• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pedoman teknis penghitungan baseline sektor berbasis lahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pedoman teknis penghitungan baseline sektor berbasis lahan"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

PEDOMAN TEKNIS

PENGHITUNGAN BASELINE

EMISI DAN SERAPAN GAS

RUMAH KACA SEKTOR

BERBASIS LAHAN

BUKU I: LANDASAN ILMIAH

Republik Indonesia

(2)

Penasehat

Endah Murniningtyas, Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Bappenas

Prof. Herman Haeruman, Institut Pertanian Bogor

Koordinator

Wahyuningsih Darajati, Direktur Lingkungan Hidup, Bappenas

Editor

Fahmuddin Agus, Iman Santosa, Sonya Dewi,

Prihasto Setyanto, Syamsidar Thamrin, Yuliana Cahya Wulan, Febyana Suryaningrum

Tim Penulis

Iman Santosa, Ruanda Agung Sugardiman, Ari Wibowo, Saipul Rachman, Anna Tosiani, I. Wayan Susi Darmawan, Mega Lugina, Fahmuddin Agus, Ai Dariah, Maswar, Prihasto Setyanto, Miranti Arianti, Wiharjaka, Anggri Hervani, Ali Pramono, Yeni Widiawati, Wisri Puastuti, Dwi Yullistiani, Anny Meilani, Sonya Dewi, Feri Johanna, Degi Harja, Andree Ekadinata, Febyana Suryaningrum, Yuliana Cahya Wulan

Tim Pendukung Teknis

Medrilzam, Pungki Widiaryanto, Novita Sari, Ira Ratnasari ISBN: ……….

Sitasi

(3)

PEDOMAN TEKNIS

PENGHITUNGAN BASELINE

EMISI DAN SERAPAN GAS

RUMAH KACA SEKTOR

(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kami ucapkan kepada seluruh staf di Kedeputian Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Kementerian PPN/Bappenas atas bantuan fasilitasi teknis dalam penyusunan pedoman ini.

Penyusunan Pedoman Umum Rencana Aksi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca didukung oleh The Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit GmbH

(GIZ) melalui Proyek Policy Advice for Environment and Climate Change (PAKLIM) dan Green Economy and Locally Appropriate Mitigation Actions in Indonesia

(GE-LAMA I). Dukungan tersebut sangat dihargai.

Proses penyusunan dokumen ini tidak terlepas dari dukungan kemitraan dan dedikasi berbagai institusi berikut:

1. Kementerian Kehutanan 2. Kementerian Pertanian

3. World Agroforestry Cente (ICRAF) 4. Kementerian Lingkungan Hidup

5. Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4)

6. Japan International Cooperation Agency (JICA) 7. Indonesian Climate Change Trust Fund (ICCTF)

(5)

iii

DAFTAR ISI

UCAPAN TERIMA KASIH ii

DAFTAR ISI iii

KATA PENGANTAR ix

DAFTAR ISTILAH x

BAB 1. PENDAHULUAN 1

BAB 2. DATA AKTIVITAS PENGGUNAAN DAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN

5

2.1. Sumber Data Aktivitas 5

2.2. Dasar pemilihan tahun 2006- 2011 sebagai base year 14

BAB 3. EMISI DARI BIOMAS TUMBUHAN 17

3.1 Cadangan karbon 17

3.2 Faktor emisi 18

3.3 Perkiraan emisi masa lalu (2006-2011) dan emisi pada periode yang akan datang (2011-2020)

24

3.4 Rencana Aksi Nasional Penurunan emisi gas rumah kaca 43

3.5 Manfaat tambahan dari aksi penurunan emisi gas rumah kaca 46

BAB 4. EMISI DARI TANAH GAMBUT 49

4.1 Emisi karena dekomposisi gambut 49

4.2 Emisi dari kebakaran gambut (below ground) 55

4.3 RAN Penurunan emisi dari oksidasi dan kebakaran gambut 61

4.4 Manfat tambahan dari aksi mitigasi pada lahan gambut 61

BAB 5. EMISI METANA DARI LAHAN SAWAH 63

5.1 Data Aktivitas 64

5.2 Faktor emisi metana dari lahan sawah 65

5.3 Emisi masa lalu (2006-2011) dan emisi ke depan (2011-2020) 68

5.4 Rencana aksi nasional penurunan emisi GRK 69

(6)

BAB 6. EMISI N2O DARI PEMUPUKAN 73

6.1 Data Aktivitas 74

6.2 Faktor emisi 75

6.3 Emisi masa lalu (2006-2011) dan emisi ke depan (2011-2020) 78

6.4 RAN Penurunan emisi N2O 79

6.5 Manfaat tambahan mitigasi emisi N2O dari pemupukan 80

BAB 7. EMISI DARI SUBSEKTOR PETERNAKAN 83

7.1 Emisi CH4 dari proses pencernaan: Data aktivitas dan faktor emisi 83

7.2 Emisi CH4 dari kotoran ternak: Data aktivitas dan faktor emisi 86

7.3 Emisi N2O dari kotoran hewan: Data aktivitas dan faktor emisi 86

7.4 Emisi masa lalu (2006-2011) dan proyeksi emisi 2011-2020 87

7.5 RAN/RAD Penurunan emisi GRK Subsektor Perternakan 90

7.6 Manfat tambahan 93

EMISI BAU DAN MITIGASI SEMUA SUB-SEKTOR BERBASIS LAHAN 95

REFERENSI 98

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Zone Pemanfaatan Ruang wilayah Indonesia yang dibagi atas lahan mineral dan lahan gambut (Sumber: diolah dari Ritung et al. 2011 dan data Penunjukan Kawasan yang diterbitkan oleh Kemenhut).

7

Tabel 2 Tipe penutupan hutan dan lahan berdasarkan klasifi kasi Ditjen Planologi Kehutanan.

8

Tabel 3 Matriks penutupan dan transisi penutupan lahan mineral Indonesia antara tahun 2006 sampai 2011 pada semua zone pemanfaatan ruang (ribu hektar).

11

Tabel 4 Matriks penutupan dan transisi penutupan lahan gambut Indonesia antara tahun 2006 sampai 2011 pada semua zone pemanfaatan ruang (dalam ribu hektar).

12

Tabel 5 Matriks penutupan dan transisi penutupan lahan mineral Indonesia antara tahun 2006 dan 2011 pada areal penggunaan lain (APL) dalam ribu hektar.

13

Tabel 6 Faktor emisi (cadangan karbon) di atas permukaan tanah yang direkomendasikan untuk inventarisasi emisi dari perubahan penggunaan lahan pada skala nasional

19

Tabel 7 Emisi, penyerapan (sekuestrasi dan net emisi CO2-e dari biomas tumbuhan karena pengaruh perubahan penggunaan lahan tahun

(7)

v

DAFTAR ISI

Tabel 8 Matriks emisi base year tahun 2006-2011 skala nasional dari biomas di atas permukaan lahan mineral akibat perubahan tutupan lahan (juta ton CO2e/tahun).

29

Tabel 9 Matriks emisi base year tahun 2006-2011 skala nasional yang berasal dari biomas di atas permukaan lahan gambut akibat perubahan tutupan lahan (juta ton CO2e/tahun).

30

Tabel 10 Emisi base year (tahun 2006-2011) skala nasional yang berasal dari biomas akibat perubahan tutupan lahan mineral dan lahan gambut (juta ton CO2e/tahun).

31

Tabel 11 Matriks proyeksi tutupan dan transisi tutupan lahan mineral Indonesia antara tahun 2016-2021 pada semua zone pemanfaatan ruang (dalam ribu hektar) berdasarkan skenario BAU historis.

38

Tabel 12 Matriks proyeksi tutupan lahan gambut Indonesia antara tahun 2016-2021 pada semua zone pemanfaatan ruang (dalam ribu hektar) berdasarkan skenario BAU historis.

39

Tabel 13 Matriks proyeksi emisi tahun 2011-2016 skala nasional yang berasal dari biomas pada lahan mineral dan lahan gambut akibat perubahan tutupan lahan (juta ton CO2e/tahun).

40

Tabel 14 Matriks proyeksi emisi tahun 2016-2021 skala nasional yang berasal dari biomas pada lahan mineral dan lahan gambut akibat perubahan tutupan lahan (juta ton CO2e/tahun).

41

Tabel 15 Faktor emisi dari lahan gambut yang didrainase dan perbandingannya dengan angka acuan dari berbagai sumber lainnya.

50

Tabel 16 Matriks faktor emisi dari dekomposisi gambut (ton CO2e/(ha . tahun)) pada berbagai kelas penutupan (angka pada diagonal) dan perubahan penutupan lahan (angka di luar diagonal) lahan gambut.

53

Tabel 17 Matriks emisi base year (tahun 2006-2011) skala nasional yang berasal dari dekomposisi gambut akibat penggunaan dan perubahan penggunaan lahan gambut (juta ton CO2e/tahun).

54

Tabel 18 Luas panen padi sawah di Indonesia dari tahun 2000 sampai 2012

66

Tabel 19 Faktor koreksi emisi metana dari lahan sawah dengan berbagai sistem pengelolaan air

66

Tabel 20 Faktor emisi dan faktor koreksi emisi metana (CH4) dari lahan sawah untuk berbagai varietas padi (Sumber: Setyanto et al. 2005).

67

Tabel 21 Konsumsi pupuk N lahan pertanian Indonesia dari tahun 2007 sampai tahun 2011

74

Tabel 22 Faktor emisi N2O langsung dan tidak langsung. 76

Tabel 23 Faktor emisi gas metana (CH4) dari proses pencernaan berbagai jenis ternak

(8)

Tabel 24 Populasi ternak Indonesia dari tahun 2006 sampai tahun 2012 (ribu ekor).

85

Tabel 25 Estimasi populasi ternak dari tahun 2013 sampai 2020. 85

Tabel 26 Faktor emisi CH4 dari kotoran hewan dengan berbagai metode pengelolaan (IPCC, 2006).

86

Tabel 27 Angka acuan (default) untuk kandungan N pada kotoran hewan di Asia dan perkiraan berat badan rata-rata.

87

Tabel 28 Faktor emisi N2O dari kotoran ternak dengan berbagai sistem pengelolaan

87

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Peta sebaran lahan gambut Indonesia (Ritung et al. 2011). 6

Gambar 2 Konsep perhitungan perubahan cadangan karbon, dengan pendekatan stock difference, dan konsep cadangan karbon rata-rata waktu (time averaged C stock) untuk perubahan tutupan lahan dari hutan sekunder (Hs) ke dua siklus hutan tanaman industri (Ht).

22

Gambar 3 Konsep perhitungan riap karbon pada hutan sekunder (Hs) dengan cadangan C 169 t/ha dan riap 2.3 ton C/(ha . tahun) dan perubahan hutan sekunder menjadi hutan tanaman industri (Ht).

24

Gambar 4 Deskripsi perhitungan emisi berbasis lahan, termasuk Sektor Pertanian.

27

Gambar 5 Emisi CO2e skala nasional dari biomas di atas permukaan tanah gambut dan tanah mineral dari perubahan tutupan lahan.

32

Gambar 6 Kontribusi masing-masing zona pemanfaatan ruang terhadap emisi nasional dari perubahan penggunaan lahan pada lahan gambut (g) dan lahan mineral.

33

Gambar 7 Skenario baseline dan proyeksi tingkat emisi kotor (REL) dan net emisi (RL) pada tingkat lokal (Provinsi dan Kabupaten) berdasarkan tahapan dalam kurva ‘Forest transition’ (Dewi et al. 2012).

35

Gambar 8 Skema perhitungan emisi kumulatif pada skenario business as usual (BAU) dan skenario mitigasi emisi gas rumah kaca.

36

Gambar 9 Perkiraan net emisi Business as Usual (BAU) kumulatif dari biomas tumbuhan pada lahan mineral dan lahan gambut berdasarkan pendekatan historis.

37

Gambar 10 Perkiraan emisi tahunan dan emisi kumulatif pada skenario bussiness as usual (BAU) dari dekomposisi gambut dan biomas tumbuhan karena perubahan tutupan lahan berdasarkan pendekatan historis dan forward looking dengan asumsi bahwa emisi mengalami kenaikan sebanyak 2,5% per tahun

(9)

vii

DAFTAR ISI

Gambar 11 Perkiraan jumlah emisi CO2e tahunan dari kehilangan biomas tumbuhan dan dekomposisi gambut pada skenario BAU dan beberapa skenario penurunan emisi gas rumah kaca. BAU = Business as usual; S 1 = Penangguhan penggunaan hutan gambut untuk pertanian dan Ht; S2 = S1 + penangguhan penggunaan hutan pada lahan mineral untuk pertanian dan Ht; S3 = S2 + pemanfaatan belukar gambut untuk menjaga trend perluasan lahan pertanian dan Ht agar sama dengan trend 2006-2011, dan S4 = S3 + Pemanfaatan belukar lahan mineral untuk menjaga trend perluasan lahan pertanian dan Ht sama dengan trend 2006-2011.

44

Gambar 12 Memperlihatkan bahwa penangguhan penggunaan hutan gambut dan hutan mineral tanpa mengurangi laju perluasan lahan pertanian dan Ht (Skenario S4) mampu menurunkan emisi GRK secara signifi kan. Skenario ini merubah posisi emisi dari biomas tumbuhan dari 340 juta ton CO2e/tahun pada periode 2006-2011 menjadi negatif 8.4 juta ton CO2e/tahun pada periode 2011-2016 dan negatif 1.1 juta ton CO2e/tahun pada periode 2016-2021. Emisi dari dekomposisi gambut tidak mengalami penurunan dengan skenario S4 ini, malahan meningkat dari 278 juta ton CO2e/tahun pada periode 2006-2011 menjadi 287 juta ton CO2e/tahun pada periode 2011-2016 dan 294 juta ton CO2e/tahun pada periode 2016-2021. Hal ini disebabkan karena luas lahan gambut yang dipengaruhi drainase tidak berkurang, malahan drainase lahan gambut semakin dalam dengan konversi belukar gambut menjadi lahan pertanian dan Ht.

44

Gambar 13 Emisi CO2 dari perubahan tutupan lahan pada lahan mineral dan lahan gambut serta dekomposisi tanah gambut pada berbagai skenario pengendalian deforestasi di kawasan hutan pada pada periode 2016-2021.

46

Gambar 14 Emisi CO2e kumulatif pada periode 2006-2011, 2006-2016 dan 2006 -2021 CO2 dari dekomposisi gambut.

55

Gambar 15 Perkiraan emisi rata-rata tahun 2000 sampai 2006 dari kebakaran gambut di pulau-pulau utama di Indonesia (dalam juta ton CO2e/tahun; %) (van der Werf et al. 2008).

60

Gambar 16 Variasi tahunan dan kecenderungan emisi CO2 dari kebakaran gambut Indonesia tahun 2000 sampai 2006 (diolah dari van der Werf et al. 2008).

60

Gambar 17 Luas panen padi sawah tahun 2006-2011 dan proyeksi sampai tahun 2021 dengan model kuadratik.

68

Gambar 18 Emisi historis dan proyeksi emisi CH4 dari lahan sawah tanpa usaha mitigasi (BAU) antara tahun 2006 sampai tahun 2011 dan proyeksinya sampai tahun 2021.

69

Gambar 19 Perkiraan emisi CH4 dari lahan sawah tahun 2006 sampai tahun 2011 dan proyeksi antara tahun 2021 dengan pengelolaan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT).

(10)

Gambar 20 Perkiraan emisi CH4 dari lahan sawah tahun 2006 sampai tahun 2011 dan proyeksinya antara tahun 2011 sampai tahun 2021 dengan pengelolaan konvensional (BAU) dan skenario mitigasi melalui Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT).

71

Gambar 21 Perkiraan emisi N2O historis tanah yang dikelola dari tahun 2007-2011.

78

Gambar 22 Perkiraan emisi N2O langsung dari tanah yang dikelola tahun 2007-2011 dan proyeksinya sampai tahun 2020.

78

Gambar 23 Populasi ternak dari tahun 2006 dan proyeksinya sampai tahun 2020.

85

Gambar 24 Emisi CH4 dari proses pencernaan ternak dari tahun 2006 sampai 2012 dan proyeksinya dari tahun 2013 sampai tahun 2020.

88

Gambar 25 Persentase emisi metana (CH4) dari proses pencernaan berbagai jenis hewan ternak Indonesia berdasarkan data aktivitas populasi ternak tahun 2011.

88

Gambar 26 Emisi metana (CH4) dari kotoran ternak di Indonesia. 89

Gambar 27 Emisi N2O dari kotoran ternak Indonesia 90

Gambar 28 Emisi CH4 dan N2O dari berbagai sumber Subsektor Peternakan antara tahun 2013 sampai 2012 dan proyeksi antara tahun 2013 sampai 2020.

92

Gambar 29 Estimasi emisi metana pada skenario BAU historis dan penurunan emisi dari sektor peternakan apabila diterapkan teknik mitigasi melalui manajemen pemberian pakan.

92

Gambar 30 Perkiraan emisi BAU dari semua sub-sektor dari bidang berbasis lahan untuk periode base year 2006-2011 dan proyeksi pada periode 2011-2016 serta 2016-2021.

96

Gambar 31 Sumbangan emisi tahunan dari berbagai sub-sektor pada sektor berbasis lahan pada periode tahun dasar (base year) 2006-2011.

97

Gambar 32 Emisi dari semua sektor berbasis lahan pada skenario BAU forward looking dan skenario penurunan emisi 13% dan 20,5% dari BAU pada periode 2011-2016 dan 26% dan 41% dari BAU pada periode 2016-2021.

(11)

KATA PENGANTAR

Dalam rangka menyusun recana aksi nasional penurunan emisi gas rumah kaca (RAN-GRK) seperti diamanatkan oleh Peraturan Presiden No. 61 tahun 2011, diperlukan suatu buku panduan teknis yang menguraikan tentang landasan ilmiah perhitungan emisi gas rumah kaca pada skenario business as usual (BAU) dan beberapa skenario penurunan emisi. Buku ini dikemas dalam uraian yang sederhana dan mudah dipahami oleh para pihak yang berkepentingan. Buku panduan teknis ini disusun untuk meningkatkan pemahaman berbagai pihak di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten untuk menyusun RAN dan rencana aksi daerah (RAD-GRK).

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional mengucapkan terima kasih kepada Tim Ahli yang mewakili Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian dan World Agroforestry Centre (ICRAF) yang telah meluangkan waktu dan pemikirannya untuk penyusunan pedoman ini. Pedoman ini merupakan

living document yang akan diperbaharui sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang terkait dengan faktor emisi dan penetapan data aktivitas, serta kesepakatan para pihak terkait dengan kebijakan nasional dan hasil negosiasi di tingkat internasional.

Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup

(12)

DAFTAR ISTILAH

Bahan organik (Organic matter). Bahan yang berasal dari makhluk hidup yang dapat terdekomposisi atau merupakan hasil dekomposisi atau bahan yang terdiri dari senyawa organik.

BAU (business as usual).Angka perkiraan tingkat emisi gas rumah kaca pada satu atau dua periode yang akan datang (dalam panduan ini periode 2011-2016 dan 2011-2016-2021) berdasarkan kecenderungan yang berlaku sekarang (dalam panduan ini 2006-2011).

Berat isi (BI) atau kerapatan lindak tanah (Soil bulk density). Berat kering tanah per satuan volume (termasuk volume padatan dan pori tanah) dalam keadaan tidak terganggu.

Biomas (Biomass).Masa (berat) dari organisme yang hidup yang terdiri atas tumbuhan dan hewan yang terdapat pada suatu areal. Satuannya adalah t/ha. Untuk panduan ini biomas adalah berat kering tumbuhan dalam satu satuan luas.

Biomas di atas permukaan tanah (Above ground biomass). Masa tumbuhan yang terdapat di atas permukaan tanah yang terdiri atas pohon, dahan, ranting dan daun. tumbuhan

Biomas di bawah permukaan tanah (Below ground biomass). Masa tumbuhan yang terdapat di bawah permukaan tanah yang terdiri atas akar tumbuhan dan makhluk hidup di dalam tanah. Pada umumnya yang dihitung untuk panduan ini adalah akar tumbuhan. Satuan dari biomas adalah ton/ha atau secara umum satuan berat dibagi dengan satuan luas lahan.

(13)

xi

DAFTAR ISTILAH

Data aktivitas (Activity data).Luas suatu penutupan lahan dan luas suatu lahan yang berubah dari suatu kelas penutupan menjadi kelas penutupan lainnya. Untuk Sektor Peternakan data aktivitas adalah jumlah ternak dan jumlah kotoran yang dihasilkan ternak pada suatu negara, perovinsi, kabupaten, kecamatan atau desa. Untuk emisi dari lahan sawah, data aktivitas adalah luas lahan sawah dengan sistem pengelolaan tertentu, misalnya sawah irigasi dan sawah tadah hujan yang menanam varietas padi tertentu.

Ekivalen karbon dioksida (Carbon dioxide equivalent). Suatu ukuran yang digunakan untuk membandingkan daya pemanasan global (global warming potential, GWP) gas rumah kaca tertentu relatif terhadap daya pemanasan global gas CO2. Misalnya, GWP metana (CH4) selama rata-rata 100 tahun adalah 21 dan nitrous oksida (N2O) adalah 298. Ini berarti bahwa emisi 1 juta ton CH4 dan 1 juta t N2O berturut-turut, menyebabkan pemanasan global setara dengan 25 juta ton dan 298 juta ton CO2.

Emisi (Emissions). Proses terbebasnya gas rumah kaca ke atmosfi r, melalui dekomposisi bahan organik oleh mikroba yang menghasilkan gas CO2 atau CH4, proses terbakarnya bahan organik menghasilkan CO2 dan proses nitrifi kasi dan denitrifi kasi yang menghasilkan gas N2O.

Fermentasi enteric (enteric fermentation). Fermentasi dalam lambung hewan yang menghasilkan gas metana (CH4).

Fluks (Flux). Kecepatan mengalirnya gas rumah kaca, misalnya kecepatan pergerakan CO2 dari dekomposisi bahan organik tanah ke atmosfi r dalam satuan berat gas per luas permukaan tanah per satuan waktu tertentu (misalnya mg/(m2 . jam).

Kandungan bahan organik tanah (Soil organic matter content, SOM).

(14)

Kandungan karbon organik tanah (Soil organic carbon content, Corg).

Masa karbon untuk setiap satuan berat tanah. Satuannya adalah % berat atau g/kg (g Corg/kg tanah) atau t/t atau Mg/Mg. Bila analisis laboratorium hanya menghasilkan kandungan bahan organik (misalnya dengan metode pengabuan kering atau loss on ignition, LOI) maka kandungan Corg tanah diasumsikan 1/1,724 dari kandungan bahan organik tanah. Apabila tanah gambut mempunyai kandungan bahan organik 98% maka Corg = 98%/1,724 = 57% = 570 g/kg = 0,57 Mg/Mg = 0,57 t/t.

Karbon (Carbon). Unsur kimia bukan logam dengan simbol atom C yang banyak terdapat di dalam semua bahan organik dan di dalam bahan anorganik tertentu. Unsur ini mempunyai nomor atom 6 dan berat atom 12 g.

Karbon dioksida (Carbon dioxide).Gas dengan rumus CO2 yang tidak berbau dan tidak bewarna, terbentuk dari berbagai proses seperti pembakaran bahan bakar minyak dan gas bumi, pembakaran bahan organik (seperti pembakaran hutan), dan/atau dekomposisi bahan organik serta letusan gunung berapi. Dewasa ini konsentrasi CO2 di udara adalah sekitar 0,039% volume atau 388 ppm. Konsentrasi CO2 cenderung meningkat dengan semakin banyaknya penggunaan bahan bakar minyak dan gas bumi serta emisi dari bahan organik di permukaan bumi. Gas ini diserap oleh tumbuhan dalam proses fotosintesis. Berat molekul CO2 adalah 44 g. Konversi dari berat C ke CO2 adalah 44/12 atau 3,67.

Lahan gambut (Peatland).Lahan yang tanahnya kaya dengan sisa tumbuhan yang terdekomposisi sebagian, dengan kadar C organik tanah >18% dan ketebalan >50 cm. Tanah yang berada pada lahan gambut disebut tanah gambut. Lahan gambut banyak terdapat pada lahan basah (wetland). Tanah gambut tropis mempunyai kisaran ketebalan 0,5 - >15 m dan yang terbanyak antara 2-8 m. Pohon-pohonan, belukar, rumput-rumputan, pohon-pohonan dan lumut dapat berkontribusi dalam pembentukan gambut apabila lahan berada dalam keadaan tergenang atau jenuh air. Lihat defi nisi Tanah gambut.

Nekromas atau tumbuhan yang mati (Necromass/dead organic matter).

(15)

xiii

DAFTAR ISTILAH

Neraca karbon (Carbon budget). Neraca dari terjadinya perpindahan karbon dari satu penyimpan karbon (carbon pool) ke penyimpan lainnya dalam suatu siklus karbon, misalnya antara atmosfi r dengan biosfi r dan tanah.

Penggunaan lahan (Land use). Klasifi kasi jenis kegiatan dan pekerjaan manusia di atas permukaan bumi, misalnya hutan, pertanian tanaman semusim, perkebunan, perkotaan dan areal konservasi.

Penyerapan karbon (Carbon sequestration). Proses penyerapan karbon dari atmosfi r ke penyimpan karbon tertentu seperti tanah dan tumbuhan. Proses utama penyerapan karbon adalah fotosintesis.

Penyimpan karbon (Carbon pool). Subsistem yang mempunyai kemampuan menyimpan dan atau membebaskan karbon. Contoh penyimpan karbon adalah biomas tumbuhan, tumbuhan yang mati, tanah, air laut dan atmosfi r.

Proyeksi emisi historis (historical BAU). Perkiraan jumlah emisi untuk periode yang akan datang berdasarkan kecenderungan pada satu periode tahun acuan (base year).

Proyeksi emisi forward looking.Perkiraan jumlah emisi untuk periode yang akan datang berdasarkan kecenderungan pada satu periode tahun acuan (base year) serta dengan memperhatikan rencana pembangunan dan kebijakan yang akan datang.

Tanah gambut (Peat soil). Tanah yang terbentuk dari sisa tumbuhan yang terdekomposisi sebagian, dengan:

a. ≥18% C organik (setara dengan 30% bahan organik) jika mengandung

fraksi liat ≥ 60% atau lebih, atau

b. ≥12% C organik (setara dengan 20% bahan organik) jika tidak ada kandungan fraksi liat, atau

c. ≥12% + (liat dengan kelipatan 0,1 kali) C organik, jika mengandung

fraksi liat <60 dan ketebalan >50 cm.

Tingkat emisi referensi (Reference Emission Level, REL): Tingkat emisi kotor dari suatu area geographis yang diestimasi dalam suatu periode tertentu.

(16)
(17)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

Peraturan Presiden (Perpres) No. 61/2011 memberikan mandat kepada Kementerian/Lembaga di tingkat pusat dan provinsi untuk menyusun Rencana Aksi Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK), serta mengembangkan data acuan perkiraan emisi GRK pada skenario Business as usual (BAU). Emisi pada skenario

BAU akan menjadi bagian penting dalam menentukan status emisi GRK saat ini dan projeksinya di masa datang, yang selanjutnya penting dalam menentukan perhitungan pengurangan emisi/tingkat absorbsi dan merumuskan aksi-aksi penurunan emisi GRK serta pemantauan keberhasilan pelaksanaan aksi-aksi ini.

Proyeksi BAU merupakan perkiraan emisi GRK di masa depan (dalam hal ini 2011-2021 ) dengan skenario laju pembangunan yang berlaku sekarang, tanpa intervensi kebijakan yang khusus ditujukan untuk aksi mitigasi, atau kebijakan pembangunan yang menyebabkan terjadi peningkatan emisi secara signifi kan. Untuk dapat diakui secara nasional dan internasional, maka

BAU harus mempertimbangkan aspek teknis (landasan ilmiah) dengan tetap memperhatikan aspek kebijakan pembangunan berbasis lahan. Metodologi yang dipilih juga harus sesuai dengan standar nasional dan internasional dengan mengacu pada kaedah keilmuan, kondisi sosial, ekonomi dan budaya, serta peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Metode yang dipakai untuk mengembangkan BAU harus sederhana dan ringkas, sehingga mudah dimengerti dan diikuti oleh berbagai lembaga, baik di tingkat nasional maupun provinsi dan kabupaten.

(18)

pedoman penyusunan Rencana Aksi Daerah, baik pada tingkat nasional maupun daerah. Pada bulan Mei 2012, Bappenas dan beberapa kementerian telah melaksanakan kegiatan pelatihan untuk membangun BAU daerah serta menyusun RAD-GRK Provinsi, yang diikuti oleh lebih dari 200 orang peserta dari 33 Provinsi. Untuk keperluan sosialisasi dan pelatihan ini POKJA RAN-GRK untuk sektor berbasis lahan telah merumuskan pedoman singkat penyusunan BAU dan skenario penurunan emisi. Pedoman singkat tersebut diuraikan di dalam buku Panduan Teknis ini guna untuk memberikan penjelasan ringkas tentang landasan ilmiah dari perhitungan dan cara penyusunan RAD-GRK.

Buku ini khusus membahas metode perhitungan BAU untuk sektor berbasis lahan dan lahan gambut, serta emisi dari Sektor Pertanian (sawah, pemupukan dan peternakan). Topik utama yang dibahas dalam pedoman ini adalah data aktivitas, faktor emisi, pendekatan mitigasi emisi dan prediksi jumlah emisi dari berbagai sektor/ subsektor, serta manfaat tambahan (co-benefi t) dari aksi mitigasi. Bidang utama yang dibahas dalam pedoman ini adalah:

1. Emisi dari biomas tumbuhan akibat perubahan penggunaan lahan

2. Emisi dari dekomposisi gambut 3. Emisi dari kebakaran gambut 4. Emisi dari lahan sawah

5. Emisi CH4 dan N2O dari Sub-sektor peternakan, dan 6. Emisi N2O dari pupuk nitrogen, baik yang berasal

dari pupuk buatan, maupun pupuk organik.

Beberapa kegiatan di sektor berbasis lahan yang terkait dengan bidang dan sub-bidang lainnya dikelompokkan sebagai berikut:

 Pada lahan mineral, cadangan karbon yang hilang karena alih guna lahan, misalnya dari hutan menjadi perkebunan kelapa sawit, diperhitungkan dalam Bidang Kehutanan dan Lahan Gambut.

(19)

3

 Pada lahan gambut, emisi yang terjadi sebagai dampak pengelolaan dan perubahan penggunaan lahan serta emisi karena kebakaran gambut, diperhitungkan dalam bidang Kehutanan dan Lahan Gambut.

 Emisi yang berasal dari pabrik pengolahan kelapa sawit dimasukan dalam kelompok/bidang Industri.

(20)
(21)

5

BAB 2

DATA AKTIVITAS

PENGGUNAAN

DAN PERUBAHAN

PENGGUNAAN LAHAN

Bab 2 membahas tentang data aktivitas penggunaan dan perubahan penggunaan lahan, baik untuk lahan gambut, maupun lahan mineral. Data aktivitas untuk penghitungan emisi dari perubahan penggunaan lahan adalah luas suatu penutupan hutan dan lahan yang dalam periode analisis tidak mengalami perubahan atau penutupan lahan yang mengalami perubahan dari suatu kelas menjadi kelas penutupan lainnya. Defi nisi Data Aktivitas untuk Sektor Pertanian akan diberikan secara terpisah pada Bagian 5.1, 6.1 dan 7.1.

2.1. Sumber Data Aktivitas

Data yang digunakan untuk perhitungan data aktivitas tipe penutupan lahan terdiri atas:

1. Data spasial lahan gambut yang diterbitkan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian (Gambar 1; Ritung et al., 2011). Tumpang susun (overlay) data lahan gambut dengan data wilayah Indonesia akan memisahkan antara lahan gambut dengan lahan mineral (non-gambut). 2. Data spasial tutupan hutan dan lahan tahun

(22)

tutupan hutan dan lahan tahun 2006 dengan 2011 dihasilkan matriks penutupan dan transisi penutupan lahan (MPTPL).

3. Data Penunjukan Kawasan sebagai dasar pembuatan zona pemanfaatan ruang (unit perencanaan) berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan untuk setiap provinsi, yang diterbitkan secara bertahap dari tahun 1999-2012. Misalnya, untuk Provinsi Papua data penunjukan kawasan diterbitkan berdasarkan SK.782/MENHUT-II/2012.

Data tabular hasil tumpang susun antara zone pemanfaatan ruang dengan peta lahan gambut disajikan pada Tabel 1. Dari 186.071.434 ha luas lahan Indonesia, sekitar 14,9 juta ha (8%) adalah lahan gambut dan sisanya adalah lahan mineral. Lahan gambut terdiri atas 6 zone dan lahan mineral terdiri atas 14 zone. Zone terluas (sekitar 54,9 juta ha) pada lahan mineral adalah Areal Penggunaan Lain (APL), yaitu kawasan di luar kawasan hutan yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti pertanian, perumahan dan industri. Untuk lahan gambut, hanya sekitar 2,5 juta ha lahan berada di zone APL. Luas total zone APL pada lahan gambut dan lahan mineral adalah sekitar 31% dari total luas lahan Indonesia dan sisanya seluas 69% adalah kawasan hutan.

(23)

7

BAB 2

DATA AKTIVITAS PENGGUNAAN DAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN Tabel 1. Zone Pemanfaatan Ruang wilayah Indonesia yang dibagi atas lahan mineral

dan lahan gambut.

2 Hutan Lindung 29.596.833 16 974.370 1

3 Hutan Produksi 27.938.342 15 5.043.350 3

4 Hutan Produksi Konversi 17.277.674 9 3.502.558 2

5 Hutan Produksi Terbatas 23.644.143 13 818.735 0

6

Hutan Suaka Alam dan Margasatwa

17.260.743 9 2.015.264 1

7

Hutan Suaka Alam dan Wisata Laut

5 0,000003 -

-8 Suaka Margasatwa Darat 24.687 0,0001 -

-9 Taman Buru 60.602 0,03 -

-10 Taman Hutan Raya 1.745 0,0009 -

-11 Taman Nasional Darat 431.356 0,23 -

-12 Taman Nasional Laut 5.975 0,003 -

-13 Taman Wisata Alam 29.132 0,016 -

-14 Areal Penggunaan Lain 54.855.415 29 2.542.454 1

Jumlah 171.174.703 92 14.896.731 8

Jumlah lahan gambut dan

mineral 186.071.434 100

Sumber: diolah dari Ritung et al. 2011 dan data Penunjukan Kawasan yang diterbitkan oleh Kemenhut

(24)

T abel 2. Tipe penutupan hutan dan lahan berdasarkan klasifi kasi Ditjen Planologi Kehutanan.

No Kode Tipe penutupan lahan

Keterangan

1 Hp Hutan Lahan Kering

Primer, tanah mineral

Hutan alam tanah mineral yang belum memperlihatkan tanda penebangan berupa jalur logging.

2 Hs Hutan Lahan Kering

Sekunder, tanah mineral

Hutan alam tanah mineral yang sudah pernah ditebang, baik tebang pilih, maupun tebang habis, ditandai dengan jalur logging

3 Hmp Hutan Mangrove

Primer

Hutan alam pada kawasan mangrove yang belum memperlihatkan tanda penebangan, jalur logging.

4 Hrp Hutan Rawa Primer Hutan alam bertanah gambut yang belum

memperlihatkan tanda penebangan, jalur logging.

5 Ht Hutan Tanaman Disebut juga dengan hutan tanaman industri, yaitu

lahan yang ditanam dengan tanaman industri hutan seperti Acacia, Eucaliptus dan seterusnya.

6 B Semak Belukar Lahan yang ditumbuhi semak belukar dengan tinggi

kanopi sampai 5 m.

7 Pk Perkebunan Lahan yang ditumbuhi tumbuhan perkebunan sepeti

kelapa sawit, karet, kopi, teh, kelapa, kakao, dll.

8 Pm Permukiman Areal yang ditutupi oleh perumahan dan pekarangan

9 T Tanah Terbuka Lahan terbuka tanpa vegatasi dan lahan terbuka bekas

kebakaran/land clearing.

10 S Savana/Padang

Rumput

Lahan yang ditumbuhi oleh berbagai jenis rumputan, alang-alang dan paku resam.

11 Hms Hutan Mangrove

Sekunder

Hutan mangrove yang sudah pernah ditebang dan tumbuh kembali.

12 Hrs Hutan Rawa

Sekunder

Hutan rawa yang sudah pernah ditebang dan tumbuh kembali.

13 Br Belukar Rawa Lahan rawa yang ditumbuhi semak belukar.

14 Pt Pertanian Lahan

Kering

Lahan yang ditutupi berbagai komoditas pertanian seperti padi, jagung, nanas dan sayur-sayuran.

15 Pc Pertanian Lahan

Kering Campur

Lahan yang ditutupi campuran tumbuhan tahunan (pohon-pohonan) dengan berbagai tumbuhan semusim (agroforestry).

16 Sw Sawah Lahan yang digunakan untuk sawah.

17 Tm Tambak Lahan yang digunakan untuk tambak.

18 Bdr/ Plb

Bandara/Pelabuhan Lahan yang digunakan untuk bangunan dan landasan bandar udara/Pelabuhan.

19 Tr Transmigrasi Lahan yang digunakan untuk perumahan dan

pekarangan transmigran. Lahan ini biasanya

mempunyai areal pekarangan yang lebih luas (sekitar 0.25 ha untuk masing-masing rumah).

20 Tb Pertambangan Areal yang digunakan untuk pertambangan.

21 Rw Rawa Areal rawa yang digenangi air, kemungkinan bertanah

(25)

9

BAB 2

DATA AKTIVITAS PENGGUNAAN DAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN

Contoh MPTPL tingkat nasional antara tahun 2006 dan 2011, kumulatif untuk lahan mineral semua zone; lahan gambut semua zone; dan APL pada lahan mineral disajikan berturut-turut pada Tabel 3, Tabel 4 dan Tabel 5. Angka pada diagonal menunjukkan luas suatu penutupan hutan atau lahan yang tidak berubah antara tahun 2006 dan 2011, sedangkan angka di luar diagonal adalah data luas lahan yang mengalami perubahan dari satu kelas penutupan ke penutupan lainnya dalam periode tersebut.

Pada Tabel 3 terlihat bahwa penggunaan lahan utama pada lahan mineral pada tahun 2006 adalah hutan primer (sekitar 40 juta ha), hutan sekunder (39 juta ha), pertanian campuran atau agroforestry (25 juta ha), semak belukar (15 juta ha) dan lahan perkebunan (7,2 juta ha). Sebagai pembanding, Gunarso et al. (2013) memperkirakan luas lahan perkebunan kelapa sawit di pulau Sumatera, Kalimantan dan Papua pada tahun 2010 seluas 6,2 juta ha. Pusdatin Kementerian Pertanian (2013) memperkirakan luas perkebunan kelapa sawit seluruh Indonesia (total lahan gambut dan lahan mineral) tahun 2011 sekitar 8,9 juta ha. Dalam analisis ini, yang dimaksud dengan lahan perkebunan adalah lahan perkebunan besar yang memperlihatkan barisan tumbuhan pohon yang beraturan. Perkebunan karet rakyat, kopi, kakao dan teh kemungkinan masuk di dalam kelas tutupan agroforestry dalam analisi RAN GRK ini. Lahan semak belukar relatif sulit dibedakan dengan agroforestry dan perkebunan tradisional dan kerancuan ini menjadi sumber ketidakpastian (uncertainty) pada analisis tingkat nasional (RAN GRK), namun ketidak-pastian ini dapat diverifi kasi melalui pengecekan di lapangan, terutama untuk analisi tingkat provinsi dan kabupaten (RAD GRK).

Dalam jangka waktu lima tahun ini luas hutan primer pada tanah mineral yang tetap bertahan sebagai hutan primer adalah sekitar 38,7 juta ha. Sekitar 1,1 juta ha hutan primer pada la han bertanah mineral berubah menjadi hutan sekunder. Luas lahan perkebunan meningkat dari 7,2 juta ha pada tahun 2006 menjadi 8,2 juta ha pada tahun 2011.

(26)

346.000, 237.000 dan 88.000 ha pada tahun 2006 dan berturut-turut 374.000, 330.000, 233.000 dan 91.000 pada tahun 2011. Hal ini kemungkinan disebabkan perbedaan penggunaan peta dasar dalam analisis tipe tutupan lahan dan analisis luas lahan gambut (apakah peta gambut versi Wahyunto et al. 2003, 2004 dan 2006 atau Ritung 2011). Akan tetapi kesalahan ini relatif kecil yaitu 1,1 dari 8,2 juta ha (sekitar 13% dari total luas hutan gambut). Dalam perhitungan emisi (Bagian 4.1 dan 4.2.) lahan ini diperlakukan sebagai lahan hutan gambut karena peta dasar yang adalah peta lahan gambut.

(27)

11

BAB 2

DA

TA

AKTIVIT

AS PENGGUNAAN DAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN

Tab el 3. Matriks penutupan dan transisi penutupan lahan mineral Indonesia antara tahun 2006 sampai 2011 pada semua zone pemanfaatan ruang (ribu hektar).

Penutupan lahan

Tahun 2011

Hp Hs Hmp Hrp Ht B Pk Pm T S Hms Hrs Br Pt Pc Sw Tm Bdr Tr Tb Rw TOTAL

Tahun 2006

Hp 38.706 1.123 32 3 12 6 1 39.884

Hs 14 37.343 33 844 195 1 302 1 1 42 326 3 2 24 39.131

Hmp 1.112 43 1 1.157

Hrp 3.245 6 3 141 15 3.411

Ht 9 3.663 77 3 2 86 32 28 14 2 3.917

B 18 75 13.1 330 3 96 10 2 67 1.048 11 42 14.804

Pk 15 22 7.026 4 38 30 35 15 1 7.185

Pm 1 2.422 9 3 12 2 2.448

T 1 69 85 167 1 1.942 66 39 44 17 8 1 9 2.448

S 50 4 11 3.151 10 15 2 1 3.244

Hms 2 1 2 974 18 1 10 1.008

Hrs 2 1 142 65 2.943 216 2 15 1 4 7 3.398

Br 3 5 128 101 36 49 5 3 5.05 8 8 2 10 3 5.41

Pt 8 13 76 12 16 1 1 8.205 105 401 1 3 8.841

Pc 3 15 148 151 30 69 1 1 1.321 23.613 56 1 34 25.444

Sw 1 4 19 3 143 25 6.527 1 6.724

Tm 1 765 768

Bdr 14 15

Tr 1 1 319 321

Tb 393 394

Rw 25 1 1 1 1.196 1.224

(28)

12

PEDOMAN TEKNIS

PENGHITUNGAN BASELINE EMISI GAS RUMAH KACA SEKT

OR BERBASIS LAHAN

Tabel 4. Matriks penutupan dan transisi penutupan lahan gambut Indonesia antara tahun 2006 sampai 2011 pada semua zone pemanfaatan ruang (dalam ribu hektar).

Penutupan lahan

Tahun 2011

Hp Hs Hmp Hrp Ht B Pk Pm T S Hms Hrs Br Pt Pc Sw Tm Bdr Tr Tb Rw TOTAL

Tahun 2006

Hp 367 15 0 0 0 0 383 Hs 7 314 4 5 8 0 4 1 0 4 0 346 Hmp 233 0 4 0 237 Hrp 2.132 0 7 13 80 12 2.245

Ht 121 8 0 37 0 6 1 173 B 0 8 297 16 5 1 2 4 0 333 Pk 13 3 1.227 6 1 1 1 1.251 Pm 67 67 T 0 66 25 67 315 0 0 42 2 10 0 0 528 S 0 162 162 Hms 0 87 1 88 Hrs 30 0 134 192 4.066 430 5 24 0 0 2 4.883 Br 1 92 253 58 89 0 8 2.265 4 19 9 0 0 2.797 Pt 1 0 212 1 0 215 Pc 1 8 0 6 0 0 26 391 0 0 433 Sw 0 392 392 Tm 9 9 Bdr 0 0 Tr 5 5 Tb 8 8

Rw 12 1 0 1 0 0 330 345

(29)

13

BAB 2

DA

TA

AKTIVIT

AS PENGGUNAAN DAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN

Tabel 5 . Matriks penutupan dan transisi penutupan lahan mineral Indonesia antara tahun 2006 dan 2011 pada areal penggunaan lain (APL) dalam ribu hektar.

Penutupan lahan

Tahun 2011

Hp Hs Hmp Hrp Ht B Pk Pm T S Hms Hrs Br Pt Pc Sw Tm Bdr Tr Tb Rw TOTAL

Tahun 2006

Hp 732 36 3 3 1 774

Hs 1 4.382 3 220 101 1 105 27 97 2 10 4,948

Hmp 95 4 0 0 99

Hrp 57 1 2 7 0 0 67

Ht 1 1.253 5 1 1 9 10 12 6 1 1,298

B 3 8 4.921 238 2 45 5 38 540 9 23 5,834

Pk 2 6 4.365 3 20 26 33 15 4,471

Pm 1 0 2.168 8 2 12 1 2,193

T 7 20 90 1 646 35 29 26 11 7 3 875

S 12 4 1.112 5 13 1 1 1,150

Hms 0 1 1 266 6 4 279

Hrs 0 77 28 468 46 1 1 1 624

Br 3 44 58 21 1 2 1.781 4 4 1 4 2 1,924

Pt 3 2 62 12 6 6.123 99 375 1 6,683

Pc 1 4 73 130 26 53 844 15.001 54 1 26 16,214

Sw 1 3 19 2 133 24 6.051 6,235

Tm 1 466 468

Bdr 12 12

Tr 1 227 228

Tb 205 206

Rw 6 0 266 274

TOTAL 733 4.425 95 57 1.282 5.308 5.143 2.234 938 1.154 271 475 1.864 7.246 15.838 6.534 478 13 228 273 267 54,855

(30)

2.2. Dasar pemilihan tahun 2006- 2011

sebagai base year

Sektor berbasis lahan secara historis tercatat sebagai penyumbang emisi nasional terbesar sehingga penurunan emisi terbesar (87%) ditargetkan berasal dari penggunaan dan pengelolaan hutan dan lahan gambut (PERPRES 61/2011). Laju deforestasi sangat fl uktuatif dengan angka tertinggi tercatat pada tahun 1997 dan secara gradual menurun sejak tahun 2003. Penurunan tersebut seiring dengan ditetapkannya sejumlah kebijakan, mulai dari soft landing policy, Gerakan Rehabilitasi Lahan (GERHAN) dan gerakan lain penanaman pohon, pengembangan hutan tanaman (Hutan Tanaman Industri, Ht; Hutan Rakyat, Hr), penerapan beberapa skema pengelolaan hutan lestari (PHPL) baik yang bersifat mandatory, maupun voluntary, pemberantasan penebangan kayu ilegal dan perdagangannya melalui Sistem Verifi kasi Legalitas Kayu (SVLK), serta peningkatan pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Meskipun tidak secara eksplisit disebut sebagai upaya mitigasi perubahan iklim, namun sejalan dengan Article 4 Komitmen Konvensi Perubahan Iklim UNFCCC, kegiatan-kegiatan tersebut merupakan policy and measures dalam mitigasi perubahan iklim. Indonesia meratifi kasi UNFCCC tahun 1995 seperti disebutkan di dalam Undang-undang No. 6/1995. Dengan demikian data tutupan hutan tahun 2006-2011 sudah tidak murni mencerminkan kondisi business as usual (BAU).

(31)

15

BAB 2

DATA AKTIVITAS PENGGUNAAN DAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN

Walaupun gagasan REDD dicanangkan untuk pertama kalinya pada tahun 2005, namun gagasan tersebut merupakan ide dalam perundingan pada tingkat internasional, bukan pada tingkat nasional. Keikut-sertaan Indonesia dalam berbagai forum United Nations Framework Conference on Climate Change (UNFCCC) sebelum tahun 2010 menghasilkan kesepakatan multilateral dan bilateral (seperti Letter of Intent antara Indonesia dengan Norwegia), namun bukan merupakan komitment unilateral nasional yang resmi yang menargetkan penurunan emisi GRK. Selain itu tahun 2006-2011 lebih menggambarkan laju perubahan tutupan lahan terkini sebelum langkah-langkah persiapan dan penerapan penurunan emisi GRK dalam skema RAN-GRK diterapkan pada tahun selanjutnya.

(32)
(33)

17

BAB 3

EMISI DARI BIOMAS

TUMBUHAN

3.1 Cadangan karbon

Biomas tumbuhan (jaringan tumbuhan yang masih hidup di atas permukaan tanah dan akar tumbuhan) adalah salah satu dari penyimpan (pool) karbon (C) yang terpenting. Selain pada biomas karbon juga disimpan di dalam jaringan tumbuhan yang sudah mati yang disebut dengan nekromas dan di dalam tanah sebagai karbon organik tanah (Hairiah et al. 2011; IPCC 2006; Agus et al. 2011). Di dalam tanah juga tersimpan karbon anorganik, namun jumlahnya relatif sedikit. Dari berbagai simpanan tersebut jumlah cadangan yang terbesar untuk lahan mineral adalah pada biomas di atas permukaan tanah, terutama untuk hutan dan perkebunan serta lahan agroforestry. Data karbon biomas pada akar tumbuhan biasanya diasumsi sekitar sepertiga dari karbon pada biomas di atas permukaan tanah, walaupun angka tersebut sangat bervariasi tergantung jenis tumbuhan, kesuburan tanah dan iklim setempat (Hairiah et al. 2011).

(34)

3.2 Faktor emisi

Faktor emisi untuk perubahan penutupan lahan adalah perbedaan jumlah cadangan karbon apabila lahan dengan suatu kelas tutupan berubah menjadi tutupan lain. Untuk mendapatkan faktor emisi tersebut diperlukan data acuan (default) cadangan karbon dari semua tipe tutupan lahan yang terdapat dalam MPTPL. Untuk setiap tipe tutupan lahan tersebut dibangun angka acuan yang mewakili (representative) yang berasal dari hasil penelitian atau inventarisasi nasional di berbagai lokasi yang kemudian dirata-ratakan. Tergantung ketersediaan data, untuk tutupan lahan di tingkat nasional data cadangan karbon acuan berasal dari berbagai lokasi yang mewakili daerah beriklim kering dan beriklim basah dan dari lahan yang subur serta kurang subur. Sejalan dengan itu, jika data tersedia untuk tingkat provinsi digunakan data yang mewakili dari berbagai lokasi di dalam wilayah provinsi tersebut.

3.2.1 Cadangan karbon berbagai tutupan

lahan

(35)

19

BAB 3

EMISI DARI BIOMAS TUMBUHAN Tabel 6. F aktor emisi (cadangan karbon) di atas permukaan tanah yang

direkomendasikan untuk inventarisasi emisi dari perubahan penggunaan lahan pada skala nasional

No Tutupan lahan Cadangan C

(t/ha) Referensi

1 Hutan Lahan Kering

Primer

195 World Agroforestry Centre (2011); Prasetyo et

al. (2000); Laumonier et al. (2010); IPCC (2006) for Tropical rainforest; Harja et al. (2011) dengan nilai cadangan karbon berturut-turut 300, 252, 180, 150, 121 dan 93 t/ha

2 Hutan Lahan Kering

Sekunder

169 World Agroforestry Centre (2011) untuk hutan

sekunder berkerapatan tinggi; Rahayu et al. (2005); IPCC (2006) for tropical Asia; Saatchi et al. (2011); World Agroforestry Centre (2011) untuk hutan berkerapatan rendah, Harja et al. (2011) dengan nilai berturut-turut 250, 203, 180, 158, 150 dan 74 t/ha

3 Hutan Mangrove

Primer

170 Komiyama et al. (2008)

4 Hutan Rawa Primer 196 MoF (2008), IFCA

5 Hutan tanaman 64 World Agroforestry Centre ( 2011) tanah mineral

70 t/ha, tanah gambut 60 t/ha

6 Semak Belukar 30 IPCC (2006); Istomo et al. (2006); Jepsen (2006);

World Agroforestry Centre (2011) berturut-turut 35, 30, 20 dan 27 t/ha.

7 Perkebunan 63 Palm et al. (1999) perkebunan karet (89 t/

ha); Rogi (2002 ) kelapa sawit (60t/ha); van Noordwijk (2010) kelapa sawit (40 t/ha)

8 Permukiman 4 World Agroforestry Centre (2011)

9 Tanah Terbuka 2.5 Asumsi

10 Padang rumput 4 Rahayu et al. (2005)

11 Hutan Mangrove

Sekunder

120 Komiyama et al. (2008)

12 Hutan Rawa

Sekunder

155 MoF (2008)

13 Belukar Rawa 30 Diasumsi sama dengan belukar di lahan kering

14 Pertanian Lahan

Kering

10 Hashimotio et al. (2000), Murdiyarso and Wasrin

(1996); World Agroforestry Centre (2011) berturut-turut 12,5; 10 dan 8 t/ha

15 Pertanian Lahan

Kering Campur

30 Rahayu et al. (2005) (agroforestry)

16 Sawah 2 Palm et al. (1999)

17 Tambak 0 Asumsi

18 Bandara/Pelabuhan 0 Asumsi

19 Transmigrasi 10 BAPPENAS (2010), diasumsi bahwa sepertiga

areal dialokasikan untuk pertanian campuran

20 Pertambangan 0 Asumsi

(36)

3.2.2 Pendekatan perhitungan emisi dari

perubahan tutupan lahan

Terdapat dua pendekatan untuk perhitungan emisi gas rumah kaca, yaitu (i) perubahan cadangan karbon (stock difference) dan (ii) perhitungan peningkatan dan penurunan cadangan karbon (gain and loss). Dalam pedoman RAN-GRK ini digunakan metode stock difference.

(i) Metode perhitungan perubahan cadangan karbon (stock difference)

(37)

21

BAB 3

EMISI DARI BIOMAS TUMBUHAN

Ht tersebut akan ditebang dan karbon yang tersimpan di dalam jaringan tumbuhan hasil tebangan (sejumlah 128 t/ha) akan teremisi dalam waktu relatif pendek melalui berbagai proses. Berdasarkan pedoman dari IPCC (2006) pada Tingkat Ketelitian 1 (Tier 1) diasumsi 128 ton C/ ha tersebut langsung teremisi. Bila tersedia data hasil penelitian tentang jumlah karbon yang dapat disimpan dari hasil penebangan serta tahun paroh (half year) karbon di dalam hasil panen kayu (misalnya yang tersimpan dalam kertas atau perabot), maka data tersebut dapat digunakan pada perhitungan emisi Tier 2 atau Tier 3.

Karena adanya siklus serapan (gain) selama pertumbuhan dan emisi (loss) sewaktu tumbuhan sudah ditebang, maka cadangan karbon rata-rata waktu untuk Ht adalah 64 t/ ha. Dengan demikian, jika hutan sekunder (Hs) dengan cadangan karbon 169.7 t/ha beralih guna menjadi Ht dengan cadangan karbon rata-rata 64 t/ha, maka perubahan tutupan lahan tersebut mengemisikan karbon sebanyak (169.7-64) t/ha = 105,7 ton C/ha atau 389 ton CO2e/ha.

Gambar 2 juga memperlihatkan bahwa antara siklus pertama dan kedua dari sistem Ht terjadi pengulangan pertumbuhan dengan laju serapan karbon yang relatif sama. Pada akhir masa pertumbuhan pada tahun ke delapan juga terjadi penebangan. Karena siklus pertama mempunyai cadangan karbon rata-rata 64 t/ha dan siklus kedua juga 64 t/ha maka menurut sistem perhitungan stock difference, net emisi dari biomas tumbuhan antara siklus pertama Ht dan siklus kedua Ht adalah nol.

(38)

Gambar 2 . Konsep perhitungan perubahan cadangan karbon, dengan pendekatan stock difference, dan konsep cadangan karbon rata-rata waktu (time averaged C stock) untuk perubahan tutupan lahan dari hutan sekunder (Hs) ke dua siklus hutan tanaman industri (Ht).

Emisi 106 ton C/ha

Penyerapan 16 t C/hatahun

Time averaged = 64 t C/ha

(ii) perhitungan peningkatan dan penurunan cadangan karbon (gain and loss)

Metode perhitungan penyerapan dan kehilangan (gain and loss) karbon dilakukan dengan cara menghitung perubahan tahunan cadangan C pada berbagai carbon pools (biomas, nekromas, C tanah). Tambahan (gains) dan kehilangan (losses) dari cadangan C diinventarisasi dan diperhitungkan setiap tahun sehingga didapatkan riap tahunan (mean annual increment/MAI) dikurangi kehilangan C dari berbagai aktifi tas seperti penebangan, penjarangan, pengambilan kayu bakar, kebakaran hutan dan lain-lain (IPCC 2006).

(39)

23

BAB 3

EMISI DARI BIOMAS TUMBUHAN

yaitu (195,4-64) ton C/ha = 131,4 ton C/ha, sedangkan jika angka riap tidak diperhitungkan, maka jumlah emisi adalah (169,7-64) ton C/ha = 105,7 ton C/ha.

Berbagai kendala dalam penerapan metode gain and loss:

 Sulit mendapatkan data riap C berbagai jenis tutupan lahan

 Tidak ada informasi sampai berapa tahun angka riap dapat dipertahankan. Jika digunakan untuk puluhan tahun maka angka cadangan C suatu tutupan lahan tertentu menjadi tidak realistis.

 Sulit mendapatkan angka kehilangan cadangan karbon akibat kebakaran karena angka ini sangat bervariasi tergantung musim dan iklim setempat.

 Untuk satu atau dua jenis tutupan lahan tertentu, misalnya beberapa unit perkebunan, sistem ini dapat diterapkan, namun untuk skala nasional dan provinsi dengan MPTPL berdimensi 21 x 21 seperti yang digunakan dalam RAN/RAD GRK, sistem gain and loss sangat sulit untuk diterapkan.

Berdasarkan uraian pada Bagian 3.2.2 ini maka dalam penetapan BAU untuk RAN GRK serta untuk berbagai skenario mitigasi digunakan sistem stock difference pada tingkat keakuratan Tier 2. Sebagai bagian dari pelaksanaan Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan (PEP) dari kegiatan RAD/RAN-GRK dapat dikumpulkan data pertumbuhan in situ pada areal dimana kegiatan mitigasi dilakukan. Data ini nantinya akan bisa mendukung penghitungan Tier 3 dan juga bisa dipakai sebagai bahan untuk mereview kembali apakah data yang tersedia sudah mungkin digunakan untuk mengganti metode stock difference dengan metode gain loss.

(40)

Gambar 3 . Konsep perhitungan riap karbon pada hutan sekunder (Hs) dengan cadangan C 169 t/ha dan riap 2.3 ton C/(ha . tahun) dan perubahan hutan sekunder menjadi hutan tanaman industri (Ht).

Hs

) Cadangan C hutanprimer = 169 t/ha

3.3 Perkiraan emisi masa lalu

(2006-2011) dan emisi pada periode yang

akan datang (2011-2020)

3.3.1 Prinsip dan metode perhitungan

Langkah pertama dalam memperkirakan emisi dari kehutanan dan alih guna lahan adalah menghitung tingkat emisi masa lalu (tahun 2006-2011). Dalam memperkirakan tingkat emisi masa lalu, maka metode yang digunakan mengacu pada Pedoman IPCC 2006 mengenai AFOLU (Agriculture, Forestry and other Land Uses/Pertanian, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya). Metode ini merupakan pendekatan yang sistematik untuk memperkirakan perubahan cadangan karbon (yang terkait dengan emisi dan sekuestrasi CO2 dari biomas, nekromas dan tanah serta emisi dari kebakaran.

Tahap selanjutnya adalah memperkirakan emisi masa datang (tahun 2011-2016 dan 2016-2021). Beberapa metode telah dikembangkan untuk memperkirakan tingkat emisi di masa datang, di antaranya: (1) Pendekatan historis (projeksi linear berdasarkan tren di masa lalu); (2) Pendekatan Spasial dan (3) Pendekatan Ekonometrik.

(41)

25

BAB 3

EMISI DARI BIOMAS TUMBUHAN

memperhitungkan aktifi tas di masa lalu dan juga mempertimbangkan kemungkinan rencana perubahan/ penggunaan lahan di masa depan. Model yang digunakan adalah “Marcov Chain Transition Matrix” yang menghitung distribusi perubahan lahan pada dua titik waktu yang berbeda. Untuk mempermudah perhitungan, maka digunakan alat yang sudah dikembangkan oleh ICRAF, yaitu LUWES (Land Use Planning for Low Emission Development Strategy). Walaupun pada prinsipnya spreadsheet excel dapat juga digunakan untuk membantu perhitungan, namun penggunaannya akan sangat rumit untuk MPTPL dengan dimensi besar (21 x 21) dan jumlah matriks (zone pemanfaatan ruang) yang banyak seperti yang digunakan pada RAN/RAD GRK (Tabel 1).

Langkah-langkah penerapan metodologi dalam memperkirakan emisi historis dan emisi baseline RAD GRK adalah sebagai berikut (Dewi et al. 2013):

1. Membangun unit perencanaan/zona pemanfaatan ruang dengan mengintegrasikan rencana tata ruang wilayah, rencana pembangunan dan rencana strategis lainnya

2. Mengenali pola perubahan tutupan lahan pada periode tahun acuan (2006-2011) dan menghitung emisi dari perubahan tutupan lahan dari masa lalu (emisi historis)

3. Memproyeksikan perubahan lahan di masa depan (2011-2016 dan 2016-2021) berdasarkan pola perubahan lahan di masa lalu dan memperkirakan emisi baseline di masa depan yang selanjutnya emisi baseline (Business as usual, BAU)

4. Membangun skenario alokasi tutupan lahan rendah emisi atau skenario mitigasi untuk periode yang akan datang

5. Melakukan analisis trade-off atas skenario alokasi tutupan lahan rendah emisi dengan melibatkan pemangku kepentingan dari berbagai sektor

6. Menerjemahkan strategi menjadi aksi-aksi mitigasi dan menghitung perkiraan penurunan emisi

(42)

 Melakukan estimasi emisi dari perubahan tutupan lahan dengan memperhatikan keragaman jenis tanah, elevasi, iklim dan karakteristik biofi sik lansekap lainnya tergantung ketersediaan data aktivitas dan faktor emisi.

 Melakukan analisis trade-off antara emisi dan keuntungan ekonomi (opportunity cost analysis), membuat kurva abatement cost, memprediksi emisi dan keuntungan ekonomi di masa yang akan datang (Reference Emission Level (REL) projection).

 Melakukan simulasi skenario kegiatan mitigasi dan kebijakan pada unit perencanaan tertentu untuk pengurangan emisi dan melakukan analisis potensi opportunity cost-nya.

REDD Abacus SP dirancang untuk menghitung:

 Jumlah emisi dari perubahan tutupan lahan

 Proyeksi MPTPL beberapa periode yang akan datang

 Menghitung emisi dari sumber lain, misalnya dari pengelolaan lahan dan emisi dari dekomposisi gambut

 Menghitung biaya penurunan emisi (opportunity cost)

Jika emisi historis dihitung berdasarkan data aktivitas tahun 2006-2011, proyeksi MPTPL bisa dihitung oleh Abacus untuk periode 2011-2016 dan 2016-2021 dan seterusnya. Namun disarankan proyeksi ke depan tidak lebih dari dua periode karena semakin jauh periode prediksi dari base year, maka hasil proyeksi akan menjadi kurang realistis.

(43)

27

BAB 3

EMISI DARI BIOMAS TUMBUHAN Gambar 4. Deskripsi perhitungan emisi berbasis lahan, termasuk Sektor Pertanian.

Faktor emisi

Data Aktivitas

Emisi = X

Emisi: Jumlah gas rumah kaca yang lepas ke atmosfir dari suatu landscape (ton GRKe/tahun)

Data Aktivitas: Luas lahan, jumlah ternak atau jumlah pupuk N yang menjadi sumber emisi GRK

Faktor Emisi: Jumlah GRK yang dikeluarkan oleh satu unit luas lahan, satu ekor ternak atau satu satuan berat pupuk N per satuan waktu

Tabel 7 . Emisi, penyerapan (sekuestrasi dan net emisi CO2-e dari biomas tumbuhan karena pengaruh perubahan penggunaan lahan tahun 2006-2011 di seluruh Indonesia pada lahan gambut dan lahan mineral.

No Sumber Satuan Jumlah

1 Emisi per ha ton CO2e/(ha.tahun) 2,14

2 Sekuestrasi per-ha Luasan ton CO2e/(ha.tahun) 0,31

3 Net Emisi per ha ton CO2e/(ha.tahun) 1,83

4 Total Emisi ton CO2e/(tahun) 397.670.631

5 Total Sekuestrasi ton CO2e/(tahun) 57.689.432

6 Net Emisi ton CO2e/(tahun) 339.981.199

Catatan: Data aktivitas untuk perhitungan ini adalah hasil penjumlahan Tabel 3 dan Tabel 4 dan faktor emisi adalah Tabel 6.

3.3.2 Besaran Emisi masa lalu

Ringkasan hasil perhitungan emisi skala nasional dari biomas permukaan tanah akibat perubahan tutupan lahan periode 2006-2011 adalah seperti pada Tabel 7. Lebih dominannya perubahan penutupan lahan dari lahan dengan cadangan C tinggi (seperti hutan) menjadi lahan dengan cadangan C relatif rendah (seperti semak belukar, lahan pertanian semusim) menyebabkan sekuestrasi hanya sekitar 14,5% dari emisi total.

(44)

Dari Tabel 10 terlihat bahwa net emisi dari biomas tumbuhan, baik dari lahan gambut, maupun lahan mineral berjumlah sekitar 340 juta ton CO2e/tahun. Lahan mineral menyumbang sekitar 264 juta ton, sedangkan lahan gambut sekitar 75 juta ton CO2e/tahun. Lahan gambut yang luasnya hanya sekitar 8% dari luas total lahan Indonesia menyumbang sekitar 22% emisi dari biomas tumbuhan. Ini menunjukkan bahwa intensitas perubahan tutupan lahan dari yang bercadangan C tinggi ke lahan bercadangan C rendah jauh lebih tinggi pada lahan gambut dibandingkan dengan lahan mineral dalam periode 2006-2011 ini.

(45)

29

BAB 3

EMISI DARI BIOMAS

TUMBUHAN

Tabel 8. Matr iks emisi base year tahun 2006-2011 skala nasional dari biomas di atas permukaan lahan mineral akibat perubahan tutupan lahan (juta ton CO2e/tahun).

Penutupan lahan

Tahun 2011

Hp Hs Hmp Hrp Ht B Pk Pm T S Hms Hrs Br Pt Pc Sw Tm Bdr Tr Tb Rw TOTAL

Tahun 2006

Hp - 21,17 - (0,00) 0,01 3,83 0,32 0,03 1,68 - - - - 0,03 0,67 - - - - 0,17 - 27,91

Hs (0,27) - - (0,00) 2,58 86,49 15,22 0,16 36,98 0,08 0,00 - 0,06 4,88 33,41 0,32 - - 0,27 3,04 - 183,22

Hmp - - - 0,00 - 0,00 - 1,59 - 0,13 0,01 0,00 - 0,03 - - 0,00 - 1,76

Hrp - - - - 0,58 - 0,29 - 0,01 - - 4,24 1,80 0,00 0,02 - - - - 0,00 0,05 6,98

Ht - (0,74) - - - 1,92 0,00 0,10 3,89 - - - 0,01 1,26 0,71 0,63 0,00 - - 0,11 0,00 7,88

B - (1,88) - - (1,87) - (7,99) 0,05 1,94 0,18 (0,01) (0,01) - 0,98 - 0,23 0,01 - 0,01 0,93 - (7,42)

Pk - (0,00) - - (0,01) 0,54 - 0,15 1,70 - - (0,01) 0,00 1,16 0,84 0,66 0,01 - - 0,05 - 5,08

Pm - (0,00) - - (0,00) (0,01) (0,01) - 0,00 - (0,01) - - (0,03) (0,05) 0,03 0,00 0,00 - 0,01 0,00 (0,09)

T - (0,07) - - (3,10) (1,70) (7,42) (0,00) - (0,10) (0,00) (0,05) (0,78) (0,24) (0,34) 0,00 0,00 0,00 (0,00) 0,02 0,00 (13,79)

S - - - (0,93) (0,19) - 0,02 - (0,00) - - (0,04) (0,27) 0,00 0,00 - (0,00) 0,00 - (1,41)

Hms - - - - 0,07 - 0,03 0,01 0,21 - - (0,00) 1,17 0,01 0,04 0,01 0,89 0,00 - 0,01 - 2,46

Hrs (0,00) (0,00) - (0,05) 0,03 0,09 9,56 0,00 7,25 - 0,01 - 19,82 0,24 1,34 0,02 0,16 - - 0,46 0,75 39,67

Br - (0,32) - - (0,12) - (2,43) 0,01 0,72 0,91 (0,31) (0,24) - 0,12 - 0,05 0,21 - 0,00 0,06 0,00 (1,34)

Pt - (0,03) (0,00) - (0,33) (0,18) (2,94) 0,04 0,09 0,01 (0,00) - (0,01) - (1,53) 2,35 0,00 0,00 - 0,02 - (2,52)

Pc - (0,28) - - (0,37) - (3,66) 0,55 1,39 0,02 (0,00) - - 19,37 - 1,16 0,02 0,01 0,00 0,75 0,00 18,96

Sw - (0,02) - - (0,01) (0,03) (0,16) (0,04) (0,00) - (0,00) - - (0,84) (0,52) - 0,00 0,00 (0,00) 0,00 - (1,62)

Tm - - - (0,00) (0,01) (0,00) (0,00) (0,00) (0,04) - (0,02) (0,00) (0,00) (0,00) - - - (0,06)

Bdr - - - (0,00) - - - (0,00) - - - (0,00)

Tr - - - (0,01) - - 0,01 0,00 - - - 0,00

Tb - - - (0,00) (0,01) (0,00) (0,00) - - - (0,00) - - - (0,01)

Rw - - - (1,17) (0,00) (0,00) (0,00) - - (0,00) (0,01) - (0,00) - - - (1,19)

TOTAL (0,27) 17,83 (0,00) (0,05) (2,56) 89,99 (0,57) 1,06 55,89 1,10 1,24 3,93 22,18 26,91 34,32 5,45 1,34 0,01 0,27 5,64 0,80 264,49

(46)

30

PEDOMAN TEKNIS

PENGHITUNGAN BASELINE EMISI GAS RUMAH KACA SEKT

OR BERBASIS LAHAN

Tabel 9. Matrik s emisi base year tahun 2006-2011 skala nasional yang berasal dari biomas di atas permukaan lahan gambut akibat perubahan tutupan lahan (juta ton CO2e/tahun).

Penutupan lahan

Tahun 2011

Hp Hs Hmp Hrp Ht B Pk Pm T S Hms Hrs Br Pt Pc Sw Tm Bdr Tr Tb Rw TOTAL

Tahun 2006

Hp 0,29 (0,00) 0,03 0,33

Hs (0,13) 0,28 0,55 0,60 0,44 0,06 0,03 0,41 2,25

Hmp 0,14 0,03 0,18

Hrp 0,73 1,85 2,40 1,49 6,48

Ht 0,20 1,66 (0,02) 0,15 0,02 2,01

B (0,00) (0,21) (0,39) 0,09 (0,48)

Pk (0,01) 0,07 0,27 (0,04) 0,01 0,03 0,32

Pm

T (0,00) (2,95) (0,51) (2,99) (0,00) (0,01) (0,86) (0,01) (0,20) (7,52)

S

Hms 0,05 0,05

Hrs 2,01 9,06 21,45 39,39 0,50 0,01 0,18 74,84

Br (0,09) (2,30) (1,40) 1,79 (0,00) (0,78) 0,06 0,17 (2,55)

Pt (0,06) (0,05)

Pc (0,02) (0,20) 0,01 0,12 (0,02) 0,38 0,26

Sw (0,01) (0,01)

Tm Bdr Tr Tb

Rw (0,56) (0,05) (0,00) (0,01) (0,00) (0,00) (0,63)

TOTAL (0,13) 0,19 0,00 (0,00) (3,76) 0,33 5,30 0,01 27,68 0,00 0,14 1,53 40,32 0,98 2,51 0,18 0,00 0,00 0,00 0,02 0,18 75,49

(47)

31

BAB 3

EMISI DARI BIOMAS

TUMBUHAN

Tabel 10. Emisi base year (tahun 2006-2011) skala nasional yang berasal dari biomas akibat perubahan tutupan lahan mineral dan lahan gambut (juta ton CO2e/tahun).

Penutupan lahan

Tahun 2011

Hp Hs Hmp Hrp Ht B Pk Pm T S Hms Hrs Br Pt Pc Sw Tm Bdr Tr Tb Rw TOTAL

Tahun 2006

Hp 21,45 (0,00) 0,01 3,83 0,32 0,03 1,68 0,03 0,70 0,17 28,23

Hs (0,40) (0,00) 2,86 87,04 15,82 0,16 37,42 0,08 0,12 4,92 33,83 0,32 0,27 3,04 185,48

Hmp 1,73 0,16 0,01 0,03 1,94

Hrp 0,58 1,02 1,86 6,64 3,29 0,02 0,05 13,46

Ht (0,74) 2,11 0,00 0,10 5,55 (0,02) 0,15 1,26 0,73 0,63 0,11 9,89

B (1,88) (2,09) (8,38) 0,05 2,03 0,18 (0,01) (0,01) 1,01 0,23 0,01 0,01 0,93 (7,90)

Pk (0,00) (0,02) 0,60 0,15 1,96 (0,05) 0,01 1,16 0,87 0,66 0,01 0,05 5,41

Pm (0,00) (0,00) (0,01) (0,01) (0,01) (0,03) (0,05) 0,03 0,01 (0,09)

T (0,07) (6,06) (2,21) (10,40) (0,00) (0,10) (0,00) (0,06) (1,63) (0,25) (0,54) (0,00) 0,02 (21,31)

S (0,93) (0,19) 0,02 (0,00) (0,04) (0,27) (0,00) (1,41)

Hms 0,07 0,03 0,01 0,21 (0,00) 1,22 0,01 0,04 0,01 0,89 0,01 2,51

Hrs (0,00) (0,00) (0,05) 2,04 0,09 18,62 28,70 0,01 59,21 0,74 1,34 0,02 0,16 0,47 0,93 114,51

Br (0,41) (2,42) (3,84) 0,01 2,51 0,91 (0,31) (1,02) 0,18 0,22 0,21 0,06 (3,89)

Pt (0,03) (0,00) (0,33) (0,18) (2,99) 0,04 0,09 0,01 (0,00) (0,01) (1,53) 2,35 0,02 (2,57)

Pc (0,28) (0,39) (3,86) 0,56 1,51 0,02 (0,00) (0,02) 19,75 1,16 0,02 0,01 0,75 19,23

Sw (0,02) (0,01) (0,03) (0,16) (0,04) (0,00) (0,00) (0,84) (0,52) (0,00) (1,63)

Tm (0,00) (0,01) (0,00) (0,00) (0,00) (0,04) (0,02) (0,00) (0,00) (0,00) (0,06)

Bdr (0,00) (0,00) (0,00)

Tr (0,01) 0,01 0,00

Tb (0,00) (0,01) (0,00) (0,00) (0,00) (0,01)

Rw (0,56) (1,23) (0,00) (0,00) (0,00) (0,00) (0,01) (0,00) (0,00) (1,81)

TOTAL (0,40) 18,02 (0,00) (0,05) (6,32) 90,32 4,73 1,06 83,57 1,10 1,37 5,46 62,50 27,89 36,83 5,63 1,35 0,01 0,27 5,65 0,98 339,98

(48)

Gambar 5. Emisi CO 2e skala nasional dari biomas di atas permukaan tanah gambut dan tanah mineral dari perubahan tutupan lahan.

Air

Seperti pada Tabel 10, Gambar 5 juga memperlihatkan bahwa beberapa jenis tutupan lahan seperti semak belukar, belukar rawa dan lahan terbuka pada tahun 2006 dapat menyerap karbon (emisi negatif) karena berubahnya tutupan menjadi lahan dengan cadangan karbon yang lebih tinggi seperti perkebunan dan hutan tanaman. Ini menunjukkan bahwa jika pengembangan perkebunan dan Hutan tanaman difokuskan pada lahan dengan cadangan C rendah tersebut maka akan terjadi penurunan jumlah emisi dan peningkatan serapan CO2 secara nyata.

(49)

33

BAB 3

EMISI DARI BIOMAS TUMBUHAN Gambar 6. Kontribu si masing-masing zona pemanfaatan ruang terhadap emisi

nasional dari perubahan penggunaan lahan pada lahan gambut (g) dan lahan mineral.

Hutan Produksi TerbatasHutan produksi Konversi

Hutan Suaka Alam dan Margasatwa (g )

Hutan Suaka Alam dan margasatwa Taman Nasional Dara

Hutan Suaka Alam dan Wisata Laut Taman Hutan Ray

a

Suaka Margasatwa Dara t

3.3.3 Proyeksi emisi ke depan

Dengan menggunakan data tahun acuan (base year) emisi pada satu atau dua periode ke depan dapat diperkirakan dengan menggunakan paket kalkulator emisi seperti Abacus (Harja et al. 2011). Secara konseptual emisi ke depan dapat dihitung berdasarkan proyeksi emisi historis (historical projection) yaitu perhitungan emisi berdasarkan kecenderungan pada satu periode sebelumnya atau dengan pendekatan forward looking yang memperhatikan kebijakan pembangunan pada provinsi tertentu (Gambar 7).

(50)

bentuk biomasa yang ada saat ini. Untuk operasionalisasinya daerah di Indonesia bisa dikelompokkan menjadi empat kelas berdasarkan posisi daerah tersebut pada kurva gradient penutupan lahan (forest transition) (Gambar 7). Penetapan pendekatan baseline ditentukan berdasarkan kelas tahapan ‘forest transition’ sebagai berikut:

1. Daerah yang termasuk dalam kategori ‘Forest_Core’ atau dominan ditutupi hutan, yaitu daerah dengan pembangunan pada tahap dini seperti Papua dan Papua Barat, , dengan emisi masa lampau yang relatif rendah dan cadangan karbon yang masih tinggi, menerapkan metode forward looking.

2. Daerah yang termasuk kategori ‘Forest_Frontier’, yaitu daerah dengan laju alihguna hutan yang sudah stabil, membuat skenario baseline dengan pendekatan historical.

3. Daerah yang termasuk dalam kategori ‘Forest_ Mosaics’, dimana laju alihguna hutan sudah menurun, emisi masa lampau tinggi dan cadangan karbon rendah, skenario baseline untuk alihguna lahan memakai laju yang terdiskonto dari laju di masa lalu, maksudnya laju deforestasi akan semakin rendah dari laju base year.

4. Daerah peri-urban dan urban, dimana net emisi dari perubahan penutupan lahan hampir nol ataupun negatif, atau tahap pemulihan tutupan pohon sudah dicapai. Skenario baseline untuk memproyeksikan RL sesuai dengan laju peningkatan tutupan pohon di masa lampau.

Gambar

Tabel 1.  Zone Pemanfaatan Ruang wilayah  Indonesia yang dibagi atas lahan mineral  dan lahan gambut.
Tabel  4.   Matriks penutupan dan transisi penutupan lahan gambut  Indonesia antara tahun 2006 sampai 2011 pada semua zone  pemanfaatan ruang (dalam ribu hektar)
Tabel 5 .  Matriks penutupan dan transisi penutupan lahan mineral Indonesia antara tahun 2006 dan 2011 pada areal penggunaan lain  (APL) dalam ribu hektar
Tabel 6.  F aktor emisi (cadangan karbon) di atas permukaan tanah yang  direkomendasikan untuk inventarisasi emisi dari perubahan penggunaan  lahan pada skala nasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan/ penutupan lahan hutan mangrove sekunder, hutan rawa primer, dan hutan rawa sekunder di Kabupaten Kubu Raya secara konsisten menurun, sedangkan

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis perubahan penggunaan/penutupan lahan Kota Bogor periode 2005-2007, menganalisis komposisi penggunaan/penutupan lahan tahun 2007

Perubahan Penutup Lahan Hutan dan Perkebunan Periode 2000 dan 2008 Hasil pengolahan data satelit dari dua tahun berbeda yang digunakan untuk mengetahui perubahan penutup

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) bentuk dan luas perubahan penggunaan lahan, (2) luas lahan yang telah mengalami perubahan penggunaan lahan,

Kelas suhu permukaan rendah mengalami penurunan luas dari tiga tahun peliputan dan mengalami peningkatan perubahan luas penutupan pada lahan dengan kelas suhu

Emisi faktor yang digunakan dalam hal ini disesuaikan dengan emisi faktor lokal Indonesia yang dijelaskan pada Tabel 3, 4, 5, dan 6 berurut-turut adalah faktor emisi untuk

Hasil korelasi antara luas penggunaan lahan dengan koefisien run off menunjukkan bahwa luas penggunaan/penutupan lahan hutan, pemukiman dan lahan pertanian (ladang, tegalan, sawah)

Pengelolaan hutan berbasis masyarakat Berdasarkan Gambaran penutupan dan penggunaan lahan kawasan hutan, Luas lahan rata-rata usatani yang digarap di dalam dan