• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian proyeksi luas kebutuhan ruang terbuka hijau kota Bogor dan arahan serta pola penyebarannya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian proyeksi luas kebutuhan ruang terbuka hijau kota Bogor dan arahan serta pola penyebarannya"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

! "

# $ % ! % &

Peningkatan jumlah penduduk Kota Bogor menyebabkan kebutuhan ruang terbangun meningkat, hal ini berimbas pada penurunan luas ruang terbuka hijau (RTH) Kota Bogor di setiap tahunnya. Proporsi RTH sesuai UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada wilayah perkotaan yaitu 30% dari luas kota. Kota Bogor memiliki luas wilayah ± 11.850 ha sehingga dibutuhkan 3.555 ha yang terdiri dari 20 % RTH publik ± 2.370 ha dan 10 % RTH privat yaitu ±1.185 ha. Pada tahun mendatang, untuk menghindari perubahan penggunaan lahan dari ruang terbuka hijau menjadi ruang terbangun yang semakin meningkat, dibutuhkan luasan RTH yang diprioritaskan untuk dipertahankan dengan pemenuhan RTH berdasarkan kebutuhan lainnya.

Penelitian ini menghitung kebutuhan RTH untuk memenuhi kebutuhan sesuai jumlah penduduk kota dan jumlah kebutuhan oksigen kota. Untuk perhitungan proyeksi kebutuhan RTH sesuai jumlah penduduk, digunakan

timeseries data penduduk yang didapat dari BPS Kota Bogor dengan growth model dan menggunakan ketetapan 2,53m2/individu. Proyeksi kebutuhan RTH

sesuai kebutuhan oksigen kota, menggunakan data pengguna oksigen di kota, yaitu jumlah penduduk kota, jumlah ternak dalam kota, jumlah kendaraan bermotor dan jumlah industri yang berada di Kota Bogor, dengan unit analisis per kecamatan. Perhitungan kebutuhan RTH berdasarkan kebutuhan oksigen dilakukan dengan menggunakan metode Gerarkis yang dikembangkan oleh Wisesa pada tahun1988.

Proyeksi jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2030 adalah 1.428.488 jiwa dan proyeksi kebutuhan RTH4nya seluas 361,4 ha. Dengan rincian proyeksi jumlah penduduk dan kebutuhan RTH sebagai berikut: (1) Kecamatan Bogor Selatan 269.070 jiwa dan 68,07 ha; (2) Kecamatan Bogor Timur 151.362 jiwa, dan 38,29 ha; (3) Kecamatan Bogor Utara 238.372 jiwa dan 60,31 ha; (4) Kecamatan Bogor Tengah 115.449 jiwa dan 29,21 ha; (5) Kecamatan Bogor Barat 371.615 jiwa dan 94,02 ha; (6) Kecamatan Tanah Sareal 282.620 jiwa dan 71,50 ha..Proyeksi kebutuhan RTH sesuai kebutuhan oksigen Kota Bogor adalah sebesar 943,73 ha. Kecamatan Bogor Selatan 188,65 ha. Kecamatan Bogor Timur seluas 94,38 ha. Kecamatan Bogor Utara seluas 169,85 ha. Kecamatan Bogor Tengah seluas 103,71 ha. Kecamatan Bogor Barat seluas 207,76 ha dan Kecamatan Tanah Sareal seluas 179,39 ha. Hasil akhir dari penelitian ini adalah berupa peta arahan dan pola sebaran RTH di tiap kecamatan di Kota Bogor, dimana daerah sebaran tersebut berdasarkan penggunaan lahan yang telah ada dengan mengutamakan penggunaan lahan dengan nilai landrent yang rendah yaitu

diutamakan tanah kosong, semak, dan pepohonan.

(2)

%

&

' ( ) *+ + '

+ ! , # % + - (

$ % ! % &

A growing number of inhabitant of the Bogor City increase urban space requirements, this broad impact on the reduction of green open spaces (greenery) yearly. Proportion of greenery in accordance with National Act No. 26 of 2007 on spatial planning in urban areas, representing 30% of the city area. Bogor occupies 11.850 ha, and need as consisting of 20% of city areas (± 2.370 ha) public green open space and 10% private green open space (±1.185 ha). In the next year, to avoid land4use change with green open space becomes more awake, it is needed to find the method to justify the priority of green open space to be conserved.

This study calculated the appropriate green space to meet the needs of the urban population and total oxygen demand of the city. Calculation of the projected need for green space based on population was conducted by using population data and timeseries population projection in the year to be calculated. Calculation the need for green open space based on oxygen requirement was conducted by employing population data, number of livestock, the number of motor vehicles and the number of industries located in Bogor City, where the unit of analysis was per sub district.

Estimated population of Bogor City in 2030 will be 1.428.488 inhabitants, and need greenery as much as 361,4 ha. Details of projected population and the need for green spaces as follows: (1) South Bogor Sub District, 269.070 inhabitants and 68,07 ha; (2) East Bogor, 151.362 inhabitants and 38,29 ha; (3) North Bogor, 238.372 inhabitants and 60,31 ha; (4) Central Bogor, 115.449 inhabitants and 29,21 ha; (5) West Bogor, 371.615 inhabitants and 94,02 ha; and (6) Tanah Sareal, 282.620 inhabitants and 71,50 ha. The projected requirements for greenery in accordance with the requirements of oxygen is 943,73 ha. It is distributed to South Bogor district 188,65 ha, East Bogor Areas 94,38 ha, North Bogor area 169,85 ha, Central Bogor area 103,71 ha, West Bogor 207,76 ha, Tanah Sareal area 179,39 ha. The final result of this research is a map of the direction and the distribution of green space in each district in Bogor City, where distribution is based on existing land use, with emphasis on the use of land with a low value of land rent, namely vacant land, shrubs and trees.

(3)

. *&$ % $ % % % $ % . %

* * * ! * $ &$ &

/012///3

+

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

*

%!

.$

$

%

$ ! &

!$

$

$

%

!

%

$ ! &

4

%

$

%

$

* *

(4)

Judul Skripsi : Kajian Proyeksi Luas Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor dan Arahan Pola Penyebarannya

Nama Mahasiswa : Intan Laksmita Sari Nomor Pokok : A14061112

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, MAgr NIP.19651011 199002 1002 NIP. 19601022 198601 1001

Mengetahui,

Ketua Departemen

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc NIP. 1962113 198703 1 003

(5)

5 & !%

Penulis bernama lengkap Intan Laksmita Sari, dilahirkan di Temanggung, Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 27 Juli 1989. Penulis adalah putri sulung dari tiga bersaudara pasangan Aminto Nugroho dan Erina Rusdian Sari.

Penulis mengawali jenjang pendidikan formal di TK Aisyah Banyuwangi, Jawa Timur dan dilanjutkan di TK REMAJA Parakan, Temanggung, Jawa Tengah. Satu tahun pertama jenjang SD dilewati di SD REMAJA, kemudian dilanjutkan di SD Negeri Banjarbaru Utara I, Banjarbaru, Kalimantan Selatan hingga lulus. Pada tahun 2001 hingga 2004 melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 7 Bogor, Jawa Barat.

Penulis melanjutkan pendidikan SMA selama dua tahun melalui program akselerasi di SMA Negeri 3 Bogor dan menyelesaikan pada tahun 2006. Pada tahun yang sama, penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui Program Undangan Seleksi Masuk IPB, pada tahun berikutnya penulis diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dengan minor Arsitektur Lanskap.

(6)

$

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia4Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai tugas akhir dengan judul ”Kajian Proyeksi Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor dan Arahan Pola Penyebarannya”. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan di Bagian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di Pusat Pengkajian serta Perencanaan Pengembangan Wilayah (P4W) LPPM Kampus IPB Baranangsiang.

Penelitian mengkaji kebutuhan RTH Kota Bogor dilatarbelakangi karena meningkatnya jumlah penduduk Kota Bogor. Hal tersebut menyebabkan kebutuhan ruang terbangun meningkat yang berimbas pada penurunan luas ruang terbuka hijau (RTH) Kota Bogor di setiap tahunnya, sehingga dibutuhkan alternatif angka kebutuhan RTH dengan pendekatan fungsi lainnya agar kebutuhan RTH Kota Bogor tetap terpenuhi. Selain besarnya peranan ilmu dari Bagian Perencanaan Pengembangan Wilayah, dibutuhkan pula beberapa kajian ilmu dari arsitektur lanskap.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Walaupun demikian, semoga hasil4hasil yang dituangkan dalam skripsi ini bermanfaat bagi mereka yang memerlukannya.

Bogor, November 2010

(7)

%) $

Dalam perjalanan penelitian, penulis banyak mendapatkan bantuan dari banyak pihak dan pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar4besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku dosen pembimbing I dan Bapak Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr selaku dosen pembimbing II, atas segala bimbingan, kesabaran dan ilmu yang diberikan kepada penulis.

2. P4W LPPM IPB, Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi, Badan Pusat Statistik dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Bogor serta instansi lain yang telah memfasilitasi dan memberikan bantuan berupa data penelitian selama ini kepada penulis.

3. Bapak, Ibu dan adik4adik tercinta atas semua dukungan dan kasih sayangnya, baik moril maupun materil serta doa yang selalu mengalir dari keluarga. 4. Dosen dan staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, terutama

dari Bagian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Mbak Emma dan Mbak Dian serta Mbak Hesti yang banyak membantu selama penelitian. 5. Maulana Wijaya atas dukungan, semangat serta do’a kepada penulis dalam

perjalanan penelitian.

6. Teman4teman MSL43 yang telah memberikan rasa kekeluargaan yang tak terlupakan dalam kebersamaan selama ini, terutama Sony Nugroho yang sangat membantu penulis dan teman4teman di Bagian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah dan semua mahasiswa MSL yang tidak bisa disebutkan satu per satu atas dukungan semangat dan kerjasamanya.

7. Teman dari arl dan ipb43 yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas saran, motivasi dan bantuan dalam penelitian penulis.

8. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

(8)

8

! 4

DAFTAR TABEL ... iix

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. PENDAHULUAN ... 13

1.1. Latar Belakang ... 13

1.2. Tujuan Penelitian ... 15

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 16

2.1. Definisi Pertumbuhan Penduduk dan Kepadatan Penduduk ... 16

2.2. Definisi Ruang Terbuka Hijau ... 22

2.3. Fungsi RTH ... 23

2.4. Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan ... 24

2.5. Peran Geographic Information System (GIS) dalam Analisis RTH .. 25

III. METODOLOGI ... 27

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

3.2. Metode Penelitian ... 27

3.3. Jenis Data, Sumber Data dan Alat Penelitian ... 33

IV. KEADAAN UMUM LOKASI STUDI ... 36

4.1. Letak Geografis dan Wilayah Administrasi ... 36

4.2. Topografi ... 36

4.3. Klimatologi ... 36

4.4. Pemanfaatan Ruang Kota dan Pengunaan Lahan ... 37

4.5. Penggunaan Lahan di Kota Bogor ... 38

4.6. Ruang Terbuka Hijau di Kota Bogor ... 39

4.7. Perkembangan Perencanaan dan Konsep RTH Kota Bogor ... 39

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

5.1. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kota Bogor Per Kecamatan ... 41

5.2. Proyeksi Kebutuhan RTH Kota Bogor Per Kecamatan Kota Bogor Berdasarkan Jumlah Penduduk di Tahun 2030 ... 49

(9)

9

5.4. Arahan dan Pola Penyebaran Proyeksi Kebutuhan RTH Kota Bogor Per Kecamatan Kota Bogor Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Kota

dan Jumlah Penduduk di Tahun 2030 ... 51

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

6.1. Kesimpulan ... 57

6.2. Saran ... 58

(10)

10

! 4 $

# #

1. Metode Penelitian ... 28 2. Sumber Data Penelitian ... 33 3. Klasifikasi dan Sebaran Land Use/ Land Cover Kota Bogor Tahun 2003

dan 2007 ... 38 4. Penggunaan Lahan Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor Tahnu 2005 ... 39 5. Perbandingan nilai R2 masing4masing Kecamatan ... 51 6. Model Persamaan Proyeksi Perhitungan Pertumbuhan Penduduk Kota

Bogor per Kecamatan ... 42 7. Pertumbuhan Penduduk Kota Bogor ... 44 8. Proyeksi Kebutuhan RTH Kota Bogor dan per Kecamatan Sesuai Jumlah

Penduduk Kota Bogor di Tahun 2030 ... 49 9. Proyeksi Kebutuhan RTH Kota Bogor dan per Kecamatan Sesuai

Kebutuhan Oksigen Kota Bogor di Tahun 2030 ... 51

Lampiran

1. Perhitungan Kebutuhan Oksigen Industri, Kendaraan dan Ternak Kota

(11)

11

! 4

# #

1. Pola Hubungan Dua Peubah dengan Koefisien Regresi Positif (a) dan

Negatif (b) ... 20

2. Peta Lokasi Penelitian ... 27

3. Kerangka Pikir Penelitian ... 32

4. Citra Ikonos Kota Bogor 2007 ... 36

5. Peta Land Use/Land Cover Kota Bogor 2007 ... 37

6. RTH Bentang Alam ... 38

7. RTH Perkantoran dan Gedung Komersil ... 38

8. RTH Median dan Tepian Jalan ... 39

9. RTH Sepadan Rel Kereta Api ... 39

10. RTH RTH Pedestrian ... 39

11. RTH Lapangan Olahraga ... 39

12. RTH Sepadan Sungai ... 39

13. Peta RTRW Kota Bogor Periode 199942009 ... 40

14. Grafik Data BPS dan Hasil Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Bogor Selatan ... 44

15. Grafik Data BPS dan Hasil Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Bogor Timur ... 44

16. Grafik Data BPS dan Hasil Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Bogor Utara ... 45

17. Grafik Data BPS dan Hasil Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Bogor Tengah ... 45

18. Grafik Data BPS dan Hasil Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Bogor Barat ... 46

(12)

12

21. Grafik Proyeksi Presentasi Jumlah Penduduk Kota Bogor per Kecamatan di Tahun 2030 ... 49 21. Grafik Proyeksi Pertumbuhan Jumlah Penduduk Kota Bogor per Kecamatan

di Tahun 2030 ... 49 23. Peta Arahan Ruang Terbuka Hijau Sesuai Kebutuhan Oksigen Kota Bogor

di Tahun 2030 ... 57 24. Peta Arahan Ruang Terbuka Hijau Sesuai Jumlah Penduduk Kota Bogor

(13)

13

$ ! % %

/ /

Kota Bogor merupakan kota jasa sekaligus kota pemukiman yang mempunyai visi “Kota Jasa yang Nyaman dengan Masyarakat Madani dan Pemerintahan Amanah”. Tidak dapat dipungkiri bahwa Kota Bogor sejak dahulu dikenal dengan banyaknya ruang terbuka hijau dengan beraneka ragam flora, sehingga kesejukan udaranya menjadi alasan utama bagi para pendatang untuk tinggal di Kota Bogor (BAPEDDA, 2007)

Dinamika perkembangan kota baik secara eksternal maupun internal, mempengaruhi kondisi lingkungan khususnya ruang terbuka hijau. Luas ruang terbuka hijau (RTH) Kota bogor setiap tahun semakin berkurang, hal tersebut disebabkan terjadinya perubahan fungsi yang semula berupa lahan terbuka alami menjadi terbangun untuk berbagai keperluan pembangunan seperti perumahan, industri, perdagangan dan jasa, kantor jalan, dan lain4lain. Sebagai akibat persaingan yang semakin ketat maka lahan yang produktif tetapi kurang memiliki nilai ekonomi akan tersingkir. Sebaliknya lahan terbuka hijau yang berada pada lokasi stategis dan mempunyai nilai ekonomi tinggi akan terancam fungsinya, terutama fungsi ekologisnya. Persaingan dalam pemanfaatan lahan saat ini lebih banyak berpihak pada kepentingan ekonomis dibandingkan ekologisnya. Hal inilah yang menyebabkan proporsi RTH Kota Bogor berkurang.

RTH kota adalah bagian dari ruang4ruang terbuka (open spaces) suatu

(14)

14

Berdasarkan UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang proporsi RTH pada wilayah perkotaan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas wilayah kota, yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% ruang terbuka privat. Jika hasil perhitungan lebih kecil dari 30 %, maka kebutuhan RTH yang digunakan tetap 30 %, sedangkan jika hasil perhitungan lebih besar dari 30 % maka angka tersebut yang dijadikan target pemenuhan luas RTH.

Jumlah penduduk Kota Bogor menurut data agregat hasil sensus penduduk 2010 oleh BPS sejumlah 949.066 jiwa dengan rincian, Kecamatan Bogor Utara 170.320 jiwa, Kecamatan Bogor Barat 210.450 jiwa, Kecamatan Bogor Timur 94.572 jiwa, Kecamatan Bogor Selatan 180.745 jiwa, Kecamatan Bogor Tengah 102.203 jiwa, Kecamatan Tanah Sareal 190.776 jiwa. BAPPEDA Kota Bogor memprediksikan jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2025 sejumlah 1.494.191 jiwa dengan rincian, Kecamatan Bogor Utara 261.375 jiwa, Kecamatan Bogor Barat 337.987 jiwa, Kecamatan Bogor Timur 151.987 jiwa, Kecamatan Bogor Selatan 291.373 jiwa, Kecamatan Bogor Tengah 180.292 jiwa, Kecamatan Tanah Sareal 271.177 jiwa.

Peningkatan jumlah penduduk Kota Bogor menyebabkan kebutuhan ruang terbangun meningkat, hal ini berimbas pada penurunan luas ruang terbuka hijau (RTH) Kota Bogor di setiap tahunnya. Proporsi RTH sesuai UU, Kota Bogor memiliki luas wilayah ± 11.850 ha sehingga dibutuhkan 3.555 ha yang terdiri dari 20 % RTH publik ± 2.370 ha dan 10 % RTH privat yaitu ±1.185 ha. Pada tahun mendatang, untuk menghindari perubahan penggunaan lahan dari ruang terbuka hijau menjadi ruang terbangun yang semakin meningkat, dibutuhkan luasan RTH yang diprioritaskan untuk dipertahankan dengan pemenuhan RTH berdasarkan kebutuhan lainnya.

(15)

15

netralisasi karbondioksida; dan (5) Penyediaan kebutuhan RTH berdasarkan perhitungan kebutuhan air.

Alokasi penyebaran RTH dapat disesuaikan dengan diketahuinya kebutuhan RTH per kecamatan di Kota Bogor, sesuai jumlah penduduk per kecamatan, kepadatan penduduk per kecamatan, kebutuhan oksigen per kecamatan, dan lain4lain. Dengan demikian maka konsistensi dan inkonsistensi penggunaan lahan dapat dioptimalkan sesuai RTRW Kota Bogor dengan pemenuhan kebutuhan RTH masing4masing kecamatan. Masing4masing kecamatan memiliki arahan untuk pengembangan RTH dan setiap tanaman RTH disesuaikan dengan fungsi masing4masing RTH.

/ 3

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis model pertumbuhan penduduk (growth model) Kota Bogor

per kecamatan periode tahun 201042030.

2. Menghitung proyeksi luas kebutuhan RTH untuk seluruh kecamatan di Kota Bogor berdasarkan jumlah penduduk kecamatan dan kota.

3. Menghitung proyeksi luas kebutuhan RTH untuk seluruh kecamatan di Kota Bogor berdasarkan berdasarkan kebutuhan oksigen (O2) kecamatan dan kota.

(16)

16

. % %

3 / ! ( # +

Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk baik peningkatan maupun penurunannya. Menurut Rusli (1995), secara umum ada 3 variabel demografi yang sering dikaji dalam studi ilmu kependudukan yaitu kelahiran, kematian dan migrasi atau gerak penduduk. Mengenai kelahiran, dikenal istilah fertilitas yaitu rata4rata wanita dapat menghasilkan anak. Kelahiran dan kematian dinamakan faktor alami, sedangkan perpindahan penduduk dinamakan faktor non alami. Terdapat dua bentuk migrasi yaitu migrasi yang dapat menambah jumlah penduduk disebut migrasi masuk (imigrasi), dan migrasi yang dapat mengurangi penduduk disebut migrasi keluar (emigrasi).

Kelahiran bersifat menambah jumlah penduduk. Ada beberapa faktor yang menghambat kelahiran (anti natalitas) dan yang mendukung kelahiran (pro natalitas). Faktor4faktor penunjang kelahiran (pro natalitas) antara lain: (1) Kawin pada usia muda, karena ada anggapan bila terlambat kawin keluarga akan malu; (2) Anak dianggap sebagai sumber tenaga keluarga untuk membantu orang tua; (3) Anggapan bahwa banyak anak banyak rejeki; (4) Anak menjadi kebanggaan bagi orang tua; (5) Anggapan bahwa penerus keturunan adalah anak laki4laki, sehingga bila belum ada anak laki4laki, orang akan ingin mempunyai anak lagi (e4 dukasi.net, 2009).

(17)

17

Untuk menentukan jumlah kelahiran dalam satu wilayah digunakan angka kelahiran (fertilitas). Angka kelahiran yaitu angka yang menunjukkan rata4rata jumlah bayi yang lahir setiap 1000 penduduk dalam waktu satu tahun. Faktor4 faktor penunjang tingginya angka natalitas dalam suatu negara antara lain:

(1) Kepercayaan dan Agama, faktor kepercayaan mempengaruhi orang dalam penerimaan KB. Ada agama atau kepercayaan tertentu yang tidak membolehkan penganutnya mengikuti KB. Dengan sedikitnya peserta KB berarti kelahiran lebih banyak.

(2) Tingkat pendidikan, semakin tinggi orang sekolah berarti terjadi penundaan pernikahan yang berarti pula penundaan kelahiran. Selain itu pendidikan mengakibatkan orang merencanakan jumlah anak secara rasional.

(3) Kondisi perekonomian, penduduk yang perekonomiannya baik tidak memikirkan perencanaan jumlah anak karena merasa mampu mencukupi kebutuhannya. Jika suatu negara berlaku seperti itu maka penduduknya menjadi banyak (e4dukasi.net, 2009).

Selain itu menurut Rusli (1995) faktor4faktor yang juga menunjang tingginya angka natalitas dalam suatu negara:

(1) Kebijakan Pemerintah, kebijakan pemerintah mempengaruhi apakah ada pembatasan kelahiran atau penambahan jumlah kelahiran. Selain itu kondisi pemerintah yang tidak stabil misalnya kondisi perang akan mengurangi angka kelahiran.

(2) Adat istiadat di masyarakat, kebiasaan dan cara pandang masyarakat mempengaruhi jumlah penduduk. Misalnya nilai anak, ada yang menginginkan anak sebanyak4banyaknya, ada yang menilai anak laki4laki lebih tinggi dibanding perempuan atau sebaliknya, sehingga mengejar untuk mendapatkan anak laki4laki atau sebaliknya.

(18)

18

(4) Struktur Penduduk, penduduk yang sebagian besar terdiri dari usia subur, jumlah kelahiran lebih tinggi dibandingkan yang mayoritas usia non produktif.

Kematian bersifat mengurangi jumlah penduduk dan untuk menghitung besarnya angka kematian caranya hampir sama dengan perhitungan angka kelahiran. Banyaknya kematian sangat dipengaruhi oleh faktor pendukung kematian dan faktor penghambat kematian (e4dukasi.net, 2009).

Faktor pendukung kematian (pro mortalitas) mengakibatkan jumlah kematian semakin besar. Yang termasuk faktor ini adalah: (1) Sarana kesehatan yang kurang memadai, (2) Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan, (3) Terjadinya berbagai bencana alam, (4) Terjadinya peperangan, (5) Terjadinya kecelakaan lalu lintas dan industri, dan (6) Tindakan bunuh diri dan pembunuhan (e4dukasi.net, 2009).

Faktor penghambat kematian (anti mortalitas) mengakibatkan tingkat kematian rendah. Yang termasuk faktor ini adalah: (1) Lingkungan hidup sehat, (2) Fasilitas kesehatan tersedia dengan lengkap, (3) Ajaran agama melarang bunuh diri dan membunuh orang lain, (4) Tingkat kesehatan masyarakat tinggi, dan (5) Semakin tinggi tingkat pendidikan penduduk (e4dukasi.net, 2009).

(19)

19

Pemenuhan lahan untuk pemukiman dapat dilakukan dengan pembangunan vertikal sehingga mengurangi penggunaan lahan. Menurut Prayoga (2004), “relokasi pemukiman liar dan refungsionalisasi kawasan bantaran kali, bantaran rel kereta api, di bawah tegangan tinggi, dan di bawah jalan layang akan menyediakan RTH yang lumayan besar.” Hal4hal yang menjadi penyebab gagalnya perencana dalam merencanakan suatu RTH adalah: (1) Pertambahan penduduk yang cepat sekali, (2) Perencanaannya yang tidak matang dan selalu ketinggalan, (3) Persepsi perancang dan pelaksana belum sama dan belum berkembang, (4) Pelaksanaan yang tidak sesuai dengan perencanaan, (5) Kebutuhan yang sangat mendesak, dan (6) Para perencana yang belum berwawasan lingkungan, dengan pandangan yang tidak jauh ke depan (e4 dukasi.net, 2009).

#

Dalam berbagai literatur dijelaskan bahwa nilai pertumbuhan penduduk (NPP) adalah nilai kecil dimana jumlah individu dalam sebuah populasi meningkat. NPP hanya merujuk pada perubahan populasi pada periode waktu unit, sering diartikan sebagai persentase jumlah individu dalam populasi ketika dimulainya periode. Ini dapat dituliskan dalam rumus :

Nilai Pertumbuhan

populasi di awal periode

#

Menurut Panuju dan Rustiadi (2008), model pertumbuhan secara umum dibagi menjadi 2 (dua), yaitu: (1) Discrete time model dan (2) Continous time model. Secara lebih rinci persamaan dari kedua model tersebut dijabarkan pada

uraian dan persamaan berikut:

1. Discrete Time Model

Model pertumbuhan model discrete time ini berdasarkan pada

asumsi bahwa pertumbuhan terjadi secara agregat dengan persentase laju pertumbuhan yang relatif konstan. Contoh penggunaan model ini adalah seperti perhitungan suku bunga di bank dan bunga asuransi. Persamaan umum model ini adalah sebagai berikut :

(20)

20

Pertumbuhan penduduk kecil kemungkinan mendekati model ini, karena perkembangan penduduk mempunyai banyak faktor yang mempengaruhi yang menyebabkan pada suatu titik akan mempunyai laju pertumbuhan yang cenderung berubah. Dengan persamaan berikut, pendugaan nilai parameter Pt bersifat matematis, sehingga tidak bisa

diduga peluang maupun tingkat kepercayaan hasil pendugaan.

2. Continous Time Model Model Linear

Model ini merupakan model pendugaan pertumbuhan dengan persamaan umum Pt = Po + αt dan didasarkan pada asumsi bahwa

perubahan laju pertumbuhan relatif konstan. Berbeda dengan model (1) pada model (2) nilai Pt dan t diketahui. Parameter yang diduga adalah α.

Nilai Po dapat disimulasikan bernilai 0, bernilai konstanta tertentu,

ataupun sesuai pendugaan model. Pada dasarnya penentuan Po harus

didasarkan pada konsep tertentu. Pendugaan parameter dalam model ini bersifat statistik, sehingga akan diperoleh nilai peluang dan tingkat kepercayaan, disamping juga parameter koefisien determinasi. Pada Gambar 1 terdapat dua model pertumbuhan (a) dan peluruhan (b). Disebut model pertumbuhan jika koefisien α bernilai positif, dan disebut peluruhan

jika α bernilai negatif.

Gambar 1. Pola Hubungan Dua Peubah Dengan Koefisien Regresi (a) Positif dan (b) Negatif

Eksponensial

Model ini merupakan model pertumbuhan dengan persamaan umum sebagai berikut: Pt = Po exp (αt). Model tersebut didasarkan pada

Pt

t

(a) Pt

(21)

21

asumsi bahwa % laju berubah4ubah. Dalam kasus model eksponensial, semakin lama kecenderungan % laju akan semakin tinggi. Kondisi seperti ini akan ditemukan pada wilayah yang masih terus berkembang. Jika diasumsikan sebagai suatu tahapan perkembangan wilayah, maka wilayah dengan trend perkembangan seperti ini merupakan wilayah yang belum matang. Seperti juga pada model (2), pada model (3) nilai pengamatan adalah Pt dan t. Nilai Po boleh disimulasikan 0, sama dengan nilai tertentu

(nilai data P pertama) atau diduga dari model tergantung dari konsep yang digunakan.

Pendugaan ini juga bersifat statistik, sehingga juga akan diperoleh nilai peluang dan tingkat kepercayaan disamping nilai parameter koefisien determinasi. Secara grafis pola hubungan Y yang merupakan fungsi dari X dengan pemodelan pola eksponensial.

Kurva Gompretz/Saturation

Model ini merupakan model pertumbuhan yang didasarkan pada asumsi bahwa perubahan laju dan presentasi pertumbuhan senantiasa berubah. Model ini pada dasarnya merupakan turunan dari model logistik. Persamaan umum dari model kurva Gompertz jenuh (saturation model) ini

adalah sebagai berikut :

% exp ' ( )* 1 ( exp ' ( )*

Pada dasarnya model peluruhan ini mempunyai prinsip yang sama dengan pertumbuhan sebagaimana dijelaskan diatas. Asumsi4asumsinya relative sama dengan asumsi model eksponensial. Perbedaannya terletak pada nilai gradiennya. Jika nilai gradient positif disebut sebagai model pertumbuhan (growth) dan sebaliknya jika gradient negative maka disebut

sebagai model peluruhan (decay).

3 3 ! (

(22)

22

sebagainya (Inmendagri No. 14 tahun 1988). Selain itu menurut Purnomohadi dalam Budiman (2010) bahwa (1) RTH adalah suatu lapang yang ditumbuhi berbagai tetumbuhan, pada berbagai strata, mulai dari penutup tanah, semak, perdu dan pohon (tanaman tinggi berkayu); (2) Sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang mempunyai ukuran, bentuk dan batas geografis tertentu dengan status penguasaan apapun, yang di dalamnya terdapat tetumbuhan hijau berkayu dan tahunan (perennial woody plants), dengan pepohonan sebagai tumbuhan

penciri terutama dan tumbuhan lainnya (perdu, semak, rerumputan, dan tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai tumbuhan pelengkap, serta benda4benda lain yang juga sebagai pelengkap dan penunjang fungsi RTH yang bersangkutan.

Menurut Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan, pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 05/PRT/M/2008, Ruang Terbuka Hijau (RTH), adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Ruang terbuka hijau privat, adalah RTH milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan. Ruang terbuka hijau publik, adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Sabuk hijau (greenbelt), adalah RTH yang memiliki tujuan utama untuk

membatasi perkembangan suatu penggunaan lahan atau membatasi aktivitas satu dengan aktivitas lainnya agar tidak saling mengganggu.

Menurut Nurisjah dan Pramukanto dalam Budiman (2010) RTH merupakan bagian dari ruang4ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah

perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut. Dalam Master Plan RTH Kota Bogor (2007), definisi lain mengatakan bahwa secara umum ruang terbuka publik (open space) di perkotaan terdiri dari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non4hijau.

(23)

23

(open space) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan

vegetasi (endemik maupun introduksi) guna mendukung manfaat ekologis, sosial4 budaya dan arsitektural yang dapat memberikan manfaat ekonomi (kesejahteraan) bagi masyarakatnya.

3 6 4

Menurut Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 05/PRT/M/2008, RTH memiliki fungsi utama dan tambahan sebagai berikut:

Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis: (1) Memberi jaminan

pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru4paru kota) (2) Pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar (3) Sebagai peneduh (4) Produsen oksigen (5) Penyedia habitat satwa (6) Penyerap air hujan, polutan media udara, air dan tanah, serta (7) Penahan angin.

Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu (1) Fungsi sosial dan budaya yang

menggambarkan ekspresi budaya lokal, media komunikasi warga kota dan tempat rekreasi serta wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam; (2) Fungsi ekonomi yang terdiri dari sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga, buah, daun, sayur mayur serta bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan dan lain4lain; dan (3) Fungsi estetika yaitu berfungsi meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukimam, maupun makro: lanskap kota secara keseluruhan. Menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota, pembentuk faktor keindahan arsitektural serta menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun.

(24)

24

3 0 "

Penyediaan ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan menurut Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau dapat menggunakan pendekatan luas wilayah, jumlah penduduk, dan kebutuhaan fungsi tertentu. Salah satu fungsi tertentu dari RTH adalah kebutuhan oksigen Kota.

5

Menurut Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 05/PRT/M/2008, penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan adalah sebagai berikut (1) ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat; (2) proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat; (3) apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan atau perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya. Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.

. #

Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 05/PRT/M/2008 menentukan cara perhitungan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk, dilakukan dengan mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar luas RTH per kapita sesuai peraturan yang berlaku yaitu 2,53 m2/orang.

' 4

(25)

pengamanan, sarana dan alam, pengaman pejalan agar fungsi utamanya ti

dan prasarana misalnya melindungi kelestarian sum ejalan kaki atau membatasi perkembangan pengguna nya tidak teganggu. RTH kategori ini meliputi: ja a api, jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi, RTH mpat berupa RTH sempadan sungai, RTH sempadan pa

umber air baku/mata air.

* han RTH dapat dihitung berdasarkan pendekatan ke enggunakan metode Gerarkis (1974) dalam Wisesa embangkan oleh Wijayanti (2003) yaitu sebagai beriku

oksigen per orang (kg/jam)

oksigen per kendaraan bermotor (kg/jam) oksigen per industry (kg/jam)

oksigen per ternak(kg/jam) duduk

araan bermotor berbagai jenis dari berbagai skala

ak dari berbagai jenis

rataan oksigen yang dihasilkan Hutan Kota kg/jam/ha

#

ahasa Indonesia lebih dikenal dengan istilah Sistem I yang dirancang untuk mengumpulkan, menyimp

objek dan fenomena4fenomena dimana lokasi ristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. SIG merupakan sistem komputer yang memilik

alam menangani data bereferensi geografis, kemamp Data masukan (data spasial dan data atribut), (2) Da

anajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data

(26)

26

Perangkat lunak SIG yang biasa digunakan antara lain ArcView, ArcGis, MapInfo, ERDAS. Pada penelitian ini perangkat lunak yang digunakan adalah ArcView versi 3.3 karena kemampuannya menganalisis lebih baik dari versi sebelumnya dan memiliki banyak ekstensi untuk mempermudah dalam analisis data yang dibutuhkan. Lebih lanjut, Prahasta (2004) menyatakan bahwa ArcView merupakan salah satu perangkat lunak desktop Sistem Informasi Geografis dan pemetaan yang telah dikembangkan oleh ESRI (Environmental System Research Institut, Inc). Dengan ArcView, pengguna dapat memiliki kemampuan4 kemampuan untuk melakukan visualisasi, meng4explore, menjawab pertanyaan4

pertanyaan (baik data spasial maupun data non4spasial), menganalisis data secara geografis, dan sebagainya. Kemampuan perangkat SIG ArcView yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah sebagai berikut :

(1) Pertukaran data, membaca dan menuliskan data dari dan ke dalam format perangkat lunak SIG lainnya

(2) Menampilkan Informasi (basis data) spasial maupun atribut (3) Membuat peta tematik.

Dalam menentukan penggunaan lahan yang akan dijadikan arahan RTH menurut Prahasta (2004) dapat digunakan Query, dengan fungsi untuk menandai sel theme grid sesuai dengan kriteria yang diinginkan, satuan data yang ditandai adalah sel atau piksel pada theme grid. Menandai data dengan query dapat dilakukan pada view ataupun pada tabel. Menandai data dengan query pada view dapat dilakukan dengan menu ThemeQuery.

(27)

27

! $ *!$

6 / 5

Penelitian ini dilakukan dengan objek Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat, seperti pada Gambar 2. Analisis spasial maupun analisis data dilakukan di Bagian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Departemen Imu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di Pusat Pengkajian dan Perencanaan Pengembangan Wilayah (P4W) LPPM Kampus IPB Baranangsiang. Waktu penelitian dilaksanakan selama 7 bulan, mulai dari bulan Februari 2010 hingga Agustus 2010.

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

6 3

(28)

28

Tabel 1. Metode Penelitian

No Tujuan Metode/Analisis yang digunakan Data dan Sumber data

yang digunakan Output

Analisis proyeksi pertumbuhan penduduk Kota Bogor tahun 201042030 menggunakan teknik pendugaan linear dan non2linear model :

Discrete Time Model ,* , 1 ( : koefisien (positif//negatif)

β : koefisien (positif//negatif)

(29)

29

Tabel 1. Metode Penelitian (Lanjutan)

No Tujuan Metode/Analisis yang digunakan Data dan Sumber data

yang digunakan Output

Analisis kebutuhan luasan RTH berdasarkan Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan. – Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 05/PRT/M/2008

Fasilitas Umum 2,53 m2/jiwa (minimal >253 Ha)

Proyeksi jumlah

(30)

Tabel 1. Metode Penelitian (Lanjutan)

Metode/Analisis yang digunakan Data dan Sumber da yang digunakan

Jumlah Pohon untuk Menyuplai Oksigen mlah pohon ke RTH yang harus dibangun

yang dibutuhkan (ha) oksigen per orang (kg/jam)

oksigen per kendaraan bermotor (kg/jam) oksigen per industri (kg/jam)

oksigen per ternak(kg/jam) duduk

daraan bermotor berbagai jenis dari berbagai skala ak dari berbagai jenis

rataan oksigen yang dihasilkan Hutan Kota kg/jam/ha

Proyeksi jumlah

(31)

31

No Tujuan Metode/Analisis yang digunakan Data dan Sumber data

yang digunakan

Analisis pola penggunaan lahan (2003 & 2007)

Analisis peluang penetapan RTH berdasarkan kebutuhan RTH , kesesuaian RTH dan penggunaan lahan.

(32)

32

(33)

33

6 6 . ! 8 # ! 8

Penelitian ini menggunakan data4data sekunder sebagaimana pada Tabel 2: Tabel 2. Sumber Data Sekunder Penelitian

Data Sumber

Timeseries Jumlah Penduduk Kota Bogor 199542008 BPS Kota Bogor tahun 199642009

Tabel Data Jumlah Ternak Kota Bogor BPS Kota Bogor 200442008

Tabel Data Jumlah Kendaraan Kota Bogor Dinas Perhubungan Komunikasi Dan Informasi

BPS Kota Bogor 2004,2008

Tabel Data Jumlah Industri Kota Bogor BPS Kota Bogor 200442008

Peta Pengunaan Lahan Kota Bogor Listiawan, 2010

Alat yang digunakan untuk mengolah data pada Tabel 2 dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer dengan perangkat lunak (software) yang terdiri

dari Arc View 3.3, Microsoft Office Word, Microsoft Office Excel, Microsoft Office Visio, dan Statistica 8.0.

Penelitian terdiri dari 4 tahap, yang pertama adalah menganalisis model pertumbuhan penduduk (growth model) per kota dan kecamatan dengan

menghitung proyeksi pertumbuhan penduduk Kota Bogor dan per kecamatan untuk tahun 2030 menggunakan software Statistica 8.0 dan perhitungan sebagai

berikut :

Discrete Time Model Dimana :

,* , 1 ( - Pt = jumlah penduduk tahun terakhir

Continuous Time Model Po = jumlah penduduk tahun awal

,* ( '* r = pertumbuhan penduduk (dalam %)

Exponensial t = selisih tahun antar Pt dan Po

,* , exp '* 1 = konstanta (angka tetap)

Kurva Gompretz/ Saturation α = koefisien (positif/negatif)

. /01 23

4-53/01 23 4- β = koefisien (positif/negatif)

Pt merupakan prediksi jumlah penduduk pada tahun yang ditentukan

dalam satuan jiwa, W, α, β adalah konstanta. t merupakan titik tahun yang akan

(34)

nilai 1 (satu). Tahap kedua berdasarkan jumlah pendu tabel proyeksi jumlah pe kebutuhan RTH dengan Pedoman Penyediaan macam jenis hewannya, sesuai skalanya. Selain it gram nya. Luas kebutuha metode Gerarkis (1974) oleh Wijayanti (2003) yai

L adalah luas RTH

(kg/jam), bi adalah kebutuha

kebutuhan oksigen per indus jumlah kendaraan bermot

ap kedua adalah menghitung proyeksi luas kebutuh h penduduk tahun 2030. Hasil dari tahap pertama dalam

lah penduduk di tahun 2030 digunakan untuk me dengan menghitung kebutuhan per jiwa sesuai stand

aan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di eraturan Menteri Pekerjaan Umum No 05/PRT/M/200

proyeksi jumlah penduduk oleh BAPPEDA Kota Bog merupakan kota yang akan berpenduduk lebih

itu 1.494.191 jiwa, dan berdasarkan asumsi kebutuh 53 m2/jiwa, dilakukan perhitungan proyeksi jumlah p utuhannya.

ketiga adalah menghitung proyeksi luas kebutuh uhan oksigen per kecamatan. Untuk itu dibutuhka

setiap kecamatan. Asumsi yang digunakan pada p guna oksigen kota terdiri dari penduduk, ternak dari nnya, kendaraan sesuai jenis bahan bakarnya dan lain itu dibutuhkan nilai konstanta berat kering tana utuhan RTH dihitung berdasarkan kebutuhan oksigen 1974) dalam Wisesa (1988) yang kemudian dikem 2003) yaitu sebagai berikut :

s RTH (ha), ai adalah kebutuhan oksigen per

h kebutuhan oksigen per kendaraan bermotor (kg/jam), n per industri (kg/jam), Vi adalah jumlah penduduk,

ermotor berbagai jenis, Zi adalah jumlah industri dari

ah konstanta rataan oksigen yang dihasilkan

(35)

35

200242012, Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor, analisis spasial dengan menggunakan software ArcView 3,3 dan survei lapang. Peta pertama merupakan peta arahan yang sesuai dengan kebutuhan RTH sesuai jumlah penduduk per kecamatan. Peta kedua adalah peta arahan yang sesuai dengan kebutuhan RTH berdasarkan kebutuhan oksigen per kecamatan. Untuk menentukan lahan yang ditetapkan sebagai RTH adalah dengan 3 tahap berikut yaitu, Pendistribusian luas kebutuhan RTH harus sesuai angka perhitungan di setiap kecamatan, penggunaan lahan yang menjadi arahan diutamakan pada landrent rendah hingga tinggi yaitu

tanah kosong, semak, pepohonan, kuburan, lading, sawah, lapangan olah raga, badan air, jalan, pemukiman, perumahan dan yang paling tinggi adalah industri, yang terakhir adalah dengan mendistribusikan RTH dengan metode Grid 500x500m, dengan asumsi pendekatan waktu tempuh anak4anak dan orangtua yaitu 10 menit atau setara dengan 500m.

(36)

36

9 $ ! % % * %!

0 / ( 5 #

Kota Bogor secara geografis terletak pada 106048' Bujur Timur dan 6306' Lintang Selatan dengan jarak ± 56 km dari Ibu Kota Jakarta. Kota Bogor terdiri dari enam kecamatan, yaitu: Kecamatan Kota Bogor Utara, Kecamatan Kota Bogor Timur, Kecamatan Kota Bogor Barat, Kecamatan Kota Bogor Tengah, Kecamatan Kota Bogor Selatan dan Kecamatan Tanah Sereal. Dengan 31 kelurahan dan 37 desa, 210 dusun, 623 RW, 2712 RT. Luas Wilayah Kota Bogor adalah 11.850 ha atau 118,5 km2 dan berbatasan dengan:

Sebelah Utara: Berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Kecamatan Bojong Gede, Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor.

Sebelah Barat: Berbatasan dengan Kecamatan Dramagadan Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor.

Sebelah Selatan: Berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor.

Sebelah Timur: Berbatasan dengan wilayah Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor.

0 3 + (

Kota Bogor mempunyai perbukitan bergelombang dengan perbedaan ketinggian yang cukup besar, bervariasi antara 190 s/d 350 m diatas permukaan laut dengan 55 kemiringan lereng berkisar 0 4 2 % (datar) seluas 1.763,94 Ha, 2 4 15 % (landai) seluas 8.91,27 Ha, 154 25 % (agak curam) seluas 1.109,89 Ha, 25 4 40 % (curam) seluas 764,96 a, dan > 40 % (sangat curam) seluas 119,94 Ha.

0 6 #

(37)

0 0 # (

Tata ruang Kota B yaitu Kecamatan Bogor S dengan KDB rendah dan Bogor Utara cenderung sebagai penunjangnya sedangkan Kecamatan Ta perdagangan dan jasa, Kecamatan Bogor Barat ditunjang oleh obyek w

ota Bogor terbagi menjadi lima bagian, yaitu: Bagian ogor Selatan cenderung berpotensi sebagai daerah per

dan Ruang Terbuka Hijau. Bagian Utara yaitu K nderung berpotensi sebagai daerah industri non4pol nya adalah permukiman beserta perdagangan tan Tanah Sereal cenderung berpotensi sebagai perm

jasa, serta fasilitas pelayanan kota. Bagian Bar Barat cenderung berpotensi sebagai daerah permukim yek wisata. Bagian Timur, yaitu Kecamatan Bogor

nsi sebagai daerah permukiman. Bagian Tenga Tengah cenderung berpotensi sebagai pusat perdaga

oleh perkantoran dan wisata ilmiah. Penggunaan la ilkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Citra Ikonos Kota Bogor 2007

(38)

38

0 7

Pemanfaatan ruang di Kota Bogor pada tahun 2007 ditampilkan pada Tabel 3 ditandai oleh intensitas daerah terbangun (built up area) yang relatif

tinggi, yakni sekitar 47,23 %. Intensitas penggunaan lahan lain yang cukup tinggi di Kota Bogor adalah untuk pertanian (sawah) sekitar 18,64 %.

Tabel 3. Klasifikasi dan Sebaran Land Use/Land Cover Kota Bogor Tahun 2003

dan 2007 :

Land Use/Land Cover Tahun 2003 Tahun 2007

Ha % Ha %

Badan Air 184 1,63 228 2,03

Belukar/Semak 282 2,51 390 3,46

Kebun/Pepohonan 1783 15,82 1653 14,67

Ladang/Tegalan 1424 12,64 743 6,59

Ruang Terbangun 4156 36,89 5322 47,23

Sawah 2594 23,03 2100 18,64

Tanah Kosong 843 7,49 832 7,38

Selain dari Tabel 3 di atas sebaran penggunaan/penutupan lahan Kota Bogor dapat dilihat pula dari Gambar 5 :

(39)

39

0 2

Berikut adalah penggunaan lahan Kota Bogor di Tahun 2005 sebagai Ruang Terbuka Hijau yang ditampilkan pada Tabel 4 dan jenis4jenis RTH pada Gambar 6 hingga Gambar 12.

Tabel 4. Tabel Penggunaan Lahan RTH Kota Bogor Tahun 2005

No Jenis RTH Bogor Barat Bogor Selatan Bogor Tengah Bogor Timur Bogor Utara Tanah Sareal Kota Bogor 1 Hutan Kota 57,62 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 57,62 2 Jalur Hijau Jalan 2,41 3,86 23,67 40,89 51,15 16,32 138,29 3 Jalur Hijau SUTET 0,52 0,00 0,00 4,62 7,53 1,69 14,36 4 Kawasan Hijau 336,66 748,61 34,30 123,09 320,18 411,95 1974,79 5 Kebun Raya 0,00 0,00 72,12 0,00 0,00 0,00 72,12 6 Lahan Pertanian Kota 613,94 1053,83 26,70 293,17 522,94 623,65 3134,23 Lapangan Olah Raga 34,89 65,92 5,40 4,89 15,93 24,77 151,79 7 Sempadan Sungai 49,20 74,85 11,19 16,70 20,85 9,00 181,79 8 TPU 9,78 99,69 1,61 2,14 1,95 11,54 126,71 9 Taman Kota 0,40 0,12 1,17 0,53 1,44 0,28 3,94 10 Taman Lingkungan 12,00 15,91 4,93 8,76 23,84 20,58 86,02 11 Taman Perkantoran 40,60 7,27 37,80 4,91 15,48 18,71 124,77 12 Taman Rekreasi 0,00 5,61 34,29 0,00 0,00 0,19 40,08 Total (Ha) 1158,00 2075,66 253,18 499,69 981,28 1138,68 6106,50 Persentase (%) 9,77 17,52 2,14 4,22 8,28 9,61 51,53

Sumber : Badan Perencanaan Daerah Kota Bogor

Jenis4jenis RTH yang terdapat di Kota Bogor

(40)

40

Gambar 8. RTH Median dan Tepian Jalan Gambar 9. RTH Sepadan Rel Kereta Api

Gambar 10. RTH Pedestrian Gambar 11. RTH Lapangan Olarraga

(41)

41

0 : # ' +

Konsep wujud taman kota (central park) yang ideal adalah taman kota

yang besar yang mengelilingi pusat pemerintahan. Sekeliling taman kota tersebut terdapat kawasan permukiman dan bagian dari industri, sedangkan bagian lingkaran terluar akan ditata sebagai jalur hijau untuk pertanian dan kegunaan kelembagaan (Howard dalam BAPEDDA, 2007) sebagaimana dapat dilihat dalam RTRW 199942009 pada Gambar 13.

Pada awal perkembangannya (Nurdin dalam BAPEDDA, 2007) subsistem pertamanan kota Bogor Tengah dan Bogor Timur (kota lama) mirip dengan sistem pertamanan kota menurut konsep ”garden city”, yang diduga terbentuk sejak awal

perencanaan Kota Bogor. Sistem pertamanan kota pada kawasan Bogor Tengah dan Bogor Timur memusat pada Kebun Raya Bogor sebagai pusat sistem pertamanan kota (Rachmawaty dalam BAPEDDA, 2007) sekaligus sebagai pusat sistem penyebaran ruang terbuka hijau kota. Pada wilayah subsistem pertamanan kota yang meliputi Bogor Utara, Bogor Barat, Tanah Sareal dan Bogor Selatan merupakan kawasan yang baru dibuka untuk perluasan Kota Bogor. Taman4taman yang ada di wilayah ini merupakan taman baru, dan sisanya adalah merupakan bagian dari bagian Bogor Tengah sebelum wilayah tersebut diperluas. Taman4 taman yang ada tersebut antara lain taman alun4alun empang, taman jalur A. Yani dan taman jalur Jl. Pemuda.

(42)

42

9 ! $

7 / # ' #

Kota Bogor yang terdiri dari enam kecamatan memiliki proporsi jumlah penduduk yang tidak sama karena luas masing4masing kecamatan berbeda dan memiliki fasilitas yang terpusat serta tidak menyebar secara merata. Pada kurun waktu 199542008 jumlah penduduk Kota Bogor mengalami pertumbuhan penduduk yang stabil, walaupun terdapat beberapa pertumbuhan penduduk yang tinggi dan mengalami penurunan di beberapa titik tahun. Untuk memproyeksi jumlah penduduk Kota Bogor di tahun 2030, maka dibutuhkan model pertumbuhan yang tepat. Pada penelitian ini, model pertumbuhan yang digunakan adalah Kurva Gompertz/saturation, yaitu model pertumbuhan yang memiliki titik jenuh pada sebuah pertumbuhan, sehingga model pertumbuhan ini akan mengalami titik stasioner (tidak terus meningkat). Sehingga suatu kota akan memiliki “batas ambang” berapa jumlah penduduk yang dapat dipenuhi kebutuhannya. Metode ini terpilih karena memiliki nilai R2 yang lebih tinggi dibanding dengan model pertumbuhan lainnya, seperti ditampilkan pada Tabel 5.

(43)

43

Tabel 5. Perbandingan nilai R2 Masing4masing Kecamatan.

Model

Pertumbuhan Selatan Bogor Timur Bogor Bogor Utara Tengah Bogor Bogor Barat Tanah Sareal

Discrete Time 67 46 72 67 68 80

Continous Time 72 63 65 71 70 83

Eksponensial 61 60 66 61 64 72

Saturation 98,43 98,36 97,39 98,36 99,57 84,19

Nilai R2 dan perhitungan hasil model proyeksi pertumbuhan penduduk per kecamatan Kota Bogor disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Tabel Model Persamaan Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kota Bogor per kecamatan.

Kecamatan R2 (%)

Pt

Bogor Selatan 98,43

,* 349950,21exp 0,67 ( 0,052*

1 ( exp 0,67 ( 0,052*

Bogor Timur 98,36 ,* 232786,25exp 1,0 ( 0,045*

1 ( exp 1,0 ( 0,045*

Bogor Utara 97,39 ,* 250240,3exp 0,6 ( 0,1*

1 ( exp 0,6 ( 0,1*

Bogor Tengah 98,36 ,* 1145773exp 2,34 ( 0,0042*

1 ( exp 2,34 ( 0,0042*

Bogor Barat 99,57 ,* 390116,8exp 0,6 ( 0,1*

1 ( exp 0,6 ( 0,1*

Tanah Sareal 84,19

,* 438971,1exp 1,1 ( 0,047t

(44)

44

Berdasarkan hasil analisis pendugaan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan saturation model pada Tabel 6 maka dapat diketahui bahwa model

persamaan Kecamatan Bogor Barat memiliki nilai persentase koefisien determinasi tertinggi bila dibandingkan dengan 5 kecamatan lainnya, yaitu 99,57% dan Kecamatan Tanah Sareal memiliki nilai persentase terendah yaitu 84,19% namun angka ini tetap menunjukan bahwa pemodelan jumlah penduduk di Kecamatan Tanah Sareal mendekati keadaan nyata di lapang pada tahun 2030. Tabel 7. Tabel Pertumbuhan Penduduk Kota Bogor

Berdasarkan hasil analisis pendugaan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan saturation model (Tabel 7) maka dapat diketahui bahwa Kota

Bogor diproyeksikan memiliki jumlah penduduk sebanyak 1.428.488 jiwa pada tahun 2030. Dengan rincian masing4masing kecamatan sebagaimana uraian berikut :

# % . #

1995 122773 66598 98636 102521 143482 113903 647913 1996 132800 66764 101145 103650 146903 120143 671405 1997 131756 66976 101436 103973 150088 119651 673880 1998 133598 67443 101964 103545 151638 122326 680514 1999 134595 69004 109556 104390 157041 172108 746694 2000 136152 77257 110569 103414 164222 123098 714712 2001 150300 77025 136294 92436 166853 137421 760329 2002 154622 80747 138370 95690 175342 144652 789423 2003 160007 83924 144590 99790 181995 150401 820707 2004 163295 83907 148107 101162 184464 150636 831571 2005 166745 86978 149578 103176 190421 158187 855085 2006 170909 89237 153843 106075 195808 163266 879138 2007 176094 91609 161562 109039 198296 168532 905132 2008 179494 94329 166245 111952 205123 185061 942204

(45)

45

Gambar 14. Grafik data BPS dan hasil proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Bogor Selatan

Jumlah Penduduk Kecamatan Bogor Selatan mengalami penurunan dari tahun 199641997. Namun pada tahun lainnya, jumlah penduduk terus meningkat hingga tahun 2008. Berdasarkan hasil analisis pendugaan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan saturation model (Tabel 7) maka dapat diketahui bahwa

Kecamatan Bogor Selatan memiliki jumlah penduduk sebanyak 19% dari seluruh prediksi jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2030, yaitu 269.070 jiwa.

(46)

46

Jumlah Penduduk Kecamatan Bogor Timur mengalami pertumbuhan yang cukup besar dari tahun 199942000. Namun pada tahun lainnya, jumlah penduduk terus meningkat dengan stabil hingga tahun 2008. Berdasarkan hasil analisis pendugaan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan saturation model (Tabel

7) maka dapat diketahui bahwa Kecamatan Bogor Timur memiliki jumlah penduduk sebanyak 10% dari seluruh prediksi jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2030, yaitu 151.362 jiwa.

Gambar 16. Grafik data BPS dan hasil proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Bogor Utara

Jumlah Penduduk Kecamatan Bogor Utara mengalami pertumbuhan yang cukup besar dari tahun 200042001. Namun pada tahun lainnya, jumlah penduduk terus meningkat dengan stabil hingga tahun 2008. Berdasarkan hasil analisis pendugaan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan saturation model

(Tabel 7) maka dapat diketahui bahwa Kecamatan Bogor Utara memiliki penduduk sebanyak 17% dari seluruh prediksi jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2030, yaitu 238.372 jiwa.

0 50000 100000 150000 200000 250000 300000

Hasil Proyeksi data BPS

(47)

47

Gambar 17. Grafik data BPS dan hasil proyeksi Pertumbuhan Penduduk

Kecamatan Bogor Tengah

Jumlah Penduduk Kecamatan Bogor Tengah mengalami penurunan pada tahun 200042001 kemudian mengalami pertumbuhan yang stabil hingga 2008. Berdasarkan hasil analisis pendugaan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan saturation model (Tabel 7) maka dapat diketahui bahwa jumlah

penduduk Kecamatan Bogor Tengah diproyeksikan mengalami peningkatan jumlah penduduk pada tahun 2030 hingga berjumlah 115.449 jiwa.

Gambar 18. Grafik data BPS dan hasil proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Bogor Barat

0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000

0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000

Tahun

(48)

48

Dari tahun 1995 jumlah penduduk Kecamatan Bogor Barat mengalami pertumbuhan yang meningkat dengan stabil hingga tahun 2008. Berdasarkan hasil analisis pendugaan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan saturation

model (Tabel 7) maka dapat diketahui bahwa Kecamatan Bogor Barat memiliki

penduduk sebanyak 26% dari seluruh prediksi jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2030, yaitu 371.615 jiwa.

Gambar 19. Grafik data BPS dan hasil proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Tanah Sareal

Pertumbuhan jumlah penduduk Kecamatan Tanah Sareal mengalami pertumbuhan yang cukup besar dari tahun 199841999 dan kembali turun pada 199942000 kemudian terus meningkat dengan stabil hingga tahun 2008. Berdasarkan hasil analisis pendugaan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan saturation model (Tabel 7) maka dapat diketahui bahwa Kecamatan

Tanah Sareal memiliki penduduk sebanyak 20% dari seluruh prediksi jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2030, yaitu 282.620 jiwa.

0 50000 100000 150000 200000 250000 300000

(49)

49

Gambar 20. Grafik data BPS dan hasil proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kota Bogor

Pertumbuhan jumlah penduduk Kota Bogor mengalami pertumbuhan yang cukup besar pada tahun 199841999 dan kembali turun pada 199942000 kemudian terus meningkat dengan stabil hingga tahun 2008. Berdasarkan hasil analisis pendugaan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan saturation

model (Tabel 7) maka dapat diketahui bahwa Kota Bogor memiliki jumlah

penduduk sebanyak 1.428.488 jiwa pada tahun 2030.

Masing4masing kecamatan memiliki persentase jumlah penduduk yang berbeda4beda sesuai dengan pertumbuhan masing4masing kecamatan, persentase tersebut disajikan pada Gambar 11.

0 50000 100000 150000 200000 250000 300000

(50)

50

Gambar 21. Grafik Proyeksi Presentasi Jumlah Penduduk Kota Bogor per Kecamatan di Tahun 2030

(51)

51

7 3 ' #

. # 3161

Dengan diketahuinya proyeksi jumlah penduduk Kota Bogor per kecamatan, maka dapat pula dihitung kebutuhan RTH Kota dan per Kecamatan sesuai dengan standar kebutuhan RTH per orang pada Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 05/PRT/M/2008, yaitu 2,53 m2/orang.

Tabel 8. Proyeksi Kebutuhan RTH Kota Bogor dan per Kecamatan sesuai jumlah penduduk kota di tahun 2030

Sesuai dengan banyaknya jumlah penduduk, maka besar kecilnya kebutuhan RTH per kecamatan pun bergantung besar kecilnya jumlah penduduk. Pada Tabel 7, Kecamatan Bogor Barat memiliki angka kebutuhan RTH yang paling tinggi, yaitu 94,02 ha, luas ini merupakan 0,79% dari seluruh luas Kota Bogor. Kemudian Kecamatan Bogor Selatan dengan kebutuhan RTH seluas 0,57% dari luas Kota Bogor, yaitu 68,07 ha. Kecamatan Tanah Sareal membutuhkan RTH seluas 0,6% dari seluruh luas Kota Bogor, yaitu 71,50 ha. Kecamatan Bogor Utara membutuhkan RTH seluas 60,31 ha yang setara dengan 0,51% dari keseluruhan luas Kota Bogor. Kecamatan Bogor Tengah dengan luas wilayah paling sempit memiliki kebutuhan RTH seluas 0,25% dari luas keseluruhan Kota Bogor, atau setara dengan 29,21 ha. Kecamatan Bogor Timur memiliki luas kebutuhan RTH 0,32% dari luas Kota Bogor, yaitu seluas 38,21 ha.

Kecamatan

Bogor Selatan 269.070 466.748,59 68,07 0,57

Bogor Timur 151.362 245.157,49 38,29 0,32

Bogor Utara 238.372 436.672,67 60,31 0,51

Bogor Tengah 115.449 267.907,43 29,21 0,25

Bogor Barat 371.615 529.683,37 94,02 0,79

Tanah Sareal 282.620 456.528,93 71,50 0,60

(52)

52

Jumlah Kebutuhan RTH Kota Bogor seluas 361,4 ha apabila dibandingkan dengan luas Kota bogor, hanya membutuhkan 3,04% dari seluruh luas Kota Bogor. Jumlah ini masih di bawah standarisasi luas RTH yang harus dipenuhi oleh kawasan perkotaan sesuai dengan Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 05/PRT/M/2008 yaitu 30% dari total luas wilayah. Hasil dari metode ini masih memiliki kekurangan karena sumber data sekunder yang digunakan tidak terdapat jumlah penduduk yang hanya pulang4pergi tanpa tinggal di Kota Bogor. Seperti pada akhir minggu, jumlah individu meningkat akibat jumlah wisatawan domestik maupun asing yang berlibur maupun yang hanya berekreasi. Sehingga hasil dari proyeksi ini diduga masih di bawah dari angka yang sesungguhnya dibutuhkan.

7 6 ' #

*

Salah satu fungsi RTH perkotaan adalah fungsi ekologis salah satunya adalah memproduksi oksigen. Struktur batang, cabang, ranting, dan daun tetumbuhan dapat mereduksi bising, debu, dan view yang mengganggu Melalui proses4proses fisiologis, tumbuhan melakukan evapotranspirasi dan fotosintesis. Proses ini dapat menetralisir karbondioksida (CO2), memproduksi oksigen (O2), dan meningkatkan kadar uap air yang mendinginkan udara di sekitarnya pada siang hari.

(53)

53

Tabel 9. Proyeksi Kebutuhan RTH menurut kebutuhan oksigen Kota Bogor dan per Kecamatan di tahun 2030

' #

Bogor Selatan 95189789 17752,38 25374,12 269070 95501985 54 0,9375 1886458.97 188.65

Bogor Timur 47594894,5 8,076,007 25027,95 151362 47779360 54 0,9375 943789.83 94.38

Bogor Utara 85670810,1 31947,36 45050,31 238372 85986180 54 0,9375 1698492.45 169.85

Bogor Tengah 52354383,95 5,730,477 27530,75 115449 52503094 54 0,9375 1037098.16 103.71

Bogor Barat 104708767,9 42800,32 55061,49 371615 105178245 54 0,9375 2077594.96 207.76

Tanah Sareal 90430299,55 56178,43 47553,11 282620 90816651 54 0,9375 1793909.16 179.39

. # 475948945 162485 225598 1428488 477765516 54 0,9375 9437343.53 943.73

Dari hasil pengolahan data perhitungan yang disajikan pada Tabel 9, luas proyeksi kebutuhan RTH kebutuhan oksigen, Kecamatan Bogor Barat seluas 207,76 ha, Kecamatan Bogor Selatan membutuhkan RTH seluas 188,65 ha. Kecamatan Tanah Sareal seluas 179,39 ha. Kecamatan Bogor Utara membutuhkan RTH seluas 169,85 ha. Kecamatan Bogor Tengah membutuhkan 103,71 ha dan Kecamatan Bogor Timur membutuhkan RTH seluas 94,38 ha.

Tabel 10. Proporsi RTH Sesuai Kebutuhan Oksigen Tiap Kecamatan Terhadap Luas Kecamatan

Kecamatan

Kebutuhan

RTH/kecamatan Wilayah Luas RTH/kecamatan Kebutuhan

(ha) (ha) (%)

(54)

54

dalam perhitungan merupakan konstanta berat kering tanaman untuk tanaman dalam hutan kota, sehingga yang menjadi arahan RTH adalah RTH sebagai hutan kota. Hasil dari metode ini masih memiliki kekurangan karena sumber data sekunder yang ada tidak sesuai 100% dengan data di lapang, data sekunder untuk jumlah kendaraan di Kota Bogor, tidak dapat dihitung jumlah pasti kendaraan selain plat nomer Kota Bogor, kendaraan yang hanya melewati Kota Bogor, namun tidak berdomisili di Kota Bogor pun tidak ada datanya. Sehingga angka perhitungan RTH sesuai kebutuhan oksigen Kota Bogor ini diperkirakan masih lebih rendah dari angka kebutuhan seharusnya.

7 3

' # *

. # 3161

Pembuatan peta pola penyebaran arahan RTH mengunakan jumlah luasan RTH dari perhitungan kebutuhan RTH sesuai jumlah penduduk dan kebutuhan oksigen Kota Bogor. Arahan pola sebaran RTH adalah penentuan daerah mana yang tidak boleh dibangun, bukan menentukan daerah mana yang boleh dibangun. Arahan sebaran RTH berdasarkan kebutuhan penduduk ditampilkan pada Gambar 24 dan berdasarkan kebutuhan oksigen pada Gambar 23.

Kebutuhan RTH berdasarkan jumlah penduduk di Kota Bogor paling besar distribusinya adalah Kecamatan Bogor Barat yaitu seluas 94,02 ha karena Kecamatan Bogor Barat memiliki jumlah penduduk paling banyak dibandingkan kecamatan lainnya. Sebaran RTH di kecamatan ini merata di setiap desanya karena pemukiman cenderung tersebar merata walaupun sedikit lebih padat di bagian timur kecamatan. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan sebagai tanah kosong. Arahan sebaran RTH berdasarkan kebutuhan oksigen Kecamatan Bogor Barat, memiliki sebaran yang merata di setiap desanya, sama seperti sebaran RTH berdasarkan jumlah penduduknya.

(55)

55

contohnya adalah tanah kosong yang sejajar dengan Jalan Tol Jagorawi yang menjadi batas wilayah Kecamatan Bogor Timur. Arahan sebaran RTH berdasarkan kebutuhan oksigen Kecamatan Bogor Timur, memiliki sebaran yang kurang merata di setiap desanya, sebarannya lebih banyak di bagian selatan kecamatan. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan sebagai tanah kosong, pepohonan, semak dan ladang.

Sebaran RTH berdasarkan kebutuhan penduduk Kecamatan Tanah Sareal, terdistribusi hampir merata di setiap desanya namun cenderung lebih banyak di bagian utara dan barat kecamatan. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan sebagai tanah kosong. Arahan sebaran RTH berdasarkan kebutuhan oksigen Kecamatan Tanah Sareal, memiliki sebaran yang merata di setiap desanya. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan sebagai tanah kosong, semak dan pepohonan.

(56)

56

Gambar 23. Peta Arahan Sebaran Proyeksi RTH Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Kota Bogor 2030

(57)

57

Gambar 24. Peta Arahan Sebaran Proyeksi RTH Sesuai Penduduk Kota Bogor 2030

(58)

58

Sebaran RTH berdasarkan kebutuhan penduduk Kecamatan Bogor Selatan, cenderung terdistribusi lebih bayak di bagian selatan kecamatan. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan sebagai tanah kosong. Arahan sebaran RTH berdasarkan kebutuhan oksigen Kecamatan Bogor Selatan, memiliki sebaran yang sama dengan RTH kebutuhan penduduk, yaitu kurang merata di setiap desanya, sebarannya lebih banyak di bagian selatan kecamatan. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan sebagai tanah kosong, sebagai contohnya adalah tanah kosong di TPU Gunung Gadung, yang merupakan kawasan pemakaman yang luas.

(59)

59

9 $ % !

2 / #+

Dari hasil penelitian ini dapat diperoleh model pertumbuhan peduduk Kota Bogor per kecamatan periode tahun 201042030, model yang terbaik untuk digunakan adalah saturation model, karena memiliki nilai R2 yang paling tinggi.

Jumlah penduduk Kota Bogor diproyeksikan berjumlah 1.428.488 jiwa. Kecamatan Bogor Selatan 269.070 jiwa, Kecamatan Bogor Timur 151.362 jiwa, Kecamatan Bogor Utara 238.372 jiwa, Kecamatan Bogor Tengah 115.449 jiwa, Kecamatan Bogor Barat 371.615 jiwa, Kecamatan Tanah Sareal 282.620 jiwa.

Proyeksi luas kebutuhan RTH tahun 2030 untuk seluruh kecamatan di Kota Bogor berdasarkan jumlah penduduk adalah Kecamatan Bogor Barat 94,02 ha, Kecamatan Bogor Selatan 68,07 ha. Kecamatan Tanah Sareal 71,50 ha. Kecamatan Bogor Utara 60,31 ha. Kecamatan Bogor Tengah 29,21 ha. Kecamatan Bogor Timur 38,21 ha, dan jumlah kebutuhan RTH Kota Bogor seluas 361,41 ha.

Proyeksi luas kebutuhan RTH tahun 2030 untuk seluruh kecamatan di Kota Bogor berdasarkan kebutuhan oksigen (O2) adalah Kecamatan Bogor Barat seluas 207,76 ha, Kecamatan Bogor Selatan membutuhkan RTH seluas 188,65 ha. Kecamatan Tanah Sareal seluas 179,39 ha. Kecamatan Bogor Utara membutuhkan RTH seluas 169,85 ha. Kecamatan Bogor Tengah membutuhkan 103,71 ha dan Kecamatan Bogor Timur membutuhkan RTH seluas 94,38 ha. Total proyeksi kebutuhan luas RTH sesuai dengan kebutuhan oksigen, Kota Bogor membutuhkan RTH seluas 943,73 ha

Gambar

Gambar 3. Kerangka Pikir Penelitian
Tabel 3 ditandai oleh intensitas daerah terbangun (built up area) yang relatif
Tabel 4. Tabel Penggunaan Lahan RTH Kota Bogor Tahun 2005
Gambar 12. RTH Sepadan Sungai
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) pelaksanaan nyanyian bagandumasyarakat Siak Hulu Kabupaten Kampar pada awalnya dilakukan oleh ibu-ibu pada saat menidurkan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa tingkat higiene pada aspek pengadaan dan pengelolaan bahan baku dangke masih rendah; tingkat higiene aspek proses

Diperoleh juga bahwa pemasangan kWh meter hanya membutuhkan 2 bulan untuk mengembalikan biaya investasi 18 juta rupiah, sedangkan untuk biaya dan DPB untuk

Minat itu sendiri menurut Shalahuddin (1990, hlm. 61) dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dari dalam (Sifat pembawaan), dan faktor dari luar (lingkungan). 42) menyatakan

1) Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral. Pendekatan spiral dalam pembelajaran matematika merukapakan pendekatan dimana pembelajaran konsep atau suatu topik

b) Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh undang-undang dasar. Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus sengketa lembaga

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024) 8508081, Fax.. Pengabdian

Matriks enzim GOD terimobil pada bentonit teraktifkan yang dihasilkan pada invensi ini memiliki persentase imobilisasi enzim GOD hingga 100%, stabil pada suhu dan pH