• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Osteoartritis Genu di RSUP Fatmawati Jakarta Tahun 2012 – 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Osteoartritis Genu di RSUP Fatmawati Jakarta Tahun 2012 – 2013"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

Oleh:

Yofara Maulidiah Muslihah

1111103000047

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

v

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan

nikmat yang telah dilimpahkan sehingga peneliti dapat meraih banyak pelajaran

dalam menyelesaikan penelitian ini. Peneliti menyadari bahwa kemudahan dalam

penyusunan laporan penelitian ini tidak lain berkat bantuan serta dorongan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, SpAnd, dr. M. Djauhari

Widjajakusumah, DR. Arif Sumantri, S.K.M, M. Kes, Dr. Dra. Delina

Hasan, Apt, M. Kes, selaku Dekan dan Wakil Dekan FKIK UIN Syarif

Hidayatullah Jakart serta dr. Witri Ardini, M. Gizi, Sp. GK selaku Kaprodi

PSPD UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr.Achmad Zaki, M. Epid, Sp.OT dan dr. Bisatyo Mardjikoen, Sp.OT

selaku Pembimbing 1 dan Pembimbing 2 yang telah memberikan banyak

dukungan, motivasi, semangat, masukan, dan nasihat serta telah

mencurahkan banyak waktu, pikiran, dan segenap tenaga untuk

membimbing saya hingga mampu menyelesaikan penelitian ini tepat pada

waktunya.

3. dr. Risahmawati Ph.D, dr. Marita Fadhilah, Ph.D, dan dr. Ayat Rahayu,

Sp.Rad yang telah bersedia hadir untuk memberi masukan dan nasihat

dalam presentasi proposal penelitian saya, serta dr. Femmy Nurul Akbar,

Sp. PD, KGEH selaku penguji dalam siding akhir yang memberi banyak

masukan untuk perbaikan laporan ini.

4. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penanggungjawab Modul Riset yang

selalu mengingatkan dan memotivasi peneliti untuk segera menyelesaikan

penelitian.

5. Kedua orang tua, Dra. Machdaniar Nisfah MBA dan Joni Trismanto MBA.

(6)

vi

6. Anti dan Opa, Machdaniar Wati dan Muhammad Dasing Beddu Alm.

Terima kasih telah menjadi orang tua kedua yang selalu ada untuk saya

terutama di saat saya membutuhkan bahu untuk bersandar, motivasi

sebagai penyemangat hidup, dan kompas kehidupan ketika saya

kehilangan arah dalam melangkah.

7. Adik-adik tercinta, Yofadhli Ahmed Kahirawan, Muhammad Rizki

Yofachri, dan Dzikri Abrar Yofahmi. Terima kasih telah mewarnai

hari-hari kelabu saya.

8. dr. Zainal Adhim, SpTHT-KL, Ph.D selaku Ketua Komisi Etik RSUP

Fatmawati Jakarta yang telah memberikan izin untuk pengambilan data,

dr. Endang Poedjiningsih, M. Epid selaku Sekretaris Komisi Etik RSUP

Fatmawati Jakarta yang telah memberi bimbingan dan arahan dalam

memahami metodologi penelitian, serta drg. Danik Hariyani, SpKG selaku

pegawai Diklit RSUP Fatmawati Jakarta yang telah membantu proses

perizinan pengambilan data di IRMIK RSUP Fatmawati Jakarta.

9. Ibu Adiany Biring dan Ibu Dewi selaku pegawai IRMIK RSUP Fatmawati

Jakarta, dan teman sejawat saya, Diana Nurmalasari, yang sangat sabar

dalam membantu peneliti dalam mengumpulkan data rekam medis yang

dibutuhkan.

10.Ibu Pipit dan Bapak Ajip selaku pegawai administrasi FKIK UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dalam proses pembuatan surat

perizinan penelitian dan persetujuan komisi etik.

11.Teman-teman kelompok riset, Cut Neubi Getha dan Rasyad Wicaksono.

Semoga petualangan kita menjadi awal kesuksesan kita selanjutnya.

12.Teman-teman VLDL – Leily Badriah, Tiara Putri Methas, Nadisha Refira,

Herlina Rahmah, Hania Asmarani Rahmanita, Madinatul Munawwaroh,

(7)

vii

13.Teman-teman PSPD 2011.Terima kasih banyak atas segalanya. Saya

belajar banyak dari kebersamaan kita selama tiga tahun terakhir ini. Mimpi

kita tidak akan terhenti di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kita

mampu dan akan meraih lebih, insha Allah.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa tidak ada gading yang tak retak.

Oleh karena itu, kritik, saran, serta masukan dari berbagai pihak sangat

peneliti harapkan terkait laporan penelitian ini. Terlepas dari itu, peneliti

berharap semoga penelitian ini tetap dapat memberikan sumbangsih bagi

kemajuan ilmu pengetahuan.

Semoga Allah SWT berkenan menghitung usaha serta jerih payah ini

sebagai bentuk jihad di jalan-Nya. Amin.

Ciputat, September 2014

(8)

viii

Osteoartritis Genu di RSUP Fatmawati Jakarta Tahun 2012 – 2013.

Pendahuluan: Nyeri lutut merupakan gejala utama dari osteoartritis genu yang merupakan penyebab utama terjadinya ketidakmampuan (disability) pada lansia. Hasil studi oleh NHANES menunjukkan bahwa nyeri lutut akibat osteoartritis genu meningkat 65% dalam 20 tahun terakhir. Belum banyak penelitian yang menggambarkan kejadian osteoartritis genu beserta faktor risikonya pada populasi Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk menggambarkan kondisi osteoartritis genu beserta faktor-faktor predisposisi seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan IMT, pada pasien poliklinik Ortopedi, Penyakit Dalam, dan Rehabilitasi Medik di RSUP Fatmawati Jakarta pada tahun 2012 – 2013. Metodologi: Studi potong lintang (cross-sectional) yang dilakukan melalui

consecutive sampling ini menggunakan 37 rekam medis yang dianalisis secara univariat dengan menggunakan program SPSS v.22. Hasil dan Kesimpulan: Hasil analisis menunjukkan proporsi kejadian osteoartritis sebesar 2,67% dari keseluruhan penyakit muskuloskeletal lainnya dengan proporsi terbanyak ditemukan pada jenis kelamin wanita (75,7%), kelompok usia ≥ 61 tahun (51,4%), kelompok tingkat pendidikan SMA (36,84%), serta kelompok indeks massa tubuh obes 1 (40,54%).

(9)

ix

Osteoarthritis Among Fatmawati Hospital Jakarta Patients in the Year 2012 – 2013.

Objective: More attention should be diverted towards osteoarthritis, especially considering NHANES study which yielded an increment of knee pain resulting from osteoarthritis as high as 65% within the past 20 years. Unfortunately, Indonesia barely has any credible data regarding knee osteoarthritis. Taking those facts into consideration, this study aims to capture the condition of knee osteoarthritis and its predisposing factors such as age, sex, education attainment, and BMI among Indonesian population, which are those registered as patients at Fatmawati Hospital Jakarta. Method: Through consecutive sampling, 37 medical records from Orthopedics, Internal Medicine, and Medical Rehabilitation clinics in RSUP Fatmawati Jakarta registered within 2012 – 2013 time periods were analyzed using univariate analysis and SPSS v.22 statistic application in this cross-sectional study. Result and Conclusion: The results show osteoarthritis proportion of 2.67% among all musculoskeletal disorders with highest proportion found in females (75.7%), those within the ≥ 61 years old age group (51.4%), those with secondary level of education, and those with body mass index group of obese 1 (40.54%).

(10)

x

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

1.4.Manfaat Penelitian ... 4

1.4.1. Manfaat Ilmiah ... 4

1.4.2. Manfaat Aplikatif ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Landasan Teori ... 5

2.1.1. Deskripsi Umum Persendian Genu ... 5

2.1.2. Kartilago Artikular ... 6

2.1.3. Kapsul dan Ligamen ... 8

2.1.4. Cairan Sinovial ... 8

2.1.5. Lubrikasi Sendi ... 9

2.1.6. Osteoartritis ... 9

2.1.6.1. Definisi Umum ... 9

2.1.6.2. Lokasi Predileksi ... 10

2.1.6.3. Patofisiologi dan Patologi ... 11

2.1.6.4. Epidemiologi ... 12

2.1.7. OA Pada Genu... 13

2.1.7.1. Gejala Klinis... 13

2.1.7.2. Klasifikasi ... 14

2.1.7.3. Faktor-faktor Risiko OA ... 16

2.2. Kerangka Teori... 20

(11)

xi

3.1. Desain Penelitian ... 24

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24

3.3. Populasi dan Sampel ... 24

3.3.1. Perkiraan Besar Sampel ... 24

3.3.2. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 25

3.3.2.1.Kriteria Inklusi ... 25

3.3.2.2. Kriteria Eksklusi... 25

3.3.3. Cara Pengambilan Sampel ... 25

3.4.Cara Kerja Penelitian ... 26

3.4.1. Anggaran Penelitian ... 26

3.4.2. Alur Penelitian ... 26

3.4.3. Jadwal Penelitian ... 27

3.4.4. Etika Penelitian ... 27

3.5. Managemen Data ... 28

3.5.1. Pengolahan Data... 28

3.5.2. Analisis Data ... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

4. 1.Proporsi Kejadian Osteoartritis di RSUP Fatmawati Jakarta ... 29

4. 2.Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian... 29

4. 2. 1.Jenis Kelamin ... 31

4. 2. 2.Usia ... 34

4. 2. 3.Tingkat Pendidikan ... 38

4. 2. 4.Indeks Massa Tubuh ... 41

4. 3.Keterbatasan Penelitian ... 44

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 45

5.1. Simpulan ... 45

5.2. Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

(12)

xii

Gambaran Radiologi ... 15 Tabel 2. Klasifikasi Osteoartritis Genu menurut ACR (American

College of Rheumatology ... 16 Tabel 3. Data Numerik Responden Osteoartritis Genu di Poliklinik

Ortopedi, Poliklinik Penyakit Dalam, dan Poliklinik Rehab

Medik RSUP Fatmawati Jakarta ... 29 Tabel 4. Karakteristik Demografi Pasien Osteoartritis Genu di

Poliklinik Ortopedi Poliklinik Penyakit Dalam, dan

Poliklinik Rehab Medik RSUP Fatmawati Jakarta ... 30 Tabel 5. Karakteristik Medis Pasien Osteoartritis Genu di Poliklinik

Ortopedi, Poliklinik Penyakit Dalam, dan Poliklinik

Rehab Medik RSUP Fatmawati Jakarta ... 30 Tabel 6. Perbandingan Kejadian Osteoartritis di Asia menurut Studi

COPCORD ... 31 Tabel 7. Proporsi Osteoartritis pada Kelompok Usia Berbeda

Menurut ReferensiTerdahulu ... 36 Tabel 8. Proporsi Status Gizi Penduduk Dewasa (>18 tahun)

Berdasarkan Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT) di

Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010... 41 Tabel 9. Proporsi Osteoartritis Genu Berdasarkan Kategori IMT

Menurut Hasil Studi-Studi Terdahulu ... 42

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1. Komponen Sendi Sinovial ... 5 Gambar 2. 2. Kartilago Artikular: Distribusi Serat Kolagen ... 7

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4. 1.Kejadian Osteoartritis Genu pada Pasien Wanita dan Laki-laki di Poliklinik Ortopedi, Penyakit Dalam, dan Rehab Medis RSUP Fatmawati Jakarta

Tahun 2012 – 2013 ... 32 Grafik 4. 2.Usia Subjek Penelitian Dibandingkan dengan Salah Satu

Referensi Terdahulu ... 35 Grafik 4. 3.Distribusi Subjek Penelitian berdasarkan Tingkat Pendidikan

di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 2012 – 2013... 39 Grafik 4. 4.BMI Subjek Penelitian Dibandingkan dengan Hasil

Penelitian Terdahulu di Selangor, Malaysia (2003-2004)

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Ketidakmampuan (disability), baik secara langsung ataupun tidak

dapat mempengaruhi kehidupan setiap orang yang ada di negara ini.

Ketidakmampuan yang disebabkan oleh osteoartritis genu terjadi dengan

adanya rasa nyeri pada genu (lutut) sebagai gejala utama yang menuntun

pasien datang untuk berkonsultasi dengan dokter. Nyeri pada genu yang

disebabkan oleh osteoartritis merupakan salah satu penyebab utama

terjadinya ketidakmampuan pada lansia.[1] Penelitian di Inggris menujukkan bahwa 10% hingga 13% laki-laki dan wanita usia ≥ 65 tahun memiliki gejala-gejala osteoartritis pada genu.[2] Di Indonesia sendiri, angka yang lebih tinggi ditemukan pada kelompok usia yang lebih muda.

Osteoartritis genu ditemukan pada 15,5% pria dan 12,7% wanita di

Indonesia dengan prevalensi osteoartritis secara umum mencapai 5% pada

usia < 40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia > 61

tahun.[3,4] Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui efek nyeri terhadap kualitas hidup pasien osteoartritis genu di Korea lebih buruk pada lansia berusia ≥ 50 tahun yang mengalami nyeri genu dibandingkan dengan yang normal. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa gejala nyeri lutut

berhubungan dengan rendahnya kualitas hidup dan buruknya fungsi fisik

pasien yang secara langsung berkaitan dengan ketidakmampuan dan

disfungsi pasien dalam menjalani kehidupannya dalam komunitas.[5]

Walau tidak fatal, ketidakmampuan yang mungkin terjadi patut

diwaspadai. Hasil penelitian terhadap peserta NHANES (National Health

and Nutrition Examination Survey), yang dipublikasikan pada tahun 2011

oleh American College of Physician, menunjukkan bahwa prevalensi nyeri

lutut akibat osteoartritis meningkat 65% dalam 20 tahun terakhir (antara

tahun 1971 – 2004).[6] Dari penelitian tersebut, dapat terjadi peningkatan angka ketidakmampuan seiring dengan meningkatnya prevalensi nyeri

(14)

memicu terjadinya ketidakmampuan tersebut, dalam hal ini berarti

menekan kejadian osteoartritis genu.

Osteoartritis sendiri merupakan sebuah fenomena dinamis.

Osteoartritis disebabkan semata-mata oleh proses degeneratif merupakan

sebuah anggapan yang tidak tepat.[7] Osteoartritis mungkin merupakan hasil kombinasi dari beberapa etiologi. Namun, Solomon menyatakan

bahwa, pada kebanyakan kasus, penyebab tercepat terjadinya osteoartritis

adalah stres mekanik yang menerpa beberapa bagian dari permukaan sendi

artikular.[7] Selain terjadi oleh karena meningkatnya weightbearing force

(gaya menahan berat tubuh) seiring dengan IMT (Indeks Massa Tubuh)

hingga melewati batas normal, stress mekanik juga terjadi. Walau begitu,

IMT yang berlebih tidak termasuk dalam faktor biomekanik, tetapi

dikategorikan sebagai faktor predisposisi pada kejadian osteoartrtitis.

Faktor-faktor risiko yang digolongkan sebagai faktor biomekanik

terjadinya osteoartritis genu menurut Arthritis Research Campaign adalah

riwayat trauma pada genu, kelainan anatomis (kelainan sendi kongenital),

dan aktivitas fisik.[8] Sementara itu, faktor-faktor predisposisi lain selain

IMT yang kerap dinilai berpengaruh pada kejadian osteoartritis adalah

usia, jenis kelamin, dan genetik.[9] Sayangnya, masih sedikit penelitian di Indonesia yang membahas mengenai osteoartritis genu dan faktor-faktor

risiko terkait. Oleh karna itu, diharapkan penelitian ini dapat

mengidentifikasi dan mendeskripsikan usia, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, serta IMT sebagai faktor predisposisi terjadinya osteoartritis

genu pada populasi di Indonesia, dengan populasi terjangkau, yaitu

pasien-pasien poliklinik ortopedi, penyakit dalam, dan rehabilitasi medik di

Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta. Faktor-faktor risiko

biomekanik tidak diikutsertakan di dalam penelitian ini. Selain itu,

kebanyakan penelitian mancanegara yang telah dipublikasikan mencari

faktor-faktor risiko osteoartritis yang lebih terfokus secara spesifik pada

populasi lansia. Tidak banyak penelitian yang menggambarkan bagaimana

(15)

tahun).[10] Diharapkan, melalui studi ini, dapat tergambarkan bagaimana kondisi variabel-variabel tersebut pada populasi usia produktif.

1. 2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah

penelitian ini adalah:

 Bagaimana gambaran faktor predisposisi (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan IMT) pasien osteoartritis genu di poliklinik

ortopedi, poliklinik penyakit dalam, dan poliklinik rehabilitasi

medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta tahun

2012-2013?

1. 3. Tujuan Penelitian

1. 3. 1. Tujuan Umum

Memperoleh gambaran faktor predisposisi osteoartritis genu di

poliklinik ortopedi, poliklinik penyakit dalam, dan poliklinik

rehabilitasi medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta tahun

2012-2013.

1. 3. 2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui proporsi kejadian osteoartritis pada poliklinik ortopedi RSUP Fatmawati Jakarta tahun 2012 – 2013.

b. Mengetahui gambaran kejadian osteoartritis genu berdasarkan jenis

kelamin pada pasien poliklinik ortopedi, penyakit dalam, dan

rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta tahun 2012 – 2013.

c. Mengetahui gambaran kejadian osteoartritis genu berdasarkan usia

pada pasien poliklinik ortopedi, penyakit dalam, dan rehabilitasi

(16)

d. Mengetahui gambaran kejadian osteoartritis genu berdasarkan

tingkat pendidikan pada pasien poliklinik ortopedi, penyakit dalam, dan rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta tahun 2012 – 2013. e. Mengetahui gambaran kejadian osteoartritis genu berdasarkan indeks

massa tubuh pada pasien poliklinik ortopedi, penyakit dalam, dan rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta tahun 2012 – 2013.

1. 4. Manfaat Penelitian

1. 4. 1. Manfaat Ilmiah

Sebagai kajian pustaka bagi peneliti lain, terutama peneliti yang

karena pertimbangan tertentu ingin melakukan penelitian lanjutan atau

melakukan penelitian sejenis.

1. 4. 2. Manfaat Aplikatif

Dengan diketahuinya gambaran faktor-faktor risiko kejadian

osteoartritis genu, diharapkan penelitian ini dapat berkontribusi

sebagai acuan penyusunan program pencegahan osteoartritis genu

dalam meningkatkan kualitas program yang sesuai bagi masyarakat

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori

2. 1. 1. Deskripsi Umum Articulatio Genu

Persendian pada sendi lutut atau genu, selain merupakan persendian

sinovial berdasarkan klasifikasi struktural, juga merupakan persendian

diartrosis berdasarkan klasifikasi fungsional. Penilaian klasifikasi

persendian secara struktural didasarkan pada dua kriteria, yakni (1) ada

atau tidaknya celah di antara kedua tulang yang saling berartikulasi

tersebut dan (2) tipe jaringan ikat yang menyatukan tulang-tulang yang

bersangkutan – dalam hal ini os. patella terikat dengan os. femur dan os.

tibia melalui jaringan ikat keras irregular. Klasifikasi struktural

persendian lainnya adalah persendian fibrosa dan persendian kartilago.

Sementara itu, klasifikasi fungsional berhubungan dengan derajat

pergerakan yang dapat terjadi pada sendi tersebut. Sendi diartrosis

merupakan sendi yang dapat digerakkan dengan leluasa. Semua sendi

diartrosis adalah sendi sinovial, dan sendi genu termasuk salah satu di

antaranya.[11]

(18)

2. 1. 2. Kartilago Artikularis

Artikular merupakan sebuah kata yang digunakan untuk merujuk

sesuatu yang berkenaan dengan persendian. Sehingga, kartilago

artikularis merujuk kepada kartilago yang ditemukan pada persendian

mengingat bahwa tidak semua kartilago berada pada persendian.

Kartilago sendiri, menurut Dorland[12], merupakan semacam jaringan ikat fibrosa khusus yang, berdasarkan substansi penyusunnya, dapat

dibedakan menjadi kartilago hialin, kartilago elastik, dan kartilago

fibrosa. Pada kartilago artikularis, tipe yang sering ditemukan adalah

kartilago hialin.[11]

Kartilago hialin, berbeda dengan tipe lainnya, mampu meneruskan

beban dan gerakan dari satu segmen tulang ke segmen tulang lainnya.

Kartilago ini mampu menambah luas permukaan artikular, serta

membantu meningkatkan stabilitas dan ketahanan permukaan tersebut;

kartilago ini dapat merubah bentuknya saat terpapar oleh suatu gaya

kompresif dan mampu mentransmisikan gaya tersebut secara meluas

kepada tulang subartikular di bawahnya. Kartilago ini sangat amat licin

oleh karena adanya lapisan cairan sinovial yang menyelimutinya,

sehingga gaya gesek yang terjadi di daerah tersebut sangat amat kecil.

Licinnya cairan sinovial tersebut memungkinkan tidak terjadinya

degradasi sendi oleh pergerakan fisiologis yang berlangsung setiap

waktu. Selama terjadinya pergerakan, air yang terdapat pada cairan

sinovial akan bertukar dengan hampir keseluruhan air yang terkandung

dalam kartilago hialin.[7]

Oleh karena banyaknya air yang dikandungnya (sekitar 60-80%),

kartilago hialin memiliki matriks dengan konsistensi seperti gel yang

terdiri atas proteoglikan sebagai substansi dasarnya. Proteoglikan pada

sendi artikular adalah aggrecan – terdiri atas 210-kD protein inti yang

terhubung dengan 100 kondroitin sulfat, beberapa keratin sulfat, dan

oligosakarida. Beratus-ratus molekul aggrecan ini berikatan dengan

(19)

berat lebih dari 100 juta Dalton dan bermuatan negatif. Muatannya

tersebut yang memberikan karakteristik rigid namun bersifat seperti

pegas. Fungsi aggrecan ialah untuk menyerap perubahan beban dan

mengurangi deformitas. Terdapat jaringan kolagen tipe II dalam

proteoglikan tersebut. Jaringan kolagen tersebut tersusun dalam pola

khusus, yakni tersusun secara paralel terhadap permukaan artikular

pada zona superfisialnya dan secara tegak lurus terhadap permukaan

artikular pada zona yang lebih dalam – tempat di mana kartilago

artikularis berikatan dengan tulang subkondralnya. Jaringan kolagen ini

memberikan tahanan terhadap gaya regang. Selain jaringan kolagen

yang tersusun seperti anyaman, di dalam substansi proteoglikan tersebut

juga ditemukan banyak kondrosit tersebar secara renggang yang

bertanggung jawab untuk memproduksi seluruh komponen struktural

dari jaringan tersebut. Kondrosit pada kartilago orang dewasa memiliki

kemampuan replikasi sel yang telah berkurang, sehingga kerusakan

yang terjadi secara langsung pada permukaan artikular tidak dapat

diperbaiki dengan baik atau akan digantikan oleh jaringan ikat fibrosa.

Singkatnya, beberapa struktur penting kartilago hialin adalah air,

proteoglikan sebagai substansi dasar, kolagen, dan kondrosit. Ketika

terjadi degradasi, setidaknya pada salah satu dari komponen tersebut,

maka kartilago hialin akan terurai. Hal ini terjadi secara minimal pada

peroses penuaan, namun terjadi secara ekstensif pada kondisi

osteoartritis.[7]

(20)

Proteoglikan memiliki afinitas yang tinggi terhadap air. Adanya

beban menyebabkan perubahan bentuk pada kartilago, sehingga air

akan terperas keluar ke permukaan di mana air tersebut akan

menyumbang sebagai salah satu komponen lapisan lubrikan. Ketika

beban berkurang dan menghilang, maka air tersebut akan terserap

kembali ke dalam proteoglikan pada kartilago tersebut. Tekanan yang

terjadi di dalam kartilago tersebut dipertahankan oleh gaya regang dari

jaringan kolagen yang tersusun di dalamnya. Selama jaringan kolagen

dan proteoglikan di dalam suatu kartilago utuh, maka kartilago tersebut

dapat mempertahankan kompresibilitas serta elastisitasnya.[7]

2. 1. 3. Kapsul dan Ligamen

Jaringan lunak yang melingkupi persendian terdiri atas kapsula

fibrosa dan ligamen, yang merupakan kondensasi keras pada

permukaan kapsul tersebut. Ligamen yang terdapat di antara satu tulang

dan lainnya bersifat non-elastik dan memiliki panjang yang tetap.

Kedua struktur tersebut, bersama dengan otot pada lapisan terluarnya,

memberikan kontribusi terhadap stabilitas sendi.[7]

2. 1. 4. Cairan Sinovial

Permukaan dalam dari kapsul dilapisi oleh selapis membran tipis,

yakni sinovium, yang kaya akan pembuluh darah, pembuluh limfatik,

serta saraf. Sinovium bersifat non-adhesif dan memproduksi cairan

sinovial seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Cairan sinovial ini

bertanggung jawab terhadap nutrisi dari kartilago artikularis yang

bersifat avaskular. Dalam kondisi fisiologis, volume cairan sinovial

pada suatu sendi bersifat konstan sepanjang hayat, namun dapat

(21)

2. 1. 5. Lubrikasi Sendi

Koefisien gesek dari sendi yang normal sangat rendah. Kecuali

pada kondisi patologis, terdapat sedikit sekali perbedaan derajat

keausan dari suatu permukaan artikular antara dewasa muda dan lansia.

Terdapat beberapa sistem lubrikasi pada sendi genu:[7]

1. Boundary layer lubrication

Terdapat pada daerah perbatasan antara permukaan artikular tulang

yang saling berhubungan dan dimediasi oleh lubricin – fraksi

glikoprotein yang bersifat larut air pada cairan sinovial. Lapisan ini

terdapat di atas selapis molekul pada permukaan setiap sendi

artikular; bersama-sama, kedua lapisan ini membentuk satu set

lapisan pada permukaan sendi artikular suatu tulang yang

memungkinkan terjadinya gerakan luncur yang licin antar

permukaan artikular yang saling berhubungan.

2. Fluid film lubrication

Terjadi oleh karena mekanisme hidrodinamik, di mana air dari

dalam kartilago akan terperas keluar dengan adanya beban dan

kembali terserap ketika beban ditiadakan.

3. Lubrikasi di antara lipatan sinovial dapat terjadi oleh karena

molekul hialurinat pada cairan sinovial.

