• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Waktu Debridement Dan Insiden Terjadinya Infeksi Pada Patah Tulang Panjang Terbuka Grade III Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Antara Waktu Debridement Dan Insiden Terjadinya Infeksi Pada Patah Tulang Panjang Terbuka Grade III Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

HUBUNGAN ANTARA WAKTU

DEBRIDEMENT

DAN

INSIDEN TERJADINYA INFEKSI PADA PATAH

TULANG PANJANG TERBUKA

GRADE

III

DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK

MEDAN

Diajukan Oleh

SYARIFUL ANWAR H NIM 067102010

Pembimbing :

Dr. HUSNUL FUAD ALBAR, SpOT

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamualikum Wr. Wb

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Bedah di FK – USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Pada kesempatan ini perkenankan penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing dr. Husnul Fuad Albar, SpOT yang telah memberi bimbingan, bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

2. Prof. dr. Aznan Lelo, PhD, SpFK, yang telah membimbing, membantu dan meluangkan waktu dalam membimbing statistik dari tulisan tugas akhir ini. 3. dr. Budi Irwan, SpB-KBD selaku Ketua Seksi Ilmiah Pendidikan Dokter

Spesialis Ilmu Bedah FK-USU yang telah memberikan masukan dalam penyelesaian tesis ini.

4. dr. Marshal, SpB-TKV (K) selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Bedah FK-USU dan dr. Asrul, SpB, KBD sebagai Seketaris Program Studi yang telah banyak membantu dalam penyelesaian tesis ini. 5. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. DR. dr. H. Syahril Pasaribu,

(3)

KGEH selaku dekan FK-USU yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Bedah di FK-USU. 6. dr. Emir Taris Pasaribu, SpB, K(Onk) selaku Ketua Departemen Ilmu Bedah

FK-USU dan dr. Erjan Fikri, SpB, SpBA sebagai Sekretaris Departemen Ilmu Bedah FK-USU yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.

7. Guru Besar di Departemen Ilmu Bedah, terima kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya yang dapat penulis sampaikan, yang telah membimbing, mendidik, membuka wawasan penulis, senantiasa memberikan dorongan dan motivasi yang tiada hentinya dengan penuh bijaksana dan tulus ikhlas disepanjang waktu sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

8. Seluruh Staf pengajar di Departemen Ilmu Bedah FK-USU/RSUP HAM, RSU Pirngadi Medan yang telah memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

9. Seluruh Staf Pengajar di Departemen Ilmu Bedah FK-Unsyiah/RSU Zainoel Abidin Banda Aceh.

10. Pemerintah provinsi (pemprov) Nanggroe Aceh Darussalam dan Yayasan Pendidikan Tenaga Kesehatan Nanggroe Aceh Darussalam yang telah memberikan bantuan dalam pendidikan dan penelitian serta penyelesaian tesis ini.

11. Para Senior dan teman-teman yang tidak mungkin bisa saya lupakan yang

(4)

Mustaqim, Bayu Irvia, Ardiansyah Periadi S, Teguh R Djufri. Terima Kasih untuk kebersamaan kita dalam menjalani pendidikan dan penelitian ini. 12. Para pegawai dilingkungan Departemen Ilmu Bedah FK USU, dan para tenaga

kesehatan yang berbaur berbagi pekerjaan memberikan pelayanan Bedah di RSUP H Adam Malik, RSU Pirngadi, RSU HKBP Balige, RSUD Aceh Singkil, RSUD Pangururan Samosir, dan di semua tempat bersama penulis selama penulis menimba ilmu.

Teristimewa untuk istri tercinta dr. Fitri Dewi Ismida, terima kasih atas doa, pengertian, dukungan dan pengorbanan yang telah diberikan selama saya menempuh pendidikan.

Orang tua yang saya cintai dan hormati H. Syamsul Bahri H dan Hj. Farida Hanum Bire, serta ibu mertua Hj. Mehram Mahmud, abang, kakak dan adik-adik saya yang telah memberikan dukungan, bantuan moril dan materil selama saya mengikuti pendidikan ini. Terima kasih karena selalu mendoakan dan memberi dorongan selama menjalani pendidikan. Semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Wassalamualikum Wr. Wb

Medan, Oktober 2013

(5)

PERNYATAAN

HUBUNGAN ANTARA WAKTU DEBRIDEMENT DAN INSIDEN TERJADINYA INFEKSI PADA PATAH TULANG PANJANG TERBUKA

GRADE III DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK

MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2013

(6)
(7)
(8)
(9)

DAFTAR ISI

Pembimbing, Ketua Departemen, Ketua Program Studi ... i

Seksi Ilmiah ... ii

Konsultan Metodologi Penelitian ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

1.5.3. Bidang Pengembangan Penelitian ... 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Fraktur 2.1.1. Defenisi Fraktur ... 6

2.1.2. Klasifikasi Fraktur Terbuka ... 7

2.1.3. Prinsip Penanganan Fraktur Terbuka ... 9

2.2. Infeksi ... 9

2.3. Debridement ... 10

2.4. Fase Penyembuhan Luka dan Prinsip Penanganan Luka... 12

2.4.1. Fase Inflamasi ... 12

(10)

3.9. Cara Kerja ... 19

3.10. Identifikasi Variabel ... 20

3.11. Analisa Data ... 20

3.12. Defenisi Operasional ... 20

3.13. Etika Penelitian ... 22

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 23

BAB 5. PEMBAHASAN ... 28

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

6.1. Kesimpulan ... 33

6.2. Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34

(11)

ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA WAKTU DEBRIDEMENT DAN INSIDEN TERJADINYA INFEKSI PADA PATAH TULANG PANJANG TERBUKA

GRADE III DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

Latar belakang

Penanganan patah tulang panjang terbuka saat ini menimbulkan kontroversi tentang protokol yang dapat digunakan dan memberikan hasil yang terbaik. Penanganan terbaik yang sesuai dengan anjuran dari British Orthopaedic Association dan Infectious Diseases Society of America and the Surgical Infection Society adalah patah tulang panjang terbuka hendaknya dilakukan debridement dan stabilisasi patah tulang sebelum 6 jam sejak waktu kejadian. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara waktu terjadinya trauma dengan debridement pada patah tulang panjang terbuka di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan.

Metode Penelitian

Penelitian cross sectional dilakukan di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan. Sampel penelitian adalah Semua pasien patah tulang panjang terbuka yang telah dilakukan operasi debridement sebelum atau sesudah 6 jam yang datang ke Rumah Sakit H. Adam Malik Medan. Pasien datang ke IGD kemudian waktu kejadian fraktur dicatat hingga dilakukan debridement. Swab pre-operasi dan pasca-operasi ke-3 dan ke-6 dilakukan. Kemudian hasil kultur bakteri dinilai. Hasil

Didapatkan 20 sampel sesuai kriteria inklusi. Lokasi fraktur terbanyak pada responden penelitian ini adalah pada right cruris sebanyak 7 orang (35%) dan paling sedikit adalah left arm dan left humerus sebanyak 1 responden (5%). Sebanyak 13 responden (65%) mengalami fraktur grade IIIb dan untuk fraktur grade IIIc hanya dialami oleh seorang responden (5%) dalam penelitian ini. rata-rata waktu kejadian hingga di debridement adalah 8,1 ± 0,463 jam, dengan 70% pasien didebridement setelah 6 jam kejadian fraktur. Hasil kultur bakteri terbanyak pre-operasi (40%) adalah S. aureus, pasca-operasi hari ke 3 dan 6 ditemukan 2 bakteri terbanyak adalah Citrobacter freundii dan Pseudo aeruginosa. hubungan antara kejadian infeksi dengan waktu debridement. Dimana waktu debridement < 6 jam kejadian infeksi lebih kecil secara signifikan dengan nilai p = 0,018, sedangkan pasca-operasi hari ke 6 tidak bermakna secara signifikan pada hasil kultur setelah 6 hari post-debeidement dengan nilai p = 0,303.

Kesimpulan

Terdapat hubungan antara waktu dilakukan debridement dengan terjadinya fraktur terbuka tulang panjang. Dimana semakin cepat dilakukan debridement pada fraktur terbuka maka kejadian infeksi pada fraktur terbuka semakin rendah.

(12)

ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA WAKTU DEBRIDEMENT DAN INSIDEN TERJADINYA INFEKSI PADA PATAH TULANG PANJANG TERBUKA

GRADE III DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

Latar belakang

Penanganan patah tulang panjang terbuka saat ini menimbulkan kontroversi tentang protokol yang dapat digunakan dan memberikan hasil yang terbaik. Penanganan terbaik yang sesuai dengan anjuran dari British Orthopaedic Association dan Infectious Diseases Society of America and the Surgical Infection Society adalah patah tulang panjang terbuka hendaknya dilakukan debridement dan stabilisasi patah tulang sebelum 6 jam sejak waktu kejadian. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara waktu terjadinya trauma dengan debridement pada patah tulang panjang terbuka di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan.

Metode Penelitian

Penelitian cross sectional dilakukan di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan. Sampel penelitian adalah Semua pasien patah tulang panjang terbuka yang telah dilakukan operasi debridement sebelum atau sesudah 6 jam yang datang ke Rumah Sakit H. Adam Malik Medan. Pasien datang ke IGD kemudian waktu kejadian fraktur dicatat hingga dilakukan debridement. Swab pre-operasi dan pasca-operasi ke-3 dan ke-6 dilakukan. Kemudian hasil kultur bakteri dinilai. Hasil

Didapatkan 20 sampel sesuai kriteria inklusi. Lokasi fraktur terbanyak pada responden penelitian ini adalah pada right cruris sebanyak 7 orang (35%) dan paling sedikit adalah left arm dan left humerus sebanyak 1 responden (5%). Sebanyak 13 responden (65%) mengalami fraktur grade IIIb dan untuk fraktur grade IIIc hanya dialami oleh seorang responden (5%) dalam penelitian ini. rata-rata waktu kejadian hingga di debridement adalah 8,1 ± 0,463 jam, dengan 70% pasien didebridement setelah 6 jam kejadian fraktur. Hasil kultur bakteri terbanyak pre-operasi (40%) adalah S. aureus, pasca-operasi hari ke 3 dan 6 ditemukan 2 bakteri terbanyak adalah Citrobacter freundii dan Pseudo aeruginosa. hubungan antara kejadian infeksi dengan waktu debridement. Dimana waktu debridement < 6 jam kejadian infeksi lebih kecil secara signifikan dengan nilai p = 0,018, sedangkan pasca-operasi hari ke 6 tidak bermakna secara signifikan pada hasil kultur setelah 6 hari post-debeidement dengan nilai p = 0,303.

Kesimpulan

Terdapat hubungan antara waktu dilakukan debridement dengan terjadinya fraktur terbuka tulang panjang. Dimana semakin cepat dilakukan debridement pada fraktur terbuka maka kejadian infeksi pada fraktur terbuka semakin rendah.

(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penanganan patah tulang panjang terbuka saat ini menimbulkan kontroversi tentang protokol yang dapat digunakan dan memberikan hasil yang terbaik. Penanganan patah tulang panjang terbuka meliputi resusitasi, penanganan terhadap luka, penentuan klasifikasi fraktur, pemberian antibiotik dan antitetanus. Penanganan terbaik yang sesuai dengan anjuran dari British Orthopaedic Association dan Infectious Diseases Society of America and the Surgical Infection Society adalah patah tulang panjang terbuka hendaknya dilakukan debridement dan stabilisasi patah tulang sebelum 6 jam sejak waktu kejadian. (Kamat, 2011)

Komplikasi yang sering terjadi pada patah tulang panjang terbuka adalah infeksi dan mal atau non union. Tingkat keparahan luka, tulang yang terkena dan waktu sejak kejadian hingga ditangani merupakan hal yang mempengaruhi keberhasilanya. (Kamat, 2011)

Infeksi didefinisikan sebagai invasi dan pembiakan mikroorganisme di jaringan tubuh. Secara klinis mungkin tak tampak atau timbul cedera seluler lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin, replikasi intrasel atau respon antigen antibodi. Respon imunologis mungkin sementara atau berkepanjangan, dan terdiri dari respon seluler (hipersensitvitas terlambat) atau produksi (immunologlobulin) antibodi spesifik terhadap komponen organisme yang menginfeksi atau toksinnya.

(Brady J.P, 1994)

(14)

hingga 24 %. Infeksi muskuloskletal dapat menjadi sangat sulit untuk mendiagnosa dan mengobati. Infeksi diakui dapat mengancam ekstremitas dan bahkan berpotensi mematikan jika tidak mendapat perlakuan yang tepat termasuk diantaranya waktu tindakan operasi debridement. Oleh karena itu debridement pada patah tulang panjang terbuka bertujuan untuk mengurangi angka infeksi dan morbiditas. Penelitian yang dilakukan oleh Frederich dan Robson menunjukkan bahwa batas ambang infeksi pada jaringan yaitu 105 tiap gram jaringan dicapai saat rata rata waktu 5,17 jam. (Friedrich P, 1898; Singh, J., et al, 2012; Robson MC et al, 1973; Robson MC et al, 1997)

(15)

Oleh karena itu peneliti tertarik meneliti hubungan antara waktu debridement dan insiden infeksi pada patah tulang panjang terbuka di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan.

I.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara waktu debridement dengan angka kejadian infeksi pada patah tulang panjang terbuka di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan.

I.3 Hipotesis Penelitian

Ada hubungan antara insidensi kejadian infeksi pada patah tulang panjang terbuka dengan waktu debridement pada pasien yang dirawat di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan.

I.4. Tujuan

I.4.1. Tujuan Umum

Untuk menilai insiden infeksi berdasarkan waktu antara terjadinya trauma dan dilakukan debridement sebelum atau sesudah 6 jam pada patah tulang panjang terbuka di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan.

I.4.2. Tujuan Khusus

(16)

2. Mengetahui hubungan antara waktu terjadinya trauma dengan

debridement pada patah tulang panjang terbuka di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan.

3. Mengetahui terjadinya infeksi pada patah tulang panjang terbuka di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan.

I.5. Manfaat Penelitian

I.5.1. Bidang Ilmiah

Sebagai database mengenai infeksi dari penanganan patah tulang fraktur terbuka yang dilakukan di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan.

I.5.2. Bidang Pelayanan Masyarakat

Sebagai bahan masukan dan memberikan informasi bagi pihak Rumah Sakit H. Adam Malik Medan, terutama pembuat keputusan dan pelaksana pelayanan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dalam perawatan dan pengobatan patah tulang panjang terbuka.

I.5.3 Bidang Pengembangan Penelitian

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur

2.1.1. Definisi Fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Mansjoer A, 2000). Fraktur terbuka adalah fraktur dimana terdapat hubungan fragmen fraktur dengan dunia luar, baik ujung fragmen fraktur tersebut yang menembus dari dalam hingga kepermukaan kulit atau kulit dipermukaan yang mengalami penetrasi suatu objek yang tajam dari luar hingga ke dalam (Salter, R. B., 1999).

(18)

Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan – kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari fraktur dipengaruhi oleh beberapa faktor lokal dan faktor sistemik,adapun faktor lokal: a) Lokasi fraktur, b) Jenis tulang yang mengalami fraktur. c) Reposisi anatomis dan immobilasi yang stabil. d) Adanya kontak antar fragmen. e) Ada tidaknya infeksi. f) Tingkatan dari fraktur. Dan faktor sistemik : a) umur, b) nutrisi, c) riwayat penyakit sistemik, d) hormonal, e) obat-obatan, f) rokok. ( Liberman, et al, 2005)

2.1.2. Klasifikasi Fraktur Terbuka

Klasifikasi fraktur terbuka berdasarkan: (a) mekanisme cedera trauma, (b) derajat kerusakan jaringan lunak, (c) klasifikasi fraktur dan (d) derajat kontaminasi. (Werner CM, dkk, 2008)

Klasifikasi patah tulang terbuka yang dibuat oleh Gustillo and Anderson pada tahun 1976 sebagai berikut (Koval,dkk, 2006):

❏ Tipe I

- Panjang luka < 1 cm, biasanya luka tusukan atau puncture dimana patokan ujung tulang menembus kulit.

- Kerusakan jaringan lunak sedikit dan tidak ada tanda-tanda Crushing Injury.

(19)

❏ Tipe II

- Panjang luka > 1 cm dan tidak ada kerusakan jaringan lunak yang luas, flap atau infeksi.

- Terdapat Crushing Injury ringan – sedang.

- Fraktur comminutive sedang dan kontaminasi sedang.

❏ Tipe III

- Ditandai dengan kerusakan jaringan lunak luas meliputi otot, kulit dan struktur neurovaskuler serta kontaminasi tinggi, sering disebabkan oleh trauma high velocity yang menyebabkan derajat comminutive dan instabilitas tinggi. Tipe III ini dibagi lagi menjadi v Tipe III a

Jaringan lunak yang meliputi tulang yang patah cukup adekuat meskipun terdapat laserasi luas, flap atau trauma high velocity, tanpa memandang ukuran luka.

v Tipe III b

Cedera luas, terdapat atau hilangnya sebagian dari pada jaringan lunak dan stripping periosteal dan bone expose, kontaminasi dan fraktur comminutive yang berat.

v Tipe III c

(20)

2.1.3. Prinsip penanganan Fraktur Terbuka

Prinsip penanganan fraktur terbuka. (Koval, et al, 2006)

1. Lakukan evaluasi klinis dan radiografi

2. Pendarahan dari luka harus dilakukan balut tekan daripada pemasangan torniquet atau pun pemasangan klem langsung

3. Pemberian antibiotik parenteral

4. Nilai kerusakan kulit dan jaringan lunak, berikan kasa normal saline

lembab pada luka

5. Lakukan reduksi fraktur segera dan pasang bidai 6. Intervensi bedah

Penanganan utama pada fraktur tibia terbuka adalah pemberian antibiotik yang tepat, debridement, stabilisasi skletal dan penutupan jaringan lunak secepatnya. (BOA, 2009; Jain, A. K., 2005)

2.2. Infeksi

Infeksi adalah terdapatnya mikroorganisme pada jaringan host ataupun pada aliran darah serta terdapatnya respon inflamasi yang terjadi sebagai akibat adanya mikroorganisme tersebut. (Brady, J.P., 1994)

Hal yang dapat terjadi saat adanya interaksi antara invasi mikroba dengan host yaitu: (Werner, C.M., et al, 2008)

• Eradikasi,

Containment (sering dihubungkan dengan pus),

• Infeksi regional (selulitis,limfangitis)

(21)

Pada tempat infeksi, ditemukan tanda-tanda klasik yaitu rubor, kalor, tumor, dolor dan di daerah-daerah seperti kulit atau jaringan subkutan yang umum. (Werner, C. M., et al, 2008)

Pada infeksi selain menimbulkan reaksi lokal, reaksi sistemik juga bisa terjadi, diantaranya berupa peningkatan temperatur, peningkatan leukosit, takikardia atau takipneu. Semua reaksi diatas dikenal sebagai SIRS (systemic inflammatory response syndrome). (Werner, C. M., et al, 2008)

Beberapa faktor yang telah dikenal sebagai faktor yang meningkatkan resiko terjadinya infeksi, antara lain : tidak adanya pemberian antibiotik profilaksis, bakteri pada luka yang resisten terhadap antibiotik, waktu antara pemberian antibiotik dan debridement dengan saat kejadian yang panjang, kerusakan jaringan yang luas, patah tulang tibia terbuka, hasil kultur yang masih menunjukkan adanya bakteri setelah dilakukan debridement dan irigasi serta adanya clostridium perfigens pada saat penutupan. Patzakins, Wilkins, dan Moore (1983)

2.3. Debridement

(22)

terhadap jaringan rusak terhadap semua jaringan non vital, seperti kulit, lemak subkutis, fasia, otot dan fragmen jaringan ikat tulang, sangatlah penting. Material asing seperti potongan kain dan kotoran harus dibersihkan. (Salter, R. B, 1999)

Pada tahun 2010, British Orthopaedic association and the British Association of Plastic, Reconstructive and Aesthetic Surgeons membuat suatu kesepakatan manajemen fraktur terbuka tibia. Sistematik debridement pada fraktur tibia (Wiesel, et al, 2007):

1. Pemberian Antibiotik profilaksis 2. Pemberian cairan sabun

3. Persiapkan tungkai yang akan di debridement dengan cairan NaCl 0.9%, cegah kontak chlorhexidine dengan luka terbuka 4. Sistemetik debridement mulai dari jaringan superfisial sampai

profunda dan mulai dari perifer sampai sentral dari luka.

5. Semua jaringan mati dan fragmen tulang yang tidak terikat dengan soft tissue harus dibuang.

6. Semua tahapan ini dilakukan dengan prinsip irigasi.

2.4 Fase Penyembuhan Luka dan Prinsip Penanganan Luka

(23)

atau infeksi, pengeringan dan jumlah jaringan yang non vital atau nekrotik. (Krynger, et al, 2007)

2.4.1 Fase Inflamasi

Terjadi segera setelah cedera, pendarahan muncul sebagai hasil dari gangguan pembuluh darah. Hemostasis terjadi dengan vasokonstriksi awal dan kemudian dilapis dengan pembentukan platelet dan pembekuan. Degenerasi platelet menghasilkan berbagai macam substansi, yaitu Platelet-Derived Growth Factor (PDGF) and Transforming Growth Factor-β (TGF- β), dimana mengaktifkan kemotaksis dan proloferasi sel-sel inflamasi yang menandai fase penyembuhan luka ini. Mengikuti periode vasokonstriksi dan migrasi sel ketempat yang cedera dibantu dengan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas endotel (mediasi oleh histamin, prostacyclin dan zat lain). (Krynger, et al, 2007)

(24)

walaupun peran langsungnya pada penyembuhan luka masih perlu diteliti lagi. (Krynger, et al, 2007)

2.4.2 Fase Proliferasi

Bekuan darah yang terbentuk selama inflamasi menyediakan kandungan sementara dan pondasi untuk proliferasi dari tipe sel dominan selama fase ini – fibroblast. Sebagai tambahan faktor pertumbuhan menstimulasi angiogenesis dan kapiler yang tumbuh dari sel endothel. Kapiler dan fibroblast membentuk suatu instansi yang dikenal secara klinis dan histologi sebagai jaringan granulasi. Fibroblast menghasilkan kolagen yang merupakan struktur molekul penting pada luka akhir. Awalnya, kolagen tipe 3 dihasilkan dalam jumlah relatif banyak pada penyembuhan luka, perbandingan kolagen tipe 1 dan tipe 3 adalah 4:1 dengan secara berkala kembali selama fase remodeling. (Kreder, H. J., 1995; Krynger, et al, 2007)

Pembentukan kolagen ini terjadi dalam beberapa langkah, proses dinamis dengan komponen intrasel dan ekstrasel. Prokolagen disintesis dan disusun sebagai suatu triple helix. Setelah sekresi prokolagen dari lapisan intraseluler, peptidase kemudian mensekresi kembali. Akhirnya, hidroksilasi dan keterkaitan dari kolagen dibutuhkan untuk kekuatan dan stabilitas dari protein ini. (Krynger, et al, 2007)

2.4.3 Fase Remodeling

(25)

teradapat penggantian kolagen fibril secara acak dengan fibril yang tersusun baik. Proses remodeling ini berlangsung hingga 1 tahun. Jaringan parut berlanjut untuk mendapatkan kekuatan pada fase ini; bagaimanapun kekuatan tarik menarik dari luka tidak pernah mencapai seperti jaringan, mencapai sekitar 70% dari kekuatan normal. (Krynger, et al, 2007)

2.4.4 Epitelisasi

Kulit terdiri dari epidermis dan dermis, dari sekian banyak fungsi penting dari epidermis adalah untuk menyediakan suatu pembatas terhadap bakteri dan patogen lain dan untuk mempertahankan lingkungan tubuh yang lembab. Ketika kulit terluka, epitelisasi mulai terbentuk kembali pada permukaan luka segera setelah luka terjadi. Pada luka yang agak dalam, epitelium memperoleh dari lapisan kulit, folikel rambut dan kelenjar keringat. Sebaliknya pada luka yang dalam epitel bermigrasi dari ujung luka dengan rentang 1-2 mm per hari. Epitelisasi yang tertunda menjadikan suatu fase inflamasi yang lebih lama yang menjadikan kemampuan tubuh kurang baik untuk mengembalikan struktur dan fungsi dari kulit. (Eric, W., dkk, 2009; Krynger, et al, 2007)

2.4.5 Kontraksi Luka

(26)

2.4.6 Keuntungan dan Kesulitan

(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan penelitian

Penelitian ini bersifat cross sectional

3.2. Tempat dan waktu penelitian

- Penelitian dilakukan di IGD dan Poliklinik Orthopaedi Rumah Sakit H. Adam Malik Medan.

- Waktu penelitian dilakukan setelah proposal disetujui diperkirakan berlangsung sampai jumlah kasus terpenuhi.

3.3 Kerangka Konsep

PatahTulang Panjang Terbuka

DEBRIDEMENT

Infeksi Klinis

Kultur Mikrobiologi

1. < 6 jam 2. > 6 jam

(28)

3.4. Populasi dan Sampel

Semua pasien patah tulang panjang terbuka yang telah dilakukan operasi debridement sebelum atau sesudah 6 jam yang datang ke Rumah Sakit H. Adam Malik Medan.

3.5. Besar Sampel

Jumlah sampel diambil berdasarkan jumlah pasien yang masuk (total sampling) ke bagian Bedah Rumah Sakit H. Adam Malik Medan.

3.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.6.1. Kriteria Inklusi:

- Penderita usia 20-45 tahun

- Lokasi fraktur pada tulang panjang

- Fraktur yang terjadi adalah fraktur tulang panjang terbuka

3.6.2. Kriteria Eksklusi:

(29)

3.7 Alur Penelitian

3.8. Persetujuan setelah Perjanjian (inform consent)

Semua subjek penelitian akan diminta persetujuan dari keluarga pasien setelah dilakukan penjelasan mengenai kondisi pasien dan tindakan yang akan dilakukan.

Pasien Masuk RSU

Masuk kriteria inklusi

Operasi Debridement Di kamar Operasi

Observasi Klinis (1,3,6) Kultur mikrobiologi (1,3,6)

Infeksi (-) Infeksi

(30)

3.9. Cara Kerja

Pasien Awal Masuk IGD

RSUP HAM

Pencatatan Identitas, Riwayat Penyakit

Pemeriksaan fisik Suhu, Nadi, Leukosit

Dilakukan Swab pada luka

Kultur Mikrobiologi

Debridemen

Post Op hari ke3 Dilakukan swab pada

luka operasi

Post Op Hari ke 6 Dilakukan swab pada

luka operasi

Kultur

Pengumpulan data

Hasil

Hasil Kultur Pencatatan waktu

antara trauma dan debridement

(31)

3.10. Identifikasi variable

Variable independent : 1. Fraktur tulang panjang terbuka 2. Waktu

Variable dependent : Infeksi selama rawatan 6 hari

3.11. Analisis data

Data diolah dengan software SPSS 18 for windows dan di analisa dengan menggunakan T-test independen dengan nilai p bermakna < 0.001.

3.12. Definisi Operasional

Waktu debridement adalah setiap pasien dengan fraktur tulang panjang dengan usia 20-45 yang datang ke IGD RSUP H. Adam Malik Medan dibawah 6 jam.

Fraktur adalah hilangnya kontuinitas dari tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisi, baik yang bersifat total, maupun yang parsial.

Fraktur terbuka adalah fraktur dimana terdapat hubungan fragmen fraktur dengan dunia luar, baik ujung fragmen fraktur tersebut yang menembus dari dalam hingga kepermukaan kulit atau kulit dipermukaan yang mengalami penetrasi suatu objek yang tajam dari luar hingga ke dalam

(32)

Cara melakukan debridement adalah 1. Pemberian antibiotik profilaksis 2. Pemberian cairan sabun

3. Persiapkan tungkai yang akan di debridement dengan cairan Nacl 0,9 %, cegah kontak chlorhexidine dengan luka terbuka.

4. Sistemetik debridemen mulai dari jaringan superfisial sampai profunda dan mulai dari perifer sampai sentral dari luka.

5. Semua jaringan mati dan fragmen tulang yang tidak terikat dengan soft tissue harus dibuang

6. Semua tahapan ini dilakukan dengan prinsip irigasi.

Infeksi adalah sebagai invasi dan pembiakan mikroorganisme di jaringan tubuh, secara klinis mungkin tak tampak atau timbul cedera seluler lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin, replikasi intrasel atau respon antigen antibodi. Respon imunologis mungkin sementara atau berkepanjangan, dan terdiri dari respon seluler (hipersensitvitas terlambat) atau produksi (immunologlobulin) antibodi spesifik terhadap komponen organisme yang menginfeksi atau toksinnya.

(Brady, J.P., 1994)

Pergantian verban dilakukan pada hari ke 3 post debridement dengan prinsip pergantian verban dengan kasa steril dan tulle setelah dilakukan septik dan antiseptik dengan povidon iodine 10% dan alkohol 70%. Setelah itu diletakkan tulle diatas luka, kasa steril dan ditutup dengan elastis verban

Kriteria berhasil dievaluasi setelah pergantian verban ke 2 kalinya atau hari ke 6

(33)

- Tidak ada pus di atas luka

- Tidak ada pertumbuhan kuman dari pemeriksaan swab 2. Kriteria Sistemik

Tidak ada demam ( temperatur < 38◦C )

Tidak ada peningkatan Leukosit ( < 4000/mm3 atau > 11000/mm3) Tidak ada tanda-tanda takikardi

3.13. Etika Penelitian

(34)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Lokasi fraktur terbanyak pada responden penelitian ini adalah pada cruris kanansebanyak 7 orang (35%) dan paling sedikit adalah lengan kiri dan humerus kiri sebanyak 1 responden (5%).

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Lokasi Fraktur

Lokasi Fraktur Jumlah Sampel

(N)

Persentase

Lengan kiri 1 5

Cruris kiri 4 20

Femur kiri 3 15

Humerus kiri 1 5

Cruris kanan 7 35

Femurkanan 4 20

Total 20 100

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Grade Fraktur

Grade N Persentase

IIIa 6 30

IIIb 13 65

IIIc 1 5

(35)

Gam

ambar 4.1. Diagram batangGrade Fraktur ponden (65%) mengalami fraktur grade IIIb da

alami oleh seorang responden (5%) dalam pene

4.3 Distribusi waktu kejadian hingga debridem Frekuensi

patkan rata-rata waktu kejadian hingga di debr ngan 70% pasien didebridement setelah 6 jam ke

(36)

Gambar 4.2. Diagram distribusi waktu kejadian debridement

Dari hasil kultur bakteri sebelum operasi dilaksanakan ditemukan bakteri terbanyak dari 8 orang responden (40%) adalah S. aureus. Namun, dari 2 orang responden (10%) tidak ditemukan bakteri sama sekali

0 1 2 3 4 5 6

5 6 7 8 9 10 11 12

distribusi waktu frekuensi

(n)

(37)

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Hasil Kultur Bakteri Pre Operasi, hari ke-3, dan hari ke-6 post-operasi.

NO Hasil Kultur Bakteri

Pre Op Post Op +3 Post Op +6

1 E. Coli P. Aeruginosa P. Aeruginosa

2 Staph. Aureus Citrobacter Freundii Citrobacter Freundii 3 Staph. Aureus Citrobacter Freundii Citrobacter Freundii 4 S. Aureus + Klebsiella Klebsiella Klebsiella

5 Staph. Aureus Staph. Aureus _

6 Staph. Aureus Citrobacter Freundii Citrobacter Freundii

7 _ Pseudo. Aeruginosa Pseudo. Aeruginosa

8 Staph. Aureus _ _

9 E. Coli E. Coli E. Coli

10 Staph. Epidermidis E. Coli _

11 Staph. Epidermidis Citrobacter Freundii _

12 S. Aureus +P

18 Staph. Epidermidis P. Aeruginosa P. Aeruginosa

19 E. Coli P. Aeruginosa + E.

Coli

P. Aeruginosa + E. Coli

20 E. Coli Citobacter Freundii Citrobacter Freundii

Pasca-operasi hari ke 3 ditemukan 2 bakteri terbanyak dari masing - masing 5 responden (25%) adalah Citrobacter freundii dan Pseudo aeruginosa, sedangkan bakteri Pseudo aeruginosa dan E.coli serta S. aureus hanya ditemukan pada seorang responden (5%).

(38)

Tabel 4.5. Hubungan antara hasil kultur bakteri post-debridement hari ke- infeksi dengan waktu debridement. Dimana waktu debridement < 6 jam kejadian infeksi lebih kecil secara signifikan dengan nilai p = 0,018.

Pasca-operasi hari ke-6, bakteri Citrobacter freundii dan Pseudo aeruginosa masih merupakan 2 bakteri terbanyak yang ditemukan pada 5 orang responden (25%). Namun, jumlah responden yang bebas dari bakteri menunjukkan peningkatan, dari 2 responden saat sebelum operasi, bertambah menjadi 4 responden saat hari ketiga pasca-operasi dan akhirnya menjadi 6 responden pada hari kê- 6 pasca-operasi.

Tabel 4.6. Hubungan antara hasil kultur bakteri post-debridement hari ke- 6 dengan waktu debridement

(39)

BAB V PEMBAHASAN

Penanganan patah tulang panjang terbuka saat ini menimbulkan kontroversi tentang protokol yang dapat digunakan dan memberikan hasil yang terbaik. Penanganan patah tulang panjang terbuka meliputi resusitasi, penanganan terhadap luka, penentuan klasifikasi fraktur, pemberian antibiotik dan antitetanus. Penanganan terbaik yang sesuai dengan anjuran dari British Orthopaedic Association dan Infectious Diseases Society of America and the Surgical Infection Society adalah patah tulang panjang terbuka hendaknya dilakukan debridement dan stabilisasi patah tulang sebelum 6 jam sejak waktu kejadian. (Spencer et al, 2005)

Tujuan penatalaksanaan fraktur terbuka adalah untuk mencegah infeksi, penyembuhan tulang patah, dan mengembalikan fungsi ekstremitas. Penatalaksanaan awal kasus fraktur terbuka sering mempengaruhi hasil akhir (Robson, M.C. et al, 1997). Aspek penatalaksanaan, diantaranya segera, bersih, debridement berulang-ulang, stabilisasi fraktur, menutup luka, dan bone-grafting sedini mungkin, merupakan hal yang sangat penting. Pemberian antibiotik juga merupakan faktor dalam pencegahan terjadinya infeksi pada penatalaksanaan fraktur terbuka (Gustilo, R.B. et al, 1990). Debridement segera fraktur terbuka merupakan hal yang dianggap paling penting terhadap pencegahan infeksi (Duane, R. et al, 2011; Jain, A.K., 2005; Pollak, A.P. et al, 2010).

(40)

kontaminasi bakteri untuk berkembang biak dan peranannya terhadap terjadinya infeksi. Jumlah bakteri dan kecepatan siklus reproduksi sel bakteri (lahir, tumbuh, dan mati) merupakan faktor yang penting dalam kontaminasi luka. Anglen (2001), melaporkan pentingnya irrigasi luka sebagai bagian dalam pegobatan fraktur terbuka.

As ap Dari hasil penelitian, didapatkan lokasi fraktur terbanyak adalah right cruris

sebanyak 7 orang (35%) dan paling sedikit adalah left arm dan left humerus sebanyak 1 responden (5%). Sebanyak 13 responden (65%) mengalami fraktur grade IIIb dan untuk fraktur grade IIIc hanya dialami oleh 1 responden (5%). Dari hasil kultur bakteri sebelum operasi ditemukan bakteri terbanyak adalah S. aureus (40%). Penelitian yang dilakukan Carsenti-Etesse et al (1999), menyebutkan kontaminasi bakteri pada pasien dengan fraktur tungkai bawah terbuka didapatkan bakteri gram negatif (25%) dan gram positif (75%). Diantara spesies bakteri gram positif, Staphylococci ditemukan 70% dari spesies yang dikultur. Hal ini sama dengan hasil penelitian yang didapatkan oleh Ojo et al (2010), dimana menyebutkan bahwa kuman tersering dari swab luka pasien yang mengalami fraktur terbuka adalah S. aureus, dengan rata-rata interval pasien dengan hasil kultur postif menjadi infeksi adalah 15,2 ± 7,9 jam. Pasca-operasi hari ke 3 dan ke 6 ditemukan bakteri terbanyak adalah polimikrobial dimana kuman tersering adalah Citrobacter freundii dan Pseudo aeruginosa masing-masing 25%.

(41)

antara waktu dilakukan debridement luka fraktur dengan terjadinya infeksi (p = 0.043, 95% CI = 0.086 - 4.539).

Seperti disebutkan sebelumnya, bahwa penggunaan standar penatalaksanaan debridement kurang 6 jam masih perlu dipertanyakan, dimana tidak ada batasan yang pasti terhadap infeksi rate dari fraktur terbuka. Beberapa penelitian menyebutkan hasil yang berbeda-beda. Namun, semakin cepat dilakukan tindakan debridement maka kejadian infeksi pada fraktur tulang panjang semakin rendah. (Kindsfater, K. et al, 1995; Kreder, H.J., 1995)

Sebagian peneliti melaporkan angka infeksi yang rendah bila debridement dilakukan dalam 6 jam. Singh, J. et al (2012), melaporkan 69 pasien dengan fraktur terbuka tibia derajat III dengan infeksi profunda terjadi pada delapan pasien (12%) dengan 5 diantaranya dari kelompok <6 jam dan 3 dari kelompok >6 jam. Namun pada penelitian yang lain menemukan tidak adanya perbedaan yang bermakna dalam waktu debridement dengan angka kejadian infeksi. Data dari LEAP ( Lower Extremity Assesment Project) pada 315 pasien patah tulang terbuka hanya menyimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara angka kejadian infeksi dengan waktu datang ke Rumah sakit bukan dengan waktu dilakukannya debridement (Friedrich, P., 1898; Robson, M.C. et al, 1973; Robson, M.C. et al, 1997).

(42)

Skaggs et al (2005) menemukan tidak terdapat perbedaan secara statistik antara fraktur terbuka yang dilakukan penundaan deberidement (p= 0,43). Hal yang sama juga ditunjukkan oleh Khatod et al (2003), bahwa pasien dengan fraktur terbuka yang didebridement dalam 6 jam dengan lebih dari 6 jam tidak menunjukkan hasil yang berbeda secara statistik.

Pemberian antibiotik inisial merupakan bagian yang penting juga mencegah terjadinya infeksi pada fraktur terbuka. Patzakins, Wilkins, dan Moore (1983), menyebutkan bahwa tindakan debridement bukan faktor penentu pada kejadian fraktur terbuka. Faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi pada fraktur terbuka termasuk ttidak memberikan antibiotk, bakteri resisten antibiotik pada luka, waktu yang lama mulai dari kejadian trauma sampe diberikan antibiotik, kerusakan jaringan lunak yang luas, dan ditemukannya Clostridium perferingens pada luka.

(43)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara waktu dilakukan debridement dengan terjadinya fraktur terbuka tulang panjang. Dimana semakin cepat dilakukan debridement pada fraktur terbuka (< 6 jam) maka kejadian infeksi pada fraktur terbuka semakin rendah.

6.2. Saran

(44)

DAFTAR PUSTAKA

1. Anglen, J.O. (2001). Wound irrigation in musculoskeletal injury. J Am Acad Orthop Surg. 9(4), 219-226.

2. Brady J.P. et al. (1994). Dorland’s Illustrated Medical Dictionary. Penerbit

Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Indonesia. 1994

3. BOA. (2009). Standards for the management of open fractures ofthe lower

limb.BAPRAS.1–24 diakses dari

http://www.boa.ac.uk/site/showpublications.aspx?id=59

4. Brunicardi, F., dan Charles.et al. (2010). Schwartz's Principles of Surgery, Nintth Edition, McGraw-Hill Company. United States of America.

5. Carsenti-Etesse H, Doyon F, Desplaces N, Gagey O, Tancrède C, Pradier C, Dunais B, et al. (1999). Epidemiology of Bacterial Infection During Management of Open Leg Fractures. Eur J Clin Microbiol Infect Dis, 18, 315–323.

6. Duane R. Hospenthal,et al.(2011). Guidelines for the Prevention of Infections Associated With Combat-Related Injuries: 2011 Update Endorsed by the Infectious Diseases Society of America and the Surgical Infection Society. The Journal of TRAUMA® Injury, Infection, and Critical Care.71, 2.

7. Fulkerson, E.W., dan Egol, K.E. (2009). Timing Issue in Fracture Management, A review of Current Consepts. Bulletin of the NYU Hospital for Joint Diseases. 67(1), 58-67.

8. Fred A. Luchette, Lawrence B. Bone, et al. (2000). East practice management guidelines work group: Practice management Guidelines for prophylacticAntibiotic use in open fractures. Eastern Association For The Surgery Of Trauma. Diakses dari www.east.org.

9. Gustilo RB, Merkow RL, dan Templeman D. (1990). Current concepts review the management of open fracture. J Bone Joint Surg Am. 72, 299-304.

(45)

11. Liberman dan Jay R. (2005)Textbook Bone Regeneration dan Repair, Humana Press, New Jersey.

12. Kamat dan Ameya S. (2011). Clinical Study : Infection Rates in Open Fractures of Tibia : Is the 6-Hour Rule Fact or Fiction? SAGE-Hindowi Access to Research Advances in Orthopaedics.

13. Khatod, M., Botte, M.J., Hoyt, D.B., Meyer, R.S., Smith, J.M., dan Akeson, W,H. (2003). Outcomes in open tibia fractures: relationship between delay in treatment and infection. J Trauma. 55(5), 949-954. 14. Kindsfater K, dan Jonassen EA. (1995). “Osteomyelitis in grade II and III

open tibia fractures with late debridement,” Journal of Orthopaedic Trauma. 9(2), 121–127.

15. Koval, J.K. dan Zuckerman, D.J. (2006). Handbook of Fractures, Third Edition, Lippincott Williams & Wilkins, United States of America. 23-25. 16. Kreder HJ dan Armstrong P. )1995).A review of open tibia fractures in

children, Journal of Pediatric Orthopaedics. 15(4), 482–488.

17. Krynger dan Zoel-Sisco, M. (2007). Vademecum Practical Plastic Surgery, First Edition, Landes Bioscience, Texas, United States of America.

18. Mansjoer, A., et al. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica Aesculpalus, FKUI, Jakarta

19. Neubauer et all. (2006). Open Fractures and Infection. Acta Chirurgiae Orthopaedicae Et Traumatologiae Čechosl. 73, 301–312.

20. Ojo OD, Oluwadiya KS, Ikem IC, Oginni LM, Ako-Nai AK, Daniel FV. (2010).Superficial swab cultures in open fracture management: insights from a resource-poor setting. J Wound Care. 19(10), 432-8.

21. Patzakis, M.J., Wilkins,J., dan Moore, T.M. (1983). Considerations in reducing the infection rate in open tibial fractures. Clin Orthop Relat Res, 178, 36-41.

(46)

23. Pollak, A.N. et al. (2010). The Relationship Between Time to Surgical Debridement and Incidence of Infection after Open High-Energy Lower Extremity Trauma, The Journal of Bone and Joint Surgery, Incorporated, 92, 7-5.

24. Robson MC. (1997). Wound infection. A failure of wound healing caused by an imbalance of bacteria. Surg Clin North Am. 77, 637–650

25. Salter, R. B. (1999)Textbook of Disorders and Injuries of The Musculoskeletal System, Baltimore, Maryland, United States of America. 26. Singh, J.et al. (2012). The Relationship between Time to Surgical

Debridement and Incidence of Infection in Grade III Open Fractures, Strat Trauma Limb Recon, Springer. 7, 33-37.

27. Skaggs, D.L., Friend, L., Alman, B., et al. (2005).The effect of surgical delay on acute infection following 554 open fractures in children. J Bone Joint Surg Am. 87(1), 8-12.

28. Spencer J, Smith A, Woods D. (2004). The effect of time delay on infection in open long-bone fractures: a 5-year prospective audit from a district general hospital. Ann R Coll Surg Engl. 86, 108–112.

29. Werner CM, Pierpont Y, Pollak AN. (2008). The urgency of surgical debridement in the management of open fractures. J Am Acad Orthop Surg. 16, 369-75.

30. Wiesel, Sam W.Delahay, John N. (2007). Essentials of Orthopedic

Surgery, Third Edition, Springer Science & Business Media, LLC United

States of America. 93, 99-100.

(47)

Distribusi antara waktu Debridemen dan Insiden Terjadinya Infeksi pada Pasien 19 557203 Firmansyah/

(48)

Lampiran 1 Susunan Peneliti

Peneliti

a. Nama lengkap : dr. Syariful Anwar H

b. Pangkat/Gol/NIP : Penata Tk. I / III c / 197510112006041002 c. Jabatan Fungsional : -

d. Fakultas : Kedokteran

e. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Pembimbing

a. Nama lengkap : dr. Husnul Fuad Albar, SpOT

b. Pangkat/Gol/NIP : PenataTk. I / III b / 197308292002121003 c. Jabatan Fungsional : Staf Bedah Ortopedi

d. Fakultas : Kedokteran

(49)

Lampiran 2 RIWAYAT HIDUP

Nama : dr. Syariful Anwar H

Alamat : Jl. STM, Suka Luhur no.18A Medan

Telepon : 061 – 7862942

HP : 085260511128

Tempat / tgl. Lahir : Medan, 11 Oktober 1975

Agama : Islam

Status : Menikah

Istri : dr. Fitri dewi Ismida

Anak : -

Pendidikan

1. SD Bhayangkari Medan, selesai tahun 1988 2. SMP 2 Medan, selesai tahun 1991

3. SMA Negeri 2 Medan, selesai tahun 1994

4. S-1 Sarjana Kedokteran (S.Ked), Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara, selesai tahun 1999

(50)

Lampiran 3 Publikasi Ilmiah

KEGIATAN ILMIAH

TEMPAT TANGGAL JUDUL

PRESENTASI

Keterangan

MABI XVII Palembang 13 s/d 15 juli 2008

Penanganan Prolaps Recti

Podium (Oral

Presentation) MABI XVIII Manado 08 s/d 10 Juli

2010

Hernia Umbilikal Cord dengan Isi Hepar

(51)

Lampiran 4

Rencana Anggaran Penelitian

No Uraian Jumlah

1 Pengumpulan data & honorarium Rp 2.000.000,- 2 Fotocopi kuesioner, dll (300 lbr x Rp 200) Rp 400.000,- 3 Pembuatan Proposal dan Laporan Penelitian Rp 500.000,- 4 Penggandaan Proposal dan Laporan Penelitian Rp 1.000.000,- 5 Pemeriksaan penunjang Lab lengkap + @

414.000 x 20 Pasien

Rp 8.280.000,-

Total Rp 12.180.000,-

(52)

Lampiran 5

Jadwal Penelitian

FEBRUA

RI 2013

MARET 2013

APRIL

2013 MEI 2013

JUNI 2013 PERSIAPAN

PELAKSANAAN PENYUSUNAN LAPORAN

(53)

Lampiran 6 Naskah Penjelasan kepada Subjek Penelitian/Orangtua/Kerabat Pasien Lainnya

Kepada Yth Bapak/Ibu………

Sebelumnya kami ingin memperkenalkan diri, nama saya dr. Syariful Anwar, bertugas di Departemen Ilmu Bedah FK USU/RSUP Haji Adam Malik Medan.

Bersama ini, kami ingin menyampaikan kepada Bapak/Ibu bahwa Departemen Ilmu Bedah FK USU-RS HAM Medan, bermaksud mengadakan penelitian mengenai “Hubungan Antara Waktu Debridement dan Insiden Terjadinya Infeksi pada Patah Tulang Panjang Terbuka Grade III di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.”

Penanganan patah tulang panjang terbuka saat ini menimbulkan kontroversi tentang protokol yang dapat digunakan agar didapat hasil yang terbaik. Penanganan terbaik yang sesuai dengan anjuran dari British Orthopaedic Association dan Infectious Diseases Society of America and the Surgical Infection Society adalah patah tulang panjang terbuka hendaknya dilakukan debridement dan stabilisasi patah tulang sebelum 6 jam sejak waktu kejadian.

Komplikasi yang sering terjadi pada patah tulang panjang terbuka adalah infeksi dan gangguan penyatuan tulang. Infeksi diartikan sebagai invasi dan pembiakan mikroorganisme di jaringan tubuh. Tingkat keparahan luka, tulang yang terkena dan waktu sejak kejadian hingga ditangani merupakan hal yang mempengaruhi keberhasilanya.

Debridement pada patah tulang panjang terbuka bertujuan untuk mengurangi angka infeksi dan morbiditas. Standar prosedur debridement segera dibawah 6 jam yang selama ini dianut masih diperdebatkan. Sebagian peneliti melaporkan angka infeksi yang rendah bila debridement dilakukan dalam 6 jam setelah terjadinya patah terbuka.

(54)

Pertama, ketika Bapak/Ibu akan dilakukan tindakan debridement di Kamar Operasi IGD. Kedua, setelah tiga hari di debridement. Ketiga, hari ke enam setelah didebridement. Hasil swab tersebut akan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dilakukan kultur kuman. Kemudian akan dilihat apakah ada pertumbuhan kuman atau tidak.

Pada pengambilan sampel swab ini tidak ditemukan efek samping karena kami hanya mengambil cairan dari luka saja. Kerahasiaan pribadi akan kami jamin.

(55)

Lampiran 7

Persetujuan Setelah Penjelasan “ Informed Consent “

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ………..……

Umur : ……… tahun L / P

Alamat :………..………..

Hubungan dengan pasien : Saya sendiri/Bapak/Ibu/anak/hubungan kerabat lainnya Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan

PERSETUJUAN

untuk dilakukan tindakan operasi terhadap diri saya/anak/kerabat/Bapak, sesuai penyakit yang dideritanya :

Nama : ………. Umur ……...…… tahun

Alamat Rumah :……...………..

yang tujuan, sifat, dan perlunya dilakukan tindakan operasi tersebut di atas, serta resiko yang dapat ditimbulkannya telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya.

Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

Medan,………2013 Yang memberikan penjelasan Yang membuat pernyataan persetujuan

dr. ... ………...

(56)

Lampiran 8

Persetujuan dari Komisi Etika Penelitian

PERSETUJUAN KOMISI ETIK TENTANG PELAKSANAAN PENELITIAN BIDANG KESEHATAN

Nomor : ………

Yang bertanda tangan di bawah ini, Ketua Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, setelah dilaksanakan pembahasan dan penilaian usulan penelitian yang berjudul:

HUBUNGAN ANTARA WAKTU DEBRIDEMENT DAN INSIDEN TERJADINYA INFEKSI PADA PATAH TULANG PANJANG TERBUKA

GRADE III DI RUMAH SAKIT PENDIDIKAN FK – USU MEDAN

Yang menggunakan manusia sebagai subjek penelitian dengan: Ketua Pelaksanaan / Peneliti Utama : dr. Syariful Anwar H

Institusi : Departemen Ilmu Bedah FK USU

Dapat disetujui pelaksanaannya selama tidak bertentangan dengan nilai – nilai kemanusiaan dari kode etik penelitian biomedik.

Medan,………2013 Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran USU

(57)

Lampiran 9

(58)

Lampiran 10 Tabel Pemantauan Luka Patah Tulang Panjang Terbuka Grade III :

….. ** 6 Jam Post Trauma dan ….. ** 6 Jam Tindakan Debrideman

Hari pemantauan

Pemeriksaan Lokal Pemeriksaaan sistemik Infeksi

Inflamasi pus Pertumbuhan kuman

Hitung Leukosit

Demam takikardia

( + ) ( - ) Pre op

Post op H 3 Post op

H 6

Gambar

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Lokasi Fraktur
Tabel 4.3 D 4.3 Distribusi waktu kejadian hingga
Gambar 4.2. Diagram distribusi waktu kejadian debridement
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Hasil Kultur Bakteri Pre Operasi, hari
+3

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan : Hasil ini menunjukkan bahwa miopia sedang-berat dan TIO merupakan faktor resiko terjadinya glaukoma sudut terbuka primer, dan pada miopia sedang-berat

Besarnya rasio odds adalah 1,25, sehingga lama pemberian ASI dapat disimpulkan sebagai faktor risiko terjadinya kanker payudara.Dari hasil analisis data tersebut

beberapa faktor risiko terhadap terjadinya kasus penyakit hepatitis C. - Bagi pihak rumah sakit: Diharapkan dapat menjadi bahan