• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pemasaran Ubi Jalar (Studi Kasus: Kelompok Tani Hurip, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pemasaran Ubi Jalar (Studi Kasus: Kelompok Tani Hurip, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor)"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PEMASARAN UBI JALAR

(Studi Kasus: Kelompok Tani Hurip,

Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga,

Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Yosia BSMS Silalahi

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

2

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pemasaran Ubi Jalar (Studi Kasus: Kelompok Tani Hurip, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

(4)
(5)

4

ABSTRAK

YOSIA BSMS SILALAHI. Analisis Pemasaran Ubi Jalar (Studi Kasus: Kelompok Tani Hurip, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh ADI HADIANTO dan FITRIA DEWI RASWATIE.

Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian terpenting di Indonesia. Sektor pertanian salah satu kunci dalam pengentasan kemiskinan, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai kunci dalam pemantapan ketahanan pangan nasional. Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor merupakan sentra produksi ubi jalar di Jawa Barat. Tujuan penelitian ini mengidentifikasi saluran pemasaran yang terjadi dan menganalisis saluran pemasaran yang efisien, dengan menggunakan analisis marjin pemasaran, farmer’s share, dan analisis keuntungan resiko terhadap biaya pemasaran. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Metode yang digunakan adalah purposive sampling untuk petani dan metode snowball untuk lemabaga pemasaran yang terlibat. Lembaga pemasaran yang terlibat adalah kelompok tani, pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Hasil dari analisis, didapatkan saluran pemasaran 5 adalah saluran yang paling efisien bagi petani produsen dengan nilai marjin pemasaran terkecil sebesar Rp 800,00, farmer’s share terbesar sebesar 73,33 persen dan total biaya pemasaran terkecil sebesar Rp 320,00. Dengan mengetahui saluran pemasaran yang efisien dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Saran pada penelitian ini adalah petani produsen diharapkan mampu melakukan kegiatan usahataninya dengan lebih baik, mencari informasi harga di tingkat konsumen agar posisi tawar menawar lebih kuat. Pedagang pengecer perlu memberikan kepastian harga sehingga konsumen dan petani mengetahui harga yang pasti dan tidak terjadi tawar menawar harga ubi jalar. Lembaga pemasaran dapat memperluas pasar dengan membuat outlet dan bekerjasama dengan lembaga pemasaran yang menjual produk olahan ubi jalar. Saran penelitian selanjutnya adalah meningkatkan nilai tambah ubi dan meningkatkan total penjualan pada saluran 5 (saluran pemasaran yang efisien bagi petani).

(6)
(7)

6

ABSTRACT

YOSIA BSMS SILALAHI. Ubi Jalar Marketing Analysis (Case Study: The Farmers Gorup of Hurip, Cikarawang Village, Subdistrict of Dramaga, District of Bogor, West Java). Supervised by ADI HADIANTO and FITRIA DEWI RASWATIE.

Sweet potato is one of the most vital agricultural commodity in Indonesia. Agricultural sector is one of the key in eradicating poverty, providing employment opportunity, and also strengthening food security of a nation. Cikarawang village, Sub-district of Dramaga, Bogor Regency is the center producer of sweet potato in West Java. The objective of this study is to identify the underlying market chain and to analyze the efficiency of market chain toward cost. The data used in this research is data primary and secondary data. Methods used is purposive methods of sampling for farmers and snowball sampling for marketing agencies . Marketing agency involved is the Group of farmers, traders and retailers Gatherer. The result of analysis, obtained marketing outlets 5 is the channel that most efficient for farmer‟s producers with the value of the smallest margins of 800 rupiah, farmer‟s largest share 73,33 percent, and total marketing cost smallest of 320 rupiah. By knowing marketing channel efficiently can increase income and welfare of farmers. Advice on this research are farmers producers are expected to perform the activities of usahataninya better, a seeking for information price to the consumer to posittions bargaining stronger. Traders a retailer needs to give certainty the price so consumers and farmers know about the price of a definite and not occurring bargaining the price of sweet potato. Marketing institutions can expand the market by making the outlet and engaged with their marketing who sells the processed products sweet potato. Advice the next research is to increase the added value of yams and increase total sales on a tract 5 ( marketing outlets efficient for farmers ).

(8)
(9)

8

ANALISIS PEMASARAN UBI JALAR

(Studi Kasus: Kelompok Tani Hurip, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga,

Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Yosia BSMS Silalahi

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(10)
(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pemasaran Ubi Jalar (Studi Kasus: Kelompok Tani Hurip, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)”. Penulisan skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui saluran pemasaran ubi jalar yang tercipta di Desa Cikarawang, menganalisis fungsi-fungsi pemasaran ubi jalar, dan menganalisis saluran mana yang lebih efisien berdasarkan marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Adi Hadianto, SP, M.Si selaku dosen pembimbing satu yang telah membimbing penulis dalam penulisan karya ini dan ibu Fitria Dewi Raswatie SP, M.Si selaku dosen pembimbing kedua yang telah banyak memberi masukan kepada penulis. Selain itu penulis berterima kasih kepada kedua orangtua Bastian Silalahi, SE, MM, MH dan Jeanny HV Hutauruk, SE, MM, Ak, CA karena telah memberikan dukungan dan doa kepada penulis selama proses penulisan. Terimakasih kepada kakak Ruth Silalahi, S.Sos, SH, MH, adik Juniartha Gladys dan seluruh sanak saudara yang turut serta membantu dan mendukung penulis. Tak lupa juga penulis berterima kasih kepada sahabat dan kerabat Zeta, Ocon, Kims, Fira, Daus, Sindu, Derry, Suri, Irawan, Handi, Adit, Isiw, Tyo, Upe, Dinar, Deanty, Gerry, dan seluruh kerabat yang turut membantu dalam proses penulisan karya ilmiah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Akhirnya penulis berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi pembaca dan peneliti selanjutnya.

Bogor, Agustus 2015

(14)
(15)

DAFTAR ISI

3.1.8. Rasio Keuntungan terhadap Biaya Pemasaran ... 34

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 35

IV. METODE PENELITIAN ... 39

4.4.2. Analisis Lembaga dan Fungsi Pemasaran ... 42

(16)

viii

4.4.4. Analisis Farmer’s Share ... 44

4.4.5. Analisis Rasio Keuntungan terhadap Biaya Pemasaran .. 45

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 47

5.1. Sejarah Desa ... 47

5.2. Karakteristik Wilayah ... 47

5.3. Karakteristik Petani Responden ... 49

5.4. Karakteristik Lembaga Pemasaran ... 52

5.5. Gambaran Umum Usahatani Ubi Jalar di Desa Cikarawang ... 53

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 59 Keuntungan Terhadap Biaya Pemasaran ... 75

6.3.1 Marjin Pemasaran ... 75

6.3.2 Farmer’s Share ... 79

6.3.3 Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Pemasaran ... 80

6.3.4 Efisiensi Pemasaran ... 83 1 Lapangan pekerjaan umum penduduk usia 15 tahun keatas... 1

2 Luas tanam, luas panen, produksi, dan hasil per hektar ubi jalar di Jawa Barat tahun 2013... 3

3 Produksi Ubi Jalar Di Indonesia ... 4

4 Penelitian Terdahulu ... 20

(17)

2012 ... 49

7 Karakteristik Petani Responden berdasarkan Umur di Desa Cikarawang Tahun 2015 ... 50

8 Karakteristik Petani Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Cikarawang Tahun 2015 50 9 Karakteristik Petani Responden berdasarkan Luas Lahan di Desa Cikarawang Tahun 2015 ... 51

10 Karakteristik Petani Responden berdasarkan Pengalaman Bertani di Desa Cikarawang Tahun 2015 ... 51

11 Mata Pencaharian Penduduk di Desa Cikarawang Tahun 2011-2013 ... 52

12 Karakteristik Lembaga Pemasaran Responden berdasarkan Umur 53 13 Karakteristik Lembaga Pemasaran Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 53

14 Fungsi Pemasaran Masing-Masing Lembaga Pemasaran Ubi Jalar di Desa Cikarawang Tahun 2015 ... 69

15 Analisis Marjin Pemasaran Ubi Jalar pada Sistem Pemasaran Ubi Jalar di Desa Cikarawang Bulan April 2015 ... 76

16 Farmer’s Share pada Sistem Pemasaran Ubi Jalar di Desa Cikarawang April 2015 ... 80

17 Besaran Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Pemasaran Ubi Jalar di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor .... 81

18 Nilai Efisiensi Pemasaran Ubi Jalar pada Tiap Saluran Pemasaran Ubi Jalar di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor ... 84

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Konsep Marjin Pemasaran ... 33

2 Kerangka pemikiran operasional ... 37

3 Skema sistem pemasaran Ubi Jalar di Desa Cikarawang ... 59

4 Sistem saluran pemasaran 1 Ubi Jalar di Desa Cikarawang ... 62

5 Sistem saluran pemasaran 2 Ubi Jalar di Desa Cikarawang ... 63

6 Sistem saluran pemasaran 3 Ubi Jalar di Desa Cikarawang ... 65

7 Sistem saluran pemasaran 4 Ubi Jalar di Desa Cikarawang ... 66

(18)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Kuesioner penelitian petani ubi jalar ... 96 2 Kuesioner penelitian perdagangan ubi jalar ... 99 3 Data Petani Responden Pebelitian Analisis Pemasaran Ubi Jalar di

Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. ... 102 4 Data Lembaga Responden Penelitian Analisis Pemasaran Ubi Jalar

di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor ... 102 5 Rincian Biaya Pemasaran Ubi Jalar di Desa Cikarawang,

Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor ... 103 6 Dokumentasi Penelitian Analisis Pemasaran Ubi Jalar di Desa

(19)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor seperti tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perburuan, dan perikanan. Sub sektor tanaman pangan memberikan kontribusi penting karena peranannya yang dibutuhkan dalam mencapai swasembada pangan melalui program diversifikasi pangan.

Diversifikasi pangan tidak berarti menggantikan beras, tetapi mengubah pola konsumsi dengan lebih banyak jenis pangan yang dapat dikonsumsi. Diversifikasi pangan menjadi salah satu pilar dalam ketahanan pangan. Pembangunan ketahanan pangan di Indonesia telah ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 Pasal 1 tentang ketahanan pangan, mengatakan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama (juta orang) Tahun 2012-2014 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Lapangan pekerjaan umum penduduk usia 15 tahun keatas

Lapangan Pekerjaan Utama 2012 (juta orang)

Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi 5,05 5,10 5,11

Keuangan 2,70 2,90 3,03

Jasa Kemasyarakatan 17,33 8,45 18,42

Lainnya 1,85 1,68 1,73

Jumlah 112,50 112,76 114,63

Sumber: BPS (2015a)

(20)

2

positif dan memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Selain itu sektor pertanian salah satu kunci dalam pengentasan kemiskinan, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai kunci dalam pemantapan ketahanan pangan nasional. Pertumbuhan Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan pada triwulan II tahun 2014 (Rp 91.022.000.000,00) dibandingkan triwulan I tahun 2014 (Rp 88.636.700.000,00) tumbuh 2,69 persen (BPS 2015b). Salah satu komoditas pertanian Indonesia yang saat ini mempunyai potensi besar untuk dikembangkan adalah komoditas ubi jalar.

Ubi jalar (Ipomea batatas L.) adalah salah satu komoditas yang cukup banyak terdapat di Indonesia. Ubi jalar adalah jenis umbi-umbian yang memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan umbi-umbi yang lain dan merupakan sumber karbohidrat keempat di Indonesia, setelah beras, jagung, dan ubi kayu (Widyaningtyas dan Susanto 2015). Produksi ubi jalar cenderung naik setiap tahun, meskipun tidak terlalu signifikan dan jumlah produksinya jauh di bawah tanaman umbi-umbian lain. Pada tahun 2014, luas panen tanaman ubi jalar mencapai 156.758 Ha dengan tingkat produktivitas 152,00 (Kw/Ha) dan total produksi sebanyak 2.382.658 ton (BPS 2015c). Ubi jalar dikonsumsi sebagai makanan tambahan atau sampingan bahkan dianggap sebagai makanan kampungan, kecuali di Irian Jaya dan Maluku, ubi jalar digunakan sebagai makanan pokok (Zuraida dan Supriati 2001).

Produksi ubi jalar di Kabupaten Bogor pada tahun 2009-2013 masing-masing bernilai 58.309 ton, 56.476 ton, 59.574 ton, 64.882 ton, 82.935 ton, dan 50.180 ton dengan luas lahan yang sudah digunakan sebesar 3.105 Ha (BKPM 2014). Sebagai tanaman palawija yang memiliki potensi produksi ± 25-40 ton/ha dan waktu tanam yang relatif singkat (3,5 - 6 bulan), saat ini ubi jalar merupakan tanaman umbi-umbian yang paling produktif (Widhi dan Dahrul 2008).

(21)

Tabel 2. Luas tanam, luas panen, produksi, dan hasil per hektar ubi jalar di Jawa

Tasikmalaya 1.871 17.621 94,17

Kuningan 5.205 118.267 227,21

Sumedang 1.437 15.777 109,79

Sumber: BPS Jawa Barat (2014)

Salah satu wilayah penghasil ubi jalar di Kabupaten Bogor adalah Desa Cikarawang. Desa Cikarawang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Di desa Cikarawang terdapat empat kelompok tani yang bergerak di komoditas padi, kacang tanah, dan ubi jalar. Kelompok tani tersebut antara lain kelompok tani Hurip, Setia, Mekar, dan Subur Jaya.

Produktivitas ubi jalar yang tinggi di Desa Cikarawang menandakan minat petani yang tinggi dalam mengusahakan usahatani ubi jalar. Minat petani yang tinggi dalam budidaya ubi jalar perlu dukungan dengan adanya efisiensi dalam saluran pemasaran. Tingkat produksi yang rendah dan cenderung stagnan menunjukkan bahwa pemanfaatan komoditas ubi jalar belum dilakukan dengan optimal. Ditambah lagi dengan adanya pandangan masyarakat bahwa ubi jalar identik dengan makanan rakyat kurang mampu sehingga ubi jalar kurang popular di kalangan masyarakat menengah ke atas. Diperlukan peningkatan citra ubi jalar sebagai makanan bermartabat tinggi, tidak lagi diposisikan sebagai makanan lapisan masyarakat bawah. Beberapa Negara seperti: Amerika Serikat, Eropa, dan Asutralia, ubi jalar justru menjadi makanan istimewa. Ekspor ubi jalar goreng ke Jepang dari Indonesia secara kontinu dalam jumlah yang besar menunjukkan bahwa masyarakat Jepang mengapresiasi ubi jalar sebagai makanan yang layak. Adanya kesadaran masyarakat Indonesia untuk tidak merasa malu mengonsumsi ubi jalar dipastikan akan meningkatkan permintaan ubi jalar dan diversifikasi bahan pangan nasional (Zuraida 2009).

(22)

4

Setiap lembaga yang terlibat akan mengambil keuntungan dan mengeluarkan biaya permasaran terkait fungsi yang dilakukan. Besarnya keuntungan dan biaya pemasaran yang dikeluarkan dari setiap lembaga pemasaran tersebut akan meningkatkan harga jual dari lembaga pemasaran. Sehingga terjadi perbedaan harga di petani produsen dengan konsumen akhir. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat maka akan semakin banyak pengambilan keuntungan yang terjadi akibatnya harga jual menjadi naik. Tingkat efisiensi saluran pemasaran dapat mempengaruhi tingkat pendapatan, pengeluaran, serta penerimaan pendapatan usahatani, sehingga petani produsen menjadi sejahtera dan mampu meningkatkan perekonomian nasional. Atas dasar hal ini penelitian mengenai analisis pemasaran ubi jalar perlu dilakukan.

1.2. Rumusan Masalah

Jawa Barat merupakan provinsi sentral produksi ubi jalar terbesar di Indonesia dibanding provinsi lainnya, misalnya: Sumatera Utara, Sumatera Barat, Papua, Jawa Tengah, Jawa timur. Berikut merupakan data produksi ubi jalar di Indonesia yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Produksi Ubi Jalar Di Indonesia

Provinsi Produksi Ubi Jalar (ton)

2011 2012 2013 2014

Sumatera Utara 146.622 116.671 186.583 191.104

Sumatera Barat 159.865 134.453 124.881 98.120

Jawa Barat 471.737 485.065 436.577 429.378

Jawa Tengah 179.303 183.694 166.978 157.972

Jawa Timur 312.449 393.199 411.957 217.545

Papua 412.878 405.520 345.095 348.438

Sumber: BPS (2015d)

(23)

pemasaran dalam pemasaran ubi jalar berfungsi sebagai penghubung yang akan menentukan harga dari komoditas ubi jalar tersebut.

Sistem pemasaran ubi jalar berkaitan dengan peran lembaga pemasaran dalam menyampaikan ubi jalar dari tangan produsen ke tangan konsumen. Oleh karena itu, hal ini memiliki keterkaitan pada perbedaan lokasi dan kegiatan lembaga pemasaran yang mengakibatkan penyebaran harga dan keuntungan antar lembaga pemasaran menjadi tidak merata. Adanya lembaga pemasaran akan menyebabkan harga ubi jalar berubah setelah sampai di konsumen, di mana yang menjadi penyebab hal tersebut adalah setiap lembaga pemasaran berusaha melakukan fungsi pemasaran yang menambah nilai guna (utilitas) dari ubi jalar tersebut sehingga memperbesar biaya pemasaran. Besarnya biaya pemasaran biasanya dibebankan kepada pihak produsen dan konsumen dengan cara meningkatkan harga konsumen atau menekan harga produsen.

Kelompok Tani Hurip adalah salah satu kelompok tani ubi jalar di Desa Cikarawang yang memiliki permasalahan pemasaran. Kelompok tani Hurip sebenarnya mampu memasarkan produknya secara langsung kepada konsumen. Akan tetapi terdapat beberapa kendala yang membuat kelompok tani ini tidak dapat memasarkan produknya secara langsung kepada konsumen sehingga membuat kelompok tani ini harus berhubungan dengan pedagang yang dapat membantu menyalurkan produk tersebut. Kendala yang dihadapi oleh kelompok tani tersebut adalah produk yang dijual sifatnya mudah rusak (bulky) dan cepat busuk (perishable). Kendala lain yang dihadapi adalah jarak lokasi pemasaran dari areal usahatani yang dimiliki oleh kelompok tani, sehingga memerlukan penanganan, mulai dari penyimpanan, pengangkutan dan bongkar muat. Hal tersebut dapat mengakibatkan biaya yang dikeluarkan oleh kelompok tani tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan keuntungan yang diperolehnya.

Berdasarkan uraian permasalahan yang telah dipaparkan di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1 Bagaimana saluran serta fungsi pemasaran ubi jalar yang ada di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor?

(24)

6

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1 Mengidentifikasikan dan menganalisis sistem pemasaran ubi jalar di Desa Cikarawang melalui saluran pemasaran, dan fungsi-fungsi pemasaran.

2 Menganalisis efisiensi pemasaran ubi jalar melalui marjin pemasaran, farmer’s share dan nilai rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran di setiap lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran ubi jalar di Desa Cikarawang.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, diantaranya:

1 Petani dan lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat sebagai bahan informasi untuk melaksanakan kerjasama yang saling menguntungkan dalam pemasaran ubi jalar.

2 Pemerintah daerah khususnya Pemerintah Daerah Kecamatan Dramaga sebagai bahan masukan dalam penetapan kebijakan dalam perbaikan sistem pemasaran ubi jalar.

3 Pembaca hasil penelitian ini, sebagai tambahan referensi bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan komoditas ubi jalar sekaligus memberikan gambaran usahatani ubi jalar di lokasi penelitian.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Budidaya Ubi Jalar

Ubi jalar (sweet potato) atau ketela rambat diduga berasal dari Benua Amerika. Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar adalah Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika bagian tengah. Dalam bahasa latin ubi jalar disebut Ipomoea batatas. Tanaman ini masuk dalam ordo Solanaceae dengan famili Convolvulaceae. Dalam famili ini, hanya ubi jalar yang merupakan tanaman penghasil pati, memiliki umbi yang manis, dan ditanam dengan area panen sangat luas (Septianingrum 2009).

Ubi jalar termasuk tanaman tropis dan tumbuh baik pada daerah temperatur yang panas dan udara yang lembab. Temperatur maksimal dan minimum agar tanaman ubi jalar dapat tumbuh adalah 29,6°C dan 18,5°C dengan suhu optimalnya adalah 27°C. Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan ubi jalar perbulan adalah sekitar 35 sampai 235 mm dan umur panen ubi jalar rata-rata 4 bulan. Ubi jalar tidak memerlukan tanah yang subur, karena pada tanah yang subur yang tumbuh lebat hanyalah daun dan batangnya. Ubi jalar umumnya tumbuh baik pada lahan berpasir atau kering dan dapat dibudidayakan tanpa adanya irigasi (Kussuma 2008).

Aneka umbi seperti ubi jalar memiliki potensi yang baik untuk diolah dan dikembangkan menjadi aneka ragam produk olahan. Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang dapat tumbuh dan berkembang di seluruh Indonesia. Sebagai sumber pangan, tanaman ini mengandung energi, β-karoten, vitamin C, niacin, riboflavin, thiamin, dan mineral. Oleh karena itu, komoditas ini memiliki peran penting, baik dalam penyediaan bahan pangan, bahan baku industri pangan maupun pakan ternak (Ambarsari, et al 2009).

(26)

8

2.1.1. Syarat tumbuh dan cara tanam

Ubi jalar dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan apabila persyaratan iklimnya sesuai selama pertumbuhannya. Suhu minimum untuk pertumbuhannya adalah 10°C, suhu maksimum 40°C dan suhu optimumnya adalah 21°C – 27°C. Secara geografis tanaman ubi jalar dapat tumbuh baik mulai dari 40° lintang utara sampai 32° lintang selatan (Jedeng 2011).

Jawa dan beberapa sentral produksi ubi jalar umumnya ditanam di lahan sawah irigasi dan nonirigasi pada musim kemarau setelah panen padi dan lahan tegalan. Penanaman ubi jalar di lahan tegalan umumnya dilakukan pada awal atau pertengahan musim hujan (Zuraida dan Supriyati 2001).

2.1.2. Penanganan panen dan pasca panen

Penanganan pascapanen ubi jalar meliputi kegiatan penentuan saat panen, pemanenan, pengupasan kulit, pengeringan, pengemasan, dan penyimpanan. a. Pemanenan

Ubi jalar dipanen setelah tanaman berumur 5-6 bulan, dengan ciri-ciri daunnya sudah tampak menguning/mulai mengering. Tata cara panen ubi jalar melalui tahap-tahap sebagai berikut :

1. Tentukan pertanaman ubi jalar yang telah siap panen.

2. Potong (pangkas) batang ubi jalar dengan sabit atau parang, kemudian singkirkan.

3. Galilah guludan dengan cangkul hingga terkuak ubinya. 4. Ambil dan kumpulkan ke tempat pengumpulan.

5. Bersihkan ubi dari tanah atau kotoran dan akar yang masih menempel.

6. Lakukan seleksi dan sortasi berdasarkan ukuran dan warna kulit ubi serta pisahkan ubi sehat dengan ubi terserang hama atau penyakit.

7. Masukkan kedalam wadah untuk diangkut. b. Pascapanen

(27)

1. Sebaiknya disimpan di ruang bersuhu kamar antara 27º - 30º C dengan kelembaban udara antara 85 persen – 90 persen. Disimpan di ruang gelap dengan mengikutsertakan tangkai ubi yang agak panjang atau disimpan di dalam pasir dan abu dengan mengangin-anginkan.

2. Disimpan di ruang khusus atau gudang yang kering, sejuk dan peredaran udaranya baik dengan cara menumpahkan ubi di lantai gudang, kemudian timbun dengan pasir kering atau abu tertutup. Atau disimpan di atas para-para yang ditempatkan di dapur yang biasanya terkena asap setiap hari yang berasal dari tungku, hal ini dapat menghindarkan dari serangan hama terutama boleng.

2.2. Lembaga Pemasaran dan Saluran Pemasaran

Pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan dari perwujudan, pemberian harga, promosi dan distribusi dari barang-barang, jaa dan gagasan untuk menciptakan pertukaran dengan kelompok sasaran yang memenuhi tujuan pelanggan dan organisasi. Hal ini berarti dalam pemasaran tercakup serangkaian kegiatan analisis, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan atas barang, jasa dan gagasan dengan tujuan utama kepuasan pihak-pihak yang terlibat (Wahjono 2013).

Kotler (2008), mendefinisikan pemasaran merupakan suatu proses social yang mana di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.

Istilah pemasaran dan tata niaga di negara kita dipakai silih berganti dan mempunyai batasan yang sama, yaitu kegiatan ekonomi yang berfungsi menyalurkan produk dari produsen hingga ke konsumen akhir (Nuraeni, et al 2006), sedangkan menurut Wulandari (2009) lembaga pemasaran adalah individu atau kelompok yang melakukan fungsi pemasaran. Setiap proses yang terjadi pada setiap lembaga menggambarkan fungsi dari lembaga tersebut pada proses pemasaran.

(28)

10

pemasaran. Peran lembaga pemasaran sangat tergantung dari sistem pasar yang berlaku dan karakteristik barang yang dipasarkan (Prasetyo 2008). Saluran distribusi adalah perantara-perantara para pembeli dan penjual, yang dilalui oleh perpindahan-perpindahan barang milik sejak dari produsen ke tangan konsumen (Prasetyo 2008).

2.3. Fungsi Pemasaran

Fungsi pemasaran yaitu melihat dan membandingkan tingkat harga di masing-masing lembaga pemasaran. Lembaga pemasaran itu sendiri adalah pedagang yang ikut menyampaikan barang dan jasa produsen ke konsumen melalui saluran pemasaran tertentu (Prasetyo 2008).

Permasalahan yang dihadapi oleh suatu perusahaan sering timbul, seperti menurunnya volume penjualan, tidak tercapainya target penjualan, persaingan yang semakin tajam dan meningkat, sulitnya penemu ide baru untuk mengembangkan produk yang disukai. Hal tersebut menuntut suatu perusahaan untuk menyusun suatu rangkaian kebijaksanaan di bidang pemasaran (Kuswarak 2010).

Perbaikan pemasaran pada dasarnya adalah upaya perbaikan posisi tawar produsen terhadap pedagang, pedagang terhadap konsumen, dan sebaliknya. Perbaikan pemasaran juga memperebutkan keuntungan dalam perdagangan, baik pada pasar domestik maupun internasional secara adil dan transparan yang bebas dan kompetetif (Mahatama dan Farid 2013).

2.4. Efisiensi Pemasaran

Efisiensi pemasaran dapat didefiniskan sebagai peningkatan rasio output-input yang dapat dicapai dengan cara, yaitu pertama, output tetap konstan sedangkan input mengecil; kedua, output meningkat sedangkan input tetap konstan; ketiga, output meningkat dalam kadar yang lebih tinggi daripada peningkatan input; dan keempat, ouput menurun dalam kadar yang lebih rendah ketimbang penurunan input (Rahim dan Hastuti, 2007).

(29)

memberikan kepuasan pihak-pihak yang terlibat dalam pemasaran, yaitu produsen, konsumen akhir dan lembaga- lembaga pemasaran (Anita, et al 2012).

Salah satu aspek pemasaran yang perlu diperhatikan dalam upaya meningkatkan arus barang dari produsen ke konsumen adalah efisiensi pemasaran, karena melalui efisiensi pemasaran selain terdapat perbedaan harga yang diterima petani sampai barang tersebut dibayar oleh konsumen akhir, juga kelayakan pendapatan yang diterima petani maupun lembaga pemasaran (Suherty 2009). Efisiensi pemasaran akan terjadi apabila biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat lebih tinggi, persentase perbedaan harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima produsen tidak terlalu tinggi, tersedianya fasilitas fisik pemasaran dan adanya kompetesi pasar yang sehat (Cristoporus dan Sulaeman 2009).

Efisiensi pemasaran sangat penting supaya masing-masing lembaga mendapatkan keuntungan sesuai apa yang telah mereka keluarkan (output). Jika tidak ada efisiensi pemasaran maka ada pihak atau lembaga yang dirugikan karena mungkin lembaga tersebut telah mengeluarkan output lebih besar dibandingkan dengan keuntungan yang didapatkannya dan begitu juga sebaliknya, lembaga yang mengeluarkan ouput lebih kecil tetapi mendapatkan keuntungan yang besar, dan akan terjadi lah kesenjangan keuntungan yang diperoleh (Febriani 2011).

(30)

12

2.5. Marjin Pemasaran

Marjin pemasaran adalah selisih antara harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima produsen. Marjin ini akan diterima oleh lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran tersebut (Daniel 2002). Panjang-pendeknya atau bagus-jeleknya saluran pemasaran dapat dilihat dari besar-kecilnya marjin pemasaran, bukan berdasarkan banyaknya lembaga pemasaran yang terlibat, karena marjin pemasaran merupakan penampakan dari kontribusi biaya dan keuntungan yang terjadi dalam pemasaran suatu komoditi (Yuprin 2009).

Marjin pemasaran sering digunakan sebagai indikator efisiensi pemasaran. Besarnya marjin pemasaran pada berbagai saluran dapat berbeda, karena tergantung pada panjang pendeknya saluran pemasaran dan aktivitas-aktivitas yang telah dilaksanakan serta keuntungan yang diharapkan oleh lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran (Suherman, et al 2011). Marjin pemasaran merupakan selisih antara harga di tingkat konsumen dengan harga di tingkat produsen atau merupakan jumlah biaya pemasaran dengan keuntungan yang diharapkan oleh masing-masing lembaga pemasaran (Mukson, et al 2005).

2.6. Farmer’s Share

Farmer’s share yaitu persentase harga yang diterima petani dibandingkan dengan harga jual pada pedagang pengecer. Farmer’s share dalam suatu kegiatan pemasaran dapat dijadikan dasar atau tolak ukur efisiensi pemasaran. Semakin tinggi tingkat persentase farmer’s share yang diterima petani maka dikatakan semakin efisien kegiatan pemasaran yang dilakukan dan sebaliknya semakin rendah tingkat persentase farmer’s share yang diterima petani, maka akan semakin rendah pula tingkat efisiensi dari suatu pemasaran (Rosmawati 2011).

(31)

2.7. Rasio Keuntungan terhadap Biaya

Rasio keuntungan dan biaya (R/C) juga dapat digunakan untuk melihat tingkat efisiensi pemasaran dari suatu komoditas, hal ini dikarenakan pembanding oppurtunitty cost dari biaya adalah keuntungan. Sistem pemasaran secara teknis dikatakan efisien jika rasio keuntungan dan biayanya semakin besar dan nilainya bernilai positif atau lebih besar dari nol (>0) (Limbong dan Sitorus, 1987).

2.8. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan Hutabarat (2012) mengenai sistem pemasaran komoditas brokoli di Desa Tugu, kecamatan Cisarua, kabupaten Bogor yang bertujuan menganalisis sistem pemasaran brokoli yang dilakukan pada kelompok tani Suka Tani di Desa Tugu Utara.

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, saluran pemasaran dari komoditas brokoli akan melalui beberapa saluran pemasaran yaitu : Saluran I: Petani produsen–Pedagang Pengumpul Desa–Pedagang Besar–Pedagang Pengecer–Konsumen Akhir. Saluran II: Petani produsen–Pedagang Besar– Pedagang Pengecer–Konsumen Akhir. Saluran III: Petani produsen –Pedagang Pengecer–Konsumen Akhir. Pada penelitian ini, fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan pada lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas di mana fungsi-fungsi pemasaran yang terjadi pada penelitian ini sudah berjalan cukup baik di mana fungsi-fungsi pemasaran yang terjadi memberikan nilai tambah kepada produk sehingga memiliki nilai dan kegunaan yang lebih tinggi.

Untuk menilai efisiensi pemasaran dilakukan secara kuantitatif dengan alat analisis marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan dari biaya. Tingkat farmer’s share terendah dan marjin pemasaran tertinggi pada pemasaran brokoli di Desa Tugu, kecamatan Cisarua, kabupaten Bogor terdapat pada saluran I yaitu sebesar 33,33 persen dan 66,67 persen. Hal ini dikarenakan saluran I merupakan saluran terpanjang dari tiga saluran yang ada.

(32)

14

terpendek di antara tiga saluran yang terbentuk. Dari hal ini dapat dilihat bahwa panjang pendeknya suatu rantai pemasaran mempengaruhi besarnya marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran. Karena semakin panjang rantai pemasaran, maka semakin tinggi pula biaya yang harus dikeluarkan untuk memasarkan suatu produk.

Rasio keuntungan dari biaya tertinggi terdapat pada saluran I yaitu sebesar 2,16. Berdasarkan uraian-uraian tersebut dapat dilihat bahwa saluran I merupakan saluran pemasaran komoditas brokoli yang paling efisien di Desa Tugu Utara. Hal ini dapat dilihat berdasarkan sebaran harga yang tidak berbeda secara signifikan dan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran yaitu sebesar 2,16 di mana untuk tiap rupiah biaya yang dikeluarkan, akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 2.16.

Penelitian yang dilakukan Prihatin (2012) mengenai analisis pemasaran kubis di Kelurahan Agung Lawangan, Kecamatan Dempo Utara, Kota Pagar Alam, Provinsi Sumatera Selatan yang bertujuan untuk menganalisis saluran pemasaran dan fungsi-fungsi yang dijalankan oleh lembaga-lembaga pemasaran, serta efisiensi pemasaran yang terjadi dalam proses pemasaran produk dari produsen sampai kepada konsumen. Dari hasil analisis, terdapat lima saluran pemasaran kubis di Kelurahan Agung Lawangan, Kecamatan Dempo Utara, Kota Pagar Alam yang melibatkan beberapa lembaga yaitu pedagang pengumpul tingkat desa, pedagang pengumpul pasar lokal, pedagang pengumpul pasar luar kota, pedagang pengecer (lokal) dan pedagang pengecer luar kota (nonlokal).

Lembaga-lembaga yang terkait dalam usaha memasarkan produk tersebut menjalankan fungsi-fungsi pemasaran yang berbeda-beda dan menghadapi struktur pasar yang berbeda pula. Selain itu, perilaku pasar yang dihadapi oleh tiap lembaga pemasaran juga berbeda. Sistem pemasaran kubis di Kelurahan Agung Lawangan, Kecamatan Dempo Utara, Kota Pagar Alam secara keseluruhan belum efisien.

(33)

menggunakan alat analisis kualitatif yang meliputi analisis lembaga dan saluran pemasaran, dan fungsi-fungsi pemasaran, serta menggunakan analisis kuantitatif yang meliputi marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran (π/c).

Saluran pemasaran I dan saluran III merupakan saluran yang relatif lebih efisien jika dibandingkan dengan saluran lainnya. Hal ini berdasarkan pertimbangan atas perhitungan farmer’s share, marjin pemasaran dan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran. Pada saluran pertama didapatkan besarnya marjin pemasaran sebesar Rp 1.000,00 dan pada saluran ketiga sebesar Rp 2.000,00 untuk bagian yang diterima petani produsen pada saluran pertama yaitu sebesar 50 persen dan untuk saluran ketiga yaitu sebesar 33,33 persen, dari rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran, didapatkan untuk saluran pertama sebesar 3,44 yang merupakan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran yang terbesar dibandingkan saluran yang lain.

Penelitian yang dilakukan Putro (2014) mengenai pemasaran tebu di Kecamatan Trangkil, Kabupaten Pati, Jawa Tengah di mana penelitian ini bertujuan untuk menganalisis fungsi, struktur, dan efisiensi pemasaran tebu di setiap saluran pemasaran. Dari penelitian yang dilakukan, didapatkan bahwa saluran pemasaran tebu yang terbentuk di Desa Trangkil ada empat saluran yaitu: saluran pemasaran 1) Petani produsen – Kelompok Tani – Pabrik Gula. Saluran pemasaran 2) Petani produsen – Penempur – Pabrik Gula. Saluran pemasaran 3) Petani produsen – Penebas – Pabrik Gula. Saluran pemasaran 4) Petani produsen – Pabrik Gula.

(34)

16

farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya menunjukkan saluran tataniaga satu merupakan saluran yang paling efisien.

Fungsi pemasaran yang terjadi di lembaga pemasaran yang ikut dalam proses pemasaran tebu adalah fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa pengangkutan, pengemasan, penyimpanan, fungsi fasilitas berupa penanggungan resiko, sortasi, pembiayaan, pengolahan dan informasi pasar. Berdasarkan marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran menunjukkan saluran pemasaran satu yang paling efisien. Hal ini dapat dilihat dari marjin pemasaran yang terendah, farmer’s share yang tertinggi dan saluran pemasaran ini memberikan keuntungan terhadap biaya yang tinggi.

Penelitian yang dilakukan Widayanti (2008) dengan judul Analisis Pendapatan Usahati dan Pemasaran Ubi Jalar di Desa Bandorasa Kulon, Kecamatan Kuningan, Kabupaten Kuningan, Jawa barat. Penelitian analisis pendapatan usahatani dan pemasaran ubi jalar bertujuan untuk: (1) menganalisis keuntungan usahatani ubi jalar dilihat dari tingkat pendapatan petani ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon, (2) menganalisis sistem pemasaran, saluran pemasaran, struktur dan perilaku pasar, sebaran marjin pemasaran ubi jalar dari petani sampai konsumen akhir dan farmer’s share. Penelitian dilaksanakan pada Januari-Maret 2008. Pemilihan responden petani dalam penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan jumlah petani 21 orang. Sementara itu, penentuan responden pedagang dilakukan dengan mengikuti arus pemasaran ubi jalar dari petani sampai konsumen. Jumlah pedagang yang dijadikan responden berjumlah 9 orang yang terdiri dari 5 orang pedagang pengumpul 1, 2 orang pedagang pengumpul 2, dan 2 orang pedagang pengecer yang berada di Pasar Cikarang dan Pasar Induk Kramat Jati.

Penerimaan petani responden dalam melakukan usahatani ubi jalar adalah

Rp 11.406.061,00 sedangkan biaya total untuk usahatani ubi jalar adalah Rp 8.256.764,00 sehingga pendapatan petani atas biaya tunai adalah Rp

(35)

Bandorasa Kulon menguntungkan untuk diusahakan. Hal ini dikarenakan nilai R/C atas biaya tunai maupun biaya total lebih dari satu. Apabila harga ubijalar mengalami penurunan yaitu menjadi Rp 200,00 dan Rp 300,00, maka nilai R/C atas biaya tunai untuk masing-masing harga adalah 0,46 dan 0,68 sedangkan bnilai R/C atas biaya total untuk masing-masing harga adalah 0,29 dan 0,44 sehingga usahatani ubi jalar tidak menguntungkan bagi petani karena nilai R/C atas biaya tunai maupun biaya total kurang dari satu.

Saluran pemasaran yang terjadi di Desa Bandorasa Kulon ada 3 saluran yang terdiri dari saluran 1 : petani– pedagang pengumpul 1 – pedagang pengumpul 2 – pedagang pengecer – konsumen, saluran 2 : petani – pedagang pengumpul 2 – pedagang pengecer – konsumen dan saluran 3 : petani – pedagang pengumpul 1 – pedagang pengumpul 2 – pabrik (konsumen). Struktur pasar yang dihadapi oleh masing-masing lembaga pemasaran berbeda-beda. Petani dan pedagang pengumpul 1 menghadapi struktur pasar oligopsoni sedangkan struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengumpul 2 dan pedagang pengecer mengarah ke pasar oligopoli. Marjin pemasaran terkecil terjadi pada saluran tiga, yaitu sebesar Rp 600,00 per kilogram dan marjin pemasaran terbesar terjadi pada saluran satu, yaitu Rp 1.525/kg. Farmer’s share tertinggi terdapat pada saluran tiga yaitu sebesar 60 persen, sedangkan Farmer’s share terkecil terdapat pada saluran satu yaitu 39 persen, sehingga saluran pemasaran yang menguntungkan bagi petani adalah saluran pemasaran tiga.

Untuk mengantisipasi ketidakstabilan harga, petani perlu membuat perencanaan produksi yang lebih baik lagi, yaitu dalam pengaturan tanam dan panen yang bertujuan untuk mengantisipasi kelangkaan dan melimpahnya produk dipasar dan juga untuk mengatasi fluktuasi harga ubi jalar. Untuk mengatasi masalah pemasaran, Petani perlu mencari alternatif pemasaran ubi jalar yang lain, misalnya dengan melakukan penjualan secara kolektif dalam upaya meningkatkan harga jual di tingkat petani.

(36)

18

pedagang pengecer, sedangkan pengumpul 2 memperoleh keuntungan serta biaya pemasaran terkecil.

Penelitian yang dilakukan Purba (2010) dengan judul Analiis Tataniaga Ubi Jalar (Studi Kasus: Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis lembaga dan fungsi tataniaga, saluran tataniaga, struktur pasar, perilaku pasar, dan menganalisis efisiensi tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Penelitian dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa daerah yang dipilih merupakan salah satu sentra produksi ubi jalar di Kabupaten Bogor. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari – April 2010.

Responden dalam penelitian ini adalah petani dan pedagang. Petani yang menjadi responden berjumlah 30 orang yang dipilih dengan menggunakan teknik snowball sampling. Sementara pedagang yang menjadi responden berjumlah sembilan orang yang dipilih juga dengan menggunakan teknik snowball sampling. Melalui metode snowball sampling dilakukan penelusuran terhadap saluran tataniaga ubi jalar mulai dari tingkat petani responden sampai ke pedagang pengecer (retail) untuk mengidentifikasi dan menganalisis lembaga dan fungsi tataniaga, saluran tataniaga, struktur pasar, dan perilaku pasar. Dengan berbagai informasi dan data yang diperoleh maka dihitung keuntungan, biaya pemasaran, marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya.

(37)

grosir – konsumen). Struktur pasar yang dihadapi setiap lembaga tataniaga berbeda-beda dimana petani dan pedagang grosir cenderung mendekati pasar persaingan sempurna, sedangkan pedagang pengumpul tingkat pertama, pedagang pengumpul tingkat kedua, dan pedagang pengecer cenderung mendekati pasar oligopoli.

Saluran tataniaga 1 merupakan saluran yang relatif lebih efisien karena memiliki marjin tataniaga terkecil yaitu sebesar Rp 325,00 per kilogram dan persentase farmer’s share terbesar yaitu 74,51 persen. Sementara saluran tataniaga yang relatif kurang efisien adalah saluran tataniaga 2 karena memiliki marjin tataniaga terbesar yaitu sebesar Rp 1.550,00 per kilogram dan persentase farmer’s share terkecil yaitu sebesar 38 persen.

Petani ubi jalar sebaiknya membentuk kelompok tani guna menjual hasil panennya secara bersama-sama dan mencari alternatif tujuan penjualan sehingga meningkatkan posisi tawar (bargaining position) petani. Selain itu, untuk dapat meningkatkan pendapatannya, petani atau kelompok tani dapat melakukan nilai tambah (value added) terhadap ubi jalar sehingga menghasilkan produk-produk lain seperti tepung, saos, keripik, dan lain-lain yang berbahan baku ubi jalar.

Penelitian mengenai pemasaran umumnya ditujukan untuk melihat efisiensi sistem pemasaran pada komoditas yang diteliti. Sehingga untuk untuk menilai efisiensi di dalam suatu saluran pemasaran dapat dianalisis melalui dua sisi yaitu analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis kualitatif meliputi analisis lembaga dan saluran pemasaran, dan fungsi-fungsi pemasaran. Analisis secara kuantitatif efisiensi pemasaran diukur dari marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran (π/c).

(38)

fungsi-20

fungsi pemasaran. Sedangkan untuk menganalisis efisiensi pemasaran secara kuantitatif digunakan alat analisis marjin pemasaran, farmer’s share, rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran.

Perbedaan penelitian yang dilakukan ini dengan penelitian Hutabarat (2012), Prihatin (2012), Putro (2014), Widayanti (2008), dan Purba (2010) adalah perbedaan tempat dan waktu penelitian. Penelitian ini dilakukan di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat selama bulan Februari hingga April 2015. Komoditas yang menjadi objek penelitian ini juga berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hutabarat (2012), Prihatin (2012) dan Putro (2014), komoditas yang menjadi objek penelitian ini adalah ubi jalar. Metode yang digunakan sama dengan metode yang digunakan pada penelitian yang dilakukan Hutabarat (2012), Prihatin (2012), Putro (2014), Widayanti (2008), dan Purba (2010) dengan tujuan untuk mencari pemasaran yang efisien.

(39)

21 Tabel 4 Penelitian terdahulu

No Judul&Peneliti Permasalahan Tujuan Metode Hasil

1. Hutabarat (2012)

1.Terdapat tiga pola saluran tataniaga brokoli di Desa Tugu Utara. Adapun saluran tersebut adalah sebagai berikut: salutan satu: Petani - Pedagang Pengumpul Desa - Pedagang Besar - Pedagang Pengecer - Konsumen Akhir, saluran dua: Petani - Pedagang Pengecer - Konsumen Akhir

2.Saluran tataniaga brokoli yang paling efisien adalah saluran satu. Hal ini dapat dilihat berdasarkan sebaran harga yang tidak berbeda secara signifikan yaitu sebesar Rp 12.000,00/Kg, dan rasio keuntungan terhadap biaya yaitu sebesar 2,16.

1.Terdapat lima saluran yang terbentuk dalam tataniaga kubis yaitu (1) petani – pedagang pengumpul tingkat desa - pedagang pengumpul pasar lokal – pedagang pemgecer (local) –

(40)

margin tataniaga yaitu 50,00 persen, 45,00 persen. Pada saluran V tidak terbentuk margin tataniaga karena petani menjual kubis langsung ke konsumen akhir (lokal). Farmer’s share terbesar diperoleh pada saluran V yaitu 100,00 perse. Saluran II dan saluran II merupakan saluran tataniaga dengan nilai farmer’s share terendah yaitu 33,33 persen. Pada saluran I dan saluran IV nilai farmer’s share nya masing-masing yaitu 50,00 persen dan 55,00 persen. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya yang terbesar terdapat pada saluran I yaitu 3,44 dan yang terendah terdapat pada saluran IV yaitu 2,63. Pada saluran II dan saluran III nilai rasio keuntungan terhadap biaya yaitu 2,68 dan 2,74. Volume penjualan terbesar terdapat pada saluran III yaitu 134,4 ton, sedangkan volume penjualan terkecil terdapat pada saluran II yaitu 4,00 ton. Pada saluran I volume penjualan menempati urutan terbesar kedua yaitu 117,4 ton. Volume penjualan pada saluran IV dan saluran V yaitu 16,15 ton dan 40,45 ton. Berdasarkan uraian tersebut maka saluran yang relatif lebih efisien yaitu saluran I dan Saluran III.

3. Putro (2014) Analisis tataniaga, farmer’s share,

1.Lembaga dan saluran

(41)

23 struktur pasar yang tidak

sempurna.

dan rasio biaya dan keuntungan

sebesar 12,1 persen. Saluran ketiga tataniaga tebu melalui tiga lembaga tataniaga yaitu petani tebu, penempur, dan pabrik gula yang diikuti oleh tiga petani atau 34 sebesar 9,1 persen. Saluran tataniaga yang terakhir diikuti oleh 10 petani atau sebesar 30,0 persen yang merupakan saluran tataniaga terpendek yaitu petani dan pabrik gula. 2.Berdasarkan analisis marjin tataniaga pada saluran tataniaga satu dan empat sebesar 0 persen. Saluran tataniaga satu dan empat memiliki volume penyaluran tebu sebesar 430.280 kuintal dan 439.280 kuintal. Analisis farmer’s share menunjukkan bahwa saluran tataniaga satu dan empat yang paling efisien yaitu sebesar 100 persen. Sedangkan analisis rasio keuntungan terhadap biaya menunjukkan bahwa saluran satu telah memberikan keuntungan terhadap biaya terbesar yaitu 3,49. Nilai rasio tersebut menunjukkan bahwa setiap Rp 1/kuintal tebu akan memberikan keuntungan sebesar Rp 3,49/kuintal tebu.

4. Widayanti (2008) Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Ubi Jalar di Desa sehingga pendapatan petani atas biaya tunai adalah Rp 6.151.154,00 dan pendapatan petani atas biaya total adalah Rp 3.149.297,00. Nilai R/C atas biaya tunai adalah sebesar 2,17, sedangkan nilai R/Catas biaya total adalah sebesar 1,38. Berdasarkan kenyataan tersebut, usahatani ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon menguntungkan untuk diusahakan.

(42)

menyebabkan persentase bagian yang diterima petani akan semakin kecil.

farmer’s share 1>pedagang pengumpul 2>pedagang

pengecer>konsumen, saluran 2:petani>pedagang pengumpul 2>pedagang pengecer>konsumen, saluran 3:petani>pedagang pengumpul 1>pedagang pengumpul 2>pabrik

3.Marjin pemasaran terbesar pada saluran 1 yaitu Rp 1.525,00 per kilogram, marjin pemasaran terkecil pada saluran 3 sebesar Rp 600,00 per kilogram.

4.Farmer’s share tertinggi pada saluran 3 yaitu

sebesar 60 persen, sedangkan farmer’s share terkecil terdapat pada saluran 1 yaitu sebesar 39 persen.

5.Saluran yang menguntungkan bagi petani adalah saluran 3.

1.Terdapat lima lembaga dalam sistem tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang, yaitu petani selaku produsen ubi jalar, pedagang pengumpul tingkat pertama, pedagang pengumpul tingkat kedua, pedagang grosir, dan pedagang pengecer. Setiap lembaga tataniaga tersebut melakukan fungsi tataniaga yang berbeda-beda. Saluran tataniaga yang terbentuk dalam sistem tataniaga ubi jalar ada tiga saluran. Struktur pasar pada petani dan pedagang grosir cenderung mendekati pasar persaingan sempurna, sedangkan pedagang pengumpul tingkat pertama, pedagang pengumpul tingkat kedua, dan pedagang pengecer cenderung mendekati pasar oligopoli.

Berdasarkan hasil analisis marjin tataniaga dan

farmer’s share, salurantataniaga ubi jalar di Desa

(43)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual

Kerangka pemikiran teoritis merupakan konsep yang digunakan dalam mencari kebenaran deduktif atau mencari kebenaran umum ke khusus. Pada kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasarkan pada teori-teori mengenai konsep pemasaran, lembaga pemasaran, saluran pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran, dan efisiensi pemasaran. Efisiensi pemasaran yang dikaji adalah efisiensi pemasaran secara operasional yang meliputi marjin pemasaran, farmer’s share, biaya pemasaran, dan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran.

3.1.1. Konsep Pemasaran

Pemasaran adalah proses penyusunan komunikasi terpadu yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai barang atau jasa dalam kaitannya dengan memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia. Pemasaran dimulai dengan pemenuhan kebutuhan manusia yang kemudian bertumbuh menjadi keinginan manusia. Proses dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia inilah yang menjadi konsep pemasaran (Rachmawati 2011).

Pemasaran merupakan rangkaian tahapan fungsi yang dibutuhkan untuk mengubah atau membentuk input produk mulai dari titik produsen sampai konsumen akhir. Serangkaian fungsi tersebut terdiri dari proses produksi, pengumpulan, pengolahan, dan penyaluran oleh grosir, pedagang pegecer sampai konsumen (Dahl dan Hammond 1977) dalam (Tarigan 2014). Kohls dan Uhl (2002) dalam Hapsary (2014), mendefinisikan pemasaran pertanian merupakan keragaan dari semua aktivitas bisnis dalam aliran barang atau jasa komoditas pertanian mulai dari tingkat produksi (petani produsen) sampai konsumen akhir, yang mencakup aspek input dan output pertanian. Kohls dan Uhl (2002) dalam Hapsary (2014) menggunakan beberapa pendekatan dalam menganalisis sistem pemasaran yaitu ;

1. Pendekatan Fungsi (The Fungsional Approach)

(44)

Fungsi-fungsi tersebut adalah Fungsi-fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), Fungsi-fungsi fisik (penyimpanan, transportasi, dan pengolahan), dan fungsi fasilitas (standarisasi, resiko, pembiayaan, dan informasi pasar).

2. Pendekatan Kelembagaan (The Institual Approach)

Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui berbagai macam lembaga atau pelaku yang terlibat dalam pemasaran. Pelaku-pelaku ini adalah pedagang perantara (merchant middleman) yang terdiri dari pedagang pengumpul dan pedagang pengecer.

3. Pendekatan Sistem (The Behavior System Approach)

Merupakan pelengkap dari pendekatan fungsi kelembagaan untuk mengetahui aktivitas-aktivitas yang ada dalam proses pemasaran, seperti perilaku lembaga yang terlibat dalam pemasaran dan kombinasi dari fungsi pemasaran. Pendekatan ini terdiri dari the input-output system, the power system, dan the communication system.

Melalui penjelasan dari para ahli mengenai pengertian pemasaran, dapat diambil sintesa bahwa pemasaran merupakan suatu proses sosial dan manajerial di mana individual maupun kelompok mendapatkan apa yang mereka inginkan melalui penciptaan dan pertukaran sesuatu yang bernilai secara bebas dengan pihak lain (Purnomo 2009). Dalam prosesnya, pemasaran melibatkan lembaga-lembaga pemasaran yang melakukan serangkaian fungsi-fungsi untuk menyampaikan barang maupun jasa sehingga dapat diterima oleh konsumen.

3.1.2. Lembaga Pemasaran

Novitasari (2014), menjelaskan bahwa lembaga pemasaran adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi pemasaran di mana barang bergerak dari produsen sampai konsumen. Lembaga pemasaran ini bisa termasuk golongan produsen, pedagang perantara dan lembaga pemberi jasa.

Limbong dan Sitorus (1987), menjelaskan lembaga pemasaran yang merupakan suatu badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pemasaran atau pemasaran menurut fungsinya dapat dibedakan atas :

(45)

a. Lembaga perantara pemasaran yaitu suatu lembaga yang khusus mengadakan fungsi pertukaran.

b) Lembaga fasilitas pemasaran yaitu lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi-fungsi fasilitas seperti bank desa, kredit, desa, KUD.

Lembaga –lembaga pemasaran menurut penguasaan terhadap barang dan jasa terdiri dari :

a) Lembaga pemasaran yang tidak memiliki tetapi menguasai barang. Misalnya agen, perantara dan broker.

b) Lembaga pemasaran yang memiliki dan menguasai barang. Contohnya pedagang pengumpul, pedagang pengecer, grosir, eksportir, importir.

Umumnya lembaga pemasaran komoditas pertanian terdiri dari petani produsen, pedagang pengumpul di tingkat lokal, pedagang antar daerah, pedagang besar, pengecer, dan agen-agen penunjang. Agen penunjang seperti perusahaan pengangkutan, perusahaan penyimpanan, pengolahan biro-biro periklanan, lembaga keuangan dan lain sebagainya. Lembaga ini memiliki peranan penting dalam proses penyampaian komoditas pertanian yang bersifat musiman, bulky (volume produk besar dengan nilai yang kecil), dan tidak tahan disimpan lama. Sehingga pelaku pemasaran harus memasok barang dengan jumlah yang cukup untuk mencapai jumlah yang dibutuhkan konsumen dan tersedia secara kontinu. Semakin efisien sistem pemasaran hasil pertanian, semakin sederhana pula jumlah rantai pemasarannya.

3.1.3. Saluran Pemasaran

(46)

Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih saluran pemasaran (Limbong dan Sitorus, 1987) yaitu :

1. Pertimbangan pasar yang meliputi konsumen sasaran akhir mencakup pembeli potensial, kosentrasi pasar secara geografis, volume pesanan dan kebiasaan pembeli.

2. Pertimbangan barang yang meliputi nilai barang per unit, besar dan berat barang, tingkat kerusakan, sifat teknis barang, dan apakah barang tersebut untuk memenuhi pesanan atau pasar.

3. Pertimbangan internal perusahaan yang meliputi sumber permodalan, kemampuan dan pengalaman penjualan.

4. Pertimbangan terhadap lembaga perantara, yang meliputi pelayanan lembaga perantara, kesesuaian lembaga perantara dengan kebijaksanaan produsen dan pertimbangan biaya.

Hanafiah dan Saefuddin (2006) memberikan gambaran bahwa panjang pendeknya saluran pemasaran yang dilalui suatu komoditas tergantung pada beberapa faktor, antara lain:

1. Jarak antara produsen dan konsumen

Makin jauh jarak antara produsen dan konsumen biasanya makin panjang saluran yang ditempuh oleh produk.

2. Cepat tidaknya produk rusak

Sifat produk yang cepat rusak menuntut penerimaan yang cepat pula ditangan konsumen, sehingga menghendaki saluran yang pendek dan cepat.

3. Skala produksi

Bila produksi berlangsung dalam ukuran-ukuran kecil maka jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil pula. Hal ini tidak menguntungkan bila produsen langsung menjualnya ke pasar. Dengan demikian dibutuhkan pedagang perantara dan saluran yang akan dilalui produk cenderung panjang. 4. Posisi keuangan pengusaha

Produsen yang posisi keuangannya kuat cenderung memperpendek saluran pemasaran.

(47)

produk dan status kepemilikian dari produsen ke konsumen. Produsen memiliki peranan utama dalam menghasilkan barang-barang dan sering melakukan sebagian kegiatan pemasaran, sementara itu pedagang menyalurkan komoditas dalam waktu tempat dan bentuk yang diinginkan konsumen. Hal ini berarti bahwa saluran pemasaran yang berbeda akan memberikan keuntungan yang berbeda pula kepada masing-masing lembaga yang terlibat dalam kegiatan pemasaran tersebut. Beberapa faktor yang harus pertimbangkan dalam memilih saluran pemasaran (Limbong dan Sitorus, 1987) yaitu:

1. Pertimbangan Pasar

Siapa konsumen, rumah tangga atau industri besarnya potensi pembelian, bagaimana konsentrasi pasar secara geografis, berapa jumlah pesanan dan bagaimana kebiasaan konsumen dalam membeli.

2. Pertimbangan barang

Berapa besar nilai per unit barang tersebut, besar dan berat barang (mudah rusak atau tidak), sifat teknis (berupa barang standar atau pesanan) dan bagaimana luas produk perusahaan yang bersangkutan.

3. Pertimbangan dari segi perusahaan

Sumber modal, kemampuan dan pengalaman manajerial, pengawasan penyaluran dan pelayanan yang diberikan penjual.

Dari beberapa definisi yang diungkapkan para ahli, didapat sintesa bahwa saluran pemasaran merupakan himpunan perusahaan dan perorangan yang mengambil alih hak, atau membantu dalam pengalihan hak atas barang atau jasa tertentu yang melakukan fungsi-fungsi pemasaran sehingga barang atau jasa tersebut berpindah dari produsen ke konsumen. Petani produsen merupakan bagian dari saluran pemasaran produk agribisnis, sehingga kelompok petani produsen harus dimasukkan kedalam saluran pemasaran untuk menganalisis efisiensi pemasaran komoditas yang diteliti.

(48)

pemasaran produk dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti fungsi pemasaran, jarak lokasi pemasaran, dan lembaga pemasaran yang terlibat. Dengan melakukan analisis terhadap faktor-faktor ini, dapat dilihat tingkat efisiensi yang terjadi di dalam sistem pemasaran pada suatu komoditas untuk kemudian dapat melakukan upaya peningkatan efisiensi dalam memasarkan produk dari petani produsen sampai kepada konsumen.

3.1.4. Fungsi-Fungsi Pemasaran

Limbong dan Sitorus (1987) mendefinisikan fungsi pemasaran sebagai kegiatan-kegiatan atau tindakan yang dapat memperlancar proses penyampaian barang atau jasa. Fungsi pemasaran dapat dikelompokkan atas tiga fungsi yaitu:

1. Fungsi Pertukaran

Kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran ini terdiri dari dua fungsi yaitu fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Pembelian merupakan kegiatan melakukan penetapan jumlah dan kualitas barang, mencari sumber barang, menetapkan harga dan syarat-syarat pembelian. Kegiatan penjualan diikuti mencari pasar, menetapkan jumlah, kualitas serta menentukan saluran pemasaran yang paling sesuai.

2. Fungsi Fisik

Suatu tindakan langsung berhubungan dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan waktu.

Fungsi ini terdiri dari:

a) Fungsi penyimpanan yaitu untuk membuat komoditas selalu tersedia pada saat konsumen menginginkannya.

b) Fungsi pengangkutan yaitu pemindahan, kegiatan membuat komoditas selalu tersedia pada tempat tertentu yang diinginkan.

c) Kegiatan yang dilakukan merubah bentuk melalui proses yang diinginkan sehingga dapat meningkatkan kegunaan, kepuasan dan merupakan usaha untuk memperluas pasar dari komoditas asal.

3. Fungsi Fasilitas

(49)

Fungsi fasilitas terdiri dari:

a) Fungsi standarisasi dan grading yaitu mempermudah pembelian barang, mempermudah pelaksanaan jual beli, mengurangi biaya pemasaran dan memperluas pasar.

b) Fungsi penanggungan resiko dengan menerima kemungkinan kehilangan dalam proses pemasaran yang disebabkan resiko fisik dan resiko pasar.

c) Fungsi pembiayaan yaitu kegiatan pembayaran dalam bentuk uang untuk memperluas proses pemasaran.

d) Fungsi informasi pasar dengan mengumpulkan interpretasi dari sejumlah data sehingga proses pemasaran menjadi lebih sempurna.

3.1.5. Efisiensi Pemasaran

Sistem pemasaran yang efisien akan tercipta apabila seluruh lembaga pemasaran yang terlibat dalam kegiatan memperoleh kepuasan dengan aktivitas pemasaran tersebut (Limbong dan Sitorus, 1987). Penurunan biaya input dari pelaksanaan pekerjaan tertentu tanpa mengurangi kepuasaan konsumen akan output barang dan jasa, menunjukkan efisiensi. Setiap kegiatan fungsi pemasaran memerlukan biaya yang selanjutnya diperhitungkan ke dalam harga produk. Lembaga pemasaran menaikkan harga per satuan kepada konsumen atau menekan harga di tingkat produsen. Dengan demikian efisiensi pemasaran perlu dilakukan melalui penurunan biaya pemasaran.

Mubyarto (1989) menyatakan bahwa sistem pemasaran yang efisien akan tercapai jika :

1. Mampu menyampaikan barang dari produsen ke konsumen dengan biaya semurah-murahnya

2. Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan produksi dan pemasaran barang itu.

(50)

penyimpanan, pengolahan, distribusi dan aktivitas fisik dan fasilitas. Efisiensi harga menunjukkan pada kemampuan harga dan tanda-tanda harga untuk penjual serta memberikan tanda kepada konsumen sebagai panduan dari penggunaan sumber daya produksi dari sisi produksi dan pemasaran. Dengan menggunakan konsep biaya pemasaran, suatu sistem pemasaran dikatakan efisiensi bila dapat dilaksanakan dengan biaya yang rendah.

Salah satu aspek pemasaran yang perlu diperhatikan dalam upaya meningkatkan arus barang dari produsen ke konsumen adalah efisiensi pemasaran, karena melalui efisiensi pemasaran selain terlihat perbedaan harga yang diterima petani sampai barang tersebut dibayar oleh konsumen akhir, juga kelayakan pendapatan yang diterima petani maupun lembaga pemasaran yang terlibat dalam aktivitas pemasaran (Suherty 2009).

3.1.6. Marjin Pemasaran

Marjin pemasaran dapat juga didefinisikan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan pemasaran sejak dari tingkat produsen hingga tingkat konsumen akhir. Semua kegiatan pemasaran memerlukan biaya yang disebut biaya pemasaran (Limbong dan Sitorus, 1987). Biaya pemasaran meliputi semua jenis biaya yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam sistem pemasaran komoditas ubi jalar.

(51)

Sf

Dr Pr

Nilai Marjin

Pemasaran P

Q

Sumber: Limbong dan Sitorus, 1987

Keterangan :

Pr = Harga di tingkat pedagang pengecer Pf = Harga di tingkat petani

Sr = Supply di tingkat pengecer (derived supply) Sf = Supply di tingkat petani

Dr = Demand di tingkat pengecer (derived demand) Df = Demand di tingkat petani (primary demand)

Q (r, f) = Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan tingkat pengecer

Dari Gambar 1 tersebut dapat dilihat besarnya nilai Marjin Pemasaran yang merupakan hasil perkalian dari perbedaan harga pada dua tingkat lembaga pemasaran (dalam hal ini selisih harga eceran dengan harga petani produsen) dengan jumlah produk yang dipasarkan. Semakin besar perbedaan harga antara lembaga pemasaran yang terlibat, terutama antara harga yang terjadi di tingkat eceran dengan harga yang diterima petani produsen, maka semakin besar pula marjin pemasaran dari komoditas yang bersangkutan. Hal ini disebabkan banyak lembaga pemasaran yang terlibat mengakibatkan biaya pemasaran meningkat akan diikuti peningkatan pengambilan keuntungan oleh setiap lembaga pemasaran yang terlibat.

Gambar 1 Konsep Marjin Pemasaran Sr

Df b

a

Q (r,f) o

(52)

Besar kecilnya marjin pemasaran sering digunakan sebagai kriteria untuk menilai apakah pasar tersebut sudah efisien. Namun tinggi-rendahnya marjin pemasaran tidak selamanya dapat digunakan sebagai ukuran efisiensi kegiatan pemasaran, harus dilihat dari analisis lainnya seperti Farmer’s share, analisis rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran, dan total biaya pemasaran.

Secara umum suatu sistem pemasaran dikatakan efisiensi, apabila dalam memasarkan suatu komoditas yang sama terdapat penyebaran marjin yang merata di semua pelaku pemasaran. Dalam kondisi ini diharapkan terjadi suatu keadaan di mana masing-masing pihak memiliki keuntungan, baik pada produsen, pelaku pemasaran dan konsumen.

3.1.7. Farmer’s Share

Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi pemasaran adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmer’s share) terhadap harga yang dibayar konsumen akhir. Bagian yang diterima lembaga pemasaran dinyatakan dalam bentuk persentase (Limbong dan Sitorus, 1987).

Kohls dan Uhl (2002) dalam Hapsary (2014) mendefinisikan farmer’s share sebagai persentase harga yang diterima oleh petani produsen sebagai imbalan dari kegiatan usahatani yang dilakukannya dalam menghasilkan produk. Dalam analisis efisiensi pemasaran farmer’s share lebih sering digunakan sebagai alat analisis yang baik.

Saluran pemasaran yang efisien adalah saluran pemasaran yang memiliki nilai Farmer’s share terbesar di antara saluran pemasaran lainnya. Jika nilai Farmer’s share besar berarti nilai jual komoditas tersebut di tingkat konsumen tinggi, yang mengakibatkan meningkatnya pendapatan petani produsen.

3.1.8. Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Pemasaran

Gambar

Tabel 1. Lapangan pekerjaan umum penduduk usia 15 tahun keatas
Tabel 2.  Luas tanam, luas panen, produksi, dan hasil per hektar ubi jalar di Jawa Barat tahun 2013
Tabel 3 Produksi Ubi Jalar Di Indonesia
Tabel 4 Penelitian terdahulu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Desa Prangat Baru juga memiliki beberapa lahan yang ditujukan untuk.. keperluan khusus, di antaranya adalah lahan pekarangan seluas delapan puluh

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa minat belajar IPS siswa kelas IV SD Negeri 1 Gagaksipat mengalami peningkatan, dan peningkatan minat belajar

Steinberg, (1993: 296) menyatakan bahwa para peneliti melihat ada tiga domain kemandirian perilaku pada remaja, yaitu: (1) changes in decision-making abilities yaitu

dalam bentuk perumpamaan atau analog dengan sesuatu yang konkret yang.. telah diketahui secara yakin sehingga lebih mengena dan lebih

dikembangkan adalah mengidentifikasi masalah, faktor penyebab, alternatif solusi, dan konsekuensi) Consultation (konselor berkonsultasi dengan guru, orang tua, kepala sekolah,

(2) Mengubah ruas kiri menjadi perkalian faktor-faktor dan menentuka akar-akarnya (3) Menguji dalam garis bilangan. (4) Menentukan interval

the Charlotte Bronte’s Jane Eyre and social background of English society at. the first half of the 19 th

Data tersebut merupakan data lama sejak dibangunnya Gedung Rektorat Unila, saat ini terdapat perubahan pada beberapa ruang dan dialih fungsikan untuk ruangan