• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh model pembelajaran koorperatif tipe rhink pair share terhadap hasil belajar siswa pada konsep sistem reproduksi manusia : kuasi eksperimen di mtsn 1 kota tangerang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh model pembelajaran koorperatif tipe rhink pair share terhadap hasil belajar siswa pada konsep sistem reproduksi manusia : kuasi eksperimen di mtsn 1 kota tangerang"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

OLEH

LIA HERMAWATI

NIM. 106016100562

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

i

Tangerang). Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2010.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe think pair share terhadap hasil belajar siswa. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen yang sampelnya 30 siswa untuk kelas eksperimen dan 30 siswa untuk kelas kontrol. Instrumen yang digunakan adalah tes objektif berbentuk pilihan ganda yang terdiri dari 20 butir soal. Berdasarkan analisa uji-t, diperoleh nilai thitung sebesar 10.30 sedangkan ttabel pada taraf signifikansi 5% yaitu sebesar 2.00, maka dapat dinyatakan bahwa thitung > ttabel. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe think pair share terhadap hasil belajar siswa.

(3)

ii

Education Program, Science Education Department, Faculty of Tarbiya and Teaching Science, State Islamic University Syarif Hidayatullah, Jakarta 2010.

The research aim to know the influence of cooperative learning model of think pair share type to the biology students achievement. Method used at this research is quasi experiment sample consisted of 30 students in experiment class and 30 students in control class. Instrument used is objective test with 20 items. Base on formula t-test, they are influence of cooperative learning model ot think pair share type to the biology students achievement. This result visible from tcount

> ttable at significant level is 0.05, that is 10.30>2.00.

(4)

iii

Puji dyukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK

PAIR SHARE TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP

SISTEM REPRODUKSI MANUSIA (Kuasi Eksperimen di MTsN I Kota Tangerang)”. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada pahlawan revolusi Islam, Nabi besar Muhammad SAW.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dan bimbingan. Untuk itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

3. Bapak Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd, Pembimbing I dari Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

4. Ibu Nengsih Juanengsih, M.Pd, Pembimbing II dari Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

5. Bapak H. Upen Supendi, M.Pd, Kepala Sekolah MTsN I Kota Tangerang. 6. Ibu Yati Syukrayati, S.Pd, Guru mata pelajaran IPA di MTsN I Kota

Tangerang.

7. Teristimewa kepada kedua orang tuaku, Ayahanda Aselih dan Ibunda Nuryati, yang selalu memberikan kasih sayang, semangat dan do’a yang tiada henti.

8. Kakakku Fauziah dan kedua adikku Awal dan Anaz yang selalu memberikan semangat.

(5)

iv Indah.

12.Eka Agustian Saputri dan Siti Amalia dari Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam Program Studi Pendidikan Kimia angkatan 2006.

Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca serta menambah khasanah pengetahuan. Amiin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jakarta, 15 Desember 2010

(6)

v

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 4

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN

TEORITIS,

KAJIAN

RELEVAN,

KERANGKA

PIKIR,

DAN

HIPOTESIS

PENELITIAN

A. Kajian Teoritis ... 6

1. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) .... 6

2. Think Pair Share (Berpikir, Berpasangan, Berbagi) ... 18

3. Hasil Belajar ... 25

B. Bahasan Hasil Penelitian yang Relevan ... 32

C. Kerangka Berpikir ... 35

D. Hipotesis Penelitian ... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 37

B. Metode dan Desain Penelitian ... 37

1. Metode Penelitian ... 37

(7)

vi

2. Lembar Observasi ... 40

F. Kalibrasi Instrumen Tes ... 40

1. Uji validitas ... 40

2. Uji Reliabilitas ... 41

3. Uji Tingkat Kesukaran ... 41

4. Daya Pembeda ... 42

G. Teknik Analisis Data ... 43

1. Uji prasyarat analisis data (uji normalitas) ... 43

2. N-Gain ... 44

3. Uji Hipotesis ... 44

4. Analisa Data Hasil Observasi ... 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 46

1. Deskripsi Data Pretes Kelompok Eksperimen dan Kontrol .. 49

2. Deskripsi Data Postes Kelompok Eksperimen dan Kontrol .. 50

3. Deskripsi Data Nilai N-Gain ... 47

4. Deskripsi Data Kualitatif ... 48

B. Pengujian Prasyarat Analisis Data ... 49

1. Uji Normalitas ... 49

2. Uji Homogenitas ... 50

3. Uji-t ... 51

C. Pembahasan ... 52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... 56

B. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA

... 58

(8)

vii

Tabel 2.2 Perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar tradisional ... 18 Tabel 3.1. Desain penelitian ... 37 Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Penelitian Tes Hasil Belajar pada Konsep

Sistem Reproduksi Manusia ... 39 Tabel 4.1 Data pretes kelompok eksperimen dan kontrol ... 46 Tabel 4.2 Data postes kelompok eksperimen dan kontrol... 47 Tabel 4.3 Data Nilai hasil perhitungan N-gain kelompok eksperimen dan

kontrol ... 47 Tabel 4.4 Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran kooperatif tipe think

pair share ... 48 Tabel 4.5 Hasil perhitungan normalitas kelompok eksperimen dengan uji

(9)

viii

Lampiran 2 Data nilai siswa kelas IX B ... 62

Lampiran 3 Daftar nilai LKS ... 63

Lampiran 4 Data nilai pretes dan postes dengan N-gain ... 64

Lampiran 5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen (Pertemuan ke-1) ... 65

Lampiran 6 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen (Pertemuan ke-2) ... 79

Lampiran 7 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen (Pertemuan ke-3) ... 94

Lampiran 8 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol (Pertemuan ke-1) ... 105

Lampiran 9 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol (Pertemuan ke-2) ... 109

Lampiran 10 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol (Pertemuan ke-3) ... 113

Lampiran 11 Kisi-kisi Jenjang Kognitif ... 118

Lampiran 12 Tabel Uji Validitas ... 127

Lampiran 13 Rekapitulasi Analisis Butir Instrumen ... 129

Lampiran 14 Perhitungan Uji Normalitas (Uji Liliefors) Data Pretes Siswa Kelas Eksperimen ... 130

Lampiran 15 Perhitungan Uji Normalitas (Uji Liliefors) Data Pretes Siswa Kelas Kontrol ... 133

Lampiran 16 Perhitungan Uji Normalitas (Uji Liliefors) Data Postes Siswa Kelas Eksperimen ... 136

Lampiran 17 Perhitungan Uji Normalitas (Uji Liliefors) Data Postes Siswa Kelas Kontrol ... 139

(10)

ix

Lampiran 22 Perhitungan Uji Homogenitas dengan N-gain... 148

Lampiran 23 Perhitungan Uji Hipotesis Data pretes ... 149

Lampiran 24 Perhitungan Uji Hipotesis Data Postes ... 151

Lampiran 25 Perhitungan Uji Hipotesis dengan N-gain ... 153

Lampiran 26 Uji Referensi ... 155

Lampiran 27 Foto-foto Kegiatan Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share ... 160

Lampiran 28 Lembar Observasi Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share ... 162 Hasil Perhitungan Anates

Surat Bimbingan Skripsi

Surat Permohonan Izin Uji Coba Instrumen Surat Permohonan Izin Penelitian

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan pada dasarnya adalah interaksi antara pendidik dengan peserta didik, untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan pendidikan tertentu. Pendidikan diarahkan untuk membangun karakter dan wawasan peserta didik yang menjadi landasan penting bagi upaya untuk memelihara persatuan dan kesatuan bangsa.1

Masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan kita biasanya karena lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari.

Hasil belajar yang baik diperoleh dari penguasaan materi yang baik pula. Materi pelajaran dapat dikuasai oleh siswa tentunya apabila dalam proses pembelajaran siswa memiliki motivasi yang tinggi untuk mempelajari materi. Selain itu, lingkungan belajar, daya dukung sekolah serta penggunaan model pembelajaran yang tepat dalam proses belajar juga mempengaruhi daya serap siswa terhadap materi pelajaran. Oleh sebab itu, setiap sekolah harus memenuhi hal-hal yang dibutuhkan dalam proses belajar mengajar agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan optimal.

Orientasi pembelajaran biasanya masih bersifat teacher centered atau berpusat pada guru sehingga membuat siswa menjadi pasif. Sedangkan model pembelajaran yang digunakan oleh guru harus membuat siswa aktif dalam

1

(12)

proses pembelajaran, karena keaktifan siswa dapat mempengaruhi hasil belajar.

Perlu adanya perubahan paradigma dalam menelaah proses belajar mengajar dan interaksi antara siswa dan guru. Sudah seharusnya kegiatan belajar mengajar juga lebih mempertimbangkan siswa. Karena siswa bukanlah sebuah botol kosong yang bisa diisi dengan berbagai macam informasi dan pengetahuan yang dianggap penting oleh guru. Lagi pula, alur proses belajar tidak mesti hanya berasal dari guru menuju siswa. Siswa dapat pula menjadi sumber belajar bagi siswa lainnya. Tugas guru menurut Fox adalah untuk mengorganisir dan mengatur lingkungan pembelajaran di kelas.2 Dengan demikian perlu dikembangkan model pembelajaran yang berorientasi pada pencapaian iklim kondusif untuk mampu bekerja sama, sehingga para siswa diharapkan dapat saling berbagi pengetahuan. Dalam konteks ini maka pembelajaran yang menekankan pada pembelajaran bersama menjadi sangat penting. Oleh karena itu, untuk dapat mengasah kemampuan bekerjasama siswa, salah satunya dapat dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif.

Model pembelajaran kooperatif adalah salah satu model pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar agar tujuan belajar dapat tercapai. Model pembelajaran ini juga dapat memotivasi siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan proses belajar mengajar.3

Model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tipe, salah satu diantaranya adalah tipe think pair share. Think pair share (TPS) atau berpikir-berpasangan-berbagi adalah jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Think pair share

menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil (2 – 5

2

Richard Fox, Teaching and Learning Lessons from Psycology, (Blackwell Publishing, 2005), hal. 10.

3

Yustini Yusuf dan Mariani Natalia. Upaya Peningkatan Hasil Belajar Biologi Melalui Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktural di kelas 17 SLTP Negeri

(13)

anggota) dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif daripada penghargaan individu.

Think pair share cocok digunakan untuk mengajar siswa SLTP karena mereka senang berkelompok dengan teman sebayanya dan memiliki kebersamaan yang tinggi. Terkait dengan proses pembelajaran, siswa SLTP sudah mulai kritis dalam memahami suatu materi pelajaran. Terlebih mengenai konsep Sistem Reproduksi Manusia yang dipelajari pada kelas IX semester ganjil pada materi yang kedua yang sangat penting untuk mereka pelajari. Pada konsep sistem reproduksi manusia, siswa tidak hanya mempelajari mengenai organ-organ reproduksi saja tetapi juga mengenai proses pembentukan sel telur (oogenesis), proses pembentukan sperma (spermatogenesis), pubertas dan siklus menstruasi, hormon-hormon yang mempengaruhi sistem reproduksi serta penyakit pada sistem reproduksi atau yang biasa disebut penyakit menular seksual (PMS). Dengan demikian dibutuhkan suatu model pembelajaran yang dapat membuat siswa untuk berpikir secara mendalam yaitu think pair share (TPS), karena model ini memiliki prosedur yang memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir.4

Terlebih mengenai proses pembentukan sperma dan sel telur yang selama ini selalu dijelaskan secara abstrak oleh guru sehingga siswa sulit untuk mencerna materi tersebut. Dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS guru tidak perlu bersusah payah menjelaskan materi tersebut, karena dengan strategi TPS, siswa dapat berpikir secara mendalam yaitu berpikir secara individu dan berpikir dengan pasangannya dalam mendiskusikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru.

TPS merupakan suatu model pembelajaran yang dapat diterapkan bagi siswa MTsN I Kota Tangerang khususnya pada materi sistem reproduksi manusia yang menuntut siswa mampu menguasai konsep dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Melalui TPS siswa kelas IX diharapkan dapat meningkatkan hasil belajarnya menjadi lebih baik,

4

(14)

sehingga dapat mencapai nilai KKM yang telah ditetapkan yaitu 65. Hal tersebut dapat membuat sekolah telah mampu mengembangkan pelajaran yang inovatif, kreatif, mampu meningkatkan hasil belajar siswa serta kompetensi siswa dalam bidang akademik.

Penelitian pendidikan dalam meningkatkan hasil belajar biologi khususnya pada konsep sistem reproduksi manusia dengan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share perlu diteliti melalui sebuah penelitian yang dirancang dan diimplementasikan dalam suatu studi kuasi eksperimen untuk melihat sejauhmana pengaruh penerapan model pembelajaran tersebut terhadap hasil belajar siswa.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis dapat mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Proses pembelajaran kurang mendorong anak untuk mengembangkan kemampuan berpikir.

2. Belum terciptanya lingkungan belajar yang kondusif. 3. Orientasi proses pembelajaran masih berpusat pada guru.

4. Kurangnya penerapan model pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran.

5. Konsep sistem reproduksi manusia merupakan konsep yang penting untuk dipelajari karena membahas mengenai hal-hal yang terkait dengan organ reproduksi serta hal-hal penting yang dialami oleh manusia.

C. Pembatasan Masalah

1. Bahan penelitian yang dibahas pada konsep reproduksi manusia yaitu mengenai organ-organ reproduksi manusia, proses dan siklus menstruasi, hormon-hormon yang mempengaruhi sistem reproduksi manusia, perkembangan embrio dan penyakit menular seksual (PMS).

(15)

reproduksi manusia ditekankan pada pemahaman konsep, yaitu dari hafalan (ingatan) (C1), pemahaman (C2), dan penerapan (C3). Sedangkan pada aspek psikomotorik menggunakan lembar observasi aktivitas siswa dalam proses pembelajaran koopertatif tipe TPS dengan skor yang bergerak dari 0-4, dengan pemberian nilai sebagai berikut: SB (Sangat Baik) diberi skor 4, B (Baik) diberi skor 3, C (Cukup) diberi skor 2, K (Kurang) diberi skor 1, dan SK (Sangat Kurang) diberi skor 0.

D. Perumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe think pair share

terhadap hasil belajar siswa pada konsep sistem reproduksi manusia?

E. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe think pair share terhadap hasil belajar siswa pada konsep sistem reproduksi manusia.

Manfaat penelitian ini antara kain:

1. Memberikan informasi kepada guru mengenai model pembelajaran kooperatif tipe think pair share, penerapannya di dalam kelas dan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran biologi.

(16)

6 A. Kajian Teoritis

1. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

a. Landasan Pemikiran Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran yang bernaung dalam teori konstruktivis adalah kooperatif. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif

Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai enam orang siswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu. Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dalam kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.1

b. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif didefinisikan sebagai falsafah mengenai tanggung jawab dan sikap menghormati sesama. Peserta

1

(17)

didik bertanggung jawab atas belajar mereka sendiri dan berusaha menemukan informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dihadapkan pada mereka. 2

Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Menurut Arends dkk, pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah suatu strategi belajar yang melibatkan interaksi antar siswa dalam belajar.3 Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja dalam membantu diantara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok yang terdiri atas dua atau lebih siswa untuk memecahkan masalah. Keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Belajar kooperatif maksudnya membelajarkan siswa pada siswa lain atau tutor sebaya. Menurut Sharan, siswa yang belajar menggunakan pembelajaran kooperatif akan memiliki motivasi yang tinggi karena didorong dan didukung dari teman sebayanya. 4 Dalam pembelajaran kooperatif siswa berada dalam kelompok yang memiliki kemampuan yang bervariasi, hal ini bertujuan agar siswa yang kemampuannya rendah akan terbantu dan termotivasi oleh siswa yang kemampuannya lebih tinggi. 5

Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (studend oriented),

2

Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori & Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal. 54

3

Richard I. Arends, Nancy E. Winitzky, dan Margaret D. Tannenbaum, Exploring Teaching An Introduction to Education, (New York: McGraww-Hill, 2001), hal. 196.

4

Isjoni, Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Kelompok, (Bandung: Alfabeta, 2007) hal.23.

5

(18)

terutama untuk mengatasi permasalahan yang dikemukakan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada yang lain. Model pembelajaran ini telah terbukti dapat digunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia.6

Menurut Eggen dan Kauchak, seperti yang dikutip Trianto, “Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama”. Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah model pembelajaran yang mempunyai tujuan, langkah-langkah dan lingkungan belajar serta pengelolaan yang khas. 7

Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen yang saling terkait, elemen-elemen tersebut yaitu:

1) Saling Ketergantungan positif

Sesuai dengan pendapat Santrock bahwa pembelajaran kooperatif terjadi dimana siswa bekerja di dalam kelompok kecil untuk saling membantu dalam belajar dan bekerjasama dengan teman kelompoknya.. 8 Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan inilah yang dimaksudkan dengan saling ketergantungan positif. Saling ketergantungan dapat dicapai melalui; saling ketergantungan mencapai tujuan, saling ketergantungan

6

Isjoni, Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Kelompok, (Bandung: Alfabeta, 2007) hal.16-17

7

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Surabaya: Prestasi Pustaka, 2007), hal. 42.

8

(19)

menyelesaikan tugas, saling ketergantungan bahan atau sumber, dan saling ketergantungan peran.

Beberapa cara membangun saling ketergantungan positif yaitu:9

- Menumbuhkan perasaan peserta didik bahwa dirinya terintegrasi dalam kelompok, pencapaian tujuan terjadi jika semua anggota kelompok mencapai tujuan. Peserta didik harus bekerja sama untuk dapat mencapai tujuan. Tanpa kebersamaan, tujuan mereka tidak akan tercapai.

- Mengusahakan agar semua anggota kelompok mendapatkan penghargaan yang sama jika kelompok mereka berhasil mencapai tujuan.

- Mengatur sedemikian rupa sehingga setiap peserta didik dalam kelompok hanya mendapatkan sebagian dari keseluruhan tugas kelompok. Artinya, mereka belum dapat menyelesaikan tugas, sebelum mereka menyatukan perolehan tugas mereka menjadi satu.

- Setiap peserta didik ditugasi dengan tugas atau peran yang saling mendukung dan saling berhubungan, saling melengkapi, dan saling terikat dengan peserta didik lain dalam kelompok.

2) Interaksi tatap Muka

Interaksi tatap muka yang akan memaksa siswa saling tatap muka dalam kelompok sehingga mereka dapat berdialog. Dialog tidak hanya dilakukan oleh guru, interaksi semacam itu sangat penting karena siswa merasa lebih mudah belajar dengan sesamanya.

9

(20)

3) Keterampilan untuk menjalin hubungan sosial

Keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan santun terhadap teman, mengkritik ide (bukan mengkritik teman), berani mempertahankan pikiran yang logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalankan hubungan pribadi tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan.

4) Pertanggung jawaban secara individual dan kelompok

Setiap kelompok bertanggung jawab untuk mencapai tujuan dalam pembelajaran. Setiap anggota dalam tim diharuskan memberikan kontribusi untuk kelompoknya dan memberikan bantuan dorongan bagi siswa lain untuk menguasai bahan ajar. 5) Proses Kelompok

Efektifitas dalam belajar kelompok ini dapat dilakukan dengan cara melakukan pembagian tugas untuk memimpin secara bergantian.10

c. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Menurut Trianto pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit, dan membantu siswa menumbuhkan kemampuan berpikir kritis.

10

(21)

Tujuan pembelajaran ini mencakup tiga jenis tujuan penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu, dan pengembangan keterampilan sosial.11

1) Hasil belajar akademik

Meskipun pembelajaran kooperatif meliputi berbagai macam tujuan sosial, pembelajaran kooperatif juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil berlajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini, siswa kelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor yang membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat di dalam materi tersebut.

2) Penerimaan terhadap perbedaan individu

Efek penting yang kedua dari model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun

11

(22)

ketidakmampuan. Telah diketahui bahwa hanya kontak fisik saja di antara orang-orang yang berbeda rasa tau kelompok etnik tidak cukup untuk mengurangi kecurigaan dan perbedaan ide. Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif belajar untuk menghargai satu sama lain.

3) Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat di mana banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain dan di mana masyarakat secara budaya semakin bergam. Sementara itu, banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial. Situasi ini dibuktikan dengan begitu sering pertikaian kecil antara individu dapat mengakibatkan tindak kekerasan atau betapa sering orang menyatakan ketidakpuasan pada saat diminta untuk bekerja dalam situasi kooperatif. Selain unggul dalm memabantu siswa memahami konsep-konsep sulit, model ini sangat berguna untuk membantu siswa menumbuhkan kemampuan kerjasama.

d. Kompetensi dalam pembelajaran kooperatif

Kompetensi dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:

(23)

2) Kemampuan menerapkan konsep atau memecahkan masalah. 3) Kemampuan menghasilkan sesuatu secara bersama-sama

berdasarkan pemahaman terhadap materi yang menjadi objek kajiannya.

4) Dapat mengembangkan soft skill kemampuan berpikir kritis, berkomunikasi, bertanggung jawab serta bekerja sama.12

e. Keterampilan Kooperatif

Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya memperlajari materi saja, namun siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan-keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok. Sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antar kelompok selama kegiatan. Keterampilan kooperatif tersebut antara lain sebagai berikut:13

1) Keterampilan Kooperatif tingkat awal, meliputi : - Menggunakan kesempatan

- Menggunakan kontribusi

- Mengambil giliran dan berbagi tugas - Berada dalam kelompok

- Berada dalam tugas - Mendorong partisipasi

- Mengundang orang lain untuk berbicara - Menyelesaikan tugas pada waktunya

12

Anonim. Pembelajaran Kooperatif, www.ditnaga-dikti.org/ditnaga/files/PIP/kooperatif.pdf

13

Anonim. Model pembelajaran kooperatif.

(24)

- Menghormati perbedaan individu

2) Keterampilan Kooperatif tingkat menengah, meliputi : - Menunjukkan penghargaan dan simpati

- Mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima

- Mendengarkan dengan aktif - Bertanya

- Membuat ringkasan - Menafsirkan

- Mengatur dan mengorganisir - Menerima tanggung jawab - Mengurangi ketegangan

3) Keterampilan Kooperatif tingkat mahir, meliputi : - Mengelaborasi

- Memeriksa dengan cermat - Menanyakan kebenaran - Menetapkan tujuan - Berkompromi

f. Unsur-unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif

Pembelajarn kooperatif tidak sama dengan sekadar belajar dalm kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas lebih efektif.14

Unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:15

14

Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori & Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal. 58.

15

(25)

1) Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan bersama”.

2) Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.

3) Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.

4) Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.

5) Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah atau penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.

6) Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya. 7) Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara

individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

g. Lingkungan Belajar dan Sistem Pengelolaan Pembelajaran

Kooperatif

Lingkungan belajar dan sistem pengelolaan pembelajaran kooperatif harus:16

1) Memberikan kesempatan terjadinya belajar berdemokrasi. 2) Meningkatkan penghargaan peserta didik pada pembelajaran

akademik dan mengubah norma-norma yang terkait dengan prestasi.

16

(26)

3) Mempersiapkan peserta didik belajar mengenai kolaborasi dan berbagai keterampilan sosial melalui peran aktif peserta didik dalam kelompok-kelompok kecil.

4) Memberi peluang terjadinya proses partisipasi aktif peserta didik dalam belajar dan terjadinya dialog interaktif.

5) Menciptakan iklim sosio emosional yang positif. 6) Memfasilitasi terjadinya learning to live together.

7) Menumbuhkan produktivitas dalam kelompok.

8) Mengubah peran guru dari center stage performance menjadi koreografer kegiatan kelompok.

9) Menumbuhkan kesadaran pada peserta didik arti penting aspek social dalam individunya. Secara sosiologis pembelajaran kooperatif dapat menumbuhkan kesadaran altruism dalam diri peserta didik. Kehidupan sosial adalah sisi penting dari kehidupan individual.

h. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pembelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian informasi, seringkali dengan bahan bacaan daripada secara verbal. Selanjutnya, siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja sama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir pembelajaran kooperatif meliputi presentasi hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun inividu. Enam tahap pembelajaran ini dirangkum pada tabel 2.1.17

17

(27)

Tabel 2.1 Langkah-langkah model pembelajarankooperatif

Fase Tingkah laku guru

Fase-1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Fase-2

Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

Fase-3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Fase-4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

Fase-5

Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

Fase-6

Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

i. Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan Kelompok

Belajar Tradisional

Perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar tradisional dapat dilihat pada tabel berukut:18

18

(28)

Tabel 2.2 Perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan

kelompok belajar tradisional

No Kelompok Belajar Kooperatif

Kelompok Belajar Tradisional

1 Kepemimpinan bersama Satu pemimpin

2 Saling ketergantungan positif Tidak saling bergantung 3 Kelompok heterogen Kelompok homogeny 4 Mempelajari keterampilan

Tanggung jawab hanya untuk diri sendiri

7 Guru memperhatikan proses kelompok belajar sehingga efektif

Guru tidak memperhatikan proses kelompok belajar

8 Satu hasil kelompok Beberapa hasil kelompok 9 Evaluasi kelompok Evaluasi individual

2. Think Pair Share (Berpikir, Berpasangan, Berbagi)

Think pair share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Model think pair share ini berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu.19 Pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman dan koleganya di Universitas Maryland pada tahun 1985. Frang Lyman mendapat namanya dari tiga tahap aksi siswa, dengan penekanan pada apa yang

19

(29)

siswa harus lakukan pada masing-masing tahap.20 Kemudian dia menyatakan bahwa think pair share merupakan salah satu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resistasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think pair share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu satu sama lain.21

Ciri-ciri think pair share yaitu adanya pengutaraan masalah oleh guru, tersedianya waktu untuk berpikir bagi siswa, kerja berpasangan, dan berbagi dengan seluruh kelas.22

a. Langkah-langkah dalam Think Pair Share

Langkah-langkah dalam think pair share yaitu sebagai berikut: 1)Berpikir (Thinking)

Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri mencari jawaban atau masalah. Siswa membutuhkan penjelasan bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian berpikir.

20

Anonim. Think pair share.

http://www.readingquest.org/strat/tps.html, diakses, 06/07/2010

21

Muslimin Ibrahim, dkk. Pembelajaran Kooperatif. (Universitas Negeri Surabaya. 2000), hal 24

22

Anonim. Cooperative learning.

(30)

2) Berpasangan (Pairing)

Selanjutnya, guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah diperoleh. Interaksi selama waktu disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari empat atau lima menit untuk berpasangan.

3) Berbagi (Sharing)

Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk secara sederhana berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan yang mendapatkan kesempatan untuk melaporkan.23

b.Kelebihan dan kekurangan think pair share

1)Kelebihan think pair share

Kelebihan think pair share sebagai berikut:24

- Memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain.

- Meningkatkan partisipasi akan cocok untuk tugas sederhana.

23

Muslimin Ibrahim, dkk. Pembelajaran Kooperatif. (Universitas Negeri Surabaya. 2000), hal. 25

24

Anonim. Think pair share.

(31)

- Lebih banyak kesempatan untuk konstribusi masing-masing anggota kelompok.

- Interaksi lebih mudah.

- Lebih mudah dan cepat membentuk kelompoknya.

- Seorang siswa juga dapat belajar dari siswa lain serta saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas.

- Dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kelas.

- Siswa dapat mengembangkan keterampilan berfikir dan menjawab dalam komunikasi antara satu dengan yang lain, serta bekerja saling membantu dalam kelompok kecil. - Siswa secara langsung dapat memecahkan masalah,

memahami suatu materi secara berkelompok dan saling membantu antara satu dengan yang lainnya, membuat kesimpulan (diskusi) serta mempresentasikan di depan kelas sebagai salah satu langkah evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

- Memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang diajarkan karena secara tidak langsung memperoleh contoh pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta memperoleh kesempatan untuk memikirkan materi yang diajarkan. - Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar

(32)

- Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri dari dua orang.

- Siswa memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan hasil diskusinya dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar.

- Memungkinkan guru untuk lebih banyak memantau siswa dalam proses pembelajaran.

- Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas. Penggunaan metode pembelajaran TPS menuntut siswa menggunakan waktunya untuk mengerjakan tugas-tugas atau permasalahan yang diberikan oleh guru di awal pertemuan sehingga diharapkan siswa mampu memahami materi dengan baik sebelum guru menyampaikannya pada pertemuan selanjutnya.

- Memperbaiki kehadiran. Tugas yang diberikan oleh guru pada setiap pertemuan selain untuk melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran juga dimaksudkan agar siswa dapat selalu berusaha hadir pada setiap pertemuan. Sebab bagi siswa yang sekali tidak hadir maka siswa tersebut tidak mengerjakan tugas dan hal ini akan mempengaruhi hasil belajar mereka.

- Angka putus sekolah berkurang. Model pembelajaran TPS diharapkan dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat lebih baik daripada pembelajaran dengan model konvensional.

(33)

dan menjawab semua yang ditanyakan oleh guru. Dengan melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar, metode pembelajaran TPS akan lebih menarik dan tidak monoton dibandingkan metode konvensional. - Penerimaan terhadap individu lebih besar. Dalam model

pembelajaran konvensional, siswa yang aktif di dalam kelas hanyalah siswa tertentu yang benar-benar rajin dan cepat dalam menerima materi yang disampaikan oleh guru sedangkan siswa lain hanyalah “pendengar” materi yang disampaikan oleh guru. Dengan pembelajaran TPS hal ini dapat diminimalisir sebab semua siswa akan terlibat dengan permasalahan yang diberikan oleh guru.

- Hasil belajar lebih mendalam. Parameter dalam PBM adalah hasil belajar yang diraih oleh siswa. Dengan pembelajaran TPS perkembangan hasil belajar siswa dapat diidentifikasi secara bertahap. Sehingga pada akhir pembelajaran hasil yang diperoleh siswa dapat lebih optimal.

- Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi. Sistem kerjasama yang diterapkan dalam model pembelajaran TPS menuntut siswa untuk dapat bekerja sama dalam tim, sehingga siswa dituntut untuk dapat belajar berempati, menerima pendapat orang lain atau mengakui secara sportif jika pendapatnya tidak diterima.

2)Kekurangan think pair share

Kekurangan think pair share sebagai berikut:

(34)

- Membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan ruangan kelas.

- Peralihan dari seluruh kelas ke kelompok kecil dapat menyita waktu pengajaran yang berharga. Untuk itu guru harus dapat membuat perencanaan yang seksama sehingga dapat meminimalkan jumlah waktu yang terbuang.

- Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor. - Lebih sedikit ide yang muncul.

- Jika ada perselisihan,tidak ada penengah. - Menggantungkan pada pasangan.

- Jumlah siswa yang ganjil berdampak pada saat pembentukan kelompok, karena ada satu siswa tidak mempunyai pasangan.

- Ketidaksesuaian antara waktu yang direncanakan dengan pelaksanaannya.

- Metode pembelajaran Think-Pair-Share belum banyak diterapkan di sekolah.

- Sangat memerlukan kemampuan dan ketrampilan guru, waktu pembelajaran berlangsung guru melakukan intervensi secara maksimal.

- Menyusun bahan ajar setiap pertemuan dengan tingkat kesulitan yang sesuai dengan taraf berfikir anak.

(35)

- Sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata-rata kemampuan siswanya rendah dan waktu yang terbatas. - Jumlah kelompok yang terbentuk banyak.

- Sejumlah siswa bingung, sebagian kehilangan rasa percaya diri, saling mengganggu antar siswa karena siswa baru tahu metode TPS.

3. Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Hasil adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjuk sesuatu yang dicapai seseorang setelah melakukan suatu usaha. Bila dikaitkan dengan belajar berarti hasil menunjuk sesuatu yang dicapai oleh seseorang yang belajar dalam selang waktu tertentu.

Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang paling fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil dan gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu sangat tergantung pada proses belajar yang dialami peserta didik, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarga sendiri.25

Menurut Johnson dalam Muijs belajar adalah suatu proses mengubah pengetahuan dan transformasi oleh murid, dan dalam proses tersebut tidak harus dilakukan transfer ilmu dari guru ke murid tetapi dapat dilakukan melalui interaksi dari siswa ke siswa.26

Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan

25

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan: dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Edisi revisi, 2004) hal. 89

26

(36)

penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu.27

Benjamin S. Bloom membagi tujuan pengajaran yang menjadi acuan pada hasil belajar menjadi tiga bagian, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan psikomotorik.28 Ranah kognitif yaitu hasil belajar berdasarkan pemahaman konsep. Ranah afektif yaitu hasil belajar berdasarkan sikap dan ranah psikomotorik yaitu hasil belajar berdasarkan keterampilan/skill.

Kemampuan-kemampuan yang termasuk ranah kognitif oleh Bloom dan kawan-kawan dikategorikan lebih rinci secara hierarkis ke dalam enam jenjang kemampuan, yakni hafalan (ingatan) (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6).29

1)Hafalan (C1)

Jenjang ini mengacu pada kemampuan mengenal atau mengingat materi yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai pada hal-hal yang sukar, yang penting di sini adalah kemampuan mengingat keterangan dengan benar. Pada umumnya, unsur pengetahuan ini menyangkut hal-hal yang perlu diingat seperti:

27

Anonim. Pengertian hasil belajar.

http://techonly13.wordpress.com/2009/07/04/pengertian-hasil-belajar/. diakses 29/01/2010

28

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hal. 117

29

(37)

batasan, peristilahan, pasal, hukum, dalil, rumus, nama orang, nama tempat, dan lain-lain. Penguasaan hal tersebut memerlukan hapalan dan ingatan. Tujuan dalam tingkatan pengetahuan ini termasuk kategori paling rendah dalam domain kognitif.30

2)Pemahaman (C2)

Jenjang pemahaman meliputi kemampuan menangkap arti dari informasi yang diterima, misalnya dapat menafsirkan bagan, diagram, atau grafik, menerjemahkan suatu pernyataan verbal ke dalam rumusan matematis atau sebaliknya, meramalkan berdasarkan kecenderungan tertentu (ekstrapolasi dan interpolasi), serta mengungkapkan suatu konsep atau prinsip dengan kata-kata sendiri.

3)Penerapan/Aplikasi (C3)

Yang termasuk jenjang penerapan adalah kemampuan menerapkan prinsip, aturan, metode yang dipelajarinya pada situasi baru atau pada situasi konkrit yang menyangkut penggunaan aturan, prinsip, dan sebagainya, dalam memecahkan masalah tertentu. Jadi dalam aplikasi harus ada konsep, teori, hukum, rumus, kemudian diterapkan atau digunakan dalam memecahkan suatu persoalan. Tujuan dalam aspek setingkat lebih tinggi dari pada tujuan dala aspek pemahaman, sehingga kegiatan belajar mengajar yang dituntut pun lebih tinggi.

4)Analisis (C4)

Jenjang analisis meliputi kemampuan menguraikan suatu informasi yang dihadapi menjadi komponen-komponennya

30

(38)

sehingga struktur informasi serta hubungan antar komponen informasi tersebut menjadi jelas. Kemampuan ini merupakan akumulasi atau kumpulan pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi. Dengan demikian, keaktifan belajar siswa lebih tinggi daripada keaktifan belajar yang dituntut aspek aplikasi.

5)Sintesis (C5)

Yang termasuk jenjang sintesis ialah kemampuan untuk mengintegrasikan bagian-bagian yang terpisah-pisah menjadi suatu keseluruhan yang terpadu. Termasuk ke dalamnya merencanakan eksperimen, menyusun karangan (laporan praktikum, artikel, rangkuman), menyusun cara baru untuk mengklasifikasikan obyek-obyek, peristiwa, dan informasi lainnya.

6)Evaluasi (C6)

Kemampuan pada jenjang evaluasi adalah kemampuan untuk mempertimbangkan nilai suatu pernyataan, uraian, pekerjaan berdasarkan kriteria tertentu yang ditetapkan. Hasil belajar dalam tingkatan ini merupakan hasil belajar yang tertinggi dalam domain kognitif, sehingga memerlukan semua tipe hasil belajar tingkatan sebelumnya (pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis). Dengan demikian, kegiatan belajar yang dituntut untuk mencapai tujuan dalam tingkatan ini jelas lebih tinggi lagi.31

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu:

31

(39)

1) Faktor Internal (dari dalam individu yang belajar).

Faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada faktor dari dalam individu yang belajar. Adapun faktor yang mempengaruhi kegiatan tersebut adalah faktor psikologis, antara lain yaitu, motivasi, perhatian, pengamatan, tanggapan dan lain sebagainya.

2) Faktor Eksternal (dari luar individu yang belajar).

Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor yang mempengaruhi adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan keterampilan, dan pembentukan sikap.

c. Tujuan dan Fungsi Penilaian Hasil Belajar

1) Tujuan Penilaian Hasil Belajar a) Tujuan Umum

- Menilai pencapaian kompetensi peserta didik - Memperbaiki proses pembelajaran

- Sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan belajar siswa b) Tujuan Khusus

- Mengetahui kemajuan dan hasil belajar siswa - Mendiagnosis kesulitan belajar

(40)

- Memotivasi belajar siswa dengan cara mengenal dan memahami diri dan merangsang untuk melakukan usaha perbaikan.

2) Fungsi Penilaian Hasil Belajar

Fungsi penilaian hasil belajar sebagai berikut:

a) Bahan pertimbangan dalam menentukan kenaikan kelas. b) Umpan balik dalam perbaikan proses belajar mengajar. c) Meningkatkan motivasi belajar siswa.

d) Evaluasi diri terhadap kinerja siswa. d. Prinsip-prinsip Penilaian Hasil Belajar

Dalam melaksanakan penilaian hasil belajar, pendidik perlu memperhatikan prinsip-prinsip penilaian sebagai berikut:

1) Valid/sahih

Penilaian hasil belajar oleh pendidik harus mengukur pencapaian kompetensi yang ditetapkan dalam standar isi (standar kompetensi dan kompetensi dasar) dan standar kompetensi lulusan. Penilaian valid berarti menilai apa yang seharusnya dinilai dengan menggunakan alat yang sesuai untuk mengukur kompetensi.

2) Objektif

Penilaian hasil belajar peserta didik hendaknya tidak dipengaruhi oleh subyektivitas penilai, perbedaan latar belakang agama, sosial-ekonomi, budaya, bahasa, jender, dan hubungan emosional.

3) Transparan/terbuka

(41)

4) Adil

Penilaian hasil belajar tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan jender. 5) Terpadu

Penilaian hasil belajar oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.

6) Menyeluruh dan berkesinambungan

Penilaian hasil belajar oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik. 7) Bermakna

Penilaian hasil belajar oleh pendidik hendaknya mudah dipahami, mempunyai arti, bermanfaat, dan dapat ditindaklanjuti oleh semua pihak, terutama guru, peserta didik, dan orangtua serta masyarakat. 8) Sistematis

Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.

9) Akuntabel

Penilaian hasil belajar oleh pendidik dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.

10) Beracuan kriteria

Penilaian hasil belajar oleh pendidik didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.32

32

(42)

B. Bahasan Hasil Penelitian yang Relevan

Rosmaini S, Evi Suryawati dan Mariani Natalia dalam jurnalnya yang berjudul ”Penerapan Pendekatan Struktural Think Pair Share (TPS) untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Aktivitas Siswa Kelas I7 20 Pekanbaru pada Konsep Keanekaragaman Hewan tahun pelajaran 2002/2003” memberikan kesimpulan sebagi berikut: Rata-rata hasil belajar siswa meningkat dengan daya serap siswa 74,85% (kategori baik), ketuntasan belajar siswa 90,48% (kategori tuntas), dan aktivitas siswa meningkat dengan rata-rata 69,27% (kategori baik).33

Usman dalam jurnalnya yang berjudul ”Penerapan Perangkat Pembelajaran melalui Model Think Pair Share pada SLTP Negeri 4 Sigli”

mendapatkan hasil penelitian bahwa prestasi belajar siswa pada konsep listrik statik yang diajarkan melalui metode think pair share pada SLTP 4 Sigli terjadi peningkatan keseluruhan sebesar 1081 atau dengan peningkatan 42,24% dan dari aktivitas guru dan siswa telah menunjukkan bahwa terlaksananya pembelajaran model think pair share pada konsep listrik statik menjadi lebih baik, hal ini sesuai dengan hasil instrumen aktivitas guru dan siswa bahwa koefisien rata-ratanya adalah 88,05% dan 90,25% dengan demikian instrumen dalam kategori baik.34

Yula Miranda dalam skripsinya yang berjudul ” Pembelajaran Metakognitif dalam Srategi Kooperatif Think Pair Share (TPS) dan Think Pair Share+Metakognitif (TPS+M) terhadap Kemampuan Metakognitif Siswa Pada Biologi di SMA Negeri Palangkaraya”, dengan hasil

33

Rosmaini S., dkk, “Penerapan Pendekatan Struktural Think Pair Share (TPS) untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Aktivitas Siswa Kelas 1.7 SLTPN 20 Pekanbaru pada Pokok Bahasan Keanekaragaman Hewan.”(Jurnal Biogenesis, vol. 1, no. 1, Juli 2004), hal. 13.

34

(43)

penelitiannya menunjukan bahwa: Strategi pembelajaran kooperatif TPS+M secara signifikan lebih berpotensi meningkatkan kemampuan metakognitif dibanding strategi pembelajaran lainnya. TPS+M memiliki kemampuan metakognitif 8,94% lebih tinggi daripada TPS dan 7,82% lebih tinggi daripada Konvensional. Karena itu, strategi TPS+M efektif digunakan membelajarkan siswa di Kalimantan Tengah dalam meningkatkan kemampuan metakognitif dibanding strategi lainnya. Hal ini terkait sekali dengan karakteristik strategi TPS+M yang cocok dengan karakteristik siswa di Kalimantan Tengah. Faktor-faktor karakteristik siswa ini, meskipun masih memerlukan penelitian lebih cermat, diduga ikut mempengaruhi kesesuaian penerapan strategi TPS+M lebih baik daripada strategi lainnya pada siswa di Kalimantan Tengah. Selain itu, juga diduga ikut berpengaruh adalah kesesuaian strategi TPS+M dengan karakteristik materi pembelajaran.35

Vera Apnia Handayani dalam skripsinya yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa dengan Metode Pembelajaran Kooperatif Teknik Think Pair Share (TPS) pada Konsep Hidrokarbon di SMA Islamiyah Sawangan Depok”, dengan hasil penelitiannya berdasarkan hasil belajar yang diperoleh pada siklus II secra umum mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa indiator keberhasilan pada penelitian ini telah tercapai, yaitu tidak ada lagi siswa yang mendaptkan nilai hasil belajar kimia ≤60 dan rata-rata hasil belajar kimia meningkat yaitu sebesar 9,03 angka yaitu dari 66,0 pada siklus I menjadi 75,03 pada siklus II. Penelitian ini membuktikan bahwa metode pembelajaran kooperatif teknik think pair share memberikan dampak yang positif bagi siswa dalam proses belajar mengajar terutama dalam

35

Yula Miranda,Pembelajaran Metakognitif dalam Srategi Kooperatif Think Pair Share (TPS) dan Think Pair Share+Metakognitif (TPS+M) terhadap Kemampuan Metakognitif Siswa Pada Biologi di SMA Negeri Palangkaraya. Skripsi Universitas Palangkaraya, FKIP. Jurusan pendidikan MIPA, Prodi Biologi.

(44)

peningkatan hasil belajar kimia dan aktivitas guru dan siswa dalam proses pembelajaran.36

Muslimin dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Teknik Think Pair Share terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa di MAN 3 Rawasari, Jakarta Pusat”, dengan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa: terdapat pengaruh positif pembelajaran kooperatif teknik think pair share terhadap hasil belajar biologi siswa. Skor rata-rata hasil belajar siswa yang diajarkan dengan pembelajaran kooperatif teknik

think pair share sebesar 73,1 lebih besar daripada skor rata-rata hasil belajar siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensinal yang sebesar 72,5.37

Husnul Chotimah dalam jurnalnya yang berjudul “Peningkatan Proses dan Hasil Belajar Biologi dalam Pendekatan Kontekstual melalui Model Pembelajaran Think Pair Share pada Peserta Didik Kelas X-6 SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang”, dengan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hasil belajar pada peserta didik pada siklus I dan siklus II memiliki perbedaan yang sangat signifikan. Hasil belajar pada siklus I masih belum memenuhi criteria keberhasilan, hal ini terjadi karena peserta didik belum pernah melakukan metode think pair share dan peserta didik kurang percaya diri ketika mengemukakan pertanyaan, jawaban dan pendapat. Kegiatan diskusi pada siklus II mengalami perubahan. Aktivitas diskusi sudah mengalami kemajuan baik diskusi pada tahap pair maupun share. Hal ini dapat dilihat pada nilai proses dan hasil belajar siklus II, yang mana pada siklus II 100% peserta didik

36

Vera Apniya Handayani, Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa dengan Metode Pembelajaran Kooperatif Teknik Think Pair Share (TPS) pada Konsep Hidrokarbon. Skripsi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. FITK, Jurusan Pendidikan IPA, Program Studi Pendidikan Kimia. Hal. 74-77

37

(45)

mendapatkan nilai proses sudah memenuhi standar kompetensi belajar minimal yang ditetapkan, begitu pula dengan nilai hasil belajar 100% peserta didik telah tuntas belajar. Nilai hasil belajar terendah pada siklus II adalah 72 dan nilai tertinggi adalah 91. Hal ini menunjukkan bahwa think pair share sangat efektif dalam meningkatkan hasil belajar.38

C. Kerangka Berpikir

Peranan guru sebagai salah satu komponen dalam kegiatan belajar mengajar sangat penting dalam menentukan bentuk kegiatan belajar mengajar yang dipilih. Dalam hal ini, guru dapat membuat suatu kondisi belajar yang memungkinkan siswa terlibat dalam pengalaman belajar sehingga pembelajarannya lebih bermakna dan pemahaman siswa terhadap materi lebih mendalam.

Pengalaman belajar dapat diperoleh melalui serangkaian kegiatan interaksi aktif dengan teman, lingkungan atau nara sumber lainnya. Interaksi yang dilakukan dengan sesama siswa akan membuat siswa lebih aktif, dibandingkan dengan siswa bekerja secara individu. Melalui kerjasama dengan siswa lainnya pembelajaran akan lebih efektif, karena latar belakang pengalaman dan pengetahuan para siswa yang lebih mirip dibandingkan dengan guru. Selain itu interaksi siswa dalam menyelesaikan tugas, dapat mempermudah mereka dalam memahami konsep-konsep yang sulit dan akan meningkatkan hasil belajar mereka. Keadaan ini dapat menjadi pertimbangan bagi guru untuk menentukan model pembelajaran yang akan digunakan, dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran melalaui model pembelajaran yang tepat.

38

(46)

Model pembelajaran yang menekankan interaksi antar siswa adalah

cooperative learning. Ada banyak teknik pembelajaran dalam cooperative learning. Strategi think pair share adalah salah satu metode dalam

cooperative learning, yang memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, bekerja sama dan menjelaskan hasil pemikirannya dengan saling membantu satu sama lain. Dengan menjelaskannya kepada orang lain, informasi yang telah dimiliki siswa sebelumnya. Keunggulan lain dari teknik ini adalah optimalisasi siswa. Karena masing-masing siswa mempunyai kesempatan untuk berpikir secara individu, sebelum berdiskusi dengan siswa lain atau dengan pasangannya. Kemudian pada tahap berbagi, setiap pasangan dapat mempresentasikan hasil pikirannya ke depan kelas secara bergantian. Karena itu, penerapan cooperative learning tipe think pair share, dapat menjadi pilihan model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas dan memudahkan untuk memahami materi sehingga akan mendapatkan hasil belajar yang baik.

Model pembelajaraan kooperatif tipe think pair share dapat membuat siswa berpartisipasi optimal dalam kegiatan belajar mengajar, baik secara individu maupun secara kelompok.

D. Hipotesis Penelitian

Perumusan hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Ha : Terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe

think pair share terhadap hasil belajar siswa pada konsep sistem reproduksi manusia.

(47)

37 A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian dilaksanakan di MTsN I Kota Tangerang dengan waktu pelaksanaan pada bulan Agustus 2010.

B. Metode dan Desain Penelitian

1. Metode Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan menggunakan metode kuasi eksperimen atau eksperimen semu yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan pengontrolan yang sesuai dengan kondisi yang ada (situasional). Metode kuasi eksperimen yaitu metode penelitian yang melakukan pengontrolan terhadap salah satu variabel.

2. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan yaitu two group pretest-postest design yaitu desain yang digunakan dalam dua kelas subjek. Desain ini menggunakan dua kelas, yaitu kelas kontrol dengan diskusi biasa dan kelas ekperimen dengan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share. Dua kelas dianggap sama dalam semua aspek yang relevan dan perbedaan hanya terdapat dalam perlakuan. Desain penelitian ini dapat digunakan sebagai berikut:

Tabel 3.1. Desain penelitian

Kelas Pretes Perlakuan Postes

A T1 X1 T2

B T1 X2 T2

Keterangan:

(48)

T2 : Postes

X1 : Perlakuan (penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share)

X2 : Diskusi biasa

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan.1 Populasi dalam penelitian ini dengan pendekatan pada siswa sebelum diadakannya penelitian, agar siswa tidak merasa canggung ketika diajar dengan guru yang berbeda. Populasi target dalam penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas IX di MTsN 1 Kota Tangerang semester I tahun pelajaran 2010-2011.

Sampel adalah sebagai bagian dari populasi.2 Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelas IXA yang terdiri dari 30 siswa dan IXB yang terdiri dari 30 siswa. Sedangkan teknik pengambilan sampel menggunakan teknik sampel purposive sampling.3

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknikpengumpulan data pada penelitian ini adalah tes berupa tes objektif dan nontes berupa lembar observasi.

E. Instrumen Pengumpulan Data

1. Tes Objektif

Tes adalah merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan.4 Tes dalam penelitian ini berupa

1

S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hal. 118

2

Ibid, hal. 121

3

Ibid, hal. 128

4

(49)

tes objektif berupa pilihan ganda sebanyak 20 soal. Kisi-kisi tes hasil belajar dapat dilihat pada tabel 3.2.

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Penelitian Tes Hasil Belajar pada

1 Menjelaskan struktur organ reproduksi pada pria

5, 7 1*, 3*, 4* 5 12,5%

2 Menjelaskan fungsi organ sistem reproduksi pada pria

5 Menjelaskan struktur organ reproduksi pada wanita

21 22* 2 5%

6 Menjelaskan fungsi organ sistem reproduksi pada wanita

8 Menjelaskan pubertas dan menstruasi

(50)

2. Lembar Observasi

Nontes dalam penelitian ini berupa observasi. Observasi meliputi kegiatan pengamatan terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Observasi dilakukan untuk mengadakan pencatatan mengenai aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik thik pair share

pada pembelajaran di kelas.

F. Kalibrasi Instrumen Tes

Sebelum dilakukan pengambilan data, terlebih dahulu instrumen yang akan digunakan diuji pada kelompok siswa yang dianggap sudah mengikuti pokok bahasan yang akan disampaikan. Setelah itu instrumen diukur tingkat validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda sehingga dapat dipertimbangkan apakah instrumen tersebut dapat dipakai atau tidak.

1. Uji validitas

Suatu alat evaluasi dikatakan valid apabila alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Uji validitas adalah uji kesanggupan alat penilaian dalam mengukur isi yang sebenarnya. Untuk mengukur validitas soal dalam penelitian ini menggunakan rumus koefisien point biserial. Rumus yang digunakan adalah:

q

p : Proporsi responden yang menjawab benar q : Proporsi responden yang menjawab salah 5

5

(51)

Berdasarkan pengujian validitas instrumen penelitian yang telah disesuaikan dengan rtabel dari 40 soal didapatkan yang valid sebanyak 21 soal. Nomor soalnya adalah 1, 3, 4, 5, 6, 11, 14, 15, 16, 19, 20, 22, 24, 25, 26, 29, 30, 32, 36, 37, dan 38.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas alat penilaian adalah ketetapan alat tersebut dalam menilai apa yang dinilainya. Uji reliabilitas untuk butir soal objektif dilakukan dengan rumus Kuder Richardson atau yang dikenal dengan K-R 20, yaitu:6

p : Proporsi subjek yang menjawab item dengan benar q : Proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q=1-p) ∑pq : Jumlah hasil perkalian antara p dan q

n : Banyak item

S : Standar deviasi dari tes

Kriteria validitas dan reliabilitas adalah sebagai berikut: (a)Antara 0,81 sampai dengan 1,00 : sangat tinggi (b)Antara 0,61 sampai dengan 0,80 : tinggi (c)Antara 0,41 sampai dengan 0,60 : cukup (d)Antara 0,21 sampai dengan 0,40 : rendah (e)Antara 0,00 sampai dengan 0,20 : sangat rendah

Berdasarkan pengujian reliabilitas instrumen penelitian dari 20 soal didapatkan reliabilitas sebesar 0,80 tergolong dalam klasifikasi tinggi.

3. Uji Tingkat Kesukaran

Bilangan yang menunjukan sukar atau mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran. Untuk dapat mengukur tingkat kesukaran suatu soal digunakan rumus:

6

Gambar

Tabel 2.1  Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif ........................... 17
Tabel 2.1 Langkah-langkah model pembelajarankooperatif
Tabel 2.2 Perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan
Tabel 3.1. Desain penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Model pembelajaran PBL dan model pembelajaran TPS memiliki kesamaan pada proses pembelajarannya yaitu dalam hal kegiatan yang memecahkan masalah, kemudian juga

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Dan Penguasaan Konsep Siswa SMP Pada Konsep Fotosintesis. Skripsi

perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat pengaruh media video terhadap hasil belajar siswa SMA pada konsep gerak lurus.. Rumusan masalah tersebut dapat

Kelas eksperimen mendapatkan perlakuan khusus yaitu pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) pada hasil belajar IPS

Berdasarkan masalah-masalah tersebut, timbulah dampak pada aktivitas peserta didik dalam pembelajaran di kelas, antara lain: (1) banyak peserta didik yang pasif dalam

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut dan demi keefektifan penelitian ini, pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah pengaruh model pembelajaran kooperatif

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut dan demi keefektifan penelitian ini, pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah pengaruh model pembelajaran kooperatif

Penerapan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran Pengenalan sifat – sifat komponen elektronika pasif dan aktif