• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Infestasi Parasit Darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) pada Nilai Leukosit Kuda (Equus caballus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Infestasi Parasit Darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) pada Nilai Leukosit Kuda (Equus caballus"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ERLY RIZKA ADISTYA. Pengaruh Infestasi Parasit Darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) pada Nilai Leukosit Kuda (Equus caballus). Dibimbing oleh AMROZI dan UMI CAHYANINGSIH.

Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh parasit darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) pada nilai leukosit kuda. Penelitian menggunakan 6 ekor kuda crossbred terdiri atas 3 ekor kuda jantan dan 3 ekor betina berumur 2-10 tahun yang sudah diidentifikasi positif terinfeksi parasit darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) di URR, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Sampel darah diambil setiap 2 minggu sekali selama 2 bulan. Nilai leukosit darah selanjutnya dianalisis menggunakan analisis bervariasi (ANOVA). Persentase rata-rata Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp. pada kuda-kuda ini adalah 1.05%, 1.01%, dan 0.68%. Kuda dengan tingkat parasitemia yang rendah tidak menunjukkan gejala klinis dan berpotensi sebagai hewan pembawa. Berdasarkan penelitian infestasi parasit darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) yang rendah tidak berpengaruh nyata pada nilai leukosit.

(2)

ABSTRACT

ERLY RIZKA ADISTYA. The Effect of Blood Parasite (Anaplasma sp., Theileria sp., and Babesia sp.) Infestation in Leukocyte Value Horse (Equus caballus). Supervised by AMROZI dan UMI CAHYANINGSIH.

This study was made to observe the effect of blood parasite (Anaplasma sp., Theileria sp., and Babesia sp.) on leukocyte value in horse. The blood samples were taken from 6 crossbred horses (3 male and 3 female) positively infected by blood parasite (Anaplasma sp., Theileria sp., and Babesia sp.) with variant age (2-10 years old) in URR, Faculty of Veterinary Medicine, Bogor Agricultural University. Blood samples were taken every 2 weeks for 2 months. The blood leukocyte value were analyzed using variance analysis (ANOVA). Average of Anaplasma sp., Theileria sp., and Babesia sp. in those horses was 1.05%, 1.01%, and 0.68%, respectively. Horses with mild parasitemia were not show clinical sign and potentially become parasite carrier. Based on the research the mild infestation of blood parasite (Anaplasma sp., Theileria sp., and Babesia sp.) was not significantly influence the leukocyte value.

(3)

PENGARUH INFESTASI PARASIT DARAH (

Anaplasma

sp.

,

Theileria

sp., dan

Babesia

sp.) PADA NILAI LEUKOSIT KUDA

(

Equus caballus

)

ERLY RIZKA ADISTYA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)
(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Infestasi Parasit Darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) pada Nilai Leukosit Kuda (Equus caballus) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2013

Erly Rizka Adistya

(6)

ABSTRAK

ERLY RIZKA ADISTYA. Pengaruh Infestasi Parasit Darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) pada Nilai Leukosit Kuda (Equus caballus). Dibimbing oleh AMROZI dan UMI CAHYANINGSIH.

Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh parasit darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) pada nilai leukosit kuda. Penelitian menggunakan 6 ekor kuda crossbred terdiri atas 3 ekor kuda jantan dan 3 ekor betina berumur 2-10 tahun yang sudah diidentifikasi positif terinfeksi parasit darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) di URR, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Sampel darah diambil setiap 2 minggu sekali selama 2 bulan. Nilai leukosit darah selanjutnya dianalisis menggunakan analisis bervariasi (ANOVA). Persentase rata-rata Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp. pada kuda-kuda ini adalah 1.05%, 1.01%, dan 0.68%. Kuda dengan tingkat parasitemia yang rendah tidak menunjukkan gejala klinis dan berpotensi sebagai hewan pembawa. Berdasarkan penelitian infestasi parasit darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) yang rendah tidak berpengaruh nyata pada nilai leukosit.

(7)

ABSTRACT

ERLY RIZKA ADISTYA. The Effect of Blood Parasite (Anaplasma sp., Theileria sp., and Babesia sp.) Infestation in Leukocyte Value Horse (Equus caballus). Supervised by AMROZI dan UMI CAHYANINGSIH.

This study was made to observe the effect of blood parasite (Anaplasma sp., Theileria sp., and Babesia sp.) on leukocyte value in horse. The blood samples were taken from 6 crossbred horses (3 male and 3 female) positively infected by blood parasite (Anaplasma sp., Theileria sp., and Babesia sp.) with variant age (2-10 years old) in URR, Faculty of Veterinary Medicine, Bogor Agricultural University. Blood samples were taken every 2 weeks for 2 months. The blood leukocyte value were analyzed using variance analysis (ANOVA). Average of Anaplasma sp., Theileria sp., and Babesia sp. in those horses was 1.05%, 1.01%, and 0.68%, respectively. Horses with mild parasitemia were not show clinical sign and potentially become parasite carrier. Based on the research the mild infestation of blood parasite (Anaplasma sp., Theileria sp., and Babesia sp.) was not significantly influence the leukocyte value.

(8)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

PENGARUH INFESTASI PARASIT DARAH (

Anaplasma

sp.

,

Theileria

sp., dan

Babesia

sp.) PADA NILAI LEUKOSIT KUDA

(

Equus caballus

)

ERLY RIZKA ADISTYA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Judul Skripsi : Pengaruh Infestasi Parasit Darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) pada Nilai Leukosit Kuda (Equus caballus) Nama : Erly Rizka Adistya

NIM : B04080040

Disetujui oleh

Pembimbing I drh. Amrozi, PhD

Pembimbing II

Dr. drh. Hj. Umi Cahyaningsih, MS.

Diketahui oleh

Wakil Dekan FKH

(10)
(11)

37

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabaru, Kalimantan Selatan pada tanggal 1 Juni 1991 dari ayah Ahmad Gazali, S.Pd, MM. dan Ibu Erna Yulida, S.Sos.. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara di keluarga ini. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan dari TK Aba Al’Jihad, SDN Dirgahayu 6, SMPN 1, dan SMAN 1 di Kabupaten Kotabaru.

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala Karunia dan Rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta Salam selalu tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2012 ini adalah parasit darah, dengan judul Pengaruh Infestasi Parasit Darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) pada Nilai Leukosit Kuda (Equus caballus).

Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada Bapak drh. Amrozi, PhD dan Ibu Dr. drh. Hj. Umi Cahyaningsih, MS selaku pembimbing, serta Bapak Dr. drh. Nurhidayat, M.S.PAvet. yang telah membantu dalam proses pemotretan preparat ulas darah. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda Ahmad Gazali, Ibunda Erna Yulida, Hazar Sukareksi, serta seluruh keluarga, atas segala doa, perhatian, dan kasih sayangnya. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada teman-teman SRC (Sorcherry Riding Club), Ade Ocktaviani R, SKH, drh. Sarah Ulia, semua pihak yang membantu selama penilitian, serta semua teman-teman yang telah membantu selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2013

(13)
(14)

Pemeriksaan Parasit Darah dan Perhitungan Leukosit 8

Pengolahan Data 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Identifikasi dan Persentase Parasit Darah 8

Anaplasma sp. 10

Theileria sp. 10

Babesia sp. 10

Parasitemia, Status Present, Nilai Total Leukosit, serta Nilai 11

Leukosit Selama Sembilan Minggu SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 14

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 15

LAMPIRAN 17

(15)

DAFTAR TABEL

1 Hasil pengamatan preparat ulas darah pada enam ekor kuda 8 (Equus caballus)

2 Persentase parasitemia (Anaplasma centrale, Anaplasma marginale, 11 Theileria sp., dan Babesia sp.) pada kuda (Equus caballus)

3 Status Present pada kuda (Equus caballus) 12

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil Statistik (ANOVA) Parasit Darah (Anaplasma sp., Theileria sp., 17 dan Babesia sp.)

(17)
(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kuda (Equus caballus) merupakan mammalia yang masih satu famili dengan keledai dan zebra, berjalan menggunakan kuku, memiliki sistem pencernaan monogastrik, dan memiliki sistem reproduksi poliestrus (Draper 2003). Pada mulanya, kuda hanya dijadikan sebagai bahan makanan manusia. Seiring dengan perkembangan zaman, manusia menggunakan kuda sebagai sarana transportasi, sarana perang, dan olah raga. Peranan kuda sebagai sarana transportasi telah berhasil membuka isolasi daerah pedalaman sehingga masyarakat di daerah itu dapat berkomunikasi dengan masyarakat luar. Sebagai sarana dalam perang, kuda dipakai untuk tunggangan para prajurit dan untuk mengangkut peralatan perang (Soehardjono 1990).

