• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Kerja Indonesia untuk NAMAs Bahasa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kerangka Kerja Indonesia untuk NAMAs Bahasa"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

Kerangka Kerja Indonesia

untuk

Nationally Appropriate

Mitigation Actions

(NAMAs)

(2)
(3)

Kerangka Kerja Indonesia

untuk

Nationally Appropriate

(4)

ii Kerangka Kerja Indonesia untuk Nationally Appropriate Mitigation Actions (NAMAs)

Prakata

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional Republik

Indonesia

P

embangunan nasional Indonesia selalu mengupayakan konsep pembangunan yang berkelanjutan, dimana kebutuhan generasi sekarang dapat terpenuhi dengan tidak mengurangi kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka. Dalam hal ini, Indonesia harus menyeimbangkan aspek-aspek sosial, ekonomi dan lingkungan hidup dalam pembangunannya. Sejak KTT Bumi tahun 1992, Indonesia telah mengupayakan pelaksanaan pembangunan yang menyentuh beberapa pilar pembangunan.

Dalam pilar lingkungan hidup, Indonesia secara sukarela telah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dalam upaya mitigasi pemanasan global dan perubahan iklim. Indonesia telah merumuskan beberapa peraturan dan mendirikan institusi terkait serta memberlakukan beberapa dokumen kebijakan untuk melaksanakan aksi mitigasi perubahan iklim. Nationally Appropriate Mitigation Actions (NAMAs) yang diperkenalkan dalam Bali Action Plan diharapkan dapat menjadi wahana utama untuk aksi-aksi mitigasi di Indonesia.

(5)

iii

pada 20 September 2011. RAN-GRK merupakan langkah awal dalam penyusunan dan pelaksanaan NAMAs.

Melalui buku ini, upaya untuk menginventarisasi dan mendokumentasikan data terkini dalam kerangka kerja NAMAs Indonesia telah dilakukan. Buku ini juga memberikan gambaran tentang kebijakan perubahan iklim di Indonesia serta langkah yang diambil oleh Indonesia dalam kerangka NAMAs tersebut. Kerangka kerja ini meliputi: kerangka kebijakan Indonesia untuk mitigasi dan NAMAs; kelembagaan NAMAs, elemen utama pelaksanaan NAMAs; data terkini perkembangan NAMAs; dan langkah berikutnya yang akan diambil untuk dapat meningkatkan, memperkuat dan melanjutkan NAMAs yang telah diupayakan saat ini.

Dalam kesempatan ini, saya ingin menyampaikan penghargaan saya kepada tim yang telah bekerja keras untuk dapat menyelesaikan buku ini. Terlepas dari terbatasnya ruang dan waktu yang dimiliki oleh tim ini, buku ini telah dapat menggambarkan berbagai capaian utama dalam upaya kami untuk mengembangkan NAMAs. Saya berharap publikasi ini dapat membantu kita semua untuk mengerti akan tantangan yang dihadapi Indonesia dalam pengembangan NAMAs selanjutnya di Indonesia.

Armida S. Alisjahbana

(6)

iv Kerangka Kerja Indonesia untuk Nationally Appropriate Mitigation Actions (NAMAs)

Daftar Istilah

APBD : Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

APBN : Anggaran Pendapatan Belanja Negara

BAU : Business As Usual

Bappenas : Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

CCNCT : Climate Change National Coordination Team/Tim Koordinasi Penanganan Perubahan Iklim

ESDM : Energi dan Sumber Daya Mineral

GRK : Gas Rumah Kaca

ICCSR : Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap

ICCTF : Indonesia Climate Change Trust Fund

IPCC : Intergovernmental Panel on Climate Change

MRV : Measurement, Reporting, Verii cation

(7)

v

PP : Peraturan Pemerintah

Perpres : Peraturan Presiden

RAN-GRK : Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca

RAD-GRK : Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca

REDD+ : Reducing Emissions from Deforestations and Forest Degradation

RKP : Rencana Kerja Pemerintah

RKPD : Rencana Kerja Pemerintah Daerah

RPJP Nasional : Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

RPJP Daerah : Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

TPA : Tempat Pemrosesan Akhir

(8)

vi Kerangka Kerja Indonesia untuk Nationally Appropriate Mitigation Actions (NAMAs)

Daftar Isi

Daftar Boks

Boks 1. RAN-GRK di sektor berbasis lahan 9

Boks 2. Penyusunan skenario baseline BAU dan emisi 18

Boks 3. Usulan untuk skema baru NAMAs untuk mendapatkan bantuan internasional

23

Prakata ii

Daftar Istilah iv

Daftar Isi vi

1. Pembukaan 2

2. Perkembangan Kebijakan Perubahan Iklim di Indonesia 4

3. Kerangka Kebijakan Mitigasi Nasional dan NAMAs 8

4. Kelembagaan NAMAs 12

5. Elemen Utama Pelaksanaan NAMAs 16

5.1. Kriteria Nasional NAMA 16

5.2. Prosedur Pengajuan NAMAs 19

5.3. Pendanaan NAMA 21

6. Data Terkini Perkembangan NAMAs 26

7. Langkah Selanjutnya 29

Lampiran 30

Lampiran 1. Data terkini Perkembangan NAMA 30

Lampiran 2. (Tautan ke Gambar 10. Tabel ringkasan perkembangan NAMAs terkini)

37

Daftar Gambar

Gambar 1. Konsep NAMAs 2

Gambar 2. Perkembangan kebijakan perubahan iklim di Indonesia 4 Gambar 3. NAMAs unilateral, supported, dan credited 10

Gambar 4. RAN-GRK sebagai NAMA Indonesia 11

(9)
(10)

2 Kerangka Kerja Indonesia untuk Nationally Appropriate Mitigation Actions (NAMAs)

Pembukaan

N

ationally Appropriate Mitigation Actions (NAMAs)1 diharapkan dapat menjadi wahana

utama untuk aksi-aksi mitigasi di negara berkembang. NAMAs diyakini menyediakan kesempatan baru bagi negara berkembang untuk dapat mengambil tindakan atas emisi Gas Rumah Kaca (GRK) mereka yang besar dan terus meningkat dengan sangat cepat, serta pada saat yang bersamaan juga dapat mengelola kebutuhan akan pertumbuhan ekonomi, sosial dan pembangunannya. NAMAs meliputi inisiasi atau pelaksanaan aktivitas mitigasi sektoral yang sedang berjalan atau telah direncanakan, seperti pelaksanaan energi terbarukan (RE) dan ei siensi energi (EE), pengelolaan hutan yang berkelanjutan, perbaikan sistem transportasi, dan mendorong aktivitas-aktivitas tersebut untuk bisa mendapatkan bantuan nasional dan internasional, sehingga pelaksanaannya dapat difasilitasi pada tataran yang lebih tinggi.

Gambar 1. Konsep NAMAs

NAMAs Unilateral dan NAMAs Supported

RAN/ RAD-GRK

Baseline BAU untuk Multi Sektoral (total agregat)

Trend lampau dan situasi Emisi GRK saat ini

1 Sejak diperkenalkan dalam Bali Action Plan, NAMA telah digolongkan berdasarkan sumber-sumber dananya berdasarkan pembicaraan dan pengajuan ke UNFCCC (contoh. Pengajuan oleh EU, 2009) NAMAs kemudian digolongkan menjadi (i) yang didanai oleh sumber daya sendiri dan internasional untuk mencapai tingkat deviasi yang telah disepakati dari praktik business-as-usual (BAU), namun tidak dapat digunakan oleh negara maju sebagai off set, dan (ii) yang didanai oleh mekanisme pasar dan non-pasar serta dapat digunakan sebagai off set oleh negara maju.

(11)

3

Pada saat pertemuan G-20 di Pittsburgh dan UNFCCC COP ke-15 di Copenhagen pada tahun 2009, Presiden Republik Indonesia telah berkomitmen untuk memenuhi target pengurangan emisi GRK dari Business As Usual (BAU) sebesar 26% pada tahun 2020. Pengurangan emisi GRK juga dapat ditekan hingga mencapai 41% dengan adanya bantuan internasional. Komitmen ini disampaikan ke UNFCCC sebagai NAMAs Indonesia pada bulan Januari 2010.

Hal ini selaras dengan upaya Indonesia yang berkesinambungan untuk mencapai target konvensi perubahan iklim (Climate Change Convention) dan berkontribusi dalam upaya mitigasi global berdasarkan asas dan ketentuan konvensi yang berlaku. Lebih lanjut, pemerintah Indonesia telah membuat kerangka kerja dan aksi kebijakan nasional untuk perubahan iklim. Untuk memajukan dan mendorong upaya tersebut secara nasional, pemerintah Indonesia menetapkan Peraturan Pemerintah No. 61 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) pada tanggal 20 September 2011. RAN-GRK merupakan langkah awal dalam penyusunan dan pelaksanaan NAMAs di Indonesia.

Namun, masih terdapat beberapa pertanyaan tentang NAMAs Indonesia yang perlu untuk dijelaskan. Beberapa elemen utama untuk menyusun kerangka kerja NAMA yang efektif dalam level internasional dan nasional masih membutuhkan beberapa penjelasan lebih lanjut, seperti perbedaan antara NAMAs dan RAN-GRK, kelembagaan, kriteria NAMA, cara pendanaan atau MRV (pengukuran, pelaporan dan verii kasi) dan stardardisasi untuk beragam jenis NAMA yang berbeda.

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas, dokumen ini kemudian disusun untuk memberikan informasi terkini tentang kerangka NAMAs Indonesia2. Dokumen ini akan

menjabarkan beberapa informasi penting mengenai kerangka kerja NAMAs Indonesia yang saat ini masih dalam penyusunan. Dokumen ini disusun dengan sistematika sebagai berikut: 1) Pembukaan; 2) Perkembangan kebijakan perubahan iklim di Indonesia sebagai latar belakang NAMA; 3) Kerangka kebijakan mitigasi nasional dan NAMAs; 4) Kelembagaan NAMAs; 5) Elemen utama pelaksanaan NAMA; 6) Data terkini perkembangan NAMA; 7) Langkah selanjutnya.

