DAFTAR PUSTAKA
Hardjasaputra, Harianto. Steffie Tumilar. Model Penunjang dan Pengikat ( Strut-and-Tie Model) Pada Perancangan Struktur Beton. Universitas Pelita Harapan: Jakarta. Juli, 2002
G.Nawy, Edward. Beton Bertulang-Suatu Pendekatan Dasar. PT Rafika Aditama;
Bandung. November 2008
L.Schodek, Daniel. Struktur. PT Rafika Aditama; Bandung. 1998.
Marlon Marpaung. Johannes Tarigan. Jurnal: Analisa Balok Tinggi Berlubang
Dengan Metode Strut And Tie. Jurnal Teknik Sipil F.T USU.
Liang-Jenq Leu, Chang-Wei Huang, Chuin-Shan Chen, M.ASCE and Ying-Po
Liao. Journal: Strut-and-Tie Design Methodology for Three-Dimensional
Reinforced Concrete Structures. Journal of Structural Engineering ASCE,
June 2006.
Tavio. F. Hartoyo. Jurnal : Deflection Prediction Using Strut-And-Tie Model with
An Effective Cross-Sectional Area Approach. Jurnal Teknik Sipil FT ITS,
Mei 2012.
ACI Building Code 318-2002 “Building Code Requirements for Structural Concrete (ACI 318-02) and Commentary (318R-02)”, American Concrete Institute, Farmington Hills, Mich., 2005, 430 pp.
Vis, W.C. Dasar-Dasar Perencanaan Beton Bertulang. Erlangga. Jakarta:1997.
B. Singh, S.K. Kaushik, K.F. Naveen and S. Sharma.Journal: Design of a
Civil Engineering, Department of Civil Engineering, I.I.T. Roorkee,
Roorkee-247 677, India. 2006.
Wight, James K. Gustavo J. Parra-Montesinos. Journal : Strut and Tie Model for
Deep Beam Design (A Practical Exercise using Appendix A of the 2002
ACI Building Code). Mei, 2003.
Mc. Cormac, Jack. C. Desain Beton Bertulang, Edisi 5 Jilid 1. Erlangga. Jakarta :
2003.
Mc. Cormac, Jack. C. Desain Beton Bertulang, Edisi 5 Jilid 2. Erlangga. Jakarta :
2003.
H.Nilson, Arthur. David Darwin. Charles W.Dolan. Design of Concrete Structures
Tabel Faktor Reduksi Kekuatan berdasarkan peraturan ACI.
Strength Condition Strength Reduction Factor (ɸ)
Tension-controlled sections
Sumber: Design of Concrete Structure oleh Arthur H.Nilson, David Darwin dan Charles W.
Dolan.
Tabel Nilai �� untuk kuat nodal.
Nodal Zone Condition Classification ��
Bounded by strut or bearing area
Anchoring one tie
Anchoring two or more ties
C-C-C
Sumber: Design of Concrete Structure oleh Arthur H.Nilson, David Darwin dan Charles W.
Tabel tulangan standar ASTM.
Bar size, no. Nominal diameter,
in.
Tabel Panjang tulangan ld tarik yang disederhanakan dalam diameter tulangan ld/db untuk
tulangan tanpa lapisan dan beton normal.
or b 60 49 44 40 62 55 50
ties throughout ld not less than the Code minimum.
Case b: Clear spacing of bars being develop or spliced ≥ 2 db, and clear cover not less than db
a
ACI Committee 408 recommends that the values indicated for bar sizes No. 7 (No.22) and
larger be used for all bar sizes.
Sumber: Design of Concrete Structure oleh Arthur H.Nilson, David Darwin dan Charles W.
BAB III
METODE ANALISA DAN APLIKASI.
3.1 Umum.
Struktur balok beton bertulang pada dasarnya di desain untuk melawan
lendutan dan gaya geser berdasarkan asumsi bahwa tegangan bekerja secara linier
pada penampang. Sesuai dengan hipotesa Bernoulli atau teori balok , perilaku dari balok secara umum diasumsikan bahwa bidang datar akan tetap datar setelah
dibebani. Bagian struktur dimana teori Bernoulli berlaku disebut dengan daerah-B.
Desain pada balok tinggi berbeda dengan desain penampang balok biasa
karena tegangan yang terjadi tidak lagi linier. Balok tinggi adalah sruktur dimana
rasio bentang/tinggi, a/d, relatif kecil. Secara tipikal, balok yang mempunyai rasio
a/d kurang dari 2.0-2.5 diperhitungkan sebagai balok tinggi, yang mana balok
yang mempunyai rasio yang lebih besar diasumsikan berprilaku sesuai dengan
teori penampang. Pada balok tinggi, tegangan geser mendominasi perilaku dari
struktur dan teori balok tidak dapat digunakan untuk menentukan keadaan
tegangan yang sebenarnya terjadi.
Distribusi tegangan yang nonlinear pada umumnya disebabkan oleh
perubahan geometri atau pembebanan secara tiba-tiba. Daerah ini disebut dengan
daerah D (discontinuity atau disturbance).
3.2 Daerah D dan daerah B.
Perancangan struktur beton sebagaimana diungkapkan sebelumnya pada
(1982-1993) telah membangun suatu dasar filosofi perancangan yang konsisten
pada struktur yang terdiri dari daerah D dan B, yaitu perancangan dengan Strut-and-Tie Model. Tetapi dalam praktek Strut-and-Tie model lebih banyak diterapkan pada daerah D, sedangkan pada daerah B lebih dikhususkan pada
perancangan terhadap pengaruh geser dan torsi. Penerapan Strut-and-Tie model
dalam perancangan struktur beton diawali dengan penentuan daerah D dan B.
a. Gambar daerah D disebabkan oleh diskontinuitas geometri.
b. Gambar daerah D disebabkan oleh diskontinuitas statika dengan atau tanpa
diskontinuitas geometri.
Gambar 3.1: Daerah D (daerah yang diarsir) dimana distribusi regangan nonlinear
disebabkan oleh diskontinuitas geometri, statika dengan atau tanpa diskontinuitas
(Sumber:”Model Penunjang dan Pengikat (Strut and Tie Model) pada Perancangan Struktur Beton” oleh Dr.Ing. Harianto Hardjasaputra dan Ir. Steffie
Tumilar, M. Eng., MBA).
3.3 Pemodelan pada daerah D dan B.
Strut and tie model adalah suatu engineering model yang mendasarkan
pada asumsi bahwa aliran gaya-gaya dalam struktur beton dan terutama pada
daerah yang mengalami distorsi dapat didekati sebagai suatu rangka batang yang
terdiri dari Strut (batang tekan atau penunjang) dan Tie (batang tarik atau
pengikat). Dapat disimpulkan bahwa Strut and Tie merupakan resultante dari
medan tegangan (stress field), dimana pada Strut yang bekerja adalah betonnya, sedangkan pada Tie yang bekerja adalah tulangan baja terpasang. Dengan
demikian suatu sistem struktur beton dapat dinyatakan sebagai suatu sistem
rangka batang yang terdiri dari batang-batang tekan dan batang-batang tarik, yang
dikenal sebagai Strut and Tie model atau model Penunjang dan Pengikat.
Namun, kelemahan daripada Strut-and-Tie Model juga dapat diakibatkan oleh kebebasan perencana dalam memilih model rangka. Tidak ada solusi model
yang benar atau salah, tetapi lebih kepada yang baik atau buruk. Tidak ada
panduan khusus yang membatasi dalam pemilihan model, sehingga solusi yang
baik dapat ditandai dengan keefektifan model dan terpenuhinya syarat-syarat
batas.
3.4 Batang Tekan-Strut.
Penyaluran gaya tekan dipengaruhi oleh beton yang dibebani, oleh karena
dalam menganalisis strut yang bersangkutan. Kolom yang dibebani beban-normal
adalah sebagai suatu contoh batang tekan yang sederhana dimana tegangan tekan
dapat terdistribusi merata hampir pada seluruh penampang kolom. Jika beban
yang sama tersebut bekerja pada suatu dinding, maka beban-normal tersebut akan
terdistribusi pada suatu lebar tertentu pada dinding tersebut dan lebar
distribusinya akan berlainan pada setiap penampang dinding sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2.: Distribusi beban-normal pada struktur kolom dan dinding.
(Sumber:”Model Penunjang dan Pengikat (Strut and Tie Model) pada Perancangan Struktur Beton” oleh Dr.Ing. Harianto Hardjasaputra dan Ir. Steffie
Tumilar, M. Eng., MBA).
Jika diumpamakan beban-normal N menyebar dengan sudut � setinggi 0,4
h dan selanjutnya merata setinggi 0,2 h, maka gaya tekan pada strut AB adalah C
=NAB dan gaya tarik pada tie BB1 adalah T=NBB1, sehingga selanjutnya dapat
ditulis:
�= �
dan
�=�tan� (3.2)
selanjutnya bila diasumsikan tan � = 0,6, maka gaya tekan C dan gaya tarik T
dapat ditentukan.
Perlu diketahui bahwa nilai tan � = 0,6 merupakan suatu pendekatan dan
tidak mutlak, beberapa peneliti lain menggunakan kemiringan 2:1 sebagai
pendekatannya.
Gaya tarik T yang relatif kecil dapat dipikul oleh beton dan bila T relatif
besar atau seandainya diasumsikan beton akan retak akibat gaya T tersebut, maka
gaya T tersebut dipikul oleh tulangan yang dipasang tegak lurus sumbu A-A
tersebut (tulangan horizontal). Dapat ditambahkan bahwa untuk keadaan batas,
besaran Nu tergantung pada kuat tekan beton dan dimensi landasan dari beban
kerja, yaitu yang terletak pada sisi atas atau sisi bawah dari dinding. Untuk
mencegah terjadinya kerusakan beton pada landasan, maka Nu perlu dibatasi,
yaitu:
Nu≤ ɸ f’c Ab (3.3)
dimana:
Nu = gaya normal batas terfaktor.
ɸ = faktor reduksi kekuatan.
f’c = kuat tekan beton.
Ab = luas landasan dari beban normal.
Distribusi gaya tekan akibat beban normal untuk berbagai lokasi
perletakan/landasan dapat juga dilihat pada Gambar 3.3 . Gambaran ini sangat
Gambar 3.3: Distribusi gaya tekan akibat beban normal dengan berbagai lokasi
perletakan.
(Sumber:”Model Penunjang dan Pengikat (Strut and Tie Model) pada Perancangan Struktur Beton” oleh Dr.Ing. Harianto Hardjasaputra dan Ir. Steffie
3.5 Batang Tarik-Tie
Pada beton struktur batang tarik dapat berupa satu atau kumpulan baja
tulangan biasa atau dapat juga berupa satu atau kumpulan beton prategang yang
dijangkar dengan baik. Selanjutnya bila diasumsikan tulangan akan mengalami
pelelehan pada keadaan batas (ultimate limit state), maka gaya tarik maksimum pada batang tarik-Tie tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:
Tu≤ ɸ As fy (3.4)
atau
Tu≤ ɸ As fy + ɸ Aps fpu (3.5)
dimana:
Tu = gaya tarik batas terfaktor.
As = luas baja tulangan biasa.
Aps = luas baja tendon prategang.
fy = kuat tarik baja tulangan biasa.
fpu = kuat tarik tendon prategang
ɸ = faktor reduksi.
Karena Strut-and-Tie model diberlakukan pada beton struktur dalam keadaan batas, maka pada kondisi layan (serviceability limit state) lebar retak pada batang tarik perlu diperiksa, yaitu melalui pembatasan lebar retak atau
melalui pembatasan tegangan baja yang lebih rendah.
3.6 Node.
Titik simpul/node merupakan titik tangkap dari tiga batang atau lebih dari
empat jenis sambungan pertemuan, yaitu CCC-node, CCT-node, CTT-node dan
TTT-node:
a. CCC-node “hydrostatic element” dimana node element menyalurkan gaya C1 dari pelat jangkar dan gaya C2 dari pelat landasan (bearing plate) ke medan tekan C3 yang berbentuk botol.
b. CCT-node, dimana strut diagonal dan reaksi vertikal perletakan diimbangi
oleh batang tarik berupa tulangan yang dijangkarkan ke tepi luar melalui pelat
jangkar.
c. CTT-node dimana strut ditumpu oleh lekatan kedua tulangan dan oleh
tegangan radial dari tulangan yang dibengkokkan.
Gambar 3.4: Gambar dari empat jenis sambungan pertemuan, dimana (a)
Gambar 3.6: Gambar pengaruh penjangkaran pada luas penampang efektif dari
strut.
(Sumber:”Model Penunjang dan Pengikat (Strut and Tie Model) pada Perancangan Struktur Beton” oleh Dr.Ing. Harianto Hardjasaputra dan Ir. Steffie
Tumilar, M. Eng., MBA).
Perhitungan luas efektif strut tekan harus mempertimbangkan luas
penampang beton dan perletakan yang tersedia serta kondisi penjangkaran pada
ujung-ujung strut, karena kondisi penjangkaran ini akan mempengaruhi luas
efektif penampang strut tersebut seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.6 oleh
Schailch (1987) dan juga oleh Collins dan Mitchell (1991) pada Gambar 3.6
Pada Gambar 3.6 (a), lebar strut dipengaruhi oleh kekakuan batang tarik
lebar efektif strut tergantung dari panjang pelat landasan dan tinggi kelompok
tulangan tarik, dan Gambar 3.6 (c) memperlihatkan lebar efektif penjangkaran
strut tekan yang dipengaruhi oleh pelat landasan dan strut yang lain.
3.7Batang Tekan dan Tarik pada Balok Tinggi.
American Concrete Institute ACI-Code menjelaskan bahwa suatu balok dinyatakan sebagai balok tinggi (deep beam) dalam perancangan lentur bila rasio bentang bersih balok dibandingkan dengan tinggi balok ln/d ≤ 1,25 untuk balok
atas dua tumpuan dan ln/d ≤ 2,5 untuk balok di atas beberapa tumpuan.
Selanjutnya balok juga dinyatakan sebagai balok tinggi dalam perancangan geser
bila ln/d ≤ 5,0 dan balok tersebut dibebani dari permukaan atas serta ditumpu pada
sisi bawah balok. Permasalahan muncul bila dihadapi suatu keadaan dimana suatu
balok dengan ln/d ≤ 6 yang dibebani beban terpusat sejarak d dari salah satu
tumpuan. Di sini terlihat pada sisi bentang geser yang pendek sejarak d tadi
dinyatakan sebagai balok tinggi dan pada sisi lainnya dinyatakan sebagai balok
biasa (bukan sebagai deep beam). Kedua pernyataan tersebut cukup menimbulkan
kebimbangan. Untuk menghindari permasalah tersebut, MacGregor (1988)
mendefenisikan suatu balok dinyatakan sebagai balok tinggi bila sebagian besar
beban yang dipikul dapat diteruskan atau dihubungkan langsung ke
tumpuan-tumpuannya melalui batang tekan (compression strut). Penggunaan ACI Code
khususnya bab 11.8 perlu dicermati karena rumusannya didasarkan pada rumusan
empiris. Dari berbagai percobaan ditemukan bahwa rasio kapasitas geser hasil
percobaan dibandingkan dengan kapasitas geser menurut rumusan empiris dari
balok tinggi atas beberapa tumpuan rasionya menurun dari 1,39 sampai 0,48
dimana lebih dari separuhnya menunjukkan rasio < 1,00. Sebagai alternatif
kadangkala balok tinggi dianalisis berdasarkan analisi tegangan dengan
menggunakan “elastic continum finite element method” dan ternyata menurut pengamatan Rogowsky dan MacGregor (1986) tidak memberikan perbandingan
yang memuaskan karena metode ini tidak berlaku setelah balok mengalami
peretakan, dan sebagai penyelesaiannya dianjurkan menggunakan Strut and Tie
model.
Pada struktur balok tinggi yang dikategorikan sebagai D-region, balok
tinggi diidealisasikan sebagai suatu rangkaian batang-batang tarik (tie ),batang-batang tekan (strut), beban-beban kerja dan tumpuan-tumpuan yang saling berhubungan melalui titik-titik simpul (nodes) sehingga terbentuk suatu rangka batang.
Telah diungkapkan di depan bahwa dalam membangun model pada
D-region adalah lebih sederhana bila dilakukan melalui bantuan gambaran trajektori tegangan utama, seperti ditunjukkan melalui gambar berbagai bentuk distribusi
tegangan dan trajektori tegangan utama pada bab sebelumnya.
3.8Metoda Perambahan Beban (Load Path Method).
Dijelaskan didepan bahwa trajektori tegangan utama adalah salah satu alat
bantu dalam membentuk Strut-and-tie model. Disamping pemanfaatan trajektori tegangan utama, Schailch (1987) memberikan alternatif lain, yaitu penggunaan
Gambar 3.7.: Load path dan Strut-and-Tie model.
Gambar 3.8 : Load-path (termasuk “U-turn”) dan Strut-and-Tie model.
(Sumber:”Model Penunjang dan Pengikat (Strut and Tie Model) pada Perancangan Struktur Beton” oleh Dr.Ing. Harianto Hardjasaputra dan Ir. Steffie
Tumilar, M. Eng., MBA).
Pada awalnya harus ditentukan terlebih dahulu keseimbangan luar
sehingga beban kerja dan reaksi-reaksi pada D-region tersebut berada dalam keseimbangan. Kemudian diasumsikan tegangan p berlangsung linear. Pada
Gambar 3.7, diagram tegangan p yang semuanya dalam keadaan tekan dibagi
resultante sebesar A dan B (bekerja pada titik berat masing-masing) yang nilainya
masing-masing sama besarnya dengan reaksi-reaksi tumpuan yang diperoleh
sebelumnya.
Selanjutnya diasumsikan bahwa load-path rekanan A-A tidak berpotongan dengan load-path rekanan B-B. Load path dari masing-masing pasangan bermuara dari titik berat masing-masing diagram tegangan dan berakhir pada titik berat
tumpuan masing-masing. Karena masing-masing pasangan melengkung dan
selanjutnya load-path A-A harus berkorelasi dengan load-path B-B, ini dimungkinkan dengan menambah batang-batang horizontal berupa strut and tie
sehingga tercapai keseimbangan horizontal. Dengan mengidealisasikan load-path
A-A berupa poligon yang digabungkan dengan batang tarik dan batang tekan,
maka terbentuklah strut-and-tie model. Dengan cara yang sama dilakukan juga pada contoh lain yang tertera pada Gambar 3.8.
Sedikit variasi yang dilakukan disini dimana dianggap diagram p terdiri
dari tegangan tekan dan tarik. Diagram tegangan p dibagi dalam 3 bagian yang
terdiri dari diagram tegangan tekan F dan diagram tekan B serta diagram tarik B
yang sama besarnya (B+,B-). Disini terlihat dua load-path, load-path F-F dan
load-path B-B yang berbentuk “U-turn”, selanjutnya dengan cara yang sama seperti dijelaskan di atas, maka strut-and-tie model dapat dibentuk. Untuk kondisi-kondisi yang cukup rumit atau khusus dianjurkan digunakan metoda
Gambar 3.9 : D-region, trajektori tegangan elastis dan strut-and-tie model. (Sumber:”Model Penunjang dan Pengikat (Strut and Tie Model) pada Perancangan Struktur Beton” oleh Dr.Ing. Harianto Hardjasaputra dan Ir. Steffie
Tumilar, M. Eng., MBA).
3.9Asumsi perancangan.
Dari berbagai ungkapan dan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan
berbagai asumsi utama yang perlu dipahami dalam pembentukan dan
pengembangan “strut-and-tie model”, yaitu sebagai berikut:
a. Strut-and-tie model didasarkan pada static-limit-analysis (lower-bound theorem of plasticity). Teori lower-bound-plasticity menyatakan bahwa suatu struktur tidak akan berada di ambang keruntuhan bila terjadi keseimbangan
antara beban dan distribusi tegangan dimana setiap titik pada struktur tersebut
mengalami tegangan dibawah tegangan lelehnya. Dengan demikian
perencana perlu meninjau beberapa alternatif model dan paling sedikit ada
bagian dari load-path yang mengalami tegangan yang berlebihan
(overstressed). Dengan kata lain model dengan load-path yang dipilih memberikan kapasitas struktur yang terendah. Dengan demikian penggunaan
metoda ini dianggap konservatif.
b. Strut-and-tie model berlaku untuk semua bentuk geometri dan semua pola pembebanan.
c. Pemilihan bentuk, arah load-path atau pola distribusi tegangan tidak boleh berbeda jauh antara sebelum dan sesudah beton mengalami peretakan,
sehingga keruntuhan lebih awal (premature) dapat dihindari.
d. Struktur yang ditinjau diidealisasikan sebagai suatu sistem rangka batang
plastis (plastic truss analogy) yang berada dalam keseimbangan. Keseimbangan rangka terpenuhi jika:
(1) Beban luar dan reaksi-reaksi tumpuan serta semua titik simpul berada
dalam keseimbangan.
(2) Kuat tekan efektif beton fce yang diproporsikan untuk memikul tekan ≤
���′, dimana � dinyatakan sebagai faktor efisiensi yang nilainya lebih
kecil dari satu.
(3) Semua gaya tarik dipikul oleh baja tulangan dengan atau tanpa tendon
prategang.
(4) Titik simpul merupakan titik tangkap dari sumbu-sumbu batang dengan
atau tanpa garis gaya luar termasuk reaksi perletakan. Semua
garis-garis gaya tersebut bertemu pada satu titik sehingga pada titik simpul
(5) Kehilangan keseimbangan rangka batang terjadi bila beton yang
mengalami tekan mengalami kehancuran atau sejumlah batang tarik
mengalami pelelehan yang mengakibatkan rangka batang berada dalam
mekanisme labil.
(6) Strut and tie merupakan resultante dari berbagai medan tegangan.
Ada lima unsur pokok dalam pembentukan keseimbangan rangka batang dan
strut-and-tie-model, yaitu batang tekan (penunjang atau strut), batang tarik
(pengikat atau tie), titik simpul (joints atau nodes) yang kadangkala disebut “hydrostatic element”, aksi kipas (fan actions) berupa compression fans dan aksi pelengkung (arching action), serta medan tekan diagonal (diagonal compression field).
a. Strut beton pada Gambar 3.7, 3.8, dan 3.9 merupakan batang uniaxial tekan
dan tegangannya adalah fce pada saat beban mencapai beban batasnya. Strut
tersebut memiliki lebar dan tebal tertentu yang besarannya tergantung pada
gaya batang serta tingkat tegangan yang diizinkan. Sisi muka ujung-ujung
strut tegak lurus sumbu strut.
b. Batang tarik (tie) dapat berupa baja tulangan tunggal atau kelompok termasuk baja prategang bila ada. Karena keruntuhan tarik dari baja tulangan lebih
daktail dibandingkan dengan keruntuhan tekan dari strut atau keruntuhan dari
node-element, maka dalam perancangan struktur keadaan batasnya lebih ditentukan oleh lelehnya tulangan/batang tarik (tie). Penempatan batang tarik juga harus diperhatikan karena dapat mengakibatkan perubahan dimensi dari
Gambar 3.10: Plastic-truss-model dari suatu balok tinggi.
Gambar 3.11: Gambar (a) menunjukkan titik pertemuan antara strut and tie, dan Gambar (b) tie digeser ke bawah (selimut beton menipis) yang mengakibatkan
perubahan dimensi pada titik simpul (truss node element).
(Sumber:”Model Penunjang dan Pengikat (Strut and Tie Model) pada Perancangan Struktur Beton” oleh Dr.Ing. Harianto Hardjasaputra dan Ir. Steffie
Tumilar, M. Eng., MBA).
c. Titik simpul/joints atau nodes membentuk suatu elemen yang dinamakan
terjadi cukup rumit karena daerah ini mengalami tegangan biaxial atau
triaxial. Pada Gambar daerah node-element yang dibebani oleh tegangan
tekan biaxial memiliki tegangan induk pada kedua sisinya yang sama
besarnya, yaitu fce, sehingga disebut sebagai hydrostatic element. Walaupun
demikian kondisi ini tidak selalu terpenuhi sehingga daerah ini lebih umum
disebut dengan truss-node, nodal-zone atau node-element. Sebagaimana diungkapkan didepan bahwa tegangan pada node element akan menjadi kritis
bila dimensi node-element yang terbentuk tidak memadai. Dalam perancangan, node-element harus mendapat perhatian yang baik, khususnya
pada pertemuan dengan batang-batang tarik yang harus dijangkar.
Penjangkaran batang tarik yang tidak baik akan mengakibatkan keruntuhan
lebih awal. Penjangkaran dapat dilakukan dengan memberikan panjang
penjangkaran, panjang penyaluran dan kait yang cukup. Kadangkala
penjangkaran juga dilakukan dengan menggunakan jangkar pelat baja berupa
“end-plates”.
(Sumber:”Model Penunjang dan Pengikat (Strut and Tie Model) pada Perancangan Struktur Beton” oleh Dr.Ing. Harianto Hardjasaputra dan Ir. Steffie
Tumilar, M. Eng., MBA).
d. Aksi kipas (fan actions) berupa kumpulan batang tekan berbentuk kipas pada umumnya terjadi pada daerah sekitar beban terpusat atau pada daerah sekitar
tumpuan seperti ditunjukkan pada Gambar 3.12.
e. Medan tekan diagonal (diagonal compression field) terdiri dari strut diagonal parallel yang biasanya terletak pada daerah-daerah B.
3.10 Perancangan pada Strut, Tie dan Node.
Gambar memperlihatkan beberapa contoh strut-and-tie model, bersama-sama dengan gambar trajektori tegangan dan penulangannya. Dengan
memperhatikan gambar-gambar tersebut secara seksama, maka dapat ditarik
Gambar 3.13 : Gambar yang menunjukkan contoh dari Strut-and-tie-model
bersama-sama dengan medan tegangan, node element serta tulangannya. (Sumber:”Model Penunjang dan Pengikat (Strut and Tie Model) pada Perancangan Struktur Beton” oleh Dr.Ing. Harianto Hardjasaputra dan Ir. Steffie
Tumilar, M. Eng., MBA).
Dalam pendimensian, pada umumnya dihadapi tiga jenis strut dan tie:
a. CC : strut beton (concrete struts) dalam keadaan tekan.
b. TC : tie beton (concrete tie) dalam keadaan tarik tanpa tulangan.
c. TS : batang tarik (tie) berupa baja tulangan dengan atau tanpa baja prategang.
memperhatikan perilaku struktur dan persyaratan pendetailan. Aplikasi dalam
pendetailan strut and tie model memberikan penyelesaian dalam beberapa langkah
berikut;
1. Tentukan dan isolasi daerah-D.
2. Hitung resultan gaya yang bekerja pada batasan daerah-D.
3. Pilih model rangka untuk mentransfer gaya disepanjang daerah-D.
4. Pilih dimensi zona nodal untuk strut and tie.
5. Tentukan kapasitas dari strut, baik pada tengah strut maupun pada muka
zona nodal.
6. Desain tie dan pengangkurannya.
7. Persiapkan desain detail dan cek persyaratan penulangan minimum.
Dalam pemilihan model yang akan dipakai mewakili strut and tie tidak
melewati batasan daerah-D. Pemilihan strut and tie ditentukan oleh perancang dan
oleh karena itu didapatkan solusi yang beraneka ragam yang dapat digunakan.
Layout daripada model rangka terpaku pada persyaratan geometri dimana strut
harus terhubung pada zona nodal. Tie dapat melewati strut. Model yang efektif
akan memberikan distribusi energi yang minimum pada daerah-D, dalam model
gaya harus mengikuti aliran gaya yang paling kaku. Karena tipikal strut lebih kaku
daripada tie, model dengan jumlah tie tarik yang minimum lebih disukai. Untuk
(a) Pembebanan (b) Model yang dipilih
(c) Aliran beban tidak efisien (d) aliran beban yang tidak
kompatibel
Gambar 3.14 Alternatif untuk model rangka pada balok tinggi.
Gambar 3.14 menggambarkan balok tinggi dengan pembebanan terpusat
ditengah bentang. Gambar 3.14.(b) menunjukkan model strut and tie yang lebih dipilih untuk balok ini dan kondisi pembebanan. Pada kasus ini, strut meneruskan
beban langsung pada daerah nodal di tumpuan yang mana terhubung langsung
yang didukung oleh dua tie tarik diagonal, yang mana bertumpu pada dua strut
vertikal diatas tumpuan perletakan. Pada batas ini, jumlah dari titik transfer dan tie
tarik lebih banyak, yang menyebabkan fleksibilitas strut, mengindikasikan solusi
yang kurang efektif daripada Gambar 3.14.(b). Terakhir, Gambar 3.14.(d)
mengilustrasikan model dengan multiple strut and tie. Gambaran ini tidak hanya
terlalu kompleks, tetapi memasukkan tie tarik bagian atas yang hanya akan efektif
setelah leleh lanjutan terjadi dan kemungkinan keruntuhan dari tie tarik
dibawahnya.
Secara teoritis, ada banyak solusi unik dengan gaya minimum untuk strut and tie model. Dalam praktiknya, semua model yang memenuhi keseimbangan dan memberikan perhatian pada kekakuan struktur lebih diutamakan. Dengan
menggunakan pemikiran rasional membolehkan perancang untuk memilih model
logis yang secara efektif memanfaatkan tie dan meminimkan potensi dari retak
lanjut. Analisa elemen hingga dan solusi berdasarkan teori elastisitas untuk
seluruh bagian struktur dapat menyediakan indikasi dimana tegangan maksimum
terjadi. Model rangka yang menyediakan strut pada daerah dengan tegangan tekan
tinggi dan tie pada daerah dengan tegangan tarik tinggi berdasarkan analisa ini,
secara umum akan memberikan aliran beban yang efisien.
3.11 Strut and Tie.
Batang tarik (tie) pada umumnya berupa elemen dimensi satu, sedangkan CC dan TC berupa medan tegangan (stress field) dimensi dua (atau dimensi tiga) yang cenderung menyebar antara dua titik simpul. Penyebaran medan tegangan
3.13 . Penyebaran tegangan yang menggelembung ini menghasilkan tegangan
tarik transversal dan tegangan tekan yang dapat dinyatakan sebagai strut-and-tie model seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.13 (c) dan 3.13 (d). Jika timbul kesanksian bahwa dalam pemodelan strut-and-tie dimana akibat penyederhanaan model tersebut akan ada tegangan-tegangan tarik yang tidak cukup terwakili,
maka model tersebut dapat disempurnakan dengan menguraikan strut-strut tadi
serta membesarkan dimensi node sedemikian rupa, hingga dapat menampung
uraian strut-strut tadi seperti ditunjukkan pada Gambar 3.13 (a2) dan Gambar 3.13
(b2). Medan tekan yang ditimbulkan (termasuk daerah B) meliputi medan tekan
berbentuk kipas, berbentuk botol, dan berbentuk prisma. Bentuk prisma ini
merupakan kondisi limit dari kedua bentuk sebelumnya dimana � = 0 dan b/a = 1.
Untuk ketiga bentuk tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.15.
Gambar 3.15: Gambar dari berbagai bentuk dasar medan tekan berupa (a)
kipas, (b) botol,(c) prisma.
(Sumber:”Model Penunjang dan Pengikat (Strut and Tie Model) pada Perancangan Struktur Beton” oleh Dr.Ing. Harianto Hardjasaputra dan Ir. Steffie
3.12 Kriteria Keruntuhan pada Beton.
Kekuatan beton dalam suatu medan tekan atau dalam suatu node-element
sangat bergantung pada keadaan tegangan multiaxial yang terjadi serta berbagai
gangguan dari peretakan dan tulangan.
a. Tegangan transversal menguntungkan bila transversal tekan bekerja dalam
dua arah dan dikekang (confine concrete). Pengekangan dapat dilakukan dengan member tulangan kekang transversal tertentu sekeliling daerah medan
tekan.
b. Tegangan tarik transversal dan retakan yang ditimbulkan akan sangat
merusak dan perlu mendapat perhatian khusus, karena beton akan mengalami
keruntuhan pada tegangan yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan kuat
tekannya ��′, dan penurunan kuat tekan dapat direduksi bila tegangan tarik
dapat dipikulkan pada tulangan.
c. Kuat tekan efektif dari beton pada strut dapat diambil:
��� = 0.85 ���′� (3.6)
Untuk nilai �� dapat diambil:
�� = 1.0 digunakan untuk strut dengan luasan penampang yang sama
disepanjang bagiannya.
�� = 0.75 untuk strut berbentuk botol dengan penulangan minimum.
�� = 0.6 � untuk strut berbentuk botol tanpa penulangan dimana nilai �
adalah 1.0 untuk beton normal, 0.85 untuk beton pasir ringan dan 0.75 untuk
jenis beton ringan lainnya.
�� = 0.6 untuk strut pada keaadaan lainnya.
Sampai penulangan sengkang disediakan pada zona nodal, dan nilainya masih
diperhitungkan dalam analisis, tegangan tekan efektif pada muka zona nodal
mengacu pada gaya strut-and-tie yang terjadi, nilainya tidak melampaui:
��� = 0.85 ���′� (3.7)
Untuk nilai �� :
�� = 1.0 untuk daerah nodal yang memiliki struts atau daerah tumpuan,
maupun keduanya.
�� = 0.8 untuk daerah nodal dengan satu tie.
�� = 0.6 untuk daerah nodal dengan dua atau lebih tie.
d. Dalam analisis keseimbangan rangka batang dari strut-and-tie model, strut
tekan dari nodal zones diasumsikan mengalami tegangan fc≤ fce.
fce = v fc’ (3.7)
dimana:
fce = kuat tekan efektif dari beton.
v = faktor efisiensi yang nilainya < 1.
fc’ = kuat tekan beton.
e. Beberapa peneliti telah mengusulkan berbagai besaran nilai v sebagai berikut:
ACI (load factor untuk DL = 1,40 dan LL = 1,70)akan menghasilkan nilai v = 0,51.
(2) Nielsen et.al (1978) mengusulkan nilai v < 0,70 yaitu sebagai berikut:
��� =�0,70− �� ′
200� ��
′ (dalam MPa) (3.8)
(3) Ramirez (1984) mengusulkan nilai v fungsi dari f’c, yaitu:
��� = 2,50���′ (MPa) (3.9)
(4) Collins, Mitchell dan Vecchio (1980-1991), mengusulkan:
��� = �� ′
0,80+170�1 ≤0,85��
′ (3.10)
Bila regangan induk �2 dan �� seperti ditunjukkan pada Gambar 3.15
ditentukan sebesar 0,002, maka v akan bervariasi linear, yakni v = 0 untuk � =
0 dan � = 90° sampai v = 0,55 untuk � = 45°.
(5) Canadian Code 1984 (load factor untuk DL = 1,25 dan LL = 1,50) menentukan,
(a) fce = 0,85 fc’ pada nodal-zones yang dibentuk oleh strut-strut tekan dan
landasan/tumpuan.
(b) fce = 0,75 fc’ pada nodal-zone yang mengandung satu batang tarik
(tension tie).
(c) fce = 0,60 fc’ pada nodal-zone yang mengandung batang tarik (tension ties) lebih dari satu arah.
Gambar 3.16: Regangan pada badan balok yang mengalami peretakan.
(Sumber:”Model Penunjang dan Pengikat (Strut and Tie Model) pada Perancangan Struktur Beton” oleh Dr.Ing. Harianto Hardjasaputra dan Ir. Steffie
Tumilar, M. Eng., MBA).
(6) Schailch et.al (1987) mengusulkan nilai-nilai v sebagai berikut:
(a) fce = fcd untuk keadaan tegangan tekan uniaxial tanpa gangguan
(b) fce = 0,60 fcd untuk “skew cracking” atau “skew reinforcement” (c) fce = 0,40 fcd untuk skew cracking yang parah.
(d) fcd =
0,85��′
�� dimana �� = 1,50.
(e) fce = 0,60 fcd untuk perhitungan tegangan tumpuan pada pelat landasan
(bearing stress)
(7) MacGregor (1988) mengusulkan tegangan tekan efektif fce sebagai berikut:
(a) fce = 0,85 fc’ pada nodal zone yang dibentuk oleh strut tekan dan
landasan/tumpuan.
(b) fce = 0,65 fc’ pada nodal zone yang mengandung satu batang tarik
(tension tie)
(c) fce = 0,50 fc’ pada nodal zone yang mengandung batang tarik (
tension-tie) lebih dari satu arah.
(d) fce = 0,85 fc’ pada strut-strut tekan yang terisolasi (isolated compression
struts) dari balok tinggi atau D-region.
(e) fce = 0,25 fc’ untuk balok beton dimana badannya mengalami retakan
yang parah (severe) pada sudut � = 30°.
(f) fce = 0,45 fc’ untuk balok beton dimana badannya mengalami retakan
yang parah (severe) pada sudut � = 40°.
BAB IV
PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN.
4.1Balok tinggi dengan perletakan sederhana.
4.1.1 Perhitungan dengan metode Strut and Tie.
Data-data yang dipakai dalam perencanaan ini:
- Kuat tekan beton, f’c = 30 Mpa.
- Kuat leleh baja, f’y = 400 Mpa.
- Dimensi balok tinggi = 4 m x 2.5 m dengan lebar, b = 500 mm.
- Beban yang diberikan merupakan beban vertikal sebesar 2500 kN.
- Dimensi pelat landasan direncanakan lb1, 200 mm x 500 mm untuk
tumpuan dan lb2, 400 mm x 500 mm untuk pembebanan.
- Rencanakan penulangan lentur dan geser pada balok ini.
Pada metode ini perencana memiliki alternatif model rangka yang dapat
digunakan sebagai dasar perhitungan. Sesuai dengan teori pada bab-bab
sebelumnya, balok yang diklasifikasikan sebagai balok tinggi memiliki
perbandingan bentang geser/tinggi efektif, a/d < 2.5 (untuk beban terpusat) atau
perbandingan bentang bersih/tinggi efektif, ln/d < 5.0 (untuk beban terdistribusi
merata.
Dimensi balok tinggi yang direncanakan adalah 4 m x 2.5 m. Untuk beban
terpusat bentang geser, a dihitung dari muka perletakan ke titik pembebanan yaitu
Asumsikan lebar node pada bagian tarik pada dasar dinding adalah 150 mm.
sehingga tinggi efektif,
d = h – 0.15/2 = 2.5 – 0.15/2 = 2.425 m
Perbandingan bentang geser/tinggi efektif
a/d = 1.8/2.425 = 0.742 < 2.5 ( termasuk pada balok tinggi)
Maka dipilih model rangka yang dianggap paling realistis dan dapat mewakili
dengan baik aliran beban yang terjadi sehingga analisa dengan metode ini
menghasilkan penulangan yang lebih efisien.
Gambar berikut merupakan pilihan penulis dalam menganalisa balok tinggi
yang direncanakan:
Gambar 4.2 Besaran gaya yang terjadi pada rangka batang yang dimodelkan.
Gambar 4.1 dan 4.2 menunjukkan asumsi terhadap analisa desain dari
balok tinggi yang direncanakan. Garis putus-putus mewakili batang tekan (struts) dan garis menerus mewakili batang tarik (ties). Untuk penyederhanaan nodal, (zona nodal atau pertemuan antara strut dan tie) ditunjukkan dengan titik. Nilai dv
diperhitungkan secara berulang dan bisa didapatkan dengan melakukan iterasi.
Sudut minimum yang diambil dibatasi sebesar 25° antara strut dan tie. Pada
perhitungan ini diasumsikan tinggi nodal 2 adalah 120 mm dan tinggi nodal 1,3
adalah 150 mm, dengan pertimbangan tercukupinya kebutuhan untuk tebal
Langkah-langkah perencanaan adalah sebagai berikut:
1. Bangun geometri rangka dan gaya-gaya yang bekerja padanya.
Asumsikan:
dv = 2500−
(150 +120 )
2 = 2365 mm.
Diambil panjang pelat landasan adalah 200 mm untuk lb1, dan 400 mm untuk lb2.
Gaya yang terjadi pada lb1 =
1250000
(500)(200)= 12.5 N/mm
2
Gaya yang terjadi pada lb2 = 2500000
(500)(400)= 12.5 N/mm
2
tanα1 = 2365
1800 = 1.3139 ambil α1 = 52.7°
Cari keseimbangan pada Nodal 1:
��Fy�= 1250 kN−F12(sinα1) = 0
Kuat tekan efektif yang terjadi pada nodal ditetapkan dengan:
fcu = (0.85)βnf′c
a. Nodal 1 adalah nodal tekan-tekan-tarik (CCT), diambil nilai βn = 0.8. Jadi,
kuat tekan efektif dari Nodal 1 didapatkan:
Gunakan kuat nominal dan faktor reduksi ɸ = 0.75 untuk memeriksa nilai
tegangan pada dasar nodal.
f(base) = R1
Kemudian, hitung lebar dari tie 1-3, yang ditentukan oleh tinggi dari Nodal 1.
w13 = F13
ɸ(bw)(fcu(1)
= 952.3 kN
0.75(500 mm)(20.4 N mm⁄ 2)= 124.476 mm.
Ambil tinggi Nodal 1 (w13) yaitu 150 mm sama dengan asumsi awal.
Pada Strut 1-2, gunakan βs = 0.75 untuk asumsi bahwa digunakan penulangan
minimum sepanjang strut sesuai dengan Bagian A.3.3 dari ACI 2002.
fcu(1.2) = 0.85βsf′c = 0.85(0.75)(30 N mm⁄ 2) = 19.125 N mm⁄ 2.
Gunakan geometri dari Nodal 1 pada Gambar 4.3 untuk menentukan lebar
Gambar 4.3 Daerah Nodal 1.
Gambar 4.3 menunjukkan bentuk geometri dari Nodal 1 dan prosedur dalam
memperhitungkan lebar dari Strut 1-2.
b. Nodal 2 adalah nodal tekan-tekan-tekan (CCC), diambil nilai βn = 1.0. Jadi,
kuat tekan efektif dari Nodal 2 didapatkan:
fcu(2) = (0.85)βnf′c = (0.85)(1.0)(30 N mm⁄ 2) = 25.5 N mm⁄ 2.
Maka ɸfcu(2) = 0.75(25.5) = 19.125 N mm⁄ 2.
Asumsi awal tinggi nodal 2 adalah 120 mm.
Untuk mempermudah perhitungan pendetailan nodal 2, maka beban terpusat
dibagi menjadi dua dengan jarak setengah lb2.
Gunakan kuat nominal dan faktor reduksi ɸ = 0.75 untuk memeriksa nilai
tegangan pada landasan pembebanan.
f(lb2) =
P (bw)(lb2)
= 2500 kN
(500mm)(400mm)= 12.5 N mm
2
12.5 N mm⁄ 2 ≤ ɸfcu(2) = 19.125 N mm⁄ 2.
Hitung tegangan yang terjadi pada strut dengan memasukkan tinggi nodal 2.
f(nodal 2) = F13 (w2)(bw)
=952.3 × 10
3
(120)(500)
= 15.87 N mm⁄ 2≤ ɸf
cu(2) = 19.125 N mm⁄ 2.
Kemudian, hitung lebar dari strut 2-1, yang ditentukan oleh tinggi dari Nodal 2
Gunakan geometri dari Nodal 2 pada Gambar 4.4 untuk menentukan lebar
Strut 2-1.
ws(2.2) = w22(cosα2) +
lb2
2 (sinα2)
= 120(cos 52.85) + 200(sin 52.85) = 231.879 �� ≈232 ��.
Periksa kapasitas strut:
ɸFns(2.2) = ɸfcuws(2.2)bw ≥ F12
Gambar 4.4 Daerah Nodal 2.
2. Periksa gaya geser maksimum yang diizinkan pada balok tinggi.
ACI 2002 Bagian 11.8.3 menentukan batas gaya yang diizinkan pada balok
tinggi. Dengan perhitungan yang dilakukan sebelum didapatkan nilai.
d = h− �w13
2 �= 2500− � 150
2 �= 2425 mm.
Maka didapatkan dengan Code Section 11.8.3:
Vu ≤ ɸVn(max) =ɸ10�f′cbwd
Dalam persamaan ini digunakan satuan ACI.
1250 kN≤ (0.75)10��4347.83 psi�(19.685 in)(95.472 in).
Gambar 4.5 Penggambaran Strut dan Ties sesuai dengan geometri balok
tinggi yang ditinjau.
3. Pilih penulangan untuk Tie 1-3.
Tentukan luasan yang diminta untuk penulangan baja
As(perlu) =
Penulangan minimum pada daerah tarik tidak kurang dari (ACI 2002 11.9.5):
0.04��
Cek pengangkuran pada Nodal 1.
Dari Gambar 4.6 , la = (75 mm)/(tan 52.7) = 53.325 mm.
Oleh karena itu, panjang pengangkuran yang tersedia adalah:
la+ lb1−(selimut beton) = 53.325 + 200−40 = 213.325 mm.
Sesuai dengan pada ACI 2002 Bab 12.2.2 untuk tulangan deform, panjang terusan
untuk tulangan baja lebih kecil dari No. 6 yaitu:
��ℎ =�
160 mm > 8db dan > 6 in, sehingga panjang tulangan untuk pengangkuran
memadai.
Karena luasan yang dibutuhkan tersedia, maka dapat digunakan kait standar 90°
pada tiap lapisan penulangan.
4. Beri penulangan minimum pada Strut 1-2.
Hitung besar sudut antara tulangan vertikal dengan aksis pada Strut 1-2.
Untuk penulangan vertikal gunakan tulangan baja diameter 16 dengan jarak
spasi 300 mm, lebih kecil sama dengan 300 mm atau d/5.
ρv =
2πr2
sbw
=2(3.14)(8)(8)
(300)(500) = 0.00267 > 0.0025
ρv(sinγ1) = 0.00267 sin 52.7° = 0.00213
Sudut antara axis Strut 1-2 dan penulangan horizontal adalah
γ2(tulangan horizontal) = 90−52.7 = 37.3°
Untuk penulangan horizontal, gunakan tulangan diameter 12 mm per lapis
dengan jarak spasi 300 mm.
Cek persentase dari penulangan horizontal:
ρh =
2πr2
sbw
=2(3.14)(6)(6)
(300)(500) = 0.001507 > 0.0015
ρh(sinγ2) = 0.001507 sin 37.3° = 0.0009102
Kemudian cek persyaratan dari ACI 2002 Bagian 11.8.4 dan 11.8.5
�(ρi)(sinγi) = 0.00213 + 0.0009102 = 0.0030402 > 0.003
Detail penulangan balok tinggi pada tumpuan sederhana ini dapat dilihat pada
Gambar 4.7 Detail penulangan balok tinggi diatas tumpuan sederhana dengan
metode Strut and Tie
Gambar 4.8 Potongan penampang balok tinggi
4.1.2 Perhitungan secara konvensional.
a. Perencanaan tulangan lentur.
Data-data perencanaan yang dipakai:
- Kuat tekan beton, f’c = 30 Mpa.
- Kuat leleh baja, f’y = 400 Mpa.
- Dimensi balok tinggi = 4 m x 2.5 m dengan lebar, b = 500 mm.
Beban yang diberikan merupakan beban vertikal sebesar 2500 kN. Karena
lebar landasan telah ditentukan, maka dapat kita tentukan bentang bersih pada
balok tinggi.
Bentang bersih pada balok yaitu ln = 4000 – 2(200) = 3600 mm, sedangkan
nilai l ditentukan dari panjang perletakan atau 1.15 ln (pilih yang terkecil),
1 = 4000 – 200 = 3800 mm atau 1.15 ln = 4140 mm, diambil l = 3800 mm.
Momen luar rencana dapat diperhitungkan dengan mempertimbangkan bahwa
tidak ada faktor pengali yang digunakan. Maka momen luar rencana dihitung
dengan:
Mu =1 4PL =
1
4(2500000)(3800) = 2375000000 Nmm = 2375 kNm.
Untuk perbandingan nilai tinggi dan lebarnya sebagai persyaratan balok
tinggi:
l h=
3800
2500= 1.52 < 2.
Sehingga balok yang direncanakan diklasifikasikan sebagai balok tinggi.
Panjang lengan momen dihitung dengan:
jd = 0.2(l + 2h) untuk l≤ l
= 0.2(3800 + 2(2500)) = 1760 mm.
Maka luasan tulangan yang dibutuhkan yaitu:
As =
Nilai As harus tidak kurang daripada:
0.04��
Tulangan didistribusikan pada sisi balok tinggi. Panjang daerah pendistribusian
yang dihitung dari muka bawah balok adalah:
0.25h−0.05l = (0.25)(2500)−(0.05)(3800) = 435 mm.
Tulangan disusun 4 lapis, dengan tebal selimut beton 40 mm.
Jarak penulangan lentur diantara tulangan:
435−40
3 = 131.2 mm, ambil 120 mm.
Pendistribusian tulangan dilakukan dengan jarak antar tulangan 120 mm.
b. Perencanaan tulangan geser.
Pertama, lakukan pengecekan terhadap rasio bentang bersih terhadap tinggi
efektif.
ln
d =
3600
2250= 1.6 < 5
qrencana = 2500 kN
Jarak penampang kritis untuk beban terpusat:
x = 0.5 a = 0.5 (1900) = 950 mm.
Gaya rencana Vu pada penampang kritis:
Vu = (0.5)(2500) = 1250 kN.
Hitung kekuatan geser nominal Vn dan kapasitas tahanan Vc :
ɸVn =ɸ�8�f′cbwd�= 0.85 (8 √4347.826psi (19.685in)(95.472in)
= 781861.96 lb
Momen pada penampang yang ditinjau:
Mu = (1250)(0.95) = 1187.5 kNm.
Hitung gaya geser tahanan nominal Vc pada beton sederhana:
Vc = 2.44(1.9�f′c+ 2500ρw
Vud
Mu
)bwd≤6�f′cbwd
= 2.44�1.9√4347.826 + 2500(0.003349)(2.368)�(19.685)(88.583)
≤ 6√4347.826(19.685)(88.583).
618549.1032 lb ≤689878.2 lb.
Diambil nilai Vc = 615849.1032 lb = 2739.255 kN.
Karena Vu≤ɸVc maka dipakai penulangan minimum horizontal dan vertikal.
Jarak tulangan vertikal dan horizontal maksimum yang diizinkan adalah sv = sh
= d/5 atau 300 mm.
Asumsi digunakan jarak tulangan maksimum 300 mm atau d/5 (2250 mm/5 =
450 mm), ambil yang terkecil.
Gunakan jarak sv = sh = 300 mm
Minimum Av = 0.0015 bsv = 0.0015 (500)(300) = 225 mm2.
Minimum Ah = 0.0025 bsh = 0.0025 (500)(300) = 375 mm2.
Av = 225
2 = 112.5 mm
2
Ah = 375
2 = 187.5 mm
2
Tulangan vertikal yang digunakan adalah diameter 12 mm dengan luasan 113.4
mm2.
Tulangan horizontal yang digunakan adalah diameter 16 mm dengan luasan
201 mm2.
Detail penulangan untuk perhitungan konvensional ini dapat dilihat pada
Gambar 4.9 Detail penulangan balok tinggi diatas tumpuan sederhana dengan
metode konvensional.
Gambar 4.10 Potongan penampang
4.2 Balok tinggi dengan diatas 4(empat) tumpuan statis tak tentu.
4.2.1 Perhitungan dengan metode Strut and Tie.
Data-data yang dipakai pada perencanaan ini adalah:
- Kuat tekan beton, f’c = 30 Mpa.
- Kuat leleh baja, f’y = 400 Mpa.
Dimensi balok tinggi:
l1 =4150 mm , l2 = 3900 mm , l3 = 4150 mm, dengan tinggi balok h = 2500
mm.
- Asumsikan lebar pelat landasan, lb = 500 mm x 400 mm.
Beban yang diberikan berupa beban vertikal terpusat sebesar 2000 kN
pada setiap tengah bentang.
Gambar 4.11 Dimensi balok tinggi menerus yang direncanakan.
Cek apakah balok termasuk pada klasifikasi balok tinggi.
Asumsikan tinggi nodal pada dasar balok adalah 150 mm, tinggi efektif balok
d = h – 150/2 = 2500 – 75 = 2425 mm.
Perbandingan bentang geser/tinggi efektif,
a/d = 1750/2425 = 0.721 < 2 ( termasuk pada balok tinggi)
Rencanakan penulangan lentur dan geser pada balok ini.
Langkah-langkah perencanaan yaitu:
1. Penentuan gaya-gaya yang bekerja pada model rangka yang digunakan .
Sama seperti perhitungan sebelumnya, pemilihan model rangka juga
dilakukan. Perhitungan gaya-gaya dilakukan secara analitis dengan
memperhitungkan keseimbangan gaya yang terjadi pada nodal.
Analisa dengan dalil 3 momen untuk menghitung besaran momen dan gaya
yang terjadi pada perletakan.
MBL = +
Substitusikan nilai MBL pada persamaan:
3.9RA = 1170−3900 maka RA = 700 kN
Maka didapatkan reaksi pada tumpuan sebagai berikut:
∑V = 0 RA = RD = 700 kN
RB = RC = 2300 kN
Gaya-gaya yang tergambar sebagai berikut:
Gambar 4.14 Balok tinggi diatas 4 tumpuan statis tak tentu.
Gambar 4.15 Gaya-gaya yang bekerja pada rangka batang yang
Penggambaran dan gaya-gaya yang didapatkan berdasarkan perencanaan
bahwa lebar tie yang diambil adalah 150 mm untuk tie atas dan bawah dengan
pertimbangan terpenuhinya tebal yang dibutuhkan untuk selimut beton dan
peletakan penulangan tarik.
Besar sudut yang digunakan yaitu:
dv = 2500−150 + 150
2 = 2350 mm
tanα=2350
1950= 1.205
α= 50.3°
Nomor Batang Gaya
F12 909800.4 N Tekan
Selanjutnya untuk perhitungan dimensi tumpuan akan dilakukan pada
langkah berikutnya menyesuaikan dengan dimensi yang dibutuhkan.
2. Perhitungan dimensi tumpuan.
Plat tumpuan akan diletakkan pada tumpuan dan titik-titik pembebanan. Dari
kN dan 2300 kN pada tumpuan dalam. Kita ambil nilai gaya yang terbesar untuk
menyamakan dimensi yang akan digunakan pada tumpuan dan juga titik
pembebanan dimana dalam hal ini nodal yang terbentuk berjenis C-C-T.
Perencanaan dimensi pelat tumpuan dimaksudkan agar gaya atau tegangan yang
terjadi pada plat tumpuan tidak melebihi gaya atau tegangan yang diizinkan.
Asumsikan dimensi pelat yang akan digunakan yaitu 500 mm x 400 mm.
Maka, gaya yang terjadi pada plat tumpuan untuk tumpuan dalam yaitu:
Gaya yang terjadi = 2300000 N
(500mm)(400mm)= 11.5 N/mm
2
Sesuai dengan, kuat tekan efektif dari nodal C-C-T yaitu:
fcu = (0.85)βnf′c
Dengan dua atau lebih ties (T) yang bekerja, maka diambil nilai βn sebesar
0.6
fcu = (0.85)(0.6)(30) = 15.3 N/mm2.
Kuat tekan efektif landasan tumpuan yang diambil dengan faktor reduksi sebesar
ɸ = 0.75
Dimensi pelat landasan diperbesar menjadi 500 mm x 500 mm.
Gaya yang terjadi = 2300000 N
(500mm)(500mm)= 9.2 N/mm
2 ≤ 11.475 N
mm2
3. Perhitungan untuk batang tarik (ties).
Kapasitas batang tarik (ties) ditentukan dengan asumsi bahwa gaya tarik
seluruhnya dipikul oleh tulangan baja dan beton tidak mengalami gaya tarik
samasekali.
Luasan tulangan yang diminta untuk batang tarik sama dengan:
Ast = Ft σy
Ast = Area of steel (luasan tulangan baja). Ft = Gaya pada batang tarik (ties).
�� = Tegangan izin tulangan baja.
Tegangan izin didapatkan dengan mengalikan faktor reduksi (ɸ) dengan
tegangan leleh baja, fy.
Luasan tulangan untuk batang 4.6 diambil sama dengan 2.4 untuk gaya yang
sama, begitu juga dengan batang 5.7 diambil sama dengan batang 1.3.
Luasan tulangan ini hendaknya memenuhi persyaratan pada dimana luasan
0.04�f
Penulangan minimum dibatasi agar tak terjadi keruntuhan tiba-tiba pada
struktur yang terjadi dikarenakan momen lentur.
Luasan tulangan yang didapatkan pada perhitungan sebelumnya lebih kecil
dari penulangan minimum, sehingga diambil luas tulangan 3768 mm2 yaitu 12
∅ 20.
Batang Luas tulangan yang
dibutuhkan (mm2)
4. Periksa daerah nodal dan pengangkuran.
Daerah nodal pada rangka batang ditandai dengan angka 1 sampai 7. Luasan
pengangkuran adalah salah satu sisi tegak dari daerah nodal. Sehingga lebar
landasan tumpuan, strut dan tie berpengaruh pada luasan pengangkuran yang
tersedia. Daerah nodal pada nodal 1 dan 7 adalah nodal C-C-T
(Compression-Compression-Tensile) yang ditandai dengan adanya gaya tarik yang terjadi dan
letak pengangkuran. Seperti sebelumnya kuat tekan efektif pada nodal ini diambil:
Pada nodal 1 dan 7 yang dispesifikasikan dengan C-C-T maka diambil nilai βn =
0.8
fcu = (0.85)(0.8)(30) = 20.4N/mm2
Tegangan yang diizinkan adalah kuat tekan efektif yang dikalikan dengan faktor
reduksi, (ɸ) = 0.75.
ɸfcu = (0.75)(20.4) = 15.3 N/mm2
Dicari lebar tie pada nodal 1 adalah
Tie 1.3 = F1.3 ɸfcub=
581.2 × 103
(15.3)(500)= 75.96 mm
2
Lebar tie yang direncanakan pada asumsi awal adalah 150 mm > 75.96 mm2.
Dicari lebar tie pada nodal 7 adalah:
Tie 5.7 = F5.7 ɸfcub
= 581.2 × 10
3
(15.3)(500)= 75.96 mm
Lebar tie yang direncanakan pada asumsi awal adalah 150 mm > 75.96 mm2
Dikarenakan besar gaya tarik yang terjadi pada batang tarik lainnya berbeda,
tidak ada salahnya melakukan pemeriksaan secara keseluruhan. Nodal 3,4 dan 5
memiliki dua tie sehingga nilai kuat tekan efektifnya diambil dengan nilai
βn = 0.6 maka:
fcu = (0.85)(0.6)(30) = 15.3 N/mm2
Kemudian
Bisa dilihat dari hasil, bahwa lebar tie yang diasumsikan sejak awal 150 mm
mencukupi lebar tie yang diminta.
Sedangkan untuk pengangkuran diambil
Pada nodal seperti balok sederhana la = (75 mm)/(tan 50.3) = 90.34 mm.
Oleh karena itu, panjang pengangkuran yang tersedia adalah:
la + lb1−(selimut beton) = 90.34 + 500−40 = 550.34 mm
160 mm > 8db dan > 6 in, sehingga panjang tulangan untuk pengangkuran
memadai.
Karena luasan yang dibutuhkan tersedia, maka dapat digunakan kait standar 90°
pada tiap lapisan penulangan.
5. Periksa batang tekan (struts).
Perencanaan lebar strut pada pemodelannya harus memperhatikan besaran
maupun geometrinya. Kuat tekan efektif yang dipakai pada batang tekan (strut)
untuk keseluruhannya yaitu:
fcu = (0.85)βnf′c
dimana βn disubstitusikan dengan βs = 0.75 dengan anggapan bahwa dipakai
penulangan minimum pada perencanaannya walaupun pada perencanaan strut
yang diperhitungkan adalah beton yang dominan menahan gaya tekan.
fcu = (0.85)βsf′c = (0.85)(0.75)(30) = 19.125 N/mm2
Sehingga
ɸfcu = (0.75)(19.125) = 14.344 N/mm2
Jadi, lebar strut yang dibutuhkan:
Strut 1.2 = F1.2
Penentuan dimensi strut harus disesuaikan dengan bentuk geometri yang ada
pada struktur yang ditinjau. Dalam hal ini lebar strut yang tersedia harus
mencukupi lebar strut yang dibutuhkan.
Lebar strut yang tersedia yaitu:
Strut 1.2 = (Tie 1.3 cosα) + (lbsinα)
Strut 2.3 = (Tie 1.3 cosα) + (0.5 lbsinα)
= (150 cos 50.3) + (250 sin 50.3) = 288.165 mm.
Strut 3.4 = (Tie 3.5 cosα) + (0.5 lbsinα)
= (150 cos 50.3) + (250 sin 50.3) = 288.165 mm.
Dapat dilihat bahwa lebar strut yang tersedia melebihi lebar strut yang
dibutuhkan.
Penggambaran dari strut yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 4.15 Penggambaran dari Strut dan Tie pada Balok tinggi diatas 4
tumpuan yang ditinjau.
6. Penulangan untuk kontrol retakan.
Kontrol retakan diberikan dalam bentuk penulangan sengkang pada arah
vertikal dan horizontal. Sesuai dengan ACI 2002 11.8.4 dan 11.8.5
Av = 0.0025 b sv
Ah = 0.0015 b sh
Untuk penulangan vertikal gunakan tulangan diameter 16 mm dengan spasi
Untuk penulangan horizontal gunakan tulangan diameter 12 dengan spasi 300
mm.
Penulangan minimum untuk kontrol retakan sesuai dengan
�Ast
bsi
sinγi ≥0.0030
Tulangan horizontal membentuk sudut 50.3° pada strut sedangkan tulangan
vertikal dengan sudut sebesar 39.7° dengan garis tengah strut, maka didapatkan:
�Ast
= 0.002679 sin 50.3° + 0.001507 cos 50.3° = 0.003023≥ 0.0030
Penggambaran detail penulangan balok tinggi yang telah direncanakan dapat
Gambar 4.17 Detail penulangan balok tinggi diatas 4 tumpuan.(Metode Strut and
Tie)
4.2.2 Perhitungan secara konvensional.
a. Penulangan lentur.
Data data dan dimensi yang digunakan diambil sama dengan metode strut and tie.
Data-data yang dipakai pada perencanaan ini adalah:
- Kuat tekan beton, f’c = 30 Mpa
- Kuat leleh baja, f’y = 400 Mpa
Dimensi balok tinggi:
l1 =4150 mm , l2 = 3900 mm , l3 = 4150 mm, dengan tinggi balok h = 2500
mm.
Beban yang diberikan berupa beban vertikal terpusat sebesar 2000 kN
pada setiap tengah bentang.
Jarak antar perletakan adalah 3900 mm dihitung dari tengah landasan.
Hitung momen rencana positif pada lapangan, dimana pada bentuk balok
tinggi menerus ini momen lapangan terbesar terjadi pada bentang 1 dan bentang 2.
Besarnya nilai momen tersebut adalah:
+Mu =1
40(3900)(2000) = 1365 kNm.
Momen negatif rencana pada bentang interior adalah:
−Mu = 3 20Pl =
3
20(2000)(3900) = 1170 kNm.
Lengan momen jd dihitung dengan:
0.2(l + 1.5h) = 0.2(3900 +�1.5 (2500)�= 1530 mm.
Momen tahanan nominal negatif adalah:
−Mn =Mu
Gunakan tulangan diameter
Luas tulangan negatif yang harus diberikan pada sisi atas adalah:
0.5�l
- Pada daerah h1gunakan 2 tulangan masing-masing di kedua sisi (1256
mm2 > 121.371 mm2).
- Pada daerah h2 gunakan 4 tulangan masing-masing di kedua sisi (2512
b. Perencanaan tulangan geser.
Pertama, lakukan pengecekan terhadap rasio bentang bersih terhadap tinggi
efektif.
ln
d =
3400
2250= 1.511 < 5.
Beban rencana yang diperhitungkan:
qrencana = 2000 kN.
Jarak penampang kritis untuk beban terpusat:
x = 0.5 a = 0.5 (1950) = 975 mm.
Gaya lintang terbesar terjadi pada bentang 1 dan 3 dimana besarnya
diakibatkan oleh reaksi tumpuan yang bekerja karena balok tinggi perletakan
menerus.
Vu = 1300 kN.
Hitung kekuatan geser nominal Vn dan kapasitas tahanan Vc :
ɸVn =ɸ�8�f′cbwd�.
= 0.85�8√4347.826(19.685)(88.583�) = 781862 lb = 3477.67 kN.
Momen pada penampang yang ditinjau:
Hitung gaya geser tahanan nominal Vc pada beton sederhana
Vc = 2.5�1.9�f′c+ 2500ρw
Vud
Mu�bwd.
= 2.5�1.9√4347.826 + 2500(0.003349)(4.286)�(19.685)(88.583)
= 709174.3 lb = 3154.36 kN.
6�f′cbwd = 6√4347.826(19.685)(88.583) = 689878.2 lb
= 3068.532 kN.
Diambil nilai Vc = 3068.532 kN
ɸVc = 0.85 (3068.532 kN) = 2608.252 kN.
Karena Vu≤ɸVc maka dipakai penulangan minimum horizontal dan vertikal.
Jarak tulangan vertikal dan horizontal maksimum yang diizinkan adalah sv =
sh = d/5 atau 300 mm.
Asumsi digunakan jarak tulangan maksimum 300 mm atau d/5 (2250 mm/5 =
450 mm), ambil yang terkecil.
Gunakan jarak sv = sh = 300 mm.
Tulangan vertikal yang digunakan adalah diameter 12 mm dengan luasan 113.4
mm2. Tulangan horizontal yang digunakan adalah diameter 16 mm dengan luasan
Detail penulangan untuk metode konvensional dalam perhitungan balok
tinggi menerus.
Gambar 4.19 Detail penulangan untuk balok tinggi di atas 4 tumpuan dengan
metode konvensional
(a) (b)
Gambar 4.20 Potongan melintang balok tinggi diatas 4 tumpuan (a) Penulangan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan.
a. Hasil analisa memberikan nilai penulangan sebagai berikut:
Luasan tulangan
b. Rata-rata nilai penulangan yang didapatkan dengan metode Strut and Tie
lebih sedikit 15.93 % dibandingkan dengan metode konvensional walaupun
dalam perhitungan, luasan tulangan harus memenuhi persyaratan minimum
yang diberikan oleh ACI Building Code 318-2002 sehingga hasil yang
didapat tidak terlalu signifikan.
c. Dari pembahasan perhitungan pada bab-bab sebelumnya, metode Strut and
Tie lebih praktis digunakan dibandingkan metode konvensional.
d. Kelemahan metode Strut and Tie diakibatkan oleh kebebasan perencana
dalam memilih model rangka, solusi yang baik dapat ditandai dengan
5.2Saran.
1. Diperlukan pemahaman yang baik untuk menggunakan metode Strut and Tie
dalam perhitungan sehingga metode ini memberikan hasil yang efisien dan
efektif.
2. Dikarenakan banyaknya alternatif model rangka untuk metode ini, maka
pilihlah pengasumsian yang benar-benar tepat dengan mengikuti ketentuan
syarat dari peraturan yang menjadi acuan.
3. Untuk penelitian tentang balok tinggi selanjutnya diharapkan melakukan
perbandingan metode Strut and Tie ini dengan metode lain selain metode
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum.
Beton bertulang boleh jadi adalah bahan konstruksi yang paling penting.
Beton bertulang digunakan dalam berbagai bentuk hampir semua struktur, besar
maupun kecil-bangunan, jembatan, perkerasan jalan, bendungan, dinding penahan
tanah, terowongan, jembatan yang melintasi lembah (viaduct), drainase serta fasilitas irigasi, tangki dan sebagainya.
Kelebihan beton sebagai bahan struktur antara lain yaitu:
1. Beton memiliki kuat tekan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
kebanyakan bahan lain.
2. Beton bertulang mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap api dan air,
bahkan merupakan bahan struktur terbaik untuk bangunan yang banyak
bersentuhan dengan air. Pada peristiwa kebakaran dengan intensitas rata-rata,
batang-batang struktur dengan ketebalan penutup beton yang memadai
sebagai pelindung tulangan hanya mengalami kerusakan pada permukaannya
saja tanpa mengalami keruntuhan.
3. Struktur beton bertulang sangat kokoh.
4. Beton bertulang tidak memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi.
5. Dibandingkan dengan bahan lain, beton memiliki usia layan yang sangat
6. Beton biasanya merupakan satu-satunya bahan yang ekonomis untuk pondasi
tapak, dinding basement, tiang tumpuan jembatan dan bangunan bangunan semacam itu.
7. Salah satu ciri khas beton adalah kemampuannya untuk dicetak menjadi
bentuk yang sangat beragam, mulai dari pelat, balok, dan kolom yang
sederhana sampai atap kubah dan cangkang besar.
8. Di sebagian besar daerah, beton terbuat dari bahan-bahan lokal yang murah
(pasir, kerikil dan air) dan relatif hanya membutuhkan sedikit semen dan
tulangan baja, yang mungkin saja harus didatangkan dari daerah lain.
9. Keahlian buruh yang dibutuhkan untuk membangun konstruksi beton
bertulang lebih rendah dibandingkan dengan bahan lain seperti baja struktur.
Kelemahan beton bertulang sebagai bahan struktur:
1. Beton mempunyai kuat tarik yang sangat rendah, sehingga memerlukan
penggunaan tulangan tarik.
2. Beton bertulang memerlukan bekisting untuk menahan beton tetap di
tempatnya sampai beton tersebut mengeras tetapi harga bekisting sangat mahal bila dibandingkan dari total biaya proyek.
3. Rendahnya kekuatan persatuan berat dari beton mengakibatkan
beton-bertulang menjadi berat yang nantinya akan berpengaruh apabila digunakan
pada struktur yang memiliki bentang yang panjang.
4. Rendahnya kekuatan per satuan volume mengakibatkan beton akan berukuran
relatif besar.
ditangani seteliti seperti yang dilakukan pada proses produksi material lain
seperti baja struktur dan kayu lapis.
Salah satu bentuk struktur yang merupakan beton bertulang yaitu balok tinggi.
Pada balok tinggi, tulangan baja merupakan unsur yang penting bagi kekokohan
strukturnya. Balok tinggi adalah suatu elemen struktur yang mengalami beban
seperti pada balok biasa, tetapi mempunyai angka perbandingan tinggi/lebar yang
besar, dan angka perbandingan bentang geser/tinggi tidak melebihi 2 sampai 2,5
dimana bentang geser adalah bentang bersih balok untuk beban terdistribusi
merata. Lantai beton yang mengalami beban horizontal, dinding yang mengalami
beban vertikal, balok berbentang pendek yang mengalami beban sangat berat, dan
kebanyakan dinding geser merupakan contoh-contoh jenis elemen struktur ini.
Karena geometri inilah maka balok tinggi ini lebih berprilaku dua dimensi
bukan satu dimensi, dan mengalami keadaan tegangan dua dimensi. Sebagai
akibatnya, bidang datar sebelum melentur tidak harus tetap datar setelah melentur.
Distribusi regangannya tidak lagi linier, dan deformasi geser yang diabaikan pada
balok biasa menjadi sesuatu yang cukup berarti dibandingkan dengan deformasi
lentur murni. Sebagai akibatnya, blok tegangan menjadi nonlinier meskipun masih
pada taraf elastis. pada keadaan limit dengan beban batas, distribusi tegangan
tekan pada beton tidak akan lagi mengikuti bentuk parabola seperti yang
digunakan pada balok biasa.
a. Kompatibilitas antara beton dan baja
Beton dan tulangan baja bekerja sama dengan baik dalam struktur beton
kelemahan masing-masing. Sebagai contoh, kelemahan utama beton adalah
kekuatan tarik yang rendah tetapi kuat tarik adalah salah satu kelebihan utama
baja. Tulangan baja memiliki kuat tarik hampir 100 kali lebih besar daripada kuat
tarik beton biasa.
b. Kuat tekan.
Kuat tekan beton ��′ adalah kemampuan beton untuk menahan gaya tekan per satuan luasnya dimana nilainya bervariasi sesuai perencanaan awal yang
ditentukan, mutu material yang dipilih, proses pengerjaan strukturnya dan juga
perawatan di lapangan ditambah lagi dengan pengaruh oleh lingkungan sekitar.
Kuat tekan beton bisa didapatkan dengan melakukan pengujian di laboratorium,
namun yang harus diperhatikan adalah kondisi di lapangan tidaklah sama dengan
kondisi di ruang perawatan, sehingga kekuatan beton pada saat pengujian tidak
dapat dicapai di lapangan terkecuali proporsi-bahan, pencampuran, vibrasi dan
kelembapannya hampir sempurna. Akibatnya adalah tidak akan diperoleh
kekuatan yang sama dilapangan walaupun menggunakan proporsi campuran yang
sama. Oleh karena itu, Subbab 5.3 dari peraturan ACI menyebutkan bahwa kuat tekan beton yang digunakan sebagai dasar untuk memilih proporsi campuran
beton harus melampaui spesifikasi kuat beton pada umur 28-hari.
c. Kuat tarik
Kuat tarik beton bervariasi antara 8% sampai 15% dari kuat tekannya.
Alasan utama dari kuat tarik yang kecil ini adalah kenyataan bahwa beton
dipenuhi oleh retak-retak halus. Retak-retak ini tidak berpengaruh besar bila beton