SAKIT UMUM HAJI MEDAN TAHUN 2015
SKRIPSI
OLEH :
ASRIL YUSUF PUTRA FAU 1111101000005
PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN (MPK) PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIFHIDAYATULLAH
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S-1) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 16 Juni 2015
MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN Skripsi, Juni 2015
Asril Yusuf putra Fau, NIM : 1111101000005
Efektivitas Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml Melalui Metode Analisis ABC, Economic Order Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP) di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015
xxiii + (119) halaman, (8) tabel, (6) gambar, (1) grafik, (5) bagan, (9) lampiran
ABSTRAK
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) bertanggung jawab dalam menyediakan perbekalan farmasi dengan jumlah yang cukup pada waktu yang dibutuhkan dan dengan biaya yang serendah-rendahnya, khususnya bagian Gudang Farmasi. Gudang Farmasi RSU Haji Medan belum optimal dalam melakukan penyediaan obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml , yaitu belum adanya keseimbangan antara permintaan dan ketersediaan obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml sehingga terjadi stock out dan pembelian cito. Untuk itu perlu dilakukan pengendalian persediaan obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml di Gudang Farmasi RSU Haji Medan.
Jenis penelitian adalah operational research untuk mengetahui nilai pemakaian dan investasi obat, mengetahui jumlah pemesanan optimum dan waktu pemesanan kembali masing-masing obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan. Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer yang diperoleh dari wawancara mendalam dan observasi sedangkan data sekunder diperoleh melalui telaah dokumen terkait penelitian. Informan dari penelitian adalah Kepala Unit Farmasi, Kepala Bidang Penunjang Medis, Staf Gudang Farmasi, Kepala Bagian Keuangan dan Koordinator Logistik di RSU Haji Medan.
RSU Haji Medan untuk menerapkan metode ABC, Economic Order Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP) ke seluruh jenis obat generik.
Kata Kunci: Pengendalian persediaan, obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml, analisis ABC, Economic Order Quantity, Reorder Point
HEALTH CARE MANAGEMENT Skripsi, Juny 2015
Asril Yusuf Putra Fau, NIM : 1111101000005
Inventory Control Effectiveness of Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml Drug using ABC Analysis Method, Economic Order Quantity (EOQ) and Reorder Point (ROP) in Pharmaceutical Warehouse of Haji Medan Public Hospital 2015
xxiii + (119) pages, (8) tables, (6) pictures, (1) graphic, (5) charts, (9) attachments
ABSTRACT
The Hospital Pharmacy Installation is responsible in providing pharmaceutical supplies with a sufficient amount of time is needed and the cost of that perfect humility, especially the pharmaceutical warehouse. Pharmaceutical werehouse of Haji Medan Public Hospital is not optimal in doing the provision of Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml medicine, the demand and availability of the Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml drugs is not balance so the stock out and cito purchase is happened. So there need to be analyzed about inventory control of Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml drug in pharmaceutical warehouse at Haji Medan Public Hospital.
The type of this research was operational research to determine the value of drug consumption and investment, determine the optimum order quantity and reorder time of Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml drug in the pharmaceutical warehouse at Haji Medan Public Hospital. The primary data was obtained from indepth interviews and observation then secondary data was obtained by reviewing the related document. The informan in this research was the Head of Pharmaceuticals Unit, Head of Medical Support, Pharmaceutical Warehouse Staff, Head of Finance and Coordinator of Logistics at Haji Medan Public Hospital.
Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml stock out can be solved. Based on these result, it is recommended to the hospital to implement the ABC method, Economic Order Quantity (EOQ) and Reorder Point (ROP) to apply the ABC, Economic Oreder Quantity (EOQ) and Reorder Point (ROP) method to all types of generics.
Keywords : Inventory control, Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml medicine, ABC analysis, Economic Order Quantity, Reorder Point
ix
Nama : Asril Yusuf Putra Fau
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tanggal Lahir : Padangsidimpuan, 21 Juli 1992
Alamat : Jl. Duta Darma VI Blok D7 No.18 Pondok Hijau,
Ciputat, Tangerang Selatan
Agama : Islam
No. Telp : 081375687209
E-mail : fau.asril@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
2011-sekarang : Manajemen Pelayanan Kesehatan (MPK), Kesehatan
Masyarakat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta
2008-2011 : MAN 2 Model Padangsidimpuan
2005-2008 : SMPS Nurul Ilmi Padangsidimpuan
1999-2005 : SDN 200117 Padangsidimpuan
1998-1999 : TK Bhayangkari Padangsidimpuan
Riwayat Organisasi :
2012-2013 : PSDMO BEM FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2013-sekarang : HACAMSA Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
x Assalamu’alaikum Wr. Wb
Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyanyang atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga akhirnya penyusunan Skripsi di Rumah Sakit
Umum Haji Medan Tahun 2015 dapat diselesaikan. Sholawat dan salam tidak lupa
penulis sampaikan pada baginda Rasulullah Muhammad SAW yang membawa
umatnya ke jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.
Skripsi ini merupakan syarat mahasiswa semester VIII (delapan) Program Studi
Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat. Dengan pengetahuan, pengarahan dan bimbingan
yang diperoleh selama perkuliahan, penulis dapat menyusun proposal skripsi yang
berjudul “Efektivitas Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon inj 125
mg/2 ml Melalui Metode Analisis ABC, Economic Order Quantity (EOQ) dan
Reorder Point (ROP) di Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015”
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua tercinta yang telah memberi semangat, memotivasi serta
doanya.
2. DR. Arif Sumantri. M.Kes sebagai Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatukkah Jakarta.
3. Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph. D sebagai Kepala Program Studi Kesehatan
Masyarakat.
xi Rosad, MARS selaku penguji sidangskripsi.
6. Segenap bapak / ibu dosen Jurusan Kesehatan Masyarakat yang telah
memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi penulis dan mahasiswa
pada umumnya.
7. Direktur RSU Haji Medan yang telah memberikan izin penelitian skripsi di RSU
Haji Medan
8. Aziz, Fahri, Misbah yang selalu mendengarkan keluh kesah, memberi semangat
dan masukan, terimakasih
9. dr. Patimah Fitriansyari Hasibuan terimakasih doa, semangat dan dukungannya.
10. Untuk sahabat-sahabat Manajemen Pelayanan Kesehatan (MPK) 2011 dan
seluruh teman-teman Kesmas lainnya.
11. Segenap pihak yang belum disebutkan satu persatu atas bantuan, semangat dan
doanya untuk penulis dalam menyelesaikan magang.
