Pedoman Wawancara (Interview Guide)
Pedoman wawancara ditujukan kepada Informan kunci, informan utama,
dan informan tambahan untuk mendapatkan informasi mengenai penelitian yang
akan dilakukan di lapangan. Pedoman wawancara juga untuk mempermudah dan
mengarahkan peneliti dalam mendapatkan data yang sistematis maka akan
digunakan pedoman wawancara sesuai focus penelitian.
a. Informan Pangkal
Yang menjadi informan pangkal adalah kepala desa di Desa Namo
Bintang, untuk memperoleh informasi tentang sejarah desa dan data-data
sekunder tentang desa Namo Bintang seperti komposisi penduduk, sarana
dan prasarana, sistem mata pencaharian penduduk, dan lain-lain.
Pedoman wawancara :
Bagaimana sejarah terbentuknya Desa Namo Bintang ini ?
b. Informan Kunci
Yang menjadi informan kunci adalah 5 Ibu tunggal yang merasakan
dampak dari menjadi Ibu tunggal pasca meninggal suami , untuk memperoleh
informasi tentang kehidupan Ibu sebagai orang tua tunggal, bagaimana
strategi yang dapat mereka lakukan agar dapat tetap memenuhi kebutuhan
keluarga dan untuk memperoleh informasi tentang kondisi sosial ekonomi Ibu
tunggal sebelum dan sesudah melakukan strategi tersebut.
Pedoman wawancara : Nama :
Usia :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Hari/Tanggal wawancara :
Waktu :
Lokasi wawancara :
1. Sudah berapa lama suami Ibu meninggal?
2. Saat ini Ibu tinggal bersama siapa?
3. Apa jenis pekerjaan yang Ibu lakukan untuk memenuhi kebutuhan
hidup keluarga Ibu
4. Mengapa Ibu memilih pekerjaan tersebut
5. Berapa pendapatan yang diperoleh dalam per hari, per minggu, per
bulan yang Ibu terima dari pekerjaan tersebut?
6. Bagaimana menurut Ibu terhadap pendapatan yang Ibu terima dari
pekerjaan tersebut?
7. Apa saja kebutuhan yang diperlukan untuk kebutuhan keluarga Ibu
sehari-hari?
8. Berapa besarnya biaya yang Ibu keluarkan dalam per hari, per minggu,
atau per bulannya?
9. Apakah pendapatan yang Ibu terima dari hasil pekerjaan itu dapat
mencukupi kebutuhan-kebutuhan keluarga Ibu? apakah ada anak atau
saudara yang membantu perekonomian?
10. Apakah Ibu punya pekerjaan sampingan? Jika iya apa pekerjaan
11. Mengapa Ibu memilih pekerjaan tersebut sebagai pekerjaan sampingan
Ibu?
12. Berapa penghasilah yang diterima dari pekerjaan sampingan tersebut?
13. Apa kesulitan-kesulitan yang Ibu hadapi dalam pekerjaan Ibu?
14. Bagaimana cara yang Ibu lakukan untuk mencukupi kebutuhan Ibu?
15. Mengapa Ibu memilih melakukan cara-cara tersebut dalam
mempertahankan kelangsungan hidup keluarga Ibu?
16. Bagaimana Ibu membagi waktu terhadap usaha-usaha yang Ibu
lakukan?
17. Bagaimana kondisi ekonomi keluarga setelah melakukan strategi
tersebut?
18. Apakah hasil dari strategi tersebut dapat meningkatkan atau hanya
mencukupi kebutuhan sehari-hari?
19. Jika Ibu mengalami kesulitan keuangan, kemanakah biasanya anda
mencari pinjaman?
20. Apakah ada tabungan keluarga?
c. Informan Tambahan
Yang menjadi informan tambahan adalah anak, kerabat dan tetangga dari
Ibu tunggal. Tujuannya untuk memperoleh informasi tentang tanggapan
mereka terhadap cara-cara apa saja yang dilakukan oleh Ibu sebagai orang
tua tunggal dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Hubungan dengan Informan :
Tanggal wawancara :
Waktu :
Lokasi wawancara :
Alamat :
1. Bagaimana hubungan anda Ibu X?
2. Sejauh mana anda mengenal Ibu X?
3. Berdasarkan pengetahuan anda, bagaimana kehidupan rumah tangga Ibu
X setelah ditinggal mati suaminya?
4. Bagaimana anda melihat diri Ibu X sebagai ibu rumah tangga yang
sekaligus sebagai kepala keluarga setelah ditinggal suami?
5.Sepengetahuan anda, apa saja masalah yang dialami Ibu X sebagai orang
tua tunggal setelah suaminya meninggal?
6. Apakah Ibu X sering meminta bantuan orang lain untuk membantu
menyelesaikanmasalah yang tengah dihadapinya?
7. Bagaimana hubungan orang di sekitar dengan Ibu X?
8. Apakah mereka peduli atau perhatian dengan Ibu X?
9. Pernahkah mereka membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi Ibu
X?
11. Dari mana saja bantuan-bantuan atau dukungan sosial yang diterima
Ibu X?
12. Apakah orang-orang di sekitar selalu bersedia untuk mendengarkan
cerita ataupun keluh kesah Ibu X?
13. Bagaimana sikap mereka ketika dimintai tolong oleh Ibu X?
14. Bagaimana hubungan Ibu X dengan lingkungan sosialnya?
15. Apakah Ibu X mengikuti berbagai kegiatan sosial yang ada di
lingkungan seperti arisan dan pengajian?
Pedoman wawancara terhadap anak dari Informan kunci:
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Tanggal wawancara :
Waktu :
Lokasi wawancara :
Alamat :
1. Bagaimanakah tanggapan anda ketika Ibu anda menjadi kepala keluarga
dan orang tua tunggal?
2. Menurut anda Ibu anda orang yang seperti apa?
3. Bagaimana perekonomian keluarga setelah ketiadaan ayah?
4. Apakah anda bekerja untuk membantu ekonomi keluarga ?
5. Pekerjaan apa yang anda lakukan ?
7. Berapa pendapatan yang diperoleh dalam per hari, per minggu, per
bulan yang anda terima dari pekerjaan tersebut?
8. Apakah pendapatan yang anda terima dari hasil pekerjaan itu dapat
membantu memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga?
9. Bagaimana hubungan keluarga dengan masyarakat setelah ketiadaan
DAFTAR PUSTAKA
Abdulsyani . 1994. Sosiologi:skematika, teori dan terapan. Jakarta : Bumi Aksara
Ahmadi, A. 2007. Psikologi Sosial, Edisi Revisi. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Friedman, M. 1998. Keperawatan Keluarga, teori dan praktek. Jakarta: EGC
Goode ,William J. 1991. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Bumi Aksara
Harmoko. 2012. Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Horton, P.B. Hunt, C.L. 1992. Sosiologi, alih bahasa : Amiruddin Ram. Jakarta:
Erlangga
Hurlock. 1999. Psikologi Perkembangan Sebagai Suatu Pendekatan sepanjang
Rentang Kehidupan.Edisi kelima. Terjemahan Bahasa Indonesia oleh Istiwidianti,dkk. Jakarta: Erlangga
Khairudin, H. 1997. Sosiologi Keluarga. Yogyakarta: Nurcahaya
Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Mukono, H. J. 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya: Airlangga
University Press
Narwoko, J. Dwi. Bagong Suyanto. 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan.
Jakarta: Kencana
Santrock, John W. 2007. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga
Sastra, S. Marlina, E. 2005. Perencanaan dan Pengembangan Perumahan.
Yogyakarta : Penerbit Andi.
Soerjono Soekanto. 2004. Sosiologi Keluarga. Jakarta : Rhineka Cipta
Suhendi, Hendi. 2001. Pengantar Studi Sosiologi Keluarga. Bandung: Pustaka
Sumardi, M. 2004. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok. Rajawali: Jakarta
Suyanto. B. Sutinah. 2005. Metode Penelitian Sosial : Berbagai Pendekatan Alternatif Pendekatan. Jakarta : Kencana.
Wibhawa, Budhi, dkk. 2010. Dasar-Dasar Pekerjaan Sosial. Bandung: Widya
Padjajaran
Sumber Lain
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial
Undang-Undang No 36 Tahun 2009 Pasal 1 Tentang Kesehatan
Sumber Online
(http://www.data-statistik-indonesia.com diakses pada 17 November 2015 pukul
15.00 WIB).
(http://www.pekka.or.id/data-perempuan-kepala-keluarga diakses pada 14
November 2015 pukul 13.00 WIB ).
(http://www.bps.go.id/data-single -parent/ 2012 diakses pada 20 November 2015
pukul 17.00 WIB).
(http://www.psychologymania.com, diakses pada 14 November 2015 pukul 18.00
WIB )
Suhartono,Edi.2007.Copingstrategies.http://www.policy.hu/suharto/modula/maki
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu suatu penelitian yang
dilakukan dengan tujuan untuk menggambarkan, mendeskripsikan objek dan
fenomena yang diteliti. Termasuk didalamnya bagaimana unsur-unsur yang ada
dalam variabel penelitian itu berinteraksi satu sama lain dan apa pula produk
interaksi yang berlangsung(Siagian, 2011:52).
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman
yang berdasarkan pada pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial
dan masalah manusia. Penelitian membuat suatu gambaran kompleks, meneliti
kata-kata, leporan terperinci dari pandangan informan dan melakukan studi pada
situasi yang alami (Creswel, 2008:15). Melalui penelitian ini penulis ingin
menggambarkan strategi Ibu sebagai orang tua tunggal terhadap pemenuhan
kebutuhan keluarga di Desa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten
Deli Serdang.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu
Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Lokasi tersebut dipilih dengan
pertimbangan karena peneliti melihat fenomena Ibu sebagai orang tua tunggal
dikaji lebih dalam karena peran sebagai orang tua tunggal bukanlah hal yang
mudah untuk dijalankan peneliti tertarik untuk mengkaji lebih jauh bagaimana cara individu mengatasi permasalahan sosial ekonomi yang muncul semenjak
suaminya meninggal ketika dihadapkan dengan tuntutan memenuhi kebutuhan hidup keluarga atau membiayai sekolah anak-anak mereka. Alasan ini juga yang membuat peneliti memutuskan untuk lebih memfokuskannya lagi pada Ibu tunggal yang masih memiliki tanggungan anak yang masih sekolah karena dalam kondisi seperti tutuntutan ekonomi menjadi lebih tinggi dibandingkan pada Ibu
tunggal yang tidak memiliki anak yang masih sekolah. Sedangkan pertimbangan lain yaitu lokasi tersebut relatif mudah terjangkau, ditinjau dari segi waktu dan
biaya, sehingga prosedur ijin penelitian, pengambilan data akan memperoleh
kemudahan. Disamping itu belum pernah diadakan penelitian yang serupa di Desa
Namo Bintang.
3.3 Informan Penelitian
Pada penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi
dari hasil penelitian. Pada penelitian kualitatif tidak dikenal adanya populasi dan
sampel. Subjek penelitian pada penelitian kualitatif disebut informan. Informan
adalah orang-orang yang dipilih untuk diobservasi dan diwawancarai sesuai
dengan tujuan peneliti untuk memberikan berbagai informasi yang diperlukan
selama proses penelitian (Suyanto dan Sutinah, 2005: 171-172). Orang-orang
yang dijadikan sebagai informan adalah orang-orang yang memiliki pengalaman
sesuai dengan penelitian. Adapun informan dalam penelitian ini meliputi informan
a. Informan Pangkal merupakan informan awal yang dijumpai yang
dianggap dapat membantu peneliti dalam melakukan penelitian. Informan
pangkal dalam penelitian ini adalah Kepala Desa Namo Bintang
Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang.
b. Informan kunci, yaitu orang memiliki pengetahuan yang luas tentang
masalah yang sedang diteliti. Informan kunci dalam penelitian ini adalah
orang tua tunggal wanita, jumlah informan sebanyak 5 ibu sebagai orang
tua tunggal. Peneliti menggunakan teknik pengumpulan purposive.
Menurut Burhan Bungin (2008: 53)Teknik purposive yaitu teknik
mendapat sampel dengan memilih informan kunci yang dianggap
mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat
dipercaya untuk menjadi sumber data, serta lebih tepatnya ini dilakukan
secara sengaja.
Dengan karakteristik informan:
1. Ibu sebagai kepala keluarga, berumur 30-45 tahun.
2. Ibu yang memiliki 2 orang anak atau lebih
3. Menjadi orang tua tunggal karena kematian suami.
4. Menjadi orang tua tunggal selama lebih 3 tahun.
5. Memiliki cukup waktu, bersifat terbuka
c. Informan tambahan, yaitu orang yang dapat memberikan informasi
walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang sedang
penelitian ini adalah anak, tetangga dan saudara dekat dari orang tua
tunggal.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut
1. Studi Kepustakaan
Studi pustaka yaitu sumber data yang diperoleh dari beberapa buku,
data data dan jurnal yang berhubungan dengan masalah sehingga
diperoleh kelengkapan data. Studi pustaka dilakukan dibeberapa
tempat, yaitu perpustakaan FISIP USU, perpustakaan pusat USU dan
perpustakaan lainnya yang mendukung dalam referensi yang berkaitan
dengan strategi Ibu sebagai orang tua tunggal terhadap pemenuhan
kebutuhan keluarga.
2. Studi Lapangan
Studi lapangan yaitu pengumpulan data yang diperoleh melalui
penelitian dengan turun langsung ke lokasi penelitian untuk mencari
fakta yang berkaitan dengan subjek penelitian, yakni :
a. Observasi
Sutopo (2002: 64) Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari
sumber data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi dan benda, serta
rekaman gambar. Selama penelitian berlangsung pengumpulan data juga
dilakukan oleh Ibu tunggal serta berbagai kondisi-kondisi seperti misalnya
:
a. Kondisi rumah tangga, contohnya kondisi rumah yang ditempati oleh
Ibu tunggal dan anaknya.
b. Aktivitas yang dilakukan oleh para Ibu tunggal dalam rutinitas
kehidupan sehari-hari seperti bekerja dan melakukan pekerjaan
sampingan dalam menambah pendapatan keluarga dan juga bagaimana
hubungan sosial mereka dengan masyarakat sekitarnya seperti
hubungan kekerabatan dan hubungan dengan tetangga mereka.
Pengamatan dilakukan terlibat dalam berbagai aktivitas Ibu tunggal,
khususnya kegiatan yang berhubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan oleh Ibu tunggal dalam memenuhi kebutuhan keluarga,
misalnya pergi bersama-sama ke lokasi kebun, pabrik, dan tempat
berjualan untuk melihat langsung aktivitas yang dilakukan oleh Ibu
tunggal. Teknik ini peneliti dapat menjalin hubungan baik secara lebih
cepat serta dapat menggambarkan keadaan langsung kehidupan Ibu
tunggal yang sebenarnya. Data yang diperoleh melalui pengamatan
juga sekaligus berguna untuk konfirmasi data yang akan diperoleh
nantinya melalui wawancara. Untuk membantu pengamatan peneliti
juga menggunakan kamera untuk mendokumentasikan hasil observasi
di lapangan.
b. Wawancara
Moleong (2007:186) Wawancara adalah Percakapan dengan maksud
pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang
memberikan jawaban atas pertanyaan. Wawancara mendalam yang
dilakukan dalam penelitian ini dipandu pedoman wawancara.
Wawancara mendalam yang ditujukan kepada informan pangkal untuk
memperoleh data mengenai latar belakang sejarah desa, dan data-data
penduduk. Wawancara mendalam yang ditujukan kepada informan kunci
yaitu Ibu sebagai orang tua tunggal untuk memperoleh informasi tentang :
a. Persoalan mendasar tentang kehidupan keluarga dengan Ibu sebagai
orang tua tunggal.
b. Besarnya pendapatan dan pengeluaran keluarga Ibu tunggal.
c. Kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi dalam kehidupan
sehari-hari.
d. Pengerahan, aktivitas, dan tindakan yang dilakukan oleh para Ibu
tunggal sebagai bentuk strategi dalam menyiasati tekanan ekonomi
keluarga.
e. Strategi yang mereka lakukan untuk meningkatkan atau mencukupi
kebutuhan sehari-hari.
Sedangkan wawancara mendalam yang dilakukan pada informan
tambahan dilakukan untuk review informasi dari informan kunci dan
informan utama juga untuk memperoleh tanggapan mereka atas
kondisi keluarga dengan Ibu sebagai orang tua tunggal.
3.5 Teknik Analisis Data
dari berbagai sumber data yang terkumpul, mempelajari, menelaah, menyusun
dalam satuan, yang kemudian dikategorikan pada tahap berikutnya, dan
memeriksa keabsahan data serta mendefenisikannya dengan analisis sesuai
dengan kemampuan daya peneliti untuk membuat kesimpulan peneliti (Moeleong,
2007:247)
Selain itu, data-data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis
secara kualitatif, artinya untuk analisis data tidak diperlukan model uji statistik
dengan memakai rumus-rumus tertentu, melainkan lebih ditujukan sebagai tipe
penelitian deskriptif. Kutipan hasil wawancara dan observasi sejauh mungkin
akan ditampilkan untuk mendukung analisis yang disampaikan, sehingga pada
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Singkat Desa Namo Bintang
Desa Namo Bintang adalah salah satu desa yang terletak di kecamatan
Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. Desa Namo Bintang yang ada sekarang
adalah penggabungan dari dua desa di sekitarnya, yaitu Desa Rumah
Mbacang/Ujung Jawi dan Desa Sumbringen. Pada tahun 1985 ditetapkan nama
ketiga desa ini menjadi Desa Namo Bintang dan kedua desa yang ada di
sekitarnya diubah menjadi Dusun I dan Dusun II.
Untuk dapat mengetahui asal mula bermukimnya penduduk di desa ini,
penulis menemui kesulitan dengan tidak adanya catatan tentang hal itu. Namun
diperkirakan daerah ini sudah dihuni sejak tahun 90 tahun yang lalu. Menurut
penduduk setempat, daerah Namo Bintang berupa rawa-rawa dan sawah serta
perladangan yang terlantar. Nama Namo Bintang diambil dari nama sebuah sungai
yang mengalir di pinggiran desa dan sungai tersebut mempunyai Namo, yang
mana kalau diartikan ke dalam bahasa Indonesia berarti Lubuk. Lubuk-lubuk
tersebut dijadikan tempat pemandian dan pemancingan oleh penduduk yang
berada di sekitar lubuk-lubuk tersebut. Menurut cerita orang-orang tua, di sekitar
Namo (lubuk) dapat mengeluarkan cahaya terang-benderang dikala bulan
purnama, dan inilah cikal bakal diberinya nama desa tersebut menjadi Namo
Bintang.
4.2 Letak Geografis
Desa Namo Bintang di bagian Selatan Kotamadya Medan dan bagian
yang terdiri dari 50 hektare daerah pemukiman, 35 hektare daerah pertanian
sawah, 200 hektare daerah perladangan dan 150 hektare daerah perkebunan serta
60,2 hektare untuk fasilitas umum dan lain-lain. Desa ini terdiri dari 5 (lima)
dusun, yaitu:
Dusun I : Desa Namo Bintang dan Namo Bintang Kuta
Dusun II : Desa Sumberingen dan Kloni IV
Dusun III : Desa Rumah Mbacang dan Ujung Jawi
Dusun IV : Desa Simpang Gardu dan Simpang Kongsi
Dusun V : Desa GRT Tahap I dan GRT Tahap II.
Secara administratif Desa Namo Bintang berbatasan dengan Kota Medan
di sebelah Utara, Desa Namo Simpur kecamatan Pancur Batu di sebelah Selatan,
Desa Durin Tonggal kecamtan Pancur Batu di sebelah timur dan berbatasan
dengan Desa Baru kecamatan Pancur Batu di sebelah Barat. Desa Namo Bintang
mempunyai dua iklim yaitu musim kemarau dan musin penghujan, dimana kedua
iklim tersebut dipengaruhi oleh angin laut dan angin pegunungan yang merupakan
salah satu faktor pendukung dalam kesuburan tanah.
4.3 Sturuktur Organisasi Pemerintahan
Struktur organisasi suatu hal yang harus dimiliki oleh suatu lembaga untuk
mencapai hasil kerja yang efisien dan afektif. Di samping itu sturuktur organisasi
merupakan kerangka landasan bagi pengemban tugas untuk melaksanakan
pekerjaan sesuai dengan hirarki yang ada. Struktur organisasi pada dasarnya
mengandung penetapan batas-batas wewenang dan tanggung jawab
masing-masing. Dengan demikian diharapkan adanya satu kesatuan komando dalam
Pemerintahan desa Namo Bintang sebagai suatu organisasi pemerintah
berdasarkan keputusan MENDAGRI dengan merujuk pada dua Undang-Undang
yaitu Undang-Undang No.5 Tahun 1979 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di
Desa dan Undang-Undang No .5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Desa
mempunyai struktur organisasi yang didukung oleh sejumlah bawahan, maka
dibentuk LKMD (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa) sebagai DPR-nya desa
yang mendampingi Kepala Desa dan LMD (lembaga Musyawarah Desa) sebagai
MPR-nya desa yang
bekerja sama dengan Kepala Desa dalam membuat keputusan desa.
Sedangkan untuk membantu tugas-tugas Sekretaris Desa ada 4 (empat)
orang pembantu yang disebut dengan Kaur (Kepala Urusan) yakni masing-masing
Kaur Pemerintahan, Kaur Pembangunan, Kaur Kesejahteraan Rakyat dan Kaur
Keuangan. Disamping itu struktur pemerintahan desa juga dilengkapi dengan
Lembaga Musyawarah Desa (LMD) dan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa
(LKMD).
Sarana Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa Namo Bintang yang
bertujuan untuk mengembangkan aspek-aspek kehidupan masing-masing seksi
jumahnya relatif kecil. Sarana-sarna LKMD yang sudah tersedia antara lain :
- Sarana keagamaan, dengan membentuk satu kelompok remaja mesjid yang
diberi nama Himpunan Remaja Mesjid Amal Nahdatul Namo Bintang (HIRMAN)
dan satu kelompok pemuda Gereja (PERMATA) GBKP serta Naposo Nauli
Bulung Gereja HKBP dan GKPS.
- Sarana Pemuda, dengan membentuk satu kesatuan Karang Taruna Namo
- Sarana olahraga, dengan membentuk satu kesatuan olahraga yang memanfaatkan
sarana lapangan olahraga volley dan lapangan sepak bola.
- Sarana kesehatan, dengan membangun satu unit Puskesmas pembantu serta satu
unit POSYANDU.
- Sarana organisasi sosial dengan membentuk satu kelompok anggota PKK dan
delapan anggota Dasawisma.
4.4 Sarana Umum
Seperti desa-desa lain di kecamatan Pancur Batu, sarana transportasi
dalam bentuk jalan, keseluruhannya sudah diaspal, arus hilir mudik kenderaan
sering terlihat di jalan raya, karena jalan tersebut merupakan sarana jalan yang
menghubungkan antara kecamatan Pancur Batu dengan kecamatan Deli Tua.
Jarak antara Desa Namo Bintang dengan Ibukota kecamatan Pancur Batu hanya
berkisar 1,5 km yang biasa di tempuh dengan berjalan kaki atau dengan
menggunakan beca mesin dengan ongkos lima ribu rupiah. Sarana air bersih
untuk keperluan sehari-hari dapat menggali sumur dengan kedalaman 7-8 meter,
serta dapat menggunakan fasilitas air ledeng atau PAM. Dalam hal penerangan,
sudah lama Perusahaan Listrik Negara (PLN) memasuki daerah ini. Bidang
kesehatan, di desa Namo Bintang terdapat 5 klinik. Klinik ini mempunyai satu
orang bidan yang melayani masyarakat setiap hari untuk memeriksa
kesehatannya. Apabia keadaan pasien dianggap cukup serius, bidan tersebut
merujuk pasien ke Puskesmas kecamatan di Pancur Batu yang mempunyai tenaga
medis sebanyak 6 orang. Selain klinik di desa tersebut juga terdapat satu unit Pos
memusatkan perhatianya untuk memberi penyuluhan tentang keluarga sehat dan
bahagia.
4.5 Keadaan Penduduk
Berdasarkan Sensus pendataan Daftar Keadaan Jumlah Rumah Tangga
Desa Namo Bintang tahun 2012, jumlah penduduknya sebanyak 4.550 jiwa
dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 1.107 KK. Jumlah penduduk trsebut,
terdiri dari 2.283 jiwa laki-laki dan 2.267 jiwa perempuan yang tersebar di Desa
Namo Bintang (Data Desa Namo Bintang). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
tabel berikut.
Tabel 1
Komposisi Penduduk Desa Namo Bintang Menurut Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa)
1 Laki-laki 2.283
2 Perempuan 2.267
Jumlah 4.550
Sumber : Data Desa Namo Bintang Tahun 2012
Tabel 2
Komposisi Penduduk Desa Namo Bintang Menurut Kelompok Umur
No Umur Laki-laki Perempuan Jumlah
1 0-5 182 199 381
2 6-15 403 547 950
3 16-25 582 425 1007
4 26-55 973 862 1835
5 56 ke atas 163 214 377
Dari tabel 2 di atas, tampak bahwa mayoritas penduduk Namo Bintang
berusia antara 26 tahun hingga 55 tahun sebanyak 1.835 jiwa yang terdiri dari
jumlah laki-laki 973 orang dan perempuan 862 orang. Kemudian diikuti oleh
kelompok umur 16 tahun hingga 25 tahun yang berjumlah 1007 orang. Kelompok
umur 6 – 15 tahun jumlah keseluruhannya sebanyak 950 orang. Sedangkan
kelompok umur balita antara 0–5 tahun berjumlah 381 orang. Kelompok umur
yang paling sedikit adalah kelompok umur 56 tahun ke atas yang berjumlah 377
orang. Sarana pendidikan di desa Namo Bintang hanya tersedia untuk Sekolah
Dasar yaitu Sekolah Dasar Negeri dan Sekolah Dasar Inpres. Umumnya warga
masyarakat telah tamat SD melanjutkan sekolah SMP ke ibukota kecamatan
Pancur Batu.Demikian juga halnya untuk tingkat SLTA dilanjutkan ke Pancur
Batu dimana SLTP dan SLTA telah banyak tersedia baik itu negeri maupun
swasta.
Pendidikan pada masa sekarang ini merupakan kebutuhan pokok atau
dirasakan sangat perlu. Di bawah ini disajikan data penduduk menurut
pendidikan.
Tabel 3
Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah
1 Tidak pernah sekolah 799
2 Belum sekolah 790
3 TK 409
4 Tidak Tamat SD 442
6 Tamat SLTP 401
7 Tamat SLTA 356
8 Kursus/ keterampilan 285
9 Diploma 216
10 Sarjana 30
Jumlah 4550
Sumber : Data Desa Namo Bintang
Dari tabel 3 di atas, dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk yang
tamat sekolah SLTA sangat besar jumlahnya yaitu sebanyak 799 orang, hal ini
sudah dapat dikatakan baik. Kemudian penduduk yang tamat SLTP berjumlah 790
orang disusul penduduk yang tamat SD sebanyak 822 orang. Penduduk yang tidak
pernah sekolah berjumlah 285 orang, penduduk yang belum sekolah sebanyak 356
orang, sedangkan TK sebanyak 30 orang dan kursus/keterampilan sebanyak 401
orang. Penduduk yang setelah tamat SLTA yang melanjutkan ke Perguruan
Tinggi Akademi berjumlah 442 orang. Penduduk yang telah berhasil dari
perguruan tinggi sebanyak 216 orang.
Berdasarkan Agamanya mayoritas penduduk desa Namo Bintang beragama Islam,
yaitu 2452 orang. Di bawah ini disajikan data penduduk desa Namo Bintang
[image:30.595.113.509.84.249.2] [image:30.595.111.512.639.745.2]menurut agama.
Tabel 4
Komposisi Penduduk Menurut Agama
No Agama Jumlah(Jiwa)
1 Islam 2452
2 Protestan 469
4 Hindu 16
5 Budha 0
Jumlah 4550
Sumber : Data Desa Namo Bintang
Dari tabel di atas, tampak bahwa mayoritas penduduk desa namo bintang
menganut agama islam sejumlah 2452 orang, kemudian diikuti penganut agama
Khatolik sebanyak 1613 orang. Penganut agama Kristen Protestan sebanyak 469
orang. Sementara itu penganut agama Hindu sebanyak 16 orang dan penganut
agama Budha tidak ada. Tempat ibadah berupa Mesjid, dan Gereja cukup tersedia
kecuali untuk Vihara dan Pura belum ada di desa Namo Bintang. Dengan
perincian yaitu 4 buah Mesjid dan 9 buah Gereja.
Jenis mata pencaharian penduduk desa Namo Bintang beragam. Di bawah
[image:31.595.113.510.86.165.2] [image:31.595.113.511.479.739.2]ini disajikan data tentang jenis mata pencaharian penduduk.
Tabel 5
Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian
No Mata Pencaharian Jumlah(KK)
1 PNS/ABRI/TNI/POLRI 65
2 Pegawai Swasta 143
3 Pemungut Barang Bekas 241
4 Bertani 256
5 Pedagang 67
6 Jasa 84
7 Pensiunan 62
8 Buruh 87
Dari tabel 5 tampak bahwa mayoritas penduduk Namo Bintang bekerja
sebagai petani, yaitu sejumlah 256 KK, kemudian diikuti oleh Pemungut barang
bekas sejumlah 241 KK.pegawai swasta sebanyak 143 KK, buruh sebanyak 87
KK. Jasa misalnya supir, kondektur dan lain sebagainya berjumlah 84 KK,
pedagang berjumlah 67 KK, PNS/ABRI/TNI/POLRI berjumlah 65 KK sedangkan
pensiunan sebanyak 62 KK. Berdasarkan suku bangsa, data kepedudukan yang
[image:32.595.111.511.317.560.2]mendiami desa Namo Bintang sebagai berikut.
Tabel 6
Komposisi Penduduk Menurut Suku Bangsa
No Suku Bangsa Jumlah(jiwa)
1 Jawa 1137
2 Batak Karo 910
3 Batak Toba 489
4 Batak Simalungun 419
5 Nias 85
6 Melayu 283
7 Lain-lain 1227
Jumlah 4550
Sumber : Data Desa Namo Bintang
4.6 Deskripsi Kepala Keluarga Perempuan di Desa Namo Bintang
Suatu keluarga membutuhkan adanya seorang kepala keluarga. Dalam
masyarakat Indonesia yang menjadi kepala keluarga adalah suami, namun apabila
suami meninggal, bercerai atau berpisah, seorang istri secara otomatis menjadi
kepala keluarga. Jumlah kepala keluarga menurut jenis kelamin di Desa Namo
kepala keluarga perempuan berjumlah 256 jiwa. Dengan komposisi kepala
[image:33.595.111.513.209.373.2]keluarga perempuan sebagai berikut:
Tabel 7
Komposisi Kepala Keluarga Perempuan di Desa Namo Bintang Menurut Kelompok Umur
No Umur Jumlah
1 30-40 52
2 40-50 90
3 50-60 65
5 60 ke atas 49
Jumlah 256
Sumber : Data Desa Namo Bintang
Jumlah kepala keluarga perempuan di Desa Namo Bintang menurut umur
data individu tahun 2012 tercatat 256 jiwa. Penduduk usia 30-40 tahun sebanyak
52 jiwa, penduduk usia 40-50 tahun sebanyak 90 jiwa, penduduk usia 50-60
sebanyak 65 jiwa dan penduduk usia 60 keatas sebanyak 49 jiwa. Dari data diatas
dapat diketahui bahwa kepala keluarga perempuan sebagian besar merupakan
golongan usia produktif.
Jenis mata pencaharian kepala keluarga perempuan Desa Namo Bintang
beragam. Di bawah ini disajikan data tentang jenis mata pencaharian penduduk.
Tabel 8
Komposisi Kepala Keluarga Perempuan Menurut Mata Pencaharian
No Mata Pencaharian Jumlah(KK)
2 Pegawai Pemerintah 20
[image:33.595.113.508.654.733.2]4 Bertani 70
5 Pedagang 37
6 Pensiunan 30
7 Usaha sendiri 28
8 Tidak bekerja 30
Jumlah 256
Sumber : Data Desa Namo Bintang
Dari 356 jiwa kepala keluarga perempuan memiliki mata pencaharian yang
sangat beragam. Secara rinci mata pencaharian kepala keluarga perempuan adalah
pegawai pemerintah sebanyak 20 jiwa, bertani sebanyak 70 jiwa , pedagang
sebanyak 37 jiwa, pensiunan sebanyak 30 jiwa, usaha sendiri sebanyak 28 jiwa
dan tidak bekerja sebanyak 30 jiwa.
Pendidikan salah satu kebutuhan dari sekian kebutuhan yang harus
dipenuhi karena pada dasarnya pendidikan adalah usaha manusia untuk
meningkatkan kemampuan, kecerdasan atau keterampilan untuk menuju
masyarakat yang mandiri. Tingkat pendidikan pada kepala keluarga perempuan
[image:34.595.112.511.82.248.2]dapat dilihat dari tabel berikut ini :
Tabel 9
Komposisi Kepala Keluarga Perempuan Menurut Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah
1 Tidak pernah sekolah 8
4 Tidak Tamat SD 20
5 Tamat SD 50
6 Tamat SLTP 75
8 Kursus/ keterampilan 12
9 Diploma 27
10 Sarjana 10
Jumlah 256
Sumber : Data Desa Namo Bintang
Tingkat Pendidikan kepala keluarga perempuan sangat beragam mulai dari
tidak pernah sekolah sebanyak 8 jiwa, tidak tamat SD sebanyak 20 jiwa, tamat SD
sebanyak 50 jiwa,tamat SLTP sebanyak 75 jiwa, tamat SMA sebanyak 54 jiwa,
tamat Diploma sebanyak 27 jiwa, sedang yang telah menempuh tamat perguruan
tinggi sebanyak 10 jiwa. Jumlah yang paling mendominasi adalah kepala keluarga
perempuan dengan pendidikan telah tamat SLTP.
Ada banyak hal yang menyebabkan perempuan menjadi kepala keluarga
perempuan. Latar belakang pada kepala keluarga perempuan di Desa Namo
Bintang adalah karena belum menikah sebanyak 24 jiwa, suami meninggal
sebanyak 152 jiwa, sedangkan karena adanya perceraian sebanyak 80 jiwa.
[image:35.595.111.512.85.191.2]Sehingga sebagian besar Ibu tunggal adalah karena meninggalnya suami.
Tabel 10
Komposisi Kepala Keluarga Perempuan Menurut Latar Belakang
No Latar Belakang Jumlah
1 Belum Pernah Menikah 24
4 Meninggal Dunia 151
5 Bercerai 80
Jumlah 256
BAB V
ANALISIS DATA
5.1 Pengantar
Melalui hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dilapangan
yaitu melakukan teknik wawancara secara mendalam dan observasi partisipatif
dengan informan, peneliti berhasil mengumpulkan informasi mengenai strategi
orang tua tunggal terhadap pemenuhan kebutuhan keluarga( studi kasus Ibu
sebagai orang tua tunggal di Desa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu
Kabupaten Deli Serdang). Pengumpulan data ini dilakukan melalui beberapa
tahapan yaitu :
1. Studi kepustakaan (library research) yaitu pengumpulan data atau informasi menyangkut masalah yang diteliti dengan mempelajari dan
menelaah buku serta tulisan yang ada kaitannya terhadap masalah yang
diteliti.
2. Peneliti melakukan observasi untuk memperoleh gambaran tentang kondisi fisik dan sosial lokasi penelitian dan selanjutnya untuk menggali
informasi tentang strategi Ibu sebagai orang tua tunggal terhadap
pemenuhan kebutuhan keluarga di Desa Namo Bintang Kecamatan Pancur
Batu Kabupaten Deli Serdang.
3. Melakukan wawancara terhadap informan pangkal, informan kunci dan informan tambahan untuk mengetahui strategi Ibu sebagai orang tua
5.2 Hasil Temuan Informan Penelitian 1
Informan penelitian 1 yaitu Ibu Dahliana , berumur 43 tahun, informan
sudah menjadi orang tua tunggal selama 4 tahun. Pendidikan formal Ibu Dahliana
sampai pada jenjang SMA , tanggungan keluarga yang dimiliki adalah 2 orang
anak, anak pertama bernama Dina duduk di kelas 7 SMP dan anak kedua yang
bernama Adit masih duduk di kelas 3 SD. Dilihat dari sisi ekonomi keluarga,
keluarga subjek dapat digolongkan keluarga yang miskin, hal ini dapat dilihat dari
rumah yang ditempati masih tergolong sederhana, Luas rumah 5m x 12m
walaupun bangunan rumah sudah ditembok namun dinding tembok masih berupa
susunan batu bata dan belum di lapisi semen dan hanya terdapat satu kamar tidur
saja serta masih beralaskan lantai degan semen biasa. Kemiskinan yang dialami
keluarga informan 1 dikarenakan pekerjaannya hanya sebagai petani kecil, Ibu
Dahliana tidak memiliki lahan untuk bertani tetapi Ibu Dahliana menyewa sawah
untuk ditanami. sawah yang Ibu Dahliana sewa dengan 1 juta rupiah per tahunnya
ditanami pohon pisang, pohon pisang tersebut setiap hari diambil daunnya untuk
dijual kepada pedagang-pedangan makanan seperti warung lontong disekitar
rumah dan juga ke pasar pada pagi hari. Selain dari hasil menjual daun pisang Ibu
Dahliana juga menanam tanaman yang dapat dijual setiap hari seperti kangkung,
kangkung dapat dipanen setiap harinya untuk dijual ke pasar pada pagi hari.
Pagi hari Ibu Dahliana berjualan ke pasar, barang dagangannya adalah
lengkuas, daun pisang dan kangkung. Ibu Dahliana juga mencari barang dagangan
dari hasil ladang milik tetangga seperti lengkuas , serai, dan daun singkong. Ibu
Dahliana percaya pada Ibu Dahliana untuk diambil hasil ladangnya . Hal ini
sesuai dengan penuturan salah satu tetangga Ibu Dahliana sebagai berikut :
“ Biasanya Ibu Dahliana ambil apa aja yang bisa dia jual dari ladang
saya atau ladang tetangga sini, ada daun ubi, lengkuas, sere dan gori. Supaya ada aja barang dagangannya pagi ke pajak. Saya sih ngasih aja berapa dia bayar saya terima gak saya patok harganya.”(Erliana,42th)
Pendapatan yang didapat oleh Ibu Dahliana tergolong rendah. Hasil dari
berjualan ke pasar pada pagi hari tersebut sekitar Rp. 40.000 setiap harinya.
Pendapatan tersebut bisa saja menurun jika kualitas tanaman subjek menurun atau
ketika harga pertanian sedang turun. Pendapatan yang kecil dan tidak menentu
membuat informan sulit dalam memenuhi semua kebutuhan keluarga karena
untuk memenuhi semua kebutuhan keluarga diperlukan biaya sekitar
Rp.1.500.000 perbulan. Hal ini terungkap dari pernyatan informan yang
mengatakan :
“Kalau cuma mengandalkan pendapatan dari hasil usaha bertani jelas
tidak cukup untuk memenuhi semua kebutuhan keluarga karena selama satu bulan paling tidak pengeluaran keluarga saya sekitar 1,5 juta rupiah” (Dahliana, 43th).
a. Strategi Aktif informan 1
Pendapatan informan 1 yang tergolong rendah tidak sebanding dengan
biaya kebutuhan keluarga yang sangat tinggi sehingga diperlukan strategi untuk
memenuhi kebutuhan pokok keluarga agar tetap bisa bertahan hidup. Informan
menerapkan strategi aktif untuk menambah pendapatan keluarga, yaitu dengan
keluarga, informan 1 malakukan beberapa pekerjaan sampingan antara lain
dengan menjadi buruh tani. Hal ini terungkap dari pengakuan informan yang
mengatakan:
“usaha yang saya lakukan untuk menambah penghasilan menjadi buruh
tani, kalau ada yang membutuhkan bantuan tenaga saya diminta untuk membantu, kalau seperti sekarang ini saya paling bekerja membersihkan ladang orang.” (Dahliana, 43 th).
Pendapatan yang diperoleh Selain dari pekerjaan berjualan di pasar pada
pagi hari adalah informan juga bekerja sebagai buruh tani yang bekerja sebagai
penebar pupuk dan membersihkan ladang jagung ataupun membersihkan sawah
orang. Pendapatan yang diterima dari pekerjaan menjadi buruh tani bervariasi dan
tidak menentu karena tidak setiap hari ada pekerjaan. Hal ini terungkap dari
pernyataan informan yang mengatakan:
“Penghasilan buruh tani tidak menentu dan berbeda-beda, paling tinggi
ada yang ngasih 50 ribuan tapikan kerja diladang orang gak ada tiap hari. Kalau ada yang butuh bantuan tenaga ya di tawari kerja tp kalo gak ada yang lagi butuh bantuan tenaga kerja ya gak kerja” (Dahliana, 43 th).
Walaupun telah melakukan berbagai pekerjaan sampingan namun
pendapatan yang diterima belum cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga
secara layak sehingga anggota keluarga lain yaitu anak pertama informan harus
rela bekerja untuk menambah penghasilan keluarga. Hal ini terungkap dari
“kalau sekarang aku kerja upahan ngambil kangkung di sawah tetangga ,
satu ikat itu Rp.150 aku biasanya dapat 100 ikat kangkung satu hari, jadi sekitar Rp.15.000 satu harinya” (Dina, 12th).
Hasil yang didapat oleh anak pertamanya tidak digunakan Ibu Dahliana
untuk memenuhi kebutuhan dapur tetapi hanya untuk menambah uang jajan
sekolah ataupun keperluan perlengkapan sekolah Dina anak pertamanya. Hal ini
terungkap dari pernyataan Ibu Dahliana yang mengatakan :
“ Dina biasanya kerja upahan ambil kangkung pulang sekolah sampai
sore hampir magrib, paling banyak dia bisa dapat Rp.15.000, itu juga kalau kangkungnya lagi bagus kalau gak ya paling Cuma dapat Rp.5000, uangnya dia pakai untuk tambahan jajan sekolah, beli pulpen atau keperluan sekolah lainnya.”(Dahliana, 43th)
Informan juga mengoptimalkan sumberdaya yang dililiki keluarga yaitu
dengan memanfaatkan pematang di sawah mereka untuk ditanami sayuran seperti
kacang panjang dan labu. Tanaman tersebut nantinya akan dikonsumsi sendiri,
seperti yang diungkapkan informan yang mengatakan:
“Saya menanam sayuran seperti cabe rawit, daun ubi, rimbang dan
kacang panjang jadi bisa untuk dikonsumsi sendiri sebagai sayur” (Dahliana, 43th).
b. Strategi Pasif Informan 1
Strategi pasif dilakukan subjek agar pendapatannya mampu untuk
memenuhi semua kebutuhan keluarga. Strategi pasif yaitu strategi bertahan hidup
dengan cara meminimalisir pengeluaran keluarga (hemat). Strategi hemat dapat
seperti kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan. Sikap
hemat dalam pemenuhan kebutuhan pangan terlihat dari budaya keluarga yang
membiasakan makan dengan lauk seadanya seperti yang di ungkapkan informan
yang mengatakan:
“kalau untuk makanan keluarga kami, makan seadanya tapi tetap tiga kali
sehari cuman lauknya sederhana ya kadang makan sama lauk tempe, tahu dan ikan asin sama kalo ikan basah gitu sekali-sekali, kalau makan daging paling pas lebaran atau kalau ada orang pesta aja.” (Dahliana, 43th).
Strategi hemat yang dilakukan dalam pemenuhan kebutuhan sandang
adalah tidak pilih-pilih merk pakaian, bagi keluarga Ibu Dahliana merk pakaian
bukanlah hal yang penting, yang terpenting bagi mereka dalam membeli pakaian
adalah harganya murah. Keluarga informan juga jarang membeli pakaian baru,
biasanya hanya akan membeli ketika lebaran seperti pengakuan informan yang
mengatakan:
“saya beli baju baru jarang, paling pas lebaran saja, biasa beli di pajak
gak pernah liat merk bajunya apa” (Dahliana, 43th).
Sikap hemat juga terlihat dari sikap informan yang tidak mementingkan model atau luasnya rumah. Bagi keluarga informan yang terpenting adalah rumah
yang di tempati bisa untuk berteduh, hal ini terlihat dari bentuk bangunan rumah
yang masih sederhana. Kesederhanan terlihat dari bangunannya yang masih
sederhana, dinding rumah terbuat dari batu namun tidak diplaster dan ukuran
Strategi hemat yang dilakukan dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan
anak adalah menyekolahkan anak di sekolah Negeri, bagi keluarga dengan orang
tua tunggal pendidikan yang bagus bukan dilihat dari sekolah yang mahal tetapi
yang paling penting adalah anak dapat tetap bersekolah dan mendapat pendidikan
yang baik. Sekolah di sekolah negeri dinilai dapat sangat meringankan beban
biaya pendidikan anak karena tidak perlu membayar uang sekolah dan buku
pelajaran juga diperoleh secara gratis. Informan menerapkan strategi berhemat
dalam hal ongkos anak sekolah seperti pengakuan informan yang mengatakan:
“uang sekolah saya tidak pusing karena anak sekolahnya di sekolah
negeri jadi uang spp dan uang buku gratis, untuk jajan tiap hari saya kasihnya pas-pasan saya rasa cukup kalau anak pertama saya kasih Rp.7000 dan adeknya Rp.4000 udah termasuk ongkos” (Dahliana, 43th). Kebutuhan kesehatan merupakan kebutuhan yang harus segera dipenuhi
ketika seseorang dalam keadaan sakit. Ketika sedang sakit informan biasanya
tidak pergi ke dokter melainkan ke puskesmas. Sebagaimana pernyataan yang
diungkapkan informan sebagai berikut:
“Saya jarang ke dokter biasanya sakit paling ke puskesmas atau beli
obat di warung udah sembuh, Alhamdulillah selama ini belum ada kami yang sakitnya parah jadi ke puskesmas udah cukup, kalo sakitnya parah gak sembuh dari puskesmas saya harus kerumah sakit kan sekarang ada bpjs jadi saya rasa rumah sakit juga biayanya udah ringan.” (Dahliana,43 th).
Cara hemat yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan adalah
informan tidak berobat ke dokter adalah biaya pengobatan berobat ke dokter yang
mahal sehingga mereka lebih memilih membeli obat di warung dan berobat ke
puskesmas. Seperti pernyataan informan yang mengatakan:
“kalau sakit saya tidak langsung ke dokter karena biasanya mahal. Karna
puskesmas gratis tapi kalo ke dokter klinik dekat sini biasanya 35-50ribu, cuma sakit biasa beli obat di warung sudah sembuh, kalo sudah tidak sembuh-sembuh baru ke dokter” (Dahliana,43th).
c. Strategi Jaringan Informan 1
Strategi aktif dan pasif yang diterapkan keluarga informan 1 mampu
membuat keluarga beliau tetap bisa bertahan hidup sampai sekarang, namun
ketika seperti hasil tanaman yang menurun drastis seperti tidak adanya daun
pisang ataupun tanaman lain yang dapat dijual dan ketika membutuhkan uang
secara cepat mereka harus melakukan strategi lain. Strategi tersebut adalah
strategi jaringan, strategi jaringan merupakan strategi bertahan hidup yang
dilakukan dengan cara meminta bantuan kepada kerabat, tetangga dan relasi
lainnya baik secara formal maupun informal ketika dalam kesulitan.
Ibu Dahliana menggunakan strategi yang cukup umum dalam membangun
pandangan sosial masyarakat terhadap dirinya. Ibu Dahliana bersikap baik dan
menjaga agar hubungan tetangga agar tetap baik. Tidak ada hal khusus yang
dilakukan dalam membangun pandangan sosial masyarakat. Beliau juga mengaku
tidak ada yang bersikap buruk atas status Ibu tunggal yang disandang, Ibu
Dahliana yang tidak ambil pusing atas apa yang mungkin saja dijadikan bahan
obrolan oleh masyarakat sekitar tempat tinggal beliau. Beliau memilih strategi
campur atau dicampuri urusannya dengan tetangga beliau seperti pada pernyataan
informan berikut ini :
“ saya gak peduli apa kata tetangga, tapi sejauh ini gak ada tetangga
yang nampaknya bersikap buruk. Saya selalu baik sama tetangga kalo ada yang mau pesta saya Cuma bantu pake tenaga aja. Tetangga saya baik kalo saya butuh barang jualan tetangga ngasih aja saya ambil barang dari ladangnya ‘’ (Dahliana,43th )
Pendapatan orang tua tunggal yang tidak menentu dan kadang mengalami
penurunan hasil pertanian membuat informan harus memiliki strategi ketika
membutuhan uang secara mendesak. Meminjam uang merupakan langkah untuk
mendapatkan uang secara cepat, informan biasanya meminjam uang kepada
saudara atau tetangga terdekat. Budaya gotong royong dan kekeluargaan yang
masih kental di Desa Namo Bintang membuat kepedulian masyarakatnya sangat
kuat sehingga ketika salah seorang warga meminta bantuan maka warga yang lain
akan membantu sebisa mungkin seperti pernyataan informan yang mengatakan:
“pinjam ke tetangga yang penting jujur dan jangan suka berbohong,
insyaallah pasti akan tetap dibantu” (Dahliana, 43th).
Adanya budaya gotong royong dan kekeluargaan dapat menjadi pelindung
bagi informan ketika mangalami kesulitan namun bantuan yang diterima dari
saudara atau tetangga tidaklah besar sehingga pinjaman yang didapat tergolong
kecil, hal ini dikarenakan masyarakat di Desa Namo Bintang merupakan
masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah. Ketika memerlukan pinjaman
uang dalam jumlah yang cukup besar biasanya informan akan meminjam uang di
“kalau pinjamnya kecil ya pinjam ke tetangga kalau butuh pinjaman besar
seperti untuk modal buat jualan ke pajak ke koperasi” (Dahliana, 43 th). Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa strategi bertahan
hidup yang diterapkan informan 1 yaitu menerapkan strategi aktif dengan
melakukan pekerjaan sampingan menjadi buruh tani serta peran anggota keluarga
yaitu anak juga ikut bekerja untuk menambah pendapatan keluarga.
Strategi pasif yang dilakukan dengan menerapkan budaya hemat yaitu
makan dengan lauk seadanya, menyimpan hasil panen padi untuk dikonsumsi
sendiri, menanam sayuran di pematang sawah untuk dikonsumsi sendiri, membeli
baju baru yang harganya murah dan hanya membeli ketika lebaran saja, berobat
ke puskesmas atau membeli obat di warung ketika sakit. Sedangkan strategi
jaringan yang dilakukan adalah meminjam uang pada saudara atau tetangga ketika
membutuhkan uang secara mendadak dalam jumlah kecil sedangkan jika
membutuhkan uang dalam jumlah banyak meminjam ke koperasi.
Informan Penelitian 2
Informan penelitian 2 bernama Romaulina br.Sitepu , berumur 44 tahun,
subjek 2 sudah menjadi orang tua tunggal selama 7 tahun. Pendidikan formal
sampai tingkat SMA, tanggungan keluarga yang dimiliki adalah 3 orang anak
dimana anak pertama bernama Roy duduk di kelas 3 SMA dan anak kedua
bernama Rudi kelas 1 SMA dan anak ketiga bernama Lisa masih kelas 6 SD.
Dilihat dari sisi ekonomi keluarga, keluarga subjek 2 sama seperti kondisi
ekonomi subjek 1, hal ini dapat dilihat dari rumah yang ditepati masih tergolong
sederhana, Ibu Romaulina masih mengontrak dinding rumah terbuat dari batu
Sama seperti informan pertama, kemiskinan yang dialami keluarga
informan 2 dikarenakan pekerjaan informan 2 hanya sebagai buruh pabrik jagung.
Hasil yang diperoleh dari pekerjaannya menjemur dan mengangkat jagung adalah
60.000 rupiah perhari. Pendapatan tersebut akan menurun jika jagung sedang
mengalami penurunan . Pendapatan yang kecil dan tidak menentu membuat
informan kesulitan membiayai semua kebutuhan pokok keluarga karena untuk
memenuhi semua kebutuhan keluarga minimal di perlukan biaya sekitar
Rp.1.500.000 perbulan. Hal ini terungkap dari pernyatan informan yang
mengatakan :
“pendapatan dari hasil kerja di pabrik jagung ini tidak cukup jika untuk
membiayai semua kebutuhan pokok karena jagung sekarang lagi sulit kadang banyak jagung yang masuk kadang sampai satu minggu tidak ada jagung yang masuk, ya saya tidak kerja.”( Romauli, 44th).
a. Strategi Aktif Informan 2
Pendapatan informan 2 yang tergolong kecil tidak mampu memenuhi
semua kebutuhan keluarga sehingga di perlukan strategi untuk tetap bisa bertahan
hidup. Subjek 2 menerapkan tiga startegi yaitu strategi aktif, strategi pasif dan
strategi jaringan. Strategi aktif yang dilakukan adalah melakukan pekerjaan
sampingan sebagaimana yang diungkapkan informan sebagai berikut:
“Kerja sampingan saya sebagai buruh tani di ladang orang. Kerja
Pekerjaan menjadi buruh tani hanya dilakukan ketika jagung sedang tidak
ada, upah yang didapat dari hasil buruh tani adalah 60 ribu rupiah perhari.
Penghasilan dari bekerja di pabrik jagung ataupun kerja sampingan buruh tani
masih dirasa belum cukup untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan keperluan
pendidikan anak seperti ongkos dan jajan anak sekolah setiap hari maka Ibu
Romauli juga bekerja sebagai tukang cuci di rumah pemilik pabrik jagung.
Aktivitas mencuci di rumah pemilik pabrik jagung biasanya dimulai pagi hari
sekitar jam 6 pagi dan selesai pada jam 8 pagi. Upah yang diterima tukang cuci
sekitar 200 ribu perbulan. Upah tersebut digunakan untuk bayaran uang sekolah
anak. Sebagaimana yang diungkapakan subjek sebagai berikut:
“setiap pagi saya kerja nyuci baju di rumah pemilik pabrik jagung ini,
lumayan bisa buat bayaran uang sekolah anak tiap bulan. Saya kerjanya mulai jam 6 sampai 8 pagi.”(Romauli,44th)
Walaupun telah melakukan berbagai pekerjaan sampingan namun
pendapatan yang diterima belum cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga
secara layak sehingga anggota keluarga lain yaitu anak pertama informan harus
rela bekerja untuk menambah penghasilan keluarga. Hal ini terungkap dari
penyataan anak subjek yang mengatakan:
“ Pulang sekolah aku ikut kerja di pabrik jagung ini, kasian liat mamak
angkat jagung berat-berat apalagi aku anak paling besar jadi ikut kerja di pabrik ini. Uangnya aku buat bantu mamak sama aku tabung karna betar lagi tamat aku pengen kuliah ” (Roy, 17th).
Keadaaan yang sulit tidak membuat anak Ibu Romauli untuk berhenti pada
pendidikan tinggi. Hal ini membuat Ibu Romauli untuk lebih bekerja keras, apa
saja pekerjaan yang dapat menghasilkan uang selalu di kerjakan tanpa pilih-pilih
kerjaan. Seperti pada musim rambutan Ibu Romauli bekerja mengikat rambutan di
rumah tetangga yang menjual rambutan. Upah yang didapat dari mengikat
rambutan tidak banyak, seperti yang diungkapkan informan sebagai berikut :
“Upah ngikat rambutan itu tergantung banyaknya rambutan yang sudah
di ikat, satu ikat dihargai Rp. 200, dalam semalam saya biasanya hanya mampu mengikat sebanyak 150 ikat saja. Jadi upahnya Cuma Rp. 30.000” (Romauli, 44th).
Selain upahan mengikat rambutan pada musim rambutan, informan juga
bekerja membuat roti pada saat menjelang tahun baru di salah satu rumah tetangga
yang membuka usaha roti kering. Pekerjaan membuat roti ini rutin dilakukan Ibu
Romauli pada saat menjelang tahun baru , karena pada saat menjelang tahun baru
tetangganya membuka usaha penjualan roti kering dan membutuhkan bantuan dari
Ibu-ibu untuk membuat roti dalam jumlah banyak. Pekerjaan harian ini juga tidak
dilewatkan oleh Ibu Romauli. Upah yang didapat oleh Ibu Romauli dari hasil
membuat roti tidak banyak dan tergolong kecil seperti yang diungkapkan pemilik
usaha roti kering :
“Menjelang tahun baru Ibu Romauli kerja sama saya buat roti kering,
kerjanya mulai pagi sekitar jam 9 sampai jam 2 siang. Upah yang didapat Rp. 30.000,kata Ibu Romauli lumayan dia tabung buat beli baju tahun baru untuk anaknya ” (Roslina, 43th).
Strategi pasif yang dilakukan informan 2 hampir sama dengan strategi
pasif yang dilakukan subjek 1. Sifat hemat dalam pemenuhan kebutuhan pangan
dilakukan dengan membiasakan makan dengan lauk seadanya sebagaimana
pendapat subjek yang mengatakan:
“kalau untuk makan saya tetap tiga kali sehari tapi ya dengan lauk yang
seadanya kalo makan paling sering pake sayur aja, ikan saya jarang karna harga ikan dan daging itu mahal” (Romaulina, 44th)
Ibu Romauli juga memilih untuk membeli barang yang harganya murah
walaupun dengan kualitas yang kurang baik misalnya sayuran dengan harga yang
murah, Ibu Romauli memilih berbelanja di pasar tradisional yang mensiasati
berbelanja pada sore hari untuk memperoleh harga yang jauh lebih murah. Sesuai
dengan pernyataan informan berikut ini :
“saya belanja sayuran tiap hari sabtu waktu pajak lagi pekan, saya
belanja sore-sore biar harga sayuran lebih murah, itupun saya pilih sayuran yang harganya murah dibawah harga biasanya walaupun sedikit jelek ya namanya saya cari harga murah pasti kualitasnya juga gak sama kayak sayuran yang bagus, tapi tetap masih bisa dimakan”(Romauli,44th)
Sedangkan untuk kebutuhan sandang keluarga subjek hanya membeli
pakaian ketika Natal untuk dipakai pada saat Natal dan Tahun Baru. Hal tersebut
terungkap dari pernyataan informan yang mengatakan:
“Pakaian baru saya Cuma beli waktu natal aja, itu juga Cuma buat
beli baju baru.Kalau saya gak beli baju baru, untuk saya setahun sekali juga jarang belinya” (Romauli,44 th).
Sikap hemat juga terlihat dari pemenuhan kebutuhan papan, dimana rumah
subjek masih mengontrak dengan harga sewa 3 juta rupiah pertahun, rumah
tersebut sederhana berdinding batu, beratap seng, lantaiya semen biasa dan juga
terdapat dua kamar yang tidak luas ukurannya. Sedangkan untuk pemenuhan
kebutuhan kesehatan, informan lebih memilih berobat ke puskesmas seperti
pernyataan subjek sebagai berikut:
“kalau saya dan anak saya sakit pertama-tama saya ke puskesmas setelah
kalo gak sembuh baru ke rumah sakit”( Romauli, 44th).
Puskesmas menjadi pilihan informan ketika sakit karena biaya berobat di
puskesmas lebih murah dibandingkan jika berobat ke klinik atau rumah sakit.
Strategi hemat yang dilakukan dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan anak
adalah informan menyisihkan penghasilan yang didapat untuk ditabung didalam
celengan anak-anak yang setiap bulannya uang tersebut digunakan untuk bayaran
uang sekolah anak, jika belum cukup tabungan tersebut untuk bayar uang sekolah
maka Ibu Romauli melakukan negosisasi pada pihak sekolah agar anaknya
diberikan waktu untuk melunasi uang sekolahnya. Ibu Romauli juga menerapkan
strategi berhemat dalam hal ongkos anak sekolah seperti pengakuan informan
yang mengatakan:
“saya sering kesulitan waktu datang tanggal bayar uang sekolah jadi saya
telat bayar, saya minta keringanan waktu. Karena satu anak saya sekolah di swasta kalau yang dua sekolahnya negeri jadi gratis uang sekolah. Ongkos dan jajan tiap hari saya kasihnya pas-pasan.” (Romauli, 44th).
c. Strategi Jaringan Informan 2
Dalam rangka membangun pandangan sosial yang baik di mata
masyarakat sekitar tempat tinggal, Ibu tunggal selalu menjaga sikap yang wajar
dan santun kepada para tetangga. Ibu Romauli dalam bersosialisasi dengan
masyarakat tempat tinggal memilih sikap wajar apa adanya tetapi tetap peduli dan
sering bertegur sapa sekedar menanyakan kabar dari orang yang lewat di depan
rumah atau meluangkan waktu untuk mengobrol dengan para tetangga sekitar.
Selain bersikap baik dengan tetangga, Ibu Romauli juga cukup aktif dalam
perkumpulan gereja menurutnya hubungan dengan masyarakat dan kelompok
sangat penting di jaga karena jika ada kesulitan yang pertama diminta bantuan
adalah tetangga ataupun aggota kelompok.
“ sama tetangga saya baik, sering cerita sama tetangga kalo ada masalah.
Kalo cerita rasanya hati tenang . apalagi saya kan kerjanya sama tetangga saya, saya slalu di kasih tau kalo ada kerjaan di ladang orang jadi kalo bukan tetangga gak ada yang bantu saya. Perkumpulan gereja saya slalu ikut kalo curhat saya sering juga disemangati sama teman satu perkumpulan, kalo mau natal dari gereja dikasih bantuan buat janda, saya dapat juga.”(Romauli, 44th)
Strategi jaringan merupakan strategi yang juga dilakukan informan 2
karena informan sebisa mungkin akan tetap berusaha sendiri tanpa meminta
bantuan orang lain ketika membutuhkan uang, salah satunya adalah menjual
sebagian harta berharga. Harta yang dijual biasanya perhiasan emas, namun jika
belum cukup maka subjek akan meminjam kepada tetangga. Hal tersebut
terungkap dari pernyataan informan yang mengatakan:
“kalau butuh uang dadakan biasanya saya menjual barang berharga
seperti cicin emas milik saya tapi kelau masih tidak cukup terpaksa pinjam ke tetangga. Saya jual karena terpaksa karna anak saya pertama butuh uang buat ujian kalo ada tunggakan uang sekolah anak saya gak bisa ujian atau waktu tiba tanggal bayaran kontrakan ”
(Romauli, 44 th).
Strategi jaringan lain yang diterapkan dalam hal pemenuhan kebutuhan
pangan adalah dengan mengkonsumsi bantuan beras yang didapat dari pemerintah
yaitu RASKIN, setiap bulan Ibu Romauli mendapat bantuan beras sebanyak 10kg
dari kepala desa. Beras ini cukup membantu kebutuhan pangan informan. Hal ini
sesuai dengan pernyataan informan yaitu :
“ Setiap bulan saya dapat bantuan beras RASKIN sebanyak 10kg dari
kepala desa , berasnya untung-untungan kadang dapat yang enak tapi kadang keras dan berasnya banyak yang hancur. Tapi saya syukuri karena beras yang saya dapat cukup membantu apalagi harga beras sekarang mahal. (Romauli,44th)
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa strategi bertahan
hidup yang diterapkan informan 2 yaitu menerapkan strategi aktif dengan
rambutan dan membuat roti pada saat menjelang tahun baru serta peran anggota
keluarga yaitu anak bekerja sebagai buruh pabrik di pabrik jagung untuk
menambah pendapatan keluarga. Strategi pasif dilakukan dengan menerapkan
budaya hemat yaitu makan dengan lauk seadanya, membeli sayuran murah,
menyimpan uang untuk uang sekolah anak, membeli baju baru ketika natal dan
berobat ke puskesmas ketika sedang sakit. Sedangkan strategi jaringan yang
dilakukan adalah meminjam pada tetangga ketika membutuhkan uang secara
mendadak dan pemanfaatan jaringan sosial berupa RASKIN dari pemerintah
setiap bulannya untuk kebutuhan pangan keluarga.
Informan Penelitian 3
Informan penelitian 3 bernama Maimunah , berumur 45 tahun, beliau
sudah menjadi orang tua tunggal selama 8 tahun. Pendidikan formal hanya sampai
tingkat SD, tanggungan keluarga yang dimiliki adalah 3 orang anak, anak pertama
bernama Wahyu sudah semester 5 di perguruan Tinggi Swasta dan kedua anak
kembarnya bernama Ana dan Ani yang masih duduk di bangku sekolah kelas 3
SMA. Dilihat dari sisi ekonomi keluarga, keluarga subjek dapat digolongkan
keluarga yang miskin, hal ini dapat dilihat dari kondisi rumah yang ditempati
masih tergolong sederhana, dinding rumah masih terbuat dari kayu beratapkan
seng. Luas rumah yang mereka tempati hanya seluar 5m x 10m, terdapat dua
kamar di dalam rumah mereka.
Seperti informan 1 dan 2 kemiskinan yang dialami keluarga informan 3
juga dikarenakan pekerjaannya hanya sebagai penjual gorengan. Hasil menjual
gorengan yang diperoleh tidak menentu 100 ribu rupiah setiap hari jika penjualan
yang kecil dan tidak menentu membuat informan tidak mampu jika harus
membiayai semua kebutuhan keluarga. Hal tersebut terungkap dari pernyatan
informan yang mengatakan :
“Pendapatan dari hasil jualan ini mah gak cukup dek buat kebutuhan
sehari-hari, belum lagi Ibu harus mutar balik modal buat jualan besok, satu harinya ibuk harus ngasih ongkos anak sekolah Rp.30.000.”(Maimunah, 45th)
Sama seperti informan 1 dan 2 informan 3 juga menerapkan tiga strategi
bertahan hidup untuk memenuhi semua kebutuhan keluarga yaitu strategi aktif,
strategi pasif dan strategi jaringan.
Berbeda dengan informan sebelumnya yang melakukan pekerjaan
sampingan, informan 3 memilih untuk tidak melakukan pekerjaan sampingan. Hal
ini diketahui dari pernyataan informan yang mengatakan:
“saya tidak punya pekerjaan sampingan cuma jual gorengan saja”
(Maimunah, 45th).
Alasan subjek lebih memilih fokus bekerja sebagai penjual gorengan
karena keterampilannya yang terbatas dan ingin punya lebih banyak waktu di
rumah dengan anaknya.
a. Strategi Aktif Informan 5
Strategi aktif dilakukan oleh isteri informan dengan memanfaatkan sumber
daya yang dimiliki keluarga mereka secara optimal yaitu menanami pekarangan
rumah mereka dengan tanaman yang nantinya akan dijual. Sebagaimana yang
“Ibuk nanam duku di belakang rumah untuk lumayan tiap musim duku
bisa dijual, sama nanam daun ubi untuk bisa di jual ke tukang pecal dekat sini atau buat sayur ibuk.” (Maimunah ,45th).
Usaha yang dilakukan informan hanya mampu memberi sedikit tambahan
bagi pendapatan , pendapatan yang diterima belum cukup untuk memenuhi
kebutuhan keluarga secara layak sehingga anggota keluarga lain yaitu anak
pertama informan harus rela bekerja untuk menambah penghasilan keluarga. Hal
ini terungkap dari penyataan anak informan yang mengatakan:
“ Aku sekarang kerja pulang kuliah di bengkel dekat rumah, uangnya aku
pake buat ongkos kuliah aku sama bantu mamak buat belanja sehari-hari”(wahyu, 21th)
Upah yang diterima dari pekerjaan di bengkel sekitar Rp.50.000 per hari
namun upah tersebut belum termasuk uang makan sehingga untuk mensiasati hal
tersebut wahyu membawa bekal dari rumah sehingga tidak perlu membeli
makanan. Pekerjaan ini dilakukan sepulang kuliah dan pada hari libur. Alasan
Wahyu memilih bekerja sebagai montir di bengkel adalah keinginannya yang kuat
untuk tetap kuliah sampai kuliahnya selesai.Hal ini terungkap dari pernyataan
informan yang mengatakan:
“kalau untuk memenuhi semua kebutuhan keluarga tidak cukup ngandalin
jual gorengan terutama jika harus menyekolahkan anak sampai tinggi
tidak cukup apalagi anak Ibuk dua lagi masih SMA butuh biaya banyak juga udah kelas 3 jadi abangnya kerja buat bayar kuliahnya sendiri, adek-adeknya bantu ibuk jualan” (Maimunah, 45th).
Mengenai keadaan ekonomi, beliau berucap syukur karena selalu merasa
tercukupi. Beliau memanfaatkan pendapatan dari berdagang gorengan dengan
mengutamakan hal-hal penting terlebih dahulu seperti sekolah anak, pangan
sehari-hari dan kewajiban bayar listrik. Hal ini dilakukan agar tetap bisa bertahan
hidup. Sebagaimana pernyataan informan yang mengatakan:
“Alhamdulillah di cukup-cukupkan lah dek, orang cuma buat Ibuk sama
anak Ibuk balik modal lah juga ada untung, kadang Rp.100.000 tapi itu kotor sudah sama modal kadang pernah kotor cuma dapet Rp.50.000, gak apa dek yang penting bisa kebayar semua kebutuhan makan ,bayar sekolah dan bayar listrik.” (Maimunah, 45th).
Untuk kebutuhan pangan subjek tetap memenuhi kebutuhan makan
keluarga tiga kali dalam sehari namun dengan lauk seadanya. Hal tersebut
diketahui dari pernyataan informan yang mengatakan:
“tetap tiga kali makan sehari, tapi seadanya aja lauknya, lebih sering
sayuran. Ikan atau daging jarang, diaka