• Tidak ada hasil yang ditemukan

VISION AND MISSION METRO CITY AS CITY OF EDUCATION (STUDY EVALUATION ABOUT DEVELOPMENT PROGRAM OF AN INTEREST FOR READING THROUGH SUBDISTRICT LIBRARY OR SMART HOUSE IN WEST OF METRO SUBDISTRICT) VISI DAN MISI KOTA METRO SEBAGAI KOTA PENDIDIKAN (STUDI EVAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "VISION AND MISSION METRO CITY AS CITY OF EDUCATION (STUDY EVALUATION ABOUT DEVELOPMENT PROGRAM OF AN INTEREST FOR READING THROUGH SUBDISTRICT LIBRARY OR SMART HOUSE IN WEST OF METRO SUBDISTRICT) VISI DAN MISI KOTA METRO SEBAGAI KOTA PENDIDIKAN (STUDI EVAL"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

VISION AND MISSION METRO CITY AS CITY OF EDUCATION (STUDY EVALUATION ABOUT DEVELOPMENT PROGRAM OF AN INTEREST FOR READING THROUGH SUBDISTRICT LIBRARY OR

SMART HOUSE IN WEST OF METRO SUBDISTRICT)

By:

HANI LINA NADWAH

Problem in this observation is about has not reached the goals yet about phase of learning society that is cultured in reading, according to the vision and mission Metro City as City of Education, that marked by low interest for reading from the society. Subdistrict library or smart house is built for reaching all society’s layer. But, in its development, it has been 5 years running from 2009-2014, existence from subdistrict library or smart house has not seen yet, amount of visitors are still low, book collection still not complete, organizer resource is not supporting, and low participations from the society. In organizing this program has not reached the willing goals yet, it is about creating learning society and society that is cultured in reading.

(2)

This observation using evaluation observation model CIPP (Contect, Input, Process, Product) by stafflebeam, that using perspective qualitative approach which is descriptive. Focus of the observation is in organizing development program of an interest for reading in west of Metro subdistrict. Data collection by using guide interview method, observation and documentation studying.

The result of this observation shows that development program of an interest for reading in west of Metro subdistrict not really success in achieving the goals that have set before. This case caused by low interest for reading of the society knowing by few amount of visitors, medium and infrastructure that are not satisfying, organizer resources that are not maximal, there are no publication and socialization about the program to the society, low participation and awareness of the society in supporting the development program of an interest for reading. Not successfully this development program of an interest for reading caused by in policy’s formula that is not really pay attention about the policy’s substances, so the policy is not implemented well.

(3)

ABSTRAK

VISI DAN MISI KOTA METRO SEBAGAI KOTA PENDIDIKAN (STUDI EVALUASI TENTANG PROGRAM PENGEMBANGAN MINAT

BACA MELALUI PERPUSTAKAAN KELURAHAN/RUMAH PINTAR DI KECAMATAN METRO BARAT )

Oleh

HANI LINA NADWAH

Permasalahan dalam penelitian ini adalah belum tercapainya fase masyarakat belajar yang berbudaya baca sesuai dengan visi dan misi Kota Metro sebagai Kota Pendidikan, yang ditandai dengan rendahnya minat baca masyarakat. Perpustakaan kelurahan/rumah pintar didirikan agar dapat menjangkau masyarakat berbagai lapisan. Namun pada perkembangannya, sudah 5 (lima) tahun berjalan dari 2009-2014 eksistensi perpustakaan kelurahan/rumah pintar belum terlihat, yaitu jumlah pengunjung sangat sedikit, koleksi buku masih kurang lengkap, kurang didukung sumber daya manusia serta partisipasi masyarakat yang rendah. Penyelenggaraan program ini belum mencapai tujuan yang diinginkan yaitu mewujudkan masyarakat belajar dan masyarakat yang berbudaya baca.

(4)

Penelitian ini menggunakan penelitian evaluasi model CIPP ( Contect, Input, Process, Product) oleh stufflebeam, yang menggunakan perspektif pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Fokus penelitiannya pada penyelenggaraan Program Pengembangan Minat Baca di Kecamatan Metro Barat. Pengumpulan data dengan menggunakan metode wawancara (guide interview),observasi dan studi dokumentasi/pustaka.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Program Pengembangan Minat Baca di Kecamatan Metro Barat kurang berhasil mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Hal ini disebabkan minat baca masyarakat yang rendah dengan ukuran jumlah pengunjung sedikit, sarana dan prasarana kurang memadai, sumber daya pengelola belum maksimal, belum ada publikasi dan sosialisasi program kepada warga masyarakat, masih rendahnya partisipasi dan kesadaran warga masyarakat dalam mendukung Program Pengembangan Minat Baca. Kurang berhasilnya Program Pengembangan Minat Baca karena dalam formulasi kebijakan kurang memperhatikan substansi kebijakan, sehingga kebijakan tidak terimplementasi dengan baik..

(5)
(6)
(7)
(8)
(9)

RIWAYAT HIDUP

Hani Lina Nadwah, lahir di Cilacap Jawa Tengah pada tanggal 03

Maret 1975, sebagai anak sulung dari tiga bersaudara, dari Bapak Drs. Hi.

Muhammad Nashuha, M.Ag dan Ibu Siti Nihayah. Penulis menyelesaikan

pendidikan di SD Ngalian II Semarang 1987, kemudian dilanjutkan ke

Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 16 Semarang dan selesai pada

tahun 1990. Selepas itu, meneruskan ke Sekolah Menengah Atas Negeri

(SMAN) 3 Semarang dan lulus pada tahun 1993. Setelah itu penulis

melanjutkan ke Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan mengambil

jurusan Administrasi Negara pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

dan menyelesaikan studi pada tahun 1999. Pada akhir tahun 1999

mengikuti tes seleksi CPNS yang diselenggarakan oleh Universitas

Lampung dan pada Maret 2000 diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil

ditempatkan di lingkungan Pemerintah Kota Metro.

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan, maka pada tahun

2012 penulis meneruskan pendidikan Pasca Sarjana Magister Ilmu

Pemerintahan pada Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

(10)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya sederhana ini untuk:

Untuk kedua orang tuaku yang kucintai dan kubanggakan yang selalu memberi dukungan dan mendoakan keberhasilan semua anak-anaknya

Suamiku tercinta “Heri Herman, SIP” yang selalu memberikan do’a , cinta dan dukungan sepenuh hati guna keberhasilanku selama ini.

(11)

SANWACANA

Puji syukur kupanjatkan hanya untuk-Mu ya Rabb, yang telah

memberikan rahmat dan hidayah kepada hamba-Mu yang lemah ini

dengan banyak memberikan pengetahuan yang tak pernah bisa dihitung ,

sehingga dengan kehendak-Mu dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini

yang diberi judul “VISI DAN MISI KOTA METRO SEBAGAI KOTA

PENDIDIKAN (Studi Evaluasi Tentang Program Pengembangan Minat

Baca Melalui Jalur Perpustakaan Kelurahan/Rumah Pintar di

Kecamatan Metro Barat)”.

Penyusunan tesis ini merupakan bagian dari persyaratan untuk

menyelesaikan pendidikan pada Program Strata Dua (S2) dan untuk

melengkapi syarat-syarat guna memperoleh gelar Magister Ilmu

Pemerintahan (MIP) dalam Ilmu Pemerintahan konsentrasi Manajemen

Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Lampung.

Dalam penyusunan tesis ini penulis banyak mendapatkan bantuan dan

dukungan baik moral maupun spititual. Untuk itu, ucapan terima kasih

(12)

1. Prof. Dr. Sudjarwo, M.S. selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Lampung.

2. Drs. Agus Hadiawan, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Lampung.

3. Dr. Ari Darmastuti, M.A. selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu

Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Lampung.

4. Dr. Feni Rosalia, M.Si. selaku Pembahas/Penguji Utama, terima kasih

atas semua saran dan masukkannya guna kesempurnaan tesis ini.

5. Dr. Syarief Makhya, M.Si.. selaku Pembimbing Utama; terima kasih

atas semua saran, masukan dan bimbingannya selama ini sehingga

tesis dapat diselesaikan dengan baik.

6. Drs. Yana Ekana PS, Msi selaku Koordinator Sekretariat Pasca Sarjana Magister Ilmu Pemerintahan

7. Bapak dan Ibu Dosen di Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan

yang telah memberikan bimbingan dan nasehatnya selama penulis

menempuh pendidikan; semoga Allah SWT memberikan balasan-Nya

yang berlimpah.Civitas akademika dan karyawan rektorat Unila yang

yang telah membantu kami selama kami belajar di Program Magister

(13)

Arsip dan Dokumentasi Daerah Kota Metro, serta pengelola

perpustakaan kelurahan/rumah pintar dan griya baca di Kecamatan

Metro Barat. Lurah dan Camat Metro Barat.yang telah membantu

penelitian. Terima kasih atas kerjasamanya dan dukungannya

sehingga penelitian yang dilaksanakan dapat berjalan lancar dan

membuahkan silaturrahmi yang indah.

9. Untuk kedua orang tua ku yang tercinta, yang selalu mencintai dan

menyayangi serta memberikan doa dan dukungan walaupun jarak

memisahkan kita.

10.Untuk suamiku yang kucintai, terima kasih atas pengertian, dukungan

dan do’anya untuk menguatkan perjuanganku mewujudkan impian

kuliah ini. Dan anakku-anakku yang tersayang.

11.Untuk teman-teman seperjuanganku di Magister Ilmu Pemerintahan

dan sahabat yang telah mendukung..Penulis berharap tesis ini akan

menyumbangkan manfaat bagi dinamika intelektual di kampus kita

yang tercinta. Amiin.

Bandar Lampung, Mei 2014

Penulis

(14)

DAFTAR ISI BAB II TINJAUAN PUSTAKA

(15)

B.Fokus Penelitian...

1. Kondisi Geografis Kecamatan Metro Barat... 2. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Kecamatan Metro Barat... B. Gambaran Umum Pengembangan Minat Baca

1. Landasan Hukum... 2. Pola Pengembangan Minat Baca... 3. Arah Kebijakan... 4. Upaya Peningkatan Minat Baca... 5. Program Pengembangan Minat Baca di Kecamatan

Metro Barat... BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

A. Evaluasi Program Ppengembangan Minat Baca di Kecamatan Metro Barat

1. Kelembagaan... 2. Sumber Daya... 3. Pelaksanaan Program Pengembangan Minat Baca... 4. Target... B. Analisis Kebijakan/Program Pengembangan Minat Baca di

Kecamatan Metro Barat

(16)

1.2 Analisis Substansi Kebijakan... 2. Implementasi Kebijakan Program Pengembangan Minat

Baca di Kecamatan Metro Barat... 2.1.

Kendala-2.4. Potensi Keberlanjutan Program Pengembangan Minat Baca di Kecamatan Metro

Barat...

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Prioritas Pembangunan Jangka Pendek... 6

Tabel 2 Kondisi Pelaksanaan Perpustakaan Kelurahan 14 Tabel 3 Daftar Pengunjung Rumah Pintar... 14

Tabel 4 Data Informan……….. 56

Tabel 5 Data Jumlah Penduduk Kecamatan Metro Barat... 63

Tabel 6 Jumlah Pendidikan Umum... 64

Tabel 7 Data Tingkat Pendidikan Kecamatan Metro Barat... 65

Tabel 8 Penduduk Menurut Kelompok Umur... 65

Tabel 9 Aspek Evaluasi Model CIPP... 83

Tabel 10 Sarana Perpustakaan Kelurahan/RumahPintar... 90

Tabel 11 Perkembangan Judul dan Koleksi Buku Perpustakaan Kelurahan... 92

Tabel 12 Hasil Evaluasi Konteks 96 Tabel 13 Data Pustakawan Kantor Pustakardok Kota Metro... 99

Tabel 14 Sumber Daya Pengelola Rumah Pintar... 100

Tabel 15 Data Pengelola Yang Telah Mengikuti Bimtek... 101

Tabel 16 Hasil Evaluasi Input……….. 105

Tabel 17 Hasil Evaluasi Proses……… 114

Tabel 18 Target Program Pengembangan Minat baca... 115

Tabel 19 Hasil Evaluasi Program Pengembangan Minat Baca di Kecamatan MetroBarat... 116

Tabel 20 Perbandingan Efektifitas Perpustakaan Kelurahan, Rumah Pintar, Perpustakaan Keliling dan Griya Baca 117 Tabel 21 Faktor Yang Mempengaruhi Minat Baca Rendah... 128

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Fikir... 50

Gambar 2. Struktur Organisasi Rumah Pintar Kelurahan... 84

Gambar 3. Proses terbentuknya minat dan kebiasaan membaca... ... 91

(19)
(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Paradigma desentralisasi dengan adanya otonomi daerah, melahirkan daerah–daerah otonomi baru, termasuk Kota Metro di Propinsi Lampung, yang semula induknya adalah Kabupaten Lampung Tengah. Kota Metro merupakan daerah otonomi yang ditetapkan oleh Undang–undang Nomor 12 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Dati II Way Kanan, Kabupaten Dati II Lampung Timur, dan Kotamadya Dati II Metro (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 46, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3825).

(21)

Visi Kota Metro lahir di era kepemimpinan Walikota Mozes Herman yang merupakan walikota pertama hasil pemekaran era otonomi daerah yang berdasar Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang AKIP (Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) , pemerintah daerah dituntut untuk membuat perencanaan strategis, meliputi penetapan visi, misi, strategi dan program.

Inisiatif untuk merumuskan visi Kota Metro tidak hanya muncul dari pihak eksekutif, tetapi dari kelompok masyarakat dan legislatif melalui tim kota, yaitu kumpulan orang yang peduli akan pembangunan Kota Metro. Tim ini terdiri dari beberapa komponen masyarakat, yang kemudian diperluas keanggotaannya. Untuk mewujudkan visi kota Metro, yang merupakan harapan semua warga kota tentang masa depan, maka stakeholders kota dilibatkan. Hasil kerja tim selanjutnya dikembangkan dengan prakarsa DPRD, melalui forum public hearing,public meeting, dan konsultasi publik. Kesepakatan yang dicapai dikukuhkan dalam suatu Peraturan Daerah, yaitu Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2000. Visi Kota ini menjadi acuan dalam merumuskan prioritas pembangunan selanjutnya.

(22)

Dalam rangka mewujudkan visi Kota Metro Tahun 2011–2015 akan dilaksanakan melalui beberapa misi, yaitu tahapan dan cara untuk mencapai visi. Yang berkaitan dengan visi pendidikan adalah misi pertama , yaitu

“Melanjutkan Pembangunan Sumber Daya Manusia yang Berkualitas,

Unggul dan Berakhlak Mulia melalui Peningkatan iklim dan Budaya Belajar Masyarakat, Pemerataan Fasilitas serta Pelayanan Pendidikan dan Kesehatan yang Memadai”.

Dalam misi pertama ini penekanan pada sektor pendidikan dan kesehatan. Pendidikan yang berdimensi akal (intelektual) dan rohani (moral atau budi pekerti), untuk melahirkan Sumber Daya Manusia berkualitas dan unggul. Pembangunan pendidikan juga mencakup pendidikan formal, informal, dan non formal, baik dalam hal sistem pembelajaran, fasilitas sarana prasarana, maupun iklim yang kondusif untuk proses pembelajaran masyarakat.

(23)

Berkaitan dengan visi Kota Metro sebagai kota pendidikan, isu strategis yang berkembang adalah bagaimana membudayakan perilaku masyarakat Kota Metro untuk membudayakan belajar, berperilaku hidup sehat dan tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk menjadikan belajar dan pengamalan agama menjadi sangat bermanfaat, sehingga benar–benar menjadi karakter masyarakat Kota Metro yang berbudaya belajar.

Sebuah proses pembelajaran yang bersifat terbuka dan aspiratif, yang memungkinkan unsur–unsur pendidikan melakukan dialog positif dan saling menghargai dalam proses transfer ilmu pengetahuan yang berlangsung secara jujur dan terbuka. Atas dasar ini penyelenggaraan pendidikan memungkinkan adanya ruang lebih terbuka bagi para stakeholders pendidikan terlibat secara horisontal memberikan kontribusinya dalam seluruh proses pelayanan pendidikan (Masterplan Bidang Pendidikan Kota Metro Tahun 2010 – 2025).

.

(24)

Sejalan dengan makna visi Kota Metro, menjadikan Kota Metro sebagai kota pendidikan, setiap kebijakan dan program–program pembangunan mendukung visi sebagai kota pendidikan. Kota pendidikan dalam arti kota yang masyarakatnya berbudaya belajar.

Adapun yang dimaksud belajar di sini tidak hanya ditafsirkan dalam arti sekolah (pendidikan formal) semata, tetapi belajar dalam berbagai bentuk dan lingkup yang lebih luas. Seseorang bisa belajar tentang sesuatu melalui berbagai cara, misalnya melalui pengalaman praktik di tempat kerjanya (best practice), belajar dari orang lain, belajar dari ahli, dan belajar dari berbagai sumber lainnya, yang intinya berusaha untuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan (http:// akhmad sudrajat.com/masyarakat belajar, 16 Mei 2008)

Visi menjadi kota pendidikan membawa pengaruh dan menuntut pemerintah dan setiap elemen masyarakat untuk memutakhirkan dan meningkatkan wawasan dan kinerja. Pemerintah Kota Metro menetapkan tahapan - tahapan untuk melihat kondisi yang ingin dicapai dalam visi sebagai kota pendidikan per periode berdasar prioritas Rencana Pembangunan Jangka Pendek ( tabel 1 ).

(25)

tahunan berbeda – beda tetapi merupakan satu kesatuan yang berkelanjutan antara satu tahap dengan tahap berikutnya.

Tabel 1. Prioritas Rencana Pembangunan Jangka Pendek

Kondisi Per Periode

(Sumber : Dinas Pendidikan Kota Metro)

(26)

masyarakat telah memiliki produk literasi bermutu. Literasi (melek huruf) disini merupakan literasi informasi diartikan kemelekan terhadap informasi.

Laju kehidupan yang berlangsung saat ini sangat cepat, dinamis dan diwarnai dengan kompetisi yang sangat tajam, sehingga mau tidak mau menuntut setiap orang untuk senantiasa belajar agar dia memiliki kemampuan antisipatif dan adaptif untuk mencegah dan mengatasi berbagai masalah kehidupan yang serba kompleks.

Terbentuknya masyarakat belajar diawali oleh individu pembelajar. Jika setiap orang di suatu negara sudah tumbuh kesadaran dan kemauannya untuk belajar, maka di sini muncul masyarakat belajar. Dalam masyarakat belajar, yang melakukan perbuatan belajar tidak hanya kalangan-anak-anak dan remaja, tetapi orang dewasa pun melakukan usaha belajar hingga sepanjang hayatnya (http://akhmad sudrajat.com/masyarakat belajar, 16 Mei 2008).

Semakin banyak individu atau anggota masyarakat yang melakukan perbuatan belajar, maka niscaya akan semakin baik pula kehidupan bangsa dan negara ini, yang pada akhirnya dapat mengantarkan kita semua benar-benar menjadi sebuah bangsa yang maju, sejatera dan terhormat.

(27)

masyarakatnya ditampilkan dengan karakter yang unggul, sehingga layak dijadikan teladan (Jurnal Rasio, Bappeda Kota Metro, edisi 2 tahun 2013 : 26).

Walikota Metro, Lukman Hakim (Jurnal Rasio, Bappeda Kota Metro, edisi 2 tahun 2013) mengatakan pentingnya menanamkan semangat belajar warga dalam segala bidang, baik bersifat formal di sekolahan, maupun nonformal. Pendidikan sebagai karakter masyarakat, bukan sekedar pendidikan dalam

arti sempit di sekolah formal saja. “ Dengan karakter masyarakat itu, kita

ingin warga Metro menjadi unggul dalam bidangnya masing – masing.

Itulah esensi bahwa manusia adalah modal utama pembangunan”.

Visi Kota Metro sebagai kota pendidikan, dirumuskan dalam beberapa misi, salah satunya misi I (pertama) yaitu melanjutkan pembangunan sumberdaya manusia yang berkualitas, unggul, berakhlak mulia melalui peningkatan iklim dan budaya belajar masyarakat, pemerataan fasilitas serta pelayanan pendidikan dan kesehatan yang memadai. Misi I (pertama) mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia 2. Menciptakan lingkungan belajar di masyarakat.

3. Meningkatkan kualitas pelayanan, sarana dan prasarana.

Sedangkan sasaran dari misi I (pertama) adalah :

(28)

2. Peningkatan pengetahuan keagamaan 3. Terciptanya Masyarakat Sadar Belajar

4. Tersedianya sarana prasarana pendukung belajar masyarakat. 5. Peningkatan mutu pelayanan kesehatan masyarakat

6. Tersedianya sarana dan prasarana rumah ibadah dan pendidikan keagamaan.

Dari sasaran ketiga, yaitu terciptanya masyarakat sadar belajar, maka dikembangkan strategi menggalakkan minat baca dan budaya belajar masyarakat, dengan arah kebijakan memperluas akses masyarakat terhadap berbagai media pengetahuan.

Untuk menuju masyarakat belajar tentunya tidak dapat dilepaskan dari kegiatan membaca, dimana minat baca masyarakat harus ditingkatkan. Kegiatan membaca sangat penting di era globalisasi, tanpa kebiasaan membaca, maka akan sulit untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Banyak membaca akan banyak mendapatkan pengetahuan, dan orang yang menguasai ilmu pengetahuan akan memiliki sumber daya yang berkualitas yang dapat melaksanakan pembangunan untuk kesejahteraan bangsa.

(29)

menyelenggarakan Program Pengembangan Minat Baca. Program Pengembangan Minat Baca merupakan salah satu fungsi perpustakaan, dan dimulai sejak Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Kota Metro terbentuk pada tahun 2005. Dalam hal ini Program Pengembangan Minat Baca berdasarkan Rencana Strategis Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Kota Metro tahun 2011-2015.

Untuk itu peran Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi menyediakan, meningkatkan pemerataan kualitas perangkat dan fasilitas yang menunjang iklim dan budaya belajar masyarakat dengan program menggalakkan minat baca dan budaya belajar masyarakat, sehingga terciptanya masyarakat sadar belajar.

(30)

Tujuan umum pembinaan minat baca (Perpustakaan Nasional RI, 2002) adalah untuk menciptakan masyarakat membaca (reading society), menuju masyarakat belajar (learning society) dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai subyek pembangunan nasional menuju masyarakat madani.

Tujuan khusus pembinaan minat baca :

a. Mewujudkan suatu sistem untuk menumbuhkembangkan minat baca yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

b. Menyelenggarakan program untuk menumbuhkembangkan minat baca yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan.

c. Menggerakkan dan menumbuhkembangkan minat baca semua lapisan masyarakat.

d. Mengusahakan penyediaan berbagai jenis koleksi yang terjangkau dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat melalui taman bacaan masyarakat. Sasaran pembinaan yang dituju adalah masyarakat secara keseluruhan dari berbagai lapisan yang ada meliputi segala usia, jenis kelamin, jenis dan jenjang pendidikan, jenis pekerjaan atau profesi dan sebagainya. Pembinaan minat baca dengan mendirikan perpustakaan kelurahan, rumah pintar, serta pembinaan di perpustakaan sekolah.

(31)

undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang–undang Nomor 47 Tahun 2007 tentang perpustakaan. Berdasarkan Undang–undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menfasilitasi dan mendorong pembudayaan kegemaran membaca. Oleh karena itu pemerintah Kota Metro melalui Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi sangat mendukung Gerakan Membaca tingkat Nasional, dengan menyelenggarakan program pengembangan minat baca di Kota Metro, yang masuk dalam rencana kerja Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Kota Metro, dan menjadi program rutin yang diselenggarakan setiap tahun.

Program pengembangan minat baca di Kota Metro dilakukan dengan berbagai cara, antara lain penyelenggaraan perpustakaan kelurahan dan rumah pintar di masing–masing kelurahan seluruh Kota Metro, bahkan berkembang dengan adanya griya baca, perpustakaan keliling, yang bertujuan untuk menjangkau masyarakat yang bertempat tinggal jauh dari perpustakaan daerah.

(32)

Salah satu kendala dalam mewujudkan visi kota pendidikan dalam pelaksanaan program pengembangan minat baca, sampai dengan saat ini Metro belum memiliki toko buku besar yang representatif. Kini masyarakat masih merasa cukup kesulitan memperoleh buku yang bagus dan murah (sumber :Tribun Lampung co.id, 22 Juli 2011).

Perpustakaan Daerah dan perpustakaan kelurahan atau rumah pintar yang didirikan di seluruh kelurahan diharapkan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat, dan dapat meningkatkan minat baca masyarakat, sehingga dapat mendukung terciptanya suatu masyarakat belajar. Indikator dari minat baca masyarakat adalah jumlah kunjungan masyarakat ke perpustakaan atau taman bacaan.

Pelaksanaan program pengembangan minat baca di Kecamatan Metro Barat masih menghadapi berbagai kendala, antara lain :

1. Minimnya pengunjung perpustakaan kelurahan atau rumah pintar. 2. Kurangnya petugas perpustakaan kelurahan atau rumah pintar. 3. Partisipasi masyarakat dalam minat baca masih rendah.

4. Koleksi buku kurang lengkap dan kurang variatif

Tabel 2. Kondisi Pelaksanaan Perpustakaan Kelurahan/Rumah Pintar

No Uraian Ideal Real Selisih 1. Jumlah buku 17.391 buah 5500 buah 11.891 buah 2. Jumlah

petugas/pustakawan

(33)

3. Jumlah pengunjung Min 15 2 orang/hari 13

Sumber: Prapenelitian bulan Oktober 2013

Dari tabel 2 terlihat idealnya jumlah koleksi buku 70 % dari jumlah penduduk untuk dapat meningkatkan minat baca masyarakat (sumber pustakawan). Jumlah penduduk kecamatan Metro Barat 24.845 orang, jumlah koleksi buku dari rumah pintar dan griya baca di kecamatan Metro Barat kurang lebih sejumlah 5500 judul buku. Dari data tersebut koleksi buku belum mencapai ideal yang seharusnya sebanyak 17.391 judul buku, jadi masih terdapat kekurangan 11.891 judul buku.

Tabel 3. Daftar Pengunjung Rumah Pintar di Kecamatan Metro Barat

No Kelurahan Rata-rata

Jumlah Pengunjung/hari

1. Mulyojati 2 Orang

2 Mulyosari 2 Orang

3. Ganjar Agung 2 Orang

4. Ganjar Asri 5 Orang

Sumber:rumah pintar di kecamatan Metro Barat

(34)

Petugas rumah pintar bersifat jumlah sedikit dan bersifat sukarela, sehingga jadwal rumah pintar tidak setiap hari buka, tergantung petugas yang ada, aktifitas dibuat seminggu dua kali . Dalam hal sumber daya manusia yang mengelola perpustakaan belum representatif, yaitu jumlah pustakawan masih sedikit.

Idealnya di Kota Metro pustakawan berjumlah sepuluh orang, di mana masing–masing kecamatan ditempatkan dua orang pustakawan untuk memantau pelaksanaaan pengembangan minat baca di kecamatan, kenyataannya jumlah pustakawan hanya empat orang yang ditempatkan di Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Kota Metro. Jadi pustakawan di tingkat kecamatan belum ada. Hal ini menarik perhatian peneliti untuk mengevaluasi pelaksanaan program pengembangan minat baca di kecamatan Metro Barat.

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

“ Bagaimana Evaluasi Penyelenggaraan Program Pengembangan Minat

Baca Melalui Perpustakaan Kelurahan atau Rumah pintar di Kecamatan Metro Barat Untuk Mendukung Visi Misi Kota Metro Sebagai Kota

Pendidikan Yang Unggul dan Sejahtera?”

(35)

1. Untuk mengetahui penyelenggaraan program pengembangan minat baca di Kecamatan Metro Barat dalam mendukung implementasi visi Kota Metro sebagai Kota Pendidikan.

2. Untuk mengetahui pencapaian program pengembangan minat baca masyarakat di Kecamatan Metro Barat .

D. Manfaat Penelitian

1. Secara praktisi dapat memberikan saran dan masukan bagi pemerintah Kota Metro dalam pengembangan minat baca yang mendukung implementasi visi Kota Metro sebagai Kota Pendidikan.

(36)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Evaluasi Kebijakan 1. Evaluasi

Evaluasi merupakan salah satu tingkatan di dalam proses kebijakan publik. Menurut pengertian bahasa kata evaluasi berasal dari bahasa inggris “ Evaluation” , yang berarti penilaian atau penaksiran.

Sedangkan menurut istilah evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu obyek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolok ukur untuk memperoleh kesimpulan (Thoha, 1991 : 1).

(37)

kebijakan, dan dampak kebijakan. Jadi evaluasi kebijaksanaan bisa dilakukan pada fase perumusan masalah, formulasi usulan kebijaksanaan, implementasi kebijaksanaan, legitimasi kebijaksanaan dan seterusnya.

Menurut Dye (Silalahi, 1989 : 169), evaluasi kebijaksanaan adalah studi tentang konsekuensi–konsekuensi kebijaksanaan secara menyeluruh efektifitas suatu program nasional dalam mencapai sasarannya, atau penilaian efektifitas relatif dari dua atau lebih program yang mencerminkan tujuan – tujuan bersama.

Dalam Tayibnapis (2000:8), beberapa definisi oleh beberapa pakar evaluasi, antara lain :

- Maclcolm Provus (1971) mendefinisikan evaluasi sebagai perbedaan apa yang ada dengan suatu standar untuk mengetahui apakah ada selisih.

- Stufflebeam (1969, 1971, 1983, Stufflebeam & Shinkfield 1985), merumuskan evaluasi sebagai “ Suatu proses menggambarkan,

memperoleh dan menyediakan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan.

(38)

melaporkan ringkasan data yang berguna bagi pembuat keputusan dalam memilih beberapa alternatif.

Wibawa (1994:9), evaluasi kebijakan bermaksud untuk mengetahui empat aspek, yaitu : (1) proses pembuatan kebijakan, (2) proses implementasi, (3) Konsekuensi kebijakan, dan (4) efektifitas dampak kebijakan.

Wibawa (Dunn : 278, Ripley : 179) Evaluasi kebijakan publik mempunyai empat fungsi , yaitu

1. Eksplanasi, melalui evaluasi dapat dipotret realitas pelaksanaan program dan dapat dibuat suatu generalisasi tentang pola-pola hubungan antar berbagai dimensi realitas yang diamatinya. Dari evaluasi ini evaluator dapat mengindentifikasi masalah, kondisi dan aktor yang mendukung keberhasilan atau kegagalan kebijakan. 2. Kepatuhan, melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang

dilakukan oleh para pelaku, baik birokrasi maupun pelaku lainnya sesuai dengan standar dan prosedur yang ditetapkan oleh kebijakan. 3. Audit, melalui evaluasi dapat diketahui, apakah output benar-benar

sampai ke tangan kelompok sasaran kebijakan, atau justru ada kebocoran atau penyimpangan.

(39)

Menurut Dunn (2003:608-609), evaluasi mempunyai sejumlah karakteristik yang membedakannya dari metode-metode analisis kebijakan lainnya:

1. Fokus Nilai, evaluasi dipusatkan pada penilaian menyangkut keperluan atau nilai dari suatu kebijakan dan program. Evaluasi terutama merupakan usaha untuk menentukan manfaat atau kegunaan sosial kebijakan atau program, dan bukan sekedar usaha mengumpulkan informasi mengenai hasil aksi kebijakan yang terantisipasi dan tidak terantisipasi. Karena ketepatan tujuan dan sasaran kebijakan dapat selalu dipertanyakan, evaluasi mencakup prosedur untuk mengevaluasi tujuan-tujuan dan sasaran itu sendiri. 2. Interdependensi Fakta-Nilai. Tuntutan evaluasi tergantung baik

“fakta” maupun “nilai”. Untuk menyatakan bahwa kebijakan atau

program tertentu telah mencapai tingkat kinerja yang tertinggi (atau rendah) diperlukan tidak hanya bahwa hasil-hasil kebijakan berharga bagi sejumlah individu, kelompok atau sejumlah masyarakat; untuk menyatakan demikian, harus didukung oleh bukti bahwa hasil-hasil kebijakan secara aktual merupakan konsekuensi dari aksi-aksi yang dilakukan untuk memecahkan masalah tertentu. Oleh karena itu, pemantauan merupakan prasyarat bagi evaluasi.

(40)

bersifat retrospektif dan setelah aksi-aksi dilakukan (ex post). Rekomendasi yang juga mencakup premis-premis nilai, bersifat prospektif dan dibuat sebelum aksi-aksi dilakukan (ex ante).

4. Dualitas Nilai. Nilai-nilai yang mendasari tuntutan evaluasi mempunyai kualitas ganda, karena mereka dipandang sebagai tujuan sekaligus cara. Evaluasi sama dengan rekomendasi sejauh mana berkenaan dengan nilai yang ada (misalnya, kesehatan) dan dianggap sebagai intristik (diperlukan bagi dirinya) ataupun eksentris (diperlukan karena hal itu mempengaruhi pencapaian tujuan-tujuan lain). Nilai-nilai sering ditata di dalam suatu hirarki yang merefleksikan kepentingan relatif dan saling ketergantungan antar tujuan dan sasaran.

Kriteria – kriteria evaluasi program kebijaksanaan menurut Dunn (1987 : 170) :

- Relevansi, evaluasi harus memberi informasi yang dibutuhkan oleh pengambil keputusan dan pelaku kebijaksanaan yang lain dan harus menjawab pertanyaan yang benar pada waktu yang tepat. - Signifikansi, evaluasi harus memberikan informasi bahwa baru dan

penting bagi pelaku kebijaksanaan untuk beranjak lebih dari yang selama ini mereka anggap jelas dan terang

- Validitas, evaluasi harus memberikan pertimbangan yang persuasif dan seimbang mengenai hasil–hasil nyata dari kebijaksanaan atau program.

- Reliabilitas, evaluasi harus berisi bukti bahwa kesimpulan tidak didasarkan pada informasi melalui prosedur pengukuran yang tidak teliti dan tidak konsisten

- Obyektifitas, evaluasi harus melaporkan kesimpulan dan informasi pendukung yang sempurna dan tidak bias, yaitu informasi yang membuat evaluator–evaluator dapat mencapai kesimpulan– kesimpulan yang sama.

(41)

- Daya guna, evaluasi harus menyediakan informasi yang dapat digunakan dan dimengerti oleh pengambil keputusan dan pelaku kebijaksanan lain

2. Model Evaluasi

Model evaluasi adalah model desain evaluasi yang dibuat oleh pakar–pakar evaluasi yang biasanya dinamakan sama dengan pembuatnya atau tahap pembuatannya. Beberapa model evaluasi. yaitu :

a. Model evaluasi CIPP oleh Stufflebeam (Tayibnapis, 2000 : 14) 1. Contect Evaluation, to serve planning decision, konteks

evaluasi ini membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program dan merumuskan tujuan program.

2. Input Evaluation, structuring decision, evaluasi ini menolong mengatur keputusan, menentukan sumber– sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan.

3. Process Evaluation, to serve implementing decision evaluasi proses untuk membantu mengimplementasikan keputusan, sampai sejauhmana rencana telah diterapkan. 4. Product Evaluation, to serve recycling decision, Evaluasi

produk untuk menolong keputusan selanjutnya

(42)

membantu pengambil keputusan untuk menjawab empat pertanyaan dasar mengenai;

1. Apa yang harus dilakukan (What should we do?); mengumpulkan dan menganalisa “needs assessment” data untuk menentukan tujuan, prioritas dan sasaran.

2. Bagaimana kita melaksanakannya (How should we do it?); sumber daya dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai sasaran dan tujuan dan mungkin meliputi identifikasi program eksternal dan material dalam mengumpulkan informasi

3. Apakah dikerjakan sesuai rencana (Are we doing it as planned?); Ini menyediakan pengambil-keputusan informasi tentang seberapa baik program diterapkan. Dengan secara terus-menerus monitoring program, pengambil keputusan mempelajari seberapa baik pelaksanaan telah sesuai petunjuk dan rencana, konflik yang timbul, dukungan staff dan moral, kekuatan dan kelemahan material, dan permasalahan penganggaran.

(43)

b. Model evaluasi UCLA oleh Alkin (Tayibnapis, 2000 : 15), ada lima macam evaluasi , yaitu :

1. Sistem Assesment, evaluasi yang memberikan informasi tentang keadaan atau posisi sistem..

2. Program Planning, membantu pemilihan program tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhan progtam.

3. Program implementation, yang menyiapkan informasi apakah program sudah diperkenalkan kepada kelompok tertentu yang tepat seperti yang direncanakan.

4. Program improvement, yang memberikan informasi tentang bagaimana program berfungsi, bekerja atau berjalan, apakah menuju pencapaian tujuan.

5. Program certification, yang memberi informasi tentang nilai atau guna program.

c. Model Brinkerhoff (Tayibnafis, 2000 : 15-16 ), terdiri dari : - Fixed vs Emergent Evakuation Design, dapatkah masalah

evaluasi dan kriteria dipertemukan.

- Formative vs Summative Evaluation, apakah evaluasi akan dipakai untuk perbaikan atau untuk melaporkan kegunan atau manfaat suatu program.

(44)

3. Pendekatan Evaluasi

Beberapa pendekatan dalam evaluasi oleh Stecher, Brian M&W Alan davis (Tayibnafis, 2000 : 24-26), yaitu :

1. Pendekatan Eksperimental, evaluasi yang berorientasi pada penggunaan experimental science.

2. Pendekatan yang berorientasi pada tujuan, menggunakan tujuan program sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan dan mengukur sampai mana tujuan telah dicapai. 3. Pendekatan yang berfokus pada keputusan, menekankan pada

peranan informasi–informasi pengelola program dalam menjalankan tugasnya.

4. Pendekatan yang berorientasi kepada pemakai, pemakai informasi yang potensial adalah menjadi tujuan utama.

5. Pendekatan yang responsif, mencari suatu isu dari berbagai sudut pandang semua orang yang terlibat dan yang berkepentingan dengan program.

6. Evaluasi Bebas Tujuan, fungsi untuk mengurangi bias dan menambah obyektifitas.

Dunn (1999:612-634) mengembangkan tiga pendekatan evaluasi implementasi kebijakan, yaitu :

1. Evaluasi semu, 2. Evaluasi formal,

(45)

Selain itu ada dua konsep evaluasi (Tayibnafis. 2000 : 36 ), yaitu 1. Evaluasi summatif dan evaluasi formatif

Scriven (1967) dalam Tayibnafis (2000 : 36), menyebutkan bahwa evalausi summatif dilakukan pada akhir program, sedangkan evaluasi formatif dilaksanakan selama program berjalan.

2. Evaluasi internal dan eksternal

Evaluasi internal dilakukan oleh evaluator dari dalam proyek, sedangkan eksternal, dilakukan oleh evaluator dari luar.

Dalam penelitian ini menggunakan teori evaluasi model CIPP. Dipilih model evaluasi CIPP, karena biasanya program di bidang pendidikan menggunakan model ini. Selain itu model CIPP memiliki pendekatan yang holistik dalam evaluasi, bertujuan memberikan gambaran yang sangat detail dan luas terhadap suatu proyek, mulai dari konteksnya hingga saat proses implementasi. Model CIPP memiliki potensi untuk bergerak di wilayah evaluasi formative dan summative. Sehingga sama baiknya dalam membantu melakukan perbaikan selama program berjalan, maupun memberikan informasi final.

B. Tinjauan Implementasi Kebijakan 1. Konsep Implementasi Kebijakan

(46)

kebijakan dalam upaya meraih tujuan–tujuan kebijakan atau program – program. Implementasi pada sisi lain merupakan fenomena yang kompleks yang dapat dipahami sebagai suatu proses, suatu keluaran (output) maupun sebagai suatu dampak (outcome).

Van Meter dan Van Horn (Samodra Wibawa dkk, 1994 : 15) mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta baik secara individu maupun kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan sebagaimana dirumuskan dalam kebijakan.

Van Meter dan Van Horn (dalam Wibawa dkk, 1994:19), “Merumuskan sebuah abstraksi yang menunjukkan hubungan

antar berbagai variabel yang mempengaruhi kinerja suatu kebijakan.”

Selanjutnya Van Meter dan Van Horn (dalam Subarsono, 2005:99) mengemukakan ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni :

(47)

2. Sumberdaya (dana atau berbagai insentif yang dapat memfasilitasi keefektifan implementasi)

3. Kualitas hubungan inter-organisasional. Keberhasilan implementasi seringkali menuntut prosedur dan mekanisme kelembagaan yang memungkinkan struktur yang lebih tinggi mengontrol agar implementasi berjalan sesuai dengan tujuan dan standar yang telah ditetapkan.

4. Karakteristik lembaga atau organisasi pelaksana (termasuk di dalamnya: kompetensi dan ukuran agen pelaksana, tingkat kontrol hierarchis pada unit pelaksana terbawah pada saat implementasi, dukungan politik dari eksekutif dan legislatif, dan keterkaitan formal dan informal dengan lembaga pembuat kebijakan, dan sebagainya)

5. Lingkungan politik, sosial dan ekonomi, (apakah sumberdaya ekonomi mencukupi; seberapa besar dan bagaimana kebijakan dapat mempengaruhi kondisi sosial ekonomi yang ada; bagaimana tanggapan publik tentang kebijakan tersebut; apakah elit mendukung implementasi; dan sebagainya)

(48)

Implementasi kebijakan publik menurut Mazmania, Daniel A dan Sabatier (Wahab, 1997), ditentukan oleh karakteristik kebijakan publik. Karakteristik kebijakan publik meliputi: a. Kejelasan isi kebijakan. Ini berarti semakin jelas dan rinci

isi sebuah kebijakan akan mudah diimplementasikan karena implementator mudah memahami dan menterjemahkan dalam tindakan nyata.

b. Suatu kebijakan mesti memiliki kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana.

c. Kejelasan besarnya alokasi sumberdaya finansial terhadap kebijakan tersebut. Sumberdaya keuangan adalah faktor krusial untuk setiap program sosial.

d. Kebijakan publik mensyaratkan kejelasan seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antara berbagai institusi pelaksana. Kegagalan program sering disebabkan kurangnya koordinasi vertikal dan horisontal antar instansi yang terlibat dalam implementasi program.

(49)

Van Meter dan Van Horn menyatakan pentingnya membedakan isi (content) kebijakan, karena efektifitas implementasi akan sangat bervariasi bergantung tipe dan issu kebijakan tersebut, karena faktor-faktor yang mempengaruhi proses implementasi juga akan sangat berbeda. Menurut Van Meter dan Van Horn tipe kebijakan akan memerlukan karakteristik proses, struktur dan hubungan antar berbagai faktor yang berbeda-beda pula dalam implementasinya. Meter dan Horn kemudian mengklasifikasikan kebijakan berdasarkan dua karakteristik pokok, yakni;

1. Seberapa besar perubahan yang dituju oleh kebijakan tersebut. Karena semakin besar perubahan yang diharapkan akan berdampak pula pada perubahan organisasional pelaksananya.

2. Seberapa besar penerimaan atas tujuan kebijakan dari para aktor implementasi.

Dari karakteristik tersebut, Meter dan Horn kemudian mengkategorikan kebijakan ke dalam empat tipe yang masing-masing dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi, sebagai berikut:

1. Isi Kebijakan dengan tujuan perubahan kecil dengan konsensus kecil diantara para pelaksananya.

2. Isi Kebijakan dengan tujuan perubahan besar, dengan konsensus besar diantara para pelaksananya.

3. Isi Kebijakan dengan tujuan perubahan besar, dengan konsensus kecil, dan

4. Isi kebijakan dengan tujuan perubahan besar, dengan konsensus besar.

(50)

Grindle mengemukakan bahwa proses implementasi kebijakan hanya dapat dimulai apabila tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang semula telah diperinci, program-program aksi telah dirancang dan sejumlah dana telah dialokasikan untuk mewujudkan tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran tersebut.

Isi kebijakan menurut Grindle mencakup: 1) Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan, 2) jenis manfaat yang akan dihasilkan, 3) derajat perubahan yang diinginkan, 4) kedudukan pembuat kebijakan, 5) siapa pelaksana program, 6) sumber daya yang dikerahkan.

Sabatier dan Mazmanian ( Samodra Wibawa, 1994 : 25 ) menyatakan implementasi kebijakan merupakan fungsi dari tiga variabel, yaitu : 1) karakteristik masalah, 2) struktur manajemen program yang tercermin dalam berbagai macam peraturan yang mengoperasionalkan kebijakan, dan 3) faktor – faktor di luar peraturan.

(51)

1. Komunikasi; merupakan proses penyaluran informasi dari para pembuat kebijakan kepada para pelaksana sehingga mereka mengetahui apa yang harus dikerjakan. Agar komunikasi menjadi efektif maka harus dipilih orang-orang yang tepat untuk menyampaikan dan menerima informasi agar informasi itu akurat.

2. Sumber-sumber daya (resources) ; dalam hal ini sumber daya yang dimaksud adalah jumlah dan kemampuan para staf, kekuasaan dan wewenang serta fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan kepada publik.

(52)

Secara teoritis, James E Anderson sebagaimana dikutip Suharno (2010:24-25) menyampaikan kategori kebijakan publik sebagai berikut :

1. Kebijakan substantif versus kebijakan prosedural

Kebijakan substantif yaitu kebijakan yang menyangkut apa yang akan dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan kebijakan prosedural adalah bagaimana kebijakan substantif tersebut dapat dijalankan. 2. Kebijakan distributif versus kebijakan regulatori versus

kebijakan redistributif

Kebijakan distributif menyangkut distribusi pelayanan atau kemanfaatan pada masyarakat atau individu. Kebijakan regulatori merupakan kebijakan yang berupa pembatasan atau pelarangan terhadap perilaku individu atau kelompok masyarakat. Sedangkan kebijakan redistributif merupakan kebijakan yang mengatur alokasi kekayaan, pendapatan, pemilikan atau hak-hak diantara berbagai kelompok dalam masyarakat.

3. Kebijakan material versus kebijakan simbolik

Kebijakan material adalah kebijakan yang memberikan keuntungan sumber daya komplet pada sasaran. Sedangkan kebijakan simbolis adalah kebijakan yang memberikan manfaat simbolik pada kelompok sasaran.

(53)

Kebijakan public goods adalah kebijakan yang mengatur pemberian barang atau pelayanan publik. Sedangkan kebijakan privat goods adalah kebijakan yang mengatur penyediaan barang atau pelayanan untuk pasar bebas.

3. Kegagalan Implementasi kebijakan

Faktor-faktor penyebab kegagalan implementasi yang dikemukakan oleh Hoogewerf dalam Riant Nugroho (2004:63) adalah sebagai berikut :

1. Isi Kebijakan

Isi kebijakan dapat menyebabkan kegagalan dalam implementasinya karena :

a. Samar-samarnya isi kebijakan (tujuan-tujuan yang tidak dapat terinci), sarana dan penentuan prioritas, program kebijakan yang terlalu umum atau sama sekali tidak ada. b. Kurangnya ketetapan internal dan eksternal dari kebijakan

yang akan dilaksanakan.

c. Kadang-kadang perundang-undangan mempunyai begitu banyak lubang, sehingga tanpa banyak kesulitan obyek-obyek kebijakan dapat mengelaknya, di mana hal ini dapat mematahkan semangat para pelaksana.

d. Kurang sumber-sumber pembantu (waktu, uang dan tenaga manusia)

2. Informasi

(54)

3. Dukungan

Pelaksanaan suatu kegiatan akan dipersulit jika pelaksanaan tidak cukup dukungan untuk suatu kebijakan.

4. Pembagian Potensi

Adanya pembagian wewenang dan tanggungjawab yang tidak disertai dengan pembatasan-pembatasan yang jelas, serta adanya desentralisasi dalam pelaksanaan

Soenarko (2002:166) mengemukakan kegagalan atau kesuksesan kebijakan publik tergantung pada faktor utama, yaitu :

a. Berkaitan dengan kondisi demografis, yang meliputi jenis penduduk, usia, pekerjaan dan komposisinya.

b. Kondisi geologis, yaitu menyangkut struktur alam dan lngkungan di mana masyarakat yang akan dikenai kebijakan itu berdiam atau tinggal.

c. Nilai-nilai kultural yang ada berkaitan dengan sistem masyarakat setempat.

d. Konfigurasi politik lokal, yaitu pertimbangan atas keberadaan kelompok-kelompok formal maupun nonformal yang berhubungan dengan pembuatan kebijakan publik.

e. Sumber daya ekonomi, yaitu adanya resources yang mendukung pendanaan atas diberlakukannya kebijakan.

(55)

kepentingan elit lokal akan cepat tertolak, karena dalam setiap kelompok masyarakat terdapat kepatuhan sekelompok masyarakat terhadap elit lokal.

g. Rekrutmen, menyangkut rekrutmen elit termasuk aparat pemerintah daerah dan aparat birokrasi dipertanggungjawabkan (integritas, akseptabilitas, kredibilitas, dan akuntabilitas).

C. Tinjauan Pengembangan Minat Baca 1. Minat

Definisi minat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 2002 : 744) adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu, gairah, keinginan.

Menurut Daryanto (2007: 53) ”minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan.”

Kegiatan yang diminati seseorang diperhatikan terus-menerus yang disertai dengan rasa senang.

(56)

individu dan bersumber pada desakan atau dorongan didalam hati. Kebiasaan-kebiasaan yang dikehendaki dan pengaruh lingkungan yang mengelilingi individu itu. Dengan kata lain sikap dihasilkan dari keinginan–keinginan pribadi dan sejumlah stimuli-stimuli.

Minat sebagai salah satu aspek tingkah laku afektif, memiliki ciri-ciri yang yang antara lain berasosiasi dengan aktivitas, bersifat tetap dan terus menerus, mempunyai intensitas dan kecenderungan untuk menerima atau menolak untuk melakukan suatu aktivitas (Aiken, 1997:26).

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa minat merupakan suatu faktor yang berasal dari dalam diri seseorang dan mempunyai fungsi mendorong seseorang melakukan sesuatu.

2. Membaca

Baca atau membaca dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 2002 : 83) didefinisikan sebagai melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau dalam hati).

(57)

Hodgson dalam Tarigan (1994: 7) ”membaca adalah suatu proses

yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis”. Proses tersebut menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas, dan agar makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui.

Burn, Roe & Ross (Dalman, 2011 : 3) memasukkan proses membaca dalam kegiatan membaca, membaca terdiri dari proses membaca dan produk membaca. Proses membaca adalah kegiatan membaca, sedangkan produk membaca adalah komunikasi pikiran dan perasaan penulis pada pembaca.

Menurut Anderson dalam Tarigan (1994: 7) mengungkapkan: ”Dari segi linguistik, membaca adalah suatu proses penyamdian kembali dan membaca sandi (a recording and decoding process), berlainan dengan berbicara dann menulis yang justru melibatkan penyandian (encoding). Sebuah aspek pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis (written word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning) yang mencakup pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna.”

(58)

serta mengubah lambang-lambang tertulis. Membaca dapat pula dianggap sebagai suatu proses untuk memahami yang tersirat dalam yang tersurat, melihat pikiran yang terkandung di dalam kata-kata yang tertulis. Setiap membaca memiliki pengalaman yang berbeda-beda yang digunakan sebagai alat untuk menginterpretasikan kata-kata tersebut.

Klein dkk (Rahim, 2007 : 3), menyatakan definisi membaca mencakup (1) membaca merupakan suatu proses, (2) membaca adalah strategi, dan (3) membaca merupakan interaktif.

Menurut Tarigan (1994: 2) ”tujuan utama dalam membaca adalah

untuk memcari serta memperoleh informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan. Makna, arti (meaning) erat sekali berhubungan dengan maksud, tujuan, atau intensif kita dalam membaca.

3. Minat Baca

(59)

misal pelajar bukan buku pelajaran sekolah, tetapi bacaan tambahan untuk menambah pengetahuan umum.

Menurut Baderi (2005:6) minat baca dipahami sebagai keinginan untuk mengetahui, memahami isi dari apa yang tertulis yang mereka baca.

Rahim (2007: 28) mengemukakan bahwa minat baca ialah keinginan yang kuat disertai dengan usaha-usaha seseorang untuk membaca. Orang yang mempunyai minat membaca yang kuat akan diwujudkannya dalam kesediaannya untuk mendapat bahan bacaan dan kemudian membacanya atas kesadarannya sendiri atau dorongan dari luar.

Menurut Sutarno ( 2003 : 19-20), minat baca dapat diartikan sebagai kecenderungan hati yang tinggi kepada sesuatu sumber bacaan tertentu. Sedangkan budaya baca adalah suatu sikap dan tindakan atau perbuatan untuk membaca yang dilakukan secara teratur dan berkelanjutan. Seseorang yang mempunyai budaya baca adalah orang yang telah terbiasa dalam waktu yang lama di dalam hidupnya selalu menggunakan sebagian waktunya untuk membaca.

(60)

1. Rasa ingin tahu yang tinggi atas fakta, teori, prinsip, pengetahuan, informasi dan yang lain.

2. Keadaan lingkungan fisik yang memadai, dalam arti tersedianya bahan bacaan yang menarik dan berkualitas.

3. Keadaan lingkungan sosial yang kondusif, adanya iklim yang memanfaatkan waktu luang untuk membaca.

4. Rasa haus informasi, selalu membutuhkan informasi terutama yang aktual.

5. Memiliki prinsip hidup bahwa membaca adalah kebutuhan rohani.

Menurut Baderi (2005 : 6-7) ada lima faktor yang mempengaruhi minat baca seseorang, yaitu : (1) Dorongan dari dalam, (2) Lingkungan keluarga, (3) Lingkungan masyarakat, (4) Lingkungan sekolah atau pendidikan, dan (5) Sistem Pendidikan Nasional.

Bunata dalam Dalman (2010 : 63) menyebutkan bahwa minat baca ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Faktor lingkungan keluarga

2. Faktor kurikulum dan pendidikan sekolah yang kurang kondusif.

3. Faktor infrastruktur masyarakat yang kurang mendukung peningkatan minat baca masyarakat.

(61)

Dalman (2011 : 128) menyebutkan indikator–indikator apakah sesorang memiliki minat baca tinggi atau rendah, yaitu :

1. Frekuensi dan kuantitas membaca, keseringan dan waktu yang digunakan seseorang untuk membaca.

2. Kuantitas sumber bacaan, orang yang memiliki minat baca akan membaca bacaan variatif, tidak hanya membaca buku yang mereka butuhkan, tetapi membaca buku yang dianggap penting.

Kimman (1984) dalam Dalman (2011 : 128), bahan bacaan yang dibaca masyarakat Indonesia dibagi menjadi empat kategori, yaitu : pertama sekelompok orang hanya membaca sesekali saja, berdasar membaca untuk mencari informasi, seperti membaca surat, koran. Kedua, membaca sekedar mencari hiburan, seperti membaca komik, novel, cerpen. Ketiga, membaca untuk study. Keempat, membaca karena kebutuhan.

(62)

Minat baca sesorang tidaklah tumbuh dengan sendirinya, tetapi membutuhkan peranan orang lain dengan dorongan atau upaya lain yang bisa mendorong orang untuk membaca.

D. Tinjauan Kota Pendidikan 1. Definisi Kota

Istilah kota akan tergantung dari sudut pandang seseorang sesuai bidang ilmu. Maka definisi kota terbagi menjadi definisi klasik yang bersifat “ etnosentris” dan definisi modern.

Pamudji (1985 : 1) Pengertian Kota (definisi klasik):

Adalah kelompok orang – orang dalam jumlah tertentu , hidup dan bertempat tinggal bersama dalam suatu wilayah geografis tertentu, berpola hubungan rasional, ekonomis dan individualistis.

Definisi modern menurut Rapoport (Zahnd, 2006:5) sebagai berikut :

Sebuah pemukiman dapat dirumuskan sebagai sebuah kota bukan dari segi ciri – ciri morfologis tertentu, atau bahkan kumpulan ciri

– cirinya, melainkan dari segi fungsi khusus, yaitu menyusun sebuah wilayah dan menciptakan ruang – ruang efektif melalui pengorganisasian sebuah daerah pedalaman yang lebih besar berdasarkan hierarki – hierarki tertentu.

2. Definisi Pendidikan

(63)

Mendidik adalah membudayakan manusia. Pendidikan berlangsung seumur hidup, dari dalam kandungan sampai manusia menjadi tua.

Pendidikan merupakan upaya untuk dapat mempercepat pengembangan potensi manusia dalam rangka mengemban tugas yang diberikan kepadanya, karena hanya manusia yang dapat dididik sekaligus mendidik. Pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan fisik, mental, emosional, moral, keimanan serta ketakwaan seorang manusia. Oleh karena itu. Pendidikan menyangkut proses aktifitas atau kegiatan dari setiap individu dalam rangka pengembangan potensi diri sebagai rangsangan intervensi dari dunia luar individu yang memberikan pengaruh secara interaktif dengan intensitas yang sama , sehingga dapat dicapai tujuan dari aktifitas tersebut secara waajar, intensif dan memuaskan.

Menurut Langeveld (Made Pidarta, 2009 : 10 ) :

Mendidik adalah memberi pertolongan secara sadar kepada seorang anak dalam pertumbuhannya menuju ke arah kedewasaan dalam arti bisa berdiri sendiri dan bertanggung jawab susila atas segala tindakannya menurut pilihannya sendiri.

Dewantara ( Tim MKDK, 1990) :

Pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak – anak, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat mendapat keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi

(64)

Dalam Undang – undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 mendefinisikan sebagai berikut :

Pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran, sehingga peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan masyarakat, bangsa dan negara.

3. Kota Metro sebagai Kota pendidikan

Visi Kota Metro sebagai Kota Pendidikan berarti menjadikan daerah sebagai sentra pendidikan di Propinsi lampung yang mempunyai daya saing dan daya tarik, baik pada tingkat lokal, nasional, maupun internasional.

Visi Kota Metro sebagai kota pendidikan juga mewujudkan masyarakat Kota Metro sebagai “Masyarakat Belajar”, dengan

memiliki produk literasi bermutu.

Menurut kamus bahasa inggris pengertian literacy adalah kemelekan huruf atau kemampuan membaca dan information adalah informasi. Maka literasi informasi adalah kemelekan terhadap informasi.

(65)

mencari sumber-sumber informasi yang tepat, (3) mengetahui cara memperoleh informasi yang terkandung dalam sumber yang ditemukan, (4) mengevaluasi kualitas informasi yang diperoleh, (5) mengorganisasikan informasi, dan (6) menggunakan informasi yang telah diperoleh secara efektif.

Doyle (1992: 10) juga membuat kriteria seseorang yang melek informasi adalah seseorang yang:

1. Menyadari kebutuhan informasi.

2. Menyadari Informasi yang akurat dan lengkap merupakan satu dasar untuk membuat keputusan yang tepat.

3. Mengidentifikasi sumber-sumber potensial dari suatu informasi.

4. Membangun strategi pencarian yang tepat.

5. Mengakses sumber-sumber informasi, termasuk dasar teknologi lainnya .

6. Mengevaluasi informasi .

7. Mengorganisasikan informasi untuk mengaplikasikan atau mempraktekkan.

8. Mengintegrasikan informasi yang baru dengan yang sudah dimiliki (pengetahuan lama).

(66)

E. Kerangka Pikir

Program pengembangan minat baca merupakan salah satu program dalam pelaksanaan strategi menggalakkan minat baca dan budaya belajar masyarakat, agar tercapai sasaran yaitu terciptanya masyarakat belajar yang merupakan turunan dari visi dan misi kota Metro sebagai kota pendidikan.

Program Pengembangan minat baca yang dilaksanakan di kota Metro juga mengacu program pengembangan minat baca tingkat nasional yang telah dicanangkan oleh Presiden pada November 2003. Dalam pelaksanaan di kota Metro Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi menjadi leadingsector program pengembangan minat baca.

Program pengembangan minat baca ini mempunyai tujuan umum untuk menciptakan “masyarakat membaca (reading society), menuju

masyarakat belajar (learning society) dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai subyek pembangunan nasional menuju masyarakat madani.

(67)

Kegiatan program pengembangan minat baca di kota Metro antara lain penyelenggaraan perpustakaan keliling, pembinaan perpustakaan di sekolah – sekolah, perpustakaan kelurahan, penyelenggaraan rumah pintar di masing – masing kelurahan untuk dapat menjangkau masyarakat. Selain itu mengadakan lomba – lomba yang dapat meningkatkan minat baca.

Kendala dalam program ini adalah belum adanya toko buku besar yang representatif di kota Metro, kurangnya tenaga pustakawan di kota Metro, selain itu masih minimnya pengunjung di rumah pintar, koleksi buku kurang variatif dan kurang menarik minat baca.

(68)

kelebihannya dan dapat digunakan untuk pertimbangan dalam penyusunan program dimasa yang akan datang.

(69)

Gambar 1 Kerangka Pikir

(70)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian evaluasi model CIPP ( Contect, Input, Process, Product) oleh stufflebeam, yang menggunakan perspektif pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian ini berusaha mendeskripsikan atau menggambarkan secara terperinci atau mendalam tentang program pengembangan minat baca untuk mendukung tercapainya visi dan misi Kota Metro sebagai kota pendidikan yang unggul , data-data dari lapangan akan dianalisa secara kualitatif.

Adapun Bogdan dan taylor dalam Moleong (2006:4) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

(71)

sosial. Tujuan kedua adalah mendeskripsikan secara terperinci fenomena sosial tertentu (Singarimbun dan Effendi, 1982:4).

B. Fokus Penelitian

Dengan perumusan fokus penelitian yang baik maka penulis akan terhindar dari pengumpulan data yang tidak relevan dan tidak terjebak pada bidang yang umum dan luas. Fokus penelitian ini dibatasi pada program pengembangan minat baca di kecamatan Metro Barat , yang terdiri dari empat kelurahan, yaitu Ganjar Asri, Ganjar Agung, Mulyojati dan Mulyosari.

Karena penelitian ini merupakan studi evaluasi, dengan model CIPP ( Contex, Input, Process, Product) stufflebeam, maka berusaha menfokuskan dari sisi pelaksanaan program pengembangan minat baca dengan melihat :

1. Contxs, dukungan pemerintah dan masyarakat, landasan yuridis disini melihat kelembagaan dari program.

2. Input, dengan melihat tujuan, sasaran program , sumber daya manusia dalam program .pengembangan minat baca di kecamatan Metro Barat. 3. Process, kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung program, melihat

pelaksanaan rumah pintar, perpustakaan kelurahan, perpustakaan keliling sebagai upaya meningkatkan minat baca masyarakat, melihat aktifitas warga dalam program pengembangan minat baca.

(72)

C.Sumber Data 1. Data Primer

Data primer merupakan data yang langsung dikumpulkan pada saat melaksanakan penelitian di lapangan berupa rekaman wawancara, pengamatan langsung melalui komunikasi yang tidak secara langsung tentang pokok masalah. Data primer adalah jawaban narasumber yang langsung didapat dari proses pengumpulan data.

Data primer program pengembangan minat baca untuk mendukung visi dan misi Kota Metro sebagai kota pendidikan didapat dari wawancara terhadap masyarakat yang terdiri dari berbagai unsur, yaitu pengunjung rumah pintar atau perpustakaan keliling, pustakawan.

2. Data Sekunder

Data sekunder atau data penunjang adalah data yang akan dijadikan penguat atau data yang akan melengkapi atas segala informasi yang telah didapat melalui data primer atau data pokok dalam penelitian. Data sekunder adalah data yang diolah peneliti dari data yang telah dikumpulkan oleh pihak-pihak lain yang terkait dengan tema penelitian.

(73)

( RPJM ) Kota Metro Tahun 2010 – 2015, Undang – undang Republik Indonesia Nomor 47 tentang Perpustakaan.

D.Subyek Penelitian

Langkah awal pengumpulan data adalah menentukan siapa subyek penelitiannya, agar tidak terjadi kesalahan dalam menentukan informan yang diharapkan dapat menjawab pertanyaan peneliti yang diajukan. Subyek penelitian dalam penelitian kualitatif disebut dengan istilah informan.

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian, ia harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian (Moleong 2006:132).

Agar dapat mengumpulkan informasi dari subyek penelitian sesuai dengan fenomena yang diamati, dilakukan pemilihan kepada unsur masyarakat secara purposive sebagai informan. Pemillihan didasarkan atas pertimbangan bahwa informan memiliki pemahaman terhadap fenomena penelitian.

Berikut ini informan atau responden yang menjadi sumber data dalam penelitian ini:

1. Pustakawan di Kota Metro, karena tugas dan fungsi pustakawan untuk memantau perputaran bahan bacaan di masyarakat, apa yang diperlukan oleh masyarakat.

(74)

3. Pengurus atau pengelola rumah pintar di empat kelurahan masing-masing satu orang, karena mempunyai tugas memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat.

4. Pengunjung Rumah pintar dan Griya Baca di empat kelurahan di kecamatan Metro Barat, Kota Metro masing – masing dipilih secara acak 1(satu) orang dari berbagai lapisan, baik usia, jenis kelamin, untuk melihat partisipasi dan minat baca masyarakat dalam menunjang masyarakat belajar.

E.Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan proses pengadaan data primer untuk kebutuhan suatu penelitian. Pengumpulan data harus menggunakan prosedur yang sistematis dan terstandar untuk memperoleh data yang diperlukan dalam suatu penelitian. Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Observasi

Gambar

Tabel 2.  Kondisi Pelaksanaan Perpustakaan Kelurahan/Rumah Pintar
Tabel 3. Daftar Pengunjung Rumah Pintar di Kecamatan Metro Barat
Gambar 1 Kerangka Pikir
Tabel 5. Data Jumlah Penduduk  Kecamatan Metro Barat
+3

Referensi

Dokumen terkait

Kansallinen valtion rahoitus: 80 000 EU/EAKR-rahoitus: 441 000 Muu julkinen rahoitus: 67 000 Rahoitus yhteensä (Suomi): 588 000 Hankkeen kokonaisrahoitus: 1 182 000.

Kecil Fermat (Fermat’s Little Theorem).Algoritma dan kode yang dirancang lalu digunakan untuk mengidentifikasi pseudoprime (prima semu) dalam barisan bilangan yang

PEMILU TERAKHIR YANG MEMENUHI AMBANG BATAS PEROLEHAN SUARA DARI JUMLAH SUARA SAH SECARA NASIONAL, DITETAPKAN SEBAGAI PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU PADA PEMILU BERIKUTNYA”..

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti kepada 45 responden dan responden yang diperoleh peneliti dan sesuai dengan kriteria responden pada sampel dan

Namun ada beberapa permasalahan yang di lihat dari sosial desa yaitu para pemuda desa aktivitasnya tidak mencerminkan suatu profesi orangtuanya yaitu sebagai

Kebijakan moneter adalah suatu kebijaksanaan yang dilakukan untuk mengontrol penawaran dan permintaan uang (uang yang beredar di masyarakat), persediaan uang yang ada,

Diskusi: bahwa Ho ditiolak dan HI diterima artinya ada terapi musik klasik terhadap tingkat stress dalam menyusun tugas akhir pada mahasiswa tingkat akhir

Dalam rangka penyerahan sebagian urusan pemerintahan kepada desa sebagai tindak lanjut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyerahan