• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Distribusi Air Pada Tanah Inceptisol Bertanaman Kedelai Dengan Jumlah Pemberian Air yang Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Distribusi Air Pada Tanah Inceptisol Bertanaman Kedelai Dengan Jumlah Pemberian Air yang Berbeda"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN DISTRIBUSI AIR PADA TANAH INCEPTISOL

BERTANAMAN KEDELAI DENGAN JUMLAH PEMBERIAN

AIR YANG BERBEDA

SKRIPSI

OLEH :

JUNI ARTINA ALBERTA

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

KAJIAN DISTRIBUSI AIR PADA TANAH INCEPTISOL

BERTANAMAN KEDELAI DENGAN JUMLAH PEMBERIAN

AIR YANG BERBEDA

SKRIPSI

OLEH :

JUNI ARTINA ALBERTA

110308025/KETEKNIKAN PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Sumono, M.S) (Adian Rindang, STP, M.Si)

Ketua Anggota

Diketahui Oleh:

(Ainun Rohanah, STP, M.Si) Ketua Program Studi

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

ABSTRAK

JUNI ARTINA ALBERTA: Kajian Distribusi Air pada Tanah Inceptisol Bertanaman Kedelai dengan Jumlah Pemberian Air Yang Berbeda, dibimbing oleh SUMONO dan ADIAN RINDANG.

Mengetahui distribusi air pada tanah cukup penting sebagai salah satu pertimbangan memberikan irigasi. Penelitian ini bertujuan mengkaji distribusi air pada tanah Inceptisol bertanaman kedelai dengan pemberian air 100% kapasitas lapang, 80% kapasitas lapang, dan 60% kapasitas lapang serta pengaruhnya terhadap produksi tanaman kedelai. Parameter yang diamati adalah sifat fisik tanah, kadar air kapasitas lapang, evapotranspirasi, distribusi air tanah, berat kering tanaman dan berat polong.

Hasil penelitian menunjukkan tanah Inceptisol bertekstur lempung liat berpasir. Porositas tertinggi pada lapisan kedalaman 6-10 cm yaitu 63,06%. Porositas terendah pada lapisan kedalaman 0-5 cm yaitu 54,23%. Kadar air kapasitas lapang tanah 47,7% basis kering. Evapotranspirasi kedelai pada fase tengah 1,97 mm/hari dan fase akhir 1,58 mm/hari. Kadar air tertinggi pada lapisan kedalaman 6 -10 cm yaitu 20,58-32,49% basis kering. Kadar air terendah pada lapisan kedalaman 0-5cm yaitu 20,34-26,63% basis kering. Pemberian air 100% kapasitas lapang pada fase tengah menghasilkan berat kering 16,51 g, fase akhir 14,89g dan berat polong 13,20g. Pemberian air 80% kapasitas lapang pada fase tengah menghasilkan berat kering 14,23 g, fase akhir 11,77 g dan berat polong 10,78 g. Pemberian air 60% kapasitas lapang fase tengah menghasilkan berat kering 13,12 g, fase akhir 10,97 g dan berat polong 8,76 g.

Kata Kunci: Distribusi Air, Tanaman Kedelai, Tanah Inceptisol, Kapasitas Lapang, Evapotranspirasi

ABSTRACT

JUNI ARTINA ALBERTA: The study on water distribution in Inceptisol soil planted with Soybean at different amount of given water, supervised by SUMONO and ADIAN RINDANG.

Knowing water distribution in soil is important as one of the reason for irrigation. This research was purposed to study water distr ibution in Inceptisol soil planted with soybean at 100%, 80%, 60% field capacity and its effect on soybean plant’s production. The parameters observed were the characteristic of the soil physics, field capacity, evapotra nspiration, water distribution, dry weight of soybean plant and pods weight. pods weight was 13,20 g. The dry weight of soybean pla nt at the middle growth phase at 80% field capacity was 14,23 g, at the last growth phase was 11,77g and pods weight was 10,78 g. The dry weight of soybean pla nt at the middle growth phase at 60% field capacity was 13,12 g, at the last growth phase was 10,97 g and pods weight was 8,76g.

(4)

RIWAYAT HIDUP

Juni Artina Alberta dilahirkan di Ujung Labuhan pada tanggal 10 Juni 1993, dari Ayah Bakti Barus, S.Pd, dan Ibu Nurlela br. Ginting. Penulis merupakan anak ke empat dari lima bersaudara.

Pada Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Primbana Medan dan lulus Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan memilih Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Univesitas Sumatera Utara.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA) dan Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian Indonesia (IMATETANI).

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan draft dengan judul “Kajian Distribusi Air pada Tanah Inceptisol Bertanaman Kedelai dengan Jumlah Pemberian Air yang Berbeda” yang merupakan salah satu syarat untuk membuat skripsi di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis dan Bapak Prof. Dr. Ir. Sumono, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Adian Rindang, STP, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang banyak membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun untuk kesempurnaan pada masa yang akan datang.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini dapat berguna bagi kita semua.

Medan, Agustus 2015

(6)

DAFTAR ISI

Hubungan Fisik Tanah Dan Air ... 7

Tekstur Tanah ... 7

Bahan Organik Tanah... 10

Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density) ... 11

Kerapatan Partikel Tanah (Particel Density) ... 12

Porositas Tanah... 13

Distribusi Air Tanah ... 14

Kadar Air Tanah ... 16

Berat Kering Tanaman ... 25

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 26

Alat dan Bahan Penelitian ... 26

Metode Penelitian ... 26

Prosedur Penelitian ... 27

Parameter ... 29

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Tanah... 32

Kadar Air Kapasitas Lapang ... 34

Evapotranspirasi ... 35

Distribusi Air Tanah ... 36

Berat Kering Tanaman Kedelai ... 40

Berat Polong Tanaman Kedelai ... 43

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 45

Saran ... 46

(7)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Klasifikasi Ukuran, Jumlah Dan Luas Permukaan Fraksi-Fraksi

Tanah Menurut Sistem USDA Dan Sistem Internasional... 9

2. Klasifikasi Kelas Tekstur Tanah ... 9

3. Hasil Analisa Tekstur Tanah ... 32

4. Kerapatan Massa, Kerapatan Partikel, Dan Porositas Tanah Inceptisol ... 33

5. Kadar Air Kapasitas Lapang Dan Volumetrik Pada Tanah Inceptisol ... 34

6. Evapotranspirasi Tanaman Kedelai ... 35

7. Pemberian Air Harian Tanaman Kedelai ... 35

8. Berat Basah Dan Berat Kering Tanaman Kedelai Fase Tengah ... 40

9. Berat Basah Dan Berat Kering Tanaman Kedelai Fase Akhir ... 42

(8)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Diagram Segitiga Tekstur Tanah menurut Klasifikasi USDA ... 9

2. Tanaman kedelai ... 22

3. Kadar air tanah dan penyebaran akar kedelai dengan perlakuan 100% KL pada fase tengah pertumbuhan ... 37

4. Kadar air tanah dan penyebaran akar kedelai dengan perlakuan 80% KL pada fase tengah pertumbuhan ... 37

5. Kadar air tanah dan penyebaran akar kedelai dengan perlakuan 60% KL pada fase tengah pertumbuhan ... 38

6. Kadar air tanah dan penyebaran akar kedelai dengan perlakuan 100% KL pada fase akhir pertumbuhan... 38

7. Kadar air tanah dan penyebaran akar kedelai dengan perlakuan 80% KL pada fase akhir pertumbuhan... 39

8. Kadar air tanah dan penyebaran akar kedelai dengan perlakuan 60% KL pada fase akhir pertumbuhan... 39

9. Berat kering tanaman fase tengah ... ……...41

10. Berat kering tanaman fase akhir... ………42

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Flowchart Penelitian ... 49

2. Menentukan tekstur tanah Inceptisol dengan segitiga USDA ... 50

3. Data Suhu Harian Rumah Kaca ... 51

4. Kerapatan Massa, Kerapatan Partikel dan Porositas ... 53

5. Evapotranspirasi tanaman kedelai fase tengah ... 53

6. Evapotranspirasi tanaman kedelai fase akhir ... 54

7. Pemberian air tanaman harian fase tengah... 55

8. Pemberian air tanaman harian fase akhir ... 55

9. Distribusi air tanah ... 57

10. Berat basah dan berat kering tanaman kedelai fase tengah ... 61

11. Berat basah dan berat kering tanaman kedelai fase akhir ... 62

12. Berat polong dan jumlah polong tanaman kedelai ... 63

13. Kadar air kapasitas lapang dan volumetrik pada tanah inceptisol... 64

(10)

ABSTRAK

JUNI ARTINA ALBERTA: Kajian Distribusi Air pada Tanah Inceptisol Bertanaman Kedelai dengan Jumlah Pemberian Air Yang Berbeda, dibimbing oleh SUMONO dan ADIAN RINDANG.

Mengetahui distribusi air pada tanah cukup penting sebagai salah satu pertimbangan memberikan irigasi. Penelitian ini bertujuan mengkaji distribusi air pada tanah Inceptisol bertanaman kedelai dengan pemberian air 100% kapasitas lapang, 80% kapasitas lapang, dan 60% kapasitas lapang serta pengaruhnya terhadap produksi tanaman kedelai. Parameter yang diamati adalah sifat fisik tanah, kadar air kapasitas lapang, evapotranspirasi, distribusi air tanah, berat kering tanaman dan berat polong.

Hasil penelitian menunjukkan tanah Inceptisol bertekstur lempung liat berpasir. Porositas tertinggi pada lapisan kedalaman 6-10 cm yaitu 63,06%. Porositas terendah pada lapisan kedalaman 0-5 cm yaitu 54,23%. Kadar air kapasitas lapang tanah 47,7% basis kering. Evapotranspirasi kedelai pada fase tengah 1,97 mm/hari dan fase akhir 1,58 mm/hari. Kadar air tertinggi pada lapisan kedalaman 6 -10 cm yaitu 20,58-32,49% basis kering. Kadar air terendah pada lapisan kedalaman 0-5cm yaitu 20,34-26,63% basis kering. Pemberian air 100% kapasitas lapang pada fase tengah menghasilkan berat kering 16,51 g, fase akhir 14,89g dan berat polong 13,20g. Pemberian air 80% kapasitas lapang pada fase tengah menghasilkan berat kering 14,23 g, fase akhir 11,77 g dan berat polong 10,78 g. Pemberian air 60% kapasitas lapang fase tengah menghasilkan berat kering 13,12 g, fase akhir 10,97 g dan berat polong 8,76 g.

Kata Kunci: Distribusi Air, Tanaman Kedelai, Tanah Inceptisol, Kapasitas Lapang, Evapotranspirasi

ABSTRACT

JUNI ARTINA ALBERTA: The study on water distribution in Inceptisol soil planted with Soybean at different amount of given water, supervised by SUMONO and ADIAN RINDANG.

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanah dan air merupakan sumberdaya yang paling fundamental yang dimiliki oleh manusia. Tanah merupakan media utama dimana manusia bisa mendapatkan bahan pangan, sandang, papan, tambang dan tempat dilaksanakannya berbagai aktifitas. Tanah dapat dipandang sebagai campuran antara partikel mineral dan organik dengan berbagai ukuran dan komposisi. Partikel-partikel tersebut menempati kurang lebih 50 % volume, sedangkan sisanya, yang berupa pori-pori, diisi oleh air dan udara. Salah satu fungsi tanah yang terpenting adalah tempat timbuhnya tanaman. Akar tanaman didalam tanah menyerap kebutuhan utama tumbuhan, yaitu air nutrisi dan oksigen (Suripin, 2004).

Air merupakan komponen utama tubuh tanaman, bahkan hampir 90% sel-sel tanaman dan mikrobia terdiri dari air. Air yang diserap tanaman disamping berfungsi sebagai komponen sel-selnya, juga berfungsi sebagai media reaksi pada hampir seluruh proses metabolismenya yang apabila telah terpakai diuapkan melalui mekanisme transpirasi, yang bersama sama dengan penguapan tanah sekitarnya (evaporasi) disebut evapotranspirasi. Dalam memproduksi biomassa sangat banyak dibutuhkan air, tergantung pada jenis tanaman (Hanafiah, 2005).

(12)

maksimum disebut kapasitas penyimpanan air maksimum. Di dalam tanah air dapat bertahan tetap berada di dalam ruang pori karena adanya berbagai gaya yang bekerja pada air tersebut. Gaya-gaya yang menahan air hingga dapat bertahan dalam rongga pori berasal dari adsorbsi molekul air oleh padatan tanah, gaya tarik menarik antar molekul air, adanya larutan garam dan gaya kapiler (Islami dan Utomo, 1995).

Di dalam tanah air dapat berpindah dan bergerak dalam lapisan tanah pada elevasi dan suhu yang sama . hal ini terjadi karena adanya tarikan air oleh partikel tanah yang dikenal dengan potensial matriks atau gaya kapiler. Karena adanya gaya potensial tanah ini mengakibatkan 2 jenis tanah atau lebih yang memiliki kandungan air yang sama akan menunjukkan pertumbuhan tanaman yang berbeda, hal ini menunjukkan bahwa penyebaran air dalam tanah juga mempengaruhi jumlah air yang tersedia bagi tanaman (Islami dan Utomo, 1995).

Indonesia memiliki daratan yang cukup luas sehingga terdapat berbagai jenis tanah, setiap tanah memiliki struktur dan tekstur yang berbeda. Perbedaan struktur dan tekstur tanah ini berkaitan dengan sifat-sifat fisik lainnya, seperti porositas. hal ini juga mengakibatkan adanya perbedaan kemampuan tanah untuk meloloskan air dan menyimpan air.

(13)

untuk meluluskan air atau udara ke lapisan bawah profil tanah. Kemampuan tanah untuk menyimpan dan meloloskan air juga akan ditentukan oleh porositas tanah (Suripin, 2004).

Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah yang poreus berarti tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara ma suk-keluar tanah secara leluasa. Pori-pori tanah berisi udara dan air yang komposisinya akan menentukan pertumbuhan tanaman, terutama tanaman yang tumbuh dalam kondisi tanah tidak jenuh, yaitu pada kondisi kapasitas lapang, seperti tanaman hortikultura dan tanaman pangan selain padi.

Kapasitas lapang (field capacity) adalah kondisi dimana tebal lapisan air dalam pori-pori tanah mulai menipis, sehingga tegangan antar air-udara meningkat hingga lebih besar dari gaya gravitasi, air gravitasi (pori-pori makro) habis dan air tersedia (pada poro-pori meso dan mikro) bagi tanaman dalam keadaan optimum (Hanafiah, 2005).

(14)

lingkungan tumbuh yang berpengaruh pada pertumbuhan tanaman kedelai. Pertumbuhan kedelai tidak bisa optimal bila tumbuh dilingkungan yang salah satu komponen tumbuh optimal, tapi komponen lainnya sub-optimal. Hal ini karena kedua komponen ini harus saling mendukung satu sama lain sehingga pertumbuhan kedelai bisa optimal. Tanaman kedelai sebenarnya dapat tumbuh di semua jenis tanah. Namun demikian, untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan produktivitas yang optimal, kedelai harus ditanam di tanah bertekstur lempung berpasir atau liat berpasir (Adisarwanto, 2005).

Kebutuhan kedelai nasional mencapai 2,4 juta ton tiap tahunnya, sementara kebutuhan bahan baku tempe dan tahu tersebut baru terpenuhi dari hasil produksi petani sekitar 850 ribu ton, atau sekitar 35%. Indonesia masih mengimpor 1,55 juta ton dari Amerika. Angka Ramalan II (ARAM II) produksi kedelai pada tahun 2014 sebesar 4.680 ton, naik sebesar 1.451 ton dibanding produksi ATAP tahun 2013. Kenaikan produksi disebabkan oleh kenaikan hasil per hektar sebesar 0,40 kw/ha atau 3,87 persen dan luas panen naik sebesar 1.237 hektar atau 39,57 persen dibanding tahun 2013.

(15)

Di samping efisiensi serapan unsur hara, perlu pula diketahui efisiensi irigasi pada tanaman kedelai, karena dengan kondisi kadar air tanah 50% kapasitas lapang tanaman masih dapat tumbuh dengan baik, hal ini berarti akan menghemat pemakaian air sebesar 50% dari kapasitas lapang. Di Indonesia umumnya tanaman kedelai dibudidayakan atau dapat tumbuh pada tanah alluvial, regosol, grumusol, latosol dan andosol (Suripin, 2004) serta pada tanah inceptisol (Junaidi, 2013).

Karena tanah memiliki kemampuan menyerap air dan mengikat air yang berbeda dan tanaman kedelai dapat tumbuh dalam kondisi kadar air tanah 50% kapasitas lapang maka perlu dilakukan pengkajian distribusi air pada tanah inceptisol dengan pemberian jumlah air yang berbeda, serta pengaruhnya terhadap produksi tanaman kedelai.

Tujuan Penelitian

(16)

Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan syarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Hubungan Fisik Tanah dan Air

Menurut Israelsen dan Hansen (1962), pengetahuan hubungan fisik tanah dan air bermanfaat untuk meningkatkan praktek irigasi termasuk keinginan mendapatkan penggunaan ketersediaan air yang paling efisien bagi tanaman. Fungsi air tanah dalam pertumbuhan tanaman sangat penting, mengingat tanaman sangat membutuhkan air namun apabila air tanah melebihi kapasitasnya menyimpan air (jenis) atau tanah mengalami kekeringan akan menghambat pertumbuhan tanaman.

Berdasarkan status air yang tersimpan dalam pori tanah maka kondisi tanah sangat berpengaruh, yaitu kondisi tanah jenuh dan kondisi tanah tidak jenuh. Pada kondisi jenuh semua pori-pori terisi air, sedangkan pada kondisi tidak jenuh sebagian pori-pori terisi air dan sebagian lagi terisi udara. Pada kondisi tanah tidak jenuh potensial energi yang berperan adalah adalah potensial matriks yang merupakan gabungan kapilaritas dan adsorbs tanah. Dalam gerakan air tanah potensial tanah yang akan menentukan distribusi air di dalam tanah. Faktor utama yang berpengaruh terhadap gerakan air dalam kondisi tanah tidak jenuh adalah tekstur tanah dan struktur tanah (Hillel, 1971).

Tekstur Tanah

(18)

tersebut, yaitu kapasitas infiltrasi yaitu kemampuan tanah untuk meresapkan air dan permeabilitas dari lapisan tanah yang berlainan, yaitu kemampuan tanah untuk meluluskan air atau udara ke lapisan bawah profil tanah (Suripin, 2004).

Sifat fisik tanah juga sangat mempengaruhi sifat-sifat tanah yang lain dalam hubungannya dengan kemampuan untung mendukung hidup tanaman. Kemampuan tanah menyimpan air tersedia merupakan fungsi dari tekstur dan struktur tanah. Kemampuan tanah untuk menyimpan hara dan kemudian menyediakannya bagi tanaman sangat ditentukan oleh tekstur tanah dan macam mineral liat (Islami dan Utomo, 1995).

Hanafiah (2005) mengemukakan bahwa tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah (separat) yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir (sand), debu (silt), dan liat (clay). Partikel berukuran di atas 2 mm seperti kerikil dan bebatuan kecil tidak tergolong sebagai fraksi tanah tetapi harus diperhitungkan dalam evaluasi tekstur tanah. Klasifikasi ukuran, jumlah dan luas permukaan fraksi-fraksi tanah menurut sistem USDA dan Sistem Internasional tertera pada Tabel 1.

(19)

Tabel 1. Klasifikasi ukuran, jumlah dan luas permukaan fraksi-fraksi tanah menurut Sistem USDA dan Sistem Internasional

Separat Tanah Diameter (mm) Jumlah Partikel (g-1)

Liat <0,002 <0,002 90.250.853.000 8.000.000

(Hanafiah, 2005).

Tabel 2. Klasifikasi kelas tekstur tanah

Nomor Nama tekstur Pasir (%) Debu (%) Liat (%)

(20)

United states Departement of Agriculture (USDA) mengklasifikasikan tekstur tanah berdasarkan atas dari fraksi-fraksi utama dari partikel tanah yaitu sebanyak 12 kelas tekstur. Berikut adalah gambar diagram segitiga tekstur tanah menurut USDA.

Gambar 1. Diagram Segitiga Tekstur Tanah menurut Klasifikasi USDA (Hasibuan, 2011).

Bahan Organik Tanah

(21)

Bahan organik tanah adalah fraksi organik tanah yang berasal dari biomassa tanah dan biomassa luar-tanah. Biomassa tanah adalah massa total flora dan fauna tanah hidup serta bagian vegetasi yang hidup dalam tanah (akar). Biomassa luar-tanah adalah massa bagian vegetasi yang hidup di luar tanah (daun, batang, cabang, ranting, bunga, buah, dan biji). Bahan organik dibuat dalam organisme hidup dan tersusun atas banyak sekali senyawa karbon. Di dalam tanah, bahan organik bercampur dengan bahan mineral. Bahan organik tanah (BOT) memajukan kebaikan struktur dan konsistensi tanah, dan dengan demikian memperbaiki aerasi, permeabilitas, dan daya tahan menyimpan air. BOT dapat menambat air sampai 20 kali lipat bobotnya sendiri (Notohadiprawiro, 1998).

Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density)

Kerapatan isi (massa) adalah berat persatuan volume tanah kering oven, biasanya ditetapkan sebagai g/cm3. Terganggunya struktur tanah dapat mempengaruhi jumlah pori-pori tanah, demikian pula berat persatuan volume. Empat atau lebih bongkah (gumpal) tanah biasanya diambil dari tiap horizon untuk memperoleh nilai rata-rata (Hakim, dkk., 1986).

Kerapatan massa adalah bobot per satuan volume tanah kering oven yang

biasanya dinyatakan sebagai gram per sentimeter kubik. Menurut

Islami dan Utomo (1995), bobot volume tanah “bulk density” yaitu nisbah antara

massa total tanah dalam keadaan kering dengan volume total tanah.

B=Mp

(22)

Dimana :

B = kerapatan massa (bulk density) (g/cm3) Mp = Massa padatan tanah (g)

Vt = Volume total tanah (cm3)

Bila dinyatakan dalam gram per centimeter kubik, kerapatan massa pada permukaan tanah liat yang berbutir-butir biasanya berkisar dari 1,0 sampai 1,3. Tanah permukaan yang bertekstur kasar biasanya akan berkisar dari 1,3 sampai 1,8. Perkembangan yang lebih besar dari struktur pada tanah permukaan yang bertekstur halus menjadi penyebab lebih rendahnya kerapatan massa dibandingkan dengan tanah yang lebih berpasir (Foth, 1994).

Besarnya bobot volume atau kerapatan massa (bulk density) yang dipengaruhi oleh tekstur tanah, kandungan bahan organik tanah dan struktur tanah atau lebih khusus bagian rongga pori tanah. Tanah yang baru berkembang dari abu vulkan, misalnya yang disebut Andosol atau Andept, dengan kandungan

bahan organik 5 – 10%, mempunyai bobot volume kurang dari 1,0 g/cm3 (Islami dan Utomo, 1995).

Kerapatan Partikel Tanah (Particle Density)

Bobot jenis partikel tanah (Pd) atau particle density adalah nisbah antara massa padatan dengan volume padatan tanah, yang dihitung dengan persamaan:

P =MV ……….(2)

dimana:

(23)

Mp = Massa tanah (g)

Vp= Volume tanah kering (cm3)

Besarnya kerapatan partikel tanah pertanian bervariasi diantara 2,2 g/cm3 sampai 2,8 g/cm3, dipengaruhi terutama oleh kandungan bahan organik tanah dan kepadatan jenis partikel penyusun tanah. Kandungan bahan organik yang tinggi menyebabkan tanah mempunyai bobot jenis partikel (Pd) rendah. Tanah Andosol misalnya, bobot jenis partikelnya hanya 2,2 – 2,4 g/cm3(Islami dan Utomo, 1995).

Particle density atau kerapatan partikel ialah berat tanah kering persatuan volume partikel-partikel bagian padat tanah, tidak termasuk volume pori-pori tanah. Untuk menentukan particle density, yang diperhatikan adalah partikel-partikel dari bagian padat tanah. Oleh karena itu particle density dari setiap jenis tanah adalah konstan, tidak bervariasi dengan jumlah antara partikel-partikel tanah. Pada kebanyakan tanah-tanah mineral nilai dari particle density adalah 2,65 g/cc (Hasibuan, 2011).

Porositas Tanah

Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah yang poreus berarti tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara masuk-keluar tanah secara leluasa (Hanafiah, 2005).

(24)

partikel dan struktur. Tanah berpasir mempunyai porositas rendah (40%) dan tanah lempung mempunyai porositas tinggi. Jika strukturnya baik dapat mempunyai porositas 60%. (Islami dan Utomo, 1995).

Untuk menghitung persentase ruang pori atau porositas (n) adalah membandingkan nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel dengan persamaan: n = − x %...(3)

dimana:

n = Porositas (%)

Bd = Kerapatan massa (g/cm3) Pd = Kerapatan partikel (g/cm3) (Hanafiah, 2005).

Distribusi Air Tanah

Di bawah permukaan tanah pori-pori tanah berisi air dan udara dan dikenal sebagai zona kapiler. Air yang tersimpan pada zona kapiler disebut sebagai kelengasan tanah atau air kapiler. Pada kondisi tertentu air dapat mengalir secara lateral pada zona kapiler, proses ini disebut interflow. Uap air dalam zona kapiler dapat kembali lagi kepermukaan tanah dan mengalami penguapan ke atmosfer (Suripin, 2004).

(25)

kandungan air yang sama akan menunjukkan pertumbuhan tanaman yang berbeda, hal ini menunjukkan bahwa penyebaran air dalam tanah juga mempengaruhi jumlah air yang tersedia bagi tanaman (Islami dan Utomo, 1995).

Infiltrasi adalah proses aliran air di dalam tanah secara vertikal akibat adanya potensial gravitasi. Secara fisik terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi infiltrasi diantaranya jenis tanah, kepadatan tanah, kelembaban tanah dan tanaman di atasnya, laju infiltrasi pada tanah semakin lama semakin kecil karena kelembaban tanah juga mengalami peningkatan (Harto, 1993).

Menurut Laverton (1964) dalam Kusmawati (2003), semua tanaman membutuhkan air dalam jumlah yang besar. Air terkandung 80% atau lebih dari bagian tanaman. Air mengalirkan bahan-bahan mentah dan menyelesaikan produk dari tanaman tersebut. Air mempertahankan konsistensinya yang dibutuhkan waktu dan juga pentingnya tekanan bekerja pada sel yang sedang tumbuh. Air juga penting bagi tanaman untuk mendapatkan nutrisi dari tanah.

Menurut Hendriyani (2009) dalam Hermantoro (2011), perlakuan pemberian air berdasarkan perhitungan kapasitas lapang yang diberikan merupakan jumlah air yang mampu diserap dan tertahan oleh tanah, jadi meskipun kondisi air cukup tersedia dalam media tanamnya belum tentu air tersebut akan diserap semua oleh tanaman. Hal yang menyebabkan pada masing-masing perlakuan yang diberikan tidak menunjukkan perbedaan pertumbuhan tanaman.

(26)

aerasi dan jika jumlahnya terlalu sedikit akan menimbulkan cekaman kekeringan. Tanaman yang mengalami cekaman air stomata daunnya menutup sebagai akibat menurunnya turgor sel daun sehingga mengurangi jumlah CO2 yang berdifusi ke dalam daun. Selain itu, dengan menutupnya stomata laju transpirasi menurun. Menurunnya laju transpirasi akan mengurangi suplai unsur hara dari tanah ke tanaman, karena transpirasi pada dasarnya memfasilitasi laju aliran air dari tanah ke tanaman.

Kadar Air Tanah

Kadar air tanah menunjukkan jumlah air yang terkandung di dalam tanah yang biasanya dinyatakan sebagai perbandingan massa air terhadap massa tanah kering atau perbandingan volume air terhadap volume tanah total. Dimensi kadar air tanah dapat dinyatakan persentase dari massa tanah (basis kering) atau persentase volume (volumetrik) (Hillel, 1971).

Metode untuk mengukur kadar air tanah basis kering secara tradisional ialah secarra gravimetrik, yaitu dengan mengeringkan tanah yang di ambil dari lapangan setelah ditimbang terlebih dahulu. Kemudian dikeringkan ke dalam oven dengan suhu 105oC hingga beratnya konstan. Lama pengeringan tergantung pada jenis tanahnya namun sebagai acuan biasanya 24 jam. Setelah tanah dikeringkan kemudian ditimbang kembali dan dihitung kadar air basis kering (Wmd) sebagai berikut:

��� = � − ������ × % ……….(4)

Dimana:

(27)

BTKO = Berat tanah kering oven (gram)

Kadar air volumetrik dapat dihitung dengan persamaan: θ = w×

Wmd………..………(5)

Dimana:

θ =kadar air volumetrik (%)

Bd= kerapatan massa tanah(gram/cm Bw=kerapatan massa air (gram/�� (Hillel, 1971).

Kadar air tanah (water storage) dipengaruhi sifat fisik tanah. Dimana kadar air tanah adalah selisih dari masukan air melalui infiltrasi ditambah kondensasi oleh tanaman dan adsorbsi oleh tanah dikurangi kehilangan air melalui evapotranspirasi, aliran permukaan, perkolasi dan rembesan lateral, dimana adsorbsi air oleh tanah dan masuknya air kedalam tanah dipengaruhi oleh tekstur, struktur, dan porositas tanah (Hanafiah, 2005).

Kapasitas Lapang

(28)

Air tersediakan adalah air yang terdapat diantara kapasitas lapangan dan titik layu tetap. Kapasitas lapangan adalah batas atas jumlah air yang tinggal di dalam tanah setelah tanah mengalami pengatusan normal dimana dapat di serap oleh tumbuhan. Titik layu tetap adalah batas tegangan air tertinggi dimana sudah tidak dapat diserap tumbuhan (Notohadiprawiro, 1998).

Apabila air gravitasi telah habis, kadar kelembaban tanah disebut kapasitas lapang (field capacity). Air kapasitas lapang merupakan kapasitas dimana gaya gravitasi dengan daya ikat air oleh tanah sama besarnya. Kapasitas lapang dapat diukur dengan menghitung kadar kelembaban tanah sesudah suatu pemberian air yang cukup besar untuk menjamin pembasahan yang merata pada tanah yang akan diperiksa. Konsep kapasitas lapang sangat berguna dalam mendapatkan sejumlah air yang tersedia dalam tanah untuk penggunaan oleh tanaman. Sebagai contoh, kapasitas lapang diukur 2 hari setelah kejadian hujan (Hansen, dkk., 1992).

Evapotranspirasi

(29)

Kebutuhan air tanaman yang terbesar terdapat pada periode tengah pertumbuhan dan kebutuhan air tanaman terkecil terdapat pada periode awal pertumbuhan. Hal ini karena tanaman akan lebih banyak membutuhkan air pada periode tengah pertumbuhan karena pertumbuhan vegetatif tanaman maksimal terjadi pada periode ini. Selain itu luas permukaan tanaman pada periode ini sudah mencapai maksimum sehingga penguapan lebih besar. Sedangkan pada periode awal, evapotranspirasi lebih rendah karena tanaman masih kecil sehingga luas

permukaan tanaman untuk melakukan penguapan lebih kecil (Islami dan Utomo, 1995).

Cara perhitungan potensial evapotranspirasi metode empirik Blaney-Riddle rumus umumnya adalah :

U=kp(45,7 t+813)100 ……….………(6)

K=Kt x Kc………..…………..………(7)

Kt=0.0311t+0.240………..………(8)

Dimana :

U = Evapotranspirasi bulanan (mm)

p = Jumlah jam penyinaran matahari perbulan dalam 1 (satu) tahun (%) t = Suhu udara rata-rata bulanan (oC)

kc = Koefisien tanaman.

(Sosrodarsono dan Takeda, 2003).

(30)

yang tidak terganggu. Dalam hubungannya dengan pertumbuhan dan perhitungan evapotranspirasi acuan tanaman (ETo), maka dimasukkan nilai Kc yang nilainya tergantung kepada musim, serta tingkat pertumbuhan tanaman.

Menurut Triatmodjo (2008) dalam Bunganaen (2009), cara yang paling banyak digunakan untuk mengetahui volume evaporasi dari permukaan air bebas adalah dengan menggunakan panci evaporasi. Beberapa percobaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa evaporasi yang terjadi dari panci evaporasi lebih cepat dibanding dari permukaan air yang luas. Untuk itu hasil pengukuran dari panci evaporasi harus dikalikan dengan suatu koefisien seperti terlihat pada rumus dibawah ini

E = k x Ep ………... (9)

dimana :

E = evaporasi dari badan air (mm/hari) k = koefisien panci (0,7)

Ep= evaporasi dari panci (mm/hari)

koefisien panci bervariasi menurut musim dan lokasi, yaitu berkisar antara 0,6 sampai 0,8. Biasanya digunakan koefisien panci tahunan sebesar 0,7.

Nilai evapotranspirasi dapat diperoleh dengan pengukuran dilapangan atau dengan rumus-rumus empirik. Untuk keperluan perhitugan kebutuhan air irigasi dibutuhkan nilai evapotranspirasi potensial (Et0) yaitu evapotranspirasi terjadi apabila tersedia cukup air. Kebutuhan air untuk tanaman adalah nilai Et0 dikalikan dengan suatu koefisien tanaman.

(31)

dimana :

ET = Evapotranspirasi tanaman (mm/hari)

Et0 = Evaporasi tetapan / tanaman acuan(mm/hari) kc = Koefisien tanaman

(Limantara, 2010).

Jenis Tanah

Tanah dapat dipandang sebagai campuran antara partikel mineral dan organik dengan berbagai ukuran dan komposisi. Partikel-partikel tersebut menempati kurang lebih 50% volume, sedangkan sisanya, yang berupa pori-pori, diisi oleh air dan udara. Salah satu fungsi tanah yang terpenting adalah tempat tumbuhnya tanaman. Akar tanaman didalam tanah menyerap kebutuhan utama tumbuhan, yaitu air nutrisi dan oksigen (Suripin, 2004).

Tanah Inceptisol

Menurut Puslittanak (2000) dalam Junaidi, dkk. (2013) yang menyatakan bahwa inceptisol merupakan tanah yang tersebar luas di Indonesia terutama di daerah perairan yang rentan terhadap pencemaran akibat tumpahan minyak atau oli. Tanah inceptisol yang mengandung jenis mineral liat termasuk tanah pertanian utama di Indonesia karena mempunyai sebaran yang sangat luas. Luasannya sekitar 70,52 juta ha atau 37,5%.

(32)

dan kedelai asal dibarengi dengan pengelolaan tanah dan tanaman yang tepat. Apabila terjadi pencemaran oleh tumpahan minyak/oli yang mengandung senyawa hidrokarbon sebagai bahan pencemar akan menjadi masalah terhadap

kesuburannya. Oleh karena itu diperlukan suatu teknik untuk pemulihan (Junaidi, dkk., 2013).

Kedelai

Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja dan soja max. Namun demikian, pada tahun 1948 telah dipastikan bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max (L.) Merill. Klasifikasi tanaman kedelai adalah sebagai berikut.

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Rosales

Famili : Leguminosae Genus : Glycine

(33)

Gambar 2. Tanaman kedelai (Balitan, 2014)

Daur hidup dari penyemaian hingga tua tanaman kedelai bervariasi mulai dari 65 hari sampai 150 hari lebih. Kedelai adalah tanaman hari pendek kuantitatif yang berarti bahwa perkembangan tanaman sampai tua biasanya lebih cepat pada wilayah dengan hari pendek dari pada wilayah dengan hari panjang. Kedelai dapat melakukan penyerbukan sendiri. Kedelai dapat di budidayakan dari mulai daerah khatulistiwa sampai letak 55oLU atau 55oLS, dan ketinggian hampir 2000 meter diatas permukaan laut. Suhu dibawah 21oC dan di atas 32oC dapat mengurangi munculnya bunga dan terbentuknya polong. Penyerapan air oleh tanaman kedelai

mencapai 7,6 mm/hari dan curah hujan sebesar 500 mm/tahun (Maesen dan Somaatmadja, 1993).

Nisbah evapotranspirasi maksimum terhadap evapotranspirasi potensial (ETm/Eto) atau faktor tanaman (kc) pada tanaman kedelai yang dikutip dari Doorenbos dan Kassam (1988) dalam Islami dan Utomo (1995) bahwa nilai kc pada pertumbuhan awal 0,3-0,4 pertumbuhan aktif 0,7-0,8 pertumbuhan maksimum 1,0-1,15 akhir pertumbuhan 0,7-0,8 dan pada saat panen 0,5-0,5 sehingga rata-rata kc tanaman kedelai ialah sebesar 0,75-0,79.

(34)

kondisi fisik dan kimia tanah, jenis tanah, cara pengolahan lahan, kecukupan unsur hara, serta ketersediaan air dalam tanah (Adisarwanto, 2005).

Dengan drainase dan aerasi yang cukup, kedelai akan tumbuh baik pada tanah tanah alluvial, regosol, grumusol, latosol dan andosol. Untuk tumbuh dengan baik kedelai menghendaki tanah yang subur, gembur dan kaya akan humus dan bahan organik. Bahan organik yang cukup dalam tanah akan memperbaiki daya olah dan sumber bahan makanan bagi jasad renik yang membebaskan unsur hara bagi tanaman (Suprapto, 2001).

Kondisi kadar air di dalam tanah menentukan tingkat efisiensi serapan unsur hara oleh tanaman kedelai. Pada kadar air 70-80% kapasitas lapang efisiensi serapan unsur fosfor optimal pada tanaman kedelai yang di pupuk fosfor di tanah vertisol. Di samping itu kondisi kekeringan sampai dengan kadar air 50% kapasital lapang masih bisa di toleransi oleh tanaman kedelai. Sementara bila kadar air kurang dari 50%, pertumbuhan kedelai akan terhambat sehingga produktivitasnya menurun sampai 20-30% (Adisarwanto, 2005).

Berat Polong

(35)

ukuran setiap biji bervariasi mulai dari kecil sekitar 7-9 gram/100 biji, sedang 10-13 gram/100 biji, dan besar > 13 gram/100 biji (Adisarwanto, 2005).

Berat Kering Tanaman

(36)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Bulan Maret hingga Juni 2015 di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit tanaman kedelai, air, tanah, dan polybag.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah ayakan 10 mesh, ring sample, oven, timbangan digital, erlenmeyer, gelas ukur, evapopan, kalkulator dan stopwatch.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode percobaan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 3 perlakuan yaitu K1= pemberian air 100% kapasitas lapang, K2= pemberian air 80% kapasitas lapang, K3= pemberian air 60% kapasitas lapang. Percobaan dengan 5 kali ulangan. Model rancangan:

Y = μ + γ + e ………(11)

Dimana:

Yij= hasil pengamatan dari perlakuan pemberian air pada taraf ke-i dan ulangan ke-j

μ =nilai tengah

(37)

e = pengaruh galat pada perlakuan pemberian air pada taraf ke-i dan taraf ulangan ke-j

Analisis variansi (ANOVA) dilakukan untuk menguji berat kering tanaman dan berat polong antar kedelai. Juga dilakukan analisis data untuk mengetahui distribusi air pada tanah inceptisol bertanaman kedelai dengan jumlah pemberian air yang berbeda pada fase tengah pertumbuhan dan fase akhir pertumbuhan kedelai.

Prosedur Penelitian

Adapun prosedur penelitian ini adalah : A. Persiapan perlakuan tanah

1. Mengeringanginkan tanah inceptisol yang telah diayak

2. Mengayak tanah dengan ayakan ukuran 10 mesh untuk mendapatkan keseragaman butiran tanah

3. Menyiapkan polibag dengan ukuran diameter 24 cm tinggi 36 cm sebanyak 30 polibag, diisi tanah inceptisol.

B. Persiapan bibit tanaman kacang kedelai 1. Menyiapkan bibit tanaman kacang kedelai 2. Menanam bibit tanaman kacang kedelai C. Pemberian air tanaman

(38)

2. Pemberian air selanjutnya secara langsung berdasarkan evapotranspirasi tanaman kedelai.

D. Analisis sifat fisik tanah

1. Mengambil sampel tanah pada tanah dengan pemberian jumlah air berbeda menggunakan ring sampel

2. Mengovenkan tanah selama 24 jam dengan suhu 105oC

3. Mengukur volume tanah kering oven dengan menjenuhkan tanah tersebut di dalam gelas erlenmeyer

4. Menghitung volume tanah kering oven dengan mengurangkan volume erlenmeyer dengan volume air yang dipakai untuk penjenuhan

5. Melakukan analisis kerapatan massa tanah dengan menggunakan persamaan (1), kerapatan partikel tanah dengan menggunakan persamaan (2) dan porositas dengan menggunakan persamaan (3)

E. Kadar air tanah

1. Mengukur kadar air basis kering dengan mengambil sampel tanah dengan ring sample dan di ovenkan dengan suhu 105oC sampai 24 jam dan dilakukan perhitungan dengan persamaan (4)

2. Mengukur kadar air volumetrik dengan persamaan (5) F. Kehilangan air

(39)

1. Mengambil sampel tanah pada kedalaman 5 cm, 10 cm, 15 cm dan 20 cm dengan ring sample

2. Menentukan kadar air dengan metode gravimetrik H. Berat polong

1. Menimbang berat polong masing masing tanaman

2. Menguji data dengan uji ANOVA dengan menggunakan aplikasi SPSS 13.0 for Windows

I. Berat kering tanaman

1. Membersihkan tanaman dari kotoran

2. Menimbang tanaman kedelai dengan suhu 70oC lama 48 jam

3. Menguji data dengan uji ANOVA dengan menggunakan aplikasi SPSS 13.0 for Windows

Parameter Penelitian

1. Tekstur Tanah

Tekstur tanah dianalisis di laboratorium central fakultas pertanian USU 2. Bahan organik

Bahan organik tanah di analisis di laboratorium central fakultas pertanian USU

3. Kerapatan massa tanah (bulk density)

Kerapatan massa tanah dihitung dengan menggunakan Persamaan (1) 4. Kerapatan partikel tanah (particle density)

Kerapatan partikel tanah dihitung dengan menggunakan Persamaan (2) 5. Porositas

(40)

6. Distribusi air tanah

Penyebaran air di daerah perakaran dianalisis dengan perhitungan kadar air sebelum dilakukan penyiraman pada setiap interval lapisan tanah dalam polibag.

7. Kadar air kapasitas lapang

kadar air kapasitas lapang dihitung dengan Persamaan (4) dan (5). 8. Evapotranspirasi

Evapotranspirasi dapat dihitung dengan Persamaan (9) dan (10) 9. Berat Polong

Berat polong diketahui dengan menghitung jumlah polong dan menimbang berat polong sebelum diovenkan dan setelah diovenkan

10.Berat Kering Tanaman

Berat kering tanaman diketahui dengan mengovenkan akar, batang dan daun tanaman kedelai selama 48 jam dengan suhu 700 C

Hipotesa Penelitian

Untuk mengetahui perbedaan berat polong dan berat kering dari ketiga perlakuan pemberian air dilakukan uji ANOVA dengan uji F pada tingkat sifnifikasi � 5% dan 1 % dengan hipotesis:

1. Ho = diduga tidak ada perbedaan berat kering tanaman kedelai diantara 3 perlakuan pemberian air

(41)

2. Ho = diduga tidak ada perbedaan berat polong tanaman kedelai diantara 3 perlakuan pemberian air

(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat-sifat Fisik Tanah

Tanah merupakan sistem tiga fase yaitu padat, cair dan gas. Fase padat terdiri dari bahan organik atau mineral tanah meliputi pasir, debu, dan liat. Fase cair adalah kandungan air dalam tanah, dan fase gas adalah udara yang terdapat dalam tanah. Beberapa sifat fisik tanah antara lain tekstur tanah, kandungan bahan organik tanah, kerapatan massa, kerapatan partikel dan porositas tanah.

Tekstur Tanah

Analisis sifat fisik tanah Inceptisol meliputi tekstur tanah, kandungan bahan organik tanah, kerapatan massa, kerapatan partikel, dan porositas tanah Inceptisol. Hasil analisis tekstur tanah dan bahan organik tanah Inceptisol dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil analisa tekstur tanah

Fraksi Persentase (%)

Tekstur Lempung Liat Berpasir

Berdasarkan perbandingan kandungan pasir, debu, dan liat tanah pada Tabel 3 maka tanah Inceptisol di kategorikan bertekstur lempung liat berpasir yang dapat ditentukan dengan segitiga USDA (United State Department of Agiculture).

(43)

tanaman. Berdasarka Tabel 3 tanah Inceptisol memiliki tekstur lempung liat berpasir yang cukup mudah meloloskan air, hal ini dikarenakan nilai fraksi pasir yang cukup besar.

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat kandungan bahan organik tanah ialah 1,28% dan tergolong cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan literatur Mukhlis,dkk (2011) yang menyatakan bahwa pada umumnya bahan organik di tanah mineral berkisar 0,5% - 5%. Fungsi komponen organik meliputi fungsi nutrisi dimana bahan organik sebagi sumber hara N, P, dan S. Fungsi biologi dimana bahan organik akan mempengaruhi aktifitas mikrobiologi dan fungsi fisik bahan organik dan fisiko kimia akan memperbaiki struktur tanah, meningkatkan aerasi, dan meningkatkan kapasitas tukar kation.

Hasil analisis kerapatan massa (bulk density), kerapatan partikel (particle density), serta porositas dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kerapatan Massa, Kerapatan Partikel, dan Porositas Tanah Inceptisol Kedalaman

(44)

Kerapatan partikel (particle density) pada tanah Inceptisol adalah sebesar 2,56 g/cm3 dimana dalam 1 cm3 volume padatan tanah tanpa ruang pori memiliki massa sebesar 2,56 g. Dalam Islami dan Utomo (1995) dinyatakan bahwa besarnya kerapatan partikel tanah pertanian bervariasi diantara 2,2 g/cm3 sampai 2,8 g/cm3, dipengaruhi terutama oleh kandungan bahan organik tanah dan kepadatan jenis partikel penyusun tanah.

Tanah Inceptisol memiliki nilai porositas sebesar 57,64%. Nilai porositas tanah tergolong tinggi, karena berdasarkan literatur Islami dan Utomo (1995) dikatakan bahwa nilai porositas pada tanah pertanian bervariasi dari 40 sampai 60%. Porositas dipengaruhi oleh ukuran partikel dan struktur tanah. Tanah berpasir mempunyai porositas rendah (40%) dan tanah lempung mempunyai porositas lebih tinggi.

Kadar Air Kapasitas Lapang

Nilai kadar air kapasitas lapang basis kering dan volumetrik pada tanah Inceptisol dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kadar air kapasitas lapang basis kering dan volumetrik

Ulangan Kadar Air Kapasitas Lapang (%)

(45)

tanah menunjukkan jumlah air yang terkandung di dalam tanah yang biasanya dinyatakan sebagai perbandingan massa air terhadap massa tanah kering atau perbandingan volume air terhadap volume tanah total. Dimensi kadar air tanah dapat dinyatakan persentase dari massa tanah (basis kering) atau persentase volume (volumetrik).

Evapotranspirasi

Pada fase awal pertumbuhan kedelai tidak dilakukan pengukuran evapotranspirasi dikarenakan pertumbuhan tanaman kedelai yang belum optimal. Pengukuran evapotranspirasi dilakukan ketika tanaman kedelai memasuki fase tengah pertumbuhan hingga fase akhir tanaman. Nilai evapotranspirasi digunakan untuk menentukan jumlah pemberian air harian pada tanaman kedelai. Nilai rata-rata evapotranspirasi kedelai pada fase tengah dan akhir dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Evapotranspirasi tanaman kedelai Umur

*sumber: Islami dan Utomo (1995)

Jumlah pemberian air harian pada tanaman kedelai pada fase tengah dan akhir dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Pemberian air harian tanaman kedelai.

(46)

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa tanaman kedelai mebutuhkan air paling banyak pada fase tengah pertumbuhan tanaman dan lebih sedikit pada fase akhir pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan literatur Islami dan Utomo (1995) yang menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif tanaman maksimal terjadi pada periode tengah pertumbuhan sehingga membutuhkan air lebih banyak. Selain itu luas permukaan tanaman pada periode ini sudah mencapai puncak sehingga penguapan yang terjadi lebih besar.

Distribusi air tanah

(47)

Gambar 3. Kadar air tanah dan penyebaran akar kedelai dengan perlakuan 100% kapasitas lapang pada fase tengah pertumbuhan

Gambar 4. Kadar air tanah dan penyebaran akar kedelai dengan perlakuan 100% kapasitas lapang pada fase akhir pertumbuhan

(48)

Gambar 5. Kadar air tanah dan penyebaran akar kedelai dengan perlakuan 80% kapasitas lapang pada fase tengah pertumbuhan

Gambar 6. Kadar air tanah dan penyebaran akar kedelai dengan perlakuan 80% kapasitas lapang pada fase akhir pertumbuhan

(49)

Gambar 7. Kadar air tanah dan penyebaran akar kedelai dengan perlakuan 60% kapasitas lapang pada fase tengah pertumuhan.

Gambar 8. Kadar air tanah dan penyebaran akar kedelai dengan perlakuan 60% kapasitas lapang pada fase akhir pertumbuhan

(50)

Fase akhir pertumbuhan tanaman dari ketiga perlakuan pemberian air menunjukkan kadar air yang lebih tinggi dari pada kadar air pada fase tengah pertumbuhan. Hal ini terjadi karena pemberian air harian berdasarkan evapotranspirasi tanaman dilakukan sampai akhir masa pematangan biji (panen) dengan nilai kc 0,8 Sedangkan dalam Islami dan Utomo (1995) dikatakan bahwa nilai kc tanaman kedelai pada saat panen ialah 0,5, sehingga air yang diberikan melebihi kebutuhan air tanaman (Etc) pada saat pematangan biji.

Berat kering tanaman kedelai

Berat basah dan berat kering tanaman kedelai di peroleh dengan menimbang keseluruhan bagian tumbuhan tanaman kedelai mulai dari akar, batang, daun, dan bunga tanaman kedelai sebelum dilakukan pengeringan dan setelah dilakukan pengeringan dengan mengovenkan tanaman selama 48 jam dengan suhu 700C. Pada fase tengah tanaman kedelai dilakukan analisis sidik ragam berat kering tanaman kedelai yang dapat dilihat dalam Tabel 8 dan secara grafik dapat dilihat pada Gambar 9.

Tabel 8. Uji DMRT berat kering tanaman fase tengah

Perlakuan DMRT Rataan

(gram)

(51)

. Gambar 9. Grafik berat kering tanaman fase tengah

Berdasarkan Tabel 8 dan Gambar 9 dapat dilihat bahwa berat kering tanaman kedelai pada fase tengah dengan taraf uji 0,05 menunjukkan pemberian air 100 % kapasitas lapang berbeda signifikan terhadap pemberian air 80% dan 60% kapasitas lapang, namun pemberian air 80% kapasitas lapang tidak berbeda signifikan terhadap pemberian air 60%. Pada taraf uji 0,01 menunjukkan pemberian air 100% kapasitas lapang dan 80% kapasitas lapang berbeda sangat signifikan terhadap pemberian air 60% kapasitas lapang, namun pemberian air 100% kapasitas lapang tidak berbeda signifikan terhadap pemberian air 80% kapasitas lapang, Sehingga dapat dikatakan terdapat pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan tanaman kedelai pada fase tengah pertumbuhan, dimana pemberian pada 100% kapasitas lapang menghasilkan berat kering yang paling tinggi, karena kadar air pada 100% kapasitas lapang adalah pemberian air yang optimal. Dalam Adisarwanto (2005) dikatakan bahwa kandungan air yang optimal akan mempermudah penyerapan hara dari dalam tanah.

Berat kering tanaman pada fase akhir tanaman dan setelah di uji DMRT dapat dilihat pada Tabel 9 dan secara grafik dapat dilihat pada Gambar 10.

(52)

Tabel 9. Uji DMRT berat kering tanaman fase akhir

Perlakuan DMRT Rataan

(gram)

Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

Gambar 10. Grafik berat kering tanaman kedelai fase akhir

Berdasarkan Tabel 9 dan Gambar 10 dapat dilihat bahwa berat kering tanaman kedelai pada fase akhir dengan taraf uji 0,05 menunjukkan pemberian air 100 % kapasitas lapang berbeda signifikan terhadap pemberian air 80% dan 60% kapasitas lapang, namun pemberian air 80% kapasitas lapang tidak berbeda signifikan terhadap pemberian air 60% kapasitas lapang. Pada taraf uji 0,01 menunjukkan pemberian air 100 % kapasitas lapang berbeda sangat signifikan terhadap pemberian air 80% dan 60% kapasitas lapang, namun pemberian air 80% kapasitas lapang tidak berbeda signifikan terhadap pemberian air 60% kapasitas lapang, Sehingga dapat dikatakan terdapat pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan tanaman kedelai pada fase akhir pertumbuhan, dimana pemberian

(53)

pada 100% kapasitas lapang menghasilkan berat kering yang paling tinggi, karena kadar air pada 100% kapasitas lapang adalah pemberian air yang optimal

Berat polong tanaman kedelai

Selama masa pembungaan tanaman banyak bunga yang gagal terbentuk dan mengering sebelum membentuk polong, hal ini terjadi karena suhu dirumah kaca yang terlalu tinggi pada siang hari. Sedangkan dalam Maesen dan somaatmadja (1993) dikatakan bahwa tanaman kedelai ialah tanaman yang dapat tumbuh dengan baik pada suhu 21-320C, dan suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat mengurangi munculnya bunga dan terbentuknya polong. Berat kering polong dan setelah di uji DMRT dapat dilihat pada Tabel 10 dan secara grafik dapat dilihat pada Gambar 11.

Tabel 10. Uji DMRT berat kering polong

Perlakuan DMRT Rataan

(gram)

Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

(54)

Berdasarkan Tabel 10 dan Gambar 11 dapat dilihat bahwa berat kering polong dengan taraf uji 0,05 menunjukkan perbedaan berat kering polong yang berbeda signifikan diantara tiga perlakuan pemberian air. Pada taraf uji 0,01 menunjukkan pemberian air 100% kapasitas lapang dan 80% kapasitas lapang berbeda sangat signifikan terhadap pemberian air 60% kapasitas lapang, namun pemberian air 100% kapasitas lapang tidak berbeda signifikan terhadap pemberian air 80% kapasitas lapang. Pada pemberian air 100% kapasitas lapang dihasilkan 38,6 polong kedelai dengan berat 13,20 g. Pada pemberian air 80% kapasitas lapang dihasilkan 27,8 polong kedelai dengan berat 10,78 g, dan pada pemberian air 60% kapasitas lapang dihasilkan 26,4 polong kedelai dengan berat 8,76 g. Sehingga dapat dikatakan terdapat pengaruh yang signifikan terhadap berat kering polong kedelai, dimana pemberian pada 100% kapasitas lapang menghasilkan berat kering polong yang paling tinggi. Hal ini dapat terjadi karena menurut Adisarwanto (2005) tanaman kedelai akan sangat keritis apabila kondisi kekurangan air terjadi pada masa pembentukan polong.

(55)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Jenis tanah yang digunakan ialah Inceptisol bertekstur lempung liat berpasir, dengan persen fase pasir 53,84%, debu 14,56%, dan liat 31,60%. Serta memiliki kandungan c-organik 1,28%.

2. Kadar air kapasitas lapang basis kering tanah inceptisol ialah sebesar 47,72%, porositas 57,64%, kerapatan massa 1,08 g/cm3 dan kerapatan partikel2,56 g/cm3.

3. Pada perlakuan pemberian air 100% kapasitas lapang kadar air terendah terdapat pada kedalaman 0-5 cm dan kadar air tertinggi pada kedalaman 6-10 cm. Pada perlakuan pemberian air 80% kapasitas lapang kadar air terendah terdapat pada kedalaman 0-5 cm dan kadar air tertinggi pada kedalaman 6-10 cm. Pada perlakuan pemberian air 60% kapasitas lapang kadar air terendah terdapat pada kedalaman 0-5 cm dan kadar air tertinggi pada kedalaman 6-10 cm.

4. Pada perlakuan pemberian air 100% kapasitas lapang di peroleh berat kering tanaman pada fase tengah 16,51 g dan pada fase akhir 14,89 g. Sedangkan pada pemberian air 80% kapasitas lapang di peroleh berat kering tanaman pada fase tengah 14,23 g dan pada fase akhir 11,77 g. Serta pada pemberian air 60% kapasitas lapang di peroleh berat kering tanaman pada fase tengah 13,12 g dan pada fase akhir 10,97 g.

(56)

di peroleh berat kering polong sebesar 10,78 g. Pada pemberian air 60% kapasitas lapang di peroleh berat kering polong sebesar 8,76 g

Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya menghentikan pemberian air pada masa pematangan biji tanaman kedelai.

(57)

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto, T., 2005. Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta.

Bunganaen, W., 2009. Analisis Efisiensi dan Kehilangan Air Pada Jaringan Utama Daerah Irigasi Air Sagu. Undana, Kupang. [Modul].

Balitan, 2014. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai. Departemen Pertanian, Bogor.

BPS. 2013. Produksi Padi Jagung dan Kedelai Angka Ramalan Satu Tahun 2013. BPS Sumut. Medan.

Foth, H. D., 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Edisi Keenam. Erlangga, Jakarta. Hasibuan, B. A., 2011. Ilmu Tanah. USU Press, Medan.

Hanum, C., 2013. Klimatologi Pertanian. USU Press, Medan.

Hakim N., N. Yusuf, A. M. Lubis, G. N. Sutopo, M. Amin, Go B. H. dan H. H. Bailley, 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung. Hanafiah, K. A., 2005. Dasar Dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Hansen, V. E., O.W. Israelsen dan G. E. Stringham, 1992. Dasar-Dasar dan Praktek Irigasi. Penerjemah: Endang. Erlangga, Jakarta.

Harto, S. BR., 1993. Analisis Hidrologi. Gamedia Pustaka Umum, Jakarta.

Hermantoro., 2011. Teknologi Inovatif Irigasi Lahan Kering dan Lahan Basah Studi Kasus Untuk Tanaman Lada Perdu. INSTIPER, Yogyakarta.

Hillel D., 1971. Soil And Water Physical Principles And Processes.Academic Pres. New York.

Islami, T. dan W. H. Utomo, 1995. Hubungan Tanah Air dan Tanaman. IKIP Semarang Press, Malang.

Israelsen, D. W. dan V. E. Hansen. 1962. Irrigation Principles and Practices. McGraw- Hill Book Company, New York.

(58)

Kusumawati, I., 2003. Perubahan Pola Penyebaran Kadar Air Media Arang Sekam dan Pertumbuhan Tanaman Kangkung Darat Pada Pemberian Air Secara Sinambung dan Terputus-Putus Dengan Irigasi Tetes. IPB, Bogor. Limantara, L. M., 2010. Hidrologi Praktis. Lubuk Agung, Bandung.

Notohadiprawiro, T., 1998. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

Maesen., V. D. dan S. Somaatmadja, 1993. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 1. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Mukhlis, Sarifuddin, dan H. Hanum, 2011. Kimia Tanah Teori dan Aplikasi. USU Press, Medan.

Mukhlis, 2007. Analisis Tanah Tanaman. USU Press, Medan.

Sosrodarsono, S. dan Takeda, 2003. Hidrologi Untuk Pengairan. Pradnya Paramita, Jakarta.

Suprapto, 2001. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta.

(59)

Lampiran 1. Flowchart Penelitian

Mulai

Studi Literatur

Pemilihan Tanah dan Tanaman

Persiapan Benih Tanaman

Persiapan Tanah : - Pengayakan tanah - pemasukan tanah

dalam polibag - pemantapan tanah

Penanaman Benih

Perlakuan :

Pemberian air pada tiap tanah dengan jumlah air yang berbeda dengan masing masing 5 kali pengulangan

Dilakukan pengamatan untuk setiap Parameter

Dianalisis data yang diperoleh

(60)

Lampiran 2. Menentukan tekstur tanah Inceptisol dengan segitiga USDA

Dimana :

Pasir (sand) = 53,84% Debu (silt) = 14,56% Liat (Clay) = 31,60%

(61)
(62)
(63)

Lampiran 4. Kerapatan massa, kerapatan patikel dan porositas

BTKU: Berat tanah kering udara BTKO: Berat tanah kering oven

VTKU: Volume tanah kering udara (volume total) Volume ring sampel = πd2t

VTKO: Volume tanah kering oven Bulk density Bd = VM

Particle Density ρp = Massa tanah Volume tanah kering

Porositas = { − ρρ } 100%

Lampiran 5. Evapotranspirasi tanaman kedelai fase tengah

(64)
(65)

Dimana:

k = Koefisien Panci evapopan kc = Koefisien tanaman

Evaporasi Potensial = Et0 = k x Ep Evapotranspirasi = ET = kc x Et0

Lampiran 7. Pemberian air tanaman harian fase tengah Umur

(66)
(67)
(68)
(69)
(70)

*80 % KL pada lapisan 10-15 cm

BTKO = Berat tanah kering oven (g) KA = Kadar air tanah (%)

= T − TK

(71)

Lampiran 10. Berat basah dan berat kering tanaman kedelai fase tengah Tanaman Ulangan Berat Basah

(g)

Analisis sidik ragam berat kering tanaman kedelai fase tengah

SK DB JK KT Fhit F0,05 F0.01

Uji DMRT berat kering tanaman fase tengah

Perlakuan DMRT Rataan

(72)

Lampiran 11. Berat basah dan berat kering tanaman kedelai fase akhir Tanaman Ulangan Berat Basah

(g)

Analisis sidik ragam berat kering tanaman fase akhir

SK DB JK KT Fhit F0,05 F0.01

Uji DMRT berat kering tanaman fase akhir

Perlakuan DMRT Rataan

(73)

Lampiran 12. Berat polong tanaman kedelai

Pemberian Air Ulangan Jumlah Polong Berat Basah Polong (gr)

Analisis sidik ragam berat kering polong tanaman kedelai

SK DB JK KT Fhit F0,05 F0.01 Uji DMRT berat kering polong

Perlakuan DMRT Rataan

(gram)

Lampiran 13 Kadar air kapasitas lapang basis kering dan

Ulangan

(74)

Lampiran 14. Dokumentasi penelitian

Gambar tanaman pada fase awal pertumbuhan

(75)

Tanaman kedelai 100% ETc

(76)

Tanaman kedelai 60% Etc

(77)

Penyebaran akar tanaman fase tengah 80 % ETc

(78)
(79)

Penyebaran akar tanaman fase akhir 80% ETc

Penyebaran akar tanaman fase akhir 60% Etc

(80)

Pengovenan tanaman kedelai

(81)

Polong tanaman kedelai yang dihasilkan

(82)

Timbangan digital

Gambar

Tabel  1.  Klasifikasi  ukuran,  jumlah  dan  luas   permukaan   fraksi-fraksi   tanah  menurut Sistem USDA dan Sistem Internasional  Luas
Gambar 1. Diagram Segitiga Tekstur Tanah menurut Klasifikasi USDA (Hasibuan, 2011).
Tabel 4. Kerapatan Massa, Kerapatan Partikel, dan Porositas Tanah Inceptisol Kedalaman Kerapatan Massa Kerapatan Partikel Porositas
Tabel 7. Pemberian air harian tanaman kedelai. Umur Evapotranspirasi Luas Volume
+7

Referensi

Dokumen terkait

Juga dilakukan analisis data untuk mengetahui distribusi air pada tanah andosol menggunakan tanaman cabai rawit dengan jumlah pemberian air yang berbeda pada umur

Pertumbuhan pada tanaman jagung manis akibat perlakuan tingkat pemberian air pada perlakuan K100 dengan tingkat pemberian air 100% kapasitas lapang mempunyai hasil tinggi tanaman,

INDAH KHAIRANI SIREGAR: Kajian Distribusi Air pada Tanah Andosol Menggunakan Tanaman Cabai Rawit ( Capsicum frutescens ) dengan Jumlah Pemberian4. Air yang Berbeda,

INDAH KHAIRANI SIREGAR: Kajian Distribusi Air pada Tanah Andosol Menggunakan Tanaman Cabai Rawit ( Capsicum frutescens ) dengan Jumlah Pemberian Air yang Berbeda,

partikel density berbanding lurus dengan bulk density , namun apabila tanah memiliki tingkat kadar air yang tinggi maka partikel density dan bulk density akan

Pemberian air pada tiap tanah dengan jumlah air yang berbeda dengan masing masing 5 kali pengulangan. Dilakukan pengamatan untuk

Dari Tabel 7 didapat hasil pengukuran kandungan bahan organik dari tiga perlakuan, dimana perlakuan K1 (pemberian air 100% kapasitas lapang) memiliki kandungan bahan organik

b = biochar, k = persentase air tanah; KL = kapasitas lapang KESIMPULAN Dosis biochar 5–15 t ha-1 secara mandiri memengaruhi kadar bahan organik tanah, sedangkan interaksi dosis