• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Perubahan Indikator Makroekonomi Terhadap Perdagangan Tekstil Indonesia di Pasar Internasional.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pengaruh Perubahan Indikator Makroekonomi Terhadap Perdagangan Tekstil Indonesia di Pasar Internasional."

Copied!
163
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor perdagangan di Indonesia. Istilah tekstil yang dikenal saat ini berasal dari bahasa latin, yaitu “texere” yang berarti menenun. Dalam hubungannya dengan perdagangan, tekstil biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia, yaitu kebutuhan sandang yang berupa pakaian. Akan tetapi, selain untuk kebutuhan sandang, tekstil juga dapat digunakan untuk hal-hal lainnya. Sebagai contoh, tekstil digunakan dalam bentuk kain pembungkus jok mobil maupun motor dalam industri otomotif.

(2)

Tabel 1.1 Peranan Komoditi Tekstil Indonesia Dalam Perdagangan Dunia Tahun 2000-2009 (%)

Tahun Share terhadap perdagangan komoditi dunia (%)

Share terhadap ekspor manufaktur dunia (%)

Sumber : WTO (2000–2009)

(3)

dikarenakan semakin terbukanya sifat perekonomian Indonesia dan semakin diterimanya ideologi perdagangan bebas antar berbagai negara di dunia.

Pertumbuhan ekspor tekstil dunia selama kurun waktu 29 tahun terakhir menunjukkan angka yang fluktuatif dari tahun 1980 hingga tahun 2009. Pada Tabel 1.2, dapat menggambarkan bahwa petumbuhan ekspor tekstil dunia mengalami stagnansi. Selama periode waktu tersebut (1980–2009), pertumbuhan ekspor tekstil dunia rata-rata adalah sebesar 4%. Tingkat pertumbuhan ekspor tekstil dunia dalam Tabel 1.2 yang cenderung tidak stabil di setiap tahunnya, jelas mengindikasikan bahwa hambatan-hambatan yang ada dalam perdagangan industri tekstil masih harus diperhatikan.

Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekspor Tekstil Dunia Tahun 1980-2009 (%) Tahun Pertumbuhan Ekspor Tekstil Dunia

1980 – 1985 -1

1985 – 1990 15

1990 – 1995 8

1995 – 2000 0

(4)

Tingkat pergerakan nilai tukar selain dapat mempengaruhi pergerakan pertumbuhan tekstil, juga menjadi instrument penting dalam menentukan pergerakan perdagangan tekstil Indonesia. Tingkat pergerakan nilai tukar secara komprehensif dapat di lihat dari beberapa faktor, yaitu peranan stabilitas ekonomi, pasar modal internasional, dan perdagangan internasional. Pengamatan mengenai pengaruh nilai tukar terhadap pergerakan perdagangan tekstil berdasarkan teori produsen atas ketidakpastian (uncertainty) industri menjelaskan bahwa profitabilitas industri berkaitan dangan pergerakan nilai tukar. Hal ini berarti, pergerakan nilai tukar yang semakin tinggi akan memberikan ketidakpastian terhadap keuntungan suatu industri yang akan berdampak terhadap kegiatan produksi di kemudian hari.

Baron(1976), menyatakan bahwa peningkatan pergerakan nilai tukar akan memberikan keuntungan terhadap perdagangan jika instrument hedging tersedia. Pada umumnya, kasus ini banyak terjadi pada eksportir yang risk lovers. Akan tetapi, De Grauwe (1988) juga menyatakan bahwa hubungan positif antara pergerakan nilai tukar dengan perdagangan dapat meningkat pada industri yang

risk averse, karena industri yang risk averse mengkhawatirkan adanya skenario terburuk ketika resiko meningkat, maka upaya untuk mencegah penurunan yang drastis atas penerimaan ekspor adalah melalui peningkatkan volume ekspor.

(5)

Dari Tabel 1.3, dapat dilihat bahwa pada tahun 2007 terjadi peningkatan ekspor tekstil di Indonesia yang mencapai angka sebesar 3829 (juta US$). Disamping itu, dari Tabel 1.3, kita juga dapat melihat bahwa lonjakan impor tekstil di Indonesia terjadi pada tahun 2008 yang mencapai angka sebesar 3262 (juta US$), berbeda dari tahun-tahun sebelumnya yang cenderung menurun.

Tabel 1.3 Perkembangan Ekspor Impor Tekstil Indonesia Tahun 2000–2009 (Juta US$)

Tahun Ekspor Tekstil Impor Tekstil

2000 3505 1251 2001 3202 1088 2002 2909 866 2003 2921 623 2004 2961 712 2005 3353 756 2006 3614 730 2007 3829 785 2008 3675 3262 2009 3208 2802 Sumber : WTO (2000–2009)

(6)

Nilai tukar sangat berperan dalam perdagangan suatu negara, dimana nilai tukar merupakan sesuatu yang paling kritis bagi mayoritas ekonomi pasar bebas dunia. Akan tetapi, nilai tukar juga berpengaruh pada skala yang lebih kecil seperti mempengaruhi pendapatan riil dan investasi seseorang. Dalam hal ini, posisi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing sangat ditentukan oleh mekanisme pasar.

1.2. Perumusan Masalah

Secara garis besar, pergerakan pertumbuhan tekstil di Indonesia ini dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor permintaan dan faktor penawaran. Dari sisi faktor permintaan, pergerakan pertumbuhan ekspor tekstil Indonesia dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia. Artinya, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan volume ekspor tekstil di Indonesia. Di sisi lain, yaitu faktor penawaran, pergerakan pertumbuhan ekspor tekstil sangat dipengaruhi oleh daya saing yang dapat dicerminkan dari nilai tukar riil dan beberapa hambatan domestik. Artinya, terdapat hubungan positif yang signifikan antara nilai tukar riil efektif dengan volume ekspor tekstil di Indonesia. Hasilnya akan menunjukkan bahwa semakin tinggi depresiasi nilai tukar riil efektif, maka semakin murah nilai ekspor manufaktur Indonesia dan semakin tinggi volume ekspor nonmigas manufaktur.

(7)

menghadapi hambatan daya saing dari sisi penawaran. Akan tetapi, untuk menunjang peningkatan mutu tekstil ini, diperlukan perubahan, yaitu perubahan dari produk massal ke produk lifestyle sehingga produk tekstil Indonesia dapat bersaing dengan produk serupa dari negara lain dan juga dibutuhkan peran dari pelaku industri tekstil tersebut dalam hal pemasaran, desain yang baik dan industri yang kompeten.

Disamping itu, dibutuhkan peran Asosiasi Tekstil Indonesia (API) dalam membawa industri tekstil dan produk tekstil Indonesia kearah yang semakin berkembang. Hal seperti ini diharapkan akan meningkatkan pertumbuhan tekstil Indonesia karena akan memicu adanya persaingan positif antar industri tekstil di Indonesia. Oleh karena itu, penilaian terhadap industri tekstil diharapkan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia mengingat bahwa tekstil merupakan kebutuhan pokok bagi seluruh manusia.

(8)

Sumber : Bank Indonesia (2005-2009)

Gambar 1.1 Laju Pertumbuhan Industri Tekstil Indonesia Tahun 2005–2009 (%)

Adapun pengaruh nilai tukar terhadap laju pertumbuhan industri tekstil Indonesia, Gambar 1.2 menunjukkan bahwa penurunan laju pertumbuhan industri tekstil Indonesia yang terjadi pada tahun 2008 diakibatkan adanya pergerakan nilai tukar yang sangat mencolok pada tahun tersebut. Pada tahun tersebut, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika meningkat sebesar 19,5% atau naik dari 9.219 per Dollar Amerika ke 11.630 per Dollar Amerika.

Sumber : Bank Indonesia (2005-2009)

Gambar 1.2 Perkembangan Triwulanan Nilai Tukar Rupiah Terhadap US$ Tahun 2005–2009 (%)

2005 2006 2007 2008 2009

Laju Pertumbuhan Tekstil Indonesia

2005 2006 2007 2008 2009

(9)

Disamping pergerakan nilai tukar yang mempengaruhi laju pertumbuhan industri tekstil Indonesia, namun ternyata, hal tersebut juga berpengaruh terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Gambar 1.3 dapat menjelaskan adanya pengaruh pergerakan nilai tukar dan laju pertumbuhan industri tekstil Indonesia terhadap PDB Indonesia. Pada gambar-gambar sebelumnya, menjelaskan bahwa pada tahun 2008, nilai tukar yang melonjak mengakibatkan penurunan laju pertumbuhan industri tekstil di Indonesia. Tetapi, ternyata tidak hanya laju pertumbuhan industri tekstil saja yang menurun, namun PDB Indonesia pada triwulan ke 3 tahun 2008 juga mengindikasikan adanya penurunan akibat dari pergerakan nilai tukar rupiah yang melonjak naik.

Sumber : Bank Indonesia (2005-2009)

Gambar 1.3 Perkembangan Triwulanan Produk Domestik Bruto Indonesia Tahun 2005–2009 (%)

Berdasarkan beberapa uraian diatas, maka dapat didefinisikan perumusan masalah yang akan dijawab dalam penelitian adalah sebagai berikut :

0 1 2 3 4 5 6 7

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4

2005 2006 2007 2008 2009

(10)

1. Bagaimana pengaruh perubahan indikator makroekonomi terhadap perdagangan tekstil Indonesia di pasar internasional. Apakah saling mempengaruhi satu sama lain?

2. Dengan melihat bahwa tingkat pertumbuhan dan perkembangan ekspor tekstil Indonesia di pasar internasional yang fluktuatif, bagaimana sifat yang terjadi antara perubahan indikator makroekonomi terhadap perdagangan tekstil Indonesia di pasar internasional?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari perumusan masalah yang ada, dapat disimpulkan beberapa tujuan dari penelitian ini, yaitu :

1. Menganalisis pengaruh perubahan indikator makroekonomi Indonesia terhadap perdagangan tekstil Indonesia di pasar internasional.

2. Mengidentifikasi hubungan antara beberapa indikator makroekonomi Indonesia terhadap perdagangan tekstil Indonesia di pasar internasional.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun beberapa manfaat dari penelitian ini, diantaranya :

(11)

pengaruh pergerakan nilai tukar terhadap perdagangan tekstil di Indonesia.

2. Dapat menjadi bahan evaluasi terhadap peran intervensi pemerintah yang berguna dalam membangun industri tekstil Indonesia di pasar internasional.

3. Dapat menjadi informasi tambahan dan referensi bagi peneliti selanjutnya di bidang yang sama.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

(12)

II. TINJAUAN

PUSTAKA

Di dalam bab ini akan dijelaskan tentang teori-teori yang berkaitan dengan judul skripsi “Analisis Pengaruh Fluktuasi Nilai Tukar Terhadap Perdagangan Tekstil Indonesia di Pasar Internasional.”

2.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi juga dapat diartikan sebagai penjelasan mengenai faktor-faktor yang menentukan kenaikan output per kapita dalam jangka panjang, dan penjelasan mengenai interaksi faktor-faktor tersebut satu sama lain sehingga terjadi proses pertumbuhan (Boediono, 1989:2). Perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila jumlah balas jasa riil terhadap penggunaan faktor-faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar daripada tahun sebelumnya.

(13)

Adapun beberapa indikator yang digunakan untuk menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi, yaitu :

a. Tingkat Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) b. Tingkat Pertumbuhan Produk Nasional Bruto (PNB)

Dalam praktek angka, PNB kurang lazim digunakan, sebaliknya yang paling populer digunakan adalah PDB, karena angka PDB hanya melihat batas wilayah dan terbatas pada negara yang bersangkutan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu :

a. Faktor Sumber Daya Manusia

Sama halnya dengan pembangunan, pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh sumber daya manusia (SDM). Sumber daya manusia merupakan faktor terpenting dalam pembangunan, cepat lambatnya proses pembangunan tergantung kepada sejauh mana sumber daya manusia selaku subjek pembangunan memiliki kompetensi yang memadai untuk melaksanakan proses pembangunan.

b. Faktor Sumber Daya Alam

(14)

c. Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat mendorong adanya percepatan proses pembangunan, pergantian pola kerja yang semula menggunakan tangan manusia digantikan oleh mesin-mesin canggih berdampak kepada aspek efisiensi, kualitas, dan kuantitas serangkaian aktivitas pembangunan ekonomi yang dilakukan dan pada akhirnya berakibat pada percepatan laju pertumbuhan ekonomi.

d. Faktor Budaya

Faktor budaya memberikan dampak tersendiri terhadap pembangunan ekonomi yang dilakukan, faktor ini dapat berfungsi sebagai pembangkit atau pendorong proses pembangunan tetapi, dapat juga menjadi penghambat pembangunan. Budaya yang dapat mendorong pembangunan diantaranya adalah sikap kerja keras dan cerdas, jujur, ulet, dan sebagainya. Adapun budaya yang bersifat sebagai penghambat pembangunan diantaranya adalah sikap anarkis, egois, boros, KKN, dan sebagainya.

e. Faktor Sumber Daya Modal

Sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah sumber daya alam, serta meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas.

(15)

ini mengasumsikan bahwa fleksibilitas harga dan upah menciptakan kesempatan kerja penuh (full employement). Faktor utama model ini adalah pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk. Adam Smith dalam bukunya yang berjudul “An Iquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations” dengan menyebutkan teorinya “The Invisible Hands” beranggapan bahwa peningkatan output atau pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu peningkatan spesialisasi kerja, sistem pembagian kerja dan penggunaan mesin untuk meningkatkan produktivitas. Apabila ketiga metode tersebut dilakukan maka peningkatan akumulasi kapital akan terjadi, yaitu :

Y = f (K, L) … … . … … … …

Dimana K adalah kapital dan L adalah tingkat produktivitas per pekerja. Hal ini mengandung arti bahwa mekanisme pasar yang tidak memiliki intervensi pemerintah akan meningkatkan kegiatan ekonomi, dengan demikian akumulasi kapital dan pertumbuhan output dapat berlangsung. Dengan kata lain, dalam mekanisme pasar, tanpa adanya intervensi pemerintah menyebabkan pertukaran barang dan jasa dalam masyarakat akan menghasilkan adanya pembagian kerja dan spesialisasi, yang akhirnya akan meningkatkan produktivitas.

2.1.1 Definisi Produk Domestik Bruto (PDB)

(16)

digunakan untuk membandingkan perekonomian suatu negara dari waktu ke waktu. Terdapat dua tipe dari PDB itu sendiri, antara lain :

1. Produk Domestik Bruto dengan harga berlaku atau PDB nominal, yaitu nilai barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam suatu tahun yang dinilai menurut harga yang berlaku pada tahun tersebut.

2. Produk Domestik Bruto dengan harga tetap atau PDB riil, yaitu nilai barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam suatu tahun dinilai menurut harga yang berlaku pada suatu tahun tertentu yang seterusnya digunakan untuk menilai barang dan jasa yang dihasilkan pada tahun-tahun lainnya.

Perubahan PDB yang terjadi mencerminkan perubahan kuantitas output produksi secara riil. Hal inilah yang dalam keseharian disebut dengan pertumbuhan ekonomi. Jadi, pengertian pertumbuhan ekonomi tidak lain mengacu kepada peningkatan nilai total barang dan jasa yang diproduksi suatu negara dalam sebuah perekonomian.

Manfaat dengan adanya PDB mengacu kepada peran pemerintah, dalam hal ini, PDB dapat digunakan untuk mengukur dan membandingkan kinerja perekonomian serta melihat seberapa besar dampak, efisiensi, dan efektifitas intervensi pemerintah terhadap perekonomian nasional. Pemerintah berkepentingan untuk memantau fluktuasi pendapatan nasional, baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.

(17)

1. Pendekatan pengeluaran adalah dengan menjumlahkan seluruh pengeluaran agregat terhadap seluruh barang dan jasa akhir yang diproduksi selama satu tahun. Terdapat empat komponen dalam perhitungan PDB dengan menggunakan pendekatan ini yaitu, konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan ekspor netto dengan persamaan sebagai berikut :

Y = C + I + G + (X-M)… . … … … … . . . . … … … Dimana Y merupakan PDB atau pengeluaran agregat, C merupakan konsumsi, I merupakan investasi, G merupakan pengeluaran pemerintah, dan (X-M) merupakan ekspor netto yang diperoleh dari selisih antara X yang merupakan nilai ekspor dan M merupakan nilai impor.

2. Pendekatan pendapatan adalah dengan menjumlahkan seluruh pendapatan agregat yang diterima selama satu tahun oleh mereka yang memproduksi output tersebut. Jika diimplikasikan kedalam persamaan menunjukkan bahwa :

Pengeluaran agregat = PDB = Pendapatan agregat… … … . Dengan kata lain, perhitungan PDB berdasarkan pendekatan pendapatan ini sama dengan penjumlahan semua pendapatan yang diterima pemilik sumber daya dalam perekonomian karena sumber dayanya digunakan dalam proses produksi.

2.2. Definisi Industri

(18)

mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa.

Terdapat beberapa klasifikasi industri tekstil yang digunakan Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Sektor Hulu (upstream)

Adalah industri pembuat serat, yaitu serat tekstil, kapas, serat sintetik, serat selulosa, dan bahan baku serat sintetik. Sektor ini merupakan sektor yang sarat dengan teknologi tinggi dengan peralatan yang serba otomatis. 2. Sektor Menengah (midstream)

Terdiri dari industri pemintalan (spinning), penenunan (weaving), dan pencelupan atau penyempurnaan (dyeing/finishing). Sektor ini bersifat padat modal dan teknologi yang digunakan telah berkembang pesat, serta sangat tergantung pada perubahan teknologi di luar teknologi tekstil. Meskipun demikian, sektor menengah menyerap tenaga kerja yang lebih besar dari sektor hulu, terutama pada sub sektor penenunan yang sangat dipengaruhi oleh hasil kreativitas para designer dalam mengikuti fashion trend. Di Indonesia, industri penenunan atau perajutan merupakan industri besar, sedangkan di negara maju justru menjadi industri kecil yang menerima job order dari industri besar.

3. Sektor Hilir (downstream)

(19)

memperkirakan input dan outputnya. Adapun yang membuat berbeda dengan industri lainnya, yaitu bahwa industri garmen adalah industri yang padat karya, mencerminkan bahwa selama ini sistem komputerisasi tidak dapat menggantikan keahlian tenaga kerja manusia. Menjahit adalah contoh utama dimana proses ini tidak dapat diotomatiskan. Kekompakan dan kecepatan team sangat dibutuhkan, karena fleksibilitas yang tinggi diperlukan dalam melayani konsumen akhir yang sangat variatif. Melihat dari segmen pasar dunia yang saat ini dikuasai oleh negara maju, misalnya Perancis dan Italia untuk tekstil halus, sedangkan untuk tekstil kasar oleh China. Oleh sebab itu, Indonesia harus berusaha untuk memasuki kelas antara keduanya, dengan tujuan pasar utama adalah negara berkembang yang tinggi tingkat perekonomiannya.

2.3. Nilai Tukar

Nilai tukar adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya atau nilai dari suatu mata uang terhadap nilai mata uang lainnya (Salvatore, 1997). Kenaikan nilai tukar mata uang dalam negeri disebut apresiasi atas mata uang asing. Sedangkan, penurunan nilai tukar mata uang dalam negeri disebut depresiasi atas mata uang asing.

(20)

1. Fixed exchange rate system.

Sistem nilai tukar yang ditahan secara bertahap oleh pemerintah atau berfluktuasi di dalam batas yang sangat sempit. Jika nilai tukar berubah terlalu besar, maka pemerintah akan mengintervensikan untuk memeliharanya dalam batas-batas yang dikehendaki.

2. Freely floating exchange rate system.

Sistem nilai tukar yang ditentukan oleh tekanan pasar tanpa intervensi dari pemerintah.

3. Managed floating exchange rate system.

Sistem nilai tukar yang terletak diantara fixed system dan freely floating system, tetapi mempunyai kesamaan dengan fixed exchange rate system, yaitu pemerintah bisa melakukan intervensi untuk menjaga supaya nilai mata uang tidak berubah terlalu banyak dan tetap dalam arah tertentu. Perbedanya dengan freely floating exchange rate system adalah bahwa

managed floating exchange rate system masih lebih fleksibel terhadap suatu mata uang. Menurut Krugman dan Obstfeld (2000:485), managed floating exchange rate system adalah sebuah sistem dimana pemerintah mengatur perubahan nilai tukar tanpa bermaksud untuk membuat nilai tukar dalam kondisi tetap.

4. Pegged exchange rate system.

(21)

Dalam teori paritas daya beli atau purchasing power parity merupakan salah satu teori yang menjelaskan faktor determinan nilai tukar melalui perilaku eksportir dan importir dalam merespon perubahan biaya relatif atas beberapa pasar luar negeri (relative cost of national market basket). Seperti contoh, jika harga barang impor naik sedangkan harga barang domestik tetap, maka barang impor akan relatif lebih mahal sehingga menurunkan permintaan. Kondisi seperti ini akan mendorong depresiasi mata uang asing atau apresiasi mata uang domestik.

Perubahan tingkat harga relatif seperti ini akan mempengaruhi nilai tukar. Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar baik jangka panjang maupun jangka pendek.

Faktor yang mempengaruhi nilai tukar dalam jangka pendek lebih ditentukan oleh keputusan untuk menyimpan uang dalam bentuk asset, baik asset

keuangan domestik maupun luar negeri. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi niali tukar dalam jangka pendek, yaitu :

1. Perubahan dalam tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return) dari deposito mata uang asing.

2. Perubahan tingkat suku bunga luar negeri.

3. Perubahan nilai tukar di masa yang akan datang (expected future exchange rate).

4. Perubahan dalam tingkat pengembalian yang diharapkan dari deposito mata uang domestik.

(22)

6. Peningkatan jumlah uang domestik yang beredar (money supply).

Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar dalam jangka pendek lebih menekan kearah mata uang itu sendiri. Seperti contoh, dalam faktor perubahan

money supply, mengasumsikan bahwa jika money supply meningkat, maka harga domestik dalam jangka panjang juga akan meningkat dan tingkat pengembalian investasi luar negeri juga akan meningkat.

Di sisi lain, faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar dalam jangka panjang adalah sebagai berikut :

1. Perilaku tingkat harga relatif.

Mengasumsikan bahwa peningkatan harga terhadap barang-barang domestik akan menyebabkan terjadinya depresiasi mata uang domestik, begitu juga sebaliknya, jika terjadi penurunan harga barang-barang domestik akan menyebabkan terjadinya apresiasi mata uang domestik. 2. Permintaan dan pengembangan produk.

Mata uang domestik akan mengalami apresiasi sejalan dengan peningkatan permintaan barang-barang domestik, begitu juga sebaliknya, mata uang domestik akan mengalami depresiasi sejalan dengan peningkatan permintaan barang-barang impor.

3. Produktivitas.

(23)

4. Restriksi perdagangan internasional (kuota dan tarif).

Penerapan tarif dan kuota akan mengakibatkan mata uang suatu negara terapresiasi dalam jangka panjang, sedangkan penghapusan tarif dan kuota akan menyebabkan mata uang suatu negara mengalami depresiasi.

Dari beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar dalam jangka panjang diatas, lebih menekankan pada daya beli suatu negara terhadap barang-barang negara lain. Permintaan terhadap barang-barang-barang-barang domestik maupun luar negeri berpengaruh terhadap perubahan nilai tukar dalam jangka panjang apakah terapresiasi atau terdepresiasi tergantung dari faktor yang dihadapi negara itu sendiri.

Beberapa faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi nilai tukar adalah sebagai berikut :

1. Tingkat inflasi

2. Aktifitas neraca pembayaran 3. Perbedaan suku bunga antar negara 4. Aktivitas pasar valuta asing

5. Kebijakan moneter

2.4. Suku Bunga

(24)

uang pokok per unit waktu. Bunga merupakan suatu ukuran harga sumber daya yang digunakan oleh debitur yang harus dibayar kepada kreditur.

Terdapat beberapa fungsi dari suku bunga menurut Sunariyah (2004:81) diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Sebagai daya tarik bagi para penabung untuk menginvestasikan dananya.

2. Dapat digunakan sebagai alat moneter dalam mengendalikan permintaan dan penawaran uang yang beredar dalam suatu perekonomian.

3. Dapat digunakan oleh pemerintah dalam mengontrol jumlah uang yang beredar, dengan kata lain, pemerintah dapat mengatur sirkulasi uang dalam suatu perekonomian.

Fungsi dari suku bunga lainnya dalam perekonomian lainnya menurut Nopirin (1992:176) adalah bahwa suku bunga dapat digunakan sebagai alokasi faktor produksi untuk menghasilkan barang dan jasa yang digunakan sekarang dan di kemudian hari. Terdapat dua jenis faktor yang menentukan nilai suku bunga menurut Ramirez dan Khan (1999), yaitu faktor internal meliputi pendapatan nasional, jumlah uang yang beredar, dan inflasi. Di samping faktor internal, nilai suku bunga juga ditentukan oleh faktor eksternal yang meliputi suku bunga luar negeri dan tingkat perubahan nilai valuta asing yang diduga.

(25)

1. Suku bunga nominal, adalah rasio antara jumlah uang yang dibayarkan kembali dengan jumlah uang yang dipinjam.

2. Suku bunga riil, adalah rasio daya beli uang yang dibayarkan kembali terhadap daya beli uang yang dipinjam. Dengan kata lain, suku bunga riil dapat diartikan sebagai selisih antara suku bunga nominal dengan laju inflasi.

Beberapa aspek yang dapat menjelaskan fenomena tingginya tingkat suku bunga di Indonesia adalah bahwa tingginya tingkat suku bunga terkait dengan kinerja sektor perbankan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi, kurangnya minat masyarakat dalam memanfaatkan jasa bank, dan laju inflasi yang tinggi mengakibatkan sulitnya menurunkan tingkat suku bunga.

2.5. Inflasi

Menurut Bodied dan Marcus (2001:331) inflasi merupakan suatu nilai dimana tingkat harga barang dan jasa secara umum mengalami kenaikan. Inflasi merupakan salah satu peristiwa moneter yang menunjukkan suatu kecenderungan akan naiknya harga-harga barang secara umum, yang berarti terjadinya penurunan nilai uang. Kenyes dalam “The General Theory of Employment, Interest and Money” menyatakan bahwa inflasi disebabkan oleh gap antara kemampuan ekonomi masyarakat terhadap keinginan-keinginan atas barang-barang. Gap

(26)

Menurut Kusnadi (1997:227), terdapat beberapa jenis inflasi, diantara lainnya adalah sebagai berikut :

1. Inflasi tingkat ringan, yaitu jenis inflasi yang dilihat dari tingkat inflasi dibawah 10 persen dalam setahun.

2. Inflasi tingkat sedang, yaitu jenis inflasi yang dilihat dari tingkat inflasi yang berada antara 10 sampai 30 persen dalam setahun.

3. Inflasi tingkat berat, yaitu jenis inflasi yang berada pada tingkat 30 sampai 100 persen dalam setahun.

4. Inflasi tingkat parah, yaitu jenis inflasi yang berada pada tingkat lebih dari 100 persen. Biasanya disebut dengan hiperinflasi.

2.6. Pengertian Ekspor - Impor

Ekspor memiliki pengertian sebagai proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain yang dilakukan secara legal, yakni dengan melakukan pengeluaran barang yang berasal dari dalam negeri untuk dikirim ke negara lain.

Impor sendiri memiliki pengertian yang terbalik dengan ekspor, yakni proses transportasi barang atau komoditas dari satu negara ke negara lain yang dilakukan secara legal, yaitu dengan cara memasukkan barang dari negara lain ke dalam negeri.

(27)

jumlah barang terlalu melimpah, akan mengakibatkan nilai barang tersebut jatuh, maka mengekspor barang tersebut ke negara lain perlu dilakukan untuk mengendalikan harga.

Kegiatan impor sendiri bersifat terbalik, yakni dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan akan sesuatu barang yang jumlahnya dirasakan kurang untuk memenuhi kebutuhan yang ada. Selain itu juga, bertujuan untuk menjaga agar kelangkaan barang karena kurangnya kebutuhan yang ada tidak menyebabkan harga melonjak.

Manfaat lain yang di dapat dari kegiatan ekspor impor adalah sebagai berikut :

1. Adanya devisa dalam kegiatan ekspor impor akan menambah pendapatan bagi suatu negara.

2. Dapat meningkatkan perekonomian rakyat.

3. Dapat mendorong berkembangnya kegiatan industri. 4. Memacu pertumbuhan ekonomi.

2.7. Pentingnya Perdagangan Internasional Bagi Perekonomian

(28)

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan mengapa suatu negara melibatkan dirinya dalam perdagangan internasional. David Ricardo (1817) mengembangkan teori keunggulan komparatif (comparative advantage) atas dasar perbedaan kemampuan teknologi antar negara. Eli Heckscher dan Bertil Ohlin berpendapat bahwa perbedaan kekayaan faktor produksi yang dimiliki suatu negara dengan negara lainnya merupakan alasan mengapa suatu negara terlibat dalam perdagangan internasional.

Menurut Lindert dan Kindleberger (1993), perdagangan internasional dianggap sebagai suatu akibat dari adanya interaksi antara permintaan dan penawaran yang bersaing. Pada dasarnya, perdagangan yang terjadi antar negara timbul karena adanya perbedaan permintaan dan penawaran.

Dalam kenyataannya tidak ada negara di dunia ini yang dapat memenuhi semua kebutuhan masyarakatnya dengan memproduksi barang sendiri. Oleh sebab itu, peranan perdagangan internasional dibutuhkan untuk menunjang pembangunan suatu negara dalam hal pembangunan, peningkatan pengetahuan, dan pengalaman dalam pembangunan. Haberler berpendapat, “Perdagangan internasional telah memberikan sumbangan luar biasa bagi pembangunan negara kurang berkembang di abad ke-19 dan ke-20, serta diharapkan sumbangan tersebut akan sama di masa datang.”

(29)

pendapatan nasional yang pada gilirannya akan meningkatkan output dan laju pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pembangunan ekonomi, memperluas pasar dan merangsang investasi, pendapatan dan tabungan melalui alokasi sumberdaya dengan lebih efisien, serta membantu mengalihkan sektor pangan (subsisten) ke sektor uang.

Disamping manfaat langsung yang dapat dirasakan suatu negara akibat adanya perdagangan internasional, juga terdapat beberapa manfaat tidak langsung seperti perdagangan internasional mendorong pemakaian mesin, mendorong penemuan dan pembaharuan, meningkatkan produktivitas buruh, menurunkan biaya dan membawa kearah pembangunan ekonomi, serta mendorong persaingan yang sehat dan mencegah monopoli.

Adapun peranan perdagangan internasional dalam pertumbuhan ekonomi, diantaranya :

1. Efek perdagangan internasional terhadap pertumbuhan ekonomi

(30)

menjadikan ekspor sebagai motor penggerak bagi pertumbuhan di Indonesia.

2. Efek terhadap produksi

Perdagangan luar negeri mempunyai pengaruh yang kompleks terhadap sektor produksi di dalam negeri. Secara umum, kita bisa menyebutkan empat macam pengaruh yang bekerja melalui adanya spesialisasi produk, kenaikan surplus investasi, kenaikan produktivitas, dan vent for surplus. 3. Efek terhadap neraca perdagangan

Neraca Perdagangan (Balance of Trade) adalah sebuah ukuran selisih antara nilai impor dan ekspor atas barang nyata dan jasa. Tingkat neraca perdagangan dan perubahan ekspor dan impor diikuti secara luas dalam pasar valuta asing. Efek terhadap neraca perdagangan cenderung menaikkan barang-barang impor. Sebaliknya, apabila suatu negara tidak mampu bersaing, maka ekspor tidak berkembang. Keadaan ini dapat memperburuk kondisi neraca pembayaran. Efek buruk lain dari globalisasi terhadap neraca pembayaran adalah pembayaran netto pendapatan faktor produksi dari luar negeri cenderung mengalami defisit. Investasi asing yang bertambah banyak menyebabkan aliran pembayaran keuntungan (pendapatan) investasi ke luar negeri semakin meningkat. Tidak berkembangnya ekspor dapat berakibat buruk terhadap neraca pembayaran.

(31)

kegiatan pembangunan, adanya perbedaan penawaran dan permintaan antar negara, serta akibat perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan komoditas tertentu.

2.8. Model Umum Vector Autoregression (VAR)

Vector Autoregression (VAR) biasa digunakan untuk memproyeksikan sistem variabel-variabel runtut waktu dan untuk menganalisis dampak dinamis dari faktor gangguan yang terdapat dalam sistem variabel tersebut. Pada dasarnya, analisis VAR bisa dipadankan dengan suatu model persamaan simultan. Oleh karena itu, dalam analisis VAR, kita mempertimbangkan beberapa variabel endogen secara bersama-sama dalam suatu model. Perbedaannya dengan model persamaan simultan biasa adalah bahwa dalam analisis VAR, masing-masing variabel selain diterangkan oleh nilainya di masa lampau, juga dipengaruhi oleh nilai masa lalu dari semua variabel endogen lainnya dalam model yang diamati. Disamping itu, dalam analisis VAR biasanya tidak ada variabel eksogen dalam model tersebut.

Pada dasarnya, analisis VAR meliputi : 1. Uji akar unit (Unit Root Test)

(32)

2. Uji Hipotesis (Hyphothesis Testing) Uji hipotesis terdiri dari :

1. Likelihood Ratio Test

Digunakan untuk menguji hipotesis mengenai berapakah jumlah lag yang sesuai untuk model yang diamati.

2. Granger Causality Test

Digunakan untuk menguji apakah suatu variabel bebas (independent variabel) meningkatkan kinerja forecasting dari variabel tak bebas (dependent variabel).

3. Innovation Accounting

Pada dasarnya tes ini digunakan untuk menguji struktur dinamis dari sistem variabel dalam model yang diamati, yang dicerminkan oleh variabel inovasi (innovation variabel). Dengan kata lain, tes ini merupakan tes terhadap variabel inovasi (innovation variabel) yang terdiri dari :

1. The Impulse Responses

Digunakan untuk melihat efek gejolak (shock) suatu standar deviasi dari variabel inovasi terhadap nilai sekarang (current time values) dan nilai yang akan datang (future values) dari variabel-variabel endogen yang terdapat dalam model yang diamati.

2. The Cholesky Decomposition

(33)

Tes ini digunakan untuk menyusun perkiraaan error variance suatu variabel, yaitu seberapa besar perbedaan antara variance sebelum dan sesudah shock, baik shock yang berasal dari variabel itu sendiri maupun shock dari variabel lain.

Secara umum model persamaan VAR adalah seperti berikut (Enders, 2004) :

Yt = Ao + A1Yt-1 + A2Yt-2 +……+ ApYt-p + εt … … … . . . … … …

Dimana :

Yt = vektor peubah tak bebas (Yt,t….Yt,t) berukuran nx1

A0 = vektor intersep berukuran nx1

Ap = matrik parameter berukuran nx1 untuk setiap i=1,2,…p εt =vektor sisaan (ε1,t…. εn,t) berukuran nx1

Asumsi yang harus dipenuhi pada analisis VAR yaitu, semua peubah tak bebas harus bersifat stasioner dan semua sisaan harus bersifat white noise yaitu, memiliki rataan nol, tidak ada korelasi diantara peubah tak bebas dan ragam konstan.

Bentuk hubungan kausalitas VAR berdasarkan pada pemikiran Granger

(34)

Y = a0 + a1X1 + a2X1-1 +….+ ajX1-m + b1Y-1 +….+ bjY-m + U1… …

Y = a0 = b1Y-1 + b2Y-2…. + bjY-m + U2 … … … …

Gambar 2.1 Alur Estimasi Vector Autoregression (VAR) VAR 

Unrestricted VAR Restricted VAR

Data stasioner pada level Data tidak stasioner pada level

1. Analisis VAR yang didasarkan pada teori 2. Urutan peubah untuk

diurutkan berdasarkan korelasi terkuat

1. Tidak terkointegrasi VAR First Difference 2. VECM ÎAnalisi VAR

yang terkointegrasi

(35)

Langkah-langkah dalam analisis VAR :

1. Uji Stasioneritas 2. Uji Kausalitas Granger

3. Uji Kointegrasi ÎJohansen Cointegration

4. Uji Optimum Lag 5. Uji Stabilitas VAR 6. Model VECM

7. Forecast

Keunggulan dari analisis VAR antara lain adalah sebagai berikut :

1. Metode ini digunakan untuk mengetahui hubungan kausalitas dan juga model ini sederhana, digunakan untuk bentuk data yang berupa time series. Namun, model VAR ini digunakan untuk selang waktu jangka pendek, berbeda dengan VECM yang dapat digunakan untuk selang waktu jangka panjang.

2. Metode ini sederhana, kita tidak perlu dikhawatirkan dalam membedakan variabel endogen dan eksogennya.

3. Estimasinya sederhana, dimana metode OLS biasa dapat diaplikasikan pada tiap-tiap persamaan secara terpisah.

4. Hasil perkiraan (forecast) yang diperoleh dengan menggunakan metode ini dalam banyak kasus lebih baik dibandingkan dengan hasil yang didapat apabila menggunakan model persamaan simultan yang kompleks.

(36)

variabel-variabel ekonomi, maupun di dalam pembentukan model ekonomi berstruktur.

2.9. Penelitian Terdahulu

2.9.1 Penelitian tentang Industri Tekstil dan modelnya

Penelitian Purnamaningrum (1998), menganalisis perkembangan ekpor dan daya saing industri tekstil Indonesia tahun 1986-1997 dengan menggunakan metode CMS, RCA, dan Indeks Penetrasi Pasar. Temuannya menunjukkan bahwa pada periode tahun 1986-1992 ekspor tekstil dan pakaian jadi Indonesia meningkat bervariasi. Tahun 1993 dan 1994 mengalami penurunan, sedangkan tahun 1995 dan 1996 mengalami peningkatan yang lambat. Pada tahun 1997 ekspor tekstil justru turun kembali. Peningkatan dan penurunan ekspor tekstil dan pakaian jadi Indonesia di pasar tujuan, terutama pasar non kuota lebih banyak disebabkan oleh efek daya saing dan efek pertumbuhan dunia. Secara umum, industri tekstil Indonesia memiliki keunggulan komparatif. Hal ini didasarkan pada rata-rata nilai RCA yang lebih dari 1.

(37)

dipengaruhi oleh harga tekstil domestik, harga tekstil dunia, harga barang substitusi (yaitu harga wool di pasar dunia), pendapatan negara lain, dan selera konsumen. Disimpulkan bahwa penurunan tarif akan mendorong perdagangan dunia menjadi lebih kompetitif. Besarnya variabel tarif dalam fungsi permintaan dan penawaran mempunyai pengaruh yang positif terhadap kuantitas yang ditawarkan dalam jangka pendek. Namun dalam jangka panjang, variabel tarif mempunyai pengaruh yang negaif terhadap kuantitas yang ditawarkan.

Penelitian dengan menggunakan metode pendugaan Ordinary Least Squares (OLS) dilakukan oleh Wintala (1999). Kesimpulan yang diperoleh adalah ekspor tekstil Indonesia ke Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang pada tahun 1978-1997 menunjukkan trend yang positif dan signifikan secara statistik. Devaluasi Rupiah, kenaikan cadangan devisa, peningkatan jumlah penduduk, dan indeks harga sandang cenderung menaikkan volume ekspor tekstil Indonesia.

Dari beberapa telaah penelitian tentang industri tekstil yang telah dilakukan tersebut telah memberikan gambaran tentang perkembangan dan perdagangan industri tekstil di Indonesia melihat dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Namun demikian, keterkaitan antara pergerakan nilai tukar dengan perkembangan atau pertumbuhan dan perdagangan tekstil di Indonesia, belum dieksplorasi lebih mendalam. Oleh sebab itu, pada penelitian kali ini, dianalisis keterkaitan antara pergerakan nilai tukar terhadap perdagangan tekstil di Indonesia.

(38)

rupiah. Kemudian dilanjutkan dengan mengkaitkan pertumbuhan industri tekstil dengan variabel pertumbuhan ekonomi seperti Produk Domestik Bruto (PDB), suku bunga, dan inflasi.

2.9.2 Penelitian tentang Nilai Tukar dan modelnya

Penelitian yang dilakukan oleh Kania (2005) dengan menggunakan metode VAR pada tahap pengujian kausalitas Granger dengan tujuan mengetahui interaksi antara nilai tukar, suku bunga deposito dan harga saham antara tahun 1995-2004 menyimpulkan bahwa tidak adanya hubungan kausalitas Granger

antara perubahan harga saham terhadap nilai tukar pada periode krisis Indonesia dan Singapura. Hanya terdapat beberapa hubungan kausalitas Granger yang terjadi antara Malaysia dan Filipina pada lag 4.

Penelitian yang dilakukan oleh Octaviana (2007) dengan menggunakan metode analisis regresi linear berganda menyimpulkan bahwa secara bersamaan pengaruh yang sangat signifikan ditunjukkan antara nilai tukar rupiah dan tingkat suku bunga SBI terhadap indeks harga saham gabungan di bursa efek jakarta dengan melihat dari nilai Fhitung periode 2003-2005. Begitu juga jika dipandang

(39)

2.10. Kerangka Pemikiran

Pertumbuhan perdagangan sektor manufaktur di Indonesia tidak terlepas dari kontribusi peran subsektor tekstil dan produk tekstil yang masih sangat berpotensi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hal ini dikarenakan produk dari sektor tekstil yang dirasa masih cukup signifikan dalam hal permintaan dan penawaran melihat dari erat kaitannya terhadap kebutuhan sandang seseorang. Disamping untuk kebutuhan sandang, beberapa sektor manufaktur lainnya ternyata juga masih membutuhkan produk dari tekstil itu sendiri.

Melihat dari sisi permintaan dan penawaran produk tekstil ini tak lepas kaitannya dengan pergerakan nilai tukar, suku bunga, dan inflasi suatu negara yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap angka PDB yang merupakan indikator pertumbuhan ekonomi suatu negara. Melihat dari grafis diatas yang berupa kerangka pemikiran, menggambarkan alur darri hubungan keterkaitan antara volume ekspor tekstil dengan melihat ke beberapa faktor penentunya. Jika kita melihat dari peran suku bunga, nilai tukar, dan inflasi dalam mempengaruhi volume ekspor tekstil Indonesia, kenaikan suku bungan yang terjadi di Indonesia akan berpotensi terapresiasinya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.

(40)

jelas bahwa perbedaan tingkat volume ekspor tekstil di Indonesia dipengaruhi dari tingkat daya beli negara importir, yaitu dilihat dari faktor suku bunga dan nilai tukar.

Tingkat inflasi suatu negara pada dasarnya mampu mempengaruhi tingkat volume ekspor tekstil Indonesia. Namun, tingkat inflasi ini lebih signifikan terlihat jelas di pasar domestik. Meningkatnya tingkat inflasi Indonesia yang diakibatkan nilai tukar rupiah yang melemah, akan menurunkan daya beli produk tekstil di pasar domestik yang secara tak langsung justru meningkatkan permintaan dan penawaran produk tekstil Indonesia di pasar internasional.

(41)

 

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

Keterangan :

(42)

2.11. Perkembangan Industri Tekstil di Indonesia

Pada awal pemerintahan Orde Baru, kegiatan industri tekstil terbatas pada penenunan dan pemintalan dalam jumlah yang masih sangat sedikit. Tujuan produksinya hanya masih terkonsentrasi pada pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan produk tekstil yang dihasilkan masih sangat sederhana, karena sebagian besar berbentuk kain. Perkembangan industri tekstil ini berkaitan dengan strategi pengembangan industrialisasi nasional yang berorientasi pada subtitusi impor, yang distimulasi pula dengan penjatahan kain mori dan benang. Proses pendalaman struktur industri tekstil terjadi pada pertengahan tahun 1970-an, saat para pengusaha tekstil terjun dalam pembuatan serat sintetik dan mulai melakukan ekspor.

Namun, sejalan dengan perkembangan industrialisasi saat ini yang semakin pesat, jika melihat peranan industri tekstil dan produk tekstil Indonesia terhadap PDB dan ekspor, ternyata Kementrian Perindustrian Indonesia secara tegas telah menetapkan beberapa sasaran strategis untuk tahun 2010-2014 dalam rangka meningkatkan daya saing industri nasional, antara lain :

1. Meningkatkan nilai tambah industri.

2. Meningkatkan penguasaan pasar domestik dan internasional.

3. Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia industri, dan kewirausahaan.

(43)

7. Meningkatkan peran IKM terhadap PDB.

(44)

III. METODE

PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini digunakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai instansi yang terkait tentang pergerakan fluktuasi nilai tukar terhadap perdagangan tekstil Indonesia di pasar internasional seperti Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, Departemen Perdagangan, Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, WTO, dan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). Sedangkan bentuk data yang digunakan adalah bentuk data time series (triwulanan) dari tahun 2003 hingga tahun 2010. Data tersebut antara lain :

1. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap Dollar 2. Volume ekspor tekstil Indonesia

3. Produk Domestik Bruto Indonesia (PDB) 4. Suku bunga Indonesia

5. Inflasi yang terjadi di Indonesia

3.2. Metode Analisis Data dan Pengolahan Data

Untuk menganalisis penelitian ini digunakan analisis ekonometrika yang berupa VAR. Dengan data berupa time series (triwulanan), diharapkan metode ini dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh volatilitas nilai tukar terhadap perdagangan tekstil Indonesia. Dalam proses pengolahan data, pelitian ini menggunakan software berupa E-views dan Microsoft Excel.

(45)

3.2.1 Uji Stasioneritas

Dalam uji stasioneritas ini digunakan Uji Akar Unit (unit Root Test). Uji ini dimaksudkan untuk menentukan apakah suatu variabel stasioner atau tidak. Dengan menggunakan uji DF (Dickey-Fuller) dan uji ADF (Augmented Dickey-Fuller), suatu variabel diuji apakah stasioner atau tidak. Jika hasil yang di dapat dalam pengujian ini belum stasioner maka akan dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu tahap Uji derajat integrasi (Integration Test).

3.2.2 Uji Kausalitas Granger

Uji ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan interaksi antar variabel didalam lag tertentu selama pengujian lag. Prinsip dasar dari pengujian Granger pada penelitian ini adalah untuk membantu menjelaskan hubungan antara VET (volume ekspor tekstil), NT (nilai tukar), PDB, SBI, dan Inflasi.

3.2.3 Uji Kointegrasi (Cointegration Test)

Uji ini merupakan lanjutan dari uji akar unit dan uji derajat integrasi. Dalam uji kointegrasi ini bertujuan guna mengetahui ada atau tidaknya hubungan jangka panjang antara variabel bebas dan variabel terikatnya.

3.2.4 Uji Optimum Lag

(46)

3.2.5 Uji Stabilitas VAR

Setelah dilakukan uji optimum lag, maka tahap selanjutnya dalam estimasi VAR adalah dengan uji stabilitas VAR. Uji ini nantinya dimaksudkan untuk mengetahui valid atau tidaknya analisis Impulse Response Function. Apabila hasil estimasi VAR tidak stabil, maka Impulse Response Fuction tidak valid, begitu juga sebaliknya jika hasil estimasi valid, maka Impulse Response Funcion valid. 3.2.6 Model VAR First Difference

Model VAR First Difference merupakan bentuk VAR yang terestriksi, namun menjelaskan bahwa data yang diuji tidak stasioner pada level dan tidak memiliki hubungan kointegrasi. Bedanya dengan model VECM adalah bahwa model VECM menjelaskan bahwa data yang di uji tidak stasioner pada level namun terkointegrasi.

Pada uji sebelumnya didapat bahwa data-data yang digunakan dalam penelitian ini stasioner pada first difference namun tidak terkointegrasi pada tahap uji kointegrasi. Oleh karena itu, berdasarkan hasil tersebut, model yang digunakan pada penelitian ini adalah model VAR First Difference.

Persamaan dari hasil estimasi VAR First Difference dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

VET= A0 + A1 (Inflasi)t-1 + A2 (SBI)t-1 + A3 (PDB)t-1 + A4 (NT)t-1 + A5 (VET)t-1

+ εt … … … . . … … … . . … . . … … …

Dimana :

A0,...,A4 = Konstanta εt = Vektor sisaan

(47)

SBI = Suku Bunga Indonesia

PDB = Produk Domestik Bruto Indonesia NT = Nilai Tukar Rupiah

3.3. Alat Analisis Data

Dalam penelitian ini, digunakan program E-Views sebagai alat analisis data. Data yang telah diperoleh kemudian di input kedalam workfile E-Views, selanjutnya akan diolah sedemikian rupa melalui beberapa tahap sehingga mendapatkan hasil-hasil yang dibutuhkan dalam penelitian ini, seperti uji akar unit, uji lag optimal, uji kausalitas Granger, uji kointegrasi, dan estimasi VAR.

(48)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengujian Akar Unit (Unit Root Test)

Pengujian akar unit merupakan tahap awal sebelum melakukan estimasi model time series. Pemahaman tentang pengujian akar unit ini mengandung arti bahwa setiap data time series yang akan dianalisis akan menimbulkan spurious

dalam hasil analisisnya karena terkadang terdapat variabel yang memiliki unit root. Oleh karena itu, pengujian akar unit dilakukan dengan tujuan mengetahui kestasioneran data time series yang akan dianalisis. Stasioneritas merupakan prasyarat penting dalam model ekonometrika untuk data time series. Data stasioner adalah data yang menunjukkan mean, varians, dan covarians (pada variasi lag) tetap sama pada waktu kapan saja data tersebut digunakan atau dibentuk, hal ini berarti model time series yang stasioner dapat dikatakan lebih stabil.

Pengujian akar unit ini dilakukan dengan uji Augmented Dickey-Fuller

dengan menggunakan taraf nyata sebesar 1%, 5% atau 10%. Stasioner atau tidaknya data time series dapat dilihat dari nilai probabilitasnya yang kurang dari 1%, 5% atau 10% tergantung dari taraf nyata yang digunakan dalam pengujian akar unit, yang dalam penulisan ini menggunakan taraf nyata sebesar 5%. Jika hasil uji pada tingkat level yang didapat dalam pengujian akar unit ini memiliki nilai probabilitas yang lebih kecil daripada taraf nyatanya, maka data time series

(49)

dibandingkan taraf nyatanya, maka data tersebut dikatakan tidak stasioner pada level dan selanjutnya akan diuji pada tingkat first difference.

Hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut :

H0 = Memiliki unit root, tidak stasioner

H1 = Tidak memiliki unit root, stasioner

Melihat data Tabel 4.1 dibawah ini, menjelaskan bahwa hasil uji akar unit dengan metode Augmented Dickey-Fuller pada tingkat level dengan nilai dari probabilitas yang lebih besar dari taraf nyata sebesar 5%. Maka untuk semua variabel yang dianalisis, hasil uji akar unit akan menolak H0 yaitu, data tidak

stasioner pada tingkat level atau memiliki unit root.

Tabel 4.1 Hasil Uji Akar Unit

No. Variabel Level First Difference

t-statistik Probabilitas t-statistik Probabilitas

1 VET -2.358328 0.3926 -7.021987 0.0000*

2 NT -2.348203 0.3972 -5.842472 0.0002*

3 PDB -2.223097 0.4610 -5.150748 0.0013*

4 SBI -1.872760 0.6443 -4.365080 0.0085*

5 Inflasi -3.210170 0.1022 -4.978900 0.0019* Sumber : diolah

Ket : * signifikan pada taraf nyata 5%

Selanjutnya tahap pengujian dengan metode Augmented Dickey-Fuller

(50)

4.2. Uji Optimum Lag

Setelah melakukan uji stasioneritas, langkah selanjutnya adalah menentukan panjang lag optimal. Dalam estimasi model VAR, penentuan lag

optimal bermanfaat untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sistem VAR karena lag dalam variabel endogen dalam sistem persamaan akan digunakan sebagai variabel eksogen. Secara umum, indikator yang digunakan dalam penentuan lag optimal dapat dilihat dari nilai Likelihood Ratio (LR), Final Prediction Error (FPE), Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SIC), dan Hannan-Quin criterion (HQ).

Tabel 4.2 Hasil Uji Optimum Lag

Lag LogL LR FPE AIC SC HQ

0 -112.6334 NA 0.002296 8.112647 8.348387 8.186478 1 -43.66582 109.3968* 0.000114* 5.080401 6.494845* 5.523388* 2 -22.86502 25.82169 0.000180 5.370001 7.963148 6.182142 3 8.643028 28.24859 0.000188 4.921171* 8.693021 6.102467 Sumber : diolah

Ket : * lag optimal

Berdasarkan hasil uji optimum lag pada Tabel 4.2 diatas, maka lag yang dipilih adalah lag pertama sebagai lag optimal. Penggunaan lag 1 sebagai lag

(51)

4.3. Uji Stabilitas VAR

Tahap selanjutnya dalam estimasi data time series adalah uji stabilitas VAR. Pengujian stabilitas VAR ini berguna untuk validitasi dalam Impulse Response Function (IRF) dan juga Variance Decompotition (FEVD). Pengujian yang dilakukan adalah VAR Stability Condition Check berupa roots of characteristic polynominal terhadap seluruh variabel yang akan dianalisis. Dengan melihat dari nilai modulus yang lebih kecil dari 1 untuk seluruh roots -nya, maka data dianggap stabil.

Tabel 4.3 Hasil Uji Stabilitas VAR

Root Modulus

0.811344 - 0.060975i 0.813632 0.811344 + 0.060975i 0.813632 0.467093 - 0.323830i 0.568368 0.467093 + 0.323830i 0.568368

0.424159 0.424159 Sumber : Diolah

Hasil uji pada Tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa persamaan VAR memiliki nilai modulus yang kurang dari satu pada lag 1. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa model VAR yang dibentuk sudah stabil pada lag optimumnya yaitu lag 1.

4.4. Uji Granger Causality

(52)

Causality adalah menerangkan tentang hubungan sebab akibat, yaitu perubahan variabel yang lebih berpengaruh terhadap variabel yang lain.

Tabel 4.4 Hasil Uji Kausalitas Granger Variabel

Pemrediksi

Probabilitas does not Granger Cause

NT VET PDB SBI INFLASI

NT 0.0324* 0.0646 0.7712 0.6869

VET 0.8952 0.1210 0.4896 0.3231

PDB 0.1248 0.2463 0.1774 0.3838

SBI 0.6189 0.5274 0.3031 0.0042*

INFLASI 0.8506 0.7989 0.3142 0.6550 Sumber : Diolah

Ket : * signifikan pada α = 5%

Dari Tabel 4.4 diatas menjelaskan beberapa hubungan sebab akibat dari beberapa variabel dengan melihat dari nilai probabilitasnya yang kurang dari taraf nyata atau signifikan pada α = 5%. Dengan melihat Tabel 4.4 diatas, juga menjelaskan adanya hubungan kausalitas granger hanya terjadi pada beberapa variabel saja, seperti adanya hubungan kausalitas Granger pada variabel nilai tukar dengan volume ekspor, dan juga hubungan kausalitas Granger pada variabel suku bunga (SBI) dengan inflasi.

(53)

Begitu juga yang terjadi antara variabel suku bunga (SBI) dengan inflasi (0,0042), mengindikasikan bahwa hanya ada hubungan satu arah antara SBI dengan inflasi. Dengan kata lain perubahan yang terjadi dalam variabel SBI akan berpengaruh terhadap tingkat inflasi yang terjadi di Indonesia.

4.5. Uji Kointegrasi

Tahap uji kointegrasi yang dilakukan berguna untuk mengetahui adanya hubungan keseimbangan jangka panjang dengan mengetahui apakah terdapat kesamaan pergerakan dan stabilitas variabel-variabel yang diuji. Metode pengujian kointegrasi pada penulisan ini didasarkan pada metode Johansen’s Cointegration Test.

Tabel 4.5 Hasil Uji Kointegrasi

Hypothesizes

No. of CE(s) Eigenvalue Trace Statistic

0.05 Critical

Value Prob *

None 0.570940 59.46037 60.06141 0.0561

At most 1 0.413055 34.07565 40.17493 0.1795 At most 2 0.335923 18.09094 24.27596 0.2465 At most 3 0.165634 5.810233 12.32090 0.4595 At most 4 0.012513 0.377743 4.129906 0.6020 Data : Diolah

Keterangan : * signifikan pada taraf nyata 5%.

(54)

yang digunakan dalam penulisan ini tidak memiliki stabilitas atau keseimbangan jangka panjang.

Tidak terkointegrasinya data yang diolah pada penulisan ini menggambarkan bahwa variabel-variabel yang diambil berupa volume ekspor tekstil, nilai tukar, PDB, SBI, dan juga Inflasi hanya mengindikasikan adanya hubungan keseimbangan jangka pendek saja. Dengan kata lain, implikasi ekonomi antara variabel satu dengan variabel lainnya hanya mempengaruhi satu sama lain untuk keseimbangan jangka pendek, tidak mempengaruhi dalam keseimbangan jangka panjang atau dalam waktu yang lama.

Implikasi hubungan jangka panjang dalam pandangan ekonomi tersebut lebih mengacu kepada pergerakan nilai tukar itu sendiri. Pada realita sesungguhnya, pergerakan yang terjadi dalam variabel nilai tukar secara mingguan bahkan harian menyebabkan seseorang tidak dapat memprediksi seberapa besar perubahan yang akan terjadi pada variabel-variabel lainnya untuk jangka panjang.

(55)

4.6 Model VAR

Dari beberapa hasil uji yang dilakukan sebelumnya, variabel-variabel yang tidak stasioner pada level namun tidak terkointegrasi pada tahap uji kointegrasi menerangkan bahwa persamaan model VAR pada penelitian ini merupakan model estimasi VAR First Difference. Tabel 4.6 diatas menjelaskan hasil dari estimasi VAR First Difference, dimana sudah diterangkan sebelumnya bahwa keunggulan estimasi VAR salah satunya adalah metode Ordinary Least Square (OLS) biasa dapat diaplikasikan pada tiap-tiap persamaan secara terpisah.

(56)

Hasil uji estimatasi VAR ditunjukkan oleh tabel dibawah ini :

Tabel 4.6 Hasil Estimasi VAR First Difference

D(VET) D(NT) D(PDB) D(SBI) D(INFLASI) R-squared 0.225466 0.195472 0.376234 0.057366 0.279879

Sumber : Diolah

Keterangan : Signifikan pada taraf nyata 5%.

Berdasarkan dari Tabel 4.6 diatas, hasil estimasi VAR First Difference

(57)

domestik bruto (PDB). Dengan nilai t-statistik sebesar 3.29333 signifikan karena lebih besar dari t-tabelnya yaitu 1.96. Implikasi dari hasil estimasi VAR terhadap hasil yang signifikan ini mengindikasikan bahwa apabila terjadi kenaikan terhadap nilai tukar sebesar 1%, maka akan berpengaruh terhadap penurunan nilai PDB sebesar 6.497278.

Tidak hanya itu saja, ternyata hasil yang signifikan juga dapat terlihat dari variabel suku bunga (SBI) terhadap inflasi. Hasil t-statistik sebesar 2.84392yang lebih besar dari nilai t-tabel sebesar 1.96 mengindikasikan bahwa kenaikan tingkat suku bunga sebesar 1%, maka akan berpotensi meningkatkan tingkat inflasi sebesar 1.353936. Implikasi dari kenaikan suku bunga terhadap inflasi dari hasil estimasi VAR diatas lebih jelas terlihat dari segi harga. Peningkatan inflasi akibat suku bunga jika dikaitkan dengan volume ekspor tekstil Indonesia akan mengakibatkan peningkatan volume ekspor tekstil Indonesia di pasar internasional. Sebaliknya, jika melihat ke pasar domestik, kelangkaan mungkin terjadi akibat derasnya permintaan tekstil di pasar internasional.

(58)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan dari analisis data dengan menggunakan metode VAR (Vector Autoregression) yang dilakukan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu :

1. Pada periode waktu triwulan-an dari tahun 2003 hingga 2010 terdapat hubungan kausalitas Granger satu arah dari perubahan nilai tukar terhadap volume ekspor tekstil Indonesia pada lag 1. Hubungan kausalitas Granger

satu arah juga terjadi dari perubahan tingkat suku bunga terhadap tingkat inflasi pada lag 1. Dengan melihat hubungan tersebut, maka mengindikasikan bahwa pengaruh pergerakan nilai tukar hanya mempengaruhi perdagangan tekstil Indonesia, khususnya dalam volume ekspor tekstil Indonesia, dan tidak sebaliknya.

2. Hubungan yang terjadi antara indikator nilai tukar, volume ekspor tekstil, PDB, suku bunga, dan inflasi ternyata tidak menunjukkan adanya hubungan jangka panjang melihat dari tidak adanya kointegrasi antar variabel yang diuji. Hanya terdapat hubungan jangka pendek dari variabel-variabel yang diuji. Hal ini berarti antar variabel-variabel hanya mempengaruhi satu sama lain untuk kurun waktu tertentu dan tidak untuk kurun waktu yang panjang. Namun, ternyata hubungan signifikan terjadi antara variabel nilai tukar dengan PDB, dan suku bunga terhadap inflasi dalam hasil uji VAR

(59)

Dengan mekanisme pergerakan nilai tukar yang terjadi secara mingguan bahkan harian, tidak memungkinkan seseorang dapat mengestimasi seberapa besar perubahan yang akan terjadi terhadap volume ekspor tekstil, PDB, suku bunga, dan inflasi untuk kurun waktu jangka panjang. Namun, jika melihat dari hasil uji VAR, jelas mengindikasikan hanya variabel suku bunga dan inflasi yang dianggap masih cukup signifikan antar kedua variabel tersebut.

5.2. Saran

Melihat kesimpulan yang tertera sebelumnya tentang penulisan ini, penulis menyimpulkan beberapa saran, sebagai berikut :

1. Peran intervensi pemerintah dalam menjaga stabilitas nilai tukar sangat dibutuhkan. Hal ini berguna untuk menjaga tingkat volume ekspor tekstil Indonesia di pasar internasional. Namun, tidak hanya itu saja, pemerintah juga harus mempertimbangkan ketersediaan produk tekstil untuk pasar domestik agar tidak memicu peningkatan tingkat inflasi yang disebabkan oleh peningkatan harga karena terjadi kelangkaan produk tekstil di pasar domestik.

(60)
(61)

OLEH YUDI ADITYA

H14070103

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(62)

DAFTAR PUSTAKA

Bank Indonesia. 2011. Time Series Nilai Tukar Rupiah Tahun 2003-2010.

http://www.bi.go.id/biweb/Templates/Moneter/Default_Kurs_ID.aspx?NRMOD E=Published&NRNODEGUID={3CE4C8F3‐8793‐458B‐BC5B‐

A7DC189EF644}&NRORIGINALURL=%2fweb%2fid%2fMoneter%2fKurs%2bBank %2bIndonesia%2fKurs%2bTransaksi%2f&NRCACHEHINT=Guest [diakses tanggal  8 Maret 2011].

Bank Indonesia. 2011. Laporan Neraca Pembayaran Indonesia Tahunan. 

http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Neraca+Pembayaran+Indonesia/default.h

Boediono. 1989. Teori Pertumbuhan Ekonomi, Seri Sinopsis Pengantar IlmuEkonomi. Edisi ke-4. BPFE, Yogyakarta.

Case, K.E., Fair, R.C. 2001. Prinsip-Prinsip Ekonomi Makro.Jakarta:Prenhallindo De Grauwe, P. 1988. Exchange Rate Variability and the Slowdown in Growth of

International Trade. IMF Staff Papers, 35, 63-84.

Enders, W. 2004. Applied Econometrics Time Series. John Wiley&Sons Inc, New York.

Gujarati, D. N. 2004. Basic Econometrics. Fourth Edition. McGraw-Hill, New York.

Haberler, G. 1968. Teori Perdagangan Internasional. New York: Augustus M.Kelley.

Kania, R. 2005. Pengujian Kausalitas Granger Antara Nilai Tukar, Suku Bunga Deposito, dan Harga Saham di Lima Negara ASEAN Sebelum dan Sesudah Krisis Moneter Periode 1995.1-2004.6. Skripsi.Universitas Padjadjaran, Bandung.

Khairunnisa, S. 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia di Amerika Serikat. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Krugman, P. R., Obstfeld M. 2000. International Economics : Theory and Policy. Fifth Edition. New York: Addison Wesley.

Lindert, P. H., Kindleberger, dan Charles P. 1993. Ekonomi Internasional

(63)

Lipsey, R. G., D.D. Purvis, P. N. Courant, dan P. O. Steiner. 1997. Pengantar Makroekonomi. Jilid ke-2. Agus Maulana [penerjemah]. Binarupa Aksara, Jakarta.

Mankiw, N.G. 2000. Pengantar Ekonomi Jilid I. Erlangga, Jakarta.

Mankiw, N.G. 2000. Teori Makroekonomi. Imam Nurmawan [penerjemah]. Erlangga, Jakarta.

McEachern, W.A. 2000. Pengantar Ekonomi Mikro : Pendekatan Kontenporer. Salemba Empat, Jakarta.

Nicholson, W. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Erlannga, Jakarta.

Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Jilid ke-1. Haris Munandar [penerjemah]. Gelora Aksara Pratama, Jakarta.

Sunariyah. 2004. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Penerbit UPP AMPYKPN : Yogyakarta.

Tambunan, Tulus T. H. 2005. Industrialisasi di Negara Sedang Berkembang: Studi Kasus Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.

(64)

OLEH YUDI ADITYA

H14070103

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(65)

YUDI ADITYA. Analisis Pengaruh Perubahan Indikator Makroekonomi Terhadap Perdagangan Tekstil Indonesia di Pasar Internasional. Dibimbing Oleh DEDI BUDIMAN HAKIM.

Industri tekstil sebagai sebuah sektor industri manufaktur merupakan sektor yang dapat diunggulkan karena berkaitan dengan peranannya dalam memberikan sebuah kontribusi yang besar terhadap tingkat Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Salah satu keunggulan dari sektor industri tekstil ini sendiri adalah dikarenakan permintaan yang masih cukup tinggi melihat dari kebutuhan manusia akan hasil dari produk tekstil, yaitu kebutuhan sandang. Disamping sebagai kebutuhan primer, ternyata produk tekstil juga masih dibutuhkan dalam industri-industri lainnya. Dengan kata lain, sektor industri tekstil masih sangat signifikan berpengaruh jika dikaitkan dengan hubungannya terhadap tingkat Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Namun ternyata, tingkat volume ekspor tekstil Indonesia masih memiliki ketergantungan terhadap beberapa indikator makroekonomi lainnya seperti tingkat nilai tukar rupiah, suku bunga, dan tingkat inflasi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh perubahan indikator makroekonomi terhadap perdagangan tekstil Indonesia di pasar internasional, dan mengidentifikasikan sifat dari hubungan antara perubahan indikator makroekonomi terhadap perdagangan tekstil Indonesia di pasar internasional. Beberapa indikator yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah perubahan yang terjadi pada nilai tukar, tingkat suku bunga, tingkat inflasi, dan perubahan pada Produk Domestik Bruto terhadap perubahan volume ekspor tekstil Indonesia di pasar internasional.

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang di dapat dari beberapa instansi, seperti Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Kementrian Perindustrian, Kementrian Perdagangan, WTO, dan lainnya. Data sekunder yang dimaksud adalah data tentang nilai tukar, volume ekspor tekstil Indonesia, suku bunga, inflasi, dan PDB Indonesia dari tahun 2003 hingga tahun 2010 dengan bentuk data time series triwulanan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Vector Autoregression

(VAR) dengan menggunakan software E-Views 6. Dalam metode pengolahan

data, variabel berupa volume ekspor tekstil Indonesia digunakan sebagai variabel dependen, sedangkan variabel seperti nilai tukar, suku bunga, inflasi dan PDB digunakan sebagai variabel independen.

Hasil pengolahan data dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pada periode triwulanan dari tahun 2003 hingga 2010 terdapat hubungan kausalitas Granger satu arah antara perubahan nilai tukar dengan tingkat volume ekspor tekstil Indonesia pada lag 1. Hal tersebut mengandung arti bahwa perubahan yang terjadi pada variabel nilai tukar hanya mempengaruhi tingkat volume ekspor tekstil Indonesia, dan tidak sebaliknya volume ekspor tekstil Indonesia

(66)

hanya terdapat hubungan jangka pendek saja. Hal ini berkaitan erat dengan sifat dari pergerakan fluktuasi nilai tukar itu sendiri yang bergerak secara mingguan bahkan harian. Oleh karena itu, dengan pergerakan nilai tukar yang terjadi tersebut, akan menyulitkan seseorang dalam memproyeksikan tingkat perubahan yang terjadi pada volume ekspor tekstil Indonesia, tingkat suku bunga, tingkat inflasi, dan juga tingkat Produk Domestik Bruto Indonesia.

(67)

INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

OLEH YUDI ADITYA

H14070103

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(68)

Internasional.

Nama : Yudi Aditya

NRP : H14070103

Menyetujui,

Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec

NIP. 19641022 198903 1 003

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec

NIP. 19641022 198903 1 003

(69)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI SAYA YANG

BERJUDUL “ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN INDIKATOR

MAKROEKONOMI TERHADAP PERDAGANGAN TEKSTIL INDONESIA

DI PASAR INTERNASIONAL” ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA

SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI

ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA

MANAPUN.

Bogor, September 2011

(70)

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 01 Mei 1989. Penulis adalah

anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Hendi Koswara Adijaya dan

Ibu Yuliar. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Manggarai 01 Pagi

pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004

di SMPN 3 Jakarta. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMAN 26 Jakarta

diselesaikan pada tahun 2007.

Penulis melanjutkan pendidikannya di Departemen Ilmu ekonomi,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi

Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2007. Selama menjadi

mahasiswa, penulis aktif dalam beberapa kepanitiaan dan organisasi departemen

maupun fakultas, tercatat diantaranya HIPOTESA (Himpunan Profesi dan

Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan) Divisi Distro (The Bussiness

Troop, 2008-2009), MPF (Masa Perkenalan Fakultas) dan MPD (Masa

Gambar

Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekspor Tekstil Dunia Tahun 1980-2009 (%)
Gambar 1.1 Laju Pertumbuhan Industri Tekstil Indonesia
Gambar 1.3 Perkembangan Triwulanan Produk Domestik Bruto Indonesia
Gambar 2.1 Alur Estimasi Vector Autoregression (VAR)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah perubahan tingkat suku bunga SBI, inflasi, dan nilai tukar rupiah/US$ berpengaruh terhadap harga saham industri manufaktur..

Oleh karena itu tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh inflasi, suku bunga Bank Indonesia, Produk Domestik, Bruto, jumlah

Hasil dari penelitian ini adalah variabel Produk Domestik Bruto dan variabel tingkat suku bunga SBI memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap penanaman modal

Berdasarkan penjelasan diatas penulis ingin melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh tingkat Suku Bunga BI (BI-rate), inflasi, nilai tukar

Lokasi yang menjadi penelitian adalah Indonesia, Dengan mengkaji pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) riil, nilai tukar dan tingkat suku bunga riil terhadap

Joven Sugianto dan Trisnadi Wijaya, dalam penelitiannya tentang aalisis pengaruh tingkat inflasi, suku bunga SBI dan nilai tukar rupiah terhadap Indeks Harga Saham

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kausalitas yang ingin menemukan ada tidaknya pengaruh hubungan indikator makroekonomi yaitu inflasi, suku bunga, nilai

Dengan hasil penelitian yang menunjukkan adanya pengaruh positif dan signifikan antara produk domestik bruto, inflasi dan nilai tukar terhadap impor barang