ANALISIS PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR (KURS), SUKU BUNGA SBI DAN JUMLAH UANG BEREDAR (M2) TERHADAP DANA PIHAK KETIGA (DPK) SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP VOLUME
TRANSAKSI PASAR UANG ANTAR BANK (PUAB)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh :
AMERO SAID
106081002383
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Amero Said
Tempat/Tanggal lahir : Jakarta, 17 Mei 1988
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. H. Usman II No. 13, RT 01/05
Meruyung – Depok, Jawa Barat 16515
Agama : Islam
Warga negara : Indonesia
Nama Orang Tua
Ayah : H. Said Rakimin
Ibu : Hj. Endang Sri Wahyuni
Telepon : 085697477466 – (021) 92221997
Email : amero.said@gmail.com
Pendidikan :
1. SDN Cinere 01 Tahun 2000
2. SLTPN 96 Jakarta Tahun 2003
3. SMAN 97 Jakarta Tahun 2006
vi
ABSTRACT
The purpose of this research is to analyze the influence of Inflation, Exchange Rate, SBI Interest Rate and Money Supply (M2) toward the Third Party Fund and its implication to the Volume of InterBank Money Market. This research used path analysis method with decomposition model and using the software Amos 16. The result of substructure I indicate that inflation, exchange rate, SBI interest rate and money supply (M2) have significant effect toward the Third Party Fund. The result of substructure II indicate that Inflation, SBI interest rate, money supply (M2) and third party fund variables have significant effect toward the volume of InterBank Money Market.
vii
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa pengaruh inflasi, nilai tukar, suku bunga SBI, dan jumlah uang beredar (M2) terhadap dana pihak ketiga yang disalurkan serta implikasinya pada volume transaksi pasar uang antar bank. Penelitian ini menggunakan metode analisis jalur dengan model dekomposisi dan menggunakan software Amos 16. Hasil pengujian pada substruktur I menunjukkan bahwa variabel inflasi, nilai tukar, suku bunga SBI dan jumlah uang beredar (M2) berpengaruh signifikan terhadap jumlah dana pihak ketiga. Hasil pengujian pada substruktur II menunjukkan bahwa variabel inflasi, suku bunga SBI, jumlah uang beredar (M2) dan dana pihak ketiga berpengaruh signifikan terhadap volume transaksi pasar uang antar bank.
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanyalah milik Allah SWT. Atas berkat rahmat,
karunia, kudrat dan iradat, serta ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Analisis Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, dan Jumlah Uang Beredar (M2) Terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) Serta Implikasinya Terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) pada Bank Pembangunan Daerah (BPD)”. Tak lupa shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan kita Rasulullah SAW yang membawa
kita dari jaman jahiliyah ke jaman yang penuh ilmu pengetahuan.
Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat menempuh
ujian Sarjana Ekonomi pada Program Studi Manajemen, Konsentrasi Perbankan,
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Hal ini disebabkan karena terbatasnya kemampuan pengetahuan yang
penulis miliki. Untuk itu, kiranya pembaca dapat memaklumi atas kelemahan dan
kekurangan yang ditemui dalam skripsi ini.
Penulis juga menyadari bahwa sejak awal penyusunan hingga
terselesaikannya skripsi ini banyak pihak yang telah membantu dan memberi
dukungan baik moril maupun materil. Untuk itu, tak lupa pada kesempatan ini,
secara khusus, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Kedua Orang Tuaku (Hj. Endang Sri Wahyuni dan H. Said Rakimin) yang senantiasa memberi banyak bantuan baik moril maupun materil hingga skripsi
ini dapat selesai dengan baik. Semoga Allah SWT memberikan kesehatan dan
kebahagiaan serta kemuliaan kepada mereka dan semoga penulis dapat
membahagiakan keduanya. Amin.
2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis dan dosen pembimbing I yang telah mengarahkan dan memotivasi
ix
3. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM. selaku Pudek I Bidang Akademik
Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang selalu memberikan arahan dan nasihat,
terima kasih atas nasihat dan saran-saran yang berharga kepada penulis.
4. Bapak Suhendra, S. Ag, MM. selaku Kepala Jurusan Manajemen, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis
untuk berkarya.
5. Bapak Arif Mufraini, LC, M. si, selaku dosen pembimbing II yang telah
meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing dan mengarahkan
penulisan skripsi ini serta motivasinya yang begitu besar bagi penulis.
6. Segenap dosen pengajar yang telah mengajarkan ilmu manajemen, semoga
amal baktinya dijadikan amalan sholeh. Amin.
7. Staf tata usaha FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya Ibu Siska,
Pak Rahmat, Ibu Umi, Mas Heri yang telah membantu penulis dalam
mengurus kebutuhan administrasi dan lain-lain.
8. Kakak ku Tommy Iryanto, SE dan Adik-adik ku Roy Hariatsono dan
Salsabila Ananda Putri yang turut memberikan dukungan dan doa yang tulus
kepada penulis, semoga Allah Subhanahu Wata’ala senantiasa melindungi dan
memberikan kebahagiaan kepada mereka, Amin.
9. Isnawati Ulfah yang tak pernah letih untuk senantiasa mendoakan yang terbaik
dan meneriakkan kata-kata semangat serta selalu ada dalam suka maupun
duka.
10.Teman-teman yang menjadi pembimbing dadakan khususnya Eep SE dan Heri
SE, yang senantiasa meluangkan waktu untuk memberikan solusi dan
semangat saat pikiran buntu selama pembuatan skripsi.
11.Sahabat-sahabat Manajemen B’06 (Itank, Ega, Apri, Uji, Fadil, Rifqy, Diaz,
Adnan, Eko, Fadli, Beno, Didi, Mahin, Reihan, Bayu, Fajar, Jaelani, Dipta,
Rezy, Tia, Oca, Ajeng, Dea, Citra, Arisyi, Amira, dll) yang senantiasa satu
dalam tawa dan canda serta cita.
12.Kawan-kawan seperjuangan di FEB Manajemen UIN Syarif Hidayatullah
angkatan 2006 (Uji, Fadil, Husni, Hana, Fandi, Fina, Iqbal, Mia, Opik, Didi,
x
Arif) yang selalu semangat dalam berjuang menempuh gelar strata satu.
Semoga api semangat tetap menyala setelahnya, demi masa depan yang lebih
baik. Be success.
13.Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, suatu kebahagiaan
telah dipertemukan dan diperkenalkan dengan kalian semua. Terima kasih
banyak atas motivasi yang telah diberikan selama ini.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih memiliki banyak
kekurangan. Dengan segenap kerendahan hati penulis mengharapkan saran,
arahan maupun kritikan yang konstruktif demi penyempurnaan hasil
penelitian ini. Akhirnya hanya kepada Allah, semua ini penulis serahkan,
karena hanya dengan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Semoga penulisan skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi
penulis sendiri.
Jakarta, Februari 2011
xi DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN... i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v
ABSTRACT ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR GAMBAR... xiii
DAFTAR TABEL ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perbankan di Indonesia ... 11
B. Inflasi ... 12
C. Nilai Tukar (Kurs) ... 16
D. Suku Bunga SBI ... 17
E. Jumlah Uang Beredar (M2) ... 22
F. Dana Pihak Ketiga (DPK) ... 25
G. Pasar Uang Antar Bank (PUAB) ... 26
H. Penelitian Terdahulu ... 30
I. Kerangka Pemikiran... 36
J. Paradigma Penelitian ... 39
K. Hipotesis ... 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 41
xii
C. Metode Pengumpulan Data ... 41
D. Metode Analisis ... 42
E. Operasional Variabel Penelitian ... 52
BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ... 55
B. Penemuan dan Pembahasan ... 57
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan ... 118
B. Implikasi ... 120
DAFTAR PUSTAKA ... 121
xiii Daftar Gambar
Nomor Keterangan Halaman
2.1 Kerangka Pemikiran ... 38
2.1 Paradigma Penelitian ... 39
3.1 Hubungan Kausal X1, X2, X3 terhadap Y ... 43
3.2 Hubungan Kausal X1, X2, X3, dan Y terhadap Z ... 44
4.1 Rekapitulasi Institusi Perbankan di Indonesia Mei 2010 ... 56
4.2 Grafik Inflasi ... 59
4.3 Grafik Nilai Tukar (Kurs) ... 61
4.4 Grafik Suku Bunga SBI ... 63
4.5 Grafik Jumlah Uang Beredar (M2) ... 65
4.6 Grafik Dana Pihak Ketiga (DPK) ... 67
4.7 Grafik Volume Transaksi PUAB ... 69
4.8 Diagram Jalur dengan Hasil Perhitungan ... 70
4.9 Diagram Jalur Sub Struktur I ... 74
4.10 Diagram Jalur Sub Struktur II ... 82
4.11 Hasil Perhitungan Diagram Jalur Setelah Trimming ... 94
4.12 Diagram Jalur Sub Struktur I Setelah Trimming ... 95
xiv Daftar Tabel
Nomor Keterangan Halaman
3.1 Standar Penilaian Kesesuaian (Fit) ... 51
4.1 Data Inflasi ... 58
4.2 Data Nilai Tukar (Kurs) ... 60
4.3 Data Suku Bunga SBI ... 62
4.4 Data Jumlah Uang Beredar (M2) ... 64
4.5 Data Dana Pihak Ketiga (DPK) ... 66
4.6 Data Volume Transaksi PUAB ... 68
4.7 Hasil Korelasi Inflasi, Kurs, Suku Bunga SBI dan M2 ... 70
4.8 Pengaruh antara Inflasi, Kurs, SBI dan M2 terhadap DPK ... 75
4.9 Pengaruh antara Inflasi, Kurs, SBI, M2 dan DPK terhadap Volume Transaksi PUAB ... 83
4.10 Pengujian Pengaruh antar Variabel Eksogen dengan Endogen ... 90
4.11 Hasil Uji Goodness of Fit antara Inflasi, Kurs, SBI, dan M2 DPK serta Implikasinya terhadap Volume Transaksi PUAB ... 91
4.12 Hasil Uji Goodness of Fit Setelah Modifikasi ... 92
4.13 Hasil Perhitungan Pengaruh Antar Variabel Setelah Trimming ... 93
4.14 Hasil Korelasi Setelah Trimming ... 94
4.15 Hasil Uji Pengaruh Inflasi, Kurs, SBI dan M2 terhadap DPK ... 96
xv
4.17 Hasil Uji Goodness of Fit Setelah Trimming ... 108
4.18 Rangkuman Dekomposisi dari Koefisien Jalur, Pengaruh Langsung,
Dan Tidak Langsung dan Pengaruh Total tentang Inflasi (X1), Kurs
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan ekonomi Indonesia sejak krisis menerpa pada tahun
1997/1998 sampai kini masih tidak bisa kita lupakan. Nilai kurs Rupiah
terhadap Dollar Amerika Serikat (USD) yang semula bergerak di kisaran
Rp. 4.000,- sampai dengan Rp. 5.000,- pada awal tahun 1997, jatuh hingga
menembus angka Rp. 16.000,- per USD pada awal tahun 2008. Puncaknya
adalah saat pemerintah melikuidasi 16 bank swasta nasional yang dipandang
tidak sehat (Bank Indonesia, 1998).
Hari Susanto dalam Nirdukita Ratnawati, dkk (1997:2), menyebutkan
bahwa yang membuat fundamental Indonesia kurang kuat, sehingga
menyebabkan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia pada akhir tahun 1997
dikelompokkan menjadi beberapa faktor, yaitu pertama perekonomian
nasional tidak mampu mengendalikan diri dalam mengambil pinjaman luar
negeri, sehingga sebagian besar adalah pinjaman jangka pendek. Kedua,
defisit transaksi berjalan terus membesar secara absolut bahkan prosentase
PDB pada tahun 1997 mencapai 4%. Ketiga, jumlah hutang luar negeri yang
nilai pokoknya telah mencapai jumlah yang begitu besar bagi perekonomian
Indonesia, yaitu sebesar Rp. 9,56 trilyun atau 47,9% dari APBN pada semester
I 1997/1998 (Bisnis Indonesia, 19 November 1997). Keempat, secara
2 penghasilan, baik itu sektor pemerintah melalui APBN maupun sektor swasta
dan dunia usaha dengan pembiayaan yang sebagian besar dari hutang atau
obligasi. Kelima, komposisi investasi langsung dalam bentuk pendirian usaha,
pabrik dan lain-lain cenderung secara cepat mengalami penurunan secara
absolut maupun secara relatif yang tidak sebanding dengan investasi tidak
langsung. Keenam, pertumbuhan uang dan kredit dalam negeri terlalu cepat
dan kurang terkendali dengan baik yang ditandai oleh para penyaluran kredit
yang kurang selektif dan banyak menimbulkan kredit bermasalah.
Memasuki tahun 2005, kinerja perekonomian Indonesia menunjukan
perkembangan yang membaik, namun tidak menunjukan dampak yang
signifikan. Tingkat inflasi yang tinggi pada tahun 2005 sebagai akibat dari
gejolak eksternal yaitu melonjaknya harga minyak dunia hingga mencapai
US$ 70/barrel, serta terganggunya kinerja Neraca Pembayaran Indonesia
(NPI) menunjukan bahwa perekonomian Indonesia masih belum stabil. Hal
tersebut juga memberikan dampak negatif terhadap kestabilan sistem
keuangan domestik, peningkatan volatilitas nilai tukar dan naiknya harga
Bahan Bakar Minyak (BBM) yang mencapai 127% dari harga semula pada
Oktober 2005. Sehingga, pada akhir tahun 2005 tingkat inflasi melonjak naik
menjadi 17,11% jauh dari perkiraan Pemerintah dan BI yang menargetkan
tingkat inflasi pada tahun 2005 sebesar 5,0% - 7,0%. (Nova Riana
Banjarnahor, 2008:22).
Berbagai kondisi makroekonomi dan sektor riil tersebut menimbulkan
3 Dalam hal ini, mekanisme kebijakan moneter yang dominan dalam
mempengaruhi sektor riil di Indonesia adalah sektor perbankan. Dengan
demikian peran perbankan sangat berpengaruh terhadap variabel-variabel
moneter terutama dalam hubungannya dengan pengelolaan dana. Peningkatan
peran perbankan sangat diperlukan untuk meningkatkan volume usaha sektor
riil yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Perbankan adalah salah satu sektor kunci yang
berfungsi sebagai lembaga intermediasi, yakni menyalurkan dana dari pihak
yang kelebihan dana kepada pihak yang membutuhkan dana.
Stabilitas sistem perbankan dan sistem moneter merupakan dua aspek
yang saling terkait satu sama lain. Stabilnya sistem perbankan secara umum
dicerminkan dengan kondisi perbankan yang sehat dan berjalannya fungsi
intermediasi perbankan dalam memobilisasi simpanan masyarakat untuk
disalurkan dalam bentuk kredit atau pembiayaan kepada dunia usaha. Apabila
kondisi ini terpelihara maka proses perputaran uang dan mekanisme transmisi
kebijakan moneter dalam perekonomian yang sebagian besar berlangsung
melalui sistem perbankan juga dapat berjalan dengan baik. Stabilnya sistem
perbankan menentukan efektifitas kebijakan moneter (Perry Warjiyo, 2007).
Kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral atau otoritas
moneter dalam bentuk pengendalian besaran moneter, seperti jumlah uang
yang beredar, uang primer, kredit perbankan dan suku bunga untuk mencapai
4 Menurut UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana
telah diamandemen dengan UU No. 3 Tahun 2004 pada Pasal 7 mengatakan
bahwa Indonesia telah menganut kebijakan moneter dengan tujuan tunggal,
yakni mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Stabilitas nilai rupiah
terhadap barang dan jasa dapat tercermin dari perkembangan laju inflasi dan
stabilitas oleh rupiah terhadap mata uang negara lain tercermin pada
perkembangan nilai rupiah.
Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah
kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi.
Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia
menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama
kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem
nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar
sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh
karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk
mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan
nilai tukar pada level tertentu. Secara operasional, pengendalian
sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain
operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing,
penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan
pengaturan kredit atau pembiayaan (www.bi.go.id).
Efektifitas kebijakan moneter sangat berperan dalam menjalankan fungsi
5 pengendali stabilitas moneter. Dengan menggunakan berbagai macam
instrumen, Bank Sentral berfungsi sebagai lembaga stabilisator makro
ekonomi dan bank umum dari sisi mikro ekonomi dalam menjaga stabilitas
moneter. Kebijakan moneter merupakan kebijakan ekonomi makro yang pada
umumnya mempertimbangkan siklus kegiatan ekonomi, sifat perekonomian
(tertutup atau terbuka), serta faktor-faktor fundamental lainnya.
Stabilitas sistem moneter dan perbankan sangat dibutuhkan oleh
perbankan untuk melakukan estimasi-estimasi atau prediksi-prediksi yang
harus dilakukan perbankan dalam menghadapi resiko-resiko perbankan.
Pencapaian sasaran kestabilan moneter dapat didukung oleh pencapaian
kesehatan dan kestabilan perbankan melalui beberapa aspek. Sistem
perbankan yang sehat diperlukan agar sinyal kebijakan moneter dapat
ditransmisikan secara efektif ke berbagai aktifitas ekonomi.
Apabila kondisi bank-bank rentan, bank sentral jelas akan mengalami
kesulitan untuk menilai keterkaitan instrument kebijakan moneter yang
ditempuhnya dengan arah kinerja perekonomian yang diinginkan, sehingga
akan mempersulit perumusan kebijakan moneter yang akan ditempuh. Dengan
kondisi perbankan yang memburuk, efektivitas kebijakan moneter juga akan
terhambat karena bank-bank tidak mampu merespon sinyal kebijakan moneter
secara baik.
Sasaran akhir kebijakan moneter seperti pertumbuhan GDP dan tingkat
harga yang stabil dapat dicapai antara lain dengan pemantauan sasaran, yang
6 M2 selama ini lebih banyak dipantau melalui perilaku pengganda uang
(multiplier) yang diasumsikan relatif stabil dan juga melalui mekanisme
perubahan uang primer (M0) Bank Indonesia. Mengingat bahwa uang beredar
(M1 dan M2) dipengaruhi oleh perbankan dan perilaku masyarakat, maka
selain tetap menjaga stabilitas perbankan, perilaku masyarakat perlu pula
untuk dipantau.
Dapat dikatakan bahwa mekanisme transmisi kebijakan moneter yang
dominan mempengaruhi sektor riil di Indonesia adalah jalur perbankan.
Dengan demikian, peranan perbankan sebagai kompenen sistem moneter
sangat berpengaruh terhadap variabel-variabel moneter, terutama dalam
hubungannya dengan pengelolaan dana asset likuid.
Peningkatan sumber dana yang cukup signifikan, memberikan ruang gerak
yang cukup besar bagi perbankan untuk meningkatkan penempatannya pada
asset likuid. Sepanjang semester II 2009 alat likuid bank yang terdiri dari
primary reserve, secondary reserve dan tertiary reserve meningkat sebesar Rp
34,2 trilyun (5,1%). Pada dasarnya, kepemilikan alat likuid diperlukan bank
sebagai antisipasi terhadap kebutuhan likuiditas, khususnya yang bersifat
segera dan yang berjangka waktu pendek. Oleh karena itu, guna
meminimalisir resiko likuiditas, bank akan memelihara alat likuid dalam
jumlah tertentu (Kajian Stabilitas Keuangan, 2010:25).
Seiring dengan membaiknya kondisi likuiditas perbankan, aktivitas bank
pada PUAB juga membaik. Secara umum, transaksi PUAB (baik rupiah
7 periode yang sama tahun 2008. Rata-rata harian volume transaksi PUAB
rupiah terus meningkat meskipun ada sedikit penurunan pada triwulan akhir
2009, sedangkan pada PUAB valas, rata-rata harian volume transaksi terus
meningkat, meskipun belum kembali ke level sebelum terimbas krisis global
pada tahun 2008 (Kajian Stabilitas Keuangan, 2010:27).
Kondisi perbankan sangat berpengaruh besar terhadap bekerjanya dan
efektifnya saluran transmisi moneter seperti inflasi, volatilitas nilai tukar, suku
bunga dan banyaknya jumlah uang beredar di masyarakat. Dalam kondisi
dimana kesehatan dan stabilitas perbankan terjaga dan berkembang kuat,
saluran transmisi moneter tersebut tidak menunjukan perbedaan yang berarti.
Akan tetapi, dalam kondisi ketika perbankan sedang mengalami sejumlah
permasalahan, sehingga proses intermediasi keuangan maupun pasar keuangan
tidak berjalan normal, maka perilaku saluran transmisi moneter tersebut
menunjukan perbedaan yang berarti. Proses intermediasi ini merupakan fungsi
dan tugas perbankan, namun di sisi lain perbankan juga harus menjaga
likuiditasnya, karena bank harus menghadapi berbagai resiko yang harus
dihadapi, dan perlu diantisipasi dalam mengahadapi ketidakpastian dimasa
yang akan datang.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk
8 B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh variabel Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI
dan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK).
2. Bagaimana pengaruh variabel Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga
SBI, dan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Volume Transaksi Pasar
Uang Antar Bank (PUAB) dan variabel intervening Dana Pihak Ketiga
(DPK) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB).
3. Bagaimana pengaruh langsung dan tidak langsung variabel Inflasi, Nilai
Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, dan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap
Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) dan variabel
intervening Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Volume Transaksi Pasar
Uang Antar Bank (PUAB).
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan
untuk:
a. Untuk menganalisis pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga
SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Dana Pihak Ketiga
9 b. Untuk menganalisis pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga
SBI, dan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Volume Transaksi Pasar
Uang Antar Bank (PUAB) dan variabel intervening Dana Pihak Ketiga
(DPK) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB).
c. Untuk menganalisis pengaruh langsung dan tidak langsung Inflasi,
Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, dan Jumlah Uang Beredar (M2)
terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) dan
variabel intervening Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Volume
Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB).
2. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ganda,
yakni manfaat akademis maupun praktis.
a) Dari segi teoritis pada perspektif akademis, penelitian ini akan
bermanfaat untuk:
1. Bagi peneliti untuk mendapatkan pengembangan dan melatih diri
dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh.
2. Bagi civitas akademika dapat menambah informasi sumbangan
pemikiran dan bahan kajian penelitian.
b) Dari segi perspektif praktis hasil penelitian ini, bisa dipandang
bermanfaat untuk:
1. Bagi manajemen perusahaan perbankan diharapkan dapat
10 manajemen perbankan sebagai bahan acuan dalam menjalankan
fungsinya sebagai lembaga intermediasi.
2. Untuk memberikan informasi tambahan bagi investor dan
masyarakat yang berkepentingan untuk menginvestasikan dananya
11 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Umum Perbankan di Indonesia
Perbankan secara umum merupakan lembaga keuangan yang melakukan
kegiatan berupa pengumpulan dana dari masyarakat dan menyalurkannya
kembali kepada masyarakat dalam berbagai bentuk. Pengertian perbankan
sendiri menurut UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7
tahun 1992 Bab I Pasal 1 tentang perbankan yaitu bahwa perbankan adalah
segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Sedangkan pengertian bank menurut UU No. 10 tahun 1998 tentang
perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk kredt dan atau dalam bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak.
Pengertian lebih teknis tentang bank dapat ditemukan pada Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 31 dalam Standar Akuntansi Keuangan
yaitu Bank adalah suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan
antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana dan pihak-pihak yang
memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu
lintas pembayaran.
Dari definisi tersebut memberi tekanan bahwa bank dalam melakukan
12 merupakan sumber utama dana bank. Demikian pula dari segi penyaluran
dana, hendaknya bank tidak semata-mata memperoleh keuntungan yang
sebesar-besarnya bagi pemilik tapi juga kegiatannya harus pula diarahkan
pada peningkatan taraf hidup masyarkat. Definisi tersebut merupakan
komitmen bagi setiap bank yang menjalankan usahanya di Indonesia.
B. Inflasi
Menurut Samuelson dan Nordhaus (2005:279) inflation is the percentage
of annual increase in a general price level.
Menurut Dornbusch, Fischer and Richard (2008:149) inflation is the rate
which the general level of prices is rising. In countries, high rates of inflation
could happen price double every month, money stop being a useful medium of
exchange and sometimes output drops dramatically.
Menurut Sadono Sukirno (2004:27) inflasi adalah kenaikan harga-harga
secara umum berlaku dalam suatu perekonomian dari suatu periode ke periode
lainnya, sedangkan tingkat inflasi adalah presentasi kenaikan harga-harga
pada suatu tahun tertentu berbanding dengan tahun sebelumnya.
Menurut Boediono (2001:161) inflasi adalah kecendrungan dari harga
untuk naik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga satu atau dua
barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali kenaikan tersebut meluas
kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga-harga lain.
13 daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil mata uang suatu
negara, (Khalwaty, 2001:5).
Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah
Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu
menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi
masyarakat. Sejak Juli 2008, paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah
dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) Tahun 2007 yang
dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian, BPS akan
memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan
di beberapa kota, di pasar tradisional dan modern terhadap beberapa jenis
barang/jasa di setiap kota.
Indikator inflasi lainnya berdasarkan international best practice antara
lain:
1. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga Perdagangan Besar dari
suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang
besar pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah
besar pada pasar pertama atas suatu komoditas.
2. Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran
level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam
suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB
atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan
14 Menurut Boediono (2001:162) Inflasi dapat di golongkan menjadi dua
golongan, golongan pertama didasarkan pada “parah” atau tidaknya inflasi
tersebut, yaitu ;
1.
Inflasi ringan ( dibawah 10% setahun)2.
Inflasi sedang (antara10-30% setahun)3.
Inflasi berat ( antara 30-100% setahun)4.
Hiperinflasi (diatas 100% setahun).Penggolongan yang kedua adalah atas dasar sebab awal dari inflasi. Atas
dasar ini di bedakan 2 macam inflasi :
1. Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai
barang terlalu kuat. Infasi ini disebut demand pull inflation. Faktor
penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan
barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks
makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi
output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih
besar dari pada kapasitas perekonomian.
2. Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi, ini disebut cost
push inflation. Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat
disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri
terutama negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga
komoditi yang diatur pemerintah (administered price), dan terjadi
negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya
15 Menurut Sadono Sukirno (2004:338), terdapat beberapa dampak buruk
dari inflasi yaitu sebagai berikut :
a. Inflasi dan Perkembangan Ekonomi
Inflasi yang tinggi tingkatnya akan menggalakkan perkembangan
ekonomi. Biaya yang terus menerus naik menyebabkan kegiatan
produktif sangat tidak menguntungkan. Maka pemilik modal biasanya
lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Investasi
produktif akan berkurang dan tingkat kegiatan ekonomi akan menurun.
Sebagai akibatnya, tingkat pengangguran juga akan semakin
meningkat.
b. Inflasi dan Kemakmuran Rakyat
Disamping menimbulkan efek buruk ke atas kegiatan ekonomi
negara inflasi juga akan menimbulkan efek-efek terhadap individu dan
masyarakat.
c. Inflasi akan menurunkan pendapatan riil orang-orang yang
berpendapatan tetap.
Pada umumnya kenaikan upah tidaklah secepat kenaikan
harga-harga. Maka inflasi akan menurunkan upah riil individu-individu yang
berpendapatan tetap. Sehingga daya beli masyarakat juga akan
menurun.
d. Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang.
Sebagian kekayaan masyarakat disimpan dalam bentuk uang.
institusi-16 institusi keuangan lain merupakan simpanan keuangan. Nilai riilnya
akan menurun apabila inflasi berlaku.
e. Memperburuk pembagian kekayaan
Telah ditunjukkan bahwa penerima pendapatan tetap akan
menghadapi kemorosotan dalam nilai riil pandapatnya, dan pemilik
kekayaan bersifat keuangan mengalami penurunan dalam nilai riil
kekayaannya. Juga sebagian penjual/pedagang dapat mempertahankan
nilai riil pendapatannya. Dengan demikian inflasi menyebabkan
pembagian pendapatan diantara golongan berpendapat tetap dengan
pemilik-pemilik harta tetap dan penjual atau pedagang akan menjadi
semakin tidak merata.
C. Nilai Tukar Rupiah/$ (Kurs)
Menurut David C. Colander (2006:460) exchange rate is determined in
what called the “forex market” (foreign exchange market). In the forex
market, traders buy and sell currencies, taking orders from banks which in
turn take orders for currencies from individuals and companies that want to
excahanged one currency for another.
Menurut Brue Mc Connell (2005:99) Exchange rate is the rate at which
two currency of one nation can be exchanged for the currency another nation.
Menurut Adiwarman A. Karim (2006:157) exchange rates (nilai tukar
uang) atau yang lebih populer dikenal dengan sebutan kurs mata uang adalah
17 harga mata uang domestik (domestik currency) atau resiprokalnya, yaitu harga
mata uang domestik dalam mata uang asing. Nilai tukar uang
merepresentasikan tingkat harga pertukaran dari satu mata uang ke mata uang
lainnya dan digunakan dalam berbagai transaksi, antara lain transaksi
perdagangan internasional, turisme, inestasi internasional, ataupun aliran uang
jangka pendek antar negara, yang melewati batas-batas geografis ataupun
batas-batas hukum.
Kurs adalah harga sebuah mata uang dari suatu Negara yang diukur atau
dinyatakan dalam satuan mata uang lainnya. Kurs memainkan peranan yan
amat penting dalam keputusan-keputusan pembelanjaan, karena kurs
memungkinkan bagi kita untuk menerjemahkan harga-harga dari berbagai
Negara kedalam satu bahasa yang sama, (Kurgmen, 2004:40).
Jika kurs riil tinggi, barang-barang dari luar negeri relatif lebih murah dan
barang-barang domestik lebih mahal. Jika kurs rill rendah, barang-barang dari
luar negeri relatif lebih mahal dan barang-barang domestik relatif lebih murah,
Mankiw (2006:130).
D. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 1. Suku Bunga
Menurut Samuelson dan Nordhaus (2005:505), interest rate is the price
paid for borrowing money for a period of time, usually expressed as a
18 Menurut Frederic S. Mishkin (2007:4), interest rate is the cost of
borrowing or the price paid for the rental of funds (usually expressed as a
percentage of the rental of $100 per year).
Menurut Kasmir (2003:37), bunga bagi bank berdasarkan prinsip
konvensional dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank
kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya . Bunga juga dapat
diartikan sebagai harga yang harus dibayarkan kepada nasabah (yang
memiliki simpanan) dan yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank
(nasabah yang memperoleh pinjaman).
Menurut Sadono Sukirno (2005:375) bunga adalah pembayaran ke atas
modal yang dipinjam dari pihak lain. Sedangkan, suku bunga adalah harga
yang dibayar “peminjam” (“debitur”) kepada “pihak yang meminjamkan”
(“kreditur”) untuk pemakaian sumber daya selama interval waktu tertentu.
Dari beberapa pendapat ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
suku bunga adalah suatu harga atau biaya yang diberikan peminjam atau
pihak yang memiliki kekurangan dana kepada pihak yang meminjamkan
dana atau memiliki kelebihan dana atas penggunaan dana tersebut pada jarak
waktu tertentu. Dengan kata lain, orang yang diberi kesempatan meminjam
harus membayar biaya atas pinjamannya tersebut. Biaya peminjaman,
diukur dalam rupiah per tahun per rupiah yang dipinjam, adalah suku bunga.
Jumlah pinjaman yang diberikan disebut principal dan harga yang
dibayar biasanya diekspresikan sebagai presentase dari principal per unit
19 suku bunga yang paling berpengaruh yaitu: teori Fisher, yang mendasari
loanable funds theory, dan liquidity preference theory dari Keynes.
a. Pendekatan Klasik dari Fisher
Irving Fisher telah menganalisis penentuan tingkat suku bunga
dalam ekonomi dengan mempelajari mengapa orang-orang menabung
(mengapa mereka tidak mengkonsumsi semua sumber daya mereka)
dan mengapa orang lain yang meminjam. Di sini dibahas teori Fisher
dalam konteks sebuah perekonomian yang sangat sederhana.
Perekonomian tersebut hanya terdiri dari para individu yang
melakukan konsumsi dan menabung penghasilan berjalan mereka,
perusahaan-perusahaan yang meminjam penghasilan yang tidak
dikonsumsi dan berinvestasi;suatu pasar tempat di mana para
penabung memberi pinjaman sumber daya kepada para peminjam, dan
proyek-proyek tempat perusahaan berinvestasi. Suku bunga atas
pinjaman tersebut tidak mengandung premi bagi risiko kegagalan
(default risk) karena perusahaan-perusahaan peminjam diasumsikan
akan mampu memenuhi semua kewajibannya, (Sukirno 2004:204).
b. Pendekatan Keynes
Keynes menantang pandangan ekonomi klasik, bahwa tingkat
bunga tidak menentukan besar kecilnya investasi maupun tabungan
masyarakat. Tabungan dan investasi menurut Keynes ditentukan dan
dipengaruhi secara langsung oleh tingkat pendapatan masyarakat itu
20 menabung jika orang tersebut memiliki kelebihan uang (marginal
prospensity to save), yaitu pendapatannya di atas kebutuhan
konsumsinya. Sehingga Keynes yakin bahwa bunga bukanlah faktor
utama dalam menentukan tingkat tabungan masyarakat. Demikian juga
halnya dengan investasi, Keynes berkeyakinan bahwa bunga bukanlah
faktor utama dalam menentukan tingkat investasi, walaupun diakui
bahwa adalah salah satu pertimbangan untuk investasi adalah tingkat
bunga. (Judisseno 2005: 83)
Dalam teori, analisis mengenai suku bunga selalu menganggap bahwa
dalam perekonomian terdapat hanya satu suku bunga, namun kenyataannya
keadaanya jauh berbeda karena terdapat beberapa suku bunga dalam
perekonomian.
Menurut Sadono Sukirno (2005:382), hal tersebut karena disebabkan
oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Perbedaan resiko
Bank memberikan suku bunga yang berbeda dalam memberikan
pinjaman. Bagi usaha yang telah lama berkembang atau usaha yang
tidak mengandung banyak resiko, maka bank bersedia mengenakan
suku bunga rendah, sedangkan untuk usaha yang beresiko tinggi, bank
juga akan mengenakan suku bunga pinjaman yang tinggi pula.
2. Jangka waktu pinjaman
Semakin lama sejumlah modal dipinjamkan, semakin besar tingkat
21 ditanggung peminjam akan semakin besar dengan jangka waktu yang
relatif panjang. Disisi lain disebabkan karena pemilik modal
kehilangan kebebasan untuk menggunakan modalnya dalam jangka
waktu yang lebih lama. Di samping itu, para peminjam bersedia
membayar tingkat bunga yang lebih tinggi karena mereka mempunyai
waktu yang lebih panjang untuk mengembalikan pinjamannya.
3. Biaya administrasi pinjaman
Jumlah dana yang dipinjam sangat berbeda, sedangkan biaya
administrasi untuk memproses pinjaman tersebut tidak banyak
berbeda. Dengan demikian, berdasarkan pada pertimbangan biaya
administrasi pinjaman, pinjaman yang lebih sedikit jumlahnya akan
membayar tingkat bunga yang lebih tinggi.
2. Sertifikat Bank Indonesia
Menurut Surat Keputusan Direksi BI No. 31/67/KEP/DER tanggal 23
Juli 1998 tentang Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia
serta Intervemsi Rupiah, pengertian Sertifikat Bank Indonesia atau SBI
adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dengan sistem
diskonto.
Sebagai salah satu piranti moneter, perdagangan SBI baik di pasar
primer maupun di pasar sekunder, selain ditujukan untuk mengatur jumlah
uang primer yang beredar di masyarakat, juga ditujukan untuk mengatur
22 merupakan sasaran dari kebijakan moneter. Sasaran utamanya adalah upaya
untuk menekan laju inflasi. Tujuan diterbitkannya SBI, antara lain:
a. Mempengaruhi reserve money bank.
b. Menarik minat bank-bank agar mereka dapat menanamkan kelebihan
cadangannya.
c. Menyediakan instrument pasar uang dalam denominasi rupiah yang
menghasilkan bunga, likuid dan bebas resiko (yang dapat digunakan
sebagai pengatur posisi cadangan bank).
d. Memperbesar likuiditas bank dalam perdagangan SBI di pasar
sekunder, selain itu, juga ditujukan untuk mempengaruhi suku bunga
pasar.
E. Jumlah Uang Beredar
Menurut Case, Fair and Oster (2009:205) money is a means of payments
or medium exchange, a store of value, and a unit of account.
Menurut Samuelson and Nordhaus (2005:31) money is the means of
payments-the currencyand checks that we use when we buy things, but more
than that, money is a lubricant that facilities exchange.
Pengertian uang beredar yang umum digunakan di Indonesia dapat
digunakan dalam dua kategori yaitu uang beredar dalam arti sempit atau
narrow money (M1) dan uang beredar dalam arti luas atau broad money (M2).
M1 terdiri atas uang kartal yang beredar dimasyarakat (tidak termasuk uang
23 penjumlahan dari M1 ditambah tabungan dan deposito berjangka atau disebut
juga uang kuasi (quasi money), (Dahlan Siamat 2005:93).
Perubahan jumlah uang yang beredar (M2) ditentukan oleh hasil interaksi
antara masyarakat, lembaga keuangan dan bank sentral. Jumlah uang beredar
adalah hasil kali uang pinar (monetary base) dengan pengganda uang (money
multiplier).
Dari definisi jumlah uang beredar terbagi menjadi 2 yaitu :
1. Uang Dalam Arti Sempit (M1)
M1 diartikan sebagai uang tunai (uang kartal dan logam) yang
dipegang oleh masyarakat tidak termasuk uang yang ada di kas bank serta
kas Negara. Uang tersebut dikenal dengan uang kartal kemudian ditambah
uang yang berada dalam rekening giro perbankan yang dapat langsung
digunakan untuk menguangkan cek, dan bisa disebut dengan uang giral.
Bentuk persamaan M1 adalah:
M1 = C+DD
Dimana:
M1 = uang dalam artu sempit
C = currency, uang kartal
DD = demand deposit, uang giral
Pengertian uang giral (DD) diatas hanya mencakup saldo rekening
Koran atau giro milik masyarakat umum yang disimpan dibank dan
digunakan oleh pemiliknya untuk berbelanja atau membayar
24 2. Uang Dalam Arti Luas (M2)
M2 merupakan perluasan dari definisi M1 dengan uang kuasi. Uang
kuasi adalah bentuk kekayaan yang sangat likuid yang terdiri dari deposito
berjangka atau rekening tabungan pada bank. Bentuk persamaannya
adalah:
M2 = M1+TD+SD
Dimana:
M2 = uang dalam arti luas
M1 = uang dalam arti sempit
TD = time deposit (deposito berjangka)
SD = saving deposits (saldo tabungan)
Perkembangan uang beredar di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor
antara lain kegiatan luar negri, sektor pemerintahan, sektor swasta, domestik,
dan sektor lainnya. Transaksi-transaksi dari sektor-sektor tersebut dicatat
dalam neraca sistem moneter yang memperlihatkan besarnya jumlah uang
yang beredar dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahannya.
Strategi pengendalian uang beredar dirumuskan berdasarkan penyesuaian
instrument kebijakan moneter antara lain operasi pasar terbuka, penyesuaian
ketentuan likuiditas wajib minimum (reserve requirement), dan fasilitas
diskonto. Pelaksanaan penyesuaian tersebut diharapkan agar nilai yang
25 F. Dana Pihak Ketiga (DPK)
Menurut Slamet Riyadi (2006:79) Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah dana
yang diperoleh dari masyarakat, dalam arti masyarakat sebagai individu,
perusahaan, pemerintah, rumah tangga, koperasi, yayasan dan lain-lain baik
dalam mata uang rupiah maupun dalam valuta asing. Pada sebagian besar atau
setiap bank, dana masyarakat ini umumnya merupakan dana terbesar yang
dimiliki. Hal ini sesuai dengan fungsi bank sebagai penghimpun dana dari
masyarakat.
Sumber Dana Pihak Ketiga (DPK), dari segi mata uang dibedakan
menjadi:
1. Sumber Dana Pihak Ketiga Rupiah
Yaitu kewajiban-kewajiban bank yang tercatat dalam bentuk rupiah
pada pihak ketiga bukan bank baik kepada penduduk maupun bukan
penduduk. Komponen DPK ini terdiri dari Giro, Simpanan Berjangka
(deposito dan Sertifikat Deposito), tabungan dan kewajiban-kewajiban
lainnya yang terdiri dari kewajiban segera yang dapat dibayar, surat-surat
berharga yang diterbitkan, pinjaman yang diterima, setoran jaminan dan
lainnya. Tidak termasuk dana yang berasal dari bank sentral.
2. Sumber Dana Pihak Ketiga Valuta Asing
Sedangkan yang dimaksud Dana Pihak Ketiga Valuta Asing adalah
kewajiban bank yang tercatat dalam valuta asing kepada pihak ketiga, baik
penduduk maupun bukan penduduk termasuk pada Bank Indonesia, bank
26 DPK Valuta Asing terdiri atas Giro, Call Money, Deposit On Call
(DOC), Deposito berjangka, Margin Deposit, Setoran Jaminan, Pinjaman
Yang Diterima dan kewajiban-kewajiban lainnya dalam valuta asing.
G. Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
Menurut Samuelson dan Nordhaus (2005:543) money market is a term
denoting the set of institutions that handle the purchase or sale of short term
credit instruments like Treasury Bills (T-Bills) and Comercial Paper (CP).
Menurut Slamet Riyadi (2006:75) pasar uang atau interbank money market
adalah pinjam meminjam antar bank yang dilakukan oleh bank-bank
komersial dalam rangka memenuhi kebutuhan likuiditas atau untuk
memanfaatkan dana agar tidak terjadi idle fund.
Menurut Dahlan Siamat (2005:303) pasar uang antar bank atau sering
disebut interbank call money market atau sering disingkat dengan call money,
merupakan sumber yang paling cepat untuk memperoleh dana bagi bank.
Sumber dana PUAB ini sering digunakan bagi bank-bank yang sedang
mengalami kekalahan kliring, yaitu suatu keadaan dimana jumlah tagihan
yang masuk lebih besar dibandingkan tagihan keluar.
Pasar uang antar bank pada dasarnya adalah kegiatan pinjam-meminjam
dana antar satu bank dengan bank lainnya. Transaksinya bisa dilakukan secara
27 1. Mekanisme
Mekanisme pasar uang berbeda dengan pasar modal yang tradingnya
dilakukan melalui Bursa atau Stock Exchange. Sesuai dengan
karakteristiknya maka pasar uang ini bersifat abstrak, tidak ada tempat
khusus seperti halnya pada pasar modal. Transaksi pasar uang secara over
the counter market (OTC), dilakukan oleh setiap peserta melalui desk atau
dealing room masing-masing peserta.
Sarana yang digunakan dalam melakukan transaksi pasar uang dapat
berupa:
1. Reuters monitor dealing screen (RDMS)
2. Telex
3. Telepon
4. Fax
5. Sarana telekomunikasi lain yang diperkenankan untuk transaksi
tersebut.
2. Instrument Pasar Uang
a. Commercial paper merupakan surat utang atau promes berjangka
pendek yang tidak dijamin commercial paper yang merupakan passive
emiten, unit ekonomi yang mengeluarkannya, diperjualbelikan dipasar
uang. Pada umumnya, emiten CP adalah terdiri dari perusahaan (yang
bergerak dibidang finanial maupun non finansial).
b. Revolving underwriting facility merupakan salah satu instrument pasar
28 instrument atas transaksi ini dijamin oleh beberapa bank dengan
jangka waktu 1 sampai 3 tahun.
c. Sertifikat Bank Indonesia merupakan surat berharga atas unjuk dalam
rupiah yang diterbitkan dengan sistem diskonto oleh Bank Indonesia,
sebagai pengakuan atas utang jangka pendek.
d. Certificate of Deposits (CDs) merupakan instrument pasar uang yang
diterbitkan atas unjuk oleh suatu bank yang dinyatakan dalam jumlah
tertentu, jangka waktu dan tingkat bunga tertentu. Bukti simpanannya
berupa sertifikat deposito berjangka dapat diperdagangkan atau
sebagai negotiable instrument, karena dapat diuangkan oleh pembawa
dan bersifat atas unjuk.
e. Promissory Notes (PN) adalah surat sanggup bayar yang membuktikan
adanya utang piutang antara debitur dan kreditur, di mana debitur
meminjamkan sejumlah uang dan kreditur berjanji akan membayar
pada tanggal yang telah ditetapkan dengan menyerahkan promissory
notes (PN) kepada kreditur.
f. Treasury Bills (T-Bills) merupakan instrument pasar uang atas unjuk
yang diterbitkan oleh Bank Sentral yang merupakan salah satu alat
untuk pengendalian moneter yang akan dibayarkan kepada pemegang
(Bearer) pada tanggal jatuh tempo. Bagi perbankan atau lembaga
keuangan T-Bills dapat dijadikan sebagai secondary reserve
29 menghindari idle funds atau dalam rangka optimalisasi pengelolaan
dana bank yang bersangkutan.
g. Banker’s Acceptance (BA) merupakan time draft (wesel berjangka)
yang ditarik oleh seorang eksportir atau importer atas suatu bank untuk
membayar sejumlah barang atau untuk membeli valuta asing.
h. Repurchase Agreement (Repo) adalah transaksi jual beli surat-surat
berharaga disertai dengan perjanjian bahwa penjual akan membeli
kembali surat-surat berharga yang dijual tersebut pada tanggal dan
dengan harga yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
3. Resiko-Resiko Investasi di Pasar Uang
a. Resiko Pasar (interest rate risk) resiko yang berkaitan dengan
turunnyha harga surat berharga (tingkat bunga naik) mengakibatkan
investor mengalami capital loss.
b. Resiko Reinvestment resiko terhadap penghasilan suatu asset financial
yang harus di re-invest dalam asset yang berpendapatan rendah atau
dapat dikatakan sebagai resiko yang memaksa investor untuk
menempatkan pendapatan yang diperoleh dari bunga kredit atau
surat-surat berharga ke investasi yang berpendapatan rendah akibat turunnya
tingkat bunga.
c. Resiko Gagal Bayar terjadi akibat tidak mampunya peminjam (debitur)
memenuhi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan.
d. Resiko Inflasi terjadi apabila pemberi pinjaman menghadapi
30 menurunkan daya beli atas pendapatan yang diterimanya. Untuk
menghadapi hal tersebut, kreditur biasanya berusaha mengimbangi
proyek inflasi dengan meminta atau mengenakan suku bunga yang
lebih tinggi.
e. Resiko Valuta (currency or exchanged rate risk) yaitu kerugian yang
terjadi akibat adanya perubahan yang tidak menguntungkan terhadap
kurs mata uang asing.
f. Resiko Politik terjadi karena adanya kemungkinan adanya perubahan
ketentuan perundangan yang berakibat turunnya pendapatan yang
diperkirakan dari suatu investasi atau bahkan akan terjadi kerugian
total dari modal yang diinvestasikan.
g. Resiko Likuiditas yaitu resiko yang dapat terjadi apabila instrument
yang dimiliki sulit untuk dijual kembali sebelum jatuh tempo.
H. Penelitian Terdahulu
Penelitian Tony Hidayat (2007) meneliti tentang pengaruh inflasi terhadap
kinerja pembiayaan perbankan syariah, volume transaksi pasar uang antar
bank syariah (PUAS), dan posisi outstanding sertifikat wadiah bank Indonesia
(SWBI). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh inflasi IHK
terhadap kinerja pembiayaan perbankan syariah yang diukur dengan kriteria
financing to deposit ratio (FDR) dan non performing financing (NPF), volume
transaksi pasar uang antarbank berdasarkan prinsip syariah (VPUAS), dan
31 menyatakan bahwa variabel inflasi berpengaruh positif terhadap FDR, NPF,
PUAS dan SWBI. Tetapi inflasi berpengaruh negatif terhadap FDR.
Berdasarkan pengujian melakukan vector autoregression (VAR) ternyata
inflasi mempunyai pengaruh positif terhadap FDR, NPF, VPUAS dan
OSWBI.
Penelitian Darna (2006), yang meneliti tentang pertumbuhan aset atau
dana pihak ketiga (DPK) perbankan syariah sensitif terhadap pengaruh
volatilitas tingkat bunga (SBI) dan nilai tukar rupiah (Exchange Rate). Selain
dua variabel tersebut dalam penelitian tersebut juga mencoba memasukan
fatwa MUI tentang keharaman bunga sebagai variabel biner (dummy). Model
yang diestimasi dalam penelitian tersebut adalah Autoregressive Conditional
Heteroscedasticity (ARCH) dan General Autoregressive Conditional
Heteroseedasticity (GARCH). Penggunaan model tersebut adalah untuk
melihat apakah residual dan varian residual periode sebelumnya signifikan
mempengaruhi variabel Aset atau DPK terhadap model yang diestimasi. Hasil
penelitian tersebut menunjukan bahwa : (a) uji regresi berganda dengan
metode OLS menunjukkan bahwa tingkat bunga maupun nilai tukar memiliki
korelasi negatif dan signifikan berpengaruh terhadap pertumbuhan Aset
maupun Dana Pihak Ketiga perbankan syariah, sedangkan Fatwa MUI
mempunyai korelasi positif juga signifikan mempengaruhi pertumbuhan Aset
dan Dana Pihak Ketiga. (b) Selanjutnya berdasarkan uji ARCH diperoleh hasil
bahwa nilai residual periode sebelumnya signifikan mempengaruhi
32 Sedangkan melalui uji GARCH diperoleh hasiI yang menunjukkan bahwa
varian residual periode sebelumnya tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan
keduanya. (c) tingkat bunga maupun nilai tukar melalui uji ARCH IGARCH
diketahui memiliki volatilitas yang signifikan sehingga model yang diestimasi
tidak bebas dari pengaruh residual periode sebelumnya. (d) pertumbuhan Aset
dan DPK melalui uji ARCH-M ternyata signifikan memiliki sensitifitas
terhadap fluktuasi perubahan tingkat bunga dan nilai tukar rupiah.
Penelitian Patria Yunita (2008), penelitian tersebut bertujuan untuk
mengidentifikasi pengaruh variabel makroekonomi yaitu suku bunga SBI,
tingkat inflasi dan kurs US $ terhadap pertumbuhan Dana Pihak Ketiga
Perbankan Syariah yang menjadi salah satu sinyal besaran share pasar yang
berhasil diraih sistem perbankan syariah. Pengaruh suku bunga SBI
diidentifikasi dengan besaran net equivalent rate, sementara pengaruh tingkat
inflasi diidentifikasikan dengan besaran real equivalent rate. Karena terdapat
perbedaan satuan maka variabel jumlah Dana Pihak Ketiga dan Kurs US $
dibentuk dalam model logaritma semi-log, sehingga variabel ini menjadi
lnDPK dan lnExR. Penelitian tersebut menggunakan model regresi linier
sederhana, dengan menguji masing-masing variabel independen terhadap
variabel dependen. Hal ini dilakukan untuk menghindari efek multikolinieritas
yang menyebabkan asumsi-asumsi yang tidak sesuai. Berdasarkan analisis
regresi disimpulkan bahwa NER dan RER memiliki hubungan positif dengan
33 memiliki hubungan negatif terhadap jumlah Dana Pihak Ketiga Perbankan
Syariah.
Penelitian Zulmi (2002) meneliti tentang efektivitas suku bunga SBI
dalam mempengaruhi suku bunga pasar. Dalam penelitian tersebut
mengungkapkan bahwa SBI sebagai salah satu instrument yang digunakan
Bank Indonesia dalam mengatur kebijakan moneter, juga merupakan sarana
yang dapat digunakan untuk mengatur suku bunga pasar. Masalah yang
dihadapi akhir-akhir ini adalah perubahan suku bunga SBI kurang dapat
mempengaruhi suku bunga deposito, suku bunga pasar uang antar bank
(PUAB), dan suku bunga kredit. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi
kenapa suku bunga SBI kurang direspon oleh suku bunga pasar. Salah satu
faktor adalah kurang berjalannya fungsi intermediasi perbankan. Kenaikan
suku bunga SBI memberikan alternative yang menguntungkan dan aman bagi
perbankan untuk menanamkan dananya pada SBI, dibading pada kredit.
Pariyo (2004) meneliti tentang variabel makro ekonomi yang
mempengaruhi penghimpunan dana pihak ketiga pada Bank Muamalat
Indonesia periode 2000-2003. Pengujian hipotesa secara parsial yang
dilakukan, maka dari semua variabel independent yang digunakan (SBI,Valas
USD, dan SWBI) berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependent
(Dana Pihak Ketiga). Selain itu dalam pengujian F test dimana F test = 15,311
dan nilai signifikan 0,00 berarti varabel independent (SBI, Valas USD, dan
SWBI) secara bersama-sama berpengaruhi secara signifikan terhadap Dana
34 Hamid Ponco Wibowo (2006) meneliti tentang pengaruh variabel ekonomi
makro (PDB, Suku Bunga, Kurs) terhadap kinerja perbankan syariah.
Berdasarkan pengujian dengan menggunakan data statistik selama kurun
waktu 4 tahun (2001-2004) yang diolah dengan menggunakan persamaan
simultan, maka pengaruh variabel ekonomi makro terhadap kinerja perbankan
syariah selama ini berjalan melalui jalur transmisi beberapa variabel internal
keuangan perbankan (Dana Pihak Ketiga, Loan to Deposit Ratio, Non
Performing Loan) sebelum pada akhirnya berpengaruh terhadap permodalan
bank (CAR). Satu hal yang cukup menarik dari hasil penelitian ini adalah
perubahan suku bunga tidak begitu berpengaruh terhadap kinerja perbankan
syariah.
Zainuddin H. Nasution yang meneliti tentang korelasi suku bunga SBI dan
suku bunga intervensi rupiah terhadap suku bunga pasar uang antar bank.
Penelitian dengan analisis secara deskriptif dan statistik dengan menggunakan
program Eviews, menunjukan bahwa terdapat korelasi yang kuat (signifikan)
dan positif antara suku bunga SBI terhadap suku bunga PUAB dan antara suku
bunga intervensi terhadap suku bunga PUAB. Hal tersebut digambarkan
apabila ada pergerakan suku bunga SBI dan suku bunga intervensi rupiah,
maka akan mempengaruhi pergerakan suku bunga PUAB.
Rosaar Maries meneliti mengenai dampak fluktuasi variabel ekonomi
makro terhadap DPK yang dihimpun dan penyaluran pembiayaan pada
perbankan syariah di indonesia. Penelitian tersebut bertujuan untuk
variabel-35 variabel ekonomi makro terhadap DPK yang dihimpun dan pembiayaan yang
disalurkan. Data-data yang digunakan adalah data time series dari 2003-2007
yang berasal dari statistik perbankan syariah dan statistik ekonomi Indonesia.
Metode yang digunakan adalah vector autoregression (VAR). Metode ini
umumnya digunakan untuk mempelajari dinamika variabel tertentu setelah
terjadi shock atau perubahan pada perekonomian. Analisis yang lebih
ditekankan pada penelitian ini adalah impuls response function dan varance
decomposition. Kedua analisis tesebut berguna untuk mempelajari perilaku
shock suatu variabel dan variabel manakah yang paling dominan menjelaskan
variabel yang lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing
variabel mempunyai pengaruh yang kecil terhadap DPK yang dihimpun dan
pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah. Dan masing-masing
variabel ekonomi makro tidak mempunyai pengaruh yang dominan terhadap
DPK yang dihimpun dan pembiayaan yang disalurkan.
Penelitian Eep Syaefullah Fatah (2009), yang meneliti pengaruh yang
ditimbulkan oleh variabel-variabel makro ekonomi (suku bunga SBI, nilai
tukar rupiah, uang beredar dan inflasi) terhadap volume transaksi pasar uang
antar bank syariah (PUAS) dan pembiayaan. Data yang digunakan dalam
penelitian tersebut adalah data bulanan periode Januari 2005 – Desember 2009
yang berasal dari statistik perbankan syariah dan statistik ekonomi Indonesia.
Penelitian tersebut menggunakan software Amos 18. Hasil penelitian tersebut
menunjukan bahwa variabel-variabel makro memberikan pengaruh terhadap
36 memberikan pengaruh positif terhadap volume transaksi PUAS, sedangkan
terhadap pembiayaan memberikan pengaruh negatif. Uang beredar membrikan
pengaruh positif terhadap volume transaksi PUAS dan pembiayaan. Inflasi
memberikan positif terhadap pembiayaan, sementara pada volume transaksi
PUAS tidak memberikan pengaruh. Berdasarkan metode yang sama, nilai
tukar rupiah tidak memberikan pengaruh baik terhadap volume tansaksi PUAS
maupun pembiayaan.
I. Kerangka Pemikiran
Kerangka berfikir merupakan suatu proses dari peneliti memperoleh data
kemudian mengolah data tersebut dan menginterprestasikan hasil data yang
telah diolah.
Penelitian ini didasarkan atas penelitian-penelitian dan teori-teori yang
telah ada sebelumnya. Dari beberapa teori yang telah ada peneliti
merangkainya menjadi satu kesatuan yang salaing berhubngan. Metode
analisis yang digunakan adaah Analisis Jalur. Hal ini dikarenakan analisis
jalur dapat memperlihatkan hubungan langsung dan tidak langsung antar
variabel.
Setelah menentukan judul dan metode analisis, peneliti mengumpulkan
data-data dari variabel-variabel yang akan diteliti. Objek yang akan diteliti
merupakan Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang terdapat di Indonesia.
Variabel yang diteliti adalah Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI dan
37 Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Dalam penelitian ini yang akan menjadi
variabel eksogen adalah Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI dan
Jumlah Uang Beredar (M2). Sedangkan yang akan menjadi variabel endogen
adalah Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Volume Transaksi Pasar Uang Antar
Bank (PUAB).
Peneliti mengambil data dari masing-masing variabel dari situs Bank
Indonesia dan Perpustakaan Bank Indonesia. Pencarian data dibagi menjadi
dua bagian. Pertama, pengambilan data Dana Pihak Ketiga (DPK) yang
diambil dari Statistik Perbankan Indonesia (SPI) pada Bank Pembangunan
Daerah (BPD) melalui situs (www.bi.go.id). Kedua, pengambilan data Inflasi,
Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, Jumlah Uang Beredar (M2) dan Volume
Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) diperoleh dari Statistik Ekonomi
dan Keuangan Indonesia (SEKI) di perpustakaan Bank Indonesia.
Setelah memperoleh data-data dari setiap variabel peneliti mulai
melakukan analisis. Langkah awal yang diperlukan adalah menentukan
struktur persamaan linier dari paradigma penelitian yang telah dibentuk
berdasarkan teori-teori yang ada. Kemudian data disimpan menggunakan
Software SPSS 17 dan diolah dengan menggunakan Software AMOS 16. Dari
output tersebut dapat dianalisa korelasi, hubungan anatara variabel, besarnya
R square dan kesesuaian model (Goodness of Fit). Setelah melakukan analisis
tersebut peneliti dapat mengambil kesimpulan dan implikasi dari hasil
38 kerangka berfikir yang peneliti bentuk secara sederhana untuk menjelaskan
[image:54.612.122.557.56.657.2]proses penelitian:
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Bank Indonesia
Variabel Moneter Bank Pembangunan Daerah (BPD)
INFLASI KURS DPK
Analisis Jalur
Hubungan Langsung dan Tidak Langsung
Interpretasi Uji Kesesuaian Model
39 J. Paradigma Penelitian
Apabila dilihat dari judul yang peneliti ambil, maka dapat digambarkan
[image:55.612.132.543.167.496.2]sebuah konstruk dari variabel-variabel yang akan diteliti sebagai berikut:
Gambar 2.2 Paradigma Penelitian
Keterangan :
X1= Inflasi Y= Dana Pihak Ketiga (DPK)
X2= Nilai Tukar (Kurs) Z = Volume Transaksi PUAB
X3 = Suku Bunga SBI
X4 = Jumlah Uang Beredar (M2)
K. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis yang dirumuskan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
X
1X
2X
3X
4Y
Z
rx1x4
rx2x4
rx3x4
rx2x3
rx1x2
rx1x3
px1y
px2y
px3y
px4y
px1z
px4z
pyz px2z
px3z
e1
40 1. Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang
Beredar (M2), terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK).
Ho : Tidak terdapat pengaruh signifikan antara Inflasi, Nilai Tukar
(Kurs), Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2), terhadap
Dana Pihak Ketiga (DPK).
Ha : Terdapat pengaruh signifikan antara Inflasi, Nilai Tukar (Kurs),
Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2), terhadap Dana
Pihak Ketiga (DPK).
2. Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, dan Jumlah Uang
Beredar (M2) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
dan variabel intervening Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Volume
Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB)..
Ho: Tidak terdapat pengaruh signifikan antara Inflasi, Nilai Tukar
(Kurs), Suku Bunga SBI, dan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap
Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) dan variabel
intervening Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Volume Transaksi
Pasar Uang Antar Bank (PUAB).
Ha : Terdapat pengaruh signifikan antara Inflasi, Nilai Tukar (Kurs),
Suku Bunga SBI, dan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap
Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) dan variabel
intervening Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Volume Transaksi