THE INFLUENCE OF LOCAL ORIGINAL INCOME, GENERAL ALLOCATION FUNDS AND SPECIAL ALLOCATION FUNDS TOWARD
CAPITAL EXPENDITURE ALLOCATION IN REGENCY/CITY OF D.I. YOGYAKARTA
(Empirical Study on Local Goverment Regency/City of D.I. Yogyakarta in 2006-2015)
Disusun Oleh:
ADITYAS WAHYUNINGSIH 20130420331
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
i
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP PENGALOKASIAN BELANJA MODAL PADA KABUPATEN/KOTA D.I. YOGYAKARTA (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota D.I. Yogyakarta Tahun 2006-2015)
THE INFLUENCE OF LOCAL ORIGINAL INCOME, GENERAL ALLOCATION FUNDS AND SPECIAL ALLOCATION FUNDS TOWARD
CAPITAL EXPENDITURE ALLOCATION IN REGENCY/CITY OF D.I. YOGYAKARTA
(Empirical Study on Local Goverment Regency/City of D.I. Yogyakarta in 2006-2015)
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Oleh:
ADITYAS WAHYUNINGSIH 20130420331
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
Nama : Adityas Wahyuningsih
Nomor Mahasiswa : 20130420331
Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “Pengaruh Pendapatan Asli
Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Pengalokasian
Belanja Modal pada Kabupaten/Kota D.I. Yogyakarta (Studi Kasus pada
pemerintah Daerah Kabupaten/Kota D.I. Yogyakarta Tahun 2006-2015)” tidak
terdapat karya yang diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila
ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut
dibatalkan.
Yogyakarta,
MOTTO
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman
Di antaramu dan orang-orang yang diberi
Ilmu pengetahuan beberapa derajat”
(QS. Al Mujadalah: 11)
“Ilmu itu lebih baik daripada harta,
Ilmu yang menjagamu sedangkan kamu menjaga harta,
Ilmu itu hakim sedangkan harta dikenai hukum,
Harta bisa berkurang karena penggunaan,
Sedangkan ilmu akan bertambah bila digunakan”.
(Ali Bin Abi Thalib)
"If you look at what you have in life, you’ll always have more. If you look at what
diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Oleh karena itu, dengan rasa bangga dan bahagia saya ucapkan rasa syukur dan terimakasih saya kepada:
1. Tuhan YME, karena hanya atas izin dan karuniaNyalah maka skripsi ini dapat dibuat dan selesai pada waktunya. Puji syukur yang tak terhingga pada Tuhan penguasa alam yang meridhoi dan mengabulkan segala do’a. 2. Bapak dan Ibu saya, yang telah memberikan dukungan moril maupun
materi serta do’a yang tiada henti untuk kesuksesan saya, karena tiada kata seindah lantunan do’a dan tiada do’a yang paling khusuk selain do’a yang terucap dari orang tua. Ucapan terimakasih saja takkan pernah cukup untuk membalas kebaikan orang tua, karena itu terimalah persembahan bakti dan cintaku untuk kalian bapak ibuku.
3. Bapak Bambang Jatmiko sebagai Dosen pembimbing, penguji dan pengajar, yang selama ini telah tulus dan ikhlas meluangkan waktunya untuk menuntun dan mengarahkan saya, memberikan bimbingan dan pelajaran yang tiada ternilai harganya, agar saya menjadi lebih baik. Terimakasih banyak, jasa bapak akan selalu terpatri di hati.
4. Saudara dan sahabat yang senantiasa memberikan dukungan, semangat, senyum dan do’anya untuk keberhasilan ini, cinta kalian adalah memberikan kobaran semangat yang menggebu, terimakasih dan sayangku untuk kalian.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan, karunia dan rahmat dalam penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Pengalokasian
Belanja Modal pada Kabupaten/Kota D.I.Yogyakarta”.
Skripsi ini disusun untuk memeuhi salah satu persyaratan dalam
memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta. Penulis mengambil topik ini dengan harapan dapat memberikan
masukan bagi Pemerintah Daerah dalam pengalokasian Belanja Modal dan
memberikan ide pengembangan bagi penelitian selanjutnya.
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan dukungan
berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada:
1. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah
memberikan petunjuk, bimbingan dan kemudahan selama penulis
menyelesaikan studi.
2. Bapak Dr. Bambang Jatmiko, SE., Msi. yang dengan penuh kesabaran telah
memberikan masukan dan bimbingan selama proses penyelesaian karya tulis
ini.
3. Ayah dan ibu serta saudara-saudaraku yang senantiasa memberikan dorongan
dan perhatian kepada pihak penulis hingga dapat menyelesaikan studi.
4. Semua pihak yang telah memeberikan dukungan, bantuan, kemudahan dan
semangat dalam proses penyelesaian tugas akhir (skripsi) ini.
Sebagai kata akhir, tiada gading yang tak retak, penulis menyadari masih
banyak kekurangann dalam skripsi ini. Oleh karena itu, kritik, saran, dan
pengembangan penelitian selanjutnya sangat diperlukan untuk kedalaman karya
tulis dengan topik ini.
Yogyakarta,...
PERNYATAAN...iv
A.Latar Belakang Penelitian ... 1
B.Batasan Masalah ... 9
C.Rumusan Masalah Penelitian ... 9
D.Tujuan Penelitian ... 10
E. Manfaat penelitian ... 11
BAB ll TINJAUAN PUSTAKA ... 13
A.Landasan Teori... 13
1. Teori Organisasi ... 13
2. Teori Desentralisasi ... 14
3. Anggaran Daerah/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ... 15
4. Belanja Modal ... 16
5. Pendapatan Asli Daerah ... 19
6. Dana Alokasi Umum ... 20
7. Dana Alokasi Khusus ... 21
B.Hasil Penelitian Terdahulu ... 25
C.Hipotesis ... 29
D.Model Penelitian ... 34
BAB lll METODE PENELITIAN ... 36
A.Objek/Subjek Penelitian... 36
B.Jenis Data ... 37
C.Teknik Pengumpulan Data ... 37
D.Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 37
E. Uji Kualitas Data... 39
F. Uji Hipotesis dan Analisis Data ... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45
A.Gambaran Umum Obyek/Subjek Penelitian ... 45
B.Uji Kualitas Data... 50
C.Hasil Penelitian (Uji Hipotesis) ... 59
BAB V SIMPULAN, SARAN, KETERBATASAN PENELITIAN DAN
IMPLIKASI PENELITIAN ... 74
A.Simpulan ... 74
B.Saran ... 74
C.Keterbatasan Penelitian ... 75
D.Implikasi Riset ... 76
DAFTAR PUSTAKA ... 78
Tabel: 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu ... 25
Tabel: 4.1 Deskriptif Statistics ... 49
Tabel: 4.2 Tests of Normality ... 52
Tabel: 4.3 Uji Multikolinearitas ... 53
Tabel: 4.4 Uji Autokorelasi Runs Test ... 54
Tabel: 4.5 Hasil Uji Glesjer Setelah Ln ... 57
Tabel: 4.6 Uji Regresi setelah Ln ... 58
Tabel: 4.7 Hasil Uji Statistik F Setelah Ln ... 61
Tabel: 4.8 Hasil Koefisien Determinasi Setelah Ln ... 62
Tabel: 4.9 Jumlah PAD di D. I. Yogyakarta pada tahun 2006-2016 ... 63
Tabel: 4.10 Jumlah DAU di D. I. Yogyakarta pada tahun 2006-2016 ... 66
Tabel: 4.11 Jumlah DAk di D. I. Yogyakarta pada tahun 2006-2016 ... 69
DAFTAR GAMBAR
Gambar: 1.1 Perbandingan PAD, DAU, DAK dan Belanja Modal tahun anggaran
2013 (dalam persentase) ... 6
Gambar: 2.1 Kerangka Pemikiran ... 35
Gambar: 4.1 Perbandingan PAD, DAU, DAK dan Belanja Modal Kabupaten
Kulonprogo tahun anggaran 2006-2015 (dalam Ln) ... 46
Gambar: 4.2 Perbandingan PAD, DAU, DAK dan Belanja Modal Kabupaten
Bantul tahun anggaran 2006-2015 (dalam Ln) ... 46
Gambar: 4.3 Perbandingan PAD, DAU, DAK dan Belanja Modal Kabupaten
Gunungkidul tahun anggaran 2006-2015 (dalam Ln) ... 47
Gambar: 4.4 Perbandingan PAD, DAU, DAK dan Belanja Modal Kabupaten
Sleman tahun anggaran 2006-2015 (dalam Ln) ... 47
Gambar: 4.5 Perbandingan PAD, DAU, DAK dan Belanja Modal Kota
Yogyakarta tahun anggaran 2006-2015 (dalam Ln) ... 48
Gambar: 4.6 Analisis Grafik Normal Probability Plot ... 51
INTISARI
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Pengalokasian Belanja Modal pada Kabupaten/Kota D.I. Yogyakarta baik secara simultan maupun parsial. Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah Kabupaten/Kota D.I. Yogyakarta yang terdiri dari 4 Kabupaten dan 1 Kota tahun 2006-2015. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa Laporan Realisasi APBD Kabupaten/Kota D.I. Yogyakarta tahun 2006-2015. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda dengan uji t, uji F, dan koefisien determinasi. Data yang telah dikumpulkan dianalisis terlebih dahulu dengan pengujian asumsi klasik kemudian dilakukan pengujian hipotesis dengan alat uji SPSS 15.0. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel DAU tidak berpengaruh terhadap belanja modal, sedangkan PAD dan DAK berpengaruh positif signifikan terhadap belanja modal. Secara simultan variabel PAD, DAU, dan DAK berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah melihat adanya fenomena yang berbeda yaitu DAU yang tidak berpengaruh terhadap belanja modal, sebaiknya pemerintah daerah lebih memperhatikan proporsi DAU yang di alokasikan ke anggaran belanja modal.
Kata Kunci: Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Belanja Modal
of the Capital Expenditure Allocation in Regency/City of D.I. Yogyakarta either simultaneously or partial. The research using descriptive methods. The population in this study is a Regency/City of D.I. Yogyakarta consists of 4 regencies and 1 city in 2006-2015. This study uses secondary data in the form of budget realization report in Regency/City of D.I. Yogyakarta in 2006-2015. Testing the hypothesis in this study using multiple linear regression t test, F test, and the coefficient of determination. The data collected was analyzed first by testing the assumptions of classical hypothesis testing and then performed testing tool SPSS 15.0. Based on the results of this study concluded that in partial General Allocation Funds has no effect on capital expenditures allocation, while Special Allocation Funds and Local Original Income significant positive effect on capital expenditures allocation. Simultaneously variable Local Original Income, General Allocation Funds, and Special Allocation Funds significant effect on capital expenditures allocation. Advice can be given in this research is to see the phenomenon that General Allocation Funds is no effect on capital expenditures allocation, local governments should pay more attention to the proportion of General Allocation Funds is allocated to capital expenditure budget.
1 BAB l PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, mendorong
pemerintah untuk membuat kebijakan tentang otonomi daerah dengan cara
melimpahkan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
untuk melaksanakan sendiri urusan pemerintahannya dan mengelola aparatur
daerah. Salah satu hal yang dilakukan pemerintah pusat di dalam melaksankan
kegiatan perekonomian dan pembangunan yang merata guna mengelola
daerahnya, yaitu dengan cara pemerintah daerah diberikan kewenangan yang
luas dalam menyelenggarakan semua urusan pemerintah mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, pengelolaan dan
penggalian potensi sumber daya yang dimiliki guna memenuhi kebutuhan
daerah dan pelayanan masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan
adanya dukungan dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah beserta
seluruh masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah merupakan salah satu bentuk
memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah otonom. Seperti halnya yang tertuang dalam Al-Qur’an, kepemimpinan
sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW. Islam telah menurunkan nilai-nilai
mengenai kepemimpinan dalam ayat Al-Qur’an QS. Al-Anbiya (21):73 yang
berisi sebagai berikut:
ا رْ أب دْ ي ً ّ ئأ ْ ها ْ عج
ةَّصلا اقإ ارْيخْلا لْعف ْ ْيلإ ا ْيحْ أ
يدباع ا ل ا اك ةاكّزلا ءاتيإ
Artinya: “Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan
kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang,
menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah”.
(QS. Al-Anbiya (21):73)
Dalam QS. Al-Anbiya (21):73 tersebut dapat diketahui bahwasannya
ayat ini berbicara pada tingkatan ideal sosok seorang pemimpin yang akan
memberikan dampak kebaikan dalam kehidupan rakyat secara keseluruhan,
seperti yang tercermin pada diri para nabi pilihan Allah. Ayat ini merupakan
sebuah landasan prinsip dalam mencari sosok pemimpin ideal yang akan
memberi kebaikan dan keberkahan bagi bangsa dimanapun dan kapanpun.
Al-Qur’an menghubungkan kepemimpinan dengan hidayah dan pemberian
petunjuk pada kebenaran. Seorang pemimpin tidak boleh melakukukan
kezaliman dalam hal keilmuan maupun perbuatan, dalam mengambil
keputusan dan aplikasinya. Seorang pemimpin harus mengatahui keadaan
suatu umat, merasakan secara langsung penderitaan mereka. Seorang
3
pengabdian dan ibadah, keberanian dan keutamaan, sifat dan perilaku, dan
lainnya. Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi orang lain untuk
mengambil langkah-langkah atau tindakan untuk menuju suatu sasaran
bersama. Karena itu, kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang lain
agar mau bekerja untuk mencapai tujuan yang di inginkan.
Pelaksanaan otonomi daerah dipandang sebagai suatu kewajiban dalam
menciptakan kemandirian untuk membangun daerah secara optimal sehingga
diharapkan dapat menyejahterakan masyarakat dan meningkatkan pelayanan
publik. Namun disisi lain, anggaran menjadi hal yang sangat penting untuk
diperhatikan dalam lingkungan Pemerintah Daerah.
Menurut Kawedar, dkk (2008), anggaran daerah adalah suatu rencana
keuangan yang digunakan sebagai pedoman pemerintah daerah dalam
melaksanakan pelayanan publik. Anggaran daerah lebih dikenal dengan
sebutan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). APBD terdiri dari
pendapatan daerah dan belanja/pengeluaran daerah. Kegiatan belanja
(pengeluaran) yang dilakukan oleh pemerintah daerah adalah kegiatan rutin
dengan pengeluaran kas daerah untuk pembiayaan kegiatan operasi dalam
suatu pemerintahan. Penerimaan daerah bersumber dari Pendapatan Asli
Daerah (PAD), dana perimbangan, pinjaman daerah dan pendapatan daerah
lain-lain yang sah. Menurut Halim (2004), PAD adalah penerimaan yang
diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut
berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan
perimbangan merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan
untuk daerah dengan tujuan mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi.
Menurut Halim (2008): “Belanja modal merupakan pengeluaran
anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat
lebih dari satu periode akuntansi”. Penggolongan belanja modal dibagi
menjadi lima kategori utama yaitu belanja modal tanah, belanja modal
peralatan dan mesin, belanja modal gedung dan bangunan, belanja modal
jalan, irigasi dan jaringan dan belanja modal fisik lainnya. Belanja modal
merupakan kegiatan yang berperan penting dalam memberikan pelayananan
publik karena memiliki masa manfaat/ekonomis dalam jangka panjang.
Pengalokasian belanja modal didasarkan pada kebutuhan daerah yaitu sarana
dan prasarana yang digunakan untuk fasilitas publik maupun untuk kelancaran
pelaksanaan pemerintahan. Menurut Halim (2001), daerah yang memiliki
kapasitas fiskal rendah dituntut untuk diubah menjadi struktur belanja yang
semakin kuat. Kapasitas fiskal yang rendah berarti bahwa tingkat kemandirian
daerah juga rendah. Setiap daerah dituntut untuk dapat mengoptimalkan
potensi pendapatan yang dimiliki dan salah satunya dengan mengalokasikan
belanja untuk hal produktif agar pemerintah daerah dapat mengalokasikan
5
Tabel: 1.1
Jumlah dan persentase rencana belanja tidak langsung dan belanja langsung Pemerintah daerah D.I. Yogyakarta tahun 2014
Kab/Kota Belanja Tidak Langsung Yogyakarta 633.327.756 51,37% 599.584.176 48,63% Kulonprogo 655.320.541 67,94% 309.267.005 32,06%
Bantul 916.215.913 66,02% 471.503.258 33,98%
Sleman 1.060.168.201 62,60% 633.360.096 37,40%
Gunungkidul 819.458.448 69,44% 360.697.148 30,56%
Sumber: http://yogyakarta.bps.go.id
Dari tabel di atas, dapat diketahui secara umum bahwa persentase
belanja tidak langsung lebih tinggi daripada persentase belanja langsung.
Kabupaten Kulonprogo belanja tidak langsung sebesar 67,94% dibandingkan
belanja langsung sebesar 32,06%. Kabupaten Bantul belanja tidak langsung
sebesar 66,02% dibandingkan belanja langsung sebesar 33,98%. Kabupaten
Sleman belanja tidak langsung sebesar 62,60% dibandingkan belanja langsung
sebesar 37,40%. Kabupaten Gunungkidul belanja tidak langsung sebesar
69,44% dibandingkan belanja langsung sebesar 30,56%.
Pengalokasian anggaran, merupakan masalah yang paling banyak
dihadapi oleh Pemerintah Daerah di dalam organisasi sektor publik.
Pendapatan daerah yang tinggi, yaitu PAD, DAU, dan DAK harus diimbangi
dengan tingginya Belanja Modal. Namun di dalam praktiknya, masih belum
terlaksana dengan baik dalam pengalokasian Belanja Modal tersebut. Dapat
dilihat dari grafik Perbandingan PAD, DAU, DAK dan Belanja Modal tahun
Gambar: 1.1
Perbandingan PAD, DAU, DAK dan Belanja Modal tahun anggaran 2013 (dalam persentase)
Sumber: Laporan realisasi anggaran tahun 2013
Jumlah PAD di Kota Yogyakarta paling tinggi yaitu sebesar 47,8%
dibandingkan kabupaten yang lain. Namun, hal itu tidak diikuti dengan
tingginya jumlah belanja modal yaitu sebesar 14,72%. Hal yang sama juga
terlihat pada kabupaten Bantul dan Sleman. Jumlah DAU Kabupaten
Gunungkidul lebih tinggi dibandingkan Kota Yogyakarta yaitu sebesar
62,72% tetapi belanja modal yang dikeluarkan di kota Yogyakarta lebih
besar daripada Kabupaten Gunungkidul. Jumlah DAK di kota Kulonprogo
sebesar 5,27% lebih tinggi dibandingkan kabupaten yang lain tetapi hal itu
tidak diikuti dengan tingginya jumlah belanja modal. Jumlah belanja modal
paling tinggi dikeluarkan oleh kota Yogyakarta yang jumlah DAK lebih kecil
yaitu sebesar 14,72%. Hal ini menunjukkan bahwa tidak sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Nobianto dan Hanafiah (2015) yang 0
10 20 30 40 50 60 70
Yogyakarta Kulonprogo Bantul Sleman Gunungkidul
7
menyatakan bahwa PAD, DAU, DAK secara parsial berpengaruh positif dan
signifikan terhadap belanja modal.
Untuk meningkatkan kepercayaan kepada publik, pemerintah daerah
melakukan pergeseran komposisi belanja. Pergeseran komposisi belanja
bertujuan untuk meningkatkan investasi modal. Menurut Mardiasmo (2002),
menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat investasi modal maka semakin
tinggi kualitas layanan publik yang diharapkan mampu meningkatkan
tingkat partisipasi publik terhadap pembangunan yang tercermin dari adanya
peningkatan PAD. Perubahan alokasi belanja dilakukan dengan tujuan untuk
pembangunan berbagai fasilitas modal. Peluang dengan dibukanya
kesempatan berinvestasi harus diimbangi dengan memfasilitasi berbagai
aktivitas peningkatan perekonomian. Pembangunan sarana dan prasarana yang
baik serta pemberian berbagai fasilitas kemudahan dilakukan untuk
meningkatkan daya tarik dalam berinvestasi. Kemampuan daerah dalam
mendanai kegiatan operasionalnya memiliki kemampuan yang
berbeda-beda. Dengan adanya perbedaan kemampuan dalam mendanai kegiatan
operasionalnya menimbulkan adanya ketimpangan fiskal antar daerah.
Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah pusat mentransfer dana
perimbangan untuk tiap-tiap daerah. Pelaksanaan desentralisasi dan otonomi
daerah didukung dengan adanya komponen terbesar dalam alokasi transfer
yaitu dana perimbangan. Dana perimbangan tersebut digunakan oleh
pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan yang baik kepada pihak
urusan pemerintahan daerah, diharapkan dapat diperoleh dari penggalian
sumber PAD. Namun di dalam praktiknya, dana perimbangan merupakan
sumber dana utama bagi pemerintah daerah untuk pelaksanaan otonomi
daerah.
Pemerintah Daerah harus mampu mengalokasikan anggaran daerah
dengan baik. Semakin tinggi tingkat investasi modal diharapkan mampu
meningkatkan kualitas layanan publik yang kemudian menciptakan
kemandirian daerah dengan mengoptimalkan potensi pendapatan yang
dimiliki daerah dan memberikan proposi belanja modal yang lebih besar
untuk pembangunan sektor-sektor produktif di daerah.
Dari Penelitian-penelitian terdahulu, Nuarisa (2013) menyatakan bahwa
PAD berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran belanja modal, DAU
berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran belanja modal dan DAK
berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. Nobianto dan
Hanafiah (2015) menyatakan bahwa PAD, DAU, DAK, DBH, dan tingkat
efektifitas keuangan daerah tahun sebelumnya secara parsial berpengaruh
positif dan signifikan terhadap belanja modal, sedangkan tingkat kemandirian
keuangan daerah tahun sebelumnya secara parsial tidak berpengaruh terhadap
belanja modal. Sharma (2012) menyatakan bahwa pemerintah harus
memastikan bahwa belanja modal dan pengeluaran berulang dikelola dengan
baik dengan cara bahwa itu akan meningkatkan kapasitas produksi bangsa dan
9
studi empiris menunjukkan bahwa pemerintah tingkat provinsi dan daerah
harus diberikan otonomi yang lebih dan otoritas dalam masalah fiskal.
Melalui hasil penelitian yang ditemukan pada beberapa penelitian
terdahulu serta dari fenomena penulis bermaksud untuk menguji kembali
apakah Pendapatan Asli daerah, Dana Alokasi Umum dan dana Alokasi
Khusus memberikan pengaruh terhadap pengalokasian belanja modal.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian
dengan judul “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum
dan Dana Alokasi Khusus terhadap Pengalokasian Belanja Modal pada
Kabupaten/Kota D.I. Yogyakarta”.
B. Batasan Masalah Penelitian
1. Batasan aspek dalam penelitian ini hanya terhadap akuntansi keuangan
daerah saja untuk menjelaskan pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD),
Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap
pengalokasian belanja modal.
2. Dana Perimbangan yang digunakan adalah Dana Alokasi Umum (DAU)
dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
3. Objek penelitian adalah kabupaten dan kota yang ada di D.I. Yogyakarta.
C. Rumusan Masalah Penelitian
Mengacu pada berbagai hal yang telah diuraikan dalam latar belakang
masalah tersebut, maka secara ringkas masalah dalam penelitian ini dapat
1. Apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif signifikan
terhadap pengalokasian belanja modal pada Kabupaten/Kota D.I.
Yogyakarta?
2. Apakah Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif signifikan
terhadap pengalokasian belanja modal pada Kabupaten/Kota D.I.
Yogyakarta?
3. Apakah Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh positif signifikan
terhadap pengalokasian belanja modal pada Kabupaten/Kota D.I.
Yogyakarta?
4. Apakah Pendapartan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU),
dan Dana Alokasi Khusus (DAK) secara bersama-sama berpengaruh
positif signifikan terhadap pengalokasian belanja modal pada
Kabupaten/Kota D.I. Yogyakarta?
D. Tujuan Penelitian
Bagian tujuan penelitian ini akan memberikan gambaran tentang hasil
yang ingin dicapai dari penelitian ini, bagian dari tujuan penelitian akan
menjawab masalah penelitian yang menggambarkan ruang lingkup penelitian,
metode yang digunakan dan hasil yang diharapkan. Sedangkan pada bagian
manfaat penelitian akan dijelaskan mengenai kegunaan penelitian bagi
akademisi, serta bagi peneliti dan institusi itu sendiri dan peneliti selanjutnya.
11
1. Untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh Pendapatan Asli
Daerah (PAD) terhadap pengalokasian belanja modal pada
Kabupaten/Kota D.I. Yogyakarta.
2. Untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh Dana Alokasi
Umum (DAU) terhadap pengalokasian belanja modal pada
Kabupaten/Kota D.I. Yogyakarta.
3. Untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh Dana Alokasi
Khusus (DAK) terhadap pengalokasian belanja modal pada
Kabupaten/Kota D.I. Yogyakarta.
4. Untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh Pendapartan Asli
Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus
(DAK) secara bersama-sama terhadap pengalokasian belanja modal pada
Kabupaten/Kota D.I. Yogyakarta.
E. Manfaat penelitian
Dari beberapa hal yang telah diungkapkan di atas, maka diharapkan penelitian
ini dapat memberikan manfaat teoritis sebagai berikut:
1. Dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan
konsep ilmu akuntansi sektor publik.
Manfaat praktis yang diharapkan adalah:
1. Bagi pemerintah, penulis berharap manfaat hasil penelitian dapat
digunakan sebagai pertimbangan pengambilan kebijakan aparat
2. Bagi Perguruan Tinggi, penelitian ini diharapkan bahwa seluruh tahapan
hasil penelitian diharapkan dapat menjadi dokumen akademik yang
berguna untuk dijadikan acuan bagi sivitas akademika.
3. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
kepada masyarakat tentang bagaimana Pendapatan Asli Daerah (PAD),
Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK)
13
BAB ll
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Teori Organisasi
Teori yang dapat digunakan dalam rujukan penelitian ini adalah teori
organisasi dimana teori organisasi berbicara mengenai bagaimana
organisasi menjalankan fungsinya dan dipengaruhi oleh orang-orang yang
bekerja di dalamnya ataupun masyarakat di lingkup kerja mereka.
Hubungan dengan penelitian ini menggunakan teori organisasi dimana
pemerintah daerah dalam hal menjalankan tugas dan fungsinya dan dalam
menjalankan tugas dan fungsinya tersebut harus tepat dan sesuai terutama
dalam pembahasan penelitian ini adalah tentang ketepatan pengalokasian
belanja modal. Teori organisasi ada beberapa macam antara lain:
a. Teori Klasik
Dalam teori ini organisasi digambarkan sebuah lembaga yang
yang tersentralisasi dan tugas-tugasnya terspesialisasi serta
memberikan petunjuk mekanistik struktural yang kaku tidak
mengandung kreatifitas. Teori organisasi klasik berkembang dalam
tiga aliran yang dibangun atas dasar sebuah anggapan dan dampak
yang sama. Tiga aliran tersebut terdiri dari teori birokrasi, teori
b. Teori Neoklasik
Teori neoklasik dikembangkan dari teori klasik. Teori tersebut
menekankan adanya perbedaan individu dalam organisasi dan
meningkatkan adanya pengaruh faktor sosial budaya terhadap
organisasi. Secara sederhana, teori neoklasik merupakan teori atau
aliran yang menjelaskan hubungan antar manusia. Teori neoklasik
menjelaskan dalam hal pembagian kerja perlu adanya partisipasi,
perluasan kerja dan manajemen button-up.
c. Teori Modern
Teori modern menyatakan bahwa semua unsur organisasi sebagai
satu kesatuan yang saling bergantung dan tidak bisa dipisahkan.
Organisasi merupakan suatu sistem yang terbuka.
2. Teori Desentralisasi
Menurut Soenobo Wirjosoegito (2004), memberikan definisi sebagai
berikut: “Desentralisasi adalah penyerahan wewenang oleh badan-badan
umum yang lebih tinggi kepada badan-badan umum yang lebih rendah
untuk secara mandiri dan berdasarkan pertimbangan kepentingan sendiri
mengambil keputusan pengaturan dan pemerintahan, serta struktur
wewenang yang terjadi dari itu”. Dengan demikian, sistem desentralisasi
mengandung makna pengakuan penentu kebijaksanaan pemerintah
terhadap potensi dan kemampuan daerah dengan melibatkan wakil-wakil
rakyat di daerah dengan menyelenggarakan pemerintahan dan
15
dengan kewajiban masyarakat yang demokratis. Desentralisasi terbagi
menjadi dua jenis, yaitu:
Desentralisasi teritorial adalah otonomi dan batas pengaturannya
adalah daerah. Sedangkan Desentralisasi fungsional adalah otonomi dan
batas pengaturannya adalah jenis fungsi itu sendiri, misalnya dalam hal
pertahanan, kesehatan dan pendidikan.
3. Anggaran Daerah/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Menurut Mardiasmo (2002), anggaran adalah pernyataan mengenai
estimasi suatu kinerja yang akan dicapai dalam periode waktu yang
ditentukan dan dinyatakan dalam ukuran finansial. Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah yang selanjutnya disebut dengan APBD adalah suatu
rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Semua penerimaan daerah dan
pengeluaran daerah harus dicatat dan dikelola dalam APBD. Penerimaan
dan pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka pelaksanaan
tugas-tugas desentralisasi. APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu
sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau
output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. APBD
terdiri dari tiga struktur utama yaitu:
a. Pendapatan daerah adalah semua penerimaan daerah dalam bentuk
kenaikan aktiva dan penurunan utang dalam periode tahun anggaran
Pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Dana
Perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.
b. Belanja daerah adalah pengeluaran dalam bentuk pengurangan ekuitas
lancar yang merupakan kewajiban daerah di dalam satu tahun
anggaran.
c. Pembiayaan adalah semua transaksi keuangan pemerintah daerah,
termasuk di dalamnya penerimaan maupun pengeluaran dengan tujuan
untuk menutup defisit anggaran atau memanfaatkan surplus anggaran.
Anggaran sektor publik dibagi menjadi dua, yaitu anggaran
operasional dan anggaran modal. Anggaran operasional diguanakan untuk
merencanakan kebutuhan sehari-hari dalam menjalankan pemerintahan.
Misalnya adalah belanja rutin yaitu pengeluaran yang manfaatnya hanya
untuk satu tahun anggaran dan tidak dapat menambah aset atau kekayaan
bagi pemerintah. Sedangkan anggaran modal menunjukkan rencana jangka
panjang dan pembelanjaan atas aktiva tetap seperti gedung, peralatan,
kendaraan, perabot, dan sebagainya. Pada dasarnya pemerintah tidak
mempunyai uang yang dimiliki sendiri, sebab seluruhnya adalah
milik publik.
4. Belanja Modal
Menurut Abdul Halim (2008): “Belanja modal merupakan
pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang
memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi”. Penggolongan belanja
17
belanja modal peralatan dan mesin, belanja modal gedung dan bangunan,
belanja modal jalan, irigasi dan jaringan dan belanja modal fisik lainnya.
a. Belanja modal tanah yaitu pengeluaran yang digunakan untuk
pengadaan, pembelian, pembebasan, penyelesaian, balik nama dan
sewa tanah, pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah,
pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan
perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi
siap pakai.
b. Belanja modal peralatan dan mesin yaitu pengeluaran yang digunakan
untuk pengadaan, penambahan, penggantian, dan peningkatan jumlah
peralatan dan mesin, serta inventaris kantor yang memberikan manfaat
lebih dari satu tahun dan sampai dalam kondisi siap pakai.
c. Belanja modal gedung dan bangunan yaitu pengeluaran yang
digunakan untuk pengadaan, penambahan, penggantian, dan termasuk
pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan
pembangunan gedung dan bangunan yang menambah jumlah gedung
dan bangunan sampai dalam kondisi siap pakai.
d. Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan yaitu pengeluaran yang
digunakan untuk pengadaan, penambahan, penggantian, peningkatan
pembangunan, pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran
untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan
jaringan yang menambah jumlah jalan, irigasi dan jaringan sampai
e. Belanja modal fisik lainnya yaitu pengeluaran yang digunakan untuk
pengadaan, penambahan, penggantian, peningkatan pembangunan,
pembuatan dan perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat
dikategorikan ke dalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan
mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan. Termasuk
dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian
barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum,
hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah.
Kriteria belanja modal terdiri dari:
a. Pengeluara bersifat tetap, menambah aset, menambah masa umur, dan
masih dalam kapasitas yang relatif tinggi.
b. Pengeluaran tersebut melebihi batas minimum kapitalis atas aset tetap
suatu pemerintahan.
c. Niat dari pembelanjaan tersebut tidak untuk dibagikan.
d. Suatu belanja dikategorikan sebagai belanja modal apabila pengeluaran
tersebut mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau aset
lainnya yang menambah masa manfaat dan kapasitas, perolehan aset
tetap tersebut diniatkan bukan untuk dijual, pengeluaran tersebut
melebihi minimum kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang telah
ditetapkan oleh pemerintah serta pengeluaran tersebut dilakukan
sesudah perolehan aset tetap atau aset lainnya dengan syarat
19
volume aset yang dimiliki bertambah serta pengeluaran tersebut
memenuhi batasan minimum nilai kapitalisasi aset tetap/aset lainnya.
5. Pendapatan Asli Daerah
Menurut Abdul Halim (2004), Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah
penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya
sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sektor pendapatan daerah
memegang peranan yang sangat penting, karena melalui sektor ini dapat
dilihat sejauh mana suatu daerah dapat membiayai kegiatan pemerintah
dan pembangunan daerah. Adapun kelompok PAD dipisahkan menjadi
tiga jenis pendapatan yaitu :
a. Pajak daerah, merupakan pendapatan daerah yang berasal dari pajak.
Pajak daerah yang dikelola oleh pemerintah provinsi antara lain : pajak
kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, pajak bea balik nama
kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, pajak bahan bakar
bermotor, pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air
permukaan. Pajak yang dipungut oleh kabupaten/kota meliputi: pajak
hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan
jalan, pajak pengambilan dan pengelolahan bahan galian golongan C,
pajak parkir.
b. Retribusi daerah, merupakan pemungutan daerah sebagai pembayaran
atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
badan. Retribusi digolongkan menjadi retribusi jasa umum, retribusi
jasa khusus dan retribusi perijinan tertentu.
c. Hasil pengelolan kekayaan yang dipisahkan, terdiri dari bagian laba
atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah
daerah/negara dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan
milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, merupakan penerimaan
daerah yang berasal dari hasil penjualan aset daerah yang tidak
dipisahkan, penerimaan jasa giro, penerimaan bunga, penerimaan ganti
rugi atas kekayaan daerah, komisi denda keterlambatan pekerjaan, dan
lain-lain.
6. Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan transfer sejumlah dana yang
dialokasikan kepada setiap daerah otonom di dalam setiap tahunnya
sebagai dana yang diguanakan untuk pembangunan. Dana Alokasi Umum
(DAU) merupakan komponen belanja dan komponen pendapatan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta bertujuan untuk
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah sebagai pendanaan
kebutuhan daerah otonom dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU
digolongkan menjadi DAU untuk daerah provinsi dan DAU untuk daerah
kabupaten/kota. Besarnya DAU diterapkan sekurang-kurangnya 25% dari
penerimaan dalam negeri yang dterapkan dalam APBN. DAU ini
21
kabupaten/kota. Kenaikan DAU akan sejalan dengan penyerahan dan
pengalihan kewenangan pemerintah pusat kepada daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi. Jumlah DAU bagi semua daerah provinsi dan
jumlah DAU bagi semua daerah kabupaten/kota masing-masing ditetapkan
setiap tahun dalam APBN. DAU untuk suatu daerah provinsi tertentu
ditetapkan berdasarkan jumlah DAU untuk suatu daerah provinsi yang
ditetapkan dalam APBN dikalikan dengan rasio bobot daerah provinsi
yang bersangkutan, terhadap jumlah bobot seluruh provinsi. Porsi daerah
provinsi ini merupakan persentase bobot daerah provinsi yang
bersangkutan terhadap jumlah bobot semua daerah provinsi di seluruh
Indonesia. Dasar hukum yang melandasi DAU adalah Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah.
7. Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah alokasi dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kepada provinsi/kabupaten/kota
tertentu dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan
urusan pemerintahan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. DAK
termasuk dana perimbangan, di samping Dana Alokasi Umum (DAU).
Jumlah DAK yang telah ditetapkan di dalam setiap tahunnya, didasarkan
oleh pengeluaran yang disesuaikan dengan kebutuhan. DAK dapat
dialokasikan untuk membantu pembiayaan kebutuhan khusus. Kebutuhan
secara umum. Kegiatan yang di luar DAK yaitu biaya persiapan proyek
fisik, biaya administrasi, biaya perjalanan pegawai daerah, biaya penelitian
serta biaya lain-lain umum yang sejenis. Tujuan Dana Alokasi Khusus
(DAK) adalah:
a. Menunjang adanya pembangunan sarana dan prasarana di daerah
daerah tertinggal dan terpincil, pesisir dan pulau-pulau kecil, daerah
perbatasan dengan negara lain, daerah rawan banjir/longsor, serta
daerah ketahanan pangan dan daerah pariwisata.
b. Peningkatan produktivitas perluasan kesempatan kerja dan
diversifikasi ekonomi di daerah pedesaan, melalui kegiatan khusus
di bidang pertanian, kelautan dan perikanan, serta infrastruktur
yang lainnya.
c. Mendanai kegiatan penyediaan sarana dan prasarana fisik
pelayanan dasar masyarakat yang telah merupakan urusan daerah.
d. Mendukung penyediaan prasarana di daerah yang terkena dampak
pemekaran pemerintah kabupaten, kota, dan provinsi melalui
kegiatan khusus di bidang prasarana pemerintahan.
e. Meningkatkan akses penduduk miskin terhadap pelayanan dasar dan
prasarana dasar melalui kegiatan khusus di bidang pendidikan,
kesehatan dan infrastruktur.
f. Mengalihkan secara bertahap tugas pembantuan yang digunakan
untuk mendanai kegiatan-kegiatan yang telah menjadi urusan daerah
23
Pekerjaan Umum, Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen
Kesehatan.
g. Meningkatkan kualitas hidup, mencegah kerusakan lingkungan
hidup, dan pengurangan risiko bencana, serta meningkatkan pelayanan
sarana dan prasarana
h. Meningkatkan sinkronisasi kegiatan yang didanai dari DAK dengan
kegiatan yang didanai dari anggaran Kementrian/Lembaga dan
kegiatan yang didanai dari APBD.
Perhitungan Dana Alokasi Khusus didasarkan pada tiga kriteria:
a. Kriteria umum dirumuskan berdasarkan kemampuan keuangan daerah
yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD setelah dikurangi
belanja Pegawai Negeri Sipil Daerah, kemudian kemampuan keuangan
daerah juga dihitung berdasarkan indeks fiskal netto dan ditetapkan
setiap tahun.
KU=(PAD+DAU+DBH-DBH DR)-Belanja Gaji PNSD Daerah
dengan KU dibawah rata-rata KU secara Nasional adalah daerah yang
menjadi prioritas mendapatkan DAK.
b. Kriteria khusus ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang mengatur penyelenggaraan otonomi khusus (Papua & Papua
Barat) serta karakteristik daerah. Karakteristik daerah meliputi:
1) Daerah Tertinggal;
2) Daerah perbatasan dengan negara lain;
4) Daerah Pesisir;
5) Daerah ketahanan pangan;
6) Daerah potensi pariwisata
Kriteria ini berdasarkan pertimbangan dari berupa kondisi kerusakan
infrastruktur masing-masing bidang DAK dan ditetapkan oleh kementerian
teknis. Proses penetapan DAK dimulai dengan memperhitungkan kriteria
umum kemampuan keuangan daerah atau yang lebih dikenal dengan
Indeks Fiskal Netto (IFN), kemudian memperhitungkan kriteria khusus
dengaan pertimbangan peraturan perundang-undangan. Karakteristik
Daerah yang dituangkan dalam Indeks Fiskal Wilayah (IKW) dan
selanjutanya dinilai dari kriteria teknis yang ditentukan oleh kementerian
teknis. Setelah semuanya diformulasikan akan menjadi Indeks Teknis (IT).
Indeks Fiskal Wilayah dan Teknis (IFWT) dengan formulasi =
f(IFN.IKW.IT). Kemudian akan ditentukan Bobot DAK dengan formulasi
= (IFWT*IKK) kemudian akan dihitung Alokasikan DAK per Bidang
(ADB) = ADB*Pagu per Bidang, setelah itu akan diakumulasi menjadi
13
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Terhadap Belanja Modal Pada Kota dan Kabupaten di Pulau Kalimantan
Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal pada kota dan kabupaten di Pulau Kalimantan. Berdasarkan pengujian secara parsial diketahui bahwa Dana Alokasi Umum tidak berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal pada kota dan kabupaten di Pulau Kalimantan. Berdasarkan pengujian secara parsial diketahui bahwa Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal pada kota dan kabupaten di Pulau Kalimantan. Berdasarkan pengujian secara parsial diketahui bahwa Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal pada kota dan kabupaten di Pulau
26 Anggaran Belanja Modal
Sebagai Variabel
Intervening
Pembangunan Manusia (IPM) melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (PABM). Dana Alokasi Umum (DAU) terbukti berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (PABM). Dana Alokasi Khusus (DAK) terbukti berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (PABM). Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (PABM) yang diproksikan dengan Belanja Modal (BM) terbukti berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
4 Gunantara dan
Dwirandra, 2014
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum pada Pertumbuhan Ekonomi dengan Belanja Modal Sebagai Variabel Permoderasi di Bali
PAD, DAU berpengaruh positif dan siginifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi secara parsial, sedangkan Belanja Modal berpengaruh negatif dan signifikan secara parsial. Hasil uji simultan menunjukkan PAD, DAU, dn belanja Modal berpengaruh secara simultan terhadap Pertumbuhan Ekonomi, sedangkan massuknya Belanja Modal sebagai variabel pemoderasi tidak mampu memoderassi pengaruh DAU terhadap Pertumbuhan Ekonomi.
Analisi Belanja Modal
Pada Pemerintah
Kabupaten/Kota di Jawa
27
Pendapatan Asli Daerah berpenaruh positif dan signifikan pada belanja modal di kabupaten/kota Provinsi Bali tahun anggaran 2007-2011. Dana Alokasi Umum berpangaruh positif dan signifikan pada belanja modal di kabupaten/kota Provinsi Bali tahun anggaran 2007-2011. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran berpengaruh positif dan signifikan pada belanja modal di kabupaten/kota Provinsi Bali anggaran 2007-2011. Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh signifikan pada belanja modal di kabupaten/kota Provinsi Bali tahun anggaran 2007-2011. Pendapatan asli Daerah merupakan variabel yang paling dominan diantara variabel lainnya yang mempengaruhi belanja modal di kabupaten/kota di Provinsi Bali
Pengaruh Pendapatan Asli
Daerah, Dana
Perimbangan dan Kinerja Keuangan Terhadap Alokasi Belanja Modal
pada Pemerintah
Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat
PAD, DAU, DAK, DBH, dan Tingkat Efektifitas Keuangan Daerah Tahun Sebelumnya secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Modal, sedangkan Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Tahun Sebelumnya secara parsial tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal.
Pertama, Pemerintah harus memastikan bahwa belanja modal dan pengeluaran berulang dikelola dengan baik dengan cara bahwa itu akan meningkatkan kapasitas produksi bangsa dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Kedua, pemerintah harus meningkatkan investasi pada energi, transportasi dan sektor komunikasi, karena
28
pemerintah harus mendorong pendidikan dan sektor kesehatan melalui peningkatan pendanaan, serta memastikan bahwa sumber daya yang dikelola dengan baik dan digunakan untuk pengembangan pendidikan dan jasa kesehatan. Terakhir pemerintah harus meningkatkan pendanaan anti korupsi atau lembaga anti korupsi seperti Economic and Financial Crime Commission, (EFCC) Commission for investigation of abuse of authority (CIAA), dan Independent Corrupt Practices Commission (ICPC) audit dan instansi akuntansi untuk menangkap dan menghukum mereka yang mengalihkan dan menggelapkan dana publik.
9 Felix, 2012 Analysis Of The
Effectiveness Of Capital Expenditure Budgeting In The Local Goverment System Of Ondo State, Nigeria.
Hasil analisis empiris menunjukkan bahwa ada efektivitas alokasi anggaran modal dan pengeluaran di daerah ini. Sembilan pemerintah daerah yang menjadi sampel untuk penelitian ini. Semua sembilan pemerintah daerah dapat dikatakan menunjukkan efektivitass alokasi anggaran modal dan pengeluaran kecuali untuk beberapa proyek.
Contribution of Fiscal Deccentralization to
Economic Growth:
Evidence from Pakistan
Berdasarkan hasil studi empiris menunjukkan bahwa pemerintah tingkat provinsi dan daerah harus diberikan otonomi yang lebih dan otoritas
13 C. Hipotesis
1. Pengaruh PAD terhadap Pengalokasian Belanja Modal
Penerimaan daerah akan mempengaruhi anggaran belanja
pemerintah daerah. Dalam hal ini pengeluaran berbanding lurus dengan
penerimaan. Salah satu yang menjadi tujuan utama dalam desentralisasi
fiskal adalah menciptakan kemandirian suatu daerah. Pemerintah daerah
harus menggali sumber-sumber keuangan lokal secara efektif dan
optimal, terutama melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD). Menurut
Mardiasmo (2002): “Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang
diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah hasil perusahaan milik
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
pendapatan asli daerah.” Semakin tinggi PAD, maka dana yang dimiliki
oleh pemerintah daerah akan semakin tinggi yang akan mempengaruhi
tingkat kemandirian daerah. Sehingga jika PAD meningkat, maka
kemampuan daerah untuk melakukan suatu pengeluaran belanja modal
juga akan mengalami peningkatan. Nobianto dan Hanafiah (2015)
menyatakan bahwa PAD, DAU, DAK, DBH, dan tingkat efektifitas
keuangan daerah tahun sebelumnya secara parsial berpengaruh positif dan
signifikan terhadap belanja modal, sedangkan tingkat kemandirian
keuangan daerah tahun sebelumnya secara parsial tidak berpengaruh
terhadap belanja modal. Sugiarthi dan Supadmi (2014) menyatakan bahwa
Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif signifikan pada belanja modal
14 (2013) menyatakan bahwa PAD berpengaruh terhadap pengalokasian
anggaran belanja modal, DAU berpengaruh terhadap pengalokasian
anggaran belanja modal dan DAK berpengaruh terhadap pengalokasian
anggaran belanja modal. Sharma (2012) menyatakan bahwa pemerintah
harus memastikan bahwa belanja modal dan pengeluaran berulang dikelola
dengan baik dengan cara bahwa itu akan meningkatkan kapasitas produksi
bangsa dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Faridi (2011)
menyatakan bahwa hasil studi empiris menunjukkan bahwa pemerintah
tingkat provinsi dan daerah harus diberikan otonomi yang lebih dan
otoritas dalam masalah fiskal. Berdasarkan uraian tersebut dapat
diturunkan hipotesis sebagai berikut:
H1: Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif signifikan
terhadap pengalokasian belanja modal
2. Pengaruh DAU terhadap Pengalokasian Belanja Modal
Desentralisasi merupakan dasar pelaksanaan di dalam pembiayaan
pemerintah daerah. Desentralisasi dilakukan dengan cara pemberian dana
perimbangan untuk pemerintah daerah. DAU merupakan transfer sejumlah
dana yang dialokasikan kepada setiap daerah otonom di dalam setiap
tahunnya sebagai dana yang digunakan untuk pembangunan. Dalam
jangka panjang, dana transfer/perimbangan akan mempengaruhi belanja
modal dan berkurangnya jumlah dana transfer/perimbangan bisa
mengakibatkan menurunnya pengeluaran belanja modal. Hal ini berarti
15 oleh DAU. Nobianto dan Hanafiah (2015) menyatakan bahwa PAD, DAU,
DAK, DBH, dan tingkat efektifitas keuangan daerah tahun sebelumnya
secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja modal,
sedangkan tingkat kemandirian keuangan daerah tahun sebelumnya secara
parsial tidak berpengaruh terhadap belanja modal. Nuarisa (2013)
menyatakan bahwa PAD berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran
belanja modal, DAU berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran
belanja modal dan DAK berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran
belanja modal. Sharma (2012) menyatakan bahwa pemerintah harus
memastikan bahwa belanja modal dan pengeluaran berulang dikelola
dengan baik dengan cara bahwa itu akan meningkatkan kapasitas produksi
bangsa dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Faridi (2011)
menyatakan bahwa hasil studi empiris menunjukkan bahwa pemerintah
tingkat provinsi dan daerah harus diberikan otonomi yang lebih dan
otoritas dalam masalah fiskal. Berdasarkan uraian tersebut dapat
diturunkan hipotesis sebagai berikut:
H2: Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif signifikan terhadap
pengalokasian belanja modal
3. Pengaruh DAK terhadap Pengalokasian Belanja Moda
Perwujudan dari otonomi daerah adalah penyerahan keuangan antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hal ini dapat diketahui
dengan adanya dana perimbangan. Salah satu dana perimbangan adalah
16 dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan
pemerintahan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Dalam jangka
panjang, dana transfer/perimbangan akan mempengaruhi belanja modal
dan berkurangnya jumlah dana transfer/perimbangan bisa
memgakibatkan menurunnya pengeluaran belanja modal. Hal ini berarti
bahwa belanja daerah termasuk di dalamnya belanja modal dipengaruhi
oleh DAK. Nobianto dan Hanafiah (2015) menyatakan bahwa PAD, DAU,
DAK, DBH, dan tingkat efektifitas keuangan daerah tahun sebelumnya
secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja modal,
sedangkan tingkat kemandirian keuangan daerah tahun sebelumnya secara
parsial tidak berpengaruh terhadap belanja modal. Nuarisa (2013)
menyatakan bahwa PAD berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran
belanja modal. DAU berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran
belanja modal dan DAK berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran
belanja modal. Sharma (2012) menyatakan bahwa Pemerintah harus
memastikan bahwa belanja modal dan pengeluaran berulang dikelola
dengan baik dengan cara bahwa itu akan meningkatkan kapasitas produksi
bangsa dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Faridi (2011)
menyatakan bahwa hasil studi empiris menunjukkan bahwa pemerintah
tingkat provinsi dan daerah harus diberikan otonomi yang lebih dan
17 Berdasarkan uraian tersebut dapat diturunkan hipotesis sebagai berikut:
H3: Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh positif signifikan terhadap
pengalokasian belanja modal
4. Pengaruh PAD, DAU, dan DAK terhadap Pengalokasian Belanja Modal
Menurut Sidik (2002), ciri utama yang menunjukkan suatu daerah
otonom mampu berotonomi terletak pada kemampuan keuangan daerah.
Artinya, daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan
untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan
menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Ketergantungan kepada
bantuan pusat harus seminimal mungkin, sehingga PAD khususnya pajak
dan retribusi daerah harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang
didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai
prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara yaitu dengan
transfer DAU dan DAK. Nobianto dan Hanafiah (2015) menyatakan
bahwa PAD, DAU, DAK, DBH, dan tingkat efektifitas keuangan daerah
tahun sebelumnya secara parsial berpengaruh positif dan signifikan
terhadap belanja modal, sedangkan tingkat kemandirian keuangan daerah
tahun sebelumnya secara parsial tidak berpengaruh terhadap belanja
modal. Nuarisa (2013) menyatakan bahwa PAD berpengaruh terhadap
pengalokasian anggaran belanja modal, DAU berpengaruh terhadap
18 pengalokasian anggaran belanja modal. Sharma (2012) menyatakan bahwa
pemerintah harus memastikan bahwa belanja modal dan pengeluaran
berulang dikelola dengan baik dengan cara bahwa itu akan meningkatkan
kapasitas produksi bangsa dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Faridi
(2011) menyatakan bahwa hasil studi empiris menunjukkan bahwa
pemerintah tingkat provinsi dan daerah harus diberikan otonomi yang
lebih dan otoritas dalam masalah fiskal. Berdasarkan uraian tersebut dapat
diturunkan hipotesis sebagai berikut:
H4: Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan
Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh positif signifikan terhadap
pengalokasian belanja modal
D. Model Penelitian
Jenis Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yakni untuk mengetahui
pengaruh antara variabel X terhadap variabel Y. Dengan metode yang
digunakan adalah metode kuantitatif. Melalui metode ini dapat dilihat masalah
yang akan diteliti pada masing-masing variabel. Dalam penelitian yang
mempelajari suatu pengaruh, terdapat variabel penyebab (X) atau variabel
bebas, variabel akibat (Y) atau variabel terikat. Dalam penelitian ini variabel
bebas yaitu Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi
Khusus. Sedangakan variabel terikatnya yaitu belanja modal. Sehingga, dapat
digambarkan model penelitian pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana
Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap pengalokasian belanja
19 Gambar: 2.1
Kerangka Pemikiran PAD (X1)
BELANJA MODAL (Y) DAU (X2)
DAK (X3)
+
+
+
36 A. Objek/Subyek Penelitian
Obyek yang digunakan di dalam penelitian ini adalah pada
Kabupaten/Kota D.I. Yogyakarta. Populasi dalam penelitian ini adalah
Kabupaten/Kota D.I. Yogyakarta yang terdiri dari 4 Kabupaten dan 1 Kota
tahun 2006-2015. Jenis data yang digunakan adalah berupa data sekunder dari
Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemda
Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu data Pendapatan Asli
Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus serta belanja modal
yang diakses melalui situs resmi Dirjen Perimbangan Keuangan Daerah
melalui internet dan Biro Pusat Statistik (BPS). Metode penelitian
menggunakan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung saat ini atau saat yang lampau. Penelitian ini tidak mengadakan manipulasi atau pengubahan pada variabel-variabel bebas, tetapi menggambarkan suatu kondisi apa adanya. Penggambaran kondisi bisa individual atau menggunakan angka-angka (Sukmadinata, 2006:5). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dengan periode waktu dari tahun 2006 sampai
37
B. Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder
adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber
yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh
dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal,
dan lain-lain.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan data yang berasal dari dokumen. Menurut Sugiyono (2008),
dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa
berbentuk tulisan, gambaran, atau karya monumental dari seseorang.
Dokumen yang bebentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan,
biografi, peraturan, kebijakan.
D. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel Dependen (Y)
Variabel dependen atau variabel terikat adalah variabel yang
dipengaruhi oleh adanya variabel bebas atau variabel independen. Besar
kecilnya perubahan pada variabel dependen tergantung dari besar kecilnya
variabel bebas atau variabel Independen. Variabel dependen atau variabel
terikat di dalam penelitian ini adalah belanja modal (Y). Menurut
untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih
dari satu periode akuntansi.”
2. Variabel Dependen (X)
Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang
mempengaruhi/menjadi penyebab berubahnya/timbulnya variabel
dependen atau variable terkait.
a. Pendapatan Asli Daerah (X1)
Menurut Mardiasmo (2002): “Pendapatan Asli Daerah adalah
penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah hasil
perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah.”
b. Dana Alokasi Umum (X2)
Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi.
c. Dana Alokasi Khusus (X3)
Dana Alokasi Khusus merupakan dana yang bersumber dari APBN
yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu
mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai
39
E. Uji Kualitas Data 1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah model dalam model
regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal
(Ghozalli, 2005). Jika terdapat normalitas, maka residual akan terdistribusi
secara normal dan independen yaitu perbedaan antara nilai prediksi dengan
skor yang sesungguhnya atau error akan terdistribusi secara simetri di
sekitar nilai means sama dengan nol. Uji normalitas dapat juga dilihat
melalui grafik histogram dan grafik normal plot.
2. Uji Multokolinearitas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukannya adanya korelasi antar variabel bebas (independent). Model
yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen
(Ghozalli, 2005). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas
dapat dilihat dari (1) nilai tolerance dan lawannya (2) variance inflation
factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen
manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Tolerance
mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak
dijelaskan oleh variabel independen lainnya, jadi nilai tolerance yang
dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai
Tolerance<0 atau sama dengan nilai VIF>10.
3. Uji Autokorelasi
Uji ini berguna untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode saat ini dengan
kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya. Masalah ini timbul
karena variabel pengganggu tidak bebas dari satu observasi ke observasi
lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data time series. Menurut Ghozalli
(2005), Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi
linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Pada penelitian ini,
autokorelasi diuji dengan menggunakan uji runs test. Uji runs test ini
dipergunakan untuk melihat apakah data residual bersifat acak atau tidak.
Bila tidak acak, berarti terjadi masalah autokorelasi. Residual regresi
diolah dengan uji runs tests, kemudian dibandingkan dengan tingkat
signifikasi (α) 0,05 yang dipergunakan. Apabila nilai hasil uji run
testlebih besar daripada tingkat signifikasi (α) 0,05, maka tidak terdapat
masalah autokorelasi pada data yang diuji.
4. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas ini dimaksudkan untuk menguji apakah
dalam sebuah model regresi telah terjadi ketidaksamaan varian dari