Dengan mengirimkan doa kepada Allah SWT penulis berharap semua kebaikan
yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin. Terakhir, penulis
berharap semoga Laporan ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca serta
mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Jakarta, Juni 2015
xii
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... v
PERNYATAAN PERSETUJUAN ... vii
LEMBAR PENGESAHAN ... viii
RIWAYAT HIDUP PENULIS ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR GRAFIK ... xviii
DAFTAR BAGAN ... xix
DAFTAR LAMPIRAN ... xx
DAFTAR SINGKATAN ... xxi
DAFTAR ISTILAH ... xxiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
xiii
1. Tujuan Umum ... 6
2. Tujuan Khusus ... 7
E. Manfaat Penelitian ... 7
1. Bagi Peneliti ... 7
2. Bagi Rumah Sakit Umum Haji Medan ... 8
3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta ... 8
F. Ruang Lingkup Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
A. Rumah Sakit ... 10
B. Pelayanan Instalasi Farmasi Rumah Sakit IFRS) ... 11
C. Manajemen Logistik Rumah Sakit ... 13
1. Defenisi Manajemen Logistik ... 13
2. Tujuan dan Ciri Manajemen Logistik ... 14
3. Fungsi Manajemen Logistik ... 16
a. Fungsi Perencanaan dan Penentuan Kebutuhan ... 17
b. Fungsi Penganggaran... 19
c. Fungsi Pengadaan ... 19
d. Fungsi Penerimaan dan Penyimpanan ... 20
e. Fungsi Penyaluran ... 22
f. Fungsi Pemeliharaan ... 23
g. Fungsi Penghapusan ... 23
h. Pengendalian/Pengawasan ... 24
4. Peran Manajemen Logistik di Rumah Sakit ... 25
D. Manajemen Persediaan Logistik Rumah Sakit ... 28
1. Fungsi Persediaan ... 29
2. Jenis Persediaan ... 30
3. Biaya-Biaya Persediaan ... 31
xiv
a. Analisis ABC ... 36
b. Economic Order Quantity (EOQ) ... 42
c. Reorder Point (ROP) ... 43
F. Kerangka Teori ... 45
BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN DEFENISI ISTILAH ... 47
A. Kerangka Berfikir ... 47
B. Defenisi Istilah ... 50
BAB IV METODE PENELITIAN ... 52
A. Desain Penelitian ... 52
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 52
C. Informan Penelitian Kualitatif ... 53
D. Pengumpulan Data ... 54
E. Keabsahan Data... 55
F. Pengolahan Data ... 55
G. Penyajian Data ... 59
BAB V HASIL ... 60
A. Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml Sebelum Penerapan Metode ABC, EOQ dan ROP di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan ... 60
B. Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml dengan Penerapan Metode ABC, EOQ dan ROP di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan ... 64
1. Sistem Pengelompokan Obat Generik dengan Metode ABC ... 64
a. Input dari SDM dan Metode ... 64
b. Proses Pengelompokan Obat Generik Melalui Metode Analisis ABC ... 69
xv
C. Efektivitas Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon
inj 125 mg/2 ml Pasca Penerapan Metode ABC, EOQ, dan ROP
di Gudang Farmasi RSU Haji Medan ... 85
BAB VI PEMBAHASAN ... 87
A. Keterbatasan Penelitian ... 87
B. Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml Sebelum Penerapan Metode ABC, EOQ dan ROP di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan ... 87
C. Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml dengan Penerapan Metode ABC, EOQ dan ROP di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan ... 92
1. Sistem Pengelompokan Obat Generik dengan Metode ABC ... 92
a. Input dari SDM dan Metode ... 92
b. Proses Pengelompokan Obat Generik Melalui Metode Analisis ABC ... 95
c. Output Pengelompokan Obat Generik Melalui Metode Analisis ABC ... 108
2. Perhitungan EOQ Obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml ... 109
3. Perhitungan ROP Obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml ... 111
D. Efektivitas Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml Pasca Penerapan Metode ABC, EOQ, dan ROP di Gudang Farmasi RSU Haji Medan ... 114
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 118
A. Simpulan ... 118
B. Saran ... 119
DAFTAR PUSTAKA
xvi
Nomor Tabel Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi Persediaan ... 40
Tabel 3.1 Defenisi Istilah ... 50
Tabel 5.1 Jumlah Tenaga RSU Haji Medan ... 64
Tabel 5.2 Jumlah Pemakaian dan Nilai Investasi Berdasarkan Kemasan
Obat Generik di Gudang Farmasi Tahun 2014 ... 65
Tabel 5.3 Analisis ABC Berdasarkan Jumlah Pemakaian Obat Generik
Tahun 2014 ... 67
Tabel 5.4 Analisis ABC Berdasarkan Nilai Investasi Obat Generik
Tahun 2014 ... 68
Tabel 5.5 Biaya ATK Dalam Pemesanan Setiap Bulan Gudang Farmasi
RSU Haji Medan ... 77
xvii
Nomor Gambar Halaman
Gambar 2.1 Klasifikasi Sediaan Pareto... 54
Gambar 2.2 Jumlah Pemesanan Ekonomis ... 60
Gambar 2.3 Pengendalian Tingkat Pemesanan Kembali ... 63
Gambar 2.4 Pengendalian Tingkat Pemesanan Kembali dengan Safety Stock ... 64
Gambar 6.1 Pengelompokan Obat Generik Berdasarkan Analisis ABC Pemakaian Tahun 2014 ... 100
xviii
xix
Bagan 2.1 Siklus Manajemen Logistik ... 17
Bagan 2.2 Logistik di Rumah Sakit ... 27
Bagan 2.3 Sistem Perencanaan dan Pengendalian Persediaan ... 35
Bagan 2.4 Kerangka Teori ... 46
xx
Lampiran 1 Surat Pengajuan Skripsi ke RSU Haji Medan
Lampiran 2 Surat Izin Penelitian di RSU Haji Medan
Lampiran 3 Pedoman Wawancara
Lampiran 4 Pedoman Telaah Dokumen
Lampiran 5 Struktur Organisasi Bagian Pengadaan Logistik RSU Haji
Medan
Lampiran 6 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSU Haji Medan
Lampiran 7 Matriks Transkrip Hasil Wawancara
Lampiran 8 Tabel Klasifikasi Obat Generik Berdasarkan Analisis ABC
Pemakaian Tahun 2014
Lampiran 9 Tabel Klasifikasi Obat Generik Berdasarkan Analisis ABC
xxi Dirjend = Direktorat Jenderal
DPHO = Daftar Palfon Harga Obat
EOQ = Economic Order Quantity
FEFO = First Expired First Out
FIFO = First In First Out
IFRS = Instalasi Farmasi Rumah Sakit
INN = International Nonpropoetary Names
Jamkesmas = Jaminan Kesehatan Masyarakat
Jampersal = Jaminan Persalinan
Kabid = Kepala Bidang
KFT = Komite Farmasi dan Terapi
PBF = Perusahaan Besar Farmasi
Permenkes = Peraturan Menteri Kesehatan
Kepmenkes = Keputusan Menteri Kesehatan
ROP = Reorder Point
RSU = Rumah Sakit Umum
SDM = Sumber Daya Manusia
xxiii juga
Buffer Stock = Stok penyangga, stok pengaman/safety stock untuk menghindari kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan (stock out)
Defekta = Pendokumentasian/pencatatan mengenai permintaan dan pengiriman obat dari gudang farmasi ke apotek
Formularium = Dokumen yang berisi daftar obat yang digunakan oleh profesional kesehatan di rumah sakit
Lead Time = Waktu tunggu pemesanan atau waktu yang diperlukan mulai pemesanan sampai obat diterima
Obat fast moving = Obat yang perputaran/pergerakannya cepat
Obat moderate = Obat yang perputaran/pergerakannya sedang
Obat slow moving = Obat yang perputaran/pergerakannya lambat
Revenue center = Pusat biaya produksi atau sumber pendapatan
Stock opname = Kegiatan mencocokan kondisi fisik barang gudang dengan kartu
stok
Stock out = Kekosongan stok
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Depkes RI (2008) biaya yang diserap untuk penyediaan obat
merupakan komponen terbesar dari pengeluaran rumah sakit. Menurut Suciati
(2006) pelayanan farmasi merupakan revenue center utama rumah sakit. Hal
tersebut dikarenakan lebih dari 90% pelayanan kesehatan di rumah sakit
menggunakan perbekalan farmasi, meliputi obat-obatan, bahan kimia, bahan
radiologi, alat kesehatan habis pakai, alat kedokteran, dan gas medik. Serta
50% dari seluruh pendapatan rumah sakit berasal dari pengelolaan perbekalan
farmasi.
Melihat besarnya kontribusi perbekalan farmasi sebagai sumber pelayanan
penunjang di rumah sakit untuk menjamin kelancaran pelayanan kesehatan,
maka dibutuhkan pengelolaan secara tepat dan penuh tanggung jawab.
Pengelolaan perbekalan farmasi yang efektif dan efisien akan mendukung
mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit (Depkes RI, 2008). Pengelolaan
perbekalan farmasi tidak terlepas dari konsep umum manajemen logistik,
yang unsur-unsurnya meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian yang selamat dan aman, hingga pengendalian
persediaan yang teliti (Aditama, 2000).
Salah satu permasalahan dalam manajemen logistik farmasi adalah stock
out obat. Kejadian seperti ini diakibatkan karena tidak terkontrolnya
persediaan obat dan sulit untuk menentukan waktu pemesanan kembali karena
tidak mengetahui jumlah stok yang tersedia. Masalah stock out obat
mengakibatkan sering dilakukannya pemesanan obat secara cito, artinya
pemesanan dilakukan insidental dan harus segera dikirim saat itu juga. Hal ini
tentu menjadi sebuah kerugian karena obat yang dipesan di apotek luar
harganya lebih mahal dibandingkan membeli ke distributor. Hal ini misalnya
yang dialami oleh RSU Haji Surabaya. Berdasarkan hasil penelitian Mellen
dan Pudjiraharjo (2013), RSU Haji Surabaya mengalami stock out pada tahun
2012. Selama Januari-April 2012 terdapat 116 jenis obat yang mengalami
stock out yang mengakibatkan terjadinya kerugian yang dialami oleh RSU
Haji Surabaya, yaitu sebesar Rp 244.023.752.
Menurut John dan Harding (2001) untuk memastikan bahwa pengendalian
persediaan efektif, maka tiga pertanyaan dasar yang harus dijawab adalah apa
yang akan dikendalikan, berapa banyak yang hendak dipesan dan kapan
memesan kembali. Metode Analisis ABC untuk menjawab pertanyaan apa
yang akan dikendalikan dengan mengetahui prioritas obat generik yang
dikelompokan berdasarkan nilai pemakaian obat dan nilai investasi.
Selanjutnya obat generik yang tergolong kelompok A akan dihitung dengan
menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ). Metode EOQ untuk
jumlah yang akan dipesan (jumlah optimum) agar dapat mengefisiensikan
biaya persediaan obat. Kemudian dihitung dengan menggunakan metode
Reorder Point (ROP) obat yang tergolong kelompok A. Metode ROP untuk
mengetahui waktu pemesanan kembali dengan mengetahui titik pemesanan
kembali sehingga dapat mengatasi kekurangan stok.
Mulyardewi (2010), menyarankan dalam penelitiannya untuk menggunaan
metode ABC Indeks Kritis dalam menetapkan perencanaan obat, serta
mengendalikan persediaan obat yang termasuk kelompok A dengan
menggunakan model EOQ dan ROP agar tidak lagi terjadi kekosongan
persediaan, pembelian cito, dan resep yang dibeli pasien diluar apotek rumah
sakit. Menurut Wahjuni dan Suryawati (1998), metode EOQ yang diterapkan
terhadap klasifikasi obat pada analisis ABC di Instalasi Farmasi yang mereka
teliti, dapat menurunkan total nilai persediaan obat dan memudahkan
pengaturan frekuensi pengadaan obat.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan pada bulan April-Mei
2015, didapatkan bahwa proses pengendalian persediaan obat di Gudang
Farmasi RSU Haji Medan tidak menggunakan metode khusus. Penentuan
kebutuhan obat yang dilakukan selama ini hanya berdasarkan perkiraan
apoteker saja, serta dengan melakukan stock opname, pencatatan pada kartu
stok dan buku defekta.
Kejadian seperti ini mengakibatkan tidak terkontrolnya persediaan obat
jumlah stok yang tersedia, sehingga nantinya akan terjadi kekosongan obat di
Rumah Sakit Umum Haji Medan. Berdasarkan data yang diperoleh dari
gudang farmasi RSU Haji Medan, terdapat 193 jenis obat yang pernah dibeli
ke apotik luar pada tahun 2014. Artinya, 193 jenis obat tersebut belum dapat
disediakan dalam jumlah yang diminta pada waktu dibutuhkan oleh unit
sehingga harus dibeli secara cito ke apotik luar RS Umum Haji Medan. Paling
sedikit ada 15 jenis obat dalam satu bulan yang dibeli cito ke apotik luar RS
Umum Haji Medan pada tahun 2014.
Terdapat beberapa jenis obat yang hampir setiap bulan dibeli cito di luar
apotik karena stok obat tidak cukup untuk memenuhi permintaan pasien dan
rata-rata adalah obat generik, salah satunya yaitu Methylprednisolon 125 mg/
2 ml dibeli cito di apotik luar RS yaitu sebanyak 1.700 vial dengan rata-rata
pembelian per bulan sebanyak 142 vial dengan nilai investasi sebesar Rp
65.790.000. Obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml merupakan obat yang
menempati peringkat pertama dalam pengelompokkan obat dengan
menggunakan metode analisis ABC investasi, yang artinya obat
Methylprednisolon 125 mg/ ml merupakan obat dengan nilai pemakaian
paling tinggi dan pemakaian anggaran paling besar, Sehingga obat tersebut
harus memiliki kontrol persediaan yang lebih ketat.
Diharapkan dengan penerapan metode pengendalian tersebut menjadi suatu
disediakan dengan jumlah dan waktu yang tepat, penggunaan anggaran yang
rendah dan menghindari pemesanan cito dan pembelian ke apotik luar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan data yang diperoleh dari SIRS RS Umum Haji Medan,
pemesanan obat sering dilakukan secara cito dan dibeli di apotik luar yang
dapat merugikan rumah sakit karena pemesanan di apotek luar mengeluarkan
biaya yang lebih besar dibandingkan dengan memesan langsung ke
distributor. Hal ini terjadi karena adanya kekosongan obat di gudang farmasi
sehingga obat tersebut harus dipesan secara cito sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan obat pasien.
Salah satu obat generik yang mengalami cito yaitu obat Methylprednisolon
inj 125 mg/ 2 ml. Obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml menempati
peringkat pertama dalam pengelompokkan obat berdasarkan analisis ABC
investasi. Yang artinya obat Methylprednisolon 125 mg/ ml merupakan obat
dengan nilai pemakaian paling tinggi dan pemakaian anggaran paling besar,
Sehingga obat tersebut harus memiliki kontrol persediaan yang lebih ketat.
Belum pernah dilakukan pengendalian persediaan obat di gudang farmasi
Rumah Sakit Umum Haji Medan melalui metode analisis ABC, Economic
Oreder uantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP).
Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Efektivitas Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon
(EOQ), dan Reorder Point (ROP) di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015”.
C. Pertanyaan Penelitian
a. Bagaimana pengendalian persediaan obat Methylprednisolon inj 125
mg/ 2 ml sebelum penerapan metode ABC, Economic Order Quantity
(EOQ) dan Reorder Point (ROP) di Gudang Farmasi Rumah Sakit
Umum Haji Medan Tahun 2015?
b. Bagaimana pengendalian persediaan obat Methylprednisolon inj 125
mg/ 2 ml malalui metode ABC, Economic Order Quantity (EOQ) dan
Reorder Point (ROP) di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Haji
Medan Tahun 2015?
c. Bagaimana efektivitas pengendalian persediaan obat
Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml pasca penerapan metode ABC,
Economic Order Quantity (EOQ), dan Reorder Point (ROP) di
Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui efektivitas pengendalian persediaan obat
Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml di Gudang Farmasi Rumah Sakit
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengendalian persediaan obat Methylprednisolon
inj 125 mg/ 2 ml sebelum penerapan metode ABC, Economic
Order Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP) di Gudang
Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015.
b. Mengetahui pengendalian persediaan obat Methylprednisolon
inj 125 mg/ 2 ml malalui metode ABC, Economic Order
Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP) di Gudang Farmasi
Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015.
c. Mengetahui efektivitas pengendalian persediaan obat
Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml pasca penerapan metode
ABC, Economic Order Quantity (EOQ), dan Reorder Point
(ROP) di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan
Tahun 2015.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
a. Mendapatkan gambaran nyata pengendalian persediaan
2. Bagi Rumah Sakit Umum Haji Medan
a. Mengetahui sejauh mana pelaksanaan pengendalian persediaan
obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml di Gudang Farmasi
RS Umum Haji Medan.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
masukan dalam penyusunan kebutuhan obat di Gudang
Farmasi RS Umum Haji Medan.
c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan
untuk kebijakan dalam pengendalian persediaan obat di
Gudang Farmasi RS Umum Haji Medan.
3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta
a. Dapat dijadikan sebagai referensi terkait pengendalian
persediaan obat di rumah sakit.
b. Dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya
yang terkait dengan pengendalian persediaan obat di rumah
sakit.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengenai efektivitas pengendalian persediaan obat
Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml melalui metode ABC, EOQ dan ROP di
selama bulan April-Mei 2015. Penelitian merupakan penelitian operational
research untuk mengetahui nilai pemakaian dan investasi obat, mengetahui
jumlah pemesanan optimum dan titik pemesanan kembali obat
Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum
Haji Medan. Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer
yang diperoleh dari wawancara mendalam dan observasi dan data sekunder
melalui telaah dokumen terkait penelitian. Subjek dari penelitian adalah
Kepala Unit Farmasi, Kepala Bagian Penunjang Medis, Staf Gudang Farmasi
dan Kepala Bagian Keuangan dan Koordinator Logistik di Rumah Sakit
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Rumah Sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan
paripurna adalah kesehatan yang meliputi peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan
pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh,
terpadu, dan berkesinambungan (UU RS, 2009).
Rumah sakit juga salah satu dari sarana kesehatan tempat
menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan menciptakan
derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat (Siregar,2004).
Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No:
983/Menkes/SK/1992 tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya
kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan
upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara terpadu
dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan.
Dalam melaksanakan tugasnya, rumah sakit mempunyai berbagai fungsi
yaitu: menyelenggarakan pelayanan medik, pelayanan penunjang medic
nonmedik, pelayanan dan asuhan keperawatan, pelayanan rujukan, pendidikan
dan pelatihan, penelitian dan pengembangan serta administrasi umum dan
keuangan (Depkes RI, 1992).
B. Pelayanan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
Tugas utama IFRS adalah pengelolaan mulai dari perencanaan, pengadaan,
penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita,
sampai pada pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan
digunakan dalam rumah sakit baik untuk penderita rawat tinggal, rawat jalan,
maupun untuk senua unit termasuk poliklinik rumah sakit (Siregar, 2004).
IFRS juga bertanggung jawab mengembangkan suatu pelayanan farmasi
yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat, untuk memenuhi
kebutuhan berbagai bagian / unit diagnosis dan terapi, unit pelayanan
keperawatan, staf medik dan rumah sakit keseluruhan untuk kepentingan
pelayan penderita yang lebih baik.
Pelayanan farmasi RS adalah bagian yang tidak terpisahkan dari system
pelayanan kesehatan RS yang berorientasi kepada pelayanan pasien,
penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang
Tujuan pelayanan farmasi RS adalah pelayanan yang paripurna sehingga
dapat memberikan obat tepat pasien, tepat dosis, tepat cara pemakaian, tepat
kombinasi, tepat waktu dan tepat harga. Selain itu pasien diharapkan
mendapat pelayanan yang dianggap perlu oleh farmasi sehingga pasien
mendapat pengobatan efektif, efisien, aman, rasional dan terjangkau
(Maimun, 2008). Pelaksanaan pelayanan farmasi terdiri dari 4 pelayanan yaitu
(Purwanti, 2003) :
1. Pelayanan Obat Non Resep
Pelayanan obat non resep merupakan pelayanan kepada pasien yang
ingin melakukan pengobatan sendiri, dikenal dengan swamedikasi.
Obat untuk swamedikasi meliputi obat-obat yang dapat digunakan
tanpa resep yang meliputi obat wajib apotik (OWA), obat bebas
terbatas (OBT) dan obat bebas (OB). Obat wajib apotik terdiri dari
kelas terapi oral kontrasepsi, obat saluran cerna, obat mulut serta
tenggorokan, obat saluran nafas, obat yang mempengaruhi sistem
neuromuskuler, anti parasit dan obat kulit topikal.
2. Pelayanan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Apoteker hendaknya mampu menggalang komunikasi dengan tenaga
kesehatan lain, termasuk kepada dokter, termasuk memberi informasi
tentang obat baru atau obat yang sudah ditarik. Apoteker hendaknya
aktif mencari masukan tentang keluhan pasien terhadap obat-obatan
keluhan pasien untuk dilaporkan ke dokter, dengan demikian ikut
berpartisipasi dalam pelaporan efek samping obat.
3. Pelayanan Obat Resep
Pelayanan resep sepenuhnya tanggung jawab apoteker pengelola
apotik. Apoteker tidak diizinkan mengganti obat yang ditulis dalam
resep dengan obat lain. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat
yang ditulis dalam resep, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter
untuk pemilihan obat yang lebih terjangkau.
4. Pengelolaan Obat
Kompetensi penting yang harus dimiliki apoteker dalam bidang
pengelolaan obat meliputi kemampuan merancang, membuat,
melakukan pengelolaan obat yang efektif dan efisien. Penjabaran dari
kompetensi tersebut adalah dengan melakukan seleksi, perencanaan,
penganggaran, pengadaan, produksi, penyimpanan, pengamanan
persediaan, perancangan dan melakukan dispensing serta evaluasi
penggunaan obat dalam rangka pelayanan kepada pasien yang
terintegrasi dalam asuhan kefarmasian dan jaminan mutu.
C. Manajemen Logistik Rumah Sakit
1. Definisi Manajemen Logistik
Logistik merupakan suatu ilmu pengetahuan dan atau seni serta proses
penyaluran dan pemeliharaan serta penghapusan material/alat-alat. Logistik
adalah bagian dari instansi yang tugasnya adalah menyediakan
bahan/barang yang dibutuhkan untuk kegiatan operasionalnya instansi
tersebut dalam jumlah, kualitas, dan pada waktu yang tepat (sesuai
kebutuhan) dengan harga serendah mungkin (Aditama, 2007). Menurut
Bowersox (1995) manajemen logistik adalah proses pengelolaan yang
strategis terhadap pemindahan dan penyimpanan barang, suku cadang dan
barang jadi dari para suplier, di antara fasilitas-fasilitas perusahaan dan
kepada para pelanggan. Menurut Wolper (1995) dalam Sabarguna (2009),
Manajemen logistik adalah manajemen dan pengendalian barang-barang,
layanan, dan perlengkapan mulai dari akuisisi sampai pada disposisi dan
ada elemen penting yaitu: strategi terpadu untuk menjamin bahwa barang,
jasa dan perlengkapan dibeli dengan biaya total yang terendah; strategi
terkait untuk menjamin bahwa persediaan dan biaya disimpan dipantau dan
dikendalikan secara agresif.
2. Tujuan dan Ciri Manajemen Logistik
Tujuan manajemen logistik menurut Aditama (2000) adalah
menyampaikan barang jadi dan bermacam-macam material dalam jumlah
yang tepat pada waktu dibutuhkan, dalam keadaan yang dapat dipakai, ke
lokasi dimana dibutuhkan, dan dengan total biaya yang terendah. Dalam
(2000) juga menjelaskan kegiatan logistik secara umum memiliki tiga
tujuan, yaitu:
1. Tujuan Operasional
Adalah agar tersedianya barang, serta bahan dalam jumlah yang
tepat dan mutu yang memadai.
2. Tujuan Keuangan
Meliputi pengertian bahwa upaya tujuan operasional dapat
terlaksana dengan biaya yang serendah-rendahnya.
3. Tujuan Pengamanan
Bermaksud agar persediaan tidak terganggu oleh kerusakan,
pemborosan, penggunaan tanpa hak, pencurian, dan penyusutan
yang tidak wajar lainnya, serta nilai persediaan sesungguhnya
dapat tercermin di dalam sistem akuntansi.
Ciri-ciri utama logistik adalah integrasi berbagai dimensi dan
tuntutan terhadap pemindahan (movement) dan penyimpanan (storage)
yang strategis (Bowersox, 1995). Logistik rumah sakit mempunyai ciri
yang penting untuk dilihat dan diperhitungkan antara lain (Sabarguna,
2005):
a. Spesifik, berarti terkait dengan pelanggan dan profesi tertentu,
b. Harga yang variatif dari yang sangat murah sampai sangat
mahal, seperti lampu CT Scan, sampai kasa steril.
c. Jumlah item yang sangat banyak, maka sering dikelola secara
departemental sesuai pelayanan dan profesi.
3. Fungsi Manajemen Logistik
Di dalam pengelolaan logistik, fungsi-fungsi manajemen logistik
menurut Aditama (2007) dan Subagya (1994) adalah perencanaan,
penganggaran, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian,
pemeliharaan, penghapusan dan pengendalian. Sedangkan menurut Seto
(2004), fungsi-fungsi logistik terdiri dari perencanaan dan penentuan
kebutuhan, penganggaran, pengadaan, penerimaan dan penyimpananan,
penyaluran, pemeliharaan, penghapusan, dan pengawasan. Fungsi-fungsi
tersebut merupakan suatu siklus kegiatan manajemen logistik.
Berikut adalah siklus manajemen logistik yang dapat dijalankan
Bagan 2.1
Siklus Manajemen Logistik
(Seto, 2004)
Berdasarkan gambar diatas dapat diuraikan manajemen logistic merpakan
suatu proses yang terdiri dari:
a. Fungsi Perencanaan dan Penentuan Kebutuhan
Perencanaan merupakan dasar tindakan manajer untuk dapat
menyelesaikan tugas pekerjaanya. Penentuan kebutuhan
merupakan perincian dari fungsi perencanaan menyangkut
proses memilih jenis dan menetapkan dengan prediksi jumlah
kebutuhan persediaan barang/obat perjenis di apotek ataupun di
rumah sakit. Penentuan kebutuhan obat di rumah sakit harus
sakit, standar terapi dan jenis penyakit di rumah sakit, dengan
mengutamakan obat-obat generik (Seto, 2004).
Fungsi perencanaan dan penentuan kebutuhan mencakup
aktivitas menetapkan sasaran-sasaran, pedoman, dan dasar
ukuran penyelenggaraan pengelolaan perlengkapan. Sedangkan,
penentuan kebutuhan merupakan perincian ( detailering) dari
fungsi perencanaan, bilamana diperlukan semua faktor yang
mempengaruhi penentuan kebutuhan harus diperhitungkan
(Aditama, 2000).
Dalam membuat perencanaan pengadaan, terdapat tiga
metode yang dapat digunakan, yaitu:
1) Metode konsumsi, yaitu metode perencanaan yang
didasarkan atas analisis data konsumsi atau pemakaian
perbekalan farmasi periode sebelumnya.
2) Metode epidemiologi, yaitu metode perencanaan yang
didasarkan pada data jumlah kunjungan, jumlah tindakan,
Bed Occupation Rate (BOR), Length of Stay (LOS),
frekuensi penyakit dan standar terapi.
b. Fungsi Penganggaran
Menurut Seto (2004) Fungsi penganggaran adalah
menyangkut kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha untuk
merumuskan perincian penentuan kebutuhan dalam satu skala
standar yaitu dengan skala mata uang (dollar, rupiah, dan
lain-lain). Begitu juga menurut Aditama (2007) menambahkan
dengan memperhatikan pengarahan dan pembatasan yang
berlaku terhadapnya.
Beberapa hal penting dalam proses penganggaran
(Awaloeddin, 2001):
1) Penyesuaian rencana pembelian dengan dana yang
tersedia
2) Mengetahui adanya kendala-kendala dan keterbatasan
3) Menentukan umpan balik dari fungsi perencanaan dan
penentuan kebutuhan untuk penyesuaian dan penentuan
rencana aternatif.
c. Fungsi Pengadaan
Fungsi pengadaan adalah usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan
untuk memenuhi kebutuhan operasional yang telah ditetapkan di
peramalan yang baik), maupun penganggaran. Dalam pengadaan
dilakukan proses pelaksanaan rencana pengadaan tersebut.
Pelaksanaan dari fungsi pengadaan dapat dilakukan dengan
pembelian, pembuatan, penukaran ataupun penerimaan
sumbangan (Seto, 2004).
Menurut Kepmenkes No 1197/MENKES/X/2004 tentang
Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, pengadaan
merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah
direncanakan dan disetujui melalui pembelian, produksi dan
sumbangan/hibah. Pembelian dapat dilakukan secara tender oleh
Panitia Pembelian Barang Farmasi dan secara langsung dari
pabrik/distribusi/pedagang besar farmasi/rekanan.
d. Fungsi Penerimaan dan Penyimpanan
Menurut keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di
Rumah Sakit, Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima
perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan
kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi
atau sumbangan. Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alar
Kesehatan Kemenkes RI (2010), tujuan penerimaan adalah untuk
spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu. Semua persedian
farmasi yang sudah diterima dan sudah dilakukan pemeriksaan
harus segera disimpan di dalam sebuah ruang penyimpanan yang
baik dan sesuai dengan standar.
Menurut Subagya (1994), penyimpanan adalah merupakan
kegiatan dan usaha melakukan penyelenggaraan dan pengaturan
obat serta persediaan di dalam ruang penyimpanan. Fungsi dari
penyimpanan adalah menjamin kelangsungan penjadwalan dari
kegiatan-kegiatan yang terjadi sebelumnya dengan pemenuhan
yang setepat-tepatnya. Faktor-faktor yang perlu mendapat
perhatian dalam fungsi penyimpanan adalah:
1) Pemilihan lokasi
2) Barang (Jenis, bentuk barang atau bahan yang disimpan)
3) Pengaturan ruang
4) Prosedur/sistem penyimpanan
5) Penggunaan alat bantu
6) Pengamanan dan keselamatan
Menurut Dirjend Bina kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kemenkes RI (2010), metode penyimpanan dapat dilakukan
berdasarkan kelas terapi, menurut bentuk sediaan dan alfabetis
informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi
sesuai kebutuhan.
e. Fungsi Penyaluran
Proses pemindahan dari satu tempat ke tempat lain atau suatu
kegiatan dan usaha untuk melakukan pengurusan,
penyelenggaraan dan pengaturan pemindahan barang dari suatu
tempat ke tempat lain, yaitu dari tempat penyimpanan ke tempat
pemakainya. Pendisitribusian adalah kegiatan menyalurkan
barang sesuai permintaan, tepat waktu, tepat jumlah serta sesuai
dengan spesifikasinya (Subagya, 1994)
Menurut Subagya (1994), hal-hal yang harus diperhatikan
dalam pendistribusian barang yaitu:
1) Ketepatan jenis dan spesifikasi logistik yang disampaikan
2) Ketepatan nilai logistik yang disampaikan
3) Ketepatan jumlah logistik yang disampaikan
4) Ketepatan waktu penyampaian
5) Ketepatan tempat penyampaian
Menurut Seto (2004) khusus menyangkut fungsi penyaluran
untuk farmasi Rumah Sakit, beberapa hal yang dijadikan
pegangan adalah dengan prinsip:
1) Distribusi obat harus aman, efektif dan efisien.
2) Harus menjamin: obat benar bagi penderita tertentu, dosis
yang tepat pada waktu yang ditentukan dan cara
penggunaan yang benar.
f. Fungsi Pemeliharaan
Fungsi pemeliharaan merupakan usaha atau proses kegiatan
untuk mempertahankan kondisi teknis, daya guna dan daya hasil
barang inventaris (Aditama, 2007). Pemeliharaan dapat
dilakukan untuk pemeliharaan pencegahan dan pemeliharaan
kerusakan atau break down.
g. Fungsi Penghapusan
Fungsi Penghapusan merupakan kegiatan dan usaha
pembebasan barang dari pertanggungjawaban yang berlaku.
Dengan kata lain, fungsi penghapusan adalah usaha untuk
menghapus kekayaan (assets) karena kerusahakan yang tidak
dapat diperbaiki lagi, dinyatakan sudah tua dari segi ekonomis
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Aditama,
2007).
Cara-cara penghapusan yang lazim dilakukan antara lain
(Subagya, 1994): pemanfaatan langsung
(merehabilitasi/merekondisi komponen-komponen yang masih
dapat digunakan kembali dan dimasukkan sebagai barang
persediaan baru), pemanfaatan kembali (meningkatkan nilai
ekonomis dari barang yang dihapus menjadi barang lain,
peindahan atau mutasi, hibah, penjualan/pelelangan, dan
pemusnahan.
h. Fungsi Pengendalian/Pengawasan
Fungsi pengendalian merupakan fungsi inti dari seluruh
fungsi manajemen logistik. Dimana kegiatannya meliputi
pengawasan dan pengamanan keseluruhan pengelolaan logistik.
Dalam fungsi ini terdapat kegiatan pengendalian inventarisasi (
inventory control) dan expediting yang merupakan unsur-unsur
utamanya (Aditama, 2000).
Menurut Subagya (1994) menjelaskan bahwa fungsi
pengendalian mengandung kegiatan:
1) Inventarisasi, menyangkut kegiatan-kegiatan dalam
2) Pengawasan, menyangkut kegiatan-kegiatan untuk
menetapkan ada tidaknya deviasi-deviasi
penyelenggaraan dari rencana-rencana logistik.
3) Evaluasi, menyangkut kegiatan-kegiatan memonitor,
menilai dan membentuk data-data logistik yang
diperlukan hingga merupakan informasi bagi fungsi
logistik lainnya.
Semua kegiatan dalam siklus logistik harus selalu dilakukan
pengawasan mulai dari fungsi perencanaan, penganggaran,
pengadaan, penerimaan dan penyimpanan, penyaluran,
pemeliharaan, dan penghapusan. Menurut Dirjend
Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI (2010)
tujuan pengendalian adalah agar tidak terjadi kelebihan dan
kekosongan perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan.
4. Peran Manajemen Logistik di Rumah Sakit
Manajemen logistik dalam lingkungan rumah sakit didefinisikan
sebagai suatu proses pengolahan strategis terhadap pengadaan,
penyimpanan, pendistribusian serta pemantauan persediaan barang ( stock,
jasa rumah sakit. Manajemen logistik harus dilaksanakan secara efisien dan
efektif dimana seluruh barang, bahan, dan peralatan harus dapat disediakan
tepat pada waktu yang dibutuhkan, dalam jumlah yang cukup, serta dengan
mutu yang memadai (Aditama, 2000).
Berdasarkan bidang pemanfaatannya, barang dan bahan yang harus
disediakan di rumah sakit terdiri dari empat kelompok yaitu: persediaan
farmasi, persediaan makanan, persediaan logistik umum dan persediaan
teknik. Namun, biaya rutin terbesar di rumah sakit umumnya terdapat pada
pengadaan persediaan farmasi, yang meliputi (Aditama, 2000):
1. Persediaan obat, mencakup: obatan esensial, non esensial,
obat-obatan yang cepat dan lama terpakai.
2. Persediaan bahan kimia, mencakup: persediaan untuk kegiatan
operasional laboratorium dan produksi farmasi intern, serta kegiatan
non medis.
3. Persediaan gas medik, terkait dengan kegiatan pelayanan bagi pasien
di kamar bedah, ICU atau ICCU.
4. Peralatan kesehatan, yaitu berbagai peralatan yang dibutuhkan bagi
kegiatan perawatan maupun kedokteran yang dapat dikelompokkan
sebagai barang habis pakai dan barang tahan lama atau peralatan
elektronik dan non elektronik. Sebagai ilustrasi, logistik di rumah sakit
Sebagai ilustrasi, logistik di rumah sakit dapat dilihat pada bagan
berikut.
Bagan 2.2
Logistik di Rumah Sakit
(Aditama, 2000)
Mutu pelayanan logistik dapat dinilai dari dua hal, yaitu prestasi yang
dicapai dan total biaya yang dikeluarkan. Pengukuran atas prestasi yang
dicapai terkait dengan tersedianya ( availability) barang, kemampuan (
capability) waktu pengantaran dan konsistensi, serta mutu ( quality) usaha.
Biaya logistik berhubungan langsung dengan kebijakan prestasi. Makin
tinggi setiap prestasi tersebut, maka semakin tinggi juga total biaya yang
mengembangakan usaha yang seimbang antara prestasi pelayanan yang
diberikan dengan biaya yang dikeluarkan (Aditama, 2000).
D. Manajemen Persediaan Logistik Rumah Sakit
Menurut Rangkuti (1996) persediaan adalah sejumlah bahan-bahan,
bagian-bagian yang disediakan dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat
dalam perusahaan untuk proses produksi, serta barang-barang jadi/produk
yang disediakan untuk memenuhi permintaan konsumen atau langganan setiap
waktu. Persediaan ini merupakan salah satu unsur yang paling aktif dalam
operasi perusahaan yang secara kontinu diperoleh, diubah kemudian dijual
kembali.
Hidayati (2006) menjelaskan persediaan merupakan sumber daya yang
menganggur ( idle resource) karena belum digunakan dan menunggu proses
lebih lanjut. Persediaan berguna mengantisipasi fluktuasi permintaan,
langkanya pasokan, dan waktu tunggu barang yang dipesan ( lead time).
Selain itu, persediaan mempermudah dan memperlancar jalannya operasional
perusahaan/rumah sakit. Dengan adanya persediaan, gangguan pelayanan
akibat adanya kekurangan barang dapat dihindari.
Manajemen persediaan berusaha mencapai keseimbangan diantara
kekurangan dan kelebihan persediaan dalam suatu periode perencanaan yang
terdiri dari pengadaan suatu produk yang sesuai dengan spesifikasi pelanggan.
Sistem yang demikian tidak akan membutuhkan penumpukan bahan mentah
atau bahan jadi untuk mengantisipasi penjualan di masa depan. Walaupun
sistem ini tidak praktis, namun penting diingat bahwa setiap dollar yang
diinvestasikan dalam persediaan harus ditujukan untuk mencapai suatu tujuan
tertentu (Bowersox. D, 1995).
1. Fungsi Persediaan
Menurut Heizer dan Render (2010), Persediaan dapat melayani
beberapa fungsi yang menambah fleksibilitas bagi operasi perusahaan.
Keempat fungsi persediaan adalah sebagai berikut:
a. Decouple, memisahkan beberapa tahapan dari proses produksi.
Jika persediaan berfluktuasi, persediaan tambahan mungkin
diperlukan untuk melakukan decouple proses produksi dari
pemasok.
b. Melakukan decouple perusahaan dari fluktuasi permintaan dan
menyediakan persediaan barang-barang yang akan memberikan
pilihan bagi pelanggan.
c. Mengambil keuntungan dari diskon kuantitas karena pembelian
dalam jumlah yang besar dan mengurangi biaya pengiriman
barang.
2. Jenis Persediaan
Menurut Heizer dan Render (2010), untuk mengakomodasi
fungsi-fungsi persediaan, perusahaan harus memelihara empat jenis
persediaan:
a. Persediaan bahan mentah (raw material invetory) telah dibeli
tapi belum diproses. Persediaan ini digunakan untuk melakukan
decouple pemasok dari proses produksi.
b. Persediaan baran setengah jadi (work in process) adalah
komponen atau bahan mentah yang telah melewati beberapa
proses perubahan, tetapi belum selesai.
c. Persediaan pasokan pemeliharaan/perbaikan/operasi
(Maintenance, Repair, Operating - MRO) unutk menjaga agar
mesin-mesin dan proses-proses tetap produktif. MRO adalah
karena kebutuhan serta waktu untuk pemeliharaan dan perbaikan
dari beberapa perlengkapan tidak diketahui.
d. Persediaan barang jadi adalah produk yang telah selesai dan
tinggal menunggu pengiriman. Barang jadi dapat dimasukkan ke
persediaan karena permintaan pelanggan masih di masa
mendatang tidak diketahui.
Sedangkan menurut Johns dan Harding (2001), jenis pokok sediaan
dalam operasi adalah:
1) Memberikan pelayanan yang cepat bagi pelanggan
2) Mengurangi gejolak fluktuasi keluaran
3) Membantu mengatasi permintaan musiman
4) Memberikan pengaman terhadap kemungkinan kerusakan dan
pemogokan.
b. Barang dalam proses
1) Memisahkan tahapan produksi
2) Memberikan fleksibilitas dalam penjadwalan
3) Memberikan pemingkatan utilisasi mesin
c. Bahan mentah
1) Memisahkan perusahaan dari para pemasoknya
2) Memungkinkan perusahaan untuk meraih manfaat dari
potongan harga karena jumlah pesanan
3) Memberikan perlindungan terhadap inflasi
4) Menyiapkan sediaan strategis bagi barang yang vital
3. Biaya-Biaya persediaan
Menurut Rangkuti (1996), terdapat beberapa variabel biaya yang
harus menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan penentuan
besarnya jumlah persediaan. Biaya-biaya tersebut meliputi:
Merupakan biaya yang bersifat variabel terhadap kuantitas
persediaan. Artinya, biaya penyimpanan per periode akan semakin
besar apabila kuantitas barang yang dipesan semakin banyak atau
rata-rata persediaan semakin tinggi. Biaya-biaya yang termasuk
sebagai biaya penyimpanan adalah: Biaya fasilitas-fasilitas
penyimpanan (termasuk penerangan, pendingin ruangan, dan
sebagainya), Biaya modal, Biaya keusangan, Biaya penghitungan
fisik, Biaya asuransi persediaan, Biaya pajak persediaan, Biaya
pencurian, pengrusakan atau perampokan, Biaya penanganan
persediaan, dan sebagainya.
Biaya penyimpanan persediaan biasanya berkisar antara 12
sampai 40 persen dari biaya atau harga barang. Heizer dan Render
(2005) mengungkapkan bahwa biaya penyimpanan persediaan
tahunan adalah 26% dari nilai persediaan per unit per tahun.
b. Biaya pemesanan atau pembelian ( Ordering costs atau
Procurement costs)
Berbeda dengan biaya penyimpanan, biaya pemesanan tidak
naik (konstan) apabila kuantitas pesanan bertambah besar. Namun,
apabila semakin banyak komponen yang dipesan setiap kali pesan,
jumlah pesanan per periode turun, maka biaya pemesanan total pun
akan turun. Hal ini berarti, biaya pemesanan total tahunan adalah
sama dengan jumlah pesanan yang dilakukan setiap periode
Komponen biaya pemesanan meliputi: Biaya pemrosesan pesanan
dan biaya ekspedisi, Upah, Biaya telepon, Pengeluaran surat
menyurat, Biaya pengepakan dan penimbangan, Biaya
pemeriksaan penerimaan, Biaya pengiriman, Biaya utang lancar,
dan sebagainya.
c. Biaya penyiapan ( Set-up cost)
Biaya ini terjadi apabila bahan-bahan tidak dibeli, namun
diproduksi sendiri oleh perusahaan. Biasanya perusahaan
manufacture akan menghadapi biaya ini yang meliputi Biaya
mesin menganggur, Biaya penyiapan tenaga kerja langsung, Biaya
penjadwalan, Biaya ekspedisi, dan sebagainya.
d. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan ( Shortage costs)
Biaya ini timbul apabila persediaan tidak mencukupi adanya
permintaan bahan. Biaya-biaya tersebut meliputi: Kehilangan
penjualan, Kehilangan langganan, Biaya pemesanan khusus, Biaya
ekspedisi, Selisih harga, Terganggunya operasi, Tambahan
pengeluaran manajerial, dan sebagainya.
E. Pengendalian persediaan Obat
1. Defenisi dan Tujuan Pengendalian Persediaan
Pengendalian persediaan atau kata asingnya adalah Inventory Control,
akan memakan biaya yang melibatkan investasi yang besar dalam pos
aktiva lancar. Karena itu perlu dikendalikan dengan efektif dan efisien
(Seto, 2004).
Pengendalian persediaan ( inventory control) merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk mengawasi dan mengatur tingkat persediaan yang
optimum agar dapat memenuhi kebutuhan bahan dalam jumlah, mutu, dan
waktu yang tepat serta dengan jumlah biaya yang rendah (Aditama, 2000).
Menurut Depkes RI (2008), pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan
untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan
strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan
dan kekurangan atau kekosongan obat di unit-unit pelayanan.
Pengendalian persediaan bertujuan untuk menciptakan keseimbangan
antara persediaan dan permintaan. Oleh karena itu, hasil stock opname
harus seimbang dengan permintaan yang didasarkan atas satu kesatuan
waktu tertentu, misalnya satu bulan atau dua bulan atau kurang dari satu
tahun (Aditama, 2000). Rangkuti (1996) menyebutkan bahwa sistem
persediaan bertujuan untuk menetapkan dan menjamin tersedianya sumber
daya yang tepat, dalam jumlah dan waktu yang tepat serta dapat
meminimumkan biaya total melalui penentuan apa, berapa, dan kapan
pesanan dilakukan secara optimal. Tujuan lain dari pengendalian
a. Menjaga jangan sampai kehabisan persediaan
b. Agar pembentukan persediaan stabil
c. Menghindari pembelian kecil-kecilan
d. Pemesanan yang ekonomis
Menurut Render dan Stair (2000), sistem pengendalian persediaan
berhubungan erat dengan perencanaan persediaan. Sistem perencanaan dan
pengendalian persediaan terdiri dari komponen-komponen dasar sebagai
berikut.
Bagan 2.3
Sistem Perencanaan dan Pengendalian Persediaan
(render dan Stair, 2000)
Tahap perencanaan (planning) memfokuskan kepada jenis persediaan
yang akan diadakan serta cara memperoleh persediaan tersebut (apakah
membuat atau membeli). Informasi ini kemudian digunakan untuk tahap
selanjutnya, yaitu peramalan (forecasting) permintaan persediaan dan Perencanaan Persediaan
dan Cara Mempeoleh Persediaan
Peramalan terhadap Permintaan Persediaan
Pengendalian Tingkat Persediaan
Umpan Balik terhadap Perencanaan dan
pengendalian (controlling) tingkat persediaan. Hasil dari pengendalian
tersebut kemudian menjadi umpan balik (feedback) terhadap perencanaan
dan peramalan berdasarkan pengalaman dan pengamatan yang dilakukan.
2. Metode Pengendalian Persediaan
a. Analisis ABC
Penentuan kebijaksanaan pengawasan persediaan yang ketat dan agak
longgar terhadap jenis-jenis bahan yang ada dalam persediaan, maka dapat
digunakan metode analisis ABC. Metode ini menggambarkan Pareto
Analisis, yang menekankan bahwa sebagian kecil dari jenis-jenis bahan
yang terdapat dalam persediaan mempunyai nilai penggunaan yang cukup
besar yang mencakup lebih daripada 60% dari seluruh bahan yang terdapat
dalam persediaan (Assauri, 2004).
Metode ini adalah suatu analisa yang digunakan semata-mata untuk
mengurutkan jumlah pemakaian, kemudian mengelompokkan jenis barang
dalam suatu upaya mengetahui jenis pergerakan obat yang meliputi
berbagai jenis, banyak jumlah serta pola kebutuhan yang berbeda-beda
(Assauri, 2004).
Cara yang dilakukan untuk mengendalikan persediaan dilakukan
dengan klasifikasi ABC atau klasifikasi Pareto. Cara membagi sediaan ke
menyoroti perbedaan antara efektivitas dan upaya. Penggunaan analisis ini
memungkinkan teridentifikasinya barang yang benar-benar berpengaruh
pada kinerja sediaan, sehingga manajemen yang efektif dapat
berkonsentrasi pada barang yang itemnya sedikit tersebut tanpa
mengabaikan yang lain (Johns dan Harding, 2001).
Menurut Seto (2004), sistem ABC, semua obat dalam persediaan
digolongkan menjadi salah satu dari kategori:
a. Kelompok A mewakili 20% obat dalam persediaan dan 70% total
penjualan.
b. Kelompok B mewakili 30% obat dalam persediaan dan 20% total
penjualan.
c. Kelompok C mewakili 50% obat tapi hanya kira-kira 10% total
penjualan.
Kelompok A merupakan obat yang cepat laku dan dalam beberapa
kasus obat merupakan obat yang sangat mahal. Hanya ada sedikit
kelompok A dalam persediaan apotik. Tetapi karena kelompok tersebut
sangat tinggi permintaannya, merupakan obat yang berputar dengan cepat
(atau karena obat itu sangat mahal), kelompok A merupakan mayoritas
penjualan apotik. Kelompok A seharusnya dimonitor dengan hati-hati,
angka pemesanan ulang dan EOQ-nya seharunya dihitung (Seto, 2004).
Kelompok B dan C merupakan agak lambat lakunya. Kelompok B
adalah obat yang paling lambat lakunya, obat produk yang paling kurang
diminta. Karena kelompok B dan C merupakan jumlah yang jauh lebih
besar dan merupakan proporsi penjualan yang lebih kecil, tidak perlu dan
tidak efisien untuk memonitor obat-obat tersebut seketat kelompok A.
Kelompok B dan C biasanya dapat cukup dikendalikan dengan
menggunakan kartu stok gudang dan kartu stok di ruang peracikan dan
penjualan eceran (Seto, 2004).
Pengelola secara periodik seharusnya memonitor kelompok C untuk
menentukan apakah obat tersebut semestinya disingkirkan dari persediaan.
Menyingkirkan kelompok C yang lambat lakunya merupakan metode
praktis mengurangi jumlah obat dan investasi dalam persediaan, tapi
memberikan pengaruh yang kecil pada penjualan dan biaya kehabisan
persediaan (Seto, 2004).
Menurut Heizer dan Render (2010) barang kelas A adalah barang
dengan volume dolar tahunan tinggi yaitu 70%-80% penggunaan uang
secara keseluruhan namun hanya merepresentasikan 15% dari
persediaan total. Barang kelas B barang dengan volume dolar tahunan
yang sedang yaitu 15%-25% penggunaan uang keseluruhan dan 30%
penggunaan persediaan total. Barang dengan volume dolar tahunan yang
kecil adalah kelas C yang hanya merepresentasikan 5% volume tahunan
Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan (2010), prinsip
utama adalah dengan menempatkan jenis-jenis perbekalan farmasi ke
dalam suatu urutan, dimulai dengan jenis yang memakan anggaran/rupiah
terbanyak.
Urutan langkah adalah sebagai berikut (Dirjend Binakefarmasian dan
Alat Kesehatan, 2010) :
a. Kumpulkan kebutuhan perbekalan farmasi yang diperoleh dari salah
satu metode perencanaan, daftar harga perbekalan farmasi, dan biaya
yang diperlukan untuk tiap nama dagang. Kelompokkan kedalam
jenisjenis/kategori, dan jumlahkan biaya per jenis kategori perbekalan
farmasi.
b. Jumlahkan anggaran total, hitung masing-masing prosentase jenis
perbekalan farmasi terhadap anggaran total.
c. Urutkan kembali jenis- jenis perbekalan farmasi diatas, mulai dengan
jenis yang memakan prosentase biaya terbanyak.
d. Hitung prosentase kumulatif, dimulai dengan urutan 1 dan seterusnya.
e. Identifikasi jenis perbekalan farmasi apa yang menyerap ±70%
anggaran total (biasanya didominasi oleh beberapa jenis perbekalan
farmasi saja).
1) Perbekalan Farmasi kategori A menyerap anggaran 70%
3) Perbekalan Farmasi kategori C menyerap anggaran 10%
dibandingkan dengan barang-barang C.
b. Barang-barang A harus memiliki kontrol persediaan fisik yang lebih
ketat, barang tersebut mungkin ditempatkan dibagian yang lebih
aman akurasi catatan persediaannya untuk barang A harus lebih
sering di verivikasi.
c. Meramalkan barang A memerlukan perhatian yang lebih
dibandingkan barang lainnya.
Adapun perlakuan untuk masing-masing kelas bahan baku yang
dipergunakan di dalam suatu perusahaan tersebut adalah sebagai berikut
a. Kelas A
1) Kuantitas pembelian bahan serta titik pemesanan kembali harus
dilaksanakan dengan perhitungan yang cermat
2) Biaya penyelenggaraan persediaan di dalam perusahaan tersebut akan
diawasi sangat ketat
3) Tingkat persediaan yang diselenggarakan untuk kelas ini disesuaikan
dengan kebutuhan perusahaan untuk pelaksanaan produksi
4) Umumnya, persediaan kelas A mendapat perhatian yang cukup,
mengingat kerusakan atau kehilangan bahan jenis ini dalam jumlah
unit yang kecil akan mengakibatkan terjadinya kerugian perusahaan di
dalam jumlah yang cukup besar.
b. Kelas B
1) Pencatatan yang baik serta pengawasan normal dari penyelenggaraan
persediaan ini akan dapat membuahkan persediaan bahan baku yang
optimal di dalam perusahaan yang bersangkutan.
2) Pengendalian juga tetap diperlukan sehingga perusahaan tidak
menderita kerugian karena penyelenggaraan persediaan yang tidak
sesuai situasi dan kondisi dari perusahaan yang bersangkutan.
c. Kelas C
1) Pada umumnya persediaan kelas C diselenggarakan dengan system
2) Pengawasan tidak akan dilaksanakan seperti kelas B atau A,
melainkan akan diselenggarakan dengan cara yang relatif mudah dan
sederhana.
b. Economic Order Quantity (EOQ)
Teknik pengendalian persediaan merupakan tindakan yang sangat
penting dalam menghitung berapa jumlah optimal tingkat persediaan yang
diharuskan,serta kapan saatnya mulai mengadakan pemesanan kembali
(Rangkuti, 1996). Menurut Render dan Stair (2000), terdapat dua
keputusan fundamental yang harus dibuat ketika melakukan pengendalian
persediaan, yaitu mengenai jumlah persediaan yang harus dipesan dan
kapan melakukan pemesanan.
(EOQ) adalah salah satu teknik kontrol persediaan tertua dan paling
dikenal/teknik ini relatif mudah digunakan, tetapi berdasarkan beberapa
asumsi (Heizer dan Render, 2010) :
a. Jumlah permintaan diketahui, konstan dan independen
b. Penerimaan persediaan bersifat instan dan selesai seluruhnya. Dengan
kata lain persediaan dari sebuah pesanan datang dalam satu kelompok
pada suatu waktu
c. Tidak tersedia diskon kuantitas
d. Biaya variabel hanya biaya untuk penyetelan/pemesanan dan biaya
e. Kehabisan persediaan dapat sepenuhnya dihindari jika pemesanan
dilakukan pada waktu yang tepat
Berikut adalah rumus untuk menentukan jumlah pemesanan optimum
menurut Heizer dan Render (2010), Bowersox (2010) dan Buffa (1997)
Rumus:
Keterangan:
Q = Jumlah optimum unit per pesanan (EOQ)
D = Permintaan tahunan dalam unit untuk barang persediaan
S = Biaya pemesanan untuk setiap pesanan
H = Biaya penyimpanan per unit per tahun
c. Reorder Point (ROP)
Render dan Stair (2000) mengungkapkan bahwa setelah menentukan
jumlah pemesanan, masalah kedua yang harus dijawab dalam pengendalian
persediaan adalah kapan diadakan pemesanan kembali. Ketika terdapat
jenis persediaan yang telah mencapai 0, perusahaan akan melakukan
pemesanan kembali untuk mengisi persediaan tersebut. Namun, lead time