• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Bentuk Jam Gadang di Bukittinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Bentuk Jam Gadang di Bukittinggi"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Ratnatami,Ariko; (2005), Aspek Bentuk Arsitektur Bangunan Pada Makna Fungsi

Bangunan, Magister Teknik Arsitektur Universitas Diponegoro.

Hendraningsih; dkk (1985), Peran, Kesan dan Pesan Bentuk-bentuk Arsitektur, Cetakan kedua, Djambatan, Jakarta.

Sembiring, Dermawan;(2008), Buku Ajar Wawasan Seni, Jurusan Seni Rupa

Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Medan.

Suparman,Andre;(2015), Analisa Penerapan Ornamen Berniansa Melayupada

Masjid Azizi di Tanjung Pura, Jurusan Arsitektur Fakultas Tekni,

Universitas Sumatera Utara.

Boedojo,poedlo;dkk (1986), Arsitektur, Manusia dan Pengamatannya,

Djambatan, Jakarta.

Kerlianger, (2000), Asas-Asas Penelitian behavioral, Edisi 3, Cetakan 7, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Ching,Francis D.K; (2008), Bentuk, Ruang dan Tatanan, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Istiawan, Budi;dkk (2012), Benda Cadar Budaya Kota Bukittinggi/ Bukittinggi

Heritage, Bukittinggi.

Purwantiasning, Ari Widyati; Fika Masruroh dan Nurhidayah (2013), Analisa Kawasan Boat Quay Berdasarkan Teori Kevin Lynch, NALARs, Volume 12 No 1, : 59-72

Syahozi (2013). Morfologi Bentuk Tampak Studi Kasus Huma Gantung Buntol. Jurnal Perpektif Arsitektur, Volume 8/No.1 Juli 2013.

Samsudi; (2000), Aspek-Aspek Arsitektur kolonial Belanda Pada Bangunan Puri

Mangkunegara, Magister Teknik Arsitektur Universitas Diponogoro.

Moleong, Lexy J., 2005, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, Edisi Revisi, Penerbit PT Remaja Rosdakarya.

Sugiyono, (2008). Metode Penelitian Kunatitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugeng, D, Triswanto, 2010. Trik Menulis Skiripsi & Menghadapi Presentasi

Bebas Stres, Cetakan I, Tugu Publisher, Yogkarta.

Nazir, M., 1988, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia

(2)

http://media-kitlv.

(3)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Metode kualitatif didukung analisis data yang secara sistematis dibantu gambar-gambar dan dideskripsikan/ mengurai, merangkai dan menafsirkan, berdasarkan teori kemudian diambil kesimpulan dalam Samsudi, (Sutopo HB, 1988).

Penelitian ini untuk mennganalisa bentuk arsitektur bangunan Jam Gadang dan yang mempengaruhi bentuk Jam Gadang.

3.2. Variabel Penelitian

(4)

melakukan

observasi

Pengambaran ulang

Jam Gadang

Perbandingan tampak

awal bangunan dengan

tampak bangunan pada

Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang berarti catatan pristiwa yang telah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang”. Pengumpulan data dengan dokumentasi dalam penelitian ini yaitu dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto untuk mendokumentasikan gambar bentuk jam gadang. (Sugiono, 2008 : 329).

 Observasi

Observasi dilakukan dapat menghubungkan dengan upaya dapat merumuskan masalah yang ada, serta membandingkan masalah yang telah ada dengan kenyataan nya dilapangan. Serta akan ada dituangkan beberapa daftar pertanyaan kepada responden.

(5)

 Wawancara

Interview kepada responden dengan beberapa pertanyaan yang telah disediakan merupakan salah satu cara pengambilan data dengan cara komunikasi lisan.

Metode Observasi mengemukakan beberapa bentuk observasi yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu observasi partisipasi, obserasi tidak terstruktur, dan observasi kelompok tidak terstruktur. Dalam hal ini penulis menggunakan metode Observasi Partisipasi. Metode ini adalah pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data-data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan di mana peneliti terlibat didalamnya. (Bungin 2007: 115).

Pengumpulan data dengan studi literatur menjadi acuan utama. Buku-buku/jurnal yang berhubungan dengan penelitian untuk mendapat informasi yang akan digunakan sebagai pegangan pokok secara umum dan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan yang mendukung pemecahan masalah dalam penelitian. Selain itu dapat juga digunakan bahan-bahan perbandingan yang lain sebagai tolak ukur terhadap obyek penelitian Studi ini dilakukan dengan mencari data-data yang mendukung penelitian, sebagai pegangan pokok dari buku/jurnal yang memuat dasar-dasar secara pasti sebagai patokan/acuan, dan dapat juga melalui media internet. (Nazir, 1988: 123)

3.4.Kawasan Penelitian

3.4.1. Deskripsi lokasi kawasan Jam Gadang

(6)

atau jalan A. Yani kelurahan Benteng Pasa Atas, kecamatan Guguk Panjang, Bukittinggi, Sumatera Barat.(Gambar 4.1.)

Gambar 3.4.1. Letak Jam Gadang (Sumber : google earth)

3.4.2. Data Eksisting Objek Penelitian

Bangunan Jam Gadang ini, terletak di di pusat Kota Bukittinggi. Namun, jika dilihat dari keadaan letak lingkungan sekelilingnya bangunan Jam Gadangini sebelah utara berbatas langsung dengan jalan Minang Kabau yang merupkan pasar atas, sebelah selatas berbatas dengan taman taman kota, sebelah timur berbatas dengan bangunan ramayana dan sebelah barat berbatas dengan taman taman kota.

(7)

3.5. Metode Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan mengatur secara sistematis transkrip interview, catatan dilapangan dan bahan-bahan lain yang ditemukan dilapangan. Kesemua itu dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman (terhadap suatu fenomena) dan membantu untuk mempresentasikan hasil temuan penelitian ( Bodgan dan Biklen dalam Mukhtar dan Erna Widodo 2000, 123).

Setelah data yang dibutuhkan sudah di kumpulkan, kemudian tahap selanjutnya data diolah serta di analisis. analisis data disini adalah proses dari pengkajian hasil interview/wawancara , hasil pengamatan dan dokumen atau data yang telah terkumpul.

(8)

BAB IV

BENTUK JAM GADANG DI BUKITTINGGI

4.1. Sejarah Kawasan Jam Gadang

4.1.1 Sejarah Kota Bukittinggi

Dalam buku Dinas Kebudayaan dan Pariwisata menyebutkan sejarah pertumbuhan Kota Bukittinggi berasal dari sebuah pasar yang sederhana di salah satu bukit nan tinggi (bukit yang tertinggi) yang dibangun oleh para penghulu Kurai di wilayah Nagari Kurai. Pada awalnya pasar ini dikelola oleh penghulu kurai dan diadakan setiap hari sabtu. Karena semakin ramai maka pasar tersebut juga dilakukan setiap hari rabu. Karena posisi pasar tersebut berada di bukit nan tatinggi lama-lama berubah menjadi bukittinggi.

Gambar 4.1.1. Pasar Bukit nan tinggi (Sumber: http://media-kitlv.)

Dalam buku Dinas Kebudayaan dan Pariwisata juga menyebutkan Masuknya penjajahan Belanda ke Sumatera Barat khususnya wilayah pedalaman untuk mengatasi gerakan kaum paderi menyebabkan Belanda menguasai

(9)

Bukittinggi sejak tahun 1837 berhasilnya belanda mengalahkan kaum paderi yang berperan sejak tahun 1821 menyebabkan Bukittinggi jatuh ke tanggan Belanda. dikuasainya Bukittinggi oleh Belanda, menyebabkan Belanda mulai menata administrasi dengan menjadikan Bukittinggi sebagai ibu kota residensi Bovelande (padang daratan).

Sejak dikuasainya Bukittinggi oleh Belanda yang kemudian menjadikan Bukittinggi sebagai salah satu pusat pemerintahan, Belanda membangun infraktruktur untuk kelancaran pemerintahan. Infraktruktur itu mencakup bidang pemerintahan, pendidikan, militer dan lain sebainya seperti Benteng Fort De Kock, sekolah raja yang dibangun pada tahun 1873, bangunan Kodim 0304 Agam, kompleks polresta Bukittinggi, Hotel Centrum, gereja, Istana Bung Hatta (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata)

Selain bangunan tersebut, terdapat salah satu peningalan Belanda di Kota Bukittinggi yang sampai sekarang menjadi monumental dan menjadi ikon dari Kota Bukittinggi yaitu Jam Gadang.

4.1.2. Sejarah Jam Gadang

(10)

1. Masa Pemerintan Belanda

Jam Gadang dibangun pada masa Pemerintahan Belanda pada tahun 1926 oleh Jazid seorang arsitek kota bersama St. Gigi Ameh . pada waktu itu sekretaris kota yang dijabat oleh tuan Rookmaker mendapat hadiah sebuah jam yang berukuran besar dari ratu Belanda. Kemudian ia meminta kepada arsitektur kota untuk membuat sebuah bangunan untuk meletakkan jam tersebut.

Gambar 4.1.2. Jam Gadang pada masa Pemerintahan Belanda (Sumber: http://media-kitlv.)

Perletakan batu pertama bangunan ini dilakukan putra pertama Rook Maker yang saat itu masih berumur 6 tahun. Jam tersebut didatangkan dari Rotterdam, Belanda. Sebenarnya jamnya sendiri merupakan buatan Jerman. Hai ini dapat dilihat label kertas yang tertempel di lemari pengaman komponen jam

yang berbunyi: “Abs. B. Vormann, Turmuhrenfabrik I.W. Germany”. Kemudian

pada roda gigi jam terdapat inskripsi: B. Vortmann, Recklinghousen-1926”, Terlihat pada gambar 4.1.3.

(11)

Gambar 4.1.3. Mesin Jam Gadang (Sumber: Data pribadi) 2. Pada Masa Pemerintahan Jepang

Ketika jepang menguasai Kota bukittinggi tentara Jepang menjadikan Bukittinggi sebagai pusat balatentara angkatan darat jepang untuk Wilayah Sumatera. Pada masa pemerintahan jepang bentuk atap jam gadang diganti pada tahun 1942, dengan bangunan berbentuk segi empat yang mirip dengan rumah Jepang.

(12)

3. Pada masa Pemerintan Republik Indonesia

Pasca kemerdekan indonesia tahun 1953 bentuk atap Jam Gadang di ganti lagi dengan bangunan bergonjong sebagai ciri khas Minangkabau dan menjadikan Jam Gadang sebangai monumen sejarah yang di lindungi. Bentuk bangunan jam gadang ini tidak ada ditambaahi hanya saja perbaikan sisi luar saja yaitu pengecatan.

Gambar 4.1.5. Jam Gadang pada masa Pemerintan RI (Sumber: http://media-kitlv.)

4.2. Analisa Faktor-Faktor yang Mengwujudkan Bentuk Jam Gadang

Analisa dilakukan Menurut teori Hendraningsih, dkk, (1985), faktor faktor yang mewujudkan bentuk yaitu:

1. Fungsi 2. Simbol

3. Teknologi Struktur dan Bahan.

(13)

Berikut ini adalah analisa bentuk Jam Gadang, melalui faktor-faktor yang mewujudkan bentuk Jam Gadang, sehingga ditemukan makna bentuk bangunan tersebut.

4.2.1. Fungsi

Dari hasil wawancara mendalam dengan bapak Ridwan, sebagai ketua Dinas Kebudayaan dan Pariwisata menjelaskan mengenai fungsi bangunan ini dibangun yaitu: Jam Gadang dibangun pada masa Pemerintahan Belanda pada tahun 1926 oleh Jazid seorang arsitek kota bersama St. Gigi Ameh, pada waktu itu sekretaris kota yang dijabat oleh tuan Rookmaker mendapat hadiah sebuah jam yang berukuran besar dari Ratu Belanda. Kemudian ia meminta kepada arsitektur kota untuk membuat sebuah bangunan untuk meletakkan jam tersebut.

Jadi bangunan Jam Gadang terbentuk dari fungsi bangunan ini sendiri, yaitu sebagai bangunan penopang Jam yang terlihat pada Gambar 4.2.1.

Gambar 4.2.1. Jam Gadang pada masa Pemerintan Belanda (Sumber: http://media-kitlv.)

Bagian atap bangunan

Jam yang dipoang bangunan

(14)

Bangunan yang berfungsi sebagai bangunan penopang Jam di buat dengan ketinggian 36 Meter dan di letakkan di Bukit tertinggi di bukittinggi, sehingga Jam ini bisa terlihat sekitar kawasan tersebut.

Dalam buku Dinas Kebudayaan dan Pariwisata menyebutkan ketinggian keseluruhan 36 meter, bangunan ini juga berfungsi untuk mengintai gerak gerik pengikut Imam bonjol semasa perang padri.

Gambar 4.2.2. Bagian puncak Jam Gadang pada masa Pemerintan Belanda (Sumber: http://media-kitlv.)

Pada masa Pemerintahan Jepang bangunan ini juga berfungsi untuk mengintai gerak gerik tentara Belanda dan mengawasi masayarakat yang ada disekitar bangunan ini dari puncak bangunan ini.

Pada masa Pemerintahan Indonesi bangunan ini dijadikan bangunan cagar budaya yang merupakan landmark Kota Bukittinggi dan menjadi icon Sumatera Barat. Pada saat ini bangunan Jam Gadang berfungsi sebagai tempat Pariwisata karena bangunannya yang bersejarah yang terletak dipusat Kota .

(15)

Bangunan ini mengalami 3 kali perubahan pada bagian atapnya di karenakan simbol yang melambangkan kekuasaan terlihat jelas pada bagian atap bangunan ini, yang terlihat pada Gambar 4.2.3.

Gambar 4.2.3. Jam Gadang di 3 masa Pemerintan RI (Sumber: http://media-kitlv.)

(16)

Gambar 4.2.4. Jam Gadang pada masa Pemerintan Belanda (Sumber: http://media-kitlv.)

Dalam buku Dinas Kebudayaan dan Pariwisata menyebutkan pada masa pemerintahan Jepang pada tahun 1942 bagian puncak bangunan Jam Gadang di ganti dengan bentuk atap segi empat yang mirip dengan rumah Jepang, dengan menganti bagian puncak Jam Gadang yang menandai wilayah tersebut dikuasai tentara Jepang atau simbol kekuasaan tentara Jepang.

Gambar 4.2.5. Jam Gadang pada masa Pemerintan Jepang (Sumber: http://media-kitlv.)

Dalam buku Dinas Kebudayaan dan Pariwisata menyebutkan pasca era kemerdekan indonesia tahun 1953 bentuk atap Jam Gadang di ganti lagi dengan bangunan bergonjong sebagai ciri khas Minangkabau. Bagian puncak Jam Gadang digandi dengan atap bergonjong untuk menandakan bagunan Jam gadang merupkan bagunan yang berada di daerah dengan kebudayaan Minang Kabau, dan

(17)

bagian atas bangunan dengan atap gonjong sebagai simbol kebudayaan Minang Kabau

Gambar 4.2.6. Jam Gadang pada masa Pemerintan RI (Sumber: http://media-kitlv.)

Bangunan ini mengalami sejarah yang sangat panjang dilihat dari sejarahnya bagian atap bangunan ini dijadikan simbol kekuasan karena setiap pergantian kekuasaan bagian puncak atau atap diganti dengan gaya Arsitektur yang menguasai di daerah tersebut.

4.2.3. Teknologi Struktur dan Bahan

Dari hasil wawancara mendalam dengan bapak Ridwan, sebagai ketua Dinas Kebudayaan dan Pariwisata menjelaskan mengenai Konstruksi bangunan pada Jam Gadang pada awalnya tidak mengunakan besi penyangga dan adukan semen, dan hanya mengunakan campuran kapur, putih telur dan pasir putih.

(18)

lantai satu dan empat, ternyata mengunakan bata, kemudian ada campuran semen dan juga campuran dengan pasir putih atau kapur tapi tidak ada itu campuran putih telur.

4.3. Analisa Berdasarkan Unsur-Unsur Bentuk

Pada proses analisa bentuk bangunan dari bangunan objek penelitian ini, digunakan aspek-aspek variabel penelitian berupa ciri-ciri visual bentuk atau unsur-unsur bentuk bangunan (Teori Dk.Ching, 2008) adapun penjelasan untuk asing- masing unsur-Unsur bentuk bangunan tersebut antara lain

1. Bentuk Dasar merupakan garis luar karakteristik atau konfigurasi

permukaan sebuah bentuk yang khusus. Bentuk dasar merupakan aspek prinsip yang membantu kita mengidentifikasi serta mengatagorikan bentuk. Menurut Ching bentuk bentuk memiliki sifat visual yaitu :

2. Ukuran

Merupakan dimensi fisik panjang lebar dan kedalaman sebuah bentuk. Jika dimensi-dimensi tersebut menentukan proporsi suatu bentuk, maka skalanya akan ditentukan melalui ukuran secara relatif terhadap bentuk-bentuk yang lain di dalam lingkunganya.

3. Tekstur

Kualitas visual dan terutama indera sentuhan yang diberikan pada sssuatu permukaan melalui ukuran bentuk, dasar, tatanan, dan proporsi bagian-bagiannya. Tekstur juga menentukan sebuah bentuk merefleksikan atau menyerap cahaya lingkungan.

(19)

Berikut ini adalah analisa bentuk Jam Gadang, melalui unsur-unsur bentuk bangunannya, sehingga ditemukan makna bentuk bangunan tersebut.

1.2.1 Bentuk Dasar Jam Gadang

Bentuk dasar yang utama pada bangunan ini adalah bujursangkar yang merupakan sebuah figur yang simetris yang memiliki 2 sumbu yang tegak lurus dan sama panjang. Bentuk dasar bangunan ini dilihat dari bentuk denah lantai 1 yang berbentuk bujur sangkar, ini jelas telihat pada Gambar 4.3.1.

Gambar 4.3.1. Denah Bentuk Dasar yang utama (Sumber: Data pribadi)

(20)

Di dalam proses transisi dari bentuk dasar bidang menuju bentuk volume, terdapat permukaan. permukaan pertama-tama merujuk pada sembarang figur yang hanya memiliki dua dimensi. Permukaan bangunan Jam Gadang ini berbentuk bidang datar terlihat pada bentuk luar bangunan yang bentuk keseluruhan permukaan bangunan yang berbentuk datar sehingga bentuk bangunan ini terlihat formal dan berkarakter, yang terlihat pada gambar 4.3.2.

Gambar 4.3.2. Permukaan Bangunan (Sumber: Data pribadi)

Bentuk bangunan ini dasar bentuknya merupakan sebuah solid orismatik yan disatukan oleh enam buah bujursangkar yang sama, sudut antara dua muka manapun yang berdekatan adalah tegak lurus. Karena kesetaraan dimensinya. Bangunan ini dibentuk dari beberapa kubus. kubus merupakan sebuah bentuk

Permukanan bangunan berbentuk bidang datar

(21)

yang statis yang kurang memiliki arah atau pergerakan, merupakan bentuk yang stabil.

Gambar 4.3.3. Bentuk Dasar solid Jam Gadang (Sumber: Data pribadi)

Bentuk jam gadang ini memiliki 4 sisi bidang yang sama karena bangunan ini sebenarnya bertujuan untuk meletakkan Jam besar, bangunan ini menghadap ke 4 sisi yaitu selatan, utara, barat dan timur sehingga jam terlihat dari segala arah.

(22)
(23)

Tampak depan pada lantai satu yang terlihat pada Gambar 1C yang terbentuk dari gabungan bangunan inti dengan tangga masuk ke bangunan. Dari denah yang simetris dengan dinding yang tebal sehingga mengasilkan bentuk ruang yang sempit yang terlihat dari Gambar 1B. Tampak samping bangunan pada lantai satu ini terlihat seperti 2 lorong dikarena dinding bangunan lantai satu yang tebal.

Ukuran denah lantai dua yaitu 6,5 x6,5 ditambah dengan 2 tangga yang berada di luar bangunan yang berukuran 1,9 x 4, yang merupakan jalan masuk ke dalam bangunan. Lantai dua memiliki teras yang mengelilingi bangunan yang memiliki lebar 60cm. Ukuran di dalam bangunan berukuran 2,9m x 2,9m yang di dalamnya terdapat sebuah tangga yang berukuran 60cm. Disetiap bidang dinding lantai dua ini terdat 3 jendela yang terlihat pada Gambar 4.3.6.

Gambar 4.3.6. Denah lantai 2 (Sumber: Data pribadi)

2 2.B

(24)

Lantai dua terdapat pintu masuk ke dalam bangunan ini, pintu masuk berada di samping kanan bangunan. Bangunan ini hanya memiliki satu pintu masuk yaitu di lantai dua ini. Ruang dalam bangunan lantai dua ini terdapat tangga yang terlihat pada gambar 2A.

Denah lantai 3 tidak jauh berbeda dengan lantai 2, ukuran ruang dalam lantai 3 ini memiliki ukuran 2,9 x 2,9 dan dilantai ini memiliki 3 jendela tiap bidang dindingnya. Untuk tebal dinding pada lantai ini 85cm, untuk ketebalan bangunan ini jauh berbeda dengan ketebalan rumah biasa, karena pemasangan 3 pasang bata dengan ketebalan 1m, yang terlihat pada denah lantai tiga pada Gambar 4.2.7.

Gambar 4.3.7. Denah Lantai 3 (Sumber: Data pribadi)

Bentuk tapak lantai 3 ini, bentuknya sama pada 4 sisi dinding Jam Gadang ini yang lihat pada Gambar 4.2.7. dan bentuknya sama dengan lantai 2, yang mimiliki 3 jendela tiap bidangnya. Ketinggian lantai tiga ini 5m dari lantai balok lantai tiga ke balok lantai empat. Interior dalamnya tidak jau berbeda dengan

3

(25)

lantai dua, hanya terdapat tangga yang berguna untuk naik ke lantai empat. terllihat pada Gambar denah diatas.

Gambar 4.3.8. Denah lantai 4 (Sumber: Data pribadi)

Denah lantai 4 tidak jauh berbeda dengan lantai 2 dan 3,ukuran ruang dalam lantai ini 2,9 x 2,9 dan dilantai ini memiliki 2 jendela tiap bidang dindingnya. Untuk tebal dinding pada lantai ini 80cm, yang terlihat pada Gambar 4.3.8.

Bentuk tapak lantai 4 ini, bentuknya sama pada 4 sisi dinding Jam Gadang ini yang lihat pada Gambar 4.2.8. dan bentuknya sama dengan lantai 2 dan 3 yang berbeda hanya banyak jendelanya saja. Interior dalamnya hanya terdapat tangga yang terllihat pada Gambar denah diatas.

Denah lantai 5 tidak jauh berbeda dengan lantai 2,3 dan 4,ukuran ruang dalam lantai ini 2,9 x 2,9 dan dilantai ini terletak mesin jam yang berukuran 1,5 x1.5m,Jam tersebut didatangkan dari Rotterdam, Belanda. Sebenarnya jamnya

(26)

sendiri merupakan buatan Jerman. Dinding luar dilantai ini terdapat jam yang berdiameter 80cm setiap 4 sisinya yang mengahadap ke utara, selatan, barat dan timur, yang terlihat pada Gambar 4.3.9.

Gambar 4.3.9. Denah lantai 5 (Sumber: Data pribadi)

Bentuk tapak lantai 5 ini, bentuknya sama pada 4 sisi dinding Jam Gadang ini, terdapat Jam besar yang terlihat pada Gambar 4.2.9. Interior dalamnya terdapat mesin jam dan terdapat tangga yang menuju ke lantai enam terllihat pada Gambar denah diatas.

Denah lantai 6 ini merupakan denah puncak pada bangunan ini, ukuran

denah ini 4,3m x 4,3m. Di lantai ini terdapat sebuah lonceng yang berguna untuk

menandai waktuk untuk daerah Bukittinggi dan sekitarnya. Bangunan ini

memiliki teras dengan ukuran lebar 60cm, sehingga pengunjung bisa menikmati 5

(27)

suasana bukittinggi dari puncak jam gadang. Denah lantai 6 ini terlihat pada

Gambar 4.3.10.

Gambar 4.3.10. Denah lantai 6. (Sumber: Data pribadi)

Lantai 6 adalah bangunan paling puncak Jam Gadang, Bagian atap bangunan ini sudah beberapa kali terjadi perubahan, atap yang digunakan sampai sekarang adalah atap gonjong yang merupakan ciri khas budaya minangkabau. Dibagian puncak ini terdapat teras yang berguna untuk melihat suasana sekitar Jam melalui puncak Jam Gadang. Interior dalam pada lantai 6 ini terdapat lonceng yang menandai waktu pada Jam ini.

4.3.3. Tekstur

Untuk menganalisa tekstur bentuk dilihat dari penegasan bentuk dan penegasan permukaan. Penegasan bentuk atau artikulasi di sini berarti bagaimana

(28)

permukaan-permukaan sebuah bentuk bersama-sama menciptakan bentuk dasar dan volumenya. Bangunan ini dipertegas dengan jelas menampilkan karakter detail bagian bagianya seperti terlihat pada Gambar 4.3.11.

Gambar 4.3.11. Tekstur yang mempertegas bentuk (Sumber: Data pribadi)

Penegasan bentuk bangunan terlihat pada setiap lantai dengan menggunakan tekstur yang berguna untuk menandai tiap lantai bangunan ini, sehingga bangunan ini terkesan kaku dan formal. Penegasan bentuk bangunan juga terlihat dibagian bawah bangunan dengan memberikan tekstur di bagian tangga dan teras bangunan.

(29)

Permukaan bangunan ini terliat datar, dengan memperhatikan penegasan permukaaan terlihat pada tiap sudut bangunan dimajukan dan diberi tekstur sehingga bangunan ini terkesan formal dan kaku.

Gambar 4.3.12. Tekstur yang mempertegas bentuk (Sumber: Data pribadi)

Permukaan bangunan ini terdapat jendela yang memberikan bentuk tiga dimensi yang dikarenakan tebalnya dinding bangunan ini, dan bukaan bukaannya menciptkan tekstur terang, gelap, dan bayangan.

4.4. Sifat-sifat Bentuk yang Saling Terkait yang Menentukan Pola dan

(30)

Pada proses analisa bentuk bangunan dari bangunan objek penelitian ini, Bentuk juga memiliki sifat-sifat yang saling terkait yang menentukan pola dan komposisi elemen elemen menurut (Teori Dk.Ching, 2008).

1. Posisi

Lokasi relatif suatu bentuk tehadap lingkunganya atau area visual di dalamnya terdapat di mana dilihat.

2. Orientasi

Arah relatif suatu bentuk terhadap bidang dasar, titik batas area, bentuk-bentuk lain, atau terhadap orang yang melihat bentuk-bentuk tersebut.

3. Inersia Visual

Derajat konsentrasi dan stabilitas suantu bentuk. Inersia visual suatu bentuk tergantung pada giometrinya, dan juga orientasi relatif terhadap bidang dasar, gaya tarik gravitasi, dan garis padangan kita.

4.3.1. Posisi Bangunan

Jam gadang ini terletak dibukit paling tertinggi di Kota bukittinggi, tepatnya berada di jalan Istana atau jalan A. Yani kelurahan Benteng Pasa Atas, kecamatan Guguk Panjang, Bukittinggi, Sumatera Barat. Posisi bangunan ini terletak dijantung kota Bukittinggi sehingga bangunan ini menjadi icon Kota Bukittinggi. Disekeliling bangunan ini terdapat taman kota sehingga bangunan ini sangat nyaman dikunjunggi dilihat dari posisi letaknya seperti terlihat pada Gambar 4.4.1.

(31)

Gambar 4.4.1. Posisi letak Jam Gadang (Sumber: Data pribadi)

4.3.2. Orientasi Bangunan

Orientasi Bangunan pada dasarnya lebih ditujukan guna mendapatkan suatu posisi yang baik terhadap garis edar matahari, hal ini berkaitan dengan masalah terhadap radiasi sinar matahari yang cukup tinggi. Namun dalam bangunan ini, orientasi bangunan lebih ditujukan pada hal-hal lain yang dianggap lebih penting, yaitu menghadap ke empat sisi yang bertujuan untuk memperlihatkan fungsi bangunan ini sebagai Jam besar sehingga di lihat dari sisi manapun Jam Besar ini bisa di lihat.

4.5. Pengambaran Ulang Jam Gadang

(32)

Dari wawancara dan observasi yang dilakukan didapat kesimpulan bahwa jam ini tidak terjadi perubahan dibagian ruang dalam bangunan.dengan demikian bentuk denah Jam Gadang dapat digambarkan sebagai berikut :

(33)

Gambar 4.5.1. Denah Jam Gadang

(Sumber: Sket pribadi berdasarkan wawancara dan observasi)

(34)

DIMASA PEMERINTAHAN BELANDA

DIMASA PEMERINTAHAN JEPANG

DIMASA PEMERINTAHAN INDONESIA

DIMASA PEMERINTAHAN BELANDA

DIMASA PEMERINTAHAN JEPANG

DIMASA PEMERINTAHAN INDONESIA

TAMPAK DEPAN

TAMPAK BELAKANAG

(35)

DIMASA PEMERINTAHAN BELANDA

DIMASA PEMERINTAHAN JEPANG

DIMASA PEMERINTAHAN INDONESIA

DIMASA PEMERINTAHAN BELANDA

DIMASA PEMERINTAHAN JEPANG

DIMASA PEMERINTAHAN INDONESIA

TAMPAK SAMPING KANAN

(36)

Gambar 4.5.2. Gambar ulang Bentuk Jam Gadang (Sumber: Sket pribadi berdasarkan wawancara dan observasi) DIMASA PEMERINTAHAN

BELANDA

DIMASA PEMERINTAHAN JEPANG

DIMASA PEMERINTAHAN INDONESIA

PERSPEKTIF

(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan temuan penelitian dapat diambil beberapa kesimpulan yang sekaligus menjawab beberapa pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan pada bab petama, yaitu :

a. Berdasarkan analisa yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa faktor-

faktor yang mewujudkan bentuk bangunan Jam Gadang adalah fungsi dan simbol. Wujud Jam Gadang terbentuk dari fungsi bangunan ini sendiri, sebagai bangunan penopang jam dan bagian atap bangunan ini dijadikan simbol kekuasan karena setiap pergantian kekuasaan bagian puncak atau atap diganti dengan gaya Arsitektur yang menguasai di daerah tersebut. Bangunan Jam Gadang ini didasari dengan bentuk solid kubus yang disusun ke atas, sehingga bangunan Jam Gadang tinggi dan terlihat dari 4 sisi bangunan ini.

b. Oleh karena itu, dapat disimpulkan unsur-unsur bentuk Arsitektur dengan mengacu pada teori DK Ching (2008) bangunan Jam Gadang yaitu:

 Bentuk dasar Jam Gadang

Bentuk denah bangunan ini berbentuk persegi, degan permukaan yang datar setiap sisinya. Bentuk solid pada bangunan ini didasari dengan bentuk kubus yang disusun seperti menara.

(38)

Ukuran dasar bangunan Jam Gadang ini yaitu 6.5x6.5 dan ditambah dengan ukuran dasar tangga sehingga ukuran dasar bangunan keseluruhan 6.5 X 10.5. pada Jam Gadang ini tinggi keseluruhan bangunan ini 36M.

 Tekstur

Penegasan bentuk bangunan terlihat pada setiap lantai dengan menggunakan tekstur yang berguna untuk menandai tiap lantai bangunan ini dan permukaaan tiap sudut bangunan dimajukan dan diberi tekstur.

 Posisi

Posisi bangunan ini terletak di jantung kota Bukittinggi sehingga bangunan ini menjadi icon Kota Bukittinggi dan di sekeliling bangunan ini terdapat taman kota.

 Orientasi

Orientasi bangunan Jam Gadang menghadap ke empat sisi yang bertujuan untuk memperlihatkan fungsi bangunan ini sebagai jam besar yang dapat dilihat dari sisi manapun.

c. Proses perubahan tampak bangunan Jam Gadang, lebih terlihat pada

bagian puncak bangunan ini, dijadikan simbol kekuasan karena setiap pergantian kekuasaan bagian puncak atau atap diganti dengan gaya Arsitektur yang menguasai di daerah tersebut, yang telah mengalami 3 kali perubahan dibagian puncaknya yaitu :

(39)

 Pada masa Pemerintahan Belandan bagian puncak Jam Gadang

dibuat setengah lingkaran seperti kubah mesjid dan diatasnya dipasang patung ayam jago, menghadap arah timur, yang sedang berkokok. Sengaja dibuat demikian untuk menyindir masyarakat Agam Tuo yang bangun kesiangan.

 Pada masa pemerintahan Jepang pada tahun 1942 bagian puncak

bangunan Jam Gadang di ganti dengan bentuk atap segi empat yang mirip dengan rumah Jepang, dengan menganti bagian puncak Jam Gadang yang menandai wilayah tersebut dikuasai tentara Jepang atau simbol kekuasaan tentara Jepang.

 Pasca era kemerdekan indonesia, tahun 1953 bentuk atap Jam

Gadang di ganti lagi dengan bangunan bergonjong sebagai ciri khas Minangkabau. Bagian puncak Jam Gadang digandi dengan atap bergonjong untuk menandakan bagunan Jam gadang merupkan bagunan yang berada di daerah dengan kebudayaan Minang Kabau, dan bagian atas bangunan dengan atap gonjong sebagai simbol kebudayaan Minang Kabau

5.2.Saran

(40)

2. Bagi objek penelitian : Hasil penelitian yang diperoleh dengan mempertimbangkan aspek-aspek bentuk Arsitektur Jam Gadang dan sejarah Bentuk Jam Gadang, diharapkan dapat menjadi dasar pertimbangan dan masukan bagi proses pelestarian bentuk bangunan Jam Gadang ini.

(41)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Kerlinger dalam Ariko 2005, definisi teori adalah seperangkat konstruk (konsep) yang saling berhubungan; yang mempunyai definisidan detail yang dipersentasikan melalui pandangan sistematik dari fenomena-fenomena spesifikasi yang saling berhubungan diantara variabel-variabel, dengan maksud menjelaskan dan memprediksi fenomena/ gejala tersebut.

Adapun pembahasan teori-teori yang terkait pada penelitian ini antara lain mengenai bentuk visual bangunan dalam exspresi arsitektural, aspek komunikasi dalam arsitektur, aspek pengamat obyek pandangan, dan aspek pengamat manusia terhadap lingkungan. Tahap selanjunya ditarik hipotesa yang dapat memberikan pangan, dasar pengetahuan dan arahan untuk menjalankan proses penelitian selanjutnya.

2.1. Kajian Bentuk Bangunan

2.1.1. Pengertian Bentuk dalam Arsitertur

Menurut Francis D. K. Ching (2008) dalam bukunya Arsitekur bentuk ruang dan tatanan, mengatakan bahwa bentuk merupakan sebuah istilah inklusif yang memiliki beberapa pengertian.

Setiap benda mempunyai bentuk. Istilah “bentuk” dalam bahasa Indonesia

(42)

terlihat oleh mata, sekedar untuk menyebutkan sifatnya yang bulat, persegi, segitiga, ornamental, tak teratur dan sebagainya.

Bentuk adalah gambar (figure) dapat berupa dua dimensi atau tiga dimensi. Semua benda alam atau buatan manusia memiliki bentuk seperti bulat, persegi, segitiga, ornamental, atau tak teratur. Sebuah bentuk akan berbeda sifatnya apabila diberi warna gelap atau terang. (Sembiring, 2008 : 27-28).

Istilah bentuk dalam arsitektur selalu kita rangkaikan dengan kata bangunan, dan menjadi istilah bentuk bangunan. Beberapa pengertian bentuk bangunan yaitu: (Christian Norberg dalam Hendraningsih, 1985).

a. Bentuk bangunan merupakan ruang yang dibangun didalam,pada atau di

atas tanah yang diberi penutup berupa atap dan lebih sempurna lagi bila ditutup oleh dinding-dinding.

b. Bentuk bangunan ditinjau dari fungsi pemakaiannya

dikelompok-kelompokan sebagi bentuk tempat bekerja, bentuk tempat berkumpul, beramah tamah, menempatkan barang-barang, bersemadi, menghormat dan mengenang pahlawan dalam bentuk-bentuk monumen dan sebagainya. c. Bentuk bangunan secara erat berhubungan dengan skala manusia. Selanjutnya diusahakan untuk mendapatkan kesenangan fisik dan non fisik dari bentuk itu sendiri, hal ini menjadi dasar perencanaan bentuk ruang-ruang dalam bangunan.

Menurut Louis Kahn dalam Hendraningsih (1985), bentuk mengikuti fungsinya. Pemikirannya didasarkan oleh, kegiatan manusia sebagai makhluk yang berakal di dunia melahirkan fungsi yang terwujud dalam bentuk untuk

(43)

menampung kegiatan manusia. Pemikiran ini diperkuat oleh penyataan yang berbunyi: “bentuk lahir karena ada sesuatu kekuatan yaitu kegiatan”, jadi kegiatan

manusia merupakan kekuatan yang mewujudkan bentuk. Semakin tinggi kebudayaan manusia, semakin banyak cabang kegiatan berarti semakin rumit fungsinya. Oleh sebab itu manusia secara naluri berkeinginan bentu-bentuk arsitektur mencerminkan identitas fungsinya.

Untuk menganalisa bentuk sebaiknya diadakan penilaian hubungan timbal balik antara bagian-bagian bentuk dan bentuk keseluruhan, karena sifat bagian bentuk ditentukan oleh :

 Tingkat pemusatan

 Kemampuan untuk bergabung dengan bagian bentuk lain.

2.1.2. Faktor faktor yang mengwujudkan bentuk

Menurut Hendraningsih, dkk, (1985), faktor faktor yang mengwujudkan bentuk yaitu:

a. Fungsi

Batasan fungsi secara umum dalam arsitektur adalah pemenuhan terhadap aktivitas manusia, tercakup di dalamnya kondisi alami. Sedangkan bangunan yang fungsionil ialah bangunan yang dalam pemakaiannya memenuhi kebutuhan secara tepat dan tidak mempunyai unsur-unsur yang tidak berguna.

(44)

Fungsi sendiri dapat berkembang dan berubah. Disebut berkembang bila fungsi tunggal menjadi tunggal menjadi fungsi ganda yaitu misalnya lobby suatu bangunan menjadi ruang pameran sekaligus. Berubah bila fungsi berganti, sebagai contoh hotel menjadi apartement atau kantor. Berkembang dan berubah fungsi tergantung dari waktu dan masyarakat.

b. Simbol

Semakin lama, manusia sangat memerlukan identitas baik bagi dirinya, maupun benda-benda yang ada disekelilingnya. Pada kenyataannya sehari-hari kebutuhan akan identitas tersebut ditampilkan secara gamplang, atau dengan simbol-simbol.

Dalam dunia arsitektur, pengenalan simbol tersebut, merupakan suatu proses yang terjadi pada individu dan pada masyarakat. Melalui panca indera, di sini indera penglihatan lebih berbicara, manusia mendapat rangsangan yang kemudian menjadi pra-persepsi terjadi pengenalan obyektif (fisik). Selanjutnya terwujud persepsi. Persepsi ini sangat dipengaruhi oleh pengalaman termasuk pengalaman pendidikan yang menentukan tingkat intelektual manusia. Setelah itu terjadi proses penyesuaian diri. Tingkat-penyesuaian ini berbeda-beda pada setiap individu, ini juga diakibatkan oleh pengalaman dan tingkat intelektual yang berbeda. Meskipun tiap individu mempunyai pengalaman dan tingkat intektual yang berbeda, masih ada suatu dasar yang sama pada tiap individu yang tergabung dalam suatu kelompok masyarakat, yaitu: kebudayaan. Ini lah yang lebih membuka kemungkinan bagi suatu masyarakat untuk menghasilkan penilaian yang sama.

(45)

Arsitek sebagai penwujud bentuk dapat menampilkan simbol sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, sehingga mudah dikenal masyarakat. Simbol dapat pula timbul dari gagasan murni arsitek, tergantungnpada kemampuan dan citra arsitek untuk mengeluarkan hal yang baru. Simbol tadi dapat diterima dan diakui oleh masyarakat setelah melalui proses adaptasi yang membutuhkan waktu yang relatif lama.

c. Teknologi Struktur dan Bahan

Teknologi struktur dan bahan merupakan faktor yang penting dalam arsitektur. Apakah yang dibangun hanya berupa atap sederhana,berupa ruangan besar untuk beribadah, berdagang, ruang susun untuk kantor, tidaklah menjadi soal. Bahan yang digunakan harus disusun, dan dikonstruksikan dalam jumlah tertentu, kekuatan tertentu menjadi bangunan yang kuat dan berdiri tegak, melawan kedasyatan alam seperti hujan, angin terik matahari, gempa bumi dan sebagainya.

(46)

2.2. Tranfortasi Arsitektur

2.2.1. Pengertian Tranfortasi

Tranformasi adalah suatu perubahan dari suatu kondisi (bentuk awal) ke kondisi lain (bentuk akhir) dan dapat terjadi terus menerus atau berulang kali yang dipengaruhi dimensi waktu yang dapat terjadi secara cepat atau lambat, tidak saja berhubungan dengan perubahan fisik tetapi juga menyangkut perubahan sosial budaya ekonomi politik masyarakat, tidak lepas dari proses perubahan baik lingkungan (fisik) maupun manusia (non fisik)

Laseau 1980 yang dikutip oleh Sembiring 2006 memberikan kategori Transformasi sebagai berikut:

1. Transformasi bersifat Tipologikal (geometri) bentuk geometri yang berubah dengan komponen pembentuk dan fungsi ruang yang sama. 2. Transformasi bersifat gramatikal hiyasan (ornamental) dilakukan dengan

menggeser, memutar, mencerminkan, menjungkirbalikkan, melipat dll. 3. Transformasi bersifat refersal (kebalikan) pembalikan citra pada figur

objek yang akan ditransformasi dimana citra objek dirubah menjadi citra sebaliknya.

4. Transformasi bersifat distortion (merancukan) kebebasan perancang

dalam beraktifitas. 2.2.2. Proses Transformasi

Habraken, 1976 yang dikutip oleh Pakilaran, 2006 (dalam http://www.ar. itb.ac.id/wdp/ diakses pada tanggal 11 November 2013) menguraikan proses

(47)

transformasi yaitu sebagai berikut:

1. Perubahan yang terjadi secara perlahan-lahan atau sedikit demi sedikit 2. Tidak dapat diduga kapan dimulainya dan sampai kapan proses itu akan

berakhir tergantung dari faktor yang mempengaruhinya 3. Komprehensif dan berkesinambungan

4. Perubahan yang terjadi mempunyai keterkaitan erat dengan emosional (sistem nilai) yang ada dalam masyarakat.

Habraken, 1976 yang dikutip oleh Pakilaran, 2006 (dalam http://www.ar. itb.ac.id/wdp/diakses pada tanggal 11 November 2013). menguraikan faktorfaktor yang menyebabkan terjadinya transformasi yaitu sebagai berikut:

1. Kebutuhan identitas diri (identification) pada dasarnya orang ingin dikenal dan ingin memperkenalkan diri terhadap lingkungan.

2. Perubahan gaya hidup (Life Style) perubahan struktur dalam masyarakat,

pengaruh kontak dengan budaya lain dan munculnya penemuan-penemuan baru mengenai manusia dan lingkuangannya.

3. Pengaruh teknologi baru timbulnya perasaan ikut mode, dimana bagian

yang masih dapat dipakai secara teknis (belum mencapai umur teknis dipaksa untuk diganti demi mengikuti mode.

(48)

Seperti yang dilakukan oleh Steadman (1989), yang menyebutkan bahwa proses perubahan bentuk dapat terjadi melalui beberapa sebab, antara lain :

a. Perubahan Dimensi

Penampakan proses perubahan bentuk akan kelihatan nyata dalam penggambaran pada bidang papar yang terbuat dalam bentuk grid. Apabila salah satu dimensi dari grid mengalami perubahan dimensi maka akan terjadi banyak kemungkinan penampakan dari bentuk yang berbeda. Tentu saja ini berlaku pada bidang horisontal (melebar) maupun vertikal (meninggi). Perubahan serupa juga bisa terjadi dengan cara perubahan sudut dari grid ataupun pembelokan arah dari grid yang membentuk lengkungan dengan sudut tertentu.

Proses yang terjadi pada bentuk suatu bangunan misalnya, tidak diikuti dengan penambahan jenis ataupun tipe bentuk dan ruang, melainkan karena dimensinya yang berubah maka akan memberikan banyak kemungkinan variasi bentuk yang berbeda.

b. Proses Rotasi dan Percerminan

Proses pemutaran dan pencerminan dari suatu bentuk pada titik atau garis tertentu dalam bidang papar, memungkinkan terjadinya perubahan bentuk. Pada benda yang memiliki denah simetris memusat, proses perubahan bentuk tidak kentara apabila dilakukan proses rotasi ataupun pencerminan. Namun sebaliknya benda atau bangunan dengan bentuk denah persegi panjang dengan tata ruang yang bebas, pemutaran ataupun pencerminan akan menghasilkan banyak kemungkinan variasi perubahan bentuk tergantung dari besar-kecilnya sudut rotasi ataupun letak garis percerminan.

(49)

c. Metode Pemotongan (pengecilan) dan Pembesaran Bentuk

Metode pemotongan (pengecilan) dan pembesaran yang dilakukan pada bidang papar terhadap sebuah bentuk menunjukkan bahwa bentuk akan mengalami perubahan. Perubahan ini terjadi bila dilakukan pemotongan atau pembesaran salah satu atau keseluruhan bagian dari bentuk. Proses ini sebenarnya hampir sama dengan proses perubahan dimensi. Perbedaanya terletak pada kemungkinan pemotongan ataupun pembesaran pada bagian perbagian dari sekumpulan bentuk seperti sebuah ruang dari sekumpulan ruang dalam suatu bangunan. Sehingga dimungkinkan adanya variasi perubahan bentuk yang lebih beragam.

d. Penyusunan dan Pewarnaan Lantai Ubin

Penyusunan dan perwarnaan lantai ubin dengan jenis, karakter dan warna ubin yang berbeda memungkinkan terjadinya visualisasi perubahan bentuk lantai. Perlakuan masing-masing sel

dalam grid lantai dalam sistem aturan susunan pemasangan yang berbeda satu sama lain juga memberikan kemungkinan variasi dari bentuk lantai dari suatu bangunan.

e. Penambahan Bentuk Lain

(50)

di tengah-tengah susunan dari beberapa ruang, akan menghasilkan perubahan bentuk masing-masing ruang sekaligus memungkinkan terjadinya perubahan bentuk secara keseluruhan.

f. Keragaman Tipe dan Jenis Elemen

Setiap bahan dan material memiliki tipe, jenis dan karakter yang berbeda-beda. Penggunaanya pada suatu bangunan yang memiliki bentuk dan dimensi yang sama, akan memberikan kemungkinan variasi yang sangat beragam dari tampilan visualisasi bangunan. Bahkan dari bahan yang sama sekalipun, seperti bata untuk dinding, akan memungkinkan memberikan tampilan yang berbeda apabila dilakukan tata cara penyusunan lapis demi lapis yang tidak sama seperti berdiri ataupun rebah. Hal serupa juga terjadi apabila bata digantikan dengan bahan lain seperti kayu, akan memberikan tampilan karakter bangunan yang berbeda pula.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kajian mengenai morfologi tidak hanya melihat secara fisik perubahan bentuk yang terjadi akan tetapi yang lebih penting adalah terekamnya serangkaian proses terjadinya perubahan dan alasan atau makna yang mendasari adanya perubahan tersebut. Perubahan ini bisa menggambarkan adanya perubahan ide atau makna dalam sejarah. Perubahan yang terjadi dapat disebabkan karena berbagai alasan, seperti perubahan dimensi, pemotongan atau pembesaran, penambahan ruang atau bentuk, perubahan warna dan susunan serta perubahan yang diakibatkan penggunaan material dan bahan yang berbeda dari keadaan semula.

(51)

2.3. Kajian Aspek Pengamatan Obyek Pandangan

2.3.1. Sifat- sifat Obyek Pengamatan

Pengamatan adalah sesuatu pengalamam yang dilakukan atau diterima oleh alat indera manusia. Sifat-sifat umum objek salam dunia pengamatan, antara lain adalah (Boedojo,dkk., 1986) :

 Mempunyai sifat-sifat ruang, obyek-obyek, berdimensi ruang. Dalam

dunia pengamatan dikenal relasi-relasi serta penentuan-penentuan yang berhubungan dengan ruang atas bahwa, kiri-kanan. Persoalan psikologis yang terpenting terutama penglihatan sifat ruang (dimensi ketiga).

 mempunyai dimensi waktu, dalam hal ini terdapat kestabilan yang

lluas. Obyek-obyek pengamatan bersifat tetap, tetapi diamati secara lama dan bergerak. Pengamatan membutuhkan waktu.

 Mempunyai struktur berbagai obyek pengamatan, dalam hai ini

obyek-obyek sebagai suatu keseluruhan menampakkan diri dan berdiri sendiri.

 Mempunyai arti, dalam hal ini pengamat terhadap obyek-obyek

bukanlah tampa makna dan arti. Yang diamati selalu merupakan tanda-tanda, benda-benda dan fungsi, yang penuh arti serta kejadian-kejadian.

Dalam pengindraan ada beberapa yang terdiri dari (Hesslgren 1975:114) :  Intensitas; pengindraan yang dapat lebih kuat atau lebih lemah.

(52)

 Lamanya; berlangsung suatu pengindraan lama atau sebentar.

 Kualiatas; berdasarkan atas kualitas obyek yang diindra.

Perangsang tersebut dapat terbagi atas (Boedojo,dkk., 1986) :

 Perangsang absolut; batas antara yang dapat diamati atau yang tidak dapat

diamati.

 Tinggi perangsang; bila intensitas perangsang bertambah, maka intensitas

pengindraan akan bertambah, demikian pula sebaliknya.

 Ambang perbedaan; perbedaan antara dua perangsang yang tidak dapat

diamati.

 Luas perangsang; yaitu wilayah antara perangsang absolut dan tinggi

perangsang.

Kesimpulan dai ambang-ambang diatas adalah bahwa manusia mengamati apa yang penting daripada nilai absolut (nilai mutlak), karena manusia mengamati perbedaan-perbedaan yang relatif dan bukan yang absolut. Manusia dalam dunia pengamatan yang konstan (hukum Waber dalam Boedojo,dkk., 1986).

2.3.2. Unsur-unsur Bentuk Bangunan sebagai Obyek Pengamat

Dalam proses untuk menampilkan suatu ekspresi, arsitek harus membuat banyak keputusan yang subjektif. Keputusan tersebut selain mengenai bentuk juga mengenai skala, proporsi, irama, tekstur dan warna, pada setiap bentuk elemen bangunan serta susunan secara keseluruhan (Hendraningsih dkk.,1985) adalah sebagai berikut :

(53)

1. Skala dan Proporsi

Pada saat seseorang melihat bangunan, selalu melihat ukurannya. Mengukur dalam hal ini adalah menerapkan yang diketahui pada yang tidak diketahui. Pengukuran ini dilakukan secara kasar, karena seseorang pengamat tidak langsung berhubungan dengan centimeter atau meter.

Badan merupakan unit pertama yang paling primitif dari pengukuran. Banyak bukti-bukti bahwa skala dihubungkan dengan badan dan bagian-bagian badan manusia secara kasar. Pada kesempatan pertama seseorang cendrung membandingkan besar bangunan terhadap dirinya sendiri. Hasilnya adalah berupa reaksi emosi.Skala yang diharapkaj dapat diarahkan untuk tujuan mendapatkan persepso kecil atau besar secara tak terduga. Dalam batas tertentu, seseorang dapat diterima „kecil‟ yang terduga (seperti villa yang mungil dan menarik) atau

mendapat kesan yang menyenangkan akibat „besar‟ yang tak tersuga (seperti

kantor yang gagah dan elegan).

Suatu pemikiran „lebih kecil‟ atau „lebih besar‟ membawa daya emosi ke

dalam reaksi seseorang terhadap bangunan dan fapat dengan sengaja dipermainkan sebagai tujuan estetika. Berdasarkan pengalaman digariskan bahwa ukuran besar lebih berkesan kuat dan lebih bernilai. Akibatnya pada skala bangunan, skala kecil tidak dimaksudkan untuk memberikan kesan, nilainya adalah lebih untuk „menarik hati‟ dari pada untuk menimbulkan rasa takut.

(54)

Nilai yang tumbuh dari fungsi turut menunjang persepsi seseorang, yang sedikit banyak berpengaruh pada skala bangunan. Sehingga besar skala dua bangunan yang mempunyai nilai berbeda (misalnya perbedaan nilai spritual pada gereja dan kantor), dapat menghadirkan suatu persepsi skala yang berbeda pula. Dalam bayangan suatu bangunan yang sangat besar, seserang pengamat yang peka merasakan seperti seorang murid yang kecil di hadapan kepala sekolahnya. Tapi akan menjadi pengalaman yang menyenangkan apabila kepala sekolah tersbut tersenyum atau mengangguk ramah. Ealau demikian tidak semua bangunan mempunyai tujuan untuk menyenagkan pengamat. Misalnya sebuah istana tidak membiarkan adanya kemungkinan orang awam untuk berani berfikir bahwa setiap saat dapat masuk ke dalamnya. Ekspresi kekuasaan yang dituangkan dengan skala yang tidak manusiawi adalah untuk memperingatkan tentang kedudukan seseorang yang rendah dantidak boleh mengharapkan lebih dari itu.

Dalm arsitektur, kekuasaan tunggal dan mutlak dalam setiap penyesuaian skala, dari kesan pertama sampai akhirnya membuat pernyataan kekuasaan yang besar. Dan proporsi bangunan akan memuaskan bila lamgkah-langkah seserang diatur seirama dengan penyesuaian mental dari suatu pengalaman yang meyakinkan. Untuk itu dai jarak jauh seseorang sudah membutuhkan data-data perbandingan seperti basngunan lain, seorang, pohon, dan lain-lain; sebagai pengantar skala sesuai dengasn urutan-urutannya.

Dalam arsitektur, tujuan untuk memperingati suatu memperingati suatu melalui perletakan obyek data-data perbandingan secara sengaja ditonjolkan untuk mengepresikan keagungan.

(55)

Gambar 2.2.1. Penerapan aspek skala pada bangunan (Sumber: Hendraningsih, dkk 1985)

Pemakaian material dengan standar dimesi (seperti batu bata, ubin keramik, atau bahan-bahan lebaran prefabrikasi) yang menghasilkan modul-modul yang tampak oleh mata, dapat membantu proses dkala. Arsitektur dapat membantu pengamatan dalam proses skala dengan menciptakan garis-garis yang membagi-bagi permukaan bangunan untuk menampilkan dimensi tampak relati bangunan yang dapat diperbandingkan.

2. Irama

Irama juga merupakan sebagian dari pengalaman manusia dalam menghargai dan berkomunikasi dengan bangunan. Irama yang didapata pada bangunan merupakan suatu pengukuran dimensi ruang.

(56)

melalui ruang seperti saat berjalan melalui liring (colonade) yang panjang atau ketika mata pengamat meneliti muka luar bangunan dan merekam pada perubahan dari jendela ke tembok.

Inti irama visual adalah „meruang‟ seperti hanya inti audio adalah „waktu‟. Untuk itu kepuasan dalam asitektut adalah pengalaman yang melibatkan ruang intutif melalui jarak waktu.

Perubahan irama yang paling sederhana adalah perubahan suara dan diam secara berulang-ulang atau perubahan suara dan diam secara berulang-ulang atau perubahan kejadian dan jarak (interval). Kejadian membantu seseorang untuk menginterpretasikan atau menempatkan pengalaman falam untuk mencari hubungan rujukan emosi untuknya.

Pemakaian irama pentingnya dalam komunikasi yang ditampilkan oleh bangunan karena dapat menambah suatu kepentingan ke arah ketegasan, kejelasan, dan kekuasaan. Pada bangunan yang mempunyai sifat ceremony penganat mengharapkan adanya ketegasan formalitas.

Efek perasaan yang ditimbulkan oleh irama adalah suatu bahan pertimbangan dari kepribadian bangunan. Efek yang paling dalam akan diperoleh bila ada suatu garis batas yang tajam antara kejadian dengan interval, misalkanya bila suatu ruanga terbuka dibagi oleh deretan pilar-pilar atau suatu dinding dibagi dalam seretan jendela-jendela. Irama seperti itu sangat mudah untuk diinterpretasikan dan memiliki asosiasi cukup jelas.

Bentuk yang berombak tidak akan menyenagkan apabila waktu kenikmatan gelombang dibuat lebih panjang. Irama gelombang yang teratur akan

(57)

terlalu membingungkan, kecuali mempunyai beberapa macam perubahan yang tajam dan positif, yang digunakan sebagai pemberhentian sebelum gelombang dilanjutkan dan dapat merupakan kesempatan untuk meubah langkah dan merupakan ke bentuk lain.

Bentuk-bentuk lengkung yang elastis yang dapat ditemukan saat ini adalah hasil dari penemuan-penemuan dalam bidang teknologi struktur, dan bukan semata-mata suatu mode. Bentuk-bentuk baru dari konstruksi modern (sperti shell) mendapat kekuasaan dari bentuknya yang mengalir secara terus menerus. Bentuk ini memiliki irama legato yang didapat alamiah.

Massa bangunan Baker House (MassachussettsnInstitute of Technology-

Alvaar Alto ) mengantarkan suatu pegerakan legato yang lamban tetapi

mempunyai irama staccato yang cepat dari jendela-jendela yang memberi tekanan secara keselurauhan.

(58)

Ketajaman irama jendeka-jendela pada bangunan diperlunak oleh lengkungan-lengkungan dari bentuk dinding keseluruhan dimana jendela-jendela tersebut terletak. Dalam bangunan yang kaya akan exspresi, seseorang akan menemukan permainan irama yang dalam irama

Irama, skala, proporsi adalah trinity yang tidak dapat dipisahkan sebagai 3 aspek dalam aktivitas tunggal setetika yang sihantarkan bangunan secara sadar. Dengan membaca irama yang ditampilkan oleh hubungan yang proporsional, seseorang akan lebih dapat menangkap kepribadian bangunan dan akan lebih terlibat secara emosional seperti yang diharapkan arsiteknya. Sehingga bentuk bangunan tersebut dapat lebih diterima sebagai alat komunikasi

3. Tekstur

Dalam menilai bentuk, seseorang tidak dapat dihindarkan perhatian terhadap tekstur, karena kualitas yang terdapat dalam bentuk dapat dipertegas atau dikaburkan oleh sifat permukaannya. Sifat permukaan tersebut dapat mempertinggi kualitas atau dapat menutupi kualita yang terdapat dalam bentuk. Karena manusia berhubungan dengan indera peraba, pertama-tama seseorang menganalisa apa saja yang dapat diberikan tekstur. Seperti halnya bentuk, tekstur mempunyai asosiasi dari sumber rekaman pengalaman. Kehalusan permukaan mengandung kesan menyenangkan danmeyakinkan. Kekasaran permukaan mengandung sedikit peringatan yang mungkin akan cukup kuat untuk menarik perhatian atau bahkan cukup kuat untuk memberikan kesan ancaman.

Suatu tekstur dari bentuk dapat menguatkan atau mengurangi kesan yang secara dasar ditmbulkan oleh bentuk itu sendiri. Tekstur juga mempunyai

(59)

kekuatan untuk mengubah penampilan bentuk dengan mengalahkan pengertian bentuknya. Suatu tekstur yang kasar yang diberikan pada bentuk yang tegas, akan cendrung menjadikan bentuk tersebut amorf, karena selain membangkitkan indera peraba, tekstur mampu menipu mata pada batas yang telah ditetapkan secara tegas dan tepat.

Suatu permukaan yang halus dan lunak, menonjolkan perbedaan cahaya dengan bayangan karena memiliki efek yang berbeda. Tapi bila digosok sehingga menyerupao kaca, perbedaan antara cahaya dan bayangan berkurang. Dan dengan adanya pantulan, benda yang mempunyai kesan padat menjadi kurang padat dalam penampilannya.

Tekstur tidak hanya mengatur kualitas kepadatan, tetapi digunakan juga untuk mengatur „perasaan akan ruang‟ terutama pada peralihan dari ruang luar ke ruang

dalam.

4. Warna

Lain halnya dengan tekstur, warna membangkitkan perasaan lewat indera penglihatan. Warna-warna terang diasosiasikan sebagai warna „bahagia‟ atau warna-warna yang digunakan untuk mencerminkan kehangatan, panas, dan berani, yang dengan sentuhan yang tajam dapat membangunkan emosi warna-warna gelap diasosiasikan sebagai warna „duka‟ atau warna-warna yang mencerminkan

kedinginan, suram dan gelap.

(60)

lembut apabila juga memiliki warna yang lembut atau warna-warna muda. Sebaiknya, bentuk-bentuk tajam yang mempunyai kesan keras akan lebih mengutarakan „kata-kata/ bahasa‟ yang lebih keras apabila memilik warna terang

atau yang mempunyai kesan berani.

Warna dan bentuk tidak dapat dipisahkan karena setiap benda mempunyai warna. Warna yang diakibatkan oleh bahannya sendiri akan lebih tersa alami daripada warna-warna buatan.

Unsur-unsur bentuk bangunan (Teori Dk.Ching, 2008) adapun penjelasan untuk asing- masing unsur-Unsur bentuk bangunan tersebut antara lain

1. Bentuk Dasar merupakan garis luar karakteristik atau konfigurasi

permukaan sebuah bentuk yang khusus. Bentuk dasar merupakan aspek prinsip yang membantu kita mengidentifikasi serta mengatagorikan bentuk.

2. Ukuran

Merupakan dimensi fisik panjang lebar dan kedalaman sebuah bentuk. Jika dimensi-dimensi tersebut menentukan proporsi suatu bentuk, maka skalanya akan ditentukan melalui ukuran secara relatif terhadap bentuk-bentuk yang lain di dalam lingkunganya.

3. Warna

Suatu fenomena persepsi cahaya dan visual yang bisa digambarkan dalam hal persepsi terhadap nilai rona, saturasi, dan nuansa. Warna merupakan atribut terjelas dalam membedakan sebuah bentuk dari lingkungannya. Ia juga mempengaruhi beban visual suatu bentuk

(61)

4. Tekstur

Kualitas visual dan terutama indera sentuhan yang diberikan pada sssuatu permukaan melalui ukuran bentuk, dasar, tatanan, dan proporsi bagian-bagiannya. Tekstur juga menentukan sebuah bentuk merefleksikan atau menyerap cahaya lingkungan.

Bentuk juga memiliki sifat-sifat yang saling terkait yang menentukan pola dan komposisi elemen elemen menurut (Teori Dk.Ching, 2008).

1. Posisi

Lokasi relatif suatu bentuk tehadap lingkunganya atau area visual di dalamnya terdapat di mana dilihat.

2. Orientasi

Arah relatif suatu bentuk terhadap bidang dasar, titik batas area, bentuk-bentuk lain, atau terhadap orang yang melihat bentuk-bentuk tersebut.

3. Inersia Visual

Derajat konsentrasi dan stabilitas suantu bentuk. Inersia visual suatu bentuk tergantung pada giometrinya, dan juga orientasi relatif terhadap bidang dasar, gaya tarik gravitasi, dan garis padangan kita.

(62)
(63)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Istilah bentuk dalam arsitektur dirangkai dengan kata bangunan, menjadi istilah “bentuk bangunan”. Bentuk bangunan disertai dengan pengertian ilusinya,

secara lahirlah mengungkapkan maksud dan tujuan bangunan. Bentuk sendiri merupakan unit yang mempunyai unsur garis, lapisan, volume, tekstur dan warna. Kombinasi keseluruhan unsur ini menghasilkan suatu exsprsi. Unit-unit tersebut dapat berdiri sendiri secara keseluruhan atau merupakan bagian dari bagian yang lebih besar. Jika suatu bentuk arsitektur sudah sedemikian rumit, perlu diadakan pengelompokan, sehingga organisasi bentuk dapat dimengerti secara keseluruhan (Christian Norberg dalam Hendraningsih, 1985).

Bentuk dalam arsitektur adalah suatu unsur yang tertuju langsung pada mata. Dan benda (yang memiliki bentuk tertentu) merupakan suatu unsur yang tertuju pada jiwa dan akal budi manusia. Benda dan ukurannya saling bekerja sama untuk menghasilkan nilai-nilai dan emosi. Dari sini diketahui bahwa bentuk pada suatu karya arsitektur dapat menyapaikan arti kepada yang terlibat secara visual, yaitu pengamat/ masyarakat. Selain itu bentuk juga merupakan ungkapan dari berbagai kekuatan yang mewakilkan arsitek sebagai pewujud karya (Ariko Ratnatami, 2005).

(64)

kekayaan, gaya, dan ragam bangunan yang sangat menarik untuk dikaji lebih jauh dari aspek bentuk arsitekturnya.

Kota Bukittinggi adalah kota terbesar kedua di Propinsi Sumatera Barat, Indonesia. Kota ini pernah menjadi ibu kota Indonesia pada masa Pemerintahan darurat Republik Indonesia. Kota ini juga pernah menjadi ibu kota Provinsi Sumatera dan Povinsi Sumatera tengah. Bukittinggi pada zaman kolonial Belanda disebut dengan Fort de Kock dan dahulunya dijuluki sebagai London Van Andalas karena adanya Jam Gadang yang mesin jam tersebut sama dengan mesin jam Big Ben di London.

Jam Gadang, yaitu sebuah menara jam yang terletak di jantung kota sekaligus menjadi simbol bagi kota yang berada di tepi Ngarai Sianok. Bentuk atap Jam Gadang telah mengalami tiga kali penyesuaian dari waktu ke waktu. Pada jaman Belanda, atapnya berbentuk bulat dengan patung ayam jantan di atasnya. Pada waktu Jepang berkuasa di tanah air, mereka mengganti bentuk atapnya seperti atap klenteng. Kemudian setelah kemerdekaan diproklamirkan, bentuk atapnya diubah menjadi bergonjong empat seperti atap rumah adat Minangkabau dan bermotifkan pucuk rebung.

Dilihat dari bentuk Jam Gadang sangat menarik untuk di kaji karena telah melewati sejarah yang sangat panjang yaitu dari masa penjajahan belanda sampai era kemerdekaan seperti saat ini, sehingga bentuk Jam gadang ini memiliki karakter sendiri.

(65)

1.2. Rumusan Masalah

Dilihat dari latar belakang yang ada, maka rumusan permasalahan pada penelitian ini dapat dijawab dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut,

1. Apa faktor faktor yang mengwujudkan bentuk Jam Gadang?

2. Bagaimana bentuk jam gadang dilihat dari unsur unsur bentuk Arsitektur? 3. Bagaimana proses perubahan bentuk tampak yang terjadi pada Jam

Gadang dan seperti apa bentuk awal tampak bangunan ? 1.3.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji apa yang mempengaruhi bentuk Jam Gadang dan untuk untuk mengkaji bentuk Jam gadang dari aspek Arsitektural.

1.4. Manfaant Penelitian

Bagi perkembangan ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini diharapkap dapat menambah pengetahuan mengenai bentuk arsitektur Jam Gadang.

(66)

1.5.Kerangka Berfikir

LATAR BELAKANG

Dilihat dari bentuk Jam Gadang sangat menarik untuk di kaji karena telah

melewati sejarah yang sangat panjang yaitu dari masa penjajahan belanda sampai

era kemerdekaan seperti saat ini, sehingga bentuk Jam gadang ini memiliki karakter

sendiri.

RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang mempengaruhi betuk Jam Gadang?

2. Bagaimana bentuk jam gadang dilihat dari unsur unsur bentuk Arsitektur?

3. Sejauh mana proses perubahan bentuk tampak yang terjadi pada Jam

Gadang dan seperti apa bentuk awal tampak bangunan ?

TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari

penelitian ini adalah untuk

mengkaji apa yang

mempengaruhi bentuk Jam

Gadang dan untuk mengkaji

unsur –unsur bentuk Arsitektur

pada bentuk Jam Gadang.

MANFAAT PENELITIAN

Bagi perkembangan ilmu

pengetahuan, hasil penelitian ini

diharapkap dapat menambah pengetahuan

mengenai bentuk arsitektur Jam Gadang

STUDI LITERATUR

1. Menjelaskan pengaruh bentuk Jam Gadang

2. Menjelaskan unsur-unsur bentuk Arsitektur pada Jam Gadang

(67)

Abstrak

Perjalanan sejarah yang telah dilalui Kota Bukittinggi mulai dari periode penjajahan, sampai era kemerdekaan, menyebabkan Kota Bukittinggi memiliki kekayaan, gaya, dan ragam bangunan yang sangat menarik untuk dikaji lebih jauh dari aspek bentuk arsitekturnya. Jam Gadang, yaitu sebuah menara jam yang terletak di jantung kota sekaligus menjadi simbol bagi kota yang berada di tepi Ngarai Sianok. Bentuk atap Jam Gadang telah mengalami tiga kali penyesuaian dari waktu ke waktu. Dilihat dari bentuk Jam Gadang sangat menarik untuk di kaji karena telah melewati sejarah yang sangat panjang yaitu dari masa penjajahan belanda sampai era kemerdekaan seperti saat ini, sehingga bentuk Jam gadang ini memiliki karakter sendiri. Penelitian ini mengunakan jenis penelitian kualitatif untuk menganalisa bentuk arsitektur Jasm gadang dan yang mempengaruhi bentuk Jam Gadang. Dari hasil penelitian didapat bahwa bangunan jam gadang terbentuk dari fungsi bangunan ini sendiri, yaitu sebagai bangunan penopang Jam dan bagian atap bangunan ini dijadikan simbol kekuasan karena setiap pergantian kekuasaan bagian puncak atau atap diganti dengan gaya Arsitektur yang menguasai di daerah tersebut.

(68)

Abstract

The journey of history that Kota Bukittinggi has passed starting from colonial period, until the era of independence, causing Bukittinggi has wealth, style, and various buildings that are really interesting to study further from the architectural aspects. Jam Gadang is a clock tower that located in the heart of the city as well as a symbol for the city that located on the edge of the Ngarai Sianok. The roof shape of Jam Gadang has undergone three times modification from time to time. Judging from the form of Jam Gadang is really interesting to study because it has gone through a very long history, from the colonial times to independence era like today, that make the form of Jam Gadang has its own character. This research used qualitative research to analyze the architectural form of Jam Gadang and things that affect the form of Jam Gadang. The conclusion of this research is that the Jam Gadang formed from the function of the building itself, that is as a cantilever for the clock and the roof part of the building is symbolized of reign because any change of reign, the top or roof replaced with the architectural styles of the controls in the area.

Keyword : Form, Jam Gadang, Bukittinggi

(69)

KAJIAN BENTUK JAM GADANG DI BUKITTINGGI

SKRIPSI

OLEH

ERDINAL AGUNG

110406020

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(70)

KAJIAN BENTUK JAM GADANG DI BUKITTINGGI

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur

Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

ERDINAL AGUNG 110406020

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(71)

PERNYATAAN

KAJIAN BENTUK JAM GADANG DI BUKITTINGGI

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2016 Penulis

(72)

Judul Skripsi : Kajian Bentuk Jam Gadang di Bukittinggi Nama Mahasiswa : Erdinal Agung

Nomor Pokok : 110406020 Departemen : Arsitektur

Menyetujui Dosen Pembimbing,

(Dr. Wahyu Utami, ST,MT.)

Koordinator Skripsi, Ketua Program Studi,

(Dr. Wahyu Utami, ST,MT.) (Ir. N. Vinky Rahman, M.T.)

Tanggal Lulus : 08 Januari 2016

(73)

Telah diuji pada

Tanggal : 08 Januari 2016

Panitia Penguji Skripsi

(74)

KATA PENGANTAR

Penulis bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya dimampukan untuk menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Arsitektur di Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

Penulis juga ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Wahyu Utami, ST,MT. selaku Dosen Pembimbing yang telah

membantu memberikan petunjuk dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini. 2. Bapak Ir. Samsul Bahri, M.T dan Bapak Imam Faisal Pane, S.T, M.T, selaku

Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran nya dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak Ir. N. Vinky Rahman, M.T, selaku Ketua Departemen Arsitektur dan

Bapak Ir. Rudolf Sitorus, M.LA, selaku Sekretaris Departemen Arsitektur,Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak dan Ibu dosen staff pengajar Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik,

Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Ridwan selaku ketua Dinas Kebudayaan dan Pariwisata yang telah

meluangkan waktunya kepada penulis dalam melakukan penelitian guna mendapatkan data yang diperlukan untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Kedua orang tua saya Bapak Makmur dan Ibu Erna Wati dan abang-abang saya

Isyad, Syaiful Auri, Eka yang telah memberikan semangat, dorongan, dan

Gambar

Tabel 2.4.1. Variabel
Gambar 3.4.1. Letak Jam Gadang
Gambar 4.1.1. Pasar Bukit nan tinggi (Sumber: http://media-kitlv.)
Gambar 4.1.2. Jam Gadang pada masa Pemerintahan Belanda (Sumber: http://media-kitlv.)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bentuk muka bumi yang menjadi tempat tinggal manusia akan memberikan beberapa kemungkinan sebagai penunjang kehidupan yang terdapat di suatu wilayah. Maka bumi memiliki bentuk

(Korupsi memiliki sejarah panjang di Indonesia, Cina, India, Korea Selatan, Thailand, dan negara-negara lain di Asia. Suatu prevalensi tersebut dan ketekunan, salah

Pada perlakuan bagian bawah lereng berbeda tidak nyata dengan perlakuan bagian atas lereng, namun demikian terjadi penambahan konsentrasi sebesar 33,7%, dengan

kurikulum 2013 mampu memberikan bentuk nyata terkait pembelajaranpembelajaran di dalamnya karena ada kemungkinan guru masih kebingungan dalam memberikan pembelajaran

a. Bagian terlebar terletak di tengah-tengah helaian. Bentuk daun yang demikian dapat di jumpai pada teratai. 2).Perisai, pada bentuk perisai tangkai daun terdapat pada

Dapat dikatakan bahwa Body Shaming adalah tindakan ataupun perilaku seseorang dalam memberikan komentar atau pendapat terhadap bentuk tubuh orang lain yang berakibat

Orkes Dang- dut Parodi Senggol Tromol merupakan kelompok musik yang memiliki bentuk musik campuran, dimana disalamnya ter- dapat komposisi antara vokal dan instru- men

Salah satu bentuk tulisan Arab jenis Raihani yang ditemukan di kendaraan adalah seperti tulisan Arab yang terdapat pada kaca belakang mobil Daihatsu warna silver dengan