TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Tanaman jagung termasuk tanaman dalam keluarga rumput-rumputan. Menurut Pandey (1969) tanaman jagung diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermeae Class : Monocotiledoneae Ordo : Graminales Family : Graminaceae Genus : Zea
Species : Zea mays L.
Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus hidupya merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif (Steenis dkk, 2005).
Batang jagung tidak bercabang, berbentuk silinder, dan terdiri dari beberapa ruas dan buku ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku. Pada buku ruas akan muncul tunas yang berkembang menjadi tongkol. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin (Tjitrosoepomo, 2001).
Daun jagung memanjang dan keluar dari buku-buku batang. Daun jagung terdiri dari tiga bagian, yaitu kelopak daun, lidah daun dan helaian daun. Kelopak daun umumnya membungkus batang. Antara kelopak dan helaian terdapat lidah daun atau ligula. Ligula ini berbulu dan berlemak dan berfungsi mencegah masuknya air ke dalam kelopak daun (Steenis dkk, 2005).
Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious). Bunga jagung termasuk bunga tidak sempurna. Bunga jantan terdapat di ujung batang berupa karangan bunga (inflorescence). Sedangkan bunga betina terdapat di ketiak daun ke-6 atau ke-8 dari bunga jantan dan tersusun dalam tongkol (Tjitrosoepomo, 2001).
Buah jagung terdiri atas tongkol, biji dan daun pembungkus. Biji jagung mempunyai bentuk, warna dan kandungan endosperm yang bervariasi. Pada umumnya jagung memiliki barisan biji yang melibit secara lurus atau berkelok-kelok. Biji jagung terdiri dari tiga bagian yakni pericarp, endosperm (cadangan makanan biji), dan embrio atau lembaga (Steenis dkk, 2005).
Syarat Tumbuh
Tanah
merupakan jenis tanah terbaik untuk pertumbuhan tanaman jagung. Tingkat keasaman yang baik bagi pertumbuhan jagung antara 5,5-7,5. Tanaman jagung membutuhkan tanah dengan aerasi dan ketersediaan air dalam kondisi yang baik (Galinat, 1988).
Iklim
Tanaman jagung berasal dari daerah tropis. Untuk pertumbuhan yang baik bagi tanaman jagung khususnya jagung hibrida, suhu optimum adalah 23-27oC.
Distribusi hujan yang ideal bagi pertumbuhan tanaman jagung 200 mm tiap bulan. Jagung hibrida memerlukan air yang cukup untuk pertumbuhan, terutama saat berbunga dan pengisian biji (Birch et al., 2003).
Biologi Penyebab Penyakit
Klasifikasi jamur P. polysora Underw. menurut Alexopoulus dan Mims (1979) adalah :
Divisio : Basidiomycota Sub Divisio : Urediniomycotina Kelas : Urediniomycetes Sub Kelas : Urediniomycetidae Ordo : Uredinales
Family : Pucciniaceae Genus : Puccinia
Spesies : Puccinia polysora Underw.
lonjong dengan garis tengah 0,2-1 mm, berwarna jingga atau jingga tua menghasilkan urediospora yang berperan penting sebagai sumber inokulum dalam menginfeksi tanaman jagung dan sebarannya melalui angin. Bercak-bercak kecil (uredinia) berbentuk bulat sampai oval terdapat pada permukaan daun jagung di bagian atas dan bawah. Penyakit karat dapat terjadi di dataran rendah dan dataran tinggi dan infeksinya berkembang baik pada musim penghujan atau musim kemarau (Semangun, 1991).
P. polysora membentuk urediospora berbentuk bulat telur sampai bulat
Gambar 1. Fotomikrograf Konidia P. polysora Underw Perbesaran 10 x 40
Gejala Serangan
Tanaman jagung yang terserang cendawan ini, khususnya pada bagian daun tanaman memperlihatkan gejala awal berupa bercak-bercak kuning kemerahan dan keluar serbuk seperti tepung berwarna coklat kekuningan. (Gambar 2). Hasil penelitian Kranz et al. (1997) dalam Burhanuddin (2009) didapatkan tanaman yang terinfeksi P. polysora Underw. tidak dapat melakukan fotosintesis dengan sempurna sehingga pertumbuhan tanaman akan melambat.
Gejala penyakit karat dominan tampak pada daun tanaman jagung di banding dengan bagian tanaman lainnya. Pada tanaman dewasa, daun yang sudah tua terdapat titik-titik noda yang berwarna kecoklatan seperti karat dan terdapat serbuk yang berwarna kuning kecoklatan. Kranz et al. (1997) dalam Burhanuddin (2009) mengemukakan pada permukaan atas dan bawah daun terdapat bercak kecil atau seperti bisul, bentuknya bulat sampai lonjong berwarna coklat kemerahan ukuran 2 mm. Bercak ini menghasilkan spora yang disebut teliospora yang tersebar pada permukaan daun dan akan berubah warna menjadi hitam kecoklatan setelah teliospora berkembang.
Banyaknya teliospora yang terbentuk menyebabkan permukaan bagian atas daun menjadi kasar. Pada tingkatan yang jauh penyakit karat menyebabkan mengeringnya bagian-bagian daun. Hasil penelitian Santiago dan Exconde (1974) dalam Hooker (1991) didapatkan ada beberapa jenis infeksi, yakni sangat tahan atau resisten dan tidak terdapat uredia. Tingkatan toleran memiliki uredia yang mengandung sedikit spora. Setengah toleran, daun akan diselingi uredia dengan tingkatan sporulasi yang besar dan rentan yang mengandung sedang sampai banyak spora.
Daur Hidup Penyakit
urediospora matang. Jamur karat tidak dapat hidup sebagai saprofit yakni tidak dapat menyerap makanan dari organisme yang telah mati, sehingga jamur ini tidak dapat mempertahankan diri pada sisa-sisa tanaman jagung. Tidak ditemukan bukti-bukti bahwa jamur ini mempertahankan diri dalam biji yang dihasilkan oleh tanaman sakit (Holliday, 1980).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit
Penyebaran P. polysora Underw. dipengaruhi oleh terbentuknya urediospora yang berfungsi sebagai inokulum primer dan sekunder dan penyebarannya melalui angin dan disebarkan di siang hari. Penelitian tentang ketahanan varietas terhadap karat daun menunjukkan bahwa isolat suatu patogen dapat berbeda baik dalam hal virulensi. Hasil penelitian Melching (1975) dalam Pataky et al. (2007) diketahui faktor lingkungan, yakni suhu 25-28oC dengan
kelembapan yang tinggi dan udara berembun pada permukaan tanaman akan membantu perkecambahan urediospora dan penetrasi awal pada tanaman.
Jarak tanam yang rapat pada pertanaman jagung akan menyebabkan kelembaban udara di sekitar tanaman menjadi lebih tinggi dan suhu menjadi optimal bagi perkembangan P. polysora Underw. (Renfro dan Ultstrup, 1976). Hasil penelitian Wilson dan Tapsoba (1997), didukung oleh Thomson dan Flint (2000) juga menyatakan tingkat perkecambahan dan produksi spora berbeda dari waktu ke waktu dan bervariasi secara signifikan yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Pengendalian
Menanam varietas tahan dimaksudkan untuk menekan serangan penyakit sehingga tidak menimbulkan kerugian secara ekonomi atau kehilangan hasil yang relatif kecil. Hasil penelitian Schieber (1997) dalam Burhanuddin (2009) menyatakan bahwa menanam varietas tahan adalah merupakan satu-satunya cara pengendalian penyakit karat. Russel (1978) memandang cara ini adalah paling efektif dan efisien dari cara pengendalian lainnya, asalkan sifat ketahanannya tidak berkaitan dengan produktivitas dan kualitas hasil rendah.
Pengendalian penyakit dengan cara menanam pada waktu yang tepat merupakan salah satu komponen pengendalian hama dan penyakit secara terpadu, tidak menimbulkan efek samping terhadap patogen, musuh alami, dan ramah terhadap lingkungan (Sudjono dan Sukmana, 1995 ). Hasil penelitian Sudjono dan Sukmana (1995) didapatkan intensitas serangan penyakit karat sangat tinggi pada pertanaman jagung yang ditanam pada periode bulan Desember sampai Januari. Namun sampai saat ini informasi mengenai fluktuasi keberadaan penyakit karat di sentra-sentra produksi jagung di Indonesia masih sangat terbatas jumlahnya
sehingga penerapannya belum sepenuhnya dilaksanakan (Wakman dan Burhanuddin, 2007)