Kesehatan merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam memelihara kuda karena kesehatan kuda sangat mempengaruhi keindahan, kegagahan, dan tenaga kuda tersebut. Berdasarkan data DITJENNAK (2003), populasi kuda di seluruh provinsi Indonesia rata-rata mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Penurunan populasi kuda tersebut dapat disebabkan oleh penyakit yang bersifat akut ataupun kronis, salah satunya adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit darah. Kuda yang terinfeksi oleh parasit darah Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp. akan menyebabkan kehilangan darah yang berdampak serius pada

kuda tersebut, sehingga menyebabkan kerugian akibat pertumbuhan terhambat, penurunan bobot badan, penurunan daya kerja, dan penurunan daya reproduksi (Soulsby 1982). Penyebaran parasit darah Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp. dipengaruhi populasi caplak (Soulsby 1982) dan kondisi geografis, iklim, cuaca, sosial budaya, serta sosial ekonomi di daerah tersebut (Brotowidjoyo 1987).

(19)

limfosit (Guyton dan Hall 2006). Hasil penelitian digunakan untuk mengetahui pengaruh infestasi parasit darah pada nilai leukosit kuda (Equus caballus) serta mengetahui jenis leukosit yang berperan karena adanya parasit darah Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp. pada kuda tersebut.

Perumusan Masalah

1. Apakah terdapat infestasi parasit darah pada kuda-kuda di URR ?

2. Berapakah persentase infestasi parasit darah pada kuda-kuda yang positif terinfeksi ? Tingkat keparahan ?

3. Berapakah nilai% relatif Leukosit (Eosinofil, Neutrofil, Basofil, Limfosit, Monosit)

4. Setelah mengetahui persentasenya, apakah terbukti infestasi parasit darah akan mengubah nilai normal leukosit ?

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh infestasi parasit darah pada nilai leukosit kuda (Equus caballus).

Manfaat Penelitian

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Kuda

Gambar 1 Kuda (Dokumentasi)

(21)

Pliohippus menjadi kuda berteracak tunggal pertama yang selanjutnya berkembang menjadi Equus caballus yang dikenal saat ini. Kuda Prezwalski yang terdapat di Rusia dan Mongolia dianggap sebagai salah satu nenek moyangnya kuda yang ada saat ini, karena morfologi tubuhnya yang masih mirip dengan ancestor kuda sebelumnya (Kidd 1995).

Kuda merupakan salah satu hewan yang memiliki kemampuan istimewa seperti jinak, dapat berenang, mudah dilatih dan dapat merasakan lingkungan sekitarnya. Perkembangan kuda di Indonesia dimulai sejak berdirinya kerajaan Hindu Budha pada abad ke -7 Masehi. Kuda di Indonesia digunakan untuk bahan makanan (terutama masyarakat Indonesia Bagian Timur), sarana perang (saat Kerajaan Hindu-Budha abad VII Masehi, Kerajaan Islam abad XIII-XV dan penjajahan Belanda abad XVIII) dan juga sebagai sarana transportasi untuk mengangkut semua hasil bumi (Soehardjono 1990).

Salah satu jenis kuda yang menjadi cikal bakal perkembangan kuda di Indonesia adalah kuda (Equus caballus) yang berasal dari Pulau Jawa, seperti kuda Tengger, kuda Priangan dan kuda Dieng. Menurut para ahli, ketiga jenis kuda tersebut merupakan nenek moyang kuda di Pulau Jawa yang populasinya terancam punah. Kuda ini tergolong ke dalam kuda poni dengan ukuran tubuh lebih besar jika dibandingkan dengan spesies kuda poni dari wilayah lain di Indonesia, lebih tahan terhadap kondisi lingkungan tropis sepanjang hari, sehingga biasa digunakan oleh para penduduk di Jawa sebagai sarana transportasi (Mackay 1995).

Darah

Darah adalah jaringan yang berbentuk cair dan mengalir melalui saluran vaskuler (Jain 1993). Menurut Kay (1998) beberapa substansi yang ditransportasikan oleh darah di antaranya adalah gas O2 dan CO2, nutrisi, sisa produk metabolisme, sel darah khusus, hormon, dan panas.

(22)

Leukosit

Leukosit berfungsi mempertahankan tubuh dari serangan agen-agen patogen, zat beracun, dan menyingkirkan sel-sel rusak serta abnormal (Kelly 1984). Pembentukan leukosit dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 leukositopoiesis (Guyton dan Hall 2006)

Pembentukan sel darah putih diawali dari differensiasi stem sel menjadi myeloblast dan prolimfosit, kemudian myeloblast menjadi 2 bagian, yaitu premyelosit dan monosit myelosit. Premyelosit berdifferensiasi menjadi 3 bagian yang kemudian membentuk sel-sel granulosit yang terdiri atas eosinofil, neutrofil, dan basofil. Monosit myelosit membentuk monosit. Sedangkan prolimfosit akan berdiferensiasi membentuk limfosit (Bacha dan Bacha 1990).

NILAI LEUKOSIT

Neutrofil

(23)

Gambar 3 Neutrofil (Douglas et al. 2010)

Eosinofil

Eosinofil memiliki nukleus bergelambir dua, butir-butir asidofil cukup besar, berdiameter 10-15 µm dan hidup selama 3-5 hari (Dellman dan Brown 1987). Eosinofil berperan sebagai sel fagosit terhadap komponen asing yang telah bereaksi dengan antibodi (Martini et al. 1992).

Gambar 4 Eosinofil (Douglas et al. 2010)

Basofil

Basofil memiliki diameter 10-15 µm, dengan inti dua bergelambir atau bentuk inti tidak teratur, granulanya berukuran 0.5-1.5 µm, berwarna biru tua/ungu (Dellman dan Brown 1987). Sel basofil sangat sulit ditemukan (Jain 1993). Basofil berperan dalam respon alergi (Guyton dan Hall 2006).

(24)

Limfosit

Limfosit memiliki dua bentuk, yaitu limfosit besar berdiameter 12-15 µm dan limfosit kecil berdiameter 6-9 µm (Dellman and Brown 1987). Limfosit berperan dalam proses kekebalan dalam pembentukan antibodi khusus (Wresdiyati 2002). Ada dua jenis sel limfosit, yaitu sel T dan sel limfosit-B. Sel limfosit-T (Sel-T) erat hubungannya dengan pertahanan seluler, sedangkan sel limfosit-B (Sel-B) berperan dalam pertahanan humoral (Martini et al. 1992).

Gambar 6 Limfosit (Douglas et al. 2010)

Monosit

Monosit merupakan leukosit terbesar dengan diameter 15-20 µm dan berbentuk tapal kuda (Dellman and Brown 1987). Monosit memiliki kemampuan fagositosis yang lebih hebat dari neutrofil karena dapat memfagosit 100 sel bakteri (Guyton dan Hall 2006).

(25)

Parasit Darah

1. Anaplasma sp.

Anaplasma sp. merupakan parasit darah yang memiliki mortalitas pada hewan agak tinggi (Merchant dan Barner 1971), terdiri atas massa globular padat berukuran 0.3 sampai 1.0 µm (Jensen1974).

Gambar 8 Gambaran mikroskopis Anaplasma sp. (Noaman et al. 2009)

2. Theileria sp.

Theileria sp., menurut Soulsby (1982) berbentuk batang berukuran kira-kira 1.5-2.0 µm x 0.5-1.0 µm memiliki siklus hidup yang terjadi dalam tubuh caplak dan di tubuh induk semang.

Gambar 9 Gambaran mikroskopis Theileria sp. (Mahmood et al. 2011)

3. Babesia sp.

(26)

menyebabkan babesiosis. Babesia sp. memiliki diameter 2.5-5.0 µm. Perkembangan parasit ini di dalam tubuh caplak dimulai dari larva caplak yang menetas dari telur dan memasuki kelenjar ludah dan melanjutkan perkembangannya. Proses perkembangbiakkan ini memakan waktu 2-3 hari (Levine 1995).

Gambar 10 Gambaran mikroskopis Babesia sp. (Cleveland et al. 2002)

(27)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012. Selama bulan April-Juni dilakukan pengambilan dan pengamatan sampel darah setiap 2 minggu sekali selama 2 bulan. Pengambilan sampel darah kuda dilakukan di Unit Rehabilitasi Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Pengamatan sampel darah di Laboratorium Protozoologi Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Sebelum penelitian dilaksanakan, dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu terhadap sampel darah kuda-kuda yang akan diteliti dan didapatkan hasil dari 6 sampel darah yang berasal dari 6 ekor kuda, positif terdapat infestasi parasit darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.). Pengamatan sampel darah yang terdapat infestasi parasit darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) dilakukan selama 9 minggu didasari pengamatan selama 9 minggu sudah cukup untuk melihat perkembangan infestasi Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp. berdasarkan siklus hidupnya.

Hewan Percobaan

Penelitian menggunakan 6 kuda crossbred yang sudah diidentifikasi positif terinfeksi parasit darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) di Unit Rehabilitasi Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, terdiri atas 3 ekor kuda jantan dan 3 ekor kuda betina berumur 2-10 tahun. Kuda-kuda dipelihara pada kandang yang berukuran 3 x 2.5 m2. Pemberian pakan pada kuda berupa rumput dan konsentrat dengan waktu pemberian jam 5 pagi untuk konsentrat, jam 12 siang untuk pemberian rumput, jam 3 sore untuk pemberian konsentrat dan jam 6 sore untuk pemberian rumput lagi. Pemberian minum dilakukan ad libitum.

(28)

Pengambilan darah dilakukan dengan menggunakan disposable syringe 10 ml dan jarum ukuran 18G sebanyak ± 3 ml darah dari vena jugularis, kemudian disimpan di dalam tabung darah bervolume 3 ml yang mengandung EDTA (Hanie 2006). Pengambilan sampel darah dilakukan 2 minggu sekali selama 2 bulan.

Perhitungan Nilai Total BDP (Butir Darah Putih/Leukosit)

Perhitungan nilai butir darah putih menurut Curnin dan Bassert (2006) menggunakan pipet pengencer, kamar hitung, mikroskop, kertas saring, alat penghitung, dan cairan pengencer (Larutan Turk). Perhitungan nilai total butir darah putih dilakukan dengan menghisap darah menggunakan pipet leukosit dan aspiratornya sampai garis 0.5, dilanjutkan dengan menambah larutan turk sampai garis 11. Campuran dihomogenkan dengan memutar membentuk angka 8. Campuran yang tidak homogen dibuang terlebih dahulu. Campuran yang homogen diteteskan ke dalam kamar hitung. Penghitungan butir-butir darah putih dilakukan pada kelima kotak diagonal pada 4 bujur sangkar besar di sudut kamar hitung kemudian hasilnya x 50 butir/mm3 darah.

Pewarnaan Preparat Ulas Darah

Pembuatan dan pewarnaan preparat ulas darah menurut Mahmood et al. (2011) menggunakan sampel darah yang akan diperiksa, alkohol 70%, metil alkohol, larutan pewarna Giemsa, aquades, kaca preparat, dan timer. Pembuatan preparat ulas darah diawali dengan kaca preparat dibersihkan kemudian sampel darah diteteskan pada satu sisi kaca preparat. Satu kaca preparat lain ditempatkan di sisi ujung dengan membentuk sudut 45o. Ulasan darah dibuat sampai terbentuk lapisan tipis dan merata. Preparat dikeringkan di udara untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam metil alkohol (5 menit) dan diwarnai dengan Giemsa (30 menit), selanjutnya preparat ulas darah yang sudah terwarnai dicuci dan dikeringkan di udara.

Pemeriksaan Parasit Darah dan Perhitungan Leukosit

(29)

bawah mikroskop dengan perbesaran objektif 100x dan okuler 10x. Tingkat parasitemia dihitung dengan membagi jumlah sel yang terdapat infestasi parasit darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) untuk setiap 500 butir sel darah merah (Alamzan et al. 2008). Nilai leukosit didapat dengan cara sel leukosit dalam sampel darah tersebut dihitung hingga jumlah total yang teramati mencapai jumlah 100. Setelah didapat presentase nilai relatif leukosit, nilai absolut dari masing-masing jenis leukosit ditentukan (Curnin dan Bassert 2006).

Pengolahan Data

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi dan Persentase Parasit Darah

Hasil pengamatan preparat ulas darah pada enam ekor kuda yang berada di Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR FKH IPB) dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 1 Hasil pengamatan preparat ulas darah pada enam ekor kuda (Equus caballus)

Kuda Parasit Darah

A. centrale A. marginale Theileria sp. Babesia sp.

1 +

(31)
(32)

Parasit darah yang paling banyak ditemukan adalah Anaplasma sp.. Anaplasma sp. ditemukan di dalam preparat ulas darah memiliki gambaran morfologi berbentuk bulat yang terletak di tengah (Anaplasma centrale) dan di tepi (Anaplasma marginal) sel darah merah. Anaplasma sp. yang diwarnai dengan pewarnaan Giemsa terdiri atas massa globular yang padat dengan ukuran diameter 0.3 sampai 1.0 µm. Terlihat di bawah mikroskop elektron setiap Anaplasma sp. terdiri atas suatu koloni yang berisi sampai 8 sub unit atau “initial bodies”, setiap sub unit berukuran 0.16-0.27 µm x 0.24-0.52 µm. Anaplasma sp. di dalam eritrosit 65% terdapat di tepi dan sisanya pada lokasi sentral. Anaplasmosis merupakan suatu infestasi subakut dan tidak dapat menular lewat kontak langsung, ditandai dengan demam, anemia, lemah, dan ikhterus (Jensen 1974).

Gambar 11 Gambaran mikroskopis Anaplasma sp. berdasarkan hasil pengamatan

Theileria sp.

(33)

Gambar 12 Gambaran mikroskopis Theileria sp. berdasarkan hasil pengamatan

Babesia sp.

Morfologi Babesia sp. yang ditemukan berbentuk seperti buah pear, sepasang maupun tunggal. Babesia sp. sesuai dengan gambaran Babesia sp. menurut referensi, bentuknya menyerupai buah pear dan memiliki diameter 2.5-5.0 µm, meruncing pada salah satu ujungnya dan pada ujung lain tumpul dan berpasangan (Hunfeld et al. 2008). Babesia caballi merupakan spesies dari Babesia sp. yang menyerang kuda bertransisi melalui caplak genus Dermacentor, Hyalomma, dan Rhipicephalus (Uilenberg 2006) dan memiliki gejala klinis yaitu demam tinggi serta anemia.

Gambar 13 Gambaran mikroskopis Babesia sp. berdasarkan hasil pengamatan

Parasitemia, Status Present, Nilai Total Leukosit, serta Nilai Leukosit Selama

(34)

Tabel 2 Persentase parasitemia (Anaplasma centrale, Anaplasma marginale, Theileria sp., dan Babesia sp.) pada kuda (Equus caballus)

Jenis Parasit Minggu Ke-

Keterangan : huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata.

Masing-masing parasit darah memiliki jumlah dan tingkat keparahan yang berbeda. Tingkat keparahan atau tingkat tingkat parasitemia dibagi menjadi tiga tingkatan berdasarkan penemuannya dalam satu lapang pandang, yaitu rendah (<1%), sedang (<3%), dan berat (5-9%) (Birkenheuer et al. 2003).

Pengamatan infestasi Anaplasma sp. selama sembilan minggu (Tabel 2) menunjukkan adanya penurunan persentase parasitemia Anaplasma sp. yang tidak begitu nyata dari minggu ke minggu. Rata-rata persentase parasitemia Anaplasma sp. adalah 1.05% dan berada dalam tingkatan rendah (<1%)-sedang (<3%). Rendahnya infestasi Anaplasma sp. ini kemungkinan disebabkan Anaplasma sp. masuk dalam masa inkubasi, yaitu 2-12 minggu (Quinn et al. 2008). Pada stadium ini hewan terlihat sehat dan tidak menunjukkan gejala klinis. Namun demikian, selama sembilan minggu persentase Anaplasma sp. tidak menunjukkan peningkatan persentase parasitemia yang nyata dan kuda tidak menunjukkan gejala klinis akibat terdapat infestasi Anaplasma sp..

Berdasarkan Tabel 2, terlihat adanya peningkatan persentase parasitemia Theileria sp. yang tidak begitu nyata dari minggu ke-1 sebesar 0.43 ± 0.20fg menjadi 0.92 ± 0.40cde pada minggu ke-9. Rata-rata persentase parasitemia Theileria sp. adalah 1.01%. Tingkat rata-rata persentase parasitemia Theileria sp.

(35)

masa inkubasi, yaitu 1-3 minggu (Soulsby 1982). Pada stadium ini hewan terlihat sehat dan tidak menunjukkan gejala klinis. Namun demikian, selama sembilan minggu persentase parasitemia Theileria sp. tidak menunjukkan peningkatan yang nyata dan kuda tidak menunjukkan gejala klinis akibat terdapat infestasi Theileria sp.. Tingkat infestasi Theileria sp. yang rendah juga kemungkinan disebabkan oleh sifat penyakit ini yaitu tidak menular melalui kontak langsung. Penularan antara hewan hanya terjadi melalui vektor secara “stage to stage” dimana partikel parasit yang infektif terdapat pada kelenjar ludah caplak. Sehingga bila populasi caplak berkurang maka infestasi juga akan menurun (Taylor et al. 2007).

Persentase parasitemia Babesia sp. berada dalam tingkatan rendah (<1%) dengan rata-rata persentase parasitemia Babesia sp. yaitu 0.68%. Terlihat pada data statistik selama sembilan minggu infestasi Babesia sp. mengalami peningkatan yang tidak begitu nyata dari minggu ke-1 sebesar 0.37 ± 0.40g menjadi 0.68 ± 0.30efg pada minggu ke-9 (Tabel 2). Kemungkinan infestasi Babesia sp. yang masih tergolong rendah ini disebabkan Babesia sp. masuk dalam masa inkubasi, yaitu 1-2 minggu (Soulsby 1982). Pada stadium ini hewan akan terlihat sehat dan tidak menunjukkan gejala klinis. Namun demikian, selama sembilan minggu Babesia sp. tidak menunjukkan peningkatan persentase parasitemia yang nyata dan kuda tidak menunjukkan gejala klinis akibat terdapat infestasi Babesia sp.. Infestasi Babesia sp. bersifat “self limiting disease”, yang berarti infestasi parasit ini bersifat tidak fatal dan dapat terjadi persembuhan sendiri dengan jangka waktu yang panjang (Taylor et al. 2007).

Persentase parasitemia yang masih rendah dapat disebabkan oleh ketidakrentanan hewan percobaan, infestasi telah berjalan kronis (Altay et al. 2008), atau telah mencapai stadium persembuhan (Bakken et al. 2006). Infestasi yang rendah juga bisa mengindikasikan bahwa kuda bertindak sebagai hewan pembawa. Hewan pembawa merupakan hewan yang pembawa penyakit dan hewan tersebut tidak menunjukkan gejala klinis. Jika hewan peka tertular hewan pembawa ini maka akan timbul gejala klinis yang akan berakibat kematian (Uilenberg 2006).

(36)

Kuda Minggu 3 Minggu 5 Minggu 7 Minggu 9

Terlihat pada Tabel 3 tidak terjadi perubahan status present yang nyata. Status present diteliti sebagai parameter melihat gejala klinis. Menurut Simoes et al. (2011) dan Birkenheuer et al. (2003), gejala klinis dapat terjadi jika tingkatan tingkat parasitemia tinggi, kecuali jika infestasi parasit terjadi secara bersamaan dan saling mempengaruhi parasit dalam darah, tingkat parasitemia yang rendah dapat menimbulkan gejala klinis. Melihat dari tingkat parasitemia (Tabel 1) infestasi Anaplasma sp. memiliki persentase yang paling tinggi dibanding infestasi Theileria sp., dan Babesia sp.. Namun, hal ini bukan merupakan infestasi parasit darah yang terjadi bersamaan dan saling mempengaruhi, karena hewan tidak sampai menimbulkan gejala klinis. Vektor penyebar infestasi Anaplasma sp. yang lebih bervariasi dibandingkan vektor penyebar infestasi Theileria sp., dan Babesia sp. dapat menjadi alasan Anaplasma sp. memiliki persentase yang tinggi. Vektor utama Anaplasmosis adalah caplak famili Ixodidae (caplak keras) (Foley dan Biberstein 2004). Vektor dari Theileriosis dan Babesiosis adalah Rhipicephalus sp., dan Boophilus sp. (Levine 1995;Soulsby 1982).

Tabel 4 Nilai Total Leukosit (per mm3) pada kuda (Equus caballus) Kuda Total Leukosit (per mm3) Minggu Ke-

1 3 5 7 9

A 6450 8150 7300 8000 8850

B 7500 9000 7450 8400 10450

(37)

D 11300 7250 11600 9250 7050

E 8950 8600 8500 9000 9350

F 9100 8250 8500 8150 8000

Rata-Rata 9084 8192 8517 8342 8708

Tabel 5 Persentase nilai relatif leukosit pada kuda (Equus caballus) Minggu Keterangan : huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan

berbeda nyata.

Leukopoisis atau proses pembentukan sel darah putih (leukosit) pada mammalia terjadi dari sistem “stem cell” di dalam sumsum tulang (Martini et al. 1992). Menurut Baldy (1984), terjadinya peningkatan leukosit merupakan respons fisiologis untuk melindungi tubuh dari serangan mikroorganisme. Berdasarkan Tabel 4, terlihat adanya fluktuasi nilai leukosit. Normal keberadaan leukosit di dalam darah kuda sekitar 5000-9000 butir darah leukosit per mm3 (Pinsent 1990). Menurut Baldy (1984), peningkatan leukosit merupakan salah satu respons fisiologis untuk melindungi tubuh dari serangan mikroorganisme termasuk parasit darah.

(38)

Eosinofil mengalami peningkatan persentase (Tabel 5) dari persentase normalnya dalam darah yaitu 0-14% (Douglas et al. 2010). Berdasarkan hasil statistik persentase eosinofil pada minggu ke-1 sebesar 11.17 ± 4.70c dan terus mengalami peningkatan pada minggu-minggu selanjutnya. Eosinofil sangat berperan penting sebagai kontrol terhadap infestasi parasit (Mayer et al. 1992), ini berdasarkan nilai eosinofil (Tabel 5) yang mengalami peningkatan disertai dengan penurunan infestasi parasit darah (Tabel 2).

Persentase basofil (Tabel 5) selama sembilan minggu pengamatan mengalami peningkatan dari persentase normalnya dalam darah yaitu 0-4% (Douglas et al. 2010). Selama sembilan minggu masa pengamatan, persentase basofil berada di atas selang normal dan berdasarkan data statistik tidak terdapat adanya perbedaan nyata pada setiap minggunya. Pada infestasi parasit darah Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp. biasanya diikuti peningkatan persentase basofil dalam darah (Stockham dan Scott 2002). Basofil berperan penting dalam respon alergi yang ditimbulkan oleh antigen (Guyton dan Hall 2006).

Neutrofil berada dalam selang normal 35-75% (Douglas et al. 2010). Sel neutrofil, sebagai garis pertama berperan penting dalam melakukan fagositosis dan mampu untuk membunuh mikroorganisme termasuk parasit darah. Apabila terjadi penurunan jumlah neutrofil dalam darah bisa menunjukkan bahwa suatu infeksi termasuk infestasi parasit darah mulai mereda (Baldy 1984).

Berdasarkan Tabel 5 nilai limfosit terlihat sedikit mengalami penurunan dari persentase normalnya dalam darah yaitu 17-68% (Douglas et al. 2010), hal ini berarti produksi antibodi humoral dan pembentukan pertahanan selular oleh limfosit sedikit menurun (Jain 1993). Penurunan nilai persentase limfosit dari minggu ke-1 sebesar 21.33 ± 5.40ab menjadi 16.17 ± 2.70b pada minggu ke-9, disertai dengan peningkatan nilai persentase parasitemia Theileria sp. dari 0.43 ± 0.20fg pada minggu ke-1 menjadi 0.92 ± 0.40cde pada minggu ke-9. Hal ini terjadi karena pada infestasi Theileria sp. terjadi deplesi limfosit akibat kerusakan pada organ limfoid yang menyebabkan hilangnya sel-sel limfosit muda (Losos 1986).

(39)
(40)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Persentase rata-rata infestasi Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp. ialah 1.05%, 1.01% dan 0.68%. Kuda dengan tingkat parasitemia yang rendah tidak menunjukkan gejala klinis. Infestasi parasit darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) yang rendah tidak mempengaruhi nilai leukosit.

Saran

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Alamzan C, Medrano C, Ortiz M, Fuente JDL. 2008. Genetic diversity of Anaplasma marginale strains from an outbreak of bovine anaplasmosis in an endemic area. Veterinary Parasitology.

Altay K, Fatih A, Nazir D, Munir A. 2008. Molecular detection of Theileria and Babesia infections in cattle. Vet Parasitol.

Bacha WJ & Bacha LM. 1990. Color atlas of veterinary histology 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Bakken S, Dumler S, Chen SM, Eckman, Marak R, Van etta L, Walker H. 2006. Human granulocytic ehrlichiosis in the upper midwest United States. JAMA. Baldy CM. 1984. Gangguan hematologik dalam

Birkenheuer AJ, Levy MG, Breitschwerdt EB. 2003. Development and evaluation a seminested pcr for detection and diferentiation of Babesia gibsoni (asian genotype) and Babesia canis dna in canine blood samples. J.Clin Microbiol 41.

S.A. Price and L.M. Wilson.Patofisiologi konsep klinik proses-proses penyakit. Terjemahan Adji Dharma. Penerbit Buku Kedokteran EGC. America.

Brotowidjoyo M. D. 1987. Parasit dan parasitisme, edisi pertama. Media Sarana Press, Jakarta.

Cleveland CW, Peterson DS, Latimer KS. 2002. An overview of canine babesiosis. [terhubung berkala] (18 Juli 2012).

Curnin DM dan Bassert JM. 2006. Clinical textbook for veterinary technicians 6th Ed. United State of America: Elsevier Saunders.

Dellman HD dan Brown EM. 1987. Histologi veteriner Ed ke-3. Jakarta : UI-Press. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2003. Populasi kuda di seluruh provinsi indonesia. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian. Jakarta.

(42)

Draper J. 2003. The book of horse and horse care.London : Anness Publishing Limited. Hlm 10-15.

Foley J dan Biberstein. 2004. Jawetz, Melnick, & Adelberg’smedical microbiology. Di dalam GF Brooks; Stephen A Morse; Janet S Butel editor’s. New York : Lange Medical Books / McGraw Hill.

Guyton AC dan Hall JE. 2006. Textbook of medical physiology 11th ed. Philadelphia: Elsevier Inc.

Hanie A. Elizabeth. 2006. Large animal clinical procedurs for veterinary technicians. China : Mosby, Inc. Hlm 79-81.

Hunfled KP, A Hildebrandt, JS Gray. 2008. Babesiosis : recent insights into an ancient disease. Int J. Parasitol.. Veterinar

Jain N.C. 1993. Veterinary hematology.Lea and Febiger, Philadelphia. Jensen R. 1974. Disease of sheep. Lea & Febringer. Philadelphia.

Kay Ian. 1998. Introduction to animal physiology. New York: BIOS Scientific Publisher Ltd.

Kelly W.R. 1984. Veterinary clinical diagnosis, 3rd Ed. Bailliere Tindall, London. Kidd J. 1995. Horse ponies of the world. Welling Town Horse 125/130 Strand

London. Uk Hal 8 -10.

Levine N. D. 1995. Protozologi veteriner (terjemahan). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Losos, George J. 1986. Infectious tropical disease of domestic animal. Essex : Longman Scientific Center.

Mackay SA. 1995. Encyclopedia of the horse. Reed International Book Limited. Fulham Road. London. UK.

Mahmood YS, Elbalkemy FA, Klaas IC, Elmekkway MF, Monazie AM. 2011. Clinical and haematology study on water buffaloes (Bubalus bubalis) and crossbred cattle naturally infected with Theileria annulata in Sharkia Province, Egypt. Ticks and tick-borne disease.

(43)

Mayer D.J., E.H. Cole, and L.J. Rich. 1992. Veterinary laboratory medicine interpretation and diagnosis.W.B. Saunders Company. Philadelphia, London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo.

Merchant I.A., dan R.A. Barner. 1971. An outline of infectious disesase of domestic animal, 3 th ed. Iowa State University Press. Ames. USA.

Noaman V, Shayan P, Amininia N. 2009. Molecular diagnostic of Anaplasma marginale in hewan pembawa cattle.Iranian J Parasitol.

Pinsent PJN. 1990. Outline of clinical diagnosis in the horse. UK : Butterworth & Co. (Publisher) Ltd.

Quinn PJ, Markey BK, Carter ME, Donnelly WJ, Leonard FC. 2008. Veterinary microbiology and microbial disease. Blackwell Pub.

Simoes PB, Cardodo L, Araujo M, Mekuzas YY, Baneth G. 2011. Babesiosis due to the Canine Babesia micorti-like small piroplasm in dogs-first report from portugal and possible vertical transmision. BioMed Centrale.

Soehardjono O. 1990. Kuda.Yayasan Pamulang Equestrian Centre.Penerbit : PT Gramedia Jakarta.

Soulsby FJL. 1982. Helmints, arthopods, and protozoa of domesticated animals, 7rd ed. Bailliere Tindal, England.

Stockham SL, Scott MA. 2002. Fundamentals of veterinary clinical pathology 2nd Ed. Iowa: Blackwell Publishing.

Taylor MA, RL Coop, RL Wall. 2007. Veterinary parasitology 3th edition. Hongkong : Graphicraft Limited.

Tizard, I. 1982. Introduction to veterinary immunology.2nd Ed. W.B. Saunders Company. Philadelphia.

(44)

The SAS System 11:50 Thursday, July 24, 2012 1

The ANOVA Procedure

Class Level Information

Class Levels Values

ul 6 1 2 3 4 5 6

perlak 20 AC1 AC3 AC5 AC7 AC9 AM1 AM3 AM5 AM7 AM9 B1 B3 B5 B7 B9 T1 T3 T5 T7 T9

(45)

The SAS System 11:50 Thursday, July 24, 2012 2

The ANOVA Procedure

Dependent Variable: prstemia

Sum of

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 24 19.69933333 0.82080556 7.40 <.0001

Error 95 10.53933333 0.11094035

Corrected Total 119 30.23866667

R-Square Coeff Var Root MSE prstemia Mean

0.651462 34.93816 0.333077 0.953333

Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F

(46)

The SAS System 11:50 Thursday, July 24, 2012 3

The ANOVA Procedure

Duncan's Multiple Range Test for prstemia

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

(47)

C E D 0.9667 6 T7 C E D

C E D 0.9500 6 AM5 C E D

C E D 0.9167 6 T9 C E D

C F E D 0.8833 6 AM9 C F E D

C F E D 0.8667 6 B3 C F E D

C F E D 0.8333 6 AC5 F E D

G F E D 0.7667 6 B5 G F E D

G F E D 0.7667 6 AM7 G F E

(48)

The SAS System 11:50 Thursday, July 24, 2012 4

The ANOVA Procedure

Duncan's Multiple Range Test for prstemia

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N perlak

G F E 0.7500 6 B7 G F E

G F E 0.7000 6 AC9 G F E

G F E 0.6833 6 B9 G F

G F 0.4333 6 T1 G

(49)

NEUTROFIL

The SAS System 01:10 Friday, July 25, 2012 10

The ANOVA Procedure

Class Level Information

Class Levels Values

ul 6 1 2 3 4 5 6

perlak 5 N1 N3 N5 N7 N9

(50)

The SAS System 01:10 Friday, July 25, 2012 11

The ANOVA Procedure

Dependent Variable: neutrofl

Sum of

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 9 647.0000000 71.8888889 5.16 0.0011

Error 20 278.8666667 13.9433333

Corrected Total 29 925.8666667

R-Square Coeff Var Root MSE neutrofl Mean

0.698805 9.092721 3.734077 41.06667

Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F

(51)

The SAS System 01:10 Friday, July 25, 2012 12

The ANOVA Procedure

Duncan's Multiple Range Test for neutrofl

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 20 Error Mean Square 13.94333

Number of Means 2 3 4 5 Critical Range 4.497 4.720 4.862 4.961

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N perlak

A 47.833 6 N1

B 40.500 6 N9 B

B 39.000 6 N3 B

B 39.000 6 N7 B

(52)

EOSINOFIL

The SAS System 01:10 Friday, July 25, 2012 1

The ANOVA Procedure

Class Level Information

Class Levels Values

ul 6 1 2 3 4 5 6

perlak 5 E1 E3 E5 E7 E9

(53)

The SAS System 01:10 Friday, July 25, 2012 2

The ANOVA Procedure

Dependent Variable: eosnfl

Sum of

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 9 604.2666667 67.1407407 4.35 0.0030

Error 20 308.9333333 15.4466667

Corrected Total 29 913.2000000

R-Square Coeff Var Root MSE eosnfl Mean

0.661702 23.67605 3.930225 16.60000

Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F

(54)

The SAS System 01:10 Friday, July 25, 2012 3

The ANOVA Procedure

Duncan's Multiple Range Test for eosnfl

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 20 Error Mean Square 15.44667

Number of Means 2 3 4 5 Critical Range 4.733 4.968 5.118 5.222

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N perlak

A 20.000 6 E7 A

A 19.833 6 E9 A

B A 17.833 6 E5 B

B C 14.167 6 E3 C

(55)

BASOFIL

The SAS System 01:10 Friday, July 25, 2012 4

The ANOVA Procedure

Class Level Information

Class Levels Values

ul 6 1 2 3 4 5 6

perlak 5 B1 B3 B5 B7 B9

(56)

The SAS System 01:10 Friday, July 25, 2012 5

The ANOVA Procedure

Dependent Variable: basofil

Sum of

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 9 34.00000000 3.77777778 1.19 0.3530

Error 20 63.46666667 3.17333333

Corrected Total 29 97.46666667

R-Square Coeff Var Root MSE basofil Mean

0.348837 21.90228 1.781385 8.133333

Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F

(57)

The SAS System 01:10 Friday, July 25, 2012 6

The ANOVA Procedure

Duncan's Multiple Range Test for basofil

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 20 Error Mean Square 3.173333

Number of Means 2 3 4 5 Critical Range 2.145 2.252 2.320 2.367

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N perlak

A 9.167 6 B7 A

A 8.500 6 B9 A

A 8.000 6 B5 A

A 7.500 6 B3 A

(58)

LIMFOSIT

The SAS System 01:10 Friday, July 25, 2012 13

The ANOVA Procedure

Class Level Information

Class Levels Values

ul 6 1 2 3 4 5 6

perlak 5 L1 L3 L5 L7 L9

(59)

The SAS System 01:10 Friday, July 25, 2012 14

The ANOVA Procedure

Dependent Variable: limfosit

Sum of

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 9 330.2000000 36.6888889 2.18 0.0709

Error 20 337.2666667 16.8633333

Corrected Total 29 667.4666667

R-Square Coeff Var Root MSE limfosit Mean

0.494706 20.67030 4.106499 19.86667

Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F

(60)

The SAS System 01:10 Friday, July 25, 2012 15

The ANOVA Procedure

Duncan's Multiple Range Test for limfosit

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 20 Error Mean Square 16.86333

Number of Means 2 3 4 5 Critical Range 4.946 5.191 5.347 5.456

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N perlak

A 24.667 6 L3 A

B A 21.333 6 L1 B A

B A 20.667 6 L5 B

B 16.500 6 L7 B

(61)

MONOSIT

The SAS System 01:10 Friday, July 25, 2012 16

The ANOVA Procedure

Class Level Information

Class Levels Values

ul 6 1 2 3 4 5 6

perlak 5 M1 M3 M5 M7 M9

(62)

The SAS System 01:10 Friday, July 25, 2012 17

The ANOVA Procedure

Dependent Variable: monosit

Sum of

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 9 76.3333333 8.4814815 1.06 0.4290

Error 20 159.5333333 7.9766667

Corrected Total 29 235.8666667

R-Square Coeff Var Root MSE monosit Mean

0.323629 20.56529 2.824299 13.73333

Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F

(63)

The SAS System 01:10 Friday, July 25, 2012 18

The ANOVA Procedure

Duncan's Multiple Range Test for monosit

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 20 Error Mean Square 7.976667

Number of Means 2 3 4 5 Critical Range 3.401 3.570 3.678 3.753

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N perlak

A 15.333 6 M7 A

A 15.000 6 M9 A

A 14.500 6 M5 A

A 12.167 6 M1 A

(64)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kuda (Equus caballus) merupakan mammalia yang masih satu famili dengan keledai dan zebra, berjalan menggunakan kuku, memiliki sistem pencernaan monogastrik, dan memiliki sistem reproduksi poliestrus (Draper 2003). Pada mulanya, kuda hanya dijadikan sebagai bahan makanan manusia. Seiring dengan perkembangan zaman, manusia menggunakan kuda sebagai sarana transportasi, sarana perang, dan olah raga. Peranan kuda sebagai sarana transportasi telah berhasil membuka isolasi daerah pedalaman sehingga masyarakat di daerah itu dapat berkomunikasi dengan masyarakat luar. Sebagai sarana dalam perang, kuda dipakai untuk tunggangan para prajurit dan untuk mengangkut peralatan perang (Soehardjono 1990).

Kesehatan merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam memelihara kuda karena kesehatan kuda sangat mempengaruhi keindahan, kegagahan, dan tenaga kuda tersebut. Berdasarkan data DITJENNAK (2003), populasi kuda di seluruh provinsi Indonesia rata-rata mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Penurunan populasi kuda tersebut dapat disebabkan oleh penyakit yang bersifat akut ataupun kronis, salah satunya adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit darah. Kuda yang terinfeksi oleh parasit darah Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp. akan menyebabkan kehilangan darah yang berdampak serius pada

kuda tersebut, sehingga menyebabkan kerugian akibat pertumbuhan terhambat, penurunan bobot badan, penurunan daya kerja, dan penurunan daya reproduksi (Soulsby 1982). Penyebaran parasit darah Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp. dipengaruhi populasi caplak (Soulsby 1982) dan kondisi geografis, iklim, cuaca, sosial budaya, serta sosial ekonomi di daerah tersebut (Brotowidjoyo 1987).

(65)

limfosit (Guyton dan Hall 2006). Hasil penelitian digunakan untuk mengetahui pengaruh infestasi parasit darah pada nilai leukosit kuda (Equus caballus) serta mengetahui jenis leukosit yang berperan karena adanya parasit darah Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp. pada kuda tersebut.

Perumusan Masalah

1. Apakah terdapat infestasi parasit darah pada kuda-kuda di URR ?

2. Berapakah persentase infestasi parasit darah pada kuda-kuda yang positif terinfeksi ? Tingkat keparahan ?

3. Berapakah nilai% relatif Leukosit (Eosinofil, Neutrofil, Basofil, Limfosit, Monosit)

4. Setelah mengetahui persentasenya, apakah terbukti infestasi parasit darah akan mengubah nilai normal leukosit ?

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh infestasi parasit darah pada nilai leukosit kuda (Equus caballus).

Manfaat Penelitian

(66)

TINJAUAN PUSTAKA

Kuda

Gambar 1 Kuda (Dokumentasi)

(67)

Pliohippus menjadi kuda berteracak tunggal pertama yang selanjutnya berkembang menjadi Equus caballus yang dikenal saat ini. Kuda Prezwalski yang terdapat di Rusia dan Mongolia dianggap sebagai salah satu nenek moyangnya kuda yang ada saat ini, karena morfologi tubuhnya yang masih mirip dengan ancestor kuda sebelumnya (Kidd 1995).

Kuda merupakan salah satu hewan yang memiliki kemampuan istimewa seperti jinak, dapat berenang, mudah dilatih dan dapat merasakan lingkungan sekitarnya. Perkembangan kuda di Indonesia dimulai sejak berdirinya kerajaan Hindu Budha pada abad ke -7 Masehi. Kuda di Indonesia digunakan untuk bahan makanan (terutama masyarakat Indonesia Bagian Timur), sarana perang (saat Kerajaan Hindu-Budha abad VII Masehi, Kerajaan Islam abad XIII-XV dan penjajahan Belanda abad XVIII) dan juga sebagai sarana transportasi untuk mengangkut semua hasil bumi (Soehardjono 1990).

Salah satu jenis kuda yang menjadi cikal bakal perkembangan kuda di Indonesia adalah kuda (Equus caballus) yang berasal dari Pulau Jawa, seperti kuda Tengger, kuda Priangan dan kuda Dieng. Menurut para ahli, ketiga jenis kuda tersebut merupakan nenek moyang kuda di Pulau Jawa yang populasinya terancam punah. Kuda ini tergolong ke dalam kuda poni dengan ukuran tubuh lebih besar jika dibandingkan dengan spesies kuda poni dari wilayah lain di Indonesia, lebih tahan terhadap kondisi lingkungan tropis sepanjang hari, sehingga biasa digunakan oleh para penduduk di Jawa sebagai sarana transportasi (Mackay 1995).

Darah

Darah adalah jaringan yang berbentuk cair dan mengalir melalui saluran vaskuler (Jain 1993). Menurut Kay (1998) beberapa substansi yang ditransportasikan oleh darah di antaranya adalah gas O2 dan CO2, nutrisi, sisa produk metabolisme, sel darah khusus, hormon, dan panas.

(68)

Leukosit

Leukosit berfungsi mempertahankan tubuh dari serangan agen-agen patogen, zat beracun, dan menyingkirkan sel-sel rusak serta abnormal (Kelly 1984). Pembentukan leukosit dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 leukositopoiesis (Guyton dan Hall 2006)

Pembentukan sel darah putih diawali dari differensiasi stem sel menjadi myeloblast dan prolimfosit, kemudian myeloblast menjadi 2 bagian, yaitu premyelosit dan monosit myelosit. Premyelosit berdifferensiasi menjadi 3 bagian yang kemudian membentuk sel-sel granulosit yang terdiri atas eosinofil, neutrofil, dan basofil. Monosit myelosit membentuk monosit. Sedangkan prolimfosit akan berdiferensiasi membentuk limfosit (Bacha dan Bacha 1990).

NILAI LEUKOSIT

Neutrofil

(69)

Gambar 3 Neutrofil (Douglas et al. 2010)

Eosinofil

Eosinofil memiliki nukleus bergelambir dua, butir-butir asidofil cukup besar, berdiameter 10-15 µm dan hidup selama 3-5 hari (Dellman dan Brown 1987). Eosinofil berperan sebagai sel fagosit terhadap komponen asing yang telah bereaksi dengan antibodi (Martini et al. 1992).

Gambar 4 Eosinofil (Douglas et al. 2010)

Basofil

Basofil memiliki diameter 10-15 µm, dengan inti dua bergelambir atau bentuk inti tidak teratur, granulanya berukuran 0.5-1.5 µm, berwarna biru tua/ungu (Dellman dan Brown 1987). Sel basofil sangat sulit ditemukan (Jain 1993). Basofil berperan dalam respon alergi (Guyton dan Hall 2006).

(70)

Limfosit

Limfosit memiliki dua bentuk, yaitu limfosit besar berdiameter 12-15 µm dan limfosit kecil berdiameter 6-9 µm (Dellman and Brown 1987). Limfosit berperan dalam proses kekebalan dalam pembentukan antibodi khusus (Wresdiyati 2002). Ada dua jenis sel limfosit, yaitu sel T dan sel limfosit-B. Sel limfosit-T (Sel-T) erat hubungannya dengan pertahanan seluler, sedangkan sel limfosit-B (Sel-B) berperan dalam pertahanan humoral (Martini et al. 1992).

Gambar 6 Limfosit (Douglas et al. 2010)

Monosit

Monosit merupakan leukosit terbesar dengan diameter 15-20 µm dan berbentuk tapal kuda (Dellman and Brown 1987). Monosit memiliki kemampuan fagositosis yang lebih hebat dari neutrofil karena dapat memfagosit 100 sel bakteri (Guyton dan Hall 2006).

(71)

Parasit Darah

1. Anaplasma sp.

Anaplasma sp. merupakan parasit darah yang memiliki mortalitas pada hewan agak tinggi (Merchant dan Barner 1971), terdiri atas massa globular padat berukuran 0.3 sampai 1.0 µm (Jensen1974).

Gambar 8 Gambaran mikroskopis Anaplasma sp. (Noaman et al. 2009)

2. Theileria sp.

Theileria sp., menurut Soulsby (1982) berbentuk batang berukuran kira-kira 1.5-2.0 µm x 0.5-1.0 µm memiliki siklus hidup yang terjadi dalam tubuh caplak dan di tubuh induk semang.

Gambar 9 Gambaran mikroskopis Theileria sp. (Mahmood et al. 2011)

3. Babesia sp.

(72)

menyebabkan babesiosis. Babesia sp. memiliki diameter 2.5-5.0 µm. Perkembangan parasit ini di dalam tubuh caplak dimulai dari larva caplak yang menetas dari telur dan memasuki kelenjar ludah dan melanjutkan perkembangannya. Proses perkembangbiakkan ini memakan waktu 2-3 hari (Levine 1995).

Gambar 10 Gambaran mikroskopis Babesia sp. (Cleveland et al. 2002)

(73)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012. Selama bulan April-Juni dilakukan pengambilan dan pengamatan sampel darah setiap 2 minggu sekali selama 2 bulan. Pengambilan sampel darah kuda dilakukan di Unit Rehabilitasi Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Pengamatan sampel darah di Laboratorium Protozoologi Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Sebelum penelitian dilaksanakan, dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu terhadap sampel darah kuda-kuda yang akan diteliti dan didapatkan hasil dari 6 sampel darah yang berasal dari 6 ekor kuda, positif terdapat infestasi parasit darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.). Pengamatan sampel darah yang terdapat infestasi parasit darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) dilakukan selama 9 minggu didasari pengamatan selama 9 minggu sudah cukup untuk melihat perkembangan infestasi Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp. berdasarkan siklus hidupnya.

Hewan Percobaan

Penelitian menggunakan 6 kuda crossbred yang sudah diidentifikasi positif terinfeksi parasit darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) di Unit Rehabilitasi Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, terdiri atas 3 ekor kuda jantan dan 3 ekor kuda betina berumur 2-10 tahun. Kuda-kuda dipelihara pada kandang yang berukuran 3 x 2.5 m2. Pemberian pakan pada kuda berupa rumput dan konsentrat dengan waktu pemberian jam 5 pagi untuk konsentrat, jam 12 siang untuk pemberian rumput, jam 3 sore untuk pemberian konsentrat dan jam 6 sore untuk pemberian rumput lagi. Pemberian minum dilakukan ad libitum.

(74)

Pengambilan darah dilakukan dengan menggunakan disposable syringe 10 ml dan jarum ukuran 18G sebanyak ± 3 ml darah dari vena jugularis, kemudian disimpan di dalam tabung darah bervolume 3 ml yang mengandung EDTA (Hanie 2006). Pengambilan sampel darah dilakukan 2 minggu sekali selama 2 bulan.

Perhitungan Nilai Total BDP (Butir Darah Putih/Leukosit)

Perhitungan nilai butir darah putih menurut Curnin dan Bassert (2006) menggunakan pipet pengencer, kamar hitung, mikroskop, kertas saring, alat penghitung, dan cairan pengencer (Larutan Turk). Perhitungan nilai total butir darah putih dilakukan dengan menghisap darah menggunakan pipet leukosit dan aspiratornya sampai garis 0.5, dilanjutkan dengan menambah larutan turk sampai garis 11. Campuran dihomogenkan dengan memutar membentuk angka 8. Campuran yang tidak homogen dibuang terlebih dahulu. Campuran yang homogen diteteskan ke dalam kamar hitung. Penghitungan butir-butir darah putih dilakukan pada kelima kotak diagonal pada 4 bujur sangkar besar di sudut kamar hitung kemudian hasilnya x 50 butir/mm3 darah.

Pewarnaan Preparat Ulas Darah

Pembuatan dan pewarnaan preparat ulas darah menurut Mahmood et al. (2011) menggunakan sampel darah yang akan diperiksa, alkohol 70%, metil alkohol, larutan pewarna Giemsa, aquades, kaca preparat, dan timer. Pembuatan preparat ulas darah diawali dengan kaca preparat dibersihkan kemudian sampel darah diteteskan pada satu sisi kaca preparat. Satu kaca preparat lain ditempatkan di sisi ujung dengan membentuk sudut 45o. Ulasan darah dibuat sampai terbentuk lapisan tipis dan merata. Preparat dikeringkan di udara untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam metil alkohol (5 menit) dan diwarnai dengan Giemsa (30 menit), selanjutnya preparat ulas darah yang sudah terwarnai dicuci dan dikeringkan di udara.

Pemeriksaan Parasit Darah dan Perhitungan Leukosit

(75)

bawah mikroskop dengan perbesaran objektif 100x dan okuler 10x. Tingkat parasitemia dihitung dengan membagi jumlah sel yang terdapat infestasi parasit darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) untuk setiap 500 butir sel darah merah (Alamzan et al. 2008). Nilai leukosit didapat dengan cara sel leukosit dalam sampel darah tersebut dihitung hingga jumlah total yang teramati mencapai jumlah 100. Setelah didapat presentase nilai relatif leukosit, nilai absolut dari masing-masing jenis leukosit ditentukan (Curnin dan Bassert 2006).

Pengolahan Data

(76)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi dan Persentase Parasit Darah

Hasil pengamatan preparat ulas darah pada enam ekor kuda yang berada di Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR FKH IPB) dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 1 Hasil pengamatan preparat ulas darah pada enam ekor kuda (Equus caballus)

Kuda Parasit Darah

A. centrale A. marginale Theileria sp. Babesia sp.

1 +

(77)
(78)

Parasit darah yang paling banyak ditemukan adalah Anaplasma sp.. Anaplasma sp. ditemukan di dalam preparat ulas darah memiliki gambaran morfologi berbentuk bulat yang terletak di tengah (Anaplasma centrale) dan di tepi (Anaplasma marginal) sel darah merah. Anaplasma sp. yang diwarnai dengan pewarnaan Giemsa terdiri atas massa globular yang padat dengan ukuran diameter 0.3 sampai 1.0 µm. Terlihat di bawah mikroskop elektron setiap Anaplasma sp. terdiri atas suatu koloni yang berisi sampai 8 sub unit atau “initial bodies”, setiap sub unit berukuran 0.16-0.27 µm x 0.24-0.52 µm. Anaplasma sp. di dalam eritrosit 65% terdapat di tepi dan sisanya pada lokasi sentral. Anaplasmosis merupakan suatu infestasi subakut dan tidak dapat menular lewat kontak langsung, ditandai dengan demam, anemia, lemah, dan ikhterus (Jensen 1974).

Gambar 11 Gambaran mikroskopis Anaplasma sp. berdasarkan hasil pengamatan

Theileria sp.

(79)

Gambar 12 Gambaran mikroskopis Theileria sp. berdasarkan hasil pengamatan

Babesia sp.

Morfologi Babesia sp. yang ditemukan berbentuk seperti buah pear, sepasang maupun tunggal. Babesia sp. sesuai dengan gambaran Babesia sp. menurut referensi, bentuknya menyerupai buah pear dan memiliki diameter 2.5-5.0 µm, meruncing pada salah satu ujungnya dan pada ujung lain tumpul dan berpasangan (Hunfeld et al. 2008). Babesia caballi merupakan spesies dari Babesia sp. yang menyerang kuda bertransisi melalui caplak genus Dermacentor, Hyalomma, dan Rhipicephalus (Uilenberg 2006) dan memiliki gejala klinis yaitu demam tinggi serta anemia.

Gambar 13 Gambaran mikroskopis Babesia sp. berdasarkan hasil pengamatan

Parasitemia, Status Present, Nilai Total Leukosit, serta Nilai Leukosit Selama

(80)

Tabel 2 Persentase parasitemia (Anaplasma centrale, Anaplasma marginale, Theileria sp., dan Babesia sp.) pada kuda (Equus caballus)

Jenis Parasit Minggu Ke-

Keterangan : huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata.

Masing-masing parasit darah memiliki jumlah dan tingkat keparahan yang berbeda. Tingkat keparahan atau tingkat tingkat parasitemia dibagi menjadi tiga tingkatan berdasarkan penemuannya dalam satu lapang pandang, yaitu rendah (<1%), sedang (<3%), dan berat (5-9%) (Birkenheuer et al. 2003).

Pengamatan infestasi Anaplasma sp. selama sembilan minggu (Tabel 2) menunjukkan adanya penurunan persentase parasitemia Anaplasma sp. yang tidak begitu nyata dari minggu ke minggu. Rata-rata persentase parasitemia Anaplasma sp. adalah 1.05% dan berada dalam tingkatan rendah (<1%)-sedang (<3%). Rendahnya infestasi Anaplasma sp. ini kemungkinan disebabkan Anaplasma sp. masuk dalam masa inkubasi, yaitu 2-12 minggu (Quinn et al. 2008). Pada stadium ini hewan terlihat sehat dan tidak menunjukkan gejala klinis. Namun demikian, selama sembilan minggu persentase Anaplasma sp. tidak menunjukkan peningkatan persentase parasitemia yang nyata dan kuda tidak menunjukkan gejala klinis akibat terdapat infestasi Anaplasma sp..

Berdasarkan Tabel 2, terlihat adanya peningkatan persentase parasitemia Theileria sp. yang tidak begitu nyata dari minggu ke-1 sebesar 0.43 ± 0.20fg menjadi 0.92 ± 0.40cde pada minggu ke-9. Rata-rata persentase parasitemia Theileria sp. adalah 1.01%. Tingkat rata-rata persentase parasitemia Theileria sp.

(81)

masa inkubasi, yaitu 1-3 minggu (Soulsby 1982). Pada stadium ini hewan terlihat sehat dan tidak menunjukkan gejala klinis. Namun demikian, selama sembilan minggu persentase parasitemia Theileria sp. tidak menunjukkan peningkatan yang nyata dan kuda tidak menunjukkan gejala klinis akibat terdapat infestasi Theileria sp.. Tingkat infestasi Theileria sp. yang rendah juga kemungkinan disebabkan oleh sifat penyakit ini yaitu tidak menular melalui kontak langsung. Penularan antara hewan hanya terjadi melalui vektor secara “stage to stage” dimana partikel parasit yang infektif terdapat pada kelenjar ludah caplak. Sehingga bila populasi caplak berkurang maka infestasi juga akan menurun (Taylor et al. 2007).

Persentase parasitemia Babesia sp. berada dalam tingkatan rendah (<1%) dengan rata-rata persentase parasitemia Babesia sp. yaitu 0.68%. Terlihat pada data statistik selama sembilan minggu infestasi Babesia sp. mengalami peningkatan yang tidak begitu nyata dari minggu ke-1 sebesar 0.37 ± 0.40g menjadi 0.68 ± 0.30efg pada minggu ke-9 (Tabel 2). Kemungkinan infestasi Babesia sp. yang masih tergolong rendah ini disebabkan Babesia sp. masuk dalam masa inkubasi, yaitu 1-2 minggu (Soulsby 1982). Pada stadium ini hewan akan terlihat sehat dan tidak menunjukkan gejala klinis. Namun demikian, selama sembilan minggu Babesia sp. tidak menunjukkan peningkatan persentase parasitemia yang nyata dan kuda tidak menunjukkan gejala klinis akibat terdapat infestasi Babesia sp.. Infestasi Babesia sp. bersifat “self limiting disease”, yang berarti infestasi parasit ini bersifat tidak fatal dan dapat terjadi persembuhan sendiri dengan jangka waktu yang panjang (Taylor et al. 2007).

Persentase parasitemia yang masih rendah dapat disebabkan oleh ketidakrentanan hewan percobaan, infestasi telah berjalan kronis (Altay et al. 2008), atau telah mencapai stadium persembuhan (Bakken et al. 2006). Infestasi yang rendah juga bisa mengindikasikan bahwa kuda bertindak sebagai hewan pembawa. Hewan pembawa merupakan hewan yang pembawa penyakit dan hewan tersebut tidak menunjukkan gejala klinis. Jika hewan peka tertular hewan pembawa ini maka akan timbul gejala klinis yang akan berakibat kematian (Uilenberg 2006).

Gambar

Gambaran mikroskopis Babesia sp.
Gambar 3 Neutrofil (Douglas et al. 2010)
Gambar  8  Gambaran mikroskopis Anaplasma sp. (Noaman et al.
Gambar  :
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Gambaran Darah dan Performa Produksi Ayam Kampung serta Ayam Ras Petelur pada Kandang Terbuka adalah benar

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pemberian Minuman Cincau Hijau (Premna oblongifolia Merr.) terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Wanita

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Differensial Leukosit Darah Mencit yang diinfeksi Trypanosoma evansi Setelah Pemberian Partikel Nano Logam Mangan

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Morfologi Sel Darah Merah Itik Manila yang Dipapar pada Berbagai Konsentrasi Larutan NaCl Hipotonis adalah benar

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Buah Okra ( Abelmoschus esculentus ) Terhadap Kadar Gula dan Kolesterol Darah Mencit ( Mus musculus ) Yang

Dengan ini saya menyatakan bahwa isi intelektual dari skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Fraksi Klorofil Spirulina sp terhadap Sifat Listrik dengan Struktur Dye

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan plagiat dalam penulisan skripsi saya yang berjudul EFEK PEMBERIAN PENGAWET NATRIUM NITRIT TERHADAP KADAR KREATININ DARAH

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Parasit Darah pada Ayam Bekisar di Desa Lao’janjang Kecamatan Arjasa Pulau Kangean Kabupaten Sumenep Madura