• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Gung Hulu Terhadap Debit Sungai Gung Kabupaten Tegal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Gung Hulu Terhadap Debit Sungai Gung Kabupaten Tegal"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

! " # ! !

$

" % & '()*+*+*',

-

$

.

.

$

/

(2)

-Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi pada:

Hari : Senin

Tanggal : 23 Mei 2011

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Drs. Purwadi Suhandini, SU. Rahma Hayati, S.Si, M.Si. NIP. 194711031975011001 NIP. 197206241998032003

Mengetahui: Ketua Jurusan Geografi

Drs. Apik Budi Santoso, M.Si. NIP. 196209041989011001

(3)

Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial , Universitas Negeri Semarang pada:

Hari : Senin

Tanggal : 30 Mei 2011

Penguji Skripsi

Dr. Dewi Liesnoor, M.Si. NIP. 196208111988032001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Drs. Purwadi Suhandini, SU. Rahma Hayati, S.Si, M.Si. NIP. 194711031975011001 NIP.197206241998032003

Mengetahui:

Dekan Fakultas Ilmu Sosial

Drs. Subagyo, M.Pd. NIP. 195108081980031003

(4)

1

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar6benar hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang , 23 Mei 2011

Khamid Wijaya

NIM. 3250404038

(5)

$ $

$ $2

"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar6benar berada dalam kerugian. Kecuali orang6orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan menetapi kesabaran" (Q.S. Al Ashr).

“Saya belajar selama saya hidup. Batu nisan akan menjadi ijazah saya. ” (Eartha Kitt).

!!

"

(6)

Segala Puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam atas segala rahmat dan hidayah6Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul 3

45

Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak akan dapat terselesaikan tanpa ada bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan segenap kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si., Rektor Universitas Negeri Semarang.

2. Drs. Subagyo, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.

3. Drs. Purwadi Suhandini, SU., Dosen pembimbing I yang dengan penuh tanggung jawab dan kesabaran memberikan arahan dan bimbingannya.

4. Rahma Hayati, S.Si, M.Si., Dosen pembimbing II yang dengan penuh tanggung jawab dan kesabaran memberikan arahan dan bimbingannya.

5. Dr. Dewi Liesnoor, M.Si., Dosen Penguji Skripsi, terimakasih atas arahan dan bimbingannya.

6. Drs. Apik Budi Santoso, M.Si., Ketua Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang yang penuh perhatian memberikan motivasi dan semangat.

(7)

7. Staf pengajar di Jurusan Geografi, terimakasih atas ilmu yang telah diberikan selama ini.

8. Karyawan dan Staf Tata Usaha Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang, terimakasih atas kerjasamanya.

9. BAPPEDA Kabupaten Tegal, terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya. 10. Teman6teman Jurusan Geografi angkatan 2004

11. Semua pihak yang tidak bisa penulis sampaikan satu per satu, terimakasih atas bantuan dan dukungannya.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kelemahan dan kekurangan, walaupun demikian penulis berharap kritik dan saran, agar hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi masyarakat.

Semarang, 23 Mei 2011

Penulis

(8)

% & 6 "5 2011. untuk keperluan hidup masyarakat yang ada di wilayah Kabupaten Tegal. Lokasi penelitian berada di daerah aliran sungai Gung Hulu. Obyek penelitian berupa Daerah Aliran Sungai (DAS), dimana kajian meliputi penggunaan lahan yang menjadi salah satu parameter penentu keberadaan rasio debit pada DAS Gung Hulu. Berdasarkan sudut pandang hidrologi, perubahan penggunaan dapat mempengaruhi debit suatu sungai. Kegiatan tata guna lahan yang bersifat merubah tipe atau jenis penutup lahan dalam suatu DAS sering kali dapat memperbesar atau memperkecil hasil air ! Data debit atau aliran sungai merupakan informasi yang paling penting bagi pengelolaan sumber daya air. Debit rata6rata tahunan dapat memberikan gambaran potensi sumber daya air yang dapat dimanfaatkan dari suatu daerah aliran sungai.

Berdasarkan permasalahan di atas, permasalahan dalam penelitian ini adalah berapa besar pengaruh perubahan penggunaan lahan (vegetasi alami dan buatan menjadi terbangun) di DAS Gung Hulu terhadap debit Sungai Gung di Kabupaten Tegal selama 11 tahun. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui luas perubahan penggunaan lahan kawasan vegetasi menjadi kawasan terbangun di DAS Gung Hulu, perubahan rasio debit yang terjadi pada DAS Gung Hulu, dan dampak antara perubahan penggunaan lahan dengan debit Sungai Gung. Variabel dalam penelitian ini adalah luas penggunaan lahan, dengan indikator luas penggunaan lahan tahun 1996 dan luas penggunaan lahan tahun 2007, debit aliran sungai, variabel dampak ditambah variabel curah hujan. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu metode dokumentasi, metode observasi, metode wawancara. Metode untuk menganalisis menggunakan metode analisa SIG dengan menggunakan teknik tumpang susun (overley) peta, dan metode rasio debit.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, penggunaan lahan DAS Gung hulu tahun 1996 dan 2007 mengalami alih fungsi lahan sebanyak 38 macam dengan luas mencapai 2528,118 Ha atau 25,28 Km2 (21,10 %) dari total luas DAS. Jenis penggunaan lahan yang mengalami perubahan terbesar adalah sawah, berkurang

(9)

449,688 Ha. Sedangkan untuk perubahan penggunaan lahan kawasan vegetasi menjadi terbangun, terjadi perubahan sebesar 351,547 Ha atau 3,51 Km², bentuk perubahan sawah menjadi pemukiman merupakan perubahan yang paling besar, mencapai 168,705 Ha. Dari hasil analisis rasio debit, nilai KRS berfluktuasi antara 4,75 sampai 39,18 termasuk dalam keadaan baik. Dalam 11 tahun nilai KRS sebesar 47,71 menandakan mendekati angka kritis.

Simpulan yang didapat adalah luas perubahan penggunaan lahan kawasan vegetasi menjadi kawasan terbangun atau pemukiman di DAS Gung Hulu mencapai 351,547 Ha atau 3,51 Km² (13,91 %) dari total luas perubahan penggunaan lahan DAS Gung Hulu. Rasio debit tiap tahun berfluktuasai, nilai KRS antara 4,75 sampai 39,18. Secara hidrologis DAS gung Hulu masih dalam keadaan baik, tetapi statusnya mendekati tingkat kritis. Perubahan penggunaan lahan tidak menyebabkan peningkatan debit sungai, dampak perubahan penggunaan lahan terhadap debit tidak terlalu signifikan. Saran yang dikemukakan adalah perlunya merapatkan jumlah vegetasi di sekitar permukiman penduduk, meningkatkan fungsi lahan kosong dan lahan miring sebagai kawasan konservasi dengan menambah jumlah vegetasi di DAS Gung Hulu, peningkatan perhatian dari pemda maupun dinas terkait yang berkaitan dengan bidang hidrologi, perlunya penelitian lebih lanjut tentang pengelolaan DAS.

(10)

.

HALAMAN JUDUL ...i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

HALAMAN PERNYATAAN. ...iv

MOTO DAN PERSEMBAHAN ...v

PRAKATA. ...vi

SARI ...viii

DAFTAR ISI ...x

DAFTAR TABEL ...xiii

DAFTAR GAMBAR. ...xiv

DAFTAR LAMPIRAN ...xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1

B. Rumusan Masalah ...5

C. Penegasan Istilah ...5

D. Tujuan Penelitian ...9

E. Manfaat Penelitian ...9

F. Sitematika Skripsi ...9

BAB II. LANDASAN TEORI A. Ekosistem DAS ...11

B. Daur Hidrologi ...13

(11)

C. Penggunaan Lahan ...16

a. Letak dan Luas Daerah DAS Gung Hulu. ...31

b. Hidrologi . ...33

a. Penggunaan Lahan DAS Gung Hulu Tahun 1996 ...60

b. Penggunaan Lahan DAS gung Hulu Tahun 2007 ...64

c. Perubahan Penggunaan Lahan DAS Gung Hulu ...68

3. Rasio Debit ...75

4. Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Debit… ...77

B. Pembahasan ...79

(12)

BAB V. PENUTUP

A. Simpulan. ...83

B. Saran. ...83

DAFTAR PUSTAKA. ...85

LAMPIRAN ... 87

(13)

.

3.1. Klasifikasi Nilai KRS...26

4.1. Penentuan Tipe Iklim Indonesia Berdasarkan Klasifikasi Schmidt dan Ferguson ... 46

4.2. Curah Hujan Stasiun Kemaron DAS Gung Hulu 1996 6 2007 ... 47

4.3. Curah Hujan Stasiun Bumijawa DAS Gung Hulu 1996 – 2007 ... 48

4.4. Curah Hujan Stasiun Bojong DAS Gung Hulu 1996 – 2007.. ... 48

4.5. Curah Hujan Stasiun Danawarih DAS Gung Hulu 1996 – 2007... 49

4.6. Rata6rata Curah Hujan Wilayah DAS Gung Hulu Tahun 1996–2007 ... 49

4.7. Jumlah Penduduk di DAS Gung Hulu Tahun 1996 dan 2007 ... 58

4.8. Kepadatan Penduduk DAS Gung Hulu Tahun 1996 dan 2007.. ... 59

4.9. Penggunaan Lahan DAS Gung Hulu Tahun 1996... ... 60

4.10. Penggunaan Lahan DAS Gung Hulu Tahun 2007 ... 68

4.11. Perubahan Penggunaan Lahan DAS Gung Hulu Tahun 1996 dan 2007 ... 69

4.12. Bentuk Perubahan Penggunaan Lahan DAS Gung Hulu Tahun 1996 dan 2007 ... 72

4.13. Klasifikasi Nilai KRS ... 75

4.14. Nilai KRS Sungai Gung Hulu tahun 1994 – 2008... 76

(14)

.

2.1. Daur Hidrologi ... 14

3.1. Diagram Alir Penelitian ... 30

4.1. Peta Administrasi DAS Gung Hulu Kabupaten Tegal ... 32

4.2 Peta Pola Aliran DAS Gung Hulu Kabupaten Tegal ... 35

4.3. Peta Kemiringan Lereng DAS Gung Hulu Kabupaten Tegal ... 37

4.4. Peta Jenis Tanah DAS Gung Hulu Kabupaten Tegal ... 41

4.5 Peta Polygon Thiesen DAS Gung Hulu Kabupaten Tegal. ... 50

4.6. Peta Geomorfologi DAS Gung Hulu Kabupaten Tegal ... 56

4.7. Peta Penggunaan Lahan DAS Gung Hulu Tahun 1996.. ... 61

4.8. Peta Penggunaan Lahan DAS Gung Hulu Tahun 2007 ... 67

4.9. Peta Perubahan Penggunaan Lahan DAS Gung Hulu ... 73

(15)

.

Lampiran 1. Data Debit Bendung Danawarih Tahun 1996 6 2007...88

Lampiran 2. Perhitungan Nilai Q Rata6rata pada 4 Stasiun Hujan ...100

Lampiran 3. Uji Ketelitian Interpretasi Penggunaan Lahan...101

Lampiran 4. Foto6foto Daerah Penelitian...105

Lampiran 5. Rasio Debit Sungai Gung Hulu tahun 1990 6 2008...110

Lampiran 6. Analisis Regresi Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Rasio Debit dengan Metode Enter Program " # $ %& '...111

(16)

melepaskan diri dari alam dan akan selalu tergantung pada lingkungan alamnya. Dengan dasar pembangunan mandiri dan keterbatasan sumber dana dari pusat, maka setiap kabupaten atau kota akan berusaha untuk menaikkan PADnya, dengan memanfaatkan sumber daya alamnya. Dari fakta yang ada, tampak sumber daya air masih belum mendapat perlindungan yang maksimal untuk menghindari terjadinya kekurangan air. Terjadinya pencemaran beberapa sumber air, penggundulan yang menyebabkan erosi tanah, banjir serta terganggunya fungsi penyerapan air, kegiatan pertanian yang mengabaikan kelestarian lingkungan, berubahnya fungsi tangkapan air, serta distribusi air yang tidak merata menunjukkan bahwa perhatian terhadap pelestarian sumber daya ini perlu secara total ditingkatkan (Kodoatie dan Sugiyanto, 2002:50).

Kegiatan tata guna lahan yang bersifat merubah tipe atau jenis penutup lahan dalam suatu DAS sering kali dapat memperbesar atau memperkecil hasil air !. Pada batas6batas tertentu, kegiatan ini juga dapat mempengaruhi status kualitas air. Perubahan dari satu jenis vegetasi ke jenis vegetasi yang lain adalah umum dalam pengelolaan DAS

(17)

atau pengelolaan sumber daya alam. Terjadinya perubahan tata guna lahan dan jenis vegetasi tersebut, dalam skala besar dan bersifat permanen, dapat mempengaruhi besar kecilnya hasil air (Asdak, 2002:429). Data debit atau aliran sungai merupakan informasi yang paling penting bagi pengelolaan sumber daya air. Debit puncak (banjir) diperlukan untuk merancang bangunan pengendali banjir. Sementara data debit aliran kecil diperlukan untuk perencanaan alokasi (pemanfaatan) air untuk berbagai macam keperluan, terutama pada musim kemarau panjang. Debit rata6rata tahunan dapat memberikan gambaran potensi sumber daya air yang dapat dimanfaatkan dari suatu daerah aliran sungai (Asdak, 2002:190).

Kabupaten Tegal dalam bidang ekonomi mengandalkan tiga sektor untuk meningkatkan PAD, yaitu PERTIWI (pertanian, industri dan pariwisata). Sektor pertanian, terutama padi maupun kebun sayur dan buah terpusat di Kecamatan Bojong dan Bumijawa, yang merupakan bagian dari DAS Gung Hulu. Obyek Wisata Guci, merupakan obyek wisata di Kabupaten Tegal yang paling ramai di kunjungi wisatawan juga terdapat di wilayah DAS Gung Hulu. Dengan semakin bertambahnya jumlah hasil pertanian dan semakin meningkatnya jumlah kunjungan wisata di OW Guci, akan diikuti dengan berubahnya fungsi lahan di daerah tersebut untuk pengembangan.

(18)

Lebaksiu hingga Kelurahan Procot, Kecamatan Slawi dimasukkan sebagai daerah bergaris merah oleh DLHKP. Artinya kerusakan akibat arusnya sudah sangat parah. Sungai Gung paling rawan banjir karena daerah alirannya cukup panjang dan lebar serta kedalaman diatas sungai yang lain (Radar Tegal, 28 Februari 2008). DAS Gung Hulu termasuk bagian dari DAS Gung yang merupakan DAS terluas di Kabupaten Tegal, dengan luas wilayah 119,82 Km2. Areal lahan di DAS Gung Hulu memiliki peranan yang sangat besar terhadap sistem tata air yang ada, yang mana sistem tata air ini memegang peranan vital bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya. DAS Gung Hulu secara administratif berada di wilayah Kabupaten Tegal. Desa yang masuk dalam wilayah DAS Gung Hulu sebanyak 29 desa di 4 kecamatan. Jumlah penduduk yang bermukim di daerah aliran sungai Gung Hulu selama tahun 1996 – 2007 mengalami peningkatan sebanyak 18.461 jiwa.

(19)

Akhir6akhir ini pemukiman dan penggundulan hutan makin meluas. Pengembangan perumahan terjadi di Desa Bojong dan Desa Bumijawa yang merupakan ibu kota kecamatan. Pengermbangan sektor wisata juga meningkat, terutama di kawasan objek wisata Guci. Banyak villa baru didirikan, hotel melati maupun penginapan bertambah. Bahkan pada tahun 2008 sudah didirikan wahana outbond, yang tentunya telah mengorbankan lahan bervegetasi. Penggundulan hutan terjadi di Desa Guci Kecamatan Bumijawa dan Desa Cikura Kecamatan Bojong, Kecamatan Jatinegara juga tak luput dari praktek penggundulan hutan.

Fungsi suatu DAS merupakan fungsi gabungan yang dilakukan oleh seluruh faktor yang ada pada DAS tersebut, yaitu vegetasi, bentuk wilayah (topografi), tanah dan manusia. Apabila fungsi dari suatu DAS terganggu, maka sistem hidrologis akan terganggu, penangkapan curah hujan, resapan dan penyimpanan airnya menjadi sangat berkurang atau sistem penyalurannya menjadi boros. Kejadian tersebut akan menyebabkan melimpahnya air pada musim hujan dan sebaliknya sangat minimumnya air pada musim kemarau. Hal ini membuat fluktuasi debit sungai antara musim kemarau dan musim hujan berbeda tajam. Jadi jika fluktuasi debit sungai sangat tajam, berarti bahwa fungsi DAS tidak bekeja dengan baik, apabila hal ini terjadi berarti bahwa kualitas DAS tersebut adalah rendah (Suripin, 2004:186).

Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian ini diberi judul

3 8 " "

(20)

tentang dampak berubahnya penggunaan lahan terhadap perubahan debit aliran di DAS Gung Hulu.

5 ! !

Permasalahan dalam penelitian ini adalah “Berapa besar dampak perubahan penggunaan lahan (vegetasi alami dan buatan menjadi terbangun) di DAS Gung Hulu terhadap debit aliran Sungai Gung di Kabupaten Tegal selama 11 tahun?”.

95 ! !

1. Dampak

Dampak adalah pengaruh kuat yang mendatangkan akibat, baik positif maupun negatif (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007:234). Arti dampak dalam penelitian ini adalah akibat yang di timbulkan dari bentuk perubahan penggunaan lahan terhadap debit sungai di DAS Gung Hulu. 2. Perubahan

Perubahan adalah proses transformasi suatu benda, wilayah atau sesuatu hal yang diakibatkan oleh sesuatu hal (Poerwadarminta, 1991:116). Perubahan dalam penelitian ini adalah perubahan debit Sungai Gung oleh karena perubahan penggunaan lahan di DAS Gung Hulu.

3. Penggunaan Lahan

(21)

manusia. Dalam hal ini lahan mempunyai arti ruang atau tempat (Jamulya dan Sunarto dalam Purnomo, 2000:1)

Penggunaan lahan ( ) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materiil maupun spiritual. Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian (Arsyad,1989:207).

Perubahan penggunaan lahan merupakan proses berubahnya penggunaan lahan dari pertanian ke penggunaan lahan non pertanian atau perkotaan. Perubahan penggunaan lahan dapat bersifat sementara. Jika lahan sawah beririgasi teknis berubah menjadi kawasan permukiman atau industri, maka perubahan penggunaan ini bersifat permanen. Akan tetapi, jika sawah tersebut berubah menjadi perkebunan tebu, maka perubahan penggunaan lahan tersebut bersifat sementara, karena pada tahun6tahun berikutnya dapat dijadikan sawah kembali. Perubahan penggunaan lahan permanen biasanya lebih besar dampaknya dari pada perubahan penggunaan lahan sementara (Zilkifli dalam Anam, 2008:5).

4. Daerah Aliran Sungai

(22)

tersebut akan ditampung oleh punggung gunung tersebut dan dialirkan melalui sungai6sungai kecil (Asdak, 1995:4).

Menurut kamus Webster, DAS adalah suatu daerah yang dibatasi oleh pemisah topografi, yang menerima hujan, menampung, menyimpan dan mengalirkan ke sungai dan seterusnya ke danau atau ke laut. DAS merupakan suatu ekosistem dimana didalamnya terjadi suatu proses interaksi antara faktor6faktor biotik, non biotik dan manusia. Sebagai suatu ekosistem, maka setiap ada masukan ( ) ke dalamnya, proses yang terjadi dan berlangsung didalamnya dapat di evaluasi berdasarkan keluaran ! dari ekosistem tersebut. Komponen masukan dalam ekosistem

DAS adalah curah hujan, sedangkan keluaran terdiri dari debit air, muatan sedimen dan unsur hara. Komponen6komponen DAS yang berupa vegetasi, tanah dan saluran/sungai dalam hal ini bertindak sebagai

(Supirin, 2004:183). 5. Debit

(23)

waktu, dalam satuan m³/detik (Dephut, 2009:4). Rasio debit merupakan perbandingan antara debit maksimum dan minimum atau dikenal dengan (KRS) koefisien regim sungai (Dephut, 2009:17). Pengertian debit juga dapat dibagi menjadi debit harian, debit bulanan dan debit tahunan. Debit tahunan adalah suatu angka yang menunjukkan rata6rata debit suatu sungai dalam jangka waktu satu tahun dalam satuan (m³/dt) (Asdak, 2002:195), begitu juga dengan pengertian debit bulanan dan debit tahunan. Dalam penelitian ini debit yang dihitung adalah rasio debit.

6. Sungai

Sungai adalah air yang besar, buatan alam, bermuara ke laut atau danau dan biasanya anak6anak sungai bermuara di sepanjang alirannya. Ada 3 tipe sungai berdasarkan konstansi alirannya :

a. Mengalir sepanjang waktu !

b. Mengalir hampir sepanjang waktu, kecuali pada musim kering luar biasa, penguapan/peresapan melampaui aliran yang diperlukan ( , terputus6putus).

c. Mengalir dalam waktu singkat, yakni hanya pada waktu turun hujan atau periode hancur salju ! (Mustofa dan Sektiyawan, 2007 : 426)

(24)

5

Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Perubahan penggunaan lahan kawasan vegetasi menjadi kawasan terbangun di DAS Gung Hulu dari tahun 1996 sampai 2007.

2. Rasio debit Sungai Gung tahun 1996 sampai 2007 pada DAS Gung Hulu. 3. Dampak perubahan penggunaan lahan terhadap debit Sungai Gung.

5 :

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Untuk perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang Hidrologi dan Konservasi Tanah dan Air.

2. Sebagai pertimbangan pemerintah daerah, khususnya Kabupaten Tegal dalam kebijakan penentuan arah pembangunan daerah.

.5 ! !

Hasil penelitian ini disusun dengan menggunakan sistematika skripsi yang terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal skripsi, bagian isi skripsi dan bagian akhir skripsi.

(25)

Bagian isi skripsi terdiri atas lima bagian yang dapat diperinci sebagai berikut :

BAB I. PENDAHULUAN. Berisi latar belakang, rumusan masalah, penegasan istilah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika skripsi.

BAB II. LANDASAN TEORI. Berisi kajian secara teoritis mengenai masalah yang dibahas dalam penelitian meliputi pengertian ekosistem DAS, daur hidrologi, penggunaan lahan, dan debit aliran.

BAB III. METODE PENELITIAN. Memuat metode dalam penelitian, meliputi; obyek penelitian, variabel penelitian, jenis6jenis data, metode, alat dan bahan, teknik analisis data serta langkah6langkah penelitian.

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Memuat penjelasan mengenai kondisi umum daerah penelitian, meliputi; letak dan luas, hidrologi, topografi, tanah, iklim, geomorfologi, penduduk. Penggunaan lahan, meliputi; penggunaan lahan tahun 1996, penggunaan lahan tahun 2007 dan perubahan penggunaan lahan. Rasio debit dan dampak antara perubahan penggunaan lahan terhadap debit serta pembahasannya.

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN, berisi tentang simpulan dan saran dari hasil penelitian.

(26)

$

5 ! !

Ekosistem DAS merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap DAS. Aktifitas dalam DAS yang menyebabkan perubahan ekosistem, misalnya perubahan tata guna lahan, khususnya di daerah hulu dapat memberikan dampak pada daerah hilir berupa perubahan fluktuasi debit air dan kandungan sedimen serta material terlarut lainnya. Adanya keterkaitan antara masukan dan keluaran pada suatu DAS ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk menganalisis dampak suatu tindakan atau aktifitas pembangunan di dalam DAS terhadap lingkungannya, khususnya hidrologi.

Nilai tingkat kualitas suatu DAS atau sub6DAS, dapat diukur dari dua parameter yang secara teoritis dan praktis dapat dianalisa untuk digunakan. Parameter tersebut adalah tingkat erosi yang alami, dalam hal ini sedimen, dan fluktuasi debit sungai yang mengalir dalam beberapa kodisi curah hujan yang berbeda. Kedua perameter diatas, merupakan gambaran dari ekosistem dan karakteristik suatu DAS. Ekosistem dalam hal ini adalah suatu interaksi antara faktor6faktor sumber daya biotik, nonbiotik dan sumber daya manusia dalam DAS (Suripin, 2004:185).

Suatu DAS adalah daerah yang dianggap sebagai wilayah dari suatu titik tertentu pada suatu sungai dan dipisahkan dari DAS6DAS di sebelahnya

(27)

oleh pembagi ) !atau punggung bukit/gunung dapat di telusuri pada peta topografi (Linsley dan Franzini, 1994:10).

Manusia adalah salah satu komponen yang penting. Sebagai komponen yang dinamis, manusia dalam menjalankan aktifitasnya seringkali mengabaikan dampak pada salah satu komponen lingkungannya dan dengan demikian, mempengaruhi ekosistem secara keseluruhan.

Dalam mempelajari ekosistem DAS, daerah aliran sungai biasanya di bagi menjadi daerah hulu, tengah dan hilir. Secara biogeofisik, daerah hulu DAS dicirikan oleh hal6hal sebagai berikut; merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi, merupakan daerah dengan kemiringan lereng besar (lebih besar dari 15%), bukan merupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase, dan jenis vegetasi umumnya merupakan tegakan hutan. Ekosistem DAS hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS. Perlindungan ini antara lain dari segi tata air.

(28)

5 "

Secara keseluruhan jumlah air di planet bumi ini relatif tetap dari masa ke masa. Air di bumi mengalami suatu siklus melalui serangkaian peristiwa yang berlangsung terus6menerus, dimana kita tidak tahu kapan dan dari mana berawalnya dan kapan pula akan berakhir. Serangkaian peristiwa tersebut dinamakan siklus hidrologi ( ( ( ( ! (Supirin, 2004:134).

Persediaan air segar dunia hampir seluruhnya didapatkan dalam bentuk hujan sebagai hasil dari penguapan air laut. Proses6proses yang tercakup dalam peralihan uap lengas dari laut ke daratan dan kembali ke laut lagi membentuk apa yang dinamakan daur hidrologi (Linsley dan Franzini, 1994:9). Daur atau siklus hidrologi adalah gerakan air ke udara, kemudian jatuh kepermukaan tanah, dan akhirnya mengalir ke laut kembali (Soemarto, 1999:2).

Daur hidrologi secara alamiah dapat di tunjukkan seperti terlihat pada gambar 2.1, yaitu menunjukkan gerakan air dipermukaan bumi. Selama berlangsungnya daur hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang tidak pernah berhenti tersebut, air tersebut akan tertahan (sementara) di sungai, danau/waduk dan dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia atau makhluk hidup lainnya.

(29)

evaporasi akan terbawa oleh angin melintasi daratan yang bergunung maupun datar dan apabila keadaan atmosfer memungkinkan, sebagian dari uap air tersebut akan terkondensasi dan turun sebagai hujan.

Gambar 2.1. Daur Hidrologi (Sumber: Asdak, 2002:9)

Sebelum mencapai permukaan tanah air hujan tersebut akan tertahan oleh tajuk vegetasi. Sebagian dari air hujan tersebut akan tersimpan di permukaan tajuk/daun selama proses pembasahan tajuk, dan sebagian lainnya akan jatuh ke atas permukaan tanah melalui sela6sela daun " ! atau mengalir ke bawah permukaan batang pohon " !. Sebagian air hujan tidak akan pernah sampai dipermukaan tanah, melainkan terevaporasi kembali ke atmosfer (dari tajuk dan batang) selama dan setelah berlangsungnya hujan ( !.

(30)

cekungan permukaan tanah " ( ! untuk kemudian mengalir diatas permukaan tanah ketempat yang lebih rendah ""!, untuk selanjutnya masuk kedalam sungai. Air infiltrasi akan tertahan didalam tanah oleh gaya kapiler yang selanjutnya akan membentuk kelembaban tanah. Apabila tingkat kelembaban air tanah telah cukup jenuh maka air hujan yang baru masuk ke dalam tanah akan bergerak vertikal ke tanah yang lebih dalam dan menjadi bagian dari air tanah !. Air tanah tersebut, terutama pada musim kemarau, akan mengalir pelan6pelan ke sungai, danau atau tempat penampungan air alamiah lainnya " !.

Tidak semua air infiltrasi (air tanah) mengalir ke sungai atau tampungan air lainnya, melainkan ada sebagian air infiltrasi yang tetap tinggal dalam lapisan tanah bagian atas ! untuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfer melalui permukaan tanah ) ! dan melalui permukaan tajuk vegetasi !.

Dengan menelaah konsep daur hidrologi secara lebih luas, maka pengertian istilah daur lalu dapat digunakan sebagai konsep kerja untuk analisis dari berbagai permasalahan, misalnya dalam perencanaan dan evaluasi pengelolaan DAS.

(31)

95

Lahan menurut FAO diartikan sebagai suatu wilayah permukaan bumi yang mempunyai sifat6sifat biosfer secara vertikal diatas maupun di bawah wilayah tersebut termasuk atmosfer, tanah, geologi, geomorfologi, hidrologi, vegetasi, dan binatang, serta hasil aktifitas manusia dimasa lampau maupun masa sekarang dan perluasan sifat6sifatnya tersebut mempunyai pengaruh terhadap penggunaan lahan oleh manusia disaat sekarang maupun dimasa yang akan datang (Arsyad, 1989:207).

Lahan adalah suatu daerah di permukaan bumi dengan sifat6sifat tertentu seperti iklim, struktur batuan, bentuk6bentuk lahan, proses pembentukkan lahan, tanah, air, vegetasi dan penggunaan lahan (Mangunsukarjo dalam Purnomo, 2000:1). Penggunaan lahan ( ) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materil maupun spiritual (Arsyad, 1989:207).

(32)

Dengan demikian aliran hujan akan mudah terkumpul kehilir sungai6sungai yang akhirnya dapat menyebabkan banjir yang tidak terjadi pada keadaan sebelumnya (Liesnoor, 1995:25).

Penggunaan lahan menurut Arsyad, dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan dalam garis besar kedalam macam penggunaan lahan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditi yang diusahakan, dimanfaatkan atau yang terdapat di atas lahan tersebut. Berdasarkan hal ini dikenal macam penggunaan lahan seperti tegalan, sawah, perkebunan, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung, padang alang6alang, dan sebagainya. Sedangkan penggunaan lahan non pertanian dapat dibedakan ke dalam penggunaan kota atau desa (permukiman), industri, rekreasi, pertambangan dan sebagainya (Arsyad, 1989:207).

(33)

yaitu: tanah terbuka, semak dan belukar, tegalan tanpa teras dan tegalan dengan teras, sawah tadah hujan dan sawah irigasi, permukiman dan jalan aspal/jalan tanah/jalan batu/jalan, hutan, perkebunan dan kebun campuran.

Memahami hubungan antara penggunaan lahan dan aliran air ke

daerah hilir memiliki arti yang sangat penting karena permintaan air bagi

produksi pertanian, industri dan kebutuhan domestik terus meningkat,

sementara suplai tetap. Dalam banyak kasus, kekhawatiran akan dampak

penggundulan hutan pada kualitas, kuantitas dan keteraturan aliran air dari

hulu, merupakan dasar diterapkannya aturan penggunaan lahan. Suatu aturan

penggunaan lahan seringkali mengakibatkan makin terbatasnya kesempatan

masyarakat hulu untuk hidup sesuai dengan cara yang mereka inginkan atau

anggap cocok.

5 8

(34)

Debit sungai akan selalu berubah setiap saat sehingga untuk mengkuantitatifkannya diperlukan angka tertentu. Angka debit sekian m³/detik menunjukkan debit sesaat pada suatu pos pengukur debit. Angka yang bervariasi tersebut dapat di sajikan secara grafik yang disebut " Hidrograf adalah penyajian secara grafik variasi atau keragaman debit menurut waktu. Dari hidrograf tersebut kita dapat mengetahui berapa besar volume air yang melalui pos pengukur debit dalam satuan waktu tertentu (Soemarto, 1999:52).

Debit tahunan adalah suatu angka yang menunjukkan rata6rata debit suatu sungai dalam jangka waktu satu tahun dalam satuan (m³/dt). Nilai ini diperoleh dari hasil bagi antara debit bulanan dalam waktu satu tahun di bagi jumlah bulan dalam satu tahun. Faktor6faktor yang mempengaruhi fluktuasi jumlah debit dalam satu tahun selama jangka waktu yang lama sangat beragam. Diantaranya; curah hujan, perubahan tata guna lahan dan penutup lahan di DAS yang bersangkutan, faktor fisik tanah dan batuan disekitar sungai, banyaknya vegetasi penutup terutama hutan, bentuk dan kemiringan DAS, panjang sungai, luasan DAS, serta yang tidak kalah penting adalah faktor manusia dan aktivitasnya di DAS tersebut. Semuanya ini sangat berpengaruh dalam ekosistem DAS.

(35)

1) Pengukuran volume air sungai.

2) Pengukuran debit dengan cara mengukur kecepatan aliran dan menentukan luas penampang melintang sungai.

3) Pengukuran debit dengan menggunakan bahan kimia (pewarna) yang dialirkan dalam aliran sungai ( ( !.

4) Pengukuran debit dengan membuat bangunan pengukur debit seperti (aliran air lambat) atau " (aliran air cepat).

Pengukuran debit yang umum dan paling banyak dipraktekkan pada aliran sungai menggunakan kategori kedua, yaitu dengan bantuan (

atau sering dikenal sebagai pengukuran debit melalui pendekatan ) ( * . Besarnya debit dihitung dengan menggunakan persamaan :

Q = A.V Keterangan

Q = Debit aliran

A = Luas penampang melintang (m²) V = Kecepatan aliran (m/dt)

(36)

$

5 $8&

Obyek penelitian berupa Daerah Aliran Sungai (DAS), dimana kajian meliputi kondisi penggunaan lahan yang menjadi parameter fluktuasi debit aliran sungai pada DAS Gung Hulu.

5 / 8

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

1. Perubahan penggunaan lahan, yaitu penggunaan lahan tahun 1996 dan tahun 2007. Pengelompokan unit6unit penggunaan lahan yang digunakan disini adalah dari Mallingreau dan Rosalia yang terdiri dari; laut, danau, tambak, sungai, irigasi, pertanian, hutan, perkebunan, semak, lahan kritis, lahan pantai, singkapan batuan, lava lahar, gosong pantai, permukiman/kota,kampung/desa,bandara,jaringantransportasi/komunikasi, rekreasi. Dalam penelitian ini lebih di persempit lagi menjadi tujuh jenis penggunaan lahan, yaitu: hutan, kebun campuran, sawah, tegalan, tanah kosong, semak/belukar dan permukiman. Untuk menentukan jenis6jenis penggunaan lahan ditentukan dengan cara interpretasi citra melalui unsur6 unsur interpretasi citra. Penggunaan lahan didapat dengan cara interpretasi dan digitasi citra Landsat TM 7, citra Quickbird serta peta Rupa Bumi Indonesia.

(37)

2. Debit, dalam penelitian ini ditekankan pada nilai rasio debit maksimum dan minimum dalam satu tahun (KRS). Dalam penelitian ini debit yang dianalisis adalah debit selama 11 tahun, dari tahun 1996 sampai 2007. 3. Curah hujan, curah hujan yang dimaksud adalah rata6rata curah hujan

tahunan di empat stasiun hujan. Empat curah hujan tersebut yaitu: Danawarih, Bojong, Bumijawa dan Kemaron. Dalam penelitian ini curah hujan yang dianalisis adalah curah hujan selama 11 tahun.

4. Dampak, adalah akibat yang ditimbulkan dari suatu kegiatan atau peristiwa. Dampak perubahan penggunaan lahan dalam penelitian ini antara lain terhadap debit aliran sungai maupun faktor lain yang berkaitan dengan ekosistem DAS.

95 - !; !

1. Data Primer

Data primer terdiri dari data penggunaan lahan diperoleh dari interpretasi citra meliputi data macam6macam penggunaan lahan.

2. Data Sekunder

(38)

data penduduk di DAS Gung Hulu dari BPS, peta rupa bumi Indonesia, meliputi lembar; Bumijawa, Sirampog, Balapulang dan Lebaksiu skala 1 : 25.000 dari outlet Bakosurtanal serta citra satelit dari LAPAN.

5 "

Dalam memperoleh informasi untuk mengorientasi dan menganalisis data, penelitian ini memakai tiga jenis metode, yaitu:

1. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data sekunder yang berupa catatan resmi dari suatu instansi6instansi tertentu yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu: BPS untuk mencari data kependudukan dan administrasi wilayah, BAPPEDA untuk izin penelitian, DPU Bagian Pengairan untuk mencari data curah hujan, PSDA untuk mencari data debit maksimum dan minimum tahun 1996 – 2007. Peta rupa bumi Indonesia lembar Bumijawa, Sirampog, Balapulang dan Lebaksiu tahun 2001 skala 1 : 25.000 digunakan sebagai acuan dalam penentuan lokasi obyek dan pembuatan peta penggunaan lahan, Citra Landsat TM 7 tahun 1996 dan Quickbird tahun 2007 digunakan untuk pembuatan peta perubahan penggunaan lahan.

2. Metode Observasi

(39)

fenomena yang ada pada objek penelitian. Sedangkan observasi tidak langsung adalah pengamatan yang dilakukan tidak pada saat berlangsungnya peristiwa yang akan diselidiki atau obyek yang diteliti (Tika, 2005:45). Waktu observasi dalam penelitian ini, awal tahun 2009 dengan kajian selama 11 tahun, antara tahun 1996 sampai dengan tahun 2007. Semua data diperoleh melalui kajian pustaka, pengamatan langsung di lapangan, data dari instansi terkait dan tidak dilakukan eksperimen secara langsung.

3. Metode Wawancara

Wawancara (interview) adalah salah satu bentuk komunikasi antara dua orang atau lebih. Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab yang dikerjakan dengan sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian pada umumnya. Informasi tentang dampak perubahan penggunaan lahan terhadap debit juga diperoleh dengan metode ini. Informan atau narasumber diambil dari orang6orang yang berkaitan langsung dengan keberadaan DAS Gung Hulu, baik dari instansi pemerintah maupun dari penduduk sekitar.

5 "

Alat yang digunakan untuk pengumpulan data:

(40)

2. Alat tulis dan gambar

3. Kamera untuk keperluan dokumentasi.

Bahan yang digunakan untuk pengumpulan data meliputi: 1. Data rekaman hujan daerah penelitian tahun 1996 – 2007.

2. Data rekaman debit maksimum dan minimum Sungai Gung tahun 1996 – 2007.

3. Citra Landsat TM 7 tahun 1996 dan Citra Quickbird tahun 2007.

4. Peta rupa bumi Indonesia lembar Bumijawa, Sirampog, Balapulang dan Lebaksiu skala 1 : 25.000.

.5 ! !

1. Analisis SIG

Analis SIG dalam penelitian ini menggunakan teknik ) , jenis peta yang di ) adalah peta penggunaan lahan tahun 1996 dan peta penggunaan lahan tahun 2007 yang kemudian diperoleh peta perubahan penggunaan lahan.

(41)

penggunaan lahan tahun 1996 dan tahun 2007 tersebut di ) , hasil dari ) digunakan untuk memperoleh data perubahan penggunaan lahan yang terjadi antara tahun 1996 sampai tahun 2007.

2. Analisis Rasio Debit

Kondisi DAS dapat dievaluasi secara makro dengan nisbah debit maksimum6minimum (Qmax/Qmin) atau yang lebih dikenal dengan Rasio

Debit. Rasio debit merupakan perbandingan antara debit maksimum dan minimum (KRS). DAS dengan kondisi baik bila rasio debitnya kecil, artinya rasio antara debit di musim hujan dengan di musim kemarau kecil.

Tabel 3.1. Klasifikasi Nilai KRS

No !

1 < 50 Baik 1

2 50 – 120 Sedang 3

3 > 120 Jelek 5

Sumber: Pedoman Monitoring dan Evaluasi DAS Dephut, 2009

(42)

mengalir melalui tubuh sungai baik dari hujan, mata air maupun limpasan dari air tanah.

3. Analisis Deskriptif

Analisis data secara deskriptif penting untuk menjelaskan data yang bersifat kualitatif, baik dalam bidang Geografi Sosial maupun Geografi Fisik. Penggambaran tentang suatu dampak alih fungsi lahan dimaksudkan untuk mengetahui implikasi perubahan penggunaan lahan di DAS Gung Hulu terhadap jumlah debit sungai, fluktuasi debit, rasio debit tiap tahun, maupun dampak sosialnya.

5 ;

1. Langkah Pertama

a. Studi kepustakaan tentang literatur6literatur, buku6buku, surat kabar/majalah/buletin serta dari jurnal dan internet yang ada kaitannya dengan obyek dan daerah penelitian.

b. Menyiapkan surat6surat perijinan untuk penelitian.

c. Menyiapkan data acuan yang berupa peta6peta yang dipergunakan sebagai acuan.

d. Penyiapan data peta dasar dan citra penginderaan jauh, berupa citra Landsat TM 7 tahun 1996 dan Quickbird 2007 lokasi penelitian.

(43)

2. Langkah Kedua

a. Membuat peta dasar berdasarkan peta rupa bumi Indonesia lembar Bumijawa, Sirampog, Balapulang dan Lebaksiu Skala 1 : 25.000. b. Interpretasi citra Landsat TM 7 Tahun 1996.

Sebelum interpretasi dilakukan, untuk citra Landsat TM 7 dilakukan beberapa prosedur, yaitu.

1) Koreksi Geometrik

Langkah ini bertujuan untuk perbaikan geometrik citra yang belum terkoreksi yang sudah memiliki titik6titik referensi (rektifikasi) citra agar koordinat citra sesuai dengan koordinat geografis.

2) Cropping Data (Pemotongan Citra)

Langkah ini dilakukan untuk membatasi daerah mana yang akan dipetakan tidak mengalami pergeseran saat dilakukan digitasi.

3) Penajaman Citra

Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan kontras warna dan cahaya dari suatu citra sehingga memudahkan untuk interpretasi dengan menggunakan RGB.

(44)

c. Interpretasi citra Quickbird tahun 2007

Langkah awal yang dilakukan dalam interpretasi citra Quickbird tahun 2007 adalah pemotongan citra (Cropping Data), dengan tujuan untuk membatasi daerah yang akan dipetakan. Langkah selanjutnya sama seperti langkah citra Landsat TM 7 Hasil dari interpretasi ini adalah peta penggunaan lahan 2007 DAS Gung Hulu.

3. Langkah Ketiga

a. Cek lapangan untuk mengetahui macam6macam penggunaan lahan b. Uji ketelitian interpretasi peta awal dengan menggunakan data yang

diperoleh dari cek lapangan 4. Langkah Keempat

a. Overlay peta penggunaan lahan tahun 1996 dan tahun 2007 yang menghasilkan peta penggunaan lahan tahun 1996 dan 2007.

b. Pengolahan data debit Sungai Gung tahun 1996 dan 2007. 5. Langkah Kelima

Langkah kelima adalah analisis dari data peta perubahan penggunaan lahan vegetasi menjadi kawasan terbangun dan data perubahan debit aliran Sungai Gung untuk mencari hubungannya dengan memakai program SPSS serta mengecek silang data curah hujan.

6. Langkah Keenam

(45)
(46)

/

5 !

Hasil dalam kegiatan penelitian ini meliputi keadaan umum daerah penelitian, yaitu fisik (letak dan luas DAS Gung Hulu, topografi, tanah, geomorfologi, iklim, hidrologi) dan sosial (jumlah penduduk dan kepadatan penduduk), penggunaan lahan tahun 1996, penggunaan lahan tahun 2007, perubahan penggunaan lahan lahan antara tahun 1996 sampai tahun 2007, dan perubahan debit Sungai Gung Hulu.

05 " !

5 " ! 5

Letak DAS Gung Hulu secara administratif berada di Kabupaten Tegal meliputi Kecamatan Bumijawa, Kecamatan Bojong, Kecamatan Jatinegara, Kecamatan Balapulang. DAS Gung Hulu bagian dari wilayah DAS Gung di Jawa Tengah, merupakan DAS terbesar di Kabupaten Tegal.

Secara geografis DAS Gung Hulu dibatasi oleh;

1) Utara : DAS Gung hilir, DAS Cacaban

2) Barat : DAS Pemali,

3) Selatan : DAS Serayu,

4) Timur : DAS Rambut, DAS Comal.

(47)
(48)

Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia lembar Balapulang, Lebaksiu, Sirampog dan Bumijawa Skala 1 : 25.000, secara astronomis DAS Gung Hulu terletak antara 109°07’05” BT 6 109°12’48” BT dan 07°04’02” LS 6 07°14’59” LS. Terletak di lereng utara Gunung Slamet dengan luas 11.982,559 ha atau 119,82 km2 dari total luas DAS Gung sebesar 139,90 km2. DAS Gung hulu melintasi 29 desa di 4 kecamatan, antara lain Kecamatan Balapulang (Karangjambu, Cilongok, Tembongwah, Danareja, Sangkanjaya, Kalibakung, Pagerwangi, dan Danawarih), Kecamatan Jatinegara (Mokaha, Kedungwungu, Penyalahan dan Argatawang), Kecamatan Bojong (Tuwel, Rembul, Dukuhtengah, Kedawung, Suniarsih, Bojong, Lengkong, Batunyana, Karangmulya, Buniwah, Danasari dan Cikura) serta Kecamatan Bumijawa (Guci, Bumijawa, Sokatengah, Sokasari dan Sumbaga). 85 "

(49)

Pola pengaliran sangat mudah dikenal dari peta topografi atau foto udara, terutama pada skala yang besar. Percabangan6percabangan erosi yang kecil pada permukaan bumi akan tampak dengan jelas, sedangkan pada skala menengah akan menunjukkan pola yang menyeluruh sebagai cerminan jenis batuan, struktur geologi dan erosi. Pola pengaliran pada batuan yang berlapis sangat tergantung pada jenis, sebaran, ketebalan dan bidang perlapisan batuan serta geologi struktur seperti sesar, kekar, arah dan bentuk perlipatan.

Secara fisik DAS Gung Hulu merupakan bagian wilayah DAS

Gung. Panjang dari sungai utamanya adalah 72,57 km, sedangkan panjang Sungai Gung Hulu 24,591 km. Secara umum pola aliran DAS

(50)
(51)

dibutuhkan air untuk dapat mencapai outlet DAS relatif lama dibandingkan dengan DAS yang berbentuk bulat. Anak6anak Sungai Gung antara lain Sungai Erang, Sungai Blembeng, Sungai Longkrang, Sungai Ontong, Sungai Luwu, Sungai Wuluh, Sungai Lumpang, Sungai Blombong dan Sungai Ranggem.

75 :

DAS Gung Hulu mempunyai kenampakan topografi yang bervariasi dari lereng datar, landai, miring, terjal hingga sangat terjal. Topografi datar berada di ujung bagian utara atau di outlet DAS, topografi landai berada di bagian utara dan tengah, topografi miring berada di barat dan timur DAS, topografi terjal terdapat merata di lereng gunung maupun bukit dan sangat terjal berada di sebelah selatan. Dalam penelitian ini kemiringan lereng dibagi menjadi 5 kelas kemiringan lereng, yaitu: datar (0 – 2%), landai (3 – 5%), miring (6 – 10%), terjal (11 – 30%) dan sangat terjal (31 – 45%).

(52)
(53)

Karangmulya, Batunyana, Buniwah). Miring (6 – 10%), dengan tinggi 350 sampai 1150 meter menempati wilayah Kecamatan Balapulang (Tembongwah, Cilongok, Karangjambu, Kalibakung), serta Kecamatan Bojong (Buniwah, Bojong, Batunyana, Lengkong, Karangmulya, Suniarsih, Danasari, Cikura, Tuwel, Rembul, Dukuhtengah, Kedawung), Kecamatan Bumijawa (Sokasari, Sokatengah, Sumbaga, Bumijawa, Guci). Terjal (11 – 30%) dengan tinggi 450 – 1650 meter terdapat di Kecamatan Balapulang (Kalibakung, Karangjambu, Pagerwangi, Danareja), Kecamatan Jatinegara (Kedungwungu, Argatawang), Kecamatan Bojong (Batunyana, Tembongwah, Danasari, Rembul) serta Bumijawa (Guci, Sokasari, Sokatengah). Sangat terjal (31 – 45%) dan tingginya dari 500 – 3400 meter berada di Kecamatan Balapulang (Danareja), Kecamatan Jatinegara (Kedungwungu, Argatawang), Kecamatan Bumijawa (Bumijawa, Guci) dan Kecamatan Bojong (Tuwel, Rembul, Dukuhtengah, Kedawung).

"5

(54)

1) Typic Distrudepts

Typic distrudepts merupakan tanah dengan golongan (ordo) inceptisol. Typic distrudepts adalah tanah permulaan yang tidak mempunyai bahan sulfidik pada kedalaman kurang dari 50 cm dari permukaan tanah mineral dan pada salah satu subhorison atau lebih. Terletak pada kedalaman antara 20 dan 50 cm dari permukaan tanah mineral, mempunyai nilai N 0,7 atau kurang. Mengandung liat kurang dari 8% pada salah satu sub horison dan mempunyai salah satu atau lebih sifat6sifat tidak subur, kejenuhan basa rendah dan terdapat di daerah lembab. Tanah ini mempunyai kedalaman tanah yang sangat dalam, drainase baik, tekstur tanah halus, struktur tanah gumpal, dengan pH masam (<4,5 – 5,5).

2) Typic Hapludands

(55)

3) Typic Udorthents

Typic Udorthents merupakan subgroup tanah yang terdiri dari great group Udhorthent, sub ordo Orthent, dan ordo Entisol. Typic Udhorthents adalah tanah mineral yang tidak mempunyai horizon pedogen yang jelas di dalam satu meter permukaan tanah. Tanah ini juga merupakan tanah yang baru berkembang, walaupun demikian tanah ini tidak hanya berupa bahan asal atau bahan induk tanah saja, tetapi sudah terjadi proses pembentukan tanah yang menghasilkan epipedon okhrik. Akumulasi garam, besi oksida dan lain lain, tapi pada kedalaman lebih dari satu meter. Pada tanah ini juga ditemukan epipedon antropik, horizon albik dan agrik. Tanah ini merupakan tanah yang bertekstur lebih halus dari pasir halus berlempung, sruktur tanah gumpal dengan drainase lebih baik dari Aquent, bahan organik menurun teratur dengan kedalaman. Tanah ini terdapat didaerah humid atau lembab dan kondisinya aquik, dengan regim kedalaman udik.

(56)
(57)

4) Typic Epiaquepts

Tanah dengan orde Inceptisol yaitu golongan tanah yang baru berkembang dan belum matang dengan perkembangan profil tanah yang masih lemah dibandingkan tanah yang matang, mempunyai kelembapan aquik. Serta memiliki sifat6sifat tanah yang masih seperti pada bahan induknya seperti sifat berikut: epipedon histik, horison sulfirik yang batas atasnya pada kedalaman ≤ 50 cm dari permukaan tanah mineral. Terdapat epipedon okrik dan epipedon umbrik atau molik yang terletak langsung diatas suatu horison (atau suatu horison tersebut terletak pada kedalaman kurang dari 50 cm dari permukaan tanah) di dominasi oleh warna lembab dan sedikit bercak. Tanah ini mempunyai kedalaman sangat dalam, darainase terhambat, tekstur agak halus, struktur tanah granuler dengan gumpalan6gumpalan, pH tanah masam (<4,5 – 5,5).

5) Oxiaquic Eutrudepts

(58)

6) Chromic Hapluderts

Tanah dengan golongan (ordo) Vertisol. Vertisol merupakan tanah lempungan yang berat dengan kadar lempung diatas 30% disemua horison, ditandai dengan adanya jenis montmorilonit dan smektite. Adanya mineral lempung menyebabkan tanah memiliki daya kembang kerut yang kuat sesuai dengan kondisi kadar air atau menuruti keadaan basah kering. Pada kondisi basah bersifat sangat liat dan lekat, sedang pada kondisi kering bersifat sangat keras dan retak6retak, bahkan dapat membuat retakan sedalam 0 – 50 cm. Chromic Hapludetrs mempunyai kedalaman tanah yang sangat dalam, drainase sedang, teksturnya halus, struktur gumpal, dangan pH tanah netral (6,5 – 7,5).

7) Typic Eutrudepts

(59)

hummid (lembab) karena terdapat di daerah lembab dan juga eutr, yang menunjukkan bahwa tanah ini subur dan kejenuhan basa tinggi. Tanah ini mempunyai drainase baik, tekstur tanah halus, struktur tanah granuler, dengan pH agak masam (5,5 – 6,5).

8) Vertic Eutrudepts

Vertic Eutrudepts merupakan sub group tanah yang terdiri dari great group Eutrudepts, sub group udets dan ordo inseptisol. Tanah yang baru berkembang ini adalah tanah permulaan yang tidak mempunyai bahan sulfidik pada kedalaman kurang dari 50 cm dari permukaan tanah mineral dan pada salah satu subhorison atau lebih. Mempunyai regim temperatur tanah termik, mesik atau frigid, mempunyai retakan–retakan yang terbuka dan sedikit bercak. Mengandung liat kurang dari 8% pada salah satu sub horison dan mempunyai salah satu atau lebih sifat6sifat tidak subur, kejenuhan basa rendah dan terdapat di daerah lembab. Tanah ini mempunyai kedalaman tanah yang sangat dalam, drainase baik tekstur tanah halus, struktur tanah gumpal, dengan pH masam (<4,5 – 5,5).

9) Aquic Hapludands

(60)

6,25 cm/jam. Tanah ini menempati bagian dari pinggir daerah plato yang umumnya telah tererosi dengan bentuk wilayah bergelombang dan terbentuk dari breksi dan batu pasir kandungan unsur haranya cukup baik. Aquic Hapludands berstruktur halus, tanah agak dalam dengan tekstur liat, drainase sedang, warna kecoklatan, pHnya netral. Tanah ini berkembang pada daerah tropis dengan rezim temperatur (isohipertermik) perbedaan suhu antara musim kemarau dan musim penghujan kurang dari 5°C.

10) Lhitic Dystrudepts

(61)

5

Secara umum kondisi iklim di daerah penelitian beriklim tropis dengan dua musim bergantian sepanjang tahun yaitu penghujan dan kemarau. Temperatur udara rata6rata pada satu bulan, minimum terjadi pada bulan Agustus yaitu 14,3°C dan maksimum pada bulan Mei yaitu 32,5°C.

Tipe iklim DAS Gung Hulu ditentukan dengan metode Schmidt dan Ferguson, yaitu berdasarkan pada tipe curah hujan di daerah penelitian serta membandingkan variasi jumlah bulan kering (BK) dengan jumlah bulan basah (BB), yang dinyatakan dalam Q dan

Berdasarkan nilai Q, Schmidt dan Ferguson menentukan iklim di Indonesia menjadi delapan tipe/golongan iklim sebagai berikut.

Tabel 4.1. Penentuan Tipe Iklim Indonesia Berdasarkan Klasifikasi Schmidt dan Ferguson

(62)

bulan lembab (BL) dan bulan kering (BK) dapat dilihat pada lampiran. Dalam penentuan bulan basah (BB) dan bulan kering (BK) Schmidt dan Ferguson menggunakan dasar karakteristik dari Mohr yaitu:

1) Bulan basah (BB) adalah bulan yang memiliki curah hujan lebih dari 100 mm.

2) Bulan kering (BK) adalah bulan yang memiliki curah hujan kurang dari 60 mm.

3) Bulan lembab (BL) adalah bulan yang memiliki curah hujan antara 60 – 100 mm.

Data pada stasiun hujan di DAS Gung Hulu adalah sebagai berikut: Tabel 4.2. Curah Hujan Stasiun Kemaron DAS Gung Hulu 1996 – 2007 Stasiun : Kemaron (dalam mm)

Sumber: DPU Bid. Pengairan Kab. Tegal, 1996 – 2007.

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Jumlah hujan tahunan

1996 1015 816 1314 457 126 41 47 139 60 555 1259 609 6438

1997 1241 438 230 1196 196 47 3 0 0 3 76 369 3799

2004 858 1078 584 326 377 43 143 0 23 171 729 1060 5392

2005 963 530 916 430 110 247 279 18 227 534 443 487 5184

2006 715 447 323 320 312 7 4 0 0 11 245 1102 3486

2007 211 621 457 519 249 106 21 7 3 34 157 426 2811

Rata6

(63)

Tabel 4.3. Curah Hujan Stasiun Bumijawa DAS Gung Hulu 1996 – 2007 Stasiun : Bumijawa (dalam mm)

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jumlah hujan

tahunan

1996 807 886 985 532 113 107 111 187 43 400 385 398 4954

1997 1327 843 405 608 302 18 6 0 0 44 155 543 4251

1998 646 816 674 488 217 149 267 141 140 464 241 206 4449

1999 698 1163 398 223 280 65 11 69 22 495 295 467 4286

2005 520 640 555 244 109 114 95 62 140 220 322 342 3363

2006 898 646 423 549 267 20 6 0 0 56 330 526 3721

2007 287 1229 374 462 289 160 37 14 4 121 332 699 4008

Rata6

rata 679 769 589 392 211 94 68 44 74 228 361 426 3945

Sumber: DPU Bid. Pengairan Kab. Tegal, 1996 – 2007.

Tabel 4.4. Curah Hujan Stasiun Bojong DAS Gung Hulu 1996 – 2007 Stasiun : Bojong (dalam mm)

Sumber: DPU Bid. Pengairan Kab. Tegal, 1996 – 2007. Keterangan: XX = Alat rusak

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jumlah hujan

tahunan

2001 290 239 536 240 103 201 122 0 105 411 516 100 2863

2002 604 953 280 198 43 36 0 0 43 73 291 587 3108

2003 730 695 907 311 255 70 6 0 0 5 52 340 3371

2004 700 344 216 115 262 65 127 0 36 108 698 1046 3712

2005 724 428 776 332 73 213 251 14 185 501 404 440 4341

2006 836 616 424 441 257 0 5 0 0 0 256 1068 3903

2007 392 593 427 337 192 128 113 4 0 123 141 587 3037

Rata6

(64)

Tabel 4.5. Curah Hujan Stasiun Danawarih DAS Gung Hulu 1996 – 2007 Stasiun : Danawarih (dalam mm)

Sumber: DPU Bidang Pengairan Kab. Tegal, 1996 – 2007.

Data rata6rata curah hujan selama 12 tahun sejak tahun 1996 sampai 2007 pada tiap6tiap stasiun hujan bisa dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6. Rata6rata Curah Hujan Wilayah DAS Gung Hulu Tahun 1996 – 2007(mm)

Bulan Tahun Jumlah Rerata

Sumber: Hasil pengolahan data DPU Bid. Pengairan Kab. Tegal, 1996 – 2007.

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jumlah hujan

tahunan

1996 656 841 376 287 59 75 180 160 0 229 263 391 3517

1997 595 354 503 417 249 48 6 0 0 41 154 302 2669

1998 522 482 531 269 307 99 114 104 109 268 253 233 3291

(65)
(66)

Hasil perhitungan bulan basah, bulan kering dan bulan lembab (Tabel 4.2, 4.3, 4.4 dan 4.5) digunakan untuk menentukan nilai Q, dengan menggunakan rumus diatas.

Pada Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa hujan bulanan rata6rata Daerah Aliran Sungai Gung Hulu yang terbesar terjadi pada bulan Januari sebesar 645 mm dan yang paling kecil terjadi pada bulan Agustus sebesar 30,25 mm. Rata6rata curah hujan bulanan di DAS Gung Hulu selama 11 tahun (1996 – 2007) yaitu jumlah total rerata curah hujan bulanan 2848,06 di bagi 12 adalah sebesar 237,34 mm. Data dari 4 stasiun hujan yaitu: Stasiun Danawarih, Bojong, Bumijawa dan Kemaron tahun 1996 – 2007, pada DAS Gung Hulu rata6rata jumlah Bulan Kering (BK) sebesar 31 dan rata6rata jumlah Bulan Basah (BB) sebesar 104. Berdasarkan perhitungan rumus Q, maka jumlah bulan kering yaitu 31 dibagi jumlah bulan basah yaitu 104 hasilnya terdapat nilai Q sebesar 0,298. Dengan demikian berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson, maka tipe iklim di DAS Gung Hulu mempunyai tipe iklim B yaitu tipe iklim basah dimana jumlah curah hujan melampaui penguapan.

:5 :

(67)

aluvial, dataran banjir sungai braiding, dataran banjir sungai meander, dataran struktural dan perbukitan struktural.

1. Aliran lava (V1)

Bentuk lahan ini termasuk bentukan asal vulkanis, yang terjadi akibat keluarnya magma dan secara gravitasi turun kebawah membentuk aliran lava. Material atau batuan penyusunnya berupa batuan vulkanis jenis andesit. Karakteristik dari bentuk lahan ini adalah memiliki relief berbukit dan bergelombang. Kemiringan lereng terjal (>15%) dengan ketinggian lebih dari 1000 mdpl. Bentuk lahan ini berda pada Kecamatan Bojong dan Bumijawa. 2. Dataran Vulkan (V2)

Bentuk lahan ini termasuk bentukan asal vulkanis. Material atau batuan penyusunnya berupa batuan breksi, karakteristik dari bentuk lahan ini memiliki relief berombak dan bergelombang, kemiringan lereng miring (8 – 15%) dengan ketinggian tempat antara 300 – 700 mdpl. Bentuk lahan ini tersebar pada Kecamatan Jatinegara, Kecamatan Balapulang dan Kecamatan Bojong.

3. Lungur Vulkan (V3)

(68)

dengan ketinggian antara 800 – 1000 mdpl. Bentuk lahan ini tersebar di Kecamatan Bojong, Bumijawa dan Jatinegara.

4. Perbukitan Vulkan (V4)

Bentuk lahan ini termasuk bentukan asal proses Vulkanis. Material atau batuan penyusunnya berupa batuan breksi. Karakteristik lahan ini memiliki relief berbukit, kemiringan lereng terjal (15 – 45%) dengan ketinggian 300 – 700 mdpl. Bentuk lahan ini terdapat di Kecamatan Balapulang dan Bumijawa.

5. Kipas Aluvial Vulkan (V6)

Merupakan kipas aluvial yang terjadi pada kaki6kaki gunung api dengan kenampakan berbentuk khas seperti kerucut rendah dari akumulasi sedimen berukuran bongkah (terbentuk seperti kipas dari endapan aluvial) pada suatu mulut lembah didaerah pegunungan yang penyebarannya memasuki wilayah daratan. Dari mulut suatu lembah tersebut endapan kemudian menyebar luas dengan sudut kemiringan landai. Karakteristik dari bentuk lahan ini memiliki relief datar, kemiringan lereng landai (3 – 8%) dengan ketinggian 250 – 400 mdpl.

6. Bagian Atas Kipas Aluvial Vulkan (V7)

(69)

kemiringan lereng datar (<3%) dan ketinggian tempat 300 – 500 mdpl. Bentuk lahan ini terdapat di Kecamatan Balapulang.

7. Dataran Aluvial (F1)

Bentuk lahan ini merupakan bentukan asal proses fluvial, yaitu berhubungan erat dengan daerah6daerah penimbunan (sedimentasi). Endapan ini terjadi akibat adanya luapan air sungai yang membawa sedimen saat banjir. Dengan demikian maka struktur endapan pada dataran aluvial adalah berlapis horizontal. Karakteristik wilayah ini memiliki relief datar, kemiringan lereng landai sampai datar dengan ketinggian 250 – 350 mdpl. Bentuk lahan ini terdapat di Kecamatan Balapulang.

8. Dataran Banjir Sungai Braiding (F2)

Bentuk lahan ini merupakan bentukan asal proses fluvial, yaitu berhubungan erat dengan daerah6daerah penimbunan (sedimentasi). Secara periodik bentuk lahan ini digenangi oleh banjir luapan sungai di dekatnya atau diakumulasi aliran permukaan bebas maupun hujan lokal. Karakteristik bentuk lahan ini memiliki relief berombak dengan kemiringen lereng landai (3 – 8%), ketinggian 300 – 450 mdpl. Bentuk lahan ini terdapat di Kecamatan Balapulang dan Kecamatan Bojong.

9. Dataran Banjir Sungai Meander (F3)

(70)

(sedimentasi), berupa sungai bermeander yang mengalir diatas bentuk dataran banjir yang rata dan lebar dari sungai peringkat dewasa. Karakteristik bentuk lahan ini yaitu memiliki relief agak datar, dengan kemiringan lereng datar, dan ketinggian 250 – 400 mdpl. Bentuk lahan ini tersebar di Kecamatan Balapulang dan Kecamatan Jatinegara.

10. Perbukitan Struktural (S1)

Merupakan bentuk lahan asal struktural yaitu bentuk lahan yang terbentuk karena adanya proses endogen (tenaganya berasal dari dalam bumi). Bentuk lahan ini merupakan perkembangan dari deformasi perlapisan sedimen. Material penyusunnya berupa batuan napal (batu pasir). Karakteristik bentuk lahan ini mempunyai relief berbukit, kemiringan lereng terjal (25 – 40%), dengan ketinggian 300 – 600 mdpl. Bentuk lahan ini tersebar di Kecamatan Balapulang, Kecamatan Bojong, dan Kecamatan Jatinegara.

11. Dataran Struktural (S3)

(71)
(72)

12. Teras Sungai (F14)

Teras sungai merupakan bentuk lahan asal proses fluvial, dibatasi oleh daerah berlereng curam di satu sisi dan lereng landai/datar di sisi lain. Material penyusunnya batuan endapan aluvium. Pada dasar lembah yang lebar terjadi suatu pemotongan ke bawah ( ! oleh sungai atau degradasi, pada saat yang sama terjadi pula pemotongan kesamping sehingga terjadi perrpindahan " ! alur sungai kearah lateral pada dataran banjirnya secara berulang6ulang, sehingga terjadilah suatu pasang teras. Teras sungai terdapat di Kecamatan Bojong dan Kecamatan Balapulang.

13. Kepala Kipas (D11)

(73)

5 " ! " "

Kondisi penduduk berpengaruh juga terhadap perubahan penggunaan lahan yang terjadi. Pertumbuhan penduduk yang pesat mengakibatkan kebutuhan lahan untuk pemukiman dan kebutuhan ekonomi lainnya dapat mengurangi resapan air hujan. Dalam 11 tahun terjadi penambahan jumlah penduduk sebanyak 17.468 jiwa. Perbedaan jumlah penduduk dapat dilihat pada tabel.

Tabel 4.7. Jumlah Penduduk di DAS Gung Hulu Tahun 1996 dan 2007

No Nama Desa

(74)

Sesuai dengan tabel di atas, pertambahan penduduk terbanyak terdapat di Desa Bumijawa dan pertambahan penduduk terkecil terdapat di Desa Kedungwungu. Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan luas wilayah yang tetap, otomatis kepadatan penduduk meningkat. Berikut ini tabel kepadatan penduduk tahun 1996 dan 2007.

Tabel 4.8. Kepadatan Penduduk DAS Gung Hulu Tahun 1996 dan 2007

No Nama Desa Luas

(75)

seperti perluasan pemukiman, lahan sawah dan tegalan, maupun jenis perkebunan. Semakin sedikit vegetasi yang menutupi lahan maka kemampuan air dalam melimpas semakin tinggi, cadangan air tanah berkurang, sehingga debit air tanah berkurang dan persediaan air tanah menipis.

(5 8

Daerah Aliran Sungai (DAS) Gung Hulu yang luasnya 11.982,559 ha atau 119,82 km2, memiliki bentuk penggunaan lahan yang beranekaragam dalam hal jenis, luasan dan sebarannya. Keanekaragaman penggunaan lahan dalam penelitian ini dibedakan atas tujuh jenis, yaitu penggunaan lahan untuk hutan, kebun campuran, permukiman, tanah kosong, tegalan, sawah dan semak/belukar.

5 0<<=

Berdasarkan interpretasi citra Landsat TM 7 tahun 1996 maka dapat diketahui jenis6jenis penggunaan lahan yang terdapat di DAS Gung Hulu (Gambar 4.7 dan Tabel 4.9).

(76)
(77)

Berdasarkan Peta Penggunaan Lahan DAS Gung Hulu tahun 1996 dan Tabel 4.9 dapat diketahui bahwa jenis penggunaan lahan di DAS Gung Hulu terdiri dari hutan, kebun campuran, permukiman, sawah, tanah kosong, tegalan dan semak/belukar. Dengan penggunaan lahan terbesar adalah sawah dengan luas 38,41 km2 atau 32,06%, dari tabel diatas maka dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) Hutan

Secara umum hutan yang beraada di DAS Gung Hulu terdiri dari hutan heterogen yang merupakan hutan lindung dan hutan homogen yang umumnya untuk produksi. Hutan banyak dijumpai di daerah selatan dan sebagian utara daerah pengaliran sungai, hutan menempati lahan seluas 29,91 km2 (24,96%). Kondisi hutan mempunyai tajuk yang baik, dan berfungsi sebagai daerah resapan air. Jenis tanaman di DAS Gung Hulu didominasi oleh pinus, sonokeling, dan puspa, dan sebagian kecil tanaman jati.

2) Kebun Campuran

(78)

Gung Hulu pada tahun 1996 yang mencapai 20,52 km2 (17,12%) dan menyebar diseluruh daerah pengaliran. Tanaman perkebunan mempunyai kerapatan cukup memadai, dan tajuk tanaman telah saling bersinggungan sehingga baik untuk melindungi tanah dari erosi dan limpasan langsung.

3) Permukiman

Permukiman menempati lahan seluas 9,10 km2 atau 7,60% dari total luas DAS Gung Hulu. Permukiman meliputi perumahan, perkantoran, bangunan gedung untuk industri, pusat pelayanan, dan sebagainya.

4) Sawah

Sawah tersebar di sepanjang aliran sungai dengan luas lahan 38,41 km2 atau 32,06% dan sebagian besar merupakan sawah irigasi dengan pola penanaman padi dua sampai tiga kali, dua kali yang diselingi dengan tanaman palawija dan lainnya berupa sawah dengan irigasi sederhana atau tadah hujan yang hanya sekali panen dalam satu tahun. Sawah merupakan penutup lahan terbesar di DAS Gung Hulu pada tahun 1996.

5) Tanah Kosong

(79)

kosong ini dapat menyebabkan jumlah aliran permukaan bertambah besar.

6) Tegalan

Jenis penggunaan lahan tegalan di DAS Gung Hulu pada tahun 1996 menempati wilayah seluas 17,48 km2 atau 14,59%, jenis pengunaan lahan tegalan meliputi jagung, ketela pohon, dan umbi6umbian lainnya.

7) Semak/Belukar

Penggunaan lahan jenis Semak/Belukar terdiri dari rerumputan ilalang dan tumbuhan perdu. Punggunaan lahan ini biasanya ada di balik bukit atau lereng gunung bekas kebakaran hutan ataupun perladangan yang dilakukan oleh penduduk sekitar. Pada tahun 1996, luas semak/belukar di DAS Gung Hulu ada 4,20 km² atau 3,51%, merupakan pengunaan lahan terkecil kedua setelah tanah kosong.

85 (**@

(80)

1) Hutan

Hutan banyak dijumpai di daerah hulu bagian selatan (lereng Gunung Slamet) dan sebagian di sebelah utara (Perbukitan Sipencrit) daerah pengaliran sungai, hutan menempati lahan seluas 23,34 km2 (19,48%). Kondisi hutan mempunyai tajuk yang baik, dan berfungsi sebagi hutan produksi maupun hutan lindung atau konservasi. Jenis hutan produksi di hulu DAS Gung didominasi oleh pinus, sonokeling, mahoni dan albasia, serta sebagian kecil berupa tanaman jati.

2) Kebun Campuran

Kebun campuran merupakan areal tanaman tahunan/keras yang dimiliki oleh penduduk atau perusahaan Negara/swasta dengan komoditas utama cengkeh, teh, vanili, kopi dan buah6buahan serta sayur6sayuran. Luas penggunaan lahan kebun campuran ini merupakan jenis penggunaan terluas kedua di DAS Gung pada tahun 2007 yang mencapai 25,08 km2 (20,94%) dan menyebar diseluruh wilayah penelitian. Tanaman perkebunan mempunyai kerapatan cukup memadai, dan tajuk tanaman telah saling bersinggungan sehingga baik untuk melindungi tanah dari erosi dan limpasan langsung.

3) Permukiman

Gambar

gambar, dan daftar lampiran.
Tabel 3.1. Klasifikasi Nilai KRS
Tabel 4.1. Penentuan Tipe Iklim Indonesia Berdasarkan Klasifikasi
Tabel 4.5. Curah Hujan Stasiun Danawarih DAS Gung Hulu 1996 – 2007
+7

Referensi

Dokumen terkait

Behind the ‘Johannine community’ and the Johannine corpus, letters, Gospel (and Apocalypse) there is one head, an outstanding teacher who founded a school which existed between about

The ignition temperature of pulverized coal will reduce with pulverized coal fineness thinning; this is because the small pulverized coal particle size can increase

Hasil uji hipotesisa pertama menyatakan terdapat hubungan secara signifikan antara stress kerja dengan kinerja guru menunjukkan bahwa stres kerja pada dapat

Pembuatan patty lembaran dengan menggunakan tepung kaya protein dengan penambahan zat penstabil. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Dari hasil penelitian dengan penilaian PKPR dengan menggunakan format buku pedoman PKPR dapat disimpulkan bahwa kedua Puskesmas tidak ada yang memiliki nilai lebih dari 74

Zairin Zain, dan dari pihak Jerman diwakili oleh Hans Gunther Weber (Walikota Braunschweig). Di Bandung sendiri piagam persahabatan ini di tandatangani langsung oleh

Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa (1) pelaksanaan pembelajaran menulis deskripsi dengan teknik rantaian kata dilakukan mulai dari prasiklus, siklus I, dan

Juana is depicted as a domestic woman who takes the role of a mother and wife.. She is a typical representation of feminine woman who is “patient, obedient, respectful and cheerful”