• Tidak ada hasil yang ditemukan

Morfologi Esofagus dan Lambung Musang Luak (Paradoxurus hermaphroditus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Morfologi Esofagus dan Lambung Musang Luak (Paradoxurus hermaphroditus)"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

ARINI KUSUMASTUTI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Morfologi Esofagus dan Lambung Musang Luak (Paradoxurus hermaphroditus)” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2012

Arini Kusumastuti

(3)

ABSTRAK

ARINI KUSUMASTUTI. Morfologi Esofagus dan Lambung Musang Luak

(Paradoxurus hermaphroditus). Dibimbing oleh SAVITRI NOVELINA DAN

CHAIRUN NISA’.

Penelitian ini bertujuan memberikan data morfologiesofagus dan lambung musang luak (Paradoxurus hermaphroditus). Sampel yang digunakan adalah tiga organ esofagus dan lambung musang luak. Pengamatan dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Pengamatan makroskopis meliputi pengamatan bentuk dan ukuran organ. Pengamatan secara mikroskopis telah dilakukan menggunakan pewarnaan hematoksilin eosin (HE), alcian blue (AB) pH 2,5, dan

periodic acid Schiff (PAS). Hasil yang diperoleh menunjukkan panjang esofagus

rata-rata adalah 17,3 cm, sedangkan diameter bagian kranial, medial, dan kaudal secara berturut-turut adalah 1,06, 0,72, 0,83 cm. Esofagus dilapisi oleh epitel pipih banyak lapis yang tidak mengalami keratinisasi, tidak memiliki kelenjar esofagus, dan lebih dari setengah esofagus tersusun atas otot skelet. Lambung musang luak berbentuk seperti huruf J dengan ukuran kurvatura mayor sekitar dua kali lebih panjang dari kurvatura minor. Kelenjar lambung terdiri atas kardia, fundus, dan pilorus. Karakteristik kelenjar fundus ditandai dengan ditemukannya sel mukus, sel chief, dan sel parietal dalam jumlah besar. Perbatasan antara pilorus dan duodenum ditandai dengan adanya sphincter pilorus yang tipis. Kelenjar Brunner ditemukan di submukosa pilorus yang berbatasan dengan duodenum. Pada pewarnaan AB dan PAS, substansi mukus dominan terdapat pada daerah permukaan mukosa esofagus dan kelenjar lambung musang luak adalah karbohidrat netral, sedangkan karbohidrat asam hanya terdapat pada daerah lambung.

(4)

ABSTRACT

ARINI KUSUMASTUTI. Morphological Studies of the Esophagus and Stomach of

Asian palm civet (Paradoxurus hermaphroditus). Supervised by SAVITRI NOVELINA and CHAIRUN NISA’

This research was aimed to describe the morphology of the esophagus and stomach of Asian palm civet (Paradoxurus hermaphroditus). This study was used organs from three Asian palm civets which observed macroscopic and microscopically. The macroscopic observation had done by observing the shape

and the size of the esophagus and stomach.The microscopic observation was done

using histochemical method with hematoksilin eosin (HE), alcian blue (AB) pH 2.5, and periodic acid Schiff (PAS) staining methods. The results showed that the esophagus were 17.3 centimeters in length and 1.06, 0.72, 0.83 centimeters in

diameters of cranial, medial, and caudal portion respectively. The esophagus was

lined with nonkeratinized stratified squamous epithelium, has no esophageal glands, and more than half was consist of skeletal muscle. The stomach of Asian palm civet was a J shape with the greater curvature about two times longer than the lesser one. The glandular stomachs were composed of cardiac, fundic, and pyloric glands. Fundic glands were characterized by the presence of mucous cells, chief cells and a great number of parietal cells. At the border between pylorus and the duodenum was found a thin of pyloric sphincter muscle. Brunner glands were found in the submucosal area of pylorus near the border. The AB and PAS stain showed neutral carbohydrates were dominant on the surface of the esophagus and the glandular stomach while the acid carbohydrates were observed only in the stomach.

(5)

RINGKASAN

ARINI KUSUMASTUTI. Morfologi Esofagus dan Lambung Musang Luak

(Paradoxurus hermaphroditus). Dibimbing oleh SAVITRI NOVELINA dan

CHAIRUN NISA’.

Musang luak dikenal juga dengan sebutan Asian palm civet merupakan salah satu anggota Famili Viverridae asli Asia Selatan dan Asia Tenggara.

International Union for Conservation of Nature (IUCN) memasukkan spesies ini

dalam daftar least concern. Least concern berarti populasinya dianggap masih banyak dan aman dari kepunahan, karena budidaya musang luak sudah banyak dilakukan dan hewan ini tidak dikonsumsi, sehingga populasinya masih terjaga. Musang luak merupakan salah satu satwa liar yang unik. Musang luak akan memilih buah-buahan seperti buah kopi yang telah matang dan berkualitas bagus untuk di makan. Buah kopi yang dimakan tersebut tidak dicerna dengan sempurna. Saluran pencernaan musang luak hanya dapat mencerna kulit dan daging buah kopi, sedangkan biji-bijinya dikeluarkan bersama feses. Biji kopi yang dihasilkan dari sistem pencernaan musang ini disebut juga kopi luak. Menurut konsumen penikmat kopi, kopi luak mempunyai cita rasa yang enak dan terkenal di seluruh dunia. Sampai saat ini penelitian mengenai saluran pencernaan musang luak khususnya morfologi esofagus dan lambung belum pernah dilaporkan. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai data dasar dalam memberikan informasi mengenai keterkaitan antara pakan dan aktivitas fisiologis pencernaannya.

Sampel organ esofagus dan lambung diambil dari tiga ekor musang luak yang terdiri atas dua ekor jantan dan satu ekor betina dengan bobot badan 2-2,5 kg. Musang luak dianestesi dengan xylazine HCl dengan dosis 2 mg/kg berat badan dan ketamin dengan dosis 10 mg/kg berat badan diaplikasikan secara intramuscular (IM). Setelah hewan teranestesi, dilakukan sayatan pada bagian ventromedian tubuh mulai dari daerah perineum sampai dada. Selanjutnya dilakukan proses eksanguinasi dengan menyayat atrium dekstra untuk mengeluarkan darah kemudian diirigasi menggunakan larutan NaCl fisiologis dengan memasang kanul ke dalam ventrikel sinistra. Setelah cairan yang keluar dari atrium dekstra cukup bening, dilakukan fiksasi secara perfusi dengan larutan paraformaldehid 4%. Penyempurnaan proses fiksasi dilakukan dengan cara menyuntikkan larutan fiksatif ke beberapa bagian organ. Organ esofagus dan lambung dikeluarkan dari tubuh dan disimpan dalam larutan paraformaldehid 4% selama 3x24 jam. Selanjutnya organ dipindahkan ke dalam larutan alkohol 70% sebagai stopping point sampai pengamatan selanjutnya.

(6)

Esofagus musang luak pada awalnya berjalan di sebelah dorsal trakhea, kemudian di pertengahan daerah leher (pars cervical)berbelok ke sisi kiri trakhea. Selanjutnya, di daerah thoraks (pars thoracal) organ ini kembali ke dorsal. Setelah

bifurcatio trachealis, esofagus kemudian menembus hiatus esophagus pada

diafragma dan bermuara di lambung (pars abdominal). Hasil pengamatan makroanatomi diperoleh panjang esofagus rata-rata adalah 17,3 ± 1,92 cm. Hasil pengukuran diameter esofagus menunjukkan bagian kranial memiliki diameter rata-rata sebesar 1,06 ± 0,16 cm, lebih lebar dibandingkan dengan esofagus bagian medial dan kaudal dengan rata-rata berturut-turut adalah 0,72 ± 0,06 dan 0,83 ± 0,15 cm.

Lapisan dinding esofagus musang luak secara umum sama seperti pada mamalia lainnya yang terdiri atas empat lapisan, yaitu mukosa, submukosa, tunika muskularis dan tunika adventisia atau serosa. Seluruh permukaan mukosa esofagus dilapisi oleh sel epitel pipih banyak lapis yang tidak mengalami keratinisasi. Musang luak tidak memiliki kelenjar esofagus. Pada hewan mamalia pada umumnya kelenjar esofagus biasa ditemukan. Musang luak memiliki tunika muskularis yang tebal. Tunika muskularis esofagus pars cervical sampai thoracal bagian proksimal disusun oleh otot bergaris melintang. Tunika muskularis pars thoracal bagian distalis yang berbatasan dengan lambung disusun oleh otot polos. Lapisan tunika muskularis yang tebal pada esofagus musang luak diduga merupakan kompensasi dari tidak adanya kelenjar esofagus dan berfungsi untuk pergerakan makanan menuju lambung.

Lambung musang luak memiliki bentuk seperti huruf J dengan ukuran kurvatura mayor sekitar dua kali lebih panjang dari kurvatura minor. Lambung musang luak terbagi atas empat daerah, yaitu daerah kardia, fundus, korpus, dan pilorus. Lambung musang luak dalam keadaan kosong berdinding tebal dengan permukaan mukosa membentuk banyak lipatan, sedangkan dalam keadaan penuh ingesta dapat berdilatasi menjadi sangat luas, berdinding tipis, dan lipatan-lipatan mukosa mulai menghilang.

Dinding lambung musang luak memiliki empat lapisan seperti umumnya saluran pencernaan, yaitu mukosa, submukosa, tunika muskularis, dan serosa. Seluruh permukaan mukosa lambung musang luak dilapisi oleh sel epitel silindris sebaris. Lambung musang luak terbagi atas tiga daerah kelenjar, yaitu kardia, fundus, dan pilorus. Kardia merupakan bagian lambung yang sempit dan berbatasan dengan gastroesophageal junction. Daerah kelenjar fundus menempati sebagian besar daerah lambung. Daerah ini ditandai dengan ditemukannya sel utama, sel parietal, sel leher mukus, dan sel mukus permukaan. Ditemukannya sel-sel parietal dalam jumlah besar dan terdistribusi mulai dari apikal sampai basal kelenjar, menunjukkan besarnya peranan HCl pada lambung musang luak. Kelenjar pilorus berbentuk tubulus bercabang dan permukaan mukosanya memiliki gastric pit yang dalam. Batas antara pilorus dan duodenum ditandai adanya penebalan otot yang membentuk sphincter pilorus, namun tidak sejelas pada hewan lain. Selain itu ditemukan adanya vili usus, sel goblet, dan kelenjar Brunner di proksimal duodenum.

Daerah epitel esofagus hanya mengandung karbohidrat netral. Sedangkan substansi mukus pada daerah permukaan mukosa dan kelenjar lambung musang luak mengandung mukopolisakarida asam dan netral.

(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(8)

MORFOLOGI ESOFAGUS DAN LAMBUNG MUSANG LUAK

(Paradoxurus hermaphroditus)

ARINI KUSUMASTUTI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Judul Skripsi : Morfologi Esofagus dan Lambung Musang Luak

(Paradoxurus hermaphroditus)

Nama : Arini Kusumastuti NRP : B04080076

Disetujui

Dr. Drh. Savitri Novelina, M.Si, PAVet Pembimbing I

Dr. Drh. Chairun Nisa’, M.Si, PAVet Pembimbing II

Diketahui

Drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Institut Pertanian Bogor

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul ”Morfologi Esofagus dan Lambung Musang Luak

(Paradoxurus hermaphroditus)”.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Drh. Savitri Novelina, M.Si, PAVet dan Dr. Drh. Chairun Nisa’, M.Si,

PAVet sebagai dosen Pembimbing atas segala bimbingan, masukan, dukungan, nasihat, serta kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.

2. Drh. H. Abdul Gani Amri Siregar, MS sebagai dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan saran dan bimbingan dalam kegiatan akademik.

3. Keluarga tercinta, Ibu, Ayah, dan kakak atas semua dukungan yang telah diberikan selama ini kepada penulis.

4. Dr. Drh. Nurhidayat PAVet, Dr. Drh. Heru Setijanto PAVet (K), Drh. Srihadi Agungpriyono, Ph.D, PAVet (K), Drh. Supratikno, MSi, PAVet atas bantuan dan bimbingan dalam menyelesaikan penelitian ini.

5. Teknisi laboratorium riset anatomi: pak Rudi, pak Bayu dan pak Kholid atas semua bantuan yang diberikan kepada penulis pada saat penelitian.

6. Rekan penelitian satu laboratorium: Fitria Apriliani, Ratih Komala Dewi, Afdi Pratama, Shandy MP, Oki Kurniawan NC, Hilda, Agus, dan tim Anatomist (Kak Aidel, Danang, Faizza) terima kasih atas kerjasama, dan semangat yang telah diberikan.

7. Rekan Avenzoar 45 khususnya Eva, Keisya, Irene, GPC Sarai, Tizani, dan Arca yang telah banyak memberikan semangat dan saran kepada penulis. 8. Sahabat-sahabat Putri Bunda Perwira 42 khususnya Ferina, Resti, Dhiska,

dan Amma atas kebersamaan, dukungan moril, dan semangat yang diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Keluarga Kudus-Bogor yang tidak bisa Penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, sehingga sangat diharapkan adanya saran dan masukan demi kesempurnaan karya ini. Semoga bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Oktober 2012

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 24 Oktober 1990 di Kudus, Jawa Tengah. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dari ibunda Nonie Dwiastuti dan ayahanda Legowo.

Penulis mengawali pendidikan pertama di Taman Kanak-kanak Tunas Pertiwi yang diselesaikan pada tahun 1996. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan dasar di SDN 3 Barongan dan lulus pada tahun 2002. Tahun 2005 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan menangah pertama di SMPN 1 Kudus dan dilanjutkan dengan pendidikan di SMAN 1 Kudus hingga tahun 2008.

(12)

DAFTAR ISI

Klasifikasi dan Distribusi Musang ... 4

Anatomi Tubuh ... 5

Perilaku Hidup ... 6

Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Esofagus dan Lambung ... 7

A. Esofagus ... 7

A. Persiapan Organ Pencernaan ... 13

B. Pengamatan Makroanatomi dan Mikroanatomi ... 14

HASIL Morfologi Esofagus dan Lambung Musang Luak ... 16

a.Makroanatomi ... 16

b.Mikroanatomi ... 19

Lapisan Dinding Esofagus dan Lambung Musang Luak ... 19

Distribusi Kelenjar Lambung Musang Luak ... 23

Pengamatan Komposisi Substansi Mukus ... 27

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Data biologis dan reproduksi Paradoxurus hermaphroditus ... 7 2 Hasil pengukuran panjang dan diameter esofagus dari tiga sampel organ esofagus musang luak ... 16 3 Hasil pengukuran kurvatura mayor dan kurvatura minor dari tiga sampel

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Peta distribusi musang luak di Indonesia ... 4

2 Morfologi musang luak (Paradoxurus hermaphroditus) ... 6

3 Skema gambaran gerakan peristaltik dalam esofagus ... 8

4 Skema anatomi lambung ... 12

5 Situs viscerum saluran pencernaan musang luak ... 6 Organ visceral musang luak dalam keadaan lambung kosong tampak dorsal (A) dan dalam keadaan lambung penuh ingesta tampak ventral (B) ... 17

7 Gambaran morfologi lambung musang luak ... 18

8 Gambaran morfologi interior lambung musang luak ... 19

9 Gambaran mikroanatomi dinding esofagus bagian kranial, medial, dan kaudal musang luak ... 21

10 Gambaran mikroanatomi batas antara esofagus dan lambung ... 22

11 Gambaran mikroanatomi dinding lambung musang luak ... 22

12 Gambaran mikroanatomi daerah kelenjar kardia musang luak ... 24

13 Gambaran mikroanatomi daerah kelenjar fundus musang luak ... 25

14 Gambaran mikroanatomi daerah kelenjar pilorus musang luak ... 26

15 Gambaran mikroanatomi batas antara pilorus dan duodenum ... 26

16 Gambaran mikroanatomi hasil pewarnaan AB dan PAS pada esofagus dan substansi mukus kelenjar lambung musang luak ... 28

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Proses Dehidrasi Jaringan ... 40

2 Prosedur Pewarnaan Hematoksilin Eosin ... 41

3 Prosedur Pewarnaan Alcian Blue (AB) pH 2.5 ... 42

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara tropis yang kaya dengan keanekaragaman hayati flora dan fauna. Keanekaragaman flora dan fauna tersebut harus dijaga dan dilestarikan agar tidak punah. Pemanfaatan kekayaan tersebut melalui penelitian dapat bermanfaat tidak saja bagi ilmu pengetahuan, tetapi juga dalam mendukung upaya pelestariannya.

Musang luak (Paradoxurus hermaphroditus) dikenal juga dengan sebutan

toddy cat atau Asian palm civet merupakan salah satu anggota Famili Viverridae

asli Asia Selatan dan Asia Tenggara. International Union for Conservation of

Nature (IUCN) memasukkan spesies ini dalam daftar least concern (Duckworth

et al. 2008). Least concern berarti statusnya belum menjadi perhatian karena

populasinya dianggap masih banyak dan aman dari kepunahan. Selain itu budidaya musang luak sudah banyak dilakukan dan hewan ini tidak dikonsumsi sehingga populasinya masih terjaga. Ada empat spesies musang, yaitu musang luak atau Asian palm civet (Paradoxurus hermaphroditus), musang cokelat Jerdoni (P. jerdoni), musang emas (P. zeylonensis), dan musang palem Mentawai

(P. lignicolor) (Schreiber et al. 1989). Selain keempat jenis tersebut, masih ada

sekitar 65 subspesies di seluruh dunia, termasuk subspesies P. hermaphroditus

rindjanicus dan P. h.sumbanus di Indonesia (Wilson dan Reeder 2005).

(17)

mencerna kulit dan daging buah kopi, sedangkan biji-bijinya dikeluarkan bersama feses. Karena hewan ini membuang feses di berbagai tempat yang dilaluinya, maka secara tidak sengaja ia telah berperan dalam menyebarkan biji yang berguna dalam permudaan hutan (Mudappa et al. 2010, Jothish 2011). Biji kopi yang dihasilkan dari sistem pencernaan musang ini disebut juga kopi luak. Menurut konsumen penikmat kopi, kopi luak mempunyai cita rasa yang enak dan terkenal di seluruh dunia. Kopi luak merupakan kopi termahal di dunia karena harganya dapat mencapai $300/pon (Morganelli 2007).

Selain sebagai penghasil biji kopi termahal di dunia dan agen permudaan hutan, sekresi kelenjar anal musang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri parfum. Manfaat ini menggambarkan bahwa jenis hewan ini sangat multimanfaat dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi (Panggabean 2011).

Saluran pencernaan musang luak menarik untuk diteliti berkaitan dengan kemampuannya memakan buah kopi yang kemudian biji kopi tersebut dikeluarkan kembali bersama feses. Penelitian pada musang luak yang pernah dilaporkan adalah tentang arteri pada jantung musang luak di Thailand (Rung-ruangkijkrai 2006). Beberapa penelitian lainnya lebih banyak melaporkan tentang ekologi musang luak diantaranya adalah penelitian mengenai perbedaan habitat musang luak (Paradoxurus hermaphroditus) dengan musang India (Viverricula indica) di hutan regenerasi terdegradasi Myanmar (Su Su dan Sale 2007) dan penelitian tentang diet musang luak serta perannya dalam penyebaran benih di India (Jothish 2011). Sampai saat ini penelitian mengenai morfologi saluran pencernaan musang luak khususnya morfologi esofagus dan lambung belum pernah dilaporkan.

Tujuan

(18)

3

Manfaat

(19)

Klasifikasi dan Distribusi Musang

Menurut Schreiber et al. (1989), terdapat empat spesies musang dari genus

Paradoxurus, yaitu:

1. Paradoxurus zeylonensis, menyebar terbatas di Sri Lanka.

2. Paradoxurus jerdoni, menyebar terbatas di negara bagian Kerala, India

Selatan.

3. Paradoxurus lignicolor, menyebar terbatas di Kepulauan Mentawai.

4. Paradoxurus hermaphroditus (musang luak), menyebar luas di kawasan

Asia.

Sebagian besar musang luak terdistribusi alami di Asia Tenggara dan Asia Selatan meliputi India, Nepal, Bangladesh, Bhutan, Myanmar, Sri Lanka, Thailand, Singapura, Semenanjung Malaysia, Sabah, Sarawak, Brunei Darussalam, Laos, Kamboja, Vietnam, Filipina, Indonesia (Sumatera, Jawa, Kalimantan), dan Cina Selatan. Wilayah yang telah diintroduksi musang luak di Indonesia meliputi Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Maluku. Keberadaan spesies ini di Papua Nugini belum dapat dipastikan (Duckworth et al. 2008). Peta distribusi musang luak di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Peta distribusi musang luak di Indonesia

= alami =Introduksi (Modifikasi dari IUCN 2011).

(20)

5

Taksonomi musang luak (Paradoxurus hermaphroditus) menurut IUCN (2011) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Carnivora Famili : Viverridae Subfamili : Paradoxurinae Genus : Paradoxurus

Spesies : Paradoxurus hermaphroditus

Nama Umum : Musang luak (Asian palm civet)

Anatomi Tubuh

Musang luak bertubuh sedang berukuran sekitar 54 cm (Jackson 2004) dengan panjang ekor mencapai 48 cm dan berat badan rata-rata 3,5 kg (Baker dan Kelvin 2008). Tubuh musang luak ditutupi rambut berwarna abu-abu sampai cokelat dengan garis berwarna gelap pada punggungnya dan bintik-bintik pada sisinya. Musang luak memiliki tanda khusus yaitu adanya warna putih di daerah wajah yang menyerupai topeng. Tanda ini dapat digunakan untuk membedakan musang luak dengan musang spesies lain. Musang ini memiliki moncong tajam dan gigi yang runcing (Baker dan Kelvin 2008).

Musang luak memiliki kelenjar anal yang terletak di bawah ekornya yang menyerupai testis. Pada spesies lain kelenjar ini hanya berkembang pada musang jantan atau betina saja, sedangkan pada musang luak kelenjar ini berkembang pada jantan dan betina. Oleh sebab itu, nama spesies musang luak adalah

hermaphroditus (Baker dan Kelvin 2008). Musang luak memiliki perilaku

(21)

Gambar 2 Morfologi musang luak (Paradoxurus hermaphroditus) dengan ciri khas adanya warna putih di wajah yang menyerupai topeng.

Perilaku hidup

Musang luak merupakan hewan arboreal yang sebagian besar hidupnya berada di atas pepohonan (Vaughan et al. 2000). Hewan ini memilih pohon tertinggi dan terbesar (>10 m) untuk aktivitasnya seperti beristirahat dan makan (Su Su dan Sale 2007). Musang luak merupakan hewan nokturnal (aktif di malam hari) untuk mencari makan dan beristirahat di siang hari (Joshi et al. 1995; Su Su dan Sale 2007). Habitat musang ini banyak dijumpai mulai dari hutan primer di ketinggian 2.000 meter dpl hingga hutan sekunder, sekitar perkebunan,

dan lingkungan pemukiman yang masih terdapat banyak pepohonan (Vaughan et al. 2000).

(22)

7

Masa dewasa kelamin musang luak adalah sekitar umur 11-12 bulan. Musang ini dapat hidup hingga 22 tahun dan biasanya melahirkan 2-5 anak per siklus masa kebuntingan (Weigl 2005). Musang dapat beranak sepanjang tahun, walaupun terdapat catatan bahwa anak musang lebih sering ditemukan antara bulan Oktober hingga Desember. Biasanya anak-anak musang diletakkan di dalam lubang pohon (Grassman 1998).

Tabel 1. Data biologis dan reproduksi Paradoxurus hermaphroditus (Weigl 2005) Nama Latin Paradoxurus hermaphroditus

Status Konservasi Least concern

Lokasi Asia Masa Kebuntingan + 60 hari Suhu Tubuh + 36,85 0C

Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Esofagus dan Lambung A. Esofagus

Esofagus merupakan saluran muskular yang membawa makanan baik dalam bentuk padat maupun cairan yang telah dimastikasi dalam rongga mulut dari laryngopharynx hingga menuju lambung (Samuelson 2007). Di daerah leher esofagus berjalan di dorsal trakea dan umumnya miring ke arah kiri, kemudian masuk ke rongga thoraks dan berlanjut dalam mediastinum, dorsal basis jantung dan diantara paru-paru. Esofagus memasuki rongga abdominal melalui hiatus esophagus dari diafragma yang merupakan pemisah antara rongga thoraks dan abdominal (Aspinall dan O’Reilly 2004). Esofagus bergabung dengan lambung di dalam rongga abdominal pada daerah kardia (Frandson 1992).

(23)

Gambar 3 Skema gambaran gerakan peristaltik, akibat kontraksi dan relaksasi otot sirkuler dan longitudinal pada dinding esofagus

(sumber: Aspinall dan O’Reilly 2004).

Dinding esofagus memiliki empat lapisan, yaitu mukosa, submukosa, tunika muskularis, dan tunika adventisia. Secara umum lapisan mukosa esofagus tersusun atas tiga lapisan, yaitu lapisan epitel permukaan, lamina propria, dan muskularis mukosa (Telford dan Bridgman 1995; Eurell et al.

2006). Mukosa esofagus dilapisi oleh sel epitel pipih banyak lapis yang pada beberapa hewan mengalami keratinisasi. Epitel ini berfungsi untuk melindungi esofagus dari kerusakan akibat abrasi oleh makanan dan melebarkan lumen untuk meneruskan bolus makanan ke belakang (Aspinall dan O’Reilly 2004). Pada hewan karnivora misalnya anjing dan kucing, lapisan mukosa tidak mengalami keratinisasi. Namun pada hewan ruminansia, babi, dan kuda, umumnya mengalami keratinisasi (Eurell et al. 2006; Samuelson 2007).

(24)

9

transportasi makanan menuju lambung. Kelenjar esofagus dapat ditemukan terbatas di pharyngoesophageal junction seperti pada kucing, kuda, dan ruminansia (Colville dan Bassert 2002) atau di daerah kranial seperti pada babi, sedangkan kelenjar ini pada anjing terletak di sepanjang esofagus (Samuelson 2007).

Tunika muskularis terdiri atas dua lapisan yaitu otot sirkuler di bagian dalam dan otot longitudinal di bagian luar. Secara umum kedua lapisan ini pada esofagus bagian kranial tersusun atas otot skelet dan di bagian kaudal tersusun atas otot polos. Transisi area pada kuda dan kucing dapat ditemukan menjelang akhir dari esofagus. Tunika muskularis pada anjing dan ruminansia tersusun oleh otot skelet yang tidak digantikan oleh otot polos. Di bagian otot polos tunika muskularis terdapat pleksus saraf enterikus dan sel ganglion parasimpatis (pleksus Auerbach) yang terletak diantara lapisan otot sirkuler dan

longitudinal (Samuelson 2007).

Lapisan terluar yang melapisi dinding esofagus adalah tunika adventisia atau serosa. Tunika adventisia melapisi tunika muskularis pada bagian cervical esofagus. Tunika adventisia merupakan jaringan ikat yang mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf. Tunika serosa dapat ditemukan pada rongga thoraks (mediastinal pleura) atau di dekat lambung (visceral peritoneum) (Eurell et al. 2006; Samuelson 2007).

B. Lambung

Lambung mamalia memiliki struktur seperti huruf ‘C’ terbalik dan terletak di sebelah kiri dari kranial abdomen (Aspinall dan O’Reilly 2004). Lambung merupakan pembesaran dari saluran pencernaan yang dapat berdilatasi, mempunyai struktur seperti kantung, dan berfungsi dalam proses pencernaan secara mekanik oleh gerakan peristaltik serta secara kimiawi melalui proses enzimatik dan hidrolisis menjadi komponen yang dapat dicerna (Telford dan Bridgman 1995; Eurell et al. 2006). Bolus makanan dipecah menjadi komponen yang dapat dicerna oleh gastric juice dan bantuan peristaltik untuk proses pencernaan selanjutnya di dalam usus. Gastric juice

(25)

Lambung unggas terbagi atas proventrikulus dan ventrikulus. Proventrikulus mensekresikan HCl dan enzim pencernaan untuk proses kimiawi, serta mukus sebagai pelicin agar makanan mudah dihancurkan dan dilewatkan ke organ berikutnya. Sedangkan ventrikulus berfungsi secara mekanik menggantikan fungsi gigi. Lambung pada ikan, amphibi, dan reptil memiliki bentuk yang sederhana, memanjang, dan asimetri. Fungsi lambung pada hewan tersebut adalah menyimpan, maserasi, dan menghancurkan makanan (Stevens dan Hume 1995).

Dinding lambung memiliki empat lapisan seperti umumnya saluran pencernaan, yaitu mukosa, submukosa, tunika muskularis, dan serosa. Mukosa terbagi atas tiga lapis, yaitu: epitel permukaan, lamina propria, dan muskularis mukosa (Frappier 1998; Eurell et al. 2006). Epitel permukaan tersusun oleh sel epitel silindris sebaris dengan inti berbentuk oval terletak di daerah basal (Trautmann dan Fiebiger 1957). Lamina propria merupakan daerah terdapatnya kelenjar lambung. Secara umum lambung mamalia memiliki tiga daerah kelenjar (Samuelson 2007), yaitu:

1. Kardia

Kardia merupakan zona sempit yang berbatasan dengan

gastroesophageal junction. Menurut Cunningham (1997), kelenjar kardia

memproduksi sekresi mukus dan bermanfaat untuk melindungi mukosa esofagus yang berbatasan dengan daerah kardia dari sekresi asam lambung.

2. Fundus

Fundus umumnya merupakan daerah yang terluas. Kelenjar fundus memiliki sedikitnya empat macam sel (Telford dan Bridgman 1995; Samuelson 2007), yaitu:

a) Sel mukus

(26)

11

dihasilkan berfungsi untuk melindungi mukosa lambung, terutama dari kerusakan oleh asam lambung (HCl) yang disekresikan sel parietal. Sel leher mukus merupakan sel penghasil mukus yang terletak di daerah leher gastric pit. Sel ini berbentuk kubus atau tidak beraturan dengan inti umumnya bulat terletak di basal. Sel ini relatif sedikit jumlahnya dan berada diantara sel parietal di bagian leher kelenjar.

b) Sel chief

Sel chief terdistribusi di basal kelenjar lambung dan mempunyai bentuk sel yang khas. Sitoplasma sel ini bersifat basofil, sebagian besar mitokondria dan granula sekresinya berisi pepsinogen. Pepsinogen merupakan prekursor yang akan diaktifkan oleh HCl menjadi pepsin. Pepsin berfungsi dalam memecah protein menjadi pepton.

c) Sel parietal

Sel-sel parietal berukuran relatif besar berbentuk bulat dengan inti besar terletak di tengah. Semakin ke basal, sel parietal cenderung berbentuk piramidal. Sel ini tersebar pada bagian apikal hingga korpus kelenjar lambung dan memiliki sitoplasma yang bersifat asidofil. Sel ini memiliki ukuran yang lebih besar daripada sel chief dan berfungsi untuk mensekresikan HCl.

d) Sel-sel enteroendokrin

Sel ini berjumlah lebih sedikit, letaknya tersebar menempel di membran basal kelenjar. Sel enteroendokrin memproduksi berbagai hormon pencernaan yang terdapat dalam lambung seperti gastrin, glukagon (enteroglukagon), histamin, serotonin, dan somatostatin. 3. Pilorus

(27)

Gambar 4 Skema anatomi lambung (sumber: Aspinall dan O’Reilly 2004).

Lapisan yang terletak dibawah muskularis mukosa disebut lapisan submukosa. Lapisan submukosa umumnya lebih luas, bersifat fibroelastik, terdiri atas kelenjar, pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf (pleksus Meissner) (Telford dan Bridgman 1995).

Eurell et al. (2006) menyatakan bahwa tunika muskularis pada lambung terdiri atas tiga lapis otot. Lapisan dalam berupa lapisan obliq, lapisan tengah berupa lapisan otot sirkuler, dan lapisan luar berupa lapisan otot longitudinal. Antara lapisan sirkuler dan lapisan longitudinal dipisahkan oleh pleksus saraf myenteric dan sel ganglion parasimpatis (pleksus Auerbach) yang menginervasi kedua lapis otot tersebut.

(28)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai Maret 2012 di Laboratorium Riset Anatomi, Bagian Anatomi Histologi dan Embriologi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat Penelitian

Penelitian ini menggunakan musang luak (Paradoxurus hermaphroditus)

sebanyak tiga ekor yang terdiri atas dua ekor jantan dan satu ekor betina dengan bobot badan 2-2,5 kg. Hewan berasal dari tangkapan masyarakat sekitar kampus FKH IPB.

Bahan yang digunakan adalah xylazine HCl, ketamin, larutan NaCl fisiologis, larutan pengawet Paraformaldehid 4%, alkohol konsentrasi 70%, 80%, 90%, 95%, alkohol absolut, xylol, parafin, akuades, air kran, pewarna hematoksilin-eosin (HE), alcian blue (AB), periodic acid Schiff (PAS), dan Entelan®.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perlengkapan bedah minor, timbangan digital, kain, benang kasur, jangka sorong, penggaris, botol, basket, inkubator untuk embedding, cetakan untuk parafin, blok kayu kecil, mikrotom, object glass, cover glass, label kertas, kotak preparat, mikroskop, dan peralatan fotografi.

Metode Penelitian

A. Persiapan Organ Pencernaan

(29)

cairan yang keluar dari atrium dekstra cukup bening, dilakukan fiksasi secara perfusi dengan larutan paraformaldehid 4%. Penyempurnaan proses fiksasi dilakukan dengan cara menyuntikkan larutan fiksatif ke beberapa bagian organ. Organ esofagus dan lambung kemudian dikeluarkan dari tubuh dan disimpan dalam larutan paraformaldehid 4% selama 3x24 jam. Selanjutnya organ dipindahkan ke dalam larutan alkohol 70% sebagai stopping point

sampai pengamatan selanjutnya.

B. Pengamatan Makroanatomi dan Mikroanatomi

Pengamatan makroanatomi dilakukan setelah proses pengawetan dalam larutan paraformaldehid 4%, meliputi pengamatan bentuk dan pengukuran organ esofagus dan lambung. Pengukuran menggunakan jangka sorong dan benang kasur sebagai alat bantu. Setelah pengamatan dan pengukuran, dilakukan pemotretan organ esofagus dan lambung secara keseluruhan.

Pengamatan mikroanatomi dilakukan dengan pembuatan preparat histologi. Sampel organ diambil dari enam daerah esofagus dan lambung yaitu : esofagus bagian kranial, medial, kaudal yang berbatasan dengan lambung, daerah kurvatura minor fundus, medial korpus, dan daerah perbatasan antara lambung (pilorus) dan usus. Sampel diproses secara rutin histologi diawali dehidrasi di dalam alkohol dengan konsentrasi bertingkat 70%, 80%, 90%, 95%, dan 100%, dilanjutkan dengan proses clearing dengan larutan xylol, infiltrasi parafin cair ke dalam jaringan dan kemudian ditanam dalam parafin (embedding) menjadi blok parafin. Blok parafin dipotong dengan ketebalan 3 µm dan 5 µm dengan mikrotom. Selanjutnya preparat disimpan dalam inkubator dengan suhu 37 °C selama 24 jam untuk penyempurnaan penempelan jaringan pada object glass dan siap untuk diwarnai. Proses pewarnaan didahului dengan proses deparafinisasi dilanjutkan proses rehidrasi yang bertujuan untuk mengembalikan air ke dalam sediaan. Proses tersebut dimulai dari larutan xylol, dilanjutkan dengan larutan alkohol 100%, 95%, 90%, 80%, 70%. Selanjutnya dilakukan proses pewarnaan dengan pewarnaan hematoksilin-eosin (HE), alcian blue (AB),

dan periodic acid Schiff (PAS) (prosedur terlampir). Setelah itu dilakukan

(30)

15

Pengamatan mikroanatomi meliputi pengamatan struktur umum esofagus dan lambung dengan pewarnaan HE. Selain itu dilakukan pengamatan komposisi substansi mukus menggunakan pewarnaan AB dan PAS. Pengamatan struktur umum meliputi bentuk, macam sel, dan distribusi kelenjar serta struktur lapisan dinding esofagus dan lambung. Pengamatan substansi mukus dilakukan untuk mengetahui sifat dan komposisi karbohidrat dari substansi mukus di esofagus dan lambung.

Analisis Hasil

(31)

HASIL

Morfologi Esofagus dan Lambung Musang Luak a. Makroanatomi

Berdasarkan hasil pengamatan situs viscerum, esofagus pada awalnya berjalan di sebelah dorsal trakhea, kemudian di pertengahan daerah leherberbelok ke sisi kiri trakhea. Selanjutnya, di daerah thoraks organ ini kembali ke dorsal. Setelah bifurcatio trachealis, esofagus menembus hiatus esophagus pada diafragma dan bermuara di lambung. Esofagus bermuara ke bagian proksimal lambung sebelah kiri. Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh panjang esofagus rata-rata adalah 17,3 ± 1,92 cm. Hasil pengukuran diameter esofagus menunjukkan bagian kranial memiliki diameter rata-rata sebesar 1,06 ± 0,16 cm, lebih lebar dibandingkan dengan esofagus bagian medial dan kaudal dengan rata-rata berturut-turut adalah 0,72 ± 0,06 dan 0,83 ± 0,15 cm. Pengukuran panjang dan diameter dari tiga sampel organ esofagus musang luak tersebut dapat dilihat dalam Tabel 2. Tabel 2 Hasil pengukuran panjang dan diameter esofagus dari tiga sampel organ

esofagus musang luak

Keterangan : p = panjang d = diameter

Lambung musang luak merupakan lambung tunggal, terletak di bagian anterioventral ruang abdomen sebelah kiri. Letak lambung tertutup oleh hati pada permukaan kranio-ventral. Lambung bagian kranial berbatasan dengan otot diafragma dan di sepanjang kranio-lateral lambung sebelah kiri terdapat organ limpa yang berukuran relatif panjang, sehingga hanya sebagian kecil lambung yang tampak apabila dalam keadaan kosong (Gambar 6).

Sampel Musang Esofagus (cm)

p d kranial d medial d kaudal

A 16,4 0,9 0,65 0,65

B 16 1,06 0,74 0,89

C 19,5 1,23 0,76 0,94

(32)

17

Gambar 5 Situs viscerum saluran pencernaan musang luak.

a. esofagus, b. trakhea, c. paru-paru, d. jantung, e. limpa yang terletak di sepanjang permukaan kranio-lateral lambung, f. hati yang menutupi bagian kranio-ventral lambung, g. lambung, h. usus. Bar = 3 cm.

(33)

Lambung musang memiliki bentuk seperti huruf J dengan ukuran kurvatura minor lebih pendek daripada kurvatura mayor. Hasil pengukuran kurvatura mayor dan kurvatura minor lambung musang luak dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil pengukuran lambung pada musang luak A dan B menunjukkan hasil yang tidak terlalu berbeda jauh. Lambung musang luak A dan B berukuran kecil, berdinding tebal, dan mempunyai lipatan mukosa yang banyak dan keras. Sampel lambung tersebut diambil saat dalam keadaan kosong. Berbeda dengan lambung musang luak C yang memiliki ukuran lambung lebih besar dan berdinding sangat tipis karena pada saat pengambilan sampel, lambung dalam keadaan penuh ingesta (Gambar 8). Lambung musang luak terbagi atas empat daerah, yaitu daerah kardia, fundus, korpus, dan pilorus. Kardia adalah daerah lambung yang sempit dan berbatasan dengan gastroesophageal junction, fundus merupakan bagian yang berbentuk seperti kubah, dan pilorus merupakan bagian paling akhir dari lambung. Tabel 3 Hasil pengukuran kurvatura mayor dan kurvatura minor dari tiga sampel

organ lambung musang luak

Sampel Musang Kurvatura Mayor (cm) Kurvatura Minor (cm)

A 9,35 5,15

B 9,47 5,28

C* 27,4 8,74

Rata-rata 15,4±10,4 6,39±2,04 * Lambung berisi penuh ingesta

Gambar 7 Gambaran morfologi lambung musang luak.

(34)

19

Gambar 8 Gambaran morfologi interior lambung musang luak (A) dalam keadaan kosong yang berdinding tebal dengan permukaan mukosa membentuk banyak lipatan (plica gastrica) dan (B) dalam keadaan penuh ingesta yang berdinding sangat tipis dengan lipatan-lipatan mukosa yang sedikit teramati. Bar = 1 cm.

b. Mikroanatomi

Lapisan Dinding Esofagus dan Lambung Musang Luak

Lapisan dinding esofagus musang luak secara umum sama seperti pada mamalia lainnya yang terdiri atas empat lapisan, yaitu mukosa, submukosa, tunika muskularis, dan tunika adventisia atau serosa (Gambar 9). Seluruh permukaan mukosa esofagus dilapisi oleh epitel pipih banyak lapis yang tidak mengalami keratinisasi. Jaringan ikat yang terletak di bawah lapisan epitel disebut lamina propria yang terdiri atas jaringan ikat kolagen dan jaringan ikat elastis. Lapis muskularis mukosa terdiri atas otot polos dengan arah serabut longitudinal. Muskularis mukosa di bagian kranial esofagus sangat tipis dan tidak selalu terdapat di sepanjang esofagus (diskontinu) yang disayat secara melintang. Bagian medial dan kaudal esofagus memiliki muskularis mukosa lebih tebal dibandingkan dengan bagian kranial dan terdapat di sepanjang mukosa esofagus (Gambar 9). Lapisan muskularis mukosa ini menjadi batas antara lapisan mukosa dengan lapisan submukosa.

(35)

Lapisan submukosa adalah lapisan yang terdapat di profundal lapisan mukosa. Lapisan ini didominasi jaringan ikat longgar dan banyak ditemukan pembuluh darah (arteri dan vena) dan saraf. Kelenjar esofagus tidak ditemukan di sepanjang esofagus musang luak.

Tunika muskularis musang luak tersusun atas lapisan otot yang tebal. Tunika muskularis terdiri atas dua lapisan yaitu otot sirkuler di bagian dalam dan otot longitudinal di bagian luar. Semakin ke kaudal kedua lapisan tersebut semakin menebal. Gambaran mikroanatomi esofagus musang luak memperlihatkan tunika muskularis memiliki lapisan otot longitudinal yang lebih tipis dibandingkan dengan lapisan otot sirkulernya. Kedua lapisan ini pada esofagus bagian kranial dan medial tersusun atas otot bergaris melintang. Sedangkan pada bagian kaudal, tersusun oleh otot polos (Gambar 9). Lapisan terluar dari esofagus bagian kranial (daerah cervical) berupa jaringan ikat yang disebut tunika adventisia, sedangkan di bagian kaudal (daerah thoraks dan abdomen) lapisan tersebut merupakan mesothelium atau tunika serosa.

Perbatasan antara esofagus dan lambung secara mikroskopis ditandai dengan adanya perubahan epitel dari epitel pipih banyak lapis menjadi epitel silindris sebaris (Gambar 10). Dinding lambung musang luak memiliki empat lapisan, yaitu mukosa, submukosa, tunika muskularis, dan tunika serosa (Gambar 11). Seluruh permukaan mukosa lambung dilapisi oleh epitel silindris sebaris. Kelenjar lambung terdapat dalam lamina propia dan pada bagian profundalnya terdapat lamina muskularis mukosa yang cukup tebal dan menjadi batas dengan lapisan submukosa.

(36)

21

Gambar 9 Gambaran mikroanatomi dinding esofagus musang luak yang tersusun atas (Mu) mukosa, (SM) submukosa, (TM) tunika muskularis, dan (TA) tunika adventisia atau serosa. A. esofagus bagian kranial dengan muskularis mukosa yang tipis dan diskontinu, B. esofagus bagian medial, dan C. bagian kaudal dengan muskularis mukosa yang lebih tebal dibandingkan dengan bagian kranial.

(37)

Gambar 10 Gambaran mikroanatomi batas antara esofagus dan lambung.

() batas esofagus dan lambung, (a) epitel pipih banyak lapis, (b) epitel silindris sebaris. Pewarnaan HE, Bar = 150 µm.

Gambar 11 Gambaran mikroanatomi dinding lambung musang luak yang tersusun atas (Mu) mukosa, (SM) submukosa, (TM) tunika muskularis, dan (Se) tunika serosa. Pewarnaan HE, Bar = 150 µm.

a b

Mu

SM

TM

(38)

23

Distribusi Kelenjar Lambung Musang Luak

Musang luak memiliki daerah kardia yang sempit, kelenjarnya pendek dan lurus. Epitel permukaan disusun oleh sel epitel silindris sebaris dan membentuk lekukan yang disebut gastric pit. Daerah kelenjar kardia berupa kelenjar tubular sederhana, dengan sel berbentuk kuboid, dan inti terletak di basal. Beberapa sel parietal mulai ditemukan pada daerah peralihan, yaitu batas antara daerah kardia dan daerah fundus (Gambar 12).

Daerah kelenjar fundus menempati sebagian besar daerah lambung. Daerah ini ditandai dengan mulai ditemukannya sel-sel utama (sel chief). Kelenjar fundus berbentuk tubular sederhana atau bercabang yang terbentang di lamina propia hingga batas lapisan muskularis mukosa. Daerah kelenjar fundus musang luak ditemukan adanya empat tipe sel, yaitu sel mukus permukaan, sel leher mukus, sel parietal, dan sel chief. Sel mukus permukaan ditemukan menutupi seluruh permukaan mukosa lambung. Sel leher mukus berjumlah relatif sedikit dan terletak di bagian gastric pit. Di daerah basal kelenjar terdapat sel dengan sitoplasma bergranula dan bersifat basofil serta memiliki inti terletak di tepi. Sel tersebut merupakan sel chief yang memproduksi enzim prekursor yang disebut juga dengan pepsinogen. Sel parietal ditemukan dalam jumlah besar dan terdistribusi pada bagian apikal hingga basal kelenjar. Semakin ke basal jumlah sel parietal semakin berkurang. Sel ini berukuran lebih besar daripada sel chief, berbentuk bulat dengan inti besar terletak di tengah, dan memiliki sitoplasma yang bersifat asidofil (Gambar 13).

(39)

Gambar 12 Gambaran mikroanatomi daerah kelenjar kardia musang luak yang sempit dengan sel kelenjar berbentuk kuboid dan inti () terletak di basal. Beberapa sel parietal ( ) mulai ditemukan pada daerah peralihan antara kardia dan fundus, (a) lamina propria, (b) muskularis mukosa. Pewarnaan HE, Bar A = 50 µm, A’ = 10 µm.

A’

a

(40)

25

Gambar 13 Gambaran mikroanatomi daerah kelenjar fundus musang luak dan sel-sel penyusun kelenjar fundus yang terdiri atas (a) sel-sel mukus permukaan, (b) sel leher mukus, (c) sel chief yang terdistribusi di basal kelenjar, dan (d) sel parietal yang terdistribusi dari apikal hingga basal kelenjar. Pewarnaan HE, Bar A = 50 µm, Bar A’ = 10 µm.

a

b

c

d

A

(41)

Gambar 14 Gambaran mikroanatomi daerah kelenjar pilorus musang luak.

a. gastric pit, b. lamina propria, c. kelenjar pilorus.

Pewarnaan HE, Bar = 50 µm.

Gambar 15 Gambaran mikroanatomi batas antara pilorus dan duodenum (A) dan

sphincter pilorus yang berupa penebalan otot tunika muskularis (B).

a. kelenjar pilorus, b. vili usus, c. muskularis mukosa, d. kelenjar Brunner, e. submukosa, f. tunika muskularis.

Pilo = pilorus, Duo = duodenum. Pewarnaan HE, Bar = 150 µm

a b

c

a Pilo

Duo b

c

c

d

e

e

f

(42)

27

Pengamatan Komposisi Substansi Mukus

Hasil pewarnaan alcian blue (AB) pH 2,5 dan periodic acid Schiff (PAS) memperlihatkan intensitas warna biru dan merah magenta yang lemah hingga kuat pada esofagus dan lambung musang luak dapat dilihat pada Tabel 4. Pada pewarnaan AB, sel-sel epitel mukosa esofagus menunjukkan hasil reaksi negatif. Sel-sel mukus dan sel-sel leher sepanjang permukaan mukosa lambung menunjukkan hasil reaksi positif terhadap pewarnaan AB yang ditunjukkan dengan warna biru pada sel-sel dan lumen kelenjar. Daerah kelenjar kardia, sel-sel kelenjar, dan lumen kelenjar menunjukkan intensitas warna kuat hingga lemah. Sel epitel mukosa kelenjar fundus menunjukkan intensitas warna yang kuat. Intensitas warna pada lumen kelenjar semakin rendah pada kelenjar yang terletak semakin ke bagian basal. Daerah kelenjar pilorus, sel-sel kelenjar, dan lumen kelenjar menunjukkan intensitas warna yang lemah terhadap AB.

Pada pewarnaan PAS terlihat bahwa epitel mukosa esofagus menunjukkan hasil reaksi positif dengan intensitas warna lemah. Sel-sel mukus dan sel-sel leher sepanjang permukaan mukosa lambung menunjukkan hasil reaksi positif terhadap pewarnaan PAS yang ditunjukkan dengan warna merah magenta pada sel-sel dan lumen kelenjar. Daerah kelenjar kardia, sel-sel, dan lumen kelenjar menunjukkan intensitas warna antara sedang hingga kuat. Daerah kelenjar fundus, sel-sel, dan lumen kelenjar menunjukkan reaksi lemah sampai kuat, dan daerah awal kelenjar pilorus menunjukkan reaksi yang kuat terhadap PAS. Intensitas warna semakin lemah ditunjukkan pada perbatasan antara daerah akhir kelenjar pilorus dan duodenum.

Tabel 4 Hasil pewarnaan AB dan PAS pada esofagus dan lambung musang luak

(43)

Gambar 16 Gambaran mikroanatomi hasil pewarnaan AB dan PAS pada esofagus dan substansi mukus kelenjar lambung musang luak. (A) esofagus, (B) kardia, (C) fundus, (D) pilorus. Bar = 50 µm.

Anak panah: a . intensitas warna biru kuat a’. intensitas warna biru lemah

b . intensitas warna merah magenta kuat b’. intensitas warna merah magenta lemah

PAS

b’

PAS b

A A

AB PAS

a

AB

B B

C C

D D

a’

AB PAS b’

(44)

29

PEMBAHASAN

Esofagus musang luak pada awalnya berjalan di sebelah dorsal trakhea, kemudian di pertengahan daerah leher (pars cervical) berbelok ke sisi kiri trakhea. Selanjutnya, di daerah thoraks (pars thoracal) organ ini kembali ke dorsal. Setelah

bifurcatio trachealis, esofagus kemudian menembus hiatus esophagus pada

diafragma dan bermuara di lambung (pars abdominal). Kondisi ini mirip dengan posisi esofagus pada ruminansia, kuda, dan babi, tetapi berbeda pada karnivora (Getty 1975). Esofagus pada karnivora berjalan di sepanjang dorsal trakhea sampai

bifurcatio trachealis, selanjutnya esofagus menembus hiatus esophagus pada

diafragma dan bermuara di lambung.

(45)

Pergerakan makanan dalam esofagus menuju lambung disebabkan oleh adanya gerakan peristaltik akibat kontraksi dua lapisan otot pada tunika muskularis (Colville dan Bassert 2002). Musang luak memiliki tunika muskularis yang tebal. Tunika muskularis esofagus pars cervical sampai thoracal bagian proksimal disusun oleh otot bergaris melintang. Tunika muskularis pars thoracal bagian distalis yang berbatasan dengan lambung disusun oleh otot polos. Gambaran ini mirip dengan kucing, primata, dan kuda, tetapi berbeda dengan anjing dan ruminansia. Pada anjing dan ruminansia tunika muskularis hanya disusun oleh otot bergaris melintang yang diinervasi oleh sistem saraf somatik dan berada di bawah kontrol kesadaran. Sedangkan otot polos berada di bawah kontrol langsung oleh sistem saraf enterikus dan kontrol tidak langsung oleh sistem saraf otonom (Stevens dan Hume 1995; Cunningham 2002; Samuelson 2007).

Buah kopi yang menjadi makanan musang luak terdiri atas kulit dan biji. Kulit buah kopi memiliki tiga lapisan utama, yaitu kulit luar (exocarp), daging buah

(mesocarp), dan kulit tanduk (endocarp). Sedangkan biji buah kopi terdiri atas dua

bagian yaitu kulit ari dan putih lembaga (endosperma) (AAK 1988). Musang luak yang memakan buah kopi pada awalnya menggigiti kulit dan daging buahnya, setelah buah terkupas musang luak menelannya secara langsung tanpa dikunyah. Oleh karena itu, biji kopi yang keras masih tetap utuh di dalam saluran cerna. Lapisan tunika muskularis yang tebal pada esofagus musang luak diduga merupakan kompensasi dari tidak adanya kelenjar esofagus dan berfungsi untuk menggerakkan makanan menuju lambung.

(46)

31

berbeda. Regio proksimal lambung berfungsi sebagai tempat penyimpanan makanan untuk menunggu proses pencernaan lebih lanjut dalam distal lambung. Regio distal berfungsi dalam memecah makanan menjadi partikel-partikel kecil untuk proses absorbsi selanjutnya di dalam usus. Lambung bagian proksimal dapat berdilatasi dan menerima makanan dalam jumlah besar akibat adanya relaksasi otot saat makanan masuk ke dalam lambung. Saat lambung dalam keadaan kosong, ketegangan dinding proksimal lambung sedikit meningkat sehingga mendorong makanan ke bagian distal lambung yang selanjutnya akan ditransportasikan ke duodenum.

Lambung musang luak terbagi atas empat daerah, yaitu daerah kardia, fundus, korpus, dan pilorus. Kardia adalah daerah lambung yang sempit dan berbatasan dengan gastroesophageal junction, fundus merupakan bagian yang berbentuk seperti kubah, dan pilorus merupakan bagian paling akhir dari lambung. Secara mikroanatomi dinding lambung musang luak memiliki struktur umum sama seperti lambung mamalia lainnya. Dinding lambung memiliki empat lapisan seperti umumnya saluran pencernaan, yaitu mukosa, submukosa, tunika muskularis, dan serosa (Samuelson 2007; Telford dan Bridgman 1995). Seluruh permukaan mukosa lambung musang luak dilapisi oleh sel epitel silindris sebaris. Epitel permukaan ini akan beregenerasi bila mengalami kerusakan (Eurell et al. 2006).

Distribusi Kelenjar Lambung Musang Luak

(47)

Musang luak memiliki daerah kelenjar fundus yang menempati sebagian besar daerah lambung. Menurut Eurell et al. (2006), daerah kelenjar fundus pada karnivora mencapai lebih dari setengah mukosa lambung. Daerah ini ditandai dengan ditemukannya sel utama, sel parietal, sel leher, dan sel mukus permukaan. Ditemukannya sel parietal dalam jumlah besar dan terdistribusi mulai dari apikal sampai basal kelenjar, menunjukkan besarnya peranan HCl pada lambung musang luak. Kondisi banyaknya sel parietal dalam lambung musang luak dapat menyebabkan suasana lambung menjadi sangat asam karena besarnya produksi HCl yang dihasilkan. Asam khlorida (HCl) berfungsi untuk mengaktifkan enzim-enzim proteolitik yang dihasilkan oleh sel-sel utama dan berperan sebagai antiseptik, bakterisidal, dan hidrolisis sukrosa (Trautmann dan Fiebiger 1957). Hal ini sejalan dengan pernyataan Marcone (2004) bahwa biji kopi luak memiliki total protein yang rendah sehingga mengindikasikan selama proses pencernaan terdapat pemecahan protein dalam biji kopi oleh enzim-enzim proteolitik. Distribusi sel leher musang luak di bagian leher gastric pit sama dengan mamalia pada umumnya. Sel mukus permukaan terdistribusi menutupi seluruh permukaan mukosa lambung. Mukus yang dihasilkan berfungsi untuk melindungi mukosa lambung dan mengurangi aktivitas autodigesti dari kerusakan mukosa lambung, terutama dari kerusakan oleh HCl yang disekresikan sel parietal (Samuelson 2007).

Kelenjar pilorus berbentuk tubulus bercabang dan permukaan mukosanya memiliki gastric pit yang dalam. Penebalan otot yang membentuk sphincter

(48)

33

Menurut Guyton (1994), sekresi pada saluran pencernaan merupakan respon terhadap keberadaan makanan di dalam saluran pencernaan. Mukus adalah sekresi kental yang terutama terdiri atas air, elektrolit, dan campuran dari beberapa glikoprotein. Glikoprotein tersebut terdiri atas sejumlah besar polisakarida yang berikatan dengan protein dalam jumlah kecil.

Komposisi substansi mukus pada suatu organ dapat dilihat dengan menggunakan metode pewarnaan AB dan PAS. Pewarnaan tersebut merupakan metode pilihan yang berfungsi untuk mendeteksi karbohidrat asam dan netral dalam suatu sel atau jaringan (Kiernan 1990). Karbohidrat tersebar di dalam jaringan tubuh. Senyawa ini terutama ditemukan dipermukaan sel, di dalam sitoplasma (bergantung pada aktivitas fungsional sel), dan matriks ekstrasel. Sekitar tujuh jenis karbohidrat yang dapat dijumpai pada mamalia seperti: mannosyl, glucosyl, galactosyl, fucosyl, acetylgalactosyl, sialic acid, dan acetylglucosaminyl

(Leathem 1986). Bancroft (1967) menyatakan bahwa komposisi substansi mukus terdiri atas karbohidrat komplek. Karbohidrat komplek disebut juga dengan polisakarida atau glikokonjugat, dapat berikatan dengan protein (dalam bentuk proteoglikan dan glikoprotein), dan dengan lemak (dalam bentuk glikolipid). Glikokonjugat berperan penting dalam proses sel seperti maturasi, diferensiasi, dan interaksi antar sel (Kurohmaru et al. 1995). Karbohidrat komplek terbagi menjadi dua yaitu karbohidrat asam dan karbohidrat netral. Perbedaan antara karbohidrat asam dan karbohidrat netral yaitu terletak pada ada tidaknya gugus asam. Gugus asam terdapat pada kelompok karbohidrat asam, sedangkan karbohidrat netral tidak memiliki gugus tersebut. Bancroft dan Stevens (1982) membagi karbohidrat menjadi dua bagian yaitu glikogen dan mucins (sama dengan mukopolisakarida, mukosubstan, dan glikokonjugat).

(49)

positif pada pewarnaan AB menunjukkan bahwa mukus yang dihasilkan oleh kelenjar lambung mengandung mukopolisakarida asam. Mukopolisakarida asam diduga berperan penting dalam perlawanan invasi patogen potensial (Suprasert et al. 1999).

(50)

35

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Musang luak tidak memiliki kelenjar esofagus. Daerah kelenjar fundus terdapat sel-sel parietal dalam jumlah besar yang menunjukkan besarnya peranan HCl pada lambung musang luak. Daerah epitel permukaan esofagus hanya mengandung karbohidrat netral. Sedangkan pada permukaan mukosa dan kelenjar lambung musang luak mengandung mukopolisakarida asam dan netral. Karakteristik morfologi esofagus dan lambung musang luak diduga berhubungan dengan jenis pakan dan aktivitas pencernaannya.

Saran

(51)

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1988. Budidaya Tanaman Kopi. Yogyakarta: Kanisius.

Aspinall V, O’Reilly M. 2004. Introduction to Veterinary Anatomy and

Physiology. Philadelphia:Butterworth-Heinemann.

Baker N, Kelvin L. 2008. Wild Animals of Singapore: A Photographic Guide to

Mammals, Reptiles, Amphibians, and Freshwater Fishes. Singapura:

Vertebrate Study Group, Nature Society.

Bancroft JD. 1967. An introduction to Histochemical Technique. New York: Appleton Century-Crofts.

Bancroft JD, Stevens A. 1982. Theory and Practice of Histological Techniques.

Edinburgh: Churchill livingstones.

Beveleander G, Ramaley JA.1988. Dasar-dasar Histologi. Ed ke-8. Penerjemah: Wisnu Gunarso. Jakarta: Erlangga.

Boyd DD, Carney CN, Powell DW. 1980. Neurohumoral control of esophageal epithelial electrolyte transport. J Am Phys Society 239 (1): 5-11

Colville TP, Bassert JM. 2002. Clinical Anatomy and Physiology for Veterinary

Technicians. Missouri: Mosby Inc.

Cunningham JG. 2002. Textbook of Veterinary Physiology. Ed ke-3. Philadelphia: Saunders.

Duckworth JW, Widmann P, Custodio C, Gonzales JC, Jennings A, Veron G. 2008. Paradoxurus hermaphroditus. IUCN Red List of Threatened Species.

Version 2010.4. International Union for Conservation of Nature.

Eurell JAC, Frappier BL, Dellmann HD. 2006. Dellmann’s Textbook of

Veterinary Histology. Eurell JAC, Frappier BL, editor. Ed ke-6. Iowa:

Blackwell Publishing.

Forman GL. 1990. Comparative macro- and micro- anatomy of stomach of macroglossine bats (Megachiroptera : Pteropodidae). J Mammal 71(4): 555-565

Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Ed ke-4. Srigandono B, Praseno K, penerjemah. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Terjemahan dari: Anatomy and Physiology of Farm Animals.

Frappier B. 1998. Digestive System Edisi ke-5. Philadelphia: Lippincott William and Wilkins.

Getty R. 1975. Sisson and Grossman, The Anatomy of the Domestic Animals. Ed. Ke-5. Philadelphia: WB Saunders Company.

Grassman LI. 1998. Movements and fruit selection of two Paradoxurinae species in a dry evergreen forest in Southern Thailand. Small Carnivore

(52)

37

Guyton AC, Hall JE. 1994. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

[IUCN] International Union for the Conservation of Nature. 2011. IUCN Red List of Threatened Species. Versi 2011.2 [terhubung berkala]. http://www.iucnredlist.org (5 Mei 2012).

Jackson T. 2004. Animals of Asia and Australia. London: Southwater (Anness Publishing Company).

Joshi A, Smith J, Cuthbert FJ. 1995. Influences of food distribution and predation pressures on spacing behavior in palm civets. J Mammal 76 (4): 1205-1212. Jothish PS. 2011.  Diet of the common palm civet Paradoxurus hermaphroditus in

a rural habitat in Kerala, India, and its possible role in seed dispersal. Small

Carnivore Conservation 45: 14-17.

Junquieira LCC, Contopoulas. 1977. Basic Histology. Ed ke-2. California: Lange Medical Publication.

Kiernan JA. 1990. Histological and Histochemical Methods: Theory and

Practice. New York: Pergamon Press.

Kurohmaru M, Kobayashi H, Kanai Y, Hattori S, Nishida T, Hayashi Y. 1995. Distribution of lectin-binding in the testes of the musk shrew. Suncus

murinus J Anatomy 183: 323-329.

Leathem A. 1986. Lectin Histochemistry. Polak JM, Norden, editor. Immunocytochemistry Modern Method and Applications. Bristol: Wright. Marcone M. 2004. New research explains structure, taste of Kopi Luwak coffee

[terhubung berkala]. http://www.uoguelph.ca/news/archives/005780.html [15 Agustus 2012].

Morganelli A. 2007. The Biography of Coffee. Canada: Crabtree Publishing Company.

Mudappa D, Kumar A, Chellam R. 2010. Diet and fruit choice of the Brown Palm Civet Paradoxurus jerdoni, a viverrid endemic to the Western Ghats rainforest, India. Tropical Conservation Science 3: 282-300.

Novelina S. 2003. Studi morfologi saluran pencernaan burung walet sarang putih

(Collocalia fuciphaga). [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut

Pertanian Bogor.

O’Malley B. 2005. Clinical Anatomy and Physiology of Exotic Species: Structure

and Function of Mammals, Birds, Reptiles, and Amphibians. London, UK:

Elsevier Saunders.

Panggabean E. 2011. Menggeruk Untung dari Bisnis Kopi Luwak. Jakarta: AgroMedia Pustaka.

Rozhnov VV, Rozhnov YV. 2003. Roles of different types of excretions in mediated communication by scent marks of the common palm civet,

Paradoxurus hermaphroditus Pallas, 1777 (Mammalia, Carnivora). Biology

(53)

Rung-raungkijkrai T, Klomkleaw W, Prachammuang P. 2006. Arteries of the heart of a common palm civet (Paradoxurus hermaphroditus). Di dalam: Banlunara W et al., editor. Emerging Infectious Disease in Asian Wildlife

Mediccine and Pathology. Proceedings of AZWMP 2006 (the2nd symposium

of the Asian Zoo and Wildllife Medicine and the 1st Workshop on the Asian

Zoo and Wildlife Pathology); Faculty of Veterinary Science Chulalongkorn

University, 26-29 Oktober. Bangkok: Tiransar Press.

Samuelson D A. 2007. Textbook of Veterinary Histology. Philadelphia: Saunders. Schreiber A, Wirth R, Riffel M, Rompaey HV. 1989. Weasels, Civets,

Mongooses, and their Relatives An Action Plan for the Conservation of

Mustelids and Viverrids. Switzerland: International Union for Conservation

of Nature and Natural Resources.

Stevens CE, Hume ID. 1995. Comparative Physiology of the Vertebrate Digestive

system. Ed ke-2. New York: Cambridge University Press.

Suprasert A, Pongchairerk U, Pongket P, Nishida T. 1999. Lectin histochemical characterization of glycoconjugates present in abomasal epithelium of the goat. Kasetsart J (Nat. Sci.) 33: 234-242

Su Su, Sale J. 2007. Niche differentiation between common palm civet

Paradoxurus hermaphroditus and small indian civet Viverricula indica in

regenerating degraded forest, Myanmar. Small Carnivore Conservation 36: 30-34.

Telford IR, Bridgman CF. 1995. Introduction to Functional Hystology. Ed ke-2. New York: Harper Collins College.

Trautmann A, Fiebiger J. 1957. Fundamentals of The Histology of Domestic

Animals. Ithaca: Comstock Publishing Assosiates.

Ulfa M. 2001. Studi histokimia lektin pada distribusi glikokonjugat kelenjar Brunner tupai (Tupaia glis) [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.

Vaughan TA, Ryan JM, dan Czaplewski NJ. 2000. Mammalogy. 4th ed. USA: Thomson Learning.

Wilson DE, Reeder DM. 2005. Mammal Species of the World : a Taxonomic and

Geoghrapic Reference. Maryland: John Hopkins University.

Weigl R. 2005. Longevity of Mammals in Captivity; from the Living Collections of

(54)

39

(55)

Lampiran 1

Proses Dehidrasi Jaringan

Dehidrasi jaringan dilakukan untuk mengikat seluruh cairan dalam jaringan, baik cairan interstisial maupun cairan intrasel sebelum dilakukan penanaman jaringan. Adapun proses dehidrasi adalah sebagai berikut:

1. Preparat yang telah disimpan di dalam basket direndam dalam alkohol 100% I, II, III, dan alkohol 95% masing-masing selama 24 jam.

2. Proses perendaman dilanjutkan dengan alkohol 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 12 jam.

3. Setelah proses dehidrasi, dilakukan clearing, yaitu perendaman jaringan di dalam larutan xylol I, II, dan III. Perendaman jaringan dalam larutan xylol I dan II dilakukan masing-masing selama 12 jam, sedangkan perendaman dalam larutan xylol III dilakukan selama 6 jam, dengan 2 jam berada di inkubator suhu 62 ºC.

(56)

41

Lampiran 2

Prosedur Pewarnaan Hematoksilin Eosin

Pewarnaan Haematoksilin Eosin merupakan pewarnaan standar untuk mengetahui struktur umum sel maupun jaringan dalam suatu organ. Tahapan pewarnaan Haematoksilin Eosin adalah sebagai berikut:

1. Proses deparafinisasi dengan menggunakan larutan xylol I, II, dan III masing-masing selama 3-5 menit.

2. Proses rehidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat konsentrasi 100% (III, II, dan I), 96%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 3-5 menit.

3. Preparat direndam dalam air keran selama 10 menit kemudian dibersihkan dengan cara direndam dalam aquadest selama 5 menit. 4. Preparat diwarnai dengan haematoksilin selama 30-45 detik kemudian

direndam di dalam air keran selama beberapa saat.

5. Warna yang dihasilkan dikrontrol di bawah mikroskop. Jika warna ungu yang dihasilkan kurang kontras, maka preparat dicelupkan kembali ke dalam pewarna haematoksilin selama 3-5 detik. Namun jika warnanya terlalu ungu maka preparat dapat dicelupkan dalam pemucat haematoksilin 1-2 kali (0.5% HCl dalam 70% alkohol).

6. Preparat kembali direndam di dalam air keran selama 10 menit lalu direndam di dalam aquadest selama 5 menit.

7. Preparat diwarnai dengan eosin selama 30-45 detik.

8. Preparat di dehidrasi dengan alkohol bertingkat dimulai dengan konsentrasi 70%, 80%, 90%, 96%, dan 100% (I, II, dan III) masing-masing 2-4 kali celup.

9. Preparat dijernihkan dengan larutan xylol I, II, dan III masing-masing selama 5 menit.

10.Proses mounting dilakukan dengan penutupan preparat dengan cover

glass menggunakan entelan®.

(57)

Lampiran 3

Prosedur Pewarnaan Alcian Blue (AB) pH 2.5

Pewarna AB bertujuan untuk mendeteksi adanya karbohidrat asam pada jaringan. Pewarna AB dengan pH 2.5 dapat mewarnai mukosubstan sulfat dan nonsulfat (Hamny 2006). Menurut Kiernan (1990) prosedur pewarnaan AB adalah sebagai berikut:

1. Proses deparafinisasi dengan menggunakan larutan xylol I, II, dan III masing-masing selama 3-5 menit.

2. Proses rehidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat konsentrasi 100% (III, II, dan I), 96%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 3-5 menit.

3. Preparat direndam dalam air keran selama 10 menit kemudian dibersihkan dengan cara direndam dalam aquadest selama 5 menit. 4. Penurunan pH dengan merendamkan preparat ke dalam larutan asam

asetat 3% pada suhu kamar selama 5 menit.

5. Preparat diwarnai dengan alcian blue pH 2.5 selama 30 menit.

6. Preparat dicuci dengan asam asetat 3% pada suhu kamar selama 3x @ 5 menit, lalu dibilas dengan aquadest selama 3x @ 5 menit.

7. Preparat dicelupkan dalam counterstain (nuclear fast red). Intensitas warna dikontrol di bawah mikroskop.

8. Preparat dicuci dengan aquadest pada suhu kamar selama 3x @ 5 menit.

9. Preparat didehidrasi dan clearing pada rak khusus pewarnaan AB-PAS serta mounting sesuai dengan prosedur biasa.

(58)

43

Lampiran 4

Prosedur Pewarnaan Periodic Acid Schiff (PAS)

Pewarnaan PAS diguanakan untuk mendeteksi karbohidrat netral, gula heksosa, dan asam sialit. Prosedur pewarnaan PAS adalah sebagai berikut:

1. Proses deparafinisasi dengan menggunakan larutan xylol I, II, dan III masing-masing selama 3-5 menit.

2. Proses rehidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat konsentrasi 100% (III, II, dan I), 96%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 3-5 menit.

3. Preparat direndam dalam air keran selama 10 menit kemudian dibersihkan dengan cara direndam dalam aquadest selama 5 menit. 4. Preparat dioksidasi di dalam larutan 0.5-1 periodic acid selama 5 menit

pada suhu kamar. Kemudian dibilas dengan aquadest selama 5 menit dan aquabidest selama 2x @ 5 menit.

5. Preparat direndam di dalam Schiff’s reagen selama 15-30 menit.

6. Preparat direndam dalam air sulfit selama 3x @ 5 menit dan kemudian dibilas dengan aquadest selama 3x @ 5 menit.

7. Preparat dicelupkan dalam counterstain (mayer hematoksilin). Intensitas warna dikontrol di bawah mikroskop.

8. Preparat dicuci dengan air mengalir selama 10-60 menit lalu dibilas dengan aquadest selama 2x @ menit.

9. Preparat didehidrasi dan clearing pada rak khusus pewarnaan AB-PAS serta mounting sesuai dengan prosedur biasa.

(59)

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara tropis yang kaya dengan keanekaragaman hayati flora dan fauna. Keanekaragaman flora dan fauna tersebut harus dijaga dan dilestarikan agar tidak punah. Pemanfaatan kekayaan tersebut melalui penelitian dapat bermanfaat tidak saja bagi ilmu pengetahuan, tetapi juga dalam mendukung upaya pelestariannya.

Musang luak (Paradoxurus hermaphroditus) dikenal juga dengan sebutan

toddy cat atau Asian palm civet merupakan salah satu anggota Famili Viverridae

asli Asia Selatan dan Asia Tenggara. International Union for Conservation of

Nature (IUCN) memasukkan spesies ini dalam daftar least concern (Duckworth

et al. 2008). Least concern berarti statusnya belum menjadi perhatian karena

populasinya dianggap masih banyak dan aman dari kepunahan. Selain itu budidaya musang luak sudah banyak dilakukan dan hewan ini tidak dikonsumsi sehingga populasinya masih terjaga. Ada empat spesies musang, yaitu musang luak atau Asian palm civet (Paradoxurus hermaphroditus), musang cokelat Jerdoni (P. jerdoni), musang emas (P. zeylonensis), dan musang palem Mentawai

(P. lignicolor) (Schreiber et al. 1989). Selain keempat jenis tersebut, masih ada

sekitar 65 subspesies di seluruh dunia, termasuk subspesies P. hermaphroditus

rindjanicus dan P. h.sumbanus di Indonesia (Wilson dan Reeder 2005).

Gambar

Gambar 1  Peta distribusi musang luak di Indonesia
Gambar 2  Morfologi musang luak (Paradoxurus hermaphroditus) dengan ciri
Gambar 3  Skema gambaran gerakan peristaltik, akibat kontraksi dan relaksasi otot sirkuler dan longitudinal pada dinding esofagus   (sumber: Aspinall dan O’Reilly 2004)
Gambar 4  Skema anatomi lambung (sumber: Aspinall dan  O’Reilly 2004).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gizzard burung serak jawa berbentuk menyerupai kubus, dengan lapisan mukosa dan lapisan otot yang tebal serta terdapat penebalan lapisan otot sirkuler yang tidak

Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi berjudul “ Morfologi Pankreas Musang Luak ( Paradoxurus hermaphroditus ) dengan Tinjauan Khusus pada Distribusi dan Frekuensi

Hasil ini memberikan gambaran bahwa asinar mukus mengandung karbohidrat asam dan merupakan salah satu sumber karbohidrat asam pada air ludah musang luak, hal

Kelenjar lambung bandikut (Cg= Di daerah kardia, Eso= Esofagus, Fd= Fundus, Py= Pilorus: Berbatasan dengan duodenum, Duo= Duodenum: Menghasilkan mukopolisakarida yang

Posisi ostium kantung anal musang luak berada di dorsolateral zona kutaneus anal kanal, berbeda dengan ostium kantung anal pada hewan anjing dan kucing yang terletak

Seperti pada daerah kardia, kelenjar pilorus disusun oleh sel-sel kuboidal yang berfungsi menghasil- kan mukus untuk melindungi mukosa usus dari asam lambung serta

oleh tunika muskularis yang terdiri dari otot polos melingkar di bagian dalam dan otot polos longitudinal di bagian luar (Dellmann dan Eurell 1998). Tunika muskularis dibungkus