i
KEPEN
TINGAN PAKISTAN DALAM PENGEMBANGAN NUKLIR
(PERIODE 2008-2012)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
Oleh :
Muammar
107083003268
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
v
ABSTRAK
Skripsi ini membahas permasalahan seputar “Kepentingan Pakistan dalam Pengembangan
Nuklir (Periode 2008-2012)”. Skripsi ini mencoba menjelaskan keterkaitan antara strategi nuklir yang diterapkan oleh Pakistan dalam upaya meraih ambisinya. Dengan menggunakan metode kualitatif, penulisan skripsi ini hanya menggunakan data sekunder yang ditelusuri melalui studi kepustakaan serta dikaji dengan menggunakan konsep Kepentingan Nasional, Security Dilemma dan teori Defense-Offense. Tulisan ini menguraikan sejarah yang melatarbelakangi konflik Kashmir yang disertai intervensi Pakistan dan India. Setelah ikut campur kedua negara tersebut, Konflik Kashmir semakin tak menentu. Wilayah Kashmir bahkan menjadi terbelah dimana sebagian dikuasai India sementara sisanya di bawah kendali Pakistan. Beberapa kali Pakistan dan India membicarakan penyelesaian atas sengketa Kashmir namun selalu mengalami jalan buntu. Bahkan, kedua negara sempat mengalami perang yang dilatari oleh isu tersebut yakni tahun 1947, 1965 dan 1971. Pakistan yang mengalami kekalahan atas perang tersebut mulai berpikir bahwa kepemilikan nuklir merupakan langkah strategis untuk dapat menekan New Delhi.
Kepemilikan senjata nuklir Pakistan terbukti dapat memberikan potensi ancaman bagi India. Setelah kekalahan pada perang tahun 1971, praktis kedua negara hampir tidak pernah lagi terlibat dalam perang terbuka dengan skala besar. India malahan membujuk Pakistan agar selalu membicarakan solusi damai mengenai dinamika hubungan kedua negara. Dari analisa yang dipaparkan dalam skripsi ini, diketahui bahwa kepentingan Pakistan dalam mengembangkan
nuklir memiliki tiga tujuan utama: Pertama, mempertahankan kedaulatan atas Wilayah Kashmir,
Kedua, mengimbangi kekuatan India di Regional Asia Selatan dan Ketiga, internasionalisasi isu Kashmir.
vi
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr Wb. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahman dan rahim-Nya yang tidak pernah berhenti mengalir, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kepentingan Pakistan dalam Pengembangan Nuklir (Periode 2008-2012)” Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sholawat dan Salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun kita semua menjadi pribadi muslim yang berpengetahuan dan berperadaban. Terwujudnya skripsi ini tentu tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah memberikan dukungan dan motivasi bagi penulis. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis hendak mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Alm. Bapak H. Djamaluddin semoga diampuni dosa, dilapangkan kuburnya, diterima
segala amal ibadah dan buat Mama Hj. Aisyah semoga selalu diberikan kesehatan serta diringi dengan kebajikan. Keduanya sebagai anugerah terbesar yang telah Allah berikan kepada nanda. Curahan cinta, kasih, dan sayang sejak nanda masih belum lahir hingga akhir hayat kalian adalah sekelumit alasan kenapa nanda harus menjadi seorang muslim
yang berguna untuk agama dan bangsa. Rabbighfirly waliwalidayya warhamhumaa kama
rabbayani soghira.
2. Keluarga besar di rumah. Kak Maghfirah, Bang Nurmiswari, Dek Mal dan Dek Kal yang
tak pernah lelah menyertai nanda dengan semangat dan nasihat hingga sebagian besar impian penulis bisa tercapai untuk kini dan nanti.
3. Ibu Debbie Affianty, MA selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah membimbing
penulis dalam memahami permasalahan di dalam skripsi ini, meluangkan waktu untuk membaca, dan memberikan masukan yang cukup berarti, serta dengan penuh pengertian mau mendengarkan pandangan pribadi penulis sehingga proses penulisan skripsi ini menjadi sangat memorable bagi penulis pribadi.
4. Dosen dan Staff di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional yang selalu mendukung penulis
dalam proses belajar maupun beraktualisasi diri diantaranya Bapak Teguh Santosa, MA, Bapak Kiki Rizky, Ph.D.,Bapak Adian Firnas, Bapak Agus Nilmada yang selalu membuka cakrawala pemikiran dan pemahaman penulis selama masa studi. Ibu Dina Affrianti, Ph.D selaku dosen pembimbing akademik yang selalu ramah sekaligus jeli dalam memberi masukan. Serta terakhir, tak lengkap rasanya kalau tak saya sebutkan
vii
membantu kelengkapan berkas dan selalu sepenuh hati melayani keperluan mahasiswa HI.
5. Teman-teman di jurusan HI terkhusus untuk Moka, Bayu, Fuad, Hendrik, ii, Yadi,
Shobah, Fatih selaku teman kosan yang selalu berbagi cerita. Ichsan Dalimunthe, Reval, Hafiz Al-asad serta semua teman-teman HI Angkatan 2007 A maupun B.
6. Keluarga besar Himmah Bang Jamhur, Bang Andri, Adli, Bustamam, Furkon dan
semuanya yang tidak memungkinkan disebut satu-persatu. Intinya, kalian adalah The Best
Things that I have. Terima kasih sebesar-besarnya penulis hanturkan kepada Alm Maera
Puspita Sari yang semasa hidupnya selalu menyemangati penulis. Allahumma ghfirlahaa
amiiin.
7. Keluarga besar Kompa Jaya Bang Deni, Hijrah, Fauzan, Arbi, Iqbal, Hedi dan semuanya
yang selalu memiliki cita-cita perjuangan yang sama dengan penulis terkait membangun Aceh di masa yang akan datang.
8. Bona, Khaidir, Dian, Fikri, Nurul Huda, Irfan sebagai teman kecil yang selalu berbagi
canda dan tawa. Serta keluarga besar Alumni Assalaam. Terima Kasih atas inspirasinya.
Penulis memahami bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Demikian, semoga skripsi ini bisa memberikan paradigma baru yang bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan khususnya bagi penulis sendiri.
Wassalamualaikum.Wr.Wb
Jakarta, Juli 2014
viii
A. Latar Belakang Masalah………..1
B. Pertanyaan Masalah………...10
BAB II : SEJARAH KASHMIR DAN KONFLIK INDIA-PAKISTAN 2.1 Wilayah Kashmir
BAB III: STRATEGI KEBIJAKAN NUKLIR PAKISTAN 3.1 Sejarah Pembangunan Nuklir Pakistan………...….39
A. Peranan Abdul Qadeer Khan Dalam Pengayaan Uranium………...43
B. Pengembangan Senjata Misil Pakistan………..48
C. Kerjasama Pakistan Dengan Cina ………..…..50
3.2 Perkembangan Nuklir Pakistan-India (2008-2012) A. Perkembangan Nuklir Pakistan……….…55
B. Perkembangan Nuklir India……….….59
BAB IV : KEPENTINGAN PAKISTAN DALAM MENGEMBANGKAN NUKLIR KAITANNYA DENGAN WILAYAH KASHMIR 4.1 Mempertahankan Kedaulatan Atas Wilayah Kashmir……….66
4.2 Strategi Mengimbangi Kekuatan India Di Regional Asia Selatan……….…..71
ix
DAFTAR SINGKATAN
PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa
WGU Weapon Grade Uranium
PDB Produk Domestik Bruto
LoC Line of Control
MBT Main Battle Tank
PAEC Pakistan Atomic Energy Comision
IAEC International Atomic Energy Comission
ICBM Intercontinental Ballistic Missile
NPT Non Prolifeation Treaty
PINSTECH Pakistan Institute of Science and Technology KANUPP Karachi Nuclear Power Plant
BNFL British Nuclear Fuels Limited
SGN Saint-Gobain Techniques Nouvelles
HEU High Enrichly Uranium
UCN Ultra-Centrifuge Nederland
ERL Engineering Research Laboratories
HAM Hak Asasi Manusia
SIPRI Stockholm International Peace Research Institute
IPFM International Panel on fisi Material
TNW Tactical Nuclear Weapon
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Daftar Negara dengan Inventaris Hulu Ledak Nuklir………..56
Tabel 2 : Potensi Kekuatan Nuklir Pakistan………57
Tabel 3 : Potensi Kekuatan Nuklir India……….61
Tabel 4 : Perbandingan Militer Pakistan-India Tahun 2012………...65
1
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Skripsi ini akan berfokus menganalisa tentang kepentingan pengembangan nuklir
Pakistan periode 2008-2012 yang dijelaskan dengan perkembangan teknik nuklir dan
kemampaun rudalnya serta beberapa tujuan yang hendak dicapai.
India merupakan negara yang terletak di Benua Asia Bagian Selatan yang berbatasan
dengan Laut Arab di penjuru Barat Daya, Teluk Benggala di Bagian Tenggara dan Samudera
Hindia di Arah Selatan.1 Perbatasan Utara India sebagian besar berbatasan dengan pegunungan
Himalaya yang diapit oleh negara Cina dan Nepal, sementara di Ujung Barat berbatasan dengan
Pakistan yang dipisah oleh Gurun Thar dan daratan Punjab.2 Pakistan adalah negara yang terletak
di ujung Laut Arab di Bagian Selatan, berbatasan dengan negara Afghanistan yang diapit oleh
pegunungan Karakoram sebelah Utara serta berbatasan dengan India di penjuru Timur.3
India dan Pakistan merupakan dua negara yang berselisih atas perebutan wilayah
Kashmir yang masih berlangsung hingga kini. Kashmir sendiri adalah sebuah daerah yang
memiliki luas kurang lebih 222.236 Km, terletak di sub-kontinen Benua India Bagian Utara dan
berbatasan dengan Pakistan di sebelah Barat yang dipisah oleh wilayah Kargil.4 India menguasai
100.569 Km dari wilayah Kashmir yang terdiri dari wilayah Ladakh, Jammu-Kashmir dan
1
India Yearbook 2007, Publications Division, Ministry of Information & Broadcasting, Govt. of India. Hal 2.
2
India Yearbook 2007. Publications Division, Ministry of Information & Broadcasting, Govt. of India. Hal 3.
3
http://countrystudies.us/pakistan/23.htm diaksees pada 9 Juni 2014.
4
2
Lembah Kashmir dengan populasi penduduk pada tahun 2001 yaitu 10.069.917 jiwa.5 Sedangkan
Pakistan menguasai 78.932 dari wilayah Kashmir yang terdiri dari distrik Baltistan, Dartistan,
Muzaffarabad, Nirpur dan Poonch dengan populasi penduduk sekitar 3.000.000 jiwa.6
Gambar 1 : Peta Pembagian Wilayah Kashmir7
Demi mencapai ambisinya menguasai wilayah Kashmir, negara yang sama-sama pernah
merasakan penjajahan Inggris itu rela mengerahkan semua upaya politik, hukum dan militer,
termasuk menyiapkan strategi lebih ekstrim yaitu penggunaan senjata nuklir.8 Sejak uji coba
nuklir pertama dengan sandi „Smiling Buddha‟ pada 18 Mei 1974 di Pokhran, India telah
memperlihatkan kemajuan teknologi nuklirnya yang signifikan.
5
Aftah Chairul, Studi Tentang Posisi Kashmir Dalam Hubungan India-Pakistan, Jurnal Sosial-Politika Vol.6 No.11 Juli 2005 Hal 86.
6
Ibid Hal 87.
7
Kronstadt, K. Alan. India: Domestic Issues, Strategic Dynamics, and US Relations. Congressional Research Service Report for Congress (1 September 2011). Halaman 63.
8
3
Sebagai negara paling luas di Asia Selatan yang mencapai 3,287,590 km dengan populasi
1,104 miliar jiwa, India memegang peranan penting terhadap kestabilan keamanan kawasan Asia
Selatan.9 Negara yang masyarakatnya memiliki pendapatan 2,880 Dollar AS ini secara ekonomi
berada di atas negara-negara tetangga di kawasan Asia Selatan.10
Sementara Pakistan yang memiliki luas area 796,100,000 km dengan pendapatan
rakyatnya rata-rata 2.060 Dollar AS,11 tentu menganggap bahwa India menjadi lawan yang tidak
mudah untuk dihadapi. Apalagi, negara yang beribukota di New Delhi tersebut setiap tahun
mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkontribusi pada tingkat belanja alat
militer.12.
Keseriuasan India dalam menguatkan alat tempurnya terlihat dari belanja militer negara
tersebut pada tahun 2010 yang menembus angka 31,9 Miliar Dollar AS, dengan persentasi
peningkatan 54,3 persen dibanding tahun 2001 silam.13 Alokasi anggaran pertahanan India
berasal dari 2,7 persen Produk Domestik Bruto (PDB) serta menempati urutan kelima sebagai
negara yang cukup besar dalam kegiataan pendanaan kegiatan militer, termasuk pegembangan
senjata nuklir.14
Dalam politik internasional, eksistensi senjata nuklir merepresentasikan suatu alat untuk
membuktikan kekuatan sebuah negara yang dapat menekan negara lainnya.15 Nuklir dipercaya
sebagai instrumen yang dapat meraih ambisi politik dan ekonomi maupun menyelesaikan
9
Jones, Walter S. Logika Hubungan Internasional 2. Jakarta: Gramedia Pustaka Tama 1993 Hal 126.
10
Bradshaw Dkk, Contemporary World Regional Geography. McGraw-Hill, New York 2007. Hal 300.
11
Ibid Hal 287.
12
Robert E Looney, Defence Expenditures And Economics Performance In South Asia : Tests of Causality and Interdependence, Jurnal Conflict Management And Peace Science Vol 11 no. 02 1991.Hal 8
13
.Laxman Kumar Behera, India's Defence Budget 2010-11:An Analysis, Journal of Defence Studies Vol 4 No. 2 2010. Hal 55-56.
14
News.viva.co.id/news/read/215170-4-negara-asia-dengan-belanja-militer-terbesar Diakses pada 24 Agustus 2012
15
4
sengketa atas suatu territorial. Berkaitan dengan hal tersebut, sebagai negara yang pernah
mengalami beberapa pengalaman buruk manakala berhadapan dengan India (khususnya perang
tahun 1947, 1965 dan 1971), Pakistan di bawah pimpinan Presiden Zia-ul Haq mulai
menganggap bahwa kepemilikan senjata nuklir merupakan strategi jitu untuk menekan India,
khususnya dalam perebutan wilayah Kashmir.
Dibandingkan Pakistan, India jelas memiliki kapabilitas militer yang lebih mumpuni.
Pengalaman dan kekuatan konvensional militer India serta kemahiran dalam pengoperasian alat
militer seperti tank perang, senapan otomatis, roket, mortir, granat dan sejumlah perlengkapan
militer lainnya, tentu menjadi ancaman serius bagi Pakistan16. Untuk itu, dalam rangka
meningkatkan bargaining position atas India, Pakistan terus berusaha meningkatkan kekuatan
militernya, baik persenjataan konvensional maupun melalui strategi senjata nuklir.
Strategi aliansi militer pasca Perang Dingin dianggap tidak relevan lagi dengan kondisi
dan situasi keamanan internasional saat ini. Dalam rangka memperkuat alat utama sistem
persenjataan (alutsista) konvensional, impor senjata adalah pilihan masuk akal dalam upaya
perimbangan kekuatan lawan.17Sikap ini terlihat dari kerjasama Pakistan dengan beberapa
negara seperti Cina di bidang militer dalam pembelian tank tipe Norinco 90-II yang kemudian
diadopsi dalam bentuk tank Al Khalid MBT 2000 hasil buatan dalam negeri. 18
Diperkirakan hampir 60 persen alat persenjataan Pakistan berasal dari Cina.19 Kerjasama
bilateral antara Pakistan dan Cina sangat rutin dilakukan sebagai bentuk keseriusan Cina
16
Mashad, Dhurorudin, Kashmir : Derita yang Tak Kunjung Usai, Khalifa, Jakarta, 2004. Hal 34.
17
Jones, Walter S. Logika Hubungan Internasional 2. Jakarta: Gramedia Pustaka Tama 1993. Hal 79-80.
18
http://www.militaryfactory.com/armor/detail.asp?armor_id=181 diakses pada 20 Agustus 2013.
19
5
membantu Pakistan dalam mengembangkan persenjataanya. Ini merupakan lanjutan persaingan
senjata antara Pakistan dengan India.
Selain melengkapi diri dengan senjata konvensional, kedua negara yang bertikai akibat
konflik historis itu kemudian mulai berlomba meningkatkan teknologi persenjataan nuklir
sebagai sebuah strategi deterrence (penangkalan). Teknologi nuklir selama periode Perang
Dingin dan setelahnya cenderung berfungsi sebagai pencegah yang dapat menahan satu pihak
dengan pihak lainnya untuk tidak saling menyerang.20 Bagi kedua negara, perjuangan menguasai
tanah Kashmir menjadi agenda utama yang tertuang dalam sejumlah kebijakan luar negeri, tak
terkecuali dengan perlombaan adu kekuatan nuklir.21
Pakistan yang memulai pembangunan proyek nuklir tahun 1956 melalui Pakistan Atomic
Energy Commission (PAEC) mendapat kucuran dana atas Atoms for Peace Proposal inisiasi
Presiden Amerika Serikat Dwight Eisenhower, mengikuti jejak India yang lebih dulu
membangun fasilitas nuklir di bawah Indian Atomic Energy Commission (IAEC) pada 15 April
1948.22 Dalam perkembangannya, kedua negara pernah menjalin hubungan dengan sejumlah
negara sebagai upaya meningkatkan kapabilitas nuklir, termasuk kerjasama dalam
pengembangan rudal yang berfungsi untuk mengangkut hulu ledak nuklir. Pakistan melakukan
kerjasama dengan Korea Utara dalam penyempurnaan Rudal Ghauri 1 di pertengan tahun 1980an
dan adopsi Rudal M-11 buatan Cina ke dalam tipe Hatf 3 (Shaheen 1) di tahun 190an.23
20
Ambarwaty dkk, Hukum Humaniter Internasional dalam Studi Hubungan Internasional, Rajawali Press, Jakarta, 2009, Hal 96.
21
Effendi, Irmawan : Kashmir Dalam Hubungan India-Pakistan: Perspektif Kebijakan Nuklir Pakistan, Latar Belakang dan Perkembangan Menuju Penyelesaian Konflik Jurnal Siklus Vol. 1 No. 3 Tahun 2005. Hal 75
22
Effendi, Irmawan : Kashmir Dalam Hubungan India-Pakistan: Perspektif Kebijakan Nuklir Pakistan, Latar Belakang dan Perkembangan Menuju Penyelesaian Konflik. Hal 78
23
6
Sedangkan India terlibat kerjasama dengan Amerika Serikat, Prancis dan Jerman dalam
pembuatan Rudal Agni 1 dan sistem pusat pengendalian ruang angkasa negara itu.
Baik Pakistan maupun India menyadari bahwa dari segi potensi ancaman, kekuatan daya
ledak thermo nuklir bukan satu-satunya gejala yang memberi pengaruh penting bagi terciptanya
kondisi bahaya terhadap lawan, tetapi daya jangkau dan ketepatan sasaran juga memiliki
pengaruh yang sama pentingnya.24 Oleh karena itu, kedua negara hingga kini masih terus
berlomba menguasai teknologi rudal yang lebih maju seperti pengembangan Rudal anti balistik
AD-2 dan Rudal ICBM (Intercontinental Ballistic Missile) jenis Surya II milik India dan Ghauri
III di pihak Pakistan. Daya jelajah rudal-rudal tersebut dilaporkan mampu mencapai kota penting
di India maupun Pakistan.25
India yang bukan anggota NPT(Nuclear Non-Proliferation Treaty) telah melakukan uji
coba nuklir pertamanya di tahun 1974, kemudian direspon oleh Pakistan dengan pembangunan
fasilitas nuklir secara bertahap.26 Selang 24 tahun kemudian, tepatnya tahun 1998, India kembali
melakukan uji coba Agni II yang direspon oleh Pakistan dengan unjuk kekuatan Rudal Ghauri II
dengan kemampuan jelajah mencapai 2000 km.27
Meski hubungan kedua negara selalu dibayang-bayangi dengan bentuk ancaman, proses
dialog terkait sengketa Kashmir masih terus dijalani, seperti dialog antara diplomat tinggi India
dan Pakistan yang dilaksanakan bulan Juni 2011 di Islamabad. Kedua pejabat negara tersebut
24
Ambarwaty dkk, Hukum Humaniter Internasional dalam studi hubungan Internasional, Hal 98.
25
http://thediplomat.com/2013/08/indias-missile-defense-is-the-game-worth-the-candle/ diakses pada 2 April 2014
26Zafar Iqbal Cheema, “Pakistan’s Nuclear Use Doctrine and Command and Control,”
in Planning the Unthinkable: How New Powers Will Use Nuclear, Biological, and Chemical Weapons, Ithaca, New york: Cornell University Press, 2000. Hal. 159.
27Zafar Iqbal Cheema, “Pakistan’s Nuclear Use Doctrine and Command and Control,
7
sepakat membahas solusi perdamaian dan keamanan, termasuk langkah-langkah pembangunan
kepercayaan Jammu dan Kashmir, serta promosi pertukaran persahabatan.28
Hal ini tidak lepas dari peran Presiden Pakistan Asif Ali Zardari yang bersikap terbuka
atas upaya perundingan damai, khususnya pasca bom Mumbai tahun 2008 yang menewaskan
166 orang.29Setelah tragedi tersebut, hampir tidak ada niat dan upaya dari kedua belah pihak
untuk saling melakukan dialog damai. Begitu pula soal perkembangan proyek nuklir, Asif Ali
Zardari dalam pidatonya 22 November 2008 mengatakan tidak akan terlebih dulu menggunakan
senjata nuklir untuk menyerang lawannya. Ia bahkan berusaha untuk meyakinkan parlemen
Pakistan atas kebijakannya tersebut.30
Meski demikian, Zardari tidak menyangkal akan terus memperkuat sistem pertahanan
Pakistan demi mengantisipasi situasi ancaman. Hal ini terlihat pada pengembangan transformasi
Rudal Hatf V yang diuji coba tahun 2012. Rudal tersebut diperkirakan mampu mencapai jarak
1.400 kilometer (900 mil) yang bisa meluluhlantakkan wilayah di India.31 Lagi-lagi, uji coba ini
dilakukan atas aksi New Delhi yang sebelumnya melakukan tes rudal balistik berkemampuan
nuklir Agni V dengan daya jelajah 5.000 Km.32 Rudal dengan biaya 480 Juta Dollar AS tersebut
diyakini mampu membawa hulu ledak seberat 1,5 Ton.33
Persaingan kedua negara tampaknya akan terus berlanjut seiring dengan pemahaman
potensi ancaman. Menarik untuk dianalisa sejauh mana kebijakan penerapan nuklir ini
28
http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/11/06/18/lmydax-diplomat-pakistanindia-berunding-di-islamabad diakses pada 17 Maret 2014
29
http://www.hindustantimes.com/india-news/mumbai/mumbai-remembers-26-11-victims-four-years-on/article1-964329.aspx diakses pada 17 Maret 2014.
30
http://blogs.reuters.com/pakistan/2008/11/22/zardari-says-ready-to-commit-to-no-first-use-of-nuclear-weapons/ diakses pada 19 Maret 2014.
31
http://international.okezone.com/read/2013/04/10/413/789363/pakistan-uji-coba-misil-balistik-yang-sanggup-hantam-india diakses pada 19 Maret 2014.
32
Zafar Iqbal Cheema, “Pakistan’s Nuclear Use Doctrine and Command and Control,” in Planning the Unthinkable: How New Powers Will Use Nuclear, Biological, and Chemical Weapons. Hal 32.
33
8
mempengaruhi hubungan kedua negara. Peningkatan kekuatan militer kedua negara tersebut
seakan memberi gambaran kepada dunia internasional dan wilayah lainnya di Asia Selatan
bahwa potensi meletusnya perang lebih dahsyat masih ada dan akan berlangsung di masa
mendatang. Pakistan sebagai negara yang berada di bawah India dalam bidang kekuatan militer
tampaknya tidak mau ketinggalan dengan kemajuan yang diperoleh India. Maka dari itu, dalam
penulisan skripsi ini penelitian hanya dibatasi dari sudut pandang kebijakan Pakistan yang
berupaya melawan dominasi India di Asia Selatan dalam perebutan wilayah Kashmir tahun
2008-2012.
Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi pemilihan tahun tersebut. Pertama,
mundurnya Presiden Pervez Musharraf dan diangkatnya Asif Ali Zardari tahun 2008
menyebabkan perubahan pada formasi kontrol nasional pengendali senjata nuklir. Zardari
menyerahkan kepemimpinan National Command Authority (NCA) kepada Perdana Menteri
Yusuf Raza Gailani. NCA sendiri merupakan badan yang dibentuk untuk mengawasi senjata
nuklir Pakistan dan merumuskan kebijakan nuklir. Kedua, pasca bom Mumbai yang terjadi bulan
November 2008, konstelasi politik dan keamanan kedua negara sempat memanas.
Serentetan konflik bersenjata antara pasukan India dan Pakistan kerap terjadi seperti yang
berimbas pada gagalnya upaya diplomasi damai menyangkut wilayah Kashmir. Sementara di
tahun 2012, jumlah hulu ledak nuklir Pakistan semakin bertambah. Data dari Stockholm
International Peace Research Institute (SIPRI) menyebutkan Pakistan menempati urutan keenam
sebagai negara yang memiliki jumlah hulu ledak terbanyak yaitu diperkirakan 100 sampai 120
hulu ledak.34 Sedangkan India hanya memiliki 90 sampai 110 hulu ledak. Selain itu, di tahun
tersebut terdapat suatu peristiwa penting bagi perkembangan program nuklir Pakistan. Negara
34
9
tersebut berhasil melakukan uji coba Rudal Hatf XI berkemampuan nuklir yang memiliki akurasi
tinggi.35
B. Pertanyaan Penelitian
Penelitian ini akan mencari jawaban dari pertanyaan penelitian, sebagai berikut :
Apa Kepentingan Pakistan dalam Mengembangkan Nuklir Periode 2008-2012 ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bentuk strategi Nuklir Pakistan dalam upaya perebutan wilayah
Kashmir dengan India.
2. Untuk mengetahui apa saja kepentingan Pakistan terkait pengembangan nuklir.
D. Tinjauan Pustaka
Penulisan skripsi yang bertemakan tentang kepentingan Pakistan dalam mengembangkan
nuklir sebagai upaya perebutan Kashmir ini sebenarnya bukan tema baru dalam penulisan karya
ilmiah. Tulisan-tulisan lain yang berkaitan dengan tema serupa pernah dilakukan oleh sejumlah
mahasiswa. Tesis mahasiswa Pascasarjana Universitas Indonesia yang ditulis oleh Syaifuddin dengan judul “Kebijakan Luar Negeri Pakistan Terhadap India Dalam Upaya Penyelesaian
Sengketa Wilayah Kashmir (1998-2003)” menyinggung persoalan konflik Kashmir yang
berimbas pada hubungan India dengan Pakistan setelah era Perang Dingin. India memegang
35
10
peranan penting sebagai kekuatan yang mendominasi wilayah Asia Selatan sehingga negara
tersebut disebut sebagai negara core, sementara Pakistan sebagai negara bargainer disebut
sebagai negara periphery. Tesis itu juga menjelaskan bagaimana kebijakan luar negeri Pakistan
terkait hal di atas kemudian dirumuskan dalam dua agenda yang menjadi prioritas, yaitu
pertahanan yang memadai dalam menghadapi negara tetangga (India) yang relatif lebih kuat dan
prioritas meningkatkan bargaining position terhadap India dalam masalah Kashmir.
Ada pula skripsi mahasiswa Universitas Indonesia yang ditulis oleh Muhammad Taufiq dengan judul “Penerapan Nuklir Pakistan Terhadap India Dalam Penyelesaian Masalah Kashmir
: Analisis Tahun 1989-1998”. Dalam skripsinya, Taufiq memaparkan alasan Pakistan
menggunakan pilihan strategi senjata nuklir dalam menghadapi dominasi kekuatan India di Asia
Selatan. Faktor tersebut yakni kekalahan perang Pakistan menghadapi India tahun 1947 dan 1965
yang memaksa negara tersebut memperbaiki alutsistanya serta alternatif senjata lain yaitu nuklir.
Pengaruh munculnya self determination di Kashmir pasca Perang Dingin serta faktor perubahan
geopolitik strategik Amerika Serikat dan Cina di Asia Selatan, merupakan faktor-faktor dominan
lainnya yang mendorong penerapan strategi nuklir Pakistan.
Tema yang sama juga pernah ditulis oleh Irmawan Effendi dengan judul “Kashmir Dalam
Hubungan India-Pakistan: Perspektif Kebijakan Nuklir Pakistan, Latar Belakang dan
Perkembangan Menuju Penyelesaian Konflik” yang dimuat di Jurnal Siklus Vol. 1 No. 3 Tahun
2005. Tulisan Irmawan tersebut cenderung menyoroti perkembangan nuklir dan uji coba rudal
Pakistan yang beberapa kali memunculkan respon dari India yakni berupa gagalnya upaya
11
Yang membedakan skripsi ini dengan beberapa karya ilmiah di atas, penulis lebih
menekankan pada aspek latar belakang kepentingan Pakistan dalam merebut wilayah Kashmir
dari India dengan memakai strategi nuklir periode 2008 hingga 2012.
E. Kerangka Pemikiran
Dalam membahas kepentingan Pakistan mengembangkan nuklirnya, digunakan Teori
Offense-Defense, Konsep Security Dilemma, Kepentingan Nasional dan Nuklir Sebagai
Instrumen Power.
1. Teori Defense-Offense
Kajian terhadap teori defense-offense dalam konteks hubungan antar negara mendapat
perhatian serius bagi para pengkaji kebijakan dalam kaitannya dengan penggunaan kekuatan
militer, termasuk strategi nuklir. Ilmuwan yang menaruh perhatian lebih pada teori ini yakni
Robert Jervis.
Jervis berpandangan ;
“When we say that offense has advantage, we simply mean that it is easier to destroy other’s army and take its territory that it is to defend one’s own. When the defence has
the advantage, it is easier to protect and to hold than it is to move forward, destroy and
take,”36
"Ketika kita mengatakan pertahanan memiliki keunggulan, kita dengan sederhana mengartikan bahwa hal tersebut lebih mudah untuk menghancurkan tentara lain dan mengambil wilayahnya guna membela diri sendiri. Ketika pertahanan memiliki keuntungan, hal tersebut lebih mudah untuk melindungi dan menahan daripada untuk bergerak maju, menghancurkan dan mengambil (wilayah),"
Penjelasan Jervis di atas bisa dipahami bahwa pilihan bersikap ofensif memiliki
keuntungan saat lawan cenderung memiliki kekuatan militer yang tak sebanding dengan negara
36
12
agresor sehingga konsekuensi logisnya, negara penyerang tersebut dapat dengan mudah
menguasai lahan dan mempertahankan wilayah yang lain. Sementara sikap defensif cenderung
dimiliki negara dengan sistem pertahanan kuat dengan implikasi negara tersebut lebih
menguntungkan baik dalam segi materi maupun taktik untuk mengambil tindakan defensif
ketimbang melakukan penyerangan.
Lebih lanjut, Jervis menjelaskan keyakinan tentang kehadiran perang akan terjadi apabila
ofensif lebih memiliki keuntungan yang dilandasi atas faktor berupa potensi mendapatkan
kemenangan dalam waktu singkat.37 Konsekuensi dari hal tersebut dapat mengurangi
kesempatan kerjasama karena perang lebih menguntungkan bagi penyerang, perang juga
diharapkan dalam waktu singkat, insentif dalam menggunakan senjata modern dan canggih,
dengan begitu negara pasti memilih sekutu yang mampu mendukung proses perang dapat
berlangsung singkat dan cepat walaupun memiliki daya musnah massal karena menghasilkan
banyak korban.38
Menurut Jervis pula dua faktor utama yang mempengaruhi keuntungan untuk memilih
strategi defensif atau ofensif yakni faktor geografi dan teknologi.39 Kondisi geografis yang sulit
seperti wilayah pegunungan atau perbukitan yang terjal membuat lawan sulit untuk menyerang.
Sementara dalam bidang teknologi, kemampuan sebuah negara dalam menciptakan senjata nuklir
misalnya, memberi keuntungan negara tersebut untuk menekan negara lainnya. Dalam kaitannya,
Pakistan sebagai negara yang selalu merasa terancam dengan fasilitas nuklir India, semasa
37
Robert Jervis, Cooperation Under the Security Dilemma dalam Richard K. Betts, Conflict After the Cold Arguments on Cause of War and Peace. Hal 317.
38
Robert Jervis, Cooperation Under the Security Dilemma dalam Richard K. Betts, Conflict After the Cold Arguments on Cause of War and Peace. Hal 317
39
13
Presiden Zia-ul Haq mulai memandang bahwa kepemilikan nuklir menjadi pencegah atas upaya
penekanan yang dilakukan India menyangkut perebutan wilayah Kashmir.40
2. Security Dilemma
Konsep Security Dilemma (dilema keamanan) dalam ranah hubungan internasional kerap
dijadikan sebagai alat analisa atas terjadinya konflik hingga perang terbuka. Robert Jervis
menjelaskan bahwa dilema keamanan merupakan situasi dimana sebuah negara berusaha
meningkatkan keamanan dengan mengurangi keamanan pihak lain.41 Jika sebuah negara
menerapkan sistem senjata yang tergolong ofensif, lalu respon yang diberikan negara lain adalah
melakukan hal yang serupa, yaitu penempatan senjata ofensif juga, maka kemampuan negara
untuk melindungi wilayahnya akan berkurang dan cenderung lebih rentan keamanannya
dibandingkan sebelum merespon penempatan senjata tersebut.42
Jervis sebagaimana dikutip Glaser, Charles L & Kaufmann C, melihat kondisi dilema
keamanan akan muncul dalam dua situasi. Pertama, saat kekuatan militer ofensif maupun
defensif tidak dapat dibedakan, dimana pada kondisi ini objektifitas terhadap negara lain menjadi
sangat terbatas, misalnya dengan melihat jenis kekuatan militer yang digunakan untuk
disebarkan.43 Kondisi kedua muncul kala negara melihat strategi ofensif lebih menguntungkan,
maka tindakan untuk menyerang pertama kali memberikan keuntungan lebih jika dibanding
defensif. Hal tersebut biasanya dilakukan oleh negara yang memiliki kekuatan besar untuk
40“Profile: Muhammad Zia ul
-Haq”
http://www.historycommons.org/entity.jsp?entity=muhammad_zia_ul-haq diakses pada 20 Juni 2014.
41
Jervis Robert, Jurnal World Politics: Cooperation Under the Security Dilemma, Volume 30, Issue 2 (J an, 1978), Hal 167.
42
Jervis Robert, Jurnal World Politics: Cooperation Under the Security Dilemma, Volume 30, Issue 2 (J an, 1978), Hal168.
43
14
melakukan pre-emptive strike yakni sebuah upaya untuk mengantisipasi strategi serangan dari
lawan terlebih dahulu.44
Begitupula dalam urusan kerjasama antar negara, Robert Jervis berpendapat.
”if they cooperate to trap the stag, they will eat well. But if one person defects to chase a rabbit-which he likes less than stag-none of the others will get anything. Thus, all actors have the same preference order, and there is a solution that gives each his first choice: (1) cooperate and trap the stag (international analogue being cooperation and disarmed); (2) chase a rabbit while others remain at their posts (maintain a high level of arms while others are disarmed); (3) all chase rabbits (arms competition and high risk of war); and (4) stay at the original position while another chases a rabbit (being disarmed
while others are armed)”.45
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa dalam situasi security dilemma suatu negara
dapat membuat pilihan dalam berinteraksi, yaitu pertama, suatu negara yang merasa takut atau
terancam, maka akan menimbulkan tindakan aksi-reaksi antar negara yang dapat menghilangkan
makna kerjasama. Keadaan seperti ini tidak akan dapat ditopang oleh rasa percaya dan
pemahaman individu terhadap kepentingan bersama yang diakomodasi secara bersama-sama.
Kedua, situasi anarki memaksa negara untuk mencari kekuasaan di luar batas nasional dan
memaksakan nilai-nilai ideologi yang dianut melalui tindakan intervensi untuk menyebarkan
pengaruhnya kepada negara lain. Ketiga, penyebaran pengaruh oleh negara-negara yang
memiliki kepentingan terhadap negara-negara yang lebih lemah lainnya memaksa beberapa
negara untuk saling berhadapan dalam perebutan pengaruh atau menciptakan daerah penyangga
demi kepentingan geopolitik. Keempat, berupaya untuk menyerang guna mengambil sikap atas
44
Charles L. Glaser and Chaim Kaufmann, Jurnal International Security : What is the Offense-Defense Balance and Can We Measure it?. Hal48
45
15
perilaku lawan yang meningkatkan persenjataan.46 Berdasarkan pilihan-pilihan tersebut, suatu
negara harus memperhatikan strategi yang akan digunakan dalam situasi security dilemma.
Dalam proses ini setiap pihak sama-sama merasa terancam. Kesiagaan defense salah satu
pihak dianggap bukti motif offensive oleh pihak lain, yang selanjutnya mempersenjatai diri
sebagai tanggapannya. Semua pihak berusaha untuk saling mengungguli sehingga menumbuhkan
perlombaan senjata dan pasukan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Perlombaan ini
menciptakan security dilemma. Maka dalam konteks hubungan Pakistan dengan India, Pakistan
merasa terancam dengan eksistensi nuklir India sehingga kondisi dilema keamanan ini memaksa
Pakistan untuk ikut menerapkan strategi serupa. Sebagai negara yang selalu merasa terancam
atas kemajuan militer India, maka strategi pengembangan nuklir untuk sama-sama berada dalam
posisi satu level merupakan sebuah keniscayaan yang harus dilakukan oleh Pakistan.
3. Teori Kepentingan Nasional
Konsep kepentingan nasional sering digunakan untuk mendeskripsikan, meramalkan
maupun menganjurkan perilaku luar negeri suatu negara. Salah satu ilmuwan yang terkenal
dengan konsep ini adalah Hans J. Morgenthau. Ia menjelaskan kepentingan nasional sebagai
berikut:
The fundamental objective ultimate determinant that guides the decision maker of a state is foreign policy. The national interest of state is typically a highly generalized conception of those alignment that constitute the statemost vital needs. These include self preservation,independence, territorial integrity, military security and economic wellbeing. 47
Dari definisi tersebut bisa disimpulkan bahwa prioritas kepentingan nasional setiap
negara berbeda antara satu dengan negara lainnya, tergantung pada kebutuhan negara yang
46
Robert J Art, Robert Jervis, Internastional Politics : Enduring concept and contemporary Issues. Hal 177-178
47
16
bersangkutan. Namun para ahli cenderung menempatkan masalah survival dan self preservation
sebagai prioritas utama.48 Menurut Robert Gilpin tujuan mendasar serta faktor paling
menentukan yang memandu para pembuat keputusan dalam merumuskan politik dan ekonomi
luar negeri adalah kepentingan nasional.49
Kepentingan nasional merupakan konsepsi yang sangat umum, tetapi merupakan unsur
yang menjadi kebutuhan yang sangat vital bagi negara. Dalam konsep ini, ada lima kategori
umum yang dijadikan sasaran yang hendak dituju yaitu: (1) self preservation, yaitu hak untuk
mempertahankan diri; (2) independent, yang berarti tidak dijajah atau tunduk pada negara lain;
(3) military security, berarti tidak ada gangguan dari kekuatan militer lain; (4) territorial
integrity, atau keutuhan wilayah dan (5) economic wellbeing atau kesejahteraan ekonomi.50
Dalam hal ini nuklir India membuat Pakistan merasa khawatir sehingga mengambil
tindakan preventif guna mengantisipasi berbagai macam permasalahan yang muncul akibat
adanya ancaman tersebut. Kepentingan nasional disini bisa diterjemahkan sebagai keinginan
politik yang dirasa sangat perlu untuk dilindungi dan diperjuangkan. Kepentingan ini bisa berupa
keutuhan wilayah atau territorial integrity, khususnya wilayah Kashmir.
4. Nuklir Sebagai Instrumen Power
Kepemilikan senjata nuklir menjadi tolak ukur bagi kekuatan dan perkembangan
teknologi militer suatu negara yang dapat meningkatkan bargaining position dalam percaturan
politik internasional.51 Karena efek ledakannya yang dahsyat, negara-negara cenderung menahan
diri untuk saling menyerang.
48Mas‟oed Mochtar, Ilmu Hubungan Internasional
-Disiplin dan Metodologi, LPP3ES, Yogyakarta, 1990 Hal 141.
49
Stuart S. Malawer, The Political Economy of International Relations by Robert Gilpin, Maryland Journal of International Law Volume 12 tahun 1988 Hal 1988.
50
Hans J, Morgenthau, Politic Among Nations, Hal 142.
51
17
Menurut Robert McNamara, perang nuklir hampir pasti tidak bisa dibatasi dan akan
menyulut perang yang lebih besar dengan konsekuensi kehancuran dunia secara totalitas.
Beberapa para ahli berpendapat bahwa negara akan berusaha untuk mengembangkan nuklir jika
mereka tidak memiliki alternatif lain dalam menghadapi sebuah ancaman militer yang sangat
serius bagi keamanan negaranya.52
Scott D. Sagan dalam artikelnya memaparkan ada 3 alasan atau pendekatan yang dapat
dipakai untuk menjelaskan fenomena tersebut. Pertama, The Security Model yang berfokus pada
upaya negara untuk meningkatan keamanan nasionalnya dari ancaman pihak asing terutama dari
ancaman nuklir.53 Dasar dari pendekatan ini adalah pemikiran realis yang menyatakan bahwa
setiap negara harus mampu menjaga kedaulatannya serta keamanan nasionalnya sendiri.54 Hal ini
dikarenakan oleh ancaman terhadap daya rusak yang dapat ditimbulkan oleh senjata nuklir
mendorong setiap negara untuk meningkatkan kemampuannya guna mengimbangi negara lain
yang mengembangkan nuklir dengan menimbulkan deterrence. Secara umum, deterrence dapat
diartikan sebagai ancaman yang berpotensi menimbulkan lebih banyak kerugian dibandingkan
keuntungan apabila suatu pihak melakukan serangan, sehingga membuatnya memutuskan untuk
tidak melakukan serangan tersebut
Kedua, The Domestic Politics Model yang menekankan pada pemanfaatan nuklir sebagai
alat politik serta tarik-menarik kepentingan antar elit politik di dalam negeri ketika suatu
kelompok elit mampu mempengaruhi arah kebijakan suatu negara untuk menggunakan nuklirnya
52
http://history.defense.gov/mcnamara.shtml diakses pada 6 Juni 2014.
53
Scott, D. Sagan, Why Do States Build Nuclear Weapon?: Three Models in Search of a Bomb :Internasional Security, Vol. 21,No. 3. Winter, 1996-1997, Hal. 54.
54
18
demi kepentingan kelompok tersebut.55 Dalam hal ini, setiap aktor selalu aktif dalam
memaksakan kepentinganya sehingga seringkali terjadi benturan antar kepentingan. Ketiga, The
Norms Model berfokus pada penggunakaan nuklir sebagai sebuah simbol modernitas serta
identitas suatu bangsa di dunia internasional. Pengambilan keputusan mengenai penggunaan
nuklir mencerminkan perilaku negara di dunia internasional karena lewat proses pengambilan
keputusan ini membentuk identitas dan simbolisasi tertentu bagi Negara tersebut. Dalam hal ini
arah kebijakan suatu Negara tidak ditentukan oleh pemimpin bangsa atau elit politik tapi oleh
norma yang berlaku.56
Dari penjelasan di atas,sebuah kenyataan betapa strategisnya nilai guna dari kepemilikan
nuklir telah menciptakan sebuah power atas suatu negara. Strategi nuklir tidak hanya
dikotakkan sebagai sebuah unsur strategis karena terjadinya perang, namun karena penggunaan
sebagai deterrence yang efektif untuk mengatur tindakan dari negara lain, menjadi sebuah
indikator yang jelas untuk menentukan dsn memetakan kekuatan sebuah negara.57
Kekuatan penghancur nuklir memang memberikan dampak yang sangat mengerikan.
dengan satu megaton (1000 kiloton) ledakan nuklir, dapat mengakibatkan suhu 100 juta derajat
celcius atau sebanding dengan empat sampai lima kali lipat suhu permukaan matahari. Jika
dengan bom atom Hiroshima dan Nagasaki yang berkekuatan ledakan 15 Kiloton telah
membunuh sedikitnya 150.000 jiwa, maka dengan jumlah nuklir yang dimiliki Pakistan dan India
55
Scott, D. Sagan, Why Do States Build Nuclear Weapon?: Three Models in Search of a Bomb :Internasional Security. Hal 68.
56
Scott, D. Sagan, Why Do States Build Nuclear Weapon?: Three Models in Search of a Bomb :Internasional Security. Hal 69-71
57
19
tentu sudah mampu menghancur-leburkan anak benua India sendiri.58 Menyadari potensi tersebut,
maka kedua belah pihak hingga saat ini masih saling menahan untuk sama-sama menyerang
F. Metode Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, penulis akan menjawab pertanyaan dalam penulisan ini
melalui metode penelitian kualitatif. Menurut Strauss dan Corbin, metodologi kualitatif
merupakan jenis metode yang tidak diproduksi melalui prosedur statistik atau bentuk numerik.59
Gumilar Rusliwa Somantri menjelaskan penelitian kualitatif berusaha mengkonstruksi realitas
dan memahami maknanya. Sehingga, penelitian kualitatif biasanya sangat memperhatikan
proses, peristiwa dan otentisitas.60
Penulis berusaha memahami strategi kebijakan nuklir Pakistan dalam rangka
mempertahankan wilayah Kashmir dari ambisi India. Pada penelitian ini metode yang
digunakan oleh penulis adalah deskriptif analitis yaitu kegiatan penelitian dalam Hubungan
Internasional dengan melihat permasalahan yang ada dan dikaitkan dengan teori dalam
Hubungan Internasional.61
Dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam menyelesaikan penelitian ini, penulis
hanya menggunakan sumber sekunder yang berasal dari riset kepustakaan (library research).
58Ahmed, Samina, “Public Opinion and Nuclear Plunge for South Asia”, Asi
an Survey, Vol XXVII, No.8, Agustus 1998, Hal 142.
59
Staruss and Corbin, Basics of Qualitative Research : Grounded Theory Procedures and Tehnique, Newbury Park, Sage Publication, 1990.
60
Jurnal Makara, Sosial Humaniora, Vol. 9, No. 2, Desember 2005: Hal. 58.
61
20
Penulis mendapatkan data dengan cara mengumpulkan bahan-bahan dari berbagai perpustakaan
yang dikunjungi, seperti Perpustakaan Freedom Institutte, Perpustakaan FISIP UI, Perpustakaan
CSIS dan perpustakaan lainnya. Selain itu untuk mendapatkan data, penulis menggunakan
sumber melalui bahan bacaan dari jurnal-jurnal ilmiah, berita-berita dalam koran, dan situs-situs
internet yang dapat mendukung penelitian ini.
Langkah selanjutnya dalam metode ini yakni melakukan analisis data yang telah
dikumpulkan kemudian diklasifikasi dengan topik pembahasan yang dibutuhkan. Setelah itu data
tersebut bisa dipahami dan ditampilkan dalam bentuk kesimpulan-kesimpulan sederhana untuk
menjelaskan hasil penelitian. Dengan menggunakan data-data tersebut penulis akan menjawab
pertanyaan penelitian mengenai kepentingan Pakistan dalam Mengembangkan Nuklir periode
21
Bab II : Gambaran Umum Kashmir dan Konflik India-Pakistan.
2.1 .Wilayah Kashmir.
Bab II : Strategi Kebijakan Nuklir Pakistan.
3.1 Sejarah Pembangunan Reaktor Nuklir Pakistan
A. Peranan Abdul Qadeer Khan Dalam Pengayaan Uranium B. Pengembangan Rudal Ghauri Dan Hatf
C. Kerjasama Pakistan Dengan Cina Dan Korea Utara. 3.2 Kekuatan Nuklir Pakistan (2008-2012)
A. Kapabilitas Nuklir Pakistan B. Kapabilitas Nuklir India
Bab IV : Kepentingan Pakistan Mengembangkan Nuklir Dalam Merebut Wilayah Kashmir
A.Memperoleh Kedaulatan Atas Wilayah Kashmir
B. Strategi Mengimbangi Dominasi Kekuatan India di Regional Asia Selatan
C.Internasionalisasi Isu Kashmir Bab V : Kesimpulan
22
BAB II
Gambaran Umum Kashmir dan Konflik India-Pakistan
2.1 Wilayah Kashmir
A. Kondisi Geografis Kashmir
Wilayah Kashmir merupakan daerah yang terbentang di utara subkontinen India,
memiliki keadaan alam bergunung-gunung yang dialiri dengan banyak sungai antara lain Indus,
Jhellum, Khenab, Shyok dan Zaskar.62 Pada tahun 1947, sebelum 45 persen dikuasai utara India,
wilayah bernama lengkap Jammu dan Kashmir tersebut memiliki luas 85,806 Mil atau sekitar
222,979 km. Dengan keadaan geografis tersebut, Kashmir dikenal sebagai Princely State
(Negara Kepangeranan) paling luas di bawah kekuasaan Kerajaan British India.63
Setelah dikeluarkannya Resolusi PBB tahun 1949, wilayah Kashmir terbagi atas dua
bagian: Jammu Kashmir (India) dan Azad Kashmir (Pakistan). Wilayah Jammu Kahmir meliputi
distrik Ladakh dan lembah Kashmir sementara Azad Kashmir terdiri atas Baltistan, Dartistan,
Muzaffarabad, Gilgit dan Pooch.64 Wilayah yang berseberangan dengan gunung Himalaya dan
Karakorum ini berbatasan dengan Tibet di sebelah Utara, Cina Sinkiang di bagian Timur,
Himachal dan Punjab di sebelah Selatan serta di bagian Barat berbatasan dengan Pakistan.65
B. Penduduk Kashmir
Penduduk wilayah Kashmir sering dipanggil dengan sebutan Kashmiree. Data dari sensus
penduduk Pemerintah India tahun 2011 menyebutkan jumlah seluruh populasi di wilayah
62
R. W. McColl. Encyclopedia of World Geography, Volume 1, Infobase Publishing, 2005. Hal 75.
63
R. W. McColl. Encyclopedia of World Geography. Hal 76-79
64
http://www.un.org/documents/ga/res/4/ares4.htm diakses pada 14 Juni 2014
65
23
tersebut mencapai 12,541,302 jiwa dengan pembagian jenis kelamin laki-laki mencapai
6,640,662 orang sedangkan perempuan 5,900,640.66 Wilayah bagian Azad Kashmir yang berada
di bawah Pemerintah Pakistan memiliki penduduk kira-kira 2,5 juta sementara Jammu Kashmir
yang dikuasai India dengan jumlah 6,5 juta warga.67
Mayoritas penduduk Kashmir beragam Islam sedangkan sisanya ada yang memeluk
Hindu, Budha, Sikh dan Kristen.68 Sumber mata pencaharian utama masyarakat di sana yakni
dari hasil pertanian dan pariwisata yang mencapai 80 persen dari penghasilan negara.69 Pada
tahun 1946, Sheikh Abdullah melalui Partai Politik National Conference dalam artikel 48
program New Kashmir menetapkan bahwa bahasa nasional Kashmir adalah Kashmiri, Dogri,
Balti, Dardi, Punjabi dan Urdu.70
C. Awal Konflik di Kashmir
Pemisahan India-Pakistan menjadi dua negara berdaulat tahun 1947 menimbulkan
polemik terhadap pembagian wilayah kekuasaan. Saat itu, lebih dari 500 negara kepangeranan
secara bebas boleh menentukan masa depannya untuk bergabung dengan salah satu negara yang
ada.71 Namun ada tiga wilayah yang sulit untuk menentukan pilihan mengingat ketiga negara
kepangeranan tersebut tidak memiliki keseragaman antara penguasa dan mayoritas warganya
dalam hal agama yang dianutnya. Ketiga princely state tersebut yaitu, Junagadh, Hyderabad, dan
Jammu-Kashmir. Junagadh merupakan negara kecil dengan 80% penduduknya beragama Hindu,
tetapi penguasanya adalah seorang Muslim yang cenderung pro terhadap Pakistan. Hyderabad
66
http://www.census2011.co.in/census/state/jammu+and+kashmir.html diakses pada 18 Juni 2014
67
Languages of Belonging : Islam, Regional Identity and the Making of Kashmir. Hal 12-13
68
Languages of Belonging : Islam, Regional Identity and the Making of Kashmir. Hal 15
69
Aftah Chairul, Studi Tentang Posisi Kashmir Dalam Hubungan India-Pakistan, Jurnal Sosial-Politika Vol.6 No.11 Juli 2005 Hal 89
70Nishat Anshari,“Jammu & Kashmir Linguistic Predica ment”
http://koshur.org/Linguistic/9.html diakses pada 26 Juni 2014.
71
24
berpenduduk mayoritas Hindu dengan penguasa seorang Muslim tetapi tidak berkecenderungan
baik Pakistan maupun India. Sedangkan Jammu-Kashmir memiliki penduduk mayoritas Muslim
sebanyak 90 % dan condong kepada Pakistan, tetapi penguasanya yang beragama Hindu
kemudian membawa Jammu-Kashmir ke dalam India.72 Junagadh pada akhirnya bersatu dengan
India melalui plebisit, sedangkan Hyderabad melalui pendudukan militer.73 Namun untuk
wilayah Jammu-Kashmir sendiri hingga sekarang tidak dapat terselesaikan.
Untuk wilayah Kashmir permasalahannya berbeda, menurut peraturan pemisahan
India-Pakistan, Kashmir harus bergabung dengan Pakistan dengan melihat mayoritas penduduknya
Muslim. Berdasarkan hal itu maka setelah Inggris mundur dari Subkontinen India, seluruh
negara bagian yang pada saat kolonial Inggris kembali pada posisi sebelumnya yaitu merdeka.74
Maharaja Hari Singh yang kala itu memerintah wilayah Kashmir melihat bahwa hal ini
merupakan peluang baginya untuk mengembalikan sistem monarki absolut seperti sebelum
kedatangan Inggris di subkontinen India.75
Tetapi mayoritas rakyat muslim Kashmir menuntut agar Kashmir bergabung dengan
Pakistan atau merdeka. Namun Maharaja Hari Singh cenderung untuk memilih merdeka dari
pada bergabung dengan Pakistan, sementara penduduk Hindu Dogri di Jammu menginginkan
bergabung dengan India karena pertimbangan memiliki kesamaan agama.76 Akibat tidak adanya
kepastian apakah bergabung dengan India atau Pakistan atau merdeka, maka terjadilah krisis
internal di wilayah Kashmir. Krisis ini semakin memburuk ketika suku Poonch di bagian Barat
72
Sisir Gupta, Kashmir: A study in India-Pakistan Relations. Hal 31.
73
Mashad, Dhurorudin, Kashmir : Derita yang Tak Kunjung Usai, Khalifa, Jakarta, 2004 Hal 25
74
Mashad, Dhurorudin, Kashmir : Derita yang Tak Kunjung Usai. Hal 27-28
75
Mashad, Dhurorudin, Kashmir : Derita yang Tak Kunjung Usai. Hal 29.
76
25
Daya Kashmir menginginkan bergabung dengan Pakistan serta ketika pasukan Kashmir
membelot dan membentuk Azad Kashmir (Kashmir merdeka).77
Merasa keadaan wilayahnya semakin tidak terkendali, Singh kemudian meminta bantuan
India untuk mengatasi pergolakan tersebut.78 Pada saat inilah awal mula peranan India di wilayah
Kashmir. Singh dan India bersepakat jika India mampu mengatasi keadaan di Kashmir maka
Singh akan bersedia untuk bergabung dengan India.79
Setelah ditandatangani persetujuan tersebut, India kemudian mengirimkan bantuan
militer secara besar-besaran masuk ke dalam Kashmir untuk menumpas pemberontakan suku
Poonch.80 Invasi militer India ke dalam wilayah Kashmir tidak disetujui Pakistan dengan alasan
melindungi warga Muslim Kashmir.81 Pakistan akhirnya ikut mengirimkan pasukannya masuk
ke dalam wilayah Kashmir. Dengan masuknya dua pasukan tersebut, yang terjadi malah perang
antara India-Pakistan.
Gejolak yang ditimbulkan oleh perselisihan antara kelompok yang ingin bergabung ke
India dengan yang ingin bergabung ke Pakistan semakin membuat persoalan ini menjadi rumit.
Maharaja Hari Singh cenderung untuk memilih bergabung dengan India karena selama ini
Kashmir sangat bergantung pada pelayanan sosial dan ekonomi yang diberikan India seperti
bantuan dana dan pengobatan gratis.82
Ketergantungan pelayanan sosial dan ekonomi ini dianggap oleh India bahwa Kashmir
akan bergabung dengan India tetapi ternyata anggapan itu salah. Meskipun Maharaja Kashmir
sudah dibujuk, ia justru menawarkan suatu Standstill Agreement karena ingin mempertahankan
77
Rajat Ganguly, India-Pakistan and The Kashmir Dispute, Hal 20.
78
Aftah Chairul, Studi Tentang Posisi Kashmir Dalam Hubungan India-Pakistan. Hal 89.
79
Effendi, Irmawan : Kashmir Dalam Hubungan India-Pakistan: Perspektif Kebijakan Nuklir Pakistan, Latar Belakang dan Perkembangan Menuju Penyelesaian Konflik Jurnal Siklus Vol. 1 No. 3 Tahun 2005
80
Languages of Belonging : Islam, Regional Identity and the Making of Kashmir. Hal 23.
81
Mosammel Haque, Muslim Kashmir Facing Genocide, Pakistan Horizon, Vol 44 No. 3 Juli 1991 Hal 5.
82
26
status quo pelayanan tersebut.83 Pakistan setuju dengan perjanjian tersebut tetapi ditolak India
tanpa alasan yang jelas.
Pertentangan antara kelompok yang pro India dengan yang pro Pakistan lebih banyak
dipengaruhi pertentangan antara Partai Kongres dengan Liga Muslim, ditambah seorang tokoh
Kashmir yaitu Seikh Mohammad Abdullah lebih condong untuk bergabung ke India.84 Seikh
Mohammad memiliki pertimbangan Kashmir nantinya akan diberikan hak khusus untuk
memerintah sendiri yang tergabung dalam Uni India.85 Seikh Mohammad Abdullah yang
bergabung dalam National Conference yang pro India memiliki kedekatan dengan Partai
Kongres pimpinan Jawaharlal Nehru.86
Hal itu terbukti dengan keberhasilan Seikh Mohammad Abdullah dalam mempengaruhi
Nehru agar memberikan hak untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri. Namun tuntutan
plebisit yang selalu diminta oleh rakyat Kashmir selalu mendapat hambatan dari Pemerintah
India dengan alasan bahwa tuntutan plebisit itu sudah tidak mungkin dilaksanakan karena selama
ini India sudah melakukan berbagai upaya untuk memenuhi tuntutan rakyat Kashmir, seperti
adanya persamaan di bidang hukum, pemberantasan kemiskinan dan perbaikan ekonomi, nsmun
bagi Rakyat Kashmir itu tidak cukup karena mereka tetap ingin merdeka dari India.87
2.2 Perang India-Pakistan
A. Perang India-Pakistan Tahun 1947 dan 1965
Setelah India mulai memasuki wilayah Kashmir, India mulai melakukan
serangan-serangan terhadap suku Poonch yang melakukan pemberontakan dengan bantuan suku Pathan
83
Mosammel Haque, Muslim Kashmir Facing Genocide. 20
84
http://www.thekashmirwalla.com/2013/03/abdullah-familys-rise-and-fall/
85
Amal Hamzah. Dunia Sekitar Kita, Pakistan dan India, Penerbit PT. Jambatan, Jakarta, 2002, hlm 15.
86
Amal Hamzah. Dunia Sekitar Kita, Pakistan dan India. Hal 17.
87
27
dari Pakistan. Kedua suku ini terdesak dan harus mundur karena persenjataan mereka tidak
sebanding dengan persenjataan India. Korbanpun berjatuhan terutama dari pihak suku Poonch
dan Pathan yang kebetulan beragama Islam.88
Melihat situasi yang tidak seimbang ini, Pakistan dengan dalih melindungi kaum Muslim
akhirya mengirimkan tentara, milisi suku-suku, dan sukarelawan untuk melawan India.89 Pada
awalnya India sempat mengalami kemunduran akibat serangan Pakistan tersebut di beberapa
sektor penting di Kashmir. Namun India tidak merasa gentar setelah menambah jumlah pasukan
dan alat tempurnya untuk menekan Pakistan. Pasukan India berhasil memukul mundur pasukan
Pakistan sampai ke sepertiga wilayah Jammu dan Kashmir, dimana keadaan itu terus terjadi
sampai sekarang. Pakistan menamai wilayah tersebut sebagai Azad Kashmir (Kashmir Merdeka)
sedangkan dua pertiga wilayah lainnya dikuasai oleh India.90
Konflik bersenjata ini terus terjadi hingga tahun 1949. Sebagai lembaga yang menaungi
perdamaian dunia, PBB berusaha keras untuk meredam konflik bersenjata ini dengan
mengeluarkan resolusi melalui Dewan Keamanan PBB. Beberapa resolusi yang dikeluarkan
Dewan Keamanan PBB diantaranya Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 47 (1948) yang
dikeluarkan pada tanggal 21 April 1948, resolusi Nomor 51 (1948) tanggal 3 Juni 1948 dan
resolusi yang dikeluarkan pada tanggal 13 Agustus 1948 yang akhirya mengakhiri perang
India-Pakistan.91 Kedua negara sepakat melakukan gencatan senjata serta membagi wilayah Kashmir
menjadi dua bagian pada 5 Januari 1949.
88
India-Pakistan and The Kashmir Dispute, Op.cit Hal 37-38.
89
A study in India-Pakistan Relations, New Delhi. Hal 29.
90
Amal Hamzah. Dunia Sekitar Kita, Pakistan dan India. Hal 15.
91
28
Resolusi 5 Januari 1949 membagi wilayah Kashmir menjadi dua bagian, yaitu dua
pertiga wilayah dikuasai India dan sisinya satu pertiga wilayah dikuasai oleh Pakistan.92 PBB
juga membentuk suatu badan khusus yang mengawasi konflik bersenjata antara India dan
Pakistan yang bernama UNCIP (United Nation Comission for Indian Pakistan). Anggota komisi
UNCIP sendiri dari Argentina, Belgia, Colombia, Cekoslovakia, dan Amerika Serikat.93
Namun pada tahun 1965, konflik bersenjata kembali terjadi antara India dan Pakistan.
Sebelum konflik ini terjadi, India sempat terlibat konflik perbatasan dengan Cina pada tahun
1962 dan India mengalami kekalahan yang berakibat kerugian materil yang cukup banyak.
Pecahnya konflik bersenjata pada tahun 1965 antara India-Pakistan berasal dari rasa saling
curiga. India menuduh Pakistan sebagai pendukung yang telah membantu perlawanan rakyat
Jammu dan Kashmir terhadap India yang intensitasnya semakin meningkat. Selain itu, India
menganggap perlawanan ini dapat mengganggu integritas nasionalnya.94
Setelah militer India porak-poranda akibat konflik dengan Cina, praktis kekuatan militer
India cenderung melemah. Maka dari itu, India mulai mencari bantuan ekonomi dan militer ke
negara Barat. India bahkan rela mengubah kebijakannya di forum Non Blok ke arah yang
progresif dan cenderung mendukung negara Barat yang cenderung berideologi kapitalis.95
Akhirnya India berhasil mendapatkan bantuan dari negara-negara Eropa sementara bantuan dari
Uni Soviet yang berhaluan komunis masih terus berjalan. Pembangunan dan peningkatan
92
Kompas, 19 April 2004.
93
http://www.un.org/en/peacekeeping/missions/unmogip/background.shtml diakses pada 20 Juli 2014.
94
Kashmir : Derita yang Tak Kunjung Usai, Khalifa, Jakarta, 2004, Op.cit Hal 41.
95
29
kekuatan militer India ini juga ditujukan untuk memperkuat posisi mereka di Kashmir yang
masih didudukinya.96
Sementara India terus mencari dukungan bantuan militer ke dunia Barat, Pakistan
mengalami kemerosotan dukungan diplomatik dan militer dari Amerika. Hal ini lantaran
Amerika kecewa akibat bantuan militer yang diberikan kepada Pakistan untuk untuk
membendung pengaruh komunisme, ternyata digunakan oleh Pakistan untuk melawan India.97
Melihat kondisi tersebut, Pakistan mencoba untuk kembali mendapatkan simpatinya dari
Amerika Serikat dengan mendorong penyelesaian masalah Kashmir secara adil dan secepat
mungkin, sehingga peningkatan kekuatan militer India tidak akan digunakan untuk melawan
Pakistan. Pemimpin Pakistan yang waktu itu dijabat Ayub Khan juga terus berusaha meyakinkan
Presiden Amerika Serikat John F Kennedy bahwa cara tersebut adalah tepat untuk mencegah
konflik.98
Pada tanggal 21 Desember 1964, Pemerintah India berupaya menguasai Kashmir untuk
dijadikan bagian integral secara keseluruhan India. Langkah konkrit yang diambil Pemerintah
India terhadap Kashmir adalah membubarkan National Conference dan menggantikan partai
tersebut dengan Partai Kongres. Maksud pemerintah India adalah agar dapat mengatur hak-hak
politik di Kashmir sesuai dengan keinginan pemerintah pusat India.99
Kebijakan ini langsung diprotes oleh masyarakat Kashmir, karena mereka lebih memilih
jajak pendapat atau referendum untuk menentukan masa depan Jammu-Kashmir daripada terus
tunduk di bawah pemerintahan India.100 Tuntutan ini didasarkan oleh masyarakat Kashmir untuk
96
Matinuddin, Kamal, India-Pakistan Standoff, Regional Studies No. 3, Vol. XXI, summer 2003.
97
Matinuddin, Kamal, India-Pakistan Standoff. Hal 16.
98
Matinuddin, Kamal, India-Pakistan Standoff. Hal 19.
99
Schofield, Victoria, Kashmir in Conflict: India-Pakistan and the Unending War, Tauris; 3 edition, 2010. Hal 110
100
30
menuntut janji yang diberikan oleh Mountbatten dan Nehru pada saat penyatuan
Jammu-Kashmir dengan India oleh Maharaja Hari Singh. Janji itu adalah referendum, plebisit atau jajak
pendapat untuk menentukan masa depan Kashmir. Protes yang dilakukan rakyat Kashmir
membuat suasana berkecamuk dan bentrokan hampir tiap hari terjadi. Melihat kondisi ini, India
menambah kekuatan militernya untuk memadamkan gejolak di Kashmir. Tindakan militer India
yang represif tidak menyelesaikan masalah. Korban dari rakyat Kashmir terus berjatuhan dan
menimbulkan gelombang pengungsian yang besar ke wilayah Pakistan. Kondisi ini memancing
ketegangan antara Pakistan dan India kembali terjadi.101
Kontak senjata diperbatasan tidak dapat dihindari lagi antara tentara India dan Pakistan.
Namun kejadian ini dapat diredam dengan perjanjian antara kedua negara dan lebih dikenal
dengan perjanjian Rann Kutch. Pada tanggal 15 Januan 1965, hubungan kedua negara kembali
memanas. Hal ini dipicu oleh demonstrasi besar-besaran di sepanjang jalan wilayah Kashmir.
Sembilan kelompok oposisi di Kashmir menuntut janji India agar mengadakan jajak pendapat
atau referendum untuk diberi kebebasan dalam memilih bergabung dengan India atau
Pakistan.102 Kontak senjata kembali terjadi dimana pasukan Azad Kashmir dengan Pakistan
masuk ke wilayah Jammu-Kashmir dan berhasil memojokkan India di wilayah Srinagar. India
membalas dengan menyerang kembali posisi Pakistan hingga mendekati Lahore. Zona konflik
semakin melebar dan kedua negara terus mengirimkan tentara, milisi dan para anggota militer
lainnya sehingga menimbulkan permusuhan dan konflik yang lebih besar.
Kedua negara saling melanggar perbatasan masing-masing dan tidak menghiraukan garis
genjatan senjata. Menurut PM India saat itu B.Shastri, India tidak melanggar perbatasan tetapi
101
Schofield, Victoria, Kashmir in Conflict: India-Pakistan and the Unending War. Hal 124.
102
31
Pakistan terlebih dahulu menyerang dan masuk ke wilayah Jammu-Kashmir.103 Konflik
bersenjata diantara India dan Pakistan ini menggunakan peralatan militer yang digunakan
terakhir kali ketika perang Dunia II berkecamuk.
Konflik bersenjata India-Pakistan ini menarik perhatian dunia. Beberapa negara besar
berusaha untuk menekan kedua negara untuk berhenti melakukan tindakan saling serang
tersebut. Amerika dan Inggris melakukan embargo ekonomi dan militer kepada India dan
Pakistan. Soviet pun menekan dengan cara politik dan embargo militer. Cara-cara penyelesaian
ini tidak mempengaruhi intensitas konflik yang terjadi, bahkan India berencana akan menyerang
Pakistan Timur namun rencana India ini dapat dibatalkan oleh Cina yang mengancam apabila
India tetap menyerang Pakistan Timur, maka Cina akan menyerbu India. Cina memberikan
ultimatum akan menyerbu India jika tidak menghentikan perang dalam waktu tiga hari.104
Tindakan Cina ini cukup efektif menekan India yang akhirnya mengumumkan gencatan
senjata pada tanggal 22 September 1965 dan menyerahkan permasalahan konflik ini kepada PBB
untuk menyelesaikan konflik ini. Mediator yang dipilih oleh India dan Pakistan adalah PM Uni
Soviet Alexie Kosygin.105 Pada Januari 1966, disepakati perjanjian Taskent yang ditandatangani
di Ibukota Uzbekistan. Kedua negara sepakat untuk mengembalikan posisi status quo Kashmir
sesuai dengan pembagian wilayah tahun 1949 yang mengantarkan konflik ini dapat diredam.106
B. Perang India-Pakistan Tahun 1971
http://news.bbc.co.uk/hi/english/static/in_depth/south_asia/2002/india_pakistan/timeline/1965.stm diakses pada 5 Maret 2014.
104
Kompas, 30 Mei 2005.
105
Dennis Kux, India-Pakistan Negotiations: Is Past Still Prologue?, Washington DC, United States Institute Peace, 2009, Hal 21.
106