ABSTRACT
LEGAL PROTECTION AGAINST VICTIMSOF VIOLENCE LABOR INDONESIA ABROAD (STUDY IN THE PROVINCE BP3TKI
LAMPUNG)
By
ARDI MUHARI
Indonesian workers who qualify for work abroad. Such as labor maids often treated poorly by the employer in the Foreign such as violence. Indonesian government agencies such as Lampung BP3TKI assigned to provide legal protection to migrant workers victims of crimes of violence on foreign affairs. Problems in this research : How can the legal protection given to victims of crime BP3TKI violence of Indonesian workers abroad and what is the limiting factor in providing legal protection for victims of criminal acts of violence of Indonesian workers abroad.
The method used by the author of normative juridical approach and empirical jurisdiction. The collection of data based on literature studies and field studies.
BNP2TKI and the Indonesian embassy in sync with BP3TKI Lampung provide legal safeguards in the form of medical rehabilitation assistance, social rehabilitation, and provide information to the return of victims to their families. As well as legal assistance / advocacy to victims through government attorney given by the chairman of the task force on protection of Indonesian citizens and the Indonesian embassy in prosecuting perpetrators of crimes of violence Indonesian workers overseas. Limiting factor in providing legal protection to migrant workers is different regulations and must be respected as political and diplomatic relations between States, as well as prospective workers who ignore preparation and departure briefing choose illegal labor recruitment agencies.
Suggestions from this study are expected to BP3TKI, BNP2TKI, Embassy, Community, and the police, establish better coordination with regard to the legal protection of migrant workers abroad. and held a socialization to the people who would be prospective workers in order to employ the services of labor brokers official of the government, as well as the assessment and development of regulatory protection of migrant workers overseas with current developments.
ABSTRAK
PERLINDUNGAN HUKUM KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI
( STUDI PADA BP3TKI PROVINSI LAMPUNG ) Oleh
ARDI MUHARI
Tenaga Kerja Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di Luar Negeri. Seperti tenaga kerja pembantu rumah tangga yang sering diperlakukan buruk oleh para majikan di Luar Negeri seperti kekerasan. Lembaga pemerintah Indonesia seperti BP3TKI Lampung bertugas memberikan perlindungan hukum kepada TKI korban tindak pidana kekerasan di Luar Negeri. Permasalahan dalam penelitian ini: Bagaimanakah perlindungan hukum yang dapat diberikan BP3TKI terhadap korban tindak pidana kekerasan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri dan Apakah yang menjadi faktor penghambat dalam memberikan perlindungan hukum bagi korban tindak pidana kekerasan Tenaga Kerja Indonesia di LuarNegeri.
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data berdasarkan studi kepustakaan dan studi lapangan.
BNP2TKI dan KBRI bersinkronisasi dengan BP3TKI Lampung memberikan upaya perlindungan hukum berupa bantuan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, dan memberikan informasi hingga kepulangan korban kepihak keluarga. Serta dampingan hukum / Advokasi kepada korban melalui pengacara yang diberikan pemerintah oleh Ketua Satuan Tugas Perlindungan WNI dan KBRI dalam mengadili pelaku tindak pidana kekerasan TKI di Luar Negeri. Faktor penghambat dalam memberikan perlindungan hukum ialah peraturan yang berbeda dan harus dihormati seperti hubungan politik dan diplomatik antar Negara, serta calon TKI yang mengabaikan persiapan pembekalan keberangkatan dan memilih jasa penyalur tenaga kerja ilegal.
Saran dari penelitian ini diharapkan kepada BP3TKI, BNP2TKI, KBRI, Masyarakat, serta Kepolisian, menjalin koordinasi dengan baik kaitannya dengan perlindungan hukum TKI di Luar Negeri. dan diadakan suatu kegiatan sosialisasi kepada masyarakat yang akan menjadi calon TKI agar menggunakan jasa penyalur tenaga kerja yang resmi dari pemerintah, serta kajian dan pengembangan peraturan perlindungan TKI di Luar Negeri dengan perkembangan saat ini.
PERLINDUNGAN HUKUM KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI
( Studi Pada BP3TKI Provinsi Lampung )
Oleh
ARDI MUHARI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Pada
Bagian Hukum Pidana
Fakultas HukumUniversitas Lampung
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
Perlindungan Hukum Korban Tindak Pidana Kekerasan
Terhadap Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri
( Studi pada BP3TKI Provinsi Lampung )
ARDI MUHARI
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang ... .. ...1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian...9
C. Tujuan Penelitian dan Kegunaaan Penelitian ...10
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual...11
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ...34
E. Analisis Data...35
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...36
A. Perlindungan hukum yang di Berikan BP3TKI terhadap Korban tindak pidana kekerasan TKI di Luar Negeri...36
B. Faktor penghambat dalam perlindungan hukum tenaga kerja Indonesia korban tindak pidana kekerasan di Luar Negeri...49
V. PENUTUP...57
A. Simpulan ...57
B. Saran ...58
MOTTO
Sesuatu yang dikerjakan dengan niat penuh akan mendapat hasil yang luar biasa
Pendidikan mempunyai akar yang pahit tetapi buahnya manis ( Aristoteles )
PERSEMBAHAN
Dengan segala kerendahan hati kupersembahkan karya tulisku ini kepada:
Kedua Orang Tuaku
Terimakasih Untuk Semua Kasih Sayang dan
Pengorbanannya Sehingga Aku Bisa Menjadi Orang Yang Berhasil
Kakakku
Tumbuh Bersama Dalam Suatu Ikatan Keluarga Membuatku Semakin Yakin Bahwa Dialah Yang Akan Membantuku Di
Saat Susah Maupun Senang
Seluruh Keluarga Besar
Selalu Memotivasi, Doa dan Perhatian Sehingga Aku Lebih Yakin Dalam Menjalani Hidup Ini
Untuk Teman Kekasih
Dwinta Anggriyanti, S.Pd.I., yang sangat berperan penting dalam menyelesaikan Skripsi ini
Almamater Universitas Lampung
Tempat Aku Menimba Ilmu, Disinilah Aku Mendapatkan Ilmu Dan Pengetahuan Yang Menjadi Bagian Jejak Langkahku
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 06 Januari
1993 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara, yang merupakan
anak Laki-Laki pertama dari pasangan Ayahanda Muzakar
Alihusien dan Ibunda Handari. Jenjang pendidikan penulis
dimulai pada SDN 1 Sukarame Bandar lampung pada tahun 1998
dan selesai tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan jenjang pendidikan di
MTs Negri 2 Bandar Lampung dan selesai pada tahun 2007. Setelah itu
melanjutkan ke MAN 1 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2010.
Kemudian tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN program pendidikan Strata 1 (S1)
dan mengambil bagian Hukum Pidana. Penulis mengikuti organisasi
kemahasiswaan Persikusi tahun ajaran 2010-2011 di tingkat Fakultas, dan Penulis
aktif di organisasi lainnya yaitu Kesenian Musik yang berlokasi di Pasar Seni
SANWACANA
Alhamdulillahirabbil ’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : Perlindungan Hukum Korban Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri ( Studi pada BP3TKI Provinsi Lampung ), sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
Segala kemampuan telah penulis curahkan guna menyelesaikan skripsi ini, namun
penulis menyadari masih terdapat kekurangan baik dari segi substansi maupun
penulisannya. Oleh karena itu, berbagai saran, koreksi, dan kritik yang
membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan dan
kesempurnaan skripsi ini.
Penulis menyadari ini bukanlah hasil jerih payah sendiri akan tetapi berkat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materil sehingga
penulisan skripsi ini dapat selesai. Oleh karena itu, di dalam kesempatan ini
penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan rasa terima kasih yang tulus
kepada :
1. Bapak Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
2. Ibu Diah Gustiniati M, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Pidana
sekaligus Pembimbing I (satu) atas kesediaannya dan kesabarannya untuk
membantu dan mengarahkan hingga terselesaikannya skripsi ini.
3. Ibu Firganefi, S.H., M.H. selaku Sekretaris Bagian Hukum Pidana atas
kesediaannya dan kesabarannya untuk membantu, mengarahkan, dan
memberi masukan agar terselesaikannya skripsi ini.
4. Bapak Rinaldy Amrullah, S.H., M.H. selaku Pembimbing 2 (dua) yang telah
meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk memberikan bimbingan
serta motivasi dalam perbaikan skripsi penulis dan telah banyak membantu
penulis melalui pengarahan dan pemikiran, sehingga penulis mendapat
pelajaran hidup yang akan selalu menjadi inspirasi dan pedoman yang Insya
Allah akan selalu di pegang teguh oleh penulis.
5. Ibu Dr. Nikmah Rosidah, S.H., M.H. selaku Pembahas I (satu) yang telah
meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk memberikan bantuan,
koreksi, masukan dan kritik dalam penulisan skripsi ini.
6. Bapak Eko Raharjo, S.H., M.H. selaku Pembahas II (dua) yang telah
meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk memberikan bantuan,
koreksi, masukan dan kritik dalam penulisan skripsi ini.
7. Ibu Widya Krulinasari, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik yang telah
banyak mengajarkan dan mengarahkan dari awal hingga akhir perkuliahan
kepada penulis selama di Fakultas Hukum Unila. Terima kasih atas segala
8. Seluruh Dosen Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu
dan pengetahuan kepada penulis, serta terima kasih kepada seluruh staf
administrasi Fakultas Hukum Universitas Lampung.
9. Ibu Sri Haryanti selaku Kepala Balai Pelayanan Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Provinsi Lampung, yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk penulis melakukan wawancara pada saat penulis
melakukan penelitian.
10. Ibu Iptu Sri Andaryanti Selaku Panit Subdit 4 Renakta Ditreskrim Umum
Polda Lampung, yang telah bersedia meluangkan waktu untuk penulis
melakukan wawancara pada saat penulis melakukan penelitian.
11. Heni Siswanto selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung, yang
telah bersedia meluangkan waktu untuk penulis melakukan wawancara pada
saat penulis melakukan penelitian.
12. Untuk Sahabatku Wahyu Tamlika, Rahmat Erlangga, L Hendy Permana,
Burnawan, Fahmi Hidayat, Iffan Mustawa, dan teman lainnya yang
bersama-sama menjalani perkuliahan semoga setelah beranjak dari kampus hukum bisa
tetap bertemu bercanda tawa bersama kembali.
13. Keluarga Bagian Hukum Pidana dan Keluarga Besar Fakultas Hukum 2010
terimakasih telah menjadi bagian perjalanan hidupku, besar harapan
silaturahmi tak berujung.
14. Kedua orang tua penulis yang telah menjadi inspirasi terbesar penulis,
Handari (ibu) dan Muzakar Alihusin (ayah), yang telah menjadi orang tua
terhebat di dunia. Ajaran dan semangat yang kalian berikan telah mengantar
Sarjana Hukum lulusan Fakultas Hukum Unila. Semoga Ayah dan Ibu selalu
sehat sehingga aku dapat memberikan kebahagiaan dan kebanggaan yang
belum aku berikan kepada kalian sebagai anak yang berbakti kepada orang
tuanya.
15. Kakak pertamaku Andina Fratini, AMd.Keb. dan kakak keduaku tersayang
Andre Rizky Afrizon (Alm), terimakasih banyak atas Kasih Sayang dan
motivasi yang Ayuk Dina Berikan sangat berarti untuk penulis dan kerinduan
yang sangat indah untuk kak Andre hingga penulis selalu semangat menjalani
hidup.
16. Keluarga Besarku yang telah mendukung dan membantu serta memberikan
semangat kepada penulis.
17. Serta semua pihak yang terlibat yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
penulis mengucapkan terima kasih atas doa dan dukungannya dalam
menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT mencatat dan mengganti
semuanya sebagai amal sholeh.
Akhir kata, sangat penulis sadari bahwa berakhirnya masa studi ini adalah awal
dari perjuangan panjang untuk menjalani kehidupan yang sesungguhnya. Sedikit
harapan semoga karya kecil ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.
Amin.
Bandar Lampung, 2015
Penulis,
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini tidak ada satu negarapun yang hidup mengisolasi diri dari kehidupan
masyarakat internasional, hal ini disebabkan oleh perbedaan kekayaan
sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan kemajuan di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi yang dimiliki oleh masing-masing negara. Guna
menutupi segala kekurangan yang dimiliki oleh masing-masing negara tersebut,
maka negara-negara akan melakukan hubungan dengan negara-negara lainnya.
Sebagai upaya memenuhi kebutuhan negaranya dan berdasarkan pada kerangka
hubungan antar negara yang sudah terjalin (hubungan diplomatik), maka
negara-negara akan melakukan berbagai transaksi diberbagai bidang, seperti di bidang
ekonomi antara lain perdagangan internasional (barang, jasa, investasi dan hak
kekayaan intelektual), bidang tenaga kerja.1
Indonesia sebagai negara berkembang menghadapi berbagai permasalahan, salah
satu diantaranya adalah masalah pengangguran. Guna mengurangi jumlah
pengangguran, maka pemerintah harus menciptakan lapangan kerja di dalam
negeri, di samping itu kebijakan lain yang dilakukan pemerintah untuk
mengurangi pengangguran adalah mengirim tenaga kerja Indonesia ke luar Negeri
2
baik di sektor formal maupun non-formal perihal untuk menciptakan lapangan
kerja adalah menjadi kewajiban pemerintah, dan mendapatkan pekerjaan adalah
hak setiap Warga Negara Indonesia (WNI), hal ini diamanatkan dalam Pasal 27D
ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 dan perubahannya yang menentukan,
“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan”. Selain berhak memperoleh pekerjaan, Pasal 38 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menentukan
bahwa warga negara juga berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang
disukainya.
Secara umum jumlah tenaga kerja yang ditempatkan di luar Negeri selalu
meningkat dari tahun ke tahun., apabila di lihat menurut kawasan negara tujuan,
maka kebanyakan tenaga kerja Indonesia ini (baik yang bekerja secara formal
maupun nonformal) ditempatkan di kawasan Timur Tengah seperti Arab Saudi,
Kuwait, Uni Emirat Arab, Jordania, dan Qatar, serta Afrika. Sisanya ditempatkan
di kawasan Asia Pasifik seperti Malaysia, Singapura, Hong Kong, Korea Selatan,
Taiwan, dan Amerika Serikat. Khusus untuk Hong Kong yang bekerja dalam
bidang nonformal.2
Guna mengatur berbagai masalah yang berkaitan dengan tenaga kerja, khususnya
masalah perlindungan dan penyaluran Tenaga Kerja Indonesia ( di singkat TKI )
ke luar Negeri di atur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
2
3
Bahwa penempatan TKI merupakan suatu upaya untuk mewujudkan hak dan
kesempatan yang sama bagi tenaga kerja untuk memperoleh pekerjaan dan
penghasilan yang layak, yang pelaksanaannya dilakukan dengan tetap
memperhatikan harkat, martabat, hak asasi manusia, dan perlindungan hukum
serta pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai
dengan kebutuhan nasional dan Penempatan perlu dilakukan secara terpadu antara
instansi Pemerintah baik Pusat maupun Daerah dan peran serta masyarakat dalam
suatu, sistem hukum guna melindungi TKI yang ditempatkan di luar Negeri.
Bagi masyarakat yang memilih untuk menjadi TKI, pekerjaan itu merupakan
solusi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, tetapi banyak yang tidak
mengetahui perlindungan bagi yang akan bekerja di Luar Negeri dan konsekuensi
setelah bekerja di Luar Negeri.
Terdapat tiga faktor kunci yang mempengaruhi peningkatan fenomena migrasi
buruh yaitu3:
a. The pull factoryang diakibatkan oleh perubahan demografi dan kebutuhan tenaga kerja di banyak negara industri;
b. The push factor berkaitan dengan persoalan kependudukan, pengangguran, tekanan krisis di negara-negara berkembang;
c. Eksistensi jaringan antar negara berdasarkan aspek keluarga, budaya, dan sejarah.
3
4
Sesuai dengan undang-undang dan peraturan perundang-undangan yang mengatur
ketenagakerjaan, para TKI yang bekerja di Luar Negeri ada yang di koordinir dan
diselenggarakan oleh Pemerintah R.I dan ada pula yang diberangkatkan oleh
Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS). TKI yang di
kordinir dan diberangkatkan oleh institusi ini di sebut sebagai TKI legal. Akan
tetapi ada pula TKI yang bekerja di Luar Negeri melalui prosedur tidak resmi,
misalnya dengan menggunakan PPTKIS yang ilegal atau tidak resmi serta bisa
juga melalui visa kunjungan.
Para TKI khususnya yang bekerja di sektor nonformal pada umumnya tidak
memiliki keahlian khusus, sehingga mereka hanya menjadi tenaga kerja kasar atau
buruh, atau pembantu rumah tangga. Kualitas sumber daya manusia yang terbatas
dan pendidikan yang masih rendah serta keahlian dalam penguasaan bahasa,
kadang menjadi suatu hambatan dalam pekerjaan, sering kali mendapatkan
kekerasan fisik oleh majikan yang mempekerjakan mereka membuat mereka
diperlakukan semena-mena oleh para majikan, gaji tidak di bayar, pemutusan
hubungan kerja, kekerasan, pelecehan seksual, dan tidak mendapatkan jaminan
kesehatan.4
Seperti Tenaga Kerja Indonesia yang bernama Win Faidah asal Lampung Timur
yang menjadi korban kekerasan yang dialami selama bekerja sebagai pembantu
rumah tangga di Penang Malaysia, awal cerita kronologi Win diberangkatkan
sebagai TKI ke Negara Singapura kemudian saat tiba di sana Win dinyatakan
tidak lulus bahasa Inggris. Sehingga dipulangkan ke Batam dan di paksa
4
5
berangkat ke Malaysia untuk menjadi tenaga kerja sebagai pembantu rumah
tangga dan mendapat ancaman denda sebesar Rp 20.000.000 jika meminta pulang
ke daerah asalnya Dusun Sidoluhur, Desa Buanasakti, Kecamatan Batanghari,
Lampung Timur. Saat bekerja di Malaysia dirinya di perkosa oleh majikan
laki-laki yang bernama A. Valeu kemudian majikan perempuan yang bernama S.M
Poongavanam alias Sunty menuduh dia menggoda suaminya Setelah ituwin
mendapatkan tindak pidana kekerasan yang berupa di siram air panas, di pukul, di
suruh mengepel lantai dengan lidah, dan di cabut kuku jari tangan hingga tidak
sadarkan diri, kemudian Win Faidah di buang ke jalan dengan menggunakan
kendaraan pribadi majikan.
Kemudian Win Faidah yang tidak sadarkan diri ditemukan oleh dua warga
Malaysia yang bernama Mohamad Sobri dan Puan Zaizan yang melihat kejadian
tersebut dan segera melakukan upaya penyelamatan dengan membawa korban ke
rumah sakit.dan kasus itu kemudian dilaporkan ke polisi setempat lalu laporan
tersebut disampaikan ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala
Lumpur dan disampaikanlah ke Pemerintah Indonesia khususnya Badan Nasional
Perlindungan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dan Balai
Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI)
untuk memberikan perlindungan hukum kepada TKI yang mengalami korban
tindak pidana kekerasan, Win Faidah dititipkan di rumah perlindungan Bukit
Ledang Kuala Lumpur dalam kurun waktu paling lama 3 (tiga) bulan untuk
6
Kemudian tersangka pelaku kejahatan tindak pidana kekerasan S.M Poongavanam
alias Sunty mendapatkan hukuman 8 tahun penjara serta membayar denda sebesar
20 ringgit ( Rp 56.000.000 ) bila tidak sanggup membayar denda maka dapat di
ganti dengan hukuman 8 bulan penjara sesuai keputusan Mahkamah Pengadilan
Pulau Penang.5
Tabel 1. Data permasalahan yang dialami Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri
No Kasus dan Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia
1.
Sumber : data yang di peroleh dari BP3TKI Lampung tahun 2013–2015.
Berdasarkan data di atas permasalahan TKI di luar Negeri berjumlah 85 orang
yang terdiri dari TKI meninggal dunia 15 orang. Sakit 20 orang, tindak pidana
oleh majikan 4 orang, deportasi 11 orang, minta dipulangkan 6 orang, korban
penipuan 2 orang, putus komunikasi 10 orang, serta masalah lainnya 17 orang.
5
7
Lembaga Negara Indonesia memberikan perlindungan hukum terhadap korban
tindak pidana berdasarkan pasal 94 UU Nomor 39 Tahun 2004 ialah dibentuknya
BNP2TKI untuk menjamin penempatan dan perlindungan TKI di Luar Negeri
dan sebagaimana yang di atur dalam UU Nomor 39 tahun 2004 pasal 95 ayat (1)
mempunyai tugas sebagai pelaksanaan kebijakan di bidang penempatan dan
perlindungan TKI di luar negeri secara terkoordinasi dan terintegrasi.
Kemudian upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan yang menyeluruh
ke berbagai Provinsi di Indonesia maka sesuai UU Nomor 39 Tahun 2004 pasal
98 ayat (1) dan Peraturan Menteri Nomor PER/14/MEN/X/2010 dibentuklah
BP3TKI Provinsi Lampung sebagai cabang lembaga dari BNP2TKI (pusat) yang
memiliki tugas dan fungsinya sebagai mana yang di atur dalam Peraturan Menteri
Nomor PER/14/MEN/X/2010 :
1. Memberikan surat pengantar rekrut kepada PPTKIS.
2. Penerimaan surat perjanjian penempatan TKI yang telah lulus seleksi.
3. Melakukan pelayanan penempatan TKI di Luar Negeri.
4. Pembekalan akhir pemberangkatan (PAP) diselanggarakan oleh BP3TKI.
5. Pembuatan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN).
6. Berkoordinasi dengan kepala pemerintah daerah yaitu Gubernur dalam memberikan pelayanan penempatan dan perlindungan TKI
8
Adapun dasar hukum yang mengatur tentang BNP2TKI dan BP3TKI yang di
antaranya adalah :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER/14/MEN/X/2010.
3. PP No 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
4. Peraturan Presiden Nomor 81 tahun 2006 tentang Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.
5. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara.
