Laporan ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
Oleh:
Yofara Maulidiah Muslihah
1111103000047
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
v
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
nikmat yang telah dilimpahkan sehingga peneliti dapat meraih banyak pelajaran
dalam menyelesaikan penelitian ini. Peneliti menyadari bahwa kemudahan dalam
penyusunan laporan penelitian ini tidak lain berkat bantuan serta dorongan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, SpAnd, dr. M. Djauhari
Widjajakusumah, DR. Arif Sumantri, S.K.M, M. Kes, Dr. Dra. Delina
Hasan, Apt, M. Kes, selaku Dekan dan Wakil Dekan FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakart serta dr. Witri Ardini, M. Gizi, Sp. GK selaku Kaprodi
PSPD UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr.Achmad Zaki, M. Epid, Sp.OT dan dr. Bisatyo Mardjikoen, Sp.OT
selaku Pembimbing 1 dan Pembimbing 2 yang telah memberikan banyak
dukungan, motivasi, semangat, masukan, dan nasihat serta telah
mencurahkan banyak waktu, pikiran, dan segenap tenaga untuk
membimbing saya hingga mampu menyelesaikan penelitian ini tepat pada
waktunya.
3. dr. Risahmawati Ph.D, dr. Marita Fadhilah, Ph.D, dan dr. Ayat Rahayu,
Sp.Rad yang telah bersedia hadir untuk memberi masukan dan nasihat
dalam presentasi proposal penelitian saya, serta dr. Femmy Nurul Akbar,
Sp. PD, KGEH selaku penguji dalam siding akhir yang memberi banyak
masukan untuk perbaikan laporan ini.
4. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penanggungjawab Modul Riset yang
selalu mengingatkan dan memotivasi peneliti untuk segera menyelesaikan
penelitian.
5. Kedua orang tua, Dra. Machdaniar Nisfah MBA dan Joni Trismanto MBA.
vi
6. Anti dan Opa, Machdaniar Wati dan Muhammad Dasing Beddu Alm.
Terima kasih telah menjadi orang tua kedua yang selalu ada untuk saya
terutama di saat saya membutuhkan bahu untuk bersandar, motivasi
sebagai penyemangat hidup, dan kompas kehidupan ketika saya
kehilangan arah dalam melangkah.
7. Adik-adik tercinta, Yofadhli Ahmed Kahirawan, Muhammad Rizki
Yofachri, dan Dzikri Abrar Yofahmi. Terima kasih telah mewarnai
hari-hari kelabu saya.
8. dr. Zainal Adhim, SpTHT-KL, Ph.D selaku Ketua Komisi Etik RSUP
Fatmawati Jakarta yang telah memberikan izin untuk pengambilan data,
dr. Endang Poedjiningsih, M. Epid selaku Sekretaris Komisi Etik RSUP
Fatmawati Jakarta yang telah memberi bimbingan dan arahan dalam
memahami metodologi penelitian, serta drg. Danik Hariyani, SpKG selaku
pegawai Diklit RSUP Fatmawati Jakarta yang telah membantu proses
perizinan pengambilan data di IRMIK RSUP Fatmawati Jakarta.
9. Ibu Adiany Biring dan Ibu Dewi selaku pegawai IRMIK RSUP Fatmawati
Jakarta, dan teman sejawat saya, Diana Nurmalasari, yang sangat sabar
dalam membantu peneliti dalam mengumpulkan data rekam medis yang
dibutuhkan.
10.Ibu Pipit dan Bapak Ajip selaku pegawai administrasi FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dalam proses pembuatan surat
perizinan penelitian dan persetujuan komisi etik.
11.Teman-teman kelompok riset, Cut Neubi Getha dan Rasyad Wicaksono.
Semoga petualangan kita menjadi awal kesuksesan kita selanjutnya.
12.Teman-teman VLDL – Leily Badriah, Tiara Putri Methas, Nadisha Refira,
Herlina Rahmah, Hania Asmarani Rahmanita, Madinatul Munawwaroh,
vii
13.Teman-teman PSPD 2011.Terima kasih banyak atas segalanya. Saya
belajar banyak dari kebersamaan kita selama tiga tahun terakhir ini. Mimpi
kita tidak akan terhenti di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kita
mampu dan akan meraih lebih, insha Allah.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa tidak ada gading yang tak retak.
Oleh karena itu, kritik, saran, serta masukan dari berbagai pihak sangat
peneliti harapkan terkait laporan penelitian ini. Terlepas dari itu, peneliti
berharap semoga penelitian ini tetap dapat memberikan sumbangsih bagi
kemajuan ilmu pengetahuan.
Semoga Allah SWT berkenan menghitung usaha serta jerih payah ini
sebagai bentuk jihad di jalan-Nya. Amin.
Ciputat, September 2014
viii
Osteoartritis Genu di RSUP Fatmawati Jakarta Tahun 2012 – 2013.
Pendahuluan: Nyeri lutut merupakan gejala utama dari osteoartritis genu yang merupakan penyebab utama terjadinya ketidakmampuan (disability) pada lansia. Hasil studi oleh NHANES menunjukkan bahwa nyeri lutut akibat osteoartritis genu meningkat 65% dalam 20 tahun terakhir. Belum banyak penelitian yang menggambarkan kejadian osteoartritis genu beserta faktor risikonya pada populasi Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk menggambarkan kondisi osteoartritis genu beserta faktor-faktor predisposisi seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan IMT, pada pasien poliklinik Ortopedi, Penyakit Dalam, dan Rehabilitasi Medik di RSUP Fatmawati Jakarta pada tahun 2012 – 2013. Metodologi: Studi potong lintang (cross-sectional) yang dilakukan melalui
consecutive sampling ini menggunakan 37 rekam medis yang dianalisis secara univariat dengan menggunakan program SPSS v.22. Hasil dan Kesimpulan: Hasil analisis menunjukkan proporsi kejadian osteoartritis sebesar 2,67% dari keseluruhan penyakit muskuloskeletal lainnya dengan proporsi terbanyak ditemukan pada jenis kelamin wanita (75,7%), kelompok usia ≥ 61 tahun (51,4%), kelompok tingkat pendidikan SMA (36,84%), serta kelompok indeks massa tubuh obes 1 (40,54%).
ix
Osteoarthritis Among Fatmawati Hospital Jakarta Patients in the Year 2012 – 2013.
Objective: More attention should be diverted towards osteoarthritis, especially considering NHANES study which yielded an increment of knee pain resulting from osteoarthritis as high as 65% within the past 20 years. Unfortunately, Indonesia barely has any credible data regarding knee osteoarthritis. Taking those facts into consideration, this study aims to capture the condition of knee osteoarthritis and its predisposing factors such as age, sex, education attainment, and BMI among Indonesian population, which are those registered as patients at Fatmawati Hospital Jakarta. Method: Through consecutive sampling, 37 medical records from Orthopedics, Internal Medicine, and Medical Rehabilitation clinics in RSUP Fatmawati Jakarta registered within 2012 – 2013 time periods were analyzed using univariate analysis and SPSS v.22 statistic application in this cross-sectional study. Result and Conclusion: The results show osteoarthritis proportion of 2.67% among all musculoskeletal disorders with highest proportion found in females (75.7%), those within the ≥ 61 years old age group (51.4%), those with secondary level of education, and those with body mass index group of obese 1 (40.54%).
