KETAJAMAN PENGLIHATAN
IKAN
JUWI
(Anodontostorna chacunda)
DAN APLIKASINYA PADA PROSES PENANGKAPAN
PUKAT CINCIN MINI
Visual Acuity of Chacunda gizzard-shad
(Anodontostorna chacunda)
and
Its
Application on Capture Process of Mini Purse Seine
OLEH
:
ARISTI DIAN PURNAMA
FITRI
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
ARlSTl DlAN P.F. Ketajaman Penglihatan l kan Juwi (Anodontostoma chacunda) dan Aplikasinya Pada Proses Penangkapan Pukat Cincin Mini. Dibimbing oleh ARI PURBAYANTO, MULYONO S. BASKORO dan TAKAFUMI ARIMOTO.
Penelitian tentang ketajaman penglihatan ikan juwi (Anodontostoma chacunda), dan dua jenis ikan pelagis kecil lainnya, yaitu selar (Selar cmmenophthalmus) dan layang (Decaptems macrosoma) telah dilakukan melalui analisis histologi retina mata. Sampel ikan segar didapatkan dari hasil tangkapan pukat cincin mini dan gill net dasar di perairan Utara Jawa, dan berasal dari bagan apung di Teluk Pelabuhan Ratu dari bulan Februari sampai dengan April 2002. Sel penglihatan ikan juwi dan layang hanya terdiri dari sel kon ganda. Sementara itu sel pengliahatan ikan selar terdiri dari sel kon tunggal dan sel kon ganda. Kepadatan sel kon tertinggi untuk ketiga jenis spesies terdapat pada pada bagian temporal dari retina. Ketajaman penglihatan yang ditentukan berdasarkan nilai kepadatan sel kon adalah berturut-turut sebesar 0,05 untuk ikan juwi dengan ukuran panjang tubuh 110-143 mm; 0,09-0,l untuk ikan selar dengan ukuran panjang tubuh 160-220 mm dan 0,16-0,18 untuk ikan layang dengan ukuran panjang tubuh 230-250 mm.
lnformasi ketajaman penglihatan ikan juwi diaplikasikan pada proses penangkapan pukat cincin mini untuk mengetahui model pelolosan dari cakupan alat tangkap. Model pelolosan tersebut dihitung berdasarkan pada jarak pandang maksimum dari ikan juwi terhadap obyek alat tangkap. Obyek (benang jarring hingga tali pelampung) dengan diameter 1.9
-
22 mm menghasilkan nilai jarak pandang maksimum sebesar 0,32-3,88 meter. Pada perhitungan ini kecepatan renang dari ikan juwi terdiri dari tiga kondisi, yaitu sustained speed, prolonged speed dan burst speed. Kecepatan renang tersebut masing-masingmemiliki kisaran nilai 1,l mldetik untuk sustained speed, 1,3 mldetik untuk prolonged speed dan 1,5 mldetik untuk burnt speed. Untuk mengoperasikan pukat cincin mini, waktu yang dibutuhkan untuk pelingkaran jaring secara sempurna adalah 5 menit. Kecepatan tenggelam tali pemberat (leadline) hingga terlingkar sempuma adalah168,74 detik. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan oleh ikan juwi untuk dapat 1010s dari pelingkaran alat lebih cepat dibanding kan dengan waktu yang dibutuhkan alat untuk melingkari ikan. Pada kondisi sustained speed, waktu yang dibutuhkan ikan untuk dapat meloloskan diri adalah 8,85 detik; saat kondisi prolonged speed adalah 7,49
ABSTRACT
ARlSTl DlAN P.F. Visual Acuity of Chacunda gizzard-shad (Anodontostoma chacunda) and Its Application on Capture Process of Mini Purse Seine. Under the direction of ARI PURBAYANTO, MULYONO S. BASKORO, and TAKAFUMI ARIMOTO.
Visual acuity of chacunda gizzard-shad (Anodontostoma chacunda), and two others small pelagic species, i.e. bigeye (Selar cmmenophthalmus) and layang scad (Decaptems macrosoma) were investigated by histological examination of their retinas. The fish were sampled from the catch of mini purse seine and bottom gill net in the coastal water of North Java and lift net ("bagan") in Pelabuhan Ratu Bay from February to April 2002. The visual cells of chacunda gizzard-shad and layang scad composed of a twine cone cell only. While the visual cells of bigeye composed of single cone and twine cone cells. The highest cone cell density as determined from cone density distribution were 0.05 for cahcunda gizzard-shad of 110-143 mm body length BL, 0.09-0.10 for bigeye of
160-220 mm BL, and 0.16-0.18 for layang scad of 230-250 mm BL.
SURATPERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa
tesis
yang berjudul :Ketajaman Penglihatan lkan Juwi (Anodonfostoma chacunda) Dan Aplikasinya Pada Proses Penangkapan Pukat Cincin Mini
Adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sum ber data dan informasi yang digunakan
telah din yatakan secara jet as dan dapat diperi ksa kebenarann ya.
Judul Tesis : Ketajaman Penglihatan Ikan Juwi
(Anodontostoma chacunda) dan Aplikasinya Pada Proses Penangkapan Pukat Cincin Mini
Nama : Aristi Dian Purnama Fitri
NRP : P. 26500001
Program Studi : Teknologi Kelautan
Menyetuj ui,
1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Ari ~ u r b a ~ a n t o , M.Sc.
Anggota
Ketua
Prof. Takafumi ARIMOTO
Mengetahui,
da Manuwoto, M. Sc.
--r
1-13-r
7- I"CIq3Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 2 Oktober 1973. Penulis merupakan anak pertama dari Ibu Tina Hartrina dan Bapak M. lschaq Anwar.
Penulis menempuh pendidikan dasar di SD. Wonodri II Semarang dan lulus pada tahun 1985, selanjutnya penulis meneruskan ke SMP Negeri 2 Semarang dan lulus pada tahun 1988. Selepas SMP, penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 5 Semarang dan lulus tahun 1991. Pada tahun yang
sama penulis diterima di Universitas Diponegoro Semarang melalui Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) yang selanjutnya memilih Jurusan Perikanan pada Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan Universitas Diponegoro. Penulis dinyatakan lulus sebagai sarjana perikanan pada tahun 1996. Kesempatan menempuh pendidikan pascasajana jenjang magister penulis peroleh pada tahun 2000 pada Program Studi Teknologi Kelautan Program Pascasarjana lnstiiut Pertanian Bogor. Penulis dinyatakan lulus ujian tesis pada tanggal 28 Agustus 2002.
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala limpahan Rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan tesis ini dapat
diselesaikan sebagaimana mestinya.
Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk Sebagai salah satu
memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Kelautan. Judul
tesis tersebut:
"
Ketajaman Penglihatan lkan Juwi (Anodontostoma chacunda) DanAplikasinya Pada Proses Penangkapan Pukat Cincin Mini",
yang diharapkan isi makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan
bagi semua pihak yang membutuhkan.
Saran dan kritik yang sifatnya memperbaiki penulisan tesis ini sangat
diharapkan untuk penelitian di masa yang akan datang. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat terutama yang berminat terhadap ketajaman penglihatan ikan.
Bogor, September 2002
UCAPAN TERIMA KASlH
Bismillahirrahmaanirrahiim
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing serta kepada Bapak Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc dan Prof. Takafumi ARIMOTO selaku anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan, dorongan serta bantuan
morilnya kepada penulis selama penelitian dan penulisan tesis ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Daniel R. Monintja selaku dosen penguji yang telah
memberikan penilaian, saran dan kritik untuk perbaikan tesis ini.
2. Bapak Sugeng Utomo, ST yang banyak sekali membantu dalam kegiatan di lapang.
3. Rekan-rekan S2 dan Sg di lingkungan program studi Teknologi Kelautan atas saran, diskusi dan kerjasamanya.
4. Rekan-rekan mahasiswa S2 angkatan 2000 atas saran, diskusi dan kerjasamanya, khususnya kepada Pak Ir. Mahiswara, Agus Suherman, S.Pi; Faik Kurohman, S.P; Pak Ir. Amir Hamzah. Pak Ir. Duto Nugroho; Pak Ir. Suherman Banon Atmaja, Akmala, S.Pi; Nofrizal, MS.
5. Mbak Occa, Mbak Erina, Mbak Lia dan Mbak Eva yang banyak sekali memberikan bantuan moril dengan canda-candanya.
6. Bapak Sholeh Supandi atas bantuan peminjaman buku-buku dan literatur serta nasehat-nasehatnya.
7. Papanda Drs. H. M. lschaq Anwar dan Mamanda Dra. Hj. Tina Hartrina,
Bapaknda Sadirun Sadiman dan lbunda Dasri Sadirun, yang tiada lelah menapak hari dan tiada lelah panjatkan doa demi kesuksesan penulis serta kakak-kakakku Agus Puwanto, Eni Yulistiningsih, ST, MT dan Rudi Hariyanto, ST.
8. Kakakku Ir. Sri Hastuti, MS dan Ir. Subandiyono, M. Sc dengan segala
9. Sandi Sutopo Aribowo dan Anggit Gusti Nugraheni yang selalu memberikan semangat dengan coleteh lucunya. Zainal "Camptoo" Arifin dengan saran- saran yang diberikan.
10. Suamiku tercinta Heri Sutanto, MS yang telah memberikan dorongan dan dona demi kesuksesan penulis.
11. Anakku tersayang Aura Herdi Ramadhina Sutanto (Rara) yang selalu memotivasi selesainya setiap tugas dan penulisan tesis.
12. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis dicatat sebagai amal kebaikan dan mendapat balasan yang lebih dari Allah SWT.
Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan sumbangan yang berharga bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermanfaat bagi kita semua. Amin.
DAFTAR IS1
...
DAFTAR IS1 xi
DAFTAR TABEL ... xiii
...
DAFTAR GAMBAR xiv
I . PENDAHULUAN ... 1 . ...
1.1 . Latar Belakang 1
1.2. Perumusan Masalah ... 3 1.3. Tujuan Penelitian ... 5
...
1.4. Manfaat Penelitian 5
...
1.5. Hipotesa 5
II . TINJAUAN PUSTAKA ... 7 2.1. Alat.Tangkap Pukat Cincin Mini (Mini Purse Seine) ... 7 2.2. Morfologi dan Ekologi lkan Penelitian ... 9
2.2.1 . lkan juwi/chacunda.ginard-shad.
(Anodontostoma chacunda) ... 9 2-2.2. lkan sela~bgeye (Sekr cnrmenophthalmus)
...
...-... 1 1 2.2.3. lkan layangllayang scad (Decaptenrs macrosoma) ... 12 2.3. Morfologi Retian Mata Ikan ... 13 2.4. Ketajaman Penglihatan (Visual Acuity) ... 16 2.5. Sumbu Penglihatan (Visual Axis) ... 18 2.6. Jarak Pandang Maksimum (Maximum Sigthing Distance) ... 19 2.7.Model Pelolosan lkan Pada Proses Penangkapan Pukat Cincin Mini 21Ill . BAHAN DAN METODE ...
3.1
.
Waktu dan Tempat Penelitian ... ...3.2. Peralatan dan Pengumpulan Data
3.2.1. Alat dan Bahan Penelitian ...
3.2.2. Pengumpulan Data Penelitian ...
3.3. Metode Penelitian ...
3.3.1 . Pengambilan Sampel ...
3.3.2. Prosedur Histologi ...
3.4. Analisis Data ... ...
3.4.1 . Analisis Ketajaman Penglihatan
...
3.4.2. Analisis Sumbu Penglihatan
3.4.3. Analisis Jarak Pandang Maksimum ...
...
3.4.4. Analisis Model Pelolosan tkan Pada Pukat Cincin Mini
IV . HASlL DAN PEMBAHASAN ... 39 4.1 . Hasil Penelitian ... 39 4.1 . 1. Alat Tangkap Pukat Cincin Mini ... 39 4.1.2. Ketajaman Penglihatan ... 42
4.1.2.1. lkan juwilchacunda gizzard-shad
(Anodontostoma chacunda) ... 42 4.1.2.2. l kan selarlbigeye (Selar cnrmenophthalmus) ... 47 4.1.2.3. lkan tayangnayang scad (Decaptems macrosoma) 51
DAFTAR TABEL
Halaman
I. Gambaran umum armada pukat cincin mini di Selat Malaka. ... 9 2. Karakteristik beberapa jenis kawanan ikan. ... 23
3. Alat dan bahan yang dipergunakan dalam penelitian ... 25 4. Jarak pandang maksimum ikan juwi (Anodontostoma chacunda)
terhadap pukat cincin mini. ... 35
5. Spesifikasi teknis pukat cincin mini. ... 40
6. Panjang tubuh, kepadatan sel kon, diameter dan jarak fokus lensa mata, sudut pembeda terkecil dan
ketajaman penglihatan dari ikan juwi (Anodontostoma chacunda). ... 44
7. Panjang tubuh, kepadatan sel kon, diameter dan jarak fokus lensa mata, sudut pembeda terkecil dan
ketajaman penglihatan dari ikan selar (Selar crumenophthalmus). ... 48 8. Panjang tubuh, kepadatan sel kon, diameter dan
jarak fokus lensa mata, sudut pembeda terkecil dan
ketajaman penglihatan dari ikan layang (Decapterus macrosoma). ... 5 1
9. Jarak pandang maksimum ikan juwi terhadap pukat cincin mini ... 56
10. Perhitungan lolosnya ikan saat setting pukat cincin mini
(saat kondisi kecepatan renang sustained speed 1 ,I mldetik) ... 61
11. Perhitungan lolosnya ikan saat setting pukat cincin mini
(saat kondisi kecepatan renang prolonged speed 1,3 mldetik) ... 62
12. Perhitungan lolosnya ikan saat setting pukat cincin mini
(saat kondisi kecepatan renang burst speed 1,5 rnldetik) ... 63
13. Perhitungan waktu, kedalaman dan kecepatan tenggelamnya
tali pelampung (leadline)
...
64 14. Pemiungan dari model pelingkaran jaring pukat cincin mini ... 6515. Perhitungan antara kecepatan ikan meloloskan din dengan kecepatan
pelingkaran jaring (saat kecepatan renang sustainable speed) ... 66
16. Perhitungan antara kecepatan ikan meloloskan diri dengan kecepatan
pelingkaran jaring (saat kecepatan renang prolonged speed) ... 67
17. Perhitungan antara kecepatan ikan meloloskan diri dengan kecepatan
DAFTAR GAMBAR
Halaman
...
1 . Diagram alir penelitian 6
...
2 . lkan juwilchacunda gizzard-shad (Anodontostoma chacunda) 10...
3 . lkan selarlbigeye (Selar cnrmenophthalmus) 12 ... 4 . lkan layangllayang scad (Decaptenrs macrosoma) 13
...
5 . Penampang melintang mata ikan 15
...
6 . Struktur retina mata ikan pada irisan vertikal 16 7.
Konsep perhitungan jarak pandang maksimum (maximum sightingdistance) ... 20
8 . lkan meloloskan diri melalui celah dan bagian bawah tali pemberat
...
(leadline) saat penebaran jaring (sefting) dari pukat cincin mini 21
9 . lkan meloloskan diri melalui celah ketika tali kolor (purse line)
akan dikerutkan saat penarikan jaring (hauling) dari pukat cincin mini
...
21 10 . Strategi geometri pukat cincin mini saat dioperasikan...
24 11 . 25 Bagian dari retina mata ikan sampel yang diamati sebaran sel konnya...
29 12 . Prosedur histologi untuk analisis retina mata ikan ... 30 13 . Prosedur pengeringan dan penanaman pada media parafin dari spesimenretina mata ikan ... 31 14 . Pewamaan hematoxylene dan eosin dari spesimen irisan retina mata ikan
.
3215 . Gambaran perhitungan jarak pandang maksimum ... 33
...
16 . Posisi pelolosan diri kawanan ikan saat dilakukan penurunan jaring 36 17 . Desain pukat cincin mini (mini purse seine) ... 41 18 . Bentuk mozaik sel kon ganda ikan juwi (Anodontostoma chacunda) ... 43 19
.
Hubungan antara panjang tubuh dan diameter tensa mataAnodontostoma chacunda ... 45
20 . Hubungan antara panjang tubuh dan jumlah sel kon
Anodontostoma chacunda ... 45
21 . Hubungan antara panjang tubuh dan sudut pembeda terkecil
Anodontostoma chacunda ... 46 22 . Hubungan antara panjang tubuh dan ketajaman penglihatan
Anodontostoma chacunda ... 46
...
Selar crumenophthalmus
24 . Hubungan antara panjang tubuh dan diameter lensa mata
...
Selar crumenophthalmus
25 . Hubungan antara panjang tubuh dan jumlah sel kon
...
Selar crumenophthalmus
26 . Hubungan antara panjang tubuh dan sudut pembeda terkecil
...
Selar crumenophthalmus
27 . Hubungan antara panjang tubuh dan ketajaman penglihatan
...
Selar crumenophthalmus
28 . Bentuk mozaik sel kon ganda Decapterus macrosoma
...
29 . Hubungan antara panjang tubuh dan diameter lensa mata
...
Decapterus macrosoma
30 . Hubungan antara panjang tubuh dan jumlah sel kon
Decapterus macrosoma ...
31
.
Hubungan antara panjang tubuh dan sudut pembeda terkecilDecapterus macrosoma ...
32 . Hubungan antara panjang tubuh dan ketajaman penglihatan
...
Decapterus macmsoma
33 . Bentuk sel kon pada bagaian retina mata Anodontostoma chacunda ...
34 . Bentuk sel kon pada bagaian retina mata Selar crumenophthalmus
...
35 . Bentuk sel kon pada bagaian retina mata Decapterus macrosoma ...
36 . Kontur peta sel kon dan sumbu penglihatan Anodontostoma chacunda ...
37 . Kontur peta sel kon dan sumbu penglihatan Selar cnrmenophthalmus ... 38 . Kontur peta sel kon dan sumbu penglihatan Decapterus macrosoma ...
39 . Grafik jarak pandang maksimum Anodontostoma chacunda ...
40 . Grafik jarak pandang maksimum Selar crumenophthalmus ...
DAFTAR LAMPIRAN
Lam piran
I. PENDAHULUAN
I .I. Latar Belakang
Mata pada ikan merupakan salah satu indera yang sangat penting untuk
mencari makan dan menghindar dari pemangsalpredator atau kepungan alat
tangkap. Ketajaman penglihatan (visual acuity) pada ikan didefinisikan sebagai
kemampuan ikan untuk melihat dua titik dari suatu obyek pada suatu garis lurus
yang digambarkan dalam bentuk hubungan timbal balik, diistilahkan dengan
sudut pembeda terkecil (Minimum Separable Angle) (He, 1989). Selanjutnya
dengan ketajaman penglihatan dapat pula diketahui area kekuatan pandang
melalui sudut terkecil penglihatan (minimum visible angle) yang dapat diukur
sebagai jarak pandang untuk melihat suatu obyek melalui metoda tingkah laku
(Muntz vide Purbayanto, 1999).
Penelitian mengenai mata ikan, khususnya mengenai ketajaman
penglihatan merupakan fenomena yang menarik untuk dikaji. Telah banyak
penelitian mengenai hubungan antara ketajaman penglihatan ikan dalam melihat
suatu obyek penglihatan (visual object) antara lain ketajaman penglihatan pada
ikan perch (Guma'a, 1982), perkembangan ketajaman penglihatan dari red sea
bream (Pagrus major) (Shiobara et a/. , 1998), penglihatan pada tuna dan setuhuk
(Kawamura et al., 1981), perkembangan retina dan respon retinomotor pada
herring (Blaxter and Jones, 1967), karakteristik histologi dan perkembangan
retina pada Japanese sardine (Sardinops melanostictus) (Matsuoka, 1999) dan
fisiologi penglihatan dari Japanese whiting (Sillago japonica) (Purbayanto et al.,
2001). Proses penangkapan dan tingkah laku ikan yang dipengaruhi oleh
banyak memberikan informasi untuk kegiatan penelitian dan pengembangan alat
tangkap.
Perkembangan teknologi penangkapan ikan di Indonesia tidak terlepas
dari perkembangan pengetahuan tentang tingkah laku ikan di dunia secara
keseluruhan. Pengetahuan tentang alat tangkap dan tingkah laku ikan yang
menjadi sasaran tangkapan merupakan faktor penting dalam memahami proses
penangkapan dari suatu jenis alat tangkap. Selain itu, pengetahuan tersebut
dapat pula digunakan dalam meningkatkan hasil tangkapan.
Salah satu jenis teknologi penangkapan ikan di Indonesia yang banyak
digunakan di perairan pantai Timur Sumatera dan Selatan Jawa adalah alat
tangkap pukat cincin atau purse seine (Departemen Kelautan dan Perikanan,
2000). Pukat cincin yang banyak digunakan di perairan pantai Utara Jawa adalah
di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur (Departemen Kelautan dan Perikanan,
2000). Pukat cincin mini atau mini purse seine adalah salah satu jenis alat
tangkap yang masih dapat dijumpai di perairan pantai Utara Jawa, khususnya di
Juwana. Terbatasnya jumlah alat tangkap tersebut disebabkan karena pukat
cincin mini tergolong kedalam alat tangkap tradisional, sedangkan para nelayan
sudah berpola pikir untuk mendapatkan hasil tangkapan dengan kapasitas yang
besar, tentunya dengan menggunakan alat tangkap yang lebih modem.
Pukat cincin digunakan untuk menangkap ikan pelagis (Fridman,
1986). Selanjutnya dijelaskan pula bahwa jenis ikan pelagis adalah
kelompok pelagis kecil yang membentuk gerombolan padat. lkan
pelagis kecil biasanya termasuk dalam kelompok ikan yang aktif pada
siang hari. Pada umumnya kelompok ikan tersebut adalah jenis ikan yang intensif
sekali menggunakan indera penglihatannya dan aktif memburu mangsanya
kelompok ikan pelagis kecil sangat penting dalam melihat obyek sebagai mangsa
mereka. Selain itu, fungsi ketajaman penglihatan diperlukan untuk membatasi
jarak antar ikan dalam kawanannya agar tidak saling bertabrakan (He, 1989).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa istilah jarak antar ikan dalam suatu kawanan ikan
yang besar disebut dengan jarak terdekat dengan ikan dalam suatu kawanan
(nearest neighbour distance).
lnformasi ketajaman penglihatan ikan pada operasi penangkapan dengan
pukat cincin perlu diketahui. Mengingat ha1 tersebut berkaitan dengan informasi
jarak suatu kawanan ikan mulai bereaksi terhadap kapal penangkapan yang
sedang mendekat dan pukat cincin yang sedang ditebarkan atau disebut dengan
jarak kejut (Fridman, 1986). Sehingga dapat diketahui reaksi gerakan ikan ketika
menghindari sumber bahaya, bagaimana mereka meloloskan diri dan
kemampuan mereka dalam merubah arah renang, sangat berguna dalam
pengoperasian alat tangkap pukat cincin.
1.2. Perurnusan Masalah
Menurut Gunarso dan Bahar (1991) bahwa bagaimanapun canggihnya
suatu alat penangkapan ikan, namun sebagian besar ikan ternyata masih
berhasil meloloskan diri dari cakupan alat penangkap. Salah satu penyebabnya
bahwa sejauh ini k i a lebih banyak memaksakan kehendak kita sendiri tanpa
menyadari dan memahami apa yang dikehendaki oleh ikan itu sendiri. Oleh
sebab itu, bila tingkah laku ikan serta berbagai faktor-faktor yang berkaitan
dengannya dapat diketahui dan dipahami maka akan membuka jalan untuk
mengetahui cara-cara yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas suatu
yang baru dan lebih sesuai. Dapat pula dengan melakukan modifikasi alat
tangkap yang telah ada sehingga menjadi lebih efektif dan efisien.
Berbagai permasalahan sumberdaya maupun lingkungan yang sedang
dihadapi saat ini telah menjadi dasar dan alasan penting bahwa pengembangan
teknologi penangkapan ikan di masa mendatang lebih dititikberatkan pada
kepentingan sumberdaya dan perlindungan lingkungan (Purbayanto dan
Baskoro, 1999). Dalam hubungannya dengan teknologi penangkapan ikan yang
ramah lingkungan, konsep pengembangan teknologi penangkapan ikan
sekarang ini tidak hanya menekankan pada peningkatan jumlah hasil tangkapan,
tetapi juga harus memperhatikan dampak lingkungan. Alat tangkap pukat cincin
mini dinilai kurang ramah lingkungan karena dalam pengoperasiannya melingkari
dan mengurung kawanan ikan yang berbeda umur dan ukurannya sehingga ikan
dari berbagai macam ukuran akan tertangkap dan terkumpul pada bagian yang
berbentuk kantong dengan ukuran mata jaring (mesh size) yang relatif kecil.
Kondisi ini menyebabkan alat tangkap ini kurang selektif.
Tingkah laku ikan terhadap suatu alat tangkap yang dipengaruhi oleh
ketajaman penglihatan pada jenis-jenis ikan laut tropis dari berbagai kegiatan
penelitian belum banyak memberikan informasi untuk pengembangan alat
tangkap. Berdasarkan permasalahan di atas maka ketajaman penglihatan ikan
untuk jenis ikan air laut tropis penting untuk diketahui, khususnya untuk jenis ikan
pelagis kecil yang tertangkap pada proses penangkapan pukat cincin mini.
Dengan informasi yang diperoleh dapat diaplikasi pada alat tangkap pukat cincin
mini untuk tujuan pengembangan alat tangkap yang ramah lingkungan. Adapun
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah
1. Mengkaji dan menganalisis ketajaman penglihatan ikan juwi
(Anodontostoma chacunda) dan dua jenis ikan pelagis kecil lainnya, yaitu
selar (Selar cnrmenophthalmus) dan layang (Decaptenrs macrosoma).
2. Mengetahui aplikasi ketajaman penglihatan ikan juwi (Anodontostoma
chacunda) pada proses penangkapan alat tangkap pukat cincin mini.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai informasi dalam memahami proses penangkapan ikan secara
baik dan benar, khususnya untuk alat tangkap pukat cincin mini.
2. Memahami ekologi ikan, khususnya ikan pelagis kecil dalam
hubungannya dengan cara makan dan penghindaran terhadap predator.
1.5. Hipotesa
1. Semakin besar ukuran panjang tubuh jenis ikan pelagis kecil maka akan
semakin tinggi ketajaman penglihatannya.
2. Ketajaman penglihatan yang dimiliki jenis ikan pelagis kecil berpengaruh
I
Mini Purse SeineI
Fishing gears types for sampling fish:
1. Bottom gill net 2. Lift net
3. Mini purse seine
I. Chacunda gizzard-shad(Anodontostoma chacunda)
2. Bigeye(Se1ar crumenophthalmus)
Net length
Fr-l
+
I
Body lengthI
measurement1 )
measurementI I
of retinaI I
f
$.
*
Visual
Secondary data
- -
acuity-
I
v
mini purse seineSwimming Diameter of Maximum sighting
speed of fish school distance
p z q
sinkingLeadline measurement
1.i-I
"ipeed1
sinking
+
)
Capture process model of mini1
purse seine
I
I
mini purse seine
hauling
Boat speed
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Alat Tangkap Pukat Cincin Mini (Mini Purse Seine)
Pukat cincin (purse seine) termasuk kedalam alat tangkap modern yang
dioperasikan secara aktif, yaitu dengan cara mengejar dan melingkari kawanan
ikan dengan jaring yang membentuk kerucut. Alat tangkap tersebut merupakan
hasil modifikasi dari alat tangkap sebelumnya, yaitu lampara dan ring net (Von
Brandt, 1984).
Pukat cincin biasanya disebut jaring kantong karena bentuk jaring
tersebut saat dioperasikan menyerupai kantong. Alat tangkap ini terkadang juga
disebut dengan jaring kolor, karena pada bagian bawah jaring sewaktu
dioperasikan dengan cara menarik tali kolor tersebut (Sadhori, 1985).
Von Brandt (1984) mengelompokkan pukat cincin kedalam kelompok
surrounding nets. Alat tangkap ini memiliki ciri-ciri tali ris atas yang lebih pendek
dari tali ris bawah. Berbeda dengan alat tangkap lain dalam kelompoknya, seperti
lampara dan ring net, yang mempunyai tali ris atas lebih panjang dari tali ris
bawahnya. Berdasarkan cara pengoperasiannya pukat cincin dikelompokkan
kedalam surrounding net, yaitu kelompok alat tangkap yang dioperasikan dengan
cara pelingkaran jaring terhadap kawanan ikan (Nomura dan Yamazaki, 1975).
Potier dan Sadhotomo (1 995) menjelaskan bahwa perikanan pukat cincin
mini tersebar di sepanjang pantai utara Jawa (terutama Propinsi Jawa Timur) dan
Propinsi Kalimantan Selatan, dengan waktu penangkapan yang relatif pendek. Di
Jawa Tengah, daerah Pekalongan dan Juwana merupakan pusat perikanan
pukat cincin.
Menurut Hariati et al. (2000) tipe pukat cincin yang dioperasikan di Selat
(medium) dan pukat cincin besar (large). Deskripsi umum dari masing-masing
tipe tersebut dapat dilihat pada Table 1. Menurut Yusuf vide Adi (1997) bahwa
kiasifikasi pukat cincin berdasarkan ukuran tali ris adalah sebagai berikut :
1 . Pukat cincin mini; bila panjang tali ris atas atau panjang jaring adalah 350
meter.
2. Pukat cincin medium; bila panjang tali ris atas atau panjang jaring adalah 550
meter.
3. Pukat cincin besar; bila panjang tali ris atas atau panjang jaring adalah
600 meter.
Sumberdaya ikan pelagis merupakan sasaran penangkapan bagi operasi
pukat cincin mini, yang terdiri dari komunitas ikan pelagis pantai (Sardinella spp.,
Rastrelliger brachysoma, Dusumieria acuta, Selar spp. ), i kan pelag is neriti k dan
oseanik (Decapterus russelli, Selar crumenophthalmus, Rastrelliger kanagurta,
Decapterus macrosoma, Amblygaster sirm) serta kelompok jenis ikan layang
Table 1. General description of purse seiner operated in Malacca Strait
Description of each component 1. Net:
-
Length (m)-
Depth (m)-
Mesh size (inch)2. Wooden boat:
-
Length (m)-
Width (m)-
Depth (m)-
Tonnage (GT)4. Fish container:
Type of purse seiner
7-1 7 2-4 1 .O-1.5 3-8, 16-20
3. Engine:
-
Main engine (HP)-
FADSmall
400-800 30-45
1,2, 3, and 4
1
5. Number of crew:1
15-20 crew*/
25-30 crew*1
35-45 crew**1
Out-board23-25,40-60 Fluorescent lamps or none
20 kg
wooden baskets
Source : Hariati eta/ (2000) * : Basu ki et a1 (1 992) **
: Linting (1986)
Medium
800 60
1,2, 3, and 4
2.2. Morfologi dan Ekologi lkan Penelitian
Large
800-1 00 90
1,2, 3, and4
in-board 120-250
Halogen lamps and "rumpon"
Fish hold or 200 kg wooden tank
2.2.1. lkan juwilchacunda gizzard
-
shad (Anodontostoma chacunda)in-board 200-2000 Halogen lamps and "rumpon"
Fish hold or 2000 kg wooden tank
lkan juwi (nama lokal) yang diklasifikasikan dalam famili Clupeidae
merupakan salah satu jenis ikan pelagis yang selalu tersedia di sepanjang musim
penangkapan di Indonesia, terutama di perairan utara Jawa. Menurut Widodo
dan Burhanuddin (1995) Anodontostoma chacunda sering disebut dengan narna
"selangef". Distribusi geografi dari ikan tersebut meliputi Teluk Persia, Laut
Hindia hingga perairan Indonesia, Pilipina dan Malaysia. Morfologi dari ikan juwi
(Anodontostoma chacunda) adalah sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Kelas : Pisces
Su bkelas : Teleostei
Ordo : Malacopterygii
Famili : Clupeidae
Subfamili : Dorosomatinae
Genus : Anodontostoma
Species : Anodontostoma chacunda
Menurut FA0 (1974) ciri khusus dari Anodontostoma chacunda antara lain :
bentuk tubuh oval, ukuran panjang tubuh maksimum 17 cm namun kebanyakan
ukuran panjang tubuh yang biasanya tertangkap sekiar 14 cm, bentuk mulut
inferior dan memiliki tanda berupa bintik hitam berukuran besar berwarna hitam
di bagian samping penutup insang. Dijelaskan pula Anodontostoma chacunda
termasuk kedalam jenis ikan pelagis yang habitatnya di perairan dekat pantai
serta makanannya adalah detritus. Pada umumnya ikan tersebut di Indonesia
tertangkap oleh pukat cincin, jaring angkat dan sero. Gambar dari
Anodontostoma chacunda dapat dilihat pada Figure 2.
2.2.2. lkan selarlbigeye (Selar crumenophthalmus~
lkan selar ini lebih dikenal dengan nama lokal bentong. Adapun morfologi
dari ikan selar adalah sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Malacopterygii
Famili : Carangidae
Subfamili : Caranginae
Genus : Selar
Species : Selar crumenophthalmus
Menurut FA0 (1974) ciri khusus dari Selar cmmenophthalmus antara lain:
memiliki tubuh compmsed dengan mata yang besar, ukuran panjang tubuh
maksimal30 cm, tetapi ikan selar yang kebanyakan tertangkap memilki panjang
tubuh 20 cm. Menurut Widodo dan Burhanuddin (1995), Selar
cmmenophthalmus kebanyakan habiatnya di perairan pantai hingga kedalaman
80 meter dan terrnasuk spesies bentho-pelagic. Makanan dari Selar
crumenophthalmus adalah cmstacea dan ikan-ikan kecil (FAO, 1974). Gambar
Figure 3. Bigeye (Selar cnrmenophthalmus)
2.2.3. l kan layangllayang scad (Decapterus macrosoma).
lkan layang adalah salah satu jenis ikan pelagis kecil, yang hidup di
sekitar permukaan laut. Pada umumnya berada pada daerah paparan benua
(continental self) dan suka bergerombol (Nurhakim et al., 1987).
lkan Layang tergolong ikan stenohaline, hidup di perairan berkadar garam
tinggi di atas 30 promil, suka berkumpul dalam kawanan, pemakan plankton
hewani serta hidup pada perairan yang jernih, sehingga di Laut Jawa ikan layang
jarang tertangkap di dekat pantai (Djatikusumo, 1975).
Menurut Direktorat Jenderal Perikanan vide Burhanuddin (1995), jenis
ikan layang yang sering tertangkap di perairan lndonesia yaitu layang deles (D.
macmsoma) dan layang biasa (D. nrsellr). Daerah penyebaran layang deles
meliputi Selat Sunda, perairan Indonesia Timur, Teluk Benggala, Pilipina dan
Laut Cina Selatan (FAO, 1974). Selanjutnya dijelaskan pula bahwa layang deles
biasa tertangkap dengan ukuran panjang tubuh 30 cm tetapi yang kebanyakan
tertangkap dengan panjang tubuh 25 cm, dengan menggunakan alat tangkap
pukat cincin (purse seine) dan pukat dasar (bottom trawl). Morfologi dari
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Su bkelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Famili : Carangidae
Subfamili : Caranginae
Genus : Decaptenrs
Species : Decapterus macrosoma
Gambar dari layang deles (Decaptenrs macrosoma) dapat dilihat pada Figure 4.
Figure 4. Layang scad (Decapterus macrosoma)
2.3. Morfologi Retina Mata lkan
Retina adalah proyeksi dari otak dan terdiri dari berbagai tipe sel yang
terdiri dari 8 lapisan dan 2 membran (Ali and Anctil, 1976). Retina ini terdapat
pada salah satu lapisan pada mata ikan dengan ketebalan berkisar 90 - 500 pm,
sedangkan lapisan visual selnya mempunyai ketebalan 30
-
200 pm (Nicol,1989). Adapun bagian mata dari ikan dapat dilihat pada Figure 5. Sedangkan gambaran dari struktur retina mata ikan pada irisan vertikal dapat dilihat pada
Pada jenis teleost yang memiliki jenis retina duplex, dengan pengertian
bahwa dalam retina mereka terdapat dua jenis reseptor yang dinamakan sel rod
dan sel kon (cone). Pada retina tersebut umumnya terjadi distribusi dari kedua
jenis reseptor yang berbeda untuk bagian yang berlainan yang biasanya erat
hubungannya dengan pemanfaatan indera penglihatan dalam lingkungannya
(Gunarso, 1985). Matsuoka (1999) menjelaskan bahwa retina ikan umumnya
terdiri dari tiga tipe pada lapisan indera penglihat (visual cell layetj, yaitu sel kon
tunggal (single cone), sel kon ganda (twin cone) dan sel rod. Sel kon merupakan
reseptor penglihatan untuk color vision dan ketajaman penglihatan (visual acuity).
Namun tidak semua jenis ikan memiliki dua reseptor, seperti misalnya
pada ikan tuna, mackerel hanya memiliki reseptor kon saja, sedangkan jenis-
jenis ikan dasar atau jenis ikan yang hampir sepanjang hidupnya tinggal di
daerah yang hampir tidak dicapai lagi oleh cahaya matahari umumnya hanya
memiliki sel rod saja (Gunarso, 1985). Dijelaskan pula bahwa jenis ikan demersal
yang mencari makan pada malam hari, seperti Solea sp dan Lysodes sp pada
umumnya memiliki retina tanpa pengkonsentrasian reseptor sehingga tidak
15
Sderal
Figure 5. Sectional diagram of teleost eye (Source: Purbayanto, 1999)
Terdapat pula kelompok ikan yang hanya memiliki sel reseptor kon saja,
yaitu ikan laut kelompok teleostei stadia larva pada saat awal makan (first
feeding). Pada kelompok ikan ini memiliki kemampuan jarak pandang saat
melihat suatu obyek yang relati rendah, demikian pula sensitivitas luminasi dan
ketajaman penglihatannya (Huse, 1993).
Pada penelitian yang lebih teliti dengan menggunakan bantuan mikroskop
elektron terhadap salah satu jenis ikan teri Engraulis japonica (Gunarso, 1985)
menunjukkan bahwa jenis teri memiliki dua jenis sel kon, yaitu jenis sel kon
bercabang (bifid cone) dan sel kon tunggal. Sel kon tersebut bergabung dalam
barisan yang teratur sehingga membentuk susunan mosaik. Menurut Tamura
(1957), sel kon tunggal dan sel kon ganda dapat juga didapati pada retina ikan
jenis teleost. Matsuoka (1999) menjelaskan bahwa sel kon ganda (fwin cone)
16
a. Cone cell 4. Outer plexiform layer b. Rod cell 5. Horizontal cell c. Rod sperul
d. Rod bipolar cell
Figure 6. Schematic illustration of retina structure (Source: Gunarso, 1985)
2.4. Ketajaman Penglihatan lkan (Visual Acuity)
Ketajaman penglihatan pada ikan adalah kemampuan untuk melihat dua
titik dari suatu obyek pada satu garis, digambarkan dalam bentuk hubungan
timbal balik yang diperlihatkan dalam istilah sudut pembeda terkecillminimum
separable angle (MSA)(He, 1 989).
Menurut Muntz vide Purbayanto (1999), ketajaman penglihatan pada
hewan merupakan pengukuran secara terperincildetail dari kekuatan area
pandangan, dan ha1 tersebut diperlihatkan sebagai sudut pembeda terkecil
yang terdekat, yang dapat diukur melalui pengujian histologi. Selanjutnya
dijelaskan pula bahwa sudut tampak minimum (minimum visible angle) dapat
diukur dengan cara memperhitungkan jarak dari sasaran penglihatan
menggunakan metoda tingkah laku.
Ketajaman penglihatan pada ikan tergantung dari dua faktor, yaitu
diameter lensa dan kepadatan sel kon pada retina (Shiobara et al., 1998).
Selanjutnya dijelaskan pula bahwa semakin tajam penglihatan karena
peningkatan kedudukan jarak fokus lensa daripada kepadatan sel kon-nya. He
(1989) menjelaskan bahwa sudut pembeda terkecil pada ikan berhubungan erat
dengan karakteristik pemantulan sinar ke lensa dan ketepatan mengenai retina.
Sudut pembeda terkecil digunakan untuk menentukan kepadatan set kon
tertinggi per luasan 0,01 mm2 pada masing-masing daerah retina, dengan
menggunakan rumus (Tamura, 1957) sebagai berikut :
dimana hd adalah sudut pembeda terkecil dalam satuan radian, F adalah jarak
fokus lensa yang dihitung berdasarkan rasio Matthiensson's (F = 2,55 r), dimana
r adalah jari-jari lingkaran dari lensa mata. Nilai konstanta 0,25 adalah derajat
pengerutan retina akibat proses histologi yang dilakukan, dan n adalah
kepadatan sel kon tertinggi per luasan 0,01 mm2.
Ketajaman penglihatan (visual acuity), merupakan kebalikan dari hasil
perhitungan sudut pembeda terkecil (Shiobara et al., 1998):
Ketajaman penglihatan tergantung dari dua faktor, yaitu pemisahan
lensa menjadi besar jika mempunyai fokus yang panjang. Kemampuan melihat
obyek di bagian retina mata tergantung pada kepadatan dari jumlah sel
penglihatan (visual cells) dan berhubungan timbal balik dengan diameter lensa.
Kepadatan sel kon akan tetap selama ikan hidup, yang perubahan
kekuatannya mungkin akan meningkat sejalan dengan pertumbuhan lensanya
(Tamura, 1957). Shiobara et a1 (1998), semakin tajam daya penglihatan mungkin
diakibatkan hubungan antara panjang fokus lensa yang lebih meningkat
daripada kepadatan sel kon-nya.
He (1989) berpendapat bahwa makin bertambah panjang tubuh ikan,
maka akan semakin tinggi ketajaman pengtihatannya dengan nilai sudut
pembeda terkecil yang semakin kecil. Menurut Guma'a (1 981), bahwa ketajaman
penglihatan pada ikan Perch (Perca fluviatilis L) banyak tergantung pada panjang
fokus lensa (focal length) daripada kepadatan sel penglihatannya (dimana
peningkatan ketajaman tersebut secara linier sebanding dengan bertambahnya
umur ikan), dan pada ikan yang sedang mengalami pertumbuhan, diameter lensa
akan meningkat yang berakibat ketajaman matanya akan bertambah baik, akan
tetapi ditandai dengan sudut pembeda terkecil yang menurun. Selanjutnya
menurut Purbayanto (1999), diameter lensa ikan akan meningkat dengan
bertambahnya ukuran tubuh, sementara itu kepadatan
sel
kon cenderung menurun dengan meningkatnya pertambahan panjang tubuh.2.5. Sumbu Penglihatan (Visual Axis)
Sumbu penglihatan (visual axis) diidentifikasi untuk mengetahui
kebiasaan ikan dalam melihat makanan atau obyek yang lain (Blaxter, 1980).
Sumbu penglihatan diperoleh setelah nilai kepadatan sel kon tiap bagian dari
memiliki nilai kepadatan sel kon tertinggi menuju tiiik pusat lensa mata (Tamura,
1957).
Menurut Tamura (1957), menentukan sumbu penglihatan terlebih dahulu
mengetahui kepadatan sel kon yang biasanya terletak pada area dorso-temporal,
temporal dan ventro-temporal di retina mata ikan. Sedangkan bidang penglihatan
yang dihasilkan dari menarik garis lurus dari bagian retina menuju ke titik lensa
mata, biasanya menghadap arah depan menurun (lower-fore), arah depan
(fore)
dan arah depan-naik (upper-fore).
Kepadatan sel kon yang tinggi dimungkinkan untuk mengetahui
ketajaman penglihatan dan sumbu penglihatan (Blaxter, 1980). Selanjutnya
dijelaskan pula bahwa pada daerah retina yang memiliki kepadatan sel kon
tertinggi pada bagian dorso-temporal dengan perubahan arah pada diopter ke
arah depan menurun (lower-fore) maka sumbu penglihatan juga akan ke arah
depan menurun pada sudut berkisar 20'. Kepadatan tertinggi sel kon di bagian
temporal, maka ada dua kemungkinan untuk perubahan arah pada diopter, jika
perubahan arah pada diopter ke arah depan maka sumbu penglihatan juga akan
ke arah depan pada sudut
oO,
sedangkan perubahan arah pada diopter ke arahdepan-naik (upper-fore) maka sumbu penglihatan juga akan ke arah depan dan
depan-naik (fore-upper-fore) pada sudut 30'. Sedangkan kepadatan tertinggi sel
kon di bagian ventro-temporal, maka perubahan arah pada diopter ke arah
depan-naik (upper-fore) dan sumbu penglihatan juga akan ke arah depan-naik
(upper-fore) pada sudut 30'.
2.6. Jarak Pandang Ma ksimum (Maximum Sighting Disfance )
Jarak pandang maksimum adalah kemampuan ikan untuk melihat suatu
penerapannya digunakan untuk mengetahui kemungkinan pelolosan ikan dari
suatu alat tangkap yang sedang dioperasikan (Zhang et al, 1993).
Untuk mengetahui kemampuan jarak pandang maksimum ikan, terlebih
dahulu perlu diketahui nilai sudut pembeda terkecillminimum separable angle
dalam satuan menit. Dalam perhitungan diasumsikan bahwa keadaan perairan
adalah jernih (clear water3 dan tingkat pencahayaan dalam keadaan terang (ideal
light condition). Menurut Zhang et a/. (1993) bahwa kemampuan jarak pandang
maksimum ikan akan berbeda seiring dengan perbedaan ukuran panjang
tubuhnya. Konsep perhitungan jarak pandang maksimum dapat digambarkan
pada Figure 7.
Perhitungan jarak penglihatan maksimum dari mata ke suatu obyek benda dapat
dihitung dengan menggunakan dalil phytagoras.
Visual object
+
... ... ... ... _(_..__ ...4-~*- I3
w
L : Lens
Al : Cone cell
A2 : Cone cell R : Retina F : Focal length
d : Object size (diameter, tickness)
a : Minimum separable angle in degrees D : Maximum sighting distance
2.7. Model Pelolosan lkan Pada Proses Penangkapan Dari Pukat Cincin Mini
Model penangkapan ikan dengan menggunakan pukat cincin melalui
perhitungan matematis yang bertujuan untuk mengetahui jumlah ikan yang 1010s
dalam usaha penangkapan. Menurut Fridman (1986) ada beberapa pendugaan lolosnya ikan dari alat tangkap pukat cincin yang sedang dioperasikan:
1. Melalui celah antara alat tangkap dengan dasar perairan.
2. Di bawah tali pemberat (leadline) ketika jaring sedang ditebarkan (setting) (Figure 8).
3. Di bawah tali pemberat (leadline) ketika tali kolor (purse line) dikerutkan saat
hauling (Figure 9).
I
I 1
Source: Fridman (1 986)
Figure 8. Fish escaping through the gap and under the leadline when the net is being shooted
I t
I -. .
Source: Fridman (1986)
Panjang jaring yang lebih panjang akan memerlukan waktu yang lebih
lama pada saat setting maupun hauling. Keadaan ini memberikan gerombolan
ikan lebih banyak waktu dan kesempatan untuk meloloskan diri melalui celah
ujung jaring maupun melalui bawah jaring (Sainsbury, 1971). Tetapi gerombolan
ikan juga akan merasa lebih aman dan lebih lapang serta tidak merasa terancam
bila berada dalam lingkaran jaring tersebut sampai saat hauling (Fridman, 1986).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendugaan lolosnya ikan di bawah leadline dengan
perhitungan panjang jaring saja tidak memberikan pengaruh yang kuat melainkan
dari kedalaman pukat serta waktu, kedalaman dan kecepatan tenggelamnya
leadline yang disertai pula dengan karakteristik kawanan ikan sebagai sasaran
tangkapan. Karakteristik dari gerombolan ikan dapat di lihat pada Table 2.
Perhitungan dari panjang jaring pukat cincin mini merupakan salah satu
prosedur bentuk pukat cincin untuk menggambarkan karakteristiknya secara
umum dalam operasi pelingkaran segerombolan ikan. Kriteria perhitungan dari
panjang minimum pukat cincin diperlukan untuk memastikan bahwa ikan
tangkapan masuk kedalam area pukat cincin yang dioperasikan (Fridman, 1986).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa panjang dari pukat cincin yang dioperasikan
dengan menggunakan satu kapal dikalkulasi agar seluruh kawanan ikan yang
23
Table 2. Characteristics of some fish schools
Species
Atlantik herring
Sardine Mackerel
Belted bonita Black sea anchovy
Source: Fridman (1 986)
(meter)
1
Swimming speed
/cruising speed (Vf)
(mlsecond) 25 50 40 30 I
I 60
Menurut Fridman (1986), gambaran tentang bagaimana kondisi pukat
cincin saat dioperasikan dan kondisi kawanan ikan yang menjadi sasaran
tangkapan melalui perhitungan yang terlebih dahulu telah ditentukan asumsi-
asumsinya yang disesuaikan dengan kondisi perairan yang sesungguhnya, yaitu:
1. Kecepatan renang ikan saat kawanan ikan dalam jumlah yang besar dalam
kondisi renang tidak aktif untuk meloloskan din.
2. Terdapat jarak antara kawanan ikan saat bereaksi terhadap kapal yang
mendekati dan menebarkan jaring.
3. Pengoperasian pukat cincin pada arah melingkar.
4. Terdapat jarak minimum saat kapal mendekati kawanan ikan tanpa
menganggu tingkah laku yang normal dari kawanan tersebut.
Untuk mempermudah dalam perhitungan tersebut, digambarkan mengenai
strategi geometri pukat cincin saat dioperasikan (Figure 10).
100 mm BL*
150 mm BL*
300 mm BL*
800 mm BL*
Source: Fridman (1 989)
a : A minimum distance to which the vessel may approach the school without disturbing its normal behaviour
A : The fish school is initially on a course in the direction from point A
B : The fish school is initially on a course in the direction from point A toward point B
Vf : Swimming speed of fish C : Setting point to start shooting V, : Velocity of vessel
r, : The radius of the net 2.rs : Diameter of school
Ill. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama,
pengambilan data lapang, meliputi data alat tangkap pukat cincin mini di daerah
Bendar-Juwana, Jawa Tengah, dan pengambilan sampel mata dari tiga jenis ikan
pelagis kecil, yaitu ikan juwi (Anodontostoma chacunda), ikan selar (Selar
cnrmenophtalmus) dan i kan layang (Decaptenrs macrosoma) yang meru pa kan
hasil tangkapan jaring insang dasar, bagan apung dan pukat cincin mini. Tahap
kedua, melakukan analisis histologi sampel mata ikan di laboratorium kesehatan
ikan, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan, lnstitut
Pertanian Bogor pada bulan Februari sampai dengan akhir bulan April 2002.
3.2. Peralatan dan Pengumpulan Data
3.2.1. Alat dan Bahan Penelitian
Dalam penelitian ini alat dan bahan yang digunakan untuk analisis
histologi seperti ditunjukkan pada Table 3.
Table 3. Materials and equipments used in the experiment
No - 1. 2. 3. 4. 5 . 6. 7.
Material and equipment
Mini purse seine Disection kit
Microtome Handy counter Scale Dryer Sample bottles Function
Catching the fish
Taking eyeball sampling
Cutting retina for preparing microscopic observation Taking into account fish
Measuring body length and lens diameter
3.2.2. Pengumpulan Data Penelitian
Data yang diambil terdiri dari dua macam, yaitu data mengenai alat
tangkap pukat cincin mini yang dioperasikan oleh nelayan di Juwana, Jawa
Tengah dan ukuran panjang tubuh serta diameter lensa mata ikan sampel. lkan
sampel yang meliputi: ikan juwilchacunda gizzard-shad (Anodontostoma
chacunda) di ambil di daerah Bendar-Juwana, Jawa Tengah pada bulan
Februari 2002; di Jepara untuk ikan selarlbigeye (Selar cnrmenophthalmus) pada
awal bulan April 2002 serta di Pelabuhan Ratu-Sukabumi untuk ikan lkan
layangllayang scad (Decaptenrs macrosoma) pada akhir bulan Maret 2002.
Data mengenai jumlah sel kon yang terdapat pada setiap bagian retina
mata ikan dari masing-masing sampel ikan diperoleh melalui prosedur histologi.
Data tersebut selanjutnya diperlukan dalam analisis ketajaman penglihatan,
sumbu penglihatan dan jarak pandang maksimum (maximum sighting distance). Documentation
Measuring solution volume
Dissolved solution Dehydration solution Mounting specimens Coloring spesimens Coloring spesimens Covering specimens Covering glass object
Cleaning lipid from specimens
Embedding specimens Fixation
Roping the specimens in solution
8. 9.
10. 11.
1 2.
13. 14. 15. 16. 17. 18 19. 20. Camera Volumetric glass Aquades
Alkohol(75%, 80%, 85%, 95%, 100%)
Glass Object
Haematoxylin Mayer
Eosin
Glass Micro Cover Arabic balsem Xylene
Paraffin
Bouin's solution
Data desain dan konstruksi pukat cincin mini, kapal serta teknis operasi
penangkapan diperlukan dalam pengkajian model tentang kemungkinan lolosnya
ikan dari alat tangkap tersebut. Data teknis operasi pukat cincin mini tersebut
meliputi analisis mengenai jarak pandang maksimum (maximum sighting
distance) sebagai dasar dalam melakukan permodelan tersebut disamping
dibutuhkan data penunjang lainnya seperti kemampuan renang kawanan ikan
dan kondisi lingkungan perairan setempat.
3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Pengambilan Sampel
Sebanyak tujuh ekor ikan juwi (Anodontostoma chacunda), lima ekor ikan
selar (Selar cnrmenophthalmus) dan dua ekor ikan layang (Decaptenrs
macrosoma) dijadikan obyek dalam penelitian ini. Masing-masing ikan yang
dijadikan sampel merupakan ikan segar yang masih dalam keadaan hidup dan
baru saja tertangkap, kemudian diukur panjang total dan panjang tubuhnya.
Sampel ikan tersebut kemudian dipotong dibagian kepala untuk diambil matanya
dan disimpan ke dalam suatu wadah yang berisi larutan fiksatif (larutan Bouin's)
sekurang-kurangnya selama 24 jam. Analisis retina mata ikan dilakukan di
laboratorium dengan menggunakan prosedur histologi melalui pemotongan retina
secara tangensial dengan ketebalan 4 pm sehingga dapat diamati di bawah
mikroskop.
3.3.2.
Prosedur HistologiSpesimen mata ikan dibedah, dibersihkan dan kemudian diukur diameter
maka dapat ditentukan bagian dorsal, ventral, nasal dan temporal dari mata
tersebut. Spesimen retina selanjutnya dipotong dalam 25 bagian untuk keperluan
analisis histologi hingga diperoleh preparat jaringan retina yang siap diamati di
bawah mikroskop (Figure 11). Adapun prosedur histologi dapat dilihat pada
Figure 12,13 dan 14.
3.4. Analisis Data
3.4.1. Analisis Ketajaman Penglihatan.
Ketajaman penglihatan (visual acuity) dihitung berdasarkan nilai
kepadatan sel kon setiap 0.01 mm2 luasan pada masing-masing bagian dari
retina dengan menggunakan rumus sudut pembeda terkecil (minimum separable
angle) yang diberikan oleh Tamura (1 957) :
dimana, a,,, : sudut pembeda terkecil (dalam radian)
F : jarak fokus (berdasarkan formula Matthiensson's (F
=
2.55r) 0.25 : nilai penyusutan spesimen mata akibat proses histologin : jumlah sel kon terpadat per luasan 0,01 mm2 yang
merupakan hasil pengamatan di bawah mikroskop.
Ketajaman penglihatan (visual acuity) merupakan kebalikan dari nilai
sudut pembeda terkecil yang dikonversi dengan rumus sebagai berikut (Shiobara
I
Dorsal
Nasal
Optic cleft Ventral
Figure 11. 25 parts of the retina regions used for observation of cone distribution pattern
3.4.2. Analisis Sumbu Penglihatan.
Sumbu penglihatan (visual axis) diidentifikasi untuk mengetahui
kebiasaan ikan dalam melihat makanan atau obyek yang lain (Blaxter, 1980).
Sumbu penglihatan diperoleh setelah nilai kepadatan sel kon tiap bagian dari
retina mata diketahui yaitu dengan cara menarik garis lurus dari bagian retina
yang memiliki nilai kepadatan sel kon tertinggi menuju titik pusat lensa mata
Sampling eye
1
Bouin's fixationL7
Dehydration
c
*
Paraffin infiltration Embedding
e
Microtome dissection1
*
Hematoxylene and eosin staining
*
Mounting with bioleite
+
Observation by microscope
-
DehydrationParaffin I 6 0 ' ~
Figure 13. Dehydration and embedding procedures of the retina specimens Alcohol 75%
I
(One day)(30 minutes)
Paraffin infiltration .
Alcohol 80% Xylene II I (30 minutes) (20 minutes)
+
Paraffin I1 6 0 ' ~
1
(30 minutes)+
Paraffin Ill 60'C
Paraffin IV 6 0 ' ~
+
(30 minutes) (30 minutes) Alcohol 85%+
(30 minutes)+
Alcohol 90% (30 minutes)
Alcohol 95%
I
(30 minutes)$-
Absolute Alcohol 1 100% (30 minutes)
Absolute Alcohol 11 100% (30 minutes)
Xylene I (20 minutes)
(1 0 minutes)
(10 minutes)
(10 minutes)
(1 0 minutes)
(10 minutes)
(1 0 minutes)
(1 0 minutes)
(2-3 seconds)
(15 minutes)
(1 0 minutes)
(1 0 minutes)
(1 5-20 minutes)
Water
J
(1-2 seconds)y Alcohol 70% v Alcohol 80% (2-3 seconds) (2-3 seconds)
v
Alcohol 90% (2-3 seconds)
v
Absolute alcohol 11 100%
v
Absolute alcohol 1 100%
(2-3 seconds) (2-3 seconds) v Xylene I y Xylene II v Xylene Ill
(1 0 minutes)
(1 0 minutes)
(1 0 minutes)
3.4.3. Analisis Jarak Pandang Maksimum (Maximum Sighting Distance)
Jarak pandang maksimum adalah kemampuan ikan untuk melihat suatu
obyek benda dengan jarak terjauh yang didasarkan dari ketajaman penglihatan
yang dimilikinya (Zhang et a/., 1993). Perhitungan ini dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus phytagoras. Penggunaan rumus tersebut dengan asumsi:
1. Kondisi perairan dalam keadaan jernih (clear waterj
2. Ketajaman penglihatan (a) yang digunakan adalah dalam satuan sudut
derajat (minimum seperabk angle in
degrees).
3. Obyek yang menjadi sasaran penglihatan merupakan diameter dari
ukuran obyek benda tersebut
4. Obyek dianggap berbentuk titik (dot).
Figure I 5 memperiihatkan gambaran perhitungan jarak pandang maksimum
D : Maximum sigthing distance (meter) d : Diameter of object (mm)
a : Minimum separable angle (degree)
a, : 0.5(a )
Figure 15. Calculation of maximum sighting distance with phytagoras method
Perhitungan jarak pandang maksimum dengan menggunakan rumus
3.4.4. Analisis Model Pelolosan lkan Pada Pukat Cincin Mini
Analisis model ini didasarkan atas asumsi-asumsi bahwa keadaan
pengoperasian pukat cincin mini yang kemudian dengan perhitungan dilakukan
pendugaan terhadap posisi gerombolan ikan yang menjadi sasaran tangkapan.
Adapun asumsi yang digunakan dalam perhitungan ini adalah: