• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DALAM PENGASUHAN DENGAN KETERAMPILAN SOSIAL PADA REMAJA AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DALAM PENGASUHAN DENGAN KETERAMPILAN SOSIAL PADA REMAJA AKHIR"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DALAM

PENGASUHAN DENGAN KETERAMPILAN SOSIAL PADA

REMAJA AKHIR

SKRIPSI

Oleh:

Lastri Sanjaya 06810222

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum Wr.Wb

Alhamdulillahi rabbil’alamin, tiada henti saya bersyukur atas anugerah yang diberikan Allah SWT yang selalu memberikan kekuatan untuk selalu berusaha dan bersabar sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Hubungan antara Persepsi terhadap Peran Ayah dengan Keterampilan Sosial pada Remaja Akhir”.

Sebagai pribadi yang memiliki keterbatasan, penulis menyadari bahwa kelancaran penyusunan skripsi ini tidak lepas dari adanya dorongan, bantuan, dan dukungan dari semua pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kapada:

1. Drs. Tulus Winarsunu M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Yudi Suharsono, M.Si selaku pembimbing I yang selalu memberikan bimbingan dan arahannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Diana Savitri H., M.Psi selaku pembimbing II sekaligus dosen wali kelas D yang selalu memberikan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi dan telah banyak membantu dan memberikan arahan sejak awal perkuliahan.

4. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang yang telah memberikan ilmu kepada penulis, hingga akhirnya dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

5. Kedua Orang tuaku tersayang “Bapak Suparman dan Ibu Karning” yang tak pernah letih mendo’akan, memberikan semangat dan kasih sayang kepada penulis hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Saudara-saudaraku tercinta “Mas Adi, Mbak Mia, Adek Koko, Adek Arul”, yang telah menjadi motivator dalam pengerjaan skripsi ini.

7. Teman-teman Fakultas Psikologi angkatan 2006, kelas D terima kasih atas kebersamaan yang telah diberikan selama kita kuliah.

8. Sahabatku Ida, Wenny, Riema, Wida, mbak rif’ah, uti ya2, mbak Devi yang sudah banyak membantu, menemaniku, dan memberi support. Keberuntungan dan

(4)

9. Teman antrianku Ciki, Mas Yayan, Dony, Dinda, Ria yang tidak pernah menyerah dan terus berjuang untuk mengantri bersamaku.

10. Mahasiswa UMM yang menjadi mangsa dalam penelitianku, terimakasih atas kerjasamanya dalam membantu penelitian ini, memberi informasi dan data yang diperlukan peneliti.

11. Teman-teman kost Mentari (Puput, Mbak Risna, Ni2, Evi, Ega, Che-che, Ka’ An, Dewi, Ulis, Chusnul, Icha) serta teman-teman Ting-ting (Mega, Uwik, Hera, Nana, Limar, Rizka, Ntun, Puput) kebersamaan ini tak akan terlupakan.

12. Serta kepada semua pihak dengan segala bentuk dukungannya, yang tak tersebutkan namanya. Maaf dan terimakasih banyak.

Akhir kata, tulisan ini adalah sebuah bentuk ketulusan dan harapan untuk meraih harapan dan cita-citaku. Semoga apa yang penulis sampaikan dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak. Amin.

Wassalamu alaikum Wr.Wb

Malang, 11 November 2011 Penulis

(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persepsi 1. Definisi Persepsi ... 7

2. Faktor-faktor yang Berperan dalam Persepsi ... 7

3. Proses Terjadinya Persepsi ... 8

B. Peran Ayah 1. Definisi Peran Ayah dalam Pengasuhan ... 9

C. Keterampilan Sosial 1. Definisi keterampilan Sosial ... 14

2. Ciri-ciri Keterampilan Sosial... 14

3. Aspek-aspek Keterampilan Sosial ... 15

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Sosial ... 15

(6)

2. Ciri Remaja Akhir ... 17

3. Minat sosial pada remaja akhir ... 17

E. Hubungan antara persepsi terhadap peran ayah dengan keterampilan sosial remaja akhir ... 18

F. Kerangka Pemikiran ... 21

G. Hipotesis ... 22

BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian ... 23

B. Variabel penelitian 1. Identifikasi variabel penelitian ... 23

2. Definisi operasional ... 23

C. Populasi dan Sampel ... 24

D. Prosedur Penelitian ... 25

E. Jenis Data dan Metode pengumpulan data ... 25

F. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas ... 27

2. Reliabilitas ... 30

G. Teknik Analisis Data ... 32

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data 1. Persepsi terhadap peran ayah secara general... 33

2. Persepsi terhadap peran ayah secara gender ... 34

3. Keterampilan sosial secara general ... 34

4. Keterampilan sosial secara gender... 35

5. Klasifikasi persepsi terhadap peran ayah dengan Keterampilan sosial pada remaja secara general ... 35

6. Klasifikasi persepsi terhadap peran ayah dengan keterampilan sosial pada remaja secara gender ... 36

(7)

C. Pembahasan ... 38

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 42

B. Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 44

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Skor pilihan jawaban ... 26

Tabel 2 Blue Print Skala Persepsi Terhadap peran ayah ... 26

Tabel 3 Blue Print Skala keterampilan sosial ... 27

Tabel 4 Hasil Rangkuman Analisa Validitas Butir Skala Persepsi Terhadap Peran Ayah ... 29

Tabel 5 Hasil Rangkuman Analisa Validitas Butir Skala Keterampilan sosial ... 30

Tabel 6 Uji reliabilitas item skala persepsi terhadap peran ayah ... 31

Tabel 7 Uji Reliabilitas item skala persepsi terhadap keterampilan sosial ... 31

Tabel 8 Perhitungan T-score persepsi terhadap peran ayah ... 34

Tabel 9 Perhitungan T-score persepsi terhadap peran ayah secara gender ... 34

Tabel 10 Perhitungan T-score keterampilan sosial ... 34

Tabel 11 Perhitungan T-score keterampilan sosial secara gender ... 35

Tabel 12 Sebaran subyek berdasarkan kategori variabel ... 35

Tabel 13 Sebaran subyek berdasarkan kategori variabel secara gender ... 36

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Instrumen penelitian ... 46

Lampiran 2 Data kasar hasil try out item skala keterampilan sosial ... 52

Lampiran 3 Hasil uji validitas dan reliabilitas skala keterampilan sosial ... 56

Lampiran 4 Data kasar hasil try out item skala peran ayah ... 65

Lampiran 5 Hasil uji validitas dan reliabilitas skala peran ayah ... 69

Lampiran 6 Data kasar hasil penelitian skala peran ayah dan hasil t-score ... 77

Lampiran 7 Data kasar hasil penelitian skala keterampilan sosial dan hasil t-score ... 79

Lampiran 8 Frekuensi tabel ... 81

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, S.M. (2010) Study Eksplorasi tentang Peran Ayah dalam Pengasuhan Anak Usia Dini. Jurnal Spirits Media Psikologi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta, vol 1, no 1,(56-71).

Adiyanti, M.G. (1999). Laporan Penelitian Skala Keterampilan Sosial. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.

Andayani, B dan Koentjoro. (2007). Psikologi Keluarga Peran Ayah Menuju Coparenting.Sidoarjo: Laros.

Ariesta, S. (2008). Hubungan antara Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan terhadap Keterampilan Sosial pada Remaja Laki-laki. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UII.

Atkinson, R. L. (1983).Pengantar Psikologi. Batam: Interaksara.

Azwar, S. (2007).Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. (2005).Penyusunan Skala Psikologi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Cartledge, J & Milburn, G. (1995).Teaching Social Skills to Children and Youth.United of America: Allyn and Bacon.

Chaplin, J.P. (2009).Kamus Lengkap Psikologi.Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Dagun, S.M. (2002).Psikologi Keluarga.Jakarta: PT Rineka Cipta.

Goleman, D. (2007). Emotional Intelligence kecerdasan emosional, Mengapa EI lebih penting dari IQ.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Gottman, J. (1998).Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak.Jakarta: Gramedia.

Gunarsa, Singgih D. (2004). Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan Keluarga. Jakarta: Gunung Mulia.

Gunarsa, Singgih D. (1988).Psikologi untuk Keluarga.Jakarta: gunung Mulia.

Gusty, I. (2010). Hubungan antara Persepsi terhadap peran orangtua dan regulasi emosi pada anak jalanan.Malang: Fakultas Psikologi UMM.

(11)

http://keluagakecilbahagia.wordpress.com/2009/12/28/peran-ayah-membentuk-rasa-percaya-diri-anak/

Kerlinger, F. N. (2002).Behavior Research. Yogyakarta: UGM Press.

Lamb, Michael E. (1981). The Role of the Father in Child Development. Utah: Wiley Interscience.

Latipun dan Notosoedirjo, M. (2001). Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan. Malang: UMM Press.

Mappiere, A. (1982).Psikologi Remaja.Surabaya: Usaha Nasional.

Mu’tadin, Z. (2006). http://mustofasmp2.wordpress.com/2009/02/07/pentingnya-keterampilan-sosial/

Poerwanti, E.1998.Dimensi-Dimensi Riset Ilmiah.Malang: UMM Press

Ramdhani, N. (1991). Laporan Penelitian Standardisasi Skala Tingkah Laku Sosial. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.

Sarwono, Sarlito W. (1989).Psikologi Remaja.Jakarta: CV Rajawali.

Santrock, John W. (2002).Life-Span Development.Jakarta: Erlangga

Shapiro, Lawrence E. (1999). Mengajarkan Emotional Intelligence pada Anak. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Slameto. (2002).http://researchingines.com/slameto2.html

Sobur, A. (2003).Komunikasi Orangtua dan Anak. Bandung: Angkasa.

Soesilowindradini. (-). Psikologi Perkembangan Masa Remaja.Surabaya:Usaha Nasional.

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suryabrata. (2008).Metodologi Penelitian.Jakarta: RajaGrafindo Persada.

(12)

Walgito, B. (2004). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: ANDI OFFSET. & Sons, Inc.

(13)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk mampu mengatasi segala masalah yang timbul sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungan sosial dan harus mampu menampilkan diri sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku. Untuk itulah setiap individu dituntut untuk menguasai beberapa keterampilan seperti keterampilan pribadi, keterampilan sosial, keterampilan akademik dan keterampilan dalam bidang tertentu.

Dengan memiliki keterampilan sosial individu akan mampu bergaul dengan orang lain. Menurut Shapiro (1999) kemampuan untuk bergaul dengan orang lain ini akan paling banyak membantunya merasakan keberhasilan dan kepuasan dalam hidup. Agar dapat berkiprah secara efektif dalam dunia sosial, individu perlu belajar mengenali, menafsirkan, dan bereaksi secara tepat terhadap situasi-situasi sosial. Individu memerlukan kemampuan untuk mencari titik temu antara kebutuhan dan harapan orang lain.

Menurut Mu’tadin (2006) ketrampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri menjadi semakin penting dan krusial manakala anak sudah menginjak masa remaja. Hal ini disebabkan karena pada masa remaja individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial akan

sangat menentukan. Kegagalan remaja dalam menguasai ketrampilan-ketrampilan sosial akan menyebabkan dia sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya sehingga dapat menyebabkan rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku yang kurang normative misalnya asosial ataupun anti sosial, dan bahkan dalam perkembangan yang lebih ekstrim bisa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal, tindakan kekerasan, dan sejenisnya. Maka dari itu amatlah penting bagi remaja untuk dapat mengembangkan keterampilan sosial.

(14)

2

tersebut meliputi kemampuan berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, menghargai diri sendiri dan orang lain, mendengarkan pendapat atau keluhan dari orang lain, memberi atau menerima kritik, bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku, dan sebagainya. Karena pada usia ini remaja sudah mulai dianggap mampu untuk berperilaku sesuai nilai-nilai, norma-norma yang ada di dalam masyarakat atau sesuai dengan harapan masyarakat.

Keterampilan sosial harus mulai dikembangkan sejak dini. Dalam mengembangkan keterampilan sosial, tentunya individu membutuhkan orang lain untuk menstimulasi atau bahkan mengajarkannya. Di sini keluarga berperan penting untuk ikut andil dalam pengembangan keterampilan sosial anak, karena keluarga merupakan tempat awal seorang anak menerima suatu pendidikan, asuhan terutama dari orang tua dan juga merupakan tempat awal dalam bersosialisasi. Seperti yang dikatakan R. schaffer (dalam Dagun, 2002) “bayi mulai mengembangkan keterampilannya sejak awal. Ia membutuhkan suatu interaksi yang baik dari orang-orang sekelilingnya. Semua itu dimulai dalam keluarga. Berbagai jenis kegiatan dalam keluarga yang berkenaan dengan seorang bayi merupakan awal sosialisasi”. Hubungan bayi dengan orangtuanya yang mulai tercipta sejak awal merupakan dasar

yang baik dalam pembentukan pemahaman seorang anak dalam kemampuannya untuk memberikan reaksi sosial (Dagun, 2002).

Pada dasarnya keluarga terutama orang tua, memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan seorang anak. Orang tua sebagai teladan utama anak harus

mampu memberikan contoh dan bimbingan yang sesuai agar anak nantinya juga mencontoh orang tuanya. Lingkungan keluarga disebut sebagai lingkungan pendidikan informal yang mempengaruhi berbagai aspek perkembangan anak. Adakalanya hal ini berlangsung melalui ucapan-ucapan, perintah-perintah yang diberikan secara langsung untuk menunjukkan apa yang seharusnya diperhatikan atau dilakukan anak, sehingga pada saat yang lain tidak merasa ragu lagi untuk melakukan hal yang sama yang pernah diterimanya. Orang tua sebagai patokan, sebagai contoh, atau model agar ditiru kemudian apa yang ditiru akan meresap dalam dirinya dan menjadi bagian dari kepribadiannya (Gottman, 1998).

(15)

3

Tindakan, perkataan dan rasa nyaman dari pengalaman dengan orang tua dapat menjadi bekal bagi keterampilan sosial remaja ketika memisahkan diri dari orang tua menuju teman sebayanya.

Keluarga sebagai sumber sosialisai yang paling utama, membantu remaja dalam membentuk keterampilan sosial pada diri remaja. Di dalam keluarga terjadi sebuah hubungan sosialisasi timbal balik, membangun hubungan, memecahkan suatu masalah dan berargumen dengan anggota keluarga lainnya. Hubungan yang terjadi ini akan dijadikan sebagai contoh atau cetakan yang akan digunakan remaja dalam berhubungan dengan dunia barunya. Hubungan yang baik antara orang tua dan remaja akan membantu remaja dalam berinteraksi dan meningkatkan identitas serta keterampilannya di lingkungan (Hurlock, 1973).

Keluarga sebagai suatu lembaga akan menjadi model yang akan ditiru oleh anak-anak mereka. Figur yang paling utama bagi anak adalah keluarga. Orang tua sebagai pengendali keluarga, memegang peranan dalam membentuk hubungan keluarga dengan anak-anak mereka. Orang tua merupakan orang yang paling dekat dengan anak, mengenal keadaan diri anak, dan sebagai tempat aman bagi anak untuk berbagi masalah, informasi, dan berbagi kasih sayang (Andayani & Koentjoro,

2007). Dalam keluarga terdapat susunan keluarga yang terdiri dari orang tua dan anak. Orang tua terdiri dari ayah dan ibu.

Lamb (1990) menjelaskan bahwa dalam konteks keluarga ibu dan ayah mempunyai peran yang berbeda namun saling mendukung. Sobur (1986)Seorang

ayah sebagai pemegang kendali dalam kehidupan sebuah keluarga, keberadaannya akan mendapat penilaian anak-anaknya terutama tentang persepsi anak-anak terhadap ayah mereka. Selain itu Freud juga mengatakan bahwa perkembangan kepribadian anak khususnya sewaktu balita, sangat ditentukan oleh tokoh ayah karena ayah yang membentuk super ego anak. Ayah adalah tokoh identifikasi, serta ayah merupakan tokoh otoriter yang sekaligus ditakuti dan dibutuhkan anak, dan sebagainya.

(16)

4

keluarga, maka yang banyak terjadi adalah rendahnya keterlibatan seorang ayah dalam keluarga. Seringkali seorang ayah kehilangan waktu berharganya untuk berinteraksi dengan anak karena kesibukannya. Bahkan seringkali para ayah menganggap bahwa mengasuh dan mendidik anak hanya tugas seorang ibu. Sebenarnya ayah juga memiliki peran penting dalam mengasuh anak. Meskipun banyak yang tidak menyadari, ternyata pola pengasuhan ayah memiliki peran yang besar dalam membentuk rasa percaya diri dan kecerdasan anak di masa datang. Memang tidak salah jika ibu dianggap memiliki peranan yang sangat penting, tetapi bukan berarti ayah juga tidak perlu mengasuh dan merawat anak sejak bayi. Peran ayah lebih besar dalam mengembangkan keterampilan sosial dibanding dengan peran ibu, karena peran ibu biasanya berkaitan dalam hal pemenuhan kebutuhan caring dan loving pada bayi, sedangkan ayah yang meletakkan dasar-dasar pertama yang membentuk bayi menjadi orang yang bisa menghadapi masalah atau memiliki keahlian problem solving yang bagus (http://keluargakecilbahagia.wordpress.com, 2009).

Anak yang hadir dalam keluarga membutuhkan dan mempunyai hak akan kasih sayang dan perhatian yang responsif dari orangtuanya. Anak juga

membutuhkan model yang tepat agar dalam perkembangannya anak dapat mencapai kedewasaan yang matang secara sosial, emosional, intelektual, dan spiritual. Mengingat pentingnya peran keluarga dalam mengoptimalakan perkembangan anak, orang tua (ayah dan ibu) seharusnya saling berbagi tanggung jawab mengasuh

(17)

5

Didukung dengan teori Talcott-Parson yang memandang peran ayah ini bertolak pada aspek instrumental dan peran ekspresi parental yaitu penerapan dari social learning theory. Ayah merupakan peran instrumental, yaitu ayah merupakan

alat yang mempunyai fungsi yang menghubungkan keluarga ke masyarakat. Hal ini karena ayah secara tradisional kurang terkait dalam kesibukan dibanding dengan ibu dan lebih sering bekerja di luar rumah. Talcott memandang bahwa peran ayah yang membawa masyarakat ke dalam rumah dan rumah ke dalam masyarakat. Talcott juga mengatakan bahwa kekurangan akan peran ayah pada keluaga akan menimbulkan kepincangan dalam mengambil keputusan-keputusan yang baik, objektif, dan netral. Sedangkan menurut Lederer kekurangan akan peran ayah akan mengakibatkan kekurangan kemampuan daya juang pada anak. Kemampuan adaptasi juga jelek (Latipun&Notosoedirjo, 2001).

Persepsi terhadap peran ayah sangat dibutuhkan oleh seorang anak. Persepsi adalah proses bagaimana stimuli-stimuli itu diseleksi, diorganisasi, dan diiterpretasikan (Sutisna, 2002 dalam Gusti, 2010). Peran ayah dapat dipersepsikan berbeda oleh masing-masing anak. Ketika ayah menjalankan perannya maka anak-anaknya kemudian menafsirkan segala yang dilakukan oleh ayah mereka.

Berdasarkan hasil penelitian di AS terhadap 15.000 remaja sebagai sampelnya menunjukkan jika peran ayah dalam pendidikan anak berkurang maka akan menunjukkan dampak negatif yang signifikan seperti jumlah anak putri belasan tahun hamil tanpa nikah, kriminalitas yang dilakukan anak-anak dan muncul patologi

psikososial (Slameto, 2002).

(18)

6

“Hubungan antara Persepsi terhadap Peran Ayah dalam Pengasuhan dengan

Keterampilan Sosial pada Remaja Akhir”

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan persepsi terhadap peran ayah dalam pengasuhan dengan keterampilan sosial pada remaja akhir?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan persepsi terhadap peran ayah dalam pengasuhan dengan keterampilan sosial pada remaja akhir.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan atau kontribusi yang berarti bagi perkembangan ilmu psikologi khususnya psikologi

pendidikan dan perkembangan terkait dengan hubungan persepsi terhadap peran ayah dalam pengasuhan terhadap keterampilan sosial remaja akhir. 2. Manfaat Praktis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang

Referensi

Dokumen terkait

Di bawah seksyen 29 Akta Syarikat 2016, Pendaftar mempunyai kuasa untuk mengarahkan syarikat untuk menukar namanya jika dia percaya atas sebab yang munasabah bahawa suatu nama di

[r]

Kabupaten Sukamara agar lebih mengoptimalkan hnplementasi Kebijakan Penegakan Disiplin Kerja Aparatur Sipil Negara (ASN) di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Sukamara,

Kesejajaran atau kesetaraan status juga berpengaruh terhadap hubungan interpersonal. Karena dalam berkomunikasi terkadang ada orang yang hanya mau berteman dengan orang

Pada Gambar 2 yang diamati adalah limbah yang berada pada kolam pengolahan pertama yang dicampur dengan limbah 2 atau limbah yang baru keluar dari pengolahan tandan kelapa sawit,

Jika alat ini digunakan untuk jasa pengeboran dengan kedalaman minimal 35 meter, maka biaya dalam 2 (dua) kali jasa pengeboran tersebut sudah dapat mengembalikan

Dalam penelitian ini, peneliti hanya menemukan 1campur kode ke luar (Outercode-mixing). Campur kode ke luar yang ditemukan, unsur penyisipannya berupa kata bahasa