x
LEMBAR JUDUL ... i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
LEMBAR PENGESAHAN ... iv
1.4.Manfaat Penelitian ... 4
1.4.1. Manfaat Ilmiah ... 4
1.4.2. Manfaat Aplikatif ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1. Landasan Teori ... 5
2.1.1. Deskripsi Umum Persendian Genu ... 5
2.1.2. Kartilago Artikular ... 6
2.1.3. Kapsul dan Ligamen ... 8
2.1.4. Cairan Sinovial ... 8
2.1.5. Lubrikasi Sendi ... 9
2.1.6. Osteoartritis ... 9
2.1.6.1. Definisi Umum ... 9
2.1.6.2. Lokasi Predileksi ... 10
2.1.6.3. Patofisiologi dan Patologi ... 11
2.1.6.4. Epidemiologi ... 12
2.1.7. OA Pada Genu... 13
2.1.7.1. Gejala Klinis... 13
2.1.7.2. Klasifikasi ... 14
2.1.7.3. Faktor-faktor Risiko OA ... 16
2.2. Kerangka Teori... 20
xi
3.1. Desain Penelitian ... 24
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24
3.3. Populasi dan Sampel ... 24
3.3.1. Perkiraan Besar Sampel ... 24
3.3.2. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 25
3.3.2.1.Kriteria Inklusi ... 25
3.3.2.2. Kriteria Eksklusi... 25
3.3.3. Cara Pengambilan Sampel ... 25
3.4.Cara Kerja Penelitian ... 26
3.4.1. Anggaran Penelitian ... 26
3.4.2. Alur Penelitian ... 26
3.4.3. Jadwal Penelitian ... 27
3.4.4. Etika Penelitian ... 27
3.5. Managemen Data ... 28
3.5.1. Pengolahan Data... 28
3.5.2. Analisis Data ... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29
4. 1.Proporsi Kejadian Osteoartritis di RSUP Fatmawati Jakarta ... 29
4. 2.Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian... 29
4. 2. 1.Jenis Kelamin ... 31
4. 2. 2.Usia ... 34
4. 2. 3.Tingkat Pendidikan ... 38
4. 2. 4.Indeks Massa Tubuh ... 41
4. 3.Keterbatasan Penelitian ... 44
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 45
5.1. Simpulan ... 45
5.2. Saran ... 46
DAFTAR PUSTAKA ... 47
xii
Gambaran Radiologi ... 15 Tabel 2. Klasifikasi Osteoartritis Genu menurut ACR (American
College of Rheumatology ... 16 Tabel 3. Data Numerik Responden Osteoartritis Genu di Poliklinik
Ortopedi, Poliklinik Penyakit Dalam, dan Poliklinik Rehab
Medik RSUP Fatmawati Jakarta ... 29 Tabel 4. Karakteristik Demografi Pasien Osteoartritis Genu di
Poliklinik Ortopedi Poliklinik Penyakit Dalam, dan
Poliklinik Rehab Medik RSUP Fatmawati Jakarta ... 30 Tabel 5. Karakteristik Medis Pasien Osteoartritis Genu di Poliklinik
Ortopedi, Poliklinik Penyakit Dalam, dan Poliklinik
Rehab Medik RSUP Fatmawati Jakarta ... 30 Tabel 6. Perbandingan Kejadian Osteoartritis di Asia menurut Studi
COPCORD ... 31 Tabel 7. Proporsi Osteoartritis pada Kelompok Usia Berbeda
Menurut ReferensiTerdahulu ... 36 Tabel 8. Proporsi Status Gizi Penduduk Dewasa (>18 tahun)
Berdasarkan Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT) di
Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010... 41 Tabel 9. Proporsi Osteoartritis Genu Berdasarkan Kategori IMT
Menurut Hasil Studi-Studi Terdahulu ... 42
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1. Komponen Sendi Sinovial ... 5 Gambar 2. 2. Kartilago Artikular: Distribusi Serat Kolagen ... 7
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4. 1.Kejadian Osteoartritis Genu pada Pasien Wanita dan Laki-laki di Poliklinik Ortopedi, Penyakit Dalam, dan Rehab Medis RSUP Fatmawati Jakarta
Tahun 2012 – 2013 ... 32 Grafik 4. 2.Usia Subjek Penelitian Dibandingkan dengan Salah Satu
Referensi Terdahulu ... 35 Grafik 4. 3.Distribusi Subjek Penelitian berdasarkan Tingkat Pendidikan
di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 2012 – 2013... 39 Grafik 4. 4.BMI Subjek Penelitian Dibandingkan dengan Hasil
Penelitian Terdahulu di Selangor, Malaysia (2003-2004)
BAB I PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Ketidakmampuan (disability), baik secara langsung ataupun tidak
dapat mempengaruhi kehidupan setiap orang yang ada di negara ini.
Ketidakmampuan yang disebabkan oleh osteoartritis genu terjadi dengan
adanya rasa nyeri pada genu (lutut) sebagai gejala utama yang menuntun
pasien datang untuk berkonsultasi dengan dokter. Nyeri pada genu yang
disebabkan oleh osteoartritis merupakan salah satu penyebab utama
terjadinya ketidakmampuan pada lansia.[1] Penelitian di Inggris menujukkan bahwa 10% hingga 13% laki-laki dan wanita usia ≥ 65 tahun memiliki gejala-gejala osteoartritis pada genu.[2] Di Indonesia sendiri, angka yang lebih tinggi ditemukan pada kelompok usia yang lebih muda.
Osteoartritis genu ditemukan pada 15,5% pria dan 12,7% wanita di
Indonesia dengan prevalensi osteoartritis secara umum mencapai 5% pada
usia < 40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia > 61
tahun.[3,4] Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui efek nyeri terhadap kualitas hidup pasien osteoartritis genu di Korea lebih buruk pada lansia berusia ≥ 50 tahun yang mengalami nyeri genu dibandingkan dengan yang normal. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa gejala nyeri lutut
berhubungan dengan rendahnya kualitas hidup dan buruknya fungsi fisik
pasien yang secara langsung berkaitan dengan ketidakmampuan dan
disfungsi pasien dalam menjalani kehidupannya dalam komunitas.[5]
Walau tidak fatal, ketidakmampuan yang mungkin terjadi patut
diwaspadai. Hasil penelitian terhadap peserta NHANES (National Health
and Nutrition Examination Survey), yang dipublikasikan pada tahun 2011
oleh American College of Physician, menunjukkan bahwa prevalensi nyeri
lutut akibat osteoartritis meningkat 65% dalam 20 tahun terakhir (antara
tahun 1971 – 2004).[6] Dari penelitian tersebut, dapat terjadi peningkatan angka ketidakmampuan seiring dengan meningkatnya prevalensi nyeri
memicu terjadinya ketidakmampuan tersebut, dalam hal ini berarti
menekan kejadian osteoartritis genu.
Osteoartritis sendiri merupakan sebuah fenomena dinamis.
Osteoartritis disebabkan semata-mata oleh proses degeneratif merupakan
sebuah anggapan yang tidak tepat.[7] Osteoartritis mungkin merupakan hasil kombinasi dari beberapa etiologi. Namun, Solomon menyatakan
bahwa, pada kebanyakan kasus, penyebab tercepat terjadinya osteoartritis
adalah stres mekanik yang menerpa beberapa bagian dari permukaan sendi
artikular.[7] Selain terjadi oleh karena meningkatnya weightbearing force
(gaya menahan berat tubuh) seiring dengan IMT (Indeks Massa Tubuh)
hingga melewati batas normal, stress mekanik juga terjadi. Walau begitu,
IMT yang berlebih tidak termasuk dalam faktor biomekanik, tetapi
dikategorikan sebagai faktor predisposisi pada kejadian osteoartrtitis.
Faktor-faktor risiko yang digolongkan sebagai faktor biomekanik
terjadinya osteoartritis genu menurut Arthritis Research Campaign adalah
riwayat trauma pada genu, kelainan anatomis (kelainan sendi kongenital),
dan aktivitas fisik.[8] Sementara itu, faktor-faktor predisposisi lain selain
IMT yang kerap dinilai berpengaruh pada kejadian osteoartritis adalah
usia, jenis kelamin, dan genetik.[9] Sayangnya, masih sedikit penelitian di Indonesia yang membahas mengenai osteoartritis genu dan faktor-faktor
risiko terkait. Oleh karna itu, diharapkan penelitian ini dapat
mengidentifikasi dan mendeskripsikan usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, serta IMT sebagai faktor predisposisi terjadinya osteoartritis
genu pada populasi di Indonesia, dengan populasi terjangkau, yaitu
pasien-pasien poliklinik ortopedi, penyakit dalam, dan rehabilitasi medik di
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta. Faktor-faktor risiko
biomekanik tidak diikutsertakan di dalam penelitian ini. Selain itu,
kebanyakan penelitian mancanegara yang telah dipublikasikan mencari
faktor-faktor risiko osteoartritis yang lebih terfokus secara spesifik pada
populasi lansia. Tidak banyak penelitian yang menggambarkan bagaimana
tahun).[10] Diharapkan, melalui studi ini, dapat tergambarkan bagaimana kondisi variabel-variabel tersebut pada populasi usia produktif.
1. 2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah
penelitian ini adalah:
Bagaimana gambaran faktor predisposisi (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan IMT) pasien osteoartritis genu di poliklinik
ortopedi, poliklinik penyakit dalam, dan poliklinik rehabilitasi
medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta tahun
2012-2013?
1. 3. Tujuan Penelitian
1. 3. 1. Tujuan Umum
Memperoleh gambaran faktor predisposisi osteoartritis genu di
poliklinik ortopedi, poliklinik penyakit dalam, dan poliklinik
rehabilitasi medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta tahun
2012-2013.
1. 3. 2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui proporsi kejadian osteoartritis pada poliklinik ortopedi RSUP Fatmawati Jakarta tahun 2012 – 2013.
b. Mengetahui gambaran kejadian osteoartritis genu berdasarkan jenis
kelamin pada pasien poliklinik ortopedi, penyakit dalam, dan
rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta tahun 2012 – 2013.
c. Mengetahui gambaran kejadian osteoartritis genu berdasarkan usia
pada pasien poliklinik ortopedi, penyakit dalam, dan rehabilitasi
d. Mengetahui gambaran kejadian osteoartritis genu berdasarkan
tingkat pendidikan pada pasien poliklinik ortopedi, penyakit dalam, dan rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta tahun 2012 – 2013. e. Mengetahui gambaran kejadian osteoartritis genu berdasarkan indeks
massa tubuh pada pasien poliklinik ortopedi, penyakit dalam, dan rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta tahun 2012 – 2013.
1. 4. Manfaat Penelitian
1. 4. 1. Manfaat Ilmiah
Sebagai kajian pustaka bagi peneliti lain, terutama peneliti yang
karena pertimbangan tertentu ingin melakukan penelitian lanjutan atau
melakukan penelitian sejenis.
1. 4. 2. Manfaat Aplikatif
Dengan diketahuinya gambaran faktor-faktor risiko kejadian
osteoartritis genu, diharapkan penelitian ini dapat berkontribusi
sebagai acuan penyusunan program pencegahan osteoartritis genu
dalam meningkatkan kualitas program yang sesuai bagi masyarakat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori
2. 1. 1. Deskripsi Umum Articulatio Genu
Persendian pada sendi lutut atau genu, selain merupakan persendian
sinovial berdasarkan klasifikasi struktural, juga merupakan persendian
diartrosis berdasarkan klasifikasi fungsional. Penilaian klasifikasi
persendian secara struktural didasarkan pada dua kriteria, yakni (1) ada
atau tidaknya celah di antara kedua tulang yang saling berartikulasi
tersebut dan (2) tipe jaringan ikat yang menyatukan tulang-tulang yang
bersangkutan – dalam hal ini os. patella terikat dengan os. femur dan os.
tibia melalui jaringan ikat keras irregular. Klasifikasi struktural
persendian lainnya adalah persendian fibrosa dan persendian kartilago.
Sementara itu, klasifikasi fungsional berhubungan dengan derajat
pergerakan yang dapat terjadi pada sendi tersebut. Sendi diartrosis
merupakan sendi yang dapat digerakkan dengan leluasa. Semua sendi
diartrosis adalah sendi sinovial, dan sendi genu termasuk salah satu di
antaranya.[11]
2. 1. 2. Kartilago Artikularis
Artikular merupakan sebuah kata yang digunakan untuk merujuk
sesuatu yang berkenaan dengan persendian. Sehingga, kartilago
artikularis merujuk kepada kartilago yang ditemukan pada persendian
mengingat bahwa tidak semua kartilago berada pada persendian.
Kartilago sendiri, menurut Dorland[12], merupakan semacam jaringan ikat fibrosa khusus yang, berdasarkan substansi penyusunnya, dapat
dibedakan menjadi kartilago hialin, kartilago elastik, dan kartilago
fibrosa. Pada kartilago artikularis, tipe yang sering ditemukan adalah
kartilago hialin.[11]
Kartilago hialin, berbeda dengan tipe lainnya, mampu meneruskan
beban dan gerakan dari satu segmen tulang ke segmen tulang lainnya.
Kartilago ini mampu menambah luas permukaan artikular, serta
membantu meningkatkan stabilitas dan ketahanan permukaan tersebut;
kartilago ini dapat merubah bentuknya saat terpapar oleh suatu gaya
kompresif dan mampu mentransmisikan gaya tersebut secara meluas
kepada tulang subartikular di bawahnya. Kartilago ini sangat amat licin
oleh karena adanya lapisan cairan sinovial yang menyelimutinya,
sehingga gaya gesek yang terjadi di daerah tersebut sangat amat kecil.
Licinnya cairan sinovial tersebut memungkinkan tidak terjadinya
degradasi sendi oleh pergerakan fisiologis yang berlangsung setiap
waktu. Selama terjadinya pergerakan, air yang terdapat pada cairan
sinovial akan bertukar dengan hampir keseluruhan air yang terkandung
dalam kartilago hialin.[7]
Oleh karena banyaknya air yang dikandungnya (sekitar 60-80%),
kartilago hialin memiliki matriks dengan konsistensi seperti gel yang
terdiri atas proteoglikan sebagai substansi dasarnya. Proteoglikan pada
sendi artikular adalah aggrecan – terdiri atas 210-kD protein inti yang
terhubung dengan 100 kondroitin sulfat, beberapa keratin sulfat, dan
oligosakarida. Beratus-ratus molekul aggrecan ini berikatan dengan
berat lebih dari 100 juta Dalton dan bermuatan negatif. Muatannya
tersebut yang memberikan karakteristik rigid namun bersifat seperti
pegas. Fungsi aggrecan ialah untuk menyerap perubahan beban dan
mengurangi deformitas. Terdapat jaringan kolagen tipe II dalam
proteoglikan tersebut. Jaringan kolagen tersebut tersusun dalam pola
khusus, yakni tersusun secara paralel terhadap permukaan artikular
pada zona superfisialnya dan secara tegak lurus terhadap permukaan
artikular pada zona yang lebih dalam – tempat di mana kartilago
artikularis berikatan dengan tulang subkondralnya. Jaringan kolagen ini
memberikan tahanan terhadap gaya regang. Selain jaringan kolagen
yang tersusun seperti anyaman, di dalam substansi proteoglikan tersebut
juga ditemukan banyak kondrosit tersebar secara renggang yang
bertanggung jawab untuk memproduksi seluruh komponen struktural
dari jaringan tersebut. Kondrosit pada kartilago orang dewasa memiliki
kemampuan replikasi sel yang telah berkurang, sehingga kerusakan
yang terjadi secara langsung pada permukaan artikular tidak dapat
diperbaiki dengan baik atau akan digantikan oleh jaringan ikat fibrosa.
Singkatnya, beberapa struktur penting kartilago hialin adalah air,
proteoglikan sebagai substansi dasar, kolagen, dan kondrosit. Ketika
terjadi degradasi, setidaknya pada salah satu dari komponen tersebut,
maka kartilago hialin akan terurai. Hal ini terjadi secara minimal pada
peroses penuaan, namun terjadi secara ekstensif pada kondisi
osteoartritis.[7]
Proteoglikan memiliki afinitas yang tinggi terhadap air. Adanya
beban menyebabkan perubahan bentuk pada kartilago, sehingga air
akan terperas keluar ke permukaan di mana air tersebut akan
menyumbang sebagai salah satu komponen lapisan lubrikan. Ketika
beban berkurang dan menghilang, maka air tersebut akan terserap
kembali ke dalam proteoglikan pada kartilago tersebut. Tekanan yang
terjadi di dalam kartilago tersebut dipertahankan oleh gaya regang dari
jaringan kolagen yang tersusun di dalamnya. Selama jaringan kolagen
dan proteoglikan di dalam suatu kartilago utuh, maka kartilago tersebut
dapat mempertahankan kompresibilitas serta elastisitasnya.[7]
2. 1. 3. Kapsul dan Ligamen
Jaringan lunak yang melingkupi persendian terdiri atas kapsula
fibrosa dan ligamen, yang merupakan kondensasi keras pada
permukaan kapsul tersebut. Ligamen yang terdapat di antara satu tulang
dan lainnya bersifat non-elastik dan memiliki panjang yang tetap.
Kedua struktur tersebut, bersama dengan otot pada lapisan terluarnya,
memberikan kontribusi terhadap stabilitas sendi.[7]
2. 1. 4. Cairan Sinovial
Permukaan dalam dari kapsul dilapisi oleh selapis membran tipis,
yakni sinovium, yang kaya akan pembuluh darah, pembuluh limfatik,
serta saraf. Sinovium bersifat non-adhesif dan memproduksi cairan
sinovial seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Cairan sinovial ini
bertanggung jawab terhadap nutrisi dari kartilago artikularis yang
bersifat avaskular. Dalam kondisi fisiologis, volume cairan sinovial
pada suatu sendi bersifat konstan sepanjang hayat, namun dapat
2. 1. 5. Lubrikasi Sendi
Koefisien gesek dari sendi yang normal sangat rendah. Kecuali
pada kondisi patologis, terdapat sedikit sekali perbedaan derajat
keausan dari suatu permukaan artikular antara dewasa muda dan lansia.
Terdapat beberapa sistem lubrikasi pada sendi genu:[7]
1. Boundary layer lubrication
Terdapat pada daerah perbatasan antara permukaan artikular tulang
yang saling berhubungan dan dimediasi oleh lubricin – fraksi
glikoprotein yang bersifat larut air pada cairan sinovial. Lapisan ini
terdapat di atas selapis molekul pada permukaan setiap sendi
artikular; bersama-sama, kedua lapisan ini membentuk satu set
lapisan pada permukaan sendi artikular suatu tulang yang
memungkinkan terjadinya gerakan luncur yang licin antar
permukaan artikular yang saling berhubungan.
2. Fluid film lubrication
Terjadi oleh karena mekanisme hidrodinamik, di mana air dari
dalam kartilago akan terperas keluar dengan adanya beban dan
kembali terserap ketika beban ditiadakan.
3. Lubrikasi di antara lipatan sinovial dapat terjadi oleh karena
molekul hialurinat pada cairan sinovial.
2. 1. 6. Osteoartritis 2. 1. 6. 1. Definisi Umum
Apley mendefinisikan osteoartritis sebagai penyakit kronis
dari sendi synovial, di mana terdapat pelembutan progresif dan
disintegrasi dari kartilago artikularis yang disertai dengan
pertumbuhan kartilago dan tulang pada pinggir sendi (osteofit),
pembentukan kista dan sklerosis pada tulang subkondral, sinovitis
derajat sedang, dan fibrosis kapsular. Selain itu, Apley
menyebutkan bahwa istilah artritis degeneratif – yang kerap
digunakan sebagai sinonim osteoartritis – merupakan konsep yang
menunjukkan adanya gambaran perusakan dan perbaikan dalam
prosesnya. Selain itu, Apley juga menyatakan bahwa frekuensi
kejadian osteoartritis meningkat sesuai dengan bertambahnya usia,
namun tidak berarti bahwa osteoartritis hanya sekedar bentuk dari
proses penuaan.[7]
Melalui analisis anatomi, histopatologi, dan radiologi
ditemukan bahwa osteoartritis bukan merupakan kelainan yang
terjadi secara eksklusif pada kartilago artikularis. Lebih dari satu
komponen artikular mengalami kerusakan pada kejadian
osteoartritis – di antaranya adalah tulang peri-artikuler, lapisan
sinovial, dan jaringan-jaringan ikat penunjang di sekitarnya.
Perubahan struktural yang khas terjadi pada osteoartritis adalah
pengurangan volume kartilago artikularis yang terjadi secara
progresif, peningkatan ketebalan lempeng subkondral,
pembentukan tulang baru pada pinggir sendi (osteofit), dan
pembentukan kista tulang subkondral.[13]
2. 1. 6. 2. Lokasi Predileksi
Sendi yang biasa terpengaruh terpusat pada salah satu dari
kedua (atau bahkan kedua) sendi yang menanggung keseluruhan
beban tubuh (weightbearing joints), yakni pinggul atau lutut, pada
sendi interfalang (terutama pada wanita) atau pada sendi manapun
yang memiliki riwayat gangguan tertentu (misalnya displasia
kongenital, osteonekrosis, atau fraktur intra-artikular).[7]
Studi radiografik yang dilakukan pada populasi Amerika dan
Eropa menunjukkan bahwa angka kejadian osteoartritis genu pada usia ≥ 45 tahun adalah 14,1% pada pria dan 22,8% pada wanita.[13]
Kebanyakan riset yang ada terfokus pada studi sendi tibiofemoral.
Sementara itu, osteoartritis pada sendi patellofemoral – yang
memiliki dampak lebih berat – lebih jarang diteliti. Osteoartritis
pada persendian pinggul lebih jarang ditemukan, dengan
> 45 tahun pada salah satu studi yang dilakukan di Switzerland.
[14]
2. 1. 6. 3. Patofisiologi dan Patologi
Pada tahap-tahap awal, ketika kartilago masih utuh, terdapat
peningkatan kadar air pada kartilago sehingga matriks
proteoglikan menjadi semakin mudah hancur. Hal ini disebabkan
gagalnya fungsi jaring kolagen internal yang pada kondisi
fisiologis bekerja untuk menahan gel matriks pada tempatnya.
Pada tahap berikutnya, kartilago kehilangan proteoglikannya dan
kerusakan mulai tampak pada kartilago. Seiring dengan
bertambahnya kekakuan kartilago, kerusakan sekunder yang
terjadi pada kondrosit akan menyebabkan dilepaskannya enzim,
sehingga matriks akan dipecah lebih lanjut. Deformitas kartilago
akan menambah stress yang terjadi pada jaringan kolagen,
sehingga mengamplifikasi perubahan pada siklus yang kemudian
berujung pada gangguan jaringan.[7]
Kartilago artikularis memiliki peran yang penting dalam
mendistribusikan serta menyebarkan gaya yang berkenaan dengan
beban. Ketika kartilago artikularis kehilangan integritasnya,
gaya-gaya tersebut menjadi terpusat pada tulang subkondral. Hasilnya
adalah degenerasi trabekular yang bersifat fokal, serta adanya
pembentukan kista, selain juga peningkatan vaskularisasi dan
sklerosis reaktif pada zona dengan beban maksimal.[7]
Walau begitu, struktur yang tersisa dari kartilago tersebut
masih memiliki kemampuan regenerasi, perbaikan, dan
remodeling. Bagian pinggir kartilago masih memiliki aktivitas
pertumbuhan sera osifikasi endokondral yang kemudian akan
berkontribusi pada pembentukan osteofit.[7]
Beberapa gambaran penting yang terjadi pada OA adalah (1)
subartikular dengan (3) sklerosis tulang di sekitarnya, (4)
pembentukan osteofit, dan (5) fibrosis kapsular.[7]
Awalnya, perubahan kartilago dan tulang terfokus pada
bagian tertentu dari sendi, yakni bagian yang lebih banyak
menerima beban tubuh. Selain itu, terjadi pula perlembutan dan
penguraian – atau fibrilasi – dari kartilago yang semula licin dan
mulus. Dengan adanya disintegrasi yang progresif dari kartilago,
tulang yang berada di bawahnya tersingkap yang memungkinkan
terjadinya eburnasi – suatu proses di mana permukaan sendi yang
harusnya dilapisi oleh kartilago artikuler, namun kartilago tersebut
terkikis sampai tulang subkondral, sehingga tulang subkondral
tersebut kemudian menjadi permukaan sendi dan menjadi halus
dan mengkilat seperti gading. Vaskularisasi yang meningkat
karena reaksi tulang dalam ruang tertutup tersebut menjadi faktor
penyebab timbulnya keluhan nyeri.[7]
2. 1. 6. 4. Epidemiologi
WHO, melalui publikasinya – Global Burden of OA – pada
tahun 2002, mengestimasikan bahwa kurang lebih 10% populasi dunia berusia ≥ 60 tahun memiliki gangguan simtomatis yang berhubungan dengan osteoartritis.[15] Prevalensi pada negara berkembang bervariasi (berbeda antar-hasil riset). Menurut studi
COPCORD yang dilakukan di Asia, prevalensi osteoartritis
ditemukan meningkat sesuai usia dan lebih banyak ditemukan
pada wanita.[16] Studi COPCORD pada daerah Asia Tenggara meliputi negara Thailand, Filipina, Vietnam, dan Malaysia.[16] Adapun, data mengenai usia spesifik tidak dicantumkan pada studi
ini (penulis hanya menuliskan bahwa data yang didapat adalah pada populasi berusa ≥ 15 tahun). Di Indonesia sendiri, prevalensi osteoartritis mencapai 5% pada usia < 40 tahun, 30% pada usia
osteoartritis genu memiliki prevalensi yang cukup tinggi, yakni
15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita.[3]
2. 1. 7. OA pada Genu 2. 1. 7. 1. Gejala Klinis
Gejala-gejala yang disebutkan di bawah tidak bersifat spesifik
terhadap osteoartritis genu semata.[7] Keparahan gejala dapat bergantung pada kerusakan yang terjadi pada sendi, namun pada
dasarnya juga bervariasi antar-individu dan antar-sendi.
1) Nyeri umumnya merupakan gejala yang membuat pasien datang ke dokter untuk diperiksa. Nyeri dapat terasa
menyebar, atau bahkan dapat teralihkan ke lokasi yang jauh
dari lokasi predileksi yang sesungguhnya (nyeri lutut oleh
karena OA yang terjadi pada pinggul). Nyeri muncul
perlahan-lahan dan diperparah oleh kerja. Nyeri akan terasa berkurang
dengan istirahat, namun seiring dengan berjalannya waktu,
istirahat tidak terasa cukup untuk mengurangi nyeri. Pada
tahap-tahap akhir perjalanan penyakit ini, pasien bahkan
mungkin merasa nyeri ketika terbaring di tempat tidurnya
untuk beristirahat di malam hari. Terdapat beberapa
kemungkinan penyebab terjadinya nyeri, yakni inflamasi
sinovial ringan, fibrosis kapsular dengan nyeri ketika
meregangkan jaringan yang telah memendek, kelelahan otot,
dan tekanan tulang oleh karena adanya kongesti vascular dan
hipertensi intraosseus.
2) Kekakuan sering ditemukan yang biasanya terjadi setelah beberapa saat pasien tidak melakukan kegiatan apapun.
Namun, seiring dengan berjalannya waktu kekakuan ini akan
terasa menetap dan progresif.
3) Pembengkakan dapat terjadi secara terus menerus (dengan penebalan kapsular atau dengan adanya osteofit yang
4) Deformitas dapat terjadi oleh karena adanya kontraktur kapsular atau instabilitas sendi. Perlu diingat bahwa
deformitas mungkin sudah terjadi sebelum kondisi-kondisi
tersebut dan bahkan yang menjadi faktor risiko untuk kejadian
osteoartritis pada pasien tertentu.
5) Hilangnya fungsi (fungsiolaesa) merupakan gejala yang paling dikeluhkan oleh pasien. Biasanya pasien mengeluhkan
gait yang tidak sempurna dan cenderung terpincang, kesulitan
untuk menaiki tangga, kesulitan untuk berjalan jauh, atau
ketidakmampuan progresif untuk menjalani aktivitas
sehari-hari.
2. 1. 7. 2. Klasifikasi
Klasifikasi ostaoartritis yang banyak digunakan adalah
klasifikasi berdasarkan gambaran radiologis persendian pasien.
Tanda-tanda osteoartritis pada gambaran radiologis di antaranya
adalah adanya pembentukan osteofit, penyempitan ruang
antar-sendi, terjadinya skeloris, dan pembentukan kista. Keparahan
osteoartritis dapat digambarkan dengan menggunakan skala
Kellgren dan Lawrence yang terdiri atas empat derajat (0-4).
Penentuan dilakukan dengan cara membandingkan hasil foto
radiologis dengan gambaran radiologis sendi normal yang dapat
ditemukan pada atlas radiografi. Klasifikasi osteoartritis
berdasarkan temuan radiologis berbeda, bergantung pada lokasi
predileksinya. Berdasarkan temuan radiografis, osteoartritis genu
dapat diklasifikasikan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1 di
Tabel I. Tingkat Keparahan Osteoartritis Genu berdasarkan Gambaran Radiologis (Atlas of Standard Radiographs, 1963)
Definite osteophytes and possible narrowing of joint
space.
Grade 3
Moderate multiple osteophytes, definite narrowing
of joint space, and some sclerosis and possible
deformity of bone ends.
Grade 4
Large osteophytes, marked narrowing of joint space,
severe sclerosis, and definite deformity of bone
ends.
Sumber: Symmons D, Mathers C, Pfeleger B. Global burden of osteoarthritis in
the year 2000. In: Global Burden of Disease 2002; 1-26
Beberapa orang dengan gambaran radiologis seperti yang
ditunjukkan di atas memiliki gejala pada sendinya (seperti yang
telah dijelaskan pada sub-bagian Gejala Klinis di atas) yang berkaitan dengan gambaran patologis yang ditemukan pada
sendinya. Perubahan radiologis di atas tidak harus disertai dengan
gejala klinis. Diperlukan informasi lengkap mengenai gejala klinis
yang dialami pasien serta gambaran radiologis sendi dengan X-ray
untuk dapat mendiagnosis pasien mangalami osteoartritis. Tabel 2
di bawah ini menggambarkan algoritma penentuan diagnosis
osteoartritis dengan memperhitungkan gejala klinis dan gambaran
Tabel II. Klasifikasi Osteoartritis Genu menurut ACR (American College of Rheumatology)
Clinical
1 Knee pain for most days of prior month 2 Crepitus on active joint motion
3 Morning stiffness < 30 minutes in duration 4 Age ≥ 36 years
5 Bony enlargement of knee on examination Clinical and Radiological
1 Knee pain for most days of prior month 2 Osteophytes at joint margin (X-ray)
3 Synovial fluid typical of osteoarthritis (laboratory) 4 Age ≥ 40 years
5 Morning stiffness < 30 minutes 6 Crepitus on active joint motion
Sumber: Symmons D, Mathers C, Pfeleger B. Global burden of osteoarthritis in
the year 2000. In: Global Burden of Disease 2002; 1-26
Pasien dinyatakan osteoartritis jika:[15]
1. Sesuai dengan angka-angka berikut pada bagian Clinical:
1, 2, 3, 4 atau 1, 2, 5 atau 1, 4, 5
2. Sesuai dengan angka-angka berikut pada bagian Clinical and
Radiological:
1, 2 atau 1, 3, 5, 6 atau 1, 4, 5, 6
2. 1. 7. 3. Faktor-faktor Risiko OA
Secara garis besar, terdapat dua jenis fakor risiko kejadian
osteoartritis, yakni (1) faktor predisposisi yang terdiri atas
faktor-faktor pada diri seseorang yang memungkinkan seseorang
mengalami osteoartritis (termasuk di antaranya demografi pasien)
peningkatan beban pada sendi weightbearing yang menanggung
hampir keseluruhan beban berat tubuh).[9] Adapun, penelitian ini hanya akan membahas faktor predisposisi berupa usia, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, dan indeks massa tubuh.
a. Usia
Insidensi osteoartritis meningkat tanpa batas seiring dengan
bertambahnya usia oleh karena proses patologisnya yang
bersifat menetap. Walau begitu, osteoartritis bukan merupakan
kosenkuensi langsung yang tidak dapat dicegah dari proses
penuaan. Seperti yang telah dijelaskan pada tinjauan pustaka,
banyak faktor yang mempengaruhi kejadian osteoartritis, dan
usia merupakan salah satu faktor risiko tersebut. Proses
penuaan pada kartilago artikularis yang mungkin berpengaruh
terhadap terjadinya osteoartritis di antaranya adalah
melembutnya serta terurainya permukaan sendi artikular,
berkurangnya ukuran serta agregasi dari molekul aggrecan
proteoglikan, dan hilangnya kekakuan serta gaya regang
matriks.[17]
Secara teori terlihat jelas bahwa usia merupakan faktor
risiko yang memiliki pengaruh yang besar terhadap terjadinya
osteoartritis genu. Secara tidak langsung, hal tersebut juga
membuktikan bahwa variabel usia memiliki nilai prediksi yang
baik dalam menentukan kemungkinan kejadian osteoartritis
genu pada seseorang.[18]
Osteoartritis jarang ditemukan pada usia < 40 tahun, namun
sering pada usia di atas 60 tahun.[3] Penelitian yang dilakukan pada populasi Amerika menunjukkan angka prevalensi sebesar
7,6% pada usia 18-44 tahun, 29,8% pada usia 45-64 tahun, dan
< 45 tahun, sementara wanita lebih banyak terserang pada usia
> 55 tahun.[14,15]
b. Jenis Kelamin
Data dari Australia menunjukkan bahwa insidensi
osteoartritis pada wanita di Australia lebih tinggi dibandingkan
dengan pria (2,95 per 1000 populasi vs. 1,71 per 1000).[14] Selain itu, menurut Rotterdam Study-I, jenis kelamin wanita
memiliki OR (Odds Ratio) sebesar 2,13 terhadap kejadian
osteoartritis genu dengan CI (Confidence Interval) sebesar
95%.[20] Kedua hal tersebut cukup menujukkan bahwa jenis kelamin perempuan memiliki nilai prediksi yang baik terhadap
terjadinya osteoartritis genu.
c. Tingkat Pendidikan
Tidak banyak studi yang menjadikan tingkat pendidikan
sebagai faktor risiko dari osteoartritis, terutama osteoartritis
genu. Salah satu referensi yang meneliti secara eksklusif
mengenai keterkaitan antara tingkat pendidikan dan kejadian
osteoartritis adalah studi yang dilakukan oleh Cleveland et al.
Dalam studi tersebut disebutkan bahwa tingkat pendidikan
merupakan salah satu faktor status sosioekonomi yang dapat
meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami osteoartritis.
Dalam studi tersebut, ditemukan bahwa tingkat pendidikan
yang rendah berkaitan dengan peningkatan prevalensi
osteoartritis genu simptomatik pada pria dan wanita.[21] Walau begitu, dalam meta-analisis yang dilakukan oleh Kerkhof et al,
tingkat pendidikan memiliki OR sebesar 1,01 terhadap kejadian
osteoartritis yang menggambarkan bahwa tingkat pendidikan
d. Indeks Massa Tubuh
Data prevalensi status gizi penduduk dewasa yang
dipublikasikan oleh Kementerian Kesehatan menunjukkan
adanya peningkatan kejadian obesitas sebesar 1,4% antara tahun 2007 – 2010, di mana prevalensi kejadian obesitas pada tahun 2007 adalah sebesar 10,30%, sementara pada tahun 2010
adalah 11,7%.[10,22] Patut dicatat bahwa terjadi pergeseran definisi batas minimal dewasa di antara kedua tahun tersebut,
di mana dewasa per definisi Kementerian Kesehatan tahun 2007 adalah usia ≥ 15 tahun, sementara pada tahun 2010 adalah usia > 18 tahun; hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi
peningkatan angka kejadian obesitas yang cukup signifikan
dalam dua tahun tersebut. [10,22]
Telah banyak penelitian yang mencari hubungan antara
obesitas dengan kejadian artritis. Salah satunya adalah
penelitian bersifat longitudinal oleh Taichtahl et al, selama 10
tahun pada dewasa usia 50 – 79 tahun di Australia, yang
menemukan bahwa obesitas berhubungan dengan kerusakan
kartilago patella.[23] Penelitian lain yang mendukung adalah penelitian oleh Grotle et al yang menemukan bahwa obesitas
merupakan determinan kuat terhadap kejadian osteoartritis
pada lutut; obesitas (dalam hal ini per definisi adalah IMT >
30), pada sampel masyarakat Norwegia berusia 24 - 76 tahun,
memiliki hubungan yang signifikan dengan osteoartritis pada
lutut dengan OR (Odds Ratio) sebesar 2,8.[24] Di Indonesia sendiri, melalui sebuah penelitian oleh Nainggolan yang
menggunakan data Riskesdas tahun 2007, ditemukan bahwa
untuk setap peningkatan berat badan sebesar ½ kg, tekanan
lutut meningkat sebesar 1-1½ kg. Peningkatan berat badan
sebesar 1 kg meningkatkan risiko terjadinya osteoartritis
walau hanya sebesar 5 kg akan menurunkan risiko sebanyak
50%.[25]
Sejauh ini belum banyak literatur yang menunjukkan
hubungan osteoartritis dengan IMT berdasarkan kriteria Asia
Pasifik tahun 2000. Dalam penelitian ini, IMT dikategorikan
menjadi dua berdasarkan cut-off point untuk berat badan lebih
(di atas kriteria normal) menurut kriteria Asia Pasifik tahun 2000, yakni IMT ≥ 23,0 kg/m2
.[26]
2. 2. Kerangka Teori
Kerangka teori di halaman selanjutnya berisikan faktor-faktor risiko yang
kerap dinilai berpengaruh terhadap kejadian osteoartritis menurut studi-studi
Kartilago Artikularis
↓ Jumlah Sel Stem Progenitor & ↓ Respons Kondrosit terhadap ↑ Kadar Air pada Kartilago Sebabkan
Aggrecan Mudah Hancur
Lebih Berkeinginan Pergi ke Dokter untuk Berobat
Kejadian Osteoartritis
= Faktor-faktor risiko
= Ciri-ciri Osteoartritis
2. 3. Kerangka Konsep
2. 4 Definisi Operasional
Variabel Definisi Pengukuran Skala
Dependen
Usia Usia pasien saat
24 3. 1. Desain Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode pengumpulan
data secara potong-lintang/cross sectional. Data-data yang telah terkumpul
akan digunakan untuk menggambarkan profil jenis kelamin, usia, dan indeks
massa tubuh sebagai faktor risiko pada kasus osteoartritis genu.
3. 2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder (rekam medis)
pasien yang telah didiagnosis osteoartritis genu di Rumah Sakit Fatmawati
Jakarta. Pengambilan data dilakukan bulan Juli 2014 – Agustus 2014.
3. 3. Populasi dan Sampel
Populasi target penelitian adalah pasien yang dengan osteoartritis genu.
Populasi terjangkau adalah pasien poliklinik ortopedi, penyakit dalam, dan
rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta yang telah didiagnosis
osteoartritis genu. Sampel penelitian adalah populasi terjangkau yang
memenuhi kriteria penelitian.
3. 3. 1. Perkiraan Besar Sampel
Perkiraan besar sampel minimal pada penelitian dengan analisis
berjenjang dihitung menggunakan rumus analisis deskriptif untuk
menentukan jumlah luaran (osteoartritis genu) yang diperlukan.
dengan
n = Jumlah sampel
Zα = Deviat baku alfa = 1,645; α = Kesalahan tipe I = 5%
Q= 1 – P
d = Nilai presisi berdasarkan judgement peneliti ditetapkan sebesar 0.15
Pada studi sebelumnya, dikethaui prevalensi kejadian osteoartritis genu
di Indonesia adalah sebesar 30% pada penduduk usia 40-60 tahun[5] dan menyumbang pada nilai P. Sementara itu, mengingat kasus
osteoartritis genu yang cukup banyak di masyarakat, peneliti
menentukan nilai d sebesar 15%. Sehingga, perkiraan jumlah sampel
yang dibutuhkan minimal adalah sebanyak 25 subjek.
3. 3. 3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Subjek Penelitian 3. 3. 3. 1. Kriteria Inklusi
Pasien poliklinik ortopedi, poliklinik penyakit dalam, dan
poliklinik rehabilitasi medik yang berdasarkan data rekam medis
RSUP Fatmawati Jakarta didiagnosis mengalami osteoartritis
genu dan berusia 15-64 tahun.
3. 3. 3. 2. Kriteria Eksklusi
Pasien dengan data rekam medis yang tidak lengkap.
3. 3. 3. Cara Pengambilan Sampel
Cara pengambilan sampel berdasarkan consecutive sampling, di
mana data yang diambil berasal dari rekam medis pasien poliklinik
ortopedi, poliklinik penyakit dalam, dan poliklinik rehabilitasi medik
yang merupakan seluruh populasi terjangkau yang memenuhi kriteria
inklusi pada Instalasi Rekam Medik dan Informasi Kesehatan (IRMIK)
RSUP Fatmawati Jakarta. Jumlah rekam medis yang dipinjam akan
dilebihkan, hingga subjek penelitian sesuai dengan kriteria inklusi
memenuhi angka minimal sampel sesuai dengan perhitungan besar
3. 4. Cara Kerja Penelitian
Pengumpulan data sekunder berdasarkan rekaman catatan medis yang
tersedia dan mencakup anamnesis serta pemeriksaan fisik yang menunjang
terhadap dicapainya diagnosis osteoartritis genu.
Sampling dilakukan dengan mengambil data rekam medis pasien osteoartritis genu pada tahun 2012 – 2013 sesuai dengan jumlah sampel yang telah ditentukan. Pemilihan pasien berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi
dilakukan.
3. 4. 1. Anggaran Penelitian
No Keterangan Total Biaya (Rp)
1 Biaya ATK 1.000.000
2 Biaya Pengambilan Rekam Medis 1.000.000
3 Biaya Tak Terduga 1.000.000
Total Biaya 3.000.000
3. 4. 2. Alur Penelitian
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian adalah
sebagai berikut:
1. Tahapan persiapan, yakni penyusunan proposal.
2. Tahapan pelaksanaan, meliputi:
a. Pemilihan sampel berdasarkan kriteria penelitian dan cara
pengambilan sampel seperti yang telah disebutkan
sebelumnya
b. Pencatatan data yang dibutuhkan berdasarkan
variabel-variabel yang telah ditentukan
3. Tahap penulisan:
Data yang telah terkumpul dianalisis secara univariat dan
3. 4. 3. Jadwal Penelitian
No Kegiatan Bulan
ke-1 2 3 4 5 6
1 Proposal dan Pengajuan Izin √ √
2 Pelaksanaan Penelitian √ √
3 Analisis Data √
4 Penulisan Laporan √
5 Publikasi √
3. 4. 4. Etika Penelitian
Penelitian ini dimintakan ethical clearance dari panitia Etik
Penelitian PSPD (Program Studi Pendidikan Dokter) UIN (Universitas
Islam Negri) Jakarta. Semua data yang didapat dari rekam medis yang
dipergunakan akan dijaga kerahasiaannya.
Rekam Medis Pasien dengan Diagnosis Osteoartritis Genu di Poliklinik Ortopedi, Penyakit Dalam, dan
Poliklinik Rehabilitasi Medik
Memenuhi Kriteria Inklusi Tidak Memenuhi Kriteria Inklusi dan Memenuhi Kriteria Eksklusi
Tidak Diikutsertakan dalam Penelitian
Diikutsertakan dalam Penelitian
Pengambilan Subjek Penelitian di IRMIK RSUP Fatmawati Berdasarkan
Consecutive Sampling Sesuai dengan Hasil Perhitungan Besar Sampel
3. 5. Managemen Data 3. 5. 1. Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul akan diolah dengan beberapa tahapan,
meliputi:
1. Cleaning
Data “dibersihkan” terlebih dahulu dengan cara meneliti data yang ada supaya tidak terdapat data yang tidak perlu.
2. Editing
Pada tahapan ini, dilakukan pemeriksaan kelengkapan data.
3. Coding
Tahapan ini merupakan tahapan di mana data yang telah
terkumpul diberi kode-kode untuk memudahkan pemasukan
data.
4. Entry
Data yang telah diberi kode dimasukkan ke dalam komputer
untuk kemudian dilakukan analisis data.
3. 5. 2. Analisis Data
Data yang diperoleh sebagai hasil penelitian dianalisis menggunakan
SPSS versi 22, yang meliputi analisis univariat berisi distribusi
frekuensi yang disajikan dalam bentuk tabel dan grafik untuk
menggambarkan karakteristik responden penelitian. Hasil tersebut juga
dianalisa dengan mempertimbangkan teori-teori terkait faktor risiko
29 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1. Proporsi Kejadian Osteoartritis di RSUP Fatmawati Jakarta
Menurut data Instalasi Rekam Medis dan Informasi Kesehatan
(IRMIK) Rumah sakit Fatmawati Jakarta, pada tahun 2012 hingga tahun
2013 menunjukkan kasus osteoartritis dan unspecified arthritis (kode ICD/
International Classification of Diseases M19.9) sebanyak 363 dari
keseluruhan kasus ortopedi di poliklinik ortopedi – sebesar 13598 kasus,
yakni sebesar 2,67 %. Persentase kasus osteoartritis genu pada tahun 2012
dan 2013 berturut-turut menunjukkan angka sebesar 0,69% dan 4,02%.
4. 2. Gambaran Karakteristik Subyek Penelitian
Subyek penelitian, sejumlah 37 kasus, merupakan pasien osteoartritis
genu yang diambil dari keseluruhan data kasus osteoartritis dan unspecified
arthritis yang tercatat sebagai pasien dari poliklinik ortopedi, poliklinik
penyakit dalam, dan poliklinik rehab medik di RSUP Fatmawati Jakarta,
dengan persentase subyek pada masing-masing poliklinik berturut-turut
sebesar 41%, 51%, dan 8%. Dari 37 subyek penelitian tersebut, 65,57%
berasal dari kota Jakarta, 5,41% berasal dari kota Bogor, 10,81% berasal
dari kota Depok, dan 16,22% berasal dari kota Tangerang. Adapun,
gambaran karakteristik subyek penelitian di sini meliputi jenis kelamin, usia,
tingkat pendidikan, serta indeks massa tubuh subyek penelitian.
Tabel III. Data Numerik Responden Osteoartritis Genu di Poliklinik Ortopedi, Poliklinik Penyakit Dalam, dan Rehab Medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta
Karakteristik Mean SD Min Maks
Usia (thn) 62,51 8,76 48,00 78,00
BB (kg) 65,21 9,96 50,00 86,50
TB (cm) 156,27 7,12 145,00 173,00
Tabel IV. Karakteristik Demografi Pasien Osteoartritis Genu di Poliklinik Ortopedi, Poliklinik Penyakit Dalam, dan Rehab Medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Pendidikan Tidak Pernah Sekolah 0 0
SD 1 2,7
Tabel V. Karakteristik Medis Pasien Osteoartritis Genu di Poliklinik Ortopedi, Poliklinik Penyakit Dalam, dan Rehab Medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta
Karakteristik Kategori Mean Jumlah
4. 2. 1. Jenis Kelamin
Didapatkan bahwa jumlah subyek wanita dalam penelitian ini
adalah sebanyak 28 orang atau sebesar 75,7% - lebih besar
dibandingkan dengan persentase pria pada kasus ini yang ditemukan
sebesar 24,3% atau sebanyak 9 orang. Hal ini sesuai dengan teori yang
telah banyak diterima yang menyebutkan bahwa jenis kelamin
perempuan merupakan faktor risiko kejadian osteoartritis, terutama
osteoartritis genu. Heidari menyebutkan bahwa jenis kelamin wanita
meningkatkan risiko kejadian osteoartritis genu sebesar 1,84 kali.[27] Hasil perhitungan pada penelitian ini juga diperkuat oleh Fransen et al
dalam tinjauan kepustakaannya, The Epidemiology of Osteoarthritis in
Asia, yang melaporkan hasil yang tidak jauh berbeda mengenai rasio
perbandingan prevalensi kejadian osteoartritis antara laki-laki dan
wanita yang kecil dan dapat terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel VI. Perbandingan Kejadian Osteoartritis di Asia menurut Studi COPCORD
Sumber: Fransen M, Bridgett L, March L, Hoy D, Penserga E, Brooks P. The
epidemiology of osteoarthritis in Asia. International Journal of Rheumatic Diseases
2011; 14: 113-121. Telah diolah kembali.
Adapun, berbeda dengan laki-laki, prevalensi osteoartritis pada wanita
bersifat dependen terhadap usia. Heidari menyebutkan bahwa
prevalensi osteoartritis meningkat secara signifikan pada wanita usia ≥
55 tahun – saat di mana onset menopause dimulai pada kebanyakan
Grafik 4. 1. Kejadian Osteoartritis Genu pada Pasien Wanita dan Laki-laki di Poliklinik Ortopedi, Penyakit Dalam, dan Rehab Medis RSUP Fatmawati
Jakarta Tahun 2012 - 2013
Salah satu hal yang paling berperan dalam peningkatan angka
tersebut adalah menurunnya level estrogen pada wanita menopause.
Defisiensi estrogen tidak hanya berpengaruh pada kartilago artikular,
seperti yang dibahas pada banyak referensi, namun juga berpengaruh
terhadap kesehatan struktur lain dari persendian terkait, termasuk di
antaranya adalah tulang periartikular, lapisan sinovial, otot, ligamen,
dan kapsulnya.[28] Hanya saja, keterkaitan antara estrogen dan struktur-struktur lain dari persendian belum pernah diteliti secara langsung
melalui animal-model. Roman-Blas et al dalam meta-analisisnya
menyebutkan beberapa efek dari estrogen terhadap kesehatan kartilago
artikular:[28]
1. Estrogen berperan dalam metabolisme kartilago. 17β-estadriol
(E2) meningkatkan sintesis glikosaminoglikan kondrosit
melalui upregulation gen uridin difosfat glukosa
dehidrogenase.
2. Estrogen menghambat pengeluaran C-telopeptida dari kolagen
tipe II. C-telopeptida ini biasa dikeluarkan oleh kartilago
3. Estrogen juga menghambat ekspresi COX-2
(cyclooxygenase-2) pada kondrosit artikular dan melindunginya dari kerusakan
yang disebabkan oleh ROS (reactive oxygen species).
Seperti yang telah diketahui, laki-laki memiliki estradiol, namun
tidak pada level yang signifikan seperti wanita. Salah satu referensi
menyebutkan bahwa level esteadiol pada pria berkisar antara 8 - 35 pg/
ml, sementara pada wanita bervariasi bergantung pada siklus menstuasi
yang sedang dilalui, namun tetap lebih tinggi dibanding pria dengan
angka minimal-maksimal 30-300 pg/ ml.[29] Sumber lain menyebutkan angka 50 – 450 pg/ ml pada perempuan dan < 55 pg/ m pada pria.[30] Adapun, level tersebut dengan cepat menurun hingga mencapai level
serum seperti pada laki-laki pada kondisi pasca-menopause.[29]
Walau begitu, laki-laki juga memiliki hormon steroid yang menjadi
faktor protektif terhadap kejadian osteoartritis, yakni testosteron.
Berbeda dengan perempuan, laki-laki tidak memiliki fase di mana akan
terjadi penurunan faktor protektif tersebut secara signifikan seperti yang
terjadi pada fase menopause pada perempuan. Level testosteron akan
menurun secara perlahan sesuai dengan bertambahnya usia. Sehingga,
seperti yang tergambarkan pada Grafik 5. 1, peningkatan kejadian
osteoartirtis pada kelompok usia ≥ 55 tahun tidak terlalu signifikan.
Testosteron merupakan faktor protektif oleh karena
kemampuannya dalam menstimulasi pembentukan dan
mempertahankan volume kartilago, terutama pada daerah genu lateral.
Cicuttini et al menyebutkan bahwa osteoartritis genu terjadi 4-10 kali
lebih sering pada perempuan, dibandingkan pada laki-laki, serta 4 kali
lebih sering terjadi pada kartilago di daerah kompartemen medial genu
dibandingan dengan kompartemen lateral.[31] Sayangnya, belum banyak penelitian yang dilakukan yang menggambarkan secara lebih mendetil
mengenai efek protektif testosteron terhadap kejadian osteoartritis,
Adapun, seharusnya perhitungan subyek penelitian menunjukkan
angka prevalensi osteoartritis yang relatif tidak jauh antara laki-laki dan
perempuan pre-menopause.[32] Perbedaan hasil penelitian dengan teori dari referensi seperti yang tampak pada Grafik 5. 1 di atas kemungkinan
disebabkan oleh karena jumlah sampel yang kurang adekuat untuk
membuktikan teori seperti yang telah disetujui oleh banyak referensi.
