UJI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS
DAN PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP PENYAKIT
KARAT DAUN (
Puccinia polysora
Underw) PADA TANAMAN
JAGUNG (
Zea mays
L.) DI DATARAN RENDAH
SKRIPSI
Oleh :
SUKMA ADITYA HPT
070302012
DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
UJI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS
DAN PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP PENYAKIT
KARAT DAUN (
Puccinia polysora
Underw) PADA TANAMAN
JAGUNG (
Zea mays
L.) DI DATARAN RENDAH
SKRIPSI
Oleh :
SUKMA ADITYA 070302012
HPT
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Di Departemen Hama Dan Penyakit Tumbuhan Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
Disetujui Oleh: Komissi Pembimbing
(Dr. Ir. Hasanuddin, MS)
Ketua Anggota
(Ir. Mukhtar I. Pinem. M.Agr)
DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRACT
Sukma Aditya, "Some Resistance Test Plant Varieties and Influence Distance Against Disease Leaf Rust (Puccinia polysora Underw) In the Corn Plantation (Zea mays l.) In the Lowlands". Supervised by Dr. Ir. Hasanuddin, MS, and Ir. Mukhtar Pinem Iskandar, M. Agr. This study aims to determine the resistance of some varieties of maize (Zea mays L.) and plant spacing influence on leaf rust disease (Puccinia
The results showed Bisi 13 varieties resistant to corn leaf rust disease (Puccinia polysora Underw). Treatment optimal of the corn leaf rust disease (Puccinia polysora
Underw) that J3 (70 x 25). Treatment varieties and spacing appropriate to the corn leaf rust disease (Puccinia polysora Underw) at treatment V3J3. Highest maize varieties on the treatment V3 (Bisi 13) of 6.3 tonnes / ha. Maize production was highest in the treatment J3 (70 x 25 cm) of 5.58 tonnes / ha. Maize production was highest in the treatment interaction on V3J3 (Bisi 13 of 70 x 25 cm) of 7.54 tonnes / ha.
ABSTRAK
Sukma Aditya, “Uji Ketahanan Beberapa Varietas dan Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Penyakit Karat Daun (Puccinia polysora Underw) Pada TanamaJagung (Zea mays
l.) Di Dataran Rendah“. Dibimbing oleh Dr. Ir. Hasanuddin, MS dan Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M. Agr. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan beberapa
varietas jagung (Zea mays L.) dan pengaruh jarak tanam terhadap penyakit karat daun (Puccinia polysora Underw.) di dataran rendah. Penelitian dilaksanakan di desa Tanjung
Selamat, Medan. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dua faktorial dengan sembilan perlakuan dan tiga ulangan.
RIWAYAT HIDUP
Sukma Aditya lahir pada tanggal 15 Mei 1989 di Padangsidimpuan Sumatera Utara, sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ayahanda Rustaman dan Ibunda Suryati. Pendidikan formal yang pernah di tempuh penulis yaitu :
- Tahun 2001 lulus dari Sekolah Dasar (SD) Negeri Inpres, Padangsidimpuan.
- Tahun 2004 lulus dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 2 Padangsidimpuan.
- Tahun 2007 lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 5 Padangsidimpuan. - Tahun 2007 lulus dan diterima di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur PMDK
Pengalaman Kegiatan Akademis
1. Tahun 2007-2011 menjadi anggota Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman (IMAPTAN).
2. Tahun 2007-2011 menjadi anggota Komunikasi Muslim (KOMUS) FP USU. 3. Tahun 2011 menjadi asisten Perlindungan Hama dan Peyakit Terpadu.
4. Tahun 2010 mengikuti seminar Syngenta dengan tema “ How do we feed a growing population”.
5. Tahun 2011 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Unit Kebun Tonduhan PTPN IV Simalungun.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Judul dari skripsi ini adalah “ UJI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS DAN
PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP PENYAKIT KARAT DAUN (Puccinia
polysora Underw) PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI DATARAN RENDAH” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat melakukan penelitian di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ir. Hasanuddin, MS dan Ir. Mukhtar Iskandar Pinem. M.Agr selaku dosen pembimbing yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini dan semoga dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Medan, Oktober 2012
Produksi... 22
HASIL DAN PEMBAHASAN
Intensisitas Serangan P. Polysora ... 23 Produksi Jagung ... 28
KESIMPULAN
Kesimpulan... 35 Saran... 35
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No. Judul Hlm
1. Beda Uji Rataan Pengaruh Varietas Terhadap Intensitas
SeranganP. Polysora Underw. (%)... 23
2. Beda Uji Rataan Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Intensitas
SeranganP. Polysora Underw. (%)... 25
3. Beda Uji Rataan Pengaruh Varietas dan Jarak Tanam Terhadap Intensitas SeranganP. Polysora Underw. (%)... 27
4. Beda Uji Rataan Pengaruh Varietas Terhadap Produksi Jagung... 28 5. Beda Uji Rataan Pengaruh Jarak Tanam Terhadap
Produksi Jagung... 30 6. Beda Uji Rataan Pengaruh Varietas dan Jarak Tanam Terhadap
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Hlm
1. Konidia Puccinia polysora Underw. ……….. 10 2. Gejala Serangan Puccinia polysora Underw. ………... 11 3. Histogram Pengaruh Varietas Terhadap Intensitas
SeranganP. Polysora Underw. (%)... 24
4. Histogram Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Intensitas
SeranganP. Polysora Underw. (%)... 26
5. Histogram Pengaruh Varietas Jarak Tanam Terhadap Intensitas
SeranganP. Polysora Underw. (%)... 28
6. Histogram Pengaruh Varietas Terhadap Produksi Jagung... 30 7. Histogram Pengaruh Jarak Tanam Terhadap
Produksi Jagung... 32 8. Histogram Pengaruh Varietas dan Jarak Tanam Terhadap
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Hlm
ABSTRACT
Sukma Aditya, "Some Resistance Test Plant Varieties and Influence Distance Against Disease Leaf Rust (Puccinia polysora Underw) In the Corn Plantation (Zea mays l.) In the Lowlands". Supervised by Dr. Ir. Hasanuddin, MS, and Ir. Mukhtar Pinem Iskandar, M. Agr. This study aims to determine the resistance of some varieties of maize (Zea mays L.) and plant spacing influence on leaf rust disease (Puccinia
The results showed Bisi 13 varieties resistant to corn leaf rust disease (Puccinia polysora Underw). Treatment optimal of the corn leaf rust disease (Puccinia polysora
Underw) that J3 (70 x 25). Treatment varieties and spacing appropriate to the corn leaf rust disease (Puccinia polysora Underw) at treatment V3J3. Highest maize varieties on the treatment V3 (Bisi 13) of 6.3 tonnes / ha. Maize production was highest in the treatment J3 (70 x 25 cm) of 5.58 tonnes / ha. Maize production was highest in the treatment interaction on V3J3 (Bisi 13 of 70 x 25 cm) of 7.54 tonnes / ha.
ABSTRAK
Sukma Aditya, “Uji Ketahanan Beberapa Varietas dan Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Penyakit Karat Daun (Puccinia polysora Underw) Pada TanamaJagung (Zea mays
l.) Di Dataran Rendah“. Dibimbing oleh Dr. Ir. Hasanuddin, MS dan Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M. Agr. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan beberapa
varietas jagung (Zea mays L.) dan pengaruh jarak tanam terhadap penyakit karat daun (Puccinia polysora Underw.) di dataran rendah. Penelitian dilaksanakan di desa Tanjung
Selamat, Medan. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dua faktorial dengan sembilan perlakuan dan tiga ulangan.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jagung (Zea mays L.) termasuk bahan pangan utama kedua setelah beras. Sebagai sumber karbohidrat, jagung mempunyai manfaat yang cukup banyak, antara lain sebagai bahan pakan dan bahan baku industri. Penggunaan jagung sebagai bahan pangan dan pakan terus mengalami peningkatan. Sementara ketersediaanya dalam bentuk bahan terbatas. Untuk itu, perlu dilakukan upaya peningkatan produksi melalui perluasan lahan dan peningkatan produktivitas (Adisarwanto dan Widyastuti, 2000).
Sebagai tanaman serealia, jagung biasa tumbuh hampir di seluruh dunia. Sebagai salah satu sumber bahan pangan, jagung telah menjadi komoditas utama. Bahkan, dibeberapa daerah di Indonesia, jagung dijadikan bahan pangan utama. Tidak hanya sebagai bahan pangan, jagung juga dikenal sebagai salah satu bahan pakan ternak dan industri (Bakhri, 2007).
Hasil jagung di Indonesia per hektarnya masih rendah, rata-rata 2-8 ton tongkol basah per hektar. Sedangkan hasil jagung di lembah Lockyer, Australia dapat mencapai 7-10 ton tongkol basah per hektar. Dengan masih rendahnya hasil jagung maka perlu adanya usaha untuk meningkatkan produksi dengan pengaturan jarak tanam, penggunaan varietas yang unggul dan pemakaian pupuk kandang sebagai sumber unsur hara (Lubach, 1980).
produksi jagung Sumatera utara tahun 2007 sebesar 804.651 ton dan tahun 2008 sebesar 823.966 ton (Pasandaran dan Tangejaya 2004).
