• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian pembangunan industri pulp berbasis hutan tanaman industri di Kabupaten Pelawan: kasus PT Riau Andalan Pulp and Paper

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian pembangunan industri pulp berbasis hutan tanaman industri di Kabupaten Pelawan: kasus PT Riau Andalan Pulp and Paper"

Copied!
215
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

KAJIAN PEMBANGUNAN INDUSTRL PULP

BERBASIS HUTAN TANAMAN INDUSTRI

DI KABUPATEN PELALAWAN

(KASUS

PT.

RIAU ANDALAN PULP AND PAPER)

FADRIZAL

LABAY

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir berjudul : "Kajian Pembangunan Industri Pulp Berbasis Hutan Tanaman Industri Di Kabupaten Pelalawan (Kasus PT. Riau Andalan Pulp and Paper)" adalah karya saya sendiri dan beluln diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang ditzrbitkan maupun tidzk diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalarn teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.

Bogor, Januari 2006

Fadrizal Labay

(4)

FADRIZAL LABAY, Kajian Pembangunan Industri Pulp Berbasis Hutan Tanaman Industri Di Kabupsten Pelalawan (Kasus PT. Riau Andalan Pulp and Paper)". Dibimbing oleh RINA OKTAVIANI sebagai Ketua, dan DEDI BUDIMAN HAKIM sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Industri pulp merupakan salah satu industri hasil hutan yang sangat penting, karena perannya dalam perolehan devisa dan ekonomi nasional. Upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi di sektor industri sebagai reinvestasi surplus dapat menimbulkan penambahan tenaga kerja yang berasal dari sektor pertanian. Kapasitas terpasang industri piilp di 111donesia pada tahun 2003 mencapai 6,s juta ton per tahun. Apabila industri pulp nasional bekerja pada kapasitas penuh, maka dibutuhkan bahar. baku serpih sekitar 30,4 juta meter kubik per tahun; sedangkan daya dukung hutan tanaman industri untuk memenuhi kebutuhan bahan baku tersebut baru mencapai 30 persen, sehingga terdapat kesenjangan sebesar 70 persen yang masih bergantung kepada hutan alam yang akan merangsang terjadinya illegal logging. Pembangunan hutan tanaman industri yang terintegrasi dengan industri merupakan konsep pembangunan hutan dimasa depac, karena akan terjadi subsidi silang dan mampu mempertinggi keuntungan dan meningkatkan IRR. Di Kabupaten Pelalawan terdapat satu unit industri pulp dan kertas yang terintegrasi dengan hutan tanaman industri yaitu PT. Riau Andalan Pulp and Paper dengan kapasitas terpasang industri 2 juta ton per tahun.

Kajian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan finansial pembangunan industri pulp dan hutan tanaman industri, mengidentifikasi strategi pengembangan hutan tanaman industri untuk mendukung industri pulp secara lestari, dan menganalisis peran sektor kehutanan dan industri pulp terhadap pembangunan daerah. Kajian pembangunan daerah ini memilih lokasi Kabu1;aten Pelalawan. Metoda yang digunakan adalah metode deskriftif dan kuantitatif. Data yang diperlukan dalam kajian ini adalah data sekunder dari badanldinasljawatan terkait baik tingkat nasional, propinsi maupun kabupaten serta perusahaan PT. Riau Andalan Pulp and Paper. Alat analisis dalam kajian ini menggunakan analisis kelayakan proyek dan analisis deskriftif untuk lainnya.

(5)

Dengan kapasitas terpasang industri pulp sebesar 2.juta ton per tahun, potensi tegakan hutan tanaman industri rata-rata 189 meter kubik per hektar; maka dibutuhkan hutan tanaman siap panen seluas 47.620 hektar per tahun. Saat ini etat luas hutan tanzman industri yang dimiliki perusahaan hanya 23.5 10 hektar; sehingga masih terdapat kekurangan suplai seluas 24.1 10 hektar per tahun. Untuk memenuhi kekurangan tersebut, perusahaan PT. Riau Andalan Pulp and Paper telah membangun kemitraan dengan sejumlah perusahaan hutan tanaman industri yang ada di Riau, Sumatera Barat dan Sumatera Utara; yaitu sebanyak 23 unit perusahaan dengan luas efektif 182.874 hektar serta didukung pula oleh hutan tanaman rakyat binaan pada 30 kelompok tani dan koperasi dengan luas efektif 40.544 hektar dengan perkiraan luas tebangan 27.925 hektar .per tahun.

Untuk tenvujudnya industri pulp berbasis pada hutan tanamar, industri perlu dilakukan beberapa strategi, yaitu : pengembangan produktivitas hutan tanaman industri, pengembangan produktivitas industri pulp serta pengembangan kawasan sentra produksi hutan tanaman industri. Selain itu perlu pula dilakukan penguatan daya saing industri pulp dengan penciptaan produksi bersih dan bersertifikasi ekolabel, disertai dengan pemberdayaan masyarakat. Namun ha1 yang tidak kalah penting adalah pencegahan kebakaran hutan dan lahan dengan pengawasan dan pengendalian yang ketat serta stabilitas politik dan keamanan.

(6)

O

Hak cipta milik Fadrizal Labay, tahun 2006

Hak cipta dilindungi

(7)

KAJIAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PULP

BERBASIS HUTAN TANAMAN INDUSTRI

DI KABUPATEN PELALAWAN

(KASUS PT.

RIAU ANDALAN PULP AND PAPER)

FADRIZAL LABAY

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Profesional pada

Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Tugas Akhir : Kajian Pembangunan Industri Pulp Berbasis Hutan Tanaman Industri Di Kabupaten Pelalawan (Kasus PT. Riau Andalan Pulp and Paper)

Nama ?V"lahasiswa : Fadrizal Labay

N I M : A.015010335

Disetujui,

Komisi Pembimbing,

J

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.A.Ec

K e t u a Anggota

Ketua Program Studi ekolah Pascasarjana

Manajemen Pembangunan Daerah

Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec

(9)

RIWAYAT

HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 3 Juli 1960 di Desa Rumbio Kecamatan Kampar Kabupaten Kampar Provinsi Riau, merupakan anak kedua dari enam

bersaudara. Ayah bernama Labai dan ibu bernama Jaromah.

Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar Negeri Nomor 5

Rumbio pada tahun 1973, Sekolah Menengah Pertama Negeri Airt~ris pada tahun 1976, dan Sekolah Menengah Atas Negeri Nomor 2 Pekanbaru pada tahun 1980.

Pada tahun 1980 penulis melanjutkan pendidikan di Insitut Pertanian Boger

melalui Proyek Perintis I1 dan pada tahun 1985 memperoleh gel.ar Sarjana

Kehutanan pada Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor dengan bidang keahlian Politik dan Ekonomi Kehutanan. Pada tahun 2002

penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan pada Program Studi

Magister Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor.

Sejak tahun 1986 penulis menjadi pegawai di lingkungan Departemen

Kehutanan dan di tempatkan pada Kantor Wilayah Departemen Kehutanan

Provinsi Riau. Pada tahun 1992 dimutasi ke Kantor Wilayah Departemen

Kehutanan Provinsi Bengkulu, dan pada tahun 1997 diangkat menjadi Kepala

Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah Kabupaten Rejang Lebong Provinsi

Bengkulu. Pada tahun 2000 sejalan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah, mutasi

ke Dinas Kehutanzn Provinsi Riau dengan jabatan terakhir Kepala Sub Dinas

Pengembangan Kehutanan.

Penulis menikah dengan Hj. Apriati binti

H.

Sa'ud pada tahun 1988 dan hingga saat ini dikarunia empat orang putra-putri, yaitu : Veni Wulandari (15 tahun), Septy Dwi Indriani (13 tahun), Ikhsan Tri Anugrah (aim), dan Thalia
(10)

Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmatNya Kajian Pembangunan Daerah dengan judul "Kajian Pembangunan Industri Pulp Berbasis Hutan Tanaman Industri Di Kabupaten Pelalawan (Kasus PT. Riau Andalan Pulp and Paper)" ini dapat diselesaikan didalam waktu yang sangat terbatas.

Kajian pembangunan daerah merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Magister Manajemen Pembangunan Daerah pada Sekolah Pascasa jana Institut Pertanian Bogor.

Fada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS dan Bapak Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim,

M A.Ec selaku Komisi Pembimbing,

2. Bapak Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec; selaku Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah sekaligus dosen penguji luar komisi atas kritik dan saran yang diberikan untuk perbaikan kajian ini,

3. Bapak Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau atas dukungsln dan dorongan dalam penyelesaian studi ini,

4. Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp and Paper beserta jajarannya yang telah banyak membantu data dan informasi yang diperlukan,

5 . Isteriku tercinta Hj. Apriati, yang setia mendampingi dan memberi semangat, serta anak-anakku Veni, Septy, dan Thalia yang telah memberi keceriaan dan inspirasi dalam penulisan ini.

6. Ayahanda Labai dan ibunda Jaromah, kakanda dan adinda yang selalu memberikan dorongan dan do'a restu dengan keikhlasan,

7. Rekan-rekan mahasiswa Manajemen Pembangunan Daerah Pekanbaru Angkatan I serta pihak-pihak yang telah banyak membantu penulisan ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih sangat jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran untuk penyempurnaannya sangat penulis harapkan.

Demikian, semoga tulisan ini dapat bermanfaat.

Bogor, Januari 2006

Penulis,

(11)

DAFTAR

IS1

Halaman

...

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR

...

v

...

DAFTAR LAMPIRAN vi

...

1 . PENDAHULUAN 1

1 . 1 . Latar Belakang

...

i 1.2. Perumusan Masalah

...

5 1

. .

3 Tuj uan

...

6

...

11

.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Makna Pembangunan Daerah

...

2.2. Deforestasi dan Penyebabnya

...

2.3. Perkembangan Industri Pulp

...

2.4. Perkembangan Hutan Tanaman Industri

...

...

2.5. Sistem Agribisnis

...

2.6. Analisis Kelayakan Usaha

...

2.7. Manfaat Ekonomi Pengusahaan Hutan

...

I11

.

METODE KAJIAN 25

.

.

3.1. Kerangka Pemlklran

...

25

...

3.2. Metode Kajian 27

...

3.2.1. Lokasi Kajian 27

3.2.2. Sasaran Kajian

...

27

...

3.2.3. Metode Pengumpulan Data 28

3.2.4. Metode Pengolahan Data

...

30

...

IV

.

GAMBARAN UMUM DAERAH KAJIAN 35

4.1. Kondisi Geografis

...

35

4.2. Pemerintahan Daerah

...

35

...

4.3. Potensi Sumberdaya Hutan 36

4.4. Kondisi Sosial Ekonomi

...

39

...

4.4.1. Penduduk dan Ketenagakerjaan 39

...

(12)

V . HASIL DAN PEMBAHASAN

...

...

5.1. Analisis Kelayakan Usaha Hutan Tanaman Industri

...

5.2. Analisis Kelayakan Usaha Pembangunan Industri Pulp

...

5.3. Analisis Kelestarian Suplai Bahan Baku Industri

5.4. Analisis SWOT

...

...

5.4. I Lingkungan Eksternal

...

5.4.2 Lingkungan Internal

...

5.5. Analisis Strategi Pengembangan Industri Pulp Berbasis HTI 5.6. Analisis Peran Sektor Kehutanan Dalam Pembangilnan Daerah

.

5.5.1 Penciptaan Devisa

...

5.5.2 Penciptaan Nilai Tarnbah PDRB

...

...

5.5.3 Pen yerapan Tenaga Kerja

5.5.4 Penerimaan Pungutannuran Kehutanan

...

VI

.

RANCANGAN STRATEGIS PEMBANGUNAN XNDUSTRI PULP BERBASIS HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI

...

KABUPATEN PELALA WAN

6.1. Visi dan Misi Kabupaten Pelalawan

...

6.2. Strategi Pembangunan Industri Pulp Berbasis Hutan Tanarnan Industri Pulp

...

...

6.3. Perancangan Program Strategis

VII . KESIMPULAN DAN SARAN

...

7.1. Kesimpulan

...

7.2. Saran

...

DAFTAR PUSTAKA

...

...

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Perubahan pandangan mengenai penyebab deforestasi di

Indonesia

...

10 Distribusi Lokasi dan Kapasitas Terpasang Industri Pulp di

Indonesia Tahun 2003

...

13

Produksi dan Ekspor Pulp Indonesia Tahun 1993 - 2002

...

13 Rekapitulasi Pembangunan HTI di Indonesia berdasarkan Kelas

Perusahaan sampai dengan Tahun 2004

...

17 Matriks SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunities ,Threats) 34 Nama Kecamatan, Luas Wilayah, Jumlah Kelurahan dan Desa di Kabupaten Pelalawan Tahun 2003.

...

36 Luas Kawasan Hutan dan Penutupan Lahan Hutan Kabupaten

Pelalawan Tahun 2004.

...

37 Perkembangan IUTHHK-HA di Kabupaten Pelalawan.

...

37

Perkembangan Pembangunan HTI di Provinsi Riau sampai

dengan Tahun 2004.

...

38

Perkembangan Pembangunan HTI di Kabupaten Pelalawan.

...

38 Penduduk Kabupaten Pelalawan Menurut Kelompok Umur dan

Kecamatan Tahun 2003.

...

39

Jumlah Penduduk Berusia 10 Tahun keatas yang Bekerja pada

Lapangan Usaha Utama di Kabupaten Pelalawan Tahun 2001

....

40 PDRB Kabupaten Pelalawan Atas Dasar Harga Konstan Tahun

1993 Menurut Sektor Tahun 1998 - 2003

...

42 PDRB Kabupaten Pelalawan Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Sektor Tahun 1998 - 2003

...

45

Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Pelalawan Atas Dasar

Harga Konstan Tahun 1993 Menurut Sektor Tahun 1998 - 2003. 46

Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Pelalawan Atas Dasar

Harga Berlaku Menurut Sektor Tahun 1998

-

2003

...

46 Realisasi Pembangunan HTI PT. RAPP Sampai dengan Tahun

2005

...

47 Standar Biaya per hektar Pembangunan HTI Kayu-kayuan di

Provinsi Riau

...

48 Analisis Sensitivitas Kelayakan Investasi Hutan Tanaman
(14)

Perkembangan Produksi Pulp dan Nilai Devisa di Kabupaten Pelalawan &lam kurun waktu 1995 - 2004

...

Realisasi Penerimaan Bahan Baku Kayu pada Industri Pulp PT. Riau Andalan Pulp and Paper Tahun 1994 - 2004

...

Biaya Investasi dan Operasional Industri Pu!p

...

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Pasar Kayu untuk Industri Pulp

...

17

Sambar 2 Kerangka Pemikiran Konseptuz! P e n g e ~ b a n g a ~ Industri Pulp Berbasis Hutan Tanaman Industrl di Kebupaten

Pelalawan

...

26

Gambar 3 Pertumbuhan Rata-rata Tanaman Acacia mangium di Areal

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Aliran Kas Analisis Kelayakan Usaha Pembangunan Hutan Tanaman Industri PT. Riau Andalan Pulp and Paper

...

92

Lampiran 2 Aliran Kas Analisis Kelayakan Usaha Pembangunan

Industri Pulp PT. Riau Andalan Puip and Paper

...

95

Lampiran 3 Sumber Tambahan Bahan Baku Industri Pu!p PT. Riau

(17)

I. PENDAHUL'CJAN

1.1. Latar Belakang

Selama tiga dekade terakhir, sumber daya hutan telah menjadi modal utama pembangunan ekonomi nasional, yang memberi dampak positif terhadap peningkatan devisa, penyerapan tenaga kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan hasil penelitian dari Center for lnternational Forestry Research (CIFOR, 2004) disebutkan bahwa pada tahun 1989 nilai ekspor sektor kehutanan menyumbang devisa lebih dari 28,4 persen dari total ekspor non-migas dan terus menurun menjadi 13,7 persen dari total ekspor non-migas pada tahun 2003. Data Departemen Kehutanan menunjukkan devisa sektor kehutanan pada periode tahun 1992-1997 tercatat sebesar US$ 16,O milyar atau sekitar 3,5 persen dari PDB nasional, sedangkan dalam kurun waktu tahun 1997-2003 nilai devisa sektor kehutanan mengalami penurunan menjadi hanya sebesar US$ 13,24 milyar. Akibat pemanfaatan hutan yang berlebihan dan perubahan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan diluar sektor kehutanan antara tahun 1997-2003 telah menyebabkan terjadinya degradasi sumberdaya hutan rata-rata sekitar 2,83 juta hektar per tahun (Dephut, 2005a).

Menurut Hardian (2000), sektor kehutanan telah menghasilkan devisa sekitar US$ 8 milyar per tahun, penyerapan tenaga kerja sekitar 4 juta tenaga kerja, serta pungutan kehutanan yang terdiri dari Dana Reboisasi (DR), Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPn), dan lain-lainnya mencapai US$36 per meter kubik kayu bulat. CIFOR (2004) melaporkan bahwa pada tahun

2003 ekspor produk kehutanan mencapai US$ 6,6 milyar yang diantaranya berupa

ekspor pulp, paper dan paperboard senilai US$2,4 milyar.

(18)

melalui substitusi impor (Rivaie, 1979). Selanjutnya Rahardjo (1990) menyatakan bahwa sektor industri dapat berperan sebagai dinamisator yang akan membawa seluruh sektor perekonomian pada tingkat laju pertumbuhan yang lebih tinggi, sebagai jalan pemenuhan kebutuhan masyarakat akan barang-barang, melepaskan ketergantungan terhadap impor dan meningkatkan nilai ekspor.

Industri pulp dan kertas merupakan salah satu industri hasil hutan yang sangat penting, karena perannya dalam perolehan devisa dan ekonomi nasional. Hampir setiap kehidupan manusia memanfaatkan koinoditas dari industri tersebut, seperti aktivitas rumah tangga, perkantoran, industri, pendidikan, dan perdagangan (Ibnusantosa, 2000). Selanjutnya disebutkan bahwa Indonesia berpotensi untuk menjadi salah satu negara industri pulp karena memiliki sumber bahan baku berupa hutan, serta bahan baku alternatif (limbah pertanian) untuk perkembangannya. Pada dekade terakhir ir~dustri pulp nasional mengalami perkembangan yang pesat seiring dengan perkembangan industri kertas nasional, disamping itu daya saing industri pulp nasional terus meningkat karena biaya produksi pulp dan kertas merupakan salah satu yang terendah di dunia disebabkan oleh faktor endowment seperti bahan baku serat, biaya tenaga kerja dan biaya energi yang relatif murah. Pengembangan industri pulp dan kertas dimasa mendatang memiliki peluang yang baik dan berpotensi untuk menjadi salah satu industri unggulan nasional, jika dilihat dari potensi produksi maupun peluang pasar yang ada.

Dari segi produksi, Indonesia dengan iklim tropis, lahan yang relatif luas dan memiliki keanekaragaman hayati (biodiversity), secara alami dapat lebih efisien menghasilkan serat alam, sedangkan dari potensi pasar ternyata masih terbuka luas dan terus meningkat baik untuk pasar dalam negeri maupun internasional. Kapasitas terpasang industri pulp di Indonesia pada tahun 2003 mencapai 6,5 juta ton per tahun yang menjadikan Indonesia negara terbesar ke 9 sebagai produsen pulp. Delapan puluh enam persen dari kapasitas terpasang tersebut berada di Sumatera, 9 persen di Kalimantan, dan 5 persen di Jawa. Selain itu konsumsi kertas didalam negeri menunjukan peningkatan dari 11,l kg perkapita pada tahun 1993 menjadi 24 kg perkapita pada tahun 2002 (APKI,

(19)

.4pabila industri pulp nasional bekerja pada kapasitas penuh, maka dibutuhkan bahan baku serpih sekiiar 30,4 juta meter kubik per tahun; sedangkan daya dukung hutan tanaman industri untuk memenuhi kebutuhan bahan baku tersebut Saru rnencapai 30 persen, sehingga sisanya masih bergantung kepada hutan alam yang akan merangsang terjadinya illegal logging.

Sejalan dengan tahap perkembangan ekonomi, maka kegiatan agribisnis yang mengarah pada bidang jasa dan bisnis yang berbasis peitanian akan semakin ~neningkat. Oleil karena itu, pengenibangan agribisnis akan meiijadi salah satu sektor unggulan (a leading sector) dalam pembangunan ekonomi nasional. Agribisnis pulp dan kertas merupakan salah satu kluster industri (industry cluster) yang terdiri dari kegiatan pembibitan kayu (nursery), budidaya tanaman hutan (tinzber plantation), industri pulp dan kertas @ulp and paper industry) serta industri lanjutannya. Pembangunan hutan tanaman yang terintegrasi dengan industri merupakan konsep pembangunafi hutan dimasa depan. Apabila HTI dibang~n secara parsial hanya akan memberikan tingkat keuntungan yang rendah dengan Internal Rate of Return (IRR) sekitar 10 persen. Namun apabila diintegrasikan dengan industri, akan terjadi subsidi silang dan mampu mempertinggi keuntungan dan meningkatkan IRR menjadi 22,4 persen (Iskandar, Ngadiono dan Nugraha, 2003). Artinya secara komersial pembangunan HTI tidak layak. Sedangkan hasil Studi Kelayakan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman PT. Riau Andalan Pulp and Paper di Provicsi Riau (Kabupaten Kampar, Bengkalis, Sia!; Pelalawan, Kuantan Singingi dan Indragiri Hulu) Tahun 2001 pada areal seluas 300.000 hektar (netto 186.615 hektar) dengan daur tafiaman 8 tahun, menunjukkan hasil berupa NPV sebesar Rp 24.160.729.639; IRR sebesar 23,26 persen, serta Net BIC sebesar 1,016 (PT. RAPP, 2001).

Di bidang ketenagakerjaan setiap hektar pembangunan hutan tanaman industri dapat menyerap 1 orang tenaga kerja per tahun, yang berarti apabila terlaksana target pembangunan seluas 5 juta hektar di Indonesia selalna 5 tahun sesuai rencana strategis Departemen Kehutanan, setiap tahunnya akan menyerap tenaga kerja sebanyak 1 juta orang yang dapat menghidupi sebanyak 3 sampai 4

(20)

Di Kabupaten Pelalawan terdapat satu unit industri pulp dan kertas yang terintegrasi dengan hutan tanaman industri yaitu PT. Riau Andalan Pulp and Paper. Pembangunan hutan tanaman industri didasarkan kepada Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 66 11Kpts-I111992 tanggal 23 Juni 1992 tentang pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) Sementara dan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 1301Kpts-II/1993 tanggal 27 Februari 1993 tentang pemberian HPHTI di Propinsi Riau kepada PT. Riau Andalan Pulp and Paper seluas 300.C03 Ha. Sedailgkan pembangufiai: industri pulp and paper didasarkan kepada Persetujuan Izin Usaha Industri dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) No. 3 17lTlIndustri/l997 tanggal 14 Juli 1997 sebesar 750.000 ton, Persetujuan BKPM No. 47hIlPMDNl1999 tanggal 15 September 1999 sebesar 990.000 ton, dan Persetujuan BKPM No. 649/T/Industri/1999 tanggal 6 Desember 1999 sebesar 350.000 ton; sehingga total kapasitas produksi sesuai izin adalah sebesar 2.090.000 ton. Kebutuhan bahan baku mensapai 9 juta meter kubik per tahun sedangkan daya dukung hutan tanaman industri untuk mensuplai kebutuhan bahan baku pada tahun 2004 baru mencapai 2 juta meter kubik per tahun. Dengan demikian masih terdapat kesenjangan suplai sebesar 7 juta meter kubik per tahun, yang masih disuplai dari pembelian bebas (PT. RAPP, 2005). Selanjutnya Industri pulp di Kabupaten Pelalawan mempunyai potensi yang sangat besar dalam menunjang ekspor non-migas, ha1 ini tercermin dari jumlah ekspor produk pulp dan kertas selama tahun 2000

-

2004 mencapai US$

2.184.950.778,84. Laporan Bank Indonesia Pekanbaru tentang Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Provinsi Riau Tihun 2001 menunjukkan bahwa dari total ekspor non-migas Riau sebesar US$ 5,64 milyar, jika dilihat dari pangsanya terdiri dari komoditi alat listrik 3 1,99 persen; pulp dan kertas 10,ll persen; minyak sawit 8,33 persen; besi baja 4,26 persen; kayu lapis 1,90 persen; karet

1,19 persen; dan lainnya 39,65 persen.

(21)

industri pulp dan kertas terhadap pembangunan daerah Kabupaten Pelalawan, maka kebiakan dalam rangka membuka kesempatan kerja bagi masyarakat setempat serta peningkatan ekspor dan nilai tambah dari sektor industri supaya lebih ditingkatkan. Dengan demikian industri pulp dan kertas di Kabupaten Pelalawan sebagai sektor yang berperan dalam menggerakkan perekonomian wilayah diharapkan dapat memberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat serta pertumbuhan ekonomi wilayah secara keseluruhan.

Sehnbungan dengar, ha1 tersebut diatas, maka melalui kajian ini penulis ingin mengetahui, apakah dengan kondisi seperti sekarang, dapat diberlakukan suatu perangkat kebijakan untuk memperbaiki kinerja industri pulp dan hutan tanaman industri, tanpa mengabaikan perannya dalam penciptaan devisa, nilai tambah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), penyerapan tenaga kerja serta penerimaan negara berupa pajak dan bukan pajak dari sektor kehutanan.

1.2. Perurnusan Masalah

Permasalahan yang dihadapi didalam pembangunan industri pulp berbasis hutan tanaman industri di Kabupaten Pelalawan saat ini antara lain, adalah :

1. Terdapatnya kesenjangan antara kebutuhan bahan baku sebesar 9 juta meter kubik per tahun dengan kemampuan suplai bahan baku dari hutan tanaman industri sebesar 2 juta meter kubik, sehingga pemenuhan bahan baku masih menggunakan kayu hutan alam.

2. Pembangunan hutan tanaman industri pada skala kecil dengan luas 10.000 hektar dengan daur 10 tahun secara parsial, dari segi komersial tidak layak untuk dikembangkan karena IRR di bawah suku bunga bank yang berlaku.

3. Strategi pembangunan industri pulp belum memperhitungkan kemampuan suplai bahan baku lestari yang dicerminkan oleh pembangunan kapasitas industri jauh melebihi kemampuan daya dukung hutan tanaman industri. 4. Di era otonomi daerah setiap pemerintah daerah berusaha untuk meningkatkan

(22)

Sehubungan dengan permasalahan di atas, beberapa masalah pokok yang dirumuskan dalam penulisan ini adalah :

a) Apakah secara finansial pembangunan industri pulp dan hutan tanaman industri pulp dalam skala besar layak dikembangkan di Kabupaten Pelalawan. b) Bagaimana strategi pengembangan hutan tanaman industri yang tepat untuk

mendukung keberlangsungan industri pulp dan kertas.

c) Bagaimana dampak dari pembangunam industri pulp dan kertas terhadap pembangunan daerah dan eicvnomi wilayah secara keseluruhan.

1.3. Tujuan

Tujuan dari kajian ini adalah untuk:

1) Menganalisis kelayakan pembangunan industri pulp dan hutan tanaman industri PT. Riau Andalan Pulp and Paper di Kabupaten Pelalawan.

2) Mengidentifikasi strategi pengembangan hutan tanaman industri yang tepat untuk mendukung industri pulp dapat beroperasi secara lestari.

(23)

11. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Makna Pembangunan Daerah

Secara tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Gross Domestic Product (Produk Domestik Bruto, PDB) suatu negara atau peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu propinsi, kabupaten atau kota (Kuncoro, 2004). Menurut Todaro (1999), pembangunan wilayah bertujuan untuk mencapai pertumbuhan pendapatan per kapita yang cepat, penyediaan dan perluasan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, memperkecil disparitas kemakrnuran antar daerahlregional, serta mendorong transformasi perekonomian yang seimbang antar sektor pertanian dan industri melalui pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia dengan tetap memperhatikan aspek kelestariannya (sustainable). Dengan demikian hakekat pembangunan wilayah bertujuan untuk menciptakan berbagai alternatif yang lebih baik bagi setiap anggota masyarakat guna mencapai aspirasinya, yang dicirikan dengan adanya proses transformasi ekonomi dan struktural melalui peningkatan kapasitas produksi dan produktivitas rata-rata tenaga kerja, peningkatan pendapatan, memperkecil disparitas pendapatan, perubahan struktur distribusi kekuasaan antar golongan masyarakat ke arah yang lebih adil, serta transformasi kultural dan t&ta nilai.

Pembangunan suatu daerah menurut Todaro (1999) harus mencakup tiga inti nilai:

1) Ketahanan (sustenance); kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok untuk mempertahankan hidup,

2) Harga diri (self esteem); pembangunan haruslah memanusiakan orang, meningkatkan kebanggaan sebagai manusia di daerah tersebut.

3) Fresdom from servitude; kebebasan bagi setiap individu suatu negara untuk berfikir, berkembang, berperilaku, dan berusaha untuk berpartisipasi dalam pembangunan.

(24)

daerah tersebut. Dalam pembangunan ekonomi daerah peran pemerintah dapat mencakup peran-peran wirausaha (entreprenuer), koordinator, fasilitator, dan stimulator (Blakely, 1989).

Pembangunan ekonomi menurut Sukirno (1985) dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakrt meningkat dalam jangka panjang. Peningkatan ini merupakan suatu pencerminan dari timbulnya perbaikan dalam kesejahteraan ekonomi masyarakat. Dalam praktek, lajunya pertumbuhan ekonomi suatu negara ditunjukkan dengan menggunakan tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto.

Selanjutnya menurut Kuncoro (2004), beberapa sasaran fundamental pembangunan yang berusaha dicapai oleh banyak daerah adalah :

1) Meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah, 2) Meningkatkan pendapatan per kapita,

3) Mengurangi kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan.

Suatu perekonomian baru dapat dinyatakan dalam keadaan berkembang apabila pendapatan perkapita menunjukkan kecenderungan (trend) jangka panjang menaik, tetapi tidak berarti harus mengalami kenaikan secara terus menerus, karena adanya kekacauan politik, kemunduran sektor ekspor, dan sebagainya. Untuk melihat lajunya pembangunan suatu daerah dan perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakatnya, pertambahan pendapatan regional dan pertambahan pendapatan perkapita dari masa ke masa perlu ditentukan. Pendapatan regional merupakan nilai produksi barang-barang dan jasa yang diciptakan dalam suatu perekonoinian dalam mssa satu tahun. Untuk menghitungnya dapat digunakan dua cara, yaitu :

(1) Cara pengeluaran, adalah menentukan pendapatan regional dengan menjumlahkan seluruh pengeluaran berbagai golongan pembeli dalam masyarakat yang meliputi transaksi barang jadi final goods) saja.

(2) Cara pendapatan, adalah menentukan pendapatan dengan menjumlahkan

(25)

Sektor-sektor ekonomi menurut klasifikasi BPS telah terjadi perubahan dari 1 1 sektor pada seri konstan 1983 menjadi 9 sektor pada seri konstan 1993 yaitu: (1) Pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan, (2)

Pertambangan dan penggalian, (3j Industri pengolahan, (4) Listrik, gas dan air bersih, (5) Bangunan, (6) Perdagangan, hotel dan restoran, (7) Pengangkutan dan komunikasi, (8) Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan (9) Jasa-jasa.

Pendapatan regional menunjukkan tingkat kegiatan ekonomi yang dicapai pada suatu tahun, sedangkan pertumbuhan ekonomi merupakan perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang berlaku dari tahun ke tahun. Oleh sebab itu untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi harus dibandingkan pendapatan regional dari berbagai tahun. Dalam membandingkan perlu disadari bahwa perubahan nilai pendapatan regional yang berlaku dari tahun ke tahun disebabkan oleh dua faktor, yaitu: (1) perubahan dalam tingkat kegiatan ekonomi, dan (2) perubahan dalam harga-harga. Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau berkembang apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi dari masa sebelumnya. Dengan demikian, pendapatan regional perlu dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu: (i) pendapatan menurut harga yang berlaku, dihitung menurut harga-harga yang berlaku pada tahun yang bersangkutan, dan (ii) pendapatan riil yang dihitung menurut harga tetap (konstan).

2.2. Deforestasi dan Penyebabnya

Deforestasi menurut pengertian F A 0 (1990) dan World Bank (1990) dalam Sunderlin dan Resosudarmo (1 997) didefinisikan sebagai hilangnya tutupan hutan uorest cover) secara pemanen ataupun sementara. Menurut Barrow (1991) deforestasi merupakan kehilangan pohon bagi satwa liar serta pengurangan keanekaragaman jenis atau pengurangan penutupan lahan. Pendapt umum di Indonesia menurut Prakosa (1996), deforestasi diartikan sebagai konversi hutan menjadi penggunaan lahan yang lain, atau penurunan kualitas dan produktivitas hutan yang ada, sehingga secara ekonomi dan ekologi tidak sama dengan keadaan sebelumnya.

(26)

perubahan pandangan mengenai deforestasi di Indonesia dari waktu ke waktu. Pelaku penyebab deforestasi berturut-turut adalah industri perkayuan, petani rakyat (sistem perladangan berpindah, transmigrasi spontan dan transmigrasi umum), serta perkebunan dan tanaman keras. Sedangkan penyebab yang mendasari deforestasi adalah pemerintahlpolitik dan perkembangan ekonomi yang berlangsung. Secara lengkap penyebab deforestasi disajikan dalam Tabe! 1.

Tabel 1. Perubahan pandangan mengenai penyebab deforestasi di Indonesia.

Dick, 1991

Walhi, 1992

I

I

I

I

Porter, 1994

1

I

I

I

I

SUMBER

I

Thiele, 1994

I

Dampak dilebih-lebihkan

I

1

A;L,-;lGnn uampak

I

PENYEBAB YANG

MENDASARi

DEFORESTASI

I I 1 "...uu.x..u,. 1

1

World Bank, I D a m ~ a k I I I

JENIS PENYEBAB

Pemerintahl politik

I

Ross, 1996

1

I

I

I

Perkembangan

ekonomi

Keterangan : Kotak yang diarsir menunjukkan penyebab yang memegang peran utama dalam

lndustri perkayuan

deforestasi.

Sumber : Sunderlin dan Resosudarmo (1 997)

Perkebunan &

tanaman keras

Petani mkyat

Dalam tulisan lanjutannya Sunderlin (1999) menambahkan bahwa

Sistem perladangan

penyebab deforestasi yang lainnya adalah ekspansi pertambangan, pembangunan jalan, serta efek ganda dari krisis, kekeringan dan kebakaran hutan.

Transmigmi spontan

Tmnsrnigrasi

(27)

Oleh karena itu akibat deforestasi yang disebabkan oleh berbagai pihak diatas juga harus ditanggung oleh masyarakat, sebab hutan memiliki karakteristik sebagai sumberdaya aIam yang sifatnya sebagai barang publik (common property) dan aksesnya terbuka (open access), sehingga dapat begitu mudah dimasuki oleh berbagai pihak atau sistem lain. Implikasinya, usaha-usaha pemanfaatan sumberdaya hutan yang dilakukan oleh swasta (private), dampaknya akan befkenaan dengan kepentingan publik, baik yang di dalam maupun yang berada jauh di luar areal usahanya (Kartodihardjo, 2000).

2.3. Perkembangan Industri Pulp

Dalam rangka meningkatkan devisa negara untuk keperluan a a zaman pzmbangunan nasional yang mengalami inflasi yang sangat besar p-d

Orde Lama, pemerintah Orde Baru memerlukan modal kerja (investasi). Untuk menarik investasi dimaksud dikeluarkan regulasi berupa Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penamanan Modal Asing (PMA) dan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Dalam bidang kehutanan ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1970 tentang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPHH). Kebijakan diatas diikuti pula dengan berbagai insentif ekonomi seperti tax holiday terhadap import mesin dan alat-alat berat, prosedur investasi yang mudah, dan rendahnya fee dan royalty terhadap pengusahaan hutan. Maka sejak itu pengusahaan hutan di Indonesia berkembang pesat. Sampai dengan tahun 1997 terdapat 565 unit HPH dengan luas konsesi 60,l juta hektar dsn menurun pada tahun 2003 menjadi 267 unit dengan luas konsesi 28,08 juta hektar (Dephut, 2005a).

(28)

Saragih dan Sipayung (2000), menyebutkan bahwa kesempatan untuk mengembangkan agribisnis pulp dan kertas di Indonesia masih terbuka luas dan berpeluang untuk menjadi salah satu industri unggulan nasional bila dilihat dari potensi produksi maupun peluang pasar yang ada. Dari potensi produksi, dengan iklim tropis dan lahan yang relatif luas serta memiliki keanekaragaman hayati

(biodiversity), secara alami Indonesia dapat lebih efisien menghasilkan serat alam, sedangkan potensi pasarnya masih terbuka dan terus meningkat baik dalam negeri

.

maupun intcrnasional.

Namun demikian masalah serius yang dihadapi oleh industri primer hasil hutan kayu (IPHHK) tidak terkecuali industri pulp di Indonesia pada saat ini adalah terdapatnya kesenjangan bahan baku, dimana kapasitas terpasang yang ada tidak sebanding dengan produksi lestari dari hutan alam. Menurut Sariljanto (2001), tanpa pembangilnan hutan tanaman (HTI maupun HTR) industri akan menghadapi kesulitan besar dalam mendapatkan bahan baku, karena kondisi hutan alam sudah semakin parah dan rusak berat.

Disisi lain menurut Kartodihardjo (2000), dalam kenyataannya perkembangan kondisi industri pulp dan kertas di Indonesia tidak terlepas dari gangguan yang disebabkan oleh masalah politik, sosial, lingkungan hidup, seperti: KKN, pencemaran lingkungan dan kerusakan hutan. Hambatan utamanya adalah bersumber dari lemahnya kebijakan pemerintah dimasa lalu, sehingga berdampak luas terhadap kolldisi sosial dan lingkungan hidup hingga saat ini.

Mulai tahun 1990-an pemerintah mendorong terjadinya ekspansi besar- besaran dalam industri pulp dan kertas. Pada tahun 1991 industri pulp msmpunyai kapasitas terpasang sebesar 1,l juta ton per tahun dan meningkat pesat menjadi

(29)

Tabel 2. Distribusi Lokasi dan Kapasitzs Terpasang Industri Pulp di Indonesia Tahun 2003.

Sumber : APKI, 2003.

Sekitar 40 persen produksi pulp Indonesia ditujukan untuk keperluan

ekspor, terutama ke China dan Korea Selatan; sedangkan sisanya dipasarkan di

dalam negeri untuk industri kertas dalam negeri atau diolah langsung menjadi

produk kertas pada industri pulp yang terinteg~asi dengan kertas. Realisasi

produksi dan ekspor pulp Indonesia selama tahun 1993

-

2002 disajikan seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Produksi dan Ekspor Pulp Indonesia tahun 1993

-

2002.

1

Tahun ' Kapasitas Produksi , Ekspor Nilai Ekspor 1

!

1

(todtahun) ( t ~ ) I _ _ _ (ton) (US $ '000) i 1993

/

1.334.700 900.000 1 PA123.600-1

-'

1994 1

-

2.054.700 1.314.300 243.200 132.305

1995 2.608.600 2.022.120 5 7 6 . 2 0 0 ~ - 438.468

1

I 1996 I

C--- 2.740.600 2.560.5 10 1.127.390 43 1.558 '

' 1997 4.266.600 3.058.450 -- 1.186.020 -- 489.337 4.323.600 3.430.000 -- --- 1.656.740 --- 689.885 1 4.543.600 3.694.630 ---- - 1.179.400 - - - --- 474.949 I

1 2000 / 5.228.100 4.089.550 1.329.460.- - - - -

[

2001 1 5.587.100 -- 4.665.920 -- I - 1.698.580

707.8q

563.180

2002 6.087.100 4.969.000 - 2.245.200 706.805

Sumber : CIFOR, 2004

[image:29.507.27.426.54.687.2]
(30)

2.4. Perkembangan Hutan Tanaman Industri

Hutan Tanaman Industri (HTI) nierupakan unit usaha yang dikelola secara komprehensif dan intensif baik dari sisi teknis, ekonomis dan manajerial dalam rangka membangun dan menyediakan hasil hutan secara efektif, efisien serta berkelanjutan (sustainable), dengan memperhatikan dan mempertimbangkan fungsi-fungsi hutan lainnya. Sedangkan HTI Pulp menurut Tarumingkeng (2000), sda!ah hutan tanarnar. yasg khusus diperuntukkan untuk industri pulp (baik untuk kertas maupun rayon).

Menurut Suhendang (1992), pembangunan hutan tanaman industri bertujuan untuk: (1) Menunjang pertumbuhan industri perkayuan melalui penyediaan bahan baku yang cukup d ~ n berkesinambungan, untuk meningkatkan ekspor kayu olahan dan pemenuhan kebutuhan kayu dalam negeri, (2) meningkatkan produktivitas hutan produksi yang mempunyai arus produktivitas nisbi rendah, dan (3) memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha. Menurut Iskandar dkk (2003), tujuan pembangunan hutan tanaman industri adalah : (1) Meningkatkan produktivitas, potensi dan kualitas kawasan hutan produksi yang tidak produktif, (2) memenuhi kebutuhan bahan baku industri, (3) menunjang pengembangan industri hasil hutan guna meningkatkan nilai tambah dan devisa, (4) memperbaiki mutu lingkungan hidup, dan (5) memperluas kesempatan kerja dan berusaha.

(31)

kayu yang sangat pesat, sehingga melampui kapasitas produksi hutan alam secara letari; (2) terdapatnya cukup luas lahan tidak produktif dan lahan kosong dalam kawasan hutan produksi, yakni sekitar 18 juta hektar (30 persen dari luas hutan produksi yang ada); (3) sudah tiba saatnya dimana produk-produk hasil hutan yang masuk pasar dunia harus memenuhi sertifikasi ekolabeling yang berasal dari pengelolaan hutan secara lestari; (4) hutan tanaman akan menghasilkan volume kayu yang jauh lebih besar dari hutan alam; (5) pengusahaan hutan tanaman merupakan kegiatan padat karya, yang dapat menyerap tenaga kerja iebih besar dibanding dengan pengusahaan hutan alam; (6) bila pemer~ntah mampu membangun hutan tanaman seluas 6,25 juta hektar sebelum tahun 2018, maka hutan alam tidak perlu ditebang; (7) tersedianya dana reboisasi yang cukup besar untuk memperbaiki kembali kondisi hutan yang rusak dan jika tidak digunakan dikhawatirkan akan dipakai untuk kepentingn lain; (8) pembangunan hutan tanaman lebih mudah dilakukan daripada melakukan pengkayaan pada hutan alam.

Menurut Manan (1997), ada empat cara yang dapat dilakukan untuk membangun HTI, yaitu : (1) melakukan konversi hutan alam produktif, potensi rendah dan under stocked; (2) dilakukan pada tanah kosong dan ditumbuhi alang- alang serta semak belukar; (3) penerapan silvikultur tebang habis dengan permudaan buatan (THPB) di areal HPH, dan (4) melalui penebangan dan pemanenan hutan alam.

Sebagian besar lokasi HTI Pulp berada di sekitar areal pedesaan dimana masyarakatnya masih menganut cara hidup tradisional dan kehidupannya memiliki ketergantungan dengan hutan. Mereka menganggap bahwa hutan merupakan bagian dari kehidupannya, sehingga dengan hadirnya pengusaha pengelola HTI melakukan ekploitasi sumber daya hutan di wilayahnya, mereka merasa terisolir dan tersingkirkan (Tarumingkeng, 2000). Oleh karena itu untuk menjalankan usahanya dengan baik, perusahaan haruslah mencermati lingkungan eksternal yang terdiri dari lingkungan kerja dan lingkungan sosialnya melalui pemberdayaan masyarakat (community development).

(32)

tanaman sesuai Keputlsai~ Mentzri Kehutanan Nomor 701Kpts-1111995 dengan peruntukannja sebagai bcrikut, yaitu : (I) luas areal tanaman pokok 70 persen; (2) luas areal tanaman unggulan 10 persen; (3) luas areal tanaman kehidupan 5 persen; (4) luas areal konservasi 10 persen; dan (5) luas areal untuk sarana prasarana 5 persen dari unit areal hutan tanaman.

Menurut hasil studl Fahutan IPB dalain Kartodihardjo (2000), ternyata perusahaan yanz herhasil !nemhar.gunan. HTi adalah perusahaar~ yafig memiiiki industri p e r k z y ~ r n dan mensnfaatkan bahan baku kayu dari HTI yang ditanamnya, karena ia tidak memiliki peluang untuk lnendapatkan pasokan kayu dari sumber-sumber lainnya. Perusahaan yang menghadapi situasi demikian akan membangun HTI-nya dengan sungguh-sungguh meskipun tidak disubsidi oleh pemerin~ah.

Pembangunan HTI yang semula merupakan wacana, kemudian direalisasikan pada kehutanan nasional seiring makin tingginya tingkat degradasi dan defore,<tasi di kawasan hutan yang terjadi sejak dasawarsa tahun 1980-ar.. Pembangunan dan pengelolaan HTI yang sudah operasional, keberadaannya dikukuhkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1990 tentang Hutan Tanaman Indcstri yang kemudian diperbaharui dengan PP Nomor 6 Tahun 1999.

Karena sistem kerja yang digunakan adalah n~ono~soni', kayu untuk industri pulp harganya jauh lebih rendah karena tidak ada paspr lain, sehingga menghasilkan biaya transaksi dibawah harga normal. Efek keseluruhan yang dite~nukan pada pasar kayu untuk industri pulp dapat ditampilkan dengan grafik pada Gambar 1.

Karena sistem monopsoni perusahaan illdustri pulp akzn melakukan eksploitasi keuntungan dengan menekan permintaan pada h1EI =

D,

dimana petani seharusnya mendapat penerimaan pada tingkat P,. Nalnun dalam struktur pasar monopsoni ini petani hutan tanaman industri hanya ~nendapatkan penerimaan pada tingkat Pf. Dengan demikian petani hutan tanaman industri kehilangan pendapatan sebesar P,

-

Pf sehingga terjadi kehilangan produser surplus.

I

Monopsoni a d d a h suatu struktur pasar dimana hanya ada satu penibeli dengan kurva suplai

(33)
[image:33.503.31.419.42.783.2]

Gambar I. Pasar Kayu untuk Industri Pulp.

Sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1990 sampai dengan tahun 2004, di Indonesia telah terdapat 214 unit HTI dengan luas areal 9,3 juta hektar, dengan realisasi luas tanaman 2,5 juta hektar (26,93 persen). Secara

rinci dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rekapitulasi Pembangunan HTI di Indonesia Berdasarkan Kelas Perusahaan sampai dengan Tahun 2004.

tanaman (ha) No

I

11.

111

Pelaksanaan konsep integrasi pembangunan HTI dengan industri pengolahannya dapat dilakukan melalui berbagai bentuk. Pertama, satu unit HTI

Status SW

Kelas Perusahaan Definitif:

HTI Pulp

HTI Pertukangan Sementara :

HTI Pulp

HTI Pertukangan Pencadangan :

HTI Pulp H'I'I Pertukangan

terintegrasi dengan satu unit industri, menempatkan suatu bentuk manajemen

JUMLAH (I+II+III) HTI Pulp

HTI Pertukangan

terpadu dalam suatu kelompok usaha (holding company). Kedua, satu unit HTI Jumlah

(unit)

35 79

4 3 3

11 52

terintegrasi dengan lebih dari satu unit industri, terdapat interdependensi sehingga Sumber : Dephut, 2 0 0 5 ~

Luas Areal (ha)

4.069.489 1.733.215

179.815 568.296

1.594.383 1.168.421 214

50 164

memberikan harga yang kompetitif diantara industri lainnya. Ketign, beberapa

[image:33.503.109.352.73.222.2]
(34)

unit HTI terintegrasi dengan satu unit industri yang nlemiliki kapasitas terpasang yang relatif besar yang memiliki kelebihan dan kekurangan (Iskandar dkk, 2003).

2.4. Sistem Agribisnis

Agribisnis adalah merupakan rangkaian aktivitas yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada kaitannya dengan pertanian dalam arti luas. Pengertian pertanian dalam arti iuas adalah, Lerupa kegiatan yalig menulijang dan diiunjai~g oleh kegiatan pertanian tersebut (Arsyad dalam Soekartawi, 1997). Keterkaitan tersebut dapat bersifat vertikal antar subsistem agribisnis maupun keterkaitan horizontal antara sistem atau subsistem lain seperti : finansial dan perbankan, transportasi, perdagangan, pendidikan dan sebagainya.

Menurut Saragih dan Sipayung (2000), pembangunan ekono~ni nasional abad ke-21 (paling tidak dalam dekade awal) akan masih berbasis pada pertanian secara luas. Sejalan dengan tahapan perkembangan ekonomi, maka kegiatan agribisnis yang mengarah pada bidang jash dan bisnis yang berbasis pertanian akan sernakin meningkat. Oleh karea itu pegembangan agribisnis akan menjadi salah satu sektor unggulan (a leading sector) dalam pembangunan ekonomi nasional. Selanjutnya disebutkan pula bahwa agribisnis pulp dan kertas merupakan suatu kluster industri (industry cluster) yang terdiri dari : kegiatan pembibitan kayu (nursery), budidaya tanaman (timber plantation), industri pulp dan kertas (pulp andpaper industry) serta industri lanjutannya. Disebutkan juga bahwa fase yang terpenting dalam pengembangan agribisnis pulp dan kertas adalah, fase dimana agribisnis tersebut digerakkan oleh inovasi (innovation-

driven) yang menggunakan pengetahuan dan teknologi serta tenaga kerja terampil.

Kemajuan teknologi pemuliaan tanaman (breeding) memungkinkan produksi bahan baku kayu per hektar lahan makin tinggi dan siklus pemanenan lebih singkat dan efisiensi pengolahan makin meningkat yanz dapat menurunkan biaya produksi dan mengurangi pollutan ke lingkungan.

(35)

luas untuk mengatur rumah tangganya, daerah akan termotivasi untuk menggali lebih banyak lagi sumber ciaya yang dimilikinya untuk dimanfaatkan secara optimal guna mempercepat pembangunan di segala bidang. Sebaliknya bila daerah tidak mampu memadukan potensi yang dimiliki dengan keterbatasan sumber daya yang tersedia, maka akan menjadi kendala yang akan mengancam kelestarian sumber daya itu sendiri.

2.5. Anaiisis Kelayakan Usaha

Analisis Kelayakan usaha adalah suatu peneiitian yang menyangkut tentang layak tidaknya suatu usaha bisnis bila telah dilaksanakan yang digambarkan oleh tingkat keuntungan yang diperoleh. Analisis kelayakan usaha yang dilaksanakan pada pengkajian ini dimaksudkan untuk melihat sisi finansial apakah pengembangan industri pulp, pengembangan hutan tanaman, dan pengembangan industri pulp terintegrasi dengan hutan tanaman di Kabbpaten Pelalawan layak atau tidak, yang didekati dengan perhitungan Net Present Value

(nPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Net BeneJit Cost Ratio (Net B/C).

2.6. Manfaat Ekonomi Pengusahaan Hutan

Menurut Todaro (1999), pembangunan wilayah bertujuan untuk mencapai pertumbuhan pendapatan perkapita yang cepat, penyediaan dan perluasan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, memperkecil disparitas kemakrnaran antar daerahlregional, serta mendorong transformasi perekonomian yang seimbang antar sektor pertanian dan industri melalui pemanfaatan sumberdaya d a m yang tersedia dengan tetap memperhatikan aspek kelestariannya

(sustainable). Dengan demikian hakekat pembangunan wilayah bertujuan untuk menciptakan berbagai alternatif yang lebih baik bagi setiap anggota masyarakat guna mencapai aspirasinya, yang dicirikan dengan adanya proses transformasi ekonomi dan struktural melalui peningkatan kapasitas produksi dan produktivitas rata-rata tenaga kerja, peningkatan pendapatan, memperkecil disparitas pendapatan, perubahan struktur distribusi kekuasaan antar golongan masyarakat ke arah yang lebih adil, serta transformasi kultural dan tata nilai.

(36)

menunjukkan bahwa empat perusahaan pericebunan kayu, yang lokasinya

merupakan bekas tebangan (log over area) menunjukkan bahwa rasio manfaat dan

biaya ekonominya (dalam mata uang dolar Amerika Serikat) pada tingkat suku

bunga 4 persen adalah: PT. Arara Abadi 0,61 diikuti oleh PT. Wirakarya Sakti

0,49 dan PT. Riau Andalan Pulp and Paper 0,38, serta PT. Toba Pulp Lestari 0,37.

Sedangkan satu perusahaan yaitu PT. Musi Hutan Persada, yang arealnya

merupakan padang alang-alang dan semak belukar; menunjukkan rasio manfaat

dan biaya ekonomi 2,32. Nanun demikian, pilihan terbaik bagi pemerintah adalah

membiarkan perusahaan beroperasi untuk menghindarkan biaya-biaya operasi

bersih yang lebih tinggi karena biaya-biaya ekonomi akan tetap sama walaupun

manfaatnya mencapai angka nol.

Simangunsong (2003), menghitung Nilai Ekonomi Total (TEV) pada

hutan produksi alam dengan pendekatan : (1) Nilai guna langsung, yaitu nilai barang dan jasa yang dikonsumsi langsung seperti kayu bulat, hasil hutan non-

kayu, (2) Nilai guna tidak langsung, yaitu nilai dari barang dan jasa yang

diperoleh secara tidak langsung seperti pengawetan air dan tanah, (3) Nilai

pilihan, yaitu nilai langsung dan tidak langsung dari hutan dimasa mendatang,

serta (4) Nilai keberadaan, yaitu nilai intrinsik dari hutan seperti nilai spiritual,

sosial budaya. Pada hutan alam primer, nilai ekonomi total adalah US$ 1.415,62

yang terdiri dari nilai guna langsung US$ 100,20, nilai guna tidak langsung US$

1.306,66; nilai pilihan US$ 3,11 dan nilai keberadaan US$ 5,65. Sedangkan pada

hutan bekas tebangan (LOA), nilai ekonomi totalnya adalah US$ 1.283,Ol yang

terdiri dari nilai guna langsung US$ 84,94; nilai guna tidak langsung US$

1.191,14; nilai pilihan US$2,69 dan nilai keberadaan US$4,24.

2.6.1. Penciptaan Devisa

Pengertian devisa sesuai Kamus Istilah Manajemen tahun 1994 adalah

alat pembayaran luar negeri atau yang dapat diuangkan dengan mata uang asing

@reign exchange). Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang

Lalulintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar, yang dimaksud dengan devisa adalah

(37)

Menurut Sukirno (1 997) transaksi intemasional melalui perdagangan luar negeri akan tneninggikan tingkat kegiatan ekonomi suatu negarafdaerah apabila ekspor bersih, yaitu ekspor dikurangi impor bernilai positif.

2.6.2. Penciptaan Nilai Tambah PDRB

Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan bagian dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestik Product (GDP), yang merupakan nilai produksi barat~g-barang dan jasa yang dihasilkan suatu perekonomian (negara) dalam waktu satu tahun (Arsyad, 1999). PDRB menyatakan pendapatan regional dalam tingkat provinsi. Nilai PDRB adalah penjumlahan dari seluruh besaran nilai tambah bruto dari seluruh unit produksi yang berada pada region tertentu, dalam rentang waktu tertentu (BPS Provinsi Riau, 2000). Nilai tambah bruto merupakan nilai barang dan jasa yang dihasilkan dalam periode waktu tertentu, yang diperoleh dari perkalian antara jumlah produksi dan harganya, dikurangi biaya antara. Biaya antara adalah biaya yang digunakan dalam proses produksi oleh unit-unit produksi domestik pada rentang waktu tertentu, biasanya satu tahun. Tehnik perhitungan yang menjumlahkan nilai tambah yang diciptakan ini dikenal dengan sebutan metode nilai tambah. Cara ini dilakukan untuk menghindari terjadinya perhitungan berganda (Arsyad, 1999).

Salah satq manfaat PDRB adalah untuk mengetahui tingkat aktivitas ekonomi yang dihasilkan oleh seluruh faktor produksi, besarnya laju pertumbuhan ekonomi dan struktur perekonomian pada satu periode dan daerah tertentu, yang dapat dievaluasi hasilnya dan sebagai bahan penyusunan perencanaan pembangucan untuk masa mendatang (BPS Provinsi Riau, 2000).

2.6.3. Penerimaan Pungutan Kehutanan dan Pajak

Di dalam pemanfaatan hutan di Indonesia, pemerintah memungut berbagai macatn iuranlpungutan dari kegiatan yang dilakukan para pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dan Ijin Lainnya yang sah (ILS). Pungutan-pungutan tersebut antara lain :

1) Iuran HPHkIPHTI

(38)

3) Dana Jaminan Reboisasi (DJR)/Dana Reboisasi (DR).

Iuran HPH/HPHTI adalah fee (ongkos atau bayaran) yang harus dibayar oleh pengusaha untuk mendapat ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu. Iuran ini besarnya ditetapkan pemerintah berdasarkan luas areal kerja HPWHPHTI dan dibayarkan pada waktu pengusaha mendapat ijin dimaksud. Penetapan besarnya iuran mengalami beberapa kali perubahan, terakhir diatur melalui Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 1999 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pad2 Departemen Kehutanan dan Perkebunan; dikelompokan menjadi 3 wilayah yaitu wilayah Sumatera dan Sulawesi, Kalilnantan dan Maluku, serta Irian Jaya, NTB dan NTT. Untuk permohonan baru HPH, tarif masing-masing wilayah per hektarnya adalah Rp37.500, Rp 50.000, dan Rp 20.000. Sedangkan untuk perpanjangan ijin adalah Rp 22.500, Rp 30.000 dan Rp 15.000. Selanjutnya untuk HPHTI dengan sistem THPB adalah Rp. 2.600 per hektar.

Iuran Hasil Hutan (IHH) atau sekarang diubah menjadi PSDH atau Resoursces Royalty ~ r o v i s i o n ~ adalah pungutan yang dikenakan sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil hutan yang dipungut dari hutan negara. Besarnya PSDH didasarkan pada volume kayu yang dipungut dan grup spesies. Besarnya pungutan PSDH adalah sebesar 6 persen dari harga pasar masing- masing jenis dan ukuran kayu bulat diameter diatas 30 centimeter untuk setiap meter kubik kayu yang diambil. Sedangkan untuk limbah pembalakan dan bahan baku serpih dari hutan alam adalah sebesar 1 persen, sedangkan untuk kayu-kayu yang berasal dari hutan tanaman adalah sebesar 5 persen dari harga pasar yang berlaku.

Sedangkan DJR bukan merupakan pungutan yang lazim dibayar oleh pengusaha hutan seperti fee atau royalty, tetapi lebih merupakan suatu 'trust fund', sehingga pungutan ini mungkin agak unik bentuknya (Prakosa, 1996). DJR

merupakan dana jaminan dari pengusaha hutan untuk melakukan penanaman kembali pada areal yang ditebang. Jika pengusaha menunjukkan keberhasilan

(39)

pelaksanaan pembinaan hutan, maka DJR dikembalikan kepada pengusaha; tetapi jika tidak maka DJR menjadi rnilik pemerintah.

Berdasarkan Kepres Nomor 31 Tahun 1989 DJR dicabut dan diganti menjadi DR. DR tidak lagi merupakan dana jaminan yang dapat dikembalikan kepada pengusaha, tetapi merupakan kewajiban pengusaha untuk menyediakan dana guna usaha peremajaan hutan diluar HPH, membangun HTI, dan usaha rehabilitasi tanah-tanah negara yang direncanakan oleh Menteri Kehutanan. Meskipun demikian, pembayaran DR tetap tidak menghilangkan kewajiban pengusaha hutan untuk melakukan penamanan dan pemeliharaan pada areal bekas tebangan. Besarnya tarif DR telah beberapa kali diubah. Untuk wilayah Sumatera dan Sulawesi, tarif DR per meter kubik kayu bulat yang berlaku adalah US$ 14 untuk kelompok meranti, US$ 12 untuk kelompok rimba campuran, dan US$ 18 untuk kelompok kayu indah. Tarif DR untuk bahan baku serpih adalah sebesar US$ 2,O bagi kayu yang berasal dari provinsi yang memiliki industri pulp dan US$ 0,O bagi kayu yang berasal dari propinsi lain yang tidak memiliki industri pulp-

Menurut UU No 25 Tahun 1999 Jo Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, Iuran HPWHPHTI dan IHW PSDH termasuk Dana Perimbangan Bagian Daerah dari penerimaan sumberdaya alam. Penerimaan negara dari sumberdaya alam sektor kehutanan dibagi dengan perimbangan 20 persen untuk Pemerintah Pusat dan 80 persen untuk Daerah. Sedangkan DR merupakan Dana Alokasi Khusus (DAK), yang dibagi dengan perimbangan 40 persen untuk Daerah penghasil dan 60 persen untuk Pemerintah Pusat.

(40)

1) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 2) Pajak Penghasilan (PPh)

3) Pajak Pertambahan Nilai (PPn)

Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pengembangan dari pajak tanah

(land rente), yaitu berupa pengenaan pajak sehubungan dengan hak atas bumi

dantatau perolehan manfaat atas bangunan. PBB di bidang kehutanan adalah tax pada tanah kawasan HPH dan HPHTI yang dibayarkan oleh pemegang hak pada Pemerintah Daerah setempat, yang besarnya ditentukan berdasarkan nilai tanahnya.

Pajak Penghasilan (PPh) merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang berasal dari penghasilan masyarakat, yang dapat dikelompokkan menjadi :

a. Penghasilan dari pekerjaan, yaitu penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas, misalnya penghasilan dari praktek dokter, notaris, akuntan publik, aktuaris (ahli matematika asuransi jiwa), pengacara, dan sebagainya.

b. Penghasilan dari kegiatan usaha, yaitu penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan melalui srana perusahaan, misalnya impor barang, menjual barang dagangan, dan sebagainya.

c. Penghasilan dari modal. Penghasilan ini dapat berupa penghasilan dari harta bergerak, seperti bunga, dividen, royalty, maupun penghasilan dari ha& yang dikerjakan sendiri.

d. Penghasilan lain-lain, seperti menang undian, pembebasan hutang, dan lain- lain penghasilan yang tidak termasuk kelompok lain.

(41)

111.

METODE

KAJIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Pembangunan hutan tanaman industri yang terintegrasi dengan industri merupakan konsep pembangunan untuk mewujudkan pengelolaan hutan produksi yang lestari, baik dalam perspektif ekonomi, ekologi dan sosial. Untuk mencapai hasil yang optimal, pembangunan HTI membutuhkan berbagai kondisional yang akan menjadi prakondisi bagi kelayakan sebuah pembangunan HTI. Pertama, kelayakan HTI harus dipandang dalam perspektif teritoriltata ruang dimana HTI akan memperoleh subsidi silang dari sektor lain yang lebih profitable. Kedua, pembangunan HTI harus dipandang sebagai usaha agribisnis dan merupakan bagian integral dan satu kesatuan industri perkayuan yang akan didirikan. Ketiga, landsekap dan teknis operasional harus memperhatikan aspek ekonomi, ekologi, dan sosial budaya. Keempat, pemerintah (Pusat, Provinsi, dan Kabupaten) harus mampu menciptakan lingkungan strategis yang kondusif dalam mendukung pembangunan HTI (Iskandar dkk, 3003).

(42)

-

Devisa

- Nilai Tambah

PDB (PDRB)

-

Tenaga Kerja

Jenis Alternatif

l + - 4

Kelayckan Silvikultur

L

tidak

I

ya

Jenis terpilih

Kebutuhan Lahan 1 8

I I

I

Kelayakan Lokasi

+I

ya

I

tidak I I

I

Analisis Kelavrkan Usaha

I

I I I

Perancangan I

Program Stratej ik I I I I I I

Kondisi Industri Pulp yang diharapkan :

-

Kelestarian suplai bahan baku kayu HTI

-

Tidak ada illegal logging

-

Meningkatnya fungsi ekonomi, ekologi

dan sosial.

[image:42.496.27.422.32.657.2]
(43)

Ketika suatu proyek investasi atau suatu kebijakan yang mengarahkan suatu investasi disusun, pengambil keputusan mengarahkannya kepada suatu tujuan yang khusus, contohnya suatu perusahaan mengharapkan manfaat maksimal, dan pemerintah menginvestasikan uang masyarakat untuk mencapai tujuan sosial-ekonomi secara khusus yakni peningkatan kemakmuran masyarakat. Setiap kebijakan program atau keputusan ekonomi harus dikaji dalaln rangka melihat pengaruh-pengaruh yang ada. Suatu kebijakan atau keputusan investasi yang ada dapat memberikan dampak dan efek berlawman pada kelompok yang berbeda. Suatu aksi dapat memberikan peningkatkan kemakmuran bagi beberapa, namun mengurangi dari yang lain; atau dapat meningkatkan konsumsi dari penduduk (kemakmuran) namun meningkatkan polusi untuk negara.

Teori ekonomi menyarankan untuk menambahkan semua keuntungan dari semua pihak yang berada pada situasi lebih baik, dan semua kerugian dari pihak yang berada pada situasi yang parah. Apabila yang dihasilkan adalah keuntungan bersih, maka kebijakan atau aksi harus dilakukan atau sebaliknya. Konsekuensinya, kita menganalisa manfaat ekonomi yang diakibatkan oleh produksi dan biaya ekonomi dari input dan faktor-faktor yang digunakan.

3.2. Metode Kajian

3.2.1. Lokasi Kajian

Sesuai dengan topik penelitian yang telah ditetapkan yaitu industri pulp, maka wilayah otonomi yang dijadikan lokasi kajian adalah Kabupaten Pelalawan, karena daerah ini mempunyai industri pulp dan kertas terbesar di Riau.

3.2.2. Sasaran Kajian

Untuk lebih mengarahkan pelaksanaan kajian sehingga tujuan kajian dapat dicapai, dirumuskan beberapa hipotesis operasional (sasaran kajian), yaitu:

1. Pembangunan industri pulp harus berbasis pada hutan tanaman industri dengan dukungan bahan baku yang lestari.

(44)

3. Industri pulp dan kertas mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Penerimaan Pemerintah dan Pemerintah Daerah, serta pembangunan fasilitas umum di sekitar lokasi pabrik.

4. Industri pulp mernberikan dampak terhadap kesempatan kerja dan perubahan pendapatan masyarakat serta pendapatan regional Kabupaten Pelalawan.

3.2.3. Metode Pengui~lpulan Data

Data yang digunakan dalarn penelitian ini berupa data sekunder. Data sekunder dihimpun melalui Badan/Dinas/Instansi di tingkat Pusat, Provinsi, dan kabupaten yang berhubungan dengan kajian serta dari PT. Riau Andalan Pulp and Paper.

Di dalam menilai kelayakan proyek Pembangunan Industri Pulp dan Hutan Tanaman Industri dapat digunakan dua pendekatan sebagai berikut. Pertarna, dengan cara membandingkan antara keadaan sebelum dan sesudah pelaksanaan proyek (before and after project). Kedua, dengan cara mernbandingkan keadaan dengan proyek dan keadaan tanpa proyek (with and without project). Dalam kajian ini digunakan cara kedua yaitu membandingkan keadaan dengan proyek dan tanpa proyek, karena pada dasarnya analisis proyek mencoba untuk menentukan dan menilai biaya-biaya dan manfaat yang akan timbul dengan adanja proyek dan rnembandingkannya dengan keadaan tanpa proyek. Jadi dalam ha1 ini, tambahan manfaat netto yang muncul dari investasi proyek yang diperhitungkan dalam rnenilai kelayakan proyek.

Untuk analisis kelayakan proyek, data yang dikumpulkan meliputi data dengan proyek dan data tanpa proyek.

a. Data dengan proyek, terdiri dari :

1) Komponen biaya (cost) pembangunan hutan tanaman industri, meliputi :

a) Biaya perencanaan b) Biaya penanaman

(45)

f) Biaya kewajiban teri~adap lingkungan sosial g) Biaya sarana dan prasarana

h) Biaya pemanenan

i) Biaya Administrasi dan Umum

2) Komponen penerimaan (revenue) pembangunan hutan tanaman industri, meliputi :

a) Kayu tanaman pokok

b j Kayu tanaman uilggulan setellipat

3) Komponen biaya (cost) pembangunan industri pulp, meliputi :

a) Biaya Tetap, terdiri dari :

(1) Investasi (2) Penyusutan

(3) Pajak Bumi dan Bangunan (4) Sewa Tanah

(5) Overhead (6) Pajak Alat Berat.

b) Biaya Variabel, terdiri dari :

(1) Bahan baku kayu (2) Bahan kimia (penolong) (3) Energi

(4) Transportasi (5) Buruh langsung

4) Komponen penerimaan (revenue) pembangunan industri pulp, meliputi :

a) Penjualan pillp b. Data tanpa proyek

Merupakan manfaat (benefit) yang diterima tanpa adanya proyek. Tanpa adanya proyek tidak ada biaya dan manfaat bagi perusahaan.

Selain data tersebut diatas, kajian ini juga ditunjang dengan data sekunder yang meliputi :

a. Gambaran umum daerah kajian seperti : keadaan zeografis, pemerintahan daerah, potensi sumberdaya hutan, dan keadaan sosial ekonomi

(46)

3.2.4. Metode Pengolahan Data

Data yang diperoleh diolah secara manual dan komputasi dengan program Microsoft Excel. Data akan disajikan dalam bentuk tabulasi untuk memudahkan di dalam mengolah dan menganalisis data. Dalam analisis proyek, biaya dan manfaat yang dihitung adalah incrementul cost dan increnlental benefit yang timbul karena adanya proyek, yaitu tambahan biaya dan tambahan manfaat dari proyek. Pada analisis finansial semua mxfaat atau biaya transfer dirnzsukkan dalam perhitungarz dan harga yang digunakan adalah harga yang berlaku setempat (market price).

Untuk tercapainya sasaran kajian, maka analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai penyerapan tenaga kerja, jenis penggunaan bahan baku, produksi dan proses produksi, besarnya pungutan terhadap industri pulp dan kertas, kapasitas produksi industri pulp dan kertas, eksternalitas positif yang terjadi di sekitar lokasi industri, dan a~slisis SWOT serta hal-ha1 lain yang tidak bisa dijelaskan secara kuantitatif.

a. Analisis Kelayakan Proyek

Analisis terhadap kelayakan proyek (kelayakan usaha) dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan kriteria kelayakan proyek berupa NPV, Net BCR dan IRR dengan rumusan matematik sebagai berikut :

I ) Net Present Value (NPV)

Net Present Value dapat diartikan sebagai selisih antara Present Value dari Penerimaan dan Present Value dari Biaya.

B" - C,,

NPV =

C

...

n=o (1

+

i)" (1)

dimana :

B, = Benefit Proyek pada tahun ke- n

C, = Biaya Proyek pada tahun ke- n

i = Tingkat diskonto yang berlaku (persen)

(47)

2) Net Benefit Cost Ratio @let B/C)

Net B/C merupakan perbandingan antara Present Value total benefit yang positif (sebagai pembilang) dengan Present Value total yang negatif (sebagai penyebut).

k

C

Bn

-

C,/ (1

+

i)"O

n=O

Net B/C =

...

...

k (2)

C B , , - C n / ( l +i)"

<O

n=O

dimana :

B,

-

C, = Benefit bersih,

1 = suku bunga yang berlaku

3) Internal Rate of Return (IRR)

IRR merupakan suku bunga atau diskonto yang membuat NPV proyek sama dengan nol. IRR dapat dianggap sebagai tingkat keuntilngan atas investasi bersih dari suatu proyek.

Kriteria kelayakan pengusahaan hutan tanaman industri dan industri pulp dianggap layak apabila : NPV lebih besar dari no1 (positif), Net BIC lebih besar dari 1 (>I) dan IRR lebih besar dari suku bunga yang berlaku.

b. Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats).

Analisis SWOT diawali dengan terlebih dahulu melakukan identifikasi terhadap faktor lingkungan strategis, yang meliputi faktor eksternal dan faktor internal. Analisis Eksternal ciilakukan secara deskriftif terhadap faktor-faktor strategis eksternal yang terdiri dari peluang dan ancaman dalam pengembangan industri pulp yang berbasis pada hutan tanaman industri di Kabupaten Pelalawan dengan melakukan identifikasi faktor-faktor peluan

Gambar

Tabel 2. Distribusi Lokasi dan Kapasitzs Terpasang Industri Pulp
Tabel 4. Rekapitulasi Pembangunan HTI di Indonesia Berdasarkan
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Konseptual Pengembangan Industri Pulp
TABEL 13. PDRB KABUPATEN PELALAWAN ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 1993 -
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah itu dianalisis bagaimana kapasitas sungai, apabila kapasitasnya masih tidak mampu menampung debit banjir yang ada maka pengendalian banjir dilakukan

Menimbang : bahwa untuk memenuhi maksud pada Pasal 42 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

tanggal [tanggal SK] 2 Semester [Sebutkan Semesternya: Gasal atau Genap dan TA ] Laporan Pengabdian pada Masyarakat 100*** 2*** Selesai Lanjutkan Gagal Lainnya

Kandungan asam amino non esensial pada kerang bulu ( Anadara antiquata ) yang tertinggi pada adalah asam glutamat yang berada pada lokasi Tanjung Balai. Adapun

Dalam menanamkan aqidah Islam pada peserta didik, pendidik juga menggunakan metode Glenn Doman selain menggunakan metode yang lain yaitu metode bernyanyi dan metode penjelasan

14 Melihat pemaparan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa nilai-nilai budaya Jawa dan pengaruh Islam dapat mempengaruhi keterbukaan diri remaja, karena di dalam

1. Variabel 1 tentang bagaimana karakeristik desain cetak saring pada kaos oblong di Distro Bajiki Store. Karakteristik yang dimaksud di sini ialah ciri khas dari

Sultan Tarlacı www.KuantumBeyin.com Serbestçe dağıtılabilir, kişisel kullanım içindir..... İlki sürekli nicelikler için kullanılan integrallerde, ikincisi ise