• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH

B. Pengendalian Persediaan di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirirn

2. Economic Order Quantity (EOQ)

Dalam pelaksanaan pemesanan obat di unit farmasi tidak ada perhitungan khusus mengenai jumlah pemesanan. Jumlah pemesanan tergantung pada jumlah permintaan dari apotek. Obat yang sering diminta oleh apotek (fast moving) disediakan dan dipesan lebih banyak daripada obat yang jarang diminta oleh apotek (slow moving). Sebagaimana hasil wawancara dengan informan berikut ini:

“Yaa itu, jumlah permintaan di apotik, kalau sedang banyak dibutuhkan atau ada penyakit yang sedang banyak butuh obat kita pesan banyak.

Kalau fast moving kita pesan lebih banyak, tidak ada perhitungan khusus” (R.1)

“Yang mempengaruhi jumlah itu permintaan unit banyak atau tidak. Kalau jumlah pemesanan tiap memesan obat, kita tidak ada perhitungan

nya. Sesuai kebutuhannya saja. Mintanya berapa, biasanya pesan berapa” (R.2)

Untuk mengetahui jumlah pemesanan yang optimum dalam setiap kali melakukan pemesanan obat generik di RS Islam Asshobirin, dapat diterapkan metode Economic Order Quantity (EOQ). Rumus untuk menentukan jumlah

pemesanan optimum menurut Heizer dan Render (2010), Bowersox (2010) dan Buffa (1997) adalah sebagai berikut:

Keterangan:

Q = Jumlah optimum unit per pesanan (EOQ)

D = Permintaan tahunan dalam unit untuk barang persediaan S = Biaya pemesanan untuk setiap pesanan

H = Biaya penyimpanan per unit per tahun

Untuk menentukan EOQ, diperlukan perhitungan mengenai permintaan tahunan, biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Permintaan tahunan sebelumnya sudah dihitung pada analisis ABC. Berikut adalah perhitungan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan (Heizer dan Render (2010):

a. Biaya Pemesanan

Biaya pemesanan mencakup biaya dari persediaan, formulir, proses pesanan pembelian, dukungan administrasi.

1) Biaya Telepon:

Biaya telepon = lama pemesanan (menit) x biaya telepon/menit Berdasarkan wawancara dengan informan berikut ini, rata-rata waktu yang dibutuhkan dalam setiap kali melakukan pemesanan adalah 5 menit:

“Kita lewat telepon saja, tidak pakai yang lain. kira-kira 3-5 menit lah kalau telpon” (R.1)

“Lewat telepon saja, surat pemesanannya nanti diberikan ketika obatnya diantar, berapa lama ya, ada 5 menit lah...” (informan 2)

Distributor tempat pemesanan obat berada di kota Tangerang sehingga untuk tarif telepon mengikuti telkom lokal. Tarif telepon lokal adalah Rp. 250,00 per 2 menit (www.telkom.co.id). Sehingga tarif telepon per menit adalah Rp. 125,00.

Maka perhitungannya adalah:

Biaya telepon = lama pemesanan (menit) x biaya telepon/menit Biaya telepon = 5 menit x Rp.125,00/menit

= Rp. 625,00

Jadi biaya telepon dalam setiap melakukan pemesanan adalah Rp. 625,00

2) Biaya ATK/Administrasi

ATK yang digunakan oleh bagian gudang farmasi adalah, Surat Pemesanan (SP) obat, buku tukar faktur, dan pita printer. Hal ini sesuai dengan wawancara dengan informan berikut ini:

“Farmasi mintanya tidak banyak, rinciannya itu biasanya setiap bulan pesan kwitansi rawat jalan biasanya 1 box harganya Rp.

2 ply 2 box harga satunya Rp. 120.000,00, buku tukar faktur 2 buku

satunya Rp. 7.500,00, pita printer 3 pita harga satunya Rp.

30.000,00, kemudiak ada solatip 2 roll harganya Rp. 2.250,00 isi

strappler 5 pack harganya Rp. 1.375,00 sudah itu saja” (R.5)

“Kalau gudang untuk pemesanan obat hanya menggunakan kertas pemesanan obat yang SP itu, kemudian buku tukar faktur, dan pita

printer 1 saja, yang pita 2 nya lagi digunakan oleh apotik. ATK yang

lainnya juga digunakan oleh apotik saja, kita tidak” (R.2)

Berikut adalah perhitungan biaya ATK dalam pemesanan setiap bulan Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin:

Tabel 5.5

Biaya ATK dalam Pemesanan setiap Bulan Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin

No Barang Banyak Harga @ Jumlah

1 Surat Pemesanan (SP) 2 box 10.000,00 20.000,00 2 Buku tukar faktur 2 buku 7.500,00 15.000,00

3 Pita printer 1 pita 30,000 30.000,00

Total biaya 65.000,00

Sumber: Hasil pengolahan data sekunder

Berdasarkan perhitungan tersebut, biaya ATK/administrasi dalam melakukan pemesanan di gudang farmasi dalam sebulan adalah Rp. 65.000,00 sehingga biaya pemesanan dalam setahun (12 bulan) adalah

Rp780.000,00. Selanjutnya untuk menentukan biaya ATK/administrasi per pemesanan dibutuhkan jumlah transaksi pemesanan dalam setahun yaitu tahun 2012. Berdasarkan data yang diperoleh dari sistem informasi RS di unit gudang farmasi, dalam setahun gudang farmasi melakukan pemesanan sebanyak 2.106 kali pada tahun 2012. Maka biaya ATK/administrasi perpemesanan adalah biaya pemesanan setahun dibagi dengan jumlah transaksi pemesanan setahun, yaitu Rp.370,00.

Berdasarkan rincian biaya pemesanan tersebut, maka biaya pemesanan adalah:

Tabel 5.7

Total Biaya Perpemesanan di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin

No Komponen Biaya pemesanan Biaya/pemesanan (Rp)

1 Biaya telepon 625,00

2 Biaya ATK/Administrasi 370,00

Total biaya per pemesanan 995,00

Sumber: Hasil pengolahan data sekunder

Jadi, biaya dalam setiap kali pemesanan adalah sebesar Rp. 995,00. b. Biaya penyimpanan

Biaya penyimpanan mencakup biaya terkait menyimpan atau membawa persediaan selama waktu tertentu. Biaya penyimpanan menurut Heizer dan Render (2010) adalah 26% dari unit cost barang. Setelah

diketahui jumlah pemakaian obat tahunan, biaya pemesanan dan biaya penyimpanan, kemudian dilakukan perhitungan mengenai jumah pemesanan optimum dalam setiap kali pemesanan, angka untuk masing-masing obat tersebut dimasukan ke dalam rumus seperti pada lampiran 9. Sebagai contoh, perhitungan EOQ pada obat Ceftriaxone 1gr inj:

Obat Ceftriaxone 1gr inj, berdasarkan pengumpulan data dan telaah dokumen diperoleh angka sebagai berikut:

Jumlah pemakaian tahunan = 6.770 vial Biaya Pemesanan = Rp. 995,00 Biaya Penyimpanan = Rp. 2.031,00 Maka Economic Order Quantity (EOQ) adalah:

Q2 = 2 x 6.770 x 995 2.031

Q = 81,44 = 81 vial

Jadi, jumlah pemesanan yang optimal dalam setiap kali memesan obat Ceftriaxone 1gr inj adalah 81 vial.

Kendala yang dirasakan oleh bagian gudang farmasi dalam menghitung jumlah pemesanan adalah tidak didukung oleh Sistem Informasi yang memadai. Dalam sistem informasi tidak ada summary report/laporan

mengenai penggunaan atau pembelian obat baik setiap bulan maupun tahunan, sehingga sering kali jumlah pembelian diperkirakan sesuai pengalaman permintaan dari Apotek.

Berikut adalah hasil wawancara dengan informan:

“Kita belum didukung oleh sistem informasi yang sesuai. Komputer yang sekarang itu belum ada summary report-nya seperti penggunaan bulanan

atau gimana, jadi mau memeriksa menghitung sebanyak itu juga susah” (R.1)

“Kendala dalam menentukan jumlah pemesanan itu karena kita memang tidak pernah menghitung juga” (R.2)

3. Reorder Point (ROP)

Waktu dilakukan pemesanan di RS Islam Asshobirin dilakukan pada hari senin dan kamis, namun apabila ada kebutuhan pemesanan di luar hari tersebut pemesanan tetap dilakukan untuk memenuhi kebutuhan apotek. Untuk menentukan waktu pemesanan kembali setiap obat tidak ada perhitungan khusus. Menurut informan obat tersebut dipesan sebelum stok obat kosong (0), sebagaimana kutipan wawancara berikut:

“Sebenarnya awalnya kita order 2 kali senin dan kamis, itu untuk stok 1 minggu. Hari senin dicek lagi, kamis cek lagi. ada yang kosong, dipesan.

Kalau waktu pembelian setiap obat, ya limit sebelum 0 kita sudah harus

pesan, kalau sudah 0 kita pesan cito”( 1)

“Jadwal pembeliannnya itu kita senin kamis, tapi setiap hari juga bisa, kalau cito kita harus pesan juga” (R.2)

Waktu pemesanan obat kembali di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin tergantung pada sisa stok di gudang farmasi yang dicatat pada buku defekta. Pemesanan dilakukan sebelum stok mencapai 0 atau ketika stok sudah mencapai 0. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara berikut:

“Nah ini kan ada permitaannya, nanti kita isi berapa yang dikirim. Jadi misalnya dia minta 20 kita kirim 20, ternyata stok itu berlebih kita catat

sisanya, misalnya Fortidek minta 100 kita kirim 100, gudang sisa 400.

Tapi misalnya depan (apotik) minta 4 tapi gudang sedang kosong atau

minta 50 ternyata cuma ada 20 ya sudah kita kirim 20, berati sisa stok 0.

Nah yang nol nol ini kita jadikan patokan pengadaan. limit sebelum 0 kita

sudah harus pesan tapi kalau sudah 0 kita harus cito..” (R.1)

“Awal prosesnya, nanti apotik minta obat yang istilahnya defekta, kita lihat di buku defekta misalnya apotik minta obat 100, kita punya 100

berarti sisa stok nya 0, paling tidak kita harus order supaya di gudang itu

Untuk menentukan waktu pemesanan yang ideal untuk setiap jenis obat dapat digunakan perhitungan Reorder Point (ROP). Cara menghitung Reorder Point (ROP) menurut Heizer dan Render (2010), Johns dan Harding (2001) adalah:

ROP = (d x L) + SS Keterangan:

ROP = Reorder Point d = permintaan harian

L = lead time (waktu tunggu)

SS = persediaan pengaman (safety stock)/buffer stock

Sedangkan untuk menentukan safety stock, perlu mempertimbangkan target pencapaian kinerja (service level). Menurut Assauri (2004), jika buffer stock/safety stock dengan service level dan standar lead time diketahui dan bersifat konstan, maka perhitungannya adalah sebagai berikut:

SS = Z x d x L Keterangan :

SS = Safety Stock/Buffer stock Z = Service level

D = Rata-rata pemakaian L = Lead Time

Berdasarkan Biro Perencanaan dan Anggaran Sekjen Kemenkes RI (2013), target pencapaian ketersediaan obat di RS adalah 95%. Dalam tabel Z (lampiran 11), untuk service level 0,95 nilai Z adalah 1,65.

Menurut informan, lead time (waktu tunggu) obat maksimal adalah 1 hari. Berikut adalah kutipan wawancara dengan informan:

“Lead time waktu tunggu pengadaan obat itu paling tidak 24 jam. Kan kita di Tangerang, distributornya ada disini semua, jadi cepat memesan obatnya, kecuali di daerah” (R.1)

“Kalau pesan obat biasanya paling cepat, tergantung jamnya, kalau pesan jam 9 bisa sampai sore kalau pesan siang sampai besok pagi. Yaa sehari

lah paling lama.” (R.2)

Berikut ini adalah contoh perhitungan Reorder Point (ROP) untuk obat Ceftriaxone 1 gr inj:

Jumlah pemakaian tahun 2012 (D) = 6.770 vial

Lead time (l) = 1 hari

Service level = 95%

Jumlah hari dalam setahun = 365 Maka:

Jumlah pemakaian rata-rata (d)= 6.770 vial/365 hari = 19 vial

Z (95%) = 1,65

Safety Stock (SS) = z x d x l = 1,65 x 19 x 1

= 31,35 vial atau 31 vial

Jadi, safety stock/stok pengaman untuk obat Ceftriaxone 1 gr inj adalah 31 vial.

ROP = (d x l) + SS = (19 x 1) + 31 = 50 vial

Jadi, Reorder Point (ROP) untuk obat Ceftriaxone 1 gr inj adalah 50 vial. Berdasarkan perhitungan tersebut, artinya pada leadtime/waktu tunggu selama 1 hari dengan pemakaian rata-rata perhari adalah 19, obat Ceftriaxone 1 gr inj dapat dilakukan pemesanan kembali ketika stok obat sudah mencapai 51 vial. Hasil perhitungan jenis obat lain dapat dilihat pada lampiran 10.

Kendala yang dirasakan oleh gudang farmasi dalam menentukan kapan waktu pemesanan kembali dilakukan adalah tidak adanya perhitungan buffer stock, sehingga waktu memesanan tergantung dari kondisi stok sebelum mencapai 0 atau pada saat 0.

“yaa itu sama seperti yang tadi.. buffer stocknya” (R.1)

“kita tergantung dari sisa stoknya saja, jadi kalau kosong ya dipesan” (R.2)

118 A. Keterbatasan Penelitian

Penelitian dilakukan melalui studi pengendalian persediaan obat generik menggunakan data terkait persediaan obat generik selama periode tahun 2012 di Rumah Sakit Islam Asshobirin. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah:

1. Formularium obat generik di RS Islam Ashobirin tidak tersedia. Formularium merupakan dokumen yang berisi daftar obat yang digunakan di rumah sakit sebagai dasar dalam penentuan jenis obat yang akan disediakan. Sehingga data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui daftar obat generik menurut Kepmenkes RI Nomor 092/Menkes/SK/II/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Generik

2. Komponen biaya penyimpanan (biaya gedung, biaya penanganan bahan, biaya pekerja dan biaya investasi) tidak dihitung secara rinci karena data tidak tersedia sehingga perhitungan biaya penyimpanan menggunakan teori Heizer dan Render (2010), yaitu 26% dari harga barang.

Dokumen terkait