• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis KonsumsiPanganPendudukProvinsi DKIJakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis KonsumsiPanganPendudukProvinsi DKIJakarta"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KONSUMSI PANGAN PENDUDUK

PROVINSI DKI JAKARTA

AGUNG ANGGORO

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Konsumsi Pangan Penduduk Provinsi DKI Jakartaadalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalamDaftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2015

Agung Anggoro

NIM I14124003

(4)
(5)

ABSTRAK

AGUNG ANGGORO. Analisis Konsumsi Pangan Penduduk Propinsi DKI Jakarta. Dibimbing oleh YAYUK FARIDA BALIWATI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsumsi pangan penduduk DKI Jakarta dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study.Sampel yang digunakan adalah data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010dengan jumlah sampel sebanyak 1626rumah tangga dengan 4964 anggota rumah tangga.Data konsumsi pangan pangan diperoleh dari contoh dengan menggunakan food recall. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi energi rumah tangga sebesar 1500 ± 711.48 kkal/kap/hari dan rata-rata konsumsi protein rumah tangga 50.82 ± 27.1 g/kap/hari. Tingkat konsumsi energi (TKE) sebagian besar rumah tangga masuk ke dalam kategori defisit tingkat berat (53.1%), tingkat konsumsi protein (TKP) sebagian besar rumah tangga masuk kategori normal dan lebih (47.2%) dan skor pola pangan harapan (PPH) sebesar 76.6. Hasil uji Spearmanmenunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan (P>0.05) antara pendidikan ibu, besar keluarga dan pengeluaran pangan rumah tangga dengan TKE dan TKP rumah tangga.

Kata kunci :konsumsi pangan,rumah tangga,tingkat konsumsi energi (TKE), tingkat konsumsi protein (TKP)

ABSTRACT

AGUNG ANGGORO. Analysis Food Consumption Population Province DKI Jakarta.Supervised by YAYUK FARIDA BALIWATI.

This study was aimed to assess food consumption of people in DKI Jakarta. The design of this study was cross sectional study. The study which is conduted from analyzing food consumption data of Basic Health Research 2010 collected by a 24-hour recall method. Subject obtained from1626 households with 4964 household members.The result showed that energy consumption average of households stood at 1500 ± 711.48 kkal/cap/day and protein consumption average of households stoodat 50.82 ± 27.1 g/cap/day.Almost all (53.1%) energyadequacy level (TKE) households stood atextreemly leveldeficit category,proteinadequacylevel (TKP) households stood at normal category (47.2%) and desirable dietary pattern (PPH) stood at76.6. Spearman test resultshowed there wasno significant correlation(P>0.05) between maternal education level, number of household memberand food expenditure to householdsTKE and TKP.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

ANALISIS KONSUMSI PANGAN PENDUDUK

PROVINSI DKI JAKARTA

AGUNG ANGGORO

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi :Analisis KonsumsiPanganPendudukProvinsi DKIJakarta

Nama :Agung Anggoro

NIM :I14124003

Disetujui oleh

Dr Ir Yayuk Farida Baliwati, MS

Pembimbing

Diketahui oleh

DrRimbawan Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wata’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 ini ialah konsumsi pangan wilayah, dengan judul Analisis Konsumsi Pangan Penduduk Propinsi DKI Jakarta.

Terima kasih penulis ucapkan kepada IbuDrIrYayukF Baliwati,MS selaku pembimbing, serta Bapak ProfDrIrAli Khomsan,MSselaku penguji yang telah banyak memberi saran. Penghargaan dan terima kasihpenulis sampaikan kepada Pemerintah Propinsi DKI Jakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjalani proses tugas belajar pada program sarjana gizi masyarakat Institut Pertanian Bogor. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada M.Yulianto yang telah membantu proses pegolahan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, istri dan anak-anakku, kakak dan adiktercinta, civitas akademika Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor serta seluruh teman-temanmahasiswa gizi alih jenis angkatan 6 dan teman-teman mahasiswa gizi reguler atas segala doa, dukungan moril dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Tujuan Umum 2

Hipotesis Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

KERANGKA PEMIKIRAN 3

METODE 5

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian 5

Jumlah dan Cara Pengambilan Sampel 5

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 6

Pengolahan dan Analisis Data 7

Definisi Operasional 12

HASIL DAN PEMBAHASAN 13

Karakteristik Sosial 15

Analisis Konsumsi Pangan 15

Hubungan antara Karakteristik Keluarga dengan TKE&TKP Rumah Tangga 20

SIMPULAN DAN SARAN 22

Simpulan 22

Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 22

LAMPIRAN 25

(14)

DAFTAR TABEL

1. Sumber dan cara pengumpulan data Riskesdas 2010 6

2. Kategori variabel penelitian 11

3. Karakteristik Rumah tangga 13

4. Sebaran anggota rumah tangga (ART) berdasarkan umur dan jenis

kelamin 15

5. Sebaran tingkat kecukupan energi (TKE) anggota rumah tangga

menurut umur dan jenis kelamin 16

6. Sebaran tingkat kecukupan protein (TKP) anggota rumah tangga

menurut umur dan jenis kelamin 17

7. Sebaran tingkat kecukupan gizi (TKG) rumah tangga 18

8. Pola konsumsi pangan pendudukPropinsi DKI Jakarta berdasarkan data

Riskesdas tahun 2010 19

9. Kecenderungan prevalensi status gizi balita dan penyakit di Propinsi DKI Jakarta berdasarkan data Riskesdas tahun 2007,2010 dan 2013 20 10. Hubungan karakteristik keluarga dengan TKE dan TKP rumah tangga 20

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran analisis konsumsi pangan di Provinsi DKI Jakarta 4

2 Alur pengambilan sampel di Provinsi DKI Jakarta 6

DAFTAR LAMPIRAN

1 Angka kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG) tahun 2004 25

2 Hasil uji korelasi antara pendidikan ibu rumah tangga dengan TKE dan

TKP rumah tangga 26

3 Hasil uji korelasi anttara besar keluarga dengan TKE dan TKP rumah

tangga 26

4 Hasil uji korelasi antara pengeluaran pangan rumah tangga dengan TKE

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak azasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas sebagaimana dinyatakan dalam UU No.18 tahun 2012 tentang Pangan. Oleh karena itu peranan pangan dan gizi dapat dianggap sebagai kebutuhan dan modal dasar pembanguna serta dijadikan indikator atas keberhasilan pembangunan. Sumber daya manusia berkualitas yang ditandai dengan hidup sehat, aktif dan produktif berkelanjutan, dapat diperoleh dengan cara memenuhi kebutuhan zat gizi yang diperlukan oleh tubuhnya. Dari sisi norma gizi terdapat standar minimum jumlah makanan yang dibutuhkan seorang individu agar dapat hidup sehat dan aktif beraktivitas. Dalam ukuran energi dan protein masing-masing dibutuhkan 2000 kkal/kap/hari dan 52 gram/kapita/hari (WNPG 2004). Kekurangan konsumsi bagi seseorang dari standar minimum tersebut akan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan, aktivitas dan produktivitas kerja. Dalam jangka panjang kekurangan konsumsi pangan dalam jumlah dan kualitas (terutama pada anak balita) akan berpengaruh terhadap kualitas sumberdaya manusia.

Asupan zat gizi tersebut diperoleh dengan mengonsumsi aneka ragam pangan dari berbagai jenis kelompok pangan dalam jumlah yang cukup dan seimbang. Konsumsi pangan yang beragam dapat memberikan asupan zat gizi yang seimbang karena konsumsi pangan yang beragam dapat saling melengkapi kekurangan zat gizi diantara jenis makanan yang dikonsumsi(Hardinsyah et al.2002). Keberagaman(diversifikasi) konsumsi pangan penduduk di suatu wilayah dapat ditunjukkan melaluiskor Pola Pangan Harapan (PPH). PPH adalah jenis dan jumlah kelompok pangan utama yang dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi. PPH tidak hanya memenuhi kecukupan gizi, akan tetapi sekaligus juga mempertimbangkan keseimbangan gizi yang didukung oleh cita rasa, daya cerna, daya terima masyarakat, kuantitas, dan kemampuan daya beli (Hardinsyah et al.2001).

(16)

2

Menurut Widyanto (2007) jumlah anggota keluarga dan pendapatan keluarga mempengaruhi pengeluaran konsumsi rumah tangga. Faktor yang berpengaruh terhadap Tingkat Kecukupan Energi (TKE) adalah jumlah anggota rumah tangga dan pengeluaran perkapita (Tanziha et al. 2010).Menurut Hamidet al (2013) salah satu faktor yang mempengaruhi pola konsumsi pangan rumah tangga baik kuantitas dan kualitasnya adalah pendidikan ibu rumah tangga. Menurut Hardinsyah (2007), ada lima faktor yang diduga merupakan determinan penting keragaman konsumsi pangan yaitu, daya beli, pengetahuan gizi, waktu yang tersedia untuk pengelolaan pangan, kesukaan pangan dan ketersediaan pangan. Hasil analisis Asmaret al (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat diversifikasi pangan berdasarkan PPH secara signifikan adalah pendidikan ibu rumah tangga dan jumlah anggota rumah tangga. Ada dua variabel yang juga memberikan pengaruh dominan terhadap skor PPH yaitu pendidikan kepala rumhtangga dan pendapatan (Cahyani 2008).

Penilaian konsumsi pangan rumah tangga dan daerah melalui perhitungan Tingkat Konsumsi Gizi (TKG) dan skor PPH selama ini hanya menggunakan data konsumsi rumah tangga Susenas (BPS), penggunaan data sekunder lain seperti data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) untuk menilai konsumsi pangan rumah tangga dan daerah masih jarang dilakukan, karena itu penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui konsumsi pangan rumah tanggadan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk menganalis konsumsi pangandan faktor-faktor yang mempengaruhinya, khususnya di Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta. Adapun rumusan masalah dalam tulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pola konsumsi pangan di DKI Jakarta?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pola konsumsi pangan di DKI Jakarta?

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsumsi pangan dan faktor-faktor yang mempengaruhinyadi DKI Jakarta

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik rumah tangga (tingkat pendidikan, pengeluaran rumah tangga dan besar keluarga).

2. Menganalisis konsumsi pangan rumah tangga di DKI Jakarta.

3. Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga dengan konsumsi pangan rumah tangga.

Hipotesis Penelitian

(17)

3

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada Pemerintah Propinsi DKI Jakarta mengenai pola konsumsi penduduk pada tahun 2010 dan untuk mengevaluasi kualitas konsumsi pangan penduduk sesuai dengan Pola Pangan Harapan (PPH).

KERANGKA PEMIKIRAN

Pola konsumsi khususnya konsumsi pangan rumah tangga merupakan salah satu faktor penentu tingkat kesehatan dan produktivitas rumah tangga. Dari sisi norma gizi terdapat standar minimum jumlah makanan yang dibutuhkan seorang individu agar dapat hidup sehat dan aktif beraktivitas. Dalam ukuran energi dan protein masing-masing dibutuhkan 2000 kkal/kap/hari dan 52 gram/kap/hari (WNPG 2004). Kekurangan konsumsi bagi seseorang dari standar minimum tersebut akan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan, aktivitas dan produktivitas kerja. Dalam jangka panjang kekurangan konsumsi pangan dalam jumlah dan kualitas (terutama pada anak balita) akan berpengaruh terhadap kualitas sumberdaya manusia.

Salah satu ukuran kuantitas konsumsi pangan adalah jumlah konsumsi energi atau konsumsi protein. Di Indonesia metode yang digunakan dalam menilai intake untuk kelompok orang/populasi adalah membandingkan intake zat gizi dari kelompok orang/populasi dengan intake zat gizi yang dianjurkan atau dikenal dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG). AKG merupakan kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi hampir semua orang menurut golongan semua umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktivitas untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Bila jumlah energi dan zat gizi yang dikonsumsi dibandingkan dengan AKG, akan menghasilkan suatu nilai yang disebut tingkat konsumsi pangan dan dinyatakan dalam persen. Widyakarya Pangan dan Gizi VIII tahun 2004 menganjurkan angka kecukupan konsumsi rata-rata penduduk Indonesia adalah 2000 kkal/orang/hari untuk energi dan 52 g untuk protein.

(18)

4

Menurut Widyanto (2007) jumlah anggota keluarga mempengaruhi pengeluaran konsumsi rumah tangga. Faktor yang berpengaruh terhadap Tingkat Kecukupan Energi (TKE) adalah jumlah anggota rumah tangga (Tanziha et al.

2010). Jumlah anggota rumah tangga merupakan faktor yang mempengaruhi pola diversifikasi konsumsi pangan rumah tangga (Suyastri 2008).

Menurut analisis Asmaraet al. (2009) menunjukkan jumlah anggota rumah tangga berkorelasi negatif dengan skor PPH yang memiliki makna semakin banyak jumlah anggota keluarga maka semakin rendah skor PPH.Hasil analisis Widyanto (2007) menyatakan pengeluaran konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh pendapatan keluarga. Faktor yang berpengaruh terhadap Tingkat Kecukupan Energi (TKE) adalah pengeluran perkapita (Tanziha et al.2010). Salah satu faktor yang mempengaruhi pola diversifikasi konsumsi pangan rumah tangga adalah pendapatan rumah tangga (Suyastri 2008). Menurut Cahyani (2008) pendapatan rumah tangga merupakan salah satu variabel yang memberikan pengaruh dominan terhadap skor PPH.

Menurut Hamidet al (2013) salah satu faktor yang mempengaruhi pola konsumsi pangan rumah tangga baik kuantitas dan kualitasnya adalah pendidikan ibu rumah tangga. Hasil analisis Cahyani (2008) pendidikan kepala rumah tangga merupakan salah satu variabel yang memberikan pengaruh dominan terhadap skor PPH. Menurut Asmara et al (2009) pendidikan ibu rumah tangga berpengaruh positif terhadap skor PPH. Bagan kerangka pemikiran analisis konsumsi pangan di Provinsi DKI Jakarta ditampilkan dalam Gambar 1.

Gambar1Kerangka pemikiran analisis konsumsi pangan di Provinsi DKI Jakarta

Keterangan

: variabel yang diteliti : hubungan yang dianalisis : hubungan yang tidak dianalisis :variabel yang tidak diteliti

Konsumsi Pangan Karakteristik rumah tangga

Pendidikan kepala rumah tangga Jumlah anggota keluarga Pengeluaran rumah tangga

Karakteristik individu Usia

Jenis kelamin BB

(19)

5

METODE

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

Data yang diolah pada penelitian ini merupakan data sekunder dari hasil penelitian Riset Kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2010 yang menggunakan desain cross sectional study dan dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan. Data Riskesdas 2010 dikumpulkan oleh tenaga terlatih dengan kualifikasi minimal tamat D3 kesehatan di beberapa daerah sejak bulan Juni 2010 sampai dengan Agustus 2010. Penelitian ini meliputi proses pengolahan, analisis, dan interpretasi yang dilakukan pada bulan September 2014-Desember 2014 di Kampus Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Jawa Barat.

Jumlah dan Cara Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel yang digunakan dalam Riskesdas 2010. Pemilihan sampel rumah tangga dan anggota rumah tangga dalam Riskesdas 2010 dipilih berdasarkan listing Sensus Penduduk (SP) tahun 2010 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dengan menggunakan two stage sampling, yaitu pemilihan sampel dengan dua tahap. Populasi dalam Riskesdas 2010 merupakan seluruh rumah tangga yang mewakili 33 provinsi yang tersebar di 441 kabupaten/kota dari total 497 kabupaten/kota di Indonesia. Blok Sensus (BS) yang dipilih dari setiap kabupaten/kota yang termasuk dalam kerangka sampel kabupaten/kota dilakukan sepenuhnya oleh BPS dengan memperhatikan status ekonomi dan rasio perkotaan/perdesaan. Pemilihan blok sensus tersebut proporsional terhadap jumlah rumah tangga di kabupaten/kota tersebut. Sebanyak 2800 blok sensus dipilih untuk kesehatan masyarakat dengan 70000 rumah tangga. Sebanyak 2798 blok sensus (99.9%) berhasil dikunjungi oleh tim Riskesdas 2010.

Penelitian ini menggunakan kriteria inklusi yaitu sampel rumah tangga di propinsi DKI Jakarta. Total sampel dalam penelitian ini adalah 111 blok sensus yang terdiri dari 2682 rumah tangga dan 9040 anggota rumah tangga.Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalahrumah tangga dengan data anggota rumah tangga lengkap dengan kondisi sehat, dan konsumsi harian normal.

Selanjutnya dilakukan proses cleaning data terhadap anggota rumah tangga dengan data berat badan, tinggi badan, dan konsumsi pangan yang tidak lengkap, individu yang memiliki Z-Skor TB/U <-6, TB/U >6, BB/U <-6, BB/U >5, BB/TB <-5 dan BB/TB >5 (WHO 2007 dan Prasetyo 2013). Cleaning juga dilakukan pada individu dengan BMI <13 dan BMI >40, serta individu dengan konsumsi<20% AKG dan >400% AKG (Anwar 2014).Selanjutnya cleaning

dilakukan terhadap rumah tangga dengan anggota rumah tangga yang tidak lengkap, tidak ada data kepala keluarga (KK) dan tidak ada data ibu rumah tangga.

(20)

6

Pengolahan dan Analisis Data

Gambar2Alur pengambilan sampel di Provinsi DKI Jakarta

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Penelitian ini seluruhnya menggunakan data sekunder yang diperoleh dalam bentuk electronic file berupa entry data dan hasil pengolahan Riskesdas 2010. Sumber dan cara pengumpulan data yang digunakan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1Sumber dan cara pengumpulan data Riskesdas 2010

Data Peubah Sumber data yang digunakan

Jumlah anggota rumah tangga : 9040 orang

Jumlah sampel :1626 rumah tangga (60,6% dari sampel awal) dengan 4964 anggota rumahtanggga

Cleaning data :

- data berat badan, tinggi badan, dan konsumsi pangan anggota rumah tanggayang tidak lengkap

- kondisi anggota rumah tangga saat wawancara (diet, puasa, sakit, hajatan)

- Jumlah anggota rumah tangga yang tidak sesuai

(21)

7

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan program komputer Microsoft Office Excel dan SPSS 16.0. Proses pengolahan data yang dilakukan adalah editing, cleaning, dan analisis. Proses cleaning dilakukan terhadap data berat badandan konsumsi yang tidak lengkap serta sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi.Data dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif, uji normalitas, serta korelasiSpearman.

Karakteristik Sosial Ekonomi Rumah tangga

Karakteristik sosial ekonomi rumah tangga yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data karakteristik keluarga yang dianalisis secara statistik deskriptif.Data tersebut meliputi tingkat pendidikan kepala keluarga dan ibu rumah tangga, pekerjaan dan tingkat pengeluaran rumah tangga.Pengelompokan pendidikan kepala keluarga dan ibu rumah tangga dibagi menjadi lima kategori, yaitu tidak sekolah, SD/MI, SLTP/MTs, SLTA/MA dan perguruan tinggi.Pekerjaan kepala keluarga dikelompokkan menjadi lima kelompok,yaitu tidakbekerja,TNI/Polri/PNS/Pegawai,wiraswasta/layananjasa/dagang,petani/nelay an/buruh dan lainnya.Pengeluaran rumah tangga dinyatakan dalam pengeluaran (Rp/kap/bulan).

Penilaian Konsumsi Pangan Rumah tangga

Kuantitas konsumsi pangan ditinjau dari volume pangan yang dikonsumsi dan jumlah zat gizi yang dikandung dalam bahan pangan. Untuk menilai konsumsi pangan secara kuantitatif digunakan parameter Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP). Untuk dapat menilai konsumsi gizi keluarga maka data konsumsi pangan yang telah dikumpulkan dalam bentuk satuan gram harus dikonversikan ke dalam energi dan zat gizi lain. Kandungan zat gizi pangan yang dikonsumsi dihitung dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) yang dihitung berdasarkan jenis dan jumlah bahan pangan dalam gram/URT yang dikonsumsi sampel.Konsumsi pangan keluarga merupakan penjumlahan dari konsumsi pangan masing-masing anggota keluarga. Perhitungan kandungan zat gizi tersebut digunakan untuk menghitung tingkat kecukupan masing-masing zat gizi. Adapun langkah-langkah untuk menilai konsumsi pangan keluarga/rumah tangga adalah sebagai berikut :

1. Menghitung konsumsi pangan keluarga/rumah tangga berdasarkan hasil penjumlahan dari konsumsi pangan masing-masing anggota keluarga/rumah tangga.

=

dimana :

KPK = konsumsi pangan i keluarga

(22)

8

2. Menghitung konsumsi zat gizi keluarga/rumah tangga berrdasarkan data konsumsi pangan keluarga/rumah tangga yang telah dikonversi ke dalam energi dan protein.

=

100 (100)

dimana :

KG = kandungan zat gizi dari setiap bahan makanan/pangan B = Berat bahan makanan (gram)

G = Kandungan zat gizi dari bahan makanan dalam 100 g BDD BDD = % bahan makanan yang dapat dimakan

3. Menghitung total konsumsi energi dan protein aktual keluarga.

=

dimana :

KaGK = Konsumsi energi dan protein aktual keluarga

KaGi = konsumsi energi dan protein aktual individu anggota keluarga

4. Menghitung angka kecukupan energi dan protein yang dianjurkan untuk masing-masing anggota keluarga setelah dikoreksi dengan berat badan (BB) standar menurut umur berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2004.

=

keterangan :

AKGi = Angka kebutuhan energi dan protein yang dianjurkan BBa = Berat badan aktual (kg) selama dalam kisaran BB sehat/U BBs = Berat badan standar yang tercantum dalam AKG

AKG = Angka kebutuhan energi dan protein yang tercantum dalam AKG

5. Menghitung angka kecukupan energi dan protein yang dianjurkan bagi keluarga/rumah tangga dengan menjumlahkan angka kecukupan energi dan protein masing-masing anggota keluarga/rumah tangga.

=

keterangan :

AKGK = angka kecukupan energi dan protein keluarga

AKGi = angka kecukupan energydan protein individu anggota keluarga

6. Menghitung tingkat konsumsi zat gizi keluarga/rumah tangga dengan membandingkan antara konsumsi aktual keluarga/rumah tangga dengan angka kecukupan yang dianjurkan (AKG) untuk keluarga/rumah tangga.

(23)

9

keterangan :

TKGK = Tingkat konsumsi zat gizi keluarga KaGk = konsumsi zat gizi aktual keluarga

AKGK = angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan untuk keluarga

Perhitungan tingkat konsumsi zat gizi keluarga dinyatakan dalam bentuk persen. Klasifikasi tingkat kecukupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat dihitung menurut Departemen Kesehatan (1996) yaitu: (1) defisit tingkat berat (<70% kebutuhan), (2) defisit tingkat sedang (70-79% kebutuhan), (3) defisit tingkat ringan (80-89% kebutuhan), (4) normal (90-119% kebutuhan), dan (5) kelebihan (≥120% kebutuhan).

7. Kuantitas konsumsi pangan dapat diukur melalui energi yang dikonsumsi melalui perhitungan % terhadap total kkal. Sedangkan secara kualitas, konsumsi pangan diukur melalui skor PPH, apabila skor PPH mencapai 100 maka dapat dikatakan keanekaragaman konsumsi pangan efektif, tetapi jika kurang dari 100 maka keanekaragaman konsumsi pangan masih belum efektif (Asmara et al. 2009). Data yang digunakan dalam perhitunganskor PPH adalah data jumlah konsumsi energi per kelompok pangan, yang selanjutnya berdasarkan hasil perkalian antara proporsi energi dari masing-masing kelompok pangan dengan masing-masing pembobotnya diperoleh skor PPH (BKP 2014).

Perhitungan skor PPH setiap kelompok pangan diberi bobot berdasarkan pada fungsi pangan dalam triguna makanan yaitu zat tenaga (sumber karbohidrat), zat pembangun (sumber protein) dan zat pengatur (sumber vitamindan mineral). Ketiga fungsi zat gizi tersebut memiliki proporsi yang seimbang, masing-masing sebesar 33.3% (berasal dari 100% dibagi 3). Penetapan pembobotan dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Kelompok pangan sumber karbohidrat (padi-padian, umbi-umbian, minyak dan lemak, buah/biji berminyak dan gula) dengan total kontribusi energi (%AKG) sebesar 74%, menghasilkan bobot sebesar 0.5 (berasal dari 33.3% dibagi 74%).

b. Kelompok pangan sumber protein (kacang-kacangan dan pangan hewani) dengan total kontribusi energi 17%, memperoleh bobot 2.0 (berasal dari 33.3% dibagi 17%). bumbu tidak dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan gizi.

Langkah-langkah penilaian konsumsi pangan untuk menghitung skor PPH adalah sebagai berikut:

(24)

10

margarin); (5) buah dan biji berminyak (kelapa, kemiri, kenari, mete, coklat); (6) kacang-kacangan (kedele,kacang tanah, kacang hijau,kacang merah dan kacang lainnya); (7) gula (gula pasir, gulamerah dan sirup); (8) sayuran dan buah (semua jenis sayuran dan buah); (9) lain-lain (minuman dan bumbu).

b. Mengubah/mengkonversi jenis dan satuan berat pangan dalam suatu kelompok pangan yang sama. Misalnya tepung beras menjadi beras, satuan butir menjadi g.

c. Menjumlahkan konsumsi pangan pada setiap kelompok pangan yang satuannya sudah sama.

d. Menghitung sub total energi (kkal) dan menjumlahkan konsumsi energi pada setiap kelompok pangan.

e. Menghitung total konsumsi energi aktual perkapita/hariseluruh kelompok pangan.

= ℎ

f. Menghitung kontribusi (%) energi dari setiap kelompok pangan terhadap total konsumsi energi aktual

(%)= 100%

g. Menghitung kontribusi (%) energi terhadap AKE (2000 kkal)

(% )

= 100%

h. Menghitung Skor AKE.

= %

i. Menghitung skor PPH pada setiap kelompok pangan dengan memperhatikan skor maksimum. Skor maksimum adalah batas maksimum setiap kelompok pangan yang memenuhi komposisi ideal. Penghiungan skor PPH masing-masing kelompok pangan dengan ketentuan sebagai berikut :

- jika skor AKE lebih tinggi dari skor maksimum, maka yang digunakan adalah skor maksimum

- jika skor AKE lebih rendah dari skor maksimum, maka yang digunakan adalah skor AKE.

(25)

11

Tabel 2Kategori variabel penelitian

No Variabel Kategori Sumber

1 Pendidikan kepalaKeluarga Tidak tamat/tamat

SD/MI Riskesdas

Tamat SLTP/MTs (2010) Tamat SMA/MA

Tamat perguruan tinggi (PT) 2 Pendidikan ibu Rumah tangga Tidak tamat/tamat

SD/MI Riskesdas

Tamat SLTP/MTs (2010) Tamat SMA/MA

Tamat perguruan tinggi (PT)

3 Pekerjaan kepala keluarga Tidak bekerja Riskesdas TNI/POLRI/PNS/

4 Besar keluarga ≤4 anggota keluarga

(kecil) Sudiharto 6 Proporsi pengeluaran pangan terhadap

total pengeluaran rumah tangga

<60% (tahan pangan)

≥60% (rentan pangan)

Manesa (2008)

7 Tingkat konsumsi energi (TKE) dan protein (TKP)

8 Skor PPH wilayah 0 – 100 Hardinsyah

(2001)

(26)

12

tangga, besar keluarga dan pengeluaran pangan rumah tanggadengan tingkat konsumsi energi (TKE) rumah tangga dan tingkat konsumsi protein (TKP) rumah tangga dianalisis dengan menggunakan analisis statistik uji korelasi Spearman.

Definisi Operasional

Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumberdaya yang sama.

Konsumsi pangan adalahsejumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi individu/rumah tangga selama sehari atau 24 jam dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi, secara kuantitas dinilai dengan Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP), secara kualitas dinilai dengan skor Pola Pangan Harapan(PPH).

Pangan adalahsegala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yangdiolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanandan minuman bagi konsumsi manusia dan memberikan kontribusi energi dan zat gizi bagi tubuh.

Pengeluaran rumah tangga adalah pengeluaran konsumsi/belanja yang dilakukan oleh rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan dalam waktu tertentu yang dinilai dengan uang dalam satuan Rp/kapita/bulan, kemudian dikategorikan menjadi dua yaitu miskin jika dibawah garis kemiskinan dan tidak miskin jika di atas garis kemiskinan.

Pengeluaran pangan rumah tanggaadalah pengeluaran konsumsi/belanja yang dilakukan oleh rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam waktu tertentu yang dinilai dengan uang dalam satuan Rp/kapita/bulan

Proporsi pengeluaran panganadalah persentase pengeluaran konsumsi pangan rumah tangga terhadap total pengeluaran rumah tangga, kemudian dibagi menjadi dua kategori yaitu tahan pangan jika <60% dan rentan jika di atas

≥60%.

Skorpola pangan harapan adalahnilai yang menunjukkan kualitas konsumsi pangan yang beragam,bergizi seimbang dan aman, yang dihitung berdasarkan metodePPH.

Tingkat konsumsi energi adalah kecukupan konsumsi energiyang dinyatakan sebagai ratio antara konsumsi energi rumah tangga dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dinyatakan dalam persen.

Tingkat konsumsi protein adalah kecukupan konsumsi protein yang dinyatakan sebagai ratio antara konsumsi protein rumah tangga dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dinyatakan dalam persen.

(27)

13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Sosial Ekonomi

Karakteristik rumah tanggameliputi tingkat pendidikan kepala keluarga, tingkat pendidikan ibu rumah tangga, pekerjaan kepala keluarga, pekerjaan ibu rumah tangga, besar keluarga, pengeluaran rumah tangga dan proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total rumah tangga. Karakteristik sosial ekonomi keluarga disajikan pada Tabel 3 berikut :

Tabel 3Karakteristik rumah tangga

Tamat Perguruan Tinggi 256 15.7

Total 1626 100.0 Tingkat pendidikan ibu

Tidak pernah sekolah 37 2.3

Tidak tamat/tamat SD 452 27.8

Tamat SLTP 348 21.4

Tamat SLTA 575 35.4

Tamat Perguruan Tinggi 214 13.2

Total 1626 100.0 Pekerjaan KK

Tidak bekerja 100 6.2

TNI/Polri/PNS/Pegawai 389 23.9

Wiraswasta/layan jasa/dagang 755 46.4

Petani/nelayan/buruh 280 17.2

Lainnya 104 6.3

Total 1626 100.0 Pekerjaan iburumah tangga

Tidak bekerja 996 61.2

TNI/Polri/PNS/Pegawai 148 9.1

Wiraswasta/layan jasa/dagang 258 15.9

Petani/nelayan/buruh 68 4.2

> 7 anggota keluarga (besar) 17 1.1

Total 1626 100.0

< Rp. 338.783.-/kap/bln (miskin) 47 2.9

>Rp. 338.783.- (tidak miskin) 1579 97.1

Total 1626 100.0 Proporsi pengeluaran pangan

< 60% (tahan pangan) 1254 77.1

(28)

14

Berdasarkan Tabel 3, sebagian besar (42.5%) tingkat pendidikan kepala keluarga (KK) adalah tamat SLTA, begitu pula tingkat pendidikan ibu rumah tangga sebagian besar (35.4%) adalah tamat SLTA, namun masih terdapat 20.9% kepala keluarga dan 27.8% ibu rumah tangga yang tidak tamat / tamat SD. DKI Jakarta dalam angka tahun 2011 juga menampilkan data yang hampir sama bahwa sebagian besar tingkat pendidikan penduduk DKI Jakarta (41.7%) adalah tamat SLTA dan 20.1% tidak tamat / tamat SD. Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan. Latar belakang pendidikan ibu juga berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam mengelola rumah tangga, terutama dalam pemilihan makanan sehari-hari yang berperan penting dalam menentukan status gizi balita dan keluarga (Damanik et al.2010).

Sebagian besar pekerjaan kepala keluarga adalah wiraswasta yaitu 46.4% namun masih terdapat 6.2% kepala keluarga yang tidak berkerja, sedangkan untuk ibu rumah tangga terdapat 15.9% berprofesi sebagai wiraswasta namun sebagian besar (61.2%) tidak bekerja. Jumlah yang hampir sama terdapat pada DKI dalam angka tahun 2011 yaitu sebesar 34.9% pekerjaan penduduk adalah wiraswasta. Jenis pekerjaan yang dilakukan akan mempengaruhi besar pendapatan yang diterima individu.

Sebagian besar rumah tangga contoh (88.3%) termasuk keluarga kecil, hanya 1.0% yang termasuk keluarga besar. Data ini sesuai dengan rata-rata jumlah anggota rumah tangga di DKI Jakarta dalam angka tahun 2011 sebesar 3.93 atau ≤ 4 orang. Menurut Hartog et al (1995) dalam Tanziha dan Herdiana (2009) besar keluarga mempengaruhi kebiasan makan dan gizi rumah tangga.

Pengeluaran rata-rata rumah tangga perkapita perbulan adalah sebesar Rp 1532623, dimana pengeluaran rata-rata untuk pangan adalah sebesar Rp 587 396 atau 38.3% dari total pengeluaran dan pengeluaran rata-rata untuk non pangan Rp 945 226atau 61.7% dari total pengeluaran. Data ini lebih besar jika dibandingkan dengan pengeluaran rata-rata perkapita per bulan DKI Jakarta dalam angka 2011 yang sebesar Rp 1047996dengan proporsi pengeluaran pangan sebesar 37.52% dan proporsi pengeluaran non pangan sebesar 62.48%. Pengeluaran rata-rata rumah tangga perkapita perbulan yang diperoleh juga masih lebih besar dari upah minimum propinsi (UMP) DKI Jakarta tahun 2010 yang sebesar Rp 1 118 009.

(29)

15

garis kemiskinan dan proporsi pengeluaran pangannya kurang dari 60% pengeluaran riil (Manesa 2008).

Tabel 4Sebaran anggota rumah tangga (ART) berdasarkan umur dan jenis kelamin

Variabel Umur Laki-laki Perempuan TotalART

N % n % n %

0-5 tahun (balita) 39 0.7 53 1,2 92 1.9

6-12 tahun (usia sekolah) 108 2.2 89 1.7 197 3.9 13-15 tahun (pra remaja) 87 1.8 92 1.8 179 3.6 16-18 tahun (remaja) 135 2.7 132 2.7 267 5.4 19-55 tahun (dewasa) 1831 36.9 1886 38.0 3717 74.9

≥ 56 tahun (lansia) 302 6.1 210 4.2 512 10.3

Total 2502 50.4 2462 49.6 4964 100.0

Berdasarkan Tabel 4, persentase anggota rumah tangga menurut jenis kelamin hampir seimbang yaitu 50.4% laki-laki dan 49.6% perempuan, komposisi ini tidak jauh berbeda dengan data penduduk DKI Jakarta dalam angka tahun 2011 yaitu 50.7% laki-laki dan 49.3% perempuan. Sebagian besar anggota rumah tangga (74.9%) berusia dewasa yaitu pada kelompok umur 19-55 tahun, hal ini tidak jauh berbeda dengan data penduduk DKI Jakarta dalam angka tahun 2011, dimana kelompok usia dewasa merupakan kelompok yang dominan yaitu sebesar 67.7%.

Analisis Konsumsi Pangan

Dari sisi norma gizi terdapat standar minimum jumlah makanan yang dibutuhkan seorang individu agar dapat hidup sehat dan aktif beraktivitas. Salah satu ukuran kuantitas konsumsi pangan adalah jumlah konsumsi energi atau konsumsi protein.Kuantitas konsumsi pangan ditinjau dari volume pangan yang dikonsumsi dan jumlah zat gizi yang dikandung dalam bahan pangan.Untuk menilai konsumsi pangan secara kuantitatif digunakan parameter Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP).Sebaran tingkat kecukupan energi individu atau anggota rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 5.

(30)

16

menyatakan bahwa rata-rata kecukupan energi anak usia 7-12 tahun secara nasional adalah sebesar 69.5 %.

Tabel 5Sebaran tingkat kecukupan energi (TKE) anggota rumah tangga menurut umurdan jenis kelamin

Umur

TKE

TOTAL

≤70% 70-80% 80-89% 90-119% ≥120 %

n % n % n % n % n % n % 19-55 tahun 1146 23.1 219 4.4 135 2.7 229 4.6 102 2.1 1831 36.9

≥ 56 tahun 215 4.3 27 0.5 21 0.4 27 0.5 12 0.2 302 6.1 19-55 tahun 951 19.2 233 4.7 159 3.2 357 7.2 186 3.7 1886 38.0

≥ 56 tahun 98 2.0 29 0.6 17 0.3 44 0.9 22 0.4 210 4.2

Sub total 2 1266 25.5 298 6.0 206 4.1 441 8.9 251 5.1 2462 49.6 TOTAL 2854 57.5 577 11.6 386 7.8 739 14.9 408 8.2 4964 100.0

Berdasarkan tabel 6, sebagian besar (43.4%) anggotarumah tangga tingkat konsumsi proteinnya normal dan lebih. Hasil analisis Anwar dan Hardinsyah (2014), menyatakan bahwa rata-rata pemenuhan kebutuhan protein pada kelompok umur 19-49 tahun (dewasa) secara nasional adalah sebesar 50.1 g atau 96.3% AKG yang mencakup 88.2% dari sampel penelitian. Hasil analisis Prasetyo

et al (2013), menyatakan rata-rata kecukupan energi anak usia 2-6 tahun secara nasional sebesar 140.1%, dan hasil analisis Pertiwi et al(2014) menyatakan bahwa rata-rata kecukupan protein anak usia 7-12 tahun secara nasional adalah sebesar 115.5 %.

(31)

17

jumlah dan kualitas (terutama pada anak balita) akan berpengaruh terhadap kualitas sumberdaya manusia.

Tabel 6Sebaran tingkat kecukupan protein (TKP) anggota rumah tangga menurut umur dan jenis kelamin

Umur

TKP

TOTAL

≤70% 70-80% 80-89% 90-119% ≥120 %

n % n % n % n % n % n % 19-55 tahun 723 14.56 228 4.59 164 3.30 380 7.66 336 6.77 1831 36.9

≥ 56 tahun 169 3.40 28 0.56 15 0.30 55 1.11 35 0.71 302 6.1 Sub total 1 1028 20.71 296 5.96 206 4.15 499 10.05 473 9.53 502 50.4 Perempuan

0-5 tahun 10 0.20 4 0.08 2 0.04 9 0.18 28 0.56 53 1.1 6-12 tahun 31 0.62 4 0.08 6 0.12 24 0.48 24 0.48 89 1.8 13-15 tahun 36 0.73 12 0.24 10 0.20 15 0.30 19 0.38 92 1.9 16-18 tahun 56 1.13 11 0.22 14 0.28 24 0.48 27 0.54 132 2.7 19-55 tahun 640 2.89 187 3.77 147 2.96 398 8.02 514 10.35 886 38.0

≥ 56 tahun 75 1.51 19 0.38 18 0.36 43 0.87 55 1.11 210 4.2 Sub total 2 848 7.08 237 4.77 197 3.97 513 10.33 667 3.44 2462 49.6

TOTAL 1876 37.8 533 10.7 403 8.1 1012 20.4 1140 23.0 4964 100.0

Hasil analisis konsumsi pangan rumah tangga seperti terlihat pada Tabel 7 yang merupakan Sebaran tingkat kecukupan gizi (TKG) rumah tangga., rata-rata konsumsi energi rumah tangga hanya 1500 ± 711.48 kal/kap/hari atau hanya 75.0 ± 35.6 % dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan, sedangkan rata-rata konsumsi protein sebesar 50.82 ± 27.1 g/kap/hari atau 96.7 ± 52.1 % dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan.Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Anwar dan Hardinsyah (2014) bahwa dari data Riskesdas 2010 didapatkan rata-rata konsumsi energi untuk kelompok umur 19-49 tahun (dewasa) 1566.1 ± 153.6 kkal dan rata-rata konsumsi protein 50.1 ± 6.8 g.

(32)

18

Tabel 7Sebaran tingkat kecukupan gizi (TKG) rumah tangga

Konsumsi energi (Kal/kap/hr)

Rata-rata ± Sd 1500 ± 711,48kkal

Konsumsi protein (g/kap/hr)

Rata-rata ± Sd 50,82 ± 27,10 g

Variabel n %

Tingkat konsumsi energi (TKE) rumah tangga

Defisit tingkat berat : ≤70% AKG 863 53.1 Defisit tingkat sedang : 70-80% AKG 253 15.6 Defisit tingkat ringan : 80 – 89 % AKG 186 11.4

Normal : 90 – 119% AKG 239 14.7

Kelebihan : ≥120% AKG 85 5.2

Total 1626 100.0

Tingkat konsumsi protein (TKP) rumah tangga

Defisit tingkat berat : ≤70% AKG 492 30.3 Defisit tingkat sedang : 70-80% AKG 207 12.7 Defisit tingkat ringan : 80 – 89 % AKG 159 9.8

Normal : 90 – 119% AKG 415 25.5

Kelebihan : ≥120% AKG 353 21.7

Total 1626 100.0

Indikator untuk mengukur tingkat keanekaragaman dan keseimbangan konsumsi pangan, yang juga merupakan indikator kualitas konsumsi pangan adalah dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH). Menurut Hardinsyah (2002), dengan pendekatan PPH dapat dinilai mutu pangan penduduk berdasarkan skor pangan (dietary score). Semakin tinggi skor mutu pangan, mengindikasikan situasi pangan yang semakin beragam dan semakin baik komposisi dan mutu gizinya.Gambaran tentang pola konsumsi penduduk Propinsi DKI Jakarta tersaji pada tabel 8.

Berdasarkan Tabel 8, kuantitas konsumsi pangan penduduk DKI Jakarta termasuk defisit tingkat sedang yang ditandai dengan jumlah konsumsi energi sebesar 1500 kalori baru mencapai 76.4% dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan sebesar 2000 kalori. Kontribusi tertinggi terhadap Angka Kecukupan Energi (AKE) didominasi dari kelompok pada-padian yaitu sebesar 42.1 %, dimana konsumsi beras masih mendominasi yaitu sebesar 165 g/kap/hari , disusul terigu dengan 62.1 g/kap/hari. Sebaliknya kontribusi kelompok umbi-umbian masih sangat rendah yaitu hanya 0.8%, konsumsi tertinggi terdiri dari konsumsi singkong 4.4 g/kap/hari dan sagu 3.7 g/kap/hari. Hal ini menandakan bahwa kelompok padi-padian merupakan sumber pangan pokok penduduk di Propinsi DKI Jakarta.Konsumsi umbi-umbian di Propinsi DKI Jakarta perlu ditingkatkan dengan carakonsumsi makanan berbahan dasar dari tepung umbi-umbian seperti tepung mokaf, tepung ubi, tepung singkong dan tepung talas. Hal ini guna mengurangi ketergantungan penduduk terhadap beras, sekaligus mendukung program diversifikasi konsumsi pangan pokok non beras dan non terigu.

(33)

19

g/kap/hari dan konsumsi buah sebesar 69.3 g/kap/hari masih dibawah konsumsi yang dianjurkan untuk buah dan sayur yaitu sebesar 300 g/hari. Perlu meningkatkan konsumsi sayur dan buah satu setengah kali dari rata-rata konsumsi yang ada.

Berdasarkan harga bahan pangan pokok yang diperoleh dari BPS dan Kementerian Perdagangan RI tahun 2010, biaya yang harus dikeluarkanuntuk konsumsi ideal adalah sebesar Rp 20897/kapita/hari atauRp 626 900/kapita/bulan, lebih besar dari rata-rata pengeluaran pangan rumah tangga aktual sebesar Rp 587 396. Hal ini menandakan bahwa proporsi pengeluaran untuk pangan belum dapat memenuhi kebutuhan pangan ideal. Perlu adanya promosi kesehatan dan kesejahteraan keluarga melalui pendidikan non formal mengenai manajemen sumberdaya keluarga bagi kepala keluarga atau ibu rumah tangga selaku pengelola keuangan keluarga agar terjadi perbaikan pola pengeluaran rumah tanggayang dapat mendukung upaya perbaikan gizi dan kesehatan keluarga.

Tabel 8Pola konsumsi pangan penduduk Propinsi DKI Jakarta berdasarkan data Riskesdastahun 2010 1 Padi-padian 231.4 275 1984 842 55.1 42,1 25.0 21.0

a.Beras 165.3 601

9434 351 24.1 18.4 24.0 24.0 a.Daging 12.6 20.1

5 Buah/Biji Berminyak 0.4 3 0.2 0.1 1.0 0.1 6 Kacang-kacangan 48.4 35 519 128 9.1 6.9 10.0 10.0

a. Kedelai 44.6 117.3

Total 20897 1500 100.0 76.4 100.0 76.6

(34)

20

Kualitas konsumsi penduduk DKI Jakarta masih rendah, ditandai dengan skor PPH sebesar 76.6 masih jauh dari standar pelayanan minimal (SPM) sebesar 90 dan skor ideal 100. Kelompok pangan yang telah mencapai skor ideal hanya pangan hewani (24.0) dan kacang-kacangan (10.0) sedangkan kelompok pangan yang lain masih rendah dari skor ideal. Konsumsi pangan seharusnya tidak sekedar memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG) saja namun juga seimbang dalam komposisi antar jenis pangan, hal ini penting karena konsumsi pangan yang beragam dan seimbang dapat saling melengkapi kekurangan zat gizi diantara jenis makanan yang dikonsumsi (Hardinsyah et al.2002).

Menurut Almatsier (2001) konsumsi merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat gizi. Kekurangan dan kelebihan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan.Dampak dari konsumsi pangan yang tidak memenuhi kecukupan zat gizi dalam jangka waktu yang lama adalah menurunnya status gizi dan meningkatnya angka kesakitan.Hal ini dapat terlihat dari hasil laporan Riskesdas tahun 2007-2013 yang menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi gizi kurang dan stunting pada balita serta peningkatan prevalensi beberapa penyakit, tersaji pada tabel 9.

Tabel9 Kecenderungan prevalensi status gizi balita dan penyakit di Propinsi DKI Jakarta berdasarkan data riskesdas tahun 2007,2010 dan 2013

Prevalensi (%) 2007 2010 2013

Balita pendek 26.7 26.6 28.0

ISPA 22.6 tidak ada data 26.0

Pneumonia 1.7 tidak ada data 3.7

Hubungan antara Karakteristik Keluarga dengan TKE & TKP Rumah tangga

Hasil uji korelasi Spearman hubungan antara karakteristik keluarga dengan TKE rumah tangga dan TKP rumah tangga disajikan pada tabel 10.

Tabel 10Hubungankarakteristikkeluarga dengan TKE dan TKP rumah tangga

Variabel TKE rumah tangga TKP rumah tangga

Pendidikan ibu p= 0.954 p= 0.311

r= 0.001 r= -0.25

Besar keluarga p= 0.806 p= 0.380

r= 0.006 r= 0.022

Pengeluaran pangan p= 0.980 p= 0.314

r=-0.001 r=-0.025

(35)

21

rumah tangga menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05).Hasil penelitian ini sejalan dengan Bambang (2012) yaitu tingkat pendidikan ibu rumah tangga tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kecukupan gizi rumah tangga.Halinidisebabkan walaupun ibu yang berpendidikan tinggi akan memiliki kemampuan serta pengetahuan dalam menyerap informasi gizi dan kesehatan sehingga cenderung dapat menyusun menu makanan yang baik bagi perbaikan gizi keluarga,namun karena sebagian besar anggota rumah tangga mempunyai aktivitas di luar rumah baik sebagai pelajar maupun pekerja sehingga masing-masing individu memiliki keputusan sendiri dalam memilih menu makanan yang dikonsumsinya. Menurut Hardinsyah (2007), ada lima faktor yang diduga merupakan determinan penting individu dalam memilih konsumsi pangan yang beragam yaitu daya beli, pengetahuan gizi, waktu yang tersedia untuk pengelolaan pangan, kesukaan pangan dan ketersediaan pangan.

Hubungan antara besar keluarga dangan tingkat kecukupan energi (TKE) rumah tangga berdasarkan uji korelasiSpearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara pendidikan besar keluarga dengan TKE rumah tangga. Begitu pula antara besar keluarga dengan tingkat kecukupan protein (TKP) rumah tangga menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p> 0.05).Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Tanziha (2010) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang berpengaruh terhadapTKE rumah tangga adalah jumlah anggota keluarga. Dalam hal ini karena sebagian besar anggota rumah tangga mempunyai aktivitas dan menghabiskan waktunya di luar rumah baik sebagai pelajar maupun bekerja mencari nafkah sehingga masing-masing individu memiliki keputusan sendiri dalam memilih menu makanan yang dikonsumsinya. Menurut Suryana (2008), konsumsi pangan yang beraneka ragam dan seimbang dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain faktor internal (individu) seperti pendapatan, preferensi, budaya dan religi serta pengetahuan gizi. Sedangkan faktor eksternal seperti produksi, ketersediaan dan distribusi.

Hubungan antara pengeluaran pangan rumah tangga dangan tingkat kecukupan energi (TKE)rumah tanggaberdasarkan uji korelasiSpearman

(36)

22

tidak hanya bergantung pada pengeluaran pangan rumah tangga tapi bergantung juga pada faktor determinan individu atau anggota rumah tangga dalam memilih konsumsi pangannya.Menurut Hardinsyah (2007), ada lima faktor yang diduga merupakan determinan penting individu dalam memilih konsumsi pangan yang beragam yaitu daya beli, pengetahuan gizi, waktu yang tersedia untuk pengelolaan pangan, kesukaan pangan dan ketersediaan pangan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Sebagian besar kepala keluarga (42.5%) dan ibu rumah tangga (35.4%) mempunyai tingkat pendidikan tamat SLTA.Sebagian besar (46.4%) pekerjaan kepala keluarga adalah wiraswasta dan sebagian besar (61.2%) ibu rumah tangga tidak bekerja.

Sebagian besar (88.3%) rumah tangga termasuk dalam keluarga kecil dengan anggota rumah tangga ≤4 0rang.Rata-rata pengeluaran rumah tangga perkapita perbulan sebesar Rp. 1532623, sebagian besar rumah tangga (97.0%) termasuk keluarga tidak miskin. Berdasarkan proporsi pengeluaran pangan rumah tangga sebagian besar rumatangga (77%) memiliki proporsi pengeluaran pangan <60% sehingga termasuk kategori rumah tangga “tahan pangan”.

Rata-rata konsumsi energi rumah tangga sebesar 1500 ±711.48 kkal/kap/hari, sedangkan untuk protein sebesar 50.82 ± 27.10 g/kap/hari. Tingkat Konsumsi Energi (TKE) sebagian besar rumah tangga (53.1%) termasuk dalam kategori defisit tingkat berat.Tingkat Konsumsi Protein (TKP)rumah tangga sebagian besar (47.2%) termasuk dalam kategori normal dan lebih.Kualitas konsumsi penduduk DKI Jakarta masih rendah, ditandai dengan skor PPH sebesar 76.6 masih jauh dari standar pelayanan minimal (SPM) sebesar 90 dan skor ideal 100.

Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman tidak ada hubungan (p>0.05) antara pendidikan ibu rumah tangga, besar keluarga dan pengeluaran pangan rumah tangga dengan TKE dan TKP rumah tangga.

Saran

Meningkatkan promosi kesehatan mengenai Pedoman Gizi Seimbang (PGS) kepada masyarakat, khususnya pentingnya sarapan pagi dan konsumsi makanan yang beragam dan seimbang sehingga masyarakat dapat mengonsumsi makanan yang bergizi sesuai kebutuhan agar dapat hidup sehat, aktif dan produktif.

(37)

23

Pendidikan gizi secara formal khususnya mengenai PGS dimasukkan ke dalam mata pelajaran di sekolah, mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah sebagai sarana meningkatkan pengetahuan gizi sejak dini.

Meningkatkan konsumsi makanan pokok non beras dan non terigu dengan cara mengkonsumsi makanan pokok berbahan dasar tepung umbi-umbian seperti roti, kue dan mie menggunakan tepung mokaf dan tepung talas. Meningkatkan konsumsi buah dan sayur satu setengah kali dari rata-rata konsumsi yang ada agar tercapai konsumsi buah dan sayur sesuai anjuran sebesar 300 g sehari.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID) : Gramedia Pustaka Utama.

Anwar K dan Hardinsyah. 2014.Konsumsi pangan dan gizi serta skor pola pangan harapan (PPH) pada dewasa usia 19-49 tahun di Indonesia. Jurnal Gizi dan Pangan, Maret 2014, 9(1) : 51-58.

Asmara R, Hanani N, Purwaningsih A. 2009.Pengaruh faktor ekonomi dan non ekonomi terhadap diversifikasi pangan berdasarkan pola pangan harapan (studi kasus di Dusun Klagen, Desa Kepuh Kembeng, Kec. Peterongan Kab. Jombang). Jurnal AGRISE, Januari 2009IX (1): 1412 -1425.

Bambang JS, Nabiu M dan Sugiarti S.2012. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecukupan gizi mandiri pangan di Desa Barat Wetan Kecamatan Kabawetan Kabupaten Kepahiang Propinsi Bengkulu. Jurnal Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, Januari 2012 4(1). Cahyani.2008. Analisis faktor sosial ekonomi keluarga terhadap keanekaragaman

konsumsi pangan berbasis agribisnis di Kab.Banyumas [tesis]. Semarang (ID). Program Magister Agribisnis Program Pascasarjana Undip Semarang. DamanikR, Ekayanti I, Hariyadi D. 2010.Analisis pengaruh pendidikan ibu

terhadap status gizi balita di Propinsi Kalimantan Barat.Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2010 5(2) : 69-77.

[DEPKES] Departemen Kesehatan. 2007. Laporan Nasional Riset Kesehatan

Dasar tahun 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan.Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

_________________. 1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi Orang Dewasa. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Hamid et al. 2013.Analisis pola konsumsi pangan rumah tangga (studi kasus di Kecamatan Tarakan Barat Kota Tarakan Provinsi Kalimantan Timur). Jurnal AGRISE, Agustus 2013XIII (3) : 1412 -1425.

Hardinsyah, Baliwati Y, Martianto D, Rachman HS, Widodo A, Subiyakto. 2001.

Pengembangan Konsumsi Pangan Dengan Pendekatan Pola Pangan Harapan. Jakarta (ID):Badan BIMAS Ketahanan Pangan.

Hardinsyah et al. 2002.Analisis Kebutuhan Konsumsi Pangan. Jakarta (ID):Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi IPB dan Pusat Pengembangan Konsumsi Pangan, Badan BIMAS Ketahanan Pangan, DEPTAN.

(38)

24

Kementerian Kesehatan. 2010. Laporan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010. Jakarta (ID) : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

___________________. 2013. Riset Kesehatan Dasar tahun 2013. Jakarta (ID) : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Manesa J, Baliwati FY, Tanziha I. 2008.Ketahanan pangan rumah tangga di desa penghasil damar Kabupaten Lampung Barat.Jurnal Gizi dan Pangan, November 2008 3(3) : 172-179.

Nilasari A, Harisudin M,Widiyanto. 2012.Analisis hubungan antara pendapatan dengan proporsi pengeluaran pangan dan kecukupan gizi rumah tangga petani di Kabupaten Cilacap.Surakarta (ID): Jurnal Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Negeri Sebelas Maret.

Pertiwi K, Hardinsyah, EkadwiyaniK.2014. Konsumsi pangan dan gizi serta skor pola pangan harapan(PPH) pada anak usiasekolah 7-12 tahun di Indonesia.Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2014, 9(2) : 117-124.

Prasetyo TJ, Hardinsyah, Sinaga T.2013. Konsumsi pangan dan gizi serta skor pola pangan harapan(PPH) pada anak usis 2-6 tahun di Indonesia.Jurnal Gizi dan Pangan, Nopember 2013, 8(3) : 159-166.

Sudirhato.2007.Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan Keperawatan Transkultural. Jakarta (ID): EGC.

Suryana. 2008. Penganekaragaman konsumsi pangan dan gizi: faktor pendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia.Jurnal Pangan, 52: 1-11.

Suyastiri.2008. Diversifikasi konsumsi pangan pokok berbasis potensi lokal dalam mewujudkan ketahanan pangan rumah tangga pedesaan di Kec. Semin Kab. Gunung Kidul. Jurnal Ekonomi Pembangunan April 2008 13(1) :51-60. Tanziha dan Herdiana.2009.Analisis jalur faktor-faktor yang mempengaruhi

ketahanan pangan rumah tangga di Kabupaten Lebak Propinsi Banten. Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2009 4(2) : 106-115.

Tanziha, Hardinsyah dan Ariani M. 2010.Determinan intensitas kerawanan pangan serta hubungannya dengan food coping strategis dan tingkat kecukupan energi di kecamatan rawan pangan dan tahan pangan. Jurnal Gizi dan Pangan,Maret 2010 5(1) : 39-48.

Widyanto.2007. Analisisfaktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi rumah

tangga buruh industri kecil di Kecamatan Turen

Kab.Malang[skripsi].Jember (ID). Program Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Jember.

[WHO] World Health Organization. 2007.Standard Deviation of Anthropometric Z-Scores as a Data Quality Assesment Tool Using The 2006 WHO Growth Standards : A Cross Country Analysis. www.who.int[diunduh 19 Desember 2014].

[WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII.2004.Angka Kecukupan Gizi dan Acuan Label Gizi. Jakarta (ID). Direktorat Standarisasi ProdukPangan

(39)

25

(40)

26

Lampiran 2 Uji korelasi antara pendidikan ibu rumah tangga dengan TKE & TKP rumah tangga

Correlations

TKE TKP PIR

Spearman's rho

TKE

Correlation Coefficient 1,000 ,693** ,001

Sig. (2-tailed) . ,000 ,954

N 1626 1626 1626

TKP

Correlation Coefficient ,693** 1,000 -,025

Sig. (2-tailed) ,000 .

,311

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

(41)

27

Correlations

TKE TKP BK

Spearman's rho

TKE

Correlation Coefficient 1,000 ,693** ,006

Sig. (2-tailed) . ,000

,806

N 1626 1626 1626

TKP

Correlation Coefficient ,693** 1,000 ,022

Sig. (2-tailed) ,000 .

,380

N 1626 1626 1626

PPP

Correlation Coefficient ,006 ,022 1,000

Sig. (2-tailed) ,806 ,380 .

N 1626 1626 1626

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Lampiran 4 Uji korelasi antara pengeluaran pangan rumah tangga dengan TKE & TKP rumah tangga

Correlations

PP TKP TKE

Spearman's rho

PP

Correlation Coefficient 1.000 -.025 .001

Sig. (2-tailed) . .314 .980

N 1626 1626 1626

TKP

Correlation Coefficient -.025 1.000 .693**

Sig. (2-tailed) .314 . .000

N 1626 1626 1626

TKE

Correlation Coefficient .001 .693** 1.000

Sig. (2-tailed) .980 .000 .

N 1626 1626 1626

(42)

28

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 27 Juli 1976.Penulis adalah anak pasangan Bapak Slamet dan Ibu Sri Murwani dan merupakan anak pertama dari empat bersaudara.Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri SituGintung2, sekolah menengah pertama di SLTP Negeri 87Jakarta dan sekolah menengah atas di SMA Negeri 47Jakarta.

Penulis melanjutkan kuliah Diploma III di Akedemi Gizi Jakarta Departemen Kesehatan. Penulis pernah melakukan Praktek Kerja Lapang di Desa Palasarihilir Kecamatan Parungkuda Kabupaten Sukabumi Jawa Barat,RSIA Harapan Kita Jakarta, danInstitusi Penyelenggara Makanan untuk Karyawan Krakatau Steel Cilegon.Penulis menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1998.

Gambar

Gambar2Alur pengambilan sampel di Provinsi DKI Jakarta
grafik, kemudian dianalisis secara statistic.Analisis statistik menggunakan uji Datayang diperoleh dari hasil pengolahan disajikan dalam bentuk tabel dan normaldan uji korelasi Spearman.Hubungan antara tingkat pendidikan ibu rumah
Tabel 3Karakteristik rumah tangga
Tabel 4Sebaran anggota rumah tangga (ART) berdasarkan umur dan jenis kelamin
+6

Referensi

Dokumen terkait

1) Menyatakan bahwa mereka memiliki tujuan yang jelas untuk hamil. 2) Tidak menggunakan kontrasepsi agar menjadi hamil. 3) Didiskusikan dan disepakati oleh pasangan untuk hamil.. 4)

Pengembangan keterampilan motorik anak usia dini sering kali terabaikan dan kurang diperhatikan oleh orang tua, Hal ini lebih dikarenakan mereka belum memahami bahwa program

Hasil analisa vegetasi pada tingkat pohon di tiap habitat ditemukannya kelompok monyet ekor panjang tidak menunjukan adanya variasi jumlah jenis, masing-masing habitat yaitu

Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama baik dari induvidu atau perseorangan, Data primer yang digunakan dalam penilitan ini yaitu hasil penyebaran

Masukan sel rata kanan : Jika data lebih panjang dari panjang sel maka lebihnya akan mengisi sel disebelah kirinya yang kosong, jika sel sebelah kiri terisi maka data akan

Semua bayi baru lahir di fasilitas kesehatan harus segera mendapatkan tanda pengenal berupa gelang yang dikenakan pada bayi dan ibunya untuk menghindari tertukarnya bayi,

Peningkatan kompetensi peserta PEDAMBA: Kelas Pemanfaatan Software Tracker dalam pelajaran Fisika Tahap ke-I” dapat dilihat dari hasil evaluasi pelaksanaan

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data yang berhubungan dengan biaya tetap dan biaya variabel perusahaan, pendapatan penjualan serta anggaran dan realisasi laba