PERSONALITAS TOKOH UTAMA DALAM NOVEL
KINANTHI
KARYA TASARO GK: ANALISIS STRUKTURAL
SKRIPSI
OLEH
CRISTINA G. SILALAHI
090701035
DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
▸ Baca selengkapnya: secara umum, novel sejarah yaitu prosa yang berisi rangkaian cerita tentang watak dan sikap tokoh berdasarkan kejadia
(2)PERSONALITAS TOKOH UTAMA DALAM NOVEL
KINANTHI
KARYA TASARO GK: ANALISIS STRUKTURAL
Oleh
Cristina G. Silalahi
090701035
Proposal ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana sastra dan
telah disetujui oleh:
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P. Dra. Keristiana, M.Hum.
NIP 19590907 198702 1 002 NIP 19610610 198601 2 001
Departemen Sastra Indonesia
Ketua
Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di perguruan tinggi. Sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis maupun diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dijadikan sebagai sumber referensi pada skripsi ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.
Medan, Juli 2013
Cristina G. Silalahi
ABSTRAK
PERSONALITAS TOKOH UTAMA DALAM NOVEL KINANTHI KARYA TASARO
GK: ANALISIS STRUKTUR NARATIF
CRISTINA G. SILALAHI
Fakultas Ilmu Budaya USU
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan personalitas tokoh dalam novel yang mana dalam pendeskripsiannya digunakan pendekatan struktur. Watak sebagai pembawa peristiwa tidak dapat dipisahkan pengaruhnya dalam membentuk jalan cerita. Pembentukan penceritaan dalam novel Kinanthi sangat dipengaruhi oleh watak protagonis meskipun pengaruh watak bawahan tidak dapat dipisahkan dari jalan cerita karena tokoh bawahan memberi pengaruh besar dalam mempengaruhi personalitas tokoh utama. Hal tersebut menjelaskan alasan mengapa penelitian ini menitikberatkan dua analisis besar, yaitu (1) personalitas tokoh utama dan (2) pengaruh tokoh-tokoh bawahan dalam mempengaruhi personalitas tokoh utama. Personalitas tokoh utama merupakan pendeskripsian watak tokoh utama yang diambil dari peristiwa yang kausal, yakni peristiwa yang memberi pengaruh besar bagi tokoh utama untuk menentukan sikap. Tokoh-tokoh bawahan mengambil peran dalam
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan dan
berkat, serta kemampuan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini
bertujuan untuk memenuhi persyaratan di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Sumatera Utara, dalam memperoleh gelar sarjana ilmu budaya.
Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya dukungan
dari berbagai pihak baik dalam bentuk ide atau gagasan, moral, maupun materi. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Dr. M. Husnan Lubis,
M.A. selaku Pembantu Dekan I, Dr. Syamsul Tarigan selaku Pembantu Dekan II, dan
Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A. selaku Pembantu Dekan III.
2. Prof. Dr. Ikhwanudin Nasution, M.Si. selaku Ketua Departemen Sastra Indonesia yang
telah memberi waktu, pengetahuan, dan arahan. Drs. Haris Sutan Lubis, M.SP. selaku
Sekretaris Departemen Sastra Indonesia sekaligus Pembimbing I.
3. Dra. Keristiana, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II, yang telah bersedia
memberikan waktu dan saran kepada penulis dalam penelitian ini.
4. Drs. Gustaf Sitepu, M.Hum. selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah
memberikan motivasi dan nasehat selama masa perkuliahan.
5. Staf pengajar di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Sumatera Utara, yang telah memberi pengajaran dan pengetahuan selama
menjalankan perkuliahan.
6. Kedua orang tuaku yang terkasih, ayahanda M. Silalahi dan ibunda R.Samosir yang
telah menjadi alasan terkuat penulis untuk tetap semangat menyelesaikan perkuliahan
memberikan dukungan baik berupa materi maupun moril serta doa yang senantiasa
mengiringi perjalanan studi penulis.
7. Untuk keempat saudara kandungku (Silalahi Big Family), yakni abang, kakak, dan
adik. Semoga kelak dapat menggapai mimpi dan cita-cita yang membanggakan kedua
orang tua dan berguna bagi bangsa dan negara.
8. Kepada seluruh teman-teman seperjuangan di Departemen Bahasa dan Sastra
Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, USU angkatan 2009 yang memberi warna pada
hari-hari penulis selama masa perkuliahan. Terima kasih buat setiap tawa, canda,
perselisihan, perjuangan, dan kebersamaan kita selama ini. Momen yang tidak akan
pernah terhapus dan akan tercatat sebagai bagian dokumentasi perjalanan hidupku.
9. Untuk seluruh senior dan junior yang menjadi bagian studiku selama perkuliahan.
10.Seluruh pihak yang telah berperan memberi dukungan terhadap penulisan skripsi ini.
Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kepada pembaca agar memberi kritik dan saran yang bermanfaat demi
penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan kita bersama.
Medan, Juli 2013
Penulis,
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan
Pernyataan
Abstrak
Prakata
Daftar Isi ... i
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 3
1.3.1 Tujuan Penelitian ... 3
1.3.2 Manfaat Penelitian ... 3
Bab II Konsep, Landasan Teori, dan Kajian Pustaka 2.1 Konsep ... 4
2.1.1 Pengertian Novel ... 4
2.1.2 Personalitas ... 4
2.1.3 Tokoh Utama ... 5
2.1.4 Analisis Struktural ... 5
2.2 Landasan Teori ... 6
2.3 Kajian Pustaka ... 7
Bab III Metode Penelitian 3.1 Sumber Data ... 9
3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 9
3.3 Metode Analisis Data ... 10
4.1.1 Masa Kecil ... 12
4.1.2 Masa Penyiksaan ... 19
4.1.3 Masa Pemulihan dan Pengembalian Diri ... 38
4.1.4 Kepulangan ... 43
4.2 Peran Tokoh-tokoh Bawahan dalam Mempengaruhi Personalitas Tokoh Utama ... 62
4.2.1 Pengaruh Ajuj terhadap Kinanthi ... 64
4.2.3 Pengaruh Asma terhadap Kinanthi ... 65
4.2.4 Pengaruh Zhaxi terhadap Kinanthi ... 65
4.2.5 Pengaruh Euis terhadap Kinanthi ... 65
4.2.6 Pengaruh Gesit terhadap Kinanthi ... 66
4.2.7 Pengaruh Ibu Kinanthi terhadap Kinanthi ... 66
Daftar Pustaka ...
Lampiran
Sinopsis
Jadwal Penelitian
Rancangan Skripsi
ABSTRAK
PERSONALITAS TOKOH UTAMA DALAM NOVEL KINANTHI KARYA TASARO
GK: ANALISIS STRUKTUR NARATIF
CRISTINA G. SILALAHI
Fakultas Ilmu Budaya USU
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan personalitas tokoh dalam novel yang mana dalam pendeskripsiannya digunakan pendekatan struktur. Watak sebagai pembawa peristiwa tidak dapat dipisahkan pengaruhnya dalam membentuk jalan cerita. Pembentukan penceritaan dalam novel Kinanthi sangat dipengaruhi oleh watak protagonis meskipun pengaruh watak bawahan tidak dapat dipisahkan dari jalan cerita karena tokoh bawahan memberi pengaruh besar dalam mempengaruhi personalitas tokoh utama. Hal tersebut menjelaskan alasan mengapa penelitian ini menitikberatkan dua analisis besar, yaitu (1) personalitas tokoh utama dan (2) pengaruh tokoh-tokoh bawahan dalam mempengaruhi personalitas tokoh utama. Personalitas tokoh utama merupakan pendeskripsian watak tokoh utama yang diambil dari peristiwa yang kausal, yakni peristiwa yang memberi pengaruh besar bagi tokoh utama untuk menentukan sikap. Tokoh-tokoh bawahan mengambil peran dalam
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Novel adalah karya sastra yang memiliki unsur tokoh dengan gambaran mengenai
personalitas tokoh yang dimaksud untuk membentuk sebuah novel yang menjadi cerita yang
lengkap. Personalitas menyangkut karakter atau perwatakan. Keraf (1994: 165) berpendapat
bahwa personalitas pribadi ini memiliki hubungan dengan tingkah laku. Personalitas
berhubungan dengan identitas, kondisi sosial, dan kondisi psikologis.
Personalitas dibentuk oleh watak tokoh dan digambarkan oleh tindakan-tindakan,
tanggapan pribadi atau orang lain, cerminan pemikiran tokoh, maupun cara tokoh
menghadapi permasalahan dalam hidup. Watak tokoh dapat berubah, berganti, dan
bertolak-belakang dengan watak semula. Perwatakan tokoh tergantung pada keputusan yang ia ambil,
perlakuan-perlakuan tokoh lain, ataupun kejadian-kejadian tak terduga yang mengubah
kehidupan seorang tokoh. Menurut Ratna (2004: 265), dalam karya sastra, tokoh-tokoh yang
ditampilkan terdiri atas tipe-tipe manusia bebas dengan ciri-ciri karakteristiknya
masing-masing, yang dengan sendirinya tunduk pada personalitasnya masing-masing-masing, bukan pada
subjek kreator. Sehingga, personalitas itu berdiri sendiri dan sejalan dengan kejadian-kejadian
yang dipaparkan dalam cerita.
Peranan tokoh bawahan sangat berpengaruh dalam perkembangan watak tokoh
utama. Hal ini dapat dijelaskan karena tokoh bawahan dapat mempengaruhi tokoh utama
untuk berbuat yang sesuai dengan kehendak tokoh bawahan tersebut. Tokoh bawahan dapat
mengintimidasi, memaksa, bahkan mengancam tokoh utama sehingga tokoh utama
melakukan apa yang diinginkan oleh tokoh bawahan. Semua hubungan yang dijabarkan
tersebut terangkum dalam struktur naratif dalam cerita rekaan. Struktur naratif menjelaskan
bagaimana kejadian-kejadian dalam novel berjalan sedemikian rupa. Analisis naratif
bertujuan merangkai bagian-bagian novel ke dalam sebuah kerangka struktur sehingga
pembaca dapat memahami urutan peristiwa secara lengkap. Dari urutan peristiwa tersebut
kemudian dapat menjelaskan perwatakan tokoh utama. Perkembangan peristiwa yang
tokoh utama akan berubah sesuai dengan seberapa besar pengaruh tokoh bawahan terhadap
tokoh utama.
Perwatakan adalah bagian penting yang paling mempengaruhi personalitas. Watak
yang dimiliki seseorang akan memberikan sebagian gambaran mengenai personalitasnya.
Watak merupakan poin penting yang akan mengungkap personalitas tokoh sehingga
penjelasan mengenai watak penting diuraikan baik dari segi pemerolehan watak maupun
pengungkapan.
Perwatakan (karakterisasi) dalam pengisahan dapat diperoleh dengan usaha memberi
gambaran mengenai tindak-tanduk dan ucapan-ucapan para tokohnya (pendukung karakter),
sejalan tidaknya kata dan perbuatan, (Keraf, 1994: 164). Keraf menekankan bahwa pada
umumnya karakter dapat diungkapkan melalui beberapa metode, antara lain: penampilan dan
pembawaan, analisa, reaksi tokoh-tokoh lain, dialog, dan tingkah-laku. Penampilan dan
pembawaan sesungguhnya mencakup deskripsi, yang dapat digambarkan secara tersendiri,
atau sebagai tercakup dalam narasi, yaitu tingkah laku sebagai manifestasi dari keadaan batin
seseorang.
Kehidupan sehari-hari tokoh utama didominasi oleh konsep hubungan dengan tokoh
lainnya. Perubahan status peranan didasarkan atas perubahan pola-pola hubungan sosial.
Ketika seorang anak berada di rumah orang tuanya akan berbeda dengan ketika seorang anak
berada di rumah pamannya. Di rumah orang tua status seseorang adalah anak, sedangkan di
rumah paman status akan berubah menjadi keponakan sehingga terjadi perubahan tingkah
laku antara di rumah orang tua dan di rumah paman. Reaksi yang berbeda akan dimunculkan
apabila seseorang berada di tempat yang berbeda. Berbedaan posisi, status, dan tingkah laku
adalah komposisi yang dibahas dalam personalitas.
1.2Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah perkembangan personalitas tokoh Kinanthi dalam novel Kinanthi
2. Bagaimanakah peran tokoh-tokoh bawahan dalam mempengaruhi personalitas tokoh
Kinanthi?
1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan perkembangan personalitas tokoh Kinanthi dalam novel Kinanthi
karya Tasaro GK.
2. Mendeskripsikan peran tokoh-tokoh bawahan dalam mempengaruhi personalitas
tokoh Kinanthi.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Diharapkan penelitian ini memberi manfaat sebagai berikut:
1) Untuk memperluas bidang kajian sastra, khususnya kajian struktural pada umumnya dan kajian personalitas pada khususnya.
2) Memberikan pemahaman mengenai personalitas tokoh utama berdasarkan analisis struktur.
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Konsep merupakan aspek penting dalam penelitian. Konsep berfungsi untuk
menghindari kegiatan penelitian dari subjektifitas peneliti serta mengendalikan penelitian
agar tidak menyimpang dari fokus penelitian. Adapun konsep yang terdapat dalam penelitian
ini akan dibahas satu per satu.
2.1.1 Pengertian Novel
. Reeve (dalam Wellek dan Warren, 1995: 282) novel adalah gambaran dari
kehidupan dan perilaku yang nyata, dari zaman pada saat novel itu ditulis.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (selanjutnya disingkat dengan KBBI) (2007:
788) novel didefenisikan sebagai karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita
kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat
pelaku.
Menurut Tarigan dalam Sari (2012)1
2.1.2 Personalitas
, novel adalah suatu cerita dengan alur yang cukup
panjang mengisi satu buku atau lebih yang menggarap kehidupan pria dan wanita yang
bersifat imajinatif. Dari pengertian tersebut Sari merumuskan bahwa novel adalah sebuah
karya fiksi berbentuk prosa yang menceritakan kehidupan para tokoh yang diceritakan dalam
sebuah alur atau peristiwa yang panjang cakupannya, cerita tidak terlalu panjang dan tidak
terlalu pendek, yang setidaknya terdiri dari seratus halaman.
Menurut Chamorro-Premuzic (2011: 28) personalitas didefenisikan sebagai
organisasi yang dinamis dalam diri seseorang, sistem psikofisik yang membentuk pola
karakter seseorang dalam tindakan, pikiran, dan perasaan. Funder berpendapat bahwa
personalitas adalah pola karakteristik seseorang dalam pikiran, emosi, tingkah laku serta
1
http://janarusaja.sj.unikom.ac.id/_s/data/jurnal/volume-1/analisis-karakter-dan-konflik-tokoh-utama-mei-ambar-sari-3.pdf/pdf/analisis-mekanisme psikologis tersembunyi maupun terlihat di dalam pola karakteristik tersebut
(dalam Chamorro-Premuzic, 2011: 29).
Dalam KBBI (2007: 863), personalitas adalah keseluruhan reaksi psikologis dan
sosial seorang individu, sintesis kehidupan emosionalnya dan kehidupan mentalnya, tingkah
laku dan reaksinya terhadap lingkungannya.
Menurut Keraf (1994: 164), karakterisasi adalah cara seorang penulis kisah
menggambarkan tokoh-tokohnya. Menurut Keraf, terlepas dari persoalan apakah detail-detail
karakter itu diturunkan dari fakta atau imajinasi, satu hal yang sangat penting diperhatikan
penulis adalah: karakter tidak akan efektif disajikan hanya akumulasi dari detail-detail.
Detail-detail harus dijalin-ikatkan satu sama lain, harus dipertalikan untuk membentuk
kesatuan kesan dan untuk menyampaikan makna dan pengertian mengenai personalitas
individualnya. Personalitas dapat digambarkan melalui watak yang dapat ditinjau dari
dimensi fisiologis, sosiologis, dan psikologis. Ketiga dimensi tersebut akan berkoordinasi
membentuk personalitas tokoh utama.
2.1.3 Tokoh Utama
Pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu
menjalin suatu cerita disebut dengan tokoh (Aminuddin, 2000: 79). Dalam cerita rekaan,
masing-masing tokoh memiliki peran yang berbeda. Berdasarkan banyaknya kemunculan
tokoh, maka jenis tokoh dibagi menjadi dua, tokoh utama dan tokoh bawahan. Menurut
Aminuddin seorang tokoh yang memiliki peranan penting dalam suatu cerita disebut dengan
tokoh inti atau tokoh utama.
2.1.4 Analisis Struktural
Pradopo (2003: 55), teori struktural adalah adanya anggapan bahwa di dalam dirinya
sendiri karya sastra merupakan suatu struktur yang otonom yang dapat dipahami sebagai
suatu kesatuan yang bulat dengan unsur-unsur pembangunnya yang saling berjalinan. Karya
sastra dipandang lepas dari pengaruh dunia luar, baik dari aspek psikologi, sosiologi, maupu n
pemikiran. Analisis terhadap karya sastra dilakukan secara menyeluruh tanpa memandang
aspek lain yang mungkin mempengaruhi karya sastra. Kajian struktural memandang karya
sastra secara otonom, berdiri sendiri sehingga dalam analisisnya tidak ada bagian-bagian
Dalam KBBI (2007: 788), struktur adalah cara sesuatu disusun atau dibangun.
Kemudian Sugihastuti (1994: 145) berpendapat bahwa sebuah struktur dapat dilihat dari
bermacam-macam segi penglihatan. Sesuatu dikatakan mempunyai struktur bila ia terdiri dari
bagian-bagian yang secara fungsional berhubungan satu sama lain.
2.2 Landasan Teori
Menurut Peaget (dalam Endraswara 2008: 50), strukturalisme mengandung tiga hal
pokok. Pertama, gagasan keseluruhan (wholeness), dalam arti bahwa bagian-bagian atau
unsurnya menyesuaikan diri dengan seperangkat kaidah intrinsik yang menentukan baik
keseluruhan struktur maupun bagian-bagiannya. Kedua, gagasan transformasi
(transformation), struktur ini menyanggupi prosedur transformasi yang terus-menerus
memungkinkan pembentukan bahan-bahan baru. Ketiga, gagasan keteraturan yang mandiri
(self regulation) yaitu tidak memerlukan hal-hal di luar dirinya untuk mempertahankan
prosedur transformasinya, struktur itu otonom terhadap rujukan sistem lain.
Pradopo (2003: 58) berpendapat, unsur-unsur pembangun struktur karya sastra terdiri
dari tema, fakta cerita, dan sarana sastra. Fakta cerita terdiri atas alur, tokoh, dan latar.
Perwatakan tokoh digambarkan dengan analisis struktural dalam hal ini analisis alur. Alur
merupakan rangkaian cerita yang menggambarkan kehidupan tokoh utama sehingga
personalitas tokoh tergambar baik melalui tingkah laku, perbuatan, dialog, atau cakapan
dalam batinnya, serta peran dan fungsinya dalam menghidupkan cerita.
Hudson (dalam Bujang, 1990: 70) berpendapat bahwa pemerian karakterisasi tokoh
dapat dilakukan dengan dua cara: analitis dan dramatis. Cara yang pertama dilakukan sendiri
oleh pengarang dengan menyebutkan perasaan, keinginan, status, pikiran,
penolakan-penolakan dari tokoh yang dipasang untuk suatu peranan. Cara yang kedua yaitu dengan jalan
memberikan kesempatan bagi tokoh-tokohnya untuk mengembangkan sendiri kepribadian,
kehendak, pikiran, dan perasaannya melalui tindakan dan ungkapan lisannya.
Menurut Engri (dalam Hanum 1993: 69) bahwa perwatakan tokoh memiliki tiga
dimensi sebagai struktur pokoknya, yaitu fisiologis, sosiologis, dan psikologis. Dimensi
fisiologis meliputi ciri-ciri badani berupa usia, jenis kelamin, keadaan tubuh, ciri-ciri muka,
dan sebagainya. Dimensi sosiologis meliputi latar belakang kemasyarakatan berupa status
sosial, pekerjaan, jabatan dan peranan dalam masyarakat, pendidikan, kehidupan pribadi,
psikologis meliputi latar belakang kejiwaan berupa mentalitet, ukuran moral, temperamental,
keinginan dan perasaan pribadi, sikap dan kelakuan, keahlian dalam bidang-bidang tertentu.
Dengan demikian, analisis yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah analisis
struktural. Dalam analisis struktural berlaku prinsip-prinsip antarhubungan karena setiap
unsur sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari unsur-unsur yang lain. Analisis terhadap
suatu unsur, dalam hal ini personalitas, akan dihubungkan dengan unsur-unsur lain, seperti
kejadian, latar, plot, dan sebagainya.
2.3 Kajian Pustaka
Novel Kinanthi karya Tasaro GK sebelumnya belum pernah dikaji oleh mahasiswa
Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya USU. Namun menyangkut kajian
struktural khususnya perwatakan sudah menjadi bahan kajian mahasiswa. Beberapa di
antaranya diuraikan sebagai berikut.
Hanun dalam skripsinya yang berjudul Citra Karya Umar Ismail: Sebuah Analisis
Struktural (1993) mencoba mengungkap unsur-unsur struktural yang terdapat dalam drama
Citra karya Usmar Ismail. Unsur-unsur struktural tersebut antara lain tokoh, penokohan, alur,
latar, dan tema. Kajian mengenai perwatakan hanya sedikit dan tidak dibahas secara tuntas
melalui analisis teks, hanya digambarkan sedemikian rupa tanpa merunut kejadian apa yang
menyebabkan tokoh memiliki perwatakan tersebut.jadi, perwatakan dalam skripsi tersebut
hanya merupakan gambaran umum.
Surbakti dalam skripsinya yang berjudul Pertemuan Dua Hati Karya NH Dini
Gambaran Tokoh dan Perwatakannya (1989), unsur intrinsik adalah unsur-unsur rohaniah
yang harus diangkat dari isi karya sastra itu mengenai tema dan arti yang tersirat di dalamnya.
Dalam skripsi tersebut, Surbakti membahas perwatakan masing-masing tokoh, dimulai dari
tokoh utama kemudian ke tokoh-tokoh tambahan. Perwatakan masing-masing tokoh ditinjau
dari segi psikologis dan sosiologis. Dalam dimensi fisiologis, karakter tokoh tidak
digambarkan.
Fikri dalam jurnal penelitiannya (2007) mengungkap perwatakan tokoh utama
melalui struktur naratif (plot) dengan menggunakan skema naratif, Fikri mendapatkan suatu
struktur naratif yang mengemukakan perkembangan watak tokoh utama yang dikonkretkan
oleh tokoh bawahan. Struktur naratif memaparkan kejadian-kejadian yang berurutan yang
utama melalui dialog dan tindakan atau action. Di dalam setiap struktur naratif digambarkan
perkembangan watak, sikap dan pola pikir tokoh utama karena berinteraksi dengan tokoh
bawahan.
Dengan menggunakan skema naratif, Fikri mendapatkan suatu struktur naratif yang
mengemukakan perkembangan watak tokoh utama yang dipertajam oleh para tokoh bawahan.
Struktur naratif memaparkan suatu kejadian-kejadian yang berurutan yang dialami oleh tokoh
utama. Tokoh-tokoh bawahan yang juga disebut “villain” muncul dan berinteraksi dengan
tokoh utama melalui dialog dan tindakan atau action. Di dalam setiap tahapan struktur naratif
digambarkan perkembangan watak, sikap dan pola pikir tokoh utama Wiradi karena
berinteraksi dengan para “villain”. Tokoh utama Wiradi sebagai seorang pejuang
kemerdekaan tidak mendapatkan kasih sayang atau cinta kasih dari ibunya dan dia berupaya
untuk mendapatkan kasih sayang tersebut. Kasih sayang dari ibunya maupun seluruh
keluarganya tersebut akhirnya dia dapatkan dan itulah kemenangan yang dicapai Wiradi
sebagai tokoh utama meskipun Wiradi tertangkap oleh Belanda. Lebih lanjut, struktur naratif
membantu memberikan gambaran untuk analisis penokohan yang berfokus pada
perkembangan watak tokoh utama Wiradi yang berinteraksi dengan tokoh-tokoh bawahan
seperti Wiranta, Bu Wiradad, Elok, Pak Naja, Pak Wiradad, Kusnarna, Pak Lodang, Suhebat,
dan Sukardiman. Keberadaan tokoh-tokoh bawahan tersebut menggambarkan bagaimana
tokoh utama Wiradi dalam menjalani kehidupannya pada saat berada di desa, perjalanan ke
rumahnya di kota, di rumahnya, dan pertemuan dengan bapak dan ibu kandungnya untuk
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Sumber Data
Adapun sumber data yang akan dianalisis adalah:
Judul : Kinanthi: Terlahir Kembali
Pengarang : Tasaro GK
Penyunting : Dhewiberta
Penerbit : Bentang Pustaka
Tebal buku : viii + 536 hlm.
Ukuran : 20.5 cm
Tahun terbit : 2012 (cetakan pertama)
ISBN : 978-602-8811-90-3
Warna sampul : merah dan cokelat
Gambar sampul : dua tubuh, laki-laki dan perempuan. Dua sosok itu duduk di atas
tanah, sama-sama memandang ke langit yang ditaburi bintang. Latar
belakang siluet perempuan adalah gedung-gedung tinggi, sedangkan
siluet laki-lakinya gambar gelap pegunungan tandus tanpa tumbuhan.
3.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah library
research atau penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang
dilakukan di perpustakaan. Data primernya adalah novel Kinanthi karya Tasaro GK. Langkah
dengan permasalahan. Langkah selanjutnya adalah mencatat data-data dalam novel yang
sesuai dengan fokus penelitian.
3.3 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
analisis. Menurut Ratna (2004: 53) metode deskriptif analitik dilakukan dengan cara
mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Analisis tidak
semata-mata menguraikan melainkan juga memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya.
Data yang terkumpul dianalisis untuk menyelesaikan permasalahan penelitian yang
telah ditentukan. Selanjutnya, perwatakan tokoh utama dipelajari dan ditentukan
perkembangan perwatakan tokoh utama yang disebabkan oleh perwatakan tokoh bawahan.
Analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Pembacaan novel secara tuntas, dilakukan penandaan terhadap bagian-bagian novel.
2. Memaparkan struktur naratif dalam novel Kinanthi karya Tasaro GK dalam bentuk
bagian-bagian yang menandai berubahnya personalitas tokoh utama.
3. Mendeskripsikan perkembangan perwatakan tokoh utama dalam novel Kinanthi karya
Tasaro GK.
4. Mendeskripsikan pengaruh tokoh bawahan terhadap personalitas tokoh utama.
5. Menyimpulkan hasil analisis data.
Data yang telah tersusun didistribusikan ke dalam sistematika penulisan. Hasil
BAB IV
PERSONALITAS TOKOH KINANTHI DALAM NOVEL KINANTHI KARYA
TASARO GK
4.1 Personalitas Tokoh Kinanthi
Novel merupakan karya sastra yang memiliki tokoh utama, yang merupakan pusat
cerita. Keseluruhan unsur-unsur cerita berhubungan dengan tokoh utama baik itu tema, latar,
maupun tokoh-tokoh pendamping. Bagaimana unsur-unsur tersebut membentuk personalitas
tokoh utama akan dibahas secara struktural, tanpa mengaitkan pembahasan dengan
aspek-aspek lain di luar teks. Kajian struktural mengabaikan hal-hal di luar teks, karya sastra itu
sendiri sudah dapat menjelaskan isi karya sastra tersebut.
Kisah dalam novel dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu: (1) masa kecil, (2)
masa penyiksaan, (3) masa pemulihan dan pengembalian diri, dan (4) kepulangan. Pembagian
tersebut diadaptasi dari pembagian penceritaan dasar yang dikemukakan oleh Awang (1989:
115), yaitu: (1) keberangkatan (panggilan), (2) keterlibatan (pengembaraan), dan (3)
kepulangan (kejayaan). Pembentukan penceritaan tersebut dipengaruhi oleh peranan watak
protagonis, watak yang menjadi penunjang utama ceritanya (Awang, 1989: 71). Pembagian
tersebut bertujuan untuk memudahkan pendeskripsian watak tokoh Kinanthi karena di setiap
episode Kinanthi mengalami peristiwa yang sangat berbeda.
4.1.1 Masa Kecil
Masa kecil seorang anak akan berpengaruh pada pribadinya di masa dewasa. Dalam hal
ini W. Stern mengajukan teorinya yang terkenal, yaitu teori konvergensi atau teori perpaduan.
kekuatan, yaitu kekuatan dari dalam, yang sudah dibawa sejak lahir, berujud benih, bibit, atau
sering juga disebut kemampuan-kemampuan dasar dan faktor dari luar, faktor lingkungan
(Sujanto, 2001: 4).
Adapun yang termasuk dalam faktor pembawaan, ialah segala sesuatu yang telah
dibawa oleh anak sejak lahir, baik yang bersifat kejiwaan maupun yang bersifat kebutuhan.
Yang termasuk dalam faktor lingkungan, ialah segala sesuatu yang ada di luar manusia baik
yang bersifat material maupun bersifat spiritual. Semua hal tersebut di atas membentuk
pribadi seseorang yang berada dalam suatu lingkungan. Seorang pribadi akan mempengaruhi
lingkungan dan lingkungan akan diubah oleh pribadi tersebut.
Mangka kanthining tumuwuh
Salami mung awas eling
Eling lukitaning alam
Dadi wiryanbing dumadi
Supadi nir inggg sangsaya
Yeku pangreksaning urip (Kinanthi, hal. 3)
Paragraf di atas adalah petikan tembang Jawa, tembang Kinanthi yang merupakan
tembang ketiga dari sebelas tembang Jawa yang mengisahkan urutan-urutan kehidupan
manusia. Lagu itu menandai latar belakang kehidupan Kinanthi di lingkungan Jawa sekaligus
menandai identitasnya sebagai orang Jawa. Nama Kinanthi, tokoh utama novel, diambil dari
nama tembang tersebut. Latar belakang Jawa yang kental terlihat dari teman Kinanthi, Ajuj,
yang fasih menembang Jawa. Hal tersebut terlihat dalam petikan berikut.
Kinanthi mencerminkan rasa gembira, cinta, kebijaksanaan, bergandeng tangan, dan
bunga. Sebuah nama yang indah seperti yang dipaparkan dalam lagu. Kinanthi adalah seorang
perempuan Jawa dengan kualitas yang dimiliki perempuan Jawa.
Menjelang petang itu, Kinanthi adalah gadis kecil malu-malu yang menyandarkan punggungnya ke dinding gua (Kinanthi, hlm 3).
Kinanthi pada masa kecilnya memiliki kepolosan yang dimiliki setiap anak kecil
yang seumuran dengannya. Malu-malu, ciri khas anak kecil yang belum disentuh oleh
peradaban modern. Dunia baginya adalah dunia yang sempit, sedangkan bermain adalah
bagian terbesar dalam diri kekanakannya.
Rasa dapat hadir dalam berbagai wujud. Rasa hadir dalam setiap orang baik ia
kanak-kanak, remaja, maupun dewasa. Demikian juga Kinanthi. Perhatian dari Ajuj tak bisa
dipungkiri memberinya rasa yang tidak pernah dia rasakan, sesuatu yang tidak pernah
dilakukan orang lain terhadapnya. Rasa itu tergambar dalam petikan berikut.
Kinanthi menangkap pesan itu. Ada sesuatu yang dalam terkirim lewat tatapan Ajuj. Rasa nyaman, kesungguhan, pengayoman, tanggung jawab. Sesuatu yang rumit untuk dicerna Kinanthi oleh karena kebeliaannya. Pipi Kinanthi menyemu merah. Malu. Dia tahu, Ajuj tidak menembang Kinanthi untuk dirinya sendiri. Meski Ajuj tidak mengatakan tembang itu ia tujukan kepada Kinanthi, tetap saja gadis kuncup itu merasa disanjung. Sesuatu yang tidak pernah dilakukan orang terhadapnya (Kinanthi, hal. 4-5).
Rasa aman adalah kebutuhan setiap orang. Maslow (dalam Chamorrow-Premuzic,
2011: 276) menempatkan kebutuhan akan rasa aman pada urutan kedua pada kebutuhan
dasar. Maslow membagi kebutuhan menjadi dua jenis, yaitu kebutuhan psikologis dan
kebutuhan dasar. Kebutuhan psikologis menempati tiga puncak teratas piramida, yaitu:
aktualisasi diri, kebutuhan akan pengakuan, dan kebutuhan akan hubungan sosial; sedangkan
kebutuhan dasar menempati dasar piramida, yaitu: kebutuhan akan keamanan dan kebutuhan
Pertemanan Kinanthi dengan Ajuj tidak direstui orang tua Ajuj. Ia dapat merasakan
rasa tidak suka orang tua Ajuj terhadap dirinya ketika ia bermain ke rumah Ajuj. Hal tersebut
dapat dilihat dalam petikan berikut.
“Ngarang kamu. Kata siapa simbokku ndak suka sama kamu?” Mulut Kinanthi tergembok rasanya. Dia memang tak punya contoh apa pun untuk membuktikan simboknya Ajuj membenci dirinya, atau paling tidak, kurang suka dengan dirinya. Hanya, Kinanthi tidak bisa mengelabui dirinya sendiri bahwa dia tidak merasakan itu. Setiap Kinanthi dolan ke rumah Ajuj, simbok teman karibnya itu selalu mbesungut ‘cemberut, tidak ramah’ (Kinanthi, hal. 6)
Cemberut, tidak ramah, ditunjukkan oleh Ibu Ajuj ketika Kinanthi bermain ke
rumahnya. Cemberut adalah tanda ketidaksukaan. Kinanthi merasa cemberut tersebut adalah
tanda ketidaksukaan terhadap dirinya. Meski Kinanthi tidak bisa menyampaikan hal tersebut
kepada Ajuj, ia dapat merasakan penolakan yang cukup jelas terhadap dirinya.
Waktu itu, Kinanthi mogok pergi ke sekolah. Malu, takut, dan gamang bertemu dengan teman-teman. Baru setelah Ajuj berjanji akan memukul siapapun yang mengejek dan mengganggu dirinya, Kinanthi akhirnya mau mencangking tasnnya lagi, setelah satu minggu tidak mengikuti semua pelajaran. (Kinanthi, hal. 11)
Rasa enggan pergi ke sekolah disebabkan ejekan teman-teman sekolah Kinanthi.
Olok-olok mengenai keluarganya membuatnya tidak berdaya sebab setiap orang
memperlakukan dia sebagai seorang yang disingkirkan dari tengah-tengah masyarakat.
Kinanthi kecil seharusnya tidak menanggung semua itu terutama karena bukan ia yang
berbuat. Bukan salah Kinanthi jika ia memiliki ayah seorang penjudi, abang yang seorang
preman terminal, dan ibu yang menikah berkali-kali.
Menangis adalah reaksi normal bagi Kinanthi yang belum pernah melihat kekasaran
secara langsung. Melihat sahabatnya, Ajuj, ditampar oleh Saepul, ayah Ajuj, membuat
Kinanthi tersengal-sengal oleh tangis yang tertahan. Terlebih ketika Saepul membentak Ajuj
sampai urat-urat lehernya mengencang.
Kinanthi mengetahui bahwa ia dicibir oleh masyarakat di sekitarnya karena ayahnya seorang penjudi. Ditambah lagi ia dijauhi oleh teman-teman sekolahnya. Tetapi ayahnya mengatakan hal tersebut adalah karena mereka miskin. Kinanthi yang masih kanak-kanak tidak mampu berargumen dengan baik sehingga ia tidak dapat menjelaskan kepada ayahnya bahwa ia dijauhi karena ayahnya berjudi. Kinanthi sebenarnya tidak setuju. Namun, dia tidak tahu cara membahasakan ketidaksetujuannya. Menurut batinnya karena bapaknya tukang judilah, dia jadi tidak punya teman. Karena bapaknya tukang judilah, orang-orang selalu mencibir setiap dia pergi ke langgar (Kinanthi, hal. 26).
Akibat dari berjudi tersebut membawa dampak bagi psikologis dan sosial bagi
Kinanthi. Ajaran agama mengatakan berjudi adalah perbuatan yang haram dan apapun yang
dihasilkan oleh sesuatu yang haram adalah haram adanya. Kinanthi merasa apapun yang
dibeli oleh ayahnya menjadi haram, mulai biaya sekolah hingga makanan yang masuk ke
mulut Kinanthi. Oleh karena mengonsumsi sesuatu yang haram, maka teman-teman Kinanthi
menganggap dirinya haram sehingga ia dijauhi. Demikian juga Ajuj, dilarang oleh ayahnya
bergaul dengan Kinanthi karena alasan tersebut. Terlebih lagi karena Ajuj adalah anak
seorang rois, pemimpin agama yang disegani di dusunnya. Pengkotak-kotakan suci-tidak
suci, miskin-kaya, kerap terjadi di masyarakat yang memisahkan dua kalangan paling
menonjol. Yang terjadi pada tokoh utama novel ini berbeda, sebab kalangan menengah tidak
mau menganggap keluarga Kinanthi patut mendapat apresiasi sebagai anggota masyarakat.
Penyebab yang pertama ditengarai oleh ayah Kinanthi yang berprofesi sebagai tukang judi:
Persahabatan Ajuj dan Kinanthi dianggap ayah Ajuj dapat merusak moral Ajuj,
karena Ajuj adalah calon rois yang akan meneruskan kepemimpinan ayahnya. Anggapan
yang buruk merusak yang baik menjadi alasan orang tua Ajuj. Di sini Kinanthi tidak hanya
dilarang tetapi juga dianggap membawa dampak buruk bagi kehidupan Ajuj yang
membuatnya semakin terkucil dari pergaulan sosial. Lengkap sudah identitas buruk yang
ditujukan kepada Kinanthi. Miskin dan dari keluarga yang sangat jauh dari terhormat. Dengan
segera Kinanthi mendapatkan status sosial yang paling rendah di lingkungan sosial tempat ia
bernaung.
Kemiskinan Kinanthi digambarkan sangat jelas dalam novel. Kemiskinan tersebut
diperparah karena ayahnya berutang kepada bank plecit. Ayahnya tidak mampu membayar
utang-utang tersebut. Sebagai gantinya, barang-barang dari rumah Kinanthi diambil satu per
satu sebagai ganti utang. Meski demikian, utang-utang ayahnya tidak pernah habis.
Semuanya berlangsung cepat. Mboknya Kinanthi masih tertegun tanpa suara. Tatapannya menumbuk lantai tanah ruang dalam. Kinanthi mulai sesengguka n. Menangis karena takut sekaligus sedih. Rumah yang dia tinggali semakin kosong saja dari hari ke hari. Radio, jam dinding, meja, dan kursi, sudah lebih dulu dijual atau diangkut bank plecit karena bapaknya tidak bisa membayar tunggakan utang. Sekarang, lemari warisan neneknya pun berpindah tangan (Kinanthi, hal. 41).
Sebagai anak kecil yang tak mengetahui apa-apa, Kinanthi hanya dapat menyaksikan
semua itu dengan tangis. Tidak ada yang dapat ia perbuat dengan ketidakberdayaannya. Ia
hanya dapat bersedih hati melihat satu per satu isi rumah berkurang hingga kosong
melompong.
Kinanthi tidak memiliki apa-apa selain persahabatannya dengan Ajuj. Ia miskin dan
berada di kelas sosial yang paling rendah. Ibunya tidak begitu perhatian dengan Kinanthi.
Ayahnya hanya sesekali berbicara dengannya. Kinanthi lebih banyak menghabiskan waktu
bersama Ajuj. Mereka pergi bermain bersama, mencari kepiting, dan menjaga adik Kinanthi
kepadanya seolah-olah cukup untuk menutupi kekurang perhatian ayah dan ibunya kepada
Kinanthi, sehingga semua rasa tertuju pada Ajuj.
Menemukan Ajuj dalam jangkauan tatapannya, membuat Kinanthi merasa tenteram dan tak membutuhkan apa-apa lagi. Tidak hanya di langgar, pada setiap keramaian acara desa, pertandingan bola atau tontonan lainnya, Kinanthi selalu berhasil menemukan Ajuj meski dia tidak ada di dekatnya. Menatap Ajuj dari kejauhan, telah memberinya kebahagiaan (Kinanthi, hal. 42).
Cinta terlalu muluk dan terlalu cepat bagi mereka berdua. Kinanthi berumur sebelas
tahun sedangkan Ajuj tiga belas. Tidak seharusnya mereka menjalani cinta. Mereka adalah
kanak-kanak yang seharusnya menghabiskan waktunya dengan bermain. Cinta belum pantas
bagi kanak-kanak seusia mereka. Setidaknya, demikian pendapat masyarakat di mana
Kinanthi dan Ajuj berada.
Ajuj terlalu berharga bagi Kinanthi. Ia bahkan rela menyerahkan semua yang ia
miliki untuk Ajuj. Ia bersedia menembus hujan deras menuju gunung yang saat itu sedang
longsor. Ia tidak tahu mana yang benar, kehilangan logika. Ia digambarkan hanya dapat
memusatkan pikirannya pada tokoh yang paling banyak berperan dalam hidupnya. Ia tak
mendengar larangan ibunya. Sikap Kinanthi yang demikian terlalu berlebihan untuk seorang
anak dengan usia sebelas tahun. Sementara teman-teman yang seusia dengan Kinanthi hanya
tahu bermain dan berkelahi. Kinanthi tumbuh dewasa lebih cepat dari teman-teman seusianya.
Kurangnya perhatian orang tua Kinanthi membuat Kinanthi mencari objek lain untuk mencari
perlindungan. Perlindungan itu ia dapatkan dari Ajuj.
Masa kecil yang dialami Kinanthi akan mempengaruhi personalitasnya ketika
dewasa. Perhatian yang jarang diberikan oleh orang tua, terutama ibunya, menghasilkan
hubungan yang tidak erat antara ibu dan anak. Di masa dewasanya, Kinanthi digambarkan
pengarang tidak membutuhkan kasih sayang ibunya. Pertemanan dengan Ajuj merupakan hal
terpenting yang dimiliki Kinanthi, dan paling mempengaruhi diri Kinanthi.
4.1.2 Masa Penyiksaan
Masa penyiksaan adalah sebuah episode dalam hidup tokoh utama, di mana ia
ditukar oleh orang tuanya dengan 50kg beras kepada Pak Edi yang kemudian menjadi
majikannya. Pak Edi selanjutnya menjual Kinanthi kepada calo TKI, yang menyebabkan
Kinanthi mengalami penyiksaan.
1. Keberangkatan
Bagian ini adalah bagian yang mengawali episode penyiksaan Kinanthi. Bagian yang
menandai tahap awal pengembaraan yang akan membawanya hingga ke Amerika. Kinanthi
akan diserahkan kepada seorang calo TKI yang berpura-pura menyekolahkan dia. Calo TKI
tersebut telah memberi 50 kg beras kepada orang tua Kinanthi. Keadaan ini semakin
membuktikan kemiskinan tokoh utama novel ini.
Sebelum keberangkatan tersebut Kinanthi mendengar lagi tembang Kinanthi yang
dinyanyikan oleh ayahnya. Nyanyian tersebut membawa kedamaian dan rasa aman bagi
Kinanthi. Sebagai seorang Jawa yang belum tersentuh budaya lain, Kinanthi dapat menyesap
karena kali ini lagu itu khusus dinyanyikan baginya. Sebuah usaha untuk memberi Kinanthi
ketenangan batin sebelum ia diberangkatkan menjadi pembantu Pak Edi.
Pangasange sepi samun Kang mukitan ing sakarsa
Gumelar ngalam sakalir (Kinanthi, hal. 70)
Kinanthi merasa teduh dengan syair lagu itu. Lagu tersebut direspon batin Kinanthi
sebagai sebuah pertanda yang tidak ia ketahui. Ia mencoba mencari makna dengan menatap
wajah ayahnya. Ia melihat cermin, sesuatu yang menampilkan objek secara menyeluruh.
Ayahnya menembang dengan sepenuh hati karena ingin memberi pelepasan yang sebenarnya
tidak diinginkan oleh ayahnya. Ayahnya sangat menyayangi Kinanthi, tidak rela berpisah
dengan Kinanthi.
Kinanthi menggeliatkan kepalanya. Menatap kedua mata bapaknya yang sekarang menjadi lebih cermin dibanding biasanya. Cermin yang menetes. Kinanthi merasa ada getaran pada syair yang dilagukan bapaknya. Getar yang tidak pada tempatnya. Getar yang disebabkan oleh cermin yang menetes itu (Kinanthi, hal. 70).
Dari teks berikut dapat dilihat bahwa lagu tersebut memberi efek yang diharapkan
terhadap Kinanthi. Lagu itu membuat Kinanthi merasa bahagia dan merasa seperti tidak
membutuhkan apa-apa lagi, merasa hidupnya sempurna. Ayahnya sangat mengenal Kinanthi.
Ia mengetahui semangat Kinanthi dalam pelajaran, ingin jadi orang pintar, ingin jadi seorang
dokter. Ayahnya mengetahui jika ia tetap bersama-sama dengan Kinanthi, Kinanthi tidak
ia telah menyerahkan Kinanthi pada orang yang salah. Ayah Kinanthi dengan kenaifannya
tidak tahu kalau Pak Edi adalah calo TKI.
Ketika Ayah Kinanthi menyebut nama Edi, seketika batin Kinanthi menjadi
was-was. Hilang ketenangan yang diberikan oleh syair tembang Jawa tersebut. Isu bahwa ia akan
diambil oleh keluarga bapaknya mencuat ke permukaan. Ia tidak ingin bepisah dengan
keluarganya. Sebagai sebagai seorang anak yang berumur dua belas tahun, Kinanthi belum
siap untuk berpisah dengan ayah-ibunya. Ia masih memiliki kebutuhan psikologis dari kedua
orangtuanya. Ketergantungan alami yang dimiliki anak-anak.
Bagaimanapun Kinanthi menolak untuk berangkat, tetap saja kesepakatan antara
orang tua Kinanthi dan Pak Edi tidak dapat dibatalkan. Berbagai kata bujukan sudah
dilakukan untuk membujuk Kinanthi, tetapi Kinanthi tetap tidak mau. Kinanthi merasakan
ketidakamanan berjauhan dengan keluarganya. Dia akan kehilangan dusun, ayah, adiknya
(Hasto) terlebih sahabatnya, Ajuj. Kinanthi tidak terlalu mempersoalkan ia akan berpisah
dengan ibunya karena ibunya tidak pernah memperlakukan Kinanthi dengan cukup ramah.
Kemiskinan membuat ayah Kinanthi membujuk Kinanthi dengan teguh agar
Kinanthi berangkat. Bagi ayah Kinanthi, kemiskinan membuat keluarga mereka disepelekan
oleh orang-orang sedusun. Ia meminta tanggung jawab Kinanthi untuk menghapus beban
sosial itu. Ayah Kinanthi ingin mereka kaya agar tidak ada lagi beban sosial yang ia rasakan
di antara orang-orang sedusun. Ayah Kinanthi ingin mereka menjalani kehidupan yang
normal. Iming-iming Kinanthi tidak akan lama di rumah keluarga Pak Edi dan segera pulang
ke rumah tidak dapat membuat Kinanthi berhenti menangis. Ia tidak mengatakan apa-apa,
hanya menangis di dada ayahnya. Ia tahu kali ini ia tidak akan dapat meluluhkan hati
“Nanti, kalau kamu sudah jadi orang berhasil, kamu pulang ke rumah ini. Kalau kamu punya banyak uang, orang-orang tidak akan berani lagi menyepelekan keluarga kita.”
Kinanthi mulai menangis tanpa suara.
“Eh, ora pareng nangis. Tidak boleh menangis. Ini tidak akan lama. Nanti, kamu kembali lagi ke rumah ini, Nduk.” (Kinanthi, hal. 73)
Kinanthi berteriak-teriak ketika lelaki asing datang menjemputnya untuk dibawa ke
Bandung. Penampilan lelaki dari kota itu menimbulkan ketakutan dalam diri Kinanthi.
Penampilan yang memberinya rasa tidak aman dan rasa was-was yang berlebihan sehingga ia
melarikan diri ke rumah Mbah Gogoh untuk menemui Ajuj.
“Ndak mau! Ndak mau!” Kinanthi berteriak-teriak sembari meronta dari pegangan tangan mboknya ketika laki-laki bernama Edi itu mendekat. Lelaki tinggi kurus dengan rambut belah pinggir yang licin. Berbaju lengan panjang garis-garis dan celana cutbrai. …. Kinanthi terus meronta sampai benar-benar berhasil melepaskan diri dari pegangan mboknya. Dia lalu berlari sekencang-kencangnya ke samping rumah, menembus kebun ketela pohon milik tetangga (Kinanthi, hal. 76).
Perpisahan Kinanthi dan Ajuj digambarkan cukup dramatis, sehingga tokoh utama
mengingat perpisahan itu seumur hidupnya. Kinanthi menangis keras-keras sambil
memanggil nama Ajuj. Jika dibandingkan dengan tangis Kinanthi ketika berpisah dengan
ayah-ibunya, tangis perpisahan dengan Ajuj lebih mengharukan bagi Kinanthi. Jika orang tua
Kinanthi memang sengaja menjual Kinanthi, yang artinya orang tua Kinanthi memang
sengaja memisahkan Kinanthi dari mereka, berbeda dengan Ajuj. Ajuj tak menginginkan
perpisahan mereka. Di sini dapat dilihat orang tua Kinanthi dan Ajuj memiliki peran yang
bertolak belakang dalam kehidupan Kinanthi.
2. Kinanthi menjadi pembantu di rumah Pak Edi
Di rumah keluarga Edi, meski Kinanthi diperlakukan dengan baik oleh Pak Edi dan
pekerjaan rumah setiap hari dan melayani tamu Eli (istri Pak Edi) yang tidak ada
habis-habisnya. Lebih parah lagi ia tidak diberi gaji. Ke sekolah ia berjalan kaki, yang berarti ia
tidak diberi uang saku. Hanya uang sekolah Kinanthi yang dibayarkan oleh Eli sebagai kedok
bahwa ia menyekolahkan Kinanthi.
Demikian Kinanthi digambarkan ketika baru pertama kali sampai di kota Bandung,
di rumah keluarga Edi:
Kinanthi terbengong-bengong. Dia mengangguk, tetapi tetap tidak paham. Dia baru sadar, sejak kemarin malam, dia telah terpisah jarak hampir seribu kilometer dari dusun kelahirannya. …. Kinanthi begitu bersemangat. Menyenangkan sekali mengenal hal-hal baru. Seharian dia bisa melupakan kejadian dramatis dua hari lalu, ketika dia meronta dalam pelukan bapaknya, menolak dibawa pergi dari dusun (Kinanthi, hal. 85-86)
Kinanthi terheran-heran dengan segala perabotan yang baru pertama kali ia lihat. Ia
digambarkan sebagai seseorang bergairah mengenal hal-hal yang baru. Kinanthi tekun
mendengarkan dan mempelajari peralatan baru itu, hingga ia melupakan kejadian ketika ia
menangis berkoar-koar ketika ia memberontak hendak melepaskan diri agar tidak ikut ke
Bandung. Sekarang, dengan keasyikannya terhadap perabotan baru itu, Kinanthi melupakan
kisah sedih dua hari yang lalu. Kesedihan yang teralihkan untuk sementara.
Perlakuan baik yang awalnya dialami Kinanthi membuatnya berpikir bahwa apa
yang dikatakan ayahnya mungkin benar, bahwa keluarga Edi adalah masa depan baginya. Di
rumah itu dia disekolahkan, diberi makanan cukup gizi, dan diberi kamar yang cukup
nyaman: hal-hal yang tidak mungkin ia dapatkan di dusun. Perubahan segera terjadi pada
tubuhnya oleh asupan makanan sehat. Ia bahkan tidak mengalami kelelahan seperti yang ia
alami ketika menggendong Hasto setiap hari.
mungil di dekat dapur. Bahkan, dia memiliki kamar mandi sendiri. Kamar mandi dan kakus yang tidak ada bandingnya dengan segala tempat buang air di dusun (Kinanthi, hal. 87)
Setelah beberapa lama tinggal di rumah Edi, oleh kenyamanan yang sudah mapan,
Kinanthi teringat oleh berbagai hal yang ia dapatkan di dusun. Kinanthi menjadi manusia
urban pada umumnya, ingin kembali ke identitas awal, lingkungan yang bahkan tidak
memperlakukan ia tidak baik. Padahal ia mendapatkan segalanya di rumah Pak Edi: belajar,
fasilitas, buku-buku. Kelelahan yang ia dapatkan di rumah tersebut tidak ada apa-apanya
dengan apa yang ia dapatkan ketika di dusun. Berjala ke tlogo berkilo-kilometer, tanahnya
yang tandus, terlebih lagi perbuatan buruk yang ia dapatkan dari orang-orang dusun. Di sini,
ia mendapatkan teman-teman sekolah yang menerima ia apa adanya, ia sendiri yang tidak
mau berteman dengan banyak orang, Kinanthi terlalu menutup diri. Dan kini semua yang ia
dapatkan itu terasa sia-sia oleh ingatannya tentang dusun yang bahkan tidak
memperlakukannya dengan baik. Satu hal yang patut ia syukuri dari dusun itu adalah Ajuj. Ia
boleh menulis banyak surat kepada Ajuj, sebanyak yang ia mau. Tetapi kampung tidak pantas
diingat sebagai sebuah hal yang berharga.
Sekali lagi, Kinanthi adalah manusia urban yang tidak mudah puas terhadap
kemapanan kota Bandung. Bagaimana buruknya kampung halamannya, ia tidak akan
melupakannya.
Setelah semua barang yang tadinya menakjubkan itu dia kenal, Kinanthi mulai merindukan apa-apa yang sudah dia tinggalkan. Dusun kering itu, debu-debu yang mengepul di jalan berbatu, bau tanah selepas hujan, bunyi kodok bersahut-sahutan, bapaknya yang menembang, omelan simboknya, rengekan Hasto, keramahan Mbah Gogoh, dan candaan Ajuj. Semua itu tidak lagi ia temui di kota ini (Kinanthi, hal. 88).
Kinanthi adalah wanita yang polos sekaligus tertutup, bahkan pada sahabatnya
terus-menerus. Ketika sahabatnya menanyakan perihal tentang kehidupannya, ada perasaan
tidak nyaman yang ia rasakan. Ia merasa berat hati untuk berbagi cerita dengan Euis, apalagi
tentang kehidupannya di rumah keluarga Edi. Perlakuan keluarga Edi terhadap Kinanthi
memiliki defenisi yang berbeda bagi Kinanthi dan orang-orang di sekitarnya. Kinanthi
menganggap pekerjaan yang ia lakukan di rumah keluarga Edi adalah sebuah kewajaran
sedangkan bagi orang lain, termasuk sahabatnya, ia adalah seorang pembantu rumah tangga
yang menurut sudut pandang sosial merupakan golongan masyarakat rendahan.
Euis mencoba membesarkan hati sahabatnya, mencoba membangun rasa percaya diri
Kinanthi. Kinanthi tidak percaya diri dengan profesinya sebagai pembantu rumah tangga, hal
yang tidak sepenuhnya ia pahami di mana letak kerendahan seorang pembantu rumah tangga.
Ia terlalu mendengarkan perkataan orang lain, cibiran mengenai dirinya bahwa ia seorang
pembantu rumah tangga.
“Pokoknya, kamu nggak boleh minder hanya karena harus bekerja untuk sekolah. Justru kamu harus bangga. Tidak usah dengarkan apa kata orang. Yang penting, kan, halal,” tandas Euis memnacing senyum Kinanthi saat mengeja kata “halal” dengan penekanan huruf “h” dan “l” yang kocak (Kinanthi, hal. 89).
Di luar rencana keluarga Edi untuk menjadikan Kinanthi TKI, Kinanthi murni
melakukan pekerjaan tersebut untuk sekolah. Dengan Kinanthi bersekolah sebenarnya Pak
Edi akan mendapatkan keuntungan yang berlipat karena Kinanthi akan semakin pintar. Calon
TKI yang pintar akan mendapatkan harga yang lebih tinggi dari TKI yang biasa-biasa saja.
Dalam hal ini Kinanthi tidak menyadari, bahkan sangat naïf, dengan rencana-rencana Pak Edi
terhadapnya. Sisi lain ketidakadilan yang harus dihadapi Kinanthi.
Pembantu rumah tangga tanpa gaji menjadi profesi yang dijalani Kinanthi di rumah
keluarga Edi. Kinanthi tidak mengerti persoalan gaji-menggaji. Ia hanya mengetahui bahwa ia
ia menumpang di rumah keluarga Edi, ditanggung biaya hidup dan biaya sekolahnya. Asumsi
tersebut membuat Kinanthi merasa apa yang sudah dapatkan sudah cukup tanpa diberi gaji.
Padahal seharusnya Kinanthi harus mendapat gaji karena ia mengerjakan rumah tangga
sepenuhnya. Sahabat Kinanthi sendiri merasa seharusnya Kinanthi digaji:
“Jadi, gaji kamu, teh, sabaraha, Thi? Berapa gitu?”
“Ndak apa-apa, Is. Aku, kan, numpang hidup di rumah Pak Edi. Disekolahin lagi.”
(Kinanthi, hal. 91).
Selama Kinanthi berada di rumah keluarga Edi, ingatannya tentang Ajuj tidak pernah
terlewatkan. Ajuj hidup dalam memorinya dan membuat dirinya tidak menyerah. Ajuj seperti
sebuah kekuatan bagi Kinanthi. Perasaan Kinanthi semakin hari semakin berkembang, sejalan
dengan pertumbuhan Kinanthi yang semakin dewasa. Rindu yang sekarang berbeda dengan
rindu yang dulu ia miliki. perasaan yang dimiliki Kinanthi disebabkan karena ia mulai
memasuki usia pubertas, yaitu masa bangkitnya kepribadian ketika minatnya lebih ditujukan
kepada perkembangan pribadi sendiri. Masa ini ditandai dengan sifat-sifat yang baru, seperti
pendapat lama yang ditinggalkan, keseimbangan jiwa yang terganggu, suka menyembunyikan
isi hati, masa bangunnya perasaan kemasyarakatan, dan adanya perbedaan sikap antara
pemuda dengan gadis (Zulkifli, 2005: 70). Sikap memuja dalam diri Kinanthi adalah sikap
yang menandai peralihan dari anak-anak ke masa pubertas:
mengejar mobil yang membawa dia meninggalkan dusun selalu membuat Kinanthi menangis (Kinanthi,hal. 95).
Dalam kehidupan, seseorang akan mengalami masa-masa yang menyedihkan dalam
hidup. Kematian merupakan sebuah peristiwa yang mengguncang kehidupan seseorang.
Kematian dalam banyak kasus akan mengubah kehidupan secara psikologis, terutama ketika
kehilangan seseorang yang paling dekat dalam hidup, seperti anggota keluarga. Kejadian ini
dialami Kinanthi, yaitu ketika ia kehilangan Euis, sahabatnya. Kematian yang dialami Euis
tidak wajar, ia diperkosa lalu dibunuh. Peristiwa tersebut membuat Kinanthi pingsan
berkali-kali dan selama seminggu ia tidak mampu menjalani hari-harinya seperti biasa karena
terguncang karena kematian sahabatnya.
Kinanthi pingsan berkali-kali pada hari kematian Euis dan sehari setelahnya. Dia tidak masuk sekolah hampir sepekan lamanya. Beruntung, majikannya bisa memahami dan tidak memaksa Kinanthi untuk tetap mengerjakan jadwal hariannya. Kinanthi diberi keringanan untuk berkabung selama sepekan. Kinanthi merasa, sebagian dirinya ikut mati bersama Euis. Kehilangan yang begitu menyesakkan. Enam bulan bersama Euis adalah rentang waktu yang sangat ajaib. Dia belajar menjadi tegar karena melihat Euis. Belajar untuk percaya diri juga dari sosok Euis. Belajar mensyukuri hidup pun dari sahabatnya itu (Kinanthi,hal. 99).
Euis memberi banyak arti dalam kehidupan Kinanthi. Euis adalah sahabat yang
memberinya rasa percaya diri dan lebih mensyukuri hidup. Euis adalah tempat Kinanthi
membuka diri, satu-satunya teman yang ia miliki di sekolah.
Kematian Euis memberi dampak yang besar dalam kehidupan sosial Kinanthi.
Kematian tersebut membuat Kinanthi tidak bergairah menjalin persahabatan dengan orang
lain. Dia kembali lagi seperti dulu, pendiam dan tidak memiliki teman. Tidak terbuka kepada
siapapun. Hal tersebut membuat Kinanthi dipandang aneh oleh teman-teman sekolahnya.
Kinanthi tidak peduli dengan pendapat teman-temannya. Ia menjalani hari-harinya seperti
pergeseran tujuan, tidak ingin berteman dengan siapapun, hanya mengejar ilmu dan
menamatkan SMP-nya dengan nilai yang memuaskan.
3. Kinanthi menjadi TKI
Mengirimkan Kinanthi ke luar negeri sebagai TKI sudah dirancang keluarga Edi
sejak lama. Kedua suami-istri tersebut memang berprofesi sebagai calo TKI. Demi
mendapatkan TKI yang pintar dan cantik, mereka menyiapkan segala sesuatu yang dapat
mendukung Kinanthi untuk menjadi TKI yang berkualitas. Menyekolahkan Kinanthi
hanyalah alasan sampingan bagi mereka. Semua itu mengarah bagi keuntungan keluarga Edi.
Kinanthi juga didaftarkan kursus bahasa Arab, agar mudah memahami permintaan majikan
Arab.
Kinanthi dipersiapkan untuk menjadi tenaga kerja wanita di Arab Saudi. Agak sukar untuk menemukan permpuan muda sepintar Kinanthi. Dipoles sedikit, harga jualnya menjadi lebih tinggi. Majikan Arab tentu akan lebih membayar beda, pembantu yang pandai dibanding yang kosong melompong. Untuk itulah, Kinanthi disekolahkan oleh keluarga Edi, supaya sedikit pintar. Supaya cepat tanggap jika majikan Arab-nya nanti meminta sesuatu. Supaya sedikit bisa berbahasa Inggris, selain bahasa Arab (Kinanthi,hal. 122).
Penyiksaan di rumah keluarga Edi hanyalah sekelumit dari penyiksaan yang akan
dialami Kinanthi selanjutnya. Kekerasan yang ia hadapi tidak membuatnya gila. Satu tahun
dikurung di rumah, disiksa, dan tidak pergi ke mana tak lantas membuat pribadi Kinanthi
menjadi mati. Hanya tubuhnya yang lemah tak berdaya karena tidak diberi makanan yang
cukup.
Setahun setelah kematian Gesit, tepat ketika Kinanthi seharusnya ia menamatkan
SMP-nya, ia keluar dari rumah Edi untuk selama-lamanya. Ia dibawa Edi ke penampungan
TKI untuk dikirim bersama ribuan TKI lainnya ke luar negeri. Setahun berdiam di rumah
Kinanthi belum pulih dari trauma kematian Euis dan Gesit. Kinanthi serta-merta menutup diri
Di penampungan itu, Kinanthi tetap tidak mengakrabi satu, dua, atau beberapa orang secara khusus. Dia mulai meyakini, seperti Si Pahit Lidah, dia tidak boleh menyentuh apapun, mendekati siapa pun, kecuali dia ingin seseorang itu mendapat sial. Mulai terpikir oleh Kinanthi, hal ini dia warisi dari ibunya, perempuan yang disebut orang-orang sebagai baulawean
(Kinanthi,hal. 127).
Pada tahap ini, Kinanthi sudah benar-benar meyakini bahwa ia mewarisi bakat
ibunya. Ia mulai meyakini apa yang dulu dikatakan oleh orang-orang di kampung.
Bukti-bukti yang terjadi di sekolah dia arahkan kepada pergunjingan orang-orang kampung
sehingga seolah-olah apa yang dikatakan orang-orang benar. Ia seperti meyakinkan dirinya
sendiri apa yang dikatakan orang-orang benar, padahal dahulu ia tidak mempercayainya.
Kinanthi menyukai hal-hal yang baru. Jika ia berada di tempat baru, ia merasa dapat
membangun kembali hidupnya mulai dari nol. Sama seperti ketika sampai di rumah keluarga
Edi, hati Kinanthi diliputi semangat baru. Ia menyukai perubahan, tidak menyukai sesuatu
yang statis. Demikian kian juga ketika ia sampai di Arab Saudi:
Tanah Arab benar-benar menjadi harapan baru bagi Kinanthi. Barangkali memang tangan Tuhan sudah menjentik di permukaan bumi, mengubah nasibnya perlahan-lahan. Bukankah di sini, dia bisa jauh dari kutukan orang-orang dusun? Bukankah di sini pula, dia terpisah dari kenangan kematian Euis dan Gesit? Inilah hidup baru. Itulah mengapa Kinanthi tidak mempermasalahkan sikap orang-orang di bandara Indonesia yang memperlakukan dirinya dan kawan-kawan barunya dengan begitu tak simpati. Rupanya para calon TKW memiliki derajat paling rendah dibandingkan manusia lain yang menginjakkan kaki di terminal pesawat terbang itu(Kinanthi,hal. 127).
Semakin jauh Kinanthi dari kampung halaman, ia merasa kutukan orang-orang
kampung akan semakin jauh darinya. Kinanthi benar-benar tidak bisa terlepas dari
pembicaraan orang-orang di dusunnya sehingga sampai ia berada di Arab Saudi, ia tetap
pergunjingan tentang dirinya tidak pernah dia lupakan. Kinanthi ingin melupakan
kejadian-kejadian sedih dalam hidupnya, terutama kematian Euis dan Gesit.
Ternyata apa yang diharapkan Kinanthi tidak sesuai dengan apa yang dia inginkan.
Tidak semudah yang ia bayangkan. Kinanthi tidak mengikuti pemberitaan di media mengenai
tenaga kerja Indonesia di luar negeri, sehingga tidak was-was terhadap perlakuan majikan
Arab terhadap pembantu rumah tangga. Kinanthi mengharapkan yang muluk-muluk terjadi.
Sejak awal ia sampai di rumah majikannya, ia sudah mendapat sinyal buruk. Pertama-tama
soal gaji yang cukup rendah.
“Sudah. Terima saja. Kita kerja baik-baik sampai kontrak habis. Setelah itu, pulang ke Indonesia,” Marni bangkit sambil menguatkan jepitan kerudungnya. “ Kamu istirahat dulu,” Marni hendak melangkah ke pintu kamar, “Satu lagi, Mbak.” Jangan mudah percaya kepada TKI lain, terutama para driver. Mereka itu banyak yang jahat. Mereka bisa jual kamu ke sembarang orang (Kinanthi,hal. 134).
Teks di atas adalah percakapan Kinanthi dengan Marni mengenai keadaan pembantu
di tempat mereka bekerja. Seperti kata Marni, mereka bekerja baik-baik sampai tiba
waktunya pulang ke Indonesia. Hal ini berarti mereka sepenuhnya pasrah kepada apa yang
dilakukan majikan karena kontrak kerja yang telah ditandatangani. Mereka tidak boleh pulang
ke Indonesia sampai kontrak itu habis. Marni menjelaskan kepada Kinanthi agar tidak mudah
percaya pada siapapun, menunjukkan tingginya kejahatan di Arab Saudi.
Dalam kebosanan yang dihadapi Kinanthi, ia berkata kepada Ajuj dalam hati, bahwa
ia tidak tahu ia ada di mana. Kinanthi berada di Arab Saudi tetapi bukan tempat yang ia
inginkan. Kinanthi berada di tempat yang tidak seharusnya. Ia lelah menghadapi pekerjaan
yang setiap hari tak penah berhenti. Kinanthi mengungkapkan keseraman negara itu,
kejahatan yang sering terjadi terutama terhadap perempuan. Kinanthi mengalami ketakutan ia
Aku ndak tahu ini di mana, Juj. Panas dan sepi. Setiap hari di rumah saja. Capek sekali rasanya. Omongan orang-orang membuatku ketakutan. Aku dengar, laki-laki di sini jahat-jahat. Aku takut, Juj. Aku takut ndak bisa pulang lagi. Mungkin, aku selamanya harus di sini (Kinanthi,hal. 134).
Sebagai pembantu rumah tangga, Kinanthi harus menyelesaikan semua pekerjaan
rumah tangga dan memenuhi setiap permintaan majikan. Bangun sebelum majikan bangun,
tidur setelah majikan tidur. Kinanthi tidak memiliki hak atas dirinya. Pembantu rumah tangga
tidak punya harga bagi majikan Arabnya, apalagi HAM. Semua yang ia lakukan adalah untuk
majikan. Ia tidak sempat istirahat. Hal yang membuatnya sangat lelah dan jenuh.
Sepanjang Kinanthi berada di rumah Habdul Aziz, banyak perubahan yang terjadi
pada Kinanthi. Ia tidak lagi memikirkan apa-apa selain keselamatan dirinya. Ketakutan akan
majikannya yang sewaktu-waktu dapat melecehkan Kinanthi. Selain Habdul Aziz sendiri,
anak-anaknya yang sudah dewasa juga sewkatu-waktu dapat menyeretnya ke kamar dan
melakukan sesuatu yang tak diinginkan seorang perempuan pun di dunia ini. Belum lagi istri
majikannya yang mudah curiga terhadap gerak-gerik Kinanthi. Istri majikannya tak
segan-segan menghajar dengan menampar dan menimpuk Kinanthi dengan apa saja. Teriakannya
yang luar biasa dapat melumpuhkan siapa pun, termasuk suami dan anak-anaknya. Untuk
dapat selamat dari ancaman-ancaman itu, Kinanthi harus benar-benar cerdik dan berhati-hati.
Kinanthi begitu waspada agar ia tidak menjadi korban pelecehan seperti yang terjadi pada
teman seprofesinya, Marni.
Dalam keadaan seperti yang digambarkan pada teks di atas, Kinanthi tak lagi
mengenal dirinya sendiri. Dirinya yang lama tidak lagi muncul ke permukaan. Di mukanya
terpasang kedok kewaspadaan untuk dapat menyelamatkan diri. Ia tidak lagi memikirkan otak
cemerlangnya, bagaimana ia dulu selalu menjadi bintang kelas. Ia tidak lagi sepenuhnya sadar
apa yang terjadi pada dirinya, yang ada hanya keterpenjaraan yang ia rasakan. Ia mulai
merasa gila, sebuah bentuk keputusasaan.
Tersenyum sambil mengusap air mata. Hal ini menjelaskan tidak mampu lagi
menahan penyiksaan batin yang terjadi atas dirinya. Ia tidak lagi membedakan sedih dan
bahagia. Senyum dapat menandakan dua hal, kepahitan dan kebahagiaan. Tersenyum sambil
menangis adalah sikap yang menandakan kepahitan hidup yang dialami Kinanthi. Kinanthi
mulai menghitung tahun-tahun yang sia-sia dalam hidupnya. Dalam usia lima belas tahun ia
sudah mengenal kepahitan, penyiksaan, dan suka-duka hidup. Ada sesuatu yang besar dalam
diri Kinanthi, pertahanan yang cukup kuat yang dapat mencegahnya dari kegilaan. Ajuj
adalah sumber kekuatan itu. Bukan ayahnya, bukan ibunya.
Kinanthi tersenyum sembari mengusap air mata. Dia mulai menghitung sendiri apa yang terjadi di sekujur usianya. Sudah lewat lima belas tahun. Dia sudah lupa kapan terakhir berbuat baik. Dia hanya ingat, sampai detik ini, bunuh diri adalah sesuatu yang akan selalu dia hindari. Mungkin bukan buat surga atau atau neraka. Namun, untuk kenangan kecilnya bersama Ajuj. Janji kecilnya untuk tidak pernah menyerah, sesakit apa pun hidup memperlakukan dirinya (Kinanthi,hal. 160).
Dulu, ketika ia pertama kali sampai di rumah majikannya yang pertama, Kinanthi
menunjukkan antusiasnya dengan bekerja sebaik yang dapat ia mampu. Setelah ia kembali
mendapat majikan baru, ia tidak lagi peduli. Perlakuan yang ia dapatkan akan sama saja. Dia
bahkan tidak takut pada majikan barunya. Ia melenggang santai, tidak menghiraukan
majikannya. Batin Kinanthi terlalu sering terluka oleh banyak peristiwa, sehingga terbentuk
rasa takut dan kekhawatiran. Rasa takut membuat seorang pribadi waspada. Jika rasa takut itu
hilang, bahaya akan mengintai. Rasa takut berfungsi untuk mengendalikan diri agar tidak
jatuh dalam bahaya.
Bosan dengan kesedihan dan ketakutan yang dialami oleh Kinanthi setiap menitnya,
ia berusahan menghibur para TKW di KBRI. Ia ingin menampilkan sesuatu yang berbeda dari
dirinya dengan tidak ikut serta menjadi orang-orang yang kehilangan pengharapan. Kinanthi
ingin mengubah keadaan di KBRI agar sedikit lebih ceria. Ia tidak tahan dengan wajah sedih
yang tergambar dari wajah-wajah teman seprofesinya. Ia berusaha menghibur mereka dengan
mengubah kejadian-kejadian di rumah menjadi bahan tertawaan. Kinanthi dapat melakukan
hal seperti itu apabila sedang tidak berada di bawah tekanan, seperti di rumah majikan
misalnya. Apabila ia berada di rumah majikan, yang dapat ia lakukan hanyalah waspada dan
berkonsentrasi terhadap dirinya agar terhindar dari kesalahan. Ia benar-benar sadar bahwa
kesalahan kecil dapat menyeretnya ke dalam masalah yang besar.
Dia menjadi penghibur di antara para TKW yang kehabisan harapan. Di manapun dia berada, selalu saja mengundang tawa. Kejadian-kejadian yang menyedihkan selama bekerja di rumah majikan, justru dijadikan bahan candaan. Ini membuat kehadiran Kinanthi selalu dinanti (Kinanthi,hal. 173).
Kinanthi kali ini berada dalam keadaan yang sangat menakutkan, puncak dari
kejadian terburuk yang pernah dia alami. Majikannya datang menghampirinya. Dalam
keadaan seperti itu, yang ia pikirkan adalah bagaimana menyelamatkan diri. Bahkan ia tidak
takut pada kematian. Ia akan melakukan apa yang selama ini dilakukan oleh TKW-TKW
bermasalah di KBRI, yaitu melompat dari lantai tiga dan melarikan diri. Akibat kepahitan
hidup yang dialaminya, ia merasa bahwa hidupnya tidak dapat hanya ditukar dengan surga.
tidak akan mengubah apa pun. Toh, Kinanthi merasa hidupnya tidak cukup ditukar dengan surga (Kinanthi,hal. 190).
Kehidupan yang keras yang dialami Kinanthi telah mengubah dirinya dari kepolosan
yang dimiliki oleh gadis dusun. Kinanthi sudah mengerti bagaimana menghadapi majikan
yang kejam, menghindari bahaya, dan menghibur diri sendiri. Kinanthi bukan lagi gadis yang
berdiam diri dan menyerah terhadap kenyataan sebagaimana ia ketika ia tinggal di dusun.
4.1.3 Masa Pemulihan dan Pengembalian Diri
1. Kinanthi mendapat pertolongan
Masa pemulihan merupakan sebuah masa dalam hidup Kinanthi setelah ia melompat
dari lantai dua setelah ia diperkosa oleh majikannya ia mengalami depresi berat dan
melarikan diri ke sebuah mesjid. Di samping mesjid tersebut, seorang warga Amerika
menyelamatkan Kinanthi dan ia dibawa ke apartemen. Saat itu Kinanthi sudah berada pada
keadaan yang nyaris tidak menyadari keberadaan dirinya. Keadaan yang mengarah kepada
kegilaan. Butuh waktu bagi Kinanthi untuk pulih dari kejadian traumatis tersebut,
membutuhkan waktu sekitar satu tahun dengan dibantu oleh psikiater profesional.
Kinanthi ketakutan terhadap sentuhan manusia karena perbuatan yang dilakukan
oleh anak-anak Azzam kepadanya. Mukanya dicakar dan dilempar oleh lima anak sekaligus.
Hal inilah yang menyebabkan Kinanthi histeris ketika anak Arsy mendekatinya:
Setelah Arsy merawatnya beberapa hari, Kinanthi menunjukkan kebutuhannya akan
kasih sayang dan seorang teman untuk mencurahkan isi hati. Kinanthi belum dapat mengatasi
histerisnya ketika Miranda datang untuk menjenguknya. Kedatangan Miranda membuat
Kinanthi mengetahui ia berada pada tangan yang tepat, karena Miranda adalah orang
Indonesia. Ia yakin Miranda akan menolongnya. Di pelukan Miranda, Kinanthi mencurahka
emosi dan bebannya yang selama ini menumpuk dalam batinnya. Kinanthi tidak lagi dapat
menyusun kalimat-kalimat yang rapi untuk menjelaskan keadaan yang ia alami.
Tanpa diduga, Kinanthi menghambur ke arah Miranda dengan cepat dan suara histeris. Meskipun terkaget-kaget, Miranda berusaha untuk tidak panik. Dia membalas pelukan Kinanthi dengan hangat. Pecahlah tangis Kinanthi bertubi-tubi, “Mereka jahat, Mbak. Mereka menyiksa saya. Mereka jahat!” Miranda mengelus kepala Kinanthi dengan sayang yang lembut. Dia tidak bertanya apa-apa. Membiarkan Kinanthi menumpahkan beban benaknya yang menumpuk-numpuk. Seperti menceracau. Kalimat-kalimatnya melompat-lompat. Semuanya tentang kesakitan, derita, dan kesedihan (Kinanthi, hal. 195).
2. Penderitaan Kinanthi berakhir
Akhirnya, setelah mengalami penderitaan yang cukup lama, Kinanthi mendapatkan
kembali keadilan dan hak-hak yang sepantasnya ia dapatkan. Melalui putusan pengadilan
imigrasi Amerika, Kinanthi diangkat menjadi warga Amerika dan mendapatkan hak-hak
sebagai seorang warga Amerika. Sebuah keputusan pengadilan yang mengubah hidup
Kinanthi selama-lamanya:
“Atas nama negara Amerika, kami putuskan Kinanthi diberi hak untuk bersekolah dengan biaya negara, pekerjaan dengan gaji minimum, mendapat tempat tinggal, diberi jaminan pelayanan kesehatan seumur hidup, dan kebebasan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya.”
Palu diketuk. Ruang sidang hening seketika. Sampai kemudian terdengar suara hakim yang menanyai Kinanthi dengan suara malaikatnya.
“Apakah kamu menerima keputusan ini?”