4. 2. 2. Usia
Gambaran usia responden pada penelitian ini membuktikan teori
yang mendasari pemahaman awal dan terdahulu dari penyakit
osteoartritis – bahwa osteoartritis disebabkan oleh proses
degeneratif.[27] Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, semakin dipahami dan diterima bahwa osteoartritis merupakan penyakit
multifaktorial dengan peningkatan usia atau proses penuaan sebagai
salah satu kontributor terjadinya penyakit ini. Selain itu, hasil
perhitungan pada penelitian ini berhasil membuktikan teori yang
banyak dipegang – bahwa osteoartritis merupakan penyakit yang
irreversibel dan kemungkinan terjadi serta prevalensinya meningkat
secara tidak terhingga sesuai dengan bertambahnya usia.[33] Hasil penelitian di poliklinik ortopedi, poliklinik penyakit dalam, dan
poliklinik rehab medik memperkuat teori tersebut. Melalui perhitungan,
ditemukan bahwa rata-rata usia pada subyek penelitian ini dengan mean
± SD adalah 62,51 tahun ± 8,755. Selain itu, didapatkan bahwa usia
termuda pada subyek penelitian adalah 48 tahun, sementara usia tertua
adalah 78 tahun. Distribusi usia dibandingkan dengan salah satu
referensi seperti yang telah dijabarkan sebelumnya pada tinjauan
Grafik 4. 2. Usia Subyek Penelitian Dibandingkan dengan Salah Satu Referensi Terdahulu.
Tidak mudah untuk dapat membandingkan prevalensi
per-kelompok usia dan menentukan usia pasti di mana prevalensi kejadian
osteoartritis meningkat secara signifikan tanpa memperhitungkan jenis
kelamin. Hal ini selain disebabkan oleh karena kategorisasi usia yang
berbeda pada tiap-tiap studi prevalensi, juga karena penyajian data pada
banyak referensi selalu mengaitkan usia dengan jenis kelamin
mengingat perbedaan patofisiologi yang cukup signifikan antara
laki-laki dan perempuan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Sehingga, data yang menggambarkan prevalensi pada
kelompok-kelompok usia tertentu dengan tidak menghiraukan jenis kelamin sulit
ditemukan, terutama pada populasi Asia. Adapun, gambaran kondisi
osteoartritis pada berbagai tempat lain di dunia dengan penggolongan
Tabel VII. Proporsi Osteoartritis pada Kelompok Usia Berbeda Menurut Referensi Terdahulu
Sumber/ Tahun Usia Prevalensi
Litwic et al/ 2013
Kota Guri, Korea 20-69 tahun
OA Genu: 10,2% *Gamb. = Gambaran; OA = Osteoartritis
Sumber:Litwic A, Edwards MH, Dennison EM, Cooper C. Epidemiology and Burden of Osteoarthritis. Br Med Bull Adv. 2013;1–15. Kim I, Kim HA, Seo Y, Song W,
Jeong J, Kim DH. The prevalence of knee osteoarthritis in elderly community residents in Korea. J Korean Med Sci. 2010; 2000(8):293-8. Telah diolah kembali.
Menurut riset yang dilakukan oleh Goldring dan Goldring serta
Hügle et al, beberapa proses penuaan yang berkontribusi terhadap
terjadinya osteoartritis adalah:[13,33]
1. Terjadinya perubahan pada komponen terbesar dari matriks
ekstraselular kartilago (extracellular matrix/ ECM), yakni
kolagen tipe II dan proteoglikan, pada proses penuaan.
Aggrecan yang merupakan proteoglikan utama pada
kartilago mengalami pengecilan dalam ukuran dan
pengurangan jumlah dari protein penyusun. Hasil akhirnya
adalah penurunan jumlah aggrecan pada ECM.
2. Pada proses penuaan juga ditemukan adanya peningkatan
kadar AGEs (advanced glycation end products) yang
meningkatkan cross-linking dari kolagen dan berkontribusi
dengan AGEs, RAGE (receptor for AGE) yang
diekspresikan oleh kondrosit dapat menginduksi terjadinya
enzim pendegradasi kartilago.
3. Di penghujung usia, terjadi penurunan kapasistas
anabolisme yang berakibat pada menurunnya kapasitas
regenerasi dari kondrosit yang merupakan satu-satunya sel
penyusun matriks kartilago. Penurunan kapasitas
anabolisme ini salah satunya disebabkan oleh penurunan
respons kondrosit terhadap stimuli dari IGF (insulin like
growth factor), sehingga datangnya stimuli tersebut hanya
akan menyebabkan disregulasi dan ketidakseimbangan
antara aktivitas anabolisme dan katabolisme kondrosit pada
saat proses remodeling dari ECM.
4. Penurunan kapasitas regenerasi pada proses penuaan yang
ditunjukkan dengan adanya penurunan level sel stem pada
jaringan ikat di lansia. Kartilago memiliki kapasitas
regenerasi yang rendah oleh karena sedikitnya jumlah sel
progenitor. Oleh sebab itu, sel mesenkim bertanggung
jawab dalam menjaga homeostasis serta perbaikan jaringan
ikat. Ditemukan bahwa terjadi pengurangan jumlah sel
progenitor mesenkim CD105+/ CD 166+.
5. Inflamasi, yang sering termanifestasi pada kasus
osteoartritis dengan adanya pembengkakan sendi, warna
kemerahan, dan nyeri, disebabkan salah satunya oleh
karena menurunnya kemampuan sistem imun untuk
menekan proses inflamasi pada lansia. Kondisi
immunosenence ini digambarkan dengan penurunan
kapasitas sel imun untuk berikatan dengan antigen untuk
menghasilkan resolusi dari proses inflamasi. Selain itu,
pada 50% pasien osteoartritis, ditemukan adanya
yang disebabkan oleh karena adanya serta meningkatnya
infiltrasi serta aktivasi sel radang seperti makrofag, sel
mast, dan limfosit pada sinovial.
6. Otot-otot yang berada di sekitar persendian genu sangat
berperan dalam menjaga stabilitas, sehingga jika kekuatan
otot berkurang – yang secara signifikan terjadi pada lansia
– maka, proteksi neuromuskular terhadap persendian akan terganggu dan menyebabkan mikrotrauma dan kerusakan
pada sendi. Hal ini juga diperparah oleh adanya penurunan
fungsi proprioseptif pada lansia yang menyebabkan
buruknya penginderaan lansia terhadap posisi tubuh yang
membahayakan dan dapat bersifat merusak terhadap
persendian.
4. 2. 3. Tingkat Pendidikan
Pada subyek penelitian, didapatkan bahwa subyek terbanyak
adalah pada kelompok tingkat pendidikan tamat SMA, yakni sebesar
37,8%. Distribusi subyek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan
tidak sama rata, dengan tingkat pendidikan SD memiliki jumlah paling
sedikit. Sementara itu, tidak didapatkan adanya subyek penelitian
dengan tingkat pendidikan tidak pernah sekolah, SMP dan SMA.
Distribusi subyek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan dapat
Grafik 4. 3. Distribusi Subyek Penelitian berdasarkan Tingkat Pendidikan di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 2012 – 2013
Seperti yang telah dibahas dalam Tinjauan Pustaka, beberapa
referensi menyebutkan bahwa kejadian osteoartritis berkaitan dengan
tingkat pendidikan yang rendah.[34] Walau begitu, melalui meta-analisis oleh Kerkhof et al, diketahui bahwa hubungan tersebut hanya dapat
diekspresikan oleh OR sebesar 1.01 yang berarti kemungkinan besar
tingkat pendidikan tidak memiliki keterkaitan dengan kejadian
osteoartritis.[20] Hasil yang berbeda ditemukan oleh Callahan et al
melalui studinya terhadap populasi penderita osteoartritis genu di North
Carolina, Amerika Serikat, yang berhasil menemukan OR sebesar 2.23
(CI 95%).[34]
Analisis survey kesehatan yang dilakukan oleh Devaux et al di
empat negara – Australia, Kanada, Inggris, dan Korea – menunjukkan
bahwa penambahan waktu periode sekolah berkaitan dengan penurunan
kemungkinan seseorang mengalami obesitas yang ditunjukkan dengan
menurunnya angka OR tiap penambahan waktu bersekolah dalam
tahun.[35] Obesitas sendiri, seperti yang sudah dibahas pada Tinjauan Pustaka sebelumnya dan sub-judul selanjutnya terbukti memiliki