(12)

4 Kerangka Kerja Indonesia untuk Nationally Appropriate Mitigation Actions (NAMAs)

Perkembangan

Kebijakan Perubahan

Iklim di Indonesia

S

ejak tahun 2007, perkembangan perubahan iklim di Indonesia mencapai momentum yang signii kan ketika Indonesia menjadi tuan rumah Conference of Parties

(COP) UNFCCC yang ke 13 di Bali. Indonesia kemudian mendirikan lembaga dan memberlakukan beberapa dokumen kebijakan dan peraturan terkait dengan perubahan iklim. Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) dibentuk pada tahun 2008 dan bertugas sebagai focal point isu-isu perubahan iklim dalam forum internasional. Berikutnya, pemerintah Indonesia mengarusutamakan aktivitas perubahan iklim ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2009-2014 dan membentuk sebuah lembaga dana perwalian nasional/trust fund (ICCTF3) untuk mendanai kegiatan

yang berkaitan dengan perubahan iklim. Pada akhir 2009, Indonesia mengumumkan komitmen sukarelanya untuk aksi mitigasi yang diikuti dengan penetapan Peraturan Presiden No. 61/2011 tentang RAN-GRK4.

Gambar 2. Perkembangan kebijakan perubahan iklim di Indonesia

2007

2008 2009 2010 2011 2012 2013

2020

3 Untuk informasi lebih lanjut tentang ICCTF dan proyek yang didanai melalui pembiayaan perubahan iklim, harap mengunjungi www.icctf.or.id

4 RAN-GRK adalah rencana aksi yang dibuat untuk kurun waktu 10 tahun dari 2010-2020 yang menerangkan bagaimana rencana Indonesia untuk mencapai target 26% dibawah BAU melalui upaya domestik dan penurunan 41% melalui bantuan internasional.

(13)

5

Sebagai tindak lanjut dari komitmen di atas, RAN-GRK disusun dan dilengkapi dengan kerangka kebijakan untuk periode 2010-2020 yang ditujukan bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta, dan pemangku kepentingan lain untuk melakukan aksi yang terkait langsung maupun tidak langsung. Kerangka kebijakan tersebut merujuk kepada visi dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional 2005-2025 dan periode kedua dari prioritas yang tercakup dalam RPJMN 2010 – 20145. Visi

dan prioritas tersebut kemudian diterjemahkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) sebagai payung kebijakan perubahan iklim di Indonesia.

Indonesia juga telah secara aktif berpartisipasi dalam negosiasi dan pengembangan REDD+ sejak tahun 2007. Beberapa inisitatif REDD+ telah diluncurkan dan diikuti dengan beberapa perubahan kebijakan dan peraturan nasional untuk mendukung REDD+. Sebagai tindak lanjut Bali Action Plan, Indonesia telah mendapatkan akses untuk menerima bantuan dana multilateral dan bilateral dalam mendukung fase kesiapan REDD+6. Indonesia juga telah menandatangani perjanjian dengan pemerintah Norwegia

untuk mananggulangi emisi yang dihasilkan dari deforestasi dan degradasi hutan. Sebagai tindak lanjutnya, Indonesia kemudian merumuskan strategi dan rencana aksi nasional untuk REDD+7.

Perkembangan kerangka aksi mitigasi Indonesia saat ini telah mengalami kemajuan karena hampir seluruh provinsi telah membuat Rencana Aksi Daerah untuk Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK)8. Tidak hanya dalam hal perencanaan semata, pada

tahun 2012 sistem monitoring, evaluasi dan pelaporan (MER) untuk aksi-aksi mitigasi

5 Ditetapkan dalam visi keenam RPJP untuk Indonesia yang lebih menarik dan berkelanjutan; dan pada prioritas kesembilan dari RPJM kedua mengenai pengelolaan lingkungan hidup dan bencana.

6 Program UNREDD Indonesia berakhir pada tahun 2012, tapi program Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) yang dikelola oleh World Bank masih berlangsung.

7 Lebih lanjut, 11 propinsi terpilih sedang memi nalisasikan dokumen Strategi dan Rencana Aksi Provinsi (SRAP) untuk REDD+. Kementerian terkait juga merumuskan inisiatif serupa untuk sektor lain seperti Inisiatif Energi Bersih (REFF-BURN) untuk sektor energi dan “REWaste” untuk sektor limbah.

(14)

juga telah dibuat melalui kolaborasi dengan pemerintah daerah dan kementerian terkait. Sistem Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional (SIGN) yang dikoordinasi oleh KLH dibentuk pada tahun 2011. Sistem ini merupakan pilar fundamental dalam penerapan MRV di Indonesia. Sistem ini dapat memberikan hasil evaluasi yang dapat dipertanggungjawabkan untuk membuat laporan dua tahunan (biennial update reporting/BUR) dan national communication ke UNFCCC.

(15)
(16)

8 Kerangka Kerja Indonesia untuk Nationally Appropriate Mitigation Actions (NAMAs)

Kerangka Kebijakan

Mitigasi Nasional dan

NAMAs

B

erdasarkan dei nisinya, NAMA adalah upaya secara sukarela untuk mitigasi emisi GRK. Pelaksanaan NAMA dapat didukung oleh negara pelaksana atau negara maju. Dukungan tersebut diharapkan dapat mencakup hal pembiayaan, transfer teknologi dan peningkatan kapasitas9. Dengan kerangka politik NAMAs yang terus berkembang,

NAMAs akan menjadi bagian penting dari rezim kebijakan iklim internasional. NAMAs masuk ke dalam agenda kebijakan iklim melalui Bali Action Plan tahun 2007, ketika

Conference of Parties di UNFCCC setuju untuk menggunakannya sebagai upaya mitigasi dalam skala yang lebih besar. Saat ini, banyak negara telah mengajukan proposal NAMA ke UNFCCC dan beberapa negara sedang mempersiapkan konsep NAMA yang lebih detail di berbagai sektor seperti tranportasi, energi, limbah, industri, bangunan, kehutanan dan pertanian.

Dalam konteks REDD+, upaya yang telah dilakukan merupakan bagian integral dari RAN/ RAD-GRK dan pengurangan emisi yang telah dicapai melalui pelaksanaan REDD+ harus dihitung ke dalam target nasional -26/-41%. Walaupun cakupan aktivitas sektoral antara REDD+ dan NAMAs berbasis lahan hampir sama, namun REDD+ mungkin harus memiliki prosedur, rencana dan strategi tersendiri (contoh: Badan REDD+, dana untuk REDD+ Indonesia, institusi untuk MRV). Adapun NAMA berbasis lahan dilaksanakan berdasarkan RAN/RAD GRK dan mengikuti prosedur terkait (lihat Boks 1).

9 Karena saat ini tidak ada dei nisi yang disetujui secara internasional untuk NAMA, aktivitas NAMA oleh karenanya tidak dibatasi sepanjang aktivitas tersebut sejalan dengan rencana pembangunan nasional, dan berkontribusi terhadap mitigasi emisi GRK yang dapat diukur, dilaporkan dan diverii kasi (MRV) (UNFCCC, 2007). Potensi pengukuran NAMA kemudian menjadi bervariasi dan dapat digabung dengan ragam aktivitas dari berbagai sektor, kebijakan, strategi, program dan/atau proyek lainnya.

(17)

9 Boks 1. RAN-GRK di sektor berbasis lahan

RAN-GRK mencatat sekitar 50 aksi mitigasi utama; 19 dari aksi ini tercatat didalam daftar sektor berbasis lahan, dengan jumlah penurunan emisi sebesar 672 m tCO2 atau 87.6% dari total targetnya. Sebagai tambahan, RAN-GRK juga mencatat beberapa aksi (seperti riset, perbaikan basis data untuk inventarisasi kehutanan, dan penetapan regulasi baru) untuk mendukung pelaksanaan aktivitas utama di sektor tersebut. Kementerian terkait dan pemerintah daerah juga telah mengalokasikan anggarannya untuk melakukan beberapa aktivitas dibawah RAN/ RAD-GRK untuk tahun 2010-2014, dan menyatakan akan mengalokasikan sekitar 1.6 milyar USD (IDR 15.9 trilyun) untuk mendanai aksi-aksi tersebut, terkecuali pemeliharaan jaringan jalan dan irigasi (Kemenkeu, 2012).

Pemerintah Indonesia juga telah menerbitkan Strategi Nasional untuk REDD+ dan Rencana Aksi Nasional untuk REDD+. Sebelas provinsi sedang dalam proses i nalisasi dokumen SRAP, termasuk Reference Level (RL) tingkat provinsi. Beberapa provinsi menggunakan baseline BAU dalam RAD-GRK sebagai RL, sementara yang lain menggunakan dasar baseline dari beragam sumber dan asumsi yang berbeda sebagai proyeksi. Namun, untuk menghindari pengukuran ganda, pendekatannya akan diselaraskan.

Untuk menentukan inisiatif REDD+, pemerintah Indonesia juga telah membentuk Badan REDD+ (Perpres No. 62/2013)*. Sebagai tambahan, moratorium yang telah berakhir pada bulan Mei 2013 diperpanjang hingga tahun 2015 (Instruksi Presiden No. 6/2013). Satgas REDD+ telah dibentuk untuk memonitor pelaksanaannya dan didukung oleh Kementerian terkait yang telah membangun sistem geo-database**.

Daftar panjang dari aksi mitigasi berbasis lahan yang diajukan oleh Kementerian dan pemerintah propinsi (RAN/RAD-GRK) dilihat sebagai potensi untuk NAMAs. Aksi-aksi ini akan diprioritaskan dan diajukan sebagai NAMAs ke UNFCCC. Beberapa aksi telah dianggarkan dari APBD/APBN. Aksi-aksi ini kemudian akan diajukan sebagai NAMAs seeking recognition, dan akan dicatat dibawah NAMAs unilateral yang masuk kedalam target sukarela 26%. Beberapa aksi lain akan diajukan sebagai NAMAs supported (atau dimasukan dalam tambahan 15% target sukarela Indonesia)

(18)

10 Kerangka Kerja Indonesia untuk Nationally Appropriate Mitigation Actions (NAMAs)

10

**) Sistem geo-database mengumpulkan semua informasi tentang sertii kat tanah dan izin penggunaan tanah yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat, seperti Kementerian Kehutanan dan pemerintah daerah. Sistem geo-database memperbaiki sistem monitoring hutan saat ini yang dikelola Kementerian Kehutanan yang menggabungkan remote sensing dan pengukuran

on-ground pada sistem National Forest Inventory (NFI).

UNFCCC mengakui dua kategori NAMAs – yang dilaksanakan dengan memanfaatkan sumber domestik (unilateral NAMAs) dan yang memerlukan bantuan internasional (supported NAMAs). Kategori ketiga yang disebut “ credited NAMAs atau NAMAs berbasis pasar” masih belum diakui secara resmi oleh UNFCCC, tapi secara umum dimengerti sebagai NAMAs yang menghasilkan off set GRK, dan dapat diperdagangkan di pasar karbon internasional. Bagan dibawah ini menggambarkan perbedaan antara NAMAs unilateral (target sampai dengan -26%), NAMAs dengan bantuan internasional/supported

NAMAs (target antara -26 sampai -41%) dan NAMAs berbasis pasar/ credited (melebihi target -41%) berdasarkan pengumuman Presiden untuk target penurunan emisi GRK10

(lihat gambar 1).

Gambar 3. NAMAs unilateral, supported, dan credited

-41 to -100%

(19)

11

11

Kerangka Kebijakan Mitigasi Nasional dan NAMAs

Lebih spesii k tentang NAMAs unilateral dan NAMAs supported, keduanya dibuat untuk mendukung upaya Indonesia dalam merencanakan pembangunan yang berkelanjutan. NAMAs Indonesia memiliki visi jangka panjang yang tidak hanya mengakomodasi kepentingan saat ini namun lebih spesii k pada pembangunan jangka panjang dengan emisi karbon yang rendah.

Pembentukan NAMAs akan mendukung upaya lebih lanjut Indonesia untuk melaksanakan mitigasi GRK melalui berbagai macam sumber, seperti misalnya meningkatkan transfer serta pemakaian teknologi berkarbon rendah, meningkatkan kapasitas yang dibutuhkan, juga pembuatan sistem pengukuran, pelaporan dan verii kasi yang tepat untuk aksi-aksi mitigasi. Sebagai tindak lanjut, pemerintah Indonesia juga menyelaraskan konsep NAMA dengan kebijakan, program dan aksi mitigasi nasional yang disebut sebagai RAN-GRK. RAN-GRK juga mencakup penguatan untuk pelaksanaan, penangkalan hambatan, peningkatan kapasitas dan perbaikan mekanisme keuangan. (Lihat penjelasan lebih lanjut di Bab 2: Perkembangan Kebijakan Perubahan Iklim di Indonesia).

Ketika kebijakan telah berlaku, pelaksanaan aksi dan program mitigasi harus merujuk ke skenario BAU sehingga pengurangan emisi GRK nasional dapat tercapai seperti yang telah ditargetkan.

Gambar 4. RAN-GRK sebagai NAMA Indonesia

Operasionalisasi

Baseline

Skenario Mitigasi

Penilaian atas biaya dan manfaat tambahan Pemilihan Aksi-aksi

Pengembangan kebijakan dan pengukurannya

Penetapan indikator MRV

Pengembangan NAMAs Indonesia

NAMA yang diakui secara

internasional

Di tiap sektor dan tiap propinsi

(20)

12 Kerangka Kerja Indonesia untuk Nationally Appropriate Mitigation Actions (NAMAs)

Kelembagaan NAMAs

B

appenas telah mengeluarkan Keputusan No. 38/M.PPN/HK/03/2012 tentang pembentukan Tim Koordinasi Penanganan Perubahan Iklim (CCNCT)11. Mandat

CCNCT ini adalah untuk 1) mengoptimalkan pelaksanaan Perpres RAN-GRK; 2) mengkoordinasi aksi-aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim; dan 3) meningkatkan ei siensi dan efektii tas dari pencapaian target RAN-GRK.

Untuk membantu operasional harian CCNCT, maka dibentuklah Sekretariat CCNCT (juga dikenal sebagai sekretariat RAN-GRK). Sekretariat CCNCT terdiri dari dua unit:

Help-desk dan think tank pengembangan NAMA yang disebut NC4ND (National Center for NAMA Development). Help-desk ini membantu penyusunan dan peninjauan rencana mitigasi dan adaptasi nasional dan sub-nasional (RAN/RAD-GRK and RAN/RAD-API), dan memberikan bantuan teknis untuk monitoring, evaluasi dan pelaporan (MER)12.

Laporan MER untuk mitigasi GRK harus diverii kasi dan dikoordinasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Think-tank itu sendiri bertanggungjawab untuk mendukung pengembangan NAMAs dan program/proyek adaptasi.

11 CCNCT terdiri atas dua tim, Steering Team dan Kelompok Kerja untuk 1) pertanian; 2) Kehutanan dan Lahan Gambut; 3) Energi, transportasi, dan industri; 4) Pengelolaan Limbah ; 5) Dukungan dan lintas-sektoral; 6) adaptasi perubahan iklim

(21)

13 Gambar 5. CCNCT dan hubungannya dengan lembaga pembiayaan dan KLH

Keterangan: * Selain untuk memverii kasi serangkaian proyek yang diusulkan, lembaga keuangan terkait perubahan iklim juga dapat menyediakan dukungan operasional (seperti. biaya operasional) kepada sekretariat CCNCT.

**Nama dari NC4ND dapat berubah ketika memasukan fungsi pengembangan progam/proyek terkait adaptasi

Kementerian Lingkungan Hidup Verii kasi emisi dan

mitigasi GRK

prioritas nasional* Lembaga pembiayaan terkait perubahan

iklim

Help-Desk memberikan bantuan teknis dalam menyusun dan mengkaji rencana mitigasi (RAN/RAD-GRK) dan rencana adaptasi (RAN/RAD-API) kepada perwakilan dari Kementerian terkait yang tergabung dalam Komite Nasional (CCNCT), serta perwakilan dari lembaga pemerintah sub-nasional yang tergabung dalam Komite Lokal. Peninjauan rencana tersebut dilakukan secara berkala berdasarkan masukan dari evaluasi rutin yang menjadi bagian dari fungsi MER dan verii kasi. Sementara itu, NC4ND memiliki dua tugas: pertama, memberikan bantuan teknis kepada pengembang NAMA dalam menyusun proposal; kedua, melakukan inisiatif lintas sektoral dan berkonsultasi dengan Kementerian terkait untuk penyusunan NAMAs yang lebih spesii k. Diluar tugas penyusunan proposal tersebut, NC4NDjuga mempromosikan NAMAs secara aktif kepada pemangku kepentingan utama yaitu sektor publik, swasta dan masyarakat.

(22)

14 Kerangka Kerja Indonesia untuk Nationally Appropriate Mitigation Actions (NAMAs)

14

beragam jenis pendanaan yang termasuk didalamnya pendanaan non-returnable (Misal. hibah, pertanggungan resiko, subsidi, pendanaan berbasis kinerja). Selain itu, NC4ND dapat memfasilitasi kemitraan dengan lembaga keuangan komersial seperti bank, skema dana bergulir, perusahaan investasi, wealth management atau lembaga dana pensiun untuk mendapatkan pendanaan dari pihak swasta.

RAN-GRK selanjutnya dikategorikan dan disusun menjadi tiga kelompok sektor utama yang membagi pembuat kebijakan yang relevan dari berbagai kementerian terkait. Kelompok-kelompok kerja tersebut diharapkan dapat berkoordinasi untuk melanjutkan rancangan dan pelaksanaan NAMAs yang spesii k di sektor terkait, yaitu 1) NAMAs berbasis lahan; 2) NAMAs energi yang terintegrasi; 3) NAMAs limbah yang terintegrasi; seperti dijelaskan di Gambar 6.

Gambar 6. Tiga kelompok sektor utama pelaksanaan RAN-GRK

Institusi Tiga Kelompok Sektor Utama Pelaksanaan RAN-GRK

Sektor Berbasis Lahan Sektor Energi Terintegrasi Sektor Limbah

Kelompok Kerja

Bappenas Koordinasi RAN/RAD-GRK (NAMAs) Kementerian

Keuangan Insentif/disinsentif anggaran dan i skal Kementerian

Lingkungan Hidup

QA/QC inventarisasi GRK dan koordinasi MRV emisi GRK yang berasal dari mitigasi, national communication dan/atau Biennial Update Report (BUR)

Kementerian

NAMAs berbasis lahan NAMAs energi terintegrasi

- NAMAs

(23)
(24)

16 Kerangka Kerja Indonesia untuk Nationally Appropriate Mitigation Actions (NAMAs)

Elemen Utama

Pelaksanaan NAMAs

5.1. Kriteria Nasional NAMA

P

emerintah Indonesia saat ini sedang mempersiapkan NAMAs di berbagai sektor. Untuk memastikan bahwa NAMAs memiliki kontribusi yang efektif dalam memenuhi target mitigasi Indonesia dan prioritas pembangunan nasional lainnya, kriteria dasar berikut dianggap penting:

 NAMAs harus disusun berdasarkan kerangka kebijakan mitigasi nasional (RPJPN, RPJMN, ICCSR, RAN/RAD-GRK) dan dihubungkan dengan prioritas pembangunan nasional termasuk target mitigasi nasional. Jika NAMAs yang diusulkan tidak terdaftar dalam dokumen RAN/RAD-GRK, pihak yang mengajukan proposal harus melaporkan ke seluruh lembaga terkait (Kementerian sektoral/terkait dan/atau pemerintah daerah) untuk mendapatkan persetujuan.

 NAMAs harus sesuai dengan mekanisme pemantauan, evaluasi dan pelaporan pemerintah untuk aksi-aksi dan kebijakan RAN/RAD-GRK. Prosedur pelaporannya akan dijelaskan lebih lanjut dalam pedoman-pedoman RAN/RAD-GRK13.

 NAMAs harus konsisten dengan tujuan pembangunan nasional dan dapat melengkapi kebijakan dan program sektoral yang ada. Untuk mendukung hal tersebut, usaha untuk meningkatkan kapasitas harus dilakukan berdasarkan inisiatif yang telah ada, dan kesempatan untuk pendanaan internasional harus dapat juga mendorong kapasitas pendanaan nasional yang lebih efektif.

 NAMAs harus dapat menunjukkan manfaat pembangunan termasuk aspek sosial, ekonomi, politik dan lingkungan hidup14. Pemerintah Indonesia juga berupaya

untuk meningkatkan program-program pembangunan nasional. Sebagai bagian dari upaya ini, pengurangan emisi dapat dilihat sebagai manfaat tambahan dari pembangunan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, RAN/RAD-GRK juga memainkan peran penting dalam mempromosikan pembangunan rendah karbon (low carbon development).

13 Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi www.sekretariat-rangrk.org untuk mengunduh dokumen-dokumen yang dimaksud.

14 Manfaat pembangunan dalam aspek ekonomi termasuk penghematan biaya energi, intensitas energi PDB, keragaman energi pengurangan konsumsi bahan bakar, dll. Dalam aspek sosial politik termasuk: kurangnya penyakit menular, meningkatnya kenyamanan, waktu dan jarak perjalanan. Dalam aspek lingkungan hidup: kualitas tanah, kualitas udara, kurangnya kebisingan, penurunan emisi GRK, dll

(25)

17

 NAMAs harus dapat berkontribusi terhadap perubahan dasar kebijakan nasional dan sektoral dalam mencapai pembangunan yang rendah emisi/ramah lingkungan, juga menjaga koordinasi kelembagaan dan menciptakan kolaborasi baru.

 NAMAs harus dapat menjelaskan kemungkinan keberhasilannya dan memprediksi dampak jangka panjang, dengan menunjukan potensi yang besar untuk berkembang dan replikasi.

 NAMA harus dapat memperkirakan potensi langsung dan tidak langsung dari mitigasi GRK dan efektii tas biayanya (cost-eff ectiveness). Selain itu cara pengurangan emisi dari skenario BAU nasional harus dibuat secara transparan. NAMA juga harus dapat meningkatkan kapasitas untuk mengurangi emisi GRK di masa depan.

Bagi Indonesia, konsep BAU merupakan bagian penting untuk mencapai tujuan dalam menangani isu perubahan iklimnya, karena target pengurangan emisi yang telah diumumkan sebesar 26 atau 41% didasarkan atas skenario BAU (Keputusan Presiden No. 61/2011). Skenario BAU sangat tergantung dari prakiraan emisi GRK yang berasal dari pertumbuhan ekonomi mendatang dan perkembangan teknologi. Penyusunan Baseline

harus disepakati sebagai langkah awal bagi pelaksanaan RAN-GRK dan NAMAs, baik dalam hal status, pengembangan kebijakan dan programnya, serta emisi GRK terkait. Untuk penjelasan lebih lanjut, lihat Boks 215.

(26)

18 Kerangka Kerja Indonesia untuk Nationally Appropriate Mitigation Actions (NAMAs)

18

Boks 2. Penyusunan skenario baseline BAU dan emisi

Tiga tahap skenario emisi termasuk: 1) skenario BAU: ketiadaan kebijakan mitigasi terkait sebelum penetapan RAN-GRK (misal. Penggunaan batu bara yang tidak ei sien untuk pembangkit tenaga listik di sektor pembangkit energi; 2) skenario base-case: daftar aksi mitigasi yang dimuat dalam RAN/RAD-GRK, yang dimaksudkan untuk menggabungkan semua aksi-aksi mitigasi sektoral terkait seperti program energi terbarukan, pengelolaan kehutanan dan lahan gambut yang berkelanjutan; 3) skenario best-case: aksi-aksi mitigasi yang dilakukan atas nama NAMAs berdasarkan RAN/RAD-GRK dan bertujuan untuk mencapai pengurangan -41% emisi.

Indonesia mempelajari semua kebijakan yang relevan, dengan kebijakan perubahan iklim, pertanian atau pembangunan pedesaan, untuk menentukan apakah mereka akan dimasukkan kedalam skenario baseline.

Dengan mempertimbangkan sistem politik desentralisasi Indonesia, secara umum disepakati bahwa pendekatan yang lebih baik untuk menentukan baseline adalah dengan menggabungkan pendekatan bottom-up dan top-down, yang diharapkan dapat mencakup kebijakan-kebijakan di tingkat nasional dan daerah.

Dengan menggunakan pendekatan bottom-up berarti pengumpulan dan kompilasi data dilakukan pada tingkat propinsi dan kabupaten/kota. Baseline nasional pertama dihitung menggunakan pendekatan top-down. Pendekatan ini dianggap lebih bijaksana dan dapat memberikan gambaran umum tentang besarnya emisi Indonesia, namun akurasinya dianggap masih kurang. Oleh karena itu, penghitungan yang telah diperbarui akan menggabungkan dua pendekatan tersebut untuk memberikan perkiraan yang lebih baik.

0

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

NAD Sumbar Kepri Riau Jambi Sumsel

Babel Bengkulu Banten Jabar Jatim Jateng

DIY DKI Jakarta Bali NTB NTT Kalbar Kaltim

Kalteng Sulut Kalsel Sulteng Sultra Sulsel Sulbar

Gorontalo Maluku Malut Papua Papua Barat

BAU baseline untuk sektor perhubungan di 33 propinsi di Indonesia (Bappenas, 2012), dalam CO2e ton

Di Indonesia, persiapan skenario baseline dilihat sebagai proses yang dinamis dan mekanismenya sedang dibuat untuk memungkinkan pemutakhiran data secara rutin (setidaknya setiap 5 tahun sesuai dengan RPJMN). Baik RAN-GRK dan RAD-GRK menggunakan tahun 2010 sebagai tahun awal untuk memulai aksi mitigasi. Hanya aksi mitigasi dari tahun 2010 dan seterusnya yang akan dimasukan dalam penghitungan (untuk informasi lebih lanjut tentang BAU, kunjungi

(27)

19

19

Elemen Utama Pelaksanaan NAMAs

5.2. Prosedur Pengajuan NAMAs

NAMAs unilateral dan supported akan diintegrasikan kedalam laporan pembangunan nasional dan provinsi. Sejalan dengan Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah, seluruh proposal NAMA untuk program/proyek/aktivitas apapun akan diajukan ke Bappenas oleh Kementerian/Kepala Instansi Pemerintah atau oleh pihak swasta dan asosiasi masyarakat/organisasi. Bantuan luar negeri/hibah16 yang diterima akan dikelola sesuai

dengan peraturan dan mekanisme pemerintah Indonesia dalam pengelolaan keuangan publik.

Merujuk kepada Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 2011, proposal untuk pengajuan NAMAs supported membutuhkan 1) Dokumen Studi Kelayakan Kegiatan (DSKK) yang menerangkan kelayakan dari kegiatan yang diusulkan tersebut secara teknis, ekonomi, keuangan dan sosial/lingkungan; 2) Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang memberikan informasi tentang kegiatan yang diusulkan tersebut; 3) Daftar Isian Pengusulan Kegiatan (DIPK)17; dan 4) surat pengantar yang diperlukan (lihat Gambar 3). Sebaliknya, syarat

untuk pengajuan NAMA unilateral harus melampirkan surat dukungan (endorsement) dari Kementerian dan/atau gubernur terkait.

Ketika proposal NAMA telah diserahkan kepada Bappenas, proposal tersebut harus dikaji dan melewati proses persetujuan dalam pertemuan para pemangku kepentingan (multistakeholder) yang disebut dengan Steering Committee of Climate Change National Coordination Team (SC-CCNCT) yang melibatkan Bappenas, Kementerian teknis terkait, Kementerian Lingkungan Hidup, DNPI dan Sekretariat RAN-GRK (Sekretariat CCNCT). Prosedur pengajuan untuk NAMAs unilateral dan supported dijelaskan dalam bagan berikut.

16 Mekanisme bantuan/hibah asing diterangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 10/2011 sebagai: “[…] penerimaan negara dalam bentuk devisa, devisa yang dirupiahkan, rupiah, barang, jasa dan/atau surat berharga yang diperoleh dari Pemberi Hibah yang tidak perlu dibayar kembali, yang berasal dari dalam negeri atau luar negeri”

(28)

20 Kerangka Kerja Indonesia untuk Nationally Appropriate Mitigation Actions (NAMAs)

20

Gambar 7. Prosedur Pengajuan NAMAs (unilateral dan supported)

PROPONENT

Menteri/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)

Proses review dan persetujuan pada pertemuan multi-pemangku kepentingan (SC-CCNCT)

Sekretariat CCNCT

UNFCCC

Focal point ke UNFCCC (Dewan Nasional Perubahan

Iklim/DNPI)

KLH

Komite Nasional MRV

NAMA Supported:

1. Surat dari Kementerian menerangkan kegiatan

1. Surat dari Kementerian menerangkan kegiatan RAN-GRK/yang dikategorikan

NAMA Supported:

1. Surat dari Kementerian menerangkan kegiatan

1. Surat dari Kementerian menerangkan kegiatan

SC-CCNCT = Steering Committee of Climate Change National Coordination Team; DSKK = Dokumen Studi Kelayakan Kegiatan; KAK = Kerangka Acuan Kerja; DIPK = Daftar Isian Pengusulan Kegiatan

proposal

NAMAs BUR/Natcom

DNPI sebagai ‘‘focal point’’ ke UNFCCC akan memfasilitasi kajian lebih lanjut dan proses validasi sebelum proposal NAMA tersebut dikirimkan ke Sekretariat UNFCCC. Proses tersebut dimaksudkan agar semua informasi yang disampaikan dapat divalidasi dan sesuai dengan template Registry NAMA UNFCCC.

(29)

21

21

Elemen Utama Pelaksanaan NAMAs

dan mekanisme pelaporan yang ada, seperti National Communications berikutnya dan

Biennial Update Reports (BUR).

Mengingat NAMAs tidak hanya terbatas pada kegiatan publik (unilateral dan supported) tapi termasuk juga kegiatan dalam pasar karbon (credited) 18, mekanisme kelembagaan

yang menyeluruh, terintegrasi dan kokoh sedang dipersiapkan untuk mendorong pengajuan NAMA19.

5.3. Pendanaan NAMA

5.3.1. Mekanisme Pendanaan NAMA

Indonesia diperkirakan masih membutuhkan lebih dari dua kali lipat dana iklim publik yang tersedia saat ini untuk dapat mencapai target mitigasi nasional pada kurun waktu 2010-2020 (Kemenkeu 2012). Menurut Kementerian Keuangan, untuk dapat mencapai target mitigasi dibidang kehutanan, gambut, energi dan transportasi, Indonesia membutuhkan dana sekitar 10-14 milyar USD per tahun – dimana setengahnya harus diambil dari sumber dana publik. Indonesia diperkirakan juga masih membutuhkan tambahan dana publik sebesar 2,3–5,3 milyar USD per tahun dari pemerintah Indonesia dan donor asing untuk dapat memenuhi targetnya. Sementara ini hanya 1,6 milyar USD dana publik domestik dan sekitar 0,6 milyar USD dana publik asing yang telah dijamin tersedia.

NAMAs dapat dibiayai oleh beberapa jenis pendanaan. Jenisnya dapat berupa pendanaan tunggal atau kombinasi dari hibah, pinjaman dan pembiayaan domestik. Pembiayaan untuk NAMAs harus dapat menutupi tidak hanya investasi bagi kegiatan yang secara langsung dapat mengurangi emisi GRK, namun juga mendukung dan memungkinkan kegiatan lain seperti transfer teknologi dan peningkatan kapasitas.

Donor dan investor asing dapat membiayai NAMAs dengan menyalurkan dananya kepada atau dengan menginvestasikannya di lembaga keuangan yang berkaitan dengan perubahan iklim. Menurut Undang-Undang Perbendaharaan Negara, pinjaman kepada pemerintah (sovereign-loans) harus dilakukan melalui Kementerian Keuangan. Untuk dana dalam bentuk hibah, pinjaman kepada pemerintah atau bentuk investasi lain (misalnya ekuitas) dapat dilakukan melalui lembaga keuangan yang berkaitan dengan perubahan iklim.

Untuk investasi iklim secara umum dan khususnya untuk dana hibah, donor dan investor dapat menyalurkannya melalui Indonesian Climate Change Trust Fund (ICCTF). ICCTF

18 Lihat Gambar 1

(30)

22 Kerangka Kerja Indonesia untuk Nationally Appropriate Mitigation Actions (NAMAs)

22

merupakan dana perwalian (trust fund) yang dikelola secara nasional dan didirikan oleh pemerintah Indonesia dengan tujuan agar dana yang didapat dari berbagai sumber seperti donor internasional dan sektor swasta dapat disatukan dan dikoordinasikan sehingga dapat mendukung kebijakan perubahan iklim Indonesia (GRK dan RAN-API) sesuai dengan rencana pembangunan nasional. Saat ini, ICCTF membantu beberapa Kementerian sektoral/teknis dalam pembuatan proposal NAMA, seperti Inisiatif Lampu Jalan Pintar (Smart Street Lighting Initiative/SSLI) dan NAMAs untuk energi terbarukan.

Dana untuk REDD+ Indonesia sedang dalam perumusan oleh Badan REDD+ yang baru saja terbentuk dan bertugas untuk mengelola dana dan investasi yang berkaitan dengan REDD+. Pilihan lainnya adalah dengan menggunakan dana untuk pengembangan pembangunan infrastruktur di Indonesia, yang didalamnya termasuk investasi untuk energi terbarukan dan ei siensi energi, seperti Pembiayaan Infrastruktur Indonesia (PT SMI), Pusat Investasi Pemerintah (PIP), dan Indonesia Infrastructure Guarantee Fund (IIGF).

Dari pandangan proponent NAMA, proposal dapat diajukan melalui berbagai jalur. Untuk mendukung kegiatan pada tahap program (seperti pembentukan institusi, kebijakan dan fasilitas pendukung lain) dan pada fase pembangunan proyek ( konsep proyek, studi kelayakan, dll), pendekatan dapat dilakukan pada Kementerian terkait yang mengelola NAMA sektoral, atau pemerintah daerah yang menerima dana untuk penanganan perubahan iklim dari Kemenkeu atau lembaga pembiayaan lain. Untuk mendukung tahap pelaksanaan, proposal dapat diajukan kepada lembaga yang terkait dengan perubahan iklim. NC4ND dibentuk untuk membantu proses perumusan proposal NAMA dan bantuannya dapat diminta jika diperlukan.

5.3.2. Investasi Iklim terkait yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia

Pada tahun 2012, pemerintah menganggarkan 1,59 milyar USD untuk pelaksanaan RAN-GRK. Didalamnya termasuk pengeluaran rutin pemerintah di pusat dan daerah (1,07 milyar USD) yang dicadangkan terutama untuk pengelolaan hutan dan lahan gambut yang berkelanjutan, pembiayaan investasi yang berkaitan dengan dana kehutanan, alokasi untuk investasi pemerintah dalam energi terbarukan (0,4 milyar USD), serta subsidi pajak untuk panas bumi (geothermal) dan biofuel (0,12 milyar USD) (Kemenkeu 2012).

(31)

23

23

Elemen Utama Pelaksanaan NAMAs

pemerintah sub-nasional di propinsi dan kabupaten/kota. Berbagai kegiatan NAMAs yang dilakukan mencakup penciptaan lingkungan yang mendukung (enabling environment), pengembangan dan pelaksanaan proyek.

5.3.3. Pembiayaan Swasta

Indonesia memiliki potensi besar untuk mendapatkan sumber daya dari sektor swasta. Rata-rata loan to deposit ratio (LDR) bank komersial di Indonesia selama periode 2006-2012 adalah sebesar 73%. Hingga bulan Juni 2013, dana pihak ketiga yang tersedia untuk dipinjamkan oleh bank-bank komersial adalah sebanyak 42,8 Milyar USD (Bank Indonesia 2013). Sementara itu pada tahun 2012, survey yang dilakukan oleh Ernst & Young, investor ekuitas swasta global, dan bankir investasi ekuitas swasta yang berbasis di Asia Pasii k memilih Indonesia sebagai 5 negara teratas untuk tujuan investasi. Dari tahun 2011 hingga September 2012, Ernst & Young melaporkan 13 transaksi investasi bernilai hampir sebesar 900 juta USD.

Angka tersebut menunjukan potensi yang sangat besar untuk pembiayaan swasta di dalam negeri, akan tapi masih sangat sulit untuk menilai berapa jumlah yang dapat digunakan untuk investasi yang ramah lingkungan. Namun demikian, angka tersebut juga memperlihatkan potensi komersial dari proyek iklim di Indonesia untuk mendapatkan kesempatan pembiayaan swasta, baik domestik maupuan global.

Sebagai kesimpulan, pembiayaan NAMAs khususnya akan membutuhkan paket pembiayaan yang komprehensif, terdiri dari sumber dan mekanisme publik, investasi dan pembiayaan sektor swasta, serta pembiayaan internasional melalui NAMAs supported. Direkomendasikan juga untuk memasukkan lampiran (annex) seperti rencana perkiraan keuangan dan anggaran dalam proposal NAMA yang diajukan. Selain dari itu, NC4ND dibentuk sebagai unit yang membantu penyusunan dokumen yang diperlukan, juga sebagai matchmaker dengan lembaga, sumber dan mekanisme keuangan terkait.

Boks 3. Usulan untuk skema baru NAMAs untuk mendapatkan bantuan internasional

(32)

24 Kerangka Kerja Indonesia untuk Nationally Appropriate Mitigation Actions (NAMAs)

24

Gambar 8. Skema NAMAs untuk mendapatkan bantuan international

Penentuan Baseline

NAMA disusun berdasarkan RAN-GRK untuk mendukung pencapaian target mitigasi nasional (-26 / - 41 % hingga 2020). Pencapaian penurunan tersebut tidak akan dihitung sebagai off set

sehingga tidak bisa dibeli di pasar karbon oleh negara lain yang berusaha untuk mencapai target mitigasi domestiknya – seperti halnya CDM dan mekanisme pasar karbon lainnya. Sumber pembiayaan untuk pembayaran berbasis kinerja (PBP) diharapkan dapat menjadi andalan pembiayaan jangka panjang oleh negara-negara industrialis (UNFCCC, 2009-2012) yang dimaksudkan untuk memberikan bantuan kepada negara-negara berkembang dalam upaya mereka untuk mengurangi emisi dan berkontribusi terhadap target pokok UNFCCC.

Indonesia akan merancang program NAMA, seperti dicontohkan oleh program ‘limbah menjadi energi’ yang bertujuan untuk mengurangi gas metana. Pemerintah mendukung pengembangan ‘limbah menjadi listrik’ dengan menyediakan dana investasi untuk pembangunan pembangkit listrik dan meningkatkan grid connection. Sektor swasta berinvestasi pada teknologi ‘limbah menjadi energi’ dan menghasilkan listrik bagi energi dari sisi permintaan. Pada tahapan program, elemen yang berbeda dalam ‘limbah menjadi listrik’ dihubungkan dan difasilitasi oleh mekanisme NAMA tertentu (termasuk lembaga keuangan untuk memfasilitasi pra-pembiayaan dan investasi) dibawah koordinasi lembaga pemerintah (KemenESDM dan Bappenas).

Berkaitan dengan skenario BAU, penurunan emisi GRK melalui NAMA dapat dihitung menggunakan metode yang telah disepakati dan sistem MRV. Unit tersebut dapat disebut sebagai Voluntary NAMA Emission Reduction (VNER) yang disusun atas proxy terkait, tergantung dari penilaian kebutuhan (need assessment) dan negosiasi antara negara donor dan Indonesia.

(33)
(34)

26 Kerangka Kerja Indonesia untuk Nationally Appropriate Mitigation Actions (NAMAs)

Data Terkini

Perkembangan NAMAs

Proposal-proposal NAMA yang saat ini sedang disusun (dan telah diajukan sebagian) pada sektor-sektor yang berbeda dengan dukungan dari lembaga pembangunan dan ahli kebijakan perubahan iklim termasuk didalamnya: 1) NAMAs energi terintegrasi; 2) NAMAs limbah terintegrasi; dan 3) NAMAs berbasis lahan. NAMA energi terintegrasi telah dikembangkan untuk dapat mencakup aksi-aksi mitigasi pada proses produksi energi dan ei siensi energi di sektor transportasi, industri dan komersial.

Beberapa proposal NAMA di sektor energi telah disusun mencakup sisi produksi (untuk memaksimalkan penggunaan energi) dan sisi konsumsi (ei siensi energi yang diterapkan pada sektor transportasi, industri dan komersial). Saat ini ada dua proposal NAMA yang sedang dalam penyusunan dan dua proposal yang telah diajukan untuk mendapatkan pendanaan internasional, yaitu RENAMA dan SSLI20. Untuk sektor transportasi, satu

proposal SUTRI telah diajukan ke UNFCCC; dan kelanjutan dari proposal SUTRI juga telah diajukan untuk mendapatkan pendanaan internasional21. Dalam sektor industri, dua

proposal masih dalam penyusunan seperti juga dalam sektor berbasis lahan. Disektor limbah, proposal V-NAMAs telah diajukan untuk mendapatkan pendanaan internasional22.

Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat dalam tabel ringkasan perkembangan NAMAs terkini dibawah ini.

20 Pengembangan konsep NAMA SSLI dan RE NAMA dibantu oleh GIZ PAKLIM yang didanai oleh German Federal Ministry for Economic Cooperation and Development, lihat intisari proyek di lampiran 2

21 Ibid

22 Pengembangan konsep V-NAMA dibantu oleh proyek V-NAMA regional yang didanai oleh German Federal Ministry for Environment, Nature Conservation and Nuclear Safety, ibid

(35)

27 Gambar 9. Tabel ringkasan perkembangan NAMAs terkini

Sektor NAMA Perkembangan Terkini Lembaga

Energi RENAMA – Biomass ** (lihat intisari proyek di lampiran 2 bagian 2.1.1)

ESDM

RE-NAMAs: hydro *** ESDM Smart Street Lighting

Initiative (SSLI) NAMA

** (lihat intisari proyek di lampiran 2 bagian 2.1.2)

ESDM

Bio-fuel NAMAs *** ESDM Transportasi SUTRI * dan ** (lihat intisari proyek

di lampiran 2 format 2.2)

Kemenhub, Bappenas NAMA transportasi

Jabodetabek

*** UKP4

NAMAs transportasi udara *** Kemenhub Industri Industri Semen *** Kemenperin

NAMA Industri Jabodetabek

*** UKP4

Limbah V-NAMAs ** (lihat intisari proyek di lampiran 2 format 2.3)

Bappenas, KemenPU

Berbasis Lahan NAMAs kayu menjadi energi

*** Kemenhut, ICCTF

Rehabilitasi dan reklamasi paska pertambangan untuk perkebunan kecil

*** Pemerintah Provinsi Kaltim

*) telah diajukan ke UNFCCC

(36)

28 Kerangka Kerja Indonesia untuk Nationally Appropriate Mitigation Actions (NAMAs)

28

Proyek NAMA dalam sektor limbah Indonesia telah disusun dan diharapkan dapat membuka potensi besar penurunan GRK yang sementara ini difokuskan dalam sektor limbah padat. Berkaca pada REDD+ untuk NAMAs berbasis lahan, pemerintah Indonesia saat ini telah menyusun strategi nasional untuk penurunan emisi melalui NAMAs limbah terintegrasi (REF-WS) dan NAMAs energi terintegrasi (REFF-BURN).

Sekitar 19 aksi RAN-GRK telah terdaftar dalam sektor berbasis lahan, dengan jumlah penurunan emisi sebesar 672-juta ton CO2 atau 87.6% dari total target nasional. Beberapa aksi telah mendapatkan anggaran yang bersumber dari APBD/APBN. Aksi-aksi ini diharapkan dapat diajukan sebagai NAMAs untuk mendapatkan pengakuan (seeking recognition), dan masuk dalam NAMAs unilateral yang termasuk dalam target sukarela sebesar 26%.

(37)

29

Langkah Selanjutnya

Dokumen kerangka kerja NAMAs Indonesia ini dibuat untuk memberikan gambaran dari perkembangan aksi mitigasi GRK di Indonesia. Lebih lanjut, dokumen ini diharapkan juga dapat menjadi pedoman untuk:

1. Menjamin keberlanjutan rencana kebijakan dalam isu perubahan iklim; 2. Memperkuat kapasitas kelembagaan untuk pengembangan NAMA;

3. Mengadopsi aksi mitigasi GRK ke dalam kebijakan pembangunan nasional dan sub-nasional untuk mencapai target mitigasi sub-nasional;

4. Memperkuat posisi Indonesia dalam agenda perubahan iklim internasional.

Untuk mencapai tujuan tersebut, beberapa langkah harus diambil sebagai aksi tindak lanjut, termasuk:

 Mempersiapkan prasyarat penting dalam pengembangan NAMA di berbagai sektor;

 Memperkuat sistem dan mekanisme perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan kontrol bagi pengembangan NAMA untuk memastikan keberlanjutannya.

 Meningkatkan upaya promosi dan pemasaran tentang ide mengenai NAMAs di sektor-sektor lain yang berbeda;

 Memperbaiki keahlian negosiasi untuk meningkatkan kepercayaan donor agar mendukung pengembangan NAMA di Indonesia;

 Memperkuat kapasitas lembaga dan kualitas sumber daya manusia dalam pengembangan NAMA.

(38)

30 Kerangka Kerja Indonesia untuk Nationally Appropriate Mitigation Actions (NAMAs)

30

Lampiran

Lampiran 1. Data terkini Perkembangan NAMA

1. NAMAs Energi Terintegrasi

Dalam menanggapi negosiasi perubahan iklim pada tingkat internasional, NAMA energi terintegrasi disusun yang di dalamnya mencakup aksi-aksi mitigasi yang berasal dari produksi energi dan ei siensi energi di sektor transportasi, industri dan komersial.

Bercermin pada REDD+ pada NAMAs berbasis lahan, pemerintah Indonesia saat ini sedang menyusun strategi nasional untuk mengurangi emisi dari pembakaran bahan bakar fossil (REFF-Burn+) di sektor energi yang terintegrasi.

Beberapa proposal NAMAs telah disiapkan di sektor energi terintegrasi, yang berkaitan dengan sisi produksi (memaksimalkan penggunaan energi terbarukan) dan dari sisi konsumsi (ei siensi penggunaan energi di sektor transportasi, industri dan komersial). Satu proposal yang berkaitan dengan sektor transportasi telah diajukan ke UNFCCC.

1.1. NAMA Energi Terbarukan

NAMA Energi Terbarukan (RE-NAMA) berusaha mengatasi hambatan melalui peningkatan kapasitas bank (lembaga pembiayaan) dan pengembang proyek. Sebuah contoh model pembiayaan akan dibangun menggunakan NAMAs supported untuk menarik proyek-proyek energi terbarukan berkualitas tinggi yang memiliki biaya mitigasi khusus yang rendah namun memiliki potensi besar untuk berkembang.

Proyek energi terbarukan berkualitas tinggi akan menerima subsidi tambahan sebesar 10% dan akan menggunakan prosedur MRV dan benchmarking yang ketat. Pembiayaan proyek akan disediakan oleh BUMN untuk pembangunan infrastruktur (PT SMI) yang akan dibantu oleh unit pendukung teknis dalam menyeleksi dan melakukan uji tuntas (due diligence) terhadap proyek-proyek energi terbarukan. Kapasitas dari pelaksana proyek, bank dan lembaga pemerintah akan diperkuat. Kemenkeu akan memberikan arahan tentang instrumen i skal yang dapat mendukung perubahan transformasional dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan.

RE-NAMA akan membantu Indonesia dalam mencapai target penurunan emisinya seperti ditetapkan dalam Peraturan Presiden No. 61/2011 tentang RAN-GRK, yaitu pembangunan 1225 MW pembangkit tenaga listrik terbarukan yang dapat mengurangi lebih dari 4,2 juta ton CO2 pada tahun 2020. Selain dari itu, RE-NAMA memberikan

(39)

31

31

Lampiran

1.2. RE NAMA Skala Kecil

NAMA ini mendukung pengadaan listrik energi terbarukan pada skala kecil dan menengah (≤10 MWe). Secara khusus, NAMA ini difokuskan pada fasilitas energi milik swasta yang terkoneksi dalam sebuah jaringan sehingga listrik yang dihasilkan dapat dijual kembali kepada pihak lokal yang berwenang yang disebut dengan Penghasil Listrik Mandiri (independent power producers/IPPs). Pendekatan top-down untuk mendukung sektor ini dan melengkapi RE-NAMA di atas tentunya diperlukan, mengingat model proyek/pembiayaan tersebut berlaku sebagai katalis terhadap sektor ini.

IPPs memiliki prospek yang menjanjikan mengingat adanya lingkungan yang mendukung bagi pengembang proyek pada saat ini, seperti feed-in tariff (FiT) dan perjanjian jangka panjang pembelian energi (power purchase agreements/PPAs). Namun, demikian masih terdapat kendala antara lain: i) kapasitas untuk membangun dan melakukan penilaian dokumentasi kelayakan dan perancangan saat ini masih rendah; ii) sektor perbankan daerah masih enggan mengambil resiko untuk pengembangan teknologi baru seperti proyek energi terbarukan, dan (iii) syarat-syarat yang diajukan oleh Bank kepada IPPs seringkali terlalu tinggi.

Dibawah RE NAMA skala kecil ini, lingkungan investasi yang mendukung untuk IPPs akan dibentuk melalui gabungan antara bantuan teknis dan komponen i nansial, yang akan dilakukan pada fase awal I23.

Pada fase II, mekanisme pembiayaan publik sedang disusun dengan kolaborasi antara ESDM dan Kemenkeu berdasarkan tiga opsi rancangan awal yang terdiri atas fasilitas pinjaman, ketentuan ekuitas (untuk memperpanjang masa pinjam), atau jaminan kredit parsial kepada bank. Opsi-opsi ini dipilih untuk sebisa mungkin dilaksanakan pada struktur dan program kelembagaan yang ada.

RE NAMA skala kecil yang mendapat dukungan ini menargetkan kapasitas sebesar 1,800 MW dan bermaksud meningkatkan target dari aksi RAN-GRK yang sejalan dengan rencana pembangunan sampai tahun 2020 dan penurunan target GRK sebesar 41%24.

Peningkatan investasi sektor swasta pada energi terbarukan dapat memberikan manfaat bagi Indonesia melalui peningkatan ketahanan energi, pemenuhan energi untuk pertumbuhan (ekonomi), pengurangan subsidi, penciptaan lapangan pekerjaan, dan pengurangan polusi udara. Total dampak mitigasi yang dihasilkan diperkirakan sebesar 6.5 juta ton CO2 e/yr pada tahun 2020.

1.3. NAMA transportasi perkotaan berkelanjutan

Program NAMA Transportasi Perkotaan Berkelanjutan Indonesia (Sustainable Urban

23 Fase I termasuk: 1) pendirian Clearing House for IPPs, unit bantuan teknis yang menyediakan pedoman/ template untuk bank dan pengembang, memberikan pelatihan, menghubungkan pemangku kepentingan dengan tenaga ahli, memelihara database kontraktor dan data sumber daya energi terbarukan, dan menawarkan sedikit hibah untuk persiapan studi kelayakan dan 2) Pembangunan mekanisme kompensasi jaringan (grid compensation mechanism), mengingat IPPs di daerah terpencil seringkali gagal untuk menjual listriknya karena sering terjadi pemadaman jaringan (grid). Mekanisme kompensasi parsial berdasarkan standar minimum dapat meningkatkan pendapatan dari proyek ini.

(40)

32 Kerangka Kerja Indonesia untuk Nationally Appropriate Mitigation Actions (NAMAs)

32

Transport Program Indonesia/SUTRI NAMA) bertujuan untuk merubah sistem transportasi perkotaan di Indonesia melalui gabungan antara kegiatan untuk meningkatan kapasitas dan investasi. Diharapkan NAMA SUTRI akan mengurangi emisi sebesar 5 juta ton CO2 dan memberikan manfaat terukur lainnya seperti berkurangnya kemacetan, dan polusi udara. 

Pada tingkat nasional, program kerangka kerja nasional terdiri atas Dana Transportasi Perkotaan Berkelanjutan (Sustainable Urban Transport Fund /SUTF) yang bertujuan untuk memberikan dana pendamping bagi kebijakan daerah dan tindakan lain yang diperlukan, serta Unit Pendukung Teknis (Technical Support Unit/TSU) yang memberikan pelatihan kepada pemerintah daerah, pemberian konsultasi oleh tenaga ahli dan dana pendamping untuk studi kelayakan. Pelaksanaan program kerangka kerja nasional akan membantu mengatasi serangkaian hambatan struktural.

Pada tingkat daerah atau propinsi, paket kebijakannya meliputi campuran tindakan antara ‘push’ dan ‘pull’ yang didalamnya termasuk penyediaan transportasi umum yang berkualitas tinggi, transportasi nirmesin (non-motorised transport/NMT) seperti berjalan kaki dan bersepeda, pengelolaan permintaan transportasi (Transport Demand Management/TDM) seperti pengelolaan parkir dan lalu lintas, perencanaan tata ruang, penggunaan bahan bakar alternatif dan ei siensi kendaraan. Fase awal pelaksanaannya difokuskan pada pengurusan TDM dan mempromosikan NMT. Kota percontohan dalam fase uji coba adalah Medan, Batam dan Manado.

Pengalaman tersebut dapat meningkatkan kapasitas kota untuk mengadopsi program transportasi perkotaan berkelanjutan pada rencana induk transportasi mereka, menyesuaikan program kebijakan dan investasi, juga meningkatkan kapasitas mereka dalam proses penganggaran dan pengembangan aplikasi untuk pendanaan berbasis hibah yang ditawarkan oleh berbagai dana transportasi di tingkat nasional. Hal tersebut akan membuka jalan bagi pelaksanaan NAMA SUTRI yang lebih luas dengan adanya tambahan dana domestik dan internasional untuk merangsang perubahan transformasional dalam transportasi perkotaan di kota-kota di Indonesia.

Kriteria NAMAs di Sektor Transportasi

1. NAMAs harus disusun berdasarkan kebijakan perubahan iklim dan transportasi yang ada di Indonesia saat ini, termasuk rencana aksi perubahan iklim dan kerangka kerja nasional untuk transportasi perkotaan.

2. NAMAs harus mengupayakan terciptanya sistem transportasi yang berkelanjutan. 3. NAMAs yang diajukan harus dikoordinasikan dengan pemerintah daerah, dan harus

dapat menyediakan sistem transportasi yang lebih baik dan ei sien pada tingkat lokal berdasarkan kebutuhan transportasi daerah.

4. NAMAs harus mendorong kolaborasi antara sektor swasta dan BUMN, dan dapat memperkuat koordinasi dan kerjasama dengan kementerian dan instansi pemerintah terkait.

(41)

33

33

Lampiran

1.4. Inisiatif Penerangan Jalan Pintar (

Smart Street Lighting Initiative

/SSLI)

(NAMA Efi siensi Energi)

NAMA SSLI bertujuan untuk mengurangi emisi GRK dengan meningkatkan ei siensi energi pada sistem penerangan jalan di area perkotaan dan pedesaan di Indonesia, termasuk didalamnya penggantian penerangan jalan konvensional dengan teknologi yang lebih ei sien. Hampir seluruh kota secara parsial masih dibebankan pembayaran listrik berbasis

lump-sum (tidak terukur) untuk penerangan jalan. Dengan adanya dukungan dari NAMA SSLI, upaya untuk memasok listrik di seluruh kota di Indonesia dapat dipercepat dan diselaraskan prosesnya dengan upaya penggantian dan instalasi penerangan jalan baru yang lebih ei sien seperti penggunaan lampu LED (light-emitting diode).

NAMA SSLI akan dimulai pelaksanaannya di tahun 2014 di maksimum empat kota berukuran kecil dan sedang, sebelum diperluas pelaksanaannya di delapan kota tambahan pada tahun 2016 dan diharapkan mencapai 22 kota pada tahun 2020. NAMA SSLI akan membantu kota-kota tersebut untuk mendapatkan dana pendamping ketika harus berinvestasi pada teknologi yang lebih ei sien. Selain upaya mencapai target penurusan emisi GRK, NAMA SSLI mendukung beberapa prioritas pembangunan Indonesia lainnya seperti keamanan pasokan energi (dengan mengurangi permintaan) dan keselamatan publik (melalui peningkatan penerangan umum).

Pada tahun 2011, sekitar 3068 GWh atau 2,3 juta ton CO2 dihasilkan dari konsumsi energi untuk penerangan jalan umum. Hingga 40% dari penurunan emisi CO2 dapat dicapai dengan teknologi dan pengelolaan penerangan yang lebih ei sien.

Berdasarkan perhitungan awal, NAMA SSLI ditargetkan untuk mengurangi emisi sebesar 400.000 tCO2e hingga tahun 2020. Mengingat umur rata-rata penerangan jalan dengan menggunakan teknologi LED sekitar 10 tahun, maka NAMA SSLI dapat mencapai penurunan emisi hingga sekitar 1.400.000 tCO2e pada tahun 2024.

ICCTF akan mengelola dana NAMA internasional dan melaksanakannya di beberapa kota terpilih, memperkuat kapasitas kota-kota tersebut, dan mengatasi hambatan yang ada sehingga pelaksanaanya dapat diperluas melalui pembiayaan oleh Pusat Investasi Pemerintah (PIP) di Kemenkeu. Lebih lanjut, model Perusahaan Pelayanan Energi (Energy Service Company/ESCO) juga akan diperkenalkan. Sebagai konsekuensinya, bantuan NAMA akan diintegrasikan dengan pembiayaan domestik dalam bentuk pinjaman berbunga rendah sehingga memungkinkan untuk dijalankan di seluruh pelosok kota dan dampaknya juga dapat ditularkan ke kota-kota lainnya.

2. NAMAs Limbah Terintegrasi

(42)

34 Kerangka Kerja Indonesia untuk Nationally Appropriate Mitigation Actions (NAMAs)

34

Dengan memfokuskan pada sektor sampah perkotaan, proyek NAMA limbah Indonesia dimaksudkan untuk membuka potensi penurunan GRK di sektor limbah padat yang sangat besar. Proyek tersebut juga bertujuan untuk memperkuat sistem nasional dengan membantu mengatasi berbagai hambatan yang ada seperti kurangnya insentif keuangan; kurangnya insentif politik/manfaat lain; kurangnya integrasi; kelemahan kelembagaan; kurangnya penggunaan teknik tepat guna dalam pengelolaan limbah; kurangnya kapasitas sumber daya manusia; dan ketersediaan data dan informasi yang sangat minim.

Pendekatan yang inovatif dengan mengintegrasikan secara vertikal tiga tingkat pemerintahan (nasional, propinsi dan kabupaten/kota) akan digunakan dalam proyek ini sehingga peran dan tanggung jawab masing-masih pemerintah dapat diselaraskan. Proyek tersebut juga memulai tahap baru dengan membangun model bisnis yang dapat meningkatkan peran sektor swasta dalam pengelolaan limbah. Dalam jangka panjang, hasil dari proyek tersebut harus menjadi dasar bagi reformasi beremisi rendah di sektor limbah.

Ruang lingkup proyek ini mencakup beberapa kelompok dan ketentuan yang akan dilaksanakan di enam lokasi proyek terpilih, seperti investasi untuk infrastruktur di tempat pembuangan akhir sampah (teknologi mitigasi GRK, seperti sistem penangkapan dan penyimpanan gas di TPA); fasilitas 3R (Reduce, Reuse and Recycle), fasilitas pengolahan limbah menjadi energi; peningkatan kapasitas; pembangunan komunitas; peningkatan kesadaran masyarakat dan penguatan kelembagaan.

Perkiraan dampak mitigasi GRK langsung dari kegiatan yang telah direncanakan dalam proyek yang diusulkan tersebut adalah sebesar 1,722 juta ton CO2e selama periode 2016-2020. Penurunan emisi GRK ini diharapkan tercapai dari kegiatan utama di enam lokasi (Kendari, Malang, Pekalongan, Jambi, Jombang dan Sidoarjo). Selain dari itu, proyek yang diusulkan untuk mendapatkan dukungan NAMA ini diharapkan dapat memicu dampak mitigasi tidak langsung seperti penghematan penggunaan bahan bakar fosil yang akan digantikan oleh limbah; penghematan bahan baku mentah yang digantikan oleh bahan baku sekunder (limbah daur ulang), penurunan emisi GRK di sektor pertanian melalui penggantian sebagian pupuk kimia dengan kompos; penurunan emisi dari lindi (leachate) dengan mengoptimalkan teknologi pengolahan limbah pada TPA baru yang lebih bersih; pengelolaan limbah yang lebih baik guna menurunkan emisi GRK yang selama ini berasal dari praktik pengolahan yang tidak tepat seperti pembakaran terbuka; mengembangkan teknik penguraian dan pengomposan terkontrol untuk menghindari emisi metana yang tidak diinginkan; dan peningkatan kesadaran dan perilaku konsumen yang lebih baik untuk mengurangi limbah.

Bercermin pada REDD+ di NAMAs berbasis lahan, pemerintah Indonesia saat ini juga sedang mengembangkan strategi nasional untuk mengurangi emisi dari sektor limbah terintegrasi (REF-WS).

Kriteria NAMAs di Sektor Limbah

(43)

35

35

Lampiran 2. NAMAs harus sejalan dengan program pemerintah daerah;

3. NAMAs harus dikomunikasikan dengan baik dan disetujui oleh Kementerian dan pemerintah daerah untuk mengembangkan sistem pengelolaan limbah yang tepat guna dan berkelanjutan di tingkat lokal;

4. NAMAs harus meningkatkan kapasitas sumber daya manusia pada pemerintah daerah dan/atau masyarakat lokal;

5. NAMAs harus dapat menunjukkan manfaat tambahan di tingkat lokal; 6. NAMAs harus dapat meningkatkan ketersediaan data dan informasi.

2.1. NAMA Industri Semen

NAMA Industri Semen saat ini sedang dalam tahap pengembangan sebagai tindak lanjut dari terbitnya kebijakan Menteri Perindustrian yang mendorong industri semen dalam pelaksanaan aksi-aksi mitigasi yang didasarkan pada Peraturan Menteri Perindustrian No. 12/M-IND/PER/1/2012 tentang ‘Roadmap Penurunan Emisi CO2 pada Industri Semen’. Peraturan tersebut menerangkan bahwa industri semen diharapkan dapat mengurangi emisi GRK mereka secara sukarela sebesar 2% pada tahun 2011-2015 dan diwajibkan untuk menambahkan sebesar 3% pada tahun 2016-2015. Target ini telah disepakati untuk diterapkan di setiap perusahaan dan akan diukur berdasarkan tingkat emisi yang mereka hasilkan pada tahun 2009.

NAMA bertujuan untuk membantu perusahaan dalam mencapai target ini dan untuk menjalankan proses dan modii kasi teknologi, sebagai salah satu aksi yang tercantum dalam RAN-GRK. Pilihan mitigasi bagi industri meliputi semen campuran (blended cement), bahan bakar alternatif dan ei siensi energi yang memiliki potensi besar untuk mengurangi emisi. Manfaat lain yang diharapkan dapat dicapai antara lain kontribusi terhadap pengelolaan limbah di Indonesia dan meningkatkan daya saing industri.

Saat ini, Kementerian Perindustrian juga sedang mengembangkan instrumen yang dapat digunakan dalam pelaksanaan NAMA. Paket stimulus untuk membiayai investasi yang dilakukan oleh perusahaan saat ini sedang disiapkan dan akan menjadi bagian dari aksi pembiayaan domestik. Selain dari itu, draf pedoman teknis untuk monitoring dan pelaporan telah disiapkan dan disetujui oleh kementerian dan perusahaan industri. Didalam dokumen tersebut termasuk pedoman untuk menghitung emisi dan menyiapkan mekanisme MRV sektoral.

Kriteria NAMAs di Sektor Industri

1. NAMAs harus disusun berdasarkan kebijakan perubahan iklim dan industri yang ada di Indonesia saat ini;

2. NAMAs harus menarik bagi sektor swasta dan BUMN;

3. NAMAs harus dikomunikasikan dengan baik dan disetujui oleh sektor swasta dan BUMN yang berpartisipasi;

4. NAMAs harus mendorong dan memicu investasi yang dilakukan oleh sektor swasta dan BUMN;

5. NAMAs harus mendorong sektor swasta dan BUMN untuk memonitor dan melaporkan data yang dapat dipercaya kepada kementerian dan pemerintah daerah;

(44)

36 Kerangka Kerja Indonesia untuk Nationally Appropriate Mitigation Actions (NAMAs)

36

3. NAMAs Berbasis Lahan

Mengurangi emisi dari sektor berbasis lahan merupakan fokus utama dari aksi mitigasi Indonesia hingga 2020. Aksi mitigasi pada sektor berbasis lahan dapat dioperasionalisasikan melalui mekanisme NAMA atau REDD+. Berdasarkan strategi REDD+ dan fase kesiapan saat ini, inisiatif REDD+ akan difokuskan pada perbaikan kondisi untuk mendukung pelaksanaan REDD+ mendatang. Kondisi yang mendukung ini termasuk:

1. Meningkatkan tata kelola kehutanan, seperti meningkatkan prosedur perizinan/ lisensi, sistem penguasaan lahan dan penguatan lembaga perencanaan tata ruang. 2. Meningkatkan pengelolaan basis data, seperti kebijakan data satu peta, monitoring

dan inventarisasi hutan nasional.

3. Meningkatkan pengelolaan hutan yang berkelanjutan melalui pembuatan peraturan.

Untuk NAMAs berbasis lahan, tahap awal dari penyusunan proposal NAMA adalah dengan mengeksplorasi beberapa inisiatif yang dapat menunjukan aksi cepat dan tepat dalam mengurangi emisi dari sumber sektor berbasis lahan. Aksi-aksi ini kemudian harus dapat dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat diteruskan pada tahap berikutnya.

Saat ini beberapa inisiatif sedang dalam tahap eksplorasi untuk dikembangkan menjadi proposal NAMA yang konkret. Satu inisiatif dari pemerintah Kalimantan Timur adalah proyek NAMA yang difokuskan pada rehabilitasi dan reklamasi area bekas tambang dan akan dipergunakan sebagai perkebunan rakyat sehingga dapat meningkatkan mata pencaharian masyarakat lokal. Inisiatif ini juga sejalan dengan prioritas rencana aksi provinsi Kalimantan Timur, dan sub-sektor ini diprediksi dapat memberikan kontribusi penurunan emisi GRK yang signii kan berdasarkan skenario BAU. Status proyek saat ini masih berada dalam fase studi kelayakan. Studi kelayakan ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi tentang strategi dan aspek t eknis pelaksanaan serta mengusulkan kerangka kerja peraturan pada tingkat nasional dan daerah (propinsi dan kabupaten), sehingga memungkinkan untuk dilakukan reklamasi dan rehabilitasi paska tambang bagi pengembangan perkebunan rakyat.

Beberapa proposal tentang hutan tanaman rakyat juga sedang dikembangkan terutama mengenai NAMAs pengolahan kayu menjadi energi. Namun, masih diperlukan upaya lebih lanjut untuk dapat merancang kegiatan yang dapat diimplementasikan dan diajukan sebagai proposal NAMA.

(45)

37

37

Lampiran

Lampiran 2. (Tautan ke Gambar 10. Tabel ringkasan

perkembangan NAMAs terkini)

Format 2.1. Intisari Proyek di Sektor Energi

2.1.1. Proposal telah diajukan untuk Pendanaan Internasional – RENAMA

25

Project Proposal

1. Project Title : Enabling Renewable Energy Investment in Indonesia through supported NAMAs (RENAMA)

2. Project Type :

3. Executing Agency : Ministry of National Development Planning/ Bappenas

4. Implementing Agency : Ministry of Energy and Mineral Resources

5. Duration : 4 years

6. Location :

7. Background:

Indonesia has taken decisive steps to initiate a transformational change from a predominantly fossil fuel based economy towards a sustainable energy supply with Renewable Energy (RE). Goals for Greenhouse Gas (GHG) mitigation and RE have been set, action plans announced, ministerial regulations for feed in introduced and respective institutions set up. Although the potential for RE exceeds 100 GW there are hardly any projects implemented. Main reasons are: absence of a functioning i nance mechanism, lack of i nancing institutions familiar with RE project i nance, low capability of developers to propose bankable projects. These bottlenecks shall be overcome through capacity building of banks and project developers and a showcase i nancing model shall be established, using supported NAMAs to bring high quality RE projects with low specii c mitigation cost and high potential for upscaling to the ground. Qualii ed RE projects shall receive incremental subsidies of 10% and will be subject to strict MRV and benchmarking procedures. Project i nance will be provided by SMI, to be assisted by a technical support unit in screening and due diligence of RE-projects. Capacities of project developers, banks and government institutions will be strengthened. The Ministry of Finance will be advised on i scal instruments to support the transformational change from subsidized fossil fuels to RE.

Gambar

Gambar 1. Konsep NAMAs
Gambar 2.  Perkembangan kebijakan perubahan iklim di Indonesia
Gambar 3.  NAMAs  unilateral, supported, dan credited
Gambar 4.  RAN-GRK sebagai NAMA Indonesia
+4

Referensi

Dokumen terkait

Indikator capaian penelitian berisi acuan yang digunakan peneliti untuk melakukan penilaian sehingga tingkat ketercapaian suatu tujuan dalam penelitian dapat

meningkatkan kesuburan tanah, 2) mengurangi persaingan dengan tumbuhan lain, baik dalam pengambilan air, unsur hara, cahaya matahari dan udara, 3) mencegah terjadinya serangan hama

Penulis bersyukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul „‟Dampak Kekosongan

Meskipun jawaban ini kuat, namun tidak sekuat jawaban (B). Jawaban ini bagus, karena memberitahukan kepada sang pewawancara bahwa Anda memiliki kemampuan yang kuat untuk

[r]

Peristiwa tersebut didahului dengan peringatan keras dalam dua ayat sebelumnya (Bil. Berdosa tanpa disengaja karena kelalaian dan kelemahan merupakan satu hal, tetapi berdosa

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah

Hasil ini menwrjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat pengaruh secara simultan variabel perlumbuhan Ekonomi (PE), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi