• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI STRATEGI ALIANSI INSTALASI FARMASI TERHADAP PERWUJUDAN KEUNGGULAN KOMPETITIF RUMAH SAKIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EVALUASI STRATEGI ALIANSI INSTALASI FARMASI TERHADAP PERWUJUDAN KEUNGGULAN KOMPETITIF RUMAH SAKIT"

Copied!
207
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI STRATEGI ALIANSI INSTALASI FARMASI TERHADAP PERWUJUDAN KEUNGGULAN KOMPETITIF RUMAH SAKIT

TESIS

ANDHIKA SETIAWAN 20111050004

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN RUMAH SAKIT PROGRAM PASCA SARJANA

(2)

PERWUJUDAN KEUNGGULAN KOMPETITIF RUMAH SAKIT

TESIS

ANDHIKA SETIAWAN 20111050004

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN RUMAH SAKIT PROGRAM PASCA SARJANA

(3)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, semua pihak yang dikutip maupun yang ditunjuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Andhika Setiawan

NIM : 20111030004

Tanggal :

Yogyakarta, Peneliti

(4)

TESIS

EVALUASI STRATEGI ALIANSI INSTALASI FARMASI TERHADAP PERWUJUDAN KEUNGGULAN KOMPETITIF RUMAH SAKIT

(studi kasus di rumah sakit Permata Husada Group)

Oleh :

ANDHIKA SETIAWAN 20111030004

Telah diseminarkan hasil tesis di hadapan penguji pada tanggal 29 Desember 2015

Ketua tim penguji: Dr.Nur Hidayah,M.M . (………....)

Dosen Pembimbing Tesis :Prof. Dr. Heru Kurnianto T (………)

Akademisi : dr. Ekorini Listiowati,MMR. (………)

Akademisi : dr. Maria Ulfa, MMR (…..…..………)

Mengetahui

Ketua Program Studi Magister Manajemen Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

(5)
(6)

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ―Evaluasi strategi aliansi instalasi farmasi terhadap perwujudan keunggulan kompetitif rumah sakit”. Penulisan tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Manajemen Rumah Sakit pada Program Studi Magister Manajemen Rumah Sakit Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Peneliti menyadari bahwa penulisan tesis ini dapat diselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan :

1. Prof.Dr.Heru Kurnianto Tjahjono selaku pembimbing I yang dengan penuh kesabaran membimbing, memberikan saran dan solusi dalam penyusunan tesis ini.

2. Dr. Achmad Nurmandi,MSc. Selaku Ketua Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. dr.Erwin Santoso,Sp.A selaku Ketua Program Studi Magister Manajemen Rumah Sakit.

4. Direktur RS Permata Husada dr. I Putu Cahya Legawa., direktur RS Pelita Husada dr. Aji, dan direktur RS Purwa Husada dr. Sujoko,M.Kes. yang telah memberikan ijin penelitian.

5. Seluruh staf pengajar dan administrasi Program Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini.

6. Kepala Puskesmas Nglipar II dan rekan rekan yang telah membantu dalam memberikan dukungan dan semangat.

7. Seluruh responden yang telah membantu penulis selama proses penelitian 8. Istri dan kedua anakku yang telah memberikan semangat tiada henti dan

(7)

bantuan selama penyusunan tesis.

10.Seluruh rekan-rekan mahasiswa Program Magister Manajemen Rumah Sakit yang telah memberikan dukungan.

Penulis menyadari penulisan tesis ini masih belum sempurna, mohon kritik dan saran yang bersifat membangun.

Yogyakarta, September 2016

(8)

EVALUASI STRATEGI ALIANSI INSTALASI FARMASI TERHADAP PERWUJUDAN KEUNGGULAN KOMPETITIF RUMAH SAKIT

Setiawan A¹,Tjahjono.K.²

¹RS PKU Muhammadiyah Wonosari,Email:andhikasetiawan85@gmail.com

²Program Studi Magister Manajemen Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Aliansi strategis didefinisikan sebagai kesepakatan antara dua atau lebih organisasi untuk kepentingan kerjasama yang berkelanjutan dan menanggung risiko maupun keuntungan bersama. Pilihan melakukan aliansi pengumpulan pembiayaan secara kolektif dapat mengurangi ketergantungan pembiayaan rutin pada produk, mengurangi efek pasar yang fluktuatif, mengurangi terjadinya risiko permintaan, memperoleh keuntungan bersama, dan mengamankan rantai pasokan. Aliansi strategis yang dilakukan akan menguntungkan karena dapat menurunkan pembiayaan untuk melakukan ―produksi” dan meningkatkan nilai tambah rumah sakit, dengan peningkatan kualitas operasional, meningkatkan inovasi dan pembelajaran rumah sakit, peningkatan teknologi, berbagi informasi, serta akses konsultasi

Desain penelitian dengan menggunakan mixed method. Metode kuantitatif dengan menggunakan kuesioner sebanyak 23 pertanyaan. Sedangkan metode kualitatif menggunakan teknik in depth interview terhadap manajer dan staf yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan strategi aliansi.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang positif antara evaluasi strategi aliansi dengan keunggulan kompetitif rumah sakit (P value=0,000) dan dikuatkan dengan hasil in depth-interview dari 2 responden yang menyatakan bahwa strategi alinasi dapat meningkatkan proses ketersediaan obat,potongan harga obat dan harga jual obat yang merupakan perwujudan kompetitif rumah sakit.

Kesimpulan penelitian ini adalah strategi evaluasi aliansi dapat meningkatkan keunggulan kompetitif di rumah sakit.

(9)

STRATEGIC ALLIANCES EVALUATION AT PHARMACY INSTALLATION MANIFESTATION IN HOSPITAL COMPETITIF

ADVANTAGE

The strategic alliance is defined as an agreement between two or more organizations for the benefit of ongoing collaboration and bear the risks and benefits together. Options alliances collection collective financing to reduce dependence on the routine financing of products , reduce the effects of the fl uctuating market , reduce the risk of demand , obtaining mutual benefits , and securing the supply chain . Strategic alliances that do will benefit because it can lower the financing to do the " production " and increase the added value of the hospital , with the improvement of operational quality , increase innovation and teaching hospitals, upgrading technology , share information, and access to consultation.

The research design was mixed method . Quantitative methods using questionnaires as many as 23 questions . While qualitative methods using the technique of in depth interviews with managers and staff responsible for execution of strategic alliances.

The results showed that there was positive relationship between the evaluation of a strategic alliance with a competitive advantage hospital ( P value = 0.000 ) and confirmed by the results in depth- interviews of two respondents stated that the strategy alliance could increase the availability of drugs , cuts drug prices and selling prices which is a manifestation of competitive drug hospital.

The conclusion of this study is the evaluation of strategic alliances can increase competitive advantage in the hospital .

(10)
(11)
(12)

EVALUASI STRATEGI ALIANSI INSTALASI FARMASI TERHADAP PERWUJUDAN KEUNGGULAN KOMPETITIF RUMAH SAKIT

Setiawan A¹,Tjahjono.K.²

¹RS PKU Muhammadiyah Wonosari,Email:andhikasetiawan85@gmail.com

²Program Studi Magister Manajemen Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Aliansi strategis didefinisikan sebagai kesepakatan antara dua atau lebih organisasi untuk kepentingan kerjasama yang berkelanjutan dan menanggung risiko maupun keuntungan bersama. Pilihan melakukan aliansi pengumpulan pembiayaan secara kolektif dapat mengurangi ketergantungan pembiayaan rutin pada produk, mengurangi efek pasar yang fluktuatif, mengurangi terjadinya risiko permintaan, memperoleh keuntungan bersama, dan mengamankan rantai pasokan. Aliansi strategis yang dilakukan akan menguntungkan karena dapat menurunkan pembiayaan untuk melakukan “produksi” dan meningkatkan nilai tambah rumah sakit, dengan peningkatan kualitas operasional, meningkatkan inovasi dan pembelajaran rumah sakit, peningkatan teknologi, berbagi informasi, serta akses konsultasi

Desain penelitian dengan menggunakan mixed method. Metode kuantitatif dengan menggunakan kuesioner sebanyak 23 pertanyaan. Sedangkan metode kualitatif menggunakan teknik in depth interview terhadap manajer dan staf yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan strategi aliansi.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang positif antara evaluasi strategi aliansi dengan keunggulan kompetitif rumah sakit (P value=0,000) dan dikuatkan dengan hasil in depth-interview dari 2 responden yang menyatakan bahwa strategi alinasi dapat meningkatkan proses ketersediaan obat,potongan harga obat dan harga jual obat yang merupakan perwujudan kompetitif rumah sakit.

Kesimpulan penelitian ini adalah strategi evaluasi aliansi dapat meningkatkan keunggulan kompetitif di rumah sakit.

(13)

STRATEGIC ALLIANCES EVALUATION AT PHARMACY INSTALLATION MANIFESTATION IN HOSPITAL COMPETITIF

ADVANTAGE

The strategic alliance is defined as an agreement between two or more organizations for the benefit of ongoing collaboration and bear the risks and benefits together. Options alliances collection collective financing to reduce dependence on the routine financing of products , reduce the effects of the fl uctuating market , reduce the risk of demand , obtaining mutual benefits , and securing the supply chain . Strategic alliances that do will benefit because it can lower the financing to do the " production " and increase the added value of the hospital , with the improvement of operational quality , increase innovation and teaching hospitals, upgrading technology , share information, and access to consultation.

The research design was mixed method . Quantitative methods using questionnaires as many as 23 questions . While qualitative methods using the technique of in depth interviews with managers and staff responsible for execution of strategic alliances.

The results showed that there was positive relationship between the evaluation of a strategic alliance with a competitive advantage hospital ( P value = 0.000 ) and confirmed by the results in depth- interviews of two respondents stated that the strategy alliance could increase the availability of drugs , cuts drug prices and selling prices which is a manifestation of competitive drug hospital.

The conclusion of this study is the evaluation of strategic alliances can increase competitive advantage in the hospital .

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Industri pelayanan kesehatan merupakan salah satu industri yang sangat

dinamis sejak memasuki abad kedua puluh satu. Dinamika perubahan tidak hanya berlangsung di lingkungan eksternal, tetapi juga lingkungan internal sehingga rumah sakit harus mempertimbangkan persaingan dan kompetisi. Faktor-faktor lingkungan

eksternal memiliki dampak bagi Chief Executive officer (CEO) dan staf–stafnya (Ayuningtyas, 2011). Para pemegang kendali rumah sakit memiliki peran strategis

sekaligus memiliki tanggung jawab yang berat untuk dapat tetap berdaya saing tinggi. Karena mengingat persaingan secara alamiah terjadi, strategi yang diputuskan oleh para manajer puncak akan sangat memengaruhi performa rumah sakit.

Dalam era persaingan industri kesehatan (rumah sakit) yang sangat dinamis, keunggulan kompetitif suatu rumah sakit akan menjadikan institusi tersebut memiliki

eksistensi di mata masyarakat. Gambaran mengenai makna keunggulan kompetitf adalah ketika perusahaan (rumah sakit) mampu menyampaikan manfaat seperti

pesaing-pesaingnya, tetapi dengan biaya/cost lebih rendah (cost advantage)

(15)

menjadikan suatu perusahaan menciptakan nilai superior (superior value) bagi

customer-nya dan keuntungan superior bagi perusahaan itu sendiri (Himawan 2011).

Di banyak negara telah terjadi peningkatan tekanan pada sistem kesehatan dan situaasi penurunan pertumbuhan kemampuan pembiayaan kesehatan (OECD; 2011)

sehingga menimbulkan situasi yang mengharuskan penyedia pelayanan kesehatan untuk meningkatkan kemampuan efisiensi mereka, tetapi tanpa mengorbankan kepuasan pelanggan (pelanggan tetap pada level kepuasan yang sama dalam hal

pelayanan yang diberikan). Untuk menjadi efisien dan tetap memuaskan pelanggan (bernilai) diperlukan inovasi termasuk dengan menerapkan teknologi baru, strategi

dan struktur organisasi, fasilitas, dan kerjasama yang baru (Porter, 2006).

Untuk mencapai level kinerja, level kompetitif, atau pelayanan yang diinginkan, rumah sakit kadang belum memiliki sumber dayanya sendiri (Boex et.al

2001). Untuk mengatasi hal tersebut, rumah sakit sebagai suatu organisasi perlu untuk berkolaborasi dengan entitas organisasi lain yang bertujuan untuk: 1).

mengurangi risiko biaya, risiko perkembangan teknologi, dan juga penetrasi pasar; 2). mencapai skala ekonomi dalam proses produksi; 3). mengurangi waktu yang

dibutuhkan untuk melakukan komersialisasi produk baru; dan 4). mempromosikan pembelajaran bersama-sama (Tidd et.al 2005).

Keunggulan kompetitif rumah sakit dibuat secara simultan dan direksional di

mana manajer puncak dan pemilik organisasi menentukan arah strategis untuk mencapainya. Salah satu bentuk strategis yang penting adalah dengan menjalin relasi

(16)

industri farmasi dan alat kesehatan untuk menekan biaya dan mendapatkan real time logistic serta membangun kemitraan dengan industri asuransi kesehatan mengingat

kecenderungan pembiayaan kesehatan semakin meningkat.

Di lain sisi lain, tinjauan yang dilakukan oleh Hidayatillah di rumah sakit

Islam Klaten menyatakan bahwa pengeluaran dan pendapatan terbesar obat adalah pada instalasi farmasi. Untuk itu, jika masalah perbekalan obat tidak dikelola secara cermat dan penuh tanggung jawab, diprediksikan bahwa pendapatan rumah sakit akan

mengalami penurunan. Dengan demikian diperlukan strategi pengembangan pengelolaan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Islam Klaten melalui faktor

internal dan eksternal yang ada. Laporan tersebut juga menunjukkan bahwa instalasi farmasi merupakan salah business unit yang strategis yang layak diangkat menjadi keunggulan kompetitif apabila dikelola dengan optimal.

Aliansi strategis didefinisikan sebagai kesepakatan antara dua atau lebih organisasi untuk kepentingan kerjasama yang berkelanjutan dan menanggung risiko

maupun keuntungan bersama (Zajac, D‟Aunno, dan Burns, 2006).

Thompson dan Strickland (2012) mengungkapkan bahwa model menjalankan

perusahaan di masa lalu adalah sebagian besar berkembang sendiri, mereka percaya bahwa akan berhasil atau dapat berdiri sendiri, dapat berkembang dengan menggunakan sumber dayanya sendiri dan dengan caranya sendiri, kemudian akan

berhasil di dalam pasar yang mereka bentuk sendiri. Namun saat ini, bahkan perusahaan besar (meskipun mereka telah sukses dan memiliki dukungan finansial

(17)

yang bagus dan menjanjikan keuntungan ekonomi. Ketika perusahaan perlu untuk menguatkan posisi kompetitif, faktor diferensiasi, melakukan peningkatan efisiensi,

atau menguatkan posisi tawarnya, rute tercepat dan paling efektif adalah melalui kerjasama dengan perusahaan lain yang memiliki tujuan yang mirip dan kemampuan

tambahan yang serupa juga. Selain itu, kerja sama akan memberikan fleksibilitas lebih pada sumber daya perusahaan atau tujuan yang senantiasa berubah.

Rumah sakit yang dalam era ini terlibat secara langsung di dalam persaingan

industri kesehatan memiliki pilihan untuk melakukan aliansi strategis dengan rumah sakit lain atau institusi lain untuk meningkatkan daya saingnya, baik dengan

melakukan aliansi rantai nilai maupun aliansi pengumpulan pembiayaan (Zajac,

D‟Aunno, dan Burns, 2006). Pilihan melakukan aliansi pengumpulan pembiayaan

secara kolektif dapat mengurangi ketergantungan pembiayaan rutin pada produk

manufaktur, mengurangi efek pasar yang fluktuatif, mengurangi terjadinya risiko permintaan, memperoleh keuntungan bersama, dan mengamankan rantai pasokan

(Schneller & Smeltzer, 2006; Zajac et al., 2006). Aliansi strategis yang dilakukan akan menguntungkan karena dapat menurunkan pembiayaan untuk melakukan ―produksi” dan meningkatkan nilai tambah rumah sakit, dengan peningkatan kualitas

operasional, meningkatkan inovasi dan pembelajaran rumah sakit, peningkatan teknologi, berbagi informasi, serta akses konsultasi (Burns & Lee, 2008)

Rumah sakit Permata Husada, merupakan rumah sakit umum, milik swasta yang berlokasi di Kabupaten Bantul. Rumah Sakit Permata Husada merupakan salah

(18)

organisasi (grup) yang sama. Potensi untuk melakukan aliansi sangatlah besar, terutama dalam melakukan aliansi di bidang pelayanan kefarmasian. Dengan melihat

potensi pelayanan kefarmasian yang besar tapi belum diiringi dengan evaluasi strategi aliansi kefarmasian yang optimal, peneliti meyakini bahwa diperlukan penelitian

lebih lanjut mengenai evaluasi strategi aliansi yang telah berjalan sekaligus untuk mengetahui juga apakah perspektif pengelola terhadap aliansi stratejik instalasi farmasi akan memengaruhi keoptimalan maupun ketidakoptimalan strategi tersebut.

B. PERUMUSAN MASALAH

Rumah Sakit Permata Husada merupakan satu bagian dari dua rumah sakit lainnya yang tergabung di dalam grup rumah sakit memiliki potensi yang besar di dalam dalam pelayanan kefarmasian. Persaingan pelayanan rumah sakit di era saat ini

semakin ketat dan pengelola membutuhkan strategi jitu salah satunya di dalam pelayanan kefarmasian untuk mencapai keunggulan kompetitif rumah sakit.

Rumah Sakit Permata Husada telah melakukan pengelolaan instalasi farmasi sebagai bentuk strategi aliansi dalam grup rumah sakit. Namun sayangnya evaluasi

terhadap pelaksanaan strategi tersebut belum pernah dilakukan. Dari hal ini peneliti tertarik untuk mendalami evaluasi terhadap pelaksanaan strategi aliansi instalasi farmasi pada ketiga grup Rumah Sakit Permata Husada bahwa apakah strategi

(19)

C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan Umum Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh strategi aliansi di instalasi farmasi Rumah Sakit Permata Husada.

Tujuan Khusus Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh pelaksanaan strategi aliansi instalasi dalam mencapai keunggulan kompetitif instalasi farmasi pada tingkat manajer korporasi, manajer

puncak, sampai staf yang terlibat dalam strategi aliansi.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Memberikan gambaran komprehensif tentang perpektif manajer puncak dan manajer korporasi terhadap strategi aliansi di instalasi farmasi untuk mencapai

keunggulan kompetitif.

2. Menjadi dasar evaluasi peningkatan kualitas strategi aliansi yang telah berjalan

sebelumnya.

E. KEASLIAN PENELITIAN

1. Pada tesis yang ditulis oleh Budi Mulyono, Program Studi Magister Manajemen Jurusan Ilmu-ilmu sosial dengan judul Aliansi Strategik Instalasi

Laboratorium Klinik RSUP DR .Sardjito dengan Bagian Patologi Klinik FKUGM (pilihan strategi menghadapi Future Competitif Landscape

(20)

instalasi laboratorum klinik yang beraliansi dengan laboratorium patologi klinik UGM. Penelitian itu dilakukan dengan titik tekan analisis potensi

masing masing organisasi. Pada penelitian yang akan dilaksanakan di RS Permata Husada akan meninjau pandangan manajer dari level korporasi

hingga level instalasi dalam mengelola instalasi farmasi dan melakukan tinjauan mendalam tentang pandangan mereka mengenai aliansi strategis instalasi farmasi pada rumah sakit yang berbasis pengelolaan grup.

2. Pada penelitian yang dilakukan oleh Lawton R. Burns dan J.Andrew Lee yang berjudul Hospital purchasing alliances: Utilization, services, and Performance

tahun 2008 mengemukakan bahwa aliansi pembiayaan keperluan operasional umum di rumah sakit banyak keuntungannya dan banyak bernilai kompetitif terhadap pelayanan kesehatan rumah sakit. Metode yang digunakan adalah

survey penggunaan aliansi strategi di Amerika dan analisis tentang performa aliansi pembiayaannya. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada

penelitian yang akan dilaksanakan memfokuskan pada instalasi farmasi dan mencoba menggali secara studi kasus keuntungan kompetitif yang didapatkan.

3. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hartani Himawan dengan judul Analisis Keunggulan Kompetitif Poliklinik Gigi dan Mulut RS Husada Jakarta tahun 2011 dilakukan analisis keunggulan kompetitif pada pelayanan kesehatan di

poliklinik gigi dan mulut. Penelitian ini dilakukan dengan titik tekan pada faktor yang memengaruhi keunggulan kompetitif yang dapat dijadikan aset

(21)

4. Pada penelitian Jessica Winata dan Devi yang berjudul Analisa Pengaruh Aliansi Stratejik Terhadap Keunggulan Bersaing dan Kinerja Perusahaan,

dilakukan analisis pengaruh aliansi stratejik terhadap keunggulan kompetitif sebuah perusahaan di Surabaya dengan menggunakan 2 indikator variabel

aliansi stratejik (relational capital dan conflict management) dan 5 indikator keunggulan kompetitif (harga, kualitas, pengiriman yang dapat diandalkan, inovasi, dan time to market). Perbedaan dengan penelitian ini adalah indikator

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TELAAH PUSTAKA

Menurut Craven dan Piercy (2006; hal 202 – 204) aliansi strategis merupakan kerjasama antara dua perusahaan atau organisasi untuk mencapai tujuan strategis bagi kepentingan perusahaan atau organisasi. Aliansi strategis telah lama digaungkan oleh

para pakar, seperti menurut Naisbitt, dalam bukunya yang berjudul Global Paradox (1995) berikut kutipannya:

”Kompetisi dan kerjasama sudah seperti yin dan yang dalam pasar global,

mereka selalu berusaha mencari keseimbangan dan selalu berubah.”

“Anda salah kalau berpikir dapat menciptakan bisnis global dengan cara

bekerja sendiri,” ujar Jack Welch, CEO General Electric ketika berbicara dengan

Harvard Bussiness School pada 1987 lalu.

Memang perkembangan pasar global yang semakin terintegrasi, membuat

setiap perusahaan harus selalu memikirkan strategi baru untuk meningkatkan

kinerjanya. Bersamaan dengan itulah kata „aliansi strategis” mulai dikenal di dalam

praktek manajemen. ”Dalam dunia yang bebas ini, setiap perusahaan harus berpikir

dalam rangka kerjasama dengan perusahaan lain jika dia benar-benar ingin

(23)

Pada perkembangannya definisi aliansi strategis menjadi lebih tajam dan terarah seperti yang diungkapkan oleh Sulisworo ( 2009) adalah sebagai berikut:

Aliansi Strategis adalah hubungan antara dua atau lebih kelompok untuk

mencapai satu tujuan yang disepakati bersama ataupun untuk memenuhi bisnis kritis

tertentu yang dibutuhkan masing-masing organisasi secara independen. Aliansi

strategis pada umumnya terjadi pada rentang waktu tertentu, selain itu pihak yang

melakukan aliansi bukanlah pesaing secara langsung, tetapi memiliki kesamaan

produk atau layanan yang ditujukan untuk target pasar yang sama.

Beberapa alasan dikemukakam dalam bentuk aliansi strategis adalah sebagai

berikut: (1) mempertahankan kedudukan di pasar; (2) mengisi kekosongan pasar; (3) memasuki pasar baru; (4) efisiensi biaya; (5) mengurangi potensi ancaman dalam berkompetisi.

Wheeleen dan hunger (2000; hal: 125-129) mengatakan bahwa suatu aliansi strategis merupakan kemitraan dari dua atau lebih perusahaan perusahaan maupun

unit–unit bisnis untuk mencapai tujuan–tujuan yang secara strategis signifikan, yang saling menguntungkan satu dengan lainnya .Aliansi perusahaan-perusahaan maupun

unit-unit bisnis menjadi suatu fakta hidup pada bisnis modern. Beberapa aliansi hanya berjangka pendek, sedangkan lainnya lebih lama bahkan menjadi suatu merger.

Perusahaan-perusahaan atau unit-unit bisnis membentuk aliansi dengan

beberapa alasan, yang antara lain (1) mendapatkan kapabilitas teknologi maupun manufaktur; (2) mendapatkan akses pada suatu pasar spesifik; (3) mereduksi resiko

(24)

bersaing. Lebih lanjut dikatakan bahwa perjanjian kerjasama antara perusahaan perusahaan atau unit unit bisnis memiliki kekuatan dan keeratan yang kuat sepanjang

rangkaian dari lemah dan jauh hingga kepada kuat dan erat. Tipe aliansi mulai dari konsorsium jasa kepada joint venture dan perjanjian lisensi kepada kemitraan rantai

nilai.

A.1. Keuntungan Melakukan Strategi Aliansi Perusahaan

Dalam era ekonomi dewasa ini, strategi aliansi perusahaan memungkinkan

perusahaan meningkatkan keunggulan bersaing bisnisnya melalui akses kepada sumber daya partner atau rekanan. Akses ini dapat mencakup aspek pemasaran,

teknologi, modal, dan sumber daya manusia. Pembentukan tim bersama dengan perusahaan lain akan menambahkan sumber daya dan kapabilitas yang saling melengkapi (komplementer) sehingga perusahaan mampu untuk tumbuh dan

memperluas usahanya secara lebih cepat dan efisien. Khususnya pada perusahaan yang tumbuh dengan pesat, relatif akan berat untuk memperluas sumber daya teknis

dan operasional. Dalam proses operasionalnya, suatu perusahaan membutuhkan pengematan waktu dan peningkatan produktivitas dengan tanpa mengembangkan unit

usaha secara individual; melalui ini perusahaan dapat tetap fokus pada inovasi dan bisnis inti organisasi. Perusahaan yang tumbuh pesat dipastikan harus melakukan aliansi strategis untuk memperoleh benefit dan saluran distribusi, pemasaran, reputasi

(25)

1. Memungkinkan partner untuk berkonsentrasi pada aktivitas terbaik yang sessuai dengan kapabilitasnya.

2. Mendapat pembelajaran dari mitra dan pengembangan kompetensi yang memungkinkan untuk memperluas akses pasar.

3. Memperoleh kecukupan sumber daya dan kompetensi yang sesuai agar organisasi dapat hidup (eksistensi).

Dan menurut Suswono juga aliansi strategis pada umunya digunakan oleh

perusahaan untuk:

1. Mengurangi biaya melalui skala ekonomi dan peningkatan pengetahuan.

2. Meningkatkan akses pada teknologi baru. 3. Melakkan perbaikan posisi terhadap pesaing. 4. Memasuki pasar baru.

5. Mengurangi waktu siklus produk.

6. Memperbaiki usaha-usaha riset dan pengembangan.

7. Memperbaiki kualitas produk dan jasa.

Menurut irawan (2010) bentuk aliansi antar perusahaan biasanya memiliki empat

kemungkinan. Bentuk pertama adalah aliansi dalam bentuk co-marketing. Ini adalah aliansi antara 2 perusahaan untuk mendapatkan keuntungan melalui aktivitas pemasaran bersama.salah satu yang paling popular adalah bentuk co-branding.

(26)

mendapatkan manfaatnya karena mendapatkan akses ke pelanggan perusahaan aliansinya, Mereka juga mendapatkan keuntungan dalam hal membangun citra merek.

Bentuk kedua adalah aliansi dengan para-channel atau saluran distribusinya. Dalam hal ini, perusahaan berupaya menyatukan dua keunggulan yang berbeda dalam

value chainnya. Salah satu perusahaan mungkin unggul dalam pelayanan atau pihak produsen memiliki teknologi terdepan tetapi tidak memiliki akses terhadap pasar. Dengan demikian, mereka perlu untuk melakukan aliansi dengan para channel untuk

mendapatkan akses terhadap pasar yang mau dibidik.

Bentuk ketiga kerjasama produksi atau yang biasa disebut maklon. Perusahaan yang satu, memiliki R&D dan kemampuan pengembangan produk yang baik tetapi tidak memiliki kompetensi dalam memproduksinya atau perusahaan yang satu memiliki akses pasar, tetapi tidak memilki pabrik untuk memproduksi

produknya. Dengan demikian, kedua perusahaan mampu menjalin aliansi karena masing-masing pihak membutuhkan. Tren ini juga semakin meningkat dari waku ke

waktu. Perusahaan kemudian menjadi lebih kompetitif karena mereka fokus kepada

core competence mereka masing-masing. Mereka masing-masing memiliki

spesialisasi dalam rantai penambahan nilai.

Bentuk Keempat adalah joint venture. Ini adalah bentuk bentuk aliansi yang melibatkan komitmen jangka panjang dan ekuitas. Kedua Perusahaan kemudian

menjadi sebuah entitas baru. Oleh karena itu, dengan melakukan joint venture, mereka berharap dapat mencapai kesuksesan yang lebih cepat dan bertahan dalam

(27)

opsi strategi perusahaan baik masa kini dan di masa mendatang dengan memanfaatkan efek positif dari aliansi perusahaan.

Menurut Zajac, D’Aunno, dan Burns, 2006, terdapat dua macam bentuk konsep

di dalam strategi aliansi, yaitu Pooling alliances dan value – chain Alliances, pada

kenyataannya hari ini literatur pada buku –buku manajemen institusi kesehatan menjelaskan aliansi terfokus kepada aliansi jual-beli (trading alliances), di mana anggota dari aliansi berkontribusi ntuk memenuhi ketersediaan sumber daya yang

dibutuhkan oleh anggota aliansi. Sebagai contoh tersmasuk kepada:

1. Aliansi dokter-rumah sakit (Dynan, Bazzoli, dan Burns, 1997; Maddison,

2004; Ceullar dan Gertler, 2006),

2. Joint-Venture antara dokter-rumah sakit (Shortell & Zajac,1988; zajac, Golden & Shortell, 1991).

3. Jejaring rumah sakit non kepemilikan (non-ownership based Hospital) (bazzoli, Shortell,Dubbs, Chan& Kralovec,1999).

A.2. Aliansi dan Kontribusi dari Teori Biaya Transaksi Ekonomis

Teori biaya transaksi menyarankan bahwa aliansi strategis mungkin merupakan suatu bentuk yang optimal dari struktur penguasaan dalam situasi tertentu. Ketika pasar maupun internalisasi tidak dapat meminimalkan biaya produksi dan biaya transaksi,

(28)

ketika biaya produksi meningkat kolaborasi dapat menurunkan baik biaya transaksi maupun biaya produksi (Dussauge dan Garrette 1999, hal: 37-38).

Dengan demikian, biaya transaksi ekonomis memberikan bingkai kerja yang kuat dalam mengidentifikasi permasalalahan-permasalahan tersebut yang

menyebabkan aliansi lebih efisien dibandingkan jika berpaling ke pasar atau penginternalisasian biaya. Dalam pemikiran ini, aliansi dipandang sebagai suatu mekanisme pengoptimalan yang diasumsikan bahwa ketika perusahaan melakukan

kolaborasi, hanya dengan tujuan meminimalkan biaya. Akan tetapi, banyak aliansi lebih memiliki aspek strategis tidak adanya permasalahan biaya semata, aliansi dapat

juga bertujuan untuk mencapai keunggulan bersaing perusahaan. Oleh karena itu, aliansi tidak hanya sebagai alat ekonomi tetapi juga sebagai strategi yang bertujuan untuk melampaui para kompetitor.

Suatu padangan strategis terhadap aliansi: The Eclectic theory of International Production.

Teori ini mengemukakan bahwa suatu perusahaan dapat meningkatkan secara Internasional jika perusahaan tersebut dapat menarik tiga jenis keunggulan:

keunggulan ownwership-specific (ownership-specific advantage), keunggulan yang dapat diinternalisasi (internalization advantage), dan keunggulan berkenaan dengan lokalisasi (localization advantage). Ownership –specific advantage (O-type

advantage) merupakan keunggulan yang dibangun secara domestik. Keunggulan ini didapat dari kepemilikan dari sumber daya eksklusif seperti pengetahuan

(29)

Internalization advantage (I-type advantage) diciptakan ketika perusahaan tersebut telah diposisikan baik untuk mengelola keunggulan O-nya dibanding

perusahaan lokal lainnya. Keunggulan–keunggulan tersebut dapat ditransfer, misalnya melalui lisensi atau dengan menyewa aset-asetnya. Sedangkan keunggulan

lokalisasi (L- type advantage) didapat ketika perusahaan telah dapat mengelola keunggulan O dan I—nya secara simultan dan memutuskan untuk mengekspor atau membentuk perwakilan negara yang dipilih.

A.3. Jenis-jenis aliansi strategis

Dussauge dan Garratte (1999, hal: 47-67) mengutarakan ada dua kelompok besar dari jenis-jenis aliansi strategis. Adapun keduanya yakni: kemitraan antar perusahaan yang tidak berkompetisi dan aliansi antara pesaing. Kemitraan antar non-competitor

dibagi ke dalam beberapa jenis aliansi yang antara lain: opsi-opsi pertumbuhan dan ekspansi, joint ventures internasional, kemitraan vertikal, dan perjanjian-perjanjian

antar industri.

Aliansi strategis antara pesaing dibagi ke dalam beberapa jenis aliansi.

Adapun jenis-jenis aliansi termasuk ke dalam kelompok ini antara lain: shared-supply alliances, quasi-concentrtation alliances, dan complementary alliances.

Share–supply alliances merupakan suatu aliansi antar perusahaan yang saling

berkompetisi dalam memproduksi suatu barang yang spesifik yang dibutuhkan oleh masing–masing perusahaan dan kemudian perusahaan tersebut menjadi pesaing di

(30)

Quasi-concentration alliances adalah suatu kerjasama aliansi antara perusahaan yang dimulai dengan pengembangan produk, memproduksi barang dan

akhirnya bekerjasama dalam memasarkan produknya. Persaingan terbuka akan dapat dieliminasi dan menurunan tingkat rivalitas antar perusahaan yang melakukan aliansi

strategis.

Complementary alliances merupakan kerjasama aliansi strategis antara dua perusahaan ataupun lebih dimana suatu perusahaan memproduksi suatu barang dan

pendistribusiannya dilakukan oleh perusahaan yang lain yang sudah memiliki jaringan yang baik.

A.4. Bingkai Kerja Aliansi Strategis

Suatu bingkai atau rangka kerja di butuhkan di dalam menjelaskan aliansi strategis.

Hal ini dibutuhkan karena tidak banyak literatur untuk mengasimilasi berbagai perspektif yang ada guna suatu pengorganisasian bingai kerja (Yoshino dan rangan :

1995 hal 17). Para praktisi bersandarkan kepada literatur yang sedikit ini dalam mengaplikasinyakn aliansi strategis. Tujuan–tujuan strategi korporasi merupakan

tujuan-tujuan multidimensional yang terkadang kontradiktif. Tindakan–tindakan didiktekan oleh suatu tujuan strategi dengan menekan tujuan-tujuan yang sering kali menghasilkan sukses terbatas. Para manajer tersebut juga membutuhkan suatu

(31)

Menurut Yoshino dan Rangan, suatu bingkai kerja guna mengorganisasikan literatur aliansi strategis harus memenuhi tiga kriteria. Pertama, bingkai kerja tersebut

haruslah meliputi seluruh jenis aliansi (hubungan pemasok, kooperasi, interindustri, aliansi tidak dengan pesaing (non-rival) dalam suatu industri, dan hubungan dengan

pesaing langsung). Kedua, bingkai kerja haruslah merupakan titik tolak definisi aliansi yakni kerjasama antara 2 atau lebih perusahaan yang berbagi pengawasan dan kontribusi yang berkelanjutan oleh seluruh mitra .ketiga, bingkai kerja tersebut harus

memfasilitasi identifikasi dan pengenalan pentingnya isu–isu penting manajemen dari tiap tipe-tipe aliansi.

Tujuan dari bingkai kerja adalah sederhana, yakni suatu perusahaan yang mencari aliansi haruslah mempertimbangkan dua dimensi manajerial – kooperasi dan kompetisi atau secara lebih umum, kooperasi dan konflik. Tugas-tugas dalam

mengelola aliansi ialah untuk mengoptimalisasi kedua dimensi ini. Penekanan pada kedua dimensi bervariasi antara tiap-tiap perusahaan mitra dan luasan organisasi yang

dibutuhkan usaha-usaha kooperatif agar menghasilkan. Suatu manajemen aliansi yang sukses dihasilkan dari pengelolaan interaksi antara perusahaan dan kompetisi dengan

memproritaskan tujuan tujuan strategis perusahaan.

Tujuan–tujuan tersebut di atas atau tujuan–tujuan strategis, berada pada empat kategori luas. Di antaranya positif dan berhubungan dengan punguatan keefektifan

perusahaan, dua lagi defensive dan diarahkan kepada pencegahan kehilangan keefektifan .suatu perusahaan harus memasukkan lebih lagi dari aktifitas-aktifitas

(32)

untuk melakukan suatu aliansi, Tujuan strategis pertama adalah memperluas kompetensi–kompetensi melalui pembelajaran dari pihak mitranya. Pembelajaran

merupakan suatu tujuan eksplisit, jika tidak implisit, dari tujuan strategis setiap perusahaan yang berusaha mengelola posisi kompetitifnya. Keinginan belajar

mngarahkan pada inovasi proses dan produk.

Pada sisi defensif suatu perusahaan bermitra harus mngelola flexibilitas strategis. Suatu aliansi tidak boleh melakukan operasi yang tumpang tindih antara

satu perusahaan mitra dengan yang lainnya. Para manajer sangat memahami kebutuhan untuk mengelola risiko-risiko stratetegis yang berbeda, dengan tetap

membuka pilihan–pilihan mereka dan membuat pilihan–pilihan baru jika memungkinkan. Pengelolaan fleksibilitas merupakan hal yang sangat penting dalam usaha-usaha inter-organisasional. Aliansi-aliansi, yang mengikat dalam satu dunia

yang cepat berubah, dapat mengarahkan opsi-opsi strategis para manajer. Pertimbangan eksplisit dan fleksibiltas sebagai suatu tujuan strategis dapat mereduksi

kemungkinan suatu perusahaan berpikir secara kacau.

Akhirnya perusahaan harus menjaga kompetensi inti atau keunggulan

strategisnya yang dipelajari oleh mitranya, Dapat diargumentasikan bahwa keunggulan strategis suatu perusahaan di dapat dari pengetahuan dan pembelajarannya. Perusahaan–perusahaan bersandar kepada pengetahuan mereka

pada bidang-bidang riset dan pengembangan manufacturing, pemasaran, dan area-area sukses lainnya. Pengetahuan–pengetahuan tersebut biasanya dipatenkan dan

(33)

informasi–informasi penting tersebut maka proteksi terhadap kompetensi inti perusahaan haruslah diperlakukan sebagai suatu tujuan strategis yang eksplisit.

Bingkai kerja ini bertitik berat pada dua hal yang biasanya dibahas terpisah oleh literatur lainnya, yakni sifat alamiah perusahaan mitra dan aktifitas kooperatif.

Sifat alamiah perusahaan mitra umumnya menentukan aspek kompetitif, sifat alamiah aktifitas kerjasama, dan aspek kooperatif dari hubungan. Dengan mempertimbangkan kooperasi dan kompetisi secara simultan di dalam bingkai kerja ini menangkap esensi

dari dilema dalam menjalankan alianasi strategis.

Dalam tiap kerjasama, perusahaan–perusahaan lebih senang dengan hal pembagian ―kue―, tetapi hal lain yang lebih serius dalam bentuk konflik ialah bahwa perusahaan

mungkin merupakan atau menganggap rival di pasar. Analisis ini mempertimbangkan kedua faktor yang inheren dalam kolaborasi, yakni potensi potensi konflik taktis dan

strategis.

Faktor perluasan interaksi organisasi bukan merupakan suatu frekuansi

interaksi antara mitra tetapi merupakan suatu hubungan dari suatu jumlah isu-isu yang saling berhubungan. Hal ini mengaktegorikan intensitas interaksi, suatu jumlah

area-area fungsional dalam tiap perusahaan yang terlibat di dalam interaksi, level-level organisasi yang dibatasi dalam interaksi dengan mitra, sejauh mana interaksi dirutinkan, dan jenis informasi yang harus dipertukarkan dengan mitra. Dengan kata

(34)

kooperatif, menghasilkan empat tipe aliansi strategis yang Yoshino dan Rangan sebut dengan precompetitive, noncompetitive,precompetitive, dan competitive.

A.4.a.Procompetitive

Aliansi precompetitive secara umum merupakan hubungan inter-industri, hubungan

rantai pasokan vertikal antar manufaktur dengan pemasok atau distributornya.pada aliansi tipe ini perusahaan–perusahaan yang beraliansi cenderung untuk tidak bersaing satu dengan yang lainnya dengan tingkat rivalitas dan interaksi yang rendah,

tujuan–tujuan strategis dalam hal melindungi kompetensi initi dan pembelajaran, bukan merupakan tujauan utama atau hal yang sangat krusial, melainkan lebih kepada

mengelola fleksibilitas strategi dan penambahan nilai. A.4.b. Noncompetitive

Pada tipe ini aliansi cenderung menjadi hubungan intra-industri di antara perusahaan–

perusahaan yang tidak berkompetisi, dalam artian perusahaan perusahaan yang beraliansi bisa saja berada dalam satu industri tetap mereka bekerjasama untuk

membuat satu produk untuk dijual bersama-sama.tingkat interaksi pada keadaan ini sangat tinggi dan pembelajaran juga sangat tinggi.

A.4.c. Competitive

Aliansi yang mirip dengan aliansi noncompetitive ialah aliansi competitive, akan tetapi pada aliansi ini yang menjadi mitra adalah perusahaan yang menajdi pesaing

(35)

kooperasi yang intens,meski merupakan pesaing langsung, oleh karena itu tingkat konflik yang dapat menjadi kerjasama semcam ini snagat tinggi.

A.4.d. Precompetitive

Pada aliansi ini, perusahaan-perusahaan yang beraliansi merupakan perusahaan–

perusahaan dari industri yang sama sekali berbeda yang bekerja pada aktivitas– aktivitas yang sangat terdefinisikan secara baik seperti pada pengembangan teknologi-teknologi baru. Para perusahaan–perusahanan yang beraliansi baik

memiliki teknologi dari produk baru hasil kerjsasama tersebut atau cara–cara memasarkan menghadapi atau mengembangkan produk produk baru yang akan

dipasarkan secara bebas. Dari pemaparan diatas bahwa yang penting untuk diperhatikan ialah interaksi dan kecenderungan konflik yang dapat terjadi. Kedua hal tersebut dapat menentukan solusi untk penanggulangannya melalui pengukuran

keduanya. Dengan memahami tipologi aliansi akan dapat dicarikan solusi untuk setiap masalah aliansi yang terjadi.

A.5. Pengukuran Aliansi Strategis

Dengan melihat pemaparan di atas maka dapat dibangun suatu konstruksi alat ukur bagi aliansi strategis. Beberapa hal yang perlu dilihat dalam melakukan penelitian tentang aliansi strategis antara lain adalah motivasi dilakukan aliansi strategis,

alasan-alasan pemilihan partner, dan performa dari aliansi itu sendiri.

Gibbs dan Humphries (2009; 146) mengemukakan bahwa terdapat tiga hal

(36)

itu disebut sebagai „super partnership success factors‟. Adapun ketiga faktor-faktor sukses super tersebut antara lain ialah; collaborative innovative, partnership quality,

dan value chain.

Collaborative innovation merupakan kondisi yang mendeskripsikan

keefektifan hubungan dan memungkinkan kemitraan menjadi inovatif dan dapat merespons kesempatan–kesempatan. Collaborative innovation memiliki empat komponen utama antara lain kemampuan beradaptasi, inovasi, komunikasi, dan

kerjasama.

Partnership quality merupakan kualitas dari pertukaran hubungan, termasuk

di dalamnya komitmen dan kepercayaan. Lebih lanjut lagi Gibbs dan Humphries mengatakan bahwa ini merupakan dasar dari produktifitas kemitraan itu sendiri.

Partnership quality bukan merupakan kontributor pasif bagi aliansi strategis, tetapi

secara langsung mempengaruhi faktor-faktor penting aliansi strategis.

Value chain merupakan efisiensi kemitraan untuk menciptakan dan

menangkap nilai potensial yang ditawarkan kemitraan tersebut. Kemampuan perusahaan untuk mangkap nilai total –revitalisasi nilai – dalam bentuk manfaat bagi

pelanggan dan juga profitabilitas perusahaan merupakan tujuan terpenting dari suatu kemitraan atau aliansi, Penciptaan nilai ini memiliki beberapa faktor pembentuk antara lain; manajemen konflik, sinergi, pembentukan nilai, efisiensi proses.

(37)

Menurut Porter (1998), sebuah perusahaan dikatakan memiliki keunggulan kompetitif, apabila perusahaan tersebut memiliki keuntungan di atas rata-rata

kompetitornya dalam jangka waktu yang cukup lama. Porter bahkan membagi keunggulan kompetitif ini menjadi dua jenis, yaitu (1). Cost Advantage, ketika

perusahaan menawarkan produk yang sama dengan harga yang lebih rendah dari pesaingnya. (2) Differentiation advantage, ketika perusahaan menawarkan produk yang berbeda (lebih bermutu dan berfungsi lebih) pada harga yang lebih tinggi.

Menurut Barney, (2007) nilai ekonomis dan keunggulan kompetitif sebuah organisasi ekonomi terletak kepada kepemilikan dan pemanfaatan secara efektif

sumber daya organisasi yang mampu menambah nilai (valuable), bersifat jarang dimiliki (rare/scarce/unique), sulit ditiru (imperfectly immitable/hard to copy), dan tidak tergantikan oleh sumber daya lain (non-substitable) dan keunggulan bersaing

dapat muncul pada perusahaan ketika tindakan-tindakannya di dalam industri atau pasar menciptakan nilai ekonomi dan ketika sedikit perusahaan pesaing melakukan

tindakan yang sama, keunggulan kompetitif ditandai dengan penjualan keuntungan yang lebih tinggi dari pesaing atau perusahaan dapat mempertahankan pelanggan yag

lebih banyak dalam sebuah pangsa pasar. Apabila sebuah perusahaan memiliki keunggulan kompetitif yang berkelanjutan maka akan sulit bagi pesaing untuk meniru atau menyamai (Barney 2001)

Menurut Douglas dan Ryman (2003), keunggulan kompetitif dapat dicapai melalui strategi kompetensi, yaitu organisasi harus dapat memilih dan dan

(38)

nilai tambah bagi pelanggan. Selain itu, keunggulan kompetitif juga dapat dicapai melalui strategi aliansi yang memungkinkan kombinasi lintas organisasi. Hal ini

sesuai yang dikemukakan oleh Zuckerman et.al (2005) bahwa kerjasama terintegrasi antara rumah sakit, industri pelayanan jasa, para tenaga profesional, dan perusahaan

asuransi dapat dapat dibentuk dengan tujuan memperkuat posisi masing-masing di pangsa pasar dengan cara mengombinasikan kapabilitas masing-masing sehingga dapat menciptakan keunggulan kompetitif.

A.6.a. Sumber Daya, Kapabilitas, dan Kompetensi Inti a. Sumber Daya

Berdasarkan Resource Based View (RBV) untuk mengembangkan keunggulan kompetitif sebuah perusahaan harus mempunyai sumber daya dan kapabilitas yang lebih unggul dari pesaingnya. Sumber daya dan kapabilitas yang lebih unggul

digunakan untuk menciptakan sebuah kompetensi yang berbeda. Tanpa sumber daya dan kapabilitas yang lebih unggul dari pesaingnya maka keunggulan kompetitif akan

mudah ditiru Porter (1998)

Menurut Porter (1998), sumber daya adalah aset khusus perusahaan yang

berguna untuk menciptakan keunggulan biaya maupun keunggulan diferensiasi produk. Sumber daya ini meliputi hak paten, trademark ,proprietary know-how, pelanggan yang sudah ada, reputasi perusahaan, dan merek. Sumber daya adalah

input atau faktor elemen yang digunakan perusahaan untuk melaksanakan aktivitasnya dan merupakan suatu unit dasar.

(39)

Berbeda dengan sumber daya kapasitas berkembang dari kombinasi dan koordinasi berbagai sumber daya. Menurut Prahalad dan Hamel ( 1990 ), kapabilitas organisasi

merupakan sesuatu yang tidak bisa digantikan dan bisa meningkat seiring dengan penggunaannya karena sifatnya dinamis. Kapabilitas tidak hanya gabungan dari

berbagai sumber daya tetapi berasal dari koordinasi dan kerjasama antar berbagai elemen sumber daya.

Menurut Barney (1991), kapabilitas organisasi secara konstan dibentuk oleh

pembelajaran organisasi dan hal ini sumber dari keunggulan khusus dan berkelanjutan dari sebuah organisasi. Perbedaan utama antara sumber daya dan

kapabilitas adalah sumber daya bersifat bebas, sederhana, dan statis, sedangkan kapabilitas bersifat kompleks, kolektif, dan dinamis. Sifat dari sumber daya yang bebas dan sederhana menjadikan mudah untuk diidentifikasi, sedangkan kapabilitas

yang komplek dan dinamis sulit untuk diidentifikasi. Kapabilitas muncul melalui interaksi yang kompleks antar berbagai sumber daya.

Menurut Rowe et.al. (1995), elemen kunci dalam penilaian kapabilitas perusahaan adalah mengetahui kekuatan dan kelemahan perusahaan. Empat faktor yang menjadi

acauan dalam menilai profil kapasitas perusahaan adalah faktor manajerial, faktor persaingan, faktor finansial, dan faktor teknologi. Profil kapabilitas yang lengkap akan menunjukkan kelemahan-kelemahan yang perlu diperbaiki dan kekuatan yang

(40)

c. Kompetensi Inti.

Prahalad dan hamel (1990) menyatakan bahwa kapabilitas merupakan

kompetensi inti bila dapat dijadikan landasan untuk memasuki pasar produk baru. Kompetensi inti didefinisikan sebagai kemampuan organisasi yang unik dalam menawarkan nilai kepada pelanggannnya. Pada dasarnya kompetensi inti merupakan

sesuatu yang dilakukan perusahaan yang bernilai stratejik. Dengan demikian kompetensi inti adalah nilai utama sebuah organisasi dalam menciptakan kapabilitas

dan keahlian melalui berbagai macam garis produksi.

Menurut Thompson dan strickland 2012 keunggulan kompetitif didapatkan ketika perusahaan mampu untuk menyajikan kebutuhan konsumen dengan lebih

efektif dan efisien yang bernilai lebih tinggi, dengan biaya yang lebih rendah apabila dibandingkan yang dilakukan oleh perusahaan lainnya. Melayani pelanggan dengan

cara yang lebih efektif dapat diartikan menjadi kemampuan untuk meraih harga yang lebih tinggi dari suatu produk/layanan sehingga akan meningkatkan keuntungan

(41)

Indikator Keunggulan Kompetitif

Pengukuran keunggulan kompetitif dinilai dari indikator berupa; harga, kualitas,

keandalan pengiriman, inovasi, dan time to market (Li et al, 2006):

Kerangka Teori

Model penentuan keunggulan Kompetitif oleh Porter (1998)

Kapabilitas Kompetensi inti Sumber daya

keunggulan biaya atau

keunggulan diferensiasi

(42)

Kerangka Konsep

Strategi Aliansi

Keunggulan

Kompetitif

- Harga - Kualitas

- Pengiriman yang dapat diandalkan

- Inovasi

- Time to market - Collaborative

Innovation

(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode mixed method. Mixed method menurut Sugiyono (2011:

404) merupakan metode penelitian yang mengombinasikan atau menggabungkan antara metode kuantitatif dengan metode kualitatif agar data yang diperoleh dalam suatu kegiatan

penelitian lebih komprehensif, valid, reliabel, dan objektif.

Metode kuantitatif dilakukan dengan kuesioner dengan daftar pernyataan yang

dikembangkan dari indikator aliansi strategis dan keunggulan kompetitif. Metode kualitatif dilakukan dengan teknik in-depth interview terhadap para manajer dan staf yang bertanggung jawab langsung terhadap pelaksanaan strategi aliansi.

Analisis yang dilakukan kemudian menggunakan metode deskriptif dan juga asosiatif kausal. Metode deskriptif-kausal dilakukan dengan cara mengumpulkan, menyajikan, dan

menganalisis data sehingga memberikan gambaran yang cukup jelas mengenai adakah hubungan antara aliansi strategis yang dilakukan dengan keunggulan kompetitif Rumah Sakit Permata Husada.

B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah staf farmasi, direktur, manajer dan pemilik dari Rumah Sakit Permata Husada, RS Pelita Husada dan RS Purwa Husada yaitu sebanyak

(44)

2. Sampel Penelitian

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling yaitu 46 responden

dengan kriteria eksklusi. Kriteria eksklusi:

1. Tidak hadir pada saat penelitian

2. Masa kerja < 6 bulan

3. Tidak bersedia menjadi responden

4. Tidak lengkap dalam pengisian kuesioner

5. Jawaban sama antara responden satu dengan lainnya

Berdasarkan kriteria eksklusi, didapatkan hasil sampel penelitian yaitu sebanyak 30 responden.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Permata Husada, Rumah Sakit Pelita Husada dan Rumah Sakit Purwa Husada.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung selama bulan Oktober – November 2015.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel independen

Strategi Aliansi instalasi farmasi

(45)

Perwujudan keunggulan kompetitif Rumah Sakit

E. Hipotesis Penelitian

Terdapat hubungan yang positif dan signifikan dari aliansi strategis terhadap keunggulan kompetitif Rumah Sakit Permata Husada.

[image:45.612.59.487.288.710.2]

F. Definisi Operasional

Tabel 4. 1. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional

Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1 Independent:

Aliansi Strategis

dua atau lebih

kelompok untuk mencapai satu

tujuan yang disepakati bersama ataupun

untuk memenuhi bisnis kritis

tertentu yang dibutuhkan

masing-masing organisasi secara independen.

Kuesioner yang

terdiri dari 4 pertanyaan

favourable dan 7 pertanyaan

unfavourable

Skor rentang

11-44 Dengan

pembagian

Collaborative

4-16

Partnership

3-12

Value chain

4-16

(46)

aliansi strategis yang dilakukan oleh Instalasi

Farmasi Rumah Sakit Permata Husada bersama

dua rumah sakit lainnya, dalam hal

pengadaan obat, alkes, dan BMHP

secara kolektif. ncakup :

collaborative,

partnership, inovasi, time

market.

2 Dependent : Keunggulan

kompetitif

Perusahaan yang memiliki

keuntungan di atas rata-rata

kompetitornya

dalam jangka

waktu yang cukup

Kuesioner yang terdiri dari 6

pertanyaan

favourable dan 6

pertanyaan unfavourable

Skor rentang 12-48

dengan pembagian

Harga 1-4 Kualitas 2-8 Pengiriman

(47)

lama. Indikator dalam keunggulan kompetitif

mencakup: harga, kualitas,

keterandalan

pengiriman, inovasi produk,

dan time to

market.

3-12

Inovasi 3-12 Time Market

3-12

G. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

Teknik dan instrumen penelitian berupa kuesioner (yang berkaitan dengan karakteristik

responden, kuesioner untuk menilai strategi aliansi, dan kuesioner untuk menilai keunggulan kompetitif rumah sakit), observasi, dan juga wawancara.

1. Karakteristik Responden

Karakteristik meliputi jenis kelamin, usia, lama kerja, jabatan, status karyawan. 2. Kuesioner strategi aliansi dan keunggulan kompetitif

Menggunakan kuesioner, teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui daftar pertanyaan yang harus diisi oleh responden. Dalam pembuatan kuestioner digunakan

(48)
[image:48.612.119.494.414.709.2]

favorable dan unfavorable untuk mengurangi bias dalam pengisian kuesioner. Berikut ini adalah tabel Skala Likert:

Tabel 2. Skala Likert

Kriteria Skor

Nilai Skor

Favorable Unfavorable

Sangat Setuju (SS) 4 1

Setuju (S) 3 2

Tidak Setuju (TS) 2 3

Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4

Sedangkan untuk angket, sebaran pernyataannya adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Sebaran angket pernyataan

Variabel Subvariabel Favorable Unfavorable Item soal

Aliansi Collaborative 9,11 5,7 4

(49)

Value chain 4 6,8,12 4

Total 11

Keunggulan Harga 0 9 1

Kualitas 13 6 2

Pengiriman 3,7 12 3

Inovasi 4,15 11 3

Time to market 14 2,10 3

Total 12

3. Observasi, yaitu dengan mengumpulkan informasi atau data dengan cara mengamati

kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Rumah Sakit Permata Husada.

4. Wawancara, yaitu dengan melakukan tanya jawab dengan pihak yang terkait proses

aliansi strategis di Rumah Sakit Permata Husada. Wawancara dilakukan dengan tatap muka dan secara langsung kemudian pembicaraan yang terjadi direkam untuk kemudian decoding dan dianalisis. Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara yang

(50)

informasi mendalam mengenai pandangan manajer mengenai konsep strategi aliansi pelaksanaan dan dampak penerapan strategi aliansi instalasi farmasi di dalam

menciptakan keunggulan kompetitif rumah sakit.

Untuk wawancara, digunakan pedoman wawancara sebagai berikut:

Pertanyaan

Pertanyaan umum

a. Apa yang Anda ketahui tentang strategi aliansi?

b. Apakah Anda bisa menjelaskan strategi aliansi yang berjalan di instalasi

farmasi rumah sakit ini?

c. Sejak kapan strategi aliansi tersebut sudah berjalan? Apa pencetus dan

manfaatnya untuk rumah sakit?

d. Siapa saja yang terlibat dalam strategi aliansi instalasi farmasi rumah sakit ini? Bisa dijelaskan peran masing-masing pihak yang terlibat?

e. Apakah ada kriteria khusus yang harus dimiliki oleh mitra agar strategi aliansi yang dilakukan dapat berjalan dengan baik? Jika Iya, Bisa Anda

jelaskan?

f. Sejauh apa rumah sakit mengenal mitranya dalam strategi aliansi yang

dilakukan? Dan apakah mitra tersebut berpengalaman dalam melakukan strategi aliansi?

(51)

metode dan kebijakan strategi aliansi yang dilakukan mengalami beberapa kali perubahan? Jelaskan!

h. Apakah dengan strategi aliansi ini dapat memberikan kepuasan kepada

seluruh stakeholder rumah sakit? Bagaimana dengan pelanggan rumah sakit ini? Bisa Anda jelaskan?

i. Apa menurut Anda strategi aliansi yang berjalan selama ini telah

mengantarkan rumah sakit dalam mencapai keunggulan kompetitifnya? j. Bagaimana daya tawar rumah sakit terhadap vendor setelah menerapkan

strategi aliansi ini?

k. Apa saja kesulitan dan kendala dalam menjalankan strategi aliansi ini?

l. Apa menurut Anda perlu ada perubahan strategi yang diambil rumah sakit dalam mencapai keunggulan kompetitifnya?

Collaborative innovation

a. Bagaimana rumah sakit ini beradaptasi dengan mitranya dalam melakukan

strategi aliansi? Bisa Anda ceritakan?

b. Berapa lama waktu yang dibutuhkan rumah sakit dan staf yang terlibat dalam strategi aliansi untuk beradaptasi dengan mitranya?

c. Apa saja yang dibutuhkan rumah sakit ini ketika menciptakan strategi aliansi dengan mitranya? Bisa Anda ceritakan?

d. Selama rumah sakit ini melakukan strategi aliansi dengan mitranya, apakah ada inovasi yang telah dicapai? Jika ada bisa Anda ceritakan?

(52)

mitranya? Apakah ada sistem komunikasi yang telah disepakati rumah sakit dan mitranya untuk mencapai tujuan bersama dalam strategi aliansi ini? Bisa Anda ceritakan?

f. Bisa Anda jelaskan bagaimana kerjasama yang tercipta antara rumah sakit ini dengan mitranya? Apa saja yang telah dicapai dalam kerjasama tersebut?

Partnership quality

a. Komitmen yang seperti apa diciptakan dalam strategi aliansi dengan mitra

rumah sakit ini? Bagaimana cara rumah sakit memelihara komitmen tersebut agar tetap berjalan sebagaimana yang diinginkan?

b. Apa yang menjadi tolak ukur bahwa komitmen yang diciptakan sudah sesuai dengan keinginan rumah sakit dan mitranya? Bisa Anda ceritakan?

c. Bagaimana terciptanya kepercayaan antara rumah sakit dan mitranya dalam

melakukan strategi aliansi ini?

d. Seberapa penting pengaruhnya komitmen dan kepercayaan ini dalam

melakukan strategi aliansi bagi rumah sakit dan mitranya?

Value chain

a. Bagaimana pembentukan nilai-nilai rumah sakit bersama mitra dalam melakukan strategi aliansi? Apakah nilai-nilai tersebut mampu menjadi

pedoman rumah sakit dan mitranya dalam menjalankan strategi aliansi? Jika iya bisa Anda jelaskan?

(53)

mengalami kendala (konflik)? Bisa Anda jelaskan? Bagaimana cara rumah sakit mengatasi konflik tersebut?

c. Apakah strategi aliansi yang dilakukan bersama mitra sudah efektif dan

efisien? Bagaimana cara rumah sakit mengukur keefektivan dan keefisienan kolaborasi dalam strategi aliansi? Bagaimana juga cara RS menciptakan strategi efektif dan efisien dalam menjalankan strategi aliansi ini?

d. Bagaimana sinergisitas yang terbentuk antara rumah sakit dan mitranya dalam menjalankan strategi aliansi ini? Bisa Anda jelaskan? Butuh waktu

berapa lama terbentuknya sinergisitas ini? Seberapa besar pengaruh sinergisitas ini dalam memengaruhi strategi aliansi yang dilakukan rumah

sakit bersama mitranya?

aing

a. Apa keuntungan ekonomis yang diberikan vendor terkait strategi aliansi

yang dilakukan?

b. Apakah strategi aliansi yang dilakukan itu memerlukan biaya tambahan? Jika ya, berapa biaya yang digunakan rumah sakit untuk melakukan strategi

aliansi ini bersama mitra dan dihabiskan untuk pembiayaan apa saja? Apa biaya tambahan tersebut berpengaruh signifikan terhadap harga jual

(54)

s produk yang didapatkan selama menggunakan strategi aliansi?

dapat diandalkan

an waktu pengadaan obat sampai ke pasien dengan adanya aliansi strategi ini?

Apakah strategi aliansi yang dilakukan memengaruhi prosedur dalam penetapan formularium rumah sakit? Bagaimana prosedur pengadaan

bila dokter tiap mitra memilih obat yang ada di luar formularium rs?

iansi yang dilakukan memengaruhi prosedur dalam penetapan formularium rumah

sakit? Bagaimana prosedur pengadaan bila dokter tiap mitra memilih obat yang ada di luar formularium rs?

H. Teknik Pengujian Instrumen Penelitian

1 Uji validitas dilakukan oleh peneliti karena daftar pertanyaan dikembangkan dari

penelitian sebelumnya (Winata: 2013) dan disesuaikan dengan kondisi sampel yang berbeda. Pertanyaan awal terdapat 30 pertanyaan kemudian dilakukan uji validitas dan

(55)

I. Jalannya Penelitian

1. Penelitian dilakukan setelah mendapatkan izin pelaksanaan penelitian dan pembimbing serta mendapatkan izin penelitian dari Rumah Sakit yang digunakan.

2. Peneliti melakukan interview secara mendalam kepada satu orang pemilik di Rumah Sakit Permata Husada (S1, L) dan satu orang direktur di Rumah Sakit Pelita Husada

(S2, L) dengan pertimbangan bahwa kedua responden tersebut telah mengikuti perkembangan proses aliansi selama 9 tahun di perusahaan tersebut.

3. Peneliti membagikan kuesioner kepada responden di Rumah Sakit Permata Husada,

Rumah Sakit Pelita Husada, Rumah Sakit Purwa Husada.

J. Teknik Analisis Data 1. Kualitatif

Analisis data dilakukan dengan proses verbatim, yakni dengan melakukan transfer

rekaman audio wawancara ke bentuk tulisan. Informasi dari hasil wawancara yang akan diubah ke dalam bentuk tulisan merupakan content analysis. Penulis akan memaparkan

isi dari informasi yang didapat dan ditulis kembali dengan bahasa penulis.

Data tersebut dianalisis dengan melihat isi dan makna dari setiap kalimat maupun ekspresi nara sumber. Dengan demikian penulis akan mendapatkan gambaran mengenai

(56)

karena dengan wawancara ini akan terlihat proses berpikir, pengalaman, dan pembelajaran narasumber.

2. Kuantitatif

a. Pengolahan Data

1.1Editing, memastikan bahwa data telah terkumpul dengan lengkap dengan cara

memeriksa kelengkapan pengisian format yang diperlukan dalam penelitian.

1.2Coding, merupakan kegiatan pemberian kode dari setiap data yang didapatkan oleh

peneliti. Kode meliputi kelompok kode jenis kelamin (laki-laki 1, perempuan 2), usia (0: tidak mengisi, 1: dewasa muda, 2: dewasa madya), status karyawan (1: pegawai tetap, 2: pegawai kontrak), jabatan (1:pemilik, 2:direktur, 3:manajer, 4:

staf), lama kerja (1: 6 bulan-1 tahun, 2: 2-5 tahun, 3: > 6 tahun).

1.3Tabulating, data yang telah masuk dikategorikan menjadi data yang sesuai dengan

kategori penelitian.

1.4Entry data, dilakukan kegiatan memasukkan data ke dalam program computer untuk selanjutnya dianalisis.

1.5Cleaning, merupakan upaya untuk memastikan data yang dimasukkan saat entry data telah seluruhnya dan tidak ada kesalahan.

b. Analisis data

Analisa data dengan menggunakan analisis univariat dan bivariat. Analisa univariat, dilakukan terhadap karakteristik responden terhadap kualitas hidup dan

(57)

masing-masing variabel termasuk mean, median, standart deviasi, minimum, maksimal dan koefisien interval 95%. Uji normalitas data dilakukan

sebelum melakukan analisis bivariat dan diperoleh data terdistribusi normal. Analisa bivariat dilakukan untuk membuktikan hipotesa yang telah dirumuskan dengan menggunakan tingkat kemaknaan 95% (α 0,05). Analisa data

menggunakan program SPSS for windows ver. 21.0. Analisa bivariat yang digunakan adalah dengan menggunakan uji korelasi pearson.

K. Etika Penelitian

1. Right to self determination

Responden sebagai subyek penelitian memiliki hak asasi untuk terlibat di dalam penelitian atau tidak sehingga sifatnya tidak memaksakan kehendak responden.

Responden juga berhak memperoleh informasi tentang tujuan, manfaat serta teknis pelaksanaan penelitian. Setelah responden mendapatkan informasi yang jelas, sebagai

bentuk persetujuan responden hendaknya menandatangani formulir pesetujuan yang

informed consent.

2. Right to privacy and dignity

Responden memerlukan privacy dalam memberikan informasi kepada peneliti. Privacy tersebut dapat berupa waktu, tempat dan lingkungan. Peneliti tetap menjamin privasi

responden saat memberikan informasi yang bersifat rahasia dan pribadi. Peneliti tidak mencantumkan nama dan alamat pasien pada output data, nama dan alamat responden menjadi milik peneliti.

(58)

Responden memiliki hak untuk tidak diketahui identitas pribadinya serta dijaga kerahasiannya dari data yang telah disampaikan kepada peneliti. Peneliti tidak

mencantumkan nama responden dalam kuesioner tetapi hanya berupa kode responden untuk tujuan identifikasi data. Peneliti juga menjamin kerahasiaan dari seluruh informasi yang diberikan dan tidak dipublikasikan.

4. Right to fair treatment

Peneliti harus menerapkan prinsip keadilan. Yang artinya peneliti tidak boleh melakukan

diskriminasi pada saat melakukan perlakuan kepada responden.

5. Right to protection from discomfort and harm

Prinsipnya penelitian ini tidak menimbulkan ketidaknyamanan dan kerugian bagi responden. Jika dalam proses penelitian, responden merasa terganggu waktu dan privasinya maka peneliti memberikan kebebasan dalam menyelesaikan pengisian

(59)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.HASIL PENELITIAN

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian a. Profil Rumah Sakit

Rumah Sakit Umum Permata Husada adalah rumah sakit yang dibangun atas kekuatan dana dari Yayasan Lembaga Purwa Hardja Husada (swadana), segala pembiayaan, modal pendirian untuk pembangunan didapat dari para pendiri yayasan, yang dipelopori oleh dua pedagang besar dari kecamatan pleret ketika itu. Rumah Sakit Umum Permata Husada berdiri dengan status rumah sakit khusus ibu dan anak, pada tanggal 2 juni 2002, yang diresmikan oleh Bupati Bantul ketika itu, Bapak Idham Samawi. Pembentukan rumah sakit ini didasarkan atas prakarsa dari seorang pedagang di Kecamatan Pleret yang bernama Bapak (Alm) Saman Purwohardjono, sekitar tahun 1976, yang ketika itu sangat kasihan melihat masyarakat di sekitar ketika berobat harus naik andong ke kota. Rumah sakit di sekitar Pleret ketika itu masih belum ada, sehingga sangat jauh untuk berobat bagi warga Pleret.

Rumah Sakit Umum Permata Husada adalah rumah sakit swasta kelas D. Rumah sakit ini bersifat transisi dengan kemampuan hanya memberikan pelayanan kedokteran umum dan gigi. Rumah sakit ini juga menampung rujukan yang berasal dari puskesmas. Secara struktur organisasi, rumah sakit ini dipimpin langsung oleh direktur yang berkoordinasi langsung kepada pemilik rumah sakit. Jumlah karyawan di rumah sakit ini adalah 80 karyawan yang terdiri dari: 20 Dokter, 4

Gambar

Tabel 4. 1. Definisi Operasional
Tabel 2. Skala Likert
Tabel 4.1 menggambarkan responden dengan jenis kelamin
Tabel 4. 2. Hasil Uji Validitas Instrumen.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kober mie setan dimiliki owner yang bukan non Islam, namun tetap menghargai konsumen yang beragama Islam dengan membuat mie pangsit sendiri yang diketahui

Pada Tabel 5, faktor-faktor pembatas kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah di Desa Hamparan Perak yang perlu diperbaiki adalah pH, C-organik dan N-total

Analisis data dilakukan untuk melihat hasil terendah dari masing-masing parameter yang mengindikasikan terjadinya pertumbuhan secara lambat pada tanaman stroberi

Literatur yang dipelajari adalah yang terkait dengan pengembangan bahan ajar dan pendidikan antikorupsi perspektif al-Qur’an dan hadis. Melalui studi literatur diharapkan

 Penyusunan sebuah strategi atau arahan untuk pengadaan dan penggunaan sistem informasi dalam suatu organisasi..  Proses identifikasi sebuah

Based on figure given above, state the line of intersection between the following planes and the pair of lines perpendicular to the line of intersection.. ACTIVITY SHEET

[r]

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menerapkan cara pengukuran menggunakan metode TLS 3D dengan melakukan proses penyiaman di seluruh bagian luar bangunan cagar budaya