ANALISIS PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA TERHADAP PELAKSANAAN PAP’SMEAR UNTUK DETEKSI
DINI KANKER SERVIKS DI PUSKESMAS PETISAH MEDAN TAHUN 2013
TESIS
SYARIFAH HARAHAP 107032085/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
THE ANALYSIS OF KNOWLEDGE AND ATTITUDE OF HOUSEWIFE ON THE IMPLEMENTATION OF PAPSMEAR FOR EARLY DETECTION
OF CERVICAL CANCER AT PETISAH HEALTH CENTER, MEDAN IN 2013
THESIS
SYARIFAH HARAHAP 107032085/IKM
MASTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
ANALISIS PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA TERHADAP PELAKSANAAN PAP’SMEAR UNTUK DETEKSI
DINI KANKER SERVIKS DI PUSKESMAS PETISAH MEDAN TAHUN 2013
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
SYARIFAH HARAHAP 107032085/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : ANALISIS PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA TERHADAP
PELAKSANAAN PAP’SMEAR UNTUK DETEKSI DINI KANKER SERVIKS DI
PUSKESMAS PETISAH MEDAN TAHUN 2013 Nama Mahasiswa : Syarifah Harahap
Nomor Induk Mahasiswa : 107032085
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes) (drh. Rasmaliah M.Kes Ketua Anggota
)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
pada Tanggal : 20 Januari 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes Anggota : 1. drh. Rasmaliah M.Kes
PERNYATAAN
ANALISIS PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA TERHADAP PELAKSANAAN PAP’SMEAR UNTUK DETEKSI
DINI KANKER SERVIKS DI PUSKESMAS PETISAH MEDAN TAHUN 2013
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperolah gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Juli 2014
ABSTRAK
Hingga saat ini kanker serviks masih merupakan penyebab kematian terbanyak akibat penyakit kanker di negara berkembang. Pemeriksaan Pap’smear
merupakan salah satu upaya untuk deteksi kanker serviks. Di wilayah kerja Puskesmas Petisah, pencapaian program pemeriksaan Pap’smear hanya 32,4% yang diduga terkait dengan faktor pengetahuan, sikap dan kebutuhan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengetahuan dan sikap ibu rumah tangga terhadap pelaksanaan Pap’smear untuk deteksi dini kanker serviks di wilayah kerja Puskesmas Petisah Medan dilakukan terhadap 116 orang ibu rumah tangga sebagai sampel. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner dan dianalisis secara statistik mengunakan uji regresi logistik ganda pada α= 5%.
Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan, sikap dan kebutuhan berpengaruh terhadap pemeriksaan Pap’smear sebagai upaya deteksi dini kanker serviks. Faktor pengetahuan merupakan faktor yang paling dominan memengaruhi pelaksanaan Pap’smear di wilayah kerja Puskesmas Petisah Kota Medan, dengan nilai exp (B) atau OR= 2,928 (95% CI : 1,293-6,629).
Disarankan kepada Puskesmas Petisah : (1) memberikan edukasi dini kepada ibu rumah tangga, sehingga mengetahui pentingnya melakukan deteksi dini kanker serviks melalui pemeriksaan Pap’smear, (2) melakukan konseling untuk merubah sikap dan (3) perlu penjelasan dari petugas kesehatan puskesmas kepada setiap ibu rumah tangga yang berkunjung ke puskesmas maupun melalui penyuluhan masyarakat sehingga melakukan deteksi dini kanker serviks sesuai dengan kebutuhannya.
ABSTRACT
To the present, cervical cancer is still the major cause of mortality in the developing countries. Pap’smear examination is one of the efforts of early detection of cervical cancer. In the working area of Puskesmas (Petisah Health Center) Petisah, the coverage of papsmear examination program was only 32.4% which is assumed to be related to the factors of knowledge, attitude, and need.
The purpose of this study was to analyze the influence of the knowledge, and attitude on the implementation Pap'smear for early detection of cervical cancer in the working area of Puskesmas Petisah, Medan conducted on 116 housewives as the sample. The data for this study were obtained through direct interview and the data
obtained were statistically analyzed through multiple regression logistic tests at α =
5%.
The result of this study showed that knowledge, attitude and needs had influence on Pap’smear examination as an attempt of cervical cancer early detection. Knowledge was the most dominant factor in influencing the implementation of Pap’smear examination in the working area of Puskesmas Petisah with the value of exp (B) or OR = 2.928 (95% CI : 1,293-6,629).
The management of Puskesmas Petisah is suggested (1) to provide early education to the housewives that they know the importance of doing cervical cancer early detection through Pap’smear examination, (2) to do counseling to change the attitude, and (3) the health workers of the Puskesmas need to explain to the housewives visiting the Puskesmas about doing the early detection of cervical cancer in accordance with their need or through extension activity to the community members in general.
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang
Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta ‘ala,
berkat rahmat dan karunianya–Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Penyusunan
tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan
pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara Medan.
Penulis menyadari begitu banyak dukungan, bimbingan, bantuan dan
kemudahan yang diberikan oleh berbagai pihak, sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
Dengan penuh ketulusan hati, penulis menyampaikan ucapan terima kasih
sebesar-besarnya kepada :
1. Prof Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M&H., M.Sc.(CTM)., Sp.A,(K), Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
4. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si, Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
5. Dr. Ir. Erna Mutiara, M. Kes, Ketua Komisi Pembimbing dan drh. Rasmaliah
M.Kes, Anggota Komisi Pembimbing.
6. Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, MPH dan dr. Ria Masniari Lubis, M.Si, Dosen
Penguji Tesis.
7. Para dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Program Studi S2
Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kebijakan Gizi
Masyarakat Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
8. dr. Heny Safitri dan dr. Indra selaku Kepala Puskesmas Petisah beserta seluruh
staf, yang telah memberikan izin dan bantuan bagi penulis sehingga penelitian ini
dapat berjalan dengan lancar.
9. dr. H Aswin Soefie Lubis, MSi, PA selaku Dekan Fakultas Kedokteran UISU,
yang telah memberikan izin, dukungan dan support bagi penulis untuk
menyelesaikan pendidikan di fakultas kesehatan masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
10. dr. H. Rusdy Yunus MKT, selaku Ka Prodi Profesi yang telah memberi
dukungan dan support bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan di fakultas
kesehatan masyarakat Universitas Sumatera Utara.
11. dr. H. Saiful Batubara, MPd, yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk
membimbing penulis dalam penyelesaian tesis ini
12. Terima kasih dan doa saya panjatkan untuk kedua orang tua saya tercinta
yang telah membesarkan, membimbing, mendidik dan menyayangi saya dengan
penuh kasih sayang.
13. Untuk suamiku Tersayang, Dr. Edy Ardiansyah Nasution SpOG, M.Ked (OG),
dan ketiga putra-putri saya yang sangat saya sayangi, Fakhri Syahnaufal
Nasution, Namira Afifah Nasution, Nazla Raisyah Nasution, tiada kata yang
dapat mama sampaikan selain terima kasih atas dorongan, semangat, kesabaran,
pengertian dan doa yang telah diberikan untuk mama dalam menyelesaikan
pendidikan ini.
14. Teman-teman mahasiswa/i Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan Minat Studi
Epidemiologi Angkatan 2010 yang telah memberikan bantuan dan motivasi
sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
15. Seluruh ibu-ibu di wilayah kerja Puskesmas Petisah yang telah bersedia menjadi
responden dalam penelitian ini
16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya yang telah
banyak membantu penulis selama penyelesaian tesis ini
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan balasan atas segala bantuan dan
kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa
dalam penulisan tesis ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis
Mudah-mudahan tesis ini bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi yang
membacanya. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa memberikan Rahmat
dan Hidayah-Nya kepada kita semua. Amin ya rabbal’Alamin
Medan, Juli 2014 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Syarifah Harahap lahir pada tanggal 21 September 1969 di Tinjauan
Kabupaten Simalungun, Propinsi Sumater Utara, berjenis kelamin perempuan,
beragama Islam, anak pertama dari 6 bersaudara dari pasangan Bapak (alm)
dr. H.A.Harahap MS dan Ibu Hj.Risna Sahara Nasution. Menikah dengan dr.Edy
Ardiansyah Nasution SpOG, M.Ked (OG) dan telah dikaruniai tiga orang anak,
bertempat tinggal di Jalan Sei Rotan no ; 11 , Kecamatan Medan Baru, Kota Medan.
Riwayat Pendidikan, SDN Harapan Mulia 23 Pagi Jakarta Pusat, Lulus Tahun
1982, SMP Yapendak Tinjauan Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara,
Lulus Tahun 1985, SMAN I Tebing Tinggi Kota Madya Tebing Tinggi Propinsi
Sumatera Utara, lulus tahun 1988, Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera
Utara, Lulus Tahun 1998. Pada tahun 2010 penulis mengikuti pendidikan lanjut S2 di
Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Epidemiologi Universitas
Sumatera Utara.
Riwayat Pekerjaan, sebagai dokter Pegawai Tidak Tetap di Puskesmas Kuala
Bali Kecamatan Dolok Masihul, Kabupaten Deli Serdang, sejak Maret 2008 sampai
dengan sekarang penulis bekerja di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Permasalahan... 9
1.3 Tujuan Penelitian ... 9
1.4 Hipotesis ... 9
1.5 Manfaat Penelitian ... 10
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1 Definisi Kanker Serviks ... 11
2.2 Etiologi Kanker Serviks ... 12
2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kanker Serviks... 13
2.3.1 Umur ... 13
2.3.2 Pendidikan ... 14
2.3.3 Pekerjaan ... 14
2.3.4 Deteksi Dini ... 15
2.3.5 Usia Pertama Kali Melakukan Hubungan Seksual ... 16
2.3.6 Paritas ... 17
2.3.7 Ganti Pasangan ... 17
2.3.8 Infeksi ... 17
2.3.9 Kontrasepsi ... 18
2.4 Metode Deteksi Dini Kanker Serviksdengan Metode Pap’smear . 18 2.5 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemeriksaan Papsmear ... 21
2.5.1 Faktor Predisposisi (PredisposingFactors) ... 21
2.5.2 Faktor Pendukung (EnablingFactors) ... 26
2.5.3 Faktor Kebutuhan (Need Factors) ... 30
2.6 Landasan Teori ... 31
BAB 3.METODE PENELITIAN ... 34
3.1 Jenis Penelitian ... 34
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34
3.2.1 Lokasi Penelitian ... 34
3.2.2 Waktu Penelitian ... 34
3.3 Populasi dan Sampel ... 34
3.3.1 Populasi ... 34
3.3.2 Sampel ... 35
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 37
3.4.1 Data Primer ... 37
3.4.2 Data Sekunder ... 37
3.4.3 Validitas dan Reliabilitas ... 37
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 38
3.6 Metode Pengukuran ... 39
3.7 Metode Analisis Data ... 40
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 42
4.1 Gambaran Umum Puskesmas Petisah ... 42
4.2 Analisis Univariat ... 43
4.2.1 Karakteristik Responden ... 43
4.2.2 Pengetahuan ... 44
4.2.3 Sikap ... 47
4.2.4 Kebutuhan ... 49
4.3 Analisis Bivariat... 52
4.3.1 Pengaruh Pengetahuan terhadap Pemeriksaan Pap’smear .... 52
4.3.2 Pengaruh Sikap terhadap Pemeriksaan Pap’smear ... 53
4.3.3 Pengaruh Kebutuhan terhadap Pemeriksaan Pap’smear ... 54
4.4 Analisis Multivariat ... 54
BAB 5. PEMBAHASAN ... 56
5.1 Pengaruh Pengetahuan terhadap Pemeriksaan Pap’smear ... 56
5.2 Pengaruh Sikap terhadap Pemeriksaan Pap’smear... 60
5.3 Pengaruh Kebutuhan terhadap Pemeriksaan Pap’smear ... 62
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 67
6.1 Kesimpulan ... 67
6.2 Saran ... 67
DAFTAR PUSTAKA ... 69
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1 Besar Sampel Penelitian ... 36
3.2 Pengukuran Variabel Penelitian ... 40
4.1 Distribusi Karakteristik Responden di Puskesmas Petisah tahun 2013 ... 43
4.2 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan tentang Pap’smear
Puskesmas Petisah tahun 2013 ... 44
4.3 Distribusi Responden Menurut Kategori Pengetahuan tentang Pap’smear
Puskesmas Petisah tahun 2013 ... 46
4.4 Distribusi Responden Menurut Sikap tentang Pap’smear Puskesmas
Petisah tahun 2013 ... 47
4.5 Distribusi Responden Menurut Kategori Sikap tentang Pap’smear
Puskesmas Petisah tahun 2013 ... 48
4.6 Distribusi Responden Menurut Kebutuhan Perceived (Symptoms
Diagnose) tentang Pap’smear di Puskesmas Petisah tahun 2013 ... 49 4.7 Distribusi Responden Menurut Kebutuhan Evaluated (Clinical
Diagnose) tentang Pap’smear di Puskesmas Petisah tahun 2013 ... 50 4.8 Distribusi Responden Menurut Kategori Kebutuhan tentang Pap’smear
Puskesmas Petisah tahun 2013 ... 51
4.9 Pengaruh Pengetahuan terhadap Pemeriksaan Pap’smear di Puskesmas
Petisah tahun 2013 ... 52
4.10 Pengaruh Sikap terhadap Pemeriksaan Pap’smear di Puskesmas Petisah
tahun 2013 ... 53
4.11 Pengaruh Kebutuhan terhadap Pemeriksaan Pap’smear di Puskesmas
Petisah tahun 2013 ... 54
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Landasan Teori ... 32
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 73
2. Hasil Analisa Validitas dan Reliabilitas ... 77
3. Hasil Analisa Univariat ... 79
4. Hasil Analisa Bivariat ... 93
5. Hasil Analisa Multivariat ... 97
6. Master Data Penelitian ... 99
7. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan ... 102
ABSTRAK
Hingga saat ini kanker serviks masih merupakan penyebab kematian terbanyak akibat penyakit kanker di negara berkembang. Pemeriksaan Pap’smear
merupakan salah satu upaya untuk deteksi kanker serviks. Di wilayah kerja Puskesmas Petisah, pencapaian program pemeriksaan Pap’smear hanya 32,4% yang diduga terkait dengan faktor pengetahuan, sikap dan kebutuhan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengetahuan dan sikap ibu rumah tangga terhadap pelaksanaan Pap’smear untuk deteksi dini kanker serviks di wilayah kerja Puskesmas Petisah Medan dilakukan terhadap 116 orang ibu rumah tangga sebagai sampel. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner dan dianalisis secara statistik mengunakan uji regresi logistik ganda pada α= 5%.
Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan, sikap dan kebutuhan berpengaruh terhadap pemeriksaan Pap’smear sebagai upaya deteksi dini kanker serviks. Faktor pengetahuan merupakan faktor yang paling dominan memengaruhi pelaksanaan Pap’smear di wilayah kerja Puskesmas Petisah Kota Medan, dengan nilai exp (B) atau OR= 2,928 (95% CI : 1,293-6,629).
Disarankan kepada Puskesmas Petisah : (1) memberikan edukasi dini kepada ibu rumah tangga, sehingga mengetahui pentingnya melakukan deteksi dini kanker serviks melalui pemeriksaan Pap’smear, (2) melakukan konseling untuk merubah sikap dan (3) perlu penjelasan dari petugas kesehatan puskesmas kepada setiap ibu rumah tangga yang berkunjung ke puskesmas maupun melalui penyuluhan masyarakat sehingga melakukan deteksi dini kanker serviks sesuai dengan kebutuhannya.
ABSTRACT
To the present, cervical cancer is still the major cause of mortality in the developing countries. Pap’smear examination is one of the efforts of early detection of cervical cancer. In the working area of Puskesmas (Petisah Health Center) Petisah, the coverage of papsmear examination program was only 32.4% which is assumed to be related to the factors of knowledge, attitude, and need.
The purpose of this study was to analyze the influence of the knowledge, and attitude on the implementation Pap'smear for early detection of cervical cancer in the working area of Puskesmas Petisah, Medan conducted on 116 housewives as the sample. The data for this study were obtained through direct interview and the data
obtained were statistically analyzed through multiple regression logistic tests at α =
5%.
The result of this study showed that knowledge, attitude and needs had influence on Pap’smear examination as an attempt of cervical cancer early detection. Knowledge was the most dominant factor in influencing the implementation of Pap’smear examination in the working area of Puskesmas Petisah with the value of exp (B) or OR = 2.928 (95% CI : 1,293-6,629).
The management of Puskesmas Petisah is suggested (1) to provide early education to the housewives that they know the importance of doing cervical cancer early detection through Pap’smear examination, (2) to do counseling to change the attitude, and (3) the health workers of the Puskesmas need to explain to the housewives visiting the Puskesmas about doing the early detection of cervical cancer in accordance with their need or through extension activity to the community members in general.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gambaran masyarakat Indonesia dimasa depan yang ingin dicapai melalui
pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa, dan negara yang ditandai oleh
penduduk yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku yang sehat, memiliki
kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan
merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi- tingginya di seluruh wilayah
Indonesia. Perilaku masyarakat dengan perilaku proaktif untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah risiko terjadi penyakit, melindungi diri dari
ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam program kesehatan masyarakat
(Depkes RI, 2010a).
Berdasarkan hasil survei kesehatan yang dilakukan WHO dilaporkan kejadian
Kanker serviks sebesar 500.000 kasus baru di Dunia. Kejadian kanker serviks di
Indonesia, dilaporkan sebesar 20-24 kasus kanker serviks baru setiap harinya.
Kejadian Kanker serviks di Bali dilaporkan telah menyerang sebesar 553.000 wanita
usia subur pada tahun 2010 atau 43 per 100.000 penduduk (WHO, 2010).
Di Indonesia lebih dari 70 % kasus kanker serviks ditemukan saat sudah
stadium lanjut. Dilihat dari usia penderita, penyakit kanker serviks rata-rata dialami
perempuan pada rentang 40 sampai 50 tahun. Dengan perhitungan masa inkubasi
penyebab kanker serviks, pada usia produktif, yaitu sekitar 30 sampai 40 tahun.
Sekitar 40 tipe HPV dari 100 tipe yang teridentifikasi, potensi penularan terjadi
melalui hubungan seksual yang menyasar alat kelamin. Tapi dari 40 tipe tersebut,
terdapat 15 tipe yang menyebabkan kanker serviks.
Kanker sistem reproduksi meliputi kanker serviks, payudara, indung telur,
rahim dan alat kelamin perempuan. kanker serviks merupakan kanker yang paling
banyak diderita oleh wanita di Negara berkembang dan menempati urutan kedua
setelah kanker payudara. Di Indonesia, angka kejadian kanker serviks diperkirakan
sekitar 50 per 100.000 penduduk (Kemenkes RI, 2011).
Hingga saat ini kanker serviks masih merupakan penyebab kematian
terbanyak akibat penyakit kanker di negara berkembang. Tingginya angka kematian
ini adalah karena penyakit ini tidak mempunyai ciri yang khas. Sesungguhnya
penyakit ini dapat dicegah bila dilakukan program skrining atau deteksi dini namun
hal ini belum dilakukan khususnya di negara berkembang. Diperkirakan setiap
tahunnya dijumpai sekitar 500.000 penderita baru di seluruh dunia dan umumnya
terjadi di negara berkembang. Kanker serviks terbanyak dijumpai di negara-negara
sedang berkembang seperti Indonesia, India, Bangladesh, Thailand, Vietnam, dan
Filipina. Di negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia Kanker serviks
menempati urutan pertama (Depkes RI, 2007).
Menurut Rasjidi (2007), kanker serviks merupakan kanker terbanyak kedua
pada wanita dan menjadi penyebab lebih dari 250.000 kematian pada tahun 2005.
penatalaksanaan yang adekuat, diperkirakan kematian akibat kanker serviks akan
menjadi meningkat 25% dalam sepuluh tahun mendatang. Di negara maju/industri
kanker serviks menempati urutan ke 10 dari semua jenis kanker, atau kalau menurut
kejadian kanker ginekologi (kanker pada alat reproduksi wanita), kanker serviks
menduduki urutan ke-5. Secara global kanker serviks merupakan kanker kedua
terbanyak ditemukan pada wanita.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan prevalensi
tumor/kanker adalah 4,3 per 1000 penduduk, artinya dari setiap 1000 orang Indonesia
sekitar 4 orang di antaranya menderita kanker. Prevalensi tumor/kanker tertinggi
tercatat di Provinsi DIY, yaitu 9,6 per 1000 penduduk, terendah di Provinsi Maluku,
yaitu 0,015 per 100.000 penduduk. Prevalensi tumor/kanker umumnya lebih tinggi
pada perempuan, sebesar 5,7 per 1000 penduduk dibandingkan dengan pada laki-laki,
sebesar 0.029 per 100.000 penduduk (Depkes RI, 2010b). Sehubungan dalam
Riskesdas tidak ada data khusus tentang kanker serviks, maka prevalensi kanker
serviks mengacu data ada Profil Kesehatan (2011), namun data dalam profil
merupakan jumlah pasien keluar rawat inap dengan diagnosis kanker serviks,
sehingga belum menunjukkan jumlah kasus kanker serviks yang terjadi di
masyarakat, yaitu sebanyak 5.786 kasus (11,78%) dari seluruh pasien rawat inap di
seluruh RS di Indonesia.
berusia >15 tahun yang berisiko menderita kanker serviks. Diperkirakan setiap tahun
diantaranya meninggal. Kanker serviks merupakan penyakit terbanyak urutan kedua
pada wanita usia 15-44 tahun.
Di Provinsi Sumatera Utara jumlah penderita kanker serviks pada tahun 2010
sebanyak 681 kasus, dengan prevalensi 0,063 per 100.000 penduduk. Angka tersebut
lebih tinggi dari angka prevalensi secara nasional (0,043 per 100.000 penduduk), hal
tersebut menunjukkan penyakit kanker serviks merupakan masalah kesehatan yang
perlu mendapat perhatian (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2011).
Angka prevalensi kanker serviks di Kota Medan diperkirakan 0,028 per
100.000 penduduk (Dinas Kesehatan Kota Medan, 2011), jumlah wanita penderita
baru kanker serviks berkisar 90-100 kasus per 100.000 penduduk. Sebagai gambaran
dilihat dari jumlah pasien yang menjalani perawatan di Rumah Sakit dr Pirngadi
Medan tahun 2010 menunjukkan bahwa kanker serviks menempati urutan teratas dari
seluruh kanker pada wanita yaitu sebanyak 98 kasus. Sebagai data pembanding dapat
dilihat dari data dari laboratorium USU tahun 2010 terdapat 21 kasus, dari jumlah
tersebut 17 kasus sudah berada pada tingkat displasia atau sel-sel ganas.
Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor :
144/HK-010/B5/2009 tentang Pedoman Penanggulangan Masalah Kesehatan
Reproduksi Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, pada Pasal
16 disebutkan bahwa deteksi dini kanker alat reproduksi dilaksanakan melalui
Program ini merupakan kerjasama antara Inisiatif Pencegahan Kanker serviks
Indonesia (IPKASI), Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Female Cancer Program (FCP), YKI DKI, dan Glaxo Smith Kline (GSK) dan mendapat dukungan dari Sub Direktorat Kanker pada Direktorat Penyakit tidak Menular Kementerian
Kesehatan RI dilakukan dalam periode waktu penilaian 1 Juli 2011-31 Januari 2012.
Program ini diikuti oleh seluruh puskesmas tingkat kecamatan di Provinsi DKI
Jakarta. Tiap Puskesmas melaporkan kegiatan pencegahan Kanker serviks yang sudah
dilakukan di wilayahnya dan hasil yang didapat dari pelaksanaan program tersebut.
program puskesmas peduli kanker serviks belum dilaksanakan di Kota Medan.
Penelitian Darnindro dkk (2007) di Klender Jakarta menemukan bahwa dari
107 responden hanya 33,7% yang pernah melakukan Pap’smear. Terdapat hubungan yang bermakna antara usia responden terhadap perilaku responden, dan antara
pengetahuan dengan sikap responden tentang Pap’smear. Pengetahuan sikap perilaku perempuan yang sudah menikah tentang Pap’smear masih rendah. Menurut Hacker dan Moore (2010) di Asia pada tahun 2010 angka kejadian (OR) kanker leher rahim
ditemukan 510 per 100.000 wanita, dengan Case Fatality Rate (CFR) 39,8 %.
Di Indonesia Pap’smear belum menjadi suatu kebutuhan hal ini menyebabkan rendahnya partisipasi wanita dalam program Pap’smear. Data Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, tahun 2009 telah dilakukan 2.580 uji
Di Provinsi DKI Jakarta dilakukan program lomba untuk memilih Puskesmas
yang aktif melakukan pencegahan kanker serviks. Puskesmas sebagai unit layanan
fungsional dan teknis pelayanan kesehatan terdepan di wilayah kecamatan/kelurahan
diharapkan dapat menjadi langkah awal pencegahan kanker serviks di kelompok
masyarakat terkecil (Andrijono, 2011). Program puskesmas peduli kanker serviks
ditujukan untuk mencapai 80% cakupan skrining kanker serviks. Dari 1,7 juta
perempuan di Jakarta yang berisiko, ditargetkan tahun 2017 ada 1,4 juta yang telah
mendapat skrining. Parameter penilaian program ini antara lain tingkat perkembangan
dari program pencegahan primer yaitu kegiatan edukasi bagi masyarakat.
Program Pap’smear untuk deteksi Kanker serviks pada Wanita Usia Subur (WUS) yang dilaksanakan di Puskesmas Kota Medan juga belum mampu
meningkatkan cakupan pelayanan. Laporan pelaksanaan kegiatan Pap’smear di Dinas Kesehatan Kota Medan menunjukkan persentase WUS yang melakukan
pemeriksaan hanya sekitar 43,7% dari seluruh puskesmas yang tersedia pelayanan
Pap’smear. Cakupan pelayanan Pap’smear di Puskesmas Petisah merupakan salah satu yang rendah karena dibawah angka cakupan di Kota Medan yaitu 32,4% (Dinas
Kesehatan Kota Medan, 2011).
Menurut Sjamsudin (2010) tindakan Pap’smear seorang ibu dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor internal (pengetahuan dan sikap ibu
tentang pemeriksaan Pap’smear) serta dari faktor eksternal (petugas kesehatan yang melakukan pemeriksaan serta sarana dan prasarana yang digunakan). Berdasarkan
mendapat pelatihan Pap’smear adalah : dokter 54 orang, bidan 53 orang dan perawat 20 orang serta didukung oleh kader kesehatan sebanyak 20 orang. Seluruh
tenaga kesehatan yang telah dilatih Pap’smear menyebar pada 39 puskesmas di Kota Medan serta dalam pelaksanaan program ini sudah dilengkapi dengan sarana dan
prasarana yang sesuai.
Berdasarkan data tersebut dapat dijelaskan bahwa sarana atau fasilitas dan
petugas yang melakukan pemeriksaan Pap’smear di Puskesmas Kota Medan sudah cukup memadai, namun faktanya kunjungan pasien yang melakukan pemeriksaan
Pap’smear di puskesmas masih rendah, diduga faktor di luar sarana atau fasilitas dan petugas sebagai penyebab jumlah ibu rumah tangga yang melakukan pemeriksaan
Pap’smear yang rendah.
Untuk mendapatkan faktor penyebab terjadinya kesenjangan di atas, maka
dilakukan telaah dari faktor pengguna pelayanan (ibu rumah tangga) melalui survei
pendahuluan dengan mewawancarai 10 ibu rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas
Petisah tentang pemeriksaan Pap’smear. Hasil wawancara ditemukan 8 orang (80%) ibu rumah tangga yang mengetahui ada deteksi kanker serviks di puskesmas namun
belum pernah melaksanakannya. Dengan demikian program deteksi kanker serviks
melalui pemeriksaan Pap’smear sudah tersosialisasi dengan baik, hal tersebut ditunjukkan fakta bahwa mayoritas (80%) ibu rumah tangga mengetahui ada
pemeriksaan Pap’smear di puskesmas, namun pengetahuan tentang manfaat
deteksi dini kanker serviks, dimana keseluruhan aspek tersebut terkait dengan makna
atau pengertian pengetahuan sebagaimana disebutkan oleh Notoatmodjo (2003).
Dugaan lainnya yang ditemukan pada survei pendahuluan bahwa 80% belum
menunjukkan respons menerima konsep deteksi dini kanker serviks. Kondisi pada
diri ibu rumah tangga yang kurang menerima atau merespons tentang kanker serviks
maka diasumsikan sikapnya terhadap deteksi dini kanker serviks kemungkinan tidak
baik atau cenderung bersifat menolak atau tidak bersedia melakukannya.
Berdasarkan hasil survei pendahuluan, maka dugaan sementara perlu
dibuktikan melalui pengujian hipotesis pada penelitian ini bahwa ibu rumah tangga
tidak melakukan pemeriksaan Pap’smear di puskesmas kemungkinan (diasumsikan) akibat belum mengetahui tentang pengertian kanker serviks, penyebab, serta cara
penanggulangannya.
Konsep pemanfaatan pelayanan kesehatan sesuai teori Anderson bahwa
terdapat 3 faktor yang menentukan yaitu: faktor predisposisi (pemungkin), faktor
enabling (pendukung) dan faktor need. Mengacu kepada hasil survei pendahuluan bahwa deteksi dini kanker serviks melalui pemeriksaan Pap’smear sudah ada faktor
enabling atau pendukung (sarana atau fasilitas dan petugas di puskesmas) serta kelompok usia sebagai wanita usia subur merupakan fase yang membutuhkan (faktor
need) dilakukan deteksi dini kanker serviks. Pada saat faktor enabling (pendukung) dan faktor need menunjukkan keadaan yang sewajarnya banyak atau tinggi jumlah ibu rumah tangga yang melakukan deteksi dini kanker serviks melalui pemeriksaan
faktor predisposisi (pemungkin) yaitu aspek pengetahuan dan sikap. Dugaan sementara (hipotesis) sebagaimana yang telah diuraikan di atas menjadi dasar dalam
memilih judul penelitian tentang analisis pengetahuan dan sikap ibu rumah tangga
terhadap pemeriksaan Pap’smear.
1.2 Perumusan Masalah
Dari uraian yang telah dikemukakan tentang rendahnya cakupan pelaksanaan
pelaksanaan Pap’smear (32,4%) maka dirumuskan masalah penelitian yaitu analisis pengaruh pengetahuan dan sikap ibu rumah tangga terhadap pelaksanaan Pap’smear untuk deteksi dini kanker serviks di wilayah kerja Puskesmas Petisah Medan tahun
2013.
1.3 Tujuan Penelitian
Menganalisis pengaruh pengetahuan dan sikap ibu rumah tangga terhadap
pelaksanaan Pap’smear untuk deteksi dini kanker serviks di wilayah kerja Puskesmas Petisah Medan tahun 2013.
1.4 Hipotesis
Pengetahuan dan sikap ibu rumah tangga berpengaruh terhadap pelaksanaan
1.5 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan untuk bahan informasi bagi Puskesmas Petisah Medan
dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan bagi ibu rumah tangga
khususnya pencegahan kanker serviks.
2. Sebagai khazanah menambah wawasan ilmu kesehatan masyarakat, khususnya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kanker Serviks
Kanker serviks atau kanker leher rahim merupakan salah satu penyakit
keganasan di bidang kebidanan dan penyakit kandungan yang masih menempati
posisi tertinggi sebagai penyakit kanker yang menyerang kaum perempuan
(Manuaba, 2008). Kanker serviks adalah kanker leher rahim / kanker mulut rahim
yang di sebabkan oleh virus Human Papiloma Virus (HPV). Hanya beberapa saja dari ratusan varian HPV yang dapat menyebabkan kanker. Penularan virus HPV yang
dapat menyebabkan Kanker leher rahim ini dapat menular melalui seorang penderita
kepada orang lain dan menginfeksi orang tersebut (Manuaba, 2008).
Kanker merupakan gangguan pada gen atau proses pertumbuhan sel yang
tidak terkendali yang dapat menyusup ke jaringan tubuh normal sehingga
memengaruhi jaringan tubuh sehingga memengaruhi fungsi tubuh (Diananda, 2008).
kanker serviks merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim
(uterus) dengan liang seggama (Suharja, 2000 ).
Kanker serviks adalah suatu peristiwa tumbuhnya sel-sel tidak normal pada
leher rahim. kanker serviks merupakan kanker yang tersering dijumpai di Indonesia
baik diantara kanker pada perempuan dan pada semua jenis kanker (Tapan, 2005).
Penularan kanker serviks dapat melalui kontak langsung dan karena hubungan
di luar masa haid, jumlah darah haid tidak normal, perdarahan pada masa menopause
(setelah berhenti haid), keputihan yang bercampur darah atau nanah serta berbau,
perdarahan sesudah senggama, rasa nyeri dan sakit di panggul, gangguan buang air kecil sampai tidak bisa buang air kecil (Prawirohardjo, 2005).
2.2 Etiologi Kanker Serviks
Faktor etiologi kanker serviks berasal dari kelamin maka beberapa faktor yang
ditularkan melalui hubungan seksual dapat terlibat dalam proses inisiasi neoplastik.
Ada tiga faktor yang perlu mendapat perhatian yaitu: smegma, infeksi virus dan
spermatozoa. Smegma adalah sel deskuamasi dan sekresi sebaseus dibawah preputium pada pria yang tidak disunat, dahulu dianggap sebagai faktor etiologi
kanker serviks ternyata tidak terbukti secara laboratorium maupun epidemiologik
(Depkes RI, 2007).
Human Papiloma Virus (HPV), memegang peranan sebagai faktor pencetus penyakit ini. Virus ini menimbulkan proliferasi pada permukaan epidermal dan mukosa. Infeksi HPV sering terdapat pada wanita yang aktif secara seksual. Dari
hasil pemeriksaan laboratorium pada sebagian besar pengidap kanker serviks
ditemukan virus HPV tersebut (Depkes RI, 2007).
sintesa protein. DNA permukaan dipengaruhi antara lain oleh protein dasar yang
terdapat pada kepala sperma dan permukaan virus (Depkes RI, 2007).
2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kanker Serviks
Menurut Depkes RI (2007), selain faktor etiologi ada faktor lain yang merupakan faktor yang memengaruhi terjadinya kanker serviks adalah :
2.3.1 Umur
Kanker serviks sering ditemukan pada wanita umur 30-60 tahun dengan
insiden terbanyak pada umu 40-50 tahun, dan akan menurun drastis sesudah berumur
60 tahun. Penderita kanker serviks rata-rata dijumpai pada usia 45 tahun dan dalam
1000 per 100.000 dari kanker intra epitelia dijumpai pada usia 30-45 tahun (Aziz,
2000).
Periode laten dan fase pra invasif untuk invasif memakan waktu sekitar 10
tahun. Hanya 9% dari wanita berusia <35 tahun menunjukkan kanker serviks yang
invasif pada saat didiagnosa (Aziz, 2002). Umumnya insiden kanker serviks sangat
rendah di bawah umur 20 tahun dan sesudahnya menaik dengan cepat dan menetap
pada usia 50 tahun (Norwitz. 2008).
Menurut Riono (1999) kanker serviks biasanya terjadi pada wanita yang
berumur tetapi bukti statistik menunjukkan bahwa kanker serviks dapat juga
2.3.2 Pendidikan
Menurut Andrijono (2010) faktor yang memengaruhi terjadinya kanker
serviks berkaitan dengan pendidikan yang rendah, karena tingkat pendidikan yang
rendah menyebabkan tidak mengetahui atau tidak mampu menghindarkan perilaku
yang berisiko menyebabkan kanker serviks. Penelitian Surbakti (2004) menemukan
pendidikan mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian kanker serviks
OR = 2,012 (95% CI=2,240-18,234), dengan kata lain yang berpendidikan rendah
merupakan faktor risiko yang memengaruhi terjadinya kanker serviks.
2.3.3 Pekerjaan
Menurut Hidayat (2001) terdapat hubungan antara kanker serviks dengan
pekerjaan, dimana wanita pekerja kasar seperti buruh, petani memperlihatkan 4 kali
lebih mungkin terkena kanker serviks dibanding wanita pekerja ringan atau bekerja di
kantor. Dua kejadian yang terpisah memperlihatkan adanya hubungan antara kanker
serviks dengan pekerjaan. Para istri pekerja kasar 4 kali lebih mungkin terkena kanker
serviks dibandingkan dengan para istri pekerja kantor atau pekerja ringan,
kebanyakan dari kelompok yang pertama ini dapat diklasifikasikan ke dalam
kelompok sosial ekonomi rendah, mungkin standar kebersihan yang tidak baik pada
umumnya faktor sosial ekonomi rendah cenderung memulai aktivitas seksual pada
usia lebih muda.
Wanita dengan sosial ekonomi tinggi dengan wanita dari masyarakat urban
sebagai kelompok risiko rendah, dan wanita dengan sosial ekonomi yang rendah
kanker serviks, biasanya dikaitkan dengan hygiene, sanitasi dan pemeliharaan
kesehatan masih kurang. Pendidikan rendah, kawin usia muda, jumlah anak yang
tinggi, pekerjaan dan penghasilan tidak tetap, serta gizi yang kurang akan
memudahkan terjadinya infeksi yang menyebabkan daya imunitas tubuh menurun
sehingga menimbulkan risiko terjadinya kanker serviks (Hidayat 2001).
2.3.4 Deteksi Dini
Di beberapa negara maju yang telah cukup lama melakukan program
penyaringan (skrining) melalui Pap’smear. Di negara maju kesadaran untuk
melakukan Pap’smear sangat tinggi. Di Amerika Pap’smear sudah harus dimulai
3 tahun setelah seseorang melakukan hubungan seksual. Wanita berusia < 30 tahun
harus melakukan skrining sitologi serviks setiap tahun. Wanita berusia ≥ 30 tahun
telah memperoleh hasil Pap’smear negatif 3 kali berturut-turut dan tidak memiliki
risiko tinggi dapat memperpanjang interval skrining menjadi setiap 2-3 tahun.
Skrining dapat dihentikan pada usia 70 tahun pada wanita dengan risiko rendah.
Di Inggris skrining harus dimulai pada usia 25 tahun. Intervalnya adalah setiap 3
tahun bagi wanita berusia 25-49 tahun. Skrining dapat dihentikan pada usia 64 tahun
jika 3 apusan menunjukkan hasil normal (Tara, 2001).
Di Indonesia, terjadi peningkatan kejadian kanker serviks dalam jangka waktu
10 tahun terlihat bahwa peringkat 12 menjadi peringkat 6, setiap tahun diperkirakan
terdapat 190.000 penderita baru dan 1/5 akan meninggal akibat penyakit kanker .
Namun angka kematian akibat kanker ini bisa dikurangi 3-35% bila dilakukan
bagi mereka yang telah aktif secara seksual dapat menurunkan angka kematian
(Tara, 2001).
2.3.5 Usia Pertama Kali Melakukan Hubungan Seksual
Perilaku seksual dari studi epidemiologi kanker serviks skuamosa
berhubungan kuat dengan perilaku seksual seperti multiple mitra seks, dan usia melakukan hubungan seks pertama. Risiko meningkat lebih dari 10 x mitra seks 6
atau lebih atau hubunagan seks pertama dibawah umur 15 tahun (Aziz, 2002).
Umur pertama kali berhubungan seks merupakan salah satu faktor yang cukup
penting. Makin muda usia perempuan melakukan hubungan seksual semakin besar
risiko yang harus ditanggungnya, karena terjadinya kanker serviks dengan masalah
laten kanker serviks memerlukan waktu 30 tahun sejak melakukan hubungan seksual
pertama, sehingga hubungan seksual pertama dianggap awal dari mula proses
munculnya kanker serviks pada wanita. Menurut Aziz (2002) wanita menikah di
bawah usia 16 tahun biasanya 10-12 kali lebih besar kemungkinan terjadi kanker
serviks daripada mereka yang menikah setelah berusia 20 tahun ke atas. Pada usia
tersebut kondisi rahim seorang remaja putri sangat sensitif. Serviks remaja lebih
rentan terhadap stimulus karsinogenik karena terdapat proses metaplasia skuamosa
yang aktif, yang terjadi di dalam zona transformasi selama periode perkembangan.
Metaplasia skuamosa ini biasanya merupakan suatu proses fisiologi tetapi di bawah pengaruh karsinogen, perubahan sel dapat terjadi sehingga mengakibatkan suatu zona
proses yang disebut neoplasmasia serviks (Cervix Intraepithel Neoplasma = CIN)
yang merupakan fase prainvasif dari kanker serviks.
2.3.6 Paritas
Kanker serviks dijumpai pada wanita yang sering partus atau melahirkan.
Kategori partus sering belum ada keseragaman akan tetapi menurut beberapa pakar
berkisar 3-5 kali melahirkan. kanker serviks banyak ditemukan pada paritas tinggi
tetapi tidak jelas bagaimana hubungan jumlah persalinan dengan kejadian kanker
serviks, karena wanita yang tidak melahirkan dapat juga terjadi kanker serviks
(Tambunan, 1996).
2.3.7 Ganti Pasangan
Telaah pada berbagai penelitian epidemiologi kanker serviks berhubungan kuat
dengan perilaku seksual seperti multi mitra seks, dan usia saat melakukan hubungan
seks pertama. Risiko meningkat lebih dari 10 x bila bermitra seks 6 atau lebih. Juga
risiko meningkat bila berhubungan dengan multipel mitra seks atau mengidap
kondiloma akuminata (Aziz, 2000).
2.3.8 Infeksi
Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi virus Human Papiloma Virus (HPV) lebih dari 90 kanker serviks jenis skuamosa mengandung DNA Virus HPV dan 50% kanker serviks berhubungan dengan HPV tipe 16. Infeksi virus HPV telah
2.3.9 Kontrasepsi
Pemakaian kontrasepsi oral dalam waktu lama lebih dari 4 atau 5 tahun dapat
meningkatkan risiko terkena kanker serviks 1,5-2,5 kali. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa kontrasepsi oral menyebabkan wanita sensitif terhadap HPV
yang dapat meyebabkan adanya peradangan pada genitalia sehingga berisiko untuk
terjadi kanker serviks. Pil kontrasepsi oral diduga akan menyebabkan defisiensi folat
yang mengurangi metabolisme mutagen sedangkan estrogen kemungkinan menjadi salah satu kofaktor yang membuat replikasi DNA HPV (Hidayat, 2001).
2.4 Deteksi Dini Kanker Serviks dengan Metode Pap’smear
Pap’smear adalah suatu metode pemeriksaan sel-sel yang diambil dari leher rahim dan kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk melihat
perubahan-perubahan yang terjadi pada sel (Riano, 2006). Pap’smearsering juga disebut pap test
dan dalam sitologi ginekologi Pap’smear adalah ilmu yang mempelajari sel-sel yang
lepas atau deskuamasi dari alat kandungan wanita, meliputi sel-sel yang lepas dari vagina, serviks, endoservik, dan endometrium (Depkes RI, 2007).
Pap’smear berasal dari kata Papanicolaou, yaitu seorang ahli dokter Yunani bernama George N. Papanicolaou, yang merancang metode mewarnai pulasan sampel
sel-sel untuk diperiksa. Metode tes Pap’smear dirancang sekitar tahun 1943. Dasar
pemeriksaan ini adalah mempelajari sel-sel yang terlepas dari selaput lendir leher
rahim. Pap’smear mudah dilakukan dan tidak menimbulkan rasa sakit (Depkes RI,
a. Klasifikasi Pemeriksaan Pap’smear
Menurut Price (2006) dan Depkes RI (2007) pemeriksaan cytologis dari smear
sel-sel yang diambil dari serviks, untuk melihat perubahan-perubahan sel yang
mengindikasikan terjadinya inflamasi, displasia atau kanker. Klasifikasi pemeriksaan
Pap’smear adalah :
a. Atypical Squamous Cell of Underterminet Significance (ASC-US) yaitu sel
skuamosa atipikal yang tidak dapat ditentukan secara signifikan. Sel skuamosa
adalah datar, tipis yang membentuk permukaan serviks.
b. Low-grade Squamous Intraephitelial Lesion (LSIL), yaitu tingkat rendah berarti perubahan dini dalam ukuran dan bentuk sel. Lesi mengacu pada daerah jaringan
abnormal, intaepitel berarti sel abnormal hanya terdapat pada permukaan lapisan
sel-sel.
c. High-grade Squamosa Intraepithelial (HSIL) berarti bahwa terdapat perubahan yang jelas dalam ukuran dan bentuk abnormal sel-sel (prakanker) yang terlihat berbeda dengan sel-sel normal.
b. Manfaat Pap’smear
Menurut Depkes RI (2007) Pap’smear dilakukan untuk mendeteksi dini kanker serviks dan sebagai uji penapisan untuk mendeteksi perubahan neoplastik.
Pulasan yang abnormal dapat dilakukan biopsy untuk mendapatkan jaringan untuk
pemeriksaan sitologi. Menurut, manfaat dari pemeriksaan Pap’smear adalah untuk mendeteksi dini tentang adanya radang pada rahim dan tingkat radangnya, adanya
rahim seperti : (a) mengetahui penyebab radang, (b) untuk menyelidiki infeksi-infeksi
tertentu dan penyakit yang disebarkan secara seksual, (c) untuk menentukan
penanganan dan pengobatan.
c. Bahan Pemeriksaan Sitologi Pap’smear
Bahan pemeriksaan terdiri atas sekret vagina, sekret servikal (eksoserviks),
sekret endo servikal, sekret endometrial, sekret fornik posterior. Tidak boleh melakukan Pap’smear pada saat menstruasi karena sel-sel darah merah mengaburkan sel-sel epitel pada pemeriksaan mikroskop (Depkes RI, 2007).
Tingkat keberhasilan Pap’smear dalam mendeteksi dini kanker rahim yaitu 65-95 %. Pap’smear hanya bisa dilakukan oleh ahli patologi atau si-toteknisi yang mampu melihat sel-sel kanker lewat mikroskop setelah objek glass berisi sel- sel
epitel leher rehim dikirim ke laboratorium oleh yang memeriksa baik dokter, bidan
maupun tenaga yang sudah terlatih (Depkes RI, 2007).
Pap’smear dapat dilakukan pada WUS yang sudah menikah atau yang sudah melakukan senggama. Sasarannya ditujukan kepada WUS dan wanita dengan faktor
risiko. Pap’smear dilakukan sekali setahun. Bila tiga kali hasil pemeriksaan normal,
pemeriksaan dapat dijarangkan, misalnya setiap dua tahun. Pada perempuan
kelompok risiko tinggi, pemeriksaan harus dilakukan sekali setahun atau sesuai
Waktu yang diperlukan untuk mengetahui hasil dari dilakukannya metode
Pap’smear berkisar antara 4 hari sampai 2 minggu tergantung jarak tempat dilakukannya pemeriksaan Pap’smear dan dari laboratorium pemeriksaan spesimen
lendir mulut rahim. Untuk mengetahui apakah hasilnya positif atau negatif maka
diperlukan tenaga khusus laboratorium yang dapat membaca hasil mikroskop. Jadi
selama rentan waktu itulah wanita pasangan usia subur mengalami kecemasan
terhadap hasil dari pemeriksaan Pap’smear (Manuaba, 2009).
2.5 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemeriksaan Pap’smear
Beberapa faktor yang memengaruhi masyarakat khususnya WUS dalam
melakukan pemeriksaan Pap’smear (yang dalam penelitian ini dianggap sebagai perilaku sehat) berdasarkan teori Anderson dalam Notoatmodjo (2010) tentang
pemanfaatan pelayanan kesehatan yang dikenal dengan “Anderson’s Behavioral model of Health Service Utilization”, yaitu dipengaruhi faktor predisposisi, pendukung dan faktor kebutuhan.
2.5.1 Faktor Predisposisi (PredisposingFactors)
Faktor predisposisi (predisposing factors) bahwa setiap individu memiliki kecenderungan yang berbeda untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan karena
adanya perbedaan–perbedaan karakteristik demografi, struktur sosial dan
kepercayaan tentang kesehatan yang akan menolongnya menyembuhkan penyakit.
digolongkan atas : (a) ciri demografi seperti umur, jenis kelamin, status perkawinan
dan jumlah keluarga, (b) struktur sosial, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan dan
kesukuan dan (c) sikap dan keyakinan individu terhadap pelayanan kesehatan.
Indikator ketiga faktor tersebut sangat luas sehingga dalam penelitian uraian secara
teoritis dibatasi pada faktor pengetahuan dan sikap sebagaimana permasalahan yang
telah dijelaskan pada BAB 1
a. Pengetahuan
Pengetahuan (Knowledge) adalah hasil tahu dari diri manusia yang sekedar menjawab pertanyaan “ What”, misalnya apa air, apa manusia, apa alam dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan adalah suatu yang diketahui menurut
Poerwadarminta dalam Notoatmodjo (2010). Menurut Poejawijatna dalam
Notoatmodjo (2010), menyebutkan pengetahuan akan membuat orang mampu
mengambil keputusan. Jadi, pengetahuan adalah suatu yang diketahui atau hasil tahu
dari diri manusia dan mampu menjawab pertanyaan sehingga seorang mampu
mengambil keputusan.
Macam-macam pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003) adalah :
1) Pengetahuan umum adalah segala sesuatu yang diketahui oleh seseorang secara
umum tanpa mengetahui seluk beluk yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya dan
2) Pengetahuan khusus adalah segala sesuatu yang diketahui oleh seseorang secara
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Cara mengidentifikasi
tingkat pengetahuan adalah sebagai berikut :
1) Mengenal (recognition) dan mengingat kembali (recall) diartikan sebagai kemampuan mengingat kembali suatu yang pernah diketahui sehingga bisa
memilih satu dari dua atau lebih jawaban.
2) Pemahaman (comprehension) merupakan suatu kemampuan untuk memahami tentang suatu obyek atau materi.
3) Penerapan (aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk menerapkan secara benar mengenai suatu hal yang diketahui dalam situasi yang sebenarnya.
4) Analisis (analysis) diartikan sebagai kemampuan untuk menyebarkan materi/obyek kedalam suatu struktur dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5) Sintesis (syntesis) diartikan sebagai kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis
adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi.
6) Evaluasi (evaluation) diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan penelitian suatu obyek/materi. Tingkat pengetahuan ini dapat di nilai dari tingkat
penguasaan individu atau seseorang terhadap suatu obyek atau materi.
Menurut Notoatmodjo (2003) menyebutkan ada 2 cara memperoleh
1) Cara tradisional atau non-ilmiah, terdiri dari
a) Cara coba-coba (Trial and Error). Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan tersebut tidak berhasil di coba kemungkinan yang
lain. Apabila kemungkinan kedua ini gagal di coba kemungkinan ketiga dan
seterusnya sampai masalah tersebut dapat dipecahkan. Itulah sebabnya cara ini
disebut metode trial (coba) and error (gagal/salah).
b) Cara kekuasaan atau otoritas. Pada cara ini prinsipnya adalah orang lain
menerima pendapat yang dikemukakan orang yang mempunyai otoritas tanpa
terlebih dahulu menguji atau membuktikan kebenarannya baik berdasarkan
empiris atau penalaran sendiri. Hal ini disebabkan karena orang yang menerima
pendapat tersebut menganggap bahwa apa yang dikemukakannya adalah sudah
benar.
c) Pengalaman pribadi. Pengalaman adalah guru yang baik demikianlah bunyi
pepatah, ini mengandung maksud bahwa pengalaman ini seperti cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahun. Oleh sebab itu, pengetahuan pribadinya
dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan.
d) Melalui jalan pikiran. Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia,
cara berpikir manusia pun ikut berkembang. Dalam memperoleh pengetahuan
manusia telah menggunakan jalan pikirannya.
2) Cara modern. Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada
dewasa ini lebih estimatis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut penelitian ilmiah atau
dimana media (alat mengirim pesan atau saluran pesan) adalah alat atau saluran
yang dipilih oleh sumber untuk menyampaikan pesan kepada sasaran. Salah satu
media massa adalah media massa yang meliputi: televisi, radio, koran, tabloid dan
film. Media massa sebagai salah satu sumber informasi juga memengaruhi
pengetahuan karena dengan sumber informasi atau bacaan yang berguna bagi
perluasan cakrawala pandang dan wawasan, dapat meningkatkan kemampuan
berpikir seseorang (Notoatmodjo, 2003).
b. Sikap
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu,
yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang atau
tidak senang, setuju atau tidak setuju, baik atau tidak baik, dan sebagainya).
Pandangan-pandangan atau perasaan yang berupa pernyataan positif maupun negatif
terhadap input, proses, dan output (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Allport dalam Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa sikap itu
mempunyai tiga komponen pokok : 1) Kepercayaan atau keyakinan (ide dan konsep
terhadap suatu objek). 2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
Secara teoritis, sikap merupakan : 1) belajar melakukan : Proses asosiasi yang
memerlukan sikap pengukuran kembali. 2) teori keseimbangan, model keseimbangan
dari rasa suka, kemungkinan 2 susunan struktur yang tidak seimbang cenderung
menjadi struktur yang seimbang melalui perubahan dalam satu unsur atau lebih,
perilaku nyatanya. 4) teori atribusi, orang bersikap dengan mempertimbangkan
kognisi dan efeksi suatu konasi dan psikomotor didalam kesadaran mereka.
Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat
berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut (Notoatmodjo, 2003) :
1) Menerima (receiving). Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang berikan (objek)
2) Merespon (responding). Memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena
dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang
diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang
menerima ide tersebut.
3) Menghargai (valving). Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4) Bertanggung jawab (responsible). Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.
2.5.2 Faktor Pendukung (EnablingFactors)
a. Sarana prasarana
Lingkungan fisik yang berupa alat dan bahan untuk pemeriksaan Pap’smear
serta ruangan khusus (tertutup) dan yang memadai untuk pemeriksaan Pap’smear
yang juga dilengkapi dengan meja ginekologi. Selain kuantitas (tersedia atau tidak)
dimana secara tidak langsung bisa menjadi tolak ukur dalam suatu pelayanan
kesehatan (Depkes RI, 2007).
b. Jarak tempuh ke pelayanan kesehatan
Jarak adalah angka yang menunjukkan seberapa jauh suatu benda berubah
posisi melalui suatu lintasan tertentu. Dalam fisika atau dalam pengertian sehari-hari,
jarak bisa berupa estimasi jarak fisik dari dua buah posisi berdasarkan kriteria
tertentu. Jarak tempuh pasien atau penerima pelayanan menjadi salah satu
pertimbangan untuk mencari fasilitas pelayanan kesehatan karena selain melibatkan
waktu tempuh ke fasilitas tersebut, juga melibatkan transportasi dan biaya yang
dibutuhkan. Pertimbangan tersebut akan menjadi sangat diperhitungkan apabila
tempat pelayanan kesehatan yang ada berada sangat jauh dari akses pelayanan
kesehatan dengan tingkat perekonomian penduduk yang rendah (Depkes RI, 2007).
c. Waktu tempuh ke pelayanan kesehatan
Besaran yang menunjukkan lamanya suatu peristiwa berlangsung. Waktu
termasuk besaran skala. Satuan waktu antara lain detik, menit, jam dan hari. Alat
yang digunakan untuk mengukur satuan waktu adalah arloji, stopwatch. Waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai fasilitas pelayanan kesehatan memengaruhi keinginan
seseorang untuk mencari dan mencapai fasilitas pelayanan kesehatan, tidak hanya
karena lamanya waktu yang dibutuhkan tetapi karena transportasi dan biaya yang
d. Tingkat Ekonomi
Tingkat status ekonomi adalah salah satu tingkatan atau strata sosial dalam
masyarakat, yang bisa dinilai dari rata-rata jumlah penghasilan atau pendapatan serta
jumlah harta benda yang dimiliki oleh seseorang. Tingkat ekonomi jika dilihat dari
jumlah penghasilan atau pendapatan dibagi menjadi tiga yaitu tingkat penghasilan
tinggi jika penghasilannya rata-rata ≥ Rp 5.000.000 perbulan dan rendah jika rata-rata
penghasilannya < Rp. 5.000.000,- perbulan (Badan Pusat Statistik RI, 2010).
Ekonomi adalah salah satu faktor yang sangat memengaruhi perilaku
masyarakat, apabila penghasilan masyarakat cukup maka mereka akan memenuhi
kebutuhan dengan maksimal dan sebaliknya apabila penghasilan masyarakat kurang,
maka mereka akan mengabaikan kebutuhannya termasuk dalam mencari pelayanan
kesehatan (Notoatmodjo, 2010).
Menurut Sarwono (1997) status sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi
seseorang dalam masyarakat, status sosial ekonomi adalah gambaran tentang keadaan
seseorang atau suatu masyarakat yang ditinjau dari segi sosial ekonomi, gambaran itu
seperti tingkat pendidikan, pendapatan dan sebagainya. Status ekonomi kemungkinan
besar merupakan pembentuk gaya hidup keluarga. menjelaskan bahwa status
ekonomi adalah kedudukan seseorang atau keluraga di masyarakat berdasarkan
pendapatan per bulan. Status ekonomi dapat dilihat dari pendapatan yang disesuaikan
e. Jumlah petugas kesehatan
Banyaknya petugas kesehatan yang berkompeten, yang memiliki sertifikat
pelatihan Pap’smear , dan mampu melakukan pemeriksaan Pap’smear dengan baik
sesuai dengan prosedur tetap. Salah satu kendala dalam pelaksanaan deteksi dini
kanker serviks adalah karena kurangnya SDM sebagai pelaku screening (deteksi dini). Target yang seharusnya dicapai adalah seluruh petugas kesehatan (paramedis
dan medis) mendapatkan pelatihan Pap’smear. Pada masing-masing puksesmas
terdapat koordinator atau pemegang program dengan tujuan untuk bertanggung jawab
dalam pelaksanaan program terkait, namun tentu saja hal tersebut harus didukung
oleh suatu kompetensi dan keahlian dari petugas itu sendiri. Kaitannya dengan
Pap’smear, di Puskesmas yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan tersebut adalah
seorang koordinator atau penanggungjawab dalam Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
Koordinator akan dibantu oleh tenaga kesehatan lainnya yang terkait dengan
pemeriksaan Pap’smear , dalam hal ini adalah bidan puskesmas (Depkes RI, 2007).
f. Sikap petugas kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2010) sikap menggambarkan suka atau tidak suka
terhadap obyek. Obyek sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang
paling dekat. Sikap bisa dibagi menjadi sikap positif dan sikap negatif. Sikap positif
adalah kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek
tertentu. Sikap negatif adalah kecenderungan untuk menjauhi, menghindari,
membenci dan tidak menyukai suatu obyek. Berhasil atau tidaknya suatu program
sendiri. Saat dinilai suatu program itu berjalan dengan baik maka yang mendapatkan
sorotan adalah sikap petugas kesehatan yang bertanggungjawab dalam bidangnya.
g. Perilaku petugas kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2010), perilaku tindakan atau perbuatan suatu
organisme yang dapat diamati atau bahkan dapat dipelajari. Perilaku dibagi menjadi
dua, yaitu perilaku pasif dan perilaku aktif. Perilaku pasif adalah respons interna yaitu
yang terjadi di dalam diri manusia dan secara tidak langsung dapat dilihat oleh orang
lain. Perilaku aktif adalah perilaku yang dapat dilihat atau diobservasi secara
langsung. Perilaku petugas kesehatan (medis dan paramedis) sangat terkait dengan
keberhasilan pelaksanaan suatu program, semakin aktif petugas kesehatan dalam
mensosialisasikan dan melaksanakan suatu program maka program terkait tentu saja
akan semakin baik atau semakin berhasil.
2.5.3 Faktor Kebutuhan (Need Factors)
Sesuai teori Anderson bahwa faktor ketiga yang memengaruhi pemanfaatan
pelayanan adalah faktor kebutuhan (need factors). pemanfaatan pelayanan dapat terwujud menjadi tindakan pencarian pengobatan apabila tindakan itu dirasakan
sebagai kebutuhan (Andersen dan Newman, 1973). Kebutuhan merupakan dasar dan
stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Kebutuhan pelayanan
kesehatan dapat dikategorikan menjadi :
b. Evaluate atau clinical diagnose, merupakan penilaian keadaan sakit didasarkan oleh penilaian atau pemeriksaan petugas kesehatan.
2.6 Landasan Teori
Berdasarkan uraian teori di atas, maka landasan teori penelitian ini adalah
mengacu kepada teori Andersen yang mengembangkan teori tentang pemanfaatan
pelayanan kesehatan (Andersen’s Behavioral Model of Health Service Utilization). Menurut Andersen keputusan untuk menggunakan pelayanan kesehatan itu
ada tiga komponen yaitu: predisposisi (pemungkin), enabling (pendukung), dan need. Komponen predisposisi terdiri dari tiga unsur yaitu: demografi, struktur sosial dan
kepercayaan kesehatan (pengetahuan dan sikap). Komponen enabling (pendukung) mempunyai dua unsur: sumber daya keluarga (penghasilan keluarga, kemampuan
membeli jasa pelayanan dan keikutsertaan dalam asuransi kesehatan), dan sumber
daya masyarakat (jumlah sarana pelayanan kesehatan, jumlah tenaga kesehatan, rasio
penduduk dan tenaga kesehatan, lokasi sarana kesehatan). Komponen need, merupakan komponen yang paling langsung berpengaruh terhadap pelayanan
kesehatan. Komponen ini diukur dengan derajat kebutuhan ibu rumah tangga untuk
perlu melakukan pemeriksaan Pap’smear, yaitu kebutuhan berdasarkan gejala kanker
serviks yang dirasakannya dan kebutuhan berdasarkan pemeriksaan petugas
kesehatan.
Berkaitan dengan pemeriksaan Pap’smear pada ibu rumah tangga sebagai
deteksi dini kanker serviks, faktor yang ditinjau dari beberapa faktor sebagaimana
Gambar 2.1 Landasan Teori Sumber : Anderson dalam Notoatmodjo (2005)
Predisposing Enabling Need
Demografic (Age, Sex)
Social Structure (Etnicity, Education, Occupation of Head Family) Health Belief
- Knowledge - Attitude
Family Resources
(Income, Health Assurance)
Community Resources
(Health facility and
personal)
Perceived (Symptoms
diagnose)
Evaluated (Clinical diagnose)
2.7 Kerangka Konsep
[image:53.612.110.525.147.321.2]Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Mengacu kepada teori Anderson bahwa pemeriksaan Pap’smear untuk deteksi dini kanker serviks sebagai bentuk pemanfaatan pelayanan kesehatan
dipengaruhi oleh berbagai faktor (seperti uraian landasan teori). Namun, sesuai hasil
survei pendahuluan diduga faktor pengetahuan dan sikap serta faktor lain
(confounding factors) yang memengaruhi pemeriksaan Pap’smear pada ibu rumah tangga, sehingga kerangka konsep penelitian sebagai acuan variabel difokuskan pada
aspek pengetahuan dan sikap serta faktor kebutuhan sebagai confounding factors, sedangkan faktor lain tidak dikaji atau tidak menjadi variabel penelitian sehingga
tidak dicantumkan dalam kerangka konsep.
PENGETAHUAN PELAKSANAAN PAP’SMEAR UNTUK
DETEKSI DINI KANKER SERVIKS PADA IBU RUAH TANGGA SIKAP
Confounding Factors KEBUTUHAN - Perceived/Symptoms Diagnose
(Persepsi/Gejala yang dirasakan)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain case control dengan alasan untuk mengetahui faktor risiko dan menilai seberapa besar peran faktor risiko terhadap
kejadian atau tindakan pemeriksaan Pap’smear. Tujuannya untuk menganalisis pengetahuan dan sikap ibu rumah tangga yang melakukan Pap’smear (kelompok kasus) dan yang tidak melakukan Pap’smear (kelompok kontrol) di wilayah kerja Puskesmas Petisah Kota Medan.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Petisah Kota Medan
dengan pertimbangan bahwa cakupan Pap’smear untuk deteksi kanker serviks pada ibu rumah tangga masih rendah (32,4%) karena terget program sebesar 80%.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai dari penyusunan proposal sampai seminar
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu rumah tangga yang
melaksanakan dan tidak melaksanakan Pap’smear yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Petisah Kota Medan.
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 2 kelompok, yaitu :
a. Sampel kasus adalah ibu rumah tangga yang berdomisili di wilayah kerja
Puskesmas Petisah dan melakukan pemeriksaan Pap’smear di Puskesmas Petisah.
b. Sampel kontrol adalah ibu rumah tangga yang berdomisili di wilayah kerja
Puskesmas Petisah dan tidak melakukan pemeriksaan Pap’smear di Puskesmas Petisah.
Dalam penelitian ini besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus
besar sampel untuk uji hipotesis data proporsi dua populasi sebagai berikut
(Madiyono, dkk, 2010) :
Keterangan:
n : Besar sampel
z1 - α/2 : Nilai Z pada taraf kemaknaan α =5% dua sisi (two tail) yaitu
sebesar 1,96
Z1 - ß : Nilai Z pada β = 20% = 0,84)
P1 : Proporsi faktor risiko pada yang tidak melaksanakan Pap’smear
P2 : Proporsi faktor risiko pada yang melaksanakan Pap’smear
Perhitungan sampel pada desain case control didasarkan pada variabel bebas seperti pada tabel berikut :
Tabel 3.1 Besar Sampel Penelitian
Variabel P1 P2 n1 n2 Referensi
Pengetahuan 0,472 0,205 49 49 Sitopu (2011)
Sikap 0,139 0,364 58 58 Sitopu (2011)
Berdasarkan perhitungan didapatkan besar sampel minimal dari perhitungan
sampel untuk sikap yaitu 58 orang. Besar sampel masing-masing kelompok kasus dan
kontrol adalah 58 orang sehingga besar sampel seluruhnya sebanyak 116 orang.
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1. Sampel ibu rumah tangga untuk kelompok kasus dengan teknik konsekutif
sampling, yaitu menetapkan sampel kasus pada ibu rumah tangga yang datang ke Puskesmas Petisah Kota Medan melakukan pemeriksaan Pap’smear sebelum saat dilakukan penelitian. Dengan syarat sebagai berikut :
- Syarat inklusi adalah : ibu rumah tangga yang berdomisili di wilayah kerja
bersedia diwawancarai dan bersedia menandatangani lembar