• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi simplisia, skrining fitokimia dan uji aktivitas antioksidan ekstrak etanol kulit buah duku (Lansium domesticum Correa) dengan metode DPPH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakterisasi simplisia, skrining fitokimia dan uji aktivitas antioksidan ekstrak etanol kulit buah duku (Lansium domesticum Correa) dengan metode DPPH"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI SIMPLISIA, SKRINING FITOKIMIA DAN

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL

KULIT BUAH DUKU (Lansium domesticum Correa)

DENGAN METODE DPPH

SKRIPSI

OLEH:

RIZKI ARISMAWATI

131524008

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KARAKTERISASI SIMPLISIA, SKRINING FITOKIMIA DAN

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL

KULIT BUAH DUKU (Lansium domesticum Correa)

DENGAN METODE DPPH

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

RIZKI ARISMAWATI

131524008

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

KARAKTERISASI SIMPLISIA, SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH

DUKU (Lansium domesticum Correa) DENGAN METODE DPPH

OLEH:

RIZKI ARISMAWATI 131524008

Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 5 Oktober 2015

Pembimbing I

Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt NIP 195109081985031002

Medan, Oktober 2015 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pejabat Dekan

Pembimbing II

Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt NIP 195103261978022001

Panitia Penguji

Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt NIP 195304031983032001

Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt NIP 195109081985031002

Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt NIP 195107231982032001

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah swt yang telah memberikan

karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

judul “Karakterisasi simplisia, skrining fitokimia dan uji aktivitas antioksidan

ekstrak etanol kulit buah duku (Lansium domesticum Correa) dengan metode

DPPH”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan

terima kasih kepada Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt selaku Pejabat Dekan Fakultas

Farmasi USU Medan dan Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku Wakil

Dekan I Fakultas Farmasi USU Medan, yang telah menyediakan fasilitas kepada

penulis selama perkuliahan di Fakultas Farmasi. Penulis juga mengucapkan terima

kasih kepada Bapak Suryadi Achmad, M.Sc., Apt., dan Ibu Prof. Dr. Rosidah,

M.Si., Apt yang telah membimbing dan memberikan petunjuk serta saran-saran

selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Ibu Dra. Aswita Hafni Lubis,

M.Si., Apt., Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt dan Ibu Dra. Herawaty Ginting,

M.Si., Apt selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran dan arahan

kepada penulis dalam menyempurnakan skripsi ini. Bapak Dadang Irfan Husori,

SSi., M.Sc., Apt selaku penasehat akademik yang selalu memberikan bimbingan

kepada penulis selama masa perkuliahan serta Bapak dan Ibu staf pengajar

Fakultas Farmasi USU Medan yang telah mendidik selama perkuliahan.

Penulis juga mempersembahkan rasa terima kasih yang tiada terhingga

(5)

Rizka Tiara Putri dan Reza Febri Putra, atas limpahan kasih sayang, doa dan

dukungan yang tidak ternilai apapun. Penulis tak lupa mengucapkan terimakasih

kepada teman-teman ekstensi farmasi angkatan 2013 dan sahabat-sahabatku yang

telah banyak membantu dan semangat selama penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran demi

kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat

memberikan manfaat bagi kita semua.

Medan,2Oktober 2015 Penulis

(6)

KARAKTERISASI SIMPLISIA, SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH DUKU

(Lansium domesticum Correa) DENGAN METODE DPPH

ABSTRAK

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi, dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Kulit buah duku biasa digunakan sebagai obat diare dan dilaporkan mengandung senyawa kimia yang terdiri dari alkaloid, saponin, flavonoid, dan polifenol yang merupakan metabolit sekunder yang bersifat antioksidan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik simplisia, skrining fitokimia dan uji aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol kulit buah duku.

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam. Skrining fitokimia terhadap serbuk simplisia meliputi pemeriksaan golongan senyawa alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, tanin, dan steroid/triterpenoid. Ekstrak diperoleh secara perkolasi dengan pelarut etanol 96%, lalu dipekatkan dengan alat rotary evaporator hingga didapatkan ekstrak kental. Ekstrak diuji dengan metode pemerangkapan radikal bebas DPPH (1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl) dengan mengukur absorbansi DPPH setelah didiamkan selama 60 menit pada suhu kamar menggunakan spekrofotometer uv-visibel pada panjang gelombang 516.

Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia kulit buah duku diperoleh kadar air 6,64%, kadar sari yang larut air 11,37%, kadar sari yang larut dalam etanol 17,86%, kadar abu total 8,52%, kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,82%. Hasil skrining fitokimia, serbuk simplisia mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, tanin, dan steroid/triterpenoid. Hasil pengukuran aktivitas antioksidan dengan metode pemerangkapan radikal bebas DPPH, ekstrak etanol kulit buah duku menunjukkan kekuatan antioksidan dalam kategori lemah dengan nilai IC50180,621 ppm dan vitamin c menunjukkan kekuatan antioksidan

dalam kategori sangat kuat dengan nilai IC503,018 ppm.

(7)

SIMPLEX CHARACTERIZATION AND PHYTOCHEMICAL SCREENING WITH ANTIOXIDANT ACTIVITY TEST OF ETHANOL EXTRACT OF DUKU PEEL (Lansium domesticum Correa) WITH DPPH

METHOD

ABSTRACT

Antioxidants are compounds that can inhibit the oxidation reaction, to scavenge free radicals and highly reactive molecules. Peel of duku fruit is used as medicine for diarrhea and reported to contain a chemical compound consisting of alkaloids, saponins, flavonoids, and polyphenols which are secondary metabolites that are antioxidants. The purpose of this study was to determine the the simplex characterization, phytochemical screening and test the antioxidant activity of ethanol extract of duku fruit peel.

Simplex characterization including macroscopic, microscopic, level of water content, level of water-soluble extract, level of ethanol-soluble extract, level of total ash, and level of ash not soluble in acid. Phytochemical screening of simplex powder including determination alkaloid, flavonoid, glycoside, saponin, tanin, and steroid/triterpenoid. The extract obtained by percolation with 96% ethanol, and then concentrated by means of a rotary evaporator to obtain a thick extract. . Extracts were tested by the method of trapping free radicals DPPH (1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl) by measuring the absorbance of DPPH after settling for 60 minutes at room temperature using spekrofotometer UV-visible spectrophotometry at a wavelength of 516.

The result of the simplex characterization obtained level of water content 6.64%, level of water-soluble extract 11.37%, level of ethanol-soluble extract 17.86%, level of total ash 8.52%, and level of ash not soluble in acid 0.82%. Phytochemical screening results, simplicia powder containing compounds alkaloids, flavonoids, saponins, tannins, glycosides, and steroid/triterpenoid. Results of measuring the antioxidant activity with DPPH free radical trapping method, the ethanol extract of the fruit peel duku shows the antioxidant power in the weak category with IC50 values 180.621 ppm and vitamin C shows the

antioxidant power in very strong category with IC50values 3.018 ppm.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Uraian Tanaman ... 6

2.1.1 Morfologi tanaman ... 6

2.1.2 Habitat ... 6

(9)

2.1.4 Sinonim ... 7

2.1.5 Nama asing ... 9

2.1.6 Nama daerah ... 7

2.1.7 Manfaat ... 8

2.1.8 Kandungan kimia ... 8

2.2 Ekstraksi ... 8

2.2.1 Cara dingin ... 8

2.2.2 Cara panas ... 9

2.3 Radikal Bebas ... 10

2.4 Antioksidan ... 11

2.4.1 Flavonoid ... 13

2.4.2 Vitamin C ... 14

2.5 Spektrofotometri UV-Visible ... 15

2.6 Penentuan Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH ... 16

2.6.1 Pelarut ... 17

2.6.2 Pengukuran absorbansi-panjang gelombang ... 17

2.6.2 Pengukuran waktu operasional (operating time) ... 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 18

3.1 Alat ... 18

3.2 Bahan ... 18

3.3 Penyiapan Bahan Tanaman ... 19

3.3.1 Pengambilan bahan tanaman ... 19

3.3.2 Identifikasi tanaman ... 19

(10)

3.4 Pembuatan pereaksi ... 19

3.4.1 Pereaksi besi (III) klorida 1% ... 19

3.4.2 Pereaksi asam klorida 2 N ... 20

3.4.3 Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M ... 20

3.4.4 Pereaksi Mayer ... 20

3.4.5 Pereaksi Molish ... 20

3.4.6 Pereaksi Dragendroff ... 20

3.4.7 Pereaksi kloralhidrat ... 20

3.4.8 Pereaksi asam sulfat 2 N ... 21

3.4.9 Pereaksi Bouchardat ... 21

3.4.10 Pereaksi Liebermann-Burchard ... 21

3.4.11 Larutan pereaksi DPPH 0,5 mM ... 21

3.5 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia ... 21

3.5.1 Pemeriksaan makroskopik ... 21

3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 21

3.5.3 Penetapan kadar air ... 22

3.5.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air ... 22

3.5.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol ... 23

3.5.6 Penetapan kadar abu total ... 23

3.5.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam ... 23

3.6 Skrining Fitokimia ... 24

3.6.1 Pemeriksaan alkaloida ... 24

3.6.2 Pemeriksaan glikosida ... 24

(11)

3.6.4 Pemeriksaan flavonoida ... 25

3.6.5 Pemeriksaan tanin ... 26

3.6.6 Pemeriksaan saponin ... 26

3.7 Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Buah Duku ... 26

3.8 Pengujian Kemampuan Aktivitas Antioksidan dengan Spektrofotometer Visibel ... 27

3.8.1 Prinsip metode pemerangkapan radikal bebas DPPH... 27

3.8.2 Pembuatan larutan blanko ... 27

3.8.3 Penentuan panjang gelombang serapan maksimum .. 27

3.8.4 Pembuatan larutan induk EEKBD ... 27

3.8.5 Pembuatan larutan uji EEKBD ... 27

3.8.6 Pembuatan larutan induk vitamin C ... 28

3.8.7 Pembuatan larutan uji vitamin C ... 28

3.8.8 Penentuan persen peredaman ... 28

3.8.9 Penentuan nilai IC50 ... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

4.1 Hasil Identifikasi Tanaman ... 30

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia ... 30

4.2.1 Hasil pemeriksaan makroskopik ... 30

4.2.2 Hasil pemeriksaan mikroskopik ... 30

4.2.3 Hasil pemeriksaan karakteristik ... 30

4.3 Hasil Skrining Fitokimia ... 32

4.4 Hasil Analisis Aktivitas Antioksidan ... 33

(12)

4.4.2 Hasil penentuan operating time ... 34

4.4.3 Hasil analisis aktivitas antioksidan sampel uji ... 35

4.4.4 Hasil analisis nilai IC50 ... 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

5.1 Kesimpulan ... 40

5.2 Saran ... ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia kulit buah duku ... 31

4.2 Hasil skrining fitokimia simplisia kulit buah duku... 32

4.3 Data uji pendahuluan penurunan absorbansi dan persen peredaman

DPPH oleh EEKBD ... 35

4.4 Data penurunan absorbansi dan persen peredaman DPPH oleh EEKBD ... 35

4.5 Data penurunan absorbansi dan persen peredaman DPPH oleh vitamin C ... 36

4.6 Hasil persamaan regresi linier dan hasil analisis IC50 dari EEKBD

dan vitamin C ... 38

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Skema kerangka pikir penelitian ... 5

2.1 Struktur dasar flavonoid ... 13

2.2 Struktur kimia vitamin C ... 14

2.3 Rumus bangun DPPH ... 15

4.1 Kurva serapan maksimum DPPH 40 ppm dalam metanol menggunakan spektrofotometer UV-Visibel ... 34

4.2 Grafik hasil uji aktivitas antioksidan EEKBD ... 37

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Surat hasil identifikasi tumbuhan ... 45

2. Bagan kerja penelitian ... 46

3. Gambar buah duku segar dan kulit buah duku segar ... 47

4. Gambar makroskopik simplisia dan serbuk simplisia kulit buah duku ... 48

5. Gambar mikroskopik serbuk simplisia kulit buah duku ... 49

6. Perhitungan pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia kulit buah duku ... 50

7. Hasil uji aktivitas antioksidan ... 53

8. Perhitungan persen peredaman dan nilai IC50EEKBD ... 54

9. Perhitungan persen peredaman dan nilai IC50Vitamin C ... 60

(16)

KARAKTERISASI SIMPLISIA, SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH DUKU

(Lansium domesticum Correa) DENGAN METODE DPPH

ABSTRAK

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi, dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Kulit buah duku biasa digunakan sebagai obat diare dan dilaporkan mengandung senyawa kimia yang terdiri dari alkaloid, saponin, flavonoid, dan polifenol yang merupakan metabolit sekunder yang bersifat antioksidan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik simplisia, skrining fitokimia dan uji aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol kulit buah duku.

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam. Skrining fitokimia terhadap serbuk simplisia meliputi pemeriksaan golongan senyawa alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, tanin, dan steroid/triterpenoid. Ekstrak diperoleh secara perkolasi dengan pelarut etanol 96%, lalu dipekatkan dengan alat rotary evaporator hingga didapatkan ekstrak kental. Ekstrak diuji dengan metode pemerangkapan radikal bebas DPPH (1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl) dengan mengukur absorbansi DPPH setelah didiamkan selama 60 menit pada suhu kamar menggunakan spekrofotometer uv-visibel pada panjang gelombang 516.

Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia kulit buah duku diperoleh kadar air 6,64%, kadar sari yang larut air 11,37%, kadar sari yang larut dalam etanol 17,86%, kadar abu total 8,52%, kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,82%. Hasil skrining fitokimia, serbuk simplisia mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, tanin, dan steroid/triterpenoid. Hasil pengukuran aktivitas antioksidan dengan metode pemerangkapan radikal bebas DPPH, ekstrak etanol kulit buah duku menunjukkan kekuatan antioksidan dalam kategori lemah dengan nilai IC50180,621 ppm dan vitamin c menunjukkan kekuatan antioksidan

dalam kategori sangat kuat dengan nilai IC503,018 ppm.

(17)

SIMPLEX CHARACTERIZATION AND PHYTOCHEMICAL SCREENING WITH ANTIOXIDANT ACTIVITY TEST OF ETHANOL EXTRACT OF DUKU PEEL (Lansium domesticum Correa) WITH DPPH

METHOD

ABSTRACT

Antioxidants are compounds that can inhibit the oxidation reaction, to scavenge free radicals and highly reactive molecules. Peel of duku fruit is used as medicine for diarrhea and reported to contain a chemical compound consisting of alkaloids, saponins, flavonoids, and polyphenols which are secondary metabolites that are antioxidants. The purpose of this study was to determine the the simplex characterization, phytochemical screening and test the antioxidant activity of ethanol extract of duku fruit peel.

Simplex characterization including macroscopic, microscopic, level of water content, level of water-soluble extract, level of ethanol-soluble extract, level of total ash, and level of ash not soluble in acid. Phytochemical screening of simplex powder including determination alkaloid, flavonoid, glycoside, saponin, tanin, and steroid/triterpenoid. The extract obtained by percolation with 96% ethanol, and then concentrated by means of a rotary evaporator to obtain a thick extract. . Extracts were tested by the method of trapping free radicals DPPH (1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl) by measuring the absorbance of DPPH after settling for 60 minutes at room temperature using spekrofotometer UV-visible spectrophotometry at a wavelength of 516.

The result of the simplex characterization obtained level of water content 6.64%, level of water-soluble extract 11.37%, level of ethanol-soluble extract 17.86%, level of total ash 8.52%, and level of ash not soluble in acid 0.82%. Phytochemical screening results, simplicia powder containing compounds alkaloids, flavonoids, saponins, tannins, glycosides, and steroid/triterpenoid. Results of measuring the antioxidant activity with DPPH free radical trapping method, the ethanol extract of the fruit peel duku shows the antioxidant power in the weak category with IC50 values 180.621 ppm and vitamin C shows the

antioxidant power in very strong category with IC50values 3.018 ppm.

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah, terutama

dari segi jumlah tanaman khususnya tanaman obat yang sebagian besar belum

dapat dibuktikan secara ilmiah. Salah satu tanaman yang biasa digunakan oleh

masyarakat sebagai obat adalah duku. Tanaman duku (Lansium domesticum

Correa) merupakan salah satu komoditas unggulan dan spesifik daerah Sumatera

Selatan. Duku yang berasal dari Sumatera Selatan yang terkenal dengan nama

Duku Komering yang mempunyai cita rasa khas (Balai Perbenihan Sumsel, 2002).

Duku biasanya digunakan sebagai obat tradisional misalnya biji duku yang

berasa pahit digunakan sebagai obat cacing dan demam yaitu dengan cara

menumbuknya dan mencampurnya dengan air, kulit kayunya digunakan sebagai

obat disentri dan malaria serta dapat digunakan untuk mengobati gigitan

kalajengking. Kulit duku digunakan untuk mengobati penyakit diare dan demam

(Nuraini, 2011).

Kulit buah duku biasanya hanya dibuang saja sebagai limbah, padahal

kulit buah duku memiliki beberapa aktivitas biologi yang didukung oleh beberapa

penelitian yaitu Nishizawa, et al., (1989) menyatakan bahwa kulit buah duku

banyak mengandung seco-onoceranoids, salah satu tipe triterpenoid berupa asam

lansat dan asam lansiolat. Kulit buah duku juga dilaporkan mengandung

lansiosida A, B, dan C yang merupakan salah satu contoh struktur dari

(19)

D4 yang menginduksi kontraksi pada usus babi (Nishizawa, et al., 1983).

Senyawa asam 3-okso-24-sikloarten pada Lansium domesticum Correa juga

memiliki aktivitas sebagai penghambat timbulnya tumor kulit (Nishizawa, et al.,

1989). Pemberian ekstrak kulit buah duku memberikan aktivitas antidiare pada

mencit putih jantan (Hura, et al., 2014). Selain itu, Ekstrak kasar buah duku juga

menunjukkan aktivitas antikanker (Manosroi, et al., 2012).

Ekstrak kulit dan daun dari Lansium domesticum Correa dapat mempengaruhi siklus hidup dari Plasmodium falciparum dan berpotensi dalam

melawan infeksi dari Plasmodium falciparum (Yapp dan Yap, 2002). Ekstrak dari

buah duku dapat menghambat produksi melanin dari sel melanoma tanpa

memberikan efek toksik dan berpotensi sebagai kosmetik pemutih kulit (Arung, et

al., 2009) dan menurut Tilaar, et al., (2007) Lansium domesticum Correa memiliki

aktivitas antioksidan dalam melawan radikal bebas. Kulit buah duku juga

mengandung senyawa kimia yang terdiri dari alkaloid, saponin, flavonoid, dan

polifenol (Isfaeni et al., 2012), dimana menurut Yuhernita dan Juniarti (2011)

senyawa alkaloid, flavonoid, fenol, steroid dan terpenoid merupakan metabolit

sekunder yang bersifat antioksidan.

Pengujian antioksidan terhadap kulit buah duku (Lansium domesticum

Correa) yang diduga potensial dalam menghasilkan bahan-bahan antioksidan

dapat dilakukan menggunakan metode DPPH (Diphenyl-picry-hydrazil) yang

prinsipnya adalah penangkapan hidrogen dari antioksidan oleh radikal bebas.

Menurut Prakash (2001), metode ini yang paling sederhana, cepat dan murah

untuk mengukur kemampuan antioksidan yang terdapat pada makanan,

(20)

Berdasarkan hal di atas, penulis tertarik untuk mengetahui karakteristik

simplisia, skrining fitokimia dan aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol kulit

buah duku (Lansium domesticum Correa) dengan metode DPPH.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka perumusan masalah

penelitian adalah:

a. apakah karakteristik simplisia kulit buah duku dapat diketahui dan menjadi

rujukan untuk penelitian selanjutnya.

b. golongan senyawa kimia apa saja yang terkandung dalam kulit buah duku.

c. berapakah nilai IC50ekstrak etanol kulit buah duku dan vitamin C sebagai

pembanding dengan metode pemerangkapan radikal bebas DPPH

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka hipotesis penelitian ini

adalah sebagai berikut:

a. karakteristik simplisia kulit buah duku dapat diketahui dan menjadi

rujukan untuk penelitian selanjutnya.

b. kandungan golongan senyawa kimia yang terdapat dalam kulit buah duku

adalah golongan alkaloid, saponin, flavonoid, tanin dan triterpenoid.

c. nilai IC50 ekstrak etanol kulit buah duku dan vitamin C kurang dari 200

ppm.

1.4 Tujuan Penelitian

(21)

a. untuk mengetahui karakteristik simplisia kulit buah duku yang diteliti.

b. untuk mengetahui golongan senyawa kimia yang terkandung dalam kulit

buah duku.

c. untuk mengukur kemampuan antioksidan dari ekstrak etanol kulit buah

duku dan vitamin C dengan metode pemerangkapan radikal bebas DPPH.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk menambah informasi tentang khasiat

kulit buah duku sehingga dapat digunakan sebagai obat.

(22)

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Variabel bebas Variabel terikat Parameter

Gambar 1.1 Skema kerangka pikir penelitian Aktivitas

3. Penetapan kadar air

4. Penetapan kadar sari larut

air

5. Penetapan kadar sari larut

etanol

6. Penetapan kadar abu total

7. Penetapan kadar abu tidak

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman

Uraian tanaman meliputi morfologi tanaman, habitat, sistematika tanaman,

sinonim, nama asing, nama daerah, manfaat dan kandungan kimia.

2.1.1 Morfologi tanaman

Duku merupakan salah satu tanaman dari famili Meliaceae dan merupakan

tanaman bergetah dengan berupa pohon tinggi yang tegak dan menahun. Buahnya

berupa tandan berbentuk bulat atau bulat memanjang. Buah duku yang siap

dipanen biasanya kulit buah berwarna kuning kehijau-hijauan dan bahkan telah

menjadi kuning keputih-putihan serta buah agak lunak. Tanda-tanda lainnya

adalah getah pada kulit buahnya sudah tampak berkurang atau tidak ada getah

sama sekali pada kulit buah duku. Tanaman duku diperbanyak dengan biji,

biasanya mulai berbunga sekaligus berbuah pada umur tanaman 12 tahun bahkan

lebih. Tanaman duku yang pembibitannya secara vegetatif seperti pencangkokan

atau sambungan dapat berbuah lebih cepat yaitu pada umur 8 tahun (Mayanti,

2009).

2.1.2 Habitat

Duku (Lansium domesticum Correa) merupakan tanaman tropis beriklim

basah berupa pohon yang berasal dari Malaysia dan Indonesia kemudian

menyebar ke Vietnam, Myanmar, Thailand dan India. Jenis duku yang banyak

ditanam di Indonesia adalah jenis duku unggul seperti duku komering, duku

(24)

Duku dapat tumbuh dan berbuah baik di dataran rendah hingga ketinggian

600 m diatas permukaan laut. Tanaman ini biasanya ditanam di pekarangan atau

tegalan, bersama dengan tanaman tahunan lainnya (Mayanti, 2009).

2.1.3 Sistematika tanaman

Klasifikasi tanaman duku adalah sebagai berikut (Tjitrosoepomo, 2007;

LIPI, 2015) :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Anak Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Anak Kelas : Dialypetalae

Bangsa : Rutales

Suku : Meliaceae

Marga : Lansium

Spesies : Lansium domesticum Correa

2.1.4 Sinonim

Aglaia dookkoo Griff (Mayanti, 2009). 2.1.5 Nama asing

Langseh, langsep, lansa (Malaysia); lansones, lanzone, buahan (Filipina);

langsad, longkong (Thailand); Ion bon, bon bon (Vietnam), langsak, duku

(Burma); gadu, guda (Srilanka) (Putra, 2013).

2.1.6 Nama daerah

Lansat, lancet (Aceh dan Sumut); lase (Nias); langsek (Minahasa);

(25)

lansa, lase, lese (Sulawesi Selatan); lasat, lasate, lasa (Maluku); langsep, duku,

dan dukuh (Jawa) (Putra, 2013).

2.1.7 Manfaat

Duku biasanya digunakan sebagai obat tradisional misalnya biji duku yang

berasa pahit digunakan sebagai obat cacing dan demam yaitu dengan cara

menumbuknya dan mencampurnya dengan air, kulit kayunya digunakan sebagai

obat disentri dan malaria serta dapat digunakan untuk mengobati gigitan

kalajengking. Kulit duku digunakan untuk mengobati penyakit diare dan demam

(Nuraini, 2011).

2.1.8 Kandungan kimia

Tiap 100 g buah duku mengandung : 84 g air; sedikit protein dan lemak;

14,2 g karbohidrat, terutama gula pereduksi seperti glukosa; 0,8 g serat; 19 mg

Ca; 275 mg K; vitamin B1 dan B2; vitamin C, E. (Verheij dan Coronel, 1997).

Kulit buah duku yang segar mengandung 0,2% volatile oil dan resin. Pada kulit

buah yang kering mengandung semi-liquid oleoresin yang terdiri dari 0,17%

volatile oil dan 22% resin (Mayanti, 2009). Kulit buah duku juga mengandung senyawa kimia yang terdiri dari alkaloid, saponin, flavonoid dan polifenol

(Isfaeni, et al., 2012).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Dengan

diketahui senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan

(26)

2.2.1 Cara dingin

a. Maserasi

Maserasi adalah cara penarikan simplisia dengan cara meredam serbuk

simplisia tersebut dalam cairan penyari dengan beberapa kali pengocokan atau

pengadukan pada temperatur kamar, sedangkan remaserasi merupakan

pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama

dan seterusnya (Ditjen POM, 2000).

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi

penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses

ini terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahapan maserasi antara, tahap

perkolasi sebenarnya (Ditjen POM, 2000).

2.2.2 Cara panas

a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

adanya pendingin balik. Umumnya dapat dilakukan pengulangan proses pada

residu pertama 3-5 kali sehingga didapat proses ekstraksi sempurna (Ditjen POM,

2000).

b. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan

jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM,

(27)

c. Digesti

Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang

lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada

temperatur 40-50oC (Ditjen POM, 2000).

d. Infusa

Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

dengan menggunakan bejana infus dengan air bersuhu > 90 oC selama waktu

tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM, 2000).

e. Dekok

Dekok adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara menyari simplisia

dengan air bersuhu > 90oC menggunakan bejana infuse sambil diaduk

berulang-ulang dengan pemanas air selama 30 menit (Voight, 1984).

2.3 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah setiap molekul yang mengandung satu atau lebih

elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas sangat reaktif dan dengan mudah

menjurus ke reaksi yang tidak terkontrol, menghasilkan ikatan dengan DNA,

protein, lipida atau kerusakan oksidatif pada gugus fungsional yang penting pada

biomolekul ini. Radikal bebas juga terlibat dan berperan dalam patologi dari

berbagai penyakit degeneratif, yakni kanker, aterosklerosis, jantung koroner,

katarak dan penyakit degeneratif lainnya (Silalahi, 2006).

Radikal bebas yang diproduksi dalam jumlah yang normal penting untuk

fungsi biologis tubuh seperti sel darah putih yang menghasilkan H2O2 untuk

(28)

namun ia tidak menyerang sasaran spesifik sehingga ia juga akan menyerang asam

lemak tidak jenuh ganda dari membran sel, organel sel atau DNA, sehingga dapat

menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi sel (Winarsi, 2007).

Pembentukan radikal bebas dan reaksi oksidasi pada biomolekul akan

berlangsung sepanjang hidup sehingga dapat menjadi penyebab utama dari proses

penuaan dan berbagai penyakit degeneratif. Tubuh memiliki mekanisme

pertahanan antioksidan dalam bentuk enzim antioksidan dan zat antioksidan untuk

menetralisir radikal bebas. Perkembangan industri yang pesat serta manusia

berkontak dengan berbagai sumber radikal bebas yang berasal dari lingkungan

dan dari kegiatan fisik yang tinggi menyebabkan sistem pertahanan antioksidan

dalam tubuh tidak memadai (Silalahi,2006).

2.4 Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat

memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas dan dapat memutus reaksi

berantai dari radikal bebas (Kumalaningsih, 2006).Antioksidan atau reduktor

berfungsi untuk mencegah terjadinya oksidasi atau menetralkan senyawa yang

telah teroksidasi dengan cara menyumbangkan hidrogen dan atau electron.

Antioksidan dalam makanan dapat berperan dalam pencegahan berbagai penyakit,

meliputi penyakit kardiovaskuler, sebrovaskuler, sebagian kanker dan penyakit

yang berkaitan dengan proses penuaan (Silalahi, 2006)

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan digolongkan menjadi 3

kelompok, yaitu antioksidan primer, antioksidan sekunder dan antioksidan tersier

(29)

a. Antioksidan primer

Antioksidan primer disebut juga antioksidan endogenus atau antioksidan

enzimatis. Antioksidan primer bekerja dengan cara mencegah pembentukan

senyawa radikal bebas baru, atau mengubah radikal bebas yang telah terbentuk

menjadi molekul yang kurang reaktif. Antioksidan primer meliputi enzim

superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase (GSH-Px)

(Winarsi, 2007).

Sebagai antioksidan, enzim-enzim tersebut menghambat pembentukan

radikal bebas, dengan cara memutus reaksi berantai, kemudian mengubahnya

menjadi produk yang lebih stabil. Antioksidan dalam kelompok ini disebut juga

chain-breaking-antioxidant (Winarsi, 2007). b. Antioksidan sekunder

Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan eksogenus atau antioksidan

non-enzimatis. Antioksidan non-enzimatis dapat berupa komponen non-nutrisi

dan komponen nutrisi dari sayuran dan buah-buahan. Kerja sistem antioksidan

non-enzimatik yaitu dengan cara memotong reaksi berantai dari radikal bebas atau

dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak akan bereaksi dengan

komponen seluler (Winarsi, 2007).

Antioksidan non-enzimatik dapat berupa antioksidan alami maupun

sintesis. Senyawa antioksidan alami pada umumnya berupa vitamin C, vitamin E,

karotenoid, senyawa fenolik dan polifenolik yang dapat berupa golongan

flavonoid, turunan asam sinamat, kuomarin, tokoferol dan asam-asam organik

polifungsional. Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi

(30)

c. Antioksidan tersier

Kelompok ant

metionin sulfoksida

biomolekuler yang rusa

Khasiat antioksi

oksidatif akan lebih

buahan yang kaya aka

antioksidan tungggal.

lebih efektif daripada

adanya komponen la

secara positif (Silalahi

2.4.1 Flavonoid

Senyawa flavonoi

karbon yang tersusun

yang dihubungkan ole

cincin ketiga (Markha

Struktur dasar f sier

antioksidan tersier meliputi sistem enzim D

da reduktase. Enzim-enzim ini berfungsi da

rusak akibat reaktivitas radikal bebas (Winarsi, 2007

ioksidan untuk mencegah berbagai penyakit a

bih efektif jika kita mengkonsumsi sayur-sayur

akan antioksidan dan berbagai jenis daripada

ungggal. Efek antioksidan dari sayur-sayuran dan

pada suplemen antioksidan yang diisolasi dika

n lain dalam sayur-sayuran dan buah-buahan

ahi, 2006).

avonoid adalah senyawa polifenol yang mempun

susun dalam konfigurasi C6 -C3 -C6, yaitu dua c

n oleh 3 atom karbon yang dapat atau tidak dapa

kham, 1988).

sar flavonoid dapat dilihat pada Gambar 2.2 beri

Gambar 2.1 Struktur dasar flavonoid

(

DNA-repair dan dalam perbaikan

si, 2007).

t akibat pengaruh

yuran dan

buah-a cincin buah-arombuah-atik

dapat membentuk

2.2 berikut:

(31)

Flavonoid bersifat antioksidan. Senyawa ini berperan sebagai penangkap

radikal bebas karena mengandung gugus hidroksil dan bersifat sebagai reduktor

karena flavonoid dapat bertindak sebagai donor hidrogen terhadap radikal bebas

(Silalahi, 2006).

2.4.2 Vitamin C

Vitamin C atau asam askorbat mempunyai rumus molekul C6H8O6, titik

lebur lebih kurang 190OC, berbentuk serbuk hablur bwarnanya putih atau kuning,

oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi gelap. Dalam keadaan kering stabil di

udara dan cepat teroksidasi dalam larutan, mudah larut dalam air, agak sukar larut

dalam etanol, tidak larut dalam kloroform, eter dan benzen. Penyimpanannya

dalam wadah tertutup rapat dan tidak tembus cahaya (Ditjen POM, 1995).

Struktur kimia vitamin C dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.2 Struktur kimia vitamin C

(Silalahi, 2006).

Vitamin C merupakan suatu antioksidan penting yang larut dalam air.

Vitamin C mempunyai potensi sebagai antioksidan dengan mendonorkan

hidrogen dari gugus hidroksilnya kepada radikal bebas dan berperan dalam

(32)

kekebalan tubuh terhadap infeksi virus dan bakteri dan berperan dalam regenerasi

vitamin E (Silalahi, 2006).

2.5 Spektrofotometri UV-Visible

Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis berdasarkan penyerapan cahaya

atau energi radiasi oleh suatu larutan. Jumlah cahaya atau energi radiasi yang

diserap memungkinkan pengukuran jumlah zat penyerap dalam larutan secara

kuantitatif (Triyati, 1985). Panjang gelombang untuk sinar ultraviolet antara

200-400 nm sedangkan panjang gelombang untuk sinar tampak/visible antara 200-400-750

nm (Rohman, 2007).

Metode spektrofotometri ultraviolet dan sinar tampak (visible) telah

banyak diterapkan untuk penetapan senyawa-senyawa organik yang umumnya

dipergunakan untuk penentuan senyawa dalam jumlah yang sangat kecil. Dalam

suatu larutan, gugus molekul yang dapat mengabsorpsi cahaya dinamakan gugus

kromofor. Molekul-molekul yang hanya mengandung satu gugus kromofor dapat

mengalami perubahan pada panjang gelombang. Molekul yang mengandung dua

gugus kromofor atau lebih akan mengabsorpsi cahaya pada panjang gelombang

yang hampir sama dengan molekul yang hanya mempunyai satu gugus kromofor

tertentu, tetapi intensitas absorpsinya adalah sebanding dengan jumlah kromofor

yang ada (Triyati, 1985). Spektrofotometer pada dasarnya terdiri dari sumber

sinar, monokromator, sel untuk zat yang diperiksa, detektor, penguat arus dan alat

ukur atau pencatat. Spektrofotometri serapan merupakan metode pengukuran

serapan radiasi elektromagnetik pada panjang gelombang tertentu yang diserap zat

(33)

2.6 Penentuan Aktivi

Pada tahun 1922,

ungu radikal bebas sta

tidak larut dalam air (

Metode DPPH

digunakan untuk me

makanan. Metode DP

dalam bentuk larutan.

memberikan serapan m

ungu. Warna ini akan

ganjil tersebut berpasa

antioksidan. Perubah

(Prakash, et.al., 2001)

Parameter yan

harga konsentrasi ef

Concentration (IC50)

menyebabkan 50% D

antioksidan yang me

tivitas Antioksidan dengan Metode DPPH

hun 1922, Goldschmidt dan Renn menemukan sen

s stabil DPPH. DPPH berwarna sangat ungu sepe

ir (Ionita, 2005).

Gambar 2.3 Rumus bangun DPPH

(Praka

PPH adalah sebuah metode yang sederhan

menguji kemampuan antioksidan yang terka

DPPH dapat digunakan untuk sampel yang

utan. Prinsipnya dimana elektron ganjil pada

n maksimum pada panjang gelombang 517 nm

kan berubah dari ungu menjadi kuning lemah a

pasangan dengan atom hidrogen yang disumba

ubahan warna ini berdasarkan reaksi kesetim

, 2001).

yang dipakai untuk menunjukan aktivitas ant

efisien atau efficient concentration (EC50)

50) yaitu konsentrasi suatu zat antioksida

DPPH kehilangan karakter radikal atau konse

memberikan % penghambatan 50%. Zat ya

senyawa berwarna

seperti KMnO4dan

kash, et.al., 2001)

h apabila elektron

bangkan senyawa

setimbangan kimia

antioksidan adalah

) atau Inhibition

oksidan yang dapat

konsentrasi suatu zat

(34)

aktivitas antioksidan tinggi, akan mempunyai harga EC50atau IC50 yang rendah

(Molyneux, 2004).

2.6.1 Pelarut

Metode ini akan bekerja dengan baik menggunakan pelarut metanol atau

etanol dan kedua pelarut ini tidak mempengaruhi dalam reaksi antara sampel uji

sebagai antioksidan dengan DPPH sebagai radikal bebas (Molyneux, 2004).

2.6.2 Pengukuran absorbansipanjang gelombang

Panjang gelombang maksimum (λ maks) yang digunakan dalam

pengukuran uji sampel uji sangat bervariasi. Menurut beberapa literatur panjang

gelombang maksimum untuk DPPH antara lain 515-520 nm, bagaimanapun dalam

praktiknya hasil pengukuran yang memberikan peak maksimum itulah panjang

gelombangnya yaitu sekitar panjang gelombang yang disebutkan diatas

(Molyneux, 2004).

2.6.3 Pengukuran waktu operasional (operating time)

Cara ini biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau pembentukan

warna.Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu

operasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran

(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental yang

meliputi pengumpulan dan preparasi bahan, karakterisasi simplisia, pembuatan

ekstrak etanol, skrining fitokimia, dan uji aktivitas antioksidan dengan metode

aktivitas pemerangkapan radikal bebas DPPH dengan menggunakan alat

spektrofotometer visibel.

3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan terdiri dari: Alat alat gelas laboratorium,

desikator, gelas penutup, krus porselin, lemari pengering, mikroskop (Olympus),

neraca analitis (Metller Toledo), rotary evaporator (Haake D), penangas air,

pendingin Liebig, seperangkat alat destilasi, spektrofotometer UV/Vis (shimadzu),

tanur, timbangan dan objek gelas.

3.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah kulit buah duku (Lansium

domesticum Correa dan etanol. Bahan bahan kimia yang lainnya adalah berkualitas pro analisis: 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH), air suling, asam

nitrat pekat, besi (III) klorida, asam asetat anhidrat, asam klorida pekat, asam

sulfat pekat, amil alkohol. benzen, bismuth (III) nitrat, etanol 96%, isopropanol,

kalium iodida, kloralhidrat, kloroform, metanol, natrium hidroksida, raksa (II)

(36)

3.3 Penyiapan Bahan Tanaman

Penyiapan bahan tanaman meliputi pengambilan bahan tanaman

identifikasi tanaman, dan pengolahan bahan tanaman.

3.3.1 Pengambilan bahan tanaman

Pengambilan bahan tanaman dilakukan secara purposif yaitu tanpa

membandingkan dengan daerah lain. Bahan tanaman yang digunakan adalah buah

duku (Lansium domesticum Correa) yang telah masak berwarna kuning diambil

dari kebun duku di Desa Ujan Mas Lamo, Kabupaten Muaraenim, Provinsi

Sumatera Selatan.

3.3.2 Identifikasi tanaman

Identifikasi tanaman dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani,

Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

3.3.3 Pengolahan bahan tanaman

Buah duku sebanyak 5 kg dicuci, lalu dipisahkan dengan buahnya, kulit

buah duku yang berwarna kuning kecoklatan dikumpulkan, dibersihkan,

ditiriskan, kemudian dipotong secara membujur. Kulit ini kemudian dikeringkan

di lemari pengering hingga kering dan apabila diremas simplisia akan hancur,

kemudian ditimbang sebagai berat kering.

3.4 Pembuatan Pereaksi

3.4.1 Besi (III) klorida 1%

Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling sampai 100 m

(37)

3.4.2 Larutan HCl 2N

Sebanyak 17 ml asam klorida diencerkan dengan air suling sampai 100 ml

(Depkes, RI., 1995).

3.4.3 Timbal (II) asetat 0,4 M

Timbal (II) asetat sebanyak 15,17 g dilarutkan dalam air suling bebas

CO2hingga 100 ml (Depkes, RI., 1995).

3.4.4 Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,4 g raksa (II) klorida, kemudian dilarutkan dalam air suling

hingga 60 ml. Pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 g kalium iodida lalu

dilarutkan dalam 10 ml air suling. Kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan

air suling hingga diperoleh larutan 100 ml. (Depkes, RI., 1995).

3.4.5 Pereaksi Molisch

Sebanyak 3 g α -naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga 100 ml

(Depkes, RI., 1995).

3.4.6 Pereaksi Dragendroff

Sebanyak 0,8 g bismut nitrat dilarutkan dalam asam nitrat pekat 20 ml

kemudian dicampurkan dengan larutan kalium iodida sebanyak 27,2 g dalam 50

ml air suling. Campuran didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan jernih

diambil dan diencerkan dengan air suling secukupnya hingga 100 ml (Depkes,

RI., 1995).

3.4.7 Larutan kloralhidrat

Sebanyak 50 g kristal kloralhidrat ditimbang lalu dilarutkan dalam 20 ml

(38)

3.4.8 Larutan pereaksi asam sulfat 2 N

Sebanyak 5,5 ml asam sulfat pekat diencerkan dengan air suling hingga

diperoleh 100 ml (Depkes, RI., 1995).

3.4.9 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida dilarutkan dalam air suling secukupnya

kemudian ditambahkan 2 g iodida sedikit demi sedikit cukupkan dengan air suling

(Depkes, RI., 1995).

3.4.10 Pereaksi Liebermann-Burchard

Campur secara perlahan 5 ml asam asetat anhidrat dengan 5 ml asam sulfat

pekat tambahkan etanol hingga 50 ml (Depkes, RI., 1995).

3.4.11 Larutan pereaksi DPPH 0,5 mM (konsentrasi 200 ppm)

Sebanyak 20 mg DPPH ditimbang, kemudian dilarutkan dalam metanol

hingga volume 100 ml (Molyneux, 2004).

3.5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

3.5.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk luar dan

dalam dari simplisia kulit buah duku.

3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia kulit buah

duku. Serbuk simplisia ditaburkan diatas kaca objek yang telah ditetesi dengan

larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati dibawah

(39)

3.5.3 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen).

Alat terdiri dari alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung

penyambung dan tabung penerima.

a. Penjenuhan toluen

Sebanyak 200 ml toluena dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu

alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2

jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume

air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml.

b. Penetapan kadar air simplisia

Kemudian kedalam labu tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang

telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit, setelah

toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian

besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap

detik, setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan

toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan

mendingin pada suhu kamar, setelah air dan toluen memisah sempurna, volume

air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai

dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air

dihitung dalam persen (WHO, 1998).

3.5.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml

air-kloroform (2,5 ml air-kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu

(40)

selama 18 jam, kemudian disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan

sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan

dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam

persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di

udara (Depkes, RI., 1995).

3.5.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml

etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama,

kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring cepat untuk menghindari

penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan

penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan

pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam

etanol 96% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes, RI.,

1995).

3.5.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama

dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian

diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pijaran dilakukan pada

suhu 600oC selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh

bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara

(Depkes, RI., 1995).

3.5.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam

Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml

(41)

dikumpulkan, disaring melalui kertas saring dipijarkan sampai bobot tetap,

kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam

dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes, RI., 1995).

3.6 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia dilakukan menurut Depkes RI (1995) dan Farnsworth

(1966) untuk mengetahui golongan senyawa alkaloida, glikosida, saponin, tanin,

dan steroida/triterpenoida.

3.6.1 Pemeriksaan alkaloid

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g, kemudiaan ditambahkan 1 ml

asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2

menit, didinginkan dan disaring, filtrat dipakai untuk uji alkaloida sebagai berikut:

a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Mayer akan

terbentuk endapan menggumpal berwama putih atau kuning bila terdapat

alkaloida.

b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Bouchardat

akan terbentuk endapan berwama coklat sampai kehitaman bila terdapat

alkaloida.

c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Dragendorff

akan terbentuk endapan merah atau jingga bila terdapat alkaloida (Depkes, RI.,

1995).

3.6.2 Pemeriksaan glikosida

Sebanyak 3 g serbuk simplisia ditimbang, lalu disari dengan 30 ml

(42)

1 ml asam klorida 2 N lalu direfluks selama 10 menit, didinginkan, lalu disaring.

Diambil 20 ml filtrat, ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat

0,4 M dikocok, didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml

campuran 2 bagian isopropanol dan 3 bagian kloroform, perlakuan ini diulangi

sebanyak 3 kali. Kumpulan sari pelarut organik ditambahkan Na2SO4 anhidrat,

disaring, kemudiaan diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 500C, sisanya

dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa digunakan untuk percobaan berikut:

0,1 ml larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian diuapkan di

atas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes larutan perekasi

Molish, lalu ditambahkan dengan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat, terbentuk

cincin ungu pada batas kedua cairan, menunjukkan adanya ikatan gula (glikon)

(Depkes, RI., 1995).

3.6.3 Pemeriksaan steroid/triterpenoid

Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan eter 20 ml selama 2 jam,

disaring, lalu filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan 20

tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi

Lieberman-Burchard), diteteskan pada saat akan mereaksikan sampel uji, apabila terbentuk

warna biru atau biru hijau menunjukkan adanya steroida sedangkan warna merah,

merah muda atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid (Harborne, 1987).

3.6.4 Pemeriksaan flavonoida

Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambah 100 ml air panas, dididihkan

selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas. Kedalam 5 ml filtrat

(43)

dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika pada lapisan amil alkohol

terjadi warna merah kekuningan atau jingga (Farnsworth, 1966).

3.6.5 Pemeriksaaan tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 ml air suling lalu

disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil

sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1% jika

terjadi warna biru atau kehitaman menunjukkan adanya tannin (Farnsworth,

1966).

3.6.6 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam tabung reaksi,

ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat

selama 10 detik. Saponin positif jika terbentuk busa yang stabil tidak kurang dari

10 menit setinggi 1 sampai 10 cm dan dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2

N buih tidak hilang (Depkes, RI., 1995).

3.7 Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Buah Duku (Lansium domesticum Correa)

Pembuatan ekstrak kulit buah duku dilakukan secara perkolasi. Sebanyak

400 g serbuk simplisia dibasahi dengan etanol 96% dan dibiarkan selama 3 jam

lalu dimasukkan ke dalam alat perkolator, lalu dituang cairan penyari etanol

sampai semua simplisia terendam dan terdapat selapis cairan penyari di atasnya,

bagian atas tabung perkolator ditutup dengan aluminium foil dan dibiarkan selama

24 jam, kemudian kran dibuka dan dibiarkan tetesan ekstrak mengalir dengan

kecepatan perkolat diatur 1 ml/menit, perkolat ditampung. Perkolasi dihentikan

(44)

meninggalkan sisa. Perkolat yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan alat

rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental kulit buah duku.

3.8 Pengujian Kemampuan Antioksidan dengan Spektrofotometer Visibel

3.8.1 Prinsip metode aktivitas pemerangkapan radikal bebas DPPH

Kemampuan sampel uji dalam merangkap 1,1-diphenyl-2-picryhidrazyl

(DPPH) sebagai radikal bebas dalam larutan metanol dengan nilai IC50

(konsentrasi sampel uji yang mampu memerangkap radikal bebas sebesar 50%)

digunakan sebagai parameter untuk menentukan aktivitas antioksidan sampel uji

tersebut.

3.8.2 Pembuatan larutan blanko

Larutan DPPH 0,5 mM dipipet sebanyak 5 ml, kemudian dimasukkan ke

dalam labu tentukur 25 ml, dicukupkan volumenya dengan metanol sampai garis

tanda (konsentrasi 40 ppm).

3.8.3 Penentuan panjang gelombang serapan maksimum

Larutan DPPH konsentrasi 40 ppm dihomogenkan dan diukur serapannya

pada panjang gelombang 400-800 nm.

3.8.4 Pembuatan larutan induk ekstrak etanol kulit buah duku (EEKBD)

Sebanyak 25 mg sampel uji ditimbang kemudian dilarutkan dalam labu

tentukur 25 ml dengan metanol lalu volumenya dicukupkan dengan metanol

sampai garis tanda (konsentrasi 1000 ppm).

3.8.5 Pembuatan larutan uji EEKBD

Larutan induk dipipet sebanyak 1,25 ml; 2,5 ml; 3,75 ml; 5 ml kemudian

(45)

ppm, 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm), kemudian dalam masing-masing labu

tentukur ditambahkan 5 ml larutan DPPH 0,5 mM (konsentrasi 200 ppm) lalu

volume dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda. Didiamkan selama 60

menit, lalu diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Visibel pada

panjang gelombang 516 nm.

3.8.6 Pembuatan larutan induk vitamin C

Sebanyak 25 mg serbuk vitamin C ditimbang, dimasukkan ke dalam labu

tentukur 50 ml dilarutkan dengan metanol lalu volumenya dicukupkan dengan

metanol sampai garis tanda (konsentrasi 500 ppm).

3.8.7 Pembuatan larutan uji vitamin C

Larutan induk dipipet sebanyak 0,1 ml; 0,2 ml; 0,3 ml; 0,4 ml ke

dalam labu ukur 25 ml untuk mendapatkan konsentrasi larutan uji 2 ppm, 4 ppm,

6 ppm, 8 ppm, kedalam masing-masing labu ukur ditambahkan 5 ml larutan

DPPH 0,5 mM (konsentrasi 200 ppm) lalu volumenya dicukupkan dengan

metanol sampai garis tanda. Didiamkan selama 60 menit, lalu diukur serapannya

menggunakan spektrofotometer UV-Visibel pada panjang gelombang 516 nm.

3.8.8 Penentuan persen peredaman

% Peredaman = x 100%

Keterangan :

A Kontrol = Absorbansi tidak mengandung sampel A sampel = Absorbansi sampel

Kemampuan antioksidan diukur sebagai penurunan serapan larutan DPPH

(46)

serapan larutan DPPH sebelum dan sesudah penambahan larutan uji tersebut

dihitung sebagai persen peredaman

3.8.9 Penentuan nilai IC50

Nilai IC50 merupakan bilangan yang menunjukkan konsentrasi sampel uji

(μ g/ml) yang memberikan peredaman DPPH sebesar 50% (mampu menghambat/

meredam proses oksidasi sebesar 50%). Nilai 0% berarti tidak memunyai aktivitas

antioksidan, sedangkan nilai 100% berarti peredaman total dan pengujian perlu

dilanjutkan dengan pengenceran larutan uji untuk melihat batas konsentrasi

aktivitasnya. Hasil perhitungan dimasukkan ke dalam persamaan regresi dengan

konsentrasi ekstrak (μ g/ml) sebagai absis (sumbu X) dan nilai % peredaman

(antioksidan) sebagai ordinatnya (sumbu Y).

Secara spesifik, suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat

jika nilai IC50 kurang dari 50 μ g/ml, kuat untuk IC50 bernilai 50-100 μ g/ml,

sedang jika IC50 bernilai 100-150 μ g/ml, dan lemah jika IC50 bernilai 151-20

(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tanaman

Hasil identifikasi tanaman yang dilakukan di Herbarium Bogoriense,

Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor menunjukkan bahwa sampel

kulit duku termasuk suku Meliaceae, jenis Lansium domesticum Correa. Hasil

identifikasi dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 45.

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia

4.2.1 Pemeriksaan makroskopik

Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia kulit buah duku berwarna coklat

tua, tekstur agak keras, berbau khas, berasa sepat dan pahit. Permukaan dalam

kulit buah agak licin dan berwarna coklat muda, terdapat sekat buah dan sisa

tempat buah terutama pada bagian ujung.

4.2.2 Pemeriksaan mikroskopik

Hasil pemeriksaan mikroskopik dari serbuk simplisia kulit buah duku

menunjukkan terdapat rambut penutup, fragmen serabut sklerenkim, jaringan

parenkim dan terdapat pula fragmen sel batu sklereid. Hasil mikroskopik dapat

dilihat pada lampiran 5 halaman 34.

4.2.3 Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia

Hasil pemeriksaan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol,

(48)

Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia kulit buah duku

No Karakteristik Simplisia Hasil

1 Kadar air 6,64 %

2 Kadar abu total 8,52 %

3 Kadar abu tidak larut dalam asam 0,82 %

4 Kadar sari larut dalam air 11,37 %

5 Kadar sari larut dalam etanol 17,86 %

Hasil penetapan kadar air simplisia kulit buah duku memenuhi persyaratan

secara umum simplisia yaitu tidak melebihi 10% (Depkes, RI., 1995). Penetapan

kadar air dilakukan untuk memberi batasan atau rentang besarnya kandungan air

di dalam simplisia, karena tingginya kandungan air dapat mempercepat

pertumbuhan jamur (Ditjen POM, 2000).

Syarat kadar sari larut dalam air, kadar sari larut dalam etanol, kadar abu

total dan kadar abu tidak larut dalam asam pada umumnya untuk masing-masing

simplisia tidak sama. Pada pemeriksaan ini, karakteristik simplisia belum tertera

didalam Materia Medika Indonesia (MMI).

Penetapan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui kandungan mineral

internal yang terdapat di dalam simplisia yang diteliti serta senyawa anorganik

yang tersisa selama pembakaran. Abu total terbagi dua yang pertama abu

fisiologis adalah abu yang berasal dari jaringan tanaman itu sendiri dan abu non

fisiologis adalah sisa setelah pembakaran yang berasal dari bahan-bahan dari luar

yang terdapat pada permukaan simplisia. Kadar abu tidak larut asam untuk

menentukan jumlah silika, khususnya pasir yang ada pada simplisia dengan cara

melarutkan abu total dalam asam klorida (WHO, 1998).

Kadar sari larut air dan etanol merupakan pengujian untuk penetapan

(49)

kandungan senyawa yang dapat terlarut dalam etanol (kadar sari larut etanol).

(Ditjen POM, 2000).

Penetapan kadar sari yang larut dalam air untuk mengetahui kadar

senyawa yang bersifat polar dalam simplisia. Penetapan kadar sari yang larut

dalam etanol untuk mengetahui senyawa yang bersifat polar dan non polar dalam

simplisia. Senyawa-senyawa yang dapat larut dalam air adalah glikosida, tanin,

gula, enzim, zat warna dan asam organik. Penetapan kadar sari yang larut dalam

etanol untuk mengetahui kadar sari yang larut dalam pelarut polar.

Senyawa-senyawa yang dapat larut dalam etanol adalah glikosida, flavonoid, steroid dan

dalam jumlah sedikit yang larut yaitu lemak, tanin dan saponin (Depkes, RI.,

1986).

4.3 Hasil Skrining Fitokimia

Hasil skrining fitokimia terhadap simplisia kulit buah duku diketahui

bahwa kulit buah duku mengandung golongan senyawa-senyawa kimia seperti

yang terlihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan skrining fitokimia simplisia

No Pemeriksaan Hasil

1 Alkaloid +

2 Glikosida +

3 Steroida/Triterpenoid +

4 Flavonoid +

5 Tanin +

6 Saponin +

Keterangan: (+) positif : mengandung golongan senyawa (-) negatif: tidak mengandung golongan senyawa

Skrining fitokimia bertujuan untuk mendapatkan informasi golongan

(50)

dilakukan terhadap golongan senyawa alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin,

tanin dan steroid/triterpenoid. Hasil skrining selanjutnya dijadikan acuan untuk

mengidentifikasi golongan senyawa bioaktif yang mempunyai aktivitas

antioksidan.

Hasil di atas menunjukkan bahwa kulit buah duku mengandung alkaloid,

glikosida, steroid/triterpenoid, flavonoid, tanin dan saponin. Kulit buah duku

memiliki potensi sebagai antioksidan karena mengandung metabolit sekunder

yang bersifat antioksidan diantaranya adalah alkaloid, tanin, flavonoid dan

steroid/triterpenoid. Senyawa flavonoid tersebut bertindak sebagai penangkap

radikal bebas karena gugus hidroksil yang dikandungnya mendonorkan hidrogen

kepada radikal bebas. Senyawa tersebut mampu menetralisir radikal bebas dengan

memberikan elektron kepadanya sehingga atom dengan elektron yang tidak

berpasangan mendapat pasangan elektron dan tidak lagi menjadi radikal (Silalahi,

2006). Tanin merupakan senyawa dengan jumlah gugus hidroksi fenolik yang

banyak dan dapat berfungsi sebagai antioksidan karena memiliki kemampuan

dalam menstabilkan fraksi lipid (Indrawati dan Razimin, 2013).

4.4 Hasil Analisis Aktivitas Antioksidan

Hasil uji aktivitas antioksidan EEKBD dengan metode pemerangkapan

1,1-diphenyl-2-picrylhidrazyl (DPPH) secara spektrofotometri visibel.

4.4.1 Hasil penentuan panjang gelombang serapan maksimum

Hasil pengukuran serapan maksimum larutan DPPH 40 ppm dalam

metanol dengan menggunakan spektrofotometer UV-Visible. Hasil pengukuran

menunjukkan bahwa larutan DPPH dalam metanol menghasilkan serapan

(51)

kisaran panjang gelombang sinar tampak (400-800 nm) (Rohman, 2007). Data

hasil pengukuran dapat diihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Kurva serapan maksimum larutan DPPH 40 ppm dalam metanol menggunakan spektrofotometer UV-Visibel

4.4.2 Hasil penentuan operating time

Operating time bertujuan untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu operasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu

pengukuran dengan absorbansi larutan (Rohman, 2007). Lama pengukuran

metode DPPH menurut beberapa literatur yang direkomendasikan adalah selama

60 menit, tetapi dalam beberapa penelitian waktu yang digunakan sangat

bervariasi yaitu dari 1 menit hingga 240 menit (Marinova dan Batchvarov, 2011).

Menurut Rosidah, et al. (2008), pengukuran dilakukan setelah masing-masing

sampel yang telah ditambahkan DPPH lalu didiamkan selama 60 menit pada suhu

(52)

4.4.3 Hasil analisis aktivitas antioksidan sampel uji

Uji pendahuluan ekstrak etanol dari kulit buah duku (EEKBD) terhadap

aktivitas antioksidan dilakukan pada konsentrasi 40 ppm, 60 ppm, 80 ppm dan

100 ppm yang dibandingkan dengan kontrol DPPH (tanpa penambahan larutan

uji). Penurunan absorbansi DPPH dan persen peredaman dengan penambahan

EEKBD dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Uji pendahuluan penurunan absorbansi dan persen peredaman DPPH oleh EEKBD

0 1,2580 1,2670 1,2700 0,00 0,00 0,00 0,00 40 0,9870 0,9870 0,9880 21,46 22,09 22,25 21,93

60 0,9510 0,9490 0,9500 24,40 25,09 25,19 24,89

80 0,9200 0,9180 0,9200 26,87 27,55 27,62 27,35

100 0,8750 0,8760 0,8740 30,86 30,45 31,25 30,85

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa pada konsentrasi 100 ppm belum

didapatkan % peredaman hingga 50%, sehingga konsentrasi larutan uji dinaikkan

menjadi 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm dan 200 ppm. Penurunan absorbansi DPPH

dan persen peredaman dengan penambahan EEKBD dapat dilihat pada Tabel 4.4

dan vitamin C dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.4 Penurunan absorbansi dan persen peredaman DPPH oleh EEKBD

Larutan

0 1,25783 1,26965 1,26685 0,00 0,00 0,00 0,00 50 0,94595 0,96620 0,96506 24,79 23,90 23,82 24,17

100 0,86575 0,86755 0,86732 31,17 31,67 31,54 31,46

150 0,72823 0,72620 0,72688 42,10 42,80 42,62 42,51

(53)

Tabel 4.5 Penurunan absorbansi dan persen peredaman DPPH oleh vitamin C

0 1,17668 1,19418 1,19592 0,00 0,00 0,00 0,00

2 0,54257 0,54398 0,52910 53,89 54,45 54,68 54,34

4 0,36653 0,36743 0,36830 68,85 69,23 69,20 69,09

6 0,17842 0,17734 0,17786 84,84 85,15 85,13 85,04

8 0,04236 0,04248 0,04251 96,79 96,44 96,56 96,56

Pada Tabel 4.4 dan 4.5 dapat dilihat bahwa adanya penurunan nilai

absorbansi DPPH yang diberi EEKBD serta vitamin C sebagai pembandingnya

dalam metanol pada setiap kenaikan konsentrasi. Penurunan nilai absorbansi

menunjukkan aktivitas antioksidan yang semakin besar. EEKBD menunjukkan

nilai penurunan absorbansi DPPH yang lebih kecil dibandingkan vitamin C.

Penurunan nilai absorbansi terjadi karena larutan uji memerangkap DPPH

dan pemerangkapan terjadi karena adanya senyawa yang bereaksi sebagai

penangkap radikal yang akan mereduksi DPPH membentuk DPPH-H yang

tereduksi. Reaksi ini diamati dengan adanya perubahan warna DPPH dari ungu

menjadi kuning ketika elektron ganjil dari radikal DPPH telah berpasangan

dengan hidrogen dari senyawa penangkap radikal bebas. Keberadaan antioksidan

dalam ekstrak tumbuhan akan menetralisasi radikal DPPH dengan

menyumbangkan elektron kepada DPPH, menghasilkan perubahan warna dari

ungu menjadi kuning atau intensitas warna ungu larutan jadi berkurang

(Molyneux, 2004).

Penghilangan warna akan sebanding dengan jumlah elektron yang diambil

(54)

Hubungan antara konsentrasi dengan persentase peredaman radikal bebas

DPPH oleh EEKBD dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan untuk vitamin C dapat

dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.2 Grafik hasil uji aktivitas antioksidan EEKBD

Gambar 4.3 Grafik hasil uji aktivitas antioksidan vitamin C

4.4.4 Hasil Analisis Nilai IC50(Inhibitory Concentration)

Nilai IC50 diperoleh berdasarkan perhitungan persamaan regresi yang

diperoleh dengan cara memplot konsentrasi larutan uji dan persen peredaman

Gambar

Gambar 1.1 Skema kerangka pikir penelitian
Gambar 2.1 Struktur dasar flavonoid
Gambar 2.2 Struktur kimia vitamin C
Gambar 2.3 Rumus bangun DPPH
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada dasarnya perbedaan antara printer yang bersifat non dedicated dan dedicated remote antara lain, untuk non dedicated print server berada di server, tipe

[r]

[r]

According to these researches some problems existed in the deformation monitoring of tunnels by using TLS: firstly, because of lacks of some necessary control

[r]

Some snapshots from the real-time application showing the original range image, the segmented rotated hand blob, the un- rotated segment as well as the recognized hand

[r]

• PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk (MBSS) is a leading Indonesian provider of integrated one-stop sea logistics and transportation solutions for bulk materials, particularly