Permasalahan yang dihadapi petani jagung antara lain : (1) penggunaan varietas unggul yang berdaya hasil tinggi, baik yang bersari bebas maupun yang hibrida masih terbatas, (2) di beberapa daerah khususnya pada lahan kering petani masih banyak yang menggunakan jarak tanam yang tidak teratur, (3) pemupukan pada umumnya belum didasarkan atas ketersediaan unsur hara dalam tanah dan kebutuhan tanaman. Umumnya petani memupuk dengan dosis yang beragam sesuai dengan kemampuannya masing-masing dan tidak diimbangi dengan pemupukan P dan K (Sanchez, 1992).
Pengaruh jarak tanam dan populasi tanaman sangat menentukan pertumbuhan dan hasil tanaman per satuan luas tanaman. Kenaikan populasi jagung menyebabkan peningkatan produksi per satuan luas dengan peningkatan produksi sampai ketinggian tertentu, meskipun menyebabkan turunnya produksi pertanian, tetapi dengan diimbangi kenaikan populasi akan diproleh produksi per satuan luas tetap tinggi. Populasi tanaman yang digunakan dipengaruhi oleh keadaan lingkungan dan varietas tanaman. Lingkungan tumbuhan yang meliputi faktor iklim dan kondisi alam berada pada kondisi optimal, maka tingkat kerapatan yang lebih padat dimungkinkan untuk digunakan (Effendi, 1977).
kerdil, penyakit virus kerdil klorotik, penyakit virus mosaic jagung, penyakit virus gores, dan penyakit virus mosaic tebu
(Wakman et al. 2001, Shurtleff, 1980 dalam Wakman dan Burhanuddin, 2005).
Salah satu penyebab penyakit karat daun adalah Puccinia polysora Underw. Penyakit karat pada jagung di Indonesia baru menarik perhatian pada tahun 1950-an. Adanya penyakit ini untuk pertama kali ditulis dalam karangan Roelofsen (1956). Jamur P. polysora baru dikemukakan oleh Sudjono pada tahun 1985. Jamur ini untuk pertama kali dilaporkan di Amerika pada tahun 1891. Diberitakan bahwa pada waktu baru masuk di Afrika P. polysora
menimbulkan kerugian sampai sekitar 70 %. (Holliday, 1980).
Pengaturan jarak tanam pada suatu areal tanah pertanian juga dapat mempengaruhi produksi jagung. Setyati (2002), mengatakan bahwa jarak tanam mempengaruhi persaingan antar tanaman dalam mendapatkan air dan unsur hara, sehingga akan mempengaruhi hasil. Pada umumnya sistem jarak tanam yang digunakan adalah satu baris, namun saat ini telah dikenal sistem pertanaman dua baris karena ternyata mampu memberikan hasil yang lebih besar (Stalcup, 2008). Baris segitiga juga menjadi perhatian petani untuk meningkatkan produksi per satuan lahan. Populasi yang lebih banyak pada baris segitiga meningkatkan
produksi berkisar 8,98% dibandingkan satu baris dan 4,59% dengan dua baris (Bakkara 2010, dalam Cox et al, 2006).
Diantara teknologi yang dihasilkan melalui penelitian, varietas unggul sangat menonjol peranannya, baik peningkatan hasil persatuan luas maupun sebagai salah satu komponen pengendalian hama dan penyakit. Akan tetapi, karena keterbatasan informasi dan kurang tersedianya benih bermutu dengan harga terjangkau maka masih banyak petani yang menggunakannya (Effendi, 1977).
persaingan CO2 atau cahaya antar tanaman. Penetapan jumlah populasi tanaman per satuan luas atau pengaturan jarak tanam erat hubungannya dengan penyerapan sinar matahari secara efektif oleh tajuk tanaman untuk dapat berlangsungnya proses fotosintesis.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh jarak tanam terhadap perkembangan penyakit karat daun jagung (Puccinia polysora Underw) di dataran rendah
2. Untuk mengetahui ketahanan beberapa varietas tanaman jagung (Zea mays L.) terhadap penyakit karat daun (Puccinia polysora Underw.) di dataran rendah
Hipotesa Penelitian
1. Jarak tanam dapat mempengaruhi perkembangan penyakit karat daun (Puccinia polysora Underw) dan produksi pada tanaman jagung (Zea mays).
2. Ada perbedaan ketahanan dari beberapa varietas tanaman jagung (Zea mays L.) terhadap penyakit karat daun (Puccinia polysora Underw) di dataran rendah.
3. Ada interaksi antara jarak tanam dan varietas terhadap serangan penyakit karat daun (Puccinia polysora Underw) dan produksi tanaman jagung (Zea mays).
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai salah satu cara pengendalian untuk mengendalikan penyakit Puccinia polysora dengan cara kultur teknis.
2. Sebagai salah satu syarat untuk dapat melakukan penelitian di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Pandey (1969) tanaman jagung diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermaeae Class : Monocotiledoneae Ordo : Graminales
Family : Graminaceae Genus : Zea
Species : Zea mays L.
Jagung mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu akar seminal, akar adventif, dan akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah akar yang berkembang dari radikula dan embrio. Pertumbuhan akar seminal akan melambat setelah plumula muncul ke permukaan tanah. Akar adventif adalah akar yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian set akar adventif berkembang dari tiap buku secara berurutan dan terus ke atas antara 7-10 buku, semuanya di bawah permukaan tanah. Akar adventif berkembang menjadi serabut akar tebal. Akar seminal hanya sedikit berperan dalam siklus hidup jagung. Akar adventif berperan dalam pengambilan air dan hara. Akar kait atau penyangga adalah akar adventif yang muncul pada dua atau tiga buku di atas permukaan tanah. Fungsi dari akar penyangga adalah menjaga tanaman agar tetap tegak dan mengatasi rebah batang. (Bakkara 2010, dalam Effendi, 1984).
batang jagung tergantung varietas dan tempat penanaman, umumnya berkisar 60-300 cm (Klingman, 1965).
Daun jagung muncul dari buku-buku batang, sedangkan pelepah daun menyelubugi ruas batang untuk memperkuat batang. Panjang daun bervariasi antara 30-150cm dan lebar 4-15cm dengan ibu tulang daun yang sangat keras. Terdapat lidah daun (ligula) yang transparan yang mempunyai telinga daun (auriculae) jumlah daun jagung tanaman bervariasi antara 12-18 helai. Daun jagung terdiri dari pelepah dan helai daun, memanjang ujung meruncing. Pelepah dan helai dibatasi oleh lignia yang bagian menghalagi masuknya air dan embun (Salisbury, 1992).
Buah jagung terdiri atas tongkol, biji dan daun pembungkus. Biji jagung mempunyai bentuk, warna dan kandungan endosperm yang bervariasi, tergantung pada jenisnya. Pada umumnya jagung memiliki barisan biji yang melibit secara lurus atau berkelok-kelok dan berjumlah antara 8-20 baris biji. Biji jagung terdiri atas tiga bagian utama yaitu kulit biji, endosperm dan embrio (Togu 2006, dalam Rukmana, 1997)
Syarat Tumbuh
Iklim
Distribusi curah hujan yang merata selama pertumbuhan akan memberikan hasil yang baik. Distribusi hujan yang ideal bagi pertumbuhan tanaman jagung kurang lebih 200 mm tiap bulan. Untuk memperoleh hasil yang baik, tanaman jagung memerlukan air yang cukup, terutama pada fase perbungaan hingga pengisian biji.
Tanah
Jagung di Indonesia umumnya ditanam di dataran rendah, baik di lahan tegalan, sawah tadah hujan, serta sebagian kecil ditanam didataran tinggi. Tanaman ini tidak dapat tumbuh dengan subur pada tanah basah atau tergenang, karena daun-daunnya akan menjadi kuning kemudian mati (Hardjowigeno, 1987).
Tanah yang baik untuk jagung adalah gembur dan subur, karena tanaman ini memerlukan aerasi dan drainase yang baik. Jagung dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah asalkan mendapatkan pengelolahan yang baik. Tanah dengan tekstur lempung berdebu adalah yang terbaik untuk pertumbuhan. Pengolahan tanah dikerjakan secara optimal, sehingga aerasi dan ketersedian air dalam tanah berada dalam kondisi baik (Sarief, 1989).
Biologi Penyebab Penyakit
Klasifikasi jamur Puccinia polysora Underw. menurut Alexopoulus dan Mims (1979) adalah :
Divisio : Basidiomycota Sub Divisio : Urediniomycotina Kelas : Urediniomycetes Sub Kelas : Urediniomycetidae Ordo : Uredinales
Family : Pucciniaceae Genus : Puccinia
Penyakit karat daun ini disebabkan oleh jamur P. polysora. Jamur ini membentuk uredium (urediosorus) pada permukaan atas, bawah daun dan pada upih daun yang tersebar rapat. Uredium yang berbentuk bulat atau lonjong dengan garis tengah 0,2-1 mm, berwarna jingga atau jingga tua menghasilkan urediospora yang berperan penting sebagai sumber inokulum dalam menginfeksi tanaman jagung dan sebarannya melalui angin. Bercak-bercak kecil (uredinia) berbentuk bulat sampai oval terdapat pada permukaan daun jagung di bagian atas dan bawah. Penyakit karat dapat terjadi di dataran rendah sampai tinggi dan infeksinya berkembang baik pada musim penghujan atau musim kemarau (Semangun, 1991).
P. polysora membentuk urediospora berbentuk bulat telur sampai bulat telur memanjang, agak bersudut-sudut dengan ukuran 28-38 x 22-30 µm. Berdinding agak tebal, berwarna emas, dengan duri-duri halus yang jarang dengan ketebalan 1-2 µm, pori 4-5 µm (Gambar 1). Telium berwarna gelap, tetap tertutup oleh epidermis, bulat dengan garis tengah 0,2-0,5 µm. Teliospora kurang lebih jorong atau berbenruk gada, biasanya tidak teratur atau agak bersudut-sudut, ujungnya tumpul atau terpancung, agak mengecil pada sekat, dengan ukuran 35-50 x 16-26 µm. Mesospora (teliospora bersel 1) banyak, dinding coklat kekuningan, halus, dengan ukuran 1-1,5 µm pada sisinya, tangkai kuning pucat, panjangnya 30 µm. Piknium dan aesium jamur ini belum diketahu (Holliday, 1980).
Gejala Serangan
Gejala penyakit karat dominan tampak pada daun tanaman jagung dibandingkan dengan bagian tanaman lainnya. Tanaman jagung yang terserang cendawan ini memperlihatkan gejala bercak kuning kemerahan (seperti karatan) pada daun (Gambar 2). Jika serangan berat maka tanaman dapat mengalami kematian. Kranz et al. (1997) mengemukakan bahwa pada permukaan atas dan bawah daun terdapat bercak kecil atau seperti bisul, bentuknya bulat sampai lonjong berwarna coklat kemerahan ukuran 2 mm. Bercak ini menghasilkan spora yang disebut teliospora (Gambar 2), tersebar pada permukaan daun dan akan berubah warna menjadi hitam kecoklatan setelah teliospora berkembang. Karena banyaknya teliospora yang terbentuk menyebabkan permukaan bagian atas daun menjadi kasar. Pada tingkat serangan berat daun menjadi kering.
Gambar 2. Gejala Serangan P. polysora Underw
Daur Hidup Penyakit
Jamur ini mempertahankan diri dari musim ke musim pada tanaman jagung yang hidup dan dipencarkan oleh urediospora. Spora ini dapat diterbangkan dan dipencarkan oleh urediospora dengan tetap hidup, karena kering dan mempunyai dinding yang cukup tebal (Semangun, 1991).
Jamur karat tidak dapat hidup sebagai saprofit, sehingga tidak dapat mempertahankan diri pada sisi-sisa tanaman jagung. Tidak dapat bukti-bukti bahwa jamur ini mempertahankan diri dalam biji yang dihasilkan oleh tanaman sakit (Holliday, 1980).
Jamur dapat dipencarkan oleh angin. Di udara konidium yang terbanyak terdapat menjelang tengah hari. Konidium berkecambah dan pembuluh kecambah mengadakan infeksi melalui mulut kulit atau dengan mengadakan penetrasi secara langsung, yang didahului dengan pembentukan apresorium (Semangun, 1991).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit
Penyebaranpenyakit karat dipengaruhi oleh terbentuknya urediospora. Jamur ini tidak dapat bertahan hidup pada jaringan mati karena tidak dapat hidup sebagai saprofit. Berkembang sangat baik pada suhu 27-28º C dan kelembaban udara yang tinggi serta jenis varietas/tanaman tertentu. Kelembaban udara yang tinggi akan meningkatkan serangan penyakit karat (Sudjono dan Sukmana, 1995). Hal ini sejalan dengan yang dilaporkan Pakki (1998) bahwa intensitas serangan penyakit karat lebih tinggi di daerah yang kelembaban udaranya lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang relatif lebih rendah kelembaban udaranya.
infeksi melalui mulut kulit. Penyakit dipengaruhi oleh jenis tanaman jagung. Telah diketahui bahwa ketahanan terhadap P. Polysora ditentukan oleh gen-gen dominan atau dominan yang tidak penuh (Holliday, 1980).
Dimana salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya penyakit karat daun adalah tingginya kelembaban di sekitar lahan akibat penggunaan jarak tanam yang terlalu rapat. Menurut Cahyono (2002), pengaturan jarak tanam yang sesuai dengan jenis tanaman akan berpengaruh baik terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selain itu pengaturan jarak tanam yang diatur sedemikian rupa dapat menekan intensitas serangan penyakit pada tanama.
Hasil penelitian Robert (1962) diketahui perkecambahan urediospora dipengaruhi secara signifikan oleh faktor lingkungan dengan suhu optimal 25-28 oC. Dalam kondisi alami pencahayaan akan selalu variabel yang dapat mempengaruhi perkecambahan spora.
Pengendalian
Penanaman varietas tahan merupakan cara pengendalian yang mudah, murah, dan aman bagi lingkungan (Wakman dan Burhanuddin, 2007). Menurut Sudjono (1988) di Bogor diketahui bahwa XCI 47, XCJ 33, TCKUJ 1414, TC arren, CI-27-3, Pool 468, Arjuna, Wiyasa dan Pioneer 2 tahan terhadap Puccinia polysora Underw. sedangkan Hibrida C1 terbukti rentan.Varietas bersari bebas yang diketahui tahan atau cukup tahan terhadap
Puccinia sp. diantaranya adalah XCI 47, XCJ33, TCKUJ 1414, Arjuna, , MLG 5164 (Sumartini danSrihardiningsih, 1995).
pengendalian lainnya, asalkan sifat ketahanannya tidak berkaitan dengan produktivitas dan kualitas hasil rendah.
Pengaturan jarak tanam merupakan salah satu cara untuk menciptakan kondisi faktor lingkungan yang dibutuhkan tanaman tersedia secara merata bagi setiap tanaman dan mengoptimasi penggunaan faktor lingkungan yang tersedia. Menurut Cahyono (2002), pengaturan jarak tanam yang sesuai dengan jenis tanaman akan berpengaruh baik terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selain itu pengaturan jarak tanam yang diatur sedemikian rupa dapat menekan intensitas serangan penyakit pada tanaman.
Menanam pada waktu yang tepat secara serempak pada suatu hamparan yaitu pada saat sumber inokulum penyakit masih rendah atau belum ada dilapangan dapat memperkecil dan memperpendek distribusi sumber inokulum (Palti, 1980).
Penyakit yang disebabkan oleh jamur/cendawan dapat berkembang dengan baik pada kondisi suhu rendah dan kelembaban yang relatif tinggi. Oleh karena itu, untuk menghindari tanaman jagung dari serangan karat sebaiknya menanam pada awal musim hujan (Semangun, 1991). Menurut Sudjono dan Sukmana (1995) intensitas serangan penyakit karat sangat tinggi pada pertanaman jagung yang ditanam pada periode bulan Desember sampai Januari.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Percobaan
Penelitian direncanakan dilaksanakan di lahan Pertanian Desa Tanjung Selamat dengan ketinggian tempat + 25 m dpl. Penelitian direncakan mulai bulan Mei 2011 sampai dengan Agustus 2011.
Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan adalah benih jagung dari 3 varietas (Pioner 14, Pioner 16 dan Bisi 13), pupuk, air.
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah cangkul, gembor, papan sampel, papan nama, tugal, timbangan, meteran, mikroskop, handsprayer, alat-alat tulis, buku data dan prparat.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dari 2 faktor perlakuan dan 3 ulangan. Dengan perlakuan sebagai berikut :
Faktor I : Penggunaan varietas dengan 3 taraf perlakuan V1 : Varietas Pioner 14
Faktor II : Jarak Tanam Jagung dengan 3 taraf perlakuan J1 : Jarak tanam 50 x 25
J2 : Jarak tanam 60 x 25 J3 : Jarak tanam 70 x 25
Penelitian dianalisis dengan menggunakan model linier yaitu :
Yijk : µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + Eijk
Keterangan : Yijk = Data yang dihasilkan dari pengaruh ulangan pada taraf ke i dan perlakuan ke j dan perlakuan ke k.
µ = Rataan / nilai tengah ρi = Efek blok ke i αj = Efek perlakuan ke j βk = Efek perlakuan ke k
(αβ)jk = Efek interaksi perlakuan ke j dan perlakuan ke k
Eijk = Efek error dari ulangan pada taraf ke i dan perlakuan ke j da perlakuan ke k.
Kombinasi perlakuan :
V1J1 V2J1 V3J1 V1J2 V2J2 V3J2
V1J3 V2J3 V3J3
Ulangan dilakukan sebanyak 3 kali diperoleh dari : (t-1) (r-1)> 15
r > 2.8 (Dibulatkan r = 3) (Bangun, 1981)
Untuk analisa data secara statistik digunakan Uji Jarak Duncan tafaf 5 %.
Jumlah plot : 9 x 3 = 27 plot
Jarak antar plot : 50 cm
Jarak antar ulangan : 100 cm Ukuran parit besar : 50 cm
Luas plot : p x l =2 m x 2 m = 4 m2
Luas lahan : p x l = 25 m x 9 m = 275 m2 Luas plot efektif : 27 x 4 m = 108 m2
Jumlah seluruh tanaman : 756 tanaman
Pelaksanaan Penelitian
Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan dimulai dengan pembersihan areal dari gulma dan sisa-sisa tanaman, setelah areal bersih dilakukan pencangkulan tanah sedalam 20-30 cm untuk menghancurkan bongkahan tanah. Selanjutnya dilakukan penggemburan tanah kembali dengan membalik tanah sekaligus membuat petak-petak percobaan / plot dengan ukuran 2 m x 2 m. Jarak antar petak/ plot adalah 50 cm, dan jarak antar blok/ ulangan adalah 100 cm.
Penanaman benih
pada setiap plot percobaan dengan menggunakan tugal. Kedalaman lubang tanam antara 3-5 cm dengan jarak tanam 50 cm x 25 cm, 60 cm x 25 cm, 75 cm x 25 cm, setiap lubang tanam diisi dengan 2 benih jagung. Bila kedua benih telah tumbuh maka dipilih satu tanaman saja yang paling bagus.
Pemeliharaan Tanaman
Pemupukan
Pupuk yang digunakan adalah Urea, SP-36 dan KCl. Dosis pupuk yang digunakan untuk Urea adalah 350 kg/ ha untuk dua kali pemupukan, SP-36 sebanyak 200 kg/ ha dan KCl sebanyak 50 kg/ ha. Pada pemupukan pertama sebagai pupuk dasar, Urea yang digunakan adalah 200 kg/ ha (sekitar 6,3 gr/ tanaman), SP-36 sebanyak 3,6 gr/ tanaman dan KCl sebanyak 1 gr/ tanaman. Dengan jarak pemberian 10 cm dari tanaman. Pemupukan kedua dilakukan pada 35 hst, pupuk yang diberikan hanya urea dengan dosis 150 kg/ha (sekitar 2,7 gr/tanaman) dengan jarak pemberian 15 cm dari tanaman (Syafruddin dkk, 2007).
Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan penyiangan gulma, penyiraman, penyulaman, pembumbunan tanah dan pengendalian hama dan penyakit. Penyiangan pertama dilakukan sebelum pemupukan susulan II dan bersamaan dengan pembumbunan. Pembumbunan adalah menutup akar yang menyembul keluar agar tanaman tumbuh tegak dan kokoh
Penyiraman dilakukan 2 kali sehari yakni pada pagi dan sore hari apabila kondisi tanah kering. Tetapi apabila hujan dan kondisi tanah telah lembab penyiraman tidak dilakukan.
Penjarangan dilakukan pada saat umur tanaman 14 hari dengan memotong tanaman yang tumbuhnya tidak baik dengan pisau atau gunting tepat di atas permukaan tanah dan meninggalkan satu tanaman yang terbaik terutama tanaman sampel pada setiap lubang tanam untuk parameter pengamatan. Pencabutan tanaman secara langsung tidak boleh dilakukan, karena akan melukai akar tanaman lain yang akan dibiarkan tumbuh.
Penyulaman bertujuan untuk mengganti benih yang tidak tumbuh/mati. Dilakukan 7-10 hari setelah tanam (hst). Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan untuk memperkokoh posisi batang agar tanaman tidak mudah rebah dan menutup akar yang bermunculan di atas permukaan tanah karena adanya aerasi. Dilakukan saat tanaman berumur 6 minggu, bersamaan dengan waktu pemupukan.
Panen
Penetapan Sampel dan Pengambilan Data
Penetapan sampel yaitu > 10%, maka ditetapkan menjadi 5 tanaman sampel per plot dengan memberi tanda pada tiap-tiap sampel dengan pacak sampel.
Parameter Pengamatan
Intensitas Serangan
Pengamatan Intensitas Serangan dilakukan pada saat tanaman terinfeksi pertama kali di lapangan dan diamati satu minggu sekali sebanyak enam kali pengamatan, dengan menggunakan rumus berikut:
∑ (nxv)
IS = NxZ x 100%
Keterangan: IS : Intensitas Serangan Penyakit (%)
n : Jumlah bagian tanaman yang terserang (helai) v : Nilai skala daun yang terserang
N : Jumlah seluruh daun yang diamati
Z : Skala tertinggi dari kategori skala serangan
Kategori Skala Serangan
Skala Keterangan
0 Tidak terdapat gejala serangan (sehat) 1 >1% - <
3 >15% -
15% luas permukaan daun terserang <
5 >25% -
25% luas permukaan daun terserang <
7 >50% -
50% luas permukaan daun terserang <
9 >75% -
75% luas permukaan daun terserang <
(Sudarsono dan Sujarman, 1989).
Produksi
Produksi dihitung dengan menimbang berat bersih biji jagung pipilan pada akhir masa percobaan yang dikonversikan ke dalam ton/ha, dengan menggunakan rumus:
X 10.000 m2 Y (ton /ha) = x
L 1.000 kg Keterangan:
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Intensitas Serangan (%) Puccinia polysora Underw.
a. Pengaruh Varietas Terhadap Intensistas Serangan P. Polysora Underw. Pada Tanaman Jagung
Data pengamatan intensitas serangan P. Polysora Underw. pada setiap waktu pengamatan mulai dari 7-12 minggu setelah tanam (mst) dapat dilihat pada lampiran 6-12. Dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa varietas sangat berbeda nyata pada pengamatan 7-12 mst . Hal ini dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Beda Uji Rataan Pengaruh Varietas Terhadap Intensitas Serangan P. Polysora Underw. (%) Pada Pengamatan 7-12 mst.
PERLAKUAN
PENGAMATAN
7 MST 8 MST 9 MST 10 MST 11 MST 12 MST
V1 1,32A 1,63A 2,58A 2,82A 3,65A 6,60B
V2 1,51A 2,00A 3,41A 3,84A 4,95A 11,09A
V3 0,45B 0,62B 0,86B 1,13B 1,38B 1,90C
Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata, pada taraf 1%.
yang meyatakan bahwa menanam varietas tahan merupakan satu-satunya cara pengendalian penyakit karat daun pada tanaman jagung.
Beda rataan intensitas serangan P. Polysora Underw. perlakuan varietas pada pengamatan 7-12 mst dapat dilihat pada histogram 1.
Histogram 1: pengaruh varietas terhadap intensitas serangan P. Polysora Underw. (%)pada pengamatan 7-12 mst.
b. Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Intensistas Serangan P. Polysora Underw. Pada Tanaman Jagung
Data pengamatan intensitas serangan P. Polysora Underw. pada setiap waktu pengamatan mulai dari 9-12 minggu setelah tanam (mst) dapat dilihat pada lampiran 6-12. Dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa jarak tanam sangat nyata pada pengamatan 9-12 mst . Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Beda Uji Rataan Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Intensitas Serangan P. Polysora
Underw. (%) Pada Pengamatan 9 -12 mst. PERLAKUAN
Tabel 2 menunjukkan bahwa pada pengamatan 12 minggu setelah tanam intensitas serangan tertinggi P. Polysora Underw.terdapat pada perlakuan J1 (jarak tanam 50 x 25 cm) sebesar 8.66 % dan terendah pada perlakuan J3 (jarak tanam 70 x 25 cm) sebesar 4.67%. Hal ini menunjukkan bahwa pada perlakuan J1 menggunakan jarak tanam (50 x 25 cm) yang cukup rapat dibandingkan J3 yang menggunakan jarak tanam (70 x 25 cm) yang optimal bagi tanaman jagung, sehingga penggunaan jarak tanam yang rapat dapat menyebabkan tingginya kelembaban disekitar tanaman itu dan peluang munculnya penyakit karat daun lebih besar. Dimana salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya penyakit karat daun adalah tingginya kelembaban di sekitar lahan akibat penggunaan jarak tanam yang terlalu rapat. Hal ini terbukti pada tabel 2 dimana perlakuan jarak tanam yang rapat mengakibatkan intensitas serangan penyakit karat daun lebih besar. Hal ini sesuai dengan literatur Sudjono dan Sukmana (1995) yang meyatakan bahwa Kelembaban udara yang tinggi akan meningkatkan serangan penyakit karat. Hal ini sejalan dengan yang dilaporkan Pakki (1998) bahwa intensitas serangan penyakit karat lebih tinggi di daerah yang kelembaban udaranya lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang relatif lebih rendah kelembaban udaranya. Beda rataan intensitas serangan P. Polysora Underw. pada pengamatan 9-12 mst dapat dilihat pada histogram 2.
c. Pengaruh Varietas dan Jarak Tanam Terhadap Intensistas Serangan P. Polysora Underw. Pada Tanaman Jagung
Data pengamatan intensitas serangan P. Polysora Underw. pada setiap waktu pengamatan mulai dari 11-12 minggu setelah tanam (mst) dapat dilihat pada lampiran 6-12. Dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa jarak tanam sangat nyata pada pengamatan 11-12 mst . Hal ini dapat dilihat pada tabel 3
Tabel 3. Beda Uji Rataan Pengaruh Varietas dan Jarak Tanam Terhadap Intensitas Serangan P. Polysora Underw. (%) Pada Pengamatan 9 -12 mst.
PERLAKUAN PENGAMATAN
Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata, pada taraf 1%.
Beda rataan intensitas serangan P. Polysora Underw. pada pengamatan 9-12 mst dapat dilihat pada histogram 3.
Histogram 3 : Pengaruh varietas dan jarak tanam terhadap intensitas serangan P. Polysora Underw. (%) pada tanaman jagung
2. Produksi Jagung (ton/ha)
a. Pengaruh Varietas Terhadap Produksi Jagung (Ton/Ha).
Hasil pengamatan produksi jagung pipilan kering dapat dilihat pada lampiran 12. Dari analisis sidik ragam produksi dapat dilihat adanya perbedaan sangat nyata pada masing-masing perlakuan, maka dilakukan uji jarak Duncan dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Beda Uji Rataan Pengaruh Varietas Terhadap Produksi Jagung
Histogram3: Pengaruh varietas terhadap Produksi Jagung pada 12 mst
b. Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Produksi Jagung (ton/ha).
Hasil pengamatan produksi jagung pipilan kering dapat dilihat pada lampiran 12. Dari analisis sidik ragam produksi dapat dilihat adanya perbedaan sangat nyata pada masing-masing perlakuan, maka dilakukan uji jarak Duncan dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Beda Uji Rataan Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Produksi Jagung
Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata, pada taraf 1%.
Tabel 5 menunjukkan bahwa produksi tertinggi terdapat pada perlakuan J3 (jarak tanam 70 x 25 cm) sebesar 5,56 ton/ha dan terendah pada perlakuan J1 (jarak tanam 50 x 25) sebesar 4,88 ton/ha%. Hal ini menunjukkan bahwa pada perlakuan J1 menggunakan jarak tanam (50 x 25 cm) yang cukup rapat dibandingkan J3 yang menggunakan jarak tanam (70 x 25 cm) yang optimal bagi tanaman jagung, sehingga penggunaan jarak tanam yang rapat dapat menyebabkan tingginya kelembaban disekitar tanaman itu. Kelembaban udara yang
tinggi akan meningkatkan serangan penyakit karat. Salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya penyakit karat daun adalah tingginya kelembaban di sekitar lahan akibat penggunaan jarak tanam yang terlalu rapat. Serangan yang berat mengakibatkan daun tanaman mengering yang mengakibatkan tanaman jagung tidak dapat melakukan proses fotosintesis secara sempurna sehingga pembentukan tongkol dan pertumbuhan tanaman terhambat sehingga produksi yang dihasilkan rendah. Oleh karena itu dibutuhkan jarak tanam yang optimum untuk memperoleh hasil yang maksimum. Hal ini sesuai dengan Dad Resiworo (1992) yang menyatakan bahwa pada jarak tanam yang terlalu sempit mengakibatkan tingginya kelembaban di sekitar lahan yang mengakibatkan tingginya intensitas serangan penyakit sehingga produksi dari tanaman tersebut berkurang. Oleh karena itu dibutuhkan jarak tanam yang optimum untuk memperoleh hasil yang maksimum. . Menurut Cahyono (2002) pengaturan jarak tanam yang sesuai dengan jenis tanaman akan berpengaruh baik terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selain itu pengaturan jarak tanam yang diatur sedemikian rupa dapat menekan intensitas serangan penyakit pada tanaman sehingga produksi dari tanaman itu lebih optimal.
Beda rataan pengaruh varietas terhadap produks jagung pada pengamatan 7-12 mst dapat dilihat pada histogram 5.
c. Pengaruh Varietas dan Jarak Tanam Terhadap Produksi Jagung (Ton/Ha).
Hasil pengamatan produksi jagung pipilan kering dapat dilihat pada lampiran 12. Dari analisis sidik ragam produksi dapat dilihat adanya perbedaan sangat nyata pada masing-masing perlakuan, maka dilakukan uji jarak Duncan dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Beda Uji Rataan Pengaruh Varietas dan Jarak Tanam Terhadap Produksi Jagung. PERLAKUAN PRODUKSI (Ton/Ha)
V1J1 5.61B
V1J2 5.56B
V1J3 5.81B
V2J1 4.94C
V2J2 5.26B
V2J3 5.44B
V3J1 6.21B
V3J2 6.46A
V3J3 7.54A
Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata, pada taraf 1%.
Dad Resiworo (1992) yang menyatakan bahwa pada jarak tanam yang terlalu sempit mungkin tanaman budidaya akan memberikan hasil yang relatif kurang karena adanya kompetisi antar tanaman itu sendiri. Oleh karena itu dibutuhkan jarak tanam yang optimum untuk memperoleh hasil yang maksimum. Menurut Cahyono (2002), pengaturan jarak tanam yang sesuai dengan jenis tanaman akan berpengaruh baik terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selain itu pengaturan jarak tanam yang diatur sedemikian rupa dapat menekan intensitas serangan penyakit pada tanaman sehingga produksi pun meningkat. Selain itu, penggunaan varietas juga dapat mempengaruhi keberadaan suatu penyakit dan produksi tanaman. Hal ini sesuai dengan Mejaya dkk (2010) yang menyatakan bahwa produksi jagung dapat ditingkatkan dengan pemakaian varietas unggul baik bersari bebas maupun hibrida yang tahan terhadap hama dan penyakit. Surtikanti (2009) juga menyatakan bahwa penggunaan varietas tahan selain mudah, praktis, dan murah juga dapat menghindari serangan penyakit sehingga dapat menghasilkan hasil yang tinggi. Selain itu Sudjono (1988) menyatakan pada tingkat serangan yang berat dapat menyebabkan daun mengering yang mengakibatkan tanaman jagung tidak dapat melakukan proses fotosintesis secara sempurna sehingga produksi yang dihasilkan pun rendah.
Beda rataan parameter produksi pada interaksi varietas dan jarak tanam pada dapat dilihat pada histogram 5.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Varietas yang tahan terhadap serangan penyakit karat daun jagung (Puccinia polysora Underw) yaitu pada V3 (Bisi 13).
2. Perlakuan jarak tanam yang optimal terhadap serangan penyakit karat daun jagung (Puccinia polysora Underw) yaitu J3 (70 x 25).
3. Perlakuan varietas dan jarak tanam yang sesuai terhadap serangan penyakit karat daun jagung (Puccinia polysora Underw) pada V3J3.
4. Produksi jagung tertinggi pada perlakuan varietas yaitu pada V3 (Bisi 13) sebesar 6,3 ton/ha.
5. Produksi jagung tertinggi pada perlakuan jarak tanam yaitu pada J3 (70 x 25 cm) sebesar 5,58 ton/ ha.
6. Produksi jagung tertinggi pada perlakuan interaksi yaitu pada V3J3 (Bisi 13 dengan jarak tanam 70 x 25 cm) sebesar 7,54 ton/ha.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto,T. dan Widyastuti Y.E. 2000. Meningkatkan Produksi Jagung di Lahan Kering, Sawah dan Pasang Surut. Penebar Swadaya. Jakarta. hal 165.
Alexopoulus, C. J. dan C. W. Mims., 1979. Introductory Mycology. Third Edition. John Wiley & Sons, New York.
Biro Pusat Statistik. 2008. Production of Secondary Food Crops in Indonesia. Diakses dari http://bps.go.id/Food Crop Statistics.
Bangun, M.K., 1981. Rancangan Percobaan Untuk Analisis Data. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Bakhri, S, 2007. Budidaya Jagung Dengan Konsep Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BTTP), Sulawesi Tengah.
Cahyono, B. 2002. Cara Meningkatkan Budidaya Kubis, Analisa Kelayakan, Secara Intensif, Jenis Kubis Putih. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta.
Cox, W. J., D.R. Cherney and J.J. Hanchar. 2006. Row Spacing, hybrid, and Plant Density Effects on Corn Silage Yield and Quality [skripsi]. J. Prod. Agric. 11:128-134. In Row Spacing, Plant Density and Hybrids Effects on Corn Grain Yield and Moisture. 2001. Agron. J.93:1049-1053.
Dad Resiworo J.S. 1992. Pengendalian Gulma Dengan Pengaturan Jarak Tanam Dan Cara Penyiangan Pada Pertanaman Kedelai. Prosiding Konferensi Himpunan Ilmu Gulma Indonesia. Ujung Pandang. Hal. 247-250.
Effendi, S. 1977. Bercocok Tanam Jagung. CV. Yasaguna, Jakarta. 95 hal. Effendi, S. 1984. Bercocok Tanam Jagung [skripsi]. CV. Yasaguna, Jakarta. Hardjwigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Mediatama Sarana Perkasa. Jakarta
Hooker, A. L. (1979). Estimating disease losses based on the amount of healthy leaf tissue during the plant reproductive period.Genetika 11, 181–192
Holliday, P. 1980. Fungus Disases of Tropical Crops. Cambridge Univ. Press, Cambridge, 607 p.
Hunter, R.B., L.W. Kannenberg, and E.E. Gambel. 1970. Performance Of Five Maize Hybrids In Varying Plant Population and Row Widths. Argon. J. 62(2) : 255-259
Lubach, G. W. 1980. Growing Sweet Corn For Processing Queensland. Agric. J. 106 (3): 218-230.p
Mejaya, M.J., M. Azrai, dan R. Neni Iriany. 2010. Pembentukan Varietas Unggul Jagung Bersari Bebas. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. Hlm 55 - 73.
Rukmana, 1997. Usaha Tani Jagung [skripsi]. Kanisius, Yogyakarta. hal 20-66.
Salisbury, F.B. 1992. Plant Physiology. Ed Wadsworth Publishing Company Bellmount. California. 681 p.
Sanchez, P.A., 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Pertanian Tropika. Terjemahan J.T. Jayadinata. ITB Bandung.
Sarief, E.S., 1989. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung 197 p.
Schieber , E. 1977. Puccinia sorgi, P. polysora, Physopella zeae. j.164-166 p. In, J. Kranz, H. Shumutterer and W. Koch. 1997. Diseas, Pest, and Weeds In Tropical Crops. West Germany.
Semangun, H. 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gajah Mada University. Yogyakarta. 449 p.
Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gajah Mada University. Yogyakarta. 449 p.
Setyati, S., H. 2002. Pengantar Agronomi. Gramedia, Jakarta. Hal. 168-169.
Stalcup, L. 2008. Twin Rows Help Boost Yields: Stil, The Jury’s Out on Whether Twin Rows are Always Profitable. Corn and Soybean Digest; Jan 2008; 68,1; ABI/Inform Trade and Industry. Pg. 6.
Sudarsono, T. dan T. Sujarman., 1981. Pedoman Manajemen Usaha Tani. Dinas Pendidikan Penyuluhan Pertanian. Jakarta.
Sudjono, S. dan Sudarmadi. 1989. Teknik Pengamatan Hama dan Penyakit. Fakultas Pertanian. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hlm. 43.
Sudjono, S. 1985. Kajian Penyakit Karat Pada Tanaman Pangan. Kongres Nasional VIII dan Seminar Ilmiah PFI, Oktober 1985. Cibubur, Jakarta; Hal 70-72.
Sudjono, S. 1988. Penyakit Jagung dan Pengendaliannya. Hal 205-241. Dalam Subandi, M. Syam dan A. Wdjono (ed.), Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.
Sumartini dan S. Hardaningsih. 1995. Penyakit-Penyakit Jagung dan Pengendaliannya, Pengenalan Hama dan Penyakit Tanaman Jagung Serta Pengendaliannya. j. Monografi Balittan Malang (13): 17-40.
Surtikanti. 2009. Penyakit Hawar Daun Helminthosporium sp. Pada Tanaman Jagung di sulawesi Selatan dan Pengendaliannya. Balai penelitian tanaman serealia, Sulawesi selatan. Hlm 450 – 453.
Syafruddin, Faesal, dan M. Akil., 2007. Pengelolaan Hara pada Tanaman Jagung. j.Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. Hal 213-214.
Pakki, S. 1998. Kajian Penyakit Karat (P. polysora) Pada Dua Lokasi Pertanaman Jagung Di Sulawesi Selatan. Makalah Disampaikan Pada Pertemuan Tahunan XI, PFI Komda Sulawesi Selatan.
Palti, J. 1981. CulturalPractice And Infection Crop Diseas. Spering-verlag, New York. Pandey, B.P. 1969. Taksonomy Of Angiosperm. S Cand & Company Ltd, New Delhi. Pasandaran. P.,dan Tangejaya.B., 2004. Prospek Produksi Jagung diIndonesia. J.Badan
Litbang Pertanian, Jakarta.
Wakman, W., M. S. Kontong, A. Muis, D.M. Persley, and Teakle., 2001. Mosaic disease of maize caused by sugarcane mosaic potyvirus. in Sulawesi. Indonesian Journal of Agricultural Science 2(2):56-59.
BISI-13
Tanggal dilepas : 22 Oktober 2001
Asal : F1 silang tunggal antara galur murni FS 17 sebagai induk betina dan galur murni FS 31 sebagai induk jantan. FS 17 dan FS 31
Daun : Lebar, bergelombang, dan agak terkulai
Warna daun : Hijau gelap Potensi hasil : 11,8 t/ha pipilan kering
Ketahanan : Tahan terhadap penyakit bulai dan tahan terhadap karat daun Daerah pengembangan : Sumatera Utara, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sulawesi
Selatan (MK). Lampung, Jawa Timur, dan Sumatera Utara (MH) Keunggulan : Potensi hasil tinggi, beradaptasi baik pada musim kemarau dan
musim hujan, tahan terhadap penyakit bulai serta persentase pipil tinggi
Keterangan : Baik ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 1100 m dpl Pemulia : Nasib W.W., Putu Darsana, M.H. Wahyudi, Setio Giri,
PIONEER 14
Tanggal dilepas : 22 Juni 1999
Asal : F1 dari silang tungal (single cross) antara M30V69 dengan F30V69. M30 V69 dan F30V69 adalah galur murni tropis
Tongkol : Besar dan silindris
Kedudukan tongkol : Rendah, di bawah pertengahan tinggi tanaman (+ 74 cm)
Tipe biji : Mutiara (flint)
Warna biji : Oranye
Baris biji : Lurus dan rapat
Jumlah baris/tongkol : 14 - 16 baris Bobot 1000 biji : + 301 g
Kandungan nutrisi : 5,2% minyak, 10,4% protein, dan 71,3% tepung Rata-rata hasil : 7,58 t/ha pipilan kering
Potensi hasil : 10 - 11 t/ha pipilan kering
Ketahanan : Agak tahan terhadap penyakit karat daun dan busuk batang bakteri; tahan terhadap bulai, busuk tongkol Diplodia, hawar daun H.tturcicum, dan busuk batang Pythium
Daerah adaptasi : Beradaptasi luas pada dataran rendah dan tinggi. Pengusul : PT. Pioneer Hibrida Indonesia
PIONEER 16
Tanggal dilepas : 8 Februari 2001
Asal : F1 dari silang tungal (single cross) antara M30P77 dengan F30P77.
M30P77 adalah galur murni tropis yang dikembangkan oleh Pioneer
Hi-Bred (Thailand) Co., Ltd. F30P77 adalah galur murni tropis yang
dikembangkan oleh Pioneer Hi-Bred Philippines, Inc.
Umur : Berumur sedang
Warna batang : Hijau keunguan
Tinggi tanaman : + 246 cm
Daun : Tegak dan sempit
Warna daun : Hijau tua
Keragaman tanaman : Sangat seragam
Perakaran : Sangat baik
Kerebahan : Sedang sampai baik
Bentuk malai : Besar dan terbuka
Warna malai : Kuning
Warna sekam : Hijau
Warna rambut : Merah muda
Tongkol : Besar, panjang dan silindris
Kedudukan tongkol : Sedang, di pertengahan tinggi tanaman (+ 110 cm)
Kelobot : Menutup biji dengan baik
Tipe biji : Mutiara (flint)
Warna biji : Kuning kemerahan
Baris biji : Lurus dan rapat
Jumlah baris/tongkol : 14 - 16 baris Bobot 1000 biji : + 324 g
Kandungan nutrisi : 4,4% minyak; 10,0% protein; dan 73,5% tepung Rata-rata hasil : 8,2 t/ha pipilan kering
Potensi hasil : 10 - 11 t/ha pipilan kering
Ketahanan : Tahan terhadap busuk batang bakteri; toleran terhadap karat daun, busuk tongkol Gibbrella, virus, dan bercak daun C. zeaemaydis;
dan ketahanan sedang terhadap hawar daun H. turcicum dan busuk tongkol Diplodia
Keunggulan : Batang kokoh dan perakaran baik, sehingga lebih tahan terhadap kerobohan.
Lampiran 6. Rataan Intesitas Serangan P. Polysora Underw. Pada Tanaman Jagung Pengamatan 7 mst
I II III
V1J1 0.94 1.44 1.36 3.74 1.25
V1J2 1.10 1.70 1.42 4.22 1.41
V1J3 0.90 1.14 1.84 3.88 1.29
V2J1 1.70 1.90 1.70 5.30 1.77
V2J2 1.66 1.68 1.06 4.40 1.47
V2J3 1.42 1.44 1.06 3.92 1.31
V3J1 0.30 0.26 0.24 0.80 0.27
V3J2 0.30 0.60 0.88 1.78 0.59
V3J3 0.64 0.52 0.30 1.46 0.49
Total 8.96 10.68 9.86 29.50
V1J1 1.65 2.15 2.07 5.86 1.95
V1J2 1.81 2.41 2.13 6.34 2.11
V1J3 1.61 1.85 2.55 6.00 2.00
V2J1 2.41 2.61 2.41 7.42 2.47
V2J2 2.37 2.39 1.77 6.52 2.17
V2J3 2.13 2.15 1.77 6.04 2.01
V3J1 1.01 0.97 0.95 2.92 0.97
V3J2 1.01 1.31 1.59 3.90 1.30
V3J3 1.35 1.23 1.01 3.58 1.19
Total 15.32 17.04 16.22 48.59
V1 3.74 4.22 3.88 11.84 3.95
V2 5.30 4.40 3.92 13.62 4.54
V3 0.80 1.78 1.46 4.04 1.35
V1 5.86 6.34 6.00 18.20 6.07
V2 7.42 6.52 6.04 19.98 6.66
V3 2.92 3.90 3.58 10.40 3.47
Total 16.20 16.76 15.62 48.59
Rataan 5.40 5.59 5.21 5.40
Total Rataan
Tabel Dwi Kasta Rataan
Jarak Tanam 2 0.07 0.04 0.46 tn 3.55 6.01
Varietas 2 5.77 2.88 37.16 ** 3.55 6.01
Lampiran 7. Rataan Intesitas Serangan P. Polysora Underw. Pada Tanaman Jagung Pengamatan 8 mst
I II III
V1J1 1.44 1.50 1.66 4.60 1.53
V1J2 1.54 1.88 1.78 5.20 1.73
V1J3 1.50 1.34 2.00 4.84 1.61
V2J1 2.40 2.50 2.14 7.04 2.35
V2J2 1.96 2.46 1.50 5.92 1.97
V2J3 1.82 1.76 1.46 5.04 1.68
V3J1 0.34 0.36 1.04 1.74 0.58
V3J2 0.54 0.50 1.06 2.10 0.70
V3J3 0.66 0.70 0.36 1.72 0.57
Total 12.20 13.00 13.00 38.20
Rataan 1.36 1.44 1.44 1.41
Perlakuan Ulangan Total Rataan
TRANFORMASI
I II III
V1J1 2.15 2.21 2.37 6.72 2.24
V1J2 2.25 2.59 2.49 7.32 2.44
V1J3 2.21 2.05 2.71 6.96 2.32
V2J1 3.11 3.21 2.85 9.16 3.05
V2J2 2.67 3.17 2.21 8.04 2.68
V2J3 2.53 2.47 2.17 7.16 2.39
V3J1 1.05 1.07 1.75 3.86 1.29
V3J2 1.25 1.21 1.77 4.22 1.41
V3J3 1.37 1.41 1.07 3.84 1.28
Total 18.56 19.36 19.36 57.29
V1 4.60 5.20 4.84 14.64 4.88
V2 7.04 5.92 5.04 18.00 6.00
V3 1.74 2.10 1.72 5.56 1.85
V1 6.72 7.32 6.96 21.00 7.00
V2 9.16 8.04 7.16 24.36 8.12
V3 3.86 4.22 3.84 11.92 3.97
Total 19.74 19.58 17.96 57.29
Rataan 6.58 6.53 5.99 6.37
Daftar Sidik Ragam
Sumber Keragaman db JK KT F.Hit F 0.05 F 0.01
Perlakuan 8 9.96
Jarak Tanam 2 0.22 0.11 1.28 tn 3.55 6.01
Varietas 2 9.20 4.60 54.84 ** 3.55 6.01
Uji Jarak Duncan Varietas
Sy 0.14
0.06 1.04 1.40
P 2 3 4
SSR 0,01 4.07 4.27 4.38
LSR 0,01 0.56 0.58 0.60
Perlakuan V3 V1 V2
Rataan 0.62 1.63 2.00
Lampiran 8. Rataan Intesitas Serangan P. Polysora Underw. Pada Tanaman Jagung Pengamatan 9 mst
I II III
V1J1 1.90 3.60 3.60 9.10 3.03
V1J2 1.80 2.58 3.26 7.64 2.55
V1J3 1.84 1.96 2.64 6.44 2.15
V2J1 3.90 4.14 4.04 12.08 4.03
V2J2 2.94 3.20 3.24 9.38 3.13
V2J3 2.86 3.10 3.26 9.22 3.07
V3J1 0.90 0.50 1.30 2.70 0.90
V3J2 0.74 0.54 1.38 2.66 0.89
V3J3 0.80 1.10 0.50 2.40 0.80
Total 17.68 20.72 23.22 61.62
Rataan 1.96 2.30 2.58 2.28
Perlakuan Ulangan Total Rataan
TRANFORMASI
I II III
V1J1 2.61 4.31 4.31 11.22 3.74
V1J2 2.51 3.29 3.97 9.76 3.25
V1J3 2.55 2.67 3.35 8.56 2.85
V2J1 4.61 4.85 4.75 14.20 4.73
V2J2 3.65 3.91 3.95 11.50 3.83
V2J3 3.57 3.81 3.97 11.34 3.78
V3J1 1.61 1.21 2.01 4.82 1.61
V3J2 1.45 1.25 2.09 4.78 1.59
V3J3 1.51 1.81 1.21 4.52 1.51
Total 24.04 27.08 29.58 80.71
V1 9.10 7.64 6.44 23.18 7.73
V2 1.70 1.10 0.00 2.80 0.93
V1 11.22 9.76 8.56 29.54 9.85
V2 14.20 11.50 11.34 37.04 12.35
V3 4.82 4.78 4.52 14.12 4.71
Total 30.24 26.04 24.42 80.71
Rataan 10.08 8.68 8.14 8.97
Tabel Dwi Kasta Rataan
jarak Tanam Total Rataan J1 J2 J3
V1 3.03 2.55 2.15 7.73 2.58
V2 4.03 3.13 3.07 10.23 3.41
V3 0.90 0.89 0.80 2.59 0.86
V2 4.73 3.83 3.78 12.35 4.12
V3 1.61 1.59 1.51 4.71 1.57
Varietas 2 30.35 15.17 61.87 ** 3.55 6.01
Jarak Tanam
Sy 0.23
1.31 1.46 1.90
P 2 3 4
SSR 0,05 2.97 3.12 3.21
LSR 0,05 0.69 0.73 0.75
Perlakuan J3 J2 J1
Rataan 2.01 2.19 2.65
Lampiran 9. Rataan Intesitas Serangan P. Polysora Underw. Pada Tanaman Jagung Pengamatan 10 mst
I II III
V1J1 2.40 3.76 3.82 9.98 3.33
V1J2 1.94 2.76 3.48 8.18 2.73
V1J3 2.10 2.16 2.96 7.22 2.41
V2J1 3.76 4.14 5.06 12.96 4.32
V2J2 3.40 3.80 4.50 11.70 3.90
V2J3 3.26 3.40 3.20 9.86 3.29
V3J1 1.30 0.70 1.80 3.80 1.27
V3J2 0.96 0.60 1.56 3.12 1.04
V3J3 0.90 1.14 1.24 3.28 1.09
Total 20.02 22.46 27.62 70.10
Rataan 2.22 2.50 3.07 2.60
Perlakuan Ulangan Total Rataan
TRANFORMASI
I II III
V1J1 3.11 4.47 4.53 12.10 4.03
V1J2 2.65 3.47 4.19 10.30 3.43
V1J3 2.81 2.87 3.67 9.34 3.11
V2J1 4.47 4.85 5.77 15.08 5.03
V2J2 4.11 4.51 5.21 13.82 4.61
V2J3 3.97 4.11 3.91 11.98 3.99
V3J1 2.01 1.41 2.51 5.92 1.97
V3J2 1.67 1.31 2.27 5.24 1.75
V3J3 1.61 1.85 1.95 5.40 1.80
Total 26.38 28.82 33.98 89.19
V1 9.98 8.18 7.22 25.38 8.46
V2 1.70 1.10 0.00 2.80 0.93
V1 12.10 10.30 9.34 31.74 10.58
V2 15.08 13.82 11.98 40.88 13.63
V3 5.92 5.24 5.40 16.56 5.52
Total 33.10 29.36 26.72 89.19
Rataan 11.03 9.79 8.91 9.91
Tabel Dwi Kasta Rataan
jarak Tanam Total Rataan J1 J2 J3
V1 3.33 2.73 2.41 8.46 2.82
V2 4.32 3.90 3.29 11.51 3.84
V3 1.27 1.04 1.09 3.40 1.13
V1 4.03 3.43 3.11 10.58 3.53
V2 5.03 4.61 3.99 13.63 4.54
V3 1.97 1.75 1.80 5.52 1.84
Varietas (V) 2 33.53 16.77 53.79 ** 3.55 6.01
Jarak Tanam
Sy 0.26
1.48 1.73 2.13
P 2 3 4
SSR 0,05 2.97 3.12 3.21
LSR 0,05 0.78 0.82 0.84
Perlakuan J3 J2 J1
Rataan 2.26 2.56 2.97
Lampiran 10. Rataan Intesitas Serangan P. Polysora Underw. Pada Tanaman Jagung Pengamatan 11 mst
I II III
V1J1 3.86 4.44 4.50 12.80 4.27
V1J2 2.96 3.70 4.06 10.72 3.57
V1J3 2.88 3.04 3.40 9.32 3.11
V2J1 6.60 6.20 6.20 19.00 6.33
V2J2 4.70 4.50 5.00 14.20 4.73
V2J3 3.74 3.60 3.98 11.32 3.77
V3J1 1.96 0.80 2.16 4.92 1.64
V3J2 1.34 0.70 1.92 3.96 1.32
V3J3 1.10 1.30 1.16 3.56 1.19
Total 29.14 28.28 32.38 89.80
Rataan 3.24 3.14 3.60 3.33
Perlakuan Ulangan Total Rataan
TRANFORMASI
I II III
V1J1 4.57 5.15 5.21 14.92 4.97
V1J2 3.67 4.41 4.77 12.84 4.28
V1J3 3.59 3.75 4.11 11.44 3.81
V2J1 7.31 6.91 6.91 21.12 7.04
V2J2 5.41 5.21 5.71 16.32 5.44
V2J3 4.45 4.31 4.69 13.44 4.48
V3J1 2.67 1.51 2.87 7.04 2.35
V3J2 2.05 1.41 2.63 6.08 2.03
V3J3 1.81 2.01 1.87 5.68 1.89
Total 35.50 34.64 38.74 108.89
V1 12.80 10.72 9.32 32.84 10.95
V2 1.70 1.10 0.00 2.80 0.93
V1 14.92 12.84 11.44 39.20 13.07
V2 21.12 16.32 13.44 50.88 16.96
V3 7.04 6.08 5.68 18.80 6.27
Total 43.08 35.24 30.56 108.89
Rataan 14.36 11.75 10.19 12.10
Tabel Dwi Kasta Rataan
jarak Tanam Total Rataan J1 J2 J3
V1 4.27 3.57 3.11 10.95 3.65
V2 6.33 4.73 3.77 14.84 4.95
V3 1.64 1.32 1.19 4.15 1.38
V1 4.97 4.28 3.81 13.07 4.36
V2 7.04 5.44 4.48 16.96 5.65
V3 2.35 2.03 1.89 6.27 2.09 Varietas (V) 2 58.58 29.29 166.20 ** 3.55 6.01
Uji Jarak Duncan
0.38 0.47 0.77 2.22 2.68 2.86 3.35 3.81 5.40
P 2 3 4 5 6 7 8 9 10
SSR 0,01 4.07 4.27 4.38 4.46 4.53 4.59 4.64 4.68 4.71
LSR 0,01 0.81 0.85 0.87 0.88 0.90 0.91 0.92 0.93 0.93
Perlakuan V3J3 V3J2 V3J1 V1J3 V1J2 V2J3 V1J1 V2J2 V2J1
Rataan 1.19 1.32 1.64 3.11 3.57 3.77 4.27 4.73 6.33
A. B C
Lampiran 11. Rataan Intesitas Serangan P. Polysora Underw. Pada Tanaman Jagung Pengamatan 12 mst
I II III
V1J1 7.30 8.26 9.74 25.30 8.43
V1J2 5.80 6.84 6.90 19.54 6.51
V1J3 4.60 4.48 5.48 14.56 4.85
V2J1 12.96 15.74 16.94 45.64 15.21
V2J2 9.88 9.88 11.67 31.43 10.48
V2J3 6.80 8.12 7.84 22.76 7.59
V3J1 2.50 1.34 3.14 6.98 2.33
V3J2 1.94 0.80 2.72 5.46 1.82
V3J3 1.40 1.60 1.70 4.70 1.57
Total 53.18 57.06 66.13 176.37
V1J1 8.01 8.97 10.45 27.42 9.14
V1J2 6.51 7.55 7.61 21.66 7.22
V1J3 5.31 5.19 6.19 16.68 5.56
V2J1 13.67 16.45 17.65 47.76 15.92
V2J2 10.59 10.59 12.38 33.55 11.18
V2J3 7.51 8.83 8.55 24.88 8.29
V3J1 3.21 2.05 3.85 9.10 3.03
V3J2 2.65 1.51 3.43 7.58 2.53
V3J3 2.11 2.31 2.41 6.82 2.27
Total 59.54 63.42 72.49 195.46
V1 25.30 19.54 14.56 59.40 19.80
V2 45.64 31.43 22.76 99.83 33.28
V3 6.98 5.46 4.70 17.14 5.71
Total 77.92 56.43 42.02 176.37
V1 27.42 21.66 16.68 65.76 21.92
V2 47.76 33.55 24.88 106.19 35.40
V3 9.10 7.58 6.82 23.50 7.83
Total 84.28 62.79 48.38 195.46
Rataan 28.09 20.93 16.13 21.72
Tabel Dwi Kasta Rataan
jarak Tanam Total Rataan J1 J2 J3
V1 8.43 6.51 4.85 19.80 6.60
V2 15.21 10.48 7.59 33.28 11.09
V3 2.33 1.82 1.57 5.71 1.90
V1 9.14 7.22 5.56 21.92 7.31
V2 15.92 11.18 8.29 35.40 11.80
V3 3.03 2.53 2.27 7.83 2.61
Jarak Tanam (J) 2 72.53 36.26 33.65 ** 3.55 6.01
Varietas (V) 2 379.93 189.97 176.26 ** 3.55 6.01
Varietas
Sy 0.49
-0.09 4.51 8.95
P 2 3 4
SSR 0,01 4.07 4.27 4.38
LSR 0,01 1.99 2.09 2.14
Perlakuan V2 V0 V1
Rataan 1.90 6.60 11.09
A. B.
C.
Interaksi V X J
Sy 0.49
-0.43 -0.27 0.18 2.67 4.30 5.34 6.16 8.19 12.91
P 2 3 4 5 6 7 8 9 10
SSR 0,01 4.07 4.27 4.38 4.46 4.53 4.59 4.64 4.68 4.71
LSR 0,01 1.99 2.09 2.14 2.18 2.22 2.25 2.27 2.29 2.31
Perlakuan V3J3 V3J2 V3J1 V1J3 V1J2 V2J3 V1J1 V2J2 V2J1
Rataan 1.57 1.82 2.33 4.85 6.51 7.59 8.43 10.48 15.21
A. B C
Lampiran 12. Rataan Produksi P. Polysora Underw. Pada Tanaman Jagung Pengamatan 13 mst
I II III
V1J1 5.00 4.90 4.80 14.70 4.90
V1J2 5.25 4.80 4.50 14.55 4.85
V1J3 5.30 5.00 5.00 15.30 5.10
V2J1 4.20 4.50 4.00 12.70 4.23
V2J2 4.50 4.65 4.50 13.65 4.55
V2J3 4.90 4.80 4.50 14.20 4.73
V3J1 5.45 5.80 5.25 16.50 5.50
V3J2 5.96 5.70 5.60 17.26 5.75
V3J3 6.50 7.30 6.70 20.50 6.83
Total 47.06 47.45 44.85 139.36
Rataan 5.23 5.27 4.98 5.16
Perlakuan Ulangan Total Rataan
TRANFORMASI
I II III
V1J1 5.71 5.61 5.51 16.82 5.61
V1J2 5.96 5.51 5.21 16.67 5.56
V1J3 6.01 5.71 5.71 17.42 5.81
V2J1 4.91 5.21 4.71 14.82 4.94
V2J2 5.21 5.36 5.21 15.77 5.26
V2J3 5.61 5.51 5.21 16.32 5.44
V3J1 6.16 6.51 5.96 18.62 6.21
V3J2 6.67 6.41 6.31 19.38 6.46
V3J3 7.21 8.01 7.41 22.62 7.54
Total 53.42 53.81 51.21 158.45
V1 14.70 14.55 15.30 44.55 14.85
V2 12.70 13.65 14.20 40.55 13.52
V3 16.50 17.26 20.50 54.26 18.09
Total 43.90 45.46 50.00 139.36
V1 16.82 16.67 17.42 50.91 16.97
V2 14.82 15.77 16.32 46.91 15.64
V3 18.62 19.38 22.62 60.62 20.21
Total 50.26 51.82 56.36 158.45
Rataan 16.75 17.27 18.79 17.61
Tabel Dwi Kasta Rataan
jarak Tanam Total Rataan J1 J2 J3
V1 4.90 4.85 5.10 14.85 4.95
V2 4.23 4.55 4.73 13.52 4.51
V3 5.50 5.75 6.83 18.09 6.03
Total 14.63 15.15 16.67 46.45
V1 5.61 5.56 5.81 16.97 5.66
V2 4.94 5.26 5.44 15.64 5.21
V3 6.21 6.46 7.54 20.21 6.74
Total 16.75 17.27 18.79 52.82
Jarak Tanam 2 2.23 1.12 17.25 ** 3.55 6.01 Pupuk Organik 2 11.05 5.52 85.40 ** 3.55 6.01
Varietas
Sy 0.12
4.02 4.44 5.50
P 2 3 4
SSR 0,01 4.07 4.27 4.38
LSR 0,01 0.49 0.51 0.53
Perlakuan V2 V1 V3
Rataan 4.51 4.95 6.03
A. B
Interaksi V X J
Sy 0.27
3.86 4.12 4.28 4.37 4.41 4.59 4.98 5.22 6.29
P 2 3 4 5 6 7 8 9 10
SSR 0,01 4.07 4.27 4.38 4.46 4.53 4.59 4.64 4.68 4.71 LSR 0,05 1.08 1.13 1.16 1.18 1.20 1.22 1.23 1.24 1.25 Perlakuan V2J1 V2J2 V2J3 V1J2 V1J1 V1J3 V3J1 V3J2 V3J3 Rataan 4.94 5.26 5.44 5.56 5.61 5.81 6.21 6.46 7.54 A B