• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Pengendalian Persediaan Obat Generik melalui Metode Analisis ABC, Economic Order Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP) di Gudang Farmasi Rumah Sakit Islam Asshobirin Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Pengendalian Persediaan Obat Generik melalui Metode Analisis ABC, Economic Order Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP) di Gudang Farmasi Rumah Sakit Islam Asshobirin Tahun 2013"

Copied!
207
0
0

Teks penuh

(1)

i

STUDI PENGENDALIAN PERSEDIAAN OBAT GENERIK MELALUI METODE ANALISIS ABC, ECONOMIC ORDER QUANTITY (EOQ)

DAN REORDER POINT (ROP) DI GUDANG FARMASI RUMAH SAKIT ISLAM ASSHOBIRIN

TAHUN 2013

SKRIPSI

OLEH : Rahmi Fadhila NIM: 109101000032

PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN (MPK) PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)

iii UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN Skripsi, Juli 2013

Rahmi Fadhila, NIM : 109101000032

Studi Pengendalian Persediaan Obat Generik melalui Metode Analisis ABC, Economic Order Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP) di Gudang Farmasi Rumah Sakit Islam Asshobirin Tahun 2013

xxv + (144) halaman, (8) tabel, (4) gambar, (1) grafik, (4) bagan, (11) lampiran

ABSTRAK

Latar Belakang: Pelayanan farmasi merupakan pelayanan penunjang sekaligus revenue center utama di Rumah Sakit. Instalasi Farmasi khususnya Gudang Farmasi bertanggung jawab menyediakan perbekalan farmasi dengan jumlah yang cukup, pada waktu yang dibutuhkan dan dengan biaya yang serendah-rendahnya. Belum adanya keseimbangan antara permintaan dan ketersediaan obat di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin sehingga terjadi stock out dan pembelian cito. Untuk itu perlu dilakukan studi pengendalian persediaan obat generik di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin.

Metode: Jenis penelitian adalah operational research untuk mengetahui nilai pemakaian dan investasi obat, mengetahui jumlah pemesanan optimum dan waktu pemesanan kembali masing-masing obat generik di Gudang Farmasi Rumah Sakit Islam Asshobirin. Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer yang diperoleh dari wawancara mendalam dan observasi sedangkan data sekunder diperoleh melalui telaah dokumen terkait penelitian. Subjek dari penelitian adalah Kepala Unit Farmasi, Kepala Bidang Penunjang Medis, Staf Gudang Farmasi, Kepala Bagian Keuangan dan Koordinator Logistik di RS Islam Asshobirin.

(4)

iv

diprioritaskan dalam pengendalian persediaan. Berdasarkan metode Economic Order Quantity (EOQ) jumlah pemesanan optimum untuk 13 obat tersebut bervariasi mulai dari 10-301 item. Berdasarkan metode Reorder Point (ROP) diperoleh titik pemesanan kembali/waktu pemesanan kembali yang bervariasi mulai dari 1-25 item. Saran: RS perlu membentuk Komite Farmasi Terapi (KFT) untuk menyusun formularium, penyesuaian sistem informasi untuk menghasilkan informasi mengenai jumlah penggunaan setiap dalam periode tertentu agar memudahkan dalam penyusunan kebutuhan obat dan perlu menerapkan metode pengendalian persediaan untuk menghindari stock out dan pembelian cito.

Kata Kunci: Pengendalian Persediaan, Obat Generik, Analisis ABC, EOQ, ROP, Rumah Sakit.

(5)

v STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF JAKARTA

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH PROGRAM STUDY

HEALTH CARE MANAGEMENT Skripsi, July 2013

Rahmi Fadhila, NIM : 109101000032

Inventory Control Study of Generic Drug using ABC Analysis Method, Economic Order Quantity (EOQ) and Reorder Point (ROP) in Pharmaceutical Warehouse of Asshobirin Islamic Hospital 2013

xxv + (144) pages, (8) tables, (4) pictures, (1) graphic, (4) charts, (11) attachments

ABSTRACT

Background: Pharmaceutical service is support service and main revenue center in the hospital. Pharmacy installation especially pharmaceutical warehouse particularly responsible for providing pharmaceutical supplies in sufficient quantities, the time required and the lowest cost. There is no balance between the demand and availability of drugs in the pharmaceutical warehouse of Asshobirin Islamic Hospital which cause stock out and cito purchase. So there need to be analyzed about inventory control of drug in pharmaceutical warehouse at Asshobirin Islamic Hospital.

Methods: The type of this research was operational research to determine the value of drug consumption and investment, determine the optimum order quantity and reorder time of generic drug in the pharmaceutical warehouse at Asshobirin Islamic Hospital. The primary data was obtained from indepth interviews and observation then secondary data was obtained by reviewing the related document. The subject of this research was the Head of Pharmaceuticals Unit, Head of Medical Support, Pharmaceutical Warehouse Staff, Head of Finance and Coordinator of Logistics at Asshobirin Islamic Hospital.

(6)

vi

Quantity (EOQ) method, optimum ordering quantity for 13 types of drugs was ranged from 10-301 items. Based on Reorder Point (ROP) method, reorder point/reorder time was ranged from 1-25 items.

Suggestion: The hospital needs to establish Pharmacy Therapeutic Commitee to prepare formularium, adjustment of information systems to obtain information about the amount of used drug in a some period, so that facilitate the preparation of drug. The hospital need to implement inventory control methods to avoid stock out and cito purchase.

(7)
(8)
(9)

ix

Nama : Rahmi Fadhila

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat / Tanggal Lahir : Bukittinggi, 23 Agustus 1991

Alamat : Jl. Nubala RT 004 / RW 08 No.25B Pisangan, Ciputat Timur, Tangerang Selatan

Agama : Islam

No. Telp : 085669178494

E-mail : rahmifadhila23@gmail.com

2009 - sekarang : Manajemen Pelayanan Kesehatan (MPK), Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

2006 - 2009 : SMA Negeri 3 Teladan Bukittinggi 2003 - 2006 : MTs Diniyyah Puteri Padang Panjang 1997 - 2003 : SD Jamiyyatul Hujjaj Bukittinggi 1996 - 1997 : TK Jamiyyatul Hujjaj Bukittinggi

2008 - 2009 : Saka Bakti Husada Bukittinggi 2009 - 2010 : Kesekretariatan IKMM Ciputat 2010 - 2011 : Bendahara I IKMM Ciputat

2009 - 2012 : Huminfo, Bidang Media KSR-PMI UIN Syahid Jakarta Riwayat Pendidikan

(10)

x

November 2011 dan April 2012 : Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) di Puskesmas Pondok Aren, Tangerang Selatan Feruari-Maret 2013 : Magang di RS Puri Cinere, Depok

(11)

xi

Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyanyang atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi di Rumah Sakit Islam Asshobirin Tahun 2013 ini dapat diselesaikan. Sholawat dan salam tidak lupa penulis sampaikan pada baginda Rasulullah Muhammad SAW yang membawa umatnya ke jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.

Skripsi ini merupakan syarat mahasiswa semester VIII (delapan) Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat. Dengan pengetahuan, pengarahan dan bimbingan yang diperoleh selama perkuliahan, penulis dapat menyusun skripsi yang berjudul “Studi Pengendalian Persediaan Obat Generik melalui Metode Analisis ABC, Economic Order Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP) di Rumah Sakit Islam Asshobirin Tahun 2013”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, Uda Fadhli, Fadhlan dan seluruh keluarga besar yang telah memberi dukungan materil dan nonmateril, memberi semangat, motivasi serta doanya.

2. Prof.Dr (hc). dr. M. K. Tajudin, Sp.And sebagai Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatukkah Jakarta.

3. Ir. Febrianti, M.Si sebagai Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat.

4. dr. Yuli Prarancha Satar, MARS dan Minsarnawati Tahangnacca, S.KM, M.Kes selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingannya. 5. Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D, Riastuti Kusuma Wardani, MKM dan Susanti

(12)

xii RS Islam Asshobirin.

8. Ibu Dewi, Ibu Upi dan Staf Unit Farmasi RS Islam Asshobirin yang telah berkenan menerima, membantu dan memberikan informasi terkait penelitian. 9. Ibu Neneng yang membantu perizinan dan administrasi pelaksanaan skripsi. 10. Uda, Uni, Adiak-adiak, dunsanak terimakasih doa, semangat dan dukungannya. 11. Cumi Indry, Tari, Amel, Nani dan Besties Renny, Emmy, Rosita yang selalu

mendengarkan keluh kesah, memberi semangat dan masukan, terimakasih.

12. Bapak Gazali yang membantu administrasi mahasiswa selama ini dari awal perkuliahan sampai selesai.

13. Untuk sahabat-sahabat Manajemen Pelayanan Kesehatan (MPK) 2009 dan seluruh teman-teman Kesmas lainnya.

14. Segenap pihak yang belum disebutkan satu persatu atas bantuan, semangat dan doanya untuk penulis dalam menyelesaikan penyusunanan skripsi ini.

Dengan mengirimkan doa kepada Allah SWT penulis berharap semua kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin. Terakhir, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca serta mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Jakarta, Juli 2013

(13)

xiii

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PERNYATAAN ii

ABSTRAK iii

ABSTRACT v

PERNYATAAN PERSETUJUAN vii

LEMBAR PENGESAHAN viii

RIWAYAT HIDUP PENULIS ix

KATA PENGANTAR xi

DAFTAR ISI xiii

DAFTAR TABEL xviii

DAFTAR GAMBAR xix

DAFTAR GRAFIK xx

DAFTAR BAGAN xxi

DAFTAR LAMPIRAN xxii

DAFTAR SINGKATAN xxiii

DAFTAR ISTILAH xxv

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

(14)

xiv

2. Tujuan Khusus 11

E. Manfaat 12

1. Bagi Peneliti 12

2. Bagi Rumah Sakit Islam Asshobirin 12

3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta 12

F. Ruang Lingkup Penelitian 13

BAB II TINJAUAN PUSAKA 14

A. Rumah Sakit 14

1. Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit 14

2. Kategori Rumah Sakit di Indonesia 15

B. Pelayanan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) 15 1. Pengertian Instalasi Rumah Sakit (IFRS) 16

2. Tujuan Tugas dan Tanggung Jawab IFRS 17

C. Manajemen Logistik 19

1. Definisi Manajemen Logistik 19

2. Tujuan dan Ciri Manajemen Logistik 21

3. Fungsi Manajemen Logistik 22

a.Fungsi Perencanaan dan Penentuan Kebutuhan 24

(15)

xv

f. Fungsi Pemeliharaan 29

g.Fungsi Penghapusan 29

h.Pengendalian/Pengawasan 30

D. Manajemen Persediaan 34

1. Fungsi Persediaan 34

2. Jenis Persediaan 35

E. Metode Pengendalian Persediaan 36

1. Analisis ABC 39

2. Economic Order Quantity (EOQ) 48

3. Reorder Point (ROP) 50

F. Kerangka Teori 59

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH 61

A. Kerangka Berpikir 61

B. Definisi Istilah 65

BAB IV METODE PENELITIAN 70

A. Desain Penelitian 70

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 71

C. Informan Penelitian 71

(16)

xvi

H. Pengolahan Data 74

I. Penyajian Data 77

BAB V HASIL 78

A. Gambaran Umum Rumah Sakit dan Unit Farmasi

RS Islam Asshobirin 78

1. RS Islam Asshobirin 78

2. Unit Farmasi RS Islam Asshobirin 85

B. Pengendalian Persediaan di Gudang Farmasi RS Islam

Assobirin 88

C. Metode Pengendalian Persediaan 92

1. Analisis ABC 99

2. Economic Order Quantity (EOQ) 107

3. Reorder Point (ROP) 113

BAB VI PEMBAHASAN 118

A. Keterbatasan Penelitian 118

B. Pengendalian Persediaan 118

C. Metode Pengendalian Persediaan 123

1. Analisis ABC 125

2. Economic Order Quantity (EOQ) 135

(17)

xvii DAFTAR PUSTAKA

(18)

xviii

Tabel 2.1 Klasifikasi Persediaan 46

Tabel 3.1 Definisi Istilah 65

Tabel 5.1 Jumlah Tenaga RS Islam Asshobirin 82

Tabel 5.2 Jumlah Pemakaian dan Nilai Investasi berdasarkan Kemasan Obat Generik di Gudang Farmasi Tahun

2012 100

Tabel 5.3 Analisis ABC berdasarkan Jumlah Pemakaian Obat

Generik Tahun 2012 104

Tabel 5.4 Analisis ABC berdasarkan Nilai Investasi Obat

Generik Tahun 2012 105

Tabel 5.5 Biaya ATK dalam Pemesanan setiap Bulan Gudang

Farmasi RS Islam Asshobirin 110

Tabel 5.6 Total Biaya Perpemesanan di Gudang Farmasi RS

(19)

xix

Gambar 2.1 Klasifikasi Sediaan Pareto 43

Gambar 2.2 Jumlah Pemesanan Ekonomis 49

Gambar 2.3 Pengendalian Tingkat Pemesanan Kembali 52 Gambar 2.4 Pengendalian Tingkat Pemesanan Kembali

(20)
(21)

xxi

Bagan 2.2 Kerangka Teori 59

Bagan 3.1 Kerangka Berpikir 64

(22)

xxii

Lampiran 2 Surat Izin Penelitian di RS Islam Asshobirin Lampiran 3 Pedoman Wawancara

Lampiran 4 Pedoman Telaah Dokumen

Lampiran 5 Struktur Organisasi RS Islam Asshobirin Lampiran 6 Matriks Transkrip Hasil Wawancara

Lampiran 7 Tabel Klasifikasi Obat Generik berdasarkan Analisis ABC Pemakaian Tahun 2012

Lampiran 8 Tabel Klasifikasi Obat Generik berdasarkan Analisis ABC Investasi Tahun 2012

Lampiran 9 Tabel Perhitungan Economic Order Quantity (EOQ) Obat Generik Tahun 2012

(23)

xxiii Dirjend = Direktorat Jenderal

DOEN = Daftar Obat Esensial Nasional DPHO = Daftar Palfon Harga Obat EOQ = Economic Order Quantity FEFO = First Expired First Out FIFO = First In First Out

IFRS = Instalasi Farmasi Rumah Sakit INN = International Nonpropoetary Names Jamkesmas = Jaminan Kesehatan Masyarakat Jampersal = Jaminan Persalinan

Kabag = Kepala Bagian Kabid = Kepala Bidang

KARS = Komisi Administrasi Rumah Sakit KFT = Komite Farmasi dan Terapi

KIE = Komunikasi Informasi dan Edukasi PBF = Perusahaan Besar Farmasi

(24)

xxiv RSIA = Rumah Sakit Islam Asshobirin SDM = Sumber Daya Manusia

Sekjen = Sekretaris Jenderal

SIRS = Sistem Informasi Rumah Sakit SK = Surat Keputusan

SOP = Standard Operational Procedure

SP = Surat Pemesanan

TT = Tempat Tidur

(25)

xxv juga

Buffer Stock = Stok penyangga, stok pengaman/safety stock untuk menghindari kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan (stock out) Defekta = Pendokumentasian/pencatatan mengenai permintaan dan

pengiriman obat dari gudang farmasi ke apotek Expired Date = Tanggal Kadaluarsa

Formularium = Dokumen yang berisi daftar obat yang digunakan oleh profesional kesehatan di rumah sakit

Lead Time = Waktu tunggu pemesanan atau waktu yang diperlukan mulai pemesanan sampai obat diterima

Obat fast moving = Obat yang perputaran/pergerakannya cepat Obat moderate = Obat yang perputaran/pergerakannya sedang Obat slow moving= Obat yang perputaran/pergerakannya lambat Over stock = Kelebihan stok

Revenue center = Pusat biaya produksi atau sumber pendapatan

Safety stock = Stok pengaman, stok penyangga/buffer stock untuk menghindari kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan (stock out) Service level = Tingkat pelayanan

Stock opname = Kegiatan mencocokan kondisi fisik barang gudang dengan kartu stok

Stok kerja = Jumlah pemakaian rata-rata periode tertentu Stock out = Kekosongan stok

(26)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, kelompok ataupun masyarakat (Azwar, 2010). Menurut UU RI No.44 tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) RI Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Pembangunan di bidang pelayanan farmasi bertujuan untuk meningkatkan mutu dan efisiensi pelayanan kesehatan.

(27)

bahan alat kesehatan, alat kedokteran dan gas medik) dan 50% dari seluruh pemasukan rumah sakit berasal dari pengelolaan perbekalan farmasi. Aspek terpenting dari pelayanan farmasi adalah mengoptimalkan penggunaan obat, ini harus termasuk perencanaan untuk menjamin ketersediaan, keamanan dan keefektifan penggunaan obat (Suciati, 2006).

Selain itu, salah satu sasaran hasil dari Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 021/Menkes/SK/I/2011 tentang Rencana Strategis Kemenkes Tahun 2010-2014 adalah meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat dengan indikator ketersediaan sebesar 100% di tahun 2014. Mengingat besarnya kontribusi perbekalan farmasi sebagai sumber pelayanan penunjang di rumah sakit untuk menjamin kelancaran pelayanan kesehatan, maka dibutuhkan pengelolaan secara tepat dan penuh tanggung jawab.

(28)

Rumah Sakit Islam Asshobirin merupakan rumah sakit yang memiliki visi menjadi Rumah Sakit yang efektif, efisien dan mandiri yang berazaskan Islam. RS Islam Asshobirin didukung oleh unit farmasi yang bertanggung jawab mengelola dan menyelenggarakan kegiatan yang mendukung ketersediaan obat dan alat kesehatan di RS Islam Asshobirin. unit farmasi, khususnya gudang farmasi yang bertanggung jawab melaksanakan fungsi-fungsi logistik. Bagian gudang farmasi mempunyai prinsip 8 P, yaitu: perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, persiapan, pendokumentasian, penghapusan serta pengawasan/pengendalian obat dan alat kesehatan.

Setiap fungsi tersebut saling berhubungan satu sama lain agar dapat memenuhi kebutuhan obat untuk unit pengguna dalam jumlah dan mutu yang sesuai serta waktu yang tepat. Sebelumnya belum pernah dilakukan penelitian mengenai pengendalian persediaan obat generik di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin, sehingga peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian di rumah sakit ini.

(29)

dan sisa stok yang ada di gudang farmasi. Berdasarkan pencatatan sisa stok tersebut diketahui kebutuhan persediaan yang harus dipesan.

Selain melalui sisa stok, dasar petugas gudang farmasi dalam melakukan pemesanan adalah buffer stock. Menurut Bowersox (1995), buffer stock adalah stok penyangga/pengaman yang disediakan sebagai proteksi terhadap dua jenis ketidakpastian, yaitu; peningkatan permintaan dan keterlambatan pengiriman. Namun menurut informan, belum pernah dilakukan perhitungan buffer stock/safety stock untuk persediaan obat sehingga penentuan buffer stock dilakukan berdasarkan perkiraan saja. Untuk obat fast moving harus dengan buffer stock yang lebih banyak dibandingkan obat slow moving.

Berdasarkan wawancara dengan informan, kendala yang dialami oleh gudang farmasi mengenai persediaan obat adalah pemesanan obat yang kerap kali dilakukan secara cito, artinya pemesanan dilakukan insidental dan harus segera dikirim saat itu juga. Terkadang ketika melakukan pemesanan secara cito, obat yang dibutuhkan juga sedang tidak tersedia pada distributor, sehingga petugas gudang mengusahakan untuk membeli ke apotik luar.

(30)

obat dalam satu bulan yang dibeli cito ke apotik luar RS Islam Asshobirin pada tahun 2012. Terdapat beberapa jenis obat yang hampir setiap bulan dibeli cito di luar apotik karena stok obat tidak cukup untuk memenuhi permintaan pasien, seperti; obat Curcuma Tab dibeli cito di apotik luar RS yaitu sebanyak 25 kali pembelian. Berdasarkan pencatatan dalam sistem informasi RS obat tersebut telah dibeli sebanyak 2.050 tablet selama tahun 2012.

Menurut informan pemesanan cito dapat terjadi karena persediaan di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin sedang kosong/stock out atau tidak cukup untuk memenuhi permintaan obat di unit sehingga menyebabkan adanya permintaan yang tidak terlayani dan harus dipesan secara cito. Tentunya dengan membeli cito ke apotik luar, obat dibeli dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan membeli ke distributor sehingga dapat mempengaruhi keuangan rumah sakit. Hal ini berisiko tidak tercapainya tujuan manajemen logistik. Menurut Bowersox (1995), tujuan manajemen logistik adalah menyampaikan barang jadi dan bermacam-macam material dalam jumlah yang tepat pada waktu yang dibutuhkan dan dengan total biaya yang terendah.

(31)

obat. 82% dari RS menunda perawatan pasien akibat kekurangan obat dan lebih dari setengahnya tidak mampu menyediakan obat sesuai dengan resep yang diberikan. Selain itu sebagian besar rumah sakit tersebut melaporkan biaya obat meningkat sebagai akibat dari kekurangan obat.

Selain itu sebuah penelitian di negara berkembang India oleh Devnani (2010), mengungkapkan bahwa di rumah sakit India, tidak hanya jumlah obat-obatan yang diterima saja yang kurang tetapi juga ketersediaan obat yang tidak menentu. Bahkan untuk obat-obatan yang umum digunakan terjadi stock out dalam waktu yang cukup lama.

RS Islam Asshobirin yang memiliki misi untuk mengelola RS secara efektif, efisien dan mandiri yang berorientasi kepada kepuasan pasien, tentunya berupaya mengoptimalkan pelayanan farmasi dengan menyediakan obat dengan jumlah yang tepat pada waktu yang dibutukan serta dengan harga yang serendah-rendahnya. Untuk mengatasi kendala tersebut diperlukan metode pengendalian persediaan yang bertujuan untuk menyeimbangkan antara permintaan dan persediaan. Sebagaimana tujuan pengendalian menurut Direktorat Jenderal Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI (2010) adalah agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan.

(32)

Pemerintah, obat generik merupakan obat dengan nama resmi International Nonpropoetary Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Obat generik ini disarankan penggunaannya oleh pemerintah. Selain jauh lebih murah, kualitas dan khasiatnya sama seperti obat bernama dagang. Dengan mengutamakan pelayanan kepada masyarakat menengah ke bawah yang mempunyai kartu jaminan kesehatan, tentunya penggunaan obat generik di RS Islam Asshobirin menjadi sangat tinggi sehingga persediaan obat generik harus diperhatikan dengan baik. Untuk itu penelitian ini difokuskan pada persediaan obat generik.

(33)

Menurut Heizer dan Render (2010) analisis ABC mengarahkan pengembangan kebijakan mengenai prediksi yang lebih baik, kontrol fisik, keandalan pemasok dan persediaan pegaman (safety stock) yang lebih efektif.

Nadia (2012) menyarankan dalam penelitian skripsinya agar RS tersebut

menerapkan analisis ABC untuk memberikan perhatian berbeda terhadap jenis

persediaan antibiotik dan menerapkan perhitungan EOQ untuk menentukan jumlah

pemesanan untuk mendapatkan efisiensi pemesanan.

Valerie (2011) menyimpulkan bahwa dengan penerapan EOQ untuk manajemen persediaan di perusahaan yang ditelitinya, dapat mengefisiensikan total biaya persediaan karena lebih terkontrol. Selain memiliki safety stock, perusahaan dapat mengetahui banyak bahan baku yang harus dipesan untuk menghindari biaya karena persediaan yang over stock dan perusahaan dapat mengetahui kapan seharusnya melakukan pemesanan/Reorder Point (ROP).

Mulyardewi (2010), menyarankan dalam penelitiannya untuk menggunaan

metode ABC Indeks Kritis dalam menetapkan perencanaan obat, serta

mengendalikan persediaan obat yang termasuk kelompok A dengan menggunakan

model EOQ dan ROP agar tidak lagi terjadi kekosongan persediaan, pembelian cito,

dan resep yang dibeli pasien diluar apotek rumah sakit. Menurut Wahjuni dan

Suryawati (1998), metode EOQ yang diterapkan terhadap klasifikasi obat pada

analisis ABC di Instalasi Farmasi yang mereka teliti, dapat menurunkan total nilai

(34)

Diharapkan dengan penerapan metode pengendalian tersebut menjadi suatu solusi untuk meningkatkan pengendalian persediaan sehingga obat dapat disediakan dengan jumlah dan waktu yang tepat, penggunaan anggaran yang rendah dan menghindari pemesanan cito dan pembelian ke apotik luar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, obat merupakan salah satu perbekalan farmasi yang sangat penting bagi kelancaran pelayanan kepada pasien sehingga diperlukan pengelolaan yang tepat dan baik. Obat generik merupakan obat yang disarankan penggunaannya oleh pemerintah dan RS Islam Ashobirin memfokuskan pelayanan kepada pasien jaminan kesehatan yang banyak menggunakan obat generik. Belum pernah dilakukan penelitian mengenai pengendalian persediaan obat generik di RS Islam Asshobirin sehingga peneliti tertarik untuk meneliti di RS ini. Berdasarkan data yang diperoleh dari SIRS RS Islam Asshobirin, pemesanan obat sering dilakukan secara cito dan dibeli di apotik luar, yaitu sebanyak 137 jenis obat pada tahun 2012. Menurut informan, ini terjadi karena adanya kekosongan obat di gudang farmasi sehingga obat tersebut harus dipesan secara cito sebagai upaya pemenuhan kebutuhan obat pasien.

(35)

Sehingga dikhawatirkan tujuan logistik menurut (Aditama, 2007) dan (Bowersox, 1995) untuk dapat memenuhi kebutuhan obat dengan jumlah yang tepat pada waktu yang dibutuhkan dan total biaya terendah tidak dapat tercapai. Begitu juga dengan tujuan pengendalian menurut Dirjend Bina Farmasi dan Alat Kesehatan Kemenkes RI (2010), agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan perbekalan farmasi di unit pelayanan kesehatan, tidak dapat terpenuhi.

Oleh karena itu, diperlukan metode pengendalian yang dapat menjawab tiga pertanyaan dasar menurut John dan Harding (2001) dan Ahyari (1987) yaitu apa yang akan dikendalikan, berapa banyak yang hendak dipesan, dan kapan memesan kembali. Dalam penelitian ini digunakan metode Analisis ABC untuk menjawab apa yang akan dikendalikan, Economic Order Quantity (EOQ) untuk menjawab berapa banyak yang hendak dipesan dan Reorder Point (ROP) untuk mengetahui kapan memesan kembali.

C. Pertanyaan Penelitian

a. Bagaimana pengendalian persediaan obat generik di Gudang Farmasi Rumah Sakit Islam Asshobirin Tahun 2013?

(36)

c. Berapa jumlah pemesanan optimum obat generik melalui perhitungan Economic Order Quantity (EOQ) di Gudang Farmasi Rumah Sakit Islam Asshobirin Tahun 2013?

d. Kapan pemesanan kembali obat generik yang ideal melalui perhitungan Reorder Point (ROP) di Gudang Farmasi Rumah Sakit Islam Asshobirin Tahun 2013?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuam Umum

Diketahuinya pengendalian persediaan obat generik di Gudang Farmasi Rumah Sakit Islam Asshobirin Tahun 2013.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya pengelompokan obat generik berdasarkan nilai pemakaian (fast moving, moderate dan slow moving) dan nilai investasinya (kelompok A, B dan C) melalui metode analisis ABC di Gudang Farmasi Rumah Sakit Islam Asshobirin Tahun 2013.

(37)

c. Diketahuinya waktu dilakukannya pemesanan kembali obat generik melalui perhitungan Reorder Point (ROP) di Gudang Farmasi Rumah Sakit Islam Asshobirin Tahun 2013

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

a. Dapat menerapkan keilmuan manajemen pelayanan kesehatan khususnya manajemen logistik yang diperoleh di bangku kuliah

b. Mendapatkan gambaran nyata pengendalian persediaan logistik di RS Islam Asshobirin

c. Melatih peneliti untuk dapat menganalisis dan memecahkan permasalah d lingkungan kerja secara lebih sistematis

2. Bagi Rumah Sakit Islam Asshobirin

a. Mengetahui sejauh mana pelaksanaan pengendalian persediaan obat di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam penyusunan kebutuhan obat di Gudang Farmasi Islam Asshobirin.

c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk pengendalian persediaan obat di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin. 3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta

(38)

b. Dapat dijadikan sebagai referensi terkait pengendalian persediaan obat di rumah sakit.

c. Dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya yang terkait dengan pengendalian persediaan obat di rumah sakit.

F. Ruang Lingkup Penelitian

(39)

14 A. Rumah Sakit

Berdasarkan Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan Kesehatan Paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

1. Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit

Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan tugas tersebut Rumah Sakit mempunyai fungsi (Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit) :

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit;

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis; c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

(40)

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2. Kategori Rumah Sakit di Indonesia

Menurut kepemilikan dan penyelenggaraan rumah sakit, rumah sakit dapat dimiliki dan diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta yang dapat dibedakan sebagai berikut (Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit):

a. Rumah Sakit Pemerintah dimiliki dan diselenggarakan oleh: 1) Departemen Kesehatan (Pusat);

2) Pemerintah Daerah Propinsi (Pemda);

3) Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota (Pemda); 4) TNI dan POLRI;

5) Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

b. Rumah Sakit Swasta dapat dimiliki dan diselenggarakan oleh: 1) Yayasan, yang sudah disahkan sebagai badan hukum.

2) Badan hukum dimiliki oleh pemodal baik dalam negeri maupun asing. 3) Badan hukum lain yang bersifat sosial.

B. Pelayanan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

(41)

menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan nonmedis. Dalam hal penunjang medis, salah satu pelayanan penting di dalamnya adalah pelayanan farmasi. Instalasi farmasi rumah sakit merupakan satu-satunya unit rumah sakit yang mengadakan barang farmasi, mengelola dan mendistribusikannya kepada pasien, bertanggung jawab atas semua barang farmasi yang beredar di rumah sakit serta bertanggung jawab atas pengadaan dan penyajian informasi obat yang siap pakai bagi semua pihak di rumah sakit, baik petugas maupun pasien (Aditama, 2007).

1. Pengertian Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

Farmasi rumah sakit adalah seluruh aspek kefarmasian yang dilakukan di suatu rumah sakit. Instalasi farmasi adalah bagian dari Rumah Sakit yang bertugas menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegitan farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di rumah sakit (UU Nomor 44 RI tahun 2009 tentang Rumah Sakit). Praktik kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan).

(42)

meliputi para apoteker, asisten dokter, tenaga administrasi serta tenaga penunjang teknis (Aditama, 2007). Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional, tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta palayanan kefarmasian, yang terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup perencanaan; pengadaan; produksi; penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan farmasi; dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat tinggal dan rawat jalan; pengendalian mutu; dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit; pelayanan farmasi klinik umum dan spesialis, mencakup pelayanan langsung kepada penderita dan pelayanan klinik yang merupakan program rumah sakit secara keseluruhan (Siregar, 2003).

2. Tujuan, Tugas dan Tanggung Jawab IFRS a. Tujuan IFRS (Siregar, 2003)

1) Memberi manfaat kepada penderita, rumah sakit, sejawat profesi kesehatan, dan kepada profesi farmasi.

(43)

3) Menjamin praktik profesional yang bermutu tinggi melalui penetapan dan pemeliharaan standar etika profesional, pendidikan dan pencapaian dan melalui peningkatan kesejahteaan ekonomi

4) Meningkatkan penelitian dalam praktik farmasi rumah sakit dan dalam ilmu farmasetik pada umumnya

5) Menyebarkan pengetahuan farmasi dengan mengadakan pertukaran informasi antara para apoteker rumah sakit, anggota profesi, dan spesialis yang serumpun.

6) Memperluas dan memperkuat kemampuan apoteker rumah sakit untuk secara efektif mengelola pelayanan farmasi yang terorganisasi; mengembangkan dan memberikan pelayanan medik; serta melakukan dan berpartisipasi dalam penelitian klinik dan farmasi dan dalam program edukasi untuk praktisi kesehatan, penderitam mahasiswa dan masyarakat.

7) Meningkatkan pengetahuan dan pengertian praktik farmasi rumah sakit kontemporer bagi masyarakat, pemerintah, industri farmasi, dan profesional kesehatan lainnya.

8) Membantu menyediakan personel pendukung yang bermutu untuk IFRS.

(44)

b. Tugas dan Tanggung Jawab IFRS

Menurut Hassan (1986) dalam Siregar (2003) : Teori dan Penerapan, tujuan utama IFRS adalah pengelolaan mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita sampai dengan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan dalam rumah sakit baik untuk penderita rawat tinggal, rawat jalan maupun untuk semua unit termasuk poliklinik rumah sakit. IFRS bertanggung jawab mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat, untuk memenuhi kebutuhan berbagai bagian/unit diagnosis dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medik dan rumah sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayanan penderita yang lebih baik (Siregar, 2003)

C. Manajemen Logistik

1. Definisi Manajemen Logistik

(45)

Ballou (1997), logistik merupakan proses perencanaan, implementasi, dan pengendalian efisiensi, aliran biaya yang efektif dan penyimpanan bahan mentah, bahan setengah jadi, barang jadi dan informasi-informasi yang berhubungan, dari asal ke titik konsumsi dengan tujuan memenuhi kebutuhan konsumen.

Manajemen logistik adalah proses pengelolaan yang strategis terhadap pemindahan dan penyimpanan barang, suku cadang dan barang jadi dari para suplier, di antara fasilitas-fasilitas perusahaan dan kepada para pelanggan (Bowersox, 1995). Menurut Wolper (1995) dalam Sabarguna (2009), Manajemen logistik adalah manajemen dan pengendalian barang-barang, layanan, dan perlengkapan mulai dari akuisisi sampai pada disposisi dan ada elemen penting yaitu: strategi terpadu untuk menjamin bahwa barang, jasa dan perlengkapan dibeli dengan biaya total yang terendah; strategi terkait untuk menjamin bahwa persediaan dan biaya disimpan dipantau dan dikendaliakan secara agresif.

(46)

2. Tujuan dan Ciri Manajemen Logistik

Tujuan manajemen logistik adalah menyampaikan barang jadi dan bermacam-macam material dalam jumlah yang tepat pada waktu yang dibutuhkan dan dengan total biaya yang terendah. Penyelenggaraan logistik memberikan kegunaan (utility) waktu dan tempat. Kegunaan tersebut merupakan aspek penting dari operasi perusahaan dan juga pemerintah (Bowersox, 1995).

Menurut Aditama (2007), tiga tujuan logistik dalam sebuah organisasi atau institusi adalah tujuan operasional, tujuan keuangan, dan tujuan keutuhan:

a. Tujuan operasional adalah tersedianya barang material dalam jumlah yang tepat dan kualitas yang baik pada saat dibutuhkan.

b. Tujuan keuangan adalah tercapainya tujuan operasional dengan biaya yang rendah.

c. Tujuan keutuhan adalah tercapainya persediaan yang tidak terganggu oleh kerusakan, pemborosan, penggunaan tanpa hak, pencurian dan penyusutan yang tidak wajar lainnya, serta nilai persediaan yang tercermin dalam sistem akuntansi.

(47)

a. Spesifik, berarti terkait dengan pelanggan dan profesi tertentu, seperti obat, filmrontgen, dan lain-lain.

b. Harga yang variatif dari yang sangat murah sampai sangat mahal, seperti lampu CT Scan, sampai kasa steril

c. Jumlah item yang sangat banyak, maka sering dikelola secara departemental sesuai pelayanan dan profesi.

3. Fungsi Manajemen Logistik

(48)

Berikut adalah siklus manajemen logistik yang dapat dijalankan sebagai berikut:

Bagan 2.1

Siklus Manajemen Logistik (Seto, 2004)

Sukses atau gagalnya pengelolaan logistik ditentukan oleh kegiatan di dalam siklus tersebut. Apabila lemah dalam perencanaan, misalnya dalam penentuan suatu item barang yang seharusnya kebutuhannya di dalam satu periode (misalnya 1 tahun) sebesar kurang lebih 1.000 unit, tetapi direncanakan sebesar 10.000 unit. Akibatnya akan mengacaukan suatu siklus manajemen logistik secara keseluruhan mulai dari pemborosan dalam penganggaran, membengkaknya biaya pengadaan dan penyimpanan, tidak tersalurkannya obat/barang tersebut sehingga barang bisa rusak, kadaluarsa

Perencanaan dan Penentuan Kebuthan

Penerimaan dan Penyimpanan Pengendalian/

Pengawasan

Penganggaran

Pengadaan Pemeliharaan

(49)

yang bagaimanapun baiknya pemeliharaan di gudang, tidak akan membantu sehingga perlu dilakukan penghapusan yang berarti kerugian.

Apabila barang tidak rusak, akan menumpuk di gudang yang merupakan opportunity cost. Harus selalu dijaga agar semua unsur di dalam siklus pengelolaan logistik sama kuatnya dan segala kegiatan tersebut harus selalu selaras, serasi dan seimbang.

a. Fungsi Perencanaan dan Penentuan Kebutuhan

Menurut Seto (2004), Perencanaan merupakan dasar tindakan manajer untuk dapat menyelesaikan tugas pekerjaanya. Penentuan kebutuhan merupakan perincian dari fungsi perencanaan menyangkut proses memilih jenis dan menetapkan dengan prediksi jumlah kebutuhan persediaan barang/obat perjenis di apotek ataupun di rumah sakit. Penentuan kebutuhan obat di rumah sakit harus berpedoman kepada daftar obat essensial, formularium rumah sakit, standar terapi dan jenis penyakit di rumah sakit, dengan mengutamakan obat-obat generik.

(50)

Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI (2010), pendekatan perencanaan kebutuhan dapat dilakukan melalui beberapa metode:

1) Metode Konsumsi

Perhitungan kebutuhan dengan metode konsumsi didasarkan pada data riel konsumsi perbekalan farmasi periode yang lalu, dengan berbagai penyesuaian dan koreksi.

2) Metode Morbiditas/Epidemiologi

Dinamakan metode morbidotas karena dasar perhitungan adalah jumlah kebutuhan perbekalan farmasi yang digunakan untuk beban kesakitan (morbidity load) yang harus dilayani. Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan perbekalan farmasi berdasarkan pola penyakit, perkiraan kenaikan kunjungan, dan waktu tunggu (lead time). 3) Metode Kombinasi

Kombinasi antara metode konsumsi dan metode morbiditas disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.

b. Fungsi Penganggaran

(51)

dengan memperhatikan pengarahan dan pembatasan yang berlaku terhadapnya.

c. Fungsi Pengadaan

Fungsi ini merupakan usaha dan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan operasional yang telah digariskan dalam fungsi perencanaan dan penentuan kepada instansi-instansi pelaksana (Aditama, 2007). Menurut Seto (2004), fungsi pengadaan adalah usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan untuk memenuhi kebutuhan operasional yang telah ditetapkan di dalam fungsi perencanaan, penentuan kebutuhan (dengan peramalan yang baik), maupun penganggaran.

Menurut Kepmenkes No 1197/MENKES/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui melalui pembelian, produksi dan sumbangan/hibah. Pembelian dapat dilakukan secara tender oleh Panitia Pembelian Barang Farmasi dan secara langsung dari pabrik/distribusi/pedagang besar farmasi/rekanan.

(52)

pembelian dengan penunjukan langsung, pembeli dapat menunjuk langsung produsen tanpa melalui prosedur pelelangan terbuka maupun terbatas. d. Fungsi Penerimaan dan Penyimpanan

Menurut keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan. Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alar Kesehatan Kemenkes RI (2010), tujuan penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang diterima sesuai kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu.

Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI (2010), Tujuan penyimpanan adalah:

1) Memelihara mutu sediaan farmasi

2) Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab 3) Menjaga ketersediaan

4) Memudahkan pencarian dan pengawasan

(53)

e. Fungsi Penyaluran

Proses pemindahan dari satu tempat ke tempat lain atau suatu kegiatan dan usaha untuk melakukan pengurusan, penyelenggaraan dan pengaturan pemindahan barang dari suatu tempat ke tempat lain, yaitu dari tempat penyimpanan ke tempat pemakainya. Pendisitribusian adalah kegiatan menyalurkan barang sesuai permintaan, tepat waktu, tepat jumlah serta sesuai dengan spesifikasinya (Subagya, 1994)

Menurut Subagya (1994), hal-hal yang harus diperhatikan dalam pendistribusian barang yaitu:

1) Ketepatan jenis dan spesifikasi logistik yang disampaikan 2) Ketepatan nilai logistik yang disampaikan

3) Ketepatan jumlah logistik yang disampaikan 4) Ketepatan waktu penyampaian

5) Ketepatan tempat penyampaian

6) Ketepatan kondisi logistik yang disampaikan

Menurut Seto (2004) khusus menyangkut fungsi penyaluran untuk farmasi Rumah Sakit, beberapa hal yang dijadikan pegangan adalah dengan prinsip:

1) Distribusi obat harus aman, efektif dan efisien.

(54)

f. Fungsi Pemeliharaan

Fungsi pemeliharaan merupakan usaha atau proses kegiatan untuk mempertahankan kondisi teknis, daya guna dan daya hasil barang inventaris (Aditama, 2007). Pemeliharaan meliputi seluruh kegiatan penting untuk mempertahankan sistem atau porduk tersebut tetap mempunyai nilai manfaat. Pemeliharaan terdiri dari dua kategori, yaitu pemeliharaan korektif dan pemeliharaan preventif. Pemeliharaan korektif merupakan seluruh kegiatan pemeliharaan yang tidak terjadwal sebagai akibat kegagalan sistem atau produk, untuk mengembalikan sistem dalam kondisi tertentu. Siklus pemeliharaan korektif antara lain identifikasi kegagalan, lokalisasi dan isolasi, pembongkaran, pemindahan item atau perbaikan, penyusunan kembali, pemeriksaan atau verifikasi. Sedangkan pemeliharaan preventif merupakan kegiatan yang terjadwal untuk mempertahankan sistem atau produk dalam kondisi tertentu. Pemeliharaan dilakukan dengan inspeksi secara periodik, monitoring, penggantian item yang rusak dan kalibrasi (Blanchard, 2004).

g. Fungsi Penghapusan

(55)

lain menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Aditama, 2007).

Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI (2010), penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan farmasi yang tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan perbekalan farmasi kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku. Tujuan penghapusan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat dikelola sesuai dengan standar yang berlaku. Adanya penghapusan akan mengurangi beban penyimpanan maupun mengurangi risiko terjadi penggunaan obat yang sub standar. Cara-cara penghapusan menurut Subagya (1994) adalah dengan pemanfaatan langsung, pemanfaatan kembali, pemindahan, hibah, penjualan/pelelangan dan pemusnahan.

h. Fungsi Pengendalian/Pengawasan

(56)

penghapusan. Pengendalian dilakukan untuk memantau pelaksanaan kegiatan logistik agar tidak terjadi penyimpangan dari rencana yang ditetapkan. Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI (2010) tujuan pengendalian adalah agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan. Kegiatan dalam pengendalian mencakup:

1) Memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu. Jumlah stok ini disebut stok kerja

2) Menentukan stok optimum, yaitu stok obat yang diserahkan kepada unit pelayanan agar tidak mengalami kekurangan/kekosongan

3) Menentukan waktu tunggu (lead time) adalah waktu tunggu yang diperlukan mulai pemesanan sampai obat diterima.

Pengawasan/pengendalian dari siklus pengelolaan logistik dapat dikategorikan dalam (Seto, 2004):

1) Harga barang persediaan yang dibeli

2) Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam siklus pengelolaan logistik

3) Menyangkut prosedur pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan penyaluran

(57)

5) Perhatian terhadap kualitas barang, obat expired date/rusak, alur obat dengan menggunakan metode FIFO, turn over rate dengan penandaan terhadapa fast moving item, slow moving item, dead inventory, dated inventory/perishable inventory.

6) Tertib pencatatan dan pelaporan (recording dan reporting).

Pencatatan dalam persediaan adalah untuk menjamin obat-obat yang ada dalam persediaan dipergunakan secara efisien, maka perlu dilakukan pencatatan-pencatatan atas persediaan obat tersebut. Pencatatan yang dikerjakan secara teratur dan terus-menerus diharapkan Apotek, PBF, Industri Farmasi dan Farmasi Rumah Sakit akan dapat mengikuti perkembangan persediaan bahan-bahan/obat jadi dengan baik, karena itu sangat penting mencatat semua barang (bahan/obat) yang ada di dalam persediaannya, agar dapat mengikuti perkembangan keadaan usahanya dari waktu ke waktu.

(58)

dan surat bukti penyerahan barang (berita acara penyerahan barang, resep resep obat, dan lain-lain)

Fungsi pengendalian merupakan fungsi inti dari pengelolaan perlengkapan yang meliputi usaha untuk mengawasi dan mengamankan keseluruhan pengelola logistik. Dalam fungsi ini diantaranya terdapat kegiatan pengendalian inventarisasi (inventory control) dan expediting yang merupakan unsur-unsur utamanya (Aditama, 2004).

Menurut Sabarguna (2005), pengendalian logistik sangat penting artinya pada segi dibawah ini:

1) Pada hal tertentu obat akan merupakan salah satu penyebab selamatnya seseorang juga keberadaannya harus tersedia dengan tepat

2) Alat tulis kantor keberadaannya akan menunjang kelancaran administrasi, dan bentuk serta perawatan yang indah dan jelas akan mewujudkan kelas pelayanan rumah sakit.

3) Pelayanan makanan dari dapur akan merupakan bagian kepuasan pasien yang penting dari sehari-hari berlangsung.

4) Ketiga komponen logistik ini mempunyai spesifikasi tersendiri, sehingga perlu disesuaikan dengan keadaan

(59)

D. Manajemen Persediaan

Inventory atau persediaan merupakan simpanan material yang berupa bahan mentah, barang dalam proses atau barang jadi (Sumayang, 2003). Tujuan inventory control adalah menciptakan keseimbangan antara persediaan dan permintaan oleh karena itu hasil stock opname harus yang seimbang dengan permintaan yang didasarkan atas satu kesatuan waktu tertentu (Anief 2001).

Manajemen persediaan berusaha mencapai keseimbangan diantara kekurangan dan kelebihan persediaan dalam suatu periode perencanaan yang mengandung risiko dan ketidakpastian. Konsep yang ideal dari persediaan terdiri dari pengadaan suatu produk yang sesuai dengan spesifikasi pelanggan. Sistem yang demikian tidak akan membutuhkan penumpukan bahan mentah atau bahan jadi untuk mengantisipasi penjualan di masa depan. Walaupun sistem ini tidak praktis, namun penting diingat bahwa setiap dollar yang diinvestasikan dalam persediaan harus ditujukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Bowersox. D, 1995).

1. Fungsi Persediaan

Menurut Heizer dan Render (2010), Persediaan dapat melayani beberapa fungsi yang menambah fleksibilitas bagi operasi perusahaan. Keempat fungsi persediaan adalah sebagai berikut:

(60)

b. Melakukan decouple perusahaan dari fluktuasi permintaan dan menyediakan persediaan barang-barang yang akan memberikan pilihan bagi pelanggan.

c. Mengambil keuntungan dari diskon kuantitas karena pembelian dalam jumlah yang besar dan mengurangi biaya pengiriman barang.

d. Melindungi terhadap inflasi dan kenaikan harga. 2. Jenis Persediaan

Menurut Heizer dan Render (2010), untuk mengakomodasi fungsi-fungsi persediaan, perusahaan harus memelihara empat jenis persediaan: a. Persediaan bahan mentah (raw material invetory) telah dibeli tapi belum

diproses. Persediaan ini digunakan untuk melakukan decouple pemasok dari proses produksi.

b. Persediaan baran setengah jadi (work in process) adalah komponen atau bahan mentah yang telah melewati beberapa proses perubahan, tetapi belum selesai.

c. Persediaan pasokan pemeliharaan/perbaikan/operasi (Maintenance, Repair, Operating - MRO) unutk menjaga agar mesin-mesin dan proses-proses tetap produktif. MRO adalah karena kebutuhan serta waktu untuk pemeliharaan dan perbaikan dari beberapa perlengkapan tidak diketahui. d. Persediaan barang jadi adalah produk yang telah selesai dan tinggal

(61)

Sedangkan menurut Johns dan Harding (2001), jenis pokok sediaan dalam operasi adalah:

a. Barang jadi

1) Memberikan pelayanan yang cepat bagi pelanggan 2) Mengurangi gejolak fluktuasi keluaran

3) Membantu mengatasi permintaan musiman

4) Memberikan pengaman terhadap kemungkinan kerusakan dan pemogokan.

b. Barang dalam proses

1) Memisahkan tahapan produksi

2) Memberikan fleksibilitas dalam penjadwalan 3) Memberikan pemingkatan utilisasi mesin c. Bahan mentah

1) Memisahkan perusahaan dari para pemasoknya

2) Memungkinkan perusahaan untuk meraih manfaat dari potongan harga karena jumlah pesanan

3) Memberikan perlindungan terhadap inflasi

4) Menyiapkan sediaan strategis bagi barang yang vital E. Metode pengendalian persediaan

(62)

memenuhi permintaan langganan di masa mendatang. Kalau barang terlalu banyak dalam persediaan, maka perusahaan terpaksa menderita biaya tambahan misalnya biaya pergudangan dan lain-lain. Barang yang terlalu sedikit menimbulkan kekecewaan bagi para langganan dan menimbulkan rasa kurang percaya yang akhirnya merugikan perusahaan sendiri (Siagian, 1987).

Oleh karena itu manajemen persediaan pada hakikatnya mencakup dua fungsi yang berhubungan sangat erat sekali, yaitu perencanaan persediaan dan pengawasan persediaan. Aspek perencanaan menjawab pertanyaan tentang apa yag akan disediakan dan sumber terbaik sedangkan aspek pengawasan menjawab berapa kali pemesanan dilaksanakan dan berapa banyak pesanan tersebut (Siagian, 1987).

Pengendalian logisitik disebut juga pengendalian persediaan. Pengendalian persediaan adalah aktivitas mempertahankan jumlah persediaan pada tingkat yang dikehendaki. Harus ada keseimbangan antara mempertahankan tingkat persediaan yang tepat dengan pengaruh keuangan minimum terhadap pelanggan. Jika investasi sangat besar akan mengakibatkan biaya modal yang sangat besar sehingga akan mengakibatkan juga biaya operasi yang tinggi. Investasi untuk persediaan harus bersaing dengan investasi lain yang juga membutuhkan dana. (Sumayang, 2003).

(63)

terus mengikuti penambahan dan pengurangan terhadap kuantitas dasar. Pelaksanaan pengawasan persediaan menjadi tanggung jawab koordinator logistik. Walaupun pengawasan persediaan merupakan hal esensial bagi kelancaran operasi, namun masalah-masalah pengawasan biasanya menimbulkan gangguan atau kegagalan untuk mencapai sasaran-sasaran karena masalah-masalah kebijakan yang tidak sesuai (Bowersox. D, 2004).

Menurut Ahyari (1987), beberapa kerugian yang akan diderita sehubungan dengan penyelenggaraan persediaan yang terlalu besar adalah:

1. Biaya penyimpanan atau pergudangan yang akan menjadi semakin besar. Tidak hanya sewa gudang atau pemeliharaan saja tetapi juga resiko kerusakan, kehilangan, kadaluarsa dan penurunan kualitas.

2. Penyelenggaraan persediaan yang besar berarti harus mempersiapkan dana yang cukup besar pula untuk mengadakan pembelian.

3. Tingginya biaya penyimpanan dan investasi dalam persediaan tersebut mengakibatkan berkurangnya dana untuk pembiayaan dan investasi barang lain.

4. Apabila jumlah persediaan bahan baku yang disimpan dalam perusahaan itu semakin besar, maka resiko atas bahan baku yang disimpan dalam perusahaan yang bersangkutan akan semakin besar pula.

(64)

menguntungkan perusahaan. Maka manajemen perlu mengetahui gambaran harga pasar di waktu mendatang.

Sedangkan persediaan dalam jumlah yang sangat kecil atau terlalu rendah akan mengakibatkan (Ahyari, 1987):

1. Persediaan yang terlalu kecil kadang-kadang tidak dapat memenuhi kebutuhan. Apabila hal ini terjadi berkali-kali, tentunya dalam jangka panjang akan sangat merugikan perusahaan. Hal ini disebabkan karena dengan pembelian mendadak disamping akan memperoleh harga beli lebih tinggi, kualitas bahan belum tentu dapat memenuhi standar yang ada dan efisiensi waktu kerja karyawan juga akan berkurang.

2. Seringkali kehabisan bahan baku maka pelaksnaan produksi tidak dapat berjalan lancar.

3. Persediaan yang kecil akan mengakibatkan frekuensi pembelian bahan akan semakin besar sehingga biaya pemesanan akan bertambah besar jumlahnya.

Menurut Johns dan Harding (2001), untuk memastikan bahwa suatu sistem pengendalian sediaan efektif, maka tiga pertanyaan dasar yang harus dijawab adalah apa yang akan dikendalikan, berapa banyak yang hendak di pesan dan kapan memesan kembali.

1. Analisis ABC

(65)

segi harga perunit bahan, dari segi jumlah unit yang diperlukan dan dari penyimpanan bahan. Dengan demikian apabila bahan diperlakukan sama rata, maka tindakan ini kadang-kadang akan merugikan perusahaan. Hal ini karena terdapat perbedaan nilai rupiah dari bahan yang dipergunakan (Ahyari, 1987). Dalam kenyataannya akan terdapat bahan baku yang dipergunakan dalam jumlah unit yang besar namun mempunyai nilai rupiah yang kecil, sebaliknya akan terdapat sejumlah bahan baku dalam nilai rupiah yang tinggi walaupun jumlah unit fisiknya tidak berapa besar. Dengan demikian perlakuan yang berbeda untuk masing-masing bahan yang mempunyai karakteristik yang berbeda juga masih tetap diperlukan dalam perusahaan yang bersangkutan tersebut. Cara yang paling umum digunakan untuk prioritas persediaan adalah dengan klasifikasi ABC (Ahyari, 1987).

Analisis ABC membagi persediaan yang ada menjadi tiga klasifikasi dengan basis volume dolar tahunan. Analisis ABC adalah sebuah aplikasi persediaan dar prinsip pareto. Gagasannya adalah untuk membuat kebijkan-kebijakan persediaan yang memfokuskan persediaan pada bagian-bagian persediaan yang kritis namun sedikit bukan pada yang banyak namun spele. Tidaklah realistis jika memantau barang yang tidak mahal dengan intensitas yang sama dengan barang yang sangat mahal (Heizer dan Render, 2010).

(66)

perbedaan antara efektivitas dan upaya. Penggunaan analisis ini memungkinkan teridentifikasinya barang yang benar-benar berpengaruh pada kinerja sediaan, sehingga manajemen yang efektif dapat berkonsentrasi pada barang yang itemnya sedikit tersebut tanpa mengabaikan yang lain (Johns dan Harding, 2001).

Menurut Ahyari (1987), dasar yang dipergunakan untuk mengadakan pemisahan tersebut adalah:

a. Kelas A, merupakan bahan baku dengan jumlah unit fisik yang kecil atau rendah, namun jumlah rupiahnya tinggi

b. Kelas C, merupakan bahan baku dengan jumlah unit fisik yang besar atau tinggi, namun nilai rupiah yang rendah atau kecil

c. Kelas B, merupakan bahan baku dengan karakteristik yang berbeda di antara kelas A dan kelas C, baik jumlah fisik maupun jumlah rupiahnya adalah sedang.

Menurut Seto (2004), sistem ABC, semua obat dalam persediaan digolongkan menjadi salah satu dari kategori:

a. Kelompok A mewakili 20% obat dalam persediaan dan 70% total penjualan.

b. Kelompok B mewakili 30% obat dalam persediaan dan 20% total penjualan.

(67)

Kelompok A merupakan obat yang cepat laku dan dalam beberapa kasus obat merupakan obat yang sangat mahal. Hanya ada sedikit kelompok A dalam persediaan apotik. Tetapi karena kelompok tersebut sangat tinggi permintaannya, merupakan obat yang berputar dengan cepat (atau karena obat itu sangat mahal), kelompok A merupakan mayoritas penjualan apotik. Kelompok A seharusnya dimonitor dengan hati-hati, angka pemesanan ulang dan EOQ-nya seharunya dihitung (Seto, 2004).

Kelompok B dan C merupakan agak lambat lakunya. Kelompok B mempunyai penjualan rata-rata dan perputaran inventaris. Kelompok C adalah obat yang paling lambat lakunya, obat produk yang paling kurang diminta. Karena kelompok B dan C merupakan jumlah yang jauh lebih besar dan merupakan proporsi penjualan yang lebih kecil, tidak perlu dan tidak efisien untuk memonitor obat-obat tersebut seketat kelompok A. Kelompok B dan C biasanya dapat cukup dikendalikan dengan menggunakan kartu stok gudang dan kartu stok di ruang peracikan dan penjualan eceran (Seto, 2004).

(68)

Klasifikasi sediaan Pareto (Johns dan Harding, 2001)

a. Kelas A : 75 % nilai penggunaan sediaan tahunan diwakili oleh hanya 15 % dari jenis sediaan.

b. Kelas C : 60% dari barang sediaan hanya bertanggung jawab atas 10% dari nilai penggunaan tahunan

[image:68.612.137.512.124.590.2]

c. Kelas B : barang yang tidak termasuk ke dalam kelas A dan kelas C. Gambar 2.1

Klasifikasi Sediaan Pareto (Johns dan Harding, 2001)

Item sedian (%)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 90 80 70 nilai 60 dalam 50 sedian 40 (%) 30 20 10 0

Menurut Heizer dan Render (2010), barang kelas A adalah barang dengan volume dolar tahunan tinggi yaitu 70%-80% penggunaan uang secara keseluruhan namun hanya merepresentasikan 15% dari persediaan total.

C

A

(69)

Barang kelas B barang dengan volume dolar tahunan yang sedang yaitu 15%-25% penggunaan uang keseluruhan dan 30% penggunaan persediaan total. Barang dengan volume dolar tahunan yang kecil adalah kelas C yang hanya merepresentasikan 5% volume tahunan namun mewakili 55% barang persediaan total.

[image:69.612.139.519.192.566.2]

Secara grafik persediaan akan terlihat seperti gambar berikut ini: Grafik 2.1

Grafik dari Analisis ABC (Heizer dan Render, 2010)

100

90 A 80 Persen 70 Penggunaan 60 Dollar 50

Tahunan 40 B

30 20

10 C

0

(70)

Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan (2010), prinsip utama adalah dengan menempatkan jenis-jenis perbekalan farmasi ke dalam suatu urutan, dimulai dengan jenis yang memakan anggaran/rupiah terbanyak. Urutan langkah adalah sebagai berikut (Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010) :

a. Kumpulkan kebutuhan perbekalan farmasi yang diperoleh dari salah satu metode perencanaan, daftar harga perbekalan farmasi, dan biaya yang diperlukan untuk tiap nama dagang. Kelompokkan kedalam jenisjenis/kategori, dan jumlahkan biaya per jenis kategori perbekalan farmasi.

b. Jumlahkan anggaran total, hitung masing-masing prosentase jenis perbekalan farmasi terhadap anggaran total.

c. Urutkan kembali jenis- jenis perbekalan farmasi diatas, mulai dengan jenis yang memakan prosentase biaya terbanyak.

d. Hitung prosentase kumulatif, dimulai dengan urutan 1 dan seterusnya. e. Identifikasi jenis perbekalan farmasi apa yang menyerap ±70% anggaran

total (biasanya didominasi oleh beberapa jenis perbekalan farmasi saja). 1) Perbekalan Farmasi kategori A menyerap anggaran 70%

(71)
[image:71.612.137.529.124.535.2]

Tabel 2.1 Klasifikasi Persediaan

Ahli Kelas A Kelas B Kelas C

Item Nilai Item Nilai Item Nilai Johns dan Harding

(2001)

15% 75% 25% 15% 60% 10%

Heizer dan Render (2010)

15% 70% - 80%

30% 15% - 25%

55% 5%

Dirjend Binfar dan Alkes (2010)

70% 20% 10%

Peramalan, kontrol fisik, keandalan pemasok dan reduksi pada persediaan pengaman yang lebih baik dapat dihasilkan dari kebijakan-kebijakan manajemen persediaan yang tepat. Analisis ABC membimbing pengembangan kebijakan tersebut (Heizer dan Render, 2010).

Berikut kebijakan-kebijakan yang dapat didasarkan pada analisis ABC (Heizer dan Render, 2010):

a. Membeli sumber daya harus lebih tinggi pada barang-barang A dibandingkan dengan barang-barang C.

b. Barang-barang A harus memiliki kontrol persediaan fisik yang lebih ketat, barang tersebut mungkin ditempatkan dibagian yang lebih aman akurasi catatan persediaannya untuk barang A harus lebih sering di verivikasi. c. Meramalkan barang A memerlukan perhatian yang lebih dibandingkan

(72)

Adapun perlakuan untuk masing-masing kelas bahan baku yang dipergunakan di dalam suatu perusahaan tersebut adalah sebagai berikut (Ahyari, 1987):

a. Kelas A

1) Kuantitas pembelian bahan serta titik pemesanan kembali harus dilaksanakan dengan perhitungan yang cermat

2) Biaya penyelenggaraan persediaan di dalam perusahaan tersebut akan diawasi sangat ketat

3) Tingkat persediaan yang diselenggarakan untuk kelas ini disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan untuk pelaksanaan produksi

4) Umumnya, persediaan kelas A mendapat perhatian yang cukup, mengingat kerusakan atau kehilangan bahan jenis ini dalam jumlah unit yang kecil akan mengakibatkan terjadinya kerugian perusahaan di dalam jumlah yang cukup besar

b. Kelas B

1) Pencatatan yang baik serta pengawasan normal dari penyelenggaraan persediaan ini akan dapat membuahkan persediaan bahan baku yang optimal di dalam perusahaan yang bersangkutan.

(73)

c. Kelas C

1) Pada umumnya persediaan kelas C diselenggarakan dengan sistem pengendalian sederhana di dalam perusahaan yang bersangkutan

2) Pengawasan tidak akan dilaksanakan seperti kelas B atau A, melainkan akan diselenggarakan dengan cara yang relatif mudah dan sederhana. 2. Economic Order Quantity (EOQ)

Menurut Jogiyanto (1985) dalam Sabarguna (2004), Economic Order Quantity (EOQ) adalah sejumlah persediaan barang yang dapat dipesan pada suatu periode untuk tujuan meminimalkan biaya dari persediaan barang tersebut. Model Kuantitas Pesanan Ekonomi atau Economic Order Quantity (EOQ) adalah salah satu teknik kontrol persediaan tertua dan paling dikenal/teknik ini relatif mudah digunakan, tetapi berdasarkan beberapa asumsi (Heizer dan Render, 2010) :

a. Jumlah permintaan diketahui, konstan dan independen

b. Penerimaan persediaan bersifat instan dan selesai seluruhnya. Dengan kata lain persediaan dari sebuah pesanan datang dalam satu kelompok pada suatu waktu

c. Tidak tersedia diskon kuantitas

(74)

e. Kehabisan persediaan dapat sepenuhnya dihindari jika pemesanan dilakukan pada waktu yang tepat

[image:74.612.138.530.174.634.2]

Model persediaan umumnya meminimalkan biaya total. Dengan asumsi yang diberikan di atas biaya paling signifikan adalah biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Jadi jika kita meminimalkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan, kita juga akan meminimalkan biaya total. Seiring dengan meningkatnya kuantitas yang dipesan, jumlah pemesanan pertahunnya akan menurun namun biaya penyimpanan akan meningkat karena jumlah persediaan yang harus diurus lebih banyak.

Gambar 2.2

Jumlah Pemesanan Ekonomis

Heizer dan Render (2010), Bowersox (2010) Sabarguna (2004), Johns dan Harding( (2001) biaya tahunan

kurva biaya total

penyimpanan dan pemesanan

kurva biaya penyimpanan biaya total

minimum

(75)

Dalam perhitungan ini telah ditentukan titik order untuk memenuhi penggunaan selama waktu tertentu atau order untuk suatu kuantitas tertentu yang ditentukan akan dipesan pada saat itu (Buffa, 1997).

Berikut adalah rumus untuk menentukan jumlah pemesanan optimum menurut Heizer dan Render (2010), Bowersox (2010) dan Buffa (1997)

Rumus:

Keterangan:

Q = Jumlah optimum unit per pesanan (EOQ)

D = Permintaan tahunan dalam unit untuk barang persediaan S = Biaya pemesanan untuk setiap pesanan

H = Biaya penyimpanan per unit per tahun

EOQ penerapannya sangat tepat dalam kaitan kurangnya stok akhir. Dengan menerapkan kebijaksanaan EOQ maka dalam setiap tahun dapat ditentukan banyaknya order sehingga dapat mengatasi kemungkinan kehabisan stok.

3. Reorder Point (ROP)

(76)

setiap hari karena frekuensi pembelian menjadi sangat tinggi dan volume pekerjaan menjadi besar. Selain itu, keseimbangan antara persediaan dan permintaan perlu diciptakan agar kemampuan pelayanan pada pasien dapat berlanjut. Terputusnya kemampuan pelayanan adalah karena persediaan sudah habis (Anief, 2001).

(77)

Gambar

Gambar 2.1 Klasifikasi Sediaan Pareto
Grafik 2.1 Grafik dari Analisis ABC
Tabel 2.1 Klasifikasi Persediaan
Gambar 2.2 Jumlah Pemesanan Ekonomis
+7

Referensi

Dokumen terkait

bahan baku sehingga dapat menentukan waktu dan jumlah pemesanan

Hasil dari penelitian ini adalah terciptanya sebuah software yang dapat membantu perusahaan untuk menentukan keekonomisan dalam pemroduksian barang dan pengorderan kembali

Pengelompokan Berdasarkan Nilai Investasi (NI) Pengelompokan berdasarkan nilai investasi dengan menghitung jumlah pemakaian dikalikan harga rata-rata obat selama periode

Pelanggan Kasir Supplier Pimpinan Barang yang Di pesan Faktur Barang Barang yang Di pesan Faktur Barang Laporan Penjualan Cek Persediaan Laporan Pesanan Buat Rekap Penjualan Laporan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui apakah pengendalian persediaan bahan kimia Tawas, Kaporit, Soda Ash yang diterapkan oleh PDAM Tirta Kencana Samarinda

dari jumlah dana obat keseluruhan, b) kelompok B yang merupakan kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%,

Tahap-tahap yang dilakukan dalam proses penentuan strategi yang efektif dalam pengendalian persediaan obat yang ada pada gudang farmasi rumah sakit Muhammadiyah

Dari perhitungan persediaan dengan menggunakan metode Economic Order Quantity EOQ, maka dapat diperoleh jumlah pemesanan optimum, jumlah persediaan pengaman safety stock, titik