6. Keputusan Presiden Nomor 02/M/2007 tentang pengangkatan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.
Perlindungan korban tindak pidana kekerasan sudah seharusnya dilindungi haknya
untuk mendapatkan perlakuan yang manusiawi dalam melakukan pekerjaannya.
BP3TKI Provinsi Lampung memiliki kewajiban untuk melindungi TKI
Indonesiakhususnya TKI asal Provinsi Lampung, mengingat banyak sekali tenaga
kerja asal Lampung yang berminat untuk menjadi TKI di Luar Negeri dan
mengalami tindak kekerasan yang dilakukan oleh majikannya saat bekerja di Luar
Negeri, dengan sesuai ketentuan hukum dan peraturan yang sudah mengatur
dalam peran lembaga perlindungan hukum korban tindak pidana TKI di Luar
9
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik menyusun karya tulis guna
memenuhi kewajiban pemenuhan syarat untuk usulan penulisan karya ilmiah
hukum dan mendapatkan gelar Sarjana Hukum dengan judul “ Perlindungan
Hukum Korban Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Tenaga Kerja Indonesia di
Luar Negeri ( Studi pada BP3TKI Provinsi Lampung )”.
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup
1. Permasalahan
Berdasarkan uraian yang dikemukakan dalam latar belakang maka penulis
mengangkat permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah perlindungan hukum yang dapat diberikan BP3TKI terhadap
korban tindak pidana kekerasan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri ?
2. Apakah yang menjadi faktor penghambat dalam memberikan perlindungan
hukum bagi korban tindak pidana kekerasan Tenaga Kerja Indonesia di Luar
Negeri ?
2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup substansi pembahasan masalah ini di kaji dalam ruang lingkup
perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah melalui perangkat
hukumnya dalam kajian Peraturan Perundang-Undangan dan agar tidak terjadi
perluasan dalam pembahasan sehingga memungkinkan penyimpangan dari judul,
10
memberikan perlindungan hukum kepada korban tindak pidana kekerasan Tenaga
Kerja Indonesia di Luar Negeri yaitu lembaga BP3TKI Provinsi Lampung.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk :
a. Untuk menganalisis upaya BP3TKI Provinsi lampung dalam memberikan
perlindungan terhadap korban tindak pidana Tenaga Kerja Indonesia di Luar
Negeri.
b. Untuk menganalisis serta mengkaji hambatan yang dihadapi dalam
pelaksanaan perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana Tenaga Kerja
Indonesia, serta hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
untuk pengembangan ilmu hukum, khususnya dalam hukum pidana.
2. Kegunaan Penelitian
Bertitik tolak dari tujuan penelitian atau penulisan skripsi itu sendiri, penelitian ini
mempunyai dua kegunaan yaitu dari sisi teoritis dan praktis, adapun kegunaan
11
a. Kegunaan Teoritis
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memperluas cakrawala serta dapat menjadi
bahan referensi serta dapat memberikan masukan-masukan di samping
Undang-Undang dan Peraturan Perundang-Undang-Undangan.
b. Kegunaan Praktis
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan teoritis dan rujukan
bagi penegak hukum, masyarakat, dan pihak-pihak terkait yang berkaitan dengan
perlindungan hukum bagi setiap warga negaranya mengenai hak-hak bagi TKI
sebagai korban tindak pidana agar bisa memberikan perlindungannya di Luar
Negeri, selain itu sebagai informasi dan pengembangan teori serta tambahan
kepustakaan bagi praktisi maupun akademisi.
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dari hasil
pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan
identifikasi dimensi-dimensi sosial yang di anggap relevan oleh peneliti.6
Perlindungan hukum bagi setiap Warga Negara Indonesia tanpa terkecuali, dapat
ditemukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD
1945), untuk itu setiap peraturan yang berlaku senantiasa mampu memberikan
jaminan perlindungan hukum bagi semua orang, dan ketentuan yang mengatur
6
12
tentang adanya persamaan kedudukan hukum bagi setiap Warga Negara Indonesia
tanpa terkecuali.
Menurut Satjipto Raharjo mendefinisikan Perlindungan Hukum adalah
memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain
dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat
menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum, serta adanya upaya
melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan
kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut.7
Perlindungan hukum korban kejahatan sebagai bagian dari perlindungan
masyarakat, dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti melalui pemberian
restitusi, kompensasi, pelayanan medis, dan bantuan hukum.
Mengenai permasalahan faktor penghambat dalam upaya penegakan hukum, maka
dapat menggunakan teori Soerjono Soekamto, faktor-faktor yang mempengaruhi
penegakan hukum adalah sebagai berikut8:
a. Faktor hukumnya sendiri ( Undang-Undang).
b. Faktor penegak hukum yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum.
c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.
e. Faktor kebudayaan.
7 Satjipto Rahardjo,Penyelenggaraan Keadilan dalam Masyarakat yang Sedang Berubah, Jurnal Masalah
Hukum,1993. 8
13
2.Konseptual
Kerangka konseptual adalah merupakan kerangka yang menggambarkan
hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti
yang berkaitan dengan istilah yang akan diteliti atau diinginkan.9
Kerangka konseptual yang diketengahkan akan dibatasi pada konsepsi pemakaian
istilah-istilah dalam penulisan ini yaitu Perlindungan Hukum Korban Tindak
Pidana Kekerasan Terhadap Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri ( Studi pada
BP3TKI Provinsi Lampung ). Adapun pengertian dari istilah tersebut adalah :
a. Perlindungan hukum adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian
bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban yang
wajib dilaksanakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau
lembaga lainnya.10
b. Korban tindak pidana kekerasan adalah seseorang yang mengalami
Kekerasan fisik yaitu kekerasan nyata yang dapat dilihat, dirasakan oleh
tubuh yang dapat berupa penghilangan kesehatan atau kemampuan normal
tubuh, penderitaan psikis, mental, fisik, seksual, dan/atau sosial, sebagai
akibat dari perbuatan tindak pidana kepada korban.11
9
Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, Ui Press, Jakarta,1984,hlm 132.
10
Pasal 1 Ayat (6) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
11
14
c. Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri adalah Tenaga Kerja Indonesia yang
selanjutnya di sebut dengan TKI yaitu setiap Warga Negara Indonesia yang
memenuhi syarat untuk bekerja di Luar Negeri dalam hubungan kerja untuk
jangka waktu tertentu dengan menerima upah.12
d. Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
(BP3TKI) Adalah balai yang di bentuk pemerintah dalam memberikan
perlindungan hukum bagi TKI dalam menjalankan kewajiban pemerintah
melindungi setiap Warga Negaranya sebagai TKI di Luar Negeri, Untuk
kelancaran pelaksanaan pelayanan penempatan TKI, Badan Nasional
Penempatan dan Perlindungan TKI membentuk Balai Pelayanan Penempatan
dan Perlindungan TKI di Ibukota Provinsi dan/atau tempat pemberangkatan
TKI yang di anggap perlu.13
E. Sistematika Penulisan
Guna mempermudah pemahaman terhadap skripsi ini secara keseluruhan, maka
disajikan penulisan sebagai berikut :
I. PENDAHULUAN
Merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang penulisan skripsi,
permasalahan dan ruang lingkup penulisan skripsi, tujuan dan kegunaan
penulisan, kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan.
12Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga
Kerja Indonesia di Luar Negeri. 13
15
II. TINJAUAN PUSTAKA
Merupakan bab tinjauan pustaka sebagai pengantar dalam memahami
pengertian-pengertian umum tentang pokok-pokok bahasan yang merupakan tinjauan yang
besifat teoritis yang nantinya akan dipergunakan sebagai bahan studi
perbandingan antara teori dan praktek.
III. METODE PENELITIAN
Merupakan bab yang memberikan penjelasan tentang langkah-langkah yang
digunakan dalam pendekatan masalah serta uraian tentang sumber-sumber data,
pengolahan data dan analisis data.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Merupakan jawaban atas pembahasan dari pokok masalah yang akan dibahas
yaitu Perlindungan Hukum Korban Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Tenaga
Kerja Indonesia di Luar Negeri ( Studi pada BP3TKI Provinsi Lampung ).
V. PENUTUP
Bab ini merupakan hasil dari pokok permasalahan yang diteliti yaitu merupakan
kesimpulan dan saran-saran dari penulis yang berhubungan dengan permasalahan
16
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tindak Pidana
Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di
kenal dengan istilah strafbar feit dan dalam KUHP (Kitab Undang–Undang
Hukum Pidana) dengan perbuatan pidana atau peristiwa pidana. KataStrafbar feit
inilah yang melahirkan berbagai istilah yang berbeda–beda dari kalangan ahli
hukum sesuai dengan sudut pandang yang berbeda pula. Ada yang
menerjemahkan dengan perbuatan pidana, tindak pidana dan sebagainya. Dari
pengertian secara etimologi ini menunjukan bahwa tindak pidana adalah
perbuatan kriminal, yakni perbuatan yang di ancam dengan hukuman. Dalam
pengertian ilmu hukum, tindak pidana di kenal dengan istilahcrimedancriminal.1
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata pidana berarti hukuman kejahatan
tentang pembunuhan, perampokan, korupsi dan lain sebagainya. Pidana juga
berarti hukuman. Dengan demikian, kata mempidana berarti menuntut
berdasarkan hukum pidana, menghukum seseorang karena melakukan tindak
pidana.
Di pidana berarti di tuntut berdasarkan hukum pidana, di hukum berdasarkan
hukum pidana, sehingga terpidana berarti orang yang dikenai hukuman. beberapa
17
istilah yang dapat digunakan untuk tindak pidana, antara lain delict (delik),
perbuatan pidana, peristiwa pidana, perbutan pidana, perbuatan yang boleh di
hukum, pelanggaran pidana, criminal act dan sebagainya. Tindak pidana berarti
suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.2
Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana yaitu perbuatan yang di larang
oleh suatu aturan hukum, larangan yang juga disertai ancaman (sanksi) yang
berupa pidana tertentu bagi siapa melanggar larangan tersebut, dapat juga
dikatakan perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum di
larang dan di ancam pidana, larangan tersebut ditujukan kepada perbuatan, yaitu
suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh perbuatan orang, sedangkan
ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.3
Lebih lanjut Molejatno menjelaskan antara larangan dan ancaman pidana ada
hubungan erat, karena itu antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian
itu harus ada hubungan yang erat pula, yang tidak dapat dipisahkan satu dari yang
lain. Suatu kejadian tidak dapat di larang, jika yang menimbulkannya bukanlah
orang. Seseorang tidak dapat di ancam pidana, jika tidak karena kejadian yang
ditimbulkan olehnya. Untuk menyatakan hubungan yang erat itu, maka
dipakaikanlah perkataan perbuatan, yaitu pengertian abstrak yang menunjukan
kepada dua keadaan kongkrit yaitu adanya kejadian yang tertentu dan adanya
orang yang menimbulkan kejadian itu.
2
J.E. Sahetapy,Bungai Rampai Viktimisasi, Bandung, Eresco , 1995, hlm 25
3
18
Dari pengertian tersebut, maka menurut Moeljatno setidaknya terdapat 5 (lima)
unsur perbuatan pidana, yaitu4:
1. Kelakuan dan akibat.
2. Ihwal atau keadaan yang menyertai perbuatan.
3. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana.
4. Unsur melawan hukum yang objektif.
5. Unsur melawan hukum yang subjektif.
Pembatasan unsur-unsur perbuatan pidana ini merupakan langkah limitatif guna
memperoleh kejelasan tentang pengertian perbuatan pidana. Hal ini penting
mengingat perbuatan pidana akan berkaitan secara langsung dengan pertanggung
jawaban pidana (criminal liability).5
1. Pelaku Tindak Pidana
Pelaku tindak pidana menurut doktrin adalah barang siapa yang melaksanakan
semua unsur-unsur tindak pidana sebagai mana unsur-unsur tersebut dirumuskan
di dalam undang-undang menurut KUHP. Seperti yang terdapat dalam pasal 55
ayat (1) KUHP yang berbunyi :
(1) di pidana sebagai pelaku tindak pidana :
1. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta
melakukan perbuatan;
2. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan
menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman
4
Moeljatno,ibid hlm 38
5
19
atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau
keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan
perbuatan.
Sebagaimana di atur dalam pasal 55 KUHP (1) di atas, bahwa pelaku tindak
pidana itu dapat di bagi dalam 4 (empat) golongan yaitu6:
1. Orang yang melakukan sendiri tindak pidana(pleger)
Dari berbagai pendapat para ahli dan dengan pendekatan praktik dapat
diketahui bahwa untuk menentukan seseorang sebagai yang melakukan
(pleger)/pembuat pelaksana tindak pidana secara penyertaan adalah
dengan 2 kriteria:
a. Perbuatannya adalah perbuatan yang menetukan terwujudnya
tindak pidana,
b. Perbuatannya tersebut memenuhi seluruh unsur tindak pidana.
2. Orang yang menyuruh orang lain untuk melakukan tindak pidana (doen
pleger) Untuk mencari pengertian dan syarat untuk dapat ditentukan
sebagai orang yang melakukan(doen pleger).
a. Orang lain sebagai alat di dalam tangannya
Yang dimaksud dengan orang lain sebagai alat di dalam tangannya
adalah apabila orang/pelaku tersebut memperalat orang lain untuk
melakukan tindak pidana. Karena orang lain itu sebagai alat, maka
secara praktis pembuat penyuruh tidak melakukan perbuatan aktif.
Dalam doktrin hukum pidana orang yang di peralat di sebut
6
20
sebagai manus ministra sedangkan orang yang memperalat di sebut
sebagai manus domina juga di sebut sebagai middelijke dader
(pembuat tidak langsung).
b. Tanpa kesengajaan atau kealpaan
Yang di maksud dengan tanpa kesengajaan atau tanpa kealpaan
adalah perbuatan yang dilakukan oleh orang yang di suruh (manus
ministra) tidak dilandasi oleh kesengajaan untuk mewujudkan
tindak pidana, juga terjadinya tindak pidana bukan karena adanya
kealpaan, karena sesungguhnya inisiatif perbuatan datang dari
pembuat penyuruh, demikian juga niat untuk mewujudkan tindak
pidana itu hanya berada pada pembuat penyuruh(doen pleger).
c. Karena tersesatkan
Yang di maksud dengan tersesatkan di sini adalah kekeliruan atau
kesalahpahaman akan suatu unsur tindak pidana yang disebabaklan
oleh pengaruh dari orang lain dengan cara yang isinya tidak benar,
yang atas kesalahpahaman itu maka memutuskan kehendak untuk
berbuat.
d. Karena kekerasan
Yang di maksud dengan kekerasan (geweld) di sini adalah
perbuatan yang dengan menggunakan kekerasan fisik yang besar,
yang in casu ditujukan pada orang, mengakibatkan orang itu tidak
berdaya. Dari apa yang telah diterangkan di atas maka jelaslah
21
3. Orang yang turut melakukan tindak pidana(mede pleger)
KUHP tidak memberikan rumusan secara tegas siapa saja yang dikatakan
turut melakukan tindak pidana, sehingga dalam hal ini menurut doktrin
untuk dapat dikatakan turut melakukan tindak pidana haru memenuhi dua
syarat ;
a. Harus adanya kerjasama secara fisik.
b. Harus ada kesadaran bahwa mereka satu sama lain bekerjasama untuk melakukan tindak pidana.
Yang di maksud dengan turut serta melakukan (mede pleger), ialah setiap
orang yang sengaja berbuat (meedoet) dalam melakukan suatu tindak
pidana, dapat di tarik kesimpulan bahwa untuk menentukan seseorang
sebagai pembuat peserta yaitu apabila perbuatan orang tersebut memang
mengarah dalam mewujudkan tindak pidana dan memang telah terbentuk
niat yang sama dengan pembuat pelaksana (pleger) untuk mewujudkan
tindak pidana tersebut.
4. Orang yang dengan sengaja membujuk atau menggerakan orang lain untuk
melakukan tindak pidana(uit lokken)Syarat-syaratuit lokkenyaitu:
a. Harus adanya seseorang yang mempunyai kehendak untuk
melakukan tindak pidana.
b. Harus ada orang lain yang digerakkan untuk melakukan tindak
22
c. Cara menggerakan harus menggunakan salah satu daya upaya yang
tersebut di dalam pasal 55 (1) sub 2e (pemberian, perjanjian,
ancaman, dan lain sebagainya).
d. Orang yang digerakan harus benar-benar melakkan tindak pidana
sesuai dengan keinginan orang yang menggerakan.
Di lihat dari sudut pertanggungjawabannya maka pasal 55 ayat (1) KUHP di atas
pelaku tindak pidana adalah sebagai penanggung jawab penuh, yang artinya
pelaku di ancam dengan hukuman maksimum pidana pokok dari tindak pidana
yang dilakukan.7
2. Korban Tindak Pidana Kekerasan
Pengertian korban dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Perlindungan Saksi dan Korban, yang dinyatakan bahwa korban adalah
Seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau, kerugian ekonomi
yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana. Melihat rumusan tersebut, yang di
sebut korban adalah8:
a. Setiap orang;
b. Mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau;
c. Kerugian ekonomi;
d. Akibat tindak pidana.
7
Adami Chajawi,(Pelajaran Hukum Pidana),Rajawali Pers, Jakarta, 2002 , hlm 23
8
23
Berbagai pengertian korban banyak dikemukakan oleh para ahli maupun sumber
dari konvensi-konvensi sebagaimana diantaranya adalah sebagai berikut9:
1. Arif Gosita
Korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai
akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan, kepentingan diri
sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan hak asasi
pihak yang dirugikan.
2. Muladi
Korban (Victim) adalah orang-orang yang baik secara individu maupun
kolektif telah menderita kerugian termasuk kerugian fisik atau mental,
emosional, ekonomi atau gangguan subtansial terhadap hak-haknya yang
fundamental, melalui perbuatan atau komisi yang melanggar hukum
pidana di masing-masing negara, termasuk penyalahgunaan kekuasaan.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara
Perlindungan terhadap Korban dan Saksi Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Korban adalah orang perseoranganatau kelompok orang mengalami
penderitaan sebagai akibat pelanggaran hak asasi manusia yang berat
yang memerlukan perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan,
teror, dan kekerasan pihak manapun.10
9R.Tresna,Hukum Pidana, Sinar Baru, Jakarta, 1995, hlm 12. 10
24
Dengan mengacu pada pengertian di atas bahwa dapat di lihat bahwa korban tidak
hanya perseorangan atau kelompok yang secara langsung menderita akibat dari
perbuatan tindak pidana. Korban kejahatan diartikan sebagai seseorang yang telah
menderita kerugian sebagai akibat suatu kejahatan dan atau yang rasa
keadilannya secara langsung telah terganggu sebagai akibat pengalamannya
sebagai target (sasaran) kejahatan.
B . Tenaga Kerja Indonesia
Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa
tenaga kerja adalah Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri
maupun untuk masyarakat. Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan
menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk
tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas
usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 - 64 Tahun. Menurut
pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja di sebut sebagai tenaga kerja.
Ada banyak pendapat mengenai usia dari para tenaga kerja ini, ada yang
menyebutkan di atas 17 tahun ada pula yang menyebutkan di atas 20 tahun,
bahkan ada yang menyebutkan di atas 7 tahun karena anak-anak jalanan sudah
termasuk tenaga kerja.11
25
Sedangkan menurut pendapat Sumitro Djojohadikusumo mengenai arti tenaga
kerja adalah semua orang yang bersedia dan sanggup bekerja, termasuk mereka
yang menganggur meskipun bersedia dan sanggup bekerja dan mereka yang
menganggur terpaksa akibat tidak ada kesempatan kerja. Kegiatan ekonomi di
masyarakat membutuhkan tenaga kerja. Kebutuhan akan tenaga kerja itu dapat
juga di sebut sebagai kesempatan kerja. Kesempatan kerja itu sendiri adalah suatu
keadaan yang menggambarkan terjadinya lapangan kerja (pekerjaan) untuk di isi
pencari kerja.12
Kesempatan kerja di Indonesia di jamin dalam UUD 1945 pada pasal 27 ayat 2
yang berbunyi “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak”. Dari bunyi UUD 1945 pasal 27 ayat 2 itu jelas bahwa pemerintah
Indonesia untuk menciptakan lapangan kerja bagi anggota masyarakat karena hal
ini berhubungan dengan usaha masyarakat untuk mendapat penghasilan.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 2013 pengertian Tenaga Kerja
Indonesia adalah sebagai berikut13:
1. Calon Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya di sebut calon TKI adalah
setiap Warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat sebagai pencari
kerja yang akan bekerja di Luar Negeri dan terdaftar di instansi pemerintah
kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
12
Sumitro Djojohadikusumo,Persoalan Ekonomi di Indonesia, PT Intermasa, Jakarta, 1953
26
2. Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya di sebut dengan TKI adalah
setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di
Luar Negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan
menerima upah.
Sebagai negara yang secara demografis terbesar di kawasan ASEAN, Indonesia
memiliki cadangan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang cukup besar
yang dapat memberikan kontribusi dalam pembangunan ekonomi setidaknya
kebutuhan sumberdaya manusia untuk pembangunan dapat terpenuhi secara
memadai. Jumlah sumberdaya manusia yang begitu besar tidak sebanding dengan
lapangan kerja yang tersedia sehingga bekerja di luar Negeri merupakan alternatif
di tengah sempitnya lapangan kerja di dalam Negeri di samping tingginya
perbedaan tingkat upah
C . Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan
untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban, perlindungan hukum
korban kejahatan sebagai bagian dari perlindungan masyarakat, dapat diwujudkan
dalam berbagai bentuk, seperti melalui pemberian restitusi, kompensasi,
pelayanan medis, dan bantuan hukum.14
Perlindungan hukum yang diberikan kepada subyek hukum ke dalam bentuk
perangkat baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang
lisan maupun yang tertulis. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa perlindungan
27
hukum sebagai suatu gambaran tersendiri dari fungsi hukum itu sendiri, yang
memiliki konsep bahwa hukum memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian,
kemanfaatan dan kedamaian.
Pengertian di atas mengundang beberapa ahli untuk mengungkapkan pendapatnya
mengenai pengertian dari perlindungan hukum diantaranya15:
1. Menurut Satjipto Raharjo mendefinisikan Perlindungan Hukum adalah
memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang
lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka
dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.
2. Menurut Philipus M. Hadjon berpendapat bahwa Perlindungan Hukum
adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap
hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan
ketentuan hukum dari kesewenangan.
3. Menurut CST Kansil Perlindungan Hukum adalah berbagai upaya hukum
yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa
aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai
ancaman dari pihak manapun.
4. Menurut Philipus M. Hadjon Perlindungan Hukum adalah Sebagai
kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari
hal lainnya. Berkaitan dengan konsumen, berarti hukum memberikan
perlindungan terhadap hak-hak pelanggan dari sesuatu yang
mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak tersebut.
15
28
Dalam menjalankan dan memberikan perlindungan hukum dibutuhkannya suatu
tempat atau wadah dalam pelaksanaannya yang sering di sebut dengan sarana
perlindungan hukum, sarana perlindungan hukum dibagi menjadi dua macam
yang dapat dipahami, sebagai berikut16:
1. Sarana Perlindungan Hukum Preventif.
Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan
kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu
keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Tujuannya adalah
mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat besar
artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan
bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif
pemerintah terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan
yang didasarkan pada diskresi. Di indonesia belum ada pengaturan khusus
mengenai perlindungan hukum preventif.
2. Sarana Perlindungan Hukum Represif.
Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan
sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum dan
Peradilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan
hukum ini. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah
bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan
terhadap hak-hak asasi manusia.
16
29
Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan
adalah prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan
terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak
asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari
negara hukum.
1 . Undang Undang Nomor 39 Tahun 2004
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri merupakan suatu upaya untuk
mewujudkan hak dan kesempatan yang sama bagi tenaga kerja untuk memperoleh
pekerjaan dan penghasilan yang layak, yang pelaksanaannya dilakukan dengan
tetap memperhatikan harkat, martabat, hak asasi manusia, dan perlindungan
hukum serta pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang
sesuai dengan kebutuhan nasional dan penempatan TKI di Luar Negeri perlu
dilakukan secara terpadu antara instansi Pemerintah baik Pusat maupun Daerah
dan peran serta masyarakat dalam suatu, sistem hukum guna melindungi TKI
yang ditempatkan di Luar Negeri.17
17
30
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode,
sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau
beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya.1
Penulis dalam melakukan penelitian ini, guna mendapatkan hasil penelitian yang
mempunyai nilai validitas yang tinggi serta dipertanggungjawabkan secara ilmiah,
maka diperlukan suatu metode penelitian yang tepat. Metode penelitian yang tepat
juga diperlukan untuk memberikan pedoman serta arah dalam mempelajari dan
memahami objekyang di teliti, sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik
dan lancar sesuai dengan yang telah direncanakan diperlukan adanya suatu
pendekatan masalah dalam penelitian ini.
Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini guna membahas
permasalahan yang penulis ajukan dalam panelitian ini yaitu pendekatan yuridis
normatif dan dilengkapi dengan pendekatan penelitian secara yuridis empiris
sebagai data lengkap guna memperoleh suatu hasil penelitian yang benar dan
objektif.
1
31
Adapun penjelasan mengenai dua metode pendekatan penelitian yang digunakan
tersebut adalah sebagai berikut2:
1. Pendekatan penelitian secara yuridis normatif merupakan penelitian yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka. Menurut Soerjono Soekanto,
penelitan hukum normatif mencakup :
a. Penelitian terhadap asas-asas hukum
b. Penelitian terhadap sistematik hukum
c. Peelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal
d. Perbandingan hukum
e. Sejarah hukum.
2. Pendekatan secara yuridis empiris dilakukan melalui penelitian secara langsung
terhadap objek penelitian dengan cara wawancara.
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
yuridis normatif yaitu menelaah masalah hukum sebagai kaidah yang di anggap
sesuai dengan pendidikan hukum tertulis, pendekatan ini dilakukan melalui
penelitian kepustakaan dengan cara mempelajari hal-hal yang bersifat teoritis
yang menyangkut asas hukum, konsepsi, pandangan, serta peraturan-peraturan
hukum yang berhubungan dengan perlindungan hukum bagi tenaga kerja
Indonesia di Luar Negeri sebagai korban tindak pidana kekerasan.
✁
32
B. Sumber dan Jenis Data
Menurut Soerjono Soekanto, data adalah sekumpulan informasi yang dibutuhkan
dalam pelaksanaan suatu penelitian yang berasal dari berbagai sumber,
berdasarkan sumbernya, data terdiri dari data lapangan dan data kepustakaan.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah3:
1. Data Primer
Data primer adalah data utama yang di peroleh secara langsung dari
lapangan penelitian dengan melakukan wawancara kepada narasumber,
yaitu Kepala Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia Provinsi Lampung, Kepala Panit Subdit 4 Renakta Ditreskrim
Umum Polda Lampung dan Dosen Fakultas HukumUniversitas Lampung
untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian.
2. Data Sekunder
Bahan-bahan Hukum Sekunder, Yaitu Bahan yang memberikan penjelasan
terhadap bahan- bahan Hukum Primer berupa buku-buku yang di tulis oleh
para ahli dan Bahan Hukum Tersier.
a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat mengikat
yang terdiri dari :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER/14/MEN/X/2010.
3
33
3. Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 2013 tentang Tenaga Kerja Indonesia
2. Peraturan Presiden Nomor 81 tahun 2006 tentang Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.
3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan terhadap Korban dan Saksi Pelanggaran HAM.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara dan Mekanisme Pelayanan Terpadu bagi Saksi dan/atau Korban.
b. Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang bersifat
menjelaskan bahan hukum primer yang meliputi literatur-literatur,
makalah-makalah, dan lain-lain yang mempunyai relevansi dengan
permasalahan yang sedang di teliti.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu
meliputi internet, kamus,dan ensiklopedia.
C. Penentuan Narasumber
Narasumber dalam penulisan ini sebanyak 3 (tiga) orang yaitu :
1. Kepala Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia Provinsi Lampung : 1 Orang
2. Kepala Panit Subdit 4 Renakta Ditreskrim Umum
Polda Lampung : 1 Orang
3. Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung : 1 Orang
34
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data 1. Prosedur Pengumpulan Data
Dalam upaya mengumpulkan data yang diperlukan dalam penulisan ini, penulis
menggunakan prosedur studi lapangan dan studi kepustakaan.4
a. Studi kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder. Studi
kepustakaan dilakukan dengan cara membaca, mengutip hal-hal yang di anggap
penting dan perlu dari beberapa peraturan perundang-undangan, dan
bahan-bahan tertulis lainnya yang berkaitan dengan materi pembahasan.
b. Studi Lapangan
Studi lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer. Studi lapangan
dilakukan dengan cara mengadakan wawancara (interview) dengan
narasumber. Wawancara dilakukan secara langsung dengan mengadakan tanya
jawab secara terbuka dan mendalam untuk mendapatkan keterangan atau
jawaban yang utuh sehingga data yang di peroleh sesuai dengan yang
diharapkan. Metode wawancara yang digunakan adalah standarisasi interview
dimana hal-hal yang akan dipertanyakan telah disiapkan terlebih dahulu
(wawancara terbuka). Studi lapangan dilakukan di BP3TKI ( Balai Pelayanan
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Provinsi Lampung ).
✂
35
2. Prosedur Pengolahan Data
Data yang terkumpul melalui kegiatan pengumpulan data yang kemudian di
proses melalui pengolahan dan peninjauan data dengan melakukan :
a. Evaluasi data, yaitu data yang di peroleh dan di periksa untuk mengetahui
apakah masih terdapat kekurangan-kekurangan dan kesalahan-kesalahan, serta
apakah data tersebut sesuai dengan permasalahan yang akan di bahas.
b. Klasifikasi data, yaitu pengelompokan data yang telah dievaluasi menurut
bahasanya masing-masing setelah di analisis agar sesuai dengan
permasalahan.
c. Sistematisasi data, yaitu melakukan penyusunan dan penempatan data pada
tiap pokok bahasan sistematis sehingga memudahkan pembahasan.
E. Analisis Data
Setelah dilakukan pengumpulan dan pengolahan data, kemudian dilakukan
analisis data dengan menggunakan analisis kualitatif dilakukan dengan cara
menguraikan data yang di peroleh dari hasil penelitian dalam bentuk
kalimat-kalimat yang disusun secara sistematis, sehingga dapat di peroleh gambaran yang
jelas tentang masalah yang akan di teliti, sehingga di tarik suatu kesimpulan
dengan berpedoman pada cara berfikir induktif, yaitu suatu cara berfikir dalam
mengambil kesimpulan secara umum yang didasarkan atas fakta-fakta yang
57
V. PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat
ditarik suatu simpulan sebagai berikut :
1. Perlindungan hukum yang dapat di berikan BP3TKI kepada korban tindak
pidana Tenaga kerja Indonesia di Luar Negeri ialah Pemberian pelayanan
penempatan dan perlindungan secara baik didalamnya mengandung prinsip
murah, cepat, tidak berbelit-belit dan aman serta dapat melindungi tenaga
kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri dengan instansi-instansi yang
saling sinkron dan dapat bekerja maksimal dengan hubungan dan dinamika
kesatuan pemerintah Indonesia terkait perlindungan hukum bagi tenaga kerja
Indonesia di Luar Negeri, dengan demikian maka terhadap perlindungan
hukum yang wajb diberikan meliputi beberapa aspek yang terdiri dari
pemberian arahan yang tepat saat pembekalan dan persiapan keberangkatan
calon TKI yang akan di tempatkan di Luar Negeri, rehabilitasi kesehatan,
rehabilitasi sosial, bantuan hukum, dan reintegrasi sosial bagi TKI yang telah
58
2. Faktor penghambat dalam perlindungan hukum terhadap korban tindak
pidana kekerasan terdiri dari beberapa faktor yang saling berkaitan pada
faktor masyarakat dan TKI korban tindak pidana itu sendiri, lemahnya
pemahaman dan sikap acuh kepada peraturan yang berlaku di masyarakat,
dan calon TKI yang mengabaikan persiapan yang di lakukan saat pembekalan
dan persiapan keberangkatan sehingga pemerintah Indonesia mengalami
hambatan untuk memberikan perlindungan hukum kepada warga Negara
yang bekerja di Luar Negeri serta kurangnya pengetahuan terhadap peraturan
perundang-undangan terkait pekerjaan yang dilakukannya sehingga dengan
mau diberangkatkan oleh PPTKIS ilegal yang tidak ada perlindungan
hukumnya, dan hubungan diplomatik antar Negara yang harus dihormati akan
peraturan yang berlaku di Negara bersangkutan terkait permasalahan yang di
alami tenaga kerja Indonesia di Luar Negeri.
B. Saran
1. Disarankan kepada BP3TKI, BNP2TKI, KBRI, Masyarakat, serta Kepolisian,
agar dapat menjalin koordinasi yang berkesinambungan berkaitan dengan
perlindungan hukum terhadap tenaga kerja Indonesia di Luar Negeri korban
tindak pidana, mengingat fokus utama terhadap perlindungan yang diberikan
terhadap korban adalah penanganan yang tepat dan benar maka terhadap
upaya yang terdiri dari pemberian arahan yang tepat saat pembekalan dan
persiapan keberangkatan calon TKI dengan tegas dan matang, rehabilitasi
kesehatan, rehabilitasi sosial, bantuan hukum, dan reintegrasi sosial bagi TKI
59
dan dapat dikembangakan dengan upaya-upaya yang bersifat pencegahan
agar dikemudian hari warga Negara yang akan bekerja di Luar Negeri
terhindar dari tindak pidana kekerasan dan mendapat kepastian hukum yang
kuat dalam perlindungan hukumn saat menjalankan pekerjaannya di Luar
Negeri.
Diharapkan kepada BP3TKI, serta Kepolisian dan instansi yang saling berkaitan
yang bergerak dibidang perlindungan tenaga kerja Indonesia di Luar Negeri,
khususnya berkaitan dengan kurangnya pemahaman masyarakat maupun korban
terkait terhambatnya perlindungan hukum yang dapat diberikan pemerintah
Negara Indonesia dalam menangani masalah warga negaranya yang bekerja di
Luar Negeri maka diperlukan suatu kegiatan sosialisasi khususnya di
wilayah-wilayah yang banyak peminat sebagai calon TKI seperti di kabupaten Lampung
Timur, disamping itu perlu ada kajian dan pengembangan peraturan tentang
perllindungan TKI di Luar Negeri dengan perkembangan saat ini, serta
penambahan anggaran untuk lembaga perlindungan hukum pemerintah Indonesia
yang sistematis guna kinerja dari instansi yang dapat sinkron dan bekerja sama
dengan baik dalam upaya perlindungam hukum warga Negara Indonesia di Luar
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU-BUKU
Abdurrahman. 1989.PerkembanganPemikirantentangPembinaanHukum Nasional.Jakarta.
Chajawi, Adami. 2002,Percobaan & Penyertaan (Pelajaran Hukum Pidana),
Rajawali Pers, Jakarta.
Djojohadikusumo, Sumitro. 1953, Persoalan Ekonomi di Indonesia, PT Intermasa, Jakarta.
Hanitijo, Ronny. 2004,Metode Penelitian Hukum, CV Putra Media Nusantara Jakarta.
M. Arief Mansur, Dikdik.Urgensi Perlidungan Korban Kejahatan Antara Norma dan Realita, PT. Raja.
Muhadar, Edi Abdullah, Husni Thamrin.Perlindungan Saksi dan Korban Dalam Sistem Peradilan Pidana.
Muladi & Barda Nawawi Arief. 2007,Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung.
Moeljatno. 1985,Asas-asas Hukum Pidana,Bina Aksara, Jakarta.
Pusat Litbang Ketenagakerjaan Depnakertrans, 2007,Studi Upaya Penanggulangan,Jakarta.
Sahetapy. 1995,Bungai RampaiViktimisasi, Eresco, Bandung.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamuji.Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo.
Tresna, R. 1995.Hukum Pidana. Sinar Baru, Jakarta.
Wawancara dengan iptu Sri Andaryanti Selaku Panit Subdit 4 RenaktaDit Reskrim Umum Polda Lampung.
Wawancara dengan Heni Siswanto selaku dosen fakultas hukum Universitas Lampung
Data Kasus TKI dari BP3TKI Provinsi Lampung.
B. Undang–Undang
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
Peraturan pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Korban dan Saksi Pelanggaran Hak Asasi Manusia.
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara dan Mekanisme Pelayanan Terpadu bagi Saksi dan/atau Korban.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER/14/MEN/X/2010.
Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 2013 tentang Tenaga Kerja Indonesia.
Peraturan Presiden Nomor 81 tahun 2006 tentang Badan NasionalPenempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.
C. INTERNET
http://www.aksesdeplu.com.
http://id.wikipedia.org.
http://www.jurnalsumatra.com.
http://www.setneg.go.id.
http://www.sjdih.depkeu.go.id.