• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Keberadaan Vegetasi Mangrove Berpengaruh Terhadap Produksi Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Tambak Silvofishery di Desa Tanjung Ibus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Keberadaan Vegetasi Mangrove Berpengaruh Terhadap Produksi Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Tambak Silvofishery di Desa Tanjung Ibus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KEBERADAAN VEGETASI MANGROVE TERHADAP

PRODUKSI IKAN BANDENG (Chanos chanos) PADA TAMBAK

SILVOFISHERY DI DESA TANJUNG IBUS KECAMATAN

SECANGGANG KABUPATEN LANGKAT

Aufa Ryanda

090302077

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

PENGARUH KEBERADAAN VEGETASI MANGROVE TERHADAP

PRODUKSI IKAN BANDENG (Chanos chanos) PADA TAMBAK

SILVOFISHERY DI DESA TANJUNG IBUS KECAMATAN

SECANGGANG KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

AUFA RYANDA

090302077

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

PENGARUH KEBERADAAN VEGETASI MANGROVE TERHADAP

PRODUKSI IKAN BANDENG (Chanos chanos) PADA TAMBAK

SILVOFISHERY DI DESA TANJUNG IBUS KECAMATAN

SECANGGANG KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

AUFA RYANDA

090302077

Skripsi sebagai satu diantara beberapa syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pengaruh Keberadaan Vegetasi Mangrove Berpengaruh Terhadap Produksi Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Tambak Silvofishery di Desa Tanjung Ibus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat

Nama : Aufa Ryanda NIM : 090302077

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si Rusdi Leidonald, SP, M.Sc Ketua Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si

(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

Pengaruh Keberadaan Vegetasi Mangrove Berpengaruh Terhadap Produksi Ikan Bandeng

(Chanos chanos) Pada Tambak Silvofishery di Desa Tanjung Ibus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat.

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Medan, Juni 2014

(6)

ABSTRAK

AUFA RYANDA. Pengaruh Keberadaan Vegetasi Manggrove Terhadap Produksi Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Tambak Silvofishery di Desa Tanjung Ibus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat. Dibimbing oleh YUNASFI dan RUSDI LEIONALD.

Dalam kegiatan perikanan, ikan bandeng (Chanos chanos) dikenal sebagai salah satu produk perikanan budidaya tambak. Ikan bandeng memegang peranan cukup besar dalam peningkatan produksi tambak dan pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh keberadaan vegetasi mangrove terhadap produksi ikan bandeng dan kualitas air pada tambak silvofishery. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Oktober 2013 di Desa Tanjung Ibus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Penelitian ini dilakukan pada dua lokasi, yaitu tambak 1 mangrove dengan kerapatan sedang, dan tambak 2 yaitu mangrove dengan kerapatan rendah. Analisis vegetasi mangrove dilakukan dengan mengukur kerapatan semai, pancang, dan pohon pada masing-masing tambak. Pengambilan sampel kualitas air dan plankton pada tiap tambak dilakukan pada bagian inlet dan bagian tengah tambak sebanyak 4 kali ulangan, yaitu pada saat benih akan ditebar, dua bulan masa pemeliharaan, empat bulan masa pemeliharaan, dan lima bulan masa pemeliharaan. Pengambilan data produksi ikan bandeng dilakukan secara langsung di lokasi penelitian pada saat proses pemanenan.

Kerapatan mangrove pada tambak 1 untuk semai 202 ind/ha, pancang 111 ind/ha, dan pohon 958 ind/ha. Kerapatan mangrove pada tambak 2 untuk tingkat semai 56 ind/ha, pancang 272 ind/ha, dan pohon 47 ind/ha. Kualitas air pada tambak 2 secara umum memenuhi kriteria untuk budidaya ikan bandeng dibandingkan dengan tambak 1. Kelimpahan plankton pada tambak 2 lebih tinggi dari pada tambak 1, kelimpahan diperoleh dengan cara menggunakan metode perhitungan kelimpahan plankton. Hasil produksi ikan bandeng yang diperoleh setelah pemeliharaan 5 bulan yaitu pada tambak 1 adalah 388 Kg dan tambak 2 adalah 592 Kg.

(7)

ABSTRACT

AUFA RYANDA. Influential of Existence Mangrove Vegetations on Milkfish (Chanos chanos) Production in Silvofishery Ponds at Tanjung Ibus Village Sub-district Secanggang District of Langkat. Under Academic Supervision of YUNASFI and RUSDI LEIDONALD.

In the fisheries, milkfish (Chanos chanos) is known as one of the products of aquaculture ponds. Milkfish has a very big role in increasing ponds production and food needs of society. This study aims to determine the effect of mangrove vegetation on milkfish production and water quality in ponds Silvofishery. This study was conducted from May to October 2013 in Tanjung Ibus Village Sub-district Secanggang District of Langkat. This study was conducted at two locations, that is pond 1 mangrove with medium density, and pond 2 mangrove with low density. Mangrove vegetation analysis conducted by measuring the density of seedlings, saplings, and trees on each ponds. Water quality sampling and plankton in the ponds conducted at the inlet and the center of the ponds as much as 4 times repetition, which is when the seed will be release, two month maintenance period, a four month maintenance period, and a five month maintenance period. Milkfish production data retrieval conducted directly at the study site during the harvesting process.

Density of mangrove seedlings in ponds 1 was 202 ind / ha, saplings 111 ind / ha, and trees 958 ind / ha. Density of mangrove seedlings on ponds 2 was 56 ind / ha, saplings 272 ind / ha, and trees 47 ind / ha. Water quality in ponds 2 generally have the criteria for milkfish aquaculture compared with ponds 1. Abundance of plankton in ponds 2 higher than on ponds 1, the abundance is obtained by using method calculation the abundance of plankton. Milkfish production results obtained after 5 months of maintenance that is in ponds 1 is 388 kg and in ponds 2 is 592 Kg.

(8)

RIWAYAT HIDUP

AUFA RYANDA, dilahirkan di Lhokseumawe pada tanggal 3 desember 1991. Merupakan putra dari pasangan Ir. Jafar Ibrahim dan Drh. Agusniar. Pada tahun 2003 lulus SD Negeri 4 Lhokseumawe, tahun 2006 lulus SMP Negeri 1 Lhokseumawe, kemudian penulis melanjutkan ke jenjang pendidikan

berikutnya yaitu SMA Negeri 1 Lhokseumawe dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun 2009, penulis diterima di Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian tertulis Seleksi Penerimaan Mahasiswa Program Studi Baru (SPMPSB), sebagai mahasiswa pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian.

(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT. Karena atas izin, berkah, rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan studi pada Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dengan judul “Pengaruh Keberadaan Vegetasi Mangrove Terhadap Produksi Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Tambak Silvofishery di Desa Tanjung Ibus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat”.

Skripsi ini, penulis tidak lepas dari bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil. Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih serta penghargaan yang tulus kepada kedua orang tua terbaik yaitu Ayahanda Ir. Jafar Ibrahim dan Ibunda Drh. Agusniar yang selalu memberikan kasih sayang, serta doa yang tak henti kepada penulis selama mengikuti pendidikan hingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini pula, penulis menyampaikan pengharagaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing sekaligus Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan yang memberikan dukungan, bimbingan, dan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

2. Bapak Rusdi Leidonald, SP. M.Sc selaku Anggota Komisi Pembimbing yang memberikan masukan saran, bimbingan, dan ilmu yang bermanfaat bagi penulis. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. Dharma Bakti, M.S selaku Dekan Fakultas Pertanian.

4. Bapak H. Ratal selaku narasumber sekaligus pemilik tambak yang telah banyak memberikan ilmu teknis dan non teknis dilapangan.

(10)

6. Terima kasih untuk keluarga besar, yang telah mendoakan dan memberikan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Terima kasih kepada Naila Amalia S.Pd yang selalu ada dan selalu memberikan semangat, bantuan, kesabaran, perhatiannya untuk penulis

8. Sahabat-sahabatku dari fakultas pertanian yang telah memberikan dukungan dan bantuannya, ucapan terima kasih kepada Zainuri Syam S.pi, Syahru Ramadhan, Irfan Al-husainy, Tagianto Ginting, Paulus Surbakti S.pi, Rahmad Ritonga, Ahmad Taufiq, Arief Baizuri Madjid S.pi.

Tiada manusia sempurna, karenanya penulis sangat menyadari adanya keterbatasan ilmu dan kemampuan yang dimiliki, sehingga dalam penyusunan Skripsi ini banyak terdapat kekurangan.

Atas dorongan, bimbingan, pengarahan, dan bantuan semua pihak tersebut maka penulis mendoakan semoga amal baik yang telah diberikan itu mendapat imbalan yang berlipat ganda dari Allah SWT, Amin. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang Manajemen Sumberdaya Perairan.

Medan, Juni 2014

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... …… x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan ... 3

Manfaat ... 4

Kerangka Pemikiran ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Hutan Mangrove ... 6

Luas dan Penyebaran Hutan Mangrove ... 6

Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove ... 9

Tambak Silvofishery ... 10

Pengelolaan Tambak Silvofishery ... 15

Plankton ... 18

Kualitas Air ... 19

Suhu ... 19

Salinitas ... 20

Kecerahan ... 22

Derajat Keasaman (pH) ... 22

Oksigen Terlarut ... 23

Ikan Bandeng ... 24

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 27

Alat dan Bahan ... 27

Pelaksanaan Penelitian ... 27

Metode Pengumpulan Data ... 30

Jenis Data ... 30

Lokasi Titik Sampling ... 31

Deskripsi area ... 31

Pengambilan Data ... 32

Vegetasi Mangrove ... 32

Kelimpahan Plankton ... 33

Data Kualitas Air ... 34

Data Produksi Ikan Bandeng ... 34

Analisis Data ... 34

(12)

Data Kelimpahan Plankton ... 35

Data Kualitas Air ... 36

Data Produksi Ikan Bandeng ... 36

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 37

Analisis Vegetasi Mangrove ... 37

Parameter Kualitas Air ... 38

Kelimpahan Plankton ... 41

Produksi Ikan Bandeng ... 51

Pembahasan ... 51

Analisis Vegetasi Mangrove ... 51

Parameter Kualitas Air ... 52

Kelimpahan Plankton ... 55

Produksi Ikan Bandeng ... 57

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 59

Saran ... 59 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN  

(13)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Luasan hutan mangrove di Pesisir Timur Sumatera Utara……….. 8

2. Klasifikasi air berdasarkan nilai salinitas ... . 21

3. Parameter dan alat – alat yang digunakan dalam kualitas air…. ... . 34

4. Kriteria kerapatan mangrove pada tambak silvofishery ……….. ... 35

5. Kriteria kualitas air pemeliharaan untuk budidaya ... . 36

6. Jenis dan kerapatan mangrove pada tambak pengamatan ... . 37

7. Hasil pengukuran kualitas air pada tambak pengamatan ... . 40

8. Jenis dan kelimpahan plankton pada pengamatan 1 ……… ... .. 42

9. Jenis dan kelimpahan plankton pada pengamatan 2 ... . 43

10. Jenis dan kelimpahan plankton pada pengamatan 3 ... . 44

11. Jenis dan kelimpahan plankton pada pengamatan 4 ... . 46

12. Kondisi tambak penelitian dan produksi ikan bandeng ……….. ... .. 51

(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Kerangka pemikiran penelitian ... 5

2. Sketsa tambak akua-forestri model parit ... 12

3. Sketsa tambak akua-forestri model komplangan ... 12

4. Sketsa tambak akua-forestri model kao-kao ... 13

5. Sketsa tambak akua-forestri model parit terbuka ... 13

6. Ikan bandeng ……… ... 25

7. Peta lokasi penelitian ... 31

8. Lokasi tambak 1, yaitu tambak dengan kerapatan mangrove sedang ... 32

9. Lokasi tambak 2, yaitu tambak dengan kerapatan mangrove jarang ... 32

10. Jenis mangrove yang terdapat pada tambak pengamatan ... 38

11. Suhu perairan pada masing-masing tambak pengamatan ... 39

12. Kecerahan perairan pada masing-masing tambak pengamatan ... 40

13. Salinitas perairan pada masing-masing tambak pengamatan ... 40

14. pH perairan pada masing-masing tambak pengamatan... 41

15. DO perairan pada masing-masing tambak pengamatan ... 41

16. Kelimpahan plankton pada pengamatan 1 ... 42

17. Kelimpahan plankton pada pengamatan 2 ... 44

18. Kelimpahan plankton pada pengamatan 3 ... 45

19. Kelimpahan plankton pada pengamatan 4 ... 47

20. Kelimpahan plankton pada pengamatan 1 sampai pengamatan 4 ... 48

21. Kelimpahan plankton pada masing-masing tambak pengamatan ... 48

22. Fitoplankton kelas Bacillariophyceae ... 49

(15)

24. Fitoplankton kelas Coscinodiscophyceae ... 50

25. Fitoplankton kelas Cyanophyceae dan Fragilariophyceae ... 50

26. Fitoplankton kelas Zygnemophyceae ... 50

27. Zooplankton kelas Branchiopoda, Crustacea, dan Monogononta ... 50

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Data mentah kerapatan mangrove pada tambak pengamatan ... 64

2. Contoh perhitungan kerapatan mangrove ... 64

3. Kualitas air pada tambak pengamatan ... 65

4. Data mentah kelimpahan plankton ... 66

5. Pengambilan sampel kualitas air dan plankton... 68

6. Aklimatisasi ikan bandeng ... 69

(17)

ABSTRAK

AUFA RYANDA. Pengaruh Keberadaan Vegetasi Manggrove Terhadap Produksi Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Tambak Silvofishery di Desa Tanjung Ibus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat. Dibimbing oleh YUNASFI dan RUSDI LEIONALD.

Dalam kegiatan perikanan, ikan bandeng (Chanos chanos) dikenal sebagai salah satu produk perikanan budidaya tambak. Ikan bandeng memegang peranan cukup besar dalam peningkatan produksi tambak dan pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh keberadaan vegetasi mangrove terhadap produksi ikan bandeng dan kualitas air pada tambak silvofishery. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Oktober 2013 di Desa Tanjung Ibus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Penelitian ini dilakukan pada dua lokasi, yaitu tambak 1 mangrove dengan kerapatan sedang, dan tambak 2 yaitu mangrove dengan kerapatan rendah. Analisis vegetasi mangrove dilakukan dengan mengukur kerapatan semai, pancang, dan pohon pada masing-masing tambak. Pengambilan sampel kualitas air dan plankton pada tiap tambak dilakukan pada bagian inlet dan bagian tengah tambak sebanyak 4 kali ulangan, yaitu pada saat benih akan ditebar, dua bulan masa pemeliharaan, empat bulan masa pemeliharaan, dan lima bulan masa pemeliharaan. Pengambilan data produksi ikan bandeng dilakukan secara langsung di lokasi penelitian pada saat proses pemanenan.

Kerapatan mangrove pada tambak 1 untuk semai 202 ind/ha, pancang 111 ind/ha, dan pohon 958 ind/ha. Kerapatan mangrove pada tambak 2 untuk tingkat semai 56 ind/ha, pancang 272 ind/ha, dan pohon 47 ind/ha. Kualitas air pada tambak 2 secara umum memenuhi kriteria untuk budidaya ikan bandeng dibandingkan dengan tambak 1. Kelimpahan plankton pada tambak 2 lebih tinggi dari pada tambak 1, kelimpahan diperoleh dengan cara menggunakan metode perhitungan kelimpahan plankton. Hasil produksi ikan bandeng yang diperoleh setelah pemeliharaan 5 bulan yaitu pada tambak 1 adalah 388 Kg dan tambak 2 adalah 592 Kg.

(18)

ABSTRACT

AUFA RYANDA. Influential of Existence Mangrove Vegetations on Milkfish (Chanos chanos) Production in Silvofishery Ponds at Tanjung Ibus Village Sub-district Secanggang District of Langkat. Under Academic Supervision of YUNASFI and RUSDI LEIDONALD.

In the fisheries, milkfish (Chanos chanos) is known as one of the products of aquaculture ponds. Milkfish has a very big role in increasing ponds production and food needs of society. This study aims to determine the effect of mangrove vegetation on milkfish production and water quality in ponds Silvofishery. This study was conducted from May to October 2013 in Tanjung Ibus Village Sub-district Secanggang District of Langkat. This study was conducted at two locations, that is pond 1 mangrove with medium density, and pond 2 mangrove with low density. Mangrove vegetation analysis conducted by measuring the density of seedlings, saplings, and trees on each ponds. Water quality sampling and plankton in the ponds conducted at the inlet and the center of the ponds as much as 4 times repetition, which is when the seed will be release, two month maintenance period, a four month maintenance period, and a five month maintenance period. Milkfish production data retrieval conducted directly at the study site during the harvesting process.

Density of mangrove seedlings in ponds 1 was 202 ind / ha, saplings 111 ind / ha, and trees 958 ind / ha. Density of mangrove seedlings on ponds 2 was 56 ind / ha, saplings 272 ind / ha, and trees 47 ind / ha. Water quality in ponds 2 generally have the criteria for milkfish aquaculture compared with ponds 1. Abundance of plankton in ponds 2 higher than on ponds 1, the abundance is obtained by using method calculation the abundance of plankton. Milkfish production results obtained after 5 months of maintenance that is in ponds 1 is 388 kg and in ponds 2 is 592 Kg.

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

  Hutan mangrove mempunyai produktifitas bahan organik yang sangat tinggi, tetapi hanya 10% dari produksinya dapat langsung dimakan oleh herbivora, sisanya masuk kedalam ekosistem dalam bentuk detritus. Sebagian besar dari produksi tersebut dimanfaatkan sebagai detritus atau bahan organik mati seperti daun-daun mangrove yang gugur, dan melalui aktivitas mikroba dekomposer dan hewan-hewan pemakan detritus kemudian diproses menjadi partikel-partikel halus (Odum and Heald, 1975).

Proses dekomposisi dimulai dari proses penghancuran yang dilakukan oleh makrobentos terhadap tumbuhan dan sisa bahan organik mati selanjutnya menjadi ukuran yang lebih kecil. Kemudian dilanjutkan dengan proses biologi yang dilakukan oleh bakteri dan fungi untuk menguraikan partikel-partikel organik. Proses dekomposisi oleh bakteri dan fungi sebagai dekomposer mengeluarkan enzim yang dapat menguraikan bahan organik menjadi protein dan karbohirat. (Sunarto, 2003).

(20)

tersebut maka akan dapat mempengaruhi seluruh sistem yang ada, baik dalam kesatuan struktur fungsional maupun dalam keseimbangannya. Kelangsungan suatu fungsi ekosistem sangat menentukan kelestarian dari sumberdaya hayati sebagai komponen yang terlibat dalam sistem tersebut (Kordi, 2012).

Ekosistem yang terdapat di kawasan pesisir mangrove memiliki banyak nilai dan fungsi yang sangat penting bagi wilayah pesisir, kelangsungan hidup manusia dan pembangunan bergantung padanya. Saat ini banyak kawasan mangrove sudah beralih fungsi menjadi lahan tambak demi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat sekitar, namun kegiatan budidaya dengan sistem tersebut tidak dapat berlangsung lama. Masyarakat wilayah pesisir di desa tanjung ibus, kini mengubah pola pikirnya dengan melakukan budidaya tambak silvofishery dengan kembali menanam pohon mangrove dan semangat mengatakan “setiap satu pohon mangrove yang ditanam dapat memberi kehidupan untuk dua orang manusia”, maka dari itu kita sebagai insan manusia yang bergantung hidup pada lingkungan alam khususnya kawasan mangrove dapat melestarikan kelangsungan hidupnya.

(21)

Untuk itu, dibutuhkan penanganan antara lahan tambak dan kawasan mangrove yang benar-benar memperhatikan lingkungan dan kehidupan manusia. Tambak

Silvofishery merupakan salah satu upaya pelestarian hutan mangrove yang dianggap bersinergi terhadap alam, lingkungan, dan biota-biota pesisir. Masyarakat pesisir kini beranggapan bahwa tambak silvofishery dapat meningkatkan hasil produksi tambak. Perwujudan ini membuat penduduk kawasan pesisir mengolah kawasan mangrove menjadi kawasan yang dapat memberi kontribusi bagi nilai perekonomian, dan nilai kelestarian bagi kawasan mangrove.

Perumusan Masalah

Hasil produksi perikanan di kawasan pesisir tidak terlepas dari pengaruh produktifitas perairan di daerah tersebut. Produktifitas perairan yang tinggi akan menghasilkan hasil produksi perikanan yang tinggi. Produktifitas perairan dapat dilihat dari beberapa parameter kondisi kualitas perairan, sedangkan keberadaan mangrove diduga dapat mempengaruhi kondisi lingkungan di daerah tersebut. Dengan demikian perumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut :

1. Apakah ada pengaruh hutan mangrove dengan kerapatan yang berbeda di dalam tambak terhadap produksi ikan bandeng ?

2. Bagaimana kualitas air pada tambak silvofshery ikan bandeng ?

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi ikan bandeng pada tambak silvofishery ?

Tujuan

(22)

2. Untuk mengetahui bagaimana kualitas air pada tambak silfvofishey ikan bandeng.

3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ikan bandeng pada tambak silvofishery.

Manfaat

1. Sebagai bahan masukan bagi petani tambak dalam menentukan proporsi pemanfaatan hutan mangrove yang optimal untuk lahan budidaya ikan bandeng.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam menerapkan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan usaha tambak yang berkelanjutan.

Kerangka Pemikiran

(23)

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

Hutan Mangrove

Fungsi Hutan Mangrove

Fungsi Biologi:

1. Tempat mencari makan 2. Tempat pemijahan 3. Tempat asuhan

Fungsi Fisik:

1. Perlindungan abrasi pantai 2. Mengendalikan intrusi air laut 3. Pengolah limbah organik

Fungsi Ekonomi: 1.Lahan tambak 2. Tempat penelitian

Tambak Silvofishery

Tambak dengan Kerapatan Mangrove

Sedang

Tambak dengan Kerapatan Mangrove

Rendah

Kualitas Air

Produksi Ikan Bandeng

Pengaruh Hutan Mangrove Terhadap Produksi

Ikan Bandeng Pengaruh Hutan

Mangrove Terhadap Produksi

(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Hutan Mangrove

Hutan mangrove mempunyai karakteristik yang unik dengan berbagai sistem perakaran maupun fungsi ekologis yang dikandungnya. Menurut Bengen (1999), hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi mayor umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang cukup mendapat aliran air, dan terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat, karena itu hutan mangrove banyak ditemukan di pantai - pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta, dan daerah pantai yang terlindung.

Mangrove tumbuh optimal di wilayah pesisir yang memiliki muara sungai besar dan delta yang aliran airnya banyak mengandung lumpur. Sedangkan di wilayah pesisir yang tidak terdapat muara sungai, hutan mangrove pertumbuhannya tidak optimal. Mangrove sulit tumbuh di wilayah pesisir yang terjal dan berombak besar dengan arus pasang surut yang kuat, karena kondisi ini tidak memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur yaitu substrat yang diperlukan untuk pertumbuhan mangrove (Kordi, 2012).

Luas dan Penyebaran Hutan Mangrove

(25)

dari garis pantai. Hutan mangrove ditemukan hampir di seluruh pulau di Indonesia, dengan luas sangat bervariasi tergantung pada kondisi fisik maupun iklim yang terdapat pada pulau. Namun hutan mangrove lebih berkembang di 5 pulau, yaitu Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, dan Irian Jaya. Di pulau-pulau lain hutan mangrove kurang berkembang dan kalaupun ditemukan daerahnya tidak begitu luas.

Saat ini hutan mangrove di dunia hanya tersisa sekitar 17 juta hektar, dan 22% dari luas tersebut terdapat di kawasan Indonesia. Namun luas hutan mangrove mengalami penurunan, bahkan sebagian besar telah berubah status peruntukannya (fungsi) oleh masyarakat setempat maupun pihak lain yang berada di sekitar kawasan pantai. Bila dilihat kondisi sekarang, luas hutan mangrove saat ini sekitar 3,6 juta hektar, hutan ini merupakan kawasan yang memiliki flora dan fauna yang spesifik dengan biodiversitas (keanekaragaman jenis) yang tinggi, serta lebih didominasi oleh semak belukar dan tanaman bakau yang lebih spesifik (Arief, 2003).

(26)

Tabel 1. Luasan hutan mangrove wilayah Pesisir Pantai Timur Sumatera Utara No Kabupaten/Kota Kondisi (Ha) Total (Ha)

Rusak Rusak Berat Tidak Rusak

1 Kab. Asahan 7,506.74 940.17 2,624.64 11,071.55 2 Kab. Batubara 12,561.10 6,553.64 517.29 19,632.04 3 Kab. Deli Serdang 8,170.84 6,300.91 3,326.83 17,798.58 4. Kab. Labuhan Batu 8,383.39 7,181.19 4,099.15 19,663.73

5 Kab. Labuhan Batu Utara

10,129.05 11,834.45 2,817.40 24,780.90

6 Kab. Langkat 23,564.93 13,526.90 13,559.11 50,650.93 7 Kab. Serdang Bedagai 4,524.05 7,962.99 508.22 12,995.25 8 Kota Medan 1,503.43 - 463.89 1,967.32 9 Kota Tanjung Balai 2.22 74.69 - 76.91

Jumlah Keseluruhan 76,345.76 54,374.92 27,916.52 158,637.20 Sumber : Hasil analisis BPHM-II Tahun 2011

Dari data yang diperoleh, dapat dipastikan bahwa keadaan hutan mangrove di wilayah Pesisir Pantai Timur Sumatera Utara sangat memprihatinkan. Hal ini menghasilkan suatu pemikiran bahwa telah terjadi suatu tekanan atau kerusakan pada hutan mangrove. Adapun bentuk tekanan terhadap kawasan mangrove yang paling besar adalah pengalih-fungsian (konversi) lahan mangrove menjadi tambak udang dan ikan, sekaligus pemanfaatan kayunya untuk diperdagangkan. Selain itu juga tumbuh berbagai konflik akibat berbagai kepentingan antar lintas instansi sektoral maupun antar lintas wilayah administratif yang mempengaruhi kondisi maupun luas kawasan mangrove itu sendiri (Sumber: Hasil analisis BPHM-II Tahun 2011).

(27)

lindung). Program konservasi kawasan hutan kurang mendapat perhatian dari masyarakat dan pemerintah sendiri. Akibat eksploitasi hutan yang dilakukan selama beberapa tahun terakhir ini membuat kondisi hutan mangrove menjadi rusak. Dalam situasi ini, konservasi merupakan jalan keluar yang paling rasional untuk menyelamatkan eksistensi hutan di masa depan. Namun implementasi konservasi tidaklah segampang merumuskan konsepnya. Indikasi dari kesulitan pelaksanaan konservasi adalah banyaknya konflik yang muncul antara masyarakat lokal dengan pengelola kawasan konservasi (Yustika, 2005).

Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove

Hutan mangrove dengan vegetasi hutan bakau memiliki peranan yang tidak dapat tergantikan dengan ekosistem lain, yaitu kedudukan sebagai mata rantai yang mengaitkan ekosistem laut dan ekosistem darat (Saraswati, 2004).

Tambak merupakan salah satu wujud manipulasi dari ekosistem laut yang ditempatkan pada ekosistem darat. Dengan membiarkan keberadaan pohon bakau dalam tambak, maka keseimbangan antara kedua ekosistem tersebut dapat dipertahankan. Selain itu, secara umum menurut Proctor (1983) diacu oleh Purnamawati (2007) mengatakan bahwa pohon bakau memiliki fungsi yang sangat penting dalam daur ulang nutrient bagi ekosistem yang ada di sekitarnya. Serasah atau litterfall (guguran daun, ranting, kulit batang, bunga, buah, dan biji) pohon bakau dapat menjadi substrat dan pakan bagi biota maupun bakteria di sekitarnya. Sedangkan sistem perakarannya berfungsi sebagai substrat bagi partikel-partikel tersuspensi dan terkoloid di sekitarnya.

(28)

oleh jamur dan bakteri akan berubah menjadi komponen-komponen bahan organik (zat hara) terlarut yang dapat dimanfaatkan langsung oleh plankton maupun pohon bakau itu sendiri dalam proses fotosintesis Naamin (1990) diacu oleh Purnamawati (2007).

Dari segi ekosistem perairan, hutan mangrove mempunyai arti yang penting karena memberikan sumbangan berupa bahan organik bagi perairan sekitarnya. Dengan bantuan mikroorganisme, mangrove yang gugur diuraikan menjadi partikel-partikel detritus yang selanjutnya menjadi makanan bagi biota sekitarnya. Selain itu bahan organik yang terlarut yang dihasilkan dari proses dekomposisi dapat menjadi makanan bagi organisme penyaring (filter feeder) dan pemakan hewan dasar (bottom feeder) yang ada dilaut maupun esturia. Dengan sistem perakaran yang ada, luasnya naungan dan banyaknya bahan organik, menyebabkan hutan mangrove menjadi tempat pemijahan (spawning ground), daerah berkembang biak (nursery ground), dan tempat mencari makan (feeding ground) dari berbagai jenis ikan, udang, dan berbagai jenis kerang. Selanjutnya dinyatakan, sistem perakaran yang kekal seperti ini menyebabkan mangrove mampu mereda pengaruh gelombang, menahan lumpur, dan melindung pantai dari erosi, gelombang pasang, dan angin topan (Purnamawanti, 2007).

Tambak Silvofishery

(29)

pemanfaatan hutan mangrove saat ini, dengan harapan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga kelestarian hutan mangrove (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999).

Menurut Sualia dkk (2010) Silvofishery atau dikenal juga dengan sebutan wanamina terdiri atas dua kata yaitu “silvo” yang berarti hutan atau pepohonan (wana) dan “fishery” yang berarti perikanan (mina). Pada dasarnya prinsip tambak silvofishery atau tambak tumpang sari adalah perlindungan tanaman hutan mangrove dengan memberikan hasil lain dari segi perikanan dan kehutanan. Sistem tambak silvofisheryatau tambak tumpang sari merupakan pola pendekatan teknis yang cukup baik, dimana petani dapat memanfaatkan lahan hutan dengan tambak pada sistem silvofishery yang seiring dengan perkembangan dan pengelolaan dalam upaya menjaga kualitas dan kegunaan tanaman mangrove serta meningkatkan kelestarian dan meningkatkan ekonomi masyarakat pesisir, maka muncul tambak-tambak silvofishery yang bervariasi yang mengikuti pola vegetasi hutan mangrove sehingga memiliki kelebihan tersendiri didalam pola berbudidaya dari setiap masing-masing tipe. Menurut Kordi (2012) tipe-tipe tambak silvofishery tersebut adalah sebagai berikut:

(30)
[image:30.595.165.479.85.267.2]

b) Tamba dengan budida tambak Gam Keteranga pemasuka b = pemat

Gambar 2. ak komplan n tambak, d aya, atau 8 k silvofishe

mbar 3. Sket an : a1 = pin an air ke pe tang antara/p Sketsa tam ngan. Pada dengan perb 80% tanama ery komplan

tsa tambak a ntu pemasuk etak tanama pembatas, c mbak akua-fo a tambak bandingan 6 an mangrov ngan dapat d

akua-forestr kan air ke p an mangrove

c = tumbuha

orestri mode ini tanama 60% tanama ve dan 20% dilihat pada

ri model kom petak pemeli

e.

an mangrov

el parit (Ko an mangrov an mangrove % petak bu a Gambar 3.

mplangan ( iharaan, a2

ve, d = petak

ordi, 2012) ve bersebe

(31)
[image:31.595.155.477.194.369.2]

c) Tamba berbar tanama pada G Keteranga antara/pem d) Tamba pinggi dalam Gamba Ga ak Kao-kao ris di dalam an mangrov Gambar 4.

Gambar 4. an : a1 = pin mbatas, c =

ak parit terb ir bagian d

pematang. ar 5.

ambar 5. Ta c 

o. Pada tam m petak tam

ve tersebut. Tambak ak ntu pemasuk tumbuhan m buka. Pada dalam tamb Bentuk tam ambak akua-b 

a 1 

mbak ini, tu mbak, sedan

Bentuk tam

kua-forestri kan air ke p mangrove. a tambak in

bak. Jadi ta mbak silvof

-forestri mo c 

umbuhan m ngkan petak mbak silvofi model kao-petak pemeli ni, tanaman anaman ma fishery parit

odel parit te c

mangrove d k budidaya ishery kao-k

-kao (Kordi, iharaan, b =

mangrove angrove dit t terbuka da

rbuka (Kord

ditanam ber berada di a kao dapat d

, 2012) = pematang

hanya bera tanam di b apat dilihat

di, 2012) a 1 

(32)

Keterangan : a1 = pintu pemasukan air ke petak pemeliharaan, b = pematang antara/pembatas, c = tumbuhan mangrove.

Kerapatan bakau yang ditanam atau yang tumbuh secara alami di tengah tambak bervariasi antara 1 pohon sampai 3 pohon per meter persegi. Kerapatan pohon yang sedemikian ini merupakan kerapatan yang sesuai untuk kapasitas produksi tambak yang bersangkutan. Kerapatan pohon mempengaruhi banyaknya sampah organik yang masuk ke dalam tambak bersama-sama dengan faktor budidaya lainnya. Kerapatan yang lebih kecil sesuai untuk budidaya udang atau kepiting bakau. Penanaman langsung, yaitu menanam buah atau anakan mangrove secara langsung tanpa melalui proses persemaian/pembibitan terlebih dahulu. Anak mangrove ditanam dengan jarak tanam sekitar 1 meter dan dilakukan penjarangan saat usia tanam 4 atau 5 tahun. Apabila mangrove yang ditanam di tanggul terlalu rapat dan terlalu tinggi tidak baik untuk perkembangan udang, karena mangrove yang terdapat di sekeliling tambak dapat menyebabkan penetrasi sinar matahari terhalang sehingga fitoplankton tidak dapat melakukan proses fotosintesis dengan sempurna (Harahab, 2010).

Sistem pemeliharaan organisme perairan di tambak akua-forestri atau

(33)

Sedangkan kepiting yang bersifat karnivora-scavanger (pemakan hewan dan bangkai) dan udang windu yang bersifat omnivora dapat dipelihara dengan bandeng, beronang dan nila, karena udang dan kepiting sangat sulit menangkap ikan-ikan tersebut, sebaliknya ikan-ikan tersebut juga tidak memangsa udang dan kepiting (Kordi, 2012).

Input produksi tambak silvofishery yang utama adalah benih ikan atau udang, kebanyakan dikombinasi udang dan bandeng. Sebelum benih tersebut ditebar di tambak, terlebih dahulu tambak telah disiapkan dengan baik, oleh karena itu perlu tambahan beberapa input, yaitu: pengolahan lahan dasar tambak diperlukan pupuk, agar mampu mendukung proses kehidupan plankton di perairan. Memasukan air laut yang berasal dari kawasan hutan mangrove, air laut dari kawasan hutan mangrove lebih banyak mengandung unsur hara, plankton dan benih udang, di samping kualitasnya juga lebih baik karena tanaman mangrove mampu mengabsorpsi beberapa polutan. Output yang dihasilkan dari tambak silvofishery adalah udang dan bandeng. Selain udang yang ditebar biasanya dihasilkan juga udang putih dan udang werus. Produksi udang putih dan udang werus tersebut merupakan salah satu keunggulan dari perpaduan antara tambak dengan hutan mangrove. Keunggulan lain adalah input air tambak yang sangat baik untuk menunjang kehidupan biota air (Harahab, 2010).

Pengelolaan Tambak Silvofishery

(34)

tambak silvofishery dengan pola tanam polikultur udang windu dan bandeng. Pengelolaan tambak yang dilakukan adalah:

1. Konstruksi tambak

Bentuk dan kontruksi tambak pada dasarnya harus dirancang sesuai dengan luas lahan tambak yang ada. Pematang tambak dibedakan menjadi dua, yaitu pematang utama dan pematang sekunder. Lebar pematang utama adalah 6 meter dengan lebar atas pematang 4 meter. Pelataran tambak merupakan bagian yang dangkal, dengan ketinggian berkisar antara 30-40 cm. kegunaan pelataran dimaksudkan sebagai tempat pertumbuhan makanan alami atau klekap. Caren merupakan bagian yang dalam, dengan kedalaman air antara 60-70 cm, sedangkan lebarnya sekitar 4 meter. Caren dibuat sekeliling petakan, di sepanjang pematang. Caren ini berguna sebagai tempat berlindung bagi ikan, baik untuk menghindari dari panas terik matahari, maupun untuk memudahkan saat pemanenan. Pintu air dilengkapi dengan 2 saringan yaitu saringan dalam dan saringan luar. Fungsi dari saringan ini adalah untuk mencegah agar sampah, ikan liar, ular atau predator tidak mudah masuk ke dalam tambak.

2. Persiapan lahan

(35)

penebaran benih (dimulainya siklus baru), meliputi perbaikan pematang, pengeringan dasar tambak, pembalikan tanah, dan pemberantasan hama. Pada saat air mulai pasang, air payau tersebut dimasukkan ke dalam lahan, sedangkan air yang ada di dalam tambak dikurangi sebelumnya saat air sedang surut, sehingga air yang ada di dalam tambak berganti dengan air yang baru. Kemudian pintu air ditutup dan dipastikan tidak terjadi kebocoran. Kedalaman air rata-rata 60-70 cm.

3. Penebaran benih

Benur yang ditebar memiliki ukuran post larva 15 hari, sedangkan ukuran nener yang akan ditebar 8-10 cm yang terlebih dahulu telah melewati proses aklimatisasi. Benih yang akan ditebar terlebih dahulu dilakukan penyesuaian dengan menancapkan jaring kasa dengan lebar 1,5 meter dan lebar atas 5 meter di letakkan sekitar lingkungan tambak yang paling dekat dengan pintu air selama 2 minggu, dan secara bertahap diletakkan sekitar tambak yang akan dipakai untuk proses pembesaran. Aklimatisasi dilakukan untuk mengurangi resiko kematian benih. Penebaran benih di petak pendederan dilakukan pada pagi hari. Penebaran benih ikan bandeng (nener) dilakukan selang waktu dua minggu setelah benur udang windu di tebar duluan. Pada saat penebaran dihitung manual berapa jumlah benih yang masuk kedalam masing-masing petakan tambak.

4. Produksi dan panen

(36)

mangrove. Semua jenis tersebut tidak sengaja dipelihara, melainkan hasil ikutan akibat suburnya perairan pantai karena adanya ekosistem hutan mangrove. Ini merupakan salah satu nilai keuntungan yang diperoleh dari hasil produksi tambak silvofishery atau lebih dikenal dengan tambak alam.

(37)

Plankton

Plankton dibagi menjadi fitoplankton, yaitu organisma plankton yang bersifat tumbuhan dan zooplankton, yaitu plankton yang bersifat hewan. Fitoplankton merupakan kelompok yang memegang peranan sangat penting dalam ekosistem air, karena kelompok ini dengan adanya kandungan klorofil mampu melakukan fotosintesis. Proses fotosintesis pada ekosistem air yang dilakukan oleh fitoplankton (produsen), merupakan sumber nutrisi utama bagi kelompok organisma air lainnya yang berperan sebagai konsumen, dimulai dengan zooplankton dan diikuti oleh kelompok organisma air lainnya yang membentuk rantai makanan. Dalam ekosistem air hasil dari fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton bersama dengan tumbuhan air lainnya disebut sebagai produktivitas primer. Sebagian besar zooplankton menggantungkan sumber nutrisinya pada materi organik, baik berupa fitoplankton maupun detritus (Barus, 2004).

Warna air hijau kecoklatan disebabkan oleh Diatom dari kelas

Bacillariophyta dan beberapa fitoplankton lain. Warna air hijau kecoklatan paling cocok untuk pembesaran udang windu dan ikan bandeng pada tambak silvofishery karena banyak mengandung fitoplankton yang dapat dimanfaatkan zooplankton karena zooplankton merupakan sumber pakan bagi benur udang dan ikan bandeng. Berarti, warna ini menjadi indikasi adanya pakan alami dalam tambak. Jenis fitoplankton yang dapat dimakan udang windu dan ikan bandeng adalah

(38)

Kualitas Air

Suhu

Suhu suatu bahan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu juga berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu (batas atau dan bawah) yang disukai bagi pertumbuhannya. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi, dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, misalnya gas O2, CO2, N2, CH4 dan sebagainya. Selain itu, peningkatan suhu juga menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air, dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu perairan sebesar 10oC menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2–3 kali lipat. Namun, peningkatan suhu ini disertai dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi (Effendi, 2003).

(39)

memiliki suhu yang lebih tinggi (lebih panas) dan densitas yang lebih kecil daripada lapisan bawah. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya stratifikasi panas (thermal stratification) (Effendi, 2003). Kisaran suhu terbaik pada pertumbuhan dan kehidupan ikan bandeng antara 27 0C -31 0C.

Salinitas

Salinitas merupakan nilai yang menunjukan jumlah garam-garam terlarut dalam satuan volum air yang biasanya dinyatakan dengan satuan promil (‰). Kandungan utama dari air laut dibentuk oleh ion Na dan Cl, ditambah berbagai jenis unsur lain yang jumlahnya lebih sedikit. Berdasarkan venice system to classification of water according to salinity, air diklasifikasikan berdasarkan nilai salinitasnya sebagai berikut:

Tabel 2. Klasifikasi air berdasarkan nilai salinitas

Jenis Air Salinitas (‰) Limnis (Air tawar) < 0,5 ‰ Mixohalin (Payau) 0,5 – 30 ‰

Euhalin (Air laut) 30 – 40 ‰

Hyperhalin > 40 ‰

Sumber : Barus (2004)

(40)

bakteri air akan meningkatkan proses mineralisasi yang menyebabkan kadar garam air meningkat (Barus, 2004).

Salinitas air berpengaruh terhadap tekanan osmotik air. Semakin tinggi salinitas, akan semakin besar pula tekanan osmotiknya. Ikan bandeng yang hidup di air asin harus mampu menyesuaikan dirinya terhadap tekanan osmotik dari lingkungannya. Penyesuaian ini memerlukan banyak energi yang diperoleh ikan bandeng dari makanan dan digunakan untuk keperluan tersebut. Untuk pertumbuhan optimal ikan bandeng di dalam tambak kisaran salinitas antara 15 - 30 ppt (Barus, 2004).

Kecerahan

Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran transparasi perairan, yang ditentukan secara visual dengan dengan menggunakan secchi disk. Secchi disk dikembangkan oleh Professor Shecci pada abad sekitar abad 19. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter.

Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain (Davis dan Cornwell,1991).

(41)

Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman atau pH adalah logaritma negatif dari kepekatan ion-ion hidrogen (H+) yang terlepas dalam suatu perairan merupakan indikator baik buruknya lingkungan air, sehingga angka pH biasa digunakan untuk memperoleh gambaran tentang potensial air akan mineral, yang menjadi pokok pangkal segala macam hasil perairan. Derajat keasaman (pH) merupakan ukuran daya aktif ion hidrogen dalam air dan digunakan secara luas untuk menggambarkan kondisi asam atau basa suatu larutan. Air yang bersifat basa dapat lebih cepat mendorong proses pembongkaran bahan organik menjadi garam mineral seperti ammonia, nitrat, dan pospat yang akan diserap sebagai bahan makanan oleh tumbuhan renik dalam air, sedangkan bila pH asam maka daya produksi potensialnya tidak begitu baik (Effendi, 2003).

PH air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena memengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan asam kurang produktif dan dapatmengakibatkan hewan budidaya mati. Pada pH rendah, kandungan oksigen terlarut akan berkurang, sehingga konsumsi oksigen akan menurun, aktifitas pernafasan naik dan selera makan akan berkurang. Atas dasar ini, maka usaha budidaya perairan, termasuk ikan bandeng akan berhasil baik dalam air dengan pH 7-8,5 (Sudradjat, 2011).

Oksigen Terlarut

(42)

dipengaruhi oleh faktor suhu. Dengan peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi oksigen akan menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut. Sumber utama oksigen terlarut dalam air berasal dari adanya kontak antara permukaan air dengan udara dan juga dari proses fotosintesis (Barus, 2004).

Di tambak, oksigen berfungsi sebagai pengoksidasi bahan organik yang ada di dasar tambak. Jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses pernafasan ikan bandeng bergantung pada ukuran, suhu, dan kandungan air. Kandungan oksigen di dalam air yang dianggap optimum bagi budidaya ikan bandeng adalah 3-8 ppm (Sudradjat, 2011).

Ikan Bandeng

Ikan bandeng merupakan salah satu jenis ikan yang banyak dikenal dan digemari untuk dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan ikan bandeng mempunyai protein tinggi dengan rasa daging yang enak serta harga yang terjangkau. Oleh karena itu ikan bandeng mempunyai andil yang cukup besar bagi peningkatan gizi masyarakat. Menurut Saanin (1968) secara taksonomis, klasifikasi ikan bandeng (Chanos chanos) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Pisces

Subkelas : Teleostei Ordo : Malacopterygii Famili : Chanidae

Genus : Chanos

(43)

Gambar 6. Ikan Bandeng

Budidaya ikan bandeng telah lama dikenal oleh petani dan saat ini telah berkembang di hampir seluruh wilayah perairan Indonesia dengan memanfaatkan perairan payau dan pasang surut. Teknologi budidaya ini juga telah mengalami perkembangan yang begitu pesat mulai dari pemeliharaan tradisional yang hanya mengandalkan pasokan benih dari alam pada saat pasang sampai ke teknologi intensif yang membutuhkan penyediaan benih, pengelolaan air, dan pakan secara terencana. Salah satu cara untuk meningkatkan produksi yaitu dilakukan dengan cara pengaturan tingkat kepadatan. Kondisi lingkungan yang baik, ketersedian pakan yang cukup serta kepadatan yang tepat akan meningkatkan hasil produksi ikan. Optimalisasi antara kepadatan dan ketersedian pakan alami dalam budidaya sistem silvofishery diharapkan dapat meningkatkan produktifitas tambak semaksimal mungkin (Reksono, 2012).

(44)
(45)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Oktober 2013 di tambak silvofishery Desa Tanjung Ibus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Identifikasi plankton dilakukan di Laboratorium Terpadu Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah plankton net, ember plastik volume 5 liter, botol film, Sedgewick Rafter dengan ukuran panjang 50 mm, lebar 20 mm, dan tinggi 1 mm, pipet tetes, tisu, cover glass, object glass, buku identifikasi plankton (A guide to the study of fresh water biology), mikroskop cahaya, thermometer, refraktometer, secchi disc, pH meter, jaring, bambu, buku identifikasi mangrove (Handbook of mangroves in Indonesia), kamera, GPS, dan alat tulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah benih ikan bandeng sebanyak 8.000 ekor ukuran 3-4 cm, larutan lugol 4 %, dan kertas label.

Pelaksanaan Penelitian

(46)

1. Pengolahan tambak

Pengolahan pada tambak silvofishery meliputi perbaikan pematang, saluran, dan pintu air saluran keluar masuk tambak. Serta pembasmian hama dilakukan dengan cara memberantas hewan predator dan kompetitor.

2. Pemupukan

Pemupukan dilakukan untuk mempercepat pertumbuhan pakan alami yaitu plankton, lumut, dan kelekap. Pemupukan dilakukan dengan menebar pupuk Urea sebanyak 50 kg/ha secara merata pada pelataran tambak dan dibiarkan selama 1 minggu dengan ketinggian air 5 cm.

Pada saat pengairan tambak, pintu tambak dipasang saringan berupa jaring waring untuk mencegah masuknya hewan predator dan kompetitor selanjutnya pintu air ditutup sebelum air surut agar pupuk tidak hanyut keluar tambak. Penambahan air dilakukan secara bertahap, hari ke-1 setinggi 10 cm, hari ke-2 setinggi 20 cm, dan hari ke-3 ketinggian air mencapai 30-50 cm. Tambak dibiarkan selama 1 minggu sampai kelekap dan pakan alami lainnya mulai tumbuh subur. Selanjutnya air ditambah lagi ketinggiannya hingga mencapai batas pematang tambak, kemudian tambak siap ditebari benih ikan bandeng.

3. Penebaran benih ikan bandeng

(47)

4. Aklimatisasi

Proses aklimatisasi dilakukan karena perbedaan kondisi suhu dan salinitas pada air tambak dengan air di hatchery. Berikut adalah kegiatan pelaksanaan mulai dari pengadaan nener ikan bandeng sampai dengan benih ditebar kedalam tambak pembesaran/pemeliharaan.

Nener ikan bandeng disiapkan sebanyak 8.000 ekor ukuran 3-4 cm dengan harga Rp. 150/ekor. Nener berasal dari kolam pembenihan ikan bandeng Langsa, Aceh Timur. Nener ikan bandeng dimasukkan dalam 64 plastik packing yang telah diisi oksigen masing-masing plastik berisi 125 ekor. Lama pengangkutan dari Langsa ke Langkat selama kurang lebih 6 jam dengan menggunakan jasa transportasi minibus.

(48)

lebih 2 minggu dengan pemberian pakan alami berupa kelekap yang didapat dari sekitar perairan tambak. Pada jaring hapa 1 benih yang bertahan hidup sebanyak 2.960 ekor dan yang mati sebanyak 1.250 ekor sedangkan pada jaring hapa 2 benih yang bertahan hidup sebanyak 2.940 ekor dan yang mati sebanyak 1.316 ekor. Hasil perhitungan benih tersebut didapat pada saat benih akan dipindahkan kedalam tambak pembesaran dan dipelihara selama 5 bulan.

5. Pemanenan

Pemanenan dilakukan secara bertahap dan total pada pukul 18.00 wib – 21.00 wib saat air muara mulai surut. Pemanenan dengan sistem seperti ini dilakukan karena hasil produksi tambak meliputi ikan bandeng, udang windu, udang putih dan udang werus. Pemanenan bertahap dilakukan pada malam hari dengan membuka pintu air utama dan meletakkan jaring pada pintu air tambak pemeliharaan sehingga air dalam tambak akan keluar secara perlahan. Udang akan mengikuti arus air dan sebaliknya ikan bandeng akan melawan arus, oleh karena itu udang akan terkumpul dalam jaring. Pemanenan secara total dilakukan menggunakan jaring dan seser. Untuk memudahkan proses pemanenan ikan bandeng panen dilakukan pada pagi harinya setelah pemanenan udang.

Metode Pengumpulan Data

1. Jenis Data

(49)

data pendukung lainnya yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dari dinas atau instansi terkait.

2. Lokasi Titik Sampling

[image:49.595.120.501.272.528.2]

Penentuan lokasi sampel berdasarkan perbedaan kerapatan mangrove yang ada di dalam tambak. Ditetapkan dua lokasi tambak dengan kerapatan seperti yang terlihat pada deskripsi area. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Peta lokasi penelitian

3. Deskripsi Area

(50)

Gamba Ta dengan lu tanggul ta LU dan 09

Gamba

4. Penga

A. Ve

Pe vegetasi m

ar 8. Tamba ambak 2 (ga uas 2.100 m

mbak. Keda 98031’44.83

ar 9. Tamba

ambilan Da

egetasi Man

ngumpulan mangrove y

ak 1 yaitu ta ambar 9), y m2. Vegeta alaman tam 37” BT.

ak 2 yaitu ta

ata

ngrove

n data veget ang terdapa ambak deng yaitu tamba asi mangro mbak mencap ambak deng tasi mangro at di dalam

gan kerapata ak dengan k ve terdapa pai 40 cm, t

gan kerapata

ove dilakuk m area tamba

an mangrov kerapatan m

t pada bag terletak pad an mangrov kan dengan ak. Paramet ve sedang mangrove re gian tengah da 03055’38

ve rendah

cara meng ter yang di

endah h dan

.630”

(51)

adalah jenis dan kerapatan vegetasi mangrove tersebut. Kerapatan mangrove merupakan jumlah individu mangrove per luas areal pengamatan (hektar). Pengukuran kerapatan mangrove dilakukan dengan cara menghitung seluruh vegetasi mangrove yang terdapat di dalam tambak.

B. Kelimpahan Plankton

Pengumpulan data plankton dilakukan pada setiap tambak dengan mengambil air sebanyak 25 liter, kemudian dimasukkan ke dalam ember plastik dan disaring dengan menggunakan plankton net nomor 25. Volume yang tersaring adalah 50 ml dan dimasukkan ke dalam botol sampel. Pengambilan sampel plankton pada setiap tambak dilakukan bersamaan dengan pengambilan sampel kualitas air, yaitu dilakukan sebanyak 4 kali pengamatan. Pengamatan ke-1 yaitu pada saat benur akan ditebar, pengamatan ke-2 yaitu dua bulan masa pemeliharaan, pengamatan ke-3 yaitu empat bulan masa pemeliharaan, dan pengamatan ke-4 yaitu lima bulan masa pemeliharaan. Waktu pengambilan sampel air dilakukan pada saat pagi hari pada jam 08.00 – 09.00 WIB. Karena sampel yang diperoleh tidak langsung diamati, maka sampel tersebut diawetkan dengan larutan lugol 4 % sebanyak 3 tetes pada setiap botol sampel, kemudian masing-masing botol sampel diberi label.

(52)

C. Data Kualitas Air

[image:52.595.112.512.339.434.2]

Parameter kualitas air yang diukur di setiap lokasi pengambilan sampel kualitas air adalah suhu, salinitas, kecerahan, pH dan DO. Pengambilan sampel kualitas air dilakukan sebanyak 4 kali ulangan, yaitu pada saat benih akan ditebar, pada saat dua bulan pemeliharaan, pada saat empat bulan pemeliharaan, dan pada saat akan dilakukan pemanenan. Waktu pengambilan contoh air dilakukan pada saat pagi hari pada jam 08.00 WIB. Pengumpulan data suhu, salinitas, kecerahan, pH dan DO dilakukan secara insitu. Alat yang digunakan dalam pengambilan data kualitas air dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Parameter dan alat yang digunakan dalam pengambilan data kualitas air No. Parameter Satuan Alat / Metode Tempat pengukuran

1 Suhu 0C Thermometer Insitu

2 Salinitas ‰ Refraktometer Insitu

3 Kecerahan Cm Keping Secchi Insitu

4 Ph - pH meter Insitu

5 DO Mg/l Metode Winkler Insitu

D. Data Produksi Ikan Bandeng

Pengumpulan data produksi ikan bandeng dilakukan dengan pengamatan secara langsung di lokasi penelitian yaitu pada saat dilakukan proses pemanenan.

5. Analisis Data

A. Data Vegetasi Mangrove

(53)

lain, kerapatan atau densitas merupakan jumlah individu organisme per satuan ruang. Menurut Bengen (2000) untuk menganalisa data kerapatan vegetasi mangrove digunakan rumus:

K NA

Keterangan:

K = kerapatan vegetasi mangrove (ind/ha) N = jumlah total individu (ind)

A = satuan unit area yang diukur (ha)

Untuk menentukan kerapatan mangrove pada tambak silvofishery dibagi menjadi 3 kriteria kerapatan mangrove. Kriteria kerapatan mangrove pada tambak silvofishery dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kriteria kerapatan mangrove pada tambak silvofishery Kriteria Kerapatan (pohon/ha)

Tinggi > 1000

Sedang 500 – 1000

Rendah < 500

Sumber : Wahab (2003)

B. Data Kelimpahan Plankton

Penentuan kelimpahan plankton dihitung dengan menggunakan rumus Sachlan dan Effendie (1972), diacu oleh Dianthani (2003), sebagai berikut :

N n Vr

Vo 1 Vs

Keterangan:

N = jumlah sel per liter n = jumlah sel yang diamati Vr = volume air tersaring (ml)

(54)

C. Data Kualitas Air

Analisis data untuk mengetahui kelayakan kondisi kualitas air untuk budidaya ikan bandeng adalah dengan membandingkan parameter fisika dan kimia pada setiap petak tambak berdasarkan kriteria pada Tabel 5.

Tabel 5.Kriteria kualitas air pemeliharaan untuk budidaya ikan bandeng

No. Parameter Satuan Nilai Fisika

1 Suhu 0C 27 – 31

2 Kecerahan Cm 20 – 40 Kimia

3 Salinitas ‰ 15 – 30

4 pH - 7 – 8.5

5 DO Mg/l 3 – 8

Sumber : Sudradjat (2011).

D. Data Produksi Ikan Bandeng

(55)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Analisis Vegetasi Mangrove

Jenis-jenis dan kerapatan mangrove yang ditemukan berdasarkan hasil analisis vegetasi mangrove pada masing-masing tambak pengamatan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jenis-jenis dan kerapatan mangrove pada masing-masing tambak

pengamatan

Tingkatan Jenis

Kerapatan Mangrove (ind/ha)

Tambak 1

Kerapatan Mangrove (ind/ha)

Tambak 2

Semai Acanthus ilicifiolus 47 -

Rhizhopora apiculata 155 56

Total 202 56

Pancang Nypa fruticans 23 -

Rhizophora apiculata 65 272

Sonneratia alba 23 -

Total 111 272

Pohon Rhizophora apiculata 817 -

Sonneratia alba 141 47

Total 958 47

Keterangan : Tambak 1 : tambak dengan kerapatan mangrove sedang Tambak 2 : tambak dengan kerapatan mangrove rendah

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, kerapatan mangrove pada tambak 1 untuk tingkat semai 202 ind/ha, untuk tingkat pancang 111 ind/ha, dan untuk tingkat pohon 958 ind/ha. Sedangkan kerapatan mangrove pada tambak 2 untuk tingkat semai 56 ind/ha, untuk tingkat pancang 272 ind/ha, dan untuk tingkat pohon 47 ind/ha.

Kerapatan pohon Apiculata pada tambak 1 adalah 817 ind/ha. Kerapatan pohon Alba pada tambak 1 adalah 141 ind/ha, sedangkan kerapatan pohon Alba

[image:55.595.112.514.315.509.2]
(56)
[image:56.595.114.503.141.429.2]

Jen dilihat pad Gambar 1 Paramete Ha pengamata Tabel 7. H ta No. Par F 1 Suh 2 Ke K 3 Sal 4 pH 5 DO a c

nis-jenis m da Gambar

0. Jenis man (a) Acant (d) Sonner er Kualitas

asil penguk an dapat dil Hasil penguk ambak peng rameter Fisika hu cerahan Kimia linitas H O mangrove ya 10. ngrove yang thus ilicifio ratia alba Air kuran param lihat pada T kuran param gamatan Satuan T 0 C Cm ‰ - Mg/l ang ditemu g ditemukan

lus (b) Nypa

meter kuali Tabel 7.

meter kualit Ni Tambak 1

29 – 31 57 – 62.5

7 – 10 6.8 – 7.5 6.3 – 6.9

ukan pada

n pada tamb

a fruticans

itas air pa

as air pada ilai

Tambak 29 – 32 29.5 – 36

7 – 9.5 6.6 – 7.7 6.4 – 9.0 b

d

tambak pe

bak pengam (c) Rhizoph

da masing-2 6 7 0 engamatan

matan 1 dan

hora apicu

[image:56.595.116.392.595.726.2]
(57)
[image:57.595.115.515.149.318.2]

Suhu perairan saat dilakukan pengukuran pada tambak 1 yaitu 29-31 0C dan pada tambak 2 yaitu 29-32 0C. Suhu perairan pada masing-masing tambak pengamatan dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Suhu perairan pada masing-masing tambak pengamatan

Kecerahan perairan saat dilakukan pengukuran pada tambak 1 yaitu 57-62.5 Cm dan pada tambak 2 yaitu 29.5-36 Cm. Kecerahan perairan pada masing-masing tambak pengamatan dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Kecerahan perairan pada masing-masing tambak pengamatan

Salinitas perairan saat dilakukan pengukuran pada tambak 1 yaitu 7-10 ‰ dan pada tambak 2 yaitu 7-9.5 ‰.Salinitas perairan pada masing-masing tambak pengamatan dapat dilihat pada Gambar 13.

31 30 29 30 30 32 29 29 27.5 28 28.5 29 29.5 30 30.5 31 31.5 32 32.5

1 2 3 4

Pengamatan

ke-oC

Tambak 1 Tambak 2

58.5 57 62.5 62

29.5 32 33.5

36 0 10 20 30 40 50 60 70

1 2 3 4

Pengamatan

ke-Cm

[image:57.595.119.510.434.604.2]
(58)
[image:58.595.116.508.84.259.2]

Gambar 13. Salinitas perairan pada masing-masing tambak pengamatan

pH perairan saat dilakukan pengukuran pada tambak 1 yaitu 6.8-7.5 dan pada tambak 2 yaitu 6.6-7.7. pH perairan pada masing-masing tambak pengamatan dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. pH perairan pada masing-masing tambak pengamatan

DO perairan saat dilakukan pengukuran pada tambak 1 yaitu 6.3-6.9 mg/l dan pada tambak 2 yaitu 6.4-9.0 mg/l. Kandungan DO perairan pada masing-masing tambak pengamatan dapat dilihat pada Gambar 15.

7 9 10 10 7 8 9 9.5 0 2 4 6 8 10 12

1 2 3 4

Pengamatan

ke-‰ Tambak 1

Tambak 2 6.8 7.4 7.5 6.8 6.6 7.7 7.2 6.9 6 6.2 6.4 6.6 6.8 7 7.2 7.4 7.6 7.8

1 2 3 4

Pengamatan

[image:58.595.115.513.372.540.2]
(59)
[image:59.595.116.508.83.257.2]

Gambar 15. DO perairan pada masing-masing tambak pengamatan

Kelimpahan Plankton

Berdasarkan hasil pengamatan ke-1, plankton yang ditemukan terbagi menjadi 10 kelas dan 13 genus. Kelimpahan fitoplankton yang tertinggi pada tambak 1 dan tambak 2 adalah kelas Bacillariophyceae. Kelimpahan zooplankton yang tertinggi pada tambak 1 adalah kelas Branchiopoda. Pada tambak 2 Kelimpahan zooplankton yang tertinggi adalah kelas Crustacea. Jenis dan kelimpahan plankton pada pengamatan ke-1 dapat dilihat pada Tabel 8.

6.9 6.6

6.3 6.6

9

6.4

7.2 7.6

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4

Pengamatan

ke-mg

/l Tambak 1

(60)

36.707 187.707 27.707 221.707 0 50 100 150 200 250

Tambak 1 Tambak 2

Ind/l

[image:60.595.107.537.101.376.2]

Fitoplankton Zooplankton

Tabel 8. Jenis dan kelimpahan plankton pada pengamatan 1 Plankton No. Kelas No. Genus

Pengamatan 1 Tambak 1

(K)

Tambak 2 (K)

Fitoplankton 1 Bacillariophyceae 1 Cocconeis 24.707 110.707 2 Gyrosigma - 20.707 3 Melosira - 22.707 2 Chlorophyceae 4 Pandorina 17.707 - 3 Coscinodiscophyceae 5 Isthmia 21.707 22.707 4 Cyanophyceae 6 Oscillatoria 20.707 60.707 5 Fragilariophyceae 7 Synedra 17.707 30.707 6 Zygnemophyceae 8 Gonatozygon 17.707 19.707

Total 36.707 187.707

Zooplankton 7 Branchiopoda 9 Daphnia 22.707 - 8 Crustacea 10 Nauplius 20.707 92.707 9 Maxillopoda 11 Diacyclops 17.707 -

12 Diaptomus - 73.707 10 Monogononta 13 Brachionus - 88.707

Total   27.707 221.707

Total (K) Plankton

 

47.707 392.707 Keterangan : Tambak 1 : tambak dengan kerapatan mangrove tinggi

Tambak 2 : tambak dengan kerapatan mangrove rendah K : kelimpahan

Kelimpahan plankton pada tambak 2 lebih tinggi daripada tambak 1. Kelimpahan plankton pada tambak 1 adalah 47.707 ind/l dan pada tambak 2 adalah 392.707 ind/l. Kelimpahan fitoplankton pada tambak 1 adalah 36.707 ind/l dan pada tambak 2 adalah 187.707 ind/l. Kelimpahan zooplankton pada tambak 1 adalah 27.707 ind/l dan pada tambak 2 adalah 221.707 ind/l. Untuk lebih jelasnya kelimpahan plankton pada pengamatan 1 dapat dilihat pada Gambar 16.

 

[image:60.595.116.512.570.733.2]
(61)
[image:61.595.103.552.241.535.2]

Berdasarkan hasil pengamatan ke-2, plankton yang ditemukan terbagi menjadi 8 kelas dan 14 genus. Kelimpahan fitoplankton yang tertinggi pada tambak 1 dan tambak 2 adalah kelas Cyanophyceae. Kelimpahan zooplankton yang tertinggi pada tambak 1 dan tambak 2 adalah kelas Maxillopoda. Jenis dan kelimpahan plankton pada pengamatan ke-2 dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Jenis dan kelimpahan plankton pada pengamatan 2 Plankton No. Kelas No. Genus

Pengamatan 2 Tambak 1

(K)

Tambak 2 (K)

Fitoplankton 1 Bacillariophyceae 1 Bacteriastrum 18.707 - 2 Cocconeis 33.707 - 3 Melosira - 18.707 4 Navicula 17.707 - 5 Triceratium 17.707 - 2 Chlorophyceae 6 Oedogonium - 17.707 3 Coscinodiscophyceae 7 Coscinodiscus 20.707 -

8 Isthmia 34.707 29.707 4 Cyanophyceae 9 Oscillatoria 51.707 1959.707

5 Zygnemophyceae 10 Closterium - 19.707 11 Gonatozygon 17.707 -

Total 95.707 1978.707

Zooplankton 6 Branchiopoda 12 Daphnia 19.707 - 7 Crustacea 13 Nauplius 18.707 -

8 Maxillopoda 14 Diacyclops 109.707 108.707

Total 114.707 108.707

Total (K)

Plankton 193.707 2070.707

Keterangan : Tambak 1 : tambak dengan kerapatan mangrove tinggi Tambak 2 : tambak dengan kerapatan mangrove rendah K : kelimpahan

(62)

95.707 1978.707 114.707 108.707 0 500 1000 1500 2000 2500

Tambak 1 Tambak 2

Ind/l

[image:62.595.112.508.84.278.2]

Fitoplankton Zooplankton

Gambar 17. Kelimpahan plankton pada pengamatan 2

Berdasarkan hasil pengamatan ke-3, plankton yang ditemukan terbagi menjadi 7 kelas dan 14 genus. Kelimpahan fitoplankton yang tertinggi pada tambak 1 adalah kelas Cyanophyceae. Pada tambak 2 Kelimpahan fitoplankton yang tertinggi adalah kelas Coscinodiscophyceae. Kelimpahan zooplankton yang tertinggi pada tambak 1 dan tambak 2 adalah kelas Crustacea. Jenis dan kelimpahan plankton pada pengamatan ke-3 dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Jenis dan kelimpahan plankton pada pengamatan 3 Plankton No. Kelas No. Genus

Pengamatan 3 Tambak 1

(K)

Tambak 2 (K)

Fitoplankton 1 Bacillariophyceae 1 Cocconeis - 17.707 2 Melosira - 23.707 3 Navicula 22.707 -

3 Coscinodiscophyceae 7 Isthmia 40.707 38.707 4 Cyanophyceae 9 Oscillatoria 320.707 20.707

Fragilariophyceae 7 Synedra - 17.707 5 Zygnemophyceae 10 Gonatozygon 20.707 -

Total 350.707 51.707

Zooplankton 6 Crustacea 13 Nauplius 21.707 24.707 7 Maxillopoda 14 Diacyclops 19.707 -

Total 24.707 24.707

Total (K)

Plankton 362.707 59.707

[image:62.595.106.548.495.725.2]
(63)
[image:63.595.116.511.253.453.2]

Kelimpahan plankton pada tambak 1 lebih tinggi daripada tambak 2. Kelimpahan plankton pada tambak 1 adalah 362.707 ind/l dan pada tambak 2 adalah 59.707 ind/l. Kelimpahan fitoplankton pada tambak 1 adalah 350.707 ind/l dan pada tambak 2 adalah 52.707 ind/l. Kelimpahan zooplankton pada tambak 1 dan tambak adalah 24.707 ind/l. Untuk lebih jelasnya kelimpahan plankton pada pengamatan 3 dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18. Kelimpahan plankton pada pengamatan 3

Berdasarkan hasil pengamatan ke-4, plankton yang ditemukan terbagi menjadi 8 kelas dan 14 genus. Kelimpahan fitoplankton yang tertinggi pada tambak 1 adalah kelas Bacillariophyceae. Pada tambak 2 Kelimpahan fitoplankton yang tertinggi adalah kelas Coscinodiscophyceae. Kelimpahan zooplankton yang tertinggi pada tambak 1 dan tambak 2 adalah kelas Crustacea. Jenis dan kelimpahan plankton pada pengamatan ke-4 dapat dilihat pada Tabel 11.

350.707

52.707

114.707 108.707

0 50 100 150 200 250 300 350 400

Tambak 1 Tambak 2

In

d

/l Fitoplankton

(64)
[image:64.595.107.546.101.423.2]

Tabel 11. Jenis dan kelimpahan plankton pada pengamatan 4 Plankton No. Kelas No. Genus

Pengamatan 4 Tambak 1

(K)

Tambak 2 (K)

Fitoplankton 1 Bacillariophyceae 1 Cocconeis 31.707 35.707 2 Gyrosigma 45.707 - 3 Melosira 40.707 26.707 4 Navicula 26.707 19.707 5 Nitzchia 19.707 18.707 6 Surirella 19.707 - 7 Terpsinoë 17.707 - 2 Coscinodiscophyceae 8 Coscinodiscus 32.707 -

9 Isthmia 54.707 53.707 10 Thalassiosira 23.707 -

3 Cyanophyceae 11 Oscillatoria 58.707 36.707

4 Fragilariophyceae 12 Synedra 28.707 21.707 5 Zygnemophyceae 13 Gonatozygon 20.707 19.707

Total 220.707 115.707

Zooplankton 6 Crustacea 14 Nauplius 28.707 31.707

7 Maxillopoda 15 Diacyclops 18.707 18.707 16 Diaptomus 17.707 21.707 8 Monogononta 17 Brachionus - 17.707

Total 31.707 39.707

Total (K)

Plankton 235.707 138.707

Keterangan : Tambak 1 : tambak dengan kerapatan mangrove tinggi Tambak 2 : tambak dengan kerapatan mangrove rendah K : kelimpahan

(65)
[image:65.595.117.506.87.287.2]

Gambar 19. Kelimpahan plankton pada pengamatan 4

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pada pengamatan 1 kelimpahan fitoplankton pada tambak 1 adalah 36.707 ind/l dan pada tambak 2 adalah 187.707 ind/l. Kelimpahan zooplankton pada tambak 1 adalah 27.707 ind/l dan pada tambak 2 adalah 221.707 ind/l. Pada pengamatan 2 kelimpahan fitoplankton pada tambak 1 adalah 95.707 ind/l dan pada tambak 2 adalah 1978.707 ind/l. Kelimpahan zooplankton pada tambak 1 adalah 114.707 ind/l dan pada tambak 2 adalah 108.707 ind/l. Pada pengamatan 3 kelimpahan fitoplankton pada tambak 1 adalah 350.707 ind/l dan pada tambak 2 adalah 52.707 ind/l. Kelimpahan zooplankton pada tambak 1 adalah 114.707 ind/l dan pada tambak 2 adalah 108.707 ind/l. Pada pengamatan 4 kelimpahan fitoplankton pada tambak 1 adalah 220.707 ind/l dan pada tambak 2 adalah 115.707 ind/l. Kelimpahan zooplankton pada tambak 1 adalah 31.707 ind/l dan pada tambak 2 adalah 39.707 ind/l Kelimpahan planktonpada pengamatan 1 sampai dengan pengamatan 4 dapat dilihat pada Gambar 20.

220.707

115.707

31.707 39.707

0 50 100 150 200 250

Tambak 1 Tambak 2

In

d

/l Fitoplankton

(66)

657.707 2283.707 148.707 344.707 0 500 1000 1500 2000 2500

Tambak 1 Tambak 2

Ind/l

Fitoplankton

[image:66.595.115.512.86.256.2]

Zooplankton

Gambar 20. kelimpahan plankton pada pengamatan 1 sampa

Gambar

Gambar 2. Sketsa tammbak akua-fo
Gambar 4. Tambak akkua-forestri
Gambar 7. Peta lokasi penelitian
Tabel 3. Parameter dan alat yang digunakan dalam pengambilan data  kualitas air
+7

Referensi

Dokumen terkait

tersebut ditegaskan oleh gambar bawah permukaan yang ditampilkan oleh keempat lintasan yang tersusun parallel satu dengan yang lain dimana lokasi rekahan digambarkan

Hasil belajar siswa sebelum tindakan (skor dasar) dengan nilai rata-rata 58,54 kemudian mengalami peningkatan pada siklus I setelah penerapan model inkuiri dengan

Perjanjian kerja antara pekerja dan pengusaha yang didalamnya terdapat klausul non- kompetisi, yang isinya memberikan larangan bagi pekerja untuk bekerja di tempat lain dengan bidang

Sruktur gedung kantor dermaga menggunakan beton bertulang, memiliki empat lantai dengan panjang bangunan 85,025 m, lebar bangunan 24,075 m dan tinggi bangunan 17

Naskah Tengul karya Arifin C. Noer tidak memberikan penjelasan tentang usia dari tokoh Korep. Akan tetapi, dari jalinan cerita.. menunjukkan usianya adalah separuh

(Study Deskriptif Motif Pelajar Sma Sekolah Islam Di Gresik Dalam Menonton Tayangan Progam Acara “Islam KTP” Di

Gambaran ini mengindikasikan bahwa pada siswa yang meiliki motivasi belajar rendah, ditemukan bahwa secara signifikan hasil belajar matematika yang diajar melalui

Objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia