• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Karkas Kuda Dengan Umur, Jenis Kelamin Dan Pemanfaatan Yang Berbeda Di Kecamatan Binamu, Kabupaten Jeneponto Sulawesi Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Karkas Kuda Dengan Umur, Jenis Kelamin Dan Pemanfaatan Yang Berbeda Di Kecamatan Binamu, Kabupaten Jeneponto Sulawesi Selatan"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK KARKAS KUDA DENGAN UMUR, JENIS

KELAMIN DAN PEMANFAATAN YANG BERBEDA DI

KECAMATAN BINAMU, KABUPATEN JENEPONTO

SULAWESI SELATAN

SKRIPSI

DEWI ASTARI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

Dewi Astari. D14070033. 2011. Karakteristik Karkas Kuda dengan Umur, Jenis Kelamin dan Pemanfaatan yang Berbeda di Kecamatan Binamu, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Rudy Priyanto.

Daging yang dihasilkan dari ternak kuda (daging kuda) di Indonesia umumnya belum dikenal secara luas, hanya dikonsumsi masyarakat terbatas yakni di beberapa daerah tertentu. Konsumsi daging kuda yang masih terbatas pada mayarakat tertentu dengan tingkat kesukaan yang besar menunjukkan bahwa jenis daging ini mempunyai kelebihan. Informasi distribusi umur, bobot potong, dan persentase karkas yang dihasilkan penting karena menentukan jumlah penyebaran daging dalam karkas yang berkaitan dengan kualitas karkas dan daging yang dihasilkan serta akan berpengaruh pada preferensi konsumen terhadap daging kuda.

Penelitian ini dilakukan di empat Tempat Pemotongan Kuda (TPK) yang berbeda, yaitu TPK Dullah, H. Jumali, Hamzah, dan H.Turani yang semuanya berada di Kecamatan Binamu, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan. Perlakuan yang diamati dalam penelitian ini adalah umur yang berbeda (I2= 3 tahun, I3 = 4 tahun, dan I4 = 5 tahun), jenis kelamin (jantan dan betina) dan pemanfaatan kuda (potong dan pekerja). Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap pola faktorial 3 x 2 x 2 atau kombinasi 12 perlakuan dan masing-masing perlakuan dengan jumlah ulangan yang tidak sama.

(3)

3 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kuda yang dipotong pada umur yang lebih tua, yaitu kelompok umur I4 memiliki persentase karkas yang lebih tinggi dengan persentase daging yang tinggi pula dibandingkan dengan kelompok umur I2, namun persentase tulang dan non karkasnya yang lebih rendah. Persentase karkas dipengaruhi oleh jenis kelamin dan pemanfaatan kuda itu sendiri, sedangkan persentase daging dan tulang dipengaruhi oleh kelompok umur potong.

(4)

ABSTRACT

Characteristic of Horse Carcass from Different Age, Sex and usefull in Binamu Distric, Jeneponto Regency, South Sulawesi

Astari, D., P. H. Siagiaan, and R. Priyanto

The study was conducted on local horse, aiming to identify the carcass characteristics of horse of different usefull (meat and draft) at different age groups (I2, I3, and I4) and sex (yeld mare and stallion). The experiment was carried out at the Horse Slaughter Place in Binamu district of Jeneponto regency, South Sulawesi. The parameters observed included body weight, carcass weight and percentage, meat and bones percentage and non carcass percentage. The results showed that sex and horse usefull had a highly significant (P<0.01) effect on carcass percentages. The carcass percentage of the stallion (59.78±1.97%) was abviously lower than that of the yeld mare (60.74±1.63%). The carcass percentage of draft type (59.88±2.52%) was abviously lower than meat type (60.59±1.86%). The influence of age on meat and bone percentage was highly significant (P<0.01). The meat percentage of I2 animal (64.53±5.68 %) was obviously lower than that of I4 animal (70.47±5.59%). Whereas, the bone percentage of I2 animal (35.47±5.68%) was obviously higher than I4 animal (29.53±5.95%). The influence of sex on bone percentage was significant (P<0.05). The bone percentage of yeld mare (29.83±5.65%) was abviously lower than of stallion (34.92±6.06%). The influence of age, sex, and different usefull on non carcass percentage was very significant (P<0.01). Non carcass percentage of I4 animal (37.90±1.70%) was obviously lower than that I2 animal (38.81±2.69 %). Non carcass percentage of meat horse (37.01±1.53%) was abviously lower than that draft horse (39.73±2.09%). Non carcass percentage of the stallion (37.67±1.94%) was abviously lower than that the yeld mare (38.54±2.39%).

(5)

KARAKTERISTIK KARKAS KUDA DENGAN UMUR, JENIS

KELAMIN, DAN PEMANFAATAN YANG BERBEDA DI

KECAMATAN BINAMU KABUPATEN JENEPONTO,

SULAWESI SELATAN

SKRIPSI

DEWI ASTARI

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(6)

6 Judul : Karakteristik Karkas Kuda dengan Umur, Jenis Kelamin

dan Pemanfaatan yang Berbeda di Kecamatan Binamu, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan

Nama : Dewi Astari

NIM : D14070033

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

(Prof. Dr.Ir. Pollung H. Siagian, MS) ( Dr. Ir. Rudy Priyanto )

NIP. 19460825 197711 1 001 NIP. 19601216 198603 1 003

Mengetahui,

Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr, Sc)

NIP. 19591212 198603 1004

(7)

7 RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Januari 1990. Penulis adalah anak kedua dari

tiga bersaudara pasangan Bapak Drs. Koesratno Wahyu Irianto dan Ibu Hj. Asmawati,

S.E.

Jenjang pendidikan Penulis dimulai pada tahun 1995 memasuki pendidikan

dasar di SDN 1 Monro-Monro, Jeneponto lalu tahun 1996 pindah ke SDN 171 Loka,

Bulukumba dan lulus pada tahun 2001. Penulis diterima di SMPN 1 Bulukumba pada

tahun 2001 dan lulus pada tahun 2004. Sekolah menengah diselesaikan pada tahun

2007 di SMAN 5 Makasar.

Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi

Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan

Saringan Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007.

Penulis selama di IPB aktif dalam berbagai organisasi kampus, antara lain

IKAMI SUL-SEL (Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa/Pelajar Indonesia Sul-Sel) sebagai

Dara Cabang Bogor tahun 2007 dan sebagai Sekertaris II Cabang Bogor tahun

2008-2010, BEM-D (Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan) periode 2009-2010

sebagai Sekertaris II dan periode 2010-2011 sebagai Kepala Departemen INFOKOM

(Informasi dan Komunikasi). Penulis juga aktif dalam mengikuti kegiatan kampus,

yaitu FAPET CUP 2008, D-TRALIS 2008, DEKAN CUP 2008, RAKERNAS

ISMAPETI 2009 di Bogor, BAMPI ISMAPETI 2010 di Makasar, dll. Penulis sempat

mengikuti kegiatan magang kerja di Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS)

tahun 2009 dan menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknologi Pengolahan Susu

(8)

8 KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil alamin, puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, karunia dan ridho-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan

penelitian dan penulisan skripsi ini. Skripsi ini berjudul, ”Karakteristik Karkas Kuda

dengan Umur, Jenis Kelamin dan Pemanfaatan yang Berbeda di Kecamatan Binamu,

Kabupaten Jeneponto Sulawesi Selatan”.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir.

Pollung H. Siagian, MS selaku dosen pembimbing utama, Dr. Ir. Rudy Priyanto selaku

dosen pembimbing anggota, dan kepada keluarga yang telah mengarahkan dan

mendukung Penulis dari persiapan hingga akhir Penulisan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh fungsi ternak kuda sebagai kuda

transportasi mulai tergeserkan oleh adanya perkembangan alat transportasi bermesin

sehingga banyak kuda yang dijadikan sebagai penghasil daging untuk memenuhi

permintaan konsumen. Hal ini menarik perhatian Penulis untuk memberikan informasi

mengenai bobot hidup, bobot dan persentase karkas, daging, tulang serta

komponen-komponen non karkas kuda yang dipotong di Kecamatan Binamu, Kabupaten

Jeneponto, Sulawesi Selatan.

Penulis memahami bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak

kekurangan. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat

kepada pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, Maret 2011

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

ABSTRACT ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ...iii

LEMBAR PENGESAHAN ...iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ...viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Kuda ... 3

Klasifikasi Kuda ... 3

Kuda Lokal Indonesia ... 5

Kuda Sumba ... 6

Kuda Makasar ... 6

Pemanfaatan Kuda... 7

Kuda Sebagai Sumber Makanan ... 7

Kuda Sebagai Peralatan Militer ... 8

Kuda Untuk Olahraga ... 9

Kuda Sebagai Alat Transportasi... 9

Karkas ... 10

Pertumbuhan dan Perkembangan Komponen Fisik Karkas ... 10

Jaringan Tulang ... 11

Jaringan Otot ... 12

Lemak Penutup Karkas ... 12

Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Komponen Fisik Karkas ... 12

Genetik ... 13

Lingkungan ... 14

Pakan ... 14

Jenis Kelamin ... 15

(10)

10

MATERI DAN METODE PENELITIAN ... 18

Lokasi dan Waktu ... 18

Materi ... 18

Metode... 19

Prosedur ... 19

Analisis Data ... 19

Peubah yang Diamati ... 20

Bobot Potong ... 20

Bobot Karkas ... 20

Persentase Karkas... 20

Persentase Daging ... 20

Persentase Tulang... 20

Persentase Komponen Non Karkas ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 22

Asal Ternak Kuda ... 23

Pemeliharaan Kuda ... 23

Keadaan Umum Tempat Pemotongan Kuda (TPK) ... 26

TPK Dullah ... 27

TPK H. Jumali ... 27

TPK Hamzah ... 28

TPK H. Turani ... 29

Jumlah Pemotongan Kuda... 29

Proses Pemotongan Kuda ... 32

Pendugaan Bobot Badan ... 34

Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Potong ... 35

Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot dan Persentase Karkas ... 37

Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Daging Kuda... 40

Distribusi Daging Kuda ... 42

Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Tulang ... 43

Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Non Karkas ... 45

KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

UCAPAN TERIMA KASIH ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(11)

11 DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Pemanfaatan kuda, Kegunaan, Jenis, Tinggi, Bobot Badan dan

Habitat Asli Kuda di Dunia ... 4

2. Kandungan Gizi Beberapa Macam Daging Ternak (Per 100 gram) ... 8

3. Karakteristik Karkas Kuda ... 13

4. Kondisi Empat Tempat Pemotongan Kuda di Kecamatan Binamu ... 26

5. Jumlah Kuda yang Dipotong Saat Penelitian Menurut Umur, Jenis Kelamin dan Pemanfaatannya ... 30

6. Jumlah Pemotongan Kuda di TPK yang Berbeda ... 30

7. Perbandingan Bobot Potong Recover dan Estimasi Bobot Badan ... 35

8. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Potong Kuda ... 36

9. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot KarkasKuda ... 37

10. Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase KarkasKuda ... 39

11. Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase DagingKuda... 41

12. Distribusi Daging Kuda pada Bobot Karkas yang Sama (76 Kg) ... 42

13. Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase TulangKuda ... 44

(12)

12 DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Gigi Kuda dari Umur 2 Hingga 5 Tahun ... 18

2. Suasana Pasar Hewan (Kuda) Tolo, Kabupaten Jeneponto ... 24

3. Kartu Identitas Kuda ... 24

4. Kandang Kuda ... 24

5. Kuda Delman yang Diumbarkan ... 25

(13)

13 DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Rataan Umum Peubah yang Diamati ... 53

2. Rataan Peubah Menurut Pemanfaatan kuda ... 53

3. Rataan Peubah Menurut Jenis Kelamin Kuda ... 53

4. Rataan Peubah Menurut Umur Kuda ... 53

5. Rataan Peubah Menurut Pemanfaatan Kuda dan Jenis Kelamin Kuda ... 53

6. Rataan Peubah Menurut Pemanfaatan Kuda dan Umur yang Berbeda ... 54

7. Rataan Peubah Menurut Jenis Kelamin dan Umur Kuda... 55

8. Rataan Peubah Menurut Umur, Jenis Kelamin dan Pemanfaatan Kuda ... 56

9. Rataan Umum Distribusi Daging Kuda ... 57

10. Rataan Distribusi Daging Menurut Pemanfaatan Kuda ... 57

11. Rataan Distribusi Daging Menurut Jenis Kelamin Kuda ... 58

12. Rataan Distribusi Daging Menurut Umur Kuda ... 58

13. Koefisien Keragaman Tiap Peubah ... 58

14. Hasil Analisis Ragam untuk Bobot Potong ... 60

15. Hasil Analisis Ragam untuk Bobot Karkas ... 60

16. Hasil Analisis Ragam untuk Persentase Karkas ... 60

17. Hasil Analisis Ragam untuk Persentase Daging ... 61

18. Hasil Analisis Ragam untuk Distribusi Daging ... 61

19. Hasil Analisis Ragam untuk Persentase Tulang... 61

20. Hasil Analisis Ragam untuk Persentase Non Karkas ... 61

21. Hasil Uji Lanjut Persentase Karkas untuk Jenis Kelamin ... 62

22. Hasil Uji Lanjut Persentase Tulang untuk Jenis Kelamin ... 62

23. Hasil Uji Lanjut Persentase Non Karkas untuk Jenis Kelamin ... 62

24. Hasil Uji Lanjut Persentase Karkas pada Pemanfaatan kuda yang Berbeda 62 25. Hasil Uji Lanjut Persentase Non Karkas pada Pemanfaatan yang Berbeda 62 26. Hasil Uji Lanjut Persentase Daging pada Umur Kuda yang Berbeda ... 62

27. Hasil Uji Lanjut Persentase Tulang pada Umur Kuda yang Berbeda ... 63

28. Hasil Uji Lanjut Persentase Non Karkas pada Umur Kuda yang Berbeda .. 63

29. Standar Penentuan Umur Kuda ... 63

30. Pemotongan Kuda ... 64

31. Data Ternak Kabupaten Jeneponto ... 65

32. Populasi Ternak di Indonesia ... 69

33. Populasi Kuda di Indonesia ... 70

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ternak kuda pada dasarnya dipelihara dengan tujuan utama sebagai

penyedia tenaga kerja untuk transportasi dan kegiatan usaha tani. Pada awalnya

kuda diburu dengan maksud untuk dimanfaatkan sebagai sumber makanan, tetapi

kemudian setelah penjinakan, hewan ini lebih banyak dimanfaatkan sebagai

ternak kerja. Di Indonesia ternak kuda mempunyai potensi cukup besar sebagai

salah satu ternak penghasil daging. Tiga daerah yang menjadi penghasil daging

kuda terbesar di Indonesia pada tahun 2009 yaitu Sulawesi Selatan, Nusa

Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Ditjenak, 2009).

Ternak kuda mempunyai potensi cukup besar sebagai salah satu sumber

daging untuk pangan. Potensi tersebut dapat dilihat dari populasi ternak kuda.

Populasi ternak kuda di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan pada tahun 2008

adalah 63.689 ekor (31,21% dari jumlah populasi ternak herbivora) dengan

jumlah pemotongan 976 ekor per tahun (Disnak Jeneponto, 2009).

Ternak kuda dipotong di Indonesia umumnya berumur tua atau ternak

afkiran karena telah mengalami penurunan fungsi utamanya. Selain umur tua,

pemotongan kuda juga terjadi karena alasan lain seperti adanya kebutuhan

mendesak sehingga ternak yang merupakan tabungan segera dijual yang akhirnya

dipotong. Fungsi ternak kuda sebagai ternak kerja juga mulai tergantikan oleh

mesin-mesin, sehingga perlu dipikirkan kemungkinan peningkatannya sebagai

penghasil daging.

Daging yang dihasilkan dari ternak kuda di Indonesia umumnya belum

dikenal secara luas, hanya dikonsumsi masyarakat terbatas yakni pada beberapa

daerah tertentu. Konsumsi yang masih terbatas pada mayarakat tertentu dengan

tingkat kesukaan yang besar menunjukkan bahwa jenis daging ini mempunyai

kelebihan.

Informasi distribusi umur, bobot potong, dan persentase karkas yang

dihasilkan penting karena menentukan jumlah penyebaran daging dalam karkas

yang berkaitan dengan kualitas karkas dan daging yang dihasilkan serta akan

(15)

2 Pertanian Amerika Serikat (USDA) telah menetapkan sebuah sistem penentuan

kualitas berdasarkan nilai perdagingan, kadar lemak dan jumlah daging yang

dihasilkan dari sebuah karkas. Sementara standar pengklasifikasian karkas kuda di

Indonesia belum ada hingga saat ini.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menentukan

karakteristik karkas berupa bobot karkas, persentase karkas, daging, tulang serta

komponen non karkas yang dijadikan sebagai sumber makanan yang berasal dari

kuda dengan umur dan jenis kelamin serta pemanfaatan yang berbeda.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memberikan informasi kepada

peternak tentang umur potong yang optimal dari kuda jantan maupun betina yang

berbeda pemanfaatannya sehingga dapat dijadikan sumber makanan yang

memiliki nilai jual yang tinggi. Penelitian ini juga bermanfaat bagi industri

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Kuda

Kuda merupakan hewan liar yang telah terdomestikasi. Secara zoologis

digolongkan kedalam kingdom Animalia, filum Chordata yaitu hewan yang

bertulang belakang, kelas Mammalia yaitu hewan yang menyusui anaknya, sub

kelas Theria, ordo Perissodactyla yaitu hewan yang tidak memamahbiak, famili

Equidae, dan spesies Equus caballus (Radiopetra, 1997). Kuda domestikasi merupakan hasil kontribusi dua atau tiga jenis kuda liar yaitu kuda (Equus

puzewalski), keledai (Equus mullus) dan zebra (Equus brucheli). Tabel 1 menyajikan tipe, kegunaan, jenis, bobot badan dan daerah asal dari berbagai kuda

yang ada di dunia. Populasi kuda di dunia mencapai 62 juta ekor, yang terdiri dari

500 bangsa, tipe dan varietas. Bangsa kuda pada awalnya dianggap sebagai hewan

yang berkaitan dengan lokasi geografis tempatnya dikembangbiakkan untuk

memenuhi kebutuhan manusia secara spesifik (Bowling dan Ruvinsky, 2004).

Klasifikasi Kuda

Kuda dapat diklasifikasikan menjadi kuda tipe ringan, tipe berat maupun

kuda poni dengan ukuran, bentuk tubuh dan kegunaan yang berbeda. Kuda tipe

ringan mempunyai tinggi 1,45-1,70 m saat berdiri, bobot badan 450-700 kg dan

sering digunakan sebagai kuda tunggang, kuda tarik atau kuda pacu. Kuda tipe

ringan secara umum lebih aktif dan lebih cepat dibanding kuda tipe berat. Kuda

tipe berat mempunyai tinggi 1,45-1,75 m saat berdiri, dengan bobot badan lebih

dari 700 kg dan biasa digunakan sebagai kuda pekerja. Kuda poni memiliki tinggi

kurang daripada 1,45 m jika berdiri dengan bobot badan 250-450 kg, beberapa

kuda berukuran kecil biasanya juga terbentuk dari keturunan kuda tipe ringan

(Ensminger, 1962).

Kuda Arab dianggap masyarakat sebagai cikal bakal dari berbagai kuda

yang ada sekarang ini. Kuda yang dapat ditemukan di wilayah Asia Tenggara

dimasukkan kedalam ras Timur. Berdasarkan bentuk wajahnya, kuda ras Timur

diduga merupakan keturunan kuda Mongol. Kuda ini merupakan keturunan jenis

(17)

4 Tabel 1. Tipe, Kegunaan, Jenis, Tinggi, Bobot Badan dan Habitat Asli Kuda di Dunia

Kuda Sadel Amerika 1,45-1,70 450-700 Amerika Serikat

Kuda Poni untuk ditunggangi

Kuda Shetland & Welsh 0,9-1,45 250-450 Shetland isles Inggris

Kuda Pacu Kuda Pacu Pelari

Kuda Thoroughbred 1,55-1,65 450-575 Inggris

Kuda Pacu berpakaian

Kuda Standardbred 1,45-1,55 450-600 Amerika Serikat

(18)

5 Kuda Lokal Indonesia

Penduduk asli Indonesia telah beternak kuda sebelum kedatangan bangsa

Eropa. Peternakan kuda pada saat itu belum memenuhi persyaratan teknis

beternak kuda, karena kuda hidup di alam bebas dan sangat tergantung pada

kebaikan alam. Akibatnya, peternakan kuda rakyat menghasilkan kuda dengan

kualitas rendah. Kedatangan bangsa Portugis dan Belanda ke Indonesia

memberikan pengaruh yang besar terhadap usaha pemuliaan kuda di Indonesia.

Pengaruh yang dihasilkan diperoleh dangan memperbaiki ras kuda lokal,

memperbaiki cara beternak penduduk dengan menjelaskan secara sederhana

bagaimana cara memberi makan, merawat kuda serta petunjuk-petunjuk lain yang

berhubungan dengan beternak kuda (Soehardjono, 1990)

Soehardjono (1990) menyebutkan bahwa kuda lokal di Indonesia awalnya

ada dua jenis, yaitu kuda Batak dan kuda Sandel (Sandelwood). Kuda Batak hidup

di dataran tinggi Tapanuli (Sumatera Utara). Kuda Sandel atau kuda Timor

terdapat di wilayah Indonesia bagian timur. Kehadiran beberapa jenis kuda

tertentu di Indonesia sudah lama dan memiliki nama yang berbeda di berbagai

daerah seperti kuda Gayo, kuda Batak, kuda Priangan, kuda Jawa, kuda Sulawesi,

kuda Sumbawa, kuda Flores, kuda Sandel dan kuda Timor.

Sekitar tahun 1955 pemerintah mulai berusaha memperbaiki genetik kuda

lokal dengan mendatangkan kuda non-pacu dari luar negeri. Sekitar tahun 1965

dikenal kuda Thoroughbred yang kemudian disilang dengan kuda lokal (kuda

Sumba) untuk menghasilkan kuda pacu Indonesia (Soehardjono, 1992).

Performa kuda lokal Indonesia sangat dipengaruhi oleh iklim tropis dan

lingkungan. Tinggi badan kuda lokal tersebut berkisar antara 1,15-1,35 m

(tergolong kedalam jenis kuda poni). Bentuk kepala besar dengan wajah rata,

tegak, sinar mata hidup serta daun telinga kecil, bentuk leher tegak dan lebar.

Tengkuk kuat, punggung lurus dan kuat. Kaki kuda lokal Indonesia berotot kuat,

kening dan persendian baik, bentuk kuku kecil yang berada diatas telapak yang

kuat (Jacoebs, 1994).

Kegunaan kuda lokal Indonesia sebagian besar adalah sebagai sarana

transporatasi, pengangkut barang, sarana hiburan juga sebagai bahan pangan

(19)

6 mengkonsumsi daging kuda yaitu Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat dan

Nusa Tenggara Timur (Ditjenak, 2009). McGregor dan Moris (1980), menyatakan

bahwa kuda poni di Indonesia merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan

untuk transportasi dan pengembangan peternakan.

Kuda Sumba

Kuda lokal Indonesia, khususnya kuda Sumba digolongkan kedalam kuda

poni. Kuda ini telah beradaptasi secara fisik dan merubah gaya hidup mereka

untuk beradaptasi pada tempat mereka hidup (Edwards, 1994; Roberts, 1994).

Kuda Sumba pinggulnya agak tinggi dan merupakan keturunan kuda Australia

yang pernah diintroduksi ke pulau Sumba. Kuda Sumba dianggap sebagai jenis

kuda yang baik untuk kuda pacu, maka pada tahun 1841 pejantan-pejantan kuda

unggul, diekspor ke pulau Jawa, Singapura dan Malaysia, Manila dan Mauritius

(Afrika Timur). Sebagai akibatnya hanya disisakan pejantan yang berkualitas

rendah, sehingga mutu peternakan kuda merosot (Soehardjono, 1990).

Kuda Sumba memiliki penampilan yang primitif, tinggi sekitar 1,27 m

perbandingan kepala lebih besar daripada badan, dan bagian kepala lebih

mengarah tipe Mongolian dengan leher yang pendek, konformasi kuda Sumba

tidak sempurna tetapi bagian punggung sangat kuat (Edwards, 1994).

Kuda Makasar

Kuda Makasar berasal dari pulau Jawa. Kuda pejantan yang berasal dari

pulau Jawa dibawa ke Makasar untuk dikembangbiakkan oleh masyarakat

Makasar. Kuda ini awalnya dimanfaatkan sebagai kuda tunggang atau beban bagi

kepentingan operasi militer. Namun, seiring berkembangnya zaman, kuda ini

mulai dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai kuda pekerja untuk transportasi dan

menggarap lahan pertanian bahkan menjadikan kuda sebagai bahan makanan

(Soehardjono, 1990).

Soehardjono (1990) menambahkan bahwa kuda Makasar memiliki

tempramen yang stabil serta berdaya tahan kuat, kaki tegap dan kuat serta resisten

terhadap penyakit. Tinggi kuda Makasar sekitar 1,25 m (4 kaki). Perototan yang

(20)

7 Pemanfaatan Kuda

Pemanfaatan kuda oleh manusia bermacam-macam tergantung pada tipe,

umur dan kebiasaan, yaitu (1) sebagai sumber makanan, (2) sebagai peralatan

militer (3) sebagai kuda olahraga, dan (4) kuda pertanian atau kuda tarik atau

sebagai alat transportasi.

Kuda Sebagai Sumber Makanan

Awalnya, kuda diburu oleh manusia untuk dijadikan sebagai sumber

makanan. Pemburuan kuda ini terjadi sebelum kuda didomestikasi sekitar 25.000

juta tahun yang lalu. Tulang-tulang kuda tertimbun di Solutre, Rhone Valley,

Perancis Selatan. Tulang ini diperkirakan berasal dari peternakan kuda yang

memiliki 100.000 ekor kuda (Ensminger, 1962).

Pengenalan daging kuda dimulai pada abad ke-19 oleh negara Perancis

melalui sebuah masakan (taboo) yang berasal dari daging kuda. Hal ini

merupakan kejadian langka pada abad tersebut. Saat itu, taboo menjadi bahan

perdebatan besar, tidak hanya dengan status masakan Perancis, tetapi juga dengan

status kuda tersebut. Legalisasi daging kuda untuk makanan manusia pada tahun

1866 dibenarkan terutama atas dasar sosial ekonomi. Konsumsi kuda menjadi

kontroversi karena status ternak kuda yang menjadi ternak kesayangan (Spring,

2007)

Ternak kuda mempunyai potensi cukup besar sebagai salah satu sumber

makanan. Potensi tersebut dapat dilihat dari populasi ternak dan produksi daging

yang dihasilkan. Tiga daerah yang menjadi penghasil daging kuda terbesar di

Indonesia yaitu Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur

(Ditjenak, 2009). Menurut Kadir dan Nuraeni (2002) bahwa kabupaten Jeneponto

merupakan daerah pemotongan kuda terbesar di Sulawesi Selatan, sehubungan

dengan latar belakang masyarakat yang sangat menyukai jenis daging kuda.

Daging kuda memiliki kandungan gizi yang hampir setara dengan jenis

daging ternak lainnya seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2. Evanovsky dan

Foster (1997) melaporkan bahwa daging kuda di Amerika banyak diminati karena

kandungan proteinnya yang tinggi, rendah lemak, cita rasa yang agak manis dan

(21)

8 Tabel 2. Kandungan Gizi Beberapa Macam Daging Ternak (Per 100 Gram)

Jenis

konsumsinya sangat lambat dibandingkan dengan perkembangan konsumsi

daging asal ternak ruminansia dan unggas. Perkembangan ini tergantung pada

umur potong, bangsa kuda dan keberadaan fungsinya sebagai hewan pekerja.

Sistem yang digunakan untuk potongan kuda di Amerika adalah sama

Potongan daging kuda yang paling populer berasal dari hindquarter, tenderloin,

sirloin, fillet steak, dan rump (Evanovsky dan Foster, 1997). Stull (1998) menyatakan bahwa umumnya ternak kuda yang dipotong di Amerika memiliki

kondisi tubuh yang ideal untuk menghasilkan daging yang baik.

Kuda Sebagai Peralatan Militer

Manusia menggunakan kuda sebagai sarana dalam berperang. Kuda

ditunggangi para prajurit dan untuk mengangkut peralatan perang seperti alat

pemanah dan pelanting bata. Menurut catatan sejarah, penggunaan kuda dalam

kemiliteran sudah dilakukan oleh bangsa-bangsa Kassistan di Mesopotania,

Hyksas di Mesir, Milarnia di Syria, dan Arya di India sejak tahun 1700-1400 SM

(22)

9 Pemanfaatan berbagai jenis kuda sebagai penunjang tempur mengalami

kemajuan terutama setelah Inggris pada abad XVIII menggunakan satuan kavaleri

dalam pasukannya di Amerika. Penggunaan kuda sebagai sarana militer

berkembang di Indonesia sejak berdirinya kerajaan-kerajaan Hindu-Budha yang

mulai berperang dan kuda digunakan sebagai kendaraan perang (Soehardjono,

1990).

Kuda Untuk Olahraga

Kuda digunakan sebagai sarana berolahraga atau biasa disebut pacuan

kuda. Pacuan kuda adalah olahraga berkuda yang paling alami. Kuda dirancang

menggunakan kecepatannya untuk mengalahkan lawan-lawannya. Seekor kuda

pacu dilatih untuk menahan berat joki pada punggungnya dan sejumlah kendali

tertentu, tetapi faktor yang paling menentukan keberhasilannya adalah kondisi

kuda (Pilliner dan Houghton, 1991).

Olahraga berkuda di Indonesia dikembangkan oleh bangsa Belanda

sebelum perang dunia kedua di beberapa tempat di pulau Jawa. Olahraga ini

awalnya hanya diperuntukkan oleh kalangan keluarga kerajaan, namun tahun

1929-1930-an olahraga ini mengalami perkembangan yang pesat dengan

seringnya diselenggarakan pertandingan di Jakarta dan Bandung. Olahraga ini

mengalami kemunduran dan hampir lenyap pada masa pendudukan Jepang. Usaha

peternak memajukan olahraga ini dengan cara mendatangkan kuda jenis tunggang

dari Australia dalam rangka mengusahakan pemuliaan kuda yang ada

(Soehardjono, 1990).

Kuda Sebagai Alat Transportasi

Peranan kuda tidak hanya sebagai sumber makanan, tetapi sudah mulai

bergeser menjadi alat transportasi, rekreasi, dan olahraga. Namun, fungsi kuda

sebagai alat transportasi sehari-hari sudah banyak mengalami penurunan, karena

adanya alat-alat transportasi bioteknologi tinggi seperti mobil dan angkutan umum

lainnya. Akan tetapi, di beberapa tempat di Indonesia kuda masih banyak

digunakan sebagai alat transportasi. Variasi alat transportasi yang menggunakan

kuda antara lain adalah Kereta Perang, Kereta Kencana, dan Kereta Kuda (Angga,

(23)

10 Delman merupakan salah satu alat transportasi tradisional yang

pengoperasiannya tidak menggunakan mesin melainkan menggunakan kuda

sebagai penggantinya. Delman masih banyak digunakan di Indonesia dan

Belanda. Orang Belanda sering menyebut kendaraan ini dengan nama dos-a-dos

(punggung pada punggung, arti harfiah bahasa Perancis), yaitu sejenis kereta yang

posisi duduk penumpangnya saling memunggungi. Istilah dos-a-dos kemudian

oleh penduduk pribumi Batavia disingkat menjadi sado. Alat transportasi lain

yang menggunakan kuda adalah gerobak. Gerobak adalah sebuah kendaraan atau

alat yang memiliki dua atau empat roda yang digunakan sebagai alat transportasi.

Gerobak dapat ditarik oleh hewan seperti kuda, sapi, kambing, zebu, atau dapat

pula ditarik manusia (Angga, 2009)

Karkas

Karkas adalah bagian tubuh ternak hasil pemotongan dikurangi dengan

darah, kepala, kaki (mulai dari carpus dan tarsus kebawah), kulit, organ dalam

seperti jantung, hati, paru-paru, limpa, saluran pencernaan dan saluran reproduksi

(Soeparno, 2005). Nilai komersial karkas sangat dipengaruhi oleh proporsi otot,

tulang dan lemak. Karkas dipengaruhi oleh bobot ternak, bangsa, proporsi

bagian-bagian non karkas, ransum, umur, dan jenis kelamin (Berg dan Butterfield, 1976).

Bangsa ternak yang mempunyai bobot potong besar menghasilkan karkas yang

besar juga. Bobot potong yang semakin meningkat menghasilkan karkas yang

semakin meningkat pula, sehingga dapat diharapkan bagian dari karkas yang

berupa daging menjadi lebih besar (Soeparno, 2005).

Hasil karkas dinyatakan dalam persentase karkas, yaitu perbandingan

antara bobot karkas dengan bobot potong (Forrest et al., 1975; Tulloh, 1978).

Persentase karkas dapat ditentukan berdasarkan bobot karkas panas atau bobot

karkas layu. Bobot karkas dingin mengalami penyusutan bobot sekitar 2-3% dari

bobot karkas panas yang hilang sebagai drip.

Pertumbuhan dan Perkembangan Komponen Fisik Karkas

Pertumbuhan ternak mengalami dua proses, yaitu (i) bobot badan ternak

yang meningkat sampai mencapai bobot badan dewasa yang disebut dengan

(24)

11 tubuh dan kemampuannya dalam melakukan suatu aktivitas maksimal yang

disebut dengan perkembangan. Pertumbuhan komponen penyusun karkas ternak

merupakan akumulasi dari jaringan lean (otot), lemak dan tulang. Laju

pertumbuhan jaringan ini berbeda satu sama lain tergantung pada umur dan bobot

badan. Menurut United States Departement of Agriculture (USDA), produktivitas

karkas ditentukan oleh empat faktor utama yang digunakan sebagai indikator

perdagingan yaitu ketebalan lemak punggung dalam inchi, luas urat daging mata

rusuk (Udamaru) dalam inchi kuadrat, berat karkas dalam kilogram serta

persentase lemak ginjal, pelvis dan jantung (Minish dan Fox, 1979).

Jaringan Tulang

Tulang adalah jaringan pembentukan kerangka tubuh yang mempunyai

peranan penting bagi pertumbuhan ternak. Selama pertumbuhan, tulang tumbuh

lebih awal dibandingkan dengan pertumbuhan otot dan lemak. Rusuk merupakan

tulang yang perkembangannya paling akhir. Tulang tumbuh secara terus menerus

dengan laju pertumbuhan yang relatif lambat, sedangkan pertumbuhan otot relatif

cepat, sehingga rasio otot dengan tulang meningkat. Ternak yang masih muda,

rasio tulang lebih besar dibandingkan jaringan lemak karena pada saat ini

pertumbuhan lebih diarahkan kepada jaringan tulang dan otot (Lawrence, 1980).

Menurut Pulungan dan Rangkuti (1981), bahwa pertumbuhan relatif tulang lebih

kecil dibandingkan dengan bobot karkas dengan perkembangan yang lebih kecil

atau dengan kata lain persentase tulang berkurang dengan meningkatnya karkas.

Tulang akan bertambah selama hidup ternak dan pada ternak tua terjadi

pembentukan tulang yang berasal dari tulang rawan yang mempertautkan tulang

dengan tendon atau ligamentum.

Tulang mempunyai fase darah, fase limfatik dan nervus tulang mampu

memperbaiki dan menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan karena

terdapat suatu tekanan. Sepertiga berat tulang terdiri atas kerangka organik berupa

jaringan dan sel-sel, yang menyebabkan sifat elastis dan keras pada tulang. Dua

per tiga berat tulang terdiri atas komponen anorganik (paling banyak adalah

garam-garam kalsium dan fosfat) yang menyebabkan sifat keras dan kaku pada

(25)

12 Jaringan Otot

Otot hewan berubah menjadi daging setelah pemotongan karena fungsi

fisiologisnya telah berhenti. Otot adalah penyusun utama daging, termasuk

jaringan ikat, epitel, dan jaringan saraf serta jaringan lain yang terdapat dalam

otot. Ciri suatu otot mempunyai hubungan yang erat dengan fungsinya. Karena

fungsinya, maka jumlah jaringan ikat berbeda diantara otot. Jaringan ikat ini

berhubungan dengan kealotan daging.

Perkembangan otot mengalami penghambatan karena terbatasnya ukuran

serabut otot pada umur tertentu. Keterbatasan ini tidak dapat diatasi meskipun

ternak tersebut diberikan pakan yang berkualitas tinggi, karena perkembangan dan

pertumbuhan otot tersebut diatur oleh ekspresi miogenin dalam pembentukan

sel-sel otot. Setelah otot mencapai pertumbuhan maksimal, pertambahan berat otot

terjadi terutama karena deposisi lemak intramuskular. Lemak akan ditimbun

selama pertumbuhan dan perkembangan (Pas et al.,1999).

Lemak Penutup Karkas

Tebal lemak penutup karkas merupakan faktor yang penting dalam

menentukan komposisi karkas (Johnson dan Priyanto, 1991; Priyanto et al., 1997).

Tebal lemak punggung juga berfungsi sebagai pelindung karkas yang selanjutnya

akan mempengaruhi kualitas daging. United States Departement of Agriculture

(USDA) menetapkan bahwa untuk menentukan nilai perdagingan sebuah karkas

maka ketebalan lemak diukur pada lemak punggung antara rusuk 12 dan 13 diatas

urat daging mata rusuk pada ¾ panjang irisan melintang (Minish dan Fox, 1979).

Perlemakan yang berlebihan akan menurunkan jumlah daging yang dihasilkan.

Banyaknya lemak bervariasi antara spesies dan merupkan faktor penting dalam

menentukan nilai karkas.

Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Komponen Fisik Karkas

Laju pertumbuhan komponen tubuh yang mempengaruhi komposisi fisik

dan kimia karkas ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan serta respons

genetik ternak tersebut terhadap pengaruh lingkungan seperti nutrisi, fisik dan

(26)

13 Bobot karkas merupakan indikator yang dapat digunakan untuk

memprediksi komposisi karkas. Namun, penggunaannya perlu dikombinasikan

dengan indikator lain seperti tebal lemak punggung dan luas urat daging mata

rusuk karena variasi tingkat bangsa, nutrisi dan jenis kelamin dalam pertumbuhan

jaringan akan mengakibatkan penurunan tingkat akurasi (Priyanto et al., 1993).

Bobot karkas akan meningkat sejalan dengan meningkatnya bobot potong dimana

lemak jeroan juga meningkat dengan laju pertumbuhan yang tetap. Terdapat

hubungan yang erat antara bobot karkas dan komponen-komponennya dengan

bobot tubuh (Berg dan Butterfield, 1976).

Genetik

Perbedaan laju pertumbuhan diantara bangsa dan individu ternak dalam

satu bangsa, terutama disebabkan oleh ukuran tubuh dewasa. Bangsa ternak tipe

besar akan lahir lebih berat daripada bangsa ternak yang kecil. Perbedaan ini

disebabkan pada berat yang sama, bangsa tipe besar secara fisiologis lebih muda

(Williams, 1986). Pada ternak kuda, tipe kuda mempengaruhi karkateristik karkas

kuda seperti ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik Karkas Kuda

Keterangan : A= adult , HCW/BW = Hot carcass weight/body weight

Sumber : Martin-Rosset et al. (1980) ; Catalano (1986)

Genetik mempengaruhi pertumbuhan relatif otot, lemak dan tulang pada

ternak. Misalnya, pada stadium awal pertumbuhan, otot, lemak, dan tulang

(27)

14 (1999) menyatakan, bahwa proses pembentukan urat daging (myogenesis)

merupakan suatu proses yang kompleks dengan ekspresi myogenin dalam

pembentukan sel-sel otot (mioblast). Genotip myogenin yang dimiliki oleh

tiap-tiap ternak akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan dan komposisi karkas.

Lingkungan

Faktor genetik dan lingkungan mempunyai hubungan yang erat. Kondisi

lingkungan yang ideal diperlukan untuk mengekspresikan kapasitas genetik

individu secara sempurna (Lawrie, 2003). Faktor lingkungan mencakup faktor

fisiologi dan nutrisi (Soeparno, 2005). Faktor lingkungan yang berkaitan dengan

fisiologi ternak adalah temperatur atau panas, iklim dan kelembaban. Temperatur

dan kelembaban dapat menyebabkan stres. Pengaruh stres terhadap perubahan

komposisi karkas tergantung pada tingkat kondisi stres, lama stres dan tingkat

toleransi ternak terhadap stres. Kondisi panas atau dingin yang lama dapat

menyebabkan perubahan hormonal ternak. Lingkungan sebagai faktor eksternal

mempengaruhi produktivitas dan efisiensi pakan. Kuda merupakan ternak sosial

yang dalam keadaan bebas di alam hidup berkelompok bergerak dari suatu padang

rumput ke padang rumput lain. Penyebaran ternak ini sangat luas, dapat ditemui

hidup dan berkembang di padang-padang sabana, di hutan sekunder dan pinggiran

padang pasir (Zeuner, 1963).

Pakan

Ketersediaan pakan yang baik akan menunjang kelangsungan hidup dan

pertumbuhan kuda, sehingga pakan merupakan faktor penting dalam peternakan

kuda. Pakan utama kuda adalah rumput dengan berbagai jenis seperti Panicum

muticum dan Brachiaria mutica. Pakan rumput hanya cukup untuk digunakan bagi kelangsungan hidup, tetapi untuk kuda pacu atau olahraga perlu penambahan

konsentrat dengan vitamin. Pakan konsentrat merupakan pakan tambahan energi.

Konsentrat yang dapat diberikan antara lain konsentrat sereal yang terdiri dari

gandum, jagung, produk tepung, sorgum, berbagai produk padi dan produk non

sereal yang terdiri dari gula bit, rumput kering, kacang-kacangan seperti kedelai

(28)

15 Pakan kuda yang diberikan harus sesuai dengan umur dan fungsi kuda

tersebut. Umur kuda dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu 1- 6 bulan, 6-12

bulan, 12-24 bulan, dan diatas 24 bulan. Kuda yang berumur 1-6 bulan tidak

disediakan pakan khusus, karena masih menyusu pada induknya. Induk kuda yang

masih menyusui memerlukan kebutuhan pakan yang cukup banyak baik untuk

induk kuda maupun anaknya. Induk menyusui dan induk bunting memerlukan

pakan tiga kali lipat terutama untuk vitamin dan mineral. Kacang-kacangan dan

bungkil dapat membantu pembentukan air susu dalam jumlah yang cukup.

Pengaturan pemberian pakan dapat dilakukan 2-3 kali sehari yaitu pagi, siang, dan

sore hari tergantung dari kuda dan fungsi kuda tersebut (Jacoebs, 1994).

Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi komposisi

karkas, terutama dalam hal deposisi lemak. Kastrasi mengubah sistem hormonal

ternak jantan, sehingga dapat mengakibatkan perubahan komposisi tubuh dan

karkas. Perbedaan antara komposisi karkas antara jenis kelamin, terutama

disebabkan oleh steroid kelamin. Hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh hormon

terhadap produktivitas ternak terutama hormon-hormon kelamin, seperti testosteron

pada ternak jantan dan hormon progesteron pada ternak betina. Hormon yang

paling menonjol pengaruhnya terhadap pertambahan bobot badan ternak adalah

hormon estrogen dan testosteron. Hormon estrogen dapat menghambat

pertumbuhan tulang, sehingga ternak betina memiliki kerangka tubuh yang lebih

kecil dibanding kerangka ternak jantan, akan tetapi hormon estrogen dapat

memacu pertumbuhan lemak tubuh, karena itu ternak betina akan menimbun

lemak dalam tubuhnya lebih tinggi dibanding ternak jantan. Sebaliknya hormon

testosteron dapat memacu pertumbuhan tulang dan menekan pertumbuhan lemak

tubuh. Olehnya, persentase karkas ternak betina lebih tinggi dibanding persentase

karkas ternak jantan (Turner dan Bagnara, 1976; Edey et al., 1981). Bila

dibandingkan pada berat tubuh yang sama, maka jumlah lemak sapi, domba dan

babi bervariasi. Pada sapi, jumlah lemak betina dara lebih banyak daripada jantan

kastrasi, dan keduanya lebih banyak daripada sapi pejantan. Pada domba, jumlah

lemak domba betina jauh lebih banyak daripada jantan muda kastrasi, dan lebih

(29)

16 banyak daripada babi dara, dan lebih banyak daripada babi pejantan (Williams,

1986). Jones et al. (1983) menambahkan bahwa jenis kelamin bisa tidak

berpengaruh terhadap komponen karkas, termasuk distribusi tulang, daging dan

lemak. Perbedaan komposisi karkas karena jenis kelamin dapat terjadi setelah

mencapai fase pertumbuhan penggemukan.

Karkas hewan jantan umumnya mempunyai proporsi lemak yang rendah

dibandingkan dengan betina pada umur pemotongan yang sama. Warna daging

hewan jantan mempunyai warna yang lebih gelap daripada daging betina.

Perbedaan warna tersebut disebabkan oleh kandungan lemak daging dari hewan

jantan lebih rendah dibandingkan dengan betina. Selain itu, hewan jantan lebih

mudah stress dibandingkan dengan ternak betina sehingga akan menghasilkan

daging dengan pH ultimat yang lebih rendah dan menyebabkan daya ikat air yang

rendah serta warnanya yang lebih gelap (Wilson et al., 1981). Rasio dari lemak subkutan dan lemak intramuskular yang didasarkan pada tebal lemak punggung,

pengembangannya dapat dilakukan antar bangsa ternak dan antar jenis kelamin

yang berbeda (Baas et al., 1982).

Umur dan Berat Tubuh

Kadar laju pertumbuhan, nutrisi, umur dan berat tubuh adalah

faktor-faktor yang mempunyai hubungan erat antara satu dengan yang lainnya dan dapat

mempengaruhi komposisi tubuh. Variasi komposisi tubuh atau karkas sebagian

besar didominasi oleh variasi berat tubuh dan sebagian kecil dipengaruhi oleh

umur (Burton dan Reid, 1969). Pada sapi, dengan bertambahnya umur, terjadi

peningkatan pertumbuhan organ-organ, dan terutama depot lemak, serta

peningkatan komponen lainnya seperti otot dan tulang (Hedrick, 1968).

Berat tubuh pada awal fase penggemukan domba berhubungan dengan

berat dewasa. Komposisi pada saat kehilangan berat adalah sama dengan pada

saat memperoleh kembali berat badan. Ternak tipe besar mulai gemuk pada berat

tubuh yang lebih tinggi daripada ternak tipe kecil (Searle et al., 1972). Ternak

yang lebih ringan biasanya mengandung otot lebih banyak dan lemak lebih

sedikit. Proporsi lemak tubuh meningkat setelah ternak menjadi lebih besar.

Koch et al. (1979) menyebutkan bahwa kadar laju deposisi lemak bisa

(30)

17 lain berhenti tumbuh. Hal serupa juga terjadi saat berat karkas mengalami

kenaikan sehingga proporsi otot, tulang dan fasia serta tendo menurun, sedangkan

proporsi lemak meningkat. Penurunan proporsi tulang dan otot dalam tubuh atau

karkas domba yang tumbuh optimal disebabkan oleh meningkatnya deposisi

lemak pada stadium akhir pertumbuhan (Ashgar dan Yeates, 1979).

Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas daging adalah umur

kronologis ternak saat pemotongan. Umur sangat berpengaruh terhadap proporsi

dari komponen utama karkas, yaitu daging, tulang dan lemak. Proporsi lemak

semakin meningkat dengan bertumbuhnya umur. Daging dari ternak yang

berumur tua lebih alot dibandingkan dengan daging dari ternak yang lebih muda.

Hal ini disebabkan oleh perubahan struktur jaringan ikat pada hewan tua dan

bukan oleh jumlah kolagen pada jaringan tersebut. Warna daging berubah menjadi

lebih tua dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan oleh pigmen cokelat dan

jumlah mioglobin yang lebih besar. Flavour dan kebasahan daging akan

meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini berkaitan dengan semakin

tingginya deposit lemak dengan peningkatan kematangan oleh umur (Wilson et

(31)

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2010 dengan melakukan survey

tempat penelitian terlebih dahulu dan penyusunan rencana dan rancangan penelitian.

Pengambilan data dilakukan di empat Tempat Pemotongan Kuda (TPK) yang

berbeda, yaitu TPK Dullah, H.Jumali, Hamzah, dan H.Turani yang semuanya berada

di Kecamatan Binamu, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan pada bulan Juli

hingga Agustus 2010.

Materi

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah karkas kuda hasil

pemotongan kuda di empat TPK. Karkas dibedakan menurut kelompok umur

potong, yaitu I2 (±3-4 tahun), I3 (±4-5 tahun), dan I4 (±5 tahun atau lebih) seperti

yang diperlihatkan pada Gambar 1, jenis kelamin (jantan dan betina), dan

pemanfaatan yang berbeda (potong dan pekerja). Alat-alat yang digunakan yaitu

timbangan, meteran, penggaris, tongkat ukur sederhana, kamera dan pisau.

Kuda umur dua tahun

Kuda umur tiga

tahun

Kuda umur empat

tahun

Kuda umur lima

tahun

(32)

19 Metode

Prosedur

Ternak kuda yang akan dipotong terlebih dahulu diukur tinggi, lingkar dada,

dan panjang badan. Pengukuran ini dimaksudkan untuk memperkirakan bobot hidup

dari kuda tersebut menggunakan rumus Pilliner, 1992.

Estimasi Bobot Badan Lingkar Dada x Panjang Badan

8717

Pemeriksaan gigi dilakukan untuk memperkirakan umur kuda. Kuda yang

telah dipotong semua organ tubuhnya ditimbang mulai dari kepala, leher, kaki,

tulang rusuk, tulang panggul, tulang paha, saluran pencernaan, jantung, hati,

paru-paru, ginjal, limpa, daging, kulit dan saluran reproduksi serta 3% darah. Hasil

penimbangan semua organ tubuh dicatat untuk mengetahui bobot potong recover

dan peubah yang diamati.

Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap

Pola Faktorial 3 x 2 x 2 dimana faktor A adalah umur pemotongan (I2, I3, dan I4),

faktor B adalah jenis kelamin (jantan dan betina), dan faktor C adalah pemanfaatan

kuda yang berbeda (potong dan pekerja). Penelitian ini terdapat kombinasi 12

perlakuan dan masing-masing perlakuan dengan jumlah ulangan yang tidak sama.

Tiap ulangan adalah satu karkas kuda yang merupakan satu satuan unit percobaan.

Model matematik yang digunakan menurut Steel dan Torrie (1995) adalah:

Yijkl = µ + Ai + Bj + Ck + (AB)ij + (AC)ik + (BC)jk + (ABC)ijk + εijkl

Keterangan : Yijk = nilai harapan dari perlakuan ke-i,j,k pada ulangan ke-l

µ = nilai rataan umum dari harapan yang diinginkan Ai = pengaruh faktor umur ke-i ( i= I2, I3, dan I4)

Bj = pengaruh faktor jenis kelamin ke-j (j=jantan dan betina)

Ck = pengaruh faktor pemanfaatan ke-k ( k =kuda potong dan pekerja)

(AB)ij = pengaruh interaksi antara faktor umur ke-i dan faktor jenis kelamin

ke-j.

(AC)jk = pengaruh interaksi antara faktor umur ke-i dan faktor pemanfaatan ke-k.

(BC)jk = pengaruh interaksi antara faktor jenis kelamin ke-j dan faktor pemanfaatan

ke-k.

(ABC)ijk = pengaruh interaksi antara faktor umur ke-i, faktor jenis kelamin ke-j

dan faktor pemanfaatan ke-k.

(33)

20 Data yang diperoleh dianalisa dengan analysis of variance (ANOVA) dan

apabila ada perbedaan nyata (P<0,05) dan sangat nyata (P<0,01) antara perlakuan,

maka dilanjutkan dengan uji lanjut masing-masing dengan tingkat kepercayaan 95

dan 99% (Steel dan Torrie, 1995).

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah bobot potong, bobot karkas,

persentase karkas, daging, tulang, dan komponen non karkas.

Bobot Potong, adalah bobot potong recover yang diperoleh dengan menjumlahkan berat semua organ, yaitu kepala, leher, kaki, tulang rusuk, tulang

panggul, tulang paha, saluran pencernaan, jantung, hati, paru-paru, ginjal, limpa,

daging, kulit dan saluran reproduksi serta 3% darah.

Bobot Karkas, diperoleh dengan menjumlahkan berat daging yang berada di

bagian depan dan belakang, tulang rusuk dan tulang belakang, tulang paha serta

tulang panggul.

Bobot Karkas BDGD BDGB BTUR BTUP + BTUPA

Keterangan : BDGD = Bobot daging depan

BDGB = Bobot daging belakang

BTUR = Tulang rusuk dan tulang belakang

BTUP = Tulang panggul

BTUPA = Bobot tulang paha

Persentase Karkas, diperoleh dengan perhitungan bobot karkas dibagi bobot

potong recover dikali 100%.

Persentase Karkas Bobot karkas

Bobot potong "#$%&#" ' 100%

Persentase Daging, diperoleh dengan perhitungan bobot daging depan

dijumlahkan dengan bobot daging belakang dibagi bobot karkas dikali 100%.

Persentase Daging BDGD BDGB

Bobot karkas ' 100%

Keterangan : BDGD = Bobot daging depan BDGB = Bobot daging belakang

Persentase Tulang, diperoleh dengan perhitungan bobot tulang rusuk ditambah

tulang belakang dan tulang paha dibagi bobot karkas dikali 100%.

Persentase Tulang BTUR BTUP BTUPA

(34)

21

Keterangan : BTUR = Bobot tulang rusuk dan tulang belakang BTUP = Bobot tulang panggul

BTUPA = Bobot tulang paha

Persentase Komponen Non Karkas, komponen non karkas yang diamati

dalam penelitian ini adalah kepala, kaki, kulit, organ pencernaan, jantung, limpa

organ reproduksi dan paru-paru. Persentase non karkas diperoleh dari perbandingan

antara bobot non karkas dengan bobot hidup dikali 100%.

Persentase non karkas -./01

-21345 ' 100%

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di Kecamatan Binamu, Kabupaten

Jeneponto, Sulawesi Selatan. Lokasi ini berada sekitar 10 km dari ibukota

Kabupaten Jeneponto, yaitu Jeneponto. Kabupaten Jeneponto merupakan salah

satu kabupaten dari empat kabupaten yang ada di Sulawesi Selatan dan terletak di

ujung bawah pulau Sulawesi. Jarak tempuh dari Makasar, ibukota Sulawesi

Selatan ke Jeneponto kurang lebih dua jam perjalanan dengan jarak ±100 km.

Kabupaten Jeneponto berbatasan dengan Kabupaten Gowa di sebelah utara,

sebelah selatan berbatasan dengan laut Flores, sebelah barat berbatasan dengan

Kabupaten Takalar dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bantaeng.

Kondisi topografi lahan wilayah Kabupaten Jeneponto pada umumnya

memiliki permukaan yang sifatnya bervariasi, ini dapat dilihat bahwa pada bagian

Utara terdiri dari dataran tinggi dan bukit-bukit yang membentang dari Barat ke

Timur dengan ketinggian 500 sampai dengan 1.400 meter diatas permukaan laut

(dpl). Di bagian tengah Kabupaten Jeneponto meliputi wilayah-wilayah dataran

dengan ketinggian 100 sampai dengan 500 meter dpl, dan bagian selatan meliputi

wilayah-wilayah dataran rendah dengan ketinggian 0 sampai dengan 100 meter

dpl. Suhu di lokasi penelitian pada saat siang berkisar antara 29-330C, sedangkan pada waktu malam berkisar antara 24-270C dengan kelembaban udaranya kurang lebih 60%.

Kabupaten Jeneponto terkenal dengan kuda. Hal ini diabadikan dengan

patung kuda yang dibuat menjadi simbol kabupaten ini dan beberapa makanan

khas yang berasal dari daging kuda dan selalu dihidangkan saat adanya acara

keluarga, yaitu gantala jarang, coto kuda, dan bakso kuda. Selain dijadikan

makanan, kuda juga dimanfaatkan sebagai alat transportasi (delman) menuju desa

atau kecamatan yang tidak bisa dilewati oleh kendaraan bermotor dan juga

dijadikan sebagai pekerja lahan (membajak sawah). Kepemilikan kuda juga

dilatarbelakangi oleh faktor sosial yang semakin baik berkaitan dengan

(36)

23 Asal Ternak Kuda

Populasi kuda di Kabupaten Jeneponto mencapai 63.689 ekor pada tahun

2008 dengan jumlah pemotongan 976 ekor. Populasi kuda mengalami

peningkatan 196,03% dari tahun 2007 dengan jmulah pemotongan yang juga

meningkat 9,27% (Ditjenak, 2009).

Pemotongan kuda yang meningkat dilatarbelakangi oleh jalan yang mulai

diperbaiki sehingga alat transportasi mulai bergeser dari delman ke angkutan

umum yang lebih modern seperti ojek dan pete-pete (angkutan umum). Hal ini

menyebabkan kuda yang biasa dimanfaatkan sebagai penarik delman, kemudian

dipotong untuk dijadikan konsumsi daging bagi masyarakat setempat. Selain

karena pergeseran alat transportasi, pemotongan kuda juga didasarkan oleh

permintaan mendesak dari suatu acara pernikahan atau acara lainnya yang

mewajibkan sajian makanan kuda. Banyak masyarakat yang sengaja memelihara

kuda untuk dipotong jika ada acara keluarga atau keadaan ekonomi mendesak.

Kuda yang dipelihara di daerah ini adalah kuda lokal Indonesia, yaitu

kuda Sumba dan kuda Sulawesi atau yang biasa disebut oleh masyarakat setempat

sebagai kuda Bugis. Kuda di daerah oleh masyarakat setempat diberi nama sesuai

daerah kuda tersebut berasal. Beberapa kuda disubsidi oleh pemerintah sebagai

salah satu program kerja dinas pertanian bagian peternakan. Kuda dari pemerintah

merupakan kuda Sumba yang didatangkan dari Nusa Tenggara Timur (NTT).

Kuda yang berasal dari luar daerah diperjualbelikan di pasar hewan (kuda)

Tolo yang dilaksanakan sekali seminggu pada hari Minggu (Gambar 2). Kuda

yang diperjualbelikan mempunyai kartu identitas (Gambar 3) yang wajib dimiliki

oleh pembeli dan penjual kuda di pasar Tolo. Kartu identitas ini berisi tanda

morfologi kuda, umur, penjual serta pembeli kuda.

Pemeliharaan Kuda

Secara umum kuda dipelihara dengan manajemen yang sederhana sesuai

dengan kesanggupan pemilik. Beberapa pemilik kuda memelihara kudanya di

bawah rumah dengan cara diikat pada tiang-tiang rumah. Model rumah

masyarakat menggunakan sistem panggung dengan memanfaatkan lahan dibawah

(37)

24 dengan cara lain di daerah ini adalah dengan dikandangkan, yaitu berupa kandang

individu yang terletak tidak jauh dari rumah pemilik (Gambar 4b). Kuda yang

dipekerjakan sebagai alat transportasi diumbar di padang penggembalaan saat

istirahat (Gambar 5). Kandang berukuran 2 x 2,5 m dengan tinggi 1,5 m.

Gambar 2. Suasana Pasar Hewan (Kuda) Tolo, Kabupaten Jeneponto

(a) (b)

Gambar 3. Kartu Identitas Kuda; (a) Tampak Depan; (b) Tampak Isi

(a) (b)

(38)

25

Gambar 5. Kuda Delman yang Diumbarkan

Secara umum, kuda yang dipelihara di daerah ini tidak dibedakan antara

kuda jantan dengan kuda betina, kecuali kuda yang dimanfaatkan sebagai penarik

delman. Kuda potong tidak diumbarkan di padang penggembalaan melainkan

dikandangkan atau diikat dibawah rumah dengan pemberian pakan sekali sehari

dan pemberian air ad libitum. Konsentrat diberikan tiap dua hari sekali. Pakan

yang diberikan adalah batang, bonggol, daun jagung, daun kacang, dan rumput

lapang. Pakan ini berasal dari limbah hasil pertanian pemilik kuda karena

sebagian dari mereka juga bekerja sebagai petani. Kuda potong tidak

dipekerjakan untuk menarik delman atau membajak sawah karena

pemeliharaannya memang ditujukan khusus untuk dipotong.

Kuda pekerja, yaitu kuda delman yang dipekerjakan mulai dari pukul

05.00-12.00. Delman digunakan untuk mengangkut warga menuju pasar. Kuda

diumbarkan saat kusir sedang istirahat, yaitu pada pukul 12.00-14.00 dan kembali

bekerja pada sore hari saat pedagang pasar pulang ke rumahnya, yaitu sekitar

pukul 14.00-16.00. Kuda delman dikandangkan dibawah rumah saat malam hari

atau setelah dipekerjakan dengan pemberian pakan sama seperti kuda tipe

pedaging. Gambar kuda delman dan pedaging diperlihatkan pada Gambar 6.

O$OOOOO

(39)

26 Keadaan Umum Tempat Pemotongan Kuda (TPK)

Penelitian dilakukan di empat Tempat Pemotongan Kuda (TPK) yang

berbeda. Keadaan umum dari keempat TPK tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kondisi Empat Tempat Pemotongan Kuda di Kecamatan Binamu,

Pemilik Dullah H.Jumali Hamzah H.Turani

Letak 11 km dari ibukota

Kandang Dibawah rumah Dibawah rumah Dibawah rumah dan kandang individu

Pukul 02.00-selesai Pukul 23.00-selesai Pukul 03.00-selesai Pukul 05.00-selesai Distribusi Daging Adaptasi Dua bulan Kuda Makasar : dua

(40)

27 TPK Dullah

Tempat Pemotongan Kuda (TPK) Dullah berdiri sejak tahun 2000 dan

diberikan nama yang sama dengan nama pemiliknya. Letak TPK ini berada 11 km

dari ibukota Kabupaten Jeneponto dan satu km dari jalan trans Makasar. Kuda

yang berada di TPK Dullah dipelihara dan diadaptasikan selama rata-rata dua

bulan sebelum dipotong. Jenis kuda yang dipelihara hanya kuda Makasar karena

pemilik TPK hanya membeli dari peternak sekitar, bukan dari pasar Tolo. Kuda

di TPK Dullah dipelihara dengan mengikat kuda dibawah rumah tanpa

mengumbarkan. Kuda diberikan pakan hijauan, yaitu daun kacang, rumput

lapang, daun, batang, dan bonggol jagung yang diberikan tiap dua kali sehari

sebanyak 20 kg/hari/kuda. Pemberian konsentrat sehari sekali sebanyak 2

kg/hari/kuda. Kuda pekerja diberikan konsentrat pada pagi hari sebelum

dipekerjakan sedangkan kuda potong diberikan pada sore hari. Air diberikan ad

libitum.

Tenaga kerja di TPK Dullah berjumlah tiga orang yang semuanya

merupakan anggota keluarga. Tenaga kerja ini bertugas mengurus kuda pada pagi

hingga sore hari dan membantu proses pemotongan kuda pada malam hingga dini

hari. Setiap tenaga kerja mampu menyelesaikan proses pemotongan satu ekor

kuda. Daging dan tulang kuda dikemas dalam karung yang berbeda lalu

didistribusikan ke industri rumah makan yang berada di Makasar dan sisanya

dijual di pasar. Selain itu, TPK Dullah juga sering menerima pemesanan daging

untuk pesta sehingga pemotongan kuda dilakukan hampir tiap malam.

TPK H. Jumali

Tempat Pemotongan Kuda (TPK) H. Jumali merupakan salah satu TPK

yang sudah lama berdiri, yaitu sejak tahun 1998. Letaknya 11 km dari ibokota

Kabupaten Jeneponto dan berada di jalan trans Makasar. Pemiliknya, H. Jumali

adalah pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) yang memang sejak dulu

memelihara kuda. Walaupun tidak pernah melakukan kerjasama (kontrak) dengan

industri pengolahan daging kuda atau rumah makan daging kuda, TPK ini

memotong kuda hampir tiap hari sejak didirikan. Kuda dipotong pada pukul

(41)

28 Kuda yang berada di TPK H. Jumali merupakan kuda Sumba dan kuda

Makasar. Semua kuda yang dipotong di TPK ini dipelihara terlebih dahulu selama

dua sampai empat bulan sebelum dipotong kecuali kuda Sumba dipelihara selama

enam hingga sepuluh bulan untuk kuda yang berumur tiga hingga empat tahun

dan dipelihara empat bulan untuk kuda yang umurnya sudah mencapai lima

tahun. Semua kuda dipelihara dengan sistem perkandangan dibawah rumah.

Pakan yang diberikan yaitu konsentrat dengan pemberian sekali sehari sebanyak

2-3 kg/ekor/hari, hijauan berupa batang, daun, dan bonggol jagung yang diberikan

dua kali sehari sebanyak 20 kg/ekor/hari sedangkan air diberikan ad libitum.

Kuda berjumlah 30 ekor pada awal penelitian dan tinggal 28 ekor pada

akhir penelitian. Hampir tiap minggu pegawai dari TPK membeli kuda di pasar

Tolo atau peternak sekitar sehingga stok kuda tetap mencukupi ketika ada

pemesanan mendadak untuk pesta.

TPK Hamzah

Tempat Pemotongan Kuda (TPK) Hamzah merupakan salah satu TPK

yang tidak hanya menyediakan jasa pemotongan kuda, tetapi juga memelihara

kuda dalam kurun waktu satu sampai dua tahun. Kuda yang dipelihara di TPK ini

yaitu kuda Sumba dan Makasar. Kuda Sumba diperoleh dari pasar Tolo,

sedangkan kuda Makasar diperoleh dari peternak-peternak sekitar yang menjual

kudanya. Kuda Sumba dipelihara selama enam hingga sepuluh bulan dan kuda

Makasar selama rata-rata empat bulan sebelum dipotong. Kuda dipelihara dengan

cara dikandangkan dan sebagian diikat dibawah rumah dengan pemberian pakan

berupa konsentrat yang diberikan sekali sehari sebanyak 2-3 kg/ekor/hari, hijauan

yaitu daun kacang, rumput lapang, batang, daun dan bonggol jagung yang

diberikan dua kali sehari sebanyak 20 kg/ekor/hari.

Letak TPK Hamzah berjarak 11 km dari ibukota Kabupaten Jeneponto

dan sudah ada sejak tahun 2000. Jumlah tenaga kerja di TPK ini adalah empat

orang. Mereka bertugas memelihara kuda dan membantu proses pemotongan

pada dini hari. TPK Hamzah memotong kuda pada pukul 03.00-selesai. Daging

dan tulang kuda didistribusikan khusus ke industri rumah makan yang mengolah

(42)

29 TPK H. Turani

Tempat Pemotongan Kuda (TPK) H. Turani berjarak 10 km dari ibukota

Kabupaten Jeneponto dan berada di jalan trans Makasar. H. Turani sebagai

pemilik TPK ini juga memiliki rumah makan sendiri yang menyediakan makanan

dari daging kuda, yaitu coto dan konro kuda sehingga pemotongan kuda selain

ditujukan untuk memenuhi kebutuhan rumah makan juga untuk dijual ke pasar.

Tempat Pemotongan Kuda (TPK) H. Turani berdiri sejak tahun 2002 oleh

H. Turani. Kuda yang dipelihara adalah kuda Sumba dan Makasar yang diperoleh

dari pasar Tolo dan peternak sekitar. Kuda dipelihara dengan sistem

perkandangan individu. Pakan yang diberikan berupa konsentrat dan hijauan yaitu

rumput lapang, daun kacang, batang, daun, dan bonggol jagung. Konsentrat

diberikan sekali sehari sebanyak 2-3 kg/ekor/hari sedangkan hijauan diberikan

sehari dua kali sebanyak 20 kg/ekor/hari.

Pemotongan kuda dilakukan pada pagi hari, yaitu pukul 05.00-selesai.

Total tenaga kerja yang mengurus pemeliharaan dan pemotongan kuda adalah dua

orang. Tenaga kerja ini merupakan tenaga kerja keluarga yang bekerja selain

pemelihara juga sebagai pemotong kuda sehingga pemanfaatan tenaga kerja

cukup efisien dalam TPK ini.

Jumlah Pemotongan Kuda

Pemotongan kuda dilakukan di Tempat Pemotongan Kuda (TPK) milik

warga. Jumlah kuda yang dipotong saat penelitian dapat dilihat pada Tabel 5

sedangkan jumlah pemotongan di TPK yang berbeda menurut umur, jenis

kelamin, dan pemanfaatan kuda dapat dilihat pada Tabel 6.

Kecamatan Binamu, Kabupaten Jeneponto memiliki 11 TPK tetapi hanya

ada enam yang aktif. Penelitian ini dilakukan di empat TPK yang masih

beroperasi ketika penelitian berlangsung, yaitu TPK Dullah, H. Jumali, Hamzah,

dan H. Turani. Tabel 5 memperlihatkan, bahwa jumlah kuda yang dipotong saat

penelitian sebanyak 99 ekor. Pemotongan kuda di daerah ini dilakukan pada

kisaran umur 3 hingga 5 tahun atau lebih dengan pertimbangan berdasarkan

pengalaman masyarakat setempat bahwa umur potong tersebut menghasilkan

persentase daging yang lebih banyak daripada umur potong yang lain. Selain itu,

(43)

30

Tabel 6. Jumlah Pemotongan Kuda di TPK yang Berbeda

Gambar

Tabel 1. Tipe, Kegunaan, Jenis, Tinggi, Bobot Badan dan Habitat Asli Kuda di                Dunia
Tabel 2. Kandungan Gizi Beberapa Macam Daging Ternak (Per 100 Gram)
Tabel 3. Karakteristik Karkas Kuda
Gambar 4. Kandang Kuda; (a) Kandang Bawah Rumah; (b) Kandang Individu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bobot potong, bobot karkas, bobot dada, dan bobot punggung pada umur 8 minggu sangat nyata (P&lt;0.01) lebih kecil dari pada 10 dan 12 minggu,

Hal ini dikarenakan kandungan protein yang cukup tinggi dan pakan yang baik akan meningkatkan bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, persentase daging dan tidak

pemanfaatan tepung biji durian terhadap, bobot potong, bobot kaskas, dan. persentase karkas ayam kampung umur

Hasil analisis ragam pada Tabel 3 menunjukkan bahwa semua variabel yang diujikan yaitu bobot potong, bobot tubuh kosong, bobot karkas, dan persentase karkas menunjukkan

Hasil penelitian menunjukkan bobot potong, bobot karkas, bobot dada, dan bobot punggung pada umur 8 minggu sangat nyata (P&lt;0.01) lebih kecil dari pada 10 dan 12 minggu,

Dapat disimpulkan bahwa umur tidak berpengaruh terhadap bobot karkas yang dihasilkan sehingga disarankan kepada masyarakat untuk menentukan bobot karkas sapi bali

Ayam broiler jantan yang dipotong pada umur 30 hari mempunyai bobot badan lebih besar, menghasilkan persentase karkas yang lebih kecil dengan persentase tulang.. karkas yang

Peubah yang diamati meliputi bobot potong, persentase karkas, persentase kulit persentase lemak kidney pelvic heart, persentase lemak, persentase tulang, persentase daging,