PENGEMBANGAN MINUMAN BERBASIS
HIDROLISAT DAGING KAMBING DAN PENENTUAN
UMUR SIMPANNYA
ALVIANE BELTIA LEONITA
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan Minuman Berbasis Hidrolisat Daging Kambing dan Penentuan Umur Simpannya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor,Februari 2014
Alviane Beltia Leonita
ABSTRAK
ALVIANE BELTIA LEONITA. Pengembangan Minuman Berbasis Hidrolisat Daging Kambing dan Penentuan Umur Simpannya. Dibimbing oleh Joko Hermanianto
Pengembangan minuman berbasis hidrolisat daging kambing dapat meningkatkan pemanfaatan daging kambing. Penelitian ini bertujuan membuat minuman hidrolisat yang dapat diterima oleh konsumen dan mempunyai umur simpan lebih dari dua minggu pada suhu dingin. Minuman diberi perlakuan pemanasan berbeda, yaitu pasteurisasi pada suhu 75 oC selama 27 menit dan 85 oC selama 19 menit, kemudian disimpan pada suhu 8 oC. Produk tersebut dianalisis kadar protein, organoleptik dan umur simpannya. Kadar protein basis basah di dalam minuman hidrolisat sebesar 0.26%. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa minuman yang paling disukai adalah minuman dengan penambahan perisa jeruk sebesar 0.09% dan perbedaan perlakuan pemanasan tidak mempengaruhi tingkat penerimaan produk. Minuman yang dipasteurisasi pada suhu 75 oC selama 27 menit memiliki umur simpan 82 hari, sedangkan minuman yang dipasteurisasi pada suhu 85 oC selama 19 menit memiliki umur simpan 111 hari pada suhu dingin dengan parameter kerusakan berupa total mikroba. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa minuman hidrolisat memiliki umur simpan lebih dari dua minggu pada suhu dingin dan minuman dapat diterima secara organoleptik oleh konsumen.
Kata kunci: hidrolisat daging kambing, minuman, pasteurisasi, umur simpan
ABSTRACT
ALVIANE BELTIA LEONITA. Development and Shelf Life Determination of Goat Meat Hydrolysate-Based Beverage. Supervised by JOKO HERMANIANTO
Development of goat meat hydrolysate-based beverage could improve the utilization of goat meat.The purpose of this research was to produce a hydrolysate beverage which could be accepted by consumers and have more than two weeks shelf life at low temperature storage. Beverage was made by two different heat treatments, i.e. pasteurization at 75 oC for 27 minutes and 85 oC for 19 minutes, then stored at 8 oC. Product was analyzed its protein content, organoleptic and shelf life. The protein content in hydrolysate beverage was 0.26% (wet basis). The organoleptic tests showed that the most preferred beverage was made by addition of 0.09% orange essence and differences in heat treatment did not affect the product acceptance. The shelf life of pasteurized beverage at 75 oC for 27 minutes was 82 days while pasteurized at 85 oC for 19 minutes was 111 days at low temperature storage based on the total plate count of the product. The results showed that hydrolysate beverage had more than two weeks shelf life at low temperature storage and had been accepted organoleptically by consumer.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
PENGEMBANGAN MINUMAN BERBASIS
HIDROLISAT DAGING KAMBING DAN PENENTUAN
UMUR SIMPANNYA
ALVIANE BELTIA LEONITA
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Pengembangan Minuman Berbasis Hidrolisat Daging Kambing dan Penentuan Umur Simpannya
Nama : Alviane Beltia Leonita NIM : F24090053
Disetujui oleh
Dr Ir Joko Hermanianto Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Feri Kusnandar, MSc Ketua Departemen
PRAKATA
Alhamdulillahirabbil’alamiin. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala karena atas rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengembangan Minuman Berbasis Hidrolisat Daging Kambing dan Penentuan Umur Simpannya”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Keluarga besar tercinta, papa, mama, adik-adik, dan nenek atas doa dan motivasi yang diberikan.
2. Dr Ir Joko Hermanianto selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan bimbingan dan nasehat sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.
3. Dr Ir Harsi D Kusumaningrum dan Dr Ir Sukarno, MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun saat sidang skripsi serta dalam penulisan revisi skripsi.
4. Ibu Irdha Mirdhayati yang turut membantu menyediakan bahan baku dan memberikan bimbingan selama penelitian serta mbak Ayu yang dengan ikhlas menemani saat proses pembuatan hidrolisat.
5. Keluarga ITP 46, terutama Yora, Nurul, Ani, teman-teman sepraktikum di P2 dan rekan-rekan lainnya atas kebersamaan, dukungan dan bantuannya selama masa studi saya di ITP.
6. Teman-teman dekat saya semenjak TPB, yaitu Elsya, Hastuti, Anggi, Fitri dan Shelly atas dukungan dan doa yang diberikan selama menyusun skripsi ini. 7. Semua teknisi laboratorium, khususnya Pak Rozak, Mbak Nurul, Mas Edi,
Pak Taufik, Pak Gatot dan Mbak Yuli atas bantuannya dalam menyediakan bahan analisis dan mengoperasikan peralatan.
Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu dan teknologi pangan. Terima Kasih.
Bogor, Februari 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR LAMPIRAN v
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Komposisi Kimia Daging Kambing 3
Hidrolisat Protein Daging 3
Minuman Hidrolisat Daging 4
Teknologi Pasteurisasi 5
Pendugaan Umur Simpan 6
METODE 7
Bahan dan Alat 7
Metode Penelitian 7
Penelitian Pendahuluan 7
Penelitian Utama 9
Pengamatan 10
Kadar Protein (AOAC 2005, AOAC Official Methods 942.05) 10 Sensori atau Uji Organoleptik (Adawiyah dan Waysima 2008) 11 Penentuan Umur Simpan (Floros dan Gnanasekharan 1993) 11 Jumlah Mikroorganisme atau Total Mikroba (Maturin dan Peeler 2001) 11
Nilai pH(BSN 1992) 11
Total Padatan Terlarut 11
Derajat Warna Metode Hunter (Hutching 1999) 12
HASIL DAN PEMBAHASAN 13
Peneltian Pendahuluan 13
Penentuan Formula Minuman Hidrolisat Daging Kambing 13
Penelitian Utama 14
Mutu Organoleptik Minuman Hidrolisat Daging Kambing 14
Mikrobiologi 15
Total Padatan Terlarut 17
Nilai pH 18
Derajat Warna 19
SIMPULAN DAN SARAN 23
Simpulan 23
Saran 23
DAFTAR PUSTAKA 24
iv
iv
DAFTAR TABEL
1 Komposisi kimia daging per 100 g 3
2 Komposisi asam amino yang terkandung dalam daging kambing 3
3 Formulasi minuman hidrolisat daging kambing 9
4 Kadar protein dari beberapa jenis hidrolisat 13
5 Hasil uji organoleptik minuman hidrolisat daging kambing yang diberi
perlakuan penambahan perisa jeruk 14
6 Hasil uji organoleptik minuman hidrolisat daging kambing yang diberi
perlakuan pemanasan 15
DAFTAR GAMBAR
1 Proses pembuatan hidrolisat daging kambing 8
2 Proses pembuatan minuman hidrolisat daging kambing kacang 10 3 Hidrolisat daging kambing yang sudah dikeringkan dengan freeze dryer 13 4 Regresi antara log jumlah total mikroba minuman hidrolisat yang
dipasteurisasi pada suhu 75 oC selama 27 menit dan lama penyimpanan di
suhu dingin 16
5 Regresi antara log jumlah total mikroba minuman hidrolisat yang dipasteurisasi pada suhu 85 oC selama 19 menit dan lama penyimpanan di
suhu dingin 16
6 Rata-rata ulangan total padatan terlarut minuman yang dipasteurisasi pada suhu 75 oC, 27 menit dan pasteurisasi suhu 85 oC, 19 menit pada
penyimpanan suhu dingin 17
7 Rata-rata ulangan nilai pH minuman yang dipasteurisasi pada suhu 75 oC, 27 menit dan suhu 85 oC, 19 menit pada penyimpanan suhu dingin 19 8 Warna minuman hidrolisat daging kambing pada hari ke-0 20 9 Nilai L minuman yang dipasteurisasi pada suhu 75 oC, 27 menit dan suhu
85 oC, 19 menit pada penyimpanan suhu dingin 20 10 Rata-rata ulangan nilai a minuman yang dipasteurisasi pada suhu 75 oC, 27
menit dan suhu 85 oC, 19 menit pada penyimpanan suhu dingin 21 11 Rata-rata ulangan nilai b minuman yang dipasteurisasi pada suhu 75 oC,
27 menit dan suhu 85 oC, 19 menit pada penyimpanan suhu dingin 21 12 Rata-rata ulangan nilai ohue minuman yang dipasteurisasi pada suhu 75
o
DAFTAR LAMPIRAN
1 Pengolahan data dengan anova pada uji organoleptik minuman yang diberi
perlakuan tingkat penambahan perisa berbeda 27
2 Pengolahan data dengan independent t-tests pada uji organoleptik minuman yang diberi dua perlakuan pemanasan berbeda 29 3 Analisis ragam terhadap nilai total padatan terlarut (TPT) selama 84 hari
pada penyimpanan suhu dingin 33
4 Analisis ragam terhadap nilai pH selama 84 hari pada penyimpanan suhu
dingin 34
5 Analisis ragam terhadap nilai L (kecerahan) selama 84 hari pada
penyimpanan suhu dingin 35
6 Analisis ragam terhadap nilai ohue (warna) selama 84 hari pada
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kambing merupakan hewan ruminansia kecil berdaging merah yang populasinya mengalami peningkatan sekitar 4.6 – 5.2% pada kurun waktu 2007-2011. Populasi kambing tahun 2011 mencapai 17.4 juta ekor dan menempati urutan pertama (dengan jumlah terbanyak) dibandingkan ternak ruminansia lainnya seperti sapi, domba dan kerbau (Ditjennakeswan 2012). Dari jumlah tersebut, jenis kambing kacang merupakan salah satu jenis kambing yang terbanyak dengan presentase sebesar 41.9% dari seluruh populasi kambing di Indonesia pada tahun 2011 (Batubara 2012).
Banyaknya produk pangan di pasaran membuat konsumen lebih selektif dalam memilih makanan atau minuman yang akan dikonsumsi. Dewasa ini, masyarakat tidak hanya memilih produk makanan maupun minuman berdasarkan rasa saja tetapi juga berdasarkan kandungan gizi dan fungsionalnya. Perkembangan pengolahan pangan saat ini telah menghasilkan berbagai produk pangan fungsional. Produk pangan tersebut tidak hanya mengandung zat gizi tetapi juga mengandung komponen bioaktif yang dapat mendukung status kesehatan serta dapat mencegah penyakit. Komponen bioaktif salah satunya dapat berasal dari senyawa peptida. Penelitian Arihara et al. (2001), Kuroda dan Harada (2002), Vercruysse et al. (2005) membuktikan bahwa sejumlah peptida yang dihidrolisis dari protein daging merah memiliki fungsi fisiologis bagi tubuh yakni sebagai antioksidan dan antihipertensi.
Hidrolisat daging kambing mengandung senyawa peptida maupun asam amino dan dapat digunakan sebagai bahan baku produk pangan. Hidrolisat daging biasanya digunakan untuk menambah flavor pada produk daging, sup, kaldu dan saus (Nielsen 1994). Selain itu, hidrolisat daging juga dapat digunakan sebagai bahan baku minuman. Minuman hidrolisat daging awalnya ditujukan sebagai suplemen nutrisi yang mengandung senyawa nitrogen seperti asam amino bebas, peptida dan protein dengan berat molekul rendah sehingga lebih mudah diserap dan memiliki aktivitas fisiologis dalam tubuh manusia (Cheng et al. 2008).
Pembuatan minuman dari hidrolisat daging kambing diharapkan dapat menambah pemanfaatan daging kambing dengan rasa yang dapat diterima secara organoleptik. Pemberian perisa jeruk pada produk diharapkan dapat lebih meningkatkan penerimaan minuman hidrolisat kambing oleh konsumen. Rasa jeruk dipilih karena hasil dari sebuah penelitian menunjukkan bahwa rasa pada minuman sari buah dalam kemasan yang paling disukai oleh konsumen adalah rasa jeruk (Fathiyah et al. 2005).
Perumusan Masalah
Produk minuman dari hidrolisat daging sudah mulai banyak dikembangkan di berbagai negara seperti Cina, Jepang dan Eropa. Namun, produk ini masih belum populer di Indonesia. Konsentrasi hidrolisat daging pada minuman dapat mempengaruhi flavor minuman dan menimbulkan aroma khas daging atau flavor
2
Produk pangan olahan yang berasal dari hewan dan memiliki pH di atas 4.6 rentan terhadap pertumbuhan mikroba patogen maupun mikroba pembusuk sehingga diperlukan proses pemanasan untuk mereduksi atau membunuh mikroba tersebut. Pada penelitian ini dibuat formulasi minuman dari hidrolisat daging kambing dan dikaji pengaruh perlakuan pemanasan, yaitu pasteurisasi terhadap umur simpan dan mutu produk.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membuat minuman berbahan baku hidrolisat daging kambing yang dapat diterima secara organoleptik, menguji kadar protein hidrolisat dan melihat pengaruh perlakuan pemanasan terhadap umur simpan minuman. Tolak ukur keberhasilan penelitian (Key Performance Indicator) sebagai berikut:
1. Membuat minuman yang dapat diterima oleh panelis, yaitu mendapatkan skor kesukaan dengan rata-rata minimal 5 pada atribut overall dan 4 pada setiap atribut yang diuji.
2. Membuat produk yang mempunyai umur simpan minimal selama dua minggu pada suhu dingin.
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Komposisi Kimia Daging Kambing
Daging kambing merupakan kelompok daging merah. Daging ini juga disebut sebagai alternatif daging merah yang menyehatkan (healthier meat) karena komposisi gizi yang dimilikinya (Anaeto et al. 2010). Komposisi daging kambing matang beberapa hewan ruminansia dan daging ayam disajikan pada Tabel 1. Dari tabel tersebut terlihat bahwa daging kambing mengandung kalori dan lemak yang paling rendah dibanding daging ayam, sapi, dan domba namun memiliki kadar protein yang relatif mendekati ketiga jenis daging lainnya (USDA 2001).
Tabel 1 Komposisi kimia daging per 100 g
Komponen Gizi Kambing Sapi Domba Ayam
Kalori (kkal)
Sumber : USDA Nutrient database for Standard Reference (2001)
Protein daging mengandung susunan asam amino yang lengkap (Muchtadi dan Sugiyono 1992). Kinsman et al. (1994) menambahkan, daging tidak hanya mempunyai asam amino yang mendekati ideal, tapi juga menyediakan porsi yang nyata dari kebutuhan protein setiap hari walaupun dalam jumlah penyajian yang kecil. Tabel 2 menunjukkan bahwa daging kambing mengandung sejumlah asam amino esensial yang dibutuhkan manusia.
Tabel 2 Komposisi asam amino yang terkandung dalam daging kambing Asam amino Satuan Jumlah/100 g Asam amino Satuan Jumlah/100 g Triptofan
Sumber : USDA Nutrient database for Standard Reference (2007)
Hidrolisat Protein Daging
4
molekul lebih kecil (Toro dan Garcia-Carreno 2002). Supernatan dari sumber protein yang sudah mengalami hidrolisis disebut dengan hidrolisat protein kasar.
Enzim protease komersil yang dapat digunakan dalam proses hidrolisis protein diantaranya FlavourzymeTM dan Protamex. Enzim FlavourzymeTM merupakan aminopeptidase yang tergolong ke dalam eksoenzim karena memotong ikatan peptida bagian N terminal. Enzim ini memiliki reaksi hidrolisis optimal pada kondisi suhu 50 oC dan pH 5.0 – 7.0. ProtamexTM merupakan protease kompleks dan termasuk endopeptidase yang memotong ikatan yang berada di dalam molekul. Kondisi reaksi hidrolisis optimal enzim ProtamexTM
adalah pada suhu 35 - 69 oC dan pH 5.5 – 7.5. Kedua enzim tersebut dihasilkan oleh mikrooganisme. FlavourzymeTM dihasilkan dari kapang Aspergillus oryzae, sedangkan Protamex dihasilkan dari bakteri Bacillus licheniformis (Cinq-Mars 2006).
Bahan pangan yang sering digunakan untuk membuat hidrolisat protein adalah kasein, whey protein, kedelai dan daging. Hidrolisat dari kedelai biasanya digunakan dalam flavoring, flavor enhancer pada sup maupun sebagai bumbu, sedangkan hidrolisat daging biasanya digunakan untuk menambah flavor pada produk daging, sup, kaldu dan saus (Nielsen 1994). Hidrolisat protein juga dapat digunakan sebagai bahan baku pangan diet, formula bayi maupun minuman olah raga. Untuk jenis produk ini kisaran derajat hidrolisis yang digunakan berkisar 10 – 50% (Nielsen et al. 2001).
Penelitian Arihara et al. (2001), Kuroda dan Harada (2002), Vercruysse et al. (2005), membuktikan bahwa sejumlah peptida yang dihidrolisis dari protein daging merah memiliki fungsi fisiologis bagi tubuh yakni sebagai antioksidan dan antihipertensi. Penggunaan jenis protease berbeda menghasilkan peptida dengan fungsi fisiologis yang berbeda pula. Penelitian mengenai peptida bioaktif sebagai senyawa antihipertensi yang berperan sebagai penghambat aktivitas enzim yang mengonversi angiotensin atau yang dikenal dengan ACE inhibitor dari daging merah seperti daging sapi dan babi sudah dilakukan dan terbukti efektivitasnya secara in vitro maupun in vivo (Jang dan Lee 2005; Mugurama et al. 2009). Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut, daging kambing juga berpotensi mengandung peptida bioaktif dengan aktivitas antihipertensi jika dihidrolisis dengan enzim protease tertentu, sebab kambing termasuk ke dalam kategori hewan berdaging merah.
Minuman Hidrolisat Daging
Hidrolisat daging dapat diolah menjadi minuman yang awalnya dikembangkan dari Cina. Produk minuman ini telah meluas ke berbagai negara lain seperti Jepang dan Eropa. Tujuan awal pembuatan minuman hidrolisat daging adalah sebagai suplemen nutrisi yang mengandung senyawa nitrogen seperti asam amino bebas, peptida dan protein dengan berat molekul rendah yang lebih mudah diserap dan memiliki aktivitas fisiologis dalam tubuh manusia. Produk ini digunakan sebagai minuman untuk masa penyembuhan, mengatasi defisiensi zat gizi besi, pemulihan mental serta gangguan pencernaan dan metabolisme (Cheng
et al. 2008).
tiram, sapi dan kalkun. Proses maupun bahan baku dalam pembuatan minuman hidrolisat daging tersebut bervariasi. Pinto e Siva dan Atzingen (2010) mencampurkan hidrolisat dari daging ayam, kalkun dan sapi ke dalam jus jeruk dan alpukat. Matsumura et al. (2002) menjelaskan bahwa minuman hidrolisat daging ayam komersial menggunakan sekitar 8.6% hidrolisat sebagai bahan baku utama minuman. Bahan lain yang digunakan pada minuman tersebut diantaranya air, gula, pewarna, penyedap dan penstabil. Proses pembuatan minuman hidrolisat daging tiram menggunakan hidrolisat yang sudah diberi perlakuan deodorisasi terlebih dahulu sehingga flavor hidrolisat tersebut lebih dapat diterima. Penggunaan bahan aditif pemanis (2 – 5%) dan penstabil (0.1%) menghasilkan minuman hidrolisat tiram yang berwarna putih susu dengan tingkat kemanisan sedang, rasa lebih soft, aroma downy serta tidak berbau aneh (Hui 2011).
Teknologi Pasteurisasi
Hidrolisat daging biasanya dijadikan bahan baku atau fortifikan pada produk sup, kaldu dan minuman. Produk-produk tersebut mempunyai nilai pH yang berada pada kisaran pH netral atau termasuk kategori pangan berasam rendah sehingga rentan terhadap kerusakan. Penggunaan proses termal seperti pasteurisasi merupakan salah satu cara untuk memperpanjang umur simpan produk makanan maupun minuman, sebab pada suhu tinggi sel mikroba dapat rusak, tidak aktif, bahkan hancur atau mati. Kombinasi suhu dan waktu yang dipakai pada proses pasteurisasi bergantung pada ketahanan mikroba dan kepekaan atribut mutu produk pangan terhadap panas. Namun, beberapa spora bakteri tahan panas masih bisa bertahan selama pasteurisasi.
Secara umum pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan menggunakan suhu yang relatif cukup rendah yang umumnya dilakukan pada suhu di bawah 100 °C. Pasteurisasi dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi populasi mikroorganisme pembusuk, sehingga bahan pangan yang dipasteurisasi tersebut akan mempunyai daya awet beberapa hari sampai beberapa bulan (Kusnandar et al. 2006).
Berdasarkan Kusnandar et al. (2006), peralatan pasteurisasi yang digunakan dapat berupa sistem batch atau sinambung. Pasteurisasi dengan sistem batch
menggunakan bak air panas pada suhu yang telah ditentukan, di mana bahan pangan yang akan dipasteurisasi dicelupkan ke dalam air panas tersebut selama selang waktu yang telah ditentukan. Setelah pemanasan tercapai, produk tersebut diangkat dan segera didinginkan. Proses pasteurisasi dalam sistem sinambung menggunakan konveyor yang secara sinambung mentransportasikan produk masuk melalui bak air panas dan akhirnya melalui bak air pendingin. Proses pasteurisasi yang dilakukan sebelum produk dikemas juga dapat menerapkan sistem sinambung.
6
pada sampel yang mempunyai karakteristik yang mendukung bagi pertumbuhan bakteri tersebut. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa proses pemanasan pada suhu 85 oC selama 19 menit dengan kombinasi penyimpanan menggunakan suhu di bawah 12 oC dapat menghambat pertumbuhan atau germinasi spora Clostridium botulinum.
Pendugaan Umur Simpan
Selama penyimpanan dan distribusi, kualitas suatu produk pangan terus mengalami perubahan ke arah penurunan mutu. Oleh karena itu, masing-masing jenis produk pangan mempunyai lama waktu yang terbatas setelah diproduksi dalam keadaan penyimpanan tertentu di mana produk masih dapat mempertahankan kualitas dari segi keamanan, organoleptik maupun kandungan nutrisi yang dijanjikan. Periode waktu ini secara umum didefinisikan sebagai umur atau masa simpan produk (Labuza 1982).
METODE
Bahan dan Alat
Hidrolisat daging kambing jenis kambing kacang jantan umur 8 - 24 bulan bagian paha belakang yang berasal dari Peternakan Mitra Tani (MT) Farm Bogor, air demineral, enzim ProtamexTM, enzim FlavourzymeTM, NaOH 6 N dan HCl 1 N. Pada uji kadar protein hidrolisat, bahan-bahan yang digunakan adalah natrium tiosulfat, NaOH, H2BO3 K2SO4, HgO, H2SO4, serta campuran dua bagian 0.2% metil merah dalam etanol dan satu bagian 0.2% metilen biru dalam etanol. Bahan-bahan yang diperlukan pada pembuatan minuman hidrolisat adalah air minum dalam kemasan (AMDK), hidrolisat daging kambing dalam bentuk kering, gula batu, perisa jeruk dan pewarna makanan berwarna orange. Garam fisiologis, PCA dan alkohol 70% digunakan pada analisis mikrobiologi.
Peralatan yang diperlukan untuk membuat hidrolisat adalah meat grinder,
erlenmeyer, pH meter, inkubator bergoyang infors HT, pompa vakum, high speed refrigerated centrifuged himac CR 21G dan freeze dryer labconco lyph-lock 18. Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan produk adalah botol kaca kapasitas 70 ml, gelas ukur, pipet mohr, timbangan, dan water bath. Peralatan seperti erlenmeyer, labu mikro kjeldahl, dan alat destilasi digunakan dalam analisis kadar protein. Pada pengujian mutu produk selama masa simpan, peralatan yang digunakan adalah refrigerator, Chromameter Minolta CR-300, Atago hand refractometer, pH meter eutech 700, cawan petri, tabung reaksi, vorteks, erlenmeyer, inkubator, dan mikropipet.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk membuat hidrolisat protein dari daging kambing, menganalisis kadar protein hidrolisat dan menentukan formula yang dipakai pada penelitian utama. Pada penelitian utama dilakukan uji organoleptik awal minuman dan penentuan umur simpan minuman yang diberi perlakuan pemanasan atau pasteurisasi berbeda.
Penelitian Pendahuluan
8
Gambar 1 Proses pembuatan hidrolisat daging kambing kacang Daging kambing giling
100g
Pencampuran dengan air demineral (daging 100 g : air 300 mL)
Pemanasan suhu 85 oC selama 30 menit dan pendinginan hingga suhu 50 oC Penambahan NaOH atau HCl sehingga pH menjadi 7
Penambahan enzim Protamex 0.5 g
Inkubasi pada suhu 50 oC selama 30 menit dalam inkubator bergoyang
Inkubasi pada suhu 50 oC selama 30 menit dalam inkubator bergoyang
Penambahan enzim FlavorzymeTM 0.5 g
Inkubasi pada suhu 50 oC selama 30 menit dalam inkubator bergoyang
Penambahan NaOH atau HCl sehingga pH menjadi 7 setiap 30 menit sampai total waktu inkubasi mencapai 4 jam
Pemanasan suhu 85 oC selama 30 menit dan pendinginan hingga suhu kamar
Larutan hidrolisat disentrifus pada suhu 4 oC, 11874 g, 20 menit
Supernatan dipisahkan dari endapan dan disaring dengan kertas saring, kemudian dikeringbekukan dengan freeze dryer
Hidrolisat kasar kering
Penambahan NaOH atau HCl sehingga pH menjadi 7
Pembuatan minuman dari hidrolisat diawali dengan mendesain tiga formula minuman. Ketiga formula tersebut dibedakan dengan memberi perlakuan penambahan konsentrasi perisa jeruk yang berbeda. Konsentrasi perisa yang digunakan didapat dengan cara trial and error, yaitu membuat minuman dengan berbagai macam konsentrasi perisa yang kemudian dicicipi oleh sepuluh orang panelis tidak terlatih. Formula yang terpilih dapat dilihat pada Tabel 3. Setelah mendapatkan tiga konsentrasi perisa maka dilakukan uji organoleptik rating hedonic. Produk dengan hasil sensori terbaik dianalisis lebih lanjut mengenai umur simpannya.
Tabel 3 Formulasi minuman hidrolisat daging kambing
Bahan Baku Formula 1 Formula 2 Formula 3
Air 100-(hidrolisat kasar+gula batu cair+perisa) a
Dibuat dengan perbandingan gula dan air, yaitu 2:1
Penelitian Utama
Pembuatan minuman hidrolisat daging kambing pada tahap ini menggunakan hidrolisat dan formula terpilih dari hasil organoleptik tahap pendahuluan. Pada pembuatan produk dilakukan proses pasteurisasi menggunakan dua suhu dan waktu yang berbeda, yaitu 75 oC 27 menit dan 85 oC selama 19 menit (Peck et al. 1995). Penelitian Peck et al. (1995) menunjukkan bahwa pemanasan pada kedua suhu dan waktu tesebut dapat menghambat germinasi spora Clostridium botulinum pada media yang optimum bagi pertumbuhan bakteri tersebut. Daging kambing merupakan hewan yang berpotensi mengandung bakteri
Clostridium botulinum. Meskipun keberadaan bakteri ini pada hidrolisat protein daging kambing masih belum diteliti, proses pasteurisasi dan penyimpanan yang tepat diharapkan dapat menurunkan resiko bergeminasinya bakteri tersebut agar tidak menghasilkan toksin botulin yang berbahaya. Produk minuman hidrolisat daging kambing merupakan media yang optimum untuk pertumbuhan bakteri tersebut, yaitu memiliki kisaran pH normal (pH>4.6), berasam rendah, aktifitas dan kadar air tinggi serta mengandung sukrosa dan peptida atau protein sederhana yang dapat mendukung pertumbuhan Clostridium botulinum untuk menghasilkan toksin, sehingga tindakan pencegahan perlu dilakukan.
Perbedaan perlakuan pemanasan dilakukan untuk melihat pengaruh suhu dan waktu pasteurisasi terhadap umur simpan dan perubahan mutu produk selama penyimpanan. Pendinginan atau cooling dilakukan untuk menimbulkan heat shock
sehingga spora mikroba tahan panas tidak bergerminasi dan produk tetap aman untuk dikonsumsi. Prosedur proses pembuatan minuman hidrolisat kambing dapat dilihat pada Gambar 2.
10
Gambar 2 Proses pembuatan minuman hidrolisat daging kambing
Pengamatan
Percobaan dilakukan dengan dua kali ulangan dan pengamatan dilakukan secara duplo. Pengamatan yang dilakukan selama penelitian adalah sebagai berikut.
Kadar Protein (AOAC 2005, AOAC Official Methods 942.05)
Metode ini digunakan untuk mengetahui kadar protein kasar (crude protein) pada hidrolisat daging kambing. Tahap destruksi dilakukan dengan cara memasukkan sebanyak 1 – 2.5 g sampel ke dalam labu mikro Kjeldahl, ditambahkan 1.9 + 0.1 g K2SO4, 40 + 10 mg HgO, dan 2 + 0.1 ml H2SO4, selanjutnya didestruksi selama 1 - 1.5 jam. Proses ini dilakukan sampai larutan berwarna bening, kemudian didinginkan.
Tahap destilasi dilakukan dengan memasukkan sejumlah kecil air destilata secara perlahan lewat dinding labu dan digoyang agar kristal yang terbentuk larut kembali. Isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi. Setelah itu, labu dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air destilata. Air cucian dipindahkan ke dalam labu destilasi dan ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH - 5% natrium tiosulfat. Di bawah kondensor diletakkan erlenmeyer 250 ml yang berisi 5 ml larutan H2BO3 dan 2-4 tetes indikator metilen red - metilen blue. Ujung kondensor harus terendam di bawah larutan H2BO3. Destilasi dilakukan sehingga diperoleh sekitar 100 - 150 ml destilat. Pada tahap terakhir dilakukan titrasi menggunakan HCl 0.1 N sampai warna larutan berubah menjadi merah muda. Kadar protein ditentukan dengan rumus sebagai berikut.
Air
Gula batu cair Pewarna Perisa jeruk Pencampuran
Hidrolisat
Pengemasan
Pasteurisasi 75 oC, 27
menit Pasteurisasi 85
oC, 19
menit
Pendinginan
⁄
Keterangan :
14.007 adalah bobot ekuivalen nitrogen
6.25 adalah faktor konversi untuk produk daging
Sensori atau Uji Organoleptik (Adawiyah dan Waysima 2008)
Uji organoleptik untuk menentukan formulasi terbaik yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji hedonik pada atribut warna, aroma, rasa dan overall
produk. Sampel minuman disajikan pada gelas kecil kurang lebih sebanyak 50 ml dalam keadaan dingin, kemudian panelis diminta untuk memberikan penilaian. Respon dari panelis berupa angka yang berkisar antara 1 (sangat tidak suka) hingga 7 (sangat suka). Panelis yang diambil responnya adalah panelis tidak terlatih sebanyak 30 orang (BSN 2006). Data yang diperoleh diolah dengan uji Analysis of Variance (ANOVA). Jika hasil uji ANOVA menyatakan bahwa sampel yang diujikan berbeda nyata pada taraf kepercayaan 0.05, maka dilakukan uji lanjut (post hoc test) dan uji Duncan.
Penentuan Umur Simpan (Floros dan Gnanasekharan 1993)
Umur simpan produk dianalisis dengan menggunakan metode Extended Storage Studies (ESS). Pengujian mutu produk dilakukan hingga produk mengalami tanda-tanda kerusakan. Parameter mutu yang diamati selama penyimpanan adalah mutu organoleptik awal produk, total mikroba, pH, total padatan terlarut dan warna. Parameter mikrobiologi menjadi parameter mutu utama penanda kerusakan produk. Pada penelitian ini produk disimpan pada suhu dingin, yaitu pada suhu 8 oC.
Jumlah Total Mikroba (Maturin dan Peeler 2001)
Sebanyak 1 ml sampel diambil dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan pengencer kemudian dihomogenkan Pengenceran dan pemupukan dilakukan hingga tingkat pengenceran 10-2 atau yang diperlukan, dari setiap pengenceran, larutan dipipet secara aseptis sebanyak 1 ml untuk dimasukkan ke dalam cawan petri steril (pemupukan) secara duplo dan ditambahkan media PCA (Plate Count Agar) steril sebanyak 15 – 20 ml. Segera setelah penuangan, cawan petri digerakkan di atas meja secara hati-hati untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata, yaitu dengan gerakan melingkar atau angka delapan. Setelah medium PCA membeku, cawan petri diinkubasi dengan posisi terbalik pada inkubator suhu 37 oC selama 2 hari (48 jam).
Nilai pH (BSN 1992)
Alat untuk mengukur pH yang digunakan adalah pH meter. Alat tersebut dikalibrasi dengan larutan buffer pH. Kemudian elektroda yang telah dibersihkan dicelupkan ke dalam sampel yang dianalisis. Nilai pH yang terukur tertera pada monitor.
Total Padatan Terlarut
12
distabilkan dan dibersihkan. Refraktometer diarahkan menghadap cahaya, lalu dilakukan pembacaan nilai yang terukur pada alat. Nilai yang terbaca dicatat sebagai oBrix.
Derajat Warna Metode Hunter (Hutching 1999)
Analisis warna dilakukan dengan menggunakan alat Minolta Chromameters
CR 300. Sampel minuman dimasukkan ke dalam cawan hingga penuh, lalu diukur dengan kromameter. Pengukuran dengan menggunakan alat ini menghasilkan nilai L, a, dan b. Nilai L menunjukkan parameter kecerahan atau lightness yang mempunyai nilai dari 0 (hitam) hingga 100 (putih). Nilai a menunjukkan cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik campuran merah-hijau. Kisaran nilai a positif dari 0 -100 menunjukkan warna merah, sedangkan a negatif dari 0 - (-80) menunjukkan warna hijau. Nilai b menunjukkan warna kromatik campuran biru-kuning dengan kisaran nilai b positif antara 0 - 70 menunjukkan intensitas warna kuning, sedangkan nilai b negatif antara 0 - 70 menunjukkan intensitas warna biru Selanjutnya dihitung oHue dari nilai a dan b yang diperoleh dengan persamaan o
HASIL DAN PEMBAHASAN
Peneltian Pendahuluan
Kadar Protein Hidrolisat Daging Kambing
Hidrolisat protein daging kambing dalam bentuk kering yang dihasilkan pada penelitian ini berbentuk serbuk yang berwarna kuning kecoklatan disajikan pada Gambar 3. Protein yang terdapat pada hidrolisat daging kambing merupakan protein terlarut, sedangkan protein yang tidak terlarut sudah terpisahkan pada saat dilakukan proses sentrifugasi.
Gambar 3 Hidrolisat daging kambing yang sudah dikeringkan dengan Freeze Dryer
Kadar protein hidrolisat daging kambing dan hidrolisat lainnya dapat dilihat pada Tabel 4. Rata-rata kadar protein hidrolisat daging kambing dari dua ulangan berdasarkan basis basahnya adalah 73.45% dengan standar deviasi sebesar 3.06. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa kadar protein hidrolisat daging kambing lebih besar dibandingkan dengan kadar protein hidrolisat lele dumbo dan hidrolisat ayam (mechanically deboned chicken). Dari hasil analisis kadar protein hidrolisat, dapat dihitung kandungan protein yang ada di dalam minuman hidrolisat daging kambing, yaitu sekitar 0.26%.
Tabel 4 Kadar protein dari beberapa jenis hidrolisat
Bahan Pangan Kondisi Bahan Kadar Protein (% Basis basah) Hidrolisat daging
kambinga
kering (pengeringan dengan
freeze dryer) 73.45
Hidrolisat Lele Dumbob
kering (pengeringan dengan
spray dryer) 53.29
Hidrolisat ayam (Mechanically deboned chicken)c
kering (pengeringan dengan
freeze dryer) 57.64
Sumber : aKadar protein hasil analisis; bWidadi (2011); cRossi et al.(2009).
Penentuan Formula Minuman Hidrolisat Daging Kambing
14
konsentrasi perisa jeruk dengan konsentrasi 0.08%, 0.09%, dan 0.10%. Rata-rata hasil uji organoleptik minuman hidrolisat daging kambing yang diberi perlakuan penambahan perisa jeruk disajikan pada Tabel 5.
Hasil analisis ragam menggunakan program spss 16 (Lampiran 1) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada perlakuan penambahan tingkat konsentrasi perisa jeruk terhadap nilai rata-rata kesukaan pada atribut keseluruhan atau overall produk. Berdasarkan uji lanjut, terlihat bahwa konsentrasi yang berbeda signifikan pada atribut overall adalah konsentrasi perisa 0.09% dan 0.1% (pada taraf signifikansi 5%). Namun, tingkat penambahan konsentrasi perisa jeruk yang berbeda tidak menyebabkan perbedaan yang signifikan terhadap rata-rata nilai kesukaan pada atribut warna, aroma dan rasa. Tabel 5 Hasil uji organoleptik minuman hidrolisat daging kambing yang diberi
perlakuan penambahan perisa jeruk
konsentrasi perisa Rata-rata nilai kesukaan pada setiap atribut a
Angka-angka yang diukuti oleh huruf yang berbeda dalam satu kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata pada taraf uji 5%
Rata-rata nilai kesukaan pada atribut rasa dan aroma berada pada kisaran nilai 4. Nilai ini menunjukkan bahwa rasa dan aroma minuman hidrolisat daging kambing masih dapat diterima oleh panelis dan penambahan perisa jeruk dapat menutupi flavor goaty yang kurang disukai pada minuman ini. Semakin banyak penambahan perisa maka flavor goaty yang kurang disukai akan semakin tertutupi. Namun, penambahan perisa dalam jumlah yang banyak menghasilkan
after taste pahit pada produk. Berdasarkan pengamatan subjektif yang dilakukan, penambahan perisa sebanyak 0.10% ke dalam minuman hidrolisat sudah mulai menghasilkan after taste pahit pada indera perasa sehingga penambahan perisa lebih dari 0.10% kurang disarankan.
Formula yang dipilih untuk pembuatan minuman hidrolisat daging kambing adalah formula dengan tingkat penambahan konsentrasi perisa 0.09%. Konsentrasi ini dipilih karena memiliki rata-rata nilai kesukaan tertinggi pada atribut overall
minuman dengan rata-rata 5.23 dan atribut lainnya memiliki nilai kesukaan dengan rata-rata 4.73 (pada atribut rasa dan aroma) dan 5.27 (pada atribut warna).
Penelitian Utama
Mutu Organoleptik Minuman Hidrolisat Daging Kambing
Nilai rata-rata kesukaan pada setiap atribut minuman hidrolisat daging kambing yang diuji dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil analisis menggunakan
independent T test pada setiap atribut yang diuji (Lampiran 2) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara kedua sampel produk. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pemanasan yang berbeda pada penelitian ini tidak mempengaruhi mutu awal organoleptik minuman hidrolisat daging kambing.
Tabel 6 Hasil uji organoleptik minuman hidrolisat daging kambing yang diberi perlakuan pemanasan
Sampel dengan perlakuan
Atributa
Warna Rasa Aroma Overall
Pasteurisasi suhu 75ᴼC,
27 menit 5.93a 5.23b 4.77c 5.30d Pasteurisasi suhu 85ᴼC,
19 menit 5.50a 5.23b 4.73c 5.20d a
Angka-angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata pada taraf uji 5%
Mikrobiologi
Standar Nasional Indonesia maupun standar internasional lain untuk minuman hidrolisat sebenarnya belum ada. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan standar dari SNI mengenai mutu susu pasteurisasi, yaitu total mikroba maksimum 3x104 koloni/ml (BSN 1995). Standar ini dipilih sebab minuman hidrolisat daging kambing memiliki pH yang hampir sama dengan pH susu dan termasuk jenis pangan yang berasal dari hewan. Pengamatan mutu minuman dilakukan hingga produk mengalami kerusakan yang dilihat dari parameter kandungan mikrobiologi produk.
Total mikroba awal minuman hidrolisat daging kambing yang dipasteurisasi suhu 75 oC selama 27 menit dan suhu 85 oC selama 19 menit masing-masing sebesar 2x100 koloni/ml (0.3010 log 10 CFU/ml) dan 1x100 koloni/ml (0 log 10 CFU/ml). Minuman yang dipasteurisasi pada suhu 75 oC selama 27 menit mengandung jumlah mikroba lebih banyak dibandingkan minuman yang dipasteurisasi suhu 85 oC selama 19 menit. Namun, jumlah total mikroba minuman sebelum dilakukan penyimpanan pada kedua perlakuan tersebut sudah memenuhi syarat kandungan mikroba dari SNI. Jumlah total mikroba minuman yang dipasteurisasi suhu 75 oCselama 27 menit pada penyimpanan hari terakhir (hari ke-84) sebanyak 1.6 x 106 koloni/ml, sedangkan minuman yang dipasteurisasi suhu 85 oC selama 19 menit jumlah total mikrobanya pada penyimpanan hari terakhir (hari ke-112) sebanyak 4.4 x 104 koloni/ml.
16
suhu 85 oC selama 19 menit dapat bertahan hingga 111 hari pada penyimpanan suhu dingin.
Gambar 4 Regresi antara log jumlah total mikroba minuman hidrolisat yang dipasteurisasi pada suhu 75 oC selama 27 menit dan lama penyimpanan di suhu dingin
Gambar 5 Regresi antara log jumlah total mikroba minuman hidrolisat yang dipasteurisasi pada suhu 85 oC selama 19 menit dan lama penyimpanan di suhu dingin
Perbedaan perlakuan pasteurisasi, yaitu suhu dan waktu pasteurisasi pada penelitian ini menyebabkan perbedaan jumlah mikroba yang tereduksi selama pemanasan. Jumlah total mikroba pada minuman hidrolisat daging kambing setelah dipasteurisasi suhu 75 oC selama 27 menit (pada hari ke-0) lebih besar dibandingkan minuman yang dipasteurisasi pada suhu 85 oC selama 19 menit. Hal ini menyebabkan umur simpan produk yang dipasteurisasi pada suhu 75 oC selama 27 menit lebih pendek dibandingkan produk yang dipasteurisasi pada suhu 85 oC selama 19 menit. Perlakuan pasteurisasi pada suhu 85 oC dan penyimpanan suhu dingin lebih efektif untuk memperpanjang masa simpan minuman hidrolisat daging kambing.
Pemilihan suhu penyimpanan yang tepat pada produk pangan merupakan hal yang sangat penting. Suhu penyimpanan dapat mempengaruhi laju pertumbuhan
mikroba. Penyimpanan pada suhu dingin dapat menghambat atau memperlambat petumbuhan mikroba sehingga dapat memperpanjang umur simpan produk. Kombinasi antara perlakuan pasteurisasi dan penyimpanan suhu dingin pada penelitian ini berhasil memenuhi tujuan awal penelitian, yaitu membuat produk yang dapat bertahan lebih dari dua minggu pada suhu dingin.
Andarwulan dan Hariyadi (2004) menyatakan bahwa susu yang dipasteurisasi dengan metode HTST dapat bertahan hingga 2 minggu dalam kondisi dingin. Jika dibandingkan dengan masa simpan susu pasteurisasi, minuman hidrolisat daging kambing memiliki masa simpan yang lebih panjang pada suhu dingin, yaitu mampu bertahan lebih dari 11 minggu. Namun, minuman hidrolisat yang diberi perlakuan pasteurisasi memiliki umur simpan yang lebih pendek dibandingkan minuman hidrolisat yang diberi perlakuan sterilisasi. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian Steffi (2013) mengenai analisis umur simpan minuman hidrolisat daging kambing yang diberi perlakuan sterilisasi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa minuman hidrolisat daging kambing dapat bertahan selama 164 hari pada suhu dingin.
Total Padatan Terlarut
Total padatan terlarut sampel dianalisis menggunakan hand refractometer.
Nilai total padatan terlarut merupakan nilai persen total padatan terlarut dalam suatu larutan yang biasanya dinyatakan dalam satuan % sukrosa atau oBrix. Hasil analisis total padatan terlarut sampel minuman yang disimpan di suhu dingin disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6 Rata-rata ulangan total padatan terlarut minuman yang dipasteurisasi
pada suhu 75 oC, 27 menit () dan pasteurisasi suhu 85 o C, 19 menit () pada penyimpanan suhu dingin (Error bars menunjukkan standar deviasi)
18
total padatan terlarut disebabkan oleh adanya aktivitas mikrobiologi yang memetabolisme padatan terlarut dalam minuman hidrolisat seperti gula maupun protein larut air. Pernyataan ini diperkuat dengan hasil analisis tingkat penurunan total padatan terlarut yang lebih tinggi pada minuman yang dipasteurisasi pada suhu 75 oC sejalan dengan besarnya tingkat pertumbuhan mikroba pada suhu ini dibandingkan minuman yang dipasteurisasi pada suhu 85 oC.
Total padatan terlarut minuman yang dipasteurisasi suhu 75 oC selama 27 menit menurun tajam pada akhir penyimpanan (hari ke-84). Penurunan total padatan terlarut ini disebabkan oleh peningkatan jumlah total mikroba yang besar pada hari tersebut. Mikroba yang tumbuh pada minuman memetabolisme padatan terlarut (seperti gula) sehingga terjadi penurunan total padatan terlarut yang besar sejalan dengan meningkatnya jumlah mikroba pada minuman.
Umur simpan minuman yang dipasteurisasi suhu 85 oC selama 19 menit mencapai 111 hari tetapi pada penelitian ini analisis ragam hanya dilakukan hingga penyimpanan akhir minuman yang dipasterisasi suhu 75 oC selama 27 menit, yaitu hari ke-84. Hasil analisis ragam selama penyimpanan 84 hari di suhu dingin (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan pasteurisasi yang berbeda berpengaruh nyata terhadap total padatan terlarut minuman hidrolisat daging kambing. Selain itu, lama penyimpanan juga berpengaruh nyata terhadap nilai total padatan terlarut pada penyimpanan hari ke-84 bila dibandingkan dengan total padatan terlarut awal minuman sebagai kontrol (taraf signifikansi 5%). Dari hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa minuman yang dipasteurisasi pada suhu 75 oC selama 27 menit tidak mengalami perubahan total padatan terlarut yang signifikan hingga akhir masa simpan (hari ke-82).
Nilai pH
Tingkat keasaman suatu bahan pangan dinyatakan dengan pH. Hasil pengamatan parameter pH disajikan pada Gambar 7. Nilai rata-rata pH awal minuman yang dipasteurisasi pada suhu suhu 75 oC sebesar 6.85 dan pada suhu 85 o
C sebesar 6.83, sedangkan pada akhir penyimpanan nilai pH tersebut menjadi 5.76 dan 5.85.
Gambar 7 menunjukkan grafik nilai pH minuman hidrolisat daging kambing mempunyai trend yang menurun selama penyimpanan 84 -112 hari pada suhu dingin. Penurunan pH selama penyimpanan disebabkan oleh terbentuknya asam hasil dari penguraian gula menjadi unsur-unsur yang lebih sederhana oleh mikroba, khususnya oleh bakteri asam laktat. Bakteri ini dapat tumbuh dalam suasana anaerob seperti pada minuman hidrolisat dalam kemasan botol tertutup. Pernyataan ini juga didukung dengan terjadinya penurunan total padatan terlarut minuman hidrolisat dan peningkatan jumlah total mikroba dalam minuman selama penyimpanan di suhu dingin.
dihasilkan oleh bakteri asam laktat. Penelitian Babji et al. (2000) menunjukkan bahwa bakteri asam laktat masih dapat tumbuh pada daging kambing cincang yang disimpan pada suhu dingin di dalam kemasan vakum. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, bakteri asam laktat juga berpotensi tumbuh pada minuman berbasis hidrolisat daging kambing yang disimpan pada suhu dingin dan menghasilkan asam laktat.
Gambar 7 Rata-rata ulangan nilai pH minuman yang dipasteurisasi pada suhu 75 o
C, 27 menit () dan suhu 85 oC, 19 menit () pada penyimpanan suhu dingin (Error bars menunjukkan standar deviasi)
Hasil analisis ragam selama penyimpanan 84 hari di suhu dingin menunjukkan bahwa perlakuan pasteurisasi yang berbeda, lama penyimpanan serta interaksi atau kombinasi pasteurisasi dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap nilai pH minuman hidrolisat daging kambing (Lampiran 4) yang disimpan pada suhu dingin pada taraf signifikansi 5%. Nilai pH minuman yang disimpan di suhu dingin berbeda signifikan pada penyimpanan hari ke-84 dibandingkan dengan nilai pH awal produk. Dari hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa minuman yang dipasteurisasi pada suhu 75 oC selama 27 menit tidak mengalami perubahan mutu pH atau tingkat keasaman yang signifikan hingga akhir masa simpan (hari ke-82).
Derajat Warna
Warna merupakan atribut utama yang tampak pada makanan maupun minuman sehingga atribut warna sangat penting untuk diperhatikan agar suatu makanan atau minuman menarik untuk dikonsumsi. Warna minuman hidrolisat daging kambing pada hari ke-0 atau sebelum penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 8.Warna pada makanan dapat berasal dari pigmen alami bahan pangan yang digunakan maupun dari pewarna yang sengaja ditambahkan. Pewarna yang ditambahkan bisa berasal dari pewarna alami maupun pewarna buatan atau sintetik. Pada minuman hidrolisat daging kambing ditambahkan warna orange yang berasal dari pewarna buatan komersial dengan komposisi pewarna berupa
sunset yellow CL 15985 dan Carmoisine CL 14720.
Gambar 9 menunjukkan grafik derajat kecerahan minuman hidrolisat daging kambing dengan trend yang meningkat selama penyimpanan di suhu dingin. Derajat kecerahan (nilai L) awal minuman yang dipasteurisasi pada suhu
20
75 oC selama 27 menit dan 85 oC selama 19 menit masing-masing sebesar 51.23 dan 50.19. Peningkatan nilai L atau kecerahan produk menunjukkan bahwa warna minuman semakin mendekati warna putih atau memudar sejalan dengan semakin lama waktu penyimpanan. Kehilangan warna (pemudaran) pada minuman yang mengandung bahan pewarna sunset yellow disebabkan oleh perpecahan ikatan rangkap dimer dari 5-amino-6-hydroxy-2-naphthalene sulfonate dan kemungkinan juga dari p-aminobenzensulfonate (Gosetti et al. 2005). Pewarna sunset yellow
yang memudar dipicu oleh adanya reaksi oksidasi pada minuman selama penyimpanan sebab kestabilan pewarna ini rendah terhadap oksidasi. Selain itu, pemudaran dapat terjadi karena pewarna carmoisine yang juga terkandung pada minuman ini umumnya tidak stabil terhadap keberadaan agen pengoksidasi atau pereduksi seperti gula dan asam (EFSA 2009).
Gambar 9 Nilai L minuman yang dipasteurisasi pada suhu 75 oC, 27 menit () dan suhu 85 oC, 19 menit () pada penyimpanan suhu dingin (Error bars menunjukkan standar deviasi)
Nilai a yang bernilai positif menunjukkan derajat warna merah minuman, sedangkan nilai b yang bernilai positif menunjukkan derajat warna kuning. Data hasil pengamatan terhadap nilai a dapat dilihat pada Gambar 10. Dari kedua gambar tersebut terlihat bahwa semakin lama waktu penyimpanan minuman pada suhu dingin menyebabkan penurunan terhadap nilai a. Penurunan derajat warna merah (nilai a) sejalan dengan peningkatan derajat warna kuning (nilai b). Gambar 11 menunjukkan grafik nilai b selama penyimpanan minuman di suhu dingin
45.00 48.00 51.00 54.00 57.00 60.00
0 14 28 42 56 70 84 98 112
N
ilai
L
Lama penyimpanan (hari)
yang memiliki trend meningkat. Nilai a dan b dapat diolah lebih lanjut untuk mendapatkan nilai ohue.
Gambar 10 Rata-rata ulangan nilai a minuman yang dipasteurisasi pada suhu 75 oC, 27 menit () dan suhu 85 o
C, 19 menit () pada penyimpanan suhu dingin (Error bars menunjukkan standar deviasi)
Gambar 11 Rata-rata ulangan nilai b minuman yang dipasteurisasi pada suhu 75 oC, 27 menit () dan suhu 85 o
C, 19 menit () pada penyimpanan suhu dingin (Error bars menunjukkan standar deviasi)
Data hasil pengamatan oHue ini dapat dilihat pada Gambar 12. Nilai oHue minuman pada grafik terlihat memiliki trend meningkat. Walau demikian, keseluruhan oHue minuman hidrolisat daging kambing selama penyimpanan di suhu dingin masih berada pada kisaran nilai antara 57-64. Kisaran warna atau o
Hue tersebut termasuk ke dalam kisaran warna kuning kemerahan (yellow red). Analisis ragam (α=0.05) pada pengamatan nilai oHue minuman yang disimpan di suhu dingin selama 84 hari menunjukkan bahwa perlakuan pasteurisasi tidak berpengaruh nyata terhadap intensitas warna minuman, sedangkan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap intensitas warna minuman (Lampiran 6). Intensitas warna minuman berbeda signifikan pada penyimpanan hari ke-56.
22
Gambar 12 Rata-rata ulangan nilai oHue minuman yang dipasteurisasi pada suhu 75 oC, 27 menit () dan suhu 85 oC, 19 menit () pada penyimpanan suhu dingin (Error bars menunjukkan standar deviasi) 45.00
50.00 55.00 60.00 65.00 70.00
0 14 28 42 56 70 84 98 112
o Hu
e
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kandungan protein basis basah pada hidrolisat daging kambing sebesar 73.45% dan pada produk minuman hidrolisat sebesar 0.26%. Formula minuman hidrolisat daging kambing terpilih yang dapat diterima secara organoleptik oleh konsumen adalah minuman dengan penambahan perisa sebesar 0.09%. Perlakuan pasteurisasi dengan suhu dan waktu yang berbeda tidak berpengaruh signifikan terhadap mutu organoleptik minuman hidrolisat daging kambing. Minuman hidrolisat daging kambing yang dipasteurisasi pada suhu 75 oC selama 27 menit memiliki umur simpan 82 hari, sedangkan minuman yang dipasteurisasi pada suhu 85 oC selama 19 menit memiliki umur simpan 111 hari di suhu 8 oC (suhu dingin). Selama penyimpanan di suhu dingin, total padatan terlarut dan pH minuman menurun serta warna mengalami pemudaran.
Saran
24
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington: The Association of Official Analytical Chemist, Inc.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman (SNI 01-2891-1992). Jakarta : Badan Standardisasi Nasional
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1995. Susu Pasteurisasi (SNI 01-3141-1995). Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. Petunjuk Pengujian Organoleptik dan atau Sensori (SNI 01-2346-2006). Jakarta: Badan Standardisasi Nasional [Depkes] Departemen Kesehatan. 1999. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1168/Menkes/ PER/X/1999 tentang Kumpulan Peraturan Perundang-undangan di Bidang Makanan. Jilid II. Jakarta : Departemen Kesehatan.
[Ditjennakkeswan] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI. 2012. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta: CV. Alnindra Dunia Perkasa.
[EFSA] European Food Safety Authority. 2009. Scientific Opinion on The Re-evaluation of Azorubine/Carmoisine (E 122) as a Food Additive. EFSA J. 7(11) : 1332.
[USDA] United States Department of Agriculture. 2007. Nutrient Data Base for Standard Reference [Internet]. [diunduh 2014 Januari 2008]. Tersedia pada: http:// ndb.nal.usda.gov.
[USDA] United States Department of Agriculture. 2001. Nutrient Data Base for Standard Reference [Internet]. [diunduh 2014 Januari 2008]. Tersedia pada: http:// ndb.nal.usda.gov.
Adawiyah D, Waysima. 2008. Penuntun Praktikum Evaluasi Sensori. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor. Anaeto MJ, Adeyeye A, Chioma GO, Olarinmoye AO, Tayo GO. 2010. Goat
products: meeting the challenges of human health and nutrition. Am J N Agric Bio. 1(6): 1231-1236.
Andarwulan N, Hariyadi P. 2004. Perubahan mutu (fisik, kimia, mikrobiologi) produk pangan selama pengolahan dan penyimpanan produk pangan.
Pelatihan Pendugaan Waktu Kedaluwarsa. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.
Arihara K, Nakashima Y, Mulkai T, Ishikawa S, Itoh M. 2001. Peptide inhibitors for angiotensin I-converting enzyme from enzymatic hydrolysates of porcine skeletal muscle proteins. Meat Sci. 57(3):319-324.
Arpah. 2001. Buku dan Monograf Penentuan Kadaluarsa Produk. Program Studi Ilmu Pangan. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Babji Y, Murthy TRK, Anjaneyulu ASR. 2000. Microbial and Sensory Quality Changes in Refrigerated Minced Goat Meat Stored Under Vacuum and in Air. Small Ruminant Research. 36(2000) : 75-84.
Chen J, Wang Y, Zhong Q, Wu Y, Xia W. 2012. Purification and characterization of a novel angiotensin-i converting enzyme (ACE) inhibitory peptide derived from enzymatic hydrolysate of grass carp protein. J Peptides. 33: 52-58.
Cheng FY, Wan TC, Huang CW, Tominaga K, Lin LC, Sakata R. 2008. The effects of chicken leg bone extract on antioxidative properties under different heating condition (Report). Aust J of Anim Sci. 21(12) : 1815-1820.
Chinq-Mars CD. 2006. Angiotensin converting enzyme inhibitory peptide from the hydrolisis of Pacific Hake fillet by commercial protease [thesis]. Columbia: The University of British Columbia.
El Aqsha G, Purbowati E, Al-Baari AN. 2011.Komposisi Kimia Daging Kambing Kacang, Peranakan Etawah dan Kejobong Jantan pada Umur Satu Tahun. 2011. Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil.Semarang: Universitas Diponegoro.
Fathiyah, Sumarwan U, Tanziha I. 2005. Analisis Pengetahuan Gizi Dan Produk Minuman Sari Buah Kemasan Dihubungkan Dengan Merek Yang dikonsumsi Pada Mahasiswa IPB. Media Gizi dan Keluarga. 29 (2): 75-87.
Floros JD, Gnanasekharan V. 1993. Shelf Life Prediction of Packaged Foods Chemical, Biological, Physical and Nutrition Aspects. Di dalam: Arpah. 2001. Buku dan Monograf Penentuan Kadaluarsa Produk. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Gosetti F, Gianotti V, Polati S and Gennaro MC. 2005. HPLC-MS Degradation Study of E110 Sunset Yellow FCF in A Commercial Beverage. J. of Chromatography A. 1090 : 107-115.
Herawati H. 2008. Penentuan Umur Simpan pada Produk Pangan. J Litbang Pertanian. 27(4).
Hui L. 2011. Study on Deodorization Techniques of Oyster Protein Beverage [tesis]. Cina: Guangdong Ocean University.
Hutching JB.1999. Food Color And Apearance. Marylan: Aspen publisher.
Jang A, Lee M. 2005. Purification and identification of angiotensin converting enzyme inhibitory peptides from beef hydrolysate. Meat Sci.69: 653-661. Kinsman DM. Kotula AW and Breidenstein BC. 1994. Muscle Foods: Meat,
Poultry and Seafood Technology. New York: Chapman and Hall.
Kuroda M, Harada T. 2002. Distribution of gamma glutamyl beta alanylhistidin isopeptida in the macromolecular fraction of commmercial meat extracts and correlation with color of the molecular fraction. J Agric Food Chem.
50:619-644.
Kusnandar F, Hariyadi P, Wulandari N. 2006. Proses termal. Di dalam: Modul Kuliah Prinsip Teknik Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Labuza TP. 1982. Open shelf-life Dating of Foods. Connecticut : Food Science and Nutrition Press Inc.
Matsumura Y, Kita S, Ono H, Kiso Y, Tanaka T. 2002. Preventive effect of a chicken extract on the development of hypertension in Stroke-prone Spontaneously Hypertensive Rats. Biosci Biotechnol Biochem.
26
Maturin L, Peeler JT. 2001. Aerobic Plate Count. Di dalam: Bacteriological Analytical Manual Online [Internet]. [diunduh 2013 Maret 1]. Tersedia pada : http//:www.cfscan.fda.gov.
Muchtadi D. 2010.Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Bandung : CV Alfabeta. Muchtadi TR, Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor : Pusat
Antar Universitas Institut Pertanian Bogor.
Mugurama M, Ahhmed AM, Katayama K, Kawahara S, Maruyama M, Nakamura T. 2009. Identification of pro-drug type ACE inhibitory peptide sourced from porcine myosin B: Evaluation of its antihypertensive effects in vivo. Food Chem. 114:516–522.
Nielsen PM, Petersen D, Dambmann C. 2001. Improved method for determining food protein degree of hydrolysis. J of Food Sci. 66 (5): 642-646.
Nielsen PM. Enzyme technology for production of protein based flavours. 1994.
Food Ingredients Europe Conference Proceeding. 1994; London. Maarssen: Process Press Europe.
Peck MW, Lund BM, Fairbairn DA, Kaspersson AS, Undeland PC. 1995. Clostridium Botulinum at Refrigeration Growth from, Spores Of Nonproteolytic Effect of Heat Treatment on Survival of, and Temperatures. Appl Environ Microbiol. 61(5):1780.
Pinto e Silva MEM, Atzingen MC. 2010. Sensory analysis of hydrolysed meat preparation. Cienc Tecnol Aliment Campinas. 30(2):349-353.
Rheinhart CE. 2007. Clostridium botulinum Toxin Development in Refrigerated Reduced Oxygen Packaged Atlantic Croaker (Micropogonias undulatus) [thesis]. USA : Virginia Polytechnic and State University.
Rossi DM, Flores SH, Venzke JG, Ayub MAZ. 2009. Biological Evaluation of Mechanically Deboned Chicken Meat Protein Hydrolysate. Rev Nutr.
2(6):879-885.
Sangtherapitikul O, Chen YC, Chen TC. 2005. Utilization Of Spent Hens as a Flavoring Base: 1. Preparation and Characteristics of Spent Hen Meat Enzymatic Hydrolysate. J Food Tech. 3(1):46-53.
Steffi E. 2013. Pembuatan dan Penentuan Umur Simpan Minuman Hidrolisat Daging Kambing [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Toro MAN, Garcia-Carreno FL. 2002. Evaluation of the Progress of Protein Hydrolysis: in Current Protocols in Food Analytical Chemistry. Supl 4: B2.2.1-B2.2.14. New York : John Wiley & Sons,Inc.
Vercruysse L, Camp JP, Smagghe G. 2005. ACE inhibitory peptides derived from enzymatic hydrolysates of animal muscle protein: A Review. J Agricultural and Food Chem. div: @xyv04/ data1/CLS_pj /GRP_jf/JOB_i22/DIV_jf0508908.
Widadi IR. 2011. Pembuatan dan Karakterisasi Hidrolisat Protein dari Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus) Menggunakan Enzim Papain [Skripsi].
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pengolahan data dengan ANOVA pada uji organoleptik minuman yang diberi perlakuan tingkat penambahan perisa berbeda
Atribut Warna
R Squared = .980 (Adjusted R Squared = .969)
Atribut Rasa
R Squared = .960 (Adjusted R Squared = .938)
28
Atribut Overall
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Overall Source Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Model 2184.867a 32 68.277 66.969 .000
panelis 46.400 29 1.600 1.569 .072
perlakuan 6.867 2 3.433 3.368 .041
Error 59.133 58 1.020
Total 2244.000 90
a
R Squared = .974 (Adjusted R Squared = .959)
Uji Lanjut data atribut overall
Post Hoc Tests
Duncan
perlakuan N
Subset
1 2
perisa 0.1% 30 4.57
perisa 0.08% 30 4.80 4.80
perisa 0.09% 30 5.23
Sig. .374 .102
29 Lampiran 2 Pengolahan data dengan Independent T-tests pada uji organoleptik minuman yang diberi dua perlakuan pemanasan berbeda
Atribut warna
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig.
(2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Nilai_kesukaan Equal variances
assumed 5.287 .025 1.987 58 .052 .433 .218 -.003 .870
Equal variances
not assumed 1.987 49.082 .052 .433 .218 -.005 .872
Group Statistics
Minuman
Perlakuan_Pasteurisasi N Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean Nilai_kesukaan 75 C, 27 menit 30 5.93 .640 .117
85 C, 19 menit 30 5.50 1.009 .184
>0.05 perlakuan tidak menyebabkan perbedaan nyata
30
Atribut Rasa
Group Statistics
Minuman
Perlakuan_Pasteurisasi N Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean Nilai_kesukaan 75 C, 27 menit 30 5.23 1.006 .184
85 C, 19 menit 30 5.23 .898 .164
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig.
(2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Nilai_kesukaan Equal variances
assumed .220 .641 .000 58 1.000 .000 .246 -.493 .493
Equal variances not
assumed .000 57.259 1.000 .000 .246 -.493 .493
>0.05 perlakuan tidak menyebabkan perbedaan nyata
31
Atribut Aroma
Group Statistics
Minuman
Perlakuan_Pasteurisasi N Mean Std. Deviation
Std. Error Mean Nilai_kesukaan 75 C, 27 menit 30 4.77 1.165 .213
85 C, 19 menit 30 4.73 1.048 .191
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig.
(2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Nilai_kesukaan Equal variances
assumed .624 .433 .116 58 .908 .033 .286 -.539 .606
Equal variances
not assumed .116 57.364 .908 .033 .286 -.540 .606
>0.05 perlakuan tidak menyebabkan
32
Atribut Overall
Group Statistics
Minuman
Perlakuan_Pasteurisasi N Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean Nilai_kesukaan 75 C, 27 menit 30 5.30 .915 .167
85 C, 19 menit 30 5.20 .805 .147
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Nilai_kesukaan Equal variances
assumed .471 .495 .449 58 .655 .100 .223 -.346 .546
Equal variances
not assumed .449 57.071 .655 .100 .223 -.346 .546
>0.05 perlakuan tidak menyebabkan perbedaan nyata
Lampiran 3 Analisis ragam terhadap nilai total padatan terlarut (TPT) selama 84 hari pada penyimpanan suhu dingin
Uji Lanjut Dunnet Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .029.
a
Dunnett t-tests treat one group as a control, and compare all other groups against it. *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Tests of Between-Subjects Effects
R Squared = .798 (Adjusted R Squared = .604) bα<0.05 sehingga
34 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .012.
a
Dunnett t-tests treat one group as a control, and compare all other groups against it. *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Tests of Between-Subjects Effects
Intercept 2367.630 1 2367.630 1.921E5 .000
Pasteurisasi .104 1 .104 8.397 .008b
R Squared = .867 (Adjusted R Squared = .739)
Lampiran 5 Analisis ragam terhadap nilai L (kecerahan) selama 84 hari Intercept 146795.534 1 146795.534 5.750E4 .000
Pasteurisasi .021 1 .021 .008 .928b
R Squared = .727 (Adjusted R Squared = .464)
bα>0.05 sehingga faktor tidak berpengaruh nyata terhadap nilai L (kecerahan) cα<0.05 sehingga faktor berpengaruh nyata terhadap nilai L (kecerahan)
Uji Lanjut Dunnet Based on observed means.The error term is Mean Square(Error) = 2.553.
a
36
Lampiran 6 Analisis ragam terhadap nilai oHue (warna) selama 84 hari pada penyimpanan suhu dingin Intercept 192266.626 1 192266.626 1.131E5 .000
Pasteurisasi .359 1 .359 .211 .650b
R Squared = .812 (Adjusted R Squared = .631)
bα>0.05 sehingga faktor tidak berpengaruh nyata terhadap nilai L (kecerahan) cα<0.05 sehingga faktor berpengaruh nyata terhadap nilai L (kecerahan)
Uji Lanjut Dunnet Based on observed means.The error term is Mean Square(Error) = 1.700.
a