• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengetahuan Dan Sikap Ibu Rumah Tangga Terhadap Pelaksanaan Pap’smear Untuk Deteksi Dini Kanker Serviks Di Puskesmas Petisah Medan Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Pengetahuan Dan Sikap Ibu Rumah Tangga Terhadap Pelaksanaan Pap’smear Untuk Deteksi Dini Kanker Serviks Di Puskesmas Petisah Medan Tahun 2013"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA TERHADAP PELAKSANAAN PAP’SMEAR UNTUK DETEKSI

DINI KANKER SERVIKS DI PUSKESMAS PETISAH MEDAN TAHUN 2013

TESIS

SYARIFAH HARAHAP 107032085/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

THE ANALYSIS OF KNOWLEDGE AND ATTITUDE OF HOUSEWIFE ON THE IMPLEMENTATION OF PAPSMEAR FOR EARLY DETECTION

OF CERVICAL CANCER AT PETISAH HEALTH CENTER, MEDAN IN 2013

THESIS

SYARIFAH HARAHAP 107032085/IKM

MASTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

ANALISIS PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA TERHADAP PELAKSANAAN PAP’SMEAR UNTUK DETEKSI

DINI KANKER SERVIKS DI PUSKESMAS PETISAH MEDAN TAHUN 2013

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

SYARIFAH HARAHAP 107032085/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Judul Tesis : ANALISIS PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA TERHADAP

PELAKSANAAN PAP’SMEAR UNTUK DETEKSI DINI KANKER SERVIKS DI

PUSKESMAS PETISAH MEDAN TAHUN 2013 Nama Mahasiswa : Syarifah Harahap

Nomor Induk Mahasiswa : 107032085

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes) (drh. Rasmaliah M.Kes Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(5)

Telah diuji

pada Tanggal : 20 Januari 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes Anggota : 1. drh. Rasmaliah M.Kes

(6)

PERNYATAAN

ANALISIS PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA TERHADAP PELAKSANAAN PAP’SMEAR UNTUK DETEKSI

DINI KANKER SERVIKS DI PUSKESMAS PETISAH MEDAN TAHUN 2013

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperolah gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2014

(7)

ABSTRAK

Hingga saat ini kanker serviks masih merupakan penyebab kematian terbanyak akibat penyakit kanker di negara berkembang. Pemeriksaan Pap’smear

merupakan salah satu upaya untuk deteksi kanker serviks. Di wilayah kerja Puskesmas Petisah, pencapaian program pemeriksaan Pap’smear hanya 32,4% yang diduga terkait dengan faktor pengetahuan, sikap dan kebutuhan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengetahuan dan sikap ibu rumah tangga terhadap pelaksanaan Pap’smear untuk deteksi dini kanker serviks di wilayah kerja Puskesmas Petisah Medan dilakukan terhadap 116 orang ibu rumah tangga sebagai sampel. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner dan dianalisis secara statistik mengunakan uji regresi logistik ganda pada α= 5%.

Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan, sikap dan kebutuhan berpengaruh terhadap pemeriksaan Pap’smear sebagai upaya deteksi dini kanker serviks. Faktor pengetahuan merupakan faktor yang paling dominan memengaruhi pelaksanaan Pap’smear di wilayah kerja Puskesmas Petisah Kota Medan, dengan nilai exp (B) atau OR= 2,928 (95% CI : 1,293-6,629).

Disarankan kepada Puskesmas Petisah : (1) memberikan edukasi dini kepada ibu rumah tangga, sehingga mengetahui pentingnya melakukan deteksi dini kanker serviks melalui pemeriksaan Pap’smear, (2) melakukan konseling untuk merubah sikap dan (3) perlu penjelasan dari petugas kesehatan puskesmas kepada setiap ibu rumah tangga yang berkunjung ke puskesmas maupun melalui penyuluhan masyarakat sehingga melakukan deteksi dini kanker serviks sesuai dengan kebutuhannya.

(8)

ABSTRACT

To the present, cervical cancer is still the major cause of mortality in the developing countries. Pap’smear examination is one of the efforts of early detection of cervical cancer. In the working area of Puskesmas (Petisah Health Center) Petisah, the coverage of papsmear examination program was only 32.4% which is assumed to be related to the factors of knowledge, attitude, and need.

The purpose of this study was to analyze the influence of the knowledge, and attitude on the implementation Pap'smear for early detection of cervical cancer in the working area of Puskesmas Petisah, Medan conducted on 116 housewives as the sample. The data for this study were obtained through direct interview and the data

obtained were statistically analyzed through multiple regression logistic tests at α =

5%.

The result of this study showed that knowledge, attitude and needs had influence on Pap’smear examination as an attempt of cervical cancer early detection. Knowledge was the most dominant factor in influencing the implementation of Pap’smear examination in the working area of Puskesmas Petisah with the value of exp (B) or OR = 2.928 (95% CI : 1,293-6,629).

The management of Puskesmas Petisah is suggested (1) to provide early education to the housewives that they know the importance of doing cervical cancer early detection through Pap’smear examination, (2) to do counseling to change the attitude, and (3) the health workers of the Puskesmas need to explain to the housewives visiting the Puskesmas about doing the early detection of cervical cancer in accordance with their need or through extension activity to the community members in general.

(9)

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang

Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta ‘ala,

berkat rahmat dan karunianya–Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Penyusunan

tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan

pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara Medan.

Penulis menyadari begitu banyak dukungan, bimbingan, bantuan dan

kemudahan yang diberikan oleh berbagai pihak, sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Dengan penuh ketulusan hati, penulis menyampaikan ucapan terima kasih

sebesar-besarnya kepada :

1. Prof Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M&H., M.Sc.(CTM)., Sp.A,(K), Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si, Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

(10)

5. Dr. Ir. Erna Mutiara, M. Kes, Ketua Komisi Pembimbing dan drh. Rasmaliah

M.Kes, Anggota Komisi Pembimbing.

6. Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, MPH dan dr. Ria Masniari Lubis, M.Si, Dosen

Penguji Tesis.

7. Para dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Program Studi S2

Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kebijakan Gizi

Masyarakat Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

8. dr. Heny Safitri dan dr. Indra selaku Kepala Puskesmas Petisah beserta seluruh

staf, yang telah memberikan izin dan bantuan bagi penulis sehingga penelitian ini

dapat berjalan dengan lancar.

9. dr. H Aswin Soefie Lubis, MSi, PA selaku Dekan Fakultas Kedokteran UISU,

yang telah memberikan izin, dukungan dan support bagi penulis untuk

menyelesaikan pendidikan di fakultas kesehatan masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

10. dr. H. Rusdy Yunus MKT, selaku Ka Prodi Profesi yang telah memberi

dukungan dan support bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan di fakultas

kesehatan masyarakat Universitas Sumatera Utara.

11. dr. H. Saiful Batubara, MPd, yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk

membimbing penulis dalam penyelesaian tesis ini

12. Terima kasih dan doa saya panjatkan untuk kedua orang tua saya tercinta

(11)

yang telah membesarkan, membimbing, mendidik dan menyayangi saya dengan

penuh kasih sayang.

13. Untuk suamiku Tersayang, Dr. Edy Ardiansyah Nasution SpOG, M.Ked (OG),

dan ketiga putra-putri saya yang sangat saya sayangi, Fakhri Syahnaufal

Nasution, Namira Afifah Nasution, Nazla Raisyah Nasution, tiada kata yang

dapat mama sampaikan selain terima kasih atas dorongan, semangat, kesabaran,

pengertian dan doa yang telah diberikan untuk mama dalam menyelesaikan

pendidikan ini.

14. Teman-teman mahasiswa/i Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan Minat Studi

Epidemiologi Angkatan 2010 yang telah memberikan bantuan dan motivasi

sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

15. Seluruh ibu-ibu di wilayah kerja Puskesmas Petisah yang telah bersedia menjadi

responden dalam penelitian ini

16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya yang telah

banyak membantu penulis selama penyelesaian tesis ini

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan balasan atas segala bantuan dan

kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa

dalam penulisan tesis ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis

(12)

Mudah-mudahan tesis ini bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi yang

membacanya. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa memberikan Rahmat

dan Hidayah-Nya kepada kita semua. Amin ya rabbal’Alamin

Medan, Juli 2014 Penulis

(13)

RIWAYAT HIDUP

Syarifah Harahap lahir pada tanggal 21 September 1969 di Tinjauan

Kabupaten Simalungun, Propinsi Sumater Utara, berjenis kelamin perempuan,

beragama Islam, anak pertama dari 6 bersaudara dari pasangan Bapak (alm)

dr. H.A.Harahap MS dan Ibu Hj.Risna Sahara Nasution. Menikah dengan dr.Edy

Ardiansyah Nasution SpOG, M.Ked (OG) dan telah dikaruniai tiga orang anak,

bertempat tinggal di Jalan Sei Rotan no ; 11 , Kecamatan Medan Baru, Kota Medan.

Riwayat Pendidikan, SDN Harapan Mulia 23 Pagi Jakarta Pusat, Lulus Tahun

1982, SMP Yapendak Tinjauan Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara,

Lulus Tahun 1985, SMAN I Tebing Tinggi Kota Madya Tebing Tinggi Propinsi

Sumatera Utara, lulus tahun 1988, Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera

Utara, Lulus Tahun 1998. Pada tahun 2010 penulis mengikuti pendidikan lanjut S2 di

Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Epidemiologi Universitas

Sumatera Utara.

Riwayat Pekerjaan, sebagai dokter Pegawai Tidak Tetap di Puskesmas Kuala

Bali Kecamatan Dolok Masihul, Kabupaten Deli Serdang, sejak Maret 2008 sampai

dengan sekarang penulis bekerja di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Hipotesis ... 9

1.5 Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Definisi Kanker Serviks ... 11

2.2 Etiologi Kanker Serviks ... 12

2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kanker Serviks... 13

2.3.1 Umur ... 13

2.3.2 Pendidikan ... 14

2.3.3 Pekerjaan ... 14

2.3.4 Deteksi Dini ... 15

2.3.5 Usia Pertama Kali Melakukan Hubungan Seksual ... 16

2.3.6 Paritas ... 17

2.3.7 Ganti Pasangan ... 17

2.3.8 Infeksi ... 17

2.3.9 Kontrasepsi ... 18

2.4 Metode Deteksi Dini Kanker Serviksdengan Metode Pap’smear . 18 2.5 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemeriksaan Papsmear ... 21

2.5.1 Faktor Predisposisi (PredisposingFactors) ... 21

2.5.2 Faktor Pendukung (EnablingFactors) ... 26

2.5.3 Faktor Kebutuhan (Need Factors) ... 30

2.6 Landasan Teori ... 31

(15)

BAB 3.METODE PENELITIAN ... 34

3.1 Jenis Penelitian ... 34

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 34

3.2.2 Waktu Penelitian ... 34

3.3 Populasi dan Sampel ... 34

3.3.1 Populasi ... 34

3.3.2 Sampel ... 35

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 37

3.4.1 Data Primer ... 37

3.4.2 Data Sekunder ... 37

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas ... 37

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 38

3.6 Metode Pengukuran ... 39

3.7 Metode Analisis Data ... 40

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 42

4.1 Gambaran Umum Puskesmas Petisah ... 42

4.2 Analisis Univariat ... 43

4.2.1 Karakteristik Responden ... 43

4.2.2 Pengetahuan ... 44

4.2.3 Sikap ... 47

4.2.4 Kebutuhan ... 49

4.3 Analisis Bivariat... 52

4.3.1 Pengaruh Pengetahuan terhadap Pemeriksaan Pap’smear .... 52

4.3.2 Pengaruh Sikap terhadap Pemeriksaan Pap’smear ... 53

4.3.3 Pengaruh Kebutuhan terhadap Pemeriksaan Pap’smear ... 54

4.4 Analisis Multivariat ... 54

BAB 5. PEMBAHASAN ... 56

5.1 Pengaruh Pengetahuan terhadap Pemeriksaan Pap’smear ... 56

5.2 Pengaruh Sikap terhadap Pemeriksaan Pap’smear... 60

5.3 Pengaruh Kebutuhan terhadap Pemeriksaan Pap’smear ... 62

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

6.1 Kesimpulan ... 67

6.2 Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 69

(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Besar Sampel Penelitian ... 36

3.2 Pengukuran Variabel Penelitian ... 40

4.1 Distribusi Karakteristik Responden di Puskesmas Petisah tahun 2013 ... 43

4.2 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan tentang Pap’smear

Puskesmas Petisah tahun 2013 ... 44

4.3 Distribusi Responden Menurut Kategori Pengetahuan tentang Pap’smear

Puskesmas Petisah tahun 2013 ... 46

4.4 Distribusi Responden Menurut Sikap tentang Pap’smear Puskesmas

Petisah tahun 2013 ... 47

4.5 Distribusi Responden Menurut Kategori Sikap tentang Pap’smear

Puskesmas Petisah tahun 2013 ... 48

4.6 Distribusi Responden Menurut Kebutuhan Perceived (Symptoms

Diagnose) tentang Pap’smear di Puskesmas Petisah tahun 2013 ... 49 4.7 Distribusi Responden Menurut Kebutuhan Evaluated (Clinical

Diagnose) tentang Pap’smear di Puskesmas Petisah tahun 2013 ... 50 4.8 Distribusi Responden Menurut Kategori Kebutuhan tentang Pap’smear

Puskesmas Petisah tahun 2013 ... 51

4.9 Pengaruh Pengetahuan terhadap Pemeriksaan Pap’smear di Puskesmas

Petisah tahun 2013 ... 52

4.10 Pengaruh Sikap terhadap Pemeriksaan Pap’smear di Puskesmas Petisah

tahun 2013 ... 53

4.11 Pengaruh Kebutuhan terhadap Pemeriksaan Pap’smear di Puskesmas

Petisah tahun 2013 ... 54

(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Landasan Teori ... 32

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 73

2. Hasil Analisa Validitas dan Reliabilitas ... 77

3. Hasil Analisa Univariat ... 79

4. Hasil Analisa Bivariat ... 93

5. Hasil Analisa Multivariat ... 97

6. Master Data Penelitian ... 99

7. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan ... 102

(19)

ABSTRAK

Hingga saat ini kanker serviks masih merupakan penyebab kematian terbanyak akibat penyakit kanker di negara berkembang. Pemeriksaan Pap’smear

merupakan salah satu upaya untuk deteksi kanker serviks. Di wilayah kerja Puskesmas Petisah, pencapaian program pemeriksaan Pap’smear hanya 32,4% yang diduga terkait dengan faktor pengetahuan, sikap dan kebutuhan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengetahuan dan sikap ibu rumah tangga terhadap pelaksanaan Pap’smear untuk deteksi dini kanker serviks di wilayah kerja Puskesmas Petisah Medan dilakukan terhadap 116 orang ibu rumah tangga sebagai sampel. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner dan dianalisis secara statistik mengunakan uji regresi logistik ganda pada α= 5%.

Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan, sikap dan kebutuhan berpengaruh terhadap pemeriksaan Pap’smear sebagai upaya deteksi dini kanker serviks. Faktor pengetahuan merupakan faktor yang paling dominan memengaruhi pelaksanaan Pap’smear di wilayah kerja Puskesmas Petisah Kota Medan, dengan nilai exp (B) atau OR= 2,928 (95% CI : 1,293-6,629).

Disarankan kepada Puskesmas Petisah : (1) memberikan edukasi dini kepada ibu rumah tangga, sehingga mengetahui pentingnya melakukan deteksi dini kanker serviks melalui pemeriksaan Pap’smear, (2) melakukan konseling untuk merubah sikap dan (3) perlu penjelasan dari petugas kesehatan puskesmas kepada setiap ibu rumah tangga yang berkunjung ke puskesmas maupun melalui penyuluhan masyarakat sehingga melakukan deteksi dini kanker serviks sesuai dengan kebutuhannya.

(20)

ABSTRACT

To the present, cervical cancer is still the major cause of mortality in the developing countries. Pap’smear examination is one of the efforts of early detection of cervical cancer. In the working area of Puskesmas (Petisah Health Center) Petisah, the coverage of papsmear examination program was only 32.4% which is assumed to be related to the factors of knowledge, attitude, and need.

The purpose of this study was to analyze the influence of the knowledge, and attitude on the implementation Pap'smear for early detection of cervical cancer in the working area of Puskesmas Petisah, Medan conducted on 116 housewives as the sample. The data for this study were obtained through direct interview and the data

obtained were statistically analyzed through multiple regression logistic tests at α =

5%.

The result of this study showed that knowledge, attitude and needs had influence on Pap’smear examination as an attempt of cervical cancer early detection. Knowledge was the most dominant factor in influencing the implementation of Pap’smear examination in the working area of Puskesmas Petisah with the value of exp (B) or OR = 2.928 (95% CI : 1,293-6,629).

The management of Puskesmas Petisah is suggested (1) to provide early education to the housewives that they know the importance of doing cervical cancer early detection through Pap’smear examination, (2) to do counseling to change the attitude, and (3) the health workers of the Puskesmas need to explain to the housewives visiting the Puskesmas about doing the early detection of cervical cancer in accordance with their need or through extension activity to the community members in general.

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gambaran masyarakat Indonesia dimasa depan yang ingin dicapai melalui

pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa, dan negara yang ditandai oleh

penduduk yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku yang sehat, memiliki

kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan

merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi- tingginya di seluruh wilayah

Indonesia. Perilaku masyarakat dengan perilaku proaktif untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan, mencegah risiko terjadi penyakit, melindungi diri dari

ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam program kesehatan masyarakat

(Depkes RI, 2010a).

Berdasarkan hasil survei kesehatan yang dilakukan WHO dilaporkan kejadian

Kanker serviks sebesar 500.000 kasus baru di Dunia. Kejadian kanker serviks di

Indonesia, dilaporkan sebesar 20-24 kasus kanker serviks baru setiap harinya.

Kejadian Kanker serviks di Bali dilaporkan telah menyerang sebesar 553.000 wanita

usia subur pada tahun 2010 atau 43 per 100.000 penduduk (WHO, 2010).

Di Indonesia lebih dari 70 % kasus kanker serviks ditemukan saat sudah

stadium lanjut. Dilihat dari usia penderita, penyakit kanker serviks rata-rata dialami

perempuan pada rentang 40 sampai 50 tahun. Dengan perhitungan masa inkubasi

(22)

penyebab kanker serviks, pada usia produktif, yaitu sekitar 30 sampai 40 tahun.

Sekitar 40 tipe HPV dari 100 tipe yang teridentifikasi, potensi penularan terjadi

melalui hubungan seksual yang menyasar alat kelamin. Tapi dari 40 tipe tersebut,

terdapat 15 tipe yang menyebabkan kanker serviks.

Kanker sistem reproduksi meliputi kanker serviks, payudara, indung telur,

rahim dan alat kelamin perempuan. kanker serviks merupakan kanker yang paling

banyak diderita oleh wanita di Negara berkembang dan menempati urutan kedua

setelah kanker payudara. Di Indonesia, angka kejadian kanker serviks diperkirakan

sekitar 50 per 100.000 penduduk (Kemenkes RI, 2011).

Hingga saat ini kanker serviks masih merupakan penyebab kematian

terbanyak akibat penyakit kanker di negara berkembang. Tingginya angka kematian

ini adalah karena penyakit ini tidak mempunyai ciri yang khas. Sesungguhnya

penyakit ini dapat dicegah bila dilakukan program skrining atau deteksi dini namun

hal ini belum dilakukan khususnya di negara berkembang. Diperkirakan setiap

tahunnya dijumpai sekitar 500.000 penderita baru di seluruh dunia dan umumnya

terjadi di negara berkembang. Kanker serviks terbanyak dijumpai di negara-negara

sedang berkembang seperti Indonesia, India, Bangladesh, Thailand, Vietnam, dan

Filipina. Di negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia Kanker serviks

menempati urutan pertama (Depkes RI, 2007).

Menurut Rasjidi (2007), kanker serviks merupakan kanker terbanyak kedua

pada wanita dan menjadi penyebab lebih dari 250.000 kematian pada tahun 2005.

(23)

penatalaksanaan yang adekuat, diperkirakan kematian akibat kanker serviks akan

menjadi meningkat 25% dalam sepuluh tahun mendatang. Di negara maju/industri

kanker serviks menempati urutan ke 10 dari semua jenis kanker, atau kalau menurut

kejadian kanker ginekologi (kanker pada alat reproduksi wanita), kanker serviks

menduduki urutan ke-5. Secara global kanker serviks merupakan kanker kedua

terbanyak ditemukan pada wanita.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan prevalensi

tumor/kanker adalah 4,3 per 1000 penduduk, artinya dari setiap 1000 orang Indonesia

sekitar 4 orang di antaranya menderita kanker. Prevalensi tumor/kanker tertinggi

tercatat di Provinsi DIY, yaitu 9,6 per 1000 penduduk, terendah di Provinsi Maluku,

yaitu 0,015 per 100.000 penduduk. Prevalensi tumor/kanker umumnya lebih tinggi

pada perempuan, sebesar 5,7 per 1000 penduduk dibandingkan dengan pada laki-laki,

sebesar 0.029 per 100.000 penduduk (Depkes RI, 2010b). Sehubungan dalam

Riskesdas tidak ada data khusus tentang kanker serviks, maka prevalensi kanker

serviks mengacu data ada Profil Kesehatan (2011), namun data dalam profil

merupakan jumlah pasien keluar rawat inap dengan diagnosis kanker serviks,

sehingga belum menunjukkan jumlah kasus kanker serviks yang terjadi di

masyarakat, yaitu sebanyak 5.786 kasus (11,78%) dari seluruh pasien rawat inap di

seluruh RS di Indonesia.

berusia >15 tahun yang berisiko menderita kanker serviks. Diperkirakan setiap tahun

(24)

diantaranya meninggal. Kanker serviks merupakan penyakit terbanyak urutan kedua

pada wanita usia 15-44 tahun.

Di Provinsi Sumatera Utara jumlah penderita kanker serviks pada tahun 2010

sebanyak 681 kasus, dengan prevalensi 0,063 per 100.000 penduduk. Angka tersebut

lebih tinggi dari angka prevalensi secara nasional (0,043 per 100.000 penduduk), hal

tersebut menunjukkan penyakit kanker serviks merupakan masalah kesehatan yang

perlu mendapat perhatian (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2011).

Angka prevalensi kanker serviks di Kota Medan diperkirakan 0,028 per

100.000 penduduk (Dinas Kesehatan Kota Medan, 2011), jumlah wanita penderita

baru kanker serviks berkisar 90-100 kasus per 100.000 penduduk. Sebagai gambaran

dilihat dari jumlah pasien yang menjalani perawatan di Rumah Sakit dr Pirngadi

Medan tahun 2010 menunjukkan bahwa kanker serviks menempati urutan teratas dari

seluruh kanker pada wanita yaitu sebanyak 98 kasus. Sebagai data pembanding dapat

dilihat dari data dari laboratorium USU tahun 2010 terdapat 21 kasus, dari jumlah

tersebut 17 kasus sudah berada pada tingkat displasia atau sel-sel ganas.

Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor :

144/HK-010/B5/2009 tentang Pedoman Penanggulangan Masalah Kesehatan

Reproduksi Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, pada Pasal

16 disebutkan bahwa deteksi dini kanker alat reproduksi dilaksanakan melalui

(25)

Program ini merupakan kerjasama antara Inisiatif Pencegahan Kanker serviks

Indonesia (IPKASI), Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Female Cancer Program (FCP), YKI DKI, dan Glaxo Smith Kline (GSK) dan mendapat dukungan dari Sub Direktorat Kanker pada Direktorat Penyakit tidak Menular Kementerian

Kesehatan RI dilakukan dalam periode waktu penilaian 1 Juli 2011-31 Januari 2012.

Program ini diikuti oleh seluruh puskesmas tingkat kecamatan di Provinsi DKI

Jakarta. Tiap Puskesmas melaporkan kegiatan pencegahan Kanker serviks yang sudah

dilakukan di wilayahnya dan hasil yang didapat dari pelaksanaan program tersebut.

program puskesmas peduli kanker serviks belum dilaksanakan di Kota Medan.

Penelitian Darnindro dkk (2007) di Klender Jakarta menemukan bahwa dari

107 responden hanya 33,7% yang pernah melakukan Pap’smear. Terdapat hubungan yang bermakna antara usia responden terhadap perilaku responden, dan antara

pengetahuan dengan sikap responden tentang Pap’smear. Pengetahuan sikap perilaku perempuan yang sudah menikah tentang Pap’smear masih rendah. Menurut Hacker dan Moore (2010) di Asia pada tahun 2010 angka kejadian (OR) kanker leher rahim

ditemukan 510 per 100.000 wanita, dengan Case Fatality Rate (CFR) 39,8 %.

Di Indonesia Pap’smear belum menjadi suatu kebutuhan hal ini menyebabkan rendahnya partisipasi wanita dalam program Pap’smear. Data Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, tahun 2009 telah dilakukan 2.580 uji

(26)

Di Provinsi DKI Jakarta dilakukan program lomba untuk memilih Puskesmas

yang aktif melakukan pencegahan kanker serviks. Puskesmas sebagai unit layanan

fungsional dan teknis pelayanan kesehatan terdepan di wilayah kecamatan/kelurahan

diharapkan dapat menjadi langkah awal pencegahan kanker serviks di kelompok

masyarakat terkecil (Andrijono, 2011). Program puskesmas peduli kanker serviks

ditujukan untuk mencapai 80% cakupan skrining kanker serviks. Dari 1,7 juta

perempuan di Jakarta yang berisiko, ditargetkan tahun 2017 ada 1,4 juta yang telah

mendapat skrining. Parameter penilaian program ini antara lain tingkat perkembangan

dari program pencegahan primer yaitu kegiatan edukasi bagi masyarakat.

Program Pap’smear untuk deteksi Kanker serviks pada Wanita Usia Subur (WUS) yang dilaksanakan di Puskesmas Kota Medan juga belum mampu

meningkatkan cakupan pelayanan. Laporan pelaksanaan kegiatan Pap’smear di Dinas Kesehatan Kota Medan menunjukkan persentase WUS yang melakukan

pemeriksaan hanya sekitar 43,7% dari seluruh puskesmas yang tersedia pelayanan

Pap’smear. Cakupan pelayanan Pap’smear di Puskesmas Petisah merupakan salah satu yang rendah karena dibawah angka cakupan di Kota Medan yaitu 32,4% (Dinas

Kesehatan Kota Medan, 2011).

Menurut Sjamsudin (2010) tindakan Pap’smear seorang ibu dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor internal (pengetahuan dan sikap ibu

tentang pemeriksaan Pap’smear) serta dari faktor eksternal (petugas kesehatan yang melakukan pemeriksaan serta sarana dan prasarana yang digunakan). Berdasarkan

(27)

mendapat pelatihan Pap’smear adalah : dokter 54 orang, bidan 53 orang dan perawat 20 orang serta didukung oleh kader kesehatan sebanyak 20 orang. Seluruh

tenaga kesehatan yang telah dilatih Pap’smear menyebar pada 39 puskesmas di Kota Medan serta dalam pelaksanaan program ini sudah dilengkapi dengan sarana dan

prasarana yang sesuai.

Berdasarkan data tersebut dapat dijelaskan bahwa sarana atau fasilitas dan

petugas yang melakukan pemeriksaan Pap’smear di Puskesmas Kota Medan sudah cukup memadai, namun faktanya kunjungan pasien yang melakukan pemeriksaan

Pap’smear di puskesmas masih rendah, diduga faktor di luar sarana atau fasilitas dan petugas sebagai penyebab jumlah ibu rumah tangga yang melakukan pemeriksaan

Pap’smear yang rendah.

Untuk mendapatkan faktor penyebab terjadinya kesenjangan di atas, maka

dilakukan telaah dari faktor pengguna pelayanan (ibu rumah tangga) melalui survei

pendahuluan dengan mewawancarai 10 ibu rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas

Petisah tentang pemeriksaan Pap’smear. Hasil wawancara ditemukan 8 orang (80%) ibu rumah tangga yang mengetahui ada deteksi kanker serviks di puskesmas namun

belum pernah melaksanakannya. Dengan demikian program deteksi kanker serviks

melalui pemeriksaan Pap’smear sudah tersosialisasi dengan baik, hal tersebut ditunjukkan fakta bahwa mayoritas (80%) ibu rumah tangga mengetahui ada

pemeriksaan Pap’smear di puskesmas, namun pengetahuan tentang manfaat

(28)

deteksi dini kanker serviks, dimana keseluruhan aspek tersebut terkait dengan makna

atau pengertian pengetahuan sebagaimana disebutkan oleh Notoatmodjo (2003).

Dugaan lainnya yang ditemukan pada survei pendahuluan bahwa 80% belum

menunjukkan respons menerima konsep deteksi dini kanker serviks. Kondisi pada

diri ibu rumah tangga yang kurang menerima atau merespons tentang kanker serviks

maka diasumsikan sikapnya terhadap deteksi dini kanker serviks kemungkinan tidak

baik atau cenderung bersifat menolak atau tidak bersedia melakukannya.

Berdasarkan hasil survei pendahuluan, maka dugaan sementara perlu

dibuktikan melalui pengujian hipotesis pada penelitian ini bahwa ibu rumah tangga

tidak melakukan pemeriksaan Pap’smear di puskesmas kemungkinan (diasumsikan) akibat belum mengetahui tentang pengertian kanker serviks, penyebab, serta cara

penanggulangannya.

Konsep pemanfaatan pelayanan kesehatan sesuai teori Anderson bahwa

terdapat 3 faktor yang menentukan yaitu: faktor predisposisi (pemungkin), faktor

enabling (pendukung) dan faktor need. Mengacu kepada hasil survei pendahuluan bahwa deteksi dini kanker serviks melalui pemeriksaan Pap’smear sudah ada faktor

enabling atau pendukung (sarana atau fasilitas dan petugas di puskesmas) serta kelompok usia sebagai wanita usia subur merupakan fase yang membutuhkan (faktor

need) dilakukan deteksi dini kanker serviks. Pada saat faktor enabling (pendukung) dan faktor need menunjukkan keadaan yang sewajarnya banyak atau tinggi jumlah ibu rumah tangga yang melakukan deteksi dini kanker serviks melalui pemeriksaan

(29)

faktor predisposisi (pemungkin) yaitu aspek pengetahuan dan sikap. Dugaan sementara (hipotesis) sebagaimana yang telah diuraikan di atas menjadi dasar dalam

memilih judul penelitian tentang analisis pengetahuan dan sikap ibu rumah tangga

terhadap pemeriksaan Pap’smear.

1.2 Perumusan Masalah

Dari uraian yang telah dikemukakan tentang rendahnya cakupan pelaksanaan

pelaksanaan Pap’smear (32,4%) maka dirumuskan masalah penelitian yaitu analisis pengaruh pengetahuan dan sikap ibu rumah tangga terhadap pelaksanaan Pap’smear untuk deteksi dini kanker serviks di wilayah kerja Puskesmas Petisah Medan tahun

2013.

1.3 Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh pengetahuan dan sikap ibu rumah tangga terhadap

pelaksanaan Pap’smear untuk deteksi dini kanker serviks di wilayah kerja Puskesmas Petisah Medan tahun 2013.

1.4 Hipotesis

Pengetahuan dan sikap ibu rumah tangga berpengaruh terhadap pelaksanaan

(30)

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan untuk bahan informasi bagi Puskesmas Petisah Medan

dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan bagi ibu rumah tangga

khususnya pencegahan kanker serviks.

2. Sebagai khazanah menambah wawasan ilmu kesehatan masyarakat, khususnya

(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kanker Serviks

Kanker serviks atau kanker leher rahim merupakan salah satu penyakit

keganasan di bidang kebidanan dan penyakit kandungan yang masih menempati

posisi tertinggi sebagai penyakit kanker yang menyerang kaum perempuan

(Manuaba, 2008). Kanker serviks adalah kanker leher rahim / kanker mulut rahim

yang di sebabkan oleh virus Human Papiloma Virus (HPV). Hanya beberapa saja dari ratusan varian HPV yang dapat menyebabkan kanker. Penularan virus HPV yang

dapat menyebabkan Kanker leher rahim ini dapat menular melalui seorang penderita

kepada orang lain dan menginfeksi orang tersebut (Manuaba, 2008).

Kanker merupakan gangguan pada gen atau proses pertumbuhan sel yang

tidak terkendali yang dapat menyusup ke jaringan tubuh normal sehingga

memengaruhi jaringan tubuh sehingga memengaruhi fungsi tubuh (Diananda, 2008).

kanker serviks merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim

(uterus) dengan liang seggama (Suharja, 2000 ).

Kanker serviks adalah suatu peristiwa tumbuhnya sel-sel tidak normal pada

leher rahim. kanker serviks merupakan kanker yang tersering dijumpai di Indonesia

baik diantara kanker pada perempuan dan pada semua jenis kanker (Tapan, 2005).

Penularan kanker serviks dapat melalui kontak langsung dan karena hubungan

(32)

di luar masa haid, jumlah darah haid tidak normal, perdarahan pada masa menopause

(setelah berhenti haid), keputihan yang bercampur darah atau nanah serta berbau,

perdarahan sesudah senggama, rasa nyeri dan sakit di panggul, gangguan buang air kecil sampai tidak bisa buang air kecil (Prawirohardjo, 2005).

2.2 Etiologi Kanker Serviks

Faktor etiologi kanker serviks berasal dari kelamin maka beberapa faktor yang

ditularkan melalui hubungan seksual dapat terlibat dalam proses inisiasi neoplastik.

Ada tiga faktor yang perlu mendapat perhatian yaitu: smegma, infeksi virus dan

spermatozoa. Smegma adalah sel deskuamasi dan sekresi sebaseus dibawah preputium pada pria yang tidak disunat, dahulu dianggap sebagai faktor etiologi

kanker serviks ternyata tidak terbukti secara laboratorium maupun epidemiologik

(Depkes RI, 2007).

Human Papiloma Virus (HPV), memegang peranan sebagai faktor pencetus penyakit ini. Virus ini menimbulkan proliferasi pada permukaan epidermal dan mukosa. Infeksi HPV sering terdapat pada wanita yang aktif secara seksual. Dari

hasil pemeriksaan laboratorium pada sebagian besar pengidap kanker serviks

ditemukan virus HPV tersebut (Depkes RI, 2007).

(33)

sintesa protein. DNA permukaan dipengaruhi antara lain oleh protein dasar yang

terdapat pada kepala sperma dan permukaan virus (Depkes RI, 2007).

2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kanker Serviks

Menurut Depkes RI (2007), selain faktor etiologi ada faktor lain yang merupakan faktor yang memengaruhi terjadinya kanker serviks adalah :

2.3.1 Umur

Kanker serviks sering ditemukan pada wanita umur 30-60 tahun dengan

insiden terbanyak pada umu 40-50 tahun, dan akan menurun drastis sesudah berumur

60 tahun. Penderita kanker serviks rata-rata dijumpai pada usia 45 tahun dan dalam

1000 per 100.000 dari kanker intra epitelia dijumpai pada usia 30-45 tahun (Aziz,

2000).

Periode laten dan fase pra invasif untuk invasif memakan waktu sekitar 10

tahun. Hanya 9% dari wanita berusia <35 tahun menunjukkan kanker serviks yang

invasif pada saat didiagnosa (Aziz, 2002). Umumnya insiden kanker serviks sangat

rendah di bawah umur 20 tahun dan sesudahnya menaik dengan cepat dan menetap

pada usia 50 tahun (Norwitz. 2008).

Menurut Riono (1999) kanker serviks biasanya terjadi pada wanita yang

berumur tetapi bukti statistik menunjukkan bahwa kanker serviks dapat juga

(34)

2.3.2 Pendidikan

Menurut Andrijono (2010) faktor yang memengaruhi terjadinya kanker

serviks berkaitan dengan pendidikan yang rendah, karena tingkat pendidikan yang

rendah menyebabkan tidak mengetahui atau tidak mampu menghindarkan perilaku

yang berisiko menyebabkan kanker serviks. Penelitian Surbakti (2004) menemukan

pendidikan mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian kanker serviks

OR = 2,012 (95% CI=2,240-18,234), dengan kata lain yang berpendidikan rendah

merupakan faktor risiko yang memengaruhi terjadinya kanker serviks.

2.3.3 Pekerjaan

Menurut Hidayat (2001) terdapat hubungan antara kanker serviks dengan

pekerjaan, dimana wanita pekerja kasar seperti buruh, petani memperlihatkan 4 kali

lebih mungkin terkena kanker serviks dibanding wanita pekerja ringan atau bekerja di

kantor. Dua kejadian yang terpisah memperlihatkan adanya hubungan antara kanker

serviks dengan pekerjaan. Para istri pekerja kasar 4 kali lebih mungkin terkena kanker

serviks dibandingkan dengan para istri pekerja kantor atau pekerja ringan,

kebanyakan dari kelompok yang pertama ini dapat diklasifikasikan ke dalam

kelompok sosial ekonomi rendah, mungkin standar kebersihan yang tidak baik pada

umumnya faktor sosial ekonomi rendah cenderung memulai aktivitas seksual pada

usia lebih muda.

Wanita dengan sosial ekonomi tinggi dengan wanita dari masyarakat urban

sebagai kelompok risiko rendah, dan wanita dengan sosial ekonomi yang rendah

(35)

kanker serviks, biasanya dikaitkan dengan hygiene, sanitasi dan pemeliharaan

kesehatan masih kurang. Pendidikan rendah, kawin usia muda, jumlah anak yang

tinggi, pekerjaan dan penghasilan tidak tetap, serta gizi yang kurang akan

memudahkan terjadinya infeksi yang menyebabkan daya imunitas tubuh menurun

sehingga menimbulkan risiko terjadinya kanker serviks (Hidayat 2001).

2.3.4 Deteksi Dini

Di beberapa negara maju yang telah cukup lama melakukan program

penyaringan (skrining) melalui Pap’smear. Di negara maju kesadaran untuk

melakukan Pap’smear sangat tinggi. Di Amerika Pap’smear sudah harus dimulai

3 tahun setelah seseorang melakukan hubungan seksual. Wanita berusia < 30 tahun

harus melakukan skrining sitologi serviks setiap tahun. Wanita berusia ≥ 30 tahun

telah memperoleh hasil Pap’smear negatif 3 kali berturut-turut dan tidak memiliki

risiko tinggi dapat memperpanjang interval skrining menjadi setiap 2-3 tahun.

Skrining dapat dihentikan pada usia 70 tahun pada wanita dengan risiko rendah.

Di Inggris skrining harus dimulai pada usia 25 tahun. Intervalnya adalah setiap 3

tahun bagi wanita berusia 25-49 tahun. Skrining dapat dihentikan pada usia 64 tahun

jika 3 apusan menunjukkan hasil normal (Tara, 2001).

Di Indonesia, terjadi peningkatan kejadian kanker serviks dalam jangka waktu

10 tahun terlihat bahwa peringkat 12 menjadi peringkat 6, setiap tahun diperkirakan

terdapat 190.000 penderita baru dan 1/5 akan meninggal akibat penyakit kanker .

Namun angka kematian akibat kanker ini bisa dikurangi 3-35% bila dilakukan

(36)

bagi mereka yang telah aktif secara seksual dapat menurunkan angka kematian

(Tara, 2001).

2.3.5 Usia Pertama Kali Melakukan Hubungan Seksual

Perilaku seksual dari studi epidemiologi kanker serviks skuamosa

berhubungan kuat dengan perilaku seksual seperti multiple mitra seks, dan usia melakukan hubungan seks pertama. Risiko meningkat lebih dari 10 x mitra seks 6

atau lebih atau hubunagan seks pertama dibawah umur 15 tahun (Aziz, 2002).

Umur pertama kali berhubungan seks merupakan salah satu faktor yang cukup

penting. Makin muda usia perempuan melakukan hubungan seksual semakin besar

risiko yang harus ditanggungnya, karena terjadinya kanker serviks dengan masalah

laten kanker serviks memerlukan waktu 30 tahun sejak melakukan hubungan seksual

pertama, sehingga hubungan seksual pertama dianggap awal dari mula proses

munculnya kanker serviks pada wanita. Menurut Aziz (2002) wanita menikah di

bawah usia 16 tahun biasanya 10-12 kali lebih besar kemungkinan terjadi kanker

serviks daripada mereka yang menikah setelah berusia 20 tahun ke atas. Pada usia

tersebut kondisi rahim seorang remaja putri sangat sensitif. Serviks remaja lebih

rentan terhadap stimulus karsinogenik karena terdapat proses metaplasia skuamosa

yang aktif, yang terjadi di dalam zona transformasi selama periode perkembangan.

Metaplasia skuamosa ini biasanya merupakan suatu proses fisiologi tetapi di bawah pengaruh karsinogen, perubahan sel dapat terjadi sehingga mengakibatkan suatu zona

(37)

proses yang disebut neoplasmasia serviks (Cervix Intraepithel Neoplasma = CIN)

yang merupakan fase prainvasif dari kanker serviks.

2.3.6 Paritas

Kanker serviks dijumpai pada wanita yang sering partus atau melahirkan.

Kategori partus sering belum ada keseragaman akan tetapi menurut beberapa pakar

berkisar 3-5 kali melahirkan. kanker serviks banyak ditemukan pada paritas tinggi

tetapi tidak jelas bagaimana hubungan jumlah persalinan dengan kejadian kanker

serviks, karena wanita yang tidak melahirkan dapat juga terjadi kanker serviks

(Tambunan, 1996).

2.3.7 Ganti Pasangan

Telaah pada berbagai penelitian epidemiologi kanker serviks berhubungan kuat

dengan perilaku seksual seperti multi mitra seks, dan usia saat melakukan hubungan

seks pertama. Risiko meningkat lebih dari 10 x bila bermitra seks 6 atau lebih. Juga

risiko meningkat bila berhubungan dengan multipel mitra seks atau mengidap

kondiloma akuminata (Aziz, 2000).

2.3.8 Infeksi

Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi virus Human Papiloma Virus (HPV) lebih dari 90 kanker serviks jenis skuamosa mengandung DNA Virus HPV dan 50% kanker serviks berhubungan dengan HPV tipe 16. Infeksi virus HPV telah

(38)

2.3.9 Kontrasepsi

Pemakaian kontrasepsi oral dalam waktu lama lebih dari 4 atau 5 tahun dapat

meningkatkan risiko terkena kanker serviks 1,5-2,5 kali. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa kontrasepsi oral menyebabkan wanita sensitif terhadap HPV

yang dapat meyebabkan adanya peradangan pada genitalia sehingga berisiko untuk

terjadi kanker serviks. Pil kontrasepsi oral diduga akan menyebabkan defisiensi folat

yang mengurangi metabolisme mutagen sedangkan estrogen kemungkinan menjadi salah satu kofaktor yang membuat replikasi DNA HPV (Hidayat, 2001).

2.4 Deteksi Dini Kanker Serviks dengan Metode Pap’smear

Pap’smear adalah suatu metode pemeriksaan sel-sel yang diambil dari leher rahim dan kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk melihat

perubahan-perubahan yang terjadi pada sel (Riano, 2006). Pap’smearsering juga disebut pap test

dan dalam sitologi ginekologi Pap’smear adalah ilmu yang mempelajari sel-sel yang

lepas atau deskuamasi dari alat kandungan wanita, meliputi sel-sel yang lepas dari vagina, serviks, endoservik, dan endometrium (Depkes RI, 2007).

Pap’smear berasal dari kata Papanicolaou, yaitu seorang ahli dokter Yunani bernama George N. Papanicolaou, yang merancang metode mewarnai pulasan sampel

sel-sel untuk diperiksa. Metode tes Pap’smear dirancang sekitar tahun 1943. Dasar

pemeriksaan ini adalah mempelajari sel-sel yang terlepas dari selaput lendir leher

rahim. Pap’smear mudah dilakukan dan tidak menimbulkan rasa sakit (Depkes RI,

(39)

a. Klasifikasi Pemeriksaan Pap’smear

Menurut Price (2006) dan Depkes RI (2007) pemeriksaan cytologis dari smear

sel-sel yang diambil dari serviks, untuk melihat perubahan-perubahan sel yang

mengindikasikan terjadinya inflamasi, displasia atau kanker. Klasifikasi pemeriksaan

Pap’smear adalah :

a. Atypical Squamous Cell of Underterminet Significance (ASC-US) yaitu sel

skuamosa atipikal yang tidak dapat ditentukan secara signifikan. Sel skuamosa

adalah datar, tipis yang membentuk permukaan serviks.

b. Low-grade Squamous Intraephitelial Lesion (LSIL), yaitu tingkat rendah berarti perubahan dini dalam ukuran dan bentuk sel. Lesi mengacu pada daerah jaringan

abnormal, intaepitel berarti sel abnormal hanya terdapat pada permukaan lapisan

sel-sel.

c. High-grade Squamosa Intraepithelial (HSIL) berarti bahwa terdapat perubahan yang jelas dalam ukuran dan bentuk abnormal sel-sel (prakanker) yang terlihat berbeda dengan sel-sel normal.

b. Manfaat Pap’smear

Menurut Depkes RI (2007) Pap’smear dilakukan untuk mendeteksi dini kanker serviks dan sebagai uji penapisan untuk mendeteksi perubahan neoplastik.

Pulasan yang abnormal dapat dilakukan biopsy untuk mendapatkan jaringan untuk

pemeriksaan sitologi. Menurut, manfaat dari pemeriksaan Pap’smear adalah untuk mendeteksi dini tentang adanya radang pada rahim dan tingkat radangnya, adanya

(40)

rahim seperti : (a) mengetahui penyebab radang, (b) untuk menyelidiki infeksi-infeksi

tertentu dan penyakit yang disebarkan secara seksual, (c) untuk menentukan

penanganan dan pengobatan.

c. Bahan Pemeriksaan Sitologi Pap’smear

Bahan pemeriksaan terdiri atas sekret vagina, sekret servikal (eksoserviks),

sekret endo servikal, sekret endometrial, sekret fornik posterior. Tidak boleh melakukan Pap’smear pada saat menstruasi karena sel-sel darah merah mengaburkan sel-sel epitel pada pemeriksaan mikroskop (Depkes RI, 2007).

Tingkat keberhasilan Pap’smear dalam mendeteksi dini kanker rahim yaitu 65-95 %. Pap’smear hanya bisa dilakukan oleh ahli patologi atau si-toteknisi yang mampu melihat sel-sel kanker lewat mikroskop setelah objek glass berisi sel- sel

epitel leher rehim dikirim ke laboratorium oleh yang memeriksa baik dokter, bidan

maupun tenaga yang sudah terlatih (Depkes RI, 2007).

Pap’smear dapat dilakukan pada WUS yang sudah menikah atau yang sudah melakukan senggama. Sasarannya ditujukan kepada WUS dan wanita dengan faktor

risiko. Pap’smear dilakukan sekali setahun. Bila tiga kali hasil pemeriksaan normal,

pemeriksaan dapat dijarangkan, misalnya setiap dua tahun. Pada perempuan

kelompok risiko tinggi, pemeriksaan harus dilakukan sekali setahun atau sesuai

(41)

Waktu yang diperlukan untuk mengetahui hasil dari dilakukannya metode

Pap’smear berkisar antara 4 hari sampai 2 minggu tergantung jarak tempat dilakukannya pemeriksaan Pap’smear dan dari laboratorium pemeriksaan spesimen

lendir mulut rahim. Untuk mengetahui apakah hasilnya positif atau negatif maka

diperlukan tenaga khusus laboratorium yang dapat membaca hasil mikroskop. Jadi

selama rentan waktu itulah wanita pasangan usia subur mengalami kecemasan

terhadap hasil dari pemeriksaan Pap’smear (Manuaba, 2009).

2.5 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemeriksaan Pap’smear

Beberapa faktor yang memengaruhi masyarakat khususnya WUS dalam

melakukan pemeriksaan Pap’smear (yang dalam penelitian ini dianggap sebagai perilaku sehat) berdasarkan teori Anderson dalam Notoatmodjo (2010) tentang

pemanfaatan pelayanan kesehatan yang dikenal dengan “Anderson’s Behavioral model of Health Service Utilization”, yaitu dipengaruhi faktor predisposisi, pendukung dan faktor kebutuhan.

2.5.1 Faktor Predisposisi (PredisposingFactors)

Faktor predisposisi (predisposing factors) bahwa setiap individu memiliki kecenderungan yang berbeda untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan karena

adanya perbedaan–perbedaan karakteristik demografi, struktur sosial dan

kepercayaan tentang kesehatan yang akan menolongnya menyembuhkan penyakit.

(42)

digolongkan atas : (a) ciri demografi seperti umur, jenis kelamin, status perkawinan

dan jumlah keluarga, (b) struktur sosial, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan dan

kesukuan dan (c) sikap dan keyakinan individu terhadap pelayanan kesehatan.

Indikator ketiga faktor tersebut sangat luas sehingga dalam penelitian uraian secara

teoritis dibatasi pada faktor pengetahuan dan sikap sebagaimana permasalahan yang

telah dijelaskan pada BAB 1

a. Pengetahuan

Pengetahuan (Knowledge) adalah hasil tahu dari diri manusia yang sekedar menjawab pertanyaan “ What”, misalnya apa air, apa manusia, apa alam dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan adalah suatu yang diketahui menurut

Poerwadarminta dalam Notoatmodjo (2010). Menurut Poejawijatna dalam

Notoatmodjo (2010), menyebutkan pengetahuan akan membuat orang mampu

mengambil keputusan. Jadi, pengetahuan adalah suatu yang diketahui atau hasil tahu

dari diri manusia dan mampu menjawab pertanyaan sehingga seorang mampu

mengambil keputusan.

Macam-macam pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003) adalah :

1) Pengetahuan umum adalah segala sesuatu yang diketahui oleh seseorang secara

umum tanpa mengetahui seluk beluk yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya dan

2) Pengetahuan khusus adalah segala sesuatu yang diketahui oleh seseorang secara

(43)

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan atau kognitif merupakan domain

yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Cara mengidentifikasi

tingkat pengetahuan adalah sebagai berikut :

1) Mengenal (recognition) dan mengingat kembali (recall) diartikan sebagai kemampuan mengingat kembali suatu yang pernah diketahui sehingga bisa

memilih satu dari dua atau lebih jawaban.

2) Pemahaman (comprehension) merupakan suatu kemampuan untuk memahami tentang suatu obyek atau materi.

3) Penerapan (aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk menerapkan secara benar mengenai suatu hal yang diketahui dalam situasi yang sebenarnya.

4) Analisis (analysis) diartikan sebagai kemampuan untuk menyebarkan materi/obyek kedalam suatu struktur dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5) Sintesis (syntesis) diartikan sebagai kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis

adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi.

6) Evaluasi (evaluation) diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan penelitian suatu obyek/materi. Tingkat pengetahuan ini dapat di nilai dari tingkat

penguasaan individu atau seseorang terhadap suatu obyek atau materi.

Menurut Notoatmodjo (2003) menyebutkan ada 2 cara memperoleh

(44)

1) Cara tradisional atau non-ilmiah, terdiri dari

a) Cara coba-coba (Trial and Error). Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan tersebut tidak berhasil di coba kemungkinan yang

lain. Apabila kemungkinan kedua ini gagal di coba kemungkinan ketiga dan

seterusnya sampai masalah tersebut dapat dipecahkan. Itulah sebabnya cara ini

disebut metode trial (coba) and error (gagal/salah).

b) Cara kekuasaan atau otoritas. Pada cara ini prinsipnya adalah orang lain

menerima pendapat yang dikemukakan orang yang mempunyai otoritas tanpa

terlebih dahulu menguji atau membuktikan kebenarannya baik berdasarkan

empiris atau penalaran sendiri. Hal ini disebabkan karena orang yang menerima

pendapat tersebut menganggap bahwa apa yang dikemukakannya adalah sudah

benar.

c) Pengalaman pribadi. Pengalaman adalah guru yang baik demikianlah bunyi

pepatah, ini mengandung maksud bahwa pengalaman ini seperti cara untuk

memperoleh kebenaran pengetahun. Oleh sebab itu, pengetahuan pribadinya

dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan.

d) Melalui jalan pikiran. Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia,

cara berpikir manusia pun ikut berkembang. Dalam memperoleh pengetahuan

manusia telah menggunakan jalan pikirannya.

2) Cara modern. Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada

dewasa ini lebih estimatis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut penelitian ilmiah atau

(45)

dimana media (alat mengirim pesan atau saluran pesan) adalah alat atau saluran

yang dipilih oleh sumber untuk menyampaikan pesan kepada sasaran. Salah satu

media massa adalah media massa yang meliputi: televisi, radio, koran, tabloid dan

film. Media massa sebagai salah satu sumber informasi juga memengaruhi

pengetahuan karena dengan sumber informasi atau bacaan yang berguna bagi

perluasan cakrawala pandang dan wawasan, dapat meningkatkan kemampuan

berpikir seseorang (Notoatmodjo, 2003).

b. Sikap

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu,

yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang atau

tidak senang, setuju atau tidak setuju, baik atau tidak baik, dan sebagainya).

Pandangan-pandangan atau perasaan yang berupa pernyataan positif maupun negatif

terhadap input, proses, dan output (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Allport dalam Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa sikap itu

mempunyai tiga komponen pokok : 1) Kepercayaan atau keyakinan (ide dan konsep

terhadap suatu objek). 2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Secara teoritis, sikap merupakan : 1) belajar melakukan : Proses asosiasi yang

memerlukan sikap pengukuran kembali. 2) teori keseimbangan, model keseimbangan

dari rasa suka, kemungkinan 2 susunan struktur yang tidak seimbang cenderung

menjadi struktur yang seimbang melalui perubahan dalam satu unsur atau lebih,

(46)

perilaku nyatanya. 4) teori atribusi, orang bersikap dengan mempertimbangkan

kognisi dan efeksi suatu konasi dan psikomotor didalam kesadaran mereka.

Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat

berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut (Notoatmodjo, 2003) :

1) Menerima (receiving). Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang berikan (objek)

2) Merespon (responding). Memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena

dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang

diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang

menerima ide tersebut.

3) Menghargai (valving). Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4) Bertanggung jawab (responsible). Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.

2.5.2 Faktor Pendukung (EnablingFactors)

a. Sarana prasarana

Lingkungan fisik yang berupa alat dan bahan untuk pemeriksaan Pap’smear

serta ruangan khusus (tertutup) dan yang memadai untuk pemeriksaan Pap’smear

yang juga dilengkapi dengan meja ginekologi. Selain kuantitas (tersedia atau tidak)

(47)

dimana secara tidak langsung bisa menjadi tolak ukur dalam suatu pelayanan

kesehatan (Depkes RI, 2007).

b. Jarak tempuh ke pelayanan kesehatan

Jarak adalah angka yang menunjukkan seberapa jauh suatu benda berubah

posisi melalui suatu lintasan tertentu. Dalam fisika atau dalam pengertian sehari-hari,

jarak bisa berupa estimasi jarak fisik dari dua buah posisi berdasarkan kriteria

tertentu. Jarak tempuh pasien atau penerima pelayanan menjadi salah satu

pertimbangan untuk mencari fasilitas pelayanan kesehatan karena selain melibatkan

waktu tempuh ke fasilitas tersebut, juga melibatkan transportasi dan biaya yang

dibutuhkan. Pertimbangan tersebut akan menjadi sangat diperhitungkan apabila

tempat pelayanan kesehatan yang ada berada sangat jauh dari akses pelayanan

kesehatan dengan tingkat perekonomian penduduk yang rendah (Depkes RI, 2007).

c. Waktu tempuh ke pelayanan kesehatan

Besaran yang menunjukkan lamanya suatu peristiwa berlangsung. Waktu

termasuk besaran skala. Satuan waktu antara lain detik, menit, jam dan hari. Alat

yang digunakan untuk mengukur satuan waktu adalah arloji, stopwatch. Waktu yang

dibutuhkan untuk mencapai fasilitas pelayanan kesehatan memengaruhi keinginan

seseorang untuk mencari dan mencapai fasilitas pelayanan kesehatan, tidak hanya

karena lamanya waktu yang dibutuhkan tetapi karena transportasi dan biaya yang

(48)

d. Tingkat Ekonomi

Tingkat status ekonomi adalah salah satu tingkatan atau strata sosial dalam

masyarakat, yang bisa dinilai dari rata-rata jumlah penghasilan atau pendapatan serta

jumlah harta benda yang dimiliki oleh seseorang. Tingkat ekonomi jika dilihat dari

jumlah penghasilan atau pendapatan dibagi menjadi tiga yaitu tingkat penghasilan

tinggi jika penghasilannya rata-rata ≥ Rp 5.000.000 perbulan dan rendah jika rata-rata

penghasilannya < Rp. 5.000.000,- perbulan (Badan Pusat Statistik RI, 2010).

Ekonomi adalah salah satu faktor yang sangat memengaruhi perilaku

masyarakat, apabila penghasilan masyarakat cukup maka mereka akan memenuhi

kebutuhan dengan maksimal dan sebaliknya apabila penghasilan masyarakat kurang,

maka mereka akan mengabaikan kebutuhannya termasuk dalam mencari pelayanan

kesehatan (Notoatmodjo, 2010).

Menurut Sarwono (1997) status sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi

seseorang dalam masyarakat, status sosial ekonomi adalah gambaran tentang keadaan

seseorang atau suatu masyarakat yang ditinjau dari segi sosial ekonomi, gambaran itu

seperti tingkat pendidikan, pendapatan dan sebagainya. Status ekonomi kemungkinan

besar merupakan pembentuk gaya hidup keluarga. menjelaskan bahwa status

ekonomi adalah kedudukan seseorang atau keluraga di masyarakat berdasarkan

pendapatan per bulan. Status ekonomi dapat dilihat dari pendapatan yang disesuaikan

(49)

e. Jumlah petugas kesehatan

Banyaknya petugas kesehatan yang berkompeten, yang memiliki sertifikat

pelatihan Pap’smear , dan mampu melakukan pemeriksaan Pap’smear dengan baik

sesuai dengan prosedur tetap. Salah satu kendala dalam pelaksanaan deteksi dini

kanker serviks adalah karena kurangnya SDM sebagai pelaku screening (deteksi dini). Target yang seharusnya dicapai adalah seluruh petugas kesehatan (paramedis

dan medis) mendapatkan pelatihan Pap’smear. Pada masing-masing puksesmas

terdapat koordinator atau pemegang program dengan tujuan untuk bertanggung jawab

dalam pelaksanaan program terkait, namun tentu saja hal tersebut harus didukung

oleh suatu kompetensi dan keahlian dari petugas itu sendiri. Kaitannya dengan

Pap’smear, di Puskesmas yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan tersebut adalah

seorang koordinator atau penanggungjawab dalam Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).

Koordinator akan dibantu oleh tenaga kesehatan lainnya yang terkait dengan

pemeriksaan Pap’smear , dalam hal ini adalah bidan puskesmas (Depkes RI, 2007).

f. Sikap petugas kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2010) sikap menggambarkan suka atau tidak suka

terhadap obyek. Obyek sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang

paling dekat. Sikap bisa dibagi menjadi sikap positif dan sikap negatif. Sikap positif

adalah kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek

tertentu. Sikap negatif adalah kecenderungan untuk menjauhi, menghindari,

membenci dan tidak menyukai suatu obyek. Berhasil atau tidaknya suatu program

(50)

sendiri. Saat dinilai suatu program itu berjalan dengan baik maka yang mendapatkan

sorotan adalah sikap petugas kesehatan yang bertanggungjawab dalam bidangnya.

g. Perilaku petugas kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2010), perilaku tindakan atau perbuatan suatu

organisme yang dapat diamati atau bahkan dapat dipelajari. Perilaku dibagi menjadi

dua, yaitu perilaku pasif dan perilaku aktif. Perilaku pasif adalah respons interna yaitu

yang terjadi di dalam diri manusia dan secara tidak langsung dapat dilihat oleh orang

lain. Perilaku aktif adalah perilaku yang dapat dilihat atau diobservasi secara

langsung. Perilaku petugas kesehatan (medis dan paramedis) sangat terkait dengan

keberhasilan pelaksanaan suatu program, semakin aktif petugas kesehatan dalam

mensosialisasikan dan melaksanakan suatu program maka program terkait tentu saja

akan semakin baik atau semakin berhasil.

2.5.3 Faktor Kebutuhan (Need Factors)

Sesuai teori Anderson bahwa faktor ketiga yang memengaruhi pemanfaatan

pelayanan adalah faktor kebutuhan (need factors). pemanfaatan pelayanan dapat terwujud menjadi tindakan pencarian pengobatan apabila tindakan itu dirasakan

sebagai kebutuhan (Andersen dan Newman, 1973). Kebutuhan merupakan dasar dan

stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Kebutuhan pelayanan

kesehatan dapat dikategorikan menjadi :

(51)

b. Evaluate atau clinical diagnose, merupakan penilaian keadaan sakit didasarkan oleh penilaian atau pemeriksaan petugas kesehatan.

2.6 Landasan Teori

Berdasarkan uraian teori di atas, maka landasan teori penelitian ini adalah

mengacu kepada teori Andersen yang mengembangkan teori tentang pemanfaatan

pelayanan kesehatan (Andersen’s Behavioral Model of Health Service Utilization). Menurut Andersen keputusan untuk menggunakan pelayanan kesehatan itu

ada tiga komponen yaitu: predisposisi (pemungkin), enabling (pendukung), dan need. Komponen predisposisi terdiri dari tiga unsur yaitu: demografi, struktur sosial dan

kepercayaan kesehatan (pengetahuan dan sikap). Komponen enabling (pendukung) mempunyai dua unsur: sumber daya keluarga (penghasilan keluarga, kemampuan

membeli jasa pelayanan dan keikutsertaan dalam asuransi kesehatan), dan sumber

daya masyarakat (jumlah sarana pelayanan kesehatan, jumlah tenaga kesehatan, rasio

penduduk dan tenaga kesehatan, lokasi sarana kesehatan). Komponen need, merupakan komponen yang paling langsung berpengaruh terhadap pelayanan

kesehatan. Komponen ini diukur dengan derajat kebutuhan ibu rumah tangga untuk

perlu melakukan pemeriksaan Pap’smear, yaitu kebutuhan berdasarkan gejala kanker

serviks yang dirasakannya dan kebutuhan berdasarkan pemeriksaan petugas

kesehatan.

Berkaitan dengan pemeriksaan Pap’smear pada ibu rumah tangga sebagai

deteksi dini kanker serviks, faktor yang ditinjau dari beberapa faktor sebagaimana

(52)
[image:52.612.123.528.117.369.2]

Gambar 2.1 Landasan Teori Sumber : Anderson dalam Notoatmodjo (2005)

Predisposing Enabling Need

Demografic (Age, Sex)

Social Structure (Etnicity, Education, Occupation of Head Family) Health Belief

- Knowledge - Attitude

Family Resources

(Income, Health Assurance)

Community Resources

(Health facility and

personal)

Perceived (Symptoms

diagnose)

Evaluated (Clinical diagnose)

(53)

2.7 Kerangka Konsep

[image:53.612.110.525.147.321.2]

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Mengacu kepada teori Anderson bahwa pemeriksaan Pap’smear untuk deteksi dini kanker serviks sebagai bentuk pemanfaatan pelayanan kesehatan

dipengaruhi oleh berbagai faktor (seperti uraian landasan teori). Namun, sesuai hasil

survei pendahuluan diduga faktor pengetahuan dan sikap serta faktor lain

(confounding factors) yang memengaruhi pemeriksaan Pap’smear pada ibu rumah tangga, sehingga kerangka konsep penelitian sebagai acuan variabel difokuskan pada

aspek pengetahuan dan sikap serta faktor kebutuhan sebagai confounding factors, sedangkan faktor lain tidak dikaji atau tidak menjadi variabel penelitian sehingga

tidak dicantumkan dalam kerangka konsep.

PENGETAHUAN PELAKSANAAN PAP’SMEAR UNTUK

DETEKSI DINI KANKER SERVIKS PADA IBU RUAH TANGGA SIKAP

Confounding Factors KEBUTUHAN - Perceived/Symptoms Diagnose

(Persepsi/Gejala yang dirasakan)

(54)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain case control dengan alasan untuk mengetahui faktor risiko dan menilai seberapa besar peran faktor risiko terhadap

kejadian atau tindakan pemeriksaan Pap’smear. Tujuannya untuk menganalisis pengetahuan dan sikap ibu rumah tangga yang melakukan Pap’smear (kelompok kasus) dan yang tidak melakukan Pap’smear (kelompok kontrol) di wilayah kerja Puskesmas Petisah Kota Medan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Petisah Kota Medan

dengan pertimbangan bahwa cakupan Pap’smear untuk deteksi kanker serviks pada ibu rumah tangga masih rendah (32,4%) karena terget program sebesar 80%.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai dari penyusunan proposal sampai seminar

(55)

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu rumah tangga yang

melaksanakan dan tidak melaksanakan Pap’smear yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Petisah Kota Medan.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 2 kelompok, yaitu :

a. Sampel kasus adalah ibu rumah tangga yang berdomisili di wilayah kerja

Puskesmas Petisah dan melakukan pemeriksaan Pap’smear di Puskesmas Petisah.

b. Sampel kontrol adalah ibu rumah tangga yang berdomisili di wilayah kerja

Puskesmas Petisah dan tidak melakukan pemeriksaan Pap’smear di Puskesmas Petisah.

Dalam penelitian ini besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus

besar sampel untuk uji hipotesis data proporsi dua populasi sebagai berikut

(Madiyono, dkk, 2010) :

Keterangan:

n : Besar sampel

(56)

z1 - α/2 : Nilai Z pada taraf kemaknaan α =5% dua sisi (two tail) yaitu

sebesar 1,96

Z1 - ß : Nilai Z pada β = 20% = 0,84)

P1 : Proporsi faktor risiko pada yang tidak melaksanakan Pap’smear

P2 : Proporsi faktor risiko pada yang melaksanakan Pap’smear

Perhitungan sampel pada desain case control didasarkan pada variabel bebas seperti pada tabel berikut :

Tabel 3.1 Besar Sampel Penelitian

Variabel P1 P2 n1 n2 Referensi

Pengetahuan 0,472 0,205 49 49 Sitopu (2011)

Sikap 0,139 0,364 58 58 Sitopu (2011)

Berdasarkan perhitungan didapatkan besar sampel minimal dari perhitungan

sampel untuk sikap yaitu 58 orang. Besar sampel masing-masing kelompok kasus dan

kontrol adalah 58 orang sehingga besar sampel seluruhnya sebanyak 116 orang.

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan 2 cara yaitu:

1. Sampel ibu rumah tangga untuk kelompok kasus dengan teknik konsekutif

sampling, yaitu menetapkan sampel kasus pada ibu rumah tangga yang datang ke Puskesmas Petisah Kota Medan melakukan pemeriksaan Pap’smear sebelum saat dilakukan penelitian. Dengan syarat sebagai berikut :

- Syarat inklusi adalah : ibu rumah tangga yang berdomisili di wilayah kerja

(57)

bersedia diwawancarai dan bersedia menandatangani lembar

Gambar

Gambar 2.1 Landasan Teori
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Tabel 3.2 Pengukuran Variabel Penelitian
Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden di Puskesmas Petisah Tahun 2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Murabahah adalah akad jual beli antara lembaga keuangan dan nasabah atas suatu jenis barang tertentu dengan harga yang disepakati bersama. Lembaga keuangan akan

Berdasarkan hasil penelitian Hubungan Strata Perilaku Hidup Bersih dan Sehat tatanan rumah tangga dan kondisi sanitasi lingkungan dengan status BTA pada suspek TB Paru studi

Berdasarkan beberapa tinjauan pustaka dari penelitian terdahulu yang telah dijabarkan, maka penulis akan membangun sistem pakar yang dapat mendiagnosa kelainan sistem ortopedi

Contoh: Kristus disimbolisasikan oleh seekor ikan, sebuah salib, atau seekor domba, atau oleh kombinasi huruf-huruf Yunani chi dan rho (cΡ = C dan R, dua huruf

Dalam bab ini membahas tentang bagaimana menganalisa permasalahan- permasalahan yang diangkat yang dikaitkan dengan pelayaan dan persiapan calon jamaah haji dan menyangkut

Bahwa Penggugat telah melakukan berbagai upaya penagihan, Peringatan / Somasi maupun pendekatan secara kekeluargaan kepada Para Tergugat akan tetapi Para Tergugat tetap

Tujuh belas individu dapat dideteksi memiliki paling tidak satu daerah termutasi pada gen pengkode β-globin dari total empat daerah yang diuji dengan metode PCR-SSCP yang

3. Untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak memungkinkan untuk menerapkan rekayasa teknis sesuai dengan fungsi kawasan dalam rencana tata ruang dan