2. 1. 6. Osteoartritis 2. 1. 6. 1. Definisi Umum

Apley mendefinisikan osteoartritis sebagai penyakit kronis

dari sendi synovial, di mana terdapat pelembutan progresif dan

disintegrasi dari kartilago artikularis yang disertai dengan

pertumbuhan kartilago dan tulang pada pinggir sendi (osteofit),

pembentukan kista dan sklerosis pada tulang subkondral, sinovitis

derajat sedang, dan fibrosis kapsular. Selain itu, Apley

menyebutkan bahwa istilah artritis degeneratif – yang kerap

digunakan sebagai sinonim osteoartritis – merupakan konsep yang

(22)

menunjukkan adanya gambaran perusakan dan perbaikan dalam

prosesnya. Selain itu, Apley juga menyatakan bahwa frekuensi

kejadian osteoartritis meningkat sesuai dengan bertambahnya usia,

namun tidak berarti bahwa osteoartritis hanya sekedar bentuk dari

proses penuaan.[7]

Melalui analisis anatomi, histopatologi, dan radiologi

ditemukan bahwa osteoartritis bukan merupakan kelainan yang

terjadi secara eksklusif pada kartilago artikularis. Lebih dari satu

komponen artikular mengalami kerusakan pada kejadian

osteoartritis – di antaranya adalah tulang peri-artikuler, lapisan

sinovial, dan jaringan-jaringan ikat penunjang di sekitarnya.

Perubahan struktural yang khas terjadi pada osteoartritis adalah

pengurangan volume kartilago artikularis yang terjadi secara

progresif, peningkatan ketebalan lempeng subkondral,

pembentukan tulang baru pada pinggir sendi (osteofit), dan

pembentukan kista tulang subkondral.[13]

2. 1. 6. 2. Lokasi Predileksi

Sendi yang biasa terpengaruh terpusat pada salah satu dari

kedua (atau bahkan kedua) sendi yang menanggung keseluruhan

beban tubuh (weightbearing joints), yakni pinggul atau lutut, pada

sendi interfalang (terutama pada wanita) atau pada sendi manapun

yang memiliki riwayat gangguan tertentu (misalnya displasia

kongenital, osteonekrosis, atau fraktur intra-artikular).[7]

Studi radiografik yang dilakukan pada populasi Amerika dan

Eropa menunjukkan bahwa angka kejadian osteoartritis genu pada usia ≥ 45 tahun adalah 14,1% pada pria dan 22,8% pada wanita.[13]

Kebanyakan riset yang ada terfokus pada studi sendi tibiofemoral.

Sementara itu, osteoartritis pada sendi patellofemoral – yang

memiliki dampak lebih berat – lebih jarang diteliti. Osteoartritis

pada persendian pinggul lebih jarang ditemukan, dengan

(23)

> 45 tahun pada salah satu studi yang dilakukan di Switzerland.

[14]

2. 1. 6. 3. Patofisiologi dan Patologi

Pada tahap-tahap awal, ketika kartilago masih utuh, terdapat

peningkatan kadar air pada kartilago sehingga matriks

proteoglikan menjadi semakin mudah hancur. Hal ini disebabkan

gagalnya fungsi jaring kolagen internal yang pada kondisi

fisiologis bekerja untuk menahan gel matriks pada tempatnya.

Pada tahap berikutnya, kartilago kehilangan proteoglikannya dan

kerusakan mulai tampak pada kartilago. Seiring dengan

bertambahnya kekakuan kartilago, kerusakan sekunder yang

terjadi pada kondrosit akan menyebabkan dilepaskannya enzim,

sehingga matriks akan dipecah lebih lanjut. Deformitas kartilago

akan menambah stress yang terjadi pada jaringan kolagen,

sehingga mengamplifikasi perubahan pada siklus yang kemudian

berujung pada gangguan jaringan.[7]

Kartilago artikularis memiliki peran yang penting dalam

mendistribusikan serta menyebarkan gaya yang berkenaan dengan

beban. Ketika kartilago artikularis kehilangan integritasnya,

gaya-gaya tersebut menjadi terpusat pada tulang subkondral. Hasilnya

adalah degenerasi trabekular yang bersifat fokal, serta adanya

pembentukan kista, selain juga peningkatan vaskularisasi dan

sklerosis reaktif pada zona dengan beban maksimal.[7]

Walau begitu, struktur yang tersisa dari kartilago tersebut

masih memiliki kemampuan regenerasi, perbaikan, dan

remodeling. Bagian pinggir kartilago masih memiliki aktivitas

pertumbuhan sera osifikasi endokondral yang kemudian akan

berkontribusi pada pembentukan osteofit.[7]

Beberapa gambaran penting yang terjadi pada OA adalah (1)

(24)

subartikular dengan (3) sklerosis tulang di sekitarnya, (4)

pembentukan osteofit, dan (5) fibrosis kapsular.[7]

Awalnya, perubahan kartilago dan tulang terfokus pada

bagian tertentu dari sendi, yakni bagian yang lebih banyak

menerima beban tubuh. Selain itu, terjadi pula perlembutan dan

penguraian – atau fibrilasi – dari kartilago yang semula licin dan

mulus. Dengan adanya disintegrasi yang progresif dari kartilago,

tulang yang berada di bawahnya tersingkap yang memungkinkan

terjadinya eburnasi – suatu proses di mana permukaan sendi yang

harusnya dilapisi oleh kartilago artikuler, namun kartilago tersebut

terkikis sampai tulang subkondral, sehingga tulang subkondral

tersebut kemudian menjadi permukaan sendi dan menjadi halus

dan mengkilat seperti gading. Vaskularisasi yang meningkat

karena reaksi tulang dalam ruang tertutup tersebut menjadi faktor

penyebab timbulnya keluhan nyeri.[7]

2. 1. 6. 4. Epidemiologi

WHO, melalui publikasinya – Global Burden of OA – pada

tahun 2002, mengestimasikan bahwa kurang lebih 10% populasi dunia berusia ≥ 60 tahun memiliki gangguan simtomatis yang berhubungan dengan osteoartritis.[15] Prevalensi pada negara berkembang bervariasi (berbeda antar-hasil riset). Menurut studi

COPCORD yang dilakukan di Asia, prevalensi osteoartritis

ditemukan meningkat sesuai usia dan lebih banyak ditemukan

pada wanita.[16] Studi COPCORD pada daerah Asia Tenggara meliputi negara Thailand, Filipina, Vietnam, dan Malaysia.[16] Adapun, data mengenai usia spesifik tidak dicantumkan pada studi

ini (penulis hanya menuliskan bahwa data yang didapat adalah pada populasi berusa ≥ 15 tahun). Di Indonesia sendiri, prevalensi osteoartritis mencapai 5% pada usia < 40 tahun, 30% pada usia

(25)

osteoartritis genu memiliki prevalensi yang cukup tinggi, yakni

15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita.[3]

2. 1. 7. OA pada Genu 2. 1. 7. 1. Gejala Klinis

Gejala-gejala yang disebutkan di bawah tidak bersifat spesifik

terhadap osteoartritis genu semata.[7] Keparahan gejala dapat bergantung pada kerusakan yang terjadi pada sendi, namun pada

dasarnya juga bervariasi antar-individu dan antar-sendi.

1) Nyeri umumnya merupakan gejala yang membuat pasien datang ke dokter untuk diperiksa. Nyeri dapat terasa

menyebar, atau bahkan dapat teralihkan ke lokasi yang jauh

dari lokasi predileksi yang sesungguhnya (nyeri lutut oleh

karena OA yang terjadi pada pinggul). Nyeri muncul

perlahan-lahan dan diperparah oleh kerja. Nyeri akan terasa berkurang

dengan istirahat, namun seiring dengan berjalannya waktu,

istirahat tidak terasa cukup untuk mengurangi nyeri. Pada

tahap-tahap akhir perjalanan penyakit ini, pasien bahkan

mungkin merasa nyeri ketika terbaring di tempat tidurnya

untuk beristirahat di malam hari. Terdapat beberapa

kemungkinan penyebab terjadinya nyeri, yakni inflamasi

sinovial ringan, fibrosis kapsular dengan nyeri ketika

meregangkan jaringan yang telah memendek, kelelahan otot,

dan tekanan tulang oleh karena adanya kongesti vascular dan

hipertensi intraosseus.

2) Kekakuan sering ditemukan yang biasanya terjadi setelah beberapa saat pasien tidak melakukan kegiatan apapun.

Namun, seiring dengan berjalannya waktu kekakuan ini akan

terasa menetap dan progresif.

3) Pembengkakan dapat terjadi secara terus menerus (dengan penebalan kapsular atau dengan adanya osteofit yang

(26)

4) Deformitas dapat terjadi oleh karena adanya kontraktur kapsular atau instabilitas sendi. Perlu diingat bahwa

deformitas mungkin sudah terjadi sebelum kondisi-kondisi

tersebut dan bahkan yang menjadi faktor risiko untuk kejadian

osteoartritis pada pasien tertentu.

5) Hilangnya fungsi (fungsiolaesa) merupakan gejala yang paling dikeluhkan oleh pasien. Biasanya pasien mengeluhkan

gait yang tidak sempurna dan cenderung terpincang, kesulitan

untuk menaiki tangga, kesulitan untuk berjalan jauh, atau

ketidakmampuan progresif untuk menjalani aktivitas

sehari-hari.

2. 1. 7. 2. Klasifikasi

Klasifikasi ostaoartritis yang banyak digunakan adalah

klasifikasi berdasarkan gambaran radiologis persendian pasien.

Tanda-tanda osteoartritis pada gambaran radiologis di antaranya

adalah adanya pembentukan osteofit, penyempitan ruang

antar-sendi, terjadinya skeloris, dan pembentukan kista. Keparahan

osteoartritis dapat digambarkan dengan menggunakan skala

Kellgren dan Lawrence yang terdiri atas empat derajat (0-4).

Penentuan dilakukan dengan cara membandingkan hasil foto

radiologis dengan gambaran radiologis sendi normal yang dapat

ditemukan pada atlas radiografi. Klasifikasi osteoartritis

berdasarkan temuan radiologis berbeda, bergantung pada lokasi

predileksinya. Berdasarkan temuan radiografis, osteoartritis genu

dapat diklasifikasikan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1 di

(27)

Tabel I. Tingkat Keparahan Osteoartritis Genu berdasarkan Gambaran Radiologis (Atlas of Standard Radiographs, 1963)

Definite osteophytes and possible narrowing of joint

space.

Grade 3

Moderate multiple osteophytes, definite narrowing

of joint space, and some sclerosis and possible

deformity of bone ends.

Grade 4

Large osteophytes, marked narrowing of joint space,

severe sclerosis, and definite deformity of bone

ends.

Sumber: Symmons D, Mathers C, Pfeleger B. Global burden of osteoarthritis in

the year 2000. In: Global Burden of Disease 2002; 1-26

Beberapa orang dengan gambaran radiologis seperti yang

ditunjukkan di atas memiliki gejala pada sendinya (seperti yang

telah dijelaskan pada sub-bagian Gejala Klinis di atas) yang berkaitan dengan gambaran patologis yang ditemukan pada

sendinya. Perubahan radiologis di atas tidak harus disertai dengan

gejala klinis. Diperlukan informasi lengkap mengenai gejala klinis

yang dialami pasien serta gambaran radiologis sendi dengan X-ray

untuk dapat mendiagnosis pasien mangalami osteoartritis. Tabel 2

di bawah ini menggambarkan algoritma penentuan diagnosis

osteoartritis dengan memperhitungkan gejala klinis dan gambaran

(28)

Tabel II. Klasifikasi Osteoartritis Genu menurut ACR (American College of Rheumatology)

Clinical

1 Knee pain for most days of prior month 2 Crepitus on active joint motion

3 Morning stiffness < 30 minutes in duration 4 Age ≥ 36 years

5 Bony enlargement of knee on examination Clinical and Radiological

1 Knee pain for most days of prior month 2 Osteophytes at joint margin (X-ray)

3 Synovial fluid typical of osteoarthritis (laboratory) 4 Age ≥ 40 years

5 Morning stiffness < 30 minutes 6 Crepitus on active joint motion

Sumber: Symmons D, Mathers C, Pfeleger B. Global burden of osteoarthritis in

the year 2000. In: Global Burden of Disease 2002; 1-26

Pasien dinyatakan osteoartritis jika:[15]

1. Sesuai dengan angka-angka berikut pada bagian Clinical:

1, 2, 3, 4 atau 1, 2, 5 atau 1, 4, 5

2. Sesuai dengan angka-angka berikut pada bagian Clinical and

Radiological:

1, 2 atau 1, 3, 5, 6 atau 1, 4, 5, 6

2. 1. 7. 3. Faktor-faktor Risiko OA

Secara garis besar, terdapat dua jenis fakor risiko kejadian

osteoartritis, yakni (1) faktor predisposisi yang terdiri atas

faktor-faktor pada diri seseorang yang memungkinkan seseorang

mengalami osteoartritis (termasuk di antaranya demografi pasien)

(29)

peningkatan beban pada sendi weightbearing yang menanggung

hampir keseluruhan beban berat tubuh).[9] Adapun, penelitian ini hanya akan membahas faktor predisposisi berupa usia, jenis

kelamin, tingkat pendidikan, dan indeks massa tubuh.

a. Usia

Insidensi osteoartritis meningkat tanpa batas seiring dengan

bertambahnya usia oleh karena proses patologisnya yang

bersifat menetap. Walau begitu, osteoartritis bukan merupakan

kosenkuensi langsung yang tidak dapat dicegah dari proses

penuaan. Seperti yang telah dijelaskan pada tinjauan pustaka,

banyak faktor yang mempengaruhi kejadian osteoartritis, dan

usia merupakan salah satu faktor risiko tersebut. Proses

penuaan pada kartilago artikularis yang mungkin berpengaruh

terhadap terjadinya osteoartritis di antaranya adalah

melembutnya serta terurainya permukaan sendi artikular,

berkurangnya ukuran serta agregasi dari molekul aggrecan

proteoglikan, dan hilangnya kekakuan serta gaya regang

matriks.[17]

Secara teori terlihat jelas bahwa usia merupakan faktor

risiko yang memiliki pengaruh yang besar terhadap terjadinya

osteoartritis genu. Secara tidak langsung, hal tersebut juga

membuktikan bahwa variabel usia memiliki nilai prediksi yang

baik dalam menentukan kemungkinan kejadian osteoartritis

genu pada seseorang.[18]

Osteoartritis jarang ditemukan pada usia < 40 tahun, namun

sering pada usia di atas 60 tahun.[3] Penelitian yang dilakukan pada populasi Amerika menunjukkan angka prevalensi sebesar

7,6% pada usia 18-44 tahun, 29,8% pada usia 45-64 tahun, dan

(30)

< 45 tahun, sementara wanita lebih banyak terserang pada usia

> 55 tahun.[14,15]

b. Jenis Kelamin

Data dari Australia menunjukkan bahwa insidensi

osteoartritis pada wanita di Australia lebih tinggi dibandingkan

dengan pria (2,95 per 1000 populasi vs. 1,71 per 1000).[14] Selain itu, menurut Rotterdam Study-I, jenis kelamin wanita

memiliki OR (Odds Ratio) sebesar 2,13 terhadap kejadian

osteoartritis genu dengan CI (Confidence Interval) sebesar

95%.[20] Kedua hal tersebut cukup menujukkan bahwa jenis kelamin perempuan memiliki nilai prediksi yang baik terhadap

terjadinya osteoartritis genu.

c. Tingkat Pendidikan

Tidak banyak studi yang menjadikan tingkat pendidikan

sebagai faktor risiko dari osteoartritis, terutama osteoartritis

genu. Salah satu referensi yang meneliti secara eksklusif

mengenai keterkaitan antara tingkat pendidikan dan kejadian

osteoartritis adalah studi yang dilakukan oleh Cleveland et al.

Dalam studi tersebut disebutkan bahwa tingkat pendidikan

merupakan salah satu faktor status sosioekonomi yang dapat

meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami osteoartritis.

Dalam studi tersebut, ditemukan bahwa tingkat pendidikan

yang rendah berkaitan dengan peningkatan prevalensi

osteoartritis genu simptomatik pada pria dan wanita.[21] Walau begitu, dalam meta-analisis yang dilakukan oleh Kerkhof et al,

tingkat pendidikan memiliki OR sebesar 1,01 terhadap kejadian

osteoartritis yang menggambarkan bahwa tingkat pendidikan

(31)

d. Indeks Massa Tubuh

Data prevalensi status gizi penduduk dewasa yang

dipublikasikan oleh Kementerian Kesehatan menunjukkan

adanya peningkatan kejadian obesitas sebesar 1,4% antara tahun 2007 – 2010, di mana prevalensi kejadian obesitas pada tahun 2007 adalah sebesar 10,30%, sementara pada tahun 2010

adalah 11,7%.[10,22] Patut dicatat bahwa terjadi pergeseran definisi batas minimal dewasa di antara kedua tahun tersebut,

di mana dewasa per definisi Kementerian Kesehatan tahun 2007 adalah usia ≥ 15 tahun, sementara pada tahun 2010 adalah usia > 18 tahun; hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi

peningkatan angka kejadian obesitas yang cukup signifikan

dalam dua tahun tersebut. [10,22]

Telah banyak penelitian yang mencari hubungan antara

obesitas dengan kejadian artritis. Salah satunya adalah

penelitian bersifat longitudinal oleh Taichtahl et al, selama 10

tahun pada dewasa usia 50 – 79 tahun di Australia, yang

menemukan bahwa obesitas berhubungan dengan kerusakan

kartilago patella.[23] Penelitian lain yang mendukung adalah penelitian oleh Grotle et al yang menemukan bahwa obesitas

merupakan determinan kuat terhadap kejadian osteoartritis

pada lutut; obesitas (dalam hal ini per definisi adalah IMT >

30), pada sampel masyarakat Norwegia berusia 24 - 76 tahun,

memiliki hubungan yang signifikan dengan osteoartritis pada

lutut dengan OR (Odds Ratio) sebesar 2,8.[24] Di Indonesia sendiri, melalui sebuah penelitian oleh Nainggolan yang

menggunakan data Riskesdas tahun 2007, ditemukan bahwa

untuk setap peningkatan berat badan sebesar ½ kg, tekanan

lutut meningkat sebesar 1-1½ kg. Peningkatan berat badan

sebesar 1 kg meningkatkan risiko terjadinya osteoartritis

(32)

walau hanya sebesar 5 kg akan menurunkan risiko sebanyak

50%.[25]

Sejauh ini belum banyak literatur yang menunjukkan

hubungan osteoartritis dengan IMT berdasarkan kriteria Asia

Pasifik tahun 2000. Dalam penelitian ini, IMT dikategorikan

menjadi dua berdasarkan cut-off point untuk berat badan lebih

(di atas kriteria normal) menurut kriteria Asia Pasifik tahun 2000, yakni IMT ≥ 23,0 kg/m2

.[26]

2. 2. Kerangka Teori

Kerangka teori di halaman selanjutnya berisikan faktor-faktor risiko yang

kerap dinilai berpengaruh terhadap kejadian osteoartritis menurut studi-studi

(33)

Kartilago Artikularis

↓ Jumlah Sel Stem Progenitor & ↓ Respons Kondrosit terhadap ↑ Kadar Air pada Kartilago Sebabkan

Aggrecan Mudah Hancur

Lebih Berkeinginan Pergi ke Dokter untuk Berobat

Kejadian Osteoartritis

= Faktor-faktor risiko

= Ciri-ciri Osteoartritis

(34)

2. 3. Kerangka Konsep

2. 4 Definisi Operasional

Variabel Definisi Pengukuran Skala

Dependen

Usia Usia pasien saat

(35)
(36)

24 3. 1. Desain Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode pengumpulan

data secara potong-lintang/cross sectional. Data-data yang telah terkumpul

akan digunakan untuk menggambarkan profil jenis kelamin, usia, dan indeks

massa tubuh sebagai faktor risiko pada kasus osteoartritis genu.

3. 2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder (rekam medis)

pasien yang telah didiagnosis osteoartritis genu di Rumah Sakit Fatmawati

Jakarta. Pengambilan data dilakukan bulan Juli 2014 – Agustus 2014.

3. 3. Populasi dan Sampel

Populasi target penelitian adalah pasien yang dengan osteoartritis genu.

Populasi terjangkau adalah pasien poliklinik ortopedi, penyakit dalam, dan

rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta yang telah didiagnosis

osteoartritis genu. Sampel penelitian adalah populasi terjangkau yang

memenuhi kriteria penelitian.

3. 3. 1. Perkiraan Besar Sampel

Perkiraan besar sampel minimal pada penelitian dengan analisis

berjenjang dihitung menggunakan rumus analisis deskriptif untuk

menentukan jumlah luaran (osteoartritis genu) yang diperlukan.

dengan

n = Jumlah sampel

= Deviat baku alfa = 1,645; α = Kesalahan tipe I = 5%

(37)

Q= 1 – P

d = Nilai presisi berdasarkan judgement peneliti ditetapkan sebesar 0.15

Pada studi sebelumnya, dikethaui prevalensi kejadian osteoartritis genu

di Indonesia adalah sebesar 30% pada penduduk usia 40-60 tahun[5] dan menyumbang pada nilai P. Sementara itu, mengingat kasus

osteoartritis genu yang cukup banyak di masyarakat, peneliti

menentukan nilai d sebesar 15%. Sehingga, perkiraan jumlah sampel

yang dibutuhkan minimal adalah sebanyak 25 subjek.

3. 3. 3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Subjek Penelitian 3. 3. 3. 1. Kriteria Inklusi

Pasien poliklinik ortopedi, poliklinik penyakit dalam, dan

poliklinik rehabilitasi medik yang berdasarkan data rekam medis

RSUP Fatmawati Jakarta didiagnosis mengalami osteoartritis

genu dan berusia 15-64 tahun.

3. 3. 3. 2. Kriteria Eksklusi

Pasien dengan data rekam medis yang tidak lengkap.

3. 3. 3. Cara Pengambilan Sampel

Cara pengambilan sampel berdasarkan consecutive sampling, di

mana data yang diambil berasal dari rekam medis pasien poliklinik

ortopedi, poliklinik penyakit dalam, dan poliklinik rehabilitasi medik

yang merupakan seluruh populasi terjangkau yang memenuhi kriteria

inklusi pada Instalasi Rekam Medik dan Informasi Kesehatan (IRMIK)

RSUP Fatmawati Jakarta. Jumlah rekam medis yang dipinjam akan

dilebihkan, hingga subjek penelitian sesuai dengan kriteria inklusi

memenuhi angka minimal sampel sesuai dengan perhitungan besar

(38)

3. 4. Cara Kerja Penelitian

Pengumpulan data sekunder berdasarkan rekaman catatan medis yang

tersedia dan mencakup anamnesis serta pemeriksaan fisik yang menunjang

terhadap dicapainya diagnosis osteoartritis genu.

Sampling dilakukan dengan mengambil data rekam medis pasien osteoartritis genu pada tahun 2012 – 2013 sesuai dengan jumlah sampel yang telah ditentukan. Pemilihan pasien berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi

dilakukan.

3. 4. 1. Anggaran Penelitian

No Keterangan Total Biaya (Rp)

1 Biaya ATK 1.000.000

2 Biaya Pengambilan Rekam Medis 1.000.000

3 Biaya Tak Terduga 1.000.000

Total Biaya 3.000.000

3. 4. 2. Alur Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian adalah

sebagai berikut:

1. Tahapan persiapan, yakni penyusunan proposal.

2. Tahapan pelaksanaan, meliputi:

a. Pemilihan sampel berdasarkan kriteria penelitian dan cara

pengambilan sampel seperti yang telah disebutkan

sebelumnya

b. Pencatatan data yang dibutuhkan berdasarkan

variabel-variabel yang telah ditentukan

3. Tahap penulisan:

Data yang telah terkumpul dianalisis secara univariat dan

(39)

3. 4. 3. Jadwal Penelitian

No Kegiatan Bulan

ke-1 2 3 4 5 6

1 Proposal dan Pengajuan Izin

2 Pelaksanaan Penelitian

3 Analisis Data

4 Penulisan Laporan

5 Publikasi

3. 4. 4. Etika Penelitian

Penelitian ini dimintakan ethical clearance dari panitia Etik

Penelitian PSPD (Program Studi Pendidikan Dokter) UIN (Universitas

Islam Negri) Jakarta. Semua data yang didapat dari rekam medis yang

dipergunakan akan dijaga kerahasiaannya.

Rekam Medis Pasien dengan Diagnosis Osteoartritis Genu di Poliklinik Ortopedi, Penyakit Dalam, dan

Poliklinik Rehabilitasi Medik

Memenuhi Kriteria Inklusi Tidak Memenuhi Kriteria Inklusi dan Memenuhi Kriteria Eksklusi

Tidak Diikutsertakan dalam Penelitian

Diikutsertakan dalam Penelitian

Pengambilan Subjek Penelitian di IRMIK RSUP Fatmawati Berdasarkan

Consecutive Sampling Sesuai dengan Hasil Perhitungan Besar Sampel

(40)

3. 5. Managemen Data 3. 5. 1. Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul akan diolah dengan beberapa tahapan,

meliputi:

1. Cleaning

Data “dibersihkan” terlebih dahulu dengan cara meneliti data yang ada supaya tidak terdapat data yang tidak perlu.

2. Editing

Pada tahapan ini, dilakukan pemeriksaan kelengkapan data.

3. Coding

Tahapan ini merupakan tahapan di mana data yang telah

terkumpul diberi kode-kode untuk memudahkan pemasukan

data.

4. Entry

Data yang telah diberi kode dimasukkan ke dalam komputer

untuk kemudian dilakukan analisis data.

3. 5. 2. Analisis Data

Data yang diperoleh sebagai hasil penelitian dianalisis menggunakan

SPSS versi 22, yang meliputi analisis univariat berisi distribusi

frekuensi yang disajikan dalam bentuk tabel dan grafik untuk

menggambarkan karakteristik responden penelitian. Hasil tersebut juga

dianalisa dengan mempertimbangkan teori-teori terkait faktor risiko

(41)

29 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1. Proporsi Kejadian Osteoartritis di RSUP Fatmawati Jakarta

Menurut data Instalasi Rekam Medis dan Informasi Kesehatan

(IRMIK) Rumah sakit Fatmawati Jakarta, pada tahun 2012 hingga tahun

2013 menunjukkan kasus osteoartritis dan unspecified arthritis (kode ICD/

International Classification of Diseases M19.9) sebanyak 363 dari

keseluruhan kasus ortopedi di poliklinik ortopedi – sebesar 13598 kasus,

yakni sebesar 2,67 %. Persentase kasus osteoartritis genu pada tahun 2012

dan 2013 berturut-turut menunjukkan angka sebesar 0,69% dan 4,02%.

4. 2. Gambaran Karakteristik Subyek Penelitian

Subyek penelitian, sejumlah 37 kasus, merupakan pasien osteoartritis

genu yang diambil dari keseluruhan data kasus osteoartritis dan unspecified

arthritis yang tercatat sebagai pasien dari poliklinik ortopedi, poliklinik

penyakit dalam, dan poliklinik rehab medik di RSUP Fatmawati Jakarta,

dengan persentase subyek pada masing-masing poliklinik berturut-turut

sebesar 41%, 51%, dan 8%. Dari 37 subyek penelitian tersebut, 65,57%

berasal dari kota Jakarta, 5,41% berasal dari kota Bogor, 10,81% berasal

dari kota Depok, dan 16,22% berasal dari kota Tangerang. Adapun,

gambaran karakteristik subyek penelitian di sini meliputi jenis kelamin, usia,

tingkat pendidikan, serta indeks massa tubuh subyek penelitian.

Tabel III. Data Numerik Responden Osteoartritis Genu di Poliklinik Ortopedi, Poliklinik Penyakit Dalam, dan Rehab Medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta

Karakteristik Mean SD Min Maks

Usia (thn) 62,51 8,76 48,00 78,00

BB (kg) 65,21 9,96 50,00 86,50

TB (cm) 156,27 7,12 145,00 173,00

(42)

Tabel IV. Karakteristik Demografi Pasien Osteoartritis Genu di Poliklinik Ortopedi, Poliklinik Penyakit Dalam, dan Rehab Medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati

Pendidikan Tidak Pernah Sekolah 0 0

SD 1 2,7

Tabel V. Karakteristik Medis Pasien Osteoartritis Genu di Poliklinik Ortopedi, Poliklinik Penyakit Dalam, dan Rehab Medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta

Karakteristik Kategori Mean Jumlah

(43)

4. 2. 1. Jenis Kelamin

Didapatkan bahwa jumlah subyek wanita dalam penelitian ini

adalah sebanyak 28 orang atau sebesar 75,7% - lebih besar

dibandingkan dengan persentase pria pada kasus ini yang ditemukan

sebesar 24,3% atau sebanyak 9 orang. Hal ini sesuai dengan teori yang

telah banyak diterima yang menyebutkan bahwa jenis kelamin

perempuan merupakan faktor risiko kejadian osteoartritis, terutama

osteoartritis genu. Heidari menyebutkan bahwa jenis kelamin wanita

meningkatkan risiko kejadian osteoartritis genu sebesar 1,84 kali.[27] Hasil perhitungan pada penelitian ini juga diperkuat oleh Fransen et al

dalam tinjauan kepustakaannya, The Epidemiology of Osteoarthritis in

Asia, yang melaporkan hasil yang tidak jauh berbeda mengenai rasio

perbandingan prevalensi kejadian osteoartritis antara laki-laki dan

wanita yang kecil dan dapat terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel VI. Perbandingan Kejadian Osteoartritis di Asia menurut Studi COPCORD

Sumber: Fransen M, Bridgett L, March L, Hoy D, Penserga E, Brooks P. The

epidemiology of osteoarthritis in Asia. International Journal of Rheumatic Diseases

2011; 14: 113-121. Telah diolah kembali.

Adapun, berbeda dengan laki-laki, prevalensi osteoartritis pada wanita

bersifat dependen terhadap usia. Heidari menyebutkan bahwa

prevalensi osteoartritis meningkat secara signifikan pada wanita usia ≥

55 tahun – saat di mana onset menopause dimulai pada kebanyakan

(44)

Grafik 4. 1. Kejadian Osteoartritis Genu pada Pasien Wanita dan Laki-laki di Poliklinik Ortopedi, Penyakit Dalam, dan Rehab Medis RSUP Fatmawati

Jakarta Tahun 2012 - 2013

Salah satu hal yang paling berperan dalam peningkatan angka

tersebut adalah menurunnya level estrogen pada wanita menopause.

Defisiensi estrogen tidak hanya berpengaruh pada kartilago artikular,

seperti yang dibahas pada banyak referensi, namun juga berpengaruh

terhadap kesehatan struktur lain dari persendian terkait, termasuk di

antaranya adalah tulang periartikular, lapisan sinovial, otot, ligamen,

dan kapsulnya.[28] Hanya saja, keterkaitan antara estrogen dan struktur-struktur lain dari persendian belum pernah diteliti secara langsung

melalui animal-model. Roman-Blas et al dalam meta-analisisnya

menyebutkan beberapa efek dari estrogen terhadap kesehatan kartilago

artikular:[28]

1. Estrogen berperan dalam metabolisme kartilago. 17β-estadriol

(E2) meningkatkan sintesis glikosaminoglikan kondrosit

melalui upregulation gen uridin difosfat glukosa

dehidrogenase.

2. Estrogen menghambat pengeluaran C-telopeptida dari kolagen

tipe II. C-telopeptida ini biasa dikeluarkan oleh kartilago

(45)

3. Estrogen juga menghambat ekspresi COX-2

(cyclooxygenase-2) pada kondrosit artikular dan melindunginya dari kerusakan

yang disebabkan oleh ROS (reactive oxygen species).

Seperti yang telah diketahui, laki-laki memiliki estradiol, namun

tidak pada level yang signifikan seperti wanita. Salah satu referensi

menyebutkan bahwa level esteadiol pada pria berkisar antara 8 - 35 pg/

ml, sementara pada wanita bervariasi bergantung pada siklus menstuasi

yang sedang dilalui, namun tetap lebih tinggi dibanding pria dengan

angka minimal-maksimal 30-300 pg/ ml.[29] Sumber lain menyebutkan angka 50 – 450 pg/ ml pada perempuan dan < 55 pg/ m pada pria.[30] Adapun, level tersebut dengan cepat menurun hingga mencapai level

serum seperti pada laki-laki pada kondisi pasca-menopause.[29]

Walau begitu, laki-laki juga memiliki hormon steroid yang menjadi

faktor protektif terhadap kejadian osteoartritis, yakni testosteron.

Berbeda dengan perempuan, laki-laki tidak memiliki fase di mana akan

terjadi penurunan faktor protektif tersebut secara signifikan seperti yang

terjadi pada fase menopause pada perempuan. Level testosteron akan

menurun secara perlahan sesuai dengan bertambahnya usia. Sehingga,

seperti yang tergambarkan pada Grafik 5. 1, peningkatan kejadian

osteoartirtis pada kelompok usia ≥ 55 tahun tidak terlalu signifikan.

Testosteron merupakan faktor protektif oleh karena

kemampuannya dalam menstimulasi pembentukan dan

mempertahankan volume kartilago, terutama pada daerah genu lateral.

Cicuttini et al menyebutkan bahwa osteoartritis genu terjadi 4-10 kali

lebih sering pada perempuan, dibandingkan pada laki-laki, serta 4 kali

lebih sering terjadi pada kartilago di daerah kompartemen medial genu

dibandingan dengan kompartemen lateral.[31] Sayangnya, belum banyak penelitian yang dilakukan yang menggambarkan secara lebih mendetil

mengenai efek protektif testosteron terhadap kejadian osteoartritis,

(46)

Adapun, seharusnya perhitungan subyek penelitian menunjukkan

angka prevalensi osteoartritis yang relatif tidak jauh antara laki-laki dan

perempuan pre-menopause.[32] Perbedaan hasil penelitian dengan teori dari referensi seperti yang tampak pada Grafik 5. 1 di atas kemungkinan

disebabkan oleh karena jumlah sampel yang kurang adekuat untuk

membuktikan teori seperti yang telah disetujui oleh banyak referensi.

4. 2. 2. Usia

Gambaran usia responden pada penelitian ini membuktikan teori

yang mendasari pemahaman awal dan terdahulu dari penyakit

osteoartritis – bahwa osteoartritis disebabkan oleh proses

degeneratif.[27] Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, semakin dipahami dan diterima bahwa osteoartritis merupakan penyakit

multifaktorial dengan peningkatan usia atau proses penuaan sebagai

salah satu kontributor terjadinya penyakit ini. Selain itu, hasil

perhitungan pada penelitian ini berhasil membuktikan teori yang

banyak dipegang – bahwa osteoartritis merupakan penyakit yang

irreversibel dan kemungkinan terjadi serta prevalensinya meningkat

secara tidak terhingga sesuai dengan bertambahnya usia.[33] Hasil penelitian di poliklinik ortopedi, poliklinik penyakit dalam, dan

poliklinik rehab medik memperkuat teori tersebut. Melalui perhitungan,

ditemukan bahwa rata-rata usia pada subyek penelitian ini dengan mean

± SD adalah 62,51 tahun ± 8,755. Selain itu, didapatkan bahwa usia

termuda pada subyek penelitian adalah 48 tahun, sementara usia tertua

adalah 78 tahun. Distribusi usia dibandingkan dengan salah satu

referensi seperti yang telah dijabarkan sebelumnya pada tinjauan

(47)

Grafik 4. 2. Usia Subyek Penelitian Dibandingkan dengan Salah Satu Referensi Terdahulu.

Tidak mudah untuk dapat membandingkan prevalensi

per-kelompok usia dan menentukan usia pasti di mana prevalensi kejadian

osteoartritis meningkat secara signifikan tanpa memperhitungkan jenis

kelamin. Hal ini selain disebabkan oleh karena kategorisasi usia yang

berbeda pada tiap-tiap studi prevalensi, juga karena penyajian data pada

banyak referensi selalu mengaitkan usia dengan jenis kelamin

mengingat perbedaan patofisiologi yang cukup signifikan antara

laki-laki dan perempuan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Sehingga, data yang menggambarkan prevalensi pada

kelompok-kelompok usia tertentu dengan tidak menghiraukan jenis kelamin sulit

ditemukan, terutama pada populasi Asia. Adapun, gambaran kondisi

osteoartritis pada berbagai tempat lain di dunia dengan penggolongan

(48)

Tabel VII. Proporsi Osteoartritis pada Kelompok Usia Berbeda Menurut Referensi Terdahulu

Sumber/ Tahun Usia Prevalensi

Litwic et al/ 2013

Kota Guri, Korea 20-69 tahun

OA Genu: 10,2% *Gamb. = Gambaran; OA = Osteoartritis

Sumber:Litwic A, Edwards MH, Dennison EM, Cooper C. Epidemiology and Burden of Osteoarthritis. Br Med Bull Adv. 2013;1–15. Kim I, Kim HA, Seo Y, Song W,

Jeong J, Kim DH. The prevalence of knee osteoarthritis in elderly community residents in Korea. J Korean Med Sci. 2010; 2000(8):293-8. Telah diolah kembali.

Menurut riset yang dilakukan oleh Goldring dan Goldring serta

Hügle et al, beberapa proses penuaan yang berkontribusi terhadap

terjadinya osteoartritis adalah:[13,33]

1. Terjadinya perubahan pada komponen terbesar dari matriks

ekstraselular kartilago (extracellular matrix/ ECM), yakni

kolagen tipe II dan proteoglikan, pada proses penuaan.

Aggrecan yang merupakan proteoglikan utama pada

kartilago mengalami pengecilan dalam ukuran dan

pengurangan jumlah dari protein penyusun. Hasil akhirnya

adalah penurunan jumlah aggrecan pada ECM.

2. Pada proses penuaan juga ditemukan adanya peningkatan

kadar AGEs (advanced glycation end products) yang

meningkatkan cross-linking dari kolagen dan berkontribusi

(49)

dengan AGEs, RAGE (receptor for AGE) yang

diekspresikan oleh kondrosit dapat menginduksi terjadinya

enzim pendegradasi kartilago.

3. Di penghujung usia, terjadi penurunan kapasistas

anabolisme yang berakibat pada menurunnya kapasitas

regenerasi dari kondrosit yang merupakan satu-satunya sel

penyusun matriks kartilago. Penurunan kapasitas

anabolisme ini salah satunya disebabkan oleh penurunan

respons kondrosit terhadap stimuli dari IGF (insulin like

growth factor), sehingga datangnya stimuli tersebut hanya

akan menyebabkan disregulasi dan ketidakseimbangan

antara aktivitas anabolisme dan katabolisme kondrosit pada

saat proses remodeling dari ECM.

4. Penurunan kapasitas regenerasi pada proses penuaan yang

ditunjukkan dengan adanya penurunan level sel stem pada

jaringan ikat di lansia. Kartilago memiliki kapasitas

regenerasi yang rendah oleh karena sedikitnya jumlah sel

progenitor. Oleh sebab itu, sel mesenkim bertanggung

jawab dalam menjaga homeostasis serta perbaikan jaringan

ikat. Ditemukan bahwa terjadi pengurangan jumlah sel

progenitor mesenkim CD105+/ CD 166+.

5. Inflamasi, yang sering termanifestasi pada kasus

osteoartritis dengan adanya pembengkakan sendi, warna

kemerahan, dan nyeri, disebabkan salah satunya oleh

karena menurunnya kemampuan sistem imun untuk

menekan proses inflamasi pada lansia. Kondisi

immunosenence ini digambarkan dengan penurunan

kapasitas sel imun untuk berikatan dengan antigen untuk

menghasilkan resolusi dari proses inflamasi. Selain itu,

pada 50% pasien osteoartritis, ditemukan adanya

(50)

yang disebabkan oleh karena adanya serta meningkatnya

infiltrasi serta aktivasi sel radang seperti makrofag, sel

mast, dan limfosit pada sinovial.

6. Otot-otot yang berada di sekitar persendian genu sangat

berperan dalam menjaga stabilitas, sehingga jika kekuatan

otot berkurang – yang secara signifikan terjadi pada lansia

– maka, proteksi neuromuskular terhadap persendian akan terganggu dan menyebabkan mikrotrauma dan kerusakan

pada sendi. Hal ini juga diperparah oleh adanya penurunan

fungsi proprioseptif pada lansia yang menyebabkan

buruknya penginderaan lansia terhadap posisi tubuh yang

membahayakan dan dapat bersifat merusak terhadap

persendian.

4. 2. 3. Tingkat Pendidikan

Pada subyek penelitian, didapatkan bahwa subyek terbanyak

adalah pada kelompok tingkat pendidikan tamat SMA, yakni sebesar

37,8%. Distribusi subyek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan

tidak sama rata, dengan tingkat pendidikan SD memiliki jumlah paling

sedikit. Sementara itu, tidak didapatkan adanya subyek penelitian

dengan tingkat pendidikan tidak pernah sekolah, SMP dan SMA.

Distribusi subyek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan dapat

(51)

Grafik 4. 3. Distribusi Subyek Penelitian berdasarkan Tingkat Pendidikan di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 2012 – 2013

Seperti yang telah dibahas dalam Tinjauan Pustaka, beberapa

referensi menyebutkan bahwa kejadian osteoartritis berkaitan dengan

tingkat pendidikan yang rendah.[34] Walau begitu, melalui meta-analisis oleh Kerkhof et al, diketahui bahwa hubungan tersebut hanya dapat

diekspresikan oleh OR sebesar 1.01 yang berarti kemungkinan besar

tingkat pendidikan tidak memiliki keterkaitan dengan kejadian

osteoartritis.[20] Hasil yang berbeda ditemukan oleh Callahan et al

melalui studinya terhadap populasi penderita osteoartritis genu di North

Carolina, Amerika Serikat, yang berhasil menemukan OR sebesar 2.23

(CI 95%).[34]

Analisis survey kesehatan yang dilakukan oleh Devaux et al di

empat negara Australia, Kanada, Inggris, dan Korea – menunjukkan

bahwa penambahan waktu periode sekolah berkaitan dengan penurunan

kemungkinan seseorang mengalami obesitas yang ditunjukkan dengan

menurunnya angka OR tiap penambahan waktu bersekolah dalam

tahun.[35] Obesitas sendiri, seperti yang sudah dibahas pada Tinjauan Pustaka sebelumnya dan sub-judul selanjutnya terbukti memiliki

Gambar

Gambar 2. 1. Komponen Sendi Sinovial. Sumber: Solomon L. In: Jamieson G, Naish F, editors
Gambar 2. 2. Kartilago Artikularis: Distribusi serat kolagen (A), proteoglikan (B), dan kondrosit (C)
Tabel I. Tingkat Keparahan Osteoartritis Genu berdasarkan
Tabel II. Klasifikasi Osteoartritis Genu menurut ACR
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta di Yogyakarta Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh Setelah membaca, meneliti, memberikan petunjuk,

Batavia untuk memperoleh refund dari pembelian tiket yang dibatalkan.. secara sepihak

Pengembangan ilmu pengetahuan di bidang pendidikan a Secara umum temuan penelitian ini diharapkan dapat memberi dukungan terhadap hasil penelitian sejenis tentang penerapan

 Peserta didik mendiskusikan dengan cara mengamati dari gambar teknik modifikasi media tanam tanaman obat hidroponik berdasarkan jenis bahan, fungsi, bentuk produk,

Akta Pernyataan Keputusan Pemegang Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pupuk Indonesia Nomor 02 Tanggal 27 September 2018 yang dibuat di hadapan Lumassia,

Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap pertama berupa pengambilan data di lapangan berupa contoh sedimen dasar dan pengukuran kecepatan dan arah arus

Dari hasil analisa bivariat menggunakan analisa uji Chi-Square tentang hubungan pengetahuan dan dukungan suami dengan pemberian ASI eksklusif di Desa Bangunjiwo Bantul

Untuk menghadapi persaingan penjualan yang ketat antara sesama operator CDMA di Indonesia, Flexi menggunakan beberapa strategi dalam menetapkan dan menyesuaikan harga