• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KLINIK MODEL BEDSIDE TEACHING TERHADAP PENINGKATAN KOGNITIF, AFEKTIF DAN PSIKOMOTORIK PADA MAHASISWA PROGRAM PROFESI NERS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KLINIK MODEL BEDSIDE TEACHING TERHADAP PENINGKATAN KOGNITIF, AFEKTIF DAN PSIKOMOTORIK PADA MAHASISWA PROGRAM PROFESI NERS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA"

Copied!
212
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Derajat Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

HELSY DESVITASARI 20141050002

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN PROGRAM PASCASARJANA

(2)

i TESIS

Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Derajat Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

HELSY DESVITASARI 20141050002

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN PROGRAM PASCASARJANA

(3)
(4)
(5)

iv Jenis Kelamin : Perempuan

TTL : Lumpatan (MUBA), 06 Desember 1990 N.I.M : 20141050002

Prodi : Magister Keperawatan (Konsentrasi Nursing Education) Alamat : Jl. Gotong Royong No. 3987 B, RT 053, RW 009 Kelurahan

Demang Lebar Daun Palembang 30137.

Riwayat Pendidikan :

 Tahun 1996 - 2001 : SD Negeri 153 Palembang

 Tahun 2001 - 2004 : SMP TRI DHARMA Palembang

 Tahun 2004 - 2007 : SMA Negeri 02 Palembang

 Tahun 2007 - 2011 : Prodi PSIK STIK Siti Khadijah Palembang

 Tahun 2011 - 2013 : Prodi Ners STIK Siti Khadijah Palembang

 Tahun 2014 - Sekarang : Prodi Magister Keperawatan Universitas

(6)

v Rabbi q

Alhamdulillah, puji syukur setinggi – tingginya untukMu wahai rabbi q Engkau selalu mengasihi, menyayangi, dan memberikan petunjuk dan pertolongan kepada

hamba.

Mama & Papa

Yang senantiasa mendo’akan, mencurahkan kasih sayang, perhatian, motivasi tiada henti kepada ananda. Terimakasih untuk semuanya yang tiada mampu

penulis sebutkan, semoga Allah senantiasa menyayangi kalian mapa.

My Big Brother, My sister, My Young Brother & Ahun Adik-adikku tersayang Machda Alam, Fitria Toyiba, dan Oktaviansyah, terimakasih ya de katas do’a, support, kebahagiaan yang selalu menghiasi

keseharian penulis. Begitu juga dengan Ahun thanks a lot untuk do’a dan supportnya.

Sahabat – sahabat ku

Mba iphe, mba pritta, mba dian, mba viantika, fitri, budi, mas son, jaka, doni, usman, mace, mba andri p, bu nutricia, bu ukhtul, mba indi, mba erni, bu sutik, bu

atik, bu anik, dan semua teman-teman M.Kep angkatan V terimakasih atas supportnya selama ini.

(7)

vi

telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan Judul “Efektivitas Pembelajaran Klinik Model Bedside Teaching Terhadap Penigkatan Kognitif, Afektif Dan Psikomotorik Pada Mahasiswa Program Profesi Ners Universitas Muhammadiyah Yogyakarta”. Peneliti menyadari bahwa tesis ini tidak akan mungkin terselesaikan dengan baik tanpa adanya bantuan, bimbingan serta saran dari berbagai pihak. Untuk itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Achmad Nurmandi selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Ibu Fitri Arofiati, S.Kep., Ns., MAN., Ph.D selaku Ketua Program Studi Magister Keperawatan Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Ibu Dr. Titih Huriah., M.Kep., Ns., Sp.Kep.K selaku Sekretaris Program Studi Magister Keperawatan Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

4. Prof. Dr. Heru Kurnianto Tjahjono selaku pembimbing satu yang telah memberikan masukan, saran, dan support kepada peneliti untuk menyempurnakan tesis ini.

5. Ibu Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes selaku dosen pembimbing dua yang telah memberi masukan, saran dan support dalam penyempurnaan tesis ini. 6. Ibu dr. Nurhayati., M.Med.Ed selaku penguji yang telah memberi

masukan, saran dan support dalam penyempurnaan tesis ini.

7. Seluruh dosen dan staf Program Studi Magister Keperawatan Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan motivasi dan bantuan dalam penyusunan tesis ini.

(8)

vii

10. Rekan – rekan mahasiswa Magister Keperawatan Angkatan V yang yang telah banyak memberikaan masukan dan saran dalam penyusunan tesis ini. 11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan melimpahkan rahmat serta hidayahNya dan menjadikan ini sebagai amal jariyah kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesainya tesis ini. Penulis sangat menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan pada tesis ini. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pembangunan ilmu pendidikan keperawatan serta bagi kita semua, Aamiin ya robbal alamiin. Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Yogyakarta, 18 Agustus 2016

(9)
(10)

ix

(11)
(12)

xi

Tabel 3.2 Nilai Alpha ... 60

Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas ... 71

Tabel 4.2 Pengaruh Metode Pembelajaran Terhadap Kognitif ... 76

Tabel 4.3 Pengaruh Metode Pembelajaran Terhadap Afektif ... 76

Tabel 4.4 Pengaruh Metode Pembelajaran Terhadap Psikomotorik Pengkajian Luka ... 78

Tabel 4.5 Pengaruh Metode Pembelajaran Terhadap Psikomotorik Perawatan Luka ... 79

Tabel 4.6 Perbedaan Tingkat Kognitif Kelompok Eksperimen dan Kontrol 80 Tabel 4.7 Perbedaan Tingkat Afektif Kelompok Eksperimen dan Kontrol 80 Tabel 4.8 Perbedaan Tingkat Psikomotorik Pengkajian Luka Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 81

(13)

xii

(14)

xiii

(15)

xiv Perguruan Tinggi

FKIK : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

RS : Rumah Sakit

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah PSIK : Program Studi Ilmu Keperawatan MCQ : Multiple Choice Question

BST : Bedside teaching

RS : Rumah Sakit

(16)

xv Lampiran 3. Kuesioner

Lampiran 4. Surat Etik

Lampiran 5. Surat Pengantar Penelitian Dari Universitas Muhammadiyah Lampiran 6. Surat Balasan Dari Rumah Sakit

(17)
(18)

xvi Helsy Desvitasari

Program Studi Magister Keperawatan Universitas Muhamadiyah Yogyakarta

ABSTRAK

Latar Belakang : Pendidikan profesi ners merupakan pendidikan lanjutan yang harus ditempuh oleh mahasiswa sarjana keperawatan dimana proses pendidikan ini berperan penting dalam melatih sikap profesionalisme seorang perawat. Keberhasilan lulusan di ranah klinik turut pula dipengaruhi oleh teknik dan model pembelajaran yang diberikan salah satunya metode pembelajaran klinik model bedside teaching.

Tujuan Penelitian : Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas metode pembelajaran klinik model bedside teahing dalam meningkatkan kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa.

Metode Penelitian : Desain penelitian ini adalah Quasi experiment with control group design. Sampel penelitian berjumlah 80 mahasiswa keperawatan yang sedang melakukan praktik klinik di stase keperawatan dewasa mereka dibagi dalam 2 kelompok yaitu 42 orang kelompok eksperimen dan 38 orang kelompok kontrol. Penentuan sampel untuk masing-masing kelompok dilakukan dengan cara purposive sampling dengan pendekatan matching. Instrument penelitian Multiple Choice Question digunakan untuk menilai kognitif. Lembar observasi checklist untuk menilai afektif dan psikomotorik. Hasil penelitian diuji dengan Uji Wilcoxon.

Hasil Penelitian: Hasil penelitian dari data proporsi kognitif, afektif dan psikomotorik (ordinal) pada kedua kelompok. Dari hasil penelitian diperoleh adaya perbedaan tingkat kognitif pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang ditunjukkan dengan nilai p 0.001. Penilaian afektif pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol didapatkan hasil nilai p 0.001. dan penilaian psikomotorik pengkajian luka didapatkan nilai p 0.001 dan penilaian psikomotorik perawatan luka didapatkan nilai p 0.016.

Kesimpulan :metode pembelajaran klinik model bedside teaching lebih efektif dibandingkan dengan metode incomplete bedside teaching dalam meningkatkan kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa profesi ners.

(19)

xvii Helsy Desvitasari

Master of Nursing Universitas Of Muhammadiyah Yogyakarta

ABSTRACT

Background: Education of nurse profession is advanced education that must be taken by undergraduate of nursing students where educational process plays an important role to train nurses attitude of professionalism. The graduate success in clinical area is also influenced by techniques and learning model and the one of methods given in clinical teaching is bedside teaching model.

Objective: This study was conducted to determine the effectiveness of clinical teaching method with bedside teaching model in improving cognitive, affective and psychomotor student.

Methods: This study was quasy experiment with control group design. The samples were 80 nursing students who were taking clinical practice in adult nursing area; they were divided into two groups: 42 in experimental group and 38 in control group using purposive sampling with matching approach to each group. Instrument of multiple choice questions was used to assess cognitive, observation sheet-checklist was used to assess affective and psychomotor, and then analyzed using Wilcoxon test.

Results: The results of data were proportion of cognitive, affective and psychomotor (ordinal) in both groups. The results showed difference of cognitive level in experimental group and in control group were obtained p value 0.001. Affective value in experimental group and control group were obtained p value of 0.001, psychomotor value in wound assessment was obtained p value 0.001 and psychomotor value in wound care was obtained p value 0.016.

Conclusion: Clinical teaching method with bedside teaching model was more effective than method of incomplete bedside teaching in increasing cognitive, affective and psychomotor student’s nurse profession.

(20)

1 A. Latar Belakang

Roadmap mobilitas tenaga kerja profesional antar Negara di ASEAN telah di bentangkan khususnya bidang profesi keperawatan. Hal ini menjadi salah satu dorongan bagi penyelenggara pendidikan keperawatan untuk menghasilkan tenaga kesehatan yang bermutu, yang mampu bersaing baik secara nasional maupun internasional dengan dibekali attitude, knowledge, skill, & insight (Nurhadi (2004), Nursalam & Ferry (2008)).

Berdasarkan data AIPDIKI pada tahun 2011 jumlah pendidikan jenjang Diploma Tiga Keperawatan berjumlah 498 institusi. Kemudian dari data AIPNI pada tahun 2011 terdapat 318 institusi jenjang Sarjana/Ners, 15 institusi jenjang Magister/Spesialis dan 1 institusi jenjang Doktoral (HPEQ DIKTI, 2012).

(21)

keterampilan intelektual dan keterampilan interpersonal (Reilly & Oermann 2002).

Proses pendidikan profesi yang diberikan tidak terlepas dari faktor-faktor berikut: peserta didik, materi pembelajaran, metode pengajaran, media dan pendidik. Faktor tersebut sangat berperan dalam mendorong mahasiswa untuk mampu berpartisipasi aktif baik dalam berfikir maupun berprilaku profesional, melalui proses bimbingan secara continue dan terstruktur (Spencer, 2003).

Sebuah metode atau tehnik mengajar yang diberikan oleh preseptor haruslah maksimal agar dapat memberikan kontribusi yang signifikan untuk meningkatkan kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa dalam meraih capaian pembelajaran, melalui perannya sebagai role model, observer, partisipan, narasumber, fasilitator dan mentor (King & Gerwik 1981; Kelly & Keren, 1998).

Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta telah mengimplementasikan model pembelajaran klinik bedside teaching. Menurut Nursalam (2008) & Langlois et al,. (2004) melalui bedside teaching mahasiswa mendapatkan kesempatan belajar di real clinical setting serta dapat melakukan observasi pasien secara complex dan dapat mempelajari penyakit pasien secara komprehensif.

(22)

diberikan intervensi pendidikan. Sedangkan hasil penelitian Cholifah, N., & Hartinah, D. (2015) bahwa metode pembelajaran bedside teaching mampu meningkatkan pencapaian kompetensi klinik, kepercayaan diri, harga diri dan kesadaran diri peserta didik.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada beberapa preseptor, didapatkan hasil bahwa preseptor belum memahami betul tentang kebutuhan apa saja yang harus dipenuhi oleh preseptor selama proses bedside teaching, mulai dari pengalokasian waktu dan pasien hingga proses pembelajaran lanjutan yang diberikan kepada mahasiswa dalam bentuk penugasan seperti melakukan analisis kasus yang telah dijumpai selama proses bedside teaching. Hasil wawancara tersebut sejalan dengan hasil wawancara yang diperoleh dari beberapa mahasiswa bahwa proses pembelajaran bedside teaching yang di implementasikan kurang sesuai dengan tahapan bedside teaching yang sebenarnya dengan meninggalkan tahap pre round dan post round.

(23)

kompetensi mahasiswa profesi meliputi kognitif, afektif dan psikomotorik dapat tercapai.

Dalam penelitian ini, peneliti memilih tahapan praktik mahasiswa di Stase Keperawatan Dewasa, stase ini merupakan salah satu stase program profesi keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, di mana para mahasiswa melakukan praktik di enam home based diantaranya di RS Muhammadiyah , RS Muhammdiyah Unit II, RSUD Tidar Magelang, RSUD Kabupaten Temanggung, RS PKU Muhammadiyah Temanggung, dan RSUD Saras Husada Purworejo, disertai dengan target kompetensi-kompetensi dasar yang harus diraih oleh para praktikan salah satunya kompetensi tersebut yaitu melakukan pengkajian dan perawatan luka melalui metode bimbingan model bedside teaching.

(24)

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah penggunan metode pembelajaran klinik model bedside teaching efektif dalam meningkatkan kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa program profesi ners Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ?

2. Apakah terdapat perbedaan kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswayang menggunakan metode pembelajaran klinik model bedside teaching dan mahasiswa yang menggunakan pembelajaran incomplete bedside teaching?

C. Tujuan penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian untuk mengetahui efektivitas pembelajaran klinik model bedside teaching terhadap peningkatan kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa Program Profesi Ners Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Tujuan khusus

(25)

b. Mengetahui efektivitas pembelajaran klinik model incomplete bedside teaching terhadap peningkatan kognitif, afektif, dan psikomotorik mahasiswa Program Profesi Ners Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Menambah dan mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan tentang metode pembelajaran klinik dalam meningkatkan kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa program profesi ners Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Mahasiswa

Memberikan informasi mengenai prosedur pelaksanaan bedside teaching sehingga diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan.

b. Bagi Preseptor Klinik

(26)

c. Bagi Rumah Sakit

Dapat menjadi masukan perbaikan pelayanan, terutama dalam bidang pendidikan dan pengajaran klinik.

d. Bagi Institusi Pendidikan

Manfaat penelitian tentang metode pembelajaran klinik model bedside teaching ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian pustaka. Selain itu juga, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi bagi institusi pendidikan keperawatan untuk terus berupaya meningkatkan kualitas belajar mengajar.

e. Bagi Peneliti Selanjutnya

(27)

Adapun sejumlah penelitian yang terkait dengan penelitian penulis diantaranya : Tabel 1.1 Penelitian Terkait

No Peneliti Judul Tujuan Metode Perbedaan dari penelitian yang akan dilakukan

1 Cholifah, N.,

Tujuan penelitian : mengetahui efektivitas pembelajaran klinik model bedside teaching terhadap penigkatan kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa program profesi ners di PSIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Desain penelitian : Quasi Eksperimen dengan Desain nonequivalent control group design, dengan teknik analisis uji Wilcoxon yang digunakan : mahasiswa profesi ners berjumlah 80 orang mahasiswa profesi ners. 42 orang sebagai variable intervensi dan 38 orang sebagai variable control. Pengumpulan data kognitif menggunakan MCQ, afektif dan psikomtorik

Tujuan penelitian : mengetahui efektivitas pembelajaran klinik model bedside teaching terhadap penigkatan kognitif, afektif dan psikomotorik

(28)

qualitative

Desain penelitian : Quasi Eksperimen dengan Desain nonequivalent control group design, dengan teknik analisis uji Wilcoxon. Sampel yang digunakan : mahasiswa profesi ners berjumlah 80 orang mahasiswa profesi ners. 42 orang sebagai variable intervensi dan 38 orang sebagai variable control. Pengumpulan data kognitif Pengumpulan data kognitif menggunakan MCQ, afektif dan psikomtorik menggunakan checklist.

3 Tampake

Tujuan penelitian : mengetahui efektivitas pembelajaran klinik model bedside teaching terhadap penigkatan kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa program profesi ners di PSIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Desain penelitian : Quasi Eksperimen dengan Desain nonequivalent control group design, dengan teknik analisis uji Wilcoxon. Sampel yang digunakan : mahasiswa profesi ners berjumlah 80 orang mahasiswa profesi ners. 42 orang sebagai variable intervensi dan 38 orang sebagai variable control. Pengumpulan data

(29)

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Palu.

MCQ, afektif dan psikomtorik menggunakan checklist.

4 Umi

Tujuan penelitian : mengetahui efektivitas pembelajaran klinik model bedside teaching terhadap penigkatan kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa program profesi ners di PSIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Desain penelitian : Quasi Eksperimen dengan Desain nonequivalent control group design, dengan teknik analisis uji Wilcoxon. Sampel yang digunakan : mahasiswa profesi ners berjumlah 80 orang mahasiswa profesi ners. 42 orang sebagai variable intervensi dan 38 orang sebagai variable control. Pengumpulan data kognitif Pengumpulan data kognitif menggunakan MCQ, afektif dan psikomtorik menggunakan checklist. 5 Lestari, T. P.,

Tujuan penelitian : mengetahui efektivitas pembelajaran klinik model bedside teaching terhadap penigkatan kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa program profesi ners di PSIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Desain penelitian : Quasi Eksperimen dengan Desain

(30)

psikomotorik mahasiswa profesi ners berjumlah 80 orang mahasiswa profesi ners. 42 orang sebagai variable intervensi dan 38 orang sebagai variable control. Pengumpulan data kognitif Pengumpulan data kognitif menggunakan MCQ, afektif dan psikomtorik menggunakan checklist.

6 Gonzalo, dkk

Tujuan penelitian : mengetahui efektivitas pembelajaran klinik model bedside teaching terhadap penigkatan kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa program profesi ners di PSIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Desain penelitian : Quasi Eksperimen dengan Desain nonequivalent control group design, dengan teknik analisis uji Wilcoxon. Sampel yang digunakan : mahasiswa profesi ners berjumlah 80 orang mahasiswa profesi ners. 42 orang sebagai variable intervensi dan 38 orang sebagai variable control. Pengumpulan data kognitif Pengumpulan data kognitif menggunakan MCQ, afektif dan psikomtorik menggunakan checklist. 7 Giyanto

(31)

motivasi

Desain penelitian : Quasi Eksperimen dengan Desain nonequivalent control group design, dengan teknik analisis uji Wilcoxon. Sampel yang digunakan : mahasiswa profesi ners berjumlah 80 orang mahasiswa profesi ners. 42 orang sebagai variable intervensi dan 38 orang sebagai variable control. Pengumpulan data kognitif Pengumpulan data kognitif menggunakan MCQ, afektif dan psikomtorik menggunakan checklist.

8 Piriyasupong

Tujuan penelitian : mengetahui efektivitas pembelajaran klinik model bedside teaching terhadap penigkatan kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa program profesi ners di PSIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Desain penelitian : Quasi Eksperimen dengan Desain nonequivalent control group design, dengan teknik analisis uji Wilcoxon. Sampel yang digunakan : mahasiswa profesi ners berjumlah 80 orang mahasiswa profesi ners. 42 orang sebagai variable intervensi dan 38 orang sebagai variable control. Pengumpulan data kognitif Pengumpulan data kognitif menggunakan MCQ, afektif dan psikomtorik menggunakan checklist.

(32)
(33)

13 A. Landasan Teori

1. Belajar

Belajar adalah suatu proses terjadinya perubahan perilaku yang melibatkan aktivitas mental atau psikis secara aktif yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan sikap (Roger 2003, Winkel 2004).

Secara garis besar belajar terbagi menjadi dua sudut pandang yaitu behaviorisme dan konstruktivisme. Dalam sudut pandang behaviorisme belajar sangat erat kaitannya dengan terjadinya perubahan tingkah laku yang bersumber dari interaksi peserta didik dengan lingkungannya (Cahyo, 2013).

Slameto (2003) menyatakan bahwa belajar adalah suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku, di mana merupakan hasil dari pengalaman sendiri dalam proses interaksinya dengan lingkungan yang dilakukan secara sadar, aktif dan positif, kontinue dan fungsional serta mempunyai tujuan yang terarah.

(34)

2. Pembelajaran Klinik a. Pembelajaran

Proses belajar mengajar merupakan suatu proses menterjemahkan dan mentransformasikan nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum, secara aktif antara pengajar dan siswa disampaikan secara edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara pendidik dan siswa merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar. Interaksi dalam peristiwa belajar mengajar mempunyai arti yang lebih luas, tidak hanya sebatas hubungan antara pengajar dan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif dan memberikan pengalaman belajar kepada mahasiswa. Dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan penanaman sikap dan nilai pada diri peserta didik yang sedang belajar (Sudjana, 1987, Suryabrata, 1989 dan Usman, 1989 dalam Widyartini, 2002).

Hergenhahn (1982, dalam Reilly & Oermann 2002) memandang pembelajaran sebagai suatu proses yang menjembatani perilaku dan tindakan sebagai variabel intervensi antara pengalaman tertentu dan perubahan perilaku.

Hergenhahn (1982)

Slameto (2003) mengemukakan ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pendidik dalam mengelola pembelajaran, antara lain: mengusahakan agar setiap peserta didik dapat berpartisipasi secara aktif,

Pengalaman Pembelajaran

(35)

menganalisis struktur materi yang diajarkan, menganalisis sequence pembelajaran dan memberikan penguatan (reinforcement) dan feed back. b. Pendidikan profesi ners

Pendidikan tinggi keperawatan merupakan tingkatan pendidikan yang bertujuan menghasilkan profesi perawat yang profesional. Proses pendidikan dilaksanakan melalui 2 tahap yaitu tahap akademik dan tahap Profesi Ners, di mana pada tahap profesi merupakan proses transformasi mahasiswa untuk menjadi perawat profesional (Nursalam, 2008).

Tahap profesi ners merupakan lanjutan program akademik melalui pembelajaran klinik yang menuntut lulusannya memiliki karakterisik esensial profesi meliputi 5 aspek berikut (Erniyati, 2010) :

1) Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan 2) Kemampuan dalam menyelesaikan masalah secara alamiah 3) Sikap dan tingkah laku profesional

4) Belajar aktif dan mandiri

5) Pendidikan berada di masyarakat

(36)

Ciri-ciri profesi menurut Winsley, (1964) :

1) Didukung oleh badan ilmu yang sesuai dengan bidangnya, jelas wilayah kerja keilmuan dan aplikasinya.

2) Profesi diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan yang terencana, terus menerus dan bertahap.

3) Pekerja profesi diatur oleh kode etik profesi serta diakui secara legal melalui perundang-undangan.

4) Peraturan dan ketentuan yang mengatur hidup dan kehidupan profesi (standar pendidikan dan pelatihan, standar pelayanan dan kode etik) serta pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan -peraturan tersebut dilakukan sendiri oleh warga profesi.

c. Tempat praktik profesi

Program pendidikan profesi ners disebut juga program pembelajaran klinik di mana lahan praktik yang digunakan antara lain Rumah Sakit, dan lembaga kesehatan umum seperti Puskesmas, Klinik Bersalin, Panti Werdha dan Komunitas (keluarga dan masyarakat). (Reilly dan Oermann, 2002).

Pendidikan profesi hanya dapat di lakukan di lingkungan yang nyata melalui penumbuhan dan pembinaan keterampilan intelektual, teknikal dan interpersonal. Komponen yang harus ada pada tatanan tempat praktik adalah (Nursalam, 2008):

(37)

3) Bimbingan yang kompeten 4) Praktik keterampilan

5) Dorongan untuk berpikir kritis

6) Kesempatan mentransfer pengetahuan

7) Kesempatan dalam mengintegrasikan pengetahuan 8) Penggunaan konsep tim

Kriteria pemilihan lingkungan praktik klinik menurut Hawkins (1981, dalam Reilly dan Oermann, 2002) dibagi menjadi 4 area :

1) Keseluruhan : lingkungan dan staf pengajar 2) Klien atau pasien

3) Staf karyawan

4) Sarana dan prasarana untuk peserta didik dan staf pengajar. d. Metode Pembelajaran Klinik

Metode pembelajaran klinik menurut Nursalam & Ferry (2008) adalah suatu metode yang sesuai dengan kerangka konsep pembelajaran, digunakan untuk mendidik peserta didik di klinik yang memungkinkan pendidik untuk dapat diterapkan kepada peserta didik sesuai dengan kualifikasi dan karakteristiknya.

Menurut Schweek and Gebbie praktik klinik merupakan “the heart of the total curriculum plan”. Pendapat ini menunjukkan bahwa unsur utama

(38)

Preseptor klinik bertanggung jawab menentukan metode pembelajaran di klinik untuk mendukung tujuan tersebut. Beberapa metode klinik yang biasa digunakan adalah metode experential, metode pemecahan masalah, metode konferensi, metode observasi, metode multimedia, metode self directed, metode preseptorship, dan metode bedside teaching (Reilly dan Oermann, 2002, dan Nursalam, 2008).

1) Metode Experential

(39)

Metode ini mempunyai kelebihan dan kelemahan. Beberapa kelebihan metode experiential adalah sebagai berikut (Nursalam, 2008).

a) Perawat menjadi kompeten dalam tugas. b) Ketercapaian proses keperawatan meningkat. c) Mengimplementasikan model praktik professional.

Beberapa kelemahan metode experiential adalah sebagai berikut. a) Mahasiswa hanya melihat tugas asuhan keperawatan sebegai

keterampilan semata saja.

b) Mahasiswa yang belum terampil memerlukan waktu yang banyak untuk pembelajaran.

c) Apabila pekerjaan selesai, mahasiswa akan meninggalkan klien dan melakukan tugas yang lain.

2) Metode Pemecahan Masalah

Metode pemecahan masalah membantu mahasiswa dalam menganalisa situasi klinis yang bertujuan untuk menjelaskan masalah yang akan diselesaikan, memutuskan tindakan yang akan diambil, menerapkan pengetahuan untuk memecahkan suatu masalah klinis, memperjelas keyakinan dan nilai seseorang. Metode pemecahan masalah mempunyai kelebihan dan kelemahan.

(40)

Beberapa kelebihan metode pemecahan masalah adalah sebagai berikut (Reilly dan Oermann, 2002).

a) Mahasiswa berpotensi mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya dalam memecahkan masalah.

b) Mahasiswa diharuskan dapat menguasai materi pembelajaran agar dapat memberikan solusi yang tepat untuk masalah klien. c) Mahasiswa dapat menerapkan asuhan keperawatan yang tepat.

Beberapa kelemahan metode pemecahan masalah adalah sebagai berikut:

a) Dosen/preseptor harus memberikan perhatian yang maksimal kepada mahasiswa.

b) Mahasiswa yang tidak menguasai materi akan mengalami kesulitan dalam pengambilan keputusan.

3) Metode Konferensi

(41)

a) Membuka ruang antar dosen dan mahasiswa untuk saling berinteraksi satu sama lain.

b) Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menunjukkan kemampuannya dalam mengeksplorasikan ide serta meningkatkan rasa percaya diri mahasiswa.

c) Kegiatan saling menilai rekan satu sama lain atas kinerja masing-masing memberikan peluang dan pengalaman tersendiri bagi peserta didik.

Beberapa kelemahan metode konferensi adalah:

a) Dosen/presptor dengan beban kerja dan kesibukan yang tinggi akan mengalami hambatan terutama dalam mengatur waktu untuk mnerapkan metode ini.

b) Terbatasnya waktu kegiatan yang diimplementasikan mengurangi kepuasan mahasiswa terhadap beberapa hal dari pembelajaran yang belum tercapai.

c) Kegiatan ini menjadi stressor tersendiri bagi mahasiswa ketika mereka belum mempersiapkan segala sesuatunya secara maksimal.

4) Metode Observasi

(42)

yang akan di jadikan pembelajaran di masa mendatang. Metode ini meliputi:

a) Observasi lapangan: dilakukan untuk memperoleh pengalaman serta memberikan perspektif kepada mahasiswa di masa mendatang mengenai asuhan keperawatan, mengobservasi situasi klinik serta perilaku orang lain selama di lingkungan klinik.

b) Field trip dilakukan diluar lingkungan praktek dengan mengkaji dan menggali pengalaman yang lain yang tidak di dapatkan di lahan praktik sebelumnya.

c) Ronde keperawatan: merupakan suatu metode observasi yang dilakukan secara langsung dengan mengkaji asuhan keperawatan dan informasi dari klien dan berdiskusi dengan klien, hasil observasi terhadap klien didiskusikan diluar lingkungan klien (Hidayat, 2008). Metode ini mempunyai kelebihan dan kelemahan.

Beberapa kelebihan metode observasi adalah sebagai berikut (Reilly dan Oermann, 2002) :

a) Memberikan pengalaman kepada mahasiswa tentang beragam permasalahan yang ada di klinik.

(43)

c) Mahasiswa dapat mengobservasi dan berinteraksi secara langsung kepada klien.

Beberapa kelemahan metode observasi adalah sebagai :

a) Klien dan keluarga merasa kurang nyaman jika privasinya terganggu.

b) Komunikasi yang tidak efektif akan mempengaruhi informasi yang didapatkan.

5) Metode Multimedia

Media memberikan pembelajaran yang multisensorik. Pada umumnya, semakin banyak indera yang digunakan maka pesan yang disampaikan lebih dikonseptualkan. Metode pembelajaran visual memberikan peningkatan pemahaman secara visual mahasiswa dalam pemecahan masalah, metode secara auditori mengoptimalkan pendengaran mahasiswa untuk memusatkan perhatian, metode psikomotor meningkatkan keterampilan peragaan yang dilakukan oleh mahasiswa. Metode multimedia mempunyai kelebihan dan kelemahan. Beberapa kelebihan metode multimedia adalah sebagai berikut (Reilly dan Oermann, 2002).

a) Meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam pemecahan masalah, mengambil keputusan dan berpikir kritis.

b) Mendorong mahasiswa untuk mengevaluasi tindakan sendiri. c) Membantu mahasiswa untuk menerapkan konsep keperawatan

(44)

Beberapa kelemahan metode multimedia adalah sebagai berikut : a) Fasilitas yang tidak lengkap akan menghambat pengajaran. b) Dosen/preseptor yang kurang menggunakan variasi media akan

membuat mahasiswa kurang memahami pengajaran yang diberikan.

c) Keterbatasan media akan menghambat mahasiswa untuk memaksimalkan pelaksanaan konsep asuhan keperawatan.. 6) Metode Self Directed

Metode pengajaran ini memberi keunikan dan kemampuan mahasiswa untuk membuat pilihan dan keputusan sendiri mengenai pembelajaran. Metode ini berusaha memperlihatkan perbedaan dan kebutuhan individual mahasiswa. Ada beberapa metode pengajaran self directed yaitu kontrak pembelajaran, belajar sendiri dan modul kecepatan diatur sendiri. Metode ini mempunyai kelebihan dan kelemahan. Mahasiswa diberikan kebebasan untuk dapat menambah pengetahuannya dengan mencari pembelajaran dari sumber - sumber yang dapat menunjang pembelajarannya misalnya majalah, internet, film, video, jurnal penelitian, dan lain-lain. Metode ini dapat membantu mahasiswa untuk menghadapi kegiatan praktik klinis, mencapai keterampilan yang maksimal. Beberapa kelebihan metode self directed adalah sebagai berikut (Reilly dan Oermann, 2002).

(45)

b) Memberikan kebebasan untuk mengatur belajarnya sendiri tanpa prosedur negosiasi atau kontrak pembelajaran.

c) Memperbaharui keterampilan dan pengetahuan klinis. Beberapa kelemahan metode self directed adalah sebagai berikut :

a) Mahasiswa sering mengabaikan tugas belajarnya.

b) Mahasiswa sering tidak mendapatkan tujuan belajar yang diharapkan karena beberapa hal berikut : 1. Konten/isi pembelajaran tidak menarik. 2. Ritme belajar yang belum terpola/terprogram. 3. Manajemen waktu belajar yang kurang optimal. 4. Media pembelajaran yang digunakan monoton. 5. Strategi belajar yang digunakan kurang efektif dan efisien. 6. Tempat belajar yang kurang nyaman mempengaruhi motivasi belajar mahasiswa (Harden, 2009).

7) Metode Preceptorship

(46)

Kriteria preceptorship berpengalaman dalam bidangnya, profesional, berjiwa pemimpin, memahami konsep dan asuhan keperawatan, mampu mengadakan perubahan, mampu menjadi role model, berminat dalam bidang keperawatan (Nursalam, 2008).

Dosen/pembimbing klinik berperan memberikan bimbingan mahasiswa dalam memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk perawatan klien dan mempelajari peran dan tanggung jawab perawat di lahan praktik, memperbaiki kemampuan mahasiswa jika melakukan kesalahan untuk mendukung perencanaan dan tindakan keperawatan, melakukan orientasi dan sosialisasi terkait tentang prosedur-prosedur dan kebijakan di klinik, melakukan evaluasi terhadap tindakan yang dilakukan oleh mahasiswa selama di klinik, memberikan pendelegasian untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan selama tidak mendampingi mahasiswa selama pengajaran klinik (Nurhidayah, 2011).

Metode preceptorship mempunyai kelebihan dan kelemahan. Beberapa kelebihan metode preceptorship adalah sebagai berikut :

a) Mahasiswa dapat menunjukkan perilaku yang menjadi teladan. b) Dosen/pembimbing klinik memberikan pengaruh yang positif

kepada mahasiswa sehingga prilaku yang negatif dapat dibatasi. Beberapa kelemahan metode preceptorship adalah sebagai berikut :

(47)

b) Mahasiswa sering melakukan metode ini secara subjektif bukan objektif.

8) Metode Bedside Teaching

Bedside teaching merupakan suatu metode pembelajaran yang dilakukan di samping tempat tidur klien, yang terdiri dari mengkaji kondisi klien hingga pemenuhan kebutuhan asuhan keperawatannya. (Nursalam & Ferry, 2008).

Menurut Snell (2008) bedside teaching merupakan sebuah pembelajaran yang aktif yang melibatkan pasien.

Jadi, bediside teaching merupakan metode pembelajaran yang dilakukan disamping tempat tidur yang melibatkan pasien secara aktif. Tujuan Bedside teaching menurut Harden (2009) dan wardaningsih (2008) meliputi : a. Mengumpulkan dan merekam semua informasi tentang pasien secara lengkap. b. Melakukan pemeriksaan fisik yang lengkap dan teratur. c. Mengembangkan keterampilan interpersonal (developing interpersonal skills). d. Menginterpretasikan data. e. Memecahkan masalah secara ilmiah dan professional. f. Memberikan informasi yang terpercaya. g. Mengembangkan interaksi pengajar, mahasiswa dan pasien. h. Mengembangkan role-modeling.

(48)

demonstrasi didepan klien dilakukan seminimal mungkin lanjutkan dengan demonstrasi ulang. d. Evaluasi pemahaman peserta didik sesegera mungkin terhadap apa yang didapatkan saat itu. e. Kegiatan yang didemonstrasikan adalah sesuatu yang belum pernah diperoleh peserta didik sebelumnya.

Beberapa kelebihan metode bed side teaching menurut Nursalam (2008) dan Cox (1993) adalah sebagai berikut : a. Mendapatkan kasus yang sesuai yang dapat memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menerapkan keterampilan teknik prosedural dan interpersonal. b. Menumbuhkan sikap professional preseptor kepada mahasiswa. c. Meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal. d. Memacu mahasiswa untuk belajar aktif. e. Dapat mengobservasi keterampilan mahasiswa secara langsung.

Beberapa kelemahan bedside teaching adalah sebagai berikut: a. Dosen/preseptor dan mahasiswa yang kurang melakukan persiapan baik persiapan fisik, psikologis akan menimbulkan rasa tidak percaya dalam diri klien. b. Mahasiswa yang tidak memiliki atau menguasai bahan/materi akan mengurangi efektifitas pembelajaran.

Menurut Cox (1993) pengajaran klinik dengan menggunakan pendekatan bedside teaching memiliki arti sebagai berikut :

a) Briefing

(49)

dengan pasien, baik secara kognitif, afektif maupun psikomotorik. Persiapan pasien dan menjelasan peran dan fungsi yang akan dilakukan.

b) Expectation

Menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan diperoleh oleh mahasiswa. Tujuan pembelajaran tersebut disesuaikan dengan topic pembelajaran.

c) Demonstration

Melakukan interaksi dengan pasien dan mahasiswa, melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien serta mendemonstrasikan tujuan pembelajaran yang telah disepakati sebelumnya. Memberikan peluang untuk Tanya jawab antar mahasiswa dan pasien serta mengklarifikasi singkat atas respon yang telah diberikan.

d) Specific feedback

Pemberikan feedback kepada mahasiswa atas kinerja yang telah dilakukan. Feedback yang diberikan bersifat positif dan membangun baik motivasi maupun keterampilan.

e) Inclusion of Microskills

(50)

benar), correct the mistakes (evaluasi kesalahan-kesalahan), dan teach general rules (ajarkan konsep secara umum).

f) Debriefing

Proses dimana preseptor meminta tanggapan dari mahasiswa dan pasien. Baik berupa masukan maupun pertanyaan dan preceptor mengklarifikasi secara langsung di samping tempat tidur pasien. Bila memerlukan klarifikasi khusus kepada mahasiswa preceptor dapat memberikan feedback di ruangan yang berbeda.

g) Education

Memberikan sumber yang dapat mahasiswa baca serta memberikan dorongan kepada mahasiswa untuk lebih meningkatkan pengetahuan melalui belajar mandiri terhadap kompetensi dari setiap topic pembelajaran.

Strategi/langkah-langkah pengajaran klinik menggunakan pendekatan bedside teaching menurut Cox (1993) dalam Harden (2009), Gonzalo, J. D.,et al. (2013), Kimm (2007) dan Affandi (2008) adalah sebagai berikut:

a) Tahap Pre-Round

Hal yang perlu dilakukan pada tahap ini, yaitu : 1) Perencanaan

(51)

psikomotorik mahasiswa (prior knowledge) serta menetapkan tujuan pembelajaran.

2) Briefing/orientasi

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada tahapan ini antara lain :

a) Mahasiswa diberitahu hal-hal yang tidak boleh didiskususikan selama berhadapan langsung dengan pasien.

b) Menghindari penggunaan alat komunikasi selama proses kegiatan bedside teaching.

c) Mendapatkan kasus penyakit yang spesifik dan pasien yang sesuai dengan kriteria.

d) Melakukan koordinasi sesama tim sebelum melakukan beedside teaching, menjelaskan tujuan kegiatan.

e) Mengalokasikan peran selama bedside teaching berlangsung.

b) Tahap Round

Hal-hal yang harus dilakukan pada tahapan ini, yaitu : a. Introduction (Perkenalan)

(52)

b. Interaction (Interaksi)

Mahasiswa didampingi preseptor melakukan interaksi dengan pasien, fokus pada pengalaman klinis (usahakan untuk tindak menggunakan kalimat-kalimat yang sulit dipahami oleh pasien)

c. Observation (Observasi)

Preseptor mengobservasi keterampilan yang dilakukan mahasiswa.

d. Instruction (Instruksi)

Preseptor memberikan instruksi pada mahasiwa tanpa membuat mahasiswa malu dihadapan pasien.

e. Conclution (Penyimpulan)

Preseptor membantu mahasiswa menarik kesimpulan berdasarkan hasil interaksi dengan pasien.

c) Tahap Post Round

Hal – hal yang dapat dilakukan pada tahap ini, yaitu : 1) Debriefing

(53)

2) Reflection dan feedback

Mahasiswa diberikan kesempatan untuk menilai dirinya/self review, dan peer review mengenai kegiatan yang telah dilakukan, kemudian preseptor memberikan feedback kepada mahasiswa dengan cara yang baik, tidak menjatuhkan motivasi mahasiswa untuk belajar.

Pertanyaan yang diberikan ke mahasiswa :

- Apa yang telah anda dapatkan atau anda jumpai pada kegiatan yang telah kita lakukan?

- Apakah semuanya dapat mengidentifikasi dan megenalis erta menganalisa kasus atau permasalahan keperawatan pada pasien tersebut?

- Apakah masih ada yang belum jelas/mengerti? Menjelaskan temuan :

- Apa yang kita dapati dari kegiatan yang telah dilakukan? - Bagian yang mana yang dapat mendeskripsikan antara

temuan yang satu dan yang lain?

- Bagaimana kita dapat menentukan diagnosa masalah dari kasus yang telah dilakukan?

3) Working Knowledge and Education

(54)

yang telah dijumpai oleh mahasiswa selama proses bedside teaching yang telah dilakukan.

Pertanyaan yang diberikan working knowledge mahasiswa yaitu apa yang harus mahasiswa lakukan selanjutnya? Apakah harus dipicu dengan skenario kasus yang sama untuk masa yang akan datang?

3. Kognitif (Pengetahuan)

a. Definisi kognitif (pengetahuan)

Pengetahuan merupakan suatu proses dalam kehidupan yang dilakukan secara sadar yang diketahui secara langsung. Dimana pengetahuan yang diketahui tersebut diperoleh melalui indera yang dimiliki seperti mata, hidung, telinga, dan lainnya (Taufik, 2007).

Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan merupakan hasil “Tahu”

yang terjadi setelah seseorang melakukan terhadap suatu objek melalui penginderaan terutama mata dan telinga. Bila seseorang mampu menjawab pertanyaan – pertanyaan menganai suatu bidang tertentu dengan lancar, baik secara lisan maupun tertulis maka dapat dikatakan mengetahui bidang tesebut. Sekumpulan jawaban verbal yang diberikan tersebut dinamakan pengetahuan.

(55)

tinggi apabila mampu mengungkapkan sebagian besar informasi dari suatu objek dengan benar. Demikian juga bila seseorang hanya mampu menggunakan sedikit informasi dari suatu objek dengan benar maka dikategorikan berpengetahuan rendah tentang objek tersebut.

Jadi, pengetahuan merupakan suatu proses pengamatan melalui indera terutama penglihatan dan pendengaran yang dungkapkan secara verbal dan benar, mengenai suatu informasi dari suatu objek yang diamati.

b. Tingkatan kognitif (pengetahuan)

Menurut Bloom revisi (Anderson & Krathwohl 2001). Yaitu terbagi menjadi 6 domain antara lain:

1) Mengingat (remembering), terdiri dari: a. Mengenali (recognizing), b. Mengingat (recalling).

2) Memahami (understanding), terdiri dari: a. Menafsirkan (interpreting), b. Memberi contoh (examplying), c. Meringkas (summarizing), d. Menarik inferensi (inferring), e. Membandingkan (comparing), f. Menjelaskan (explaining).

3) Mengaplikasikan (Application), terdiri dari: a. Menjelaskan (executing), b. Mengimplementasikan (implementing).

4) Menganalisis (Analysis), terdiri dari: a. Menguraikan (diffrentiating), b. Mengorganisir (organizing), c. Menentukan makna tersirat (attributing).

(56)

(generating), e. Merencanakan (planning), f. Memproduksi (producting).

c. Cara pengukuran

Pengukuran pengetahuan dilakukan dengan menggunakan angket/kuesioner yang berisi beberapa pertanyaan multiple choice tentang isi materi yang ingin di ukur kepada subjek penelitian (Notoatmodjo, 2005).

4. Afetif (Sikap) a. Definisi Afektif

Notoatmodjo (2007), sikap merupakan suatu reaksi yang masih tetutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, akan tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap suatu objek.

(57)

Louis Thurstone, et al., (1928) dalam Azwar (2005) menyatakan bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaa mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tertentu.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan suatu respons terhadap suatu objek yang dieksplorasikan kedalam bentuk penilaian dengan cara tertentu.

Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yakitu : 1. Kepercayaan, ide dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek. 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Ketiga komponen tersebut bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.

(58)

b. Peranan – peranan penting dalam membentuk sikap 1) Pengalaman pribadi

Sesuatu yang telah dan sedang kita alami turut berperan serta dalam membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis.

2) Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan yang terpapar semasa hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap. Tanpa kita sadari kebudayaan telah menanamkan pengaruh yang signifikan terhadap sikap kita dalam merespon berbagai masalah. Kebudayaan turut berperan serta mewarnai sikap masyarakat, karena kebudayaan telah memberikan corak pengalaman tersendiri bagi individu-individu yang menjadi anggota kelompok masyarakat tersebut. 3) Pengaruh orang lain yang dianggap penting

(59)

4) Media massa

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan sebagainya yang mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan kepercayaan orang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal yang memberikaan landasan kognitif dalam pembentukan sikap.

5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan dan lembaga agama merupakan suatu sistem dimana sistem tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan dalam pembentukan sikap karena keduanya sama – sama meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu itu sendiri.

6) Pengaruh emosi dalam diri individu

Kadang-kadang bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

c. Tingkatan sikap

Menurut Krathwohl (2001) dalam Sudijono (2006) sebagai berikut: 1) Menerima / memperhatikan (Receiving/Attending)

(60)

datang dari luar, contoh hasil belajar receiving misalnya mahasiswa menyadari bahwa disiplin wajib ditegakkan.

2) Menanggapi (Responding)

Adanya partisipasi aktif dari peserta didik untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara.

Mahasiswa mempelajari lebih jauh tentang sesuatu dan memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. 3) Menghargai (Valuing)

Memberikan nilai terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian/penyesalan. Pada tahapan ini peserta didik tidak hanya menerima nilai melainkan mereka mampu menilai suatu konsep atau fenomena baik atau buruk. Contoh mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

Mahasiswa memberikan support positif kepada pasien dalam menentukan keputusan perawatan.

4) Mengorganisasikan (Organization)

(61)

serta meminimalisir dampak yang akan ditimbulkan dari suatu tindakan.

5) Karakterisasi dengan suatu nilai/komplek nilai (Characterization by a Value Complex)

Yakni memadukan semua sistem nilai yang ada dalam diri seseorang, yang dapat mempengaruhi pola keperibadian dan tingkah laku. Ini merupakan tingkat afektif tertinggi. Misalnya mahasiswa bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikapnya.

d. Cara pengukuran/evaluasi

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek, secara tidak langsung dapat dilakukan dengan metode observasi dengan menggunakan check list (Oermann & Kathleen B, 2009).

5. Psikomotor

a. Definisi Psikomotorik

(62)

b. Tingkatan psikomotorik

Domain psikomotor menurut Bloom (1956) dalam Notoatmodjo (2007) telah dikembangkan oleh ahli-ahli yang lain. Tingkatan dari tindakan praktik tersebut antara lain sebagai berikut :

a) Persepsi (Perseption) : mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

b) Kesiapan (Set) : kesiapan fisik mental dan emosional untuk melakukan gerakan.

c) Respon terpimpin (Guide Response) : tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk di dalamnya imitasi dan gerakan coba-coba.

d) Mekanisme (Mechanism) : membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan dan cakap. e) Respon tampak yang kompleks (complexs Overt Response) :

gerakan motoris yang terampil yang didalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang kompleks.

f) Penyesuaian (Adaptation) : keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai situasi.

g) Penciptaan (Origination) : membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi atau permasalah tertentu.

(63)

Tabel 2.1 Tingkatan Pikomotorik

Tingkat Uraian

a) Gerakan refleks (reflex movement) : Spinal reflexes. Suprasegmental reflexes. Postural reflexes

Reflex yang dihasilkan dari koordinasi antara pusat otak, jaringan saraf, dan otot anggota badan.

Seperti reflex terhadap cahaya, reflex mengatur posisi dan sikap tubuh.

b) Dasar gerakan – gerakan (basic fundamental movement) : Locomotor movement, Nonlocomotor movement, Manipulative movement, Non manipulative movement

Gerak dasar yang merupakan pola gerakan yang menjadi dasar meraih keterampilan gerakan yang lebih kompleks.

1. Gerak lokomotor: merupakan gerakan yang menyebabkan tubuh berpindah. Seperti berjalan, berlari, melompat, melayang dan sebagainya.

2. Gerak non lokomotor merupakan gerakan stabil/sedikit melakukan

gerakan. Seperti

meregangkan otot, dan membengkokkan tubuh. 3. Gerak manipulatif

merupakan gerakan yang memerlukan koordinasi merupakan gerakan tanpa

melibatkan benda

disekitarnya. Seperti berputar, membelok, menari dan sebagainya.

c) Kemampuan mengamati (Perceptual abilities) : Persepsi visual (Visual discrimination), Persepsi auditif (Auditory discrimination), Persepsi

(64)

kinestetik (Kinesthetic discrimination) (Body awareness,Body image) , Persepsi taktil (Tactile discrimination), Persepsi koordinasi (Coordinate discrimination).

wilayah pembelajaran motoric menuju penguasaan keterampilan gerak yang mumpuni.

1. Persepsi visual merupakan

kemampuan untuk

memahami dan

menginterpretasikan segala sesuatu yang dilihat. Seperti

mahasiswa mampu

membedakan warna, bentuk dari objek yang diamati. 2. Persepsi auditif merupakan

kemampuan untuk

memahami dan

menginterpretasikan segala sesuatu yang didengar. Seperti mahasiswa mampu mengingat sesuatu yang telah didengar dan dapat disampaikan dengan lisan. 3. Persepsi kinestetik

menunjukkan kemampuan untuk memahami posisi dan gerakan bagian tubuh. 4. Persepsi taktil berhubungan

dengan kepekaan kulit terhadap sentuhan, rabaan, tekanan, suhu dan nyeri. 5. Persepsi koordinasi adalah

persepsi kombinasi antar dua atau lebih kemampuan persepsi gerakan. Seperti mampu membedakan dengan sentuhan melalui koordinasi mata dengan tangan dan mata dengan kaki.

d) Kemampuan fisik (Physical Abilities) : Stabilitas dan keseimbangan (stabilily & balance), Daya tahan (endurance), Kekuatan (strength), Kelincahan (Agility), Kelenturan (Fexibility).

Kemampuan fisik untuk

mengembangkan serta

(65)

yang teratur dan terampil. e) Gerakan keterampilan (Skill

movement) : Keterampilan sederhana (Simple adaptive skills), Keterampilan gabungan (Compound adaptive skills), Keterampilan kompleks (Complexs adaptive skills).

Keterampilan merupakan gambaran kemampuan motoric seseorang yang ditunjukkan melalui penguasaan suatu gerakan. Ditandai dengan melakukan suatu gerakan secara maksimal sesuai dengan kemampuannya.

Adapun level gerakan keterampilan :

1. Pemula (beginner).

2. Tingkat menengah (intermediate).

3. Tingkat lanjutan (advance). 4. Tingkat sempurna (perfect). f) Kemampuan komunikatif

(Communicative Abilities/ Non-Discursive Communication) : Gerakan ekspresif (Expressive movements), Gerakan interpretative (Interpretive moveements).

Kemampuan untuk

berkomunikasi baik secara verbal maupun non verbal.

c. Cara Pengukuran ranah penilaian psikomotor

Beberapa ahli menjelaskan cara menilai hasil belajar psikomotor. Ryan (1980) dalam Notoatmodjo (2005) menjelaskan bahwa hasil belajar keterampilan dapat diukur malalui : 1). Pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung, 2). Sesudah mengikuti pembelajaran yakni dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan dan sikap, 3). Beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya.

(66)

menggunakan alat dan sikap kerja, 2). Kemampuan menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urutan-urutan pekerjaan, 3). Kecepatan waktu dalam mengerjakan tugas, 4). Kemampuan dalam membaca gambar atau simbol, 5). Keserasian bentuk dengan yang diharapkan atau ukuran yang telah ditentukan.

Penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa penilaian psikomotorik dapat dilakukan dengan observasi. Observasi sebagai alat penilaian yang banyak digunakan untuk mengukur atau mengamati suatu proses kejadian, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun situasi buatan.

Peneliti harus terlebih dulu menetapkan kisi-kisi tingkah laku apa yang akan diobservasi. Kemudian membuat pedoman untuk memudahkan pengisian observasi. Pengisian hasil observasi dibuat secara bebas dalam bentuk uraian, bisa pula dalam bentuk ceklist pada kolom jawaban hasil observasi.

Tes untuk mengukur ranah psikomotorik adalah tes untuk mengukur penampilan (Performance) yang telah dikuasi oleh peserta didik. Tes tersebut berupa paper and pencil, tes identifikasi, tes simulasi, dan tes untuk kerja:

1. Tes simulasi

(67)

dapat dinilai tentang penguasaan keterampilan dengan bantuan peralatan tiruan atau peragaan seolah-olah menggunaan suatu alat yang sebenarnya.

2. Tes untuk kerja (work sample)

Kegiatan psikomotor yang dilakukan melalui tes ini, dilakukan dengan sesungguhnya dan sesuai dengan tujuan guna mengetahui apakah peserta didik sudah menguasai keterampilan tersebut. Tes simulasi dan tes kerja dapat diperoleh dengan observasi langsung ketika peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran. Lembar observasi dapat menggunakan daftar cek (check list) ataupun skala penilaian (rating scale). Psikomotor yang diukur dapat menggunakan alat ukur berupa skala penilaian dengan rentang sangat baik, baik, kurang baik dan tidak baik.

Menurut Harrow (1972) dalam (Arikunto, 2009) penentuan untuk mengukur keterampilan peserta didik harus dilakukan sekurang-kurangnya 30 menit untuk melihat pola keterampilan yang mencerminkan kemampuan peserta didik.

(68)

Tahap profesi ners merupakan lanjutan program akademik melalui pembelajaran klinik. Di mana sebelum memasuki fase pembelajaran klinik mahasiswa telah mendapatkan pembelajaran dan dilatih keterampilannya serta prior knowledge melalui praktik skill di laboratorium. Harapannya ketika didalam lingkungan klinik mahasiswa dapat melakukan tindakan keperawatan dengan baik. Sehingga di dalam praktik klinik preseptor dapat lebih maksimal dalam memberikan pembelajaran klinik salah satunya denngan model bedside teaching.

Metode bedside teaching merupakan suatu metode pembelajaran kontekstual dan interaktif yang mendekatkan pembelajaran pada setting klinik yang nyata (Nursalam, 2007). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari, T. P., & Susianingsih, s. r. (2010) dan Rahmawati (2012) bahwa melalui metode pembelajaran bedside teaching dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan psikomotorik, serta lebih efektif untuk meningkatkan pencapaian kompetensi mahasiswa.

Penelitian lain yang menguatkan metode bedside teaching ini efektif dalam pembelajaran klinik yaitu hasil dari literature review yang dilakukan oleh Peters M, & Ten Cate O. (2014) bahwa metode bedside teaching dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, meningkatan kemampuan dalam pemeriksaan fisik, kemudian bedside teaching dapat meningkatkan keterampilan klinik mahasiswa dan residen.

(69)

keterampilan komunikasi, standar pemeriksaan fisik, dan keterampilan professional.

(70)

B. Kerangka Teori

Metode Pembelajaran Klinik

Taxonomi Bloom

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber: Nursalam & Ferry Efendi (2008), Anderson & Krathwohl (2010), Cox (1993), Notoadmodjo (2010), Peter M. & Ten Cate (2014).

1. Persepsi ( Perseption) 2. Kesiapan (Set)

3. Respon terpimpin (Guide response)

4. Mekanisme (Mecanism) 5. Respon tampak yang

kompleks (complex Overt Response)

6. Penyesuaian (Adaptation) 7. Penciptaan (Origination) 1. Experential penerapan metode pembelajaran klinik :

1. Keadaan lingkungan rumah sakit 2. Kurangnya sarana dan prasarana

di rumah sakit

3. Tingginya beban kerja preceptor dan staf klinik

4. Keterbatasan waktu

(71)

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini ditunjukkan dengan gambar : Variable independent Variabel dependent

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Kerangka Konsep Penelitian Efektivitas Pembelajaran Klinik Model Bedside Teaching Terhadap Peningkatan Kognitif, Afektif dan Psikomotorik Pada Mahasiswa Program Profesi Ners Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

D. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang, tinjauan pustaka, penelitian yang relevan dan kerangka konsep diatas dapat dikemukakan hipotesis penelitian sebagai jawaban sementara untuk permasalahan yang telah dirumuskan pada bab sebelumnya yaitu sebagai berikut :

1. Metode pembelajaran klinik model bedside teaching efektif dalam meningkatkan kognitif, afektif, dan psikomotorik mahasiswa program profesi ners Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Kompetensi Klinik: 1. Kognitif 2. Afektif 3. Psikomotorik Metode pembelajaran klinik

Incomplete Bedside teaching Metode pembelajaran klinik

(72)
(73)

53 A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dengan penggunakan rancangan penelitian Quasi Eksperimen with control group design (Sugiyono, 2008).

Gambar 3.1 Desain Penelitian

Keterangan :

O1 : pre test kelompok eksperimen O2 : post test kelompok eksperimen O3 : pre test kelompok kontrol O4 : post test kelompok kontrol

X : perlakuan diberikan metode pembelajaran bedside teaching - : kontrol diberikan metode pembelajaran Incomplete Bedside

teaching

Pre Post

O1 X O2

(74)

B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Populasi menurut Notoatmodjo (2010) adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti. Sedangkan menurut Sugiyono (2009) populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri dari objek dan subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Berdasarkan definisi populasi tersebut maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa profesi ners angkatan 2015/2016 yang sedang melalukan praktik klinik keperawatan yaitu sebanyak 153 orang mahasiswa.

2. Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti atau dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010), teknik pengambilan sampel yang dilakukan oleh peneliti adalah non probability sampling (sampel tidak diacak) yakni menggunakan purposive sampling melalui proses matching. Adapun variabel – variabel yang diseimbangkan yaitu sebagai berikut:

1) Kurikulum pembelajaran klinik disesuikan dengan Kurikulum AIPNI untuk mahasiswa Profesi Ners.

(75)

3) Preseptor klinik yang dilibatkan merupakan preseptor yang bertanggung jawab selama proses pembelajaran klinik berlangsung, latar belakang pendidikan preseptor adalah S1 Keperawatan (Ners), memiliki STR (Surat Tanda Registrasi) Perawat, pengalaman klinis lebih dari 5 tahun, dan pengalaman membimbing mahasiswa lebih dari 2 tahun.

Sampel penelitian berjumlah 80 orang mahasiswa profesi ners. 42 orang sebagai kelompok eksperimen (RS Muhammadiyah Yogyakarta & RS Muhammadiyah Yogyakarta Unit II) dan 38 orang sebagai kelompok control (RSUD Kabupaten Temanggung & RSUD Tidar Magelang).

C. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi

Lokasi penelitian yaitu sebagai berikut : RS Muhammadiyah Yogyakarta, RS Muhammadiyah Yogyakarta Unit II, RSUD Kabupaten Temanggung, dan RSUD Tidar Magelang.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai Mei 2016.

D. Variabel Penelitian

(76)

(dependent variable) adalah kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa (Y).

E. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional No Variabel Definisi Alat ukur Cara

(77)
(78)

1. Tes kemampuan kognitif

Menurut Arikunto (2005) tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan- aturan tertentu. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretest dan post test. Pretest digunakan untuk mengukur kemampuan awal mahasiswa, dan post test digunakan untuk mengukur kemajuan pengetahuan setelah diimplementasikan metode pembelajaran. Proses evaluasi dilakukan satu hari sebelum dan setelah pemberian pembelajaran. Bentuk soal yang digunakanan adalah multiple choice question.

2. Afektif

Instrument yang digunakan dalam pengukuran sikap mahasiswa di susun berdasarkan standar sikap dari AIPNI sesuai dengan level KKNI, yang dituangkan oleh peneliti dalam bentuk lembar check list.

3. Psikomotorik

(79)

G. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas

Instrument dikatakan memenuhi persyaratan sebagai alat pengumpul data apabila intrumen tersebut dinyatakan valid dan reliabel serta dapat mengukur apa yang akan diukur (Arikunto, S. 2007 dan Nursalam, 2012). Uji validitas yang dilakukan adalah :

a. Validitas Kontruk

Validitas yang dilakukan dengan cara mengukur ketepatan pengukuran dalam menilai subyek yang akan diukur.

Soal atau pernyataan/kategori pernyataan yang telah dibuat tersebut di lakukan uji validitas kepada mahasiswa profesi ners dan dianalisis dengan tehnik korelasi Pearson Product Moment dengan menggunakan soft ware SPSS 16 for windows.

Berdasarkan uji validitas yang telah dilakukan pada mahasiswa STIKES Surya Global Yogyakarta, dengan jumlah responden 30 orang. Diperoleh hasil uji validitas kognitif, afektif dan psikomotorik r tabel > .363 (Hasil Validitas terlampir).

2. Uji Reliabilitas

Setelah mengukur uji validitas, maka seorang peneliti perlu

mengukur reliabilitas kuesioner. Menurut Notoatmodjo 2013 Uji

Gambar

Tabel 1.1 Penelitian Terkait
Tabel 2.1
gambaran kemampuan motoric
Gambar 2.1 Kerangka Teori
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimen dengan menggunakan nonequivalent pretest-posttest control group desain yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas model

Tujuan penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan keterampilan intara natal care mahasiswa dalam menjalankan praktek klinik kebidanan II

Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui efektivitas pelatihan kognitif perilaku terhadap kecemasan sosial pada narapidana rutan kelas I Surakarta.. Desain penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah mengetahui efektivitas penggunaan metode eksperimen dalam meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V SDN Salatiga 09.. Desain yang

Tujuan penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan keterampilan intara natal care mahasiswa dalam menjalankan praktek klinik kebidanan II

Tujuan penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan keterampilan intara natal care mahasiswa dalam menjalankan praktek klinik kebidanan II

Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran Think-Talk-Write dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran jigsaw berorientasi kearifan lokal terhadap hasil belajar kognitif mahasiswa. Jenis