesporaceae dengan genusnya Archaespora yang

memiliki tiga jenis yaitu A. trappei, A. leptoticha, A. gerdemani.

CMA berperan penting dalam ekosistem alami maupun ekosistem yang

telah dikelola, sebab CMA dapat menguntungkan tanaman dalam hal penyediaan

hara, antagonisme bagi organisme parasit akar, sinergisme dengan mikroba tanah

lainnya, selain itu terlibat dalam siklus hara, perbaikan struktur tanah (agregasi

tanah), alat transpor karbon dari akar tanaman bagi organisme tanah lainnya

(Brundrett et al. 1996; Smith dan Smith 1996; Smith & Read 1997). Asosiasi

antara CMA dan tanaman inangnya merupakan mekanisme yang sangat penting

dalam rangka untuk mengatasi keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan.

CMA ini mempunyai selang ekologis yang luas dan dapat dijumpai dalam

sebagian ekosistem yang meliputi semak, sabana (Cuenca & Lovera 1992), arid

(35)

10

(Muthukumar et al. 1996), di daerah antartika (Phipps & Taylor 1996), ekosistem

gambut alami (Astiani & Ekamawanti 1996) dan gambut yang sudah terbuka

(Ekamawanti et al. 1994; Ervayenri 1998), hutan hujan tropika (Janos &

Hartshorn 1997), serta padang rumput (Nadarajah & Nawawi 1997).

Populasi dan keanekaragaman CMA pada tanah-tanah mineral masam di

Indonesia cukup tinggi, tetapi umumnya didominasi oleh genus Glomus,

Acaulospora, Gigaspora dan Scutellospora. Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa setiap jenis tanah dan jenis tanaman memiliki jenis CMA yang berbeda,

seperti di pulau Jawa dan Bali ditemukan Acaulospora walkeri yang berasosiasi

dengan tanaman kakao (Kramadibrata & Hedger 1990), pada tanah masam di

Pondok Gede, Layung Sari, dan Cimatis yang ditumbuhi alang-alang, jagung dan

kakao ditemukan Acaulospora, Gigaspora, Glomus dan Scutellospora (Widiastuti

& Kramadibrata, 1992), serta di perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara

ditemukan Glomus spp., Acaulospora sp., Gigaspora sp. dan Scutellospora sp.

(Puspa & Suwandi 1990).

Menurut Sieverding (1991), berdasarkan nilai pH tanah, CMA yang hidup

paling baik pada pH < 5,0 adalah Entrophospora columbiana, pada pH > 5,0

meliputi Glomus mosseae dan Gigaspora margarita serta pada pH 4,0-8,0 terdiri

dari Acaulospora myriocarpa, A. longula, A. morrowae, A. scrobiculata, G.

aggregatum, G. versiforme dan Scutellospora pellucida. Hasil penelitian Heijne

et al. (1996) menunjukkan bahwa infeksi CMA Glomus fasciculatum menurun

dengan menurunnya pH tanah pada perakaran tanaman Arnica montana L.,

Hieracium pilosella L dan Deschampsia flexuosa L.

Acaulospora lebih banyak tersebar pada tanah masam dan Gigaspora sp.

lebih umum ada di tanah-tanah masam daripada Glomus sp. Beberapa spora

CMA ada yang lebih tahan terhadap keadaan asam dan alumunium tinggi daripada

yang lainnya. Acaulospora sp., Gigaspora sp. dan Glomus manihotis termasuk

pada jenis CMA yang toleran terhadap keadaan masam dan Al tinggi (Clark

1997).

Di daerah penelitian (tanah PMK bekas hutan yang terletak di PT Rigunas

(36)

11

Kabupaten Tebo; tanah PMK bekas kebun karet (berumur 22-25 tahun) yang

terletak di PTP Nusantara VI Kebun Rimbo I, Desa Pematang Sapat, Kecamatan

Rimbo Bujang, Kabupaten Tebo; dan tanah gambut bekas hutan yang terletak di

PT Era Sakti Parastama, Desa Sakean, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten

Muaro Jambi) memiliki keadaan lingkungan yang berbeda sehingga kemungkinan

juga akan memiliki jenis CMA yang berbeda serta sampai saat ini kemungkinan

tersebut belum ada yang melaporkan.

Penelitian ini bertujuan mengisolasi dan mengkarakterisasi CMA dari tiga

lokasi perkebunan kelapa sawit yaitu pada tanah PMK bekas hutan, tanah PMK

bekas kebun karet, dan tanah gambut bekas hutan.

Bahan dan Metode

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di rumah kaca dan Laboratorium Silvikultur

Fakultas Kehutanan IPB dan di Laboratorium Research Group on Crop

Improvement (RGCI) Fakultas Pertanian IPB. Waktu penelitian dari bulan April

2002 sampai dengan Agustus 2003.

Pengambilan Contoh Tanah

Pengambilan contoh tanah dilakukan di tiga lokasi perkebunan kelapa

sawit di Provinsi Jambi yang terdiri dari jenis tanah PMK bekas hutan yang

terletak di PT Rigunas Agri Utama Desa Tuo Sumay Kecamatan Sumay

Kabupaten Tebo, tanah PMK bekas kebun karet yang terletak di PTP Nusantara

VI Desa Pematang Sapat Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo, dan tanah

gambut bekas hutan yang terletak di PT Era Sakti Parastama Desa Sakean

Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro Jambi. Contoh tanah diambil dari

zona perakaran (rizosfir) kelapa sawit dengan kedalaman 0-20 cm, kemudian

(37)

12

Contoh tanah merupakan komposit dari 20 titik pengambilan contoh, di mana

masing-masing titik banyaknya 500 g.

Pengamatan Spora Awal

Pengamatan spora awal dilakukan di bawah mikroskop. Hasil pengamatan

menunjukkan bahwa jumlah spora sangat sedikit yang kemungkinan pada saat

pengambilan contoh tanah tidak pada musim sporulasi, oleh karena itu dilakukan

kegiatan trapping terlebih dahulu. Selain adanya spora kemungkinan ada

propagul lain sehingga dilakukan juga penaksiran jumlah propagul dengan teknik

Most Probable Number (MPN).

Trapping (Pemerangkapan) CMA

Teknik trapping yang digunakan mengikuti metode Brundrett et al. (1994)

dengan menggunakan pot-pot kultur kecil. Media tanam yang digunakan berupa

campuran contoh tanah sebanyak ± 50 g dan batuan zeolit berukuran 1-2 mm

sebanyak ± 150 g. Teknik pengisian media tanam dalam pot kultur adalah pot

kultur diisi dengan zeolit sampai setengah volume pot, kemudian dimasukkan

contoh tanah dan terakhir ditutup dengan zeolit sehingga media tanam tersusun

atas zeolit-contoh tanah-zeolit.

Benih-benih P. javanica yang akan digunakan sebagai tanaman inang

terlebih dahulu direndam dalam larutan Bayclin selama 5 -10 menit sebagai upaya

sterilisasi permukaan. Kemudian benih tersebut direndam dalam air hangat

selama ± 24 jam untuk memecahkan dormansi yang mungkin terjadi. Selanjutnya

benih-benih tersebut disemaikan dalam bak persemaian selama ± 10 hari. Setelah

itu kecambah dipindahkan langsung ke dalam pot-pot kultur.

Pemeliharan kultur meliputi penyiraman, pemberian hara dan

pengendalian hama secara manual. Larutan hara yang digunakan adalah Hyponex

merah (25-5-20) dengan konsentrasi 1 g/ 2 L air. Pemberian larutan hara

(38)

13

Setelah kultur berumur ± empat bulan dilakukan pemanenan untuk

mendapatkan spora-spora yang akan digunakan pada kegiatan tahap berikutnya.

Peubah yang diamati adalah jumlah spora per 50 g media tanam dan tipe spora.

Penaksiran Kepadatan Propagul dengan Teknik Most Probable Number

(MPN)

Setiap contoh tanah dihaluskan dan dilakukan pengenceran dengan

kelipatan 10 sebanyak tujuh kali pengenceran dengan mencampur contoh tanah uji

langsung dari lapang dengan zeolit yang telah steril dan setiap pengenceran

diulang lima kali. Campuran media dimasukkan ke dalam pot-pot plastik.

Benih P. javanica yang telah disterilkan dan telah dikecambahkan ditanam

pada pot kultur tersebut dan dipelihara di rumah kaca selama lebih kurang 5

minggu. Pemeliharaan meliputi penyiraman dan pemupukan dengan larutan hara

Hyponex merah (25-5-20).

Setelah 5 minggu, dilakukan pemanenan akar dengan cara memotong

bagian akar. Akar-akar tersebut dicuci dan dipotong-potong kemudian

dimasukkan ke dalam botol yang berisi Formalin Aceto Alcohol (FAA).

Selanjutnya akar-akar tersebut diwarnai dengan larutan pewarna melalui teknik

pewarnaan akar dari Kormanik dan McGraw (1982). Akar-akar yang telah

didestaining diamati di bawah mikroskop untuk melihat ada tidaknya infeksi

CMA. Prosedur lengkap pewarnaan akar dapat dilihat pada Lampiran 1.

Kemudian hasil pengamatan dapat dihitung MPN-nya.

Isolasi Spora dan Identifikasi CMA

Ekstraksi CMA dilakukan untuk memisahkaan spora dari contoh tanah

sehingga dapat dilakukan identifikasi CMA guna mengetahui genus spora CMA.

Teknik yang digunakan adalah teknik tuang–saring dari Pacioni (1992) dan

dilanjutkan dengan teknik sentrifugasi dari Brundrett et al. (1996).

Prosedur teknik tuang-saring ini, pertama adalah mencampurkan contoh

tanah sebanyak 50 g dengan 200-300 ml air, lalu diaduk sampai butiran-butiran

(39)

14

dan 45 ì m secara berurutan dari atas ke bawah. Dari saringan bagian atas

disemprot dengan air kran untuk memudahkan spora lolos. Kemudian saringan

teratas dilepas, dan sejumlah tanah sisa yang tertinggal pada saringan terbawah

dipindahkan ke dalam tabung sentrifuse.

Isolasi spora teknik tuang-saring ini kemudian diikuti dengan teknik

sentrifugasi dari Brundrett et al. (1996). Hasil saringan dalam tabung sentrifuse

ditambah glukosa 60 % dengan menggunakan pipet. Tabung sentrifuse ditutup

rapat dan disentrifuse dengan kecepatan 2500 rpm selama 3 menit. Selanjutnya

larutan supernatan tersebut dihisap dengan pipet hisap dan dituang ke dalam

saringan 45 ì m, dicuci dengan air mengalir (air kran) untuk menghilangkan

glukosa. Endapan yang tersisa dalam saringan di atas, dituangkan ke dalam cawan

petri plastik dan kemudian diperiksa di bawah mikroskop binokuler untuk

penghitungan spora dan pembuatan preparat guna identifikasi spora CMA yang

ada.

Pembuatan preparat spora menggunakan bahan pewarna Melzer’s dan

bahan pengawet PVLG yang diletakkan secara terpisah pada satu kaca preparat.

Spora-spora CMA yang diperoleh dari ekstraksi setelah dihitung jumlahnya

diletakkan dalam larutan Melzer’s dan PVLG. Selanjutnya spora-spora tersebut

dipecahkan secara hati-hati dengan cara menekan kaca penutup preparat

menggunakan ujung lidi. Perubahan warna spora dalam larutan Melzer’s adalah

salah satu indikator untuk menentukan tipe spora yang ada.

Pembuatan Kultur Spora Tunggal

Pembuatan kultur spora tunggal mengacu pada metode yang dilakukan

Mansur (2000), yaitu Petridish Observation Chamber (PDOC). Cawan petri

plastik yang akan digunakan sebagai tempat penanaman kultur terlebih dahulu

dilubangi (0,5 cm x 0,5 cm) pada bagian tepinya yang berfungsi sebagai tempat

munculnya kecambah. Kemudian cawan petri plastik diisi batuan zeolit

berukuran 1-2 mm sampai penuh dan cukup padat. Sebelumnya zeolit disterilisasi

dengan autoklaf untuk memusnahkan patogen atau nematoda yang terbawa yang

(40)

15

Spora-spora CMA yang telah diisolasi dari kultur trapping dikumpulkan

dalam gelas arloji dan dilakukan pemisahan berdasarkan genusnya. Kemudian

bibit P. javanica yang telah memiliki 2-3 helai daun (umur 7-10 hari setelah

semai) diletakkan di atas kertas putih atau kertas tissue.

Selanjutnya spora diambil dengan pinset dan diletakkan pada akar bibit

tersebut. Setiap bibit hanya diinokulasi dengan satu spora. Bibit yang telah

diinokulasi dipindahkan pada media kultur dengan posisi bagian batang bibit

diletakkan pada bagian tepi cawan petri plastik yang telah dilubangi. Selanjutnya

cawan petri plastik ditutup dengan penutupnya dan diberi perekat supaya tidak

tumpah. Kemudian cawan petri plastik diberi label.

Cawan petri plastik kultur dibungkus dengan alumunium foil untuk

mengurangi pengaruh langsung cahaya terhadap media kultur. Cawan petri

plastik selanjutnya diletakkan dalam bak plastik kecil yang berfungsi sebagai

tempat air dan larutan hara bagi kultur. Pemberian air melalui bak plastik

dilakukan sesuai dengan kebutuhan tanaman, sedangkan pemberian larutan hara

Hyponex merah dilakukan 1 kali seminggu dengan konsentrasi 1 g/2 L.

Kultur dipelihara selama 6 bulan tergantung sporulasi yang terjadi. Untuk

mengetahui perkembangan proses sporulasi maka kultur-kultur diamati setiap

minggu yang dimulai pada awal minggu kedua setelah pembuatan kultur. Jika

spora yang terbentuk sudah cukup banyak maka akan dilakukan sub-kultur ke

dalam pot-pot kultur yang lebih besar.

Perbanyakan Kultur CMA

Kultur spora tunggal yang sudah menghasilkan spora cukup baik langsung

disub-kulturkan untuk memperbanyak jumlah spora yang terbentuk. Teknik

subkultur dilakukan dengan cara menanam langsung cawan petri plastik spora

tunggal yang telah dibuka penutupnya ke dalam pot-pot plastik kecil yang telah

diisi zeolit kira-kira sepertiga volume pot. Selanjutnya pot diisi zeolit sampai

penuh.

Kultur-kultur ini akan dipelihara di rumah kaca sampai berumur kurang

(41)

16

pemberian larutan hara Hyponex merah (25-5-20) dengan konsentrasi 1 g/2 L air

sebanyak 20 mL setiap pot yang dilakukan setiap minggu.

Hasil pemanenan kultur akan digunakan untuk uji keefektivan terhadap

bibit kelapa sawit pada percobaan selanjutnya.

Hasil dan Pembahasan

Hasil Penelitian

a. Kepadatan Spora

Berdasarkan hasil percobaan didapatkan jumlah spora hasil traping per 50

g contoh tanah untuk setiap ekosistem (jenis tanah PMK bekas hutan, tanah PMK

bekas kebun karet, dan tanah gambut bekas hutan) seperti terlihat pada Tabel 1.

Pada Tabel 1 terlihat bahwa jumlah spora hasil trapping per 50 g contoh

tanah berbeda untuk setiap jenis tanah, dimana jumlah spora terbanyak adalah di

tanah PMK bekas kebun karet, disusul dengan tanah gambut bekas hutan dan

tanah PMK bekas hutan. Sedangkan kepadatan spora alami sebelum dilakukan

trapping hanya 1-10 spora saja per 50 g tanah untuk setiap jenis tanah.

Tabel 1. Jumlah spora hasil trapping per 50 g contoh tanah pada setiap jenis tanah

Ulangan Tanah PMK bekas Tanah PMK bekas Tanah gambu bekas Hutan kebun karet hutan

1 167 224 165 2 160 110 178 3 148 187 138 4 170 171 167 Rata-rata 161.25 173 162

b. Jumlah Propagul Infektif

Setiap jenis tanah mengandung jumlah propagul infektif yang berbeda,

yaitu di tanah PMK bekas hutan sebanyak 700 organisme/g tanah, di tanah PMK

bekas kebun karet sebanyak 1400 organisme/g tanah, dan di tanah gambut bekas

(42)

17

Jumlah propagul infektif yang tertinggi ternyata diperoleh pada tanah

PMK bekas kebun karet diikuti oleh tanah gambut bekas hutan dan tanah PMK

bekas hutan.

c. Karakterisasi Tipe Spora

Identifikasi tipe spora hasil isolasi atas dasar karakteristik morfologi dan

responnya terhadap larutan Melzer’s di setiap jenis tanah ternyata memiliki

jumlah dan tipe spora yang berbeda walaupun ada beberapa yang satu tipe. Tipe

spora di tanah PMK bekas hutan ada sembilan tipe yaitu termasuk ke dalam genus

Glomus (empat tipe) dan Acaulospora (lima tipe), seperti terlihat pada Tabel 2.

Demikian juga dengan tipe spora yang ada di tanah PMK bekas kebun karet ada

sembilan tipe dengan genus Glomus (tujuh tipe) dan Acaulospora (dua tipe),

seperti terlihat pada Tabel 3. Tipe spora di tanah gambut bekas hutan primer

terdapat 12 tipe spora yaitu Glomus (tujuh tipe) dan Acaulospora (lima tipe),

seperti terlihat pada Tabel 4.

d. Kultur spora tunggal

Berdasarkan kultur spora tunggal didapatkan bahwa tidak semua tipe spora

yang dikulturkan mampu tumbuh dan berkembang dengan baik. Dari sembilan

jenis CMA (lima tipe Acaulospora dan empat tipe Glomus) yang ditemukan di

rizosfir kelapa sawit yang ditanam pada tanah PMK bekas hutan hanya empat tipe

spora yang mampu tumbuh dan berkembang dengan baik yaitu tipe spora Glomus

3a (P-3), Glomus 4a (P-4), Acaulospora 3a (P-7), dan Acaulospora

sp-5a (P-9). Demikian juga di tanah PMK bekas kebun karet, dari sembilan jenis

CMA (tujuh tipe Glomus dan dua tipe Acaulospora) yang ditemukan hanya empat

tipe spora yang mampu tumbuh dan berkembang dengan baik yaitu Glomus sp-2b

(S-2), Glomus sp-3b (S-3), Glomus sp-7b (S-7) dan Acaulospora sp-1b (S-8).

Sedangkan di tanah gambut bekas hutan dari 12 jenis CMA (tujuh tipe Glomus

dan lima tipe Acaulospora) yang diperoleh, hanya tiga tipe spora yang tumbuh dan

berkembang dengan baik yaitu Glomus sp-1c (G-1), Glomus sp-5c (G-5), dan

(43)

18

Tabel 2. Jenis spora hasil isolasi dari perkebunan kelapa sawit yang ditanam pada tanah PMK bekas hutan Kabupaten Tebo Provinsi Jambi

No. Tipe Spora Karakteristik morfologi

(Pembesaran 100 kali)

Reaksi dengan melzer’s

1 Glomus sp-1a Spora berbentuk bulat,

berwarna hitam, per-mukaan spora halus, mempunyai hyphal attachment berbentuk lurus.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s

2 Glomus sp-2a Spora berbentuk

lon-jong, berwarna keco-klatan, permukaan spo-ra halus, berdinding te-bal, tidak mempunyai hyphal attachment.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s

3 Glomus sp-3a Spora berbentuk bulat,

berwarna kuning tua, permukaan spora halus dan berdinding tebal, tidak mempunyai hy-phal attachment.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s

4 Glomus sp-4a Spora berukuran bulat,

berwarna kuning sangat muda (keputihan), per-mukaan spora halus, ti-dak mempunyai hyphal attachments.

(44)

19

Tabel 2. Lanjutan

5 Acaulospora sp-1a Spora berukuran bulat, berwarna kekuningan, permukaan spora halus.

Bereaksi dengan pewarna Melzer’s, terjadi pe -rubahan warna. Bagian dalam spora berwarna merah tua dan bagian luar berwarna kuning.

6 Acaulospora sp-2a Spora berukuran bulat, berwarna kuning sangat muda (kuning keputih-an), permukaan spora relatif kasar dan mem-bentuk ornament seper-ti kulit jeruk.

Bereaksi dengan pewarna Melzer’s, terjadi pe -rubahan warna. Bagian dalam spora berwarna kuning muda bagian luar berwarna kuning kepu-tihan.

7 Acaulospora sp-3a Spora berbentuk pipih, berwarna kuning kehi-jauan. Permukaan spora relatif kasar dan membentuk ornament seperti kulit jeruk.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s

8 Acaulospora sp-4a Spora berbentuk bulat dan berukuran lebih kecil dari Acaulospora sp-1a, berwarna keku-ningan. Permukaan spora relatif halus.

Bereaksi dengan pewarna Melzer’s, terjadi pe -rubahan warna. Bagian dalam spora berwarna merah tua dan bagian luar berwarna kuning.

9 Acaulospora sp-5a Spora berukuran bulat, berwarna kecoklatan. Permukaan spora relatif halus.

(45)

20

Tabel 3. Jenis spora hasil isolasi dari perkebunan kelapa sawit yang ditanam pada tanah PMK bekas kebun karet Kabupaten Tebo Provinsi Jambi

No. Tipe Spora Karakteristik morfologi

(Pembesaran 100 kali)

Reaksi dengan melzer’s

1 Glomus sp- 1b Spora berbentuk lon-jong, berwarna keco-klatan, permukaan spo-ra agak kasar, tidak mempunyai hyphal attachment.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s

2 Glomus sp- 2b Spora berbentuk bulat, berwarna kuning muda, permukaan spora halus, mempunyai hyphal attachment berbentuk lurus.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s

3 Glomus sp- 3b Spora berbentuk bulat, berwarna coklat tua, permukaan spora relatif kasar, mempunyai hy-phal attachment ber-bentuk lurus.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s

4 Glomus sp-4b Spora berbentuk bulat, berwarna coklat tua, permukaan spora relatif kasar, mempunyai hy-phal attachment ber-bentuk lurus.

(46)

21

Tabel 3. Lanjutan

5 Glomus sp-5b Spora berbentuk lon-jong, berwarna kuning muda, permukaan spora agak kasar, tidak mempunyai hyphal attachment.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s

6 Glomus sp-6b Spora berbentuk bulat, berwarna hitam, per-mukaan spora halus, mempunyai hyphal attachment berbentuk lurus.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s

7

Gambar

Gambar 1. Alur penelitian tanggap  pertumbuhan, serapan  hara  dan karakter morfofisiologi terhadap cekaman kekeringan pada bibit kelapa sawit yang bersimbiosis dengan Cendawan Mikoriza Arbuskular
Tabel 5.  Hasil standarisasi inokulan dari setiap isolat dari tanah PMK bekas hutan, PMK bekas kebun karet dan gambut bekas hutan
Tabel 7.  Uji kontras ortogonal terhadap peubah tinggi bibit, diameter batang, kelapa sawit umur 5 bulan di media tanah PMK bekas hutan
Gambar 2.  Tanggap morfologi bibit kelapa sawit umur 5 bulan terhadap inokulasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

PERNYATAAN Ketika saya dikuasai oleh amarah, saya menentang banyak nasehat dari orang lain Ketika marah, saya ingin berkelahi dengan orang lain Orang terdekat menjadi sasaran

“Von der Parteien Gunst und Hass verzerrt, Schwankt sein Charakterbild in der

1) Bobot badan domba betina dewasa, diukur dengan cara ditimbang menggunakan timbangan pegas ( salter ) dengan kapasitas 50 Kg. 2) Persentase induk melahirkan dan bunting

Kejelasan sasaran , hasil penelitian dapat dijadikan sebagai sumber belajar biologi siswa SMA kelas X karena memenuhi prinsip kejelasan sasaran Kompetensi Dasar

Hasil terbaik menunjukan waktu pengeringan pada pengujian dengan putaran 70 Rpm atau dengan 210 kali pergerakan rak tiap 3 menit adalah 8 jam dan kandungan minyak atsiri 2,14%

Sesuai dialog tersebut SK2 mengetahui pertanyaan yang dimaksud dalam soal. Ini terlihat dari jawabannya dengan jelas mengatakan “Banyak nilai x yang habis dibagi 3 dan 5”.

Pada musim kemarau tenaga kerja berpengaruh secara nyata terhadap produksi udang vannamei, namun t hitung lebih besar dari t tabel (2,035 &gt; 2,051) pada tingkat kepercayan 90%

Dari SOALAN 26 hingga SOALAN 39, tulis jawapan kamu dalam tempat kosong yang disediakan dalam Kertas Soalan